PEMIKIRAN DAKWAH IMAM KHOMEINI Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memeroleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos. I)
Oleh:
Al-Mukarromah 104051001775
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2008
PEMIKIRAN DAKWAH IMAM KHOMEINI
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi sebagai Syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos.I)
Oleh: Al-Mukarromah NIM: 104051001775
Di bawah bimbingan
Drs. Wahidin Saputra, M.A NIP: 150276299
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2008
PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul PEMIKIRAN DAKWAH IMAM KHOMEINI telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 26 Juni 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memeroleh gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos.I) pada program studi Komunikasi dan Penyiaran Islam. Jakarta, 26 Juni 2008 Sidang Munaqasyah Ketua Merangkap Anggota
Sekretaris Merangkap Anggota
Dr. Arief Subhan, M.A NIP: 150262442
Dra. Lilis Suryanti, M.Pd NIP: 150272609
Penguji I
Penguji II
Drs. M. Sungaidi, M.A NIP: 150282640
Drs. Sunandar, M.Ag NIP: 150273477 Pembimbing
Drs. Wahidin Saputra, M.A NIP: 150276299
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Swt, Tuhan seru sekalian alam. Dengan segala rahman dan rahim-Nya, tak terasa amanat menuntut ilmu yang disokongkan dari orang tua kepada penulis telah sampai hingga perguruan tinggi ditandai dengan rampungnya penulisan skripsi ini sebagai syarat mencapai gelar sarjana. Tiada kata yang pantas terucap, selain kata syukur atas segala Maha pengasih dan penyayang-Mu ya Robb atas segala nikmat, rahmat, dan ridho yang Kau curahkan pada hamba-Mu yang tak luput dari dosa serta lemah ini yang hanya mampu membalas kearifan-Mu dengan ribuan untaian rasa dan kata syukur. Kemudian, tak lupa untaian kata salawat kepada Nabi Muhammad Saw, penyuluh lentera penerang kehidupan umat manusia hingga akhir zaman. Semoga cahaya-mu ya Rasulullah senantiasa menyinari kami, sekalian umat-mu amin. Tak ada gading yang tak retak. Begitu pula kiranya skripsi ini. Karena itu penulis akan menerima dengan penuh rasa hormat dan terima kasih atas kritik dan saran yang membangun guna menyempurnakan keseluruhan isi skripsi ini. Dengan ini, penulis perlu mengurai rasa terima kasih kepada segenap orang yang membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini: 1.
Kepada ayahanda Awaluddin Muhammad Amin dan ibunda Bismar Hasan atas seluruh pengobanannya, penulis ucapkan rasa terima kasih sedalam-dalamnya, semoga Allah Swt merahmati dan hanya Dialah yang mampu membalas segala jasa besarmu ayahbunda
2.
Dr. Murodi, M.A selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi
3.
Drs. Wahidin Saputra M.A selaku dosen pembimbing (sekaligus Ketua Jurusan KPI) yang bersedia memberi masukan yang amat bermanfaat dalam penulisan skripsi ini
4.
Ibu Umi Musyarrofah, M.A selaku Sekretaris Jurusan KPI yang telah banyak
memberi
masukan
kepada
penulis
dan
memberi
pengalamannya dalam mencari judul skripsi, masalah perkuliahan, serta memudahkan urusan domestik administrasi nilai untuk penulis. 5.
Segenap Bpk/Ibu dosen pengajar di Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK), khususnya di Jurusan KPI yang tak bisa disebutkan satu persatu, terima kasih telah membimbing penulis dan ikhlas memberikan ilmunya, mohon maaf bila dalam proses perkuliahan ada sikap penulis yang kurang berkenan di hati Bpk/Ibu, penulis hanya harapkan do’a dari Bpk/Ibu, semoga ilmu yang didapat menuai keberkahan.
6.
Seluruh Staff di FDK Perpustakaan
Utama
dan pengelola Perpustakaan Dakwah dan terima
kasih
atas
layanannya,
semoga
pelayanannya kepada mahasiswa menjadi lebih istimewa lagi 7.
Kakak-kakakku, Kak M. Al-Amin, Kak Abdus Salam, dan spesial untuk Kakakku Al-Hasanah S.Sos.I, terima kasih atas semua masukan, nasihat, cerita pengalaman, dan berbagi susah serta senang bersama.
Adik-adikku Rodiatam Mardhiah, Akmalul Mukminin, Rahmatal Abror, M. Nazhif, Sayyidatul Ummah, M. Arif Billah, Alfiyatul Yusriyyah, dan M. Ziyad Husaini, senyum kalian saat penulis meminta bantuan selalu menyejukkan hati penulis 8.
Segenap keluarga besar dan rekan di Majelis Taklim Assakinah Fi Riyadhil Jannah
9.
Kawan-kawan kelas di KPI B angkatan 2004, Kasih, Jevy, Daseva, Mimin, Imut, Ida, Ani, ifa, Ulul, Eza, Ika, Yayu, Anis, Sarah, Iik, Tia, Zee, Mika, Rika, Desi, One, Fauzi, Fajar, Asmuni, Maulana, Haris, Ridho, Ali, Rahmatullah, Irwan, Arya, Matul, Samlani, Ade. Pengalaman menuntut ilmu bersama kalian semua adalah karunia Allah Swt yang tiada tara.
10.
Teman-teman di organisasi, di Majalah Jeda,. di LPMU Institut, di HIQMA, di Komka, di Marawis Dakwah, teman-teman dan pengurus di Zeta Data Centre Pusbangsitek UIN, segenap rekan dan direksi di Tabung Wakaf Indonesia (TWI) Dompet Dhuafa Republika, dan temanteman di kursus komputer ESE Project.
11.
Bantuan beasiswa Gudang Garam (smt 3), Orbit (smt 5), Women International Club (WIC dari smt 6 sampai lulus), terima kasih atas bantuan materi demi kelancaran kebutuhan kuliah penulis. Jakarta, 30 April 2008
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................... i DAFTAR ISI................................................................................................... ii BAB I
PENDAHULUAN......................................................................... 1 A. ......................................................................................... Latar Belakang Masalah .................................................................... 1 B. ......................................................................................... Pembata san dan Perumusan Masalah .................................................... 5 C. ......................................................................................... Tujuan dan Manfaat Penelitian............................................................. 6 D. ......................................................................................... Metodol ogi Penelitian............................................................................ 7 E........................................................................................... Tinjauan Pustaka ..................................................................................... 8 F........................................................................................... Sistemati ka Penulisan ............................................................................. 9
BAB II.
LANDASAN TEORITIS ............................................................. 11 A. Konsep Pemikiran .................................................................... 11 B. Pengertian Dakwah .................................................................. 13 C. Unsur-Unsur Dakwah .............................................................. 14
D. Hakikat Dakwah....................................................................... 16
BAB III. PROFIL DAN PEMIKIRAN DAKWAH IMAM KHOMEINI ..................................................................... 18 A. Latar Belakang Keluarga.......................................................... 18 B. Perjalanan Hidup Imam Khomeini........................................... 19 C. Sekilas tentang Perjuangan Imam Khomeini Menuju Revolusi Islam Iran .................................................................. 23 D. Sosok Da’i dan Kepemimpinan Imam Khomeini .................... 28 E. Karya-Karya Imam Khomeini.................................................. 33 F. Pemikiran Dakwah Imam Khomeini........................................ 42
BAB IV. ANALISIS PEMIKIRAN DAKWAH IMAM KHOMEINI .... 66 A. ......................................................................................... Konsep Pemikiran Dakwah Imam Khomeini........................................ 66 B. ......................................................................................... Metode Dakwah yang Efektif menurut Imam Khomeini ....................................................................... 82
BAB V.
PENUTUP..................................................................................... 93 A. Kesimpulan .............................................................................. 93 B. Saran-Saran .............................................................................. 95
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 96
LAMPIRAN-LAMPIRAN
ABSTRAK Pemikiran Dakwah Imam Khomeini Oleh: Al-Mukarromah Imam Khomeini adalah seorang tokoh yang tetap monumental, sehingga meneliti sosok beliau bak ”oase di gurun pasir yang gersang”. Pribadinya dapat menjadi jawaban di tengah gencarnya fitnah, pelecehan dunia terhadap Islam, dan sikap apatis sebagian kalangan bahwa Islam tak lagi relevan sebagai solusi berkehidupan di era kini. Dengan menguak kembali kiprah seorang ulama besar Iran yang pernah hidup di abad dua puluh ini, Imam Khomeini (wafat 1989) melalui Revolusi Islam Iran 1979 di bawah kepemimpinannya, Islam mampu menjawab dengan berdiri tegak melawan kezaliman penguasa Iran yang ketika itu diintervensi asing untuk menjauhkan Islam dari rakyat Iran dan mengoyak kesejahteraan rakyat. Penelitian ini menarik karena strategi dan kiprah Imam Khomeini kiranya juga mampu menjawab krisis multidimensi yang terjadi di negeri tercinta Indonesia karena salah satu penyebab krisis tersebut adalah negeri kita tak berdaya melawan intervensi asing. Penelitian ini mengangkat judul ”Pemikiran Dakwah Imam Khomeini” dengan rumusan masalah menelusuri bagaimana pemikiran dakwah Imam Khomeini? dan apa metode dakwah yang efektif menurut Imam Khomeini?. Pendekatannya menggunakan pola deskriptif historis yaitu mendeskripsikan hasil penelitian historis dengan pendekatan metode studi naskah. Dalam mengumpulkan data, penelitian ini menggunakan teknik dokumentasi yaitu teknik pengumpulan data/dokumen untuk memerkuat informasi seperti buku bacaan, majalah, internet, koran, dan lain-lain. Pemikiran dakwah Imam Khomeini adalah pemikiran yang sesuai dengan teori ilmu dakwah, menerapkan ajaran alquran dan sunnah Nabi Saw. Dari sini, kita bisa merenungi kedalaman pemikiran beliau yaitu berdakwah adalah kewajiban semua manusia baik umat Islam dan manusia semua karena kitab alquran itu diturunkan Allah Swt untuk hujjah seluruh manusia. Bagi Imam seorang da’i adalah indikator utama keberhasilan pesan dakwah Islam. Karena itu da’i haruslah menyiapkan dirinya dengan terus melakukan pengayaan ilmu pengetahuan dan akhlak Islam. Objek/mad’u dakwah Imam mengklasifikasikannya berdasar strata sosial ekonominya yaitu kaum mustadh’afin, kaya, dan pejabat. Metode dakwah yang efektif menurut Imam Khomeini ternyata amat beragam yaitu: metode dakwah kepada musuh Islam; metode dakwah melalui majelis ilmu; melalui berdialog/musyawarah; melalui tabligh/berpidato; dengan memilih materi dakwah yang pas; dengan memanfaatkan media komunikasi massa.
LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1.
Skripsi ini merupakan hasil karya asli penulis yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memeroleh gelar strata satu (S1) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.
Semua sumber yang digunakan dalam penulisan skripsi ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.
Jika terbukti di kemudian hari karya ini bukan hasil karya asli saya atau hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, 3 Juni 2008
Al-Mukarromah
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan semakin berkembangnya dakwah Islam, dengan ditandai oleh semakin banyaknya variasi dakwah Islam melalui media massa, cetak atau elektronik, yang sedikit-banyak menimbulkan efek positif bagi perkembangan nilai keberagamaan umat. Kemudian, di sisi berlawanan, terjadi pula fitnah yang besar bagi umat Islam akibat semakin gencarnya musuh-musuh Islam memerangi Islam dengan berbagai cara. Ini membuat kita perlu memikirkan dan terusmenerus memodifikasi konsep dakwah itu sendiri guna dakwah Islam tetap pada tujuan aslinya yakni mengajak manusia ke jalan Allah SWT , tanpa ada niat selain pada-Nya dan agar dakwah Islam tak mudah redup terkalahkan oleh fitnah yang marajalela yang menghantam umat Islam seperti pada kondisi saat ini. ”Dakwah adalah sebuah aktivitas menyeru manusia kepada perubahan yang sejatinya tak boleh berhenti apalagi mati, tetapi ia adalah aktivitas yang kontinyu. Karenanya memerlukan para pelaku dakwah aktifis yang mampu mengemban amanat penerus para nabi. Kredibilitas dan kemampuan sang da’i sebagai penentu keberhasilan merupakan tuntutan zaman, sebab semakin bertambah umat manusia yang menerima dakwah, semakin meluas geografi dakwah, semakin dibutuhkan pertambahan wawasan dan keluasan kerja-kerja dakwah.”1 Karena itu, sangatlah diperlukan kreativitas sebuah penggambaran konsep pemikiran dakwah yang holistik, transformatif, dan sesuai zaman. Salah satu cara 1
M. Idris A. Shomad, Diktat Ilmu Dakwah, (Jakarta: T.pn., 2004), h. 2.
untuk menggambarkan sebuah konsep yang termudah adalah, kita mengambil konsep pemikiran dari para guru kita, pendahulu kita, para ulama yang ternama di zamannya yang dengan konsep pemikiran dakwah-nya, Islam mampu menggapai masa kejayaan di masa kepemimpinannya. Dalam sejarah perubahan masyarakat, ulama memang memiliki peran yang sangat besar dan universal. Ia nyaris memiliki andil dalam setiap lini dan detik dalam perubahan masyarakat (social angineering) yang bermuara pada kesadaran kolektif masyarakat untuk melakukan perubahan. Maka ulama dinyatakan sebagai sumber dan inspirasi perubahan.2 Sebuah personifikasi konsep dari seorang ulama besar dapat kita relevankan konsep pemikiran itu dengan masa kini. Selama konsep pemikiran itu tak keluar dari norma syariat Islam, serta ia sesuai dengan kultur masyarakat muslim, konsep pemikiran itu dapatlah kita gunakan. Ayatullah Ruhullah Al-Musawi Al-Khomeini atau Imam Khomeini adalah salah satu ulama besar yang amat berandil dalam menggerakkan umat menuju ajaran Islam sesungguhnya yang pernah dimiliki umat Islam. Imam asal Teheran, Iran yang lahir pada 1902 M ini, melalui pemikirannya yang besar dan berpengaruh, mampu menjatuhkan rezim penguasa yang ingin menjauhkan umat dari ajaran Islam karena pengaruh intervensi negara asing.
2
Fathiy Syamsuddin, Menguatkan Peran dan Fungsi Peran Ulama, Majalah Al-Wa’ie, no. 80 (April 2007), h.13.
Melalui keyakinan dan konsep amar makruf nahi munkar serta dengan strategi (dakwah) yang handal, Imam Khomeini mampu memengaruhi segenap rakyat Iran untuk menggulingkan rezim tersebut. Dengan 98,2 % suara rakyat yang setuju didirikannya Republik Islam, resmi pada 1 April 1979 sebuah negara Republik Islam berdiri. Peristiwa ini dikenal dengan Revolusi Islam Iran.3 Kiprah Imam Khomeini yang demikian, diharapkan bisa mengetuk hati para ulama, cendekiawan, intelektual muslim (bahkan sampai kepada para negarawan) di era kini untuk bangun dari ’tidur’-nya yang saat ini tidak/belum terdengar kiprah besarnya dalam memimpin umat. Peran mereka kini tampak hanya berada pada sub khusus dari kehidupan masyarakat. Ya, yakni hanya dalam momen seremoni keagamaan, forum ilmiah, di tempat ibadah dan lain sebagainya. Selebihnya, yang mampu menguasai dan mewarnai Islam dalam segala lini kehidupan, baik dalam pemerintahan atau politik, sosial, ekonomi, budaya, dan lainnya, hanya dalam porsi minim. Di tengah absurd-nya (tidak jelas) kehidupan bernegara di bawah ’standard ganda’ kebijakan pemerintah baik dalam negeri maupun internasional, yang kini kita bisa melihat hasilnya yaitu kemiskinan merajalela, peperangan antarnegara yang membunuh ribuan warga sipil yang tak berdosa, dan masyarakat yang terdikotomi (terpisahkan) dari nilai agama, suasana ini pulalah yang saat itu terjadi di Iran, yakni penguasa Iran saat itu diintervensi oleh Barat.
3
Islamic Cultural Center, Imam Khomeini: Pandangan, Hidup, dan Perjuangan, (Jakarta: AlHuda,t.t.), h. 21
Karena itu, Imam Khomeini dengan segala usahanya ternyata mampu merebut dan kembali mengembalikan Iran ke dalam dasar prinsip nasional dan masyarakatnya yang mayoritas berwatak religius, 4 melalui Revolusi Islam Iran 1979. Momentum ini pula menjadikan sebuah pemerintahan Islam mampu tampil secara revolusioner ke arena politik internasional. Islam berusaha merangkul pihak-pihak yang hak-hak politik dan ekonominya dicabut. Islam merupakan perisai moral terhadap serangan gencar nilai-nilai Barat. Akhirnya Islam merupakan jawaban bagi individu dan kelompok sosial yang mengalami prahara ketidakpastian, relativisme dan krisis identitas.5 Penelitian ini sangat menarik, karena ini juga ada kaitannya dengan sedang memanasnya benturan politik antara Iran dan Amerika Serikat (AS). Disebabkan larangan pengayaan nuklir Iran yang diklaim oleh AS bertujuan untuk pembuatan senjata pemusnah massal. Terlepas dari pro-kontra perseteruan politik antara AS dan Iran tersebut, yang jelas bahwa kita sebagai bangsa sebuah negara, memang sudah saatnya memiliki prinsip agar eksistensi bangsa dan negara tak mudah diinjak-injak oleh negara lain. Kita pernah mendengar banyak prinsip yang digaungkan oleh para pemimpin negeri kita, terutama prinsip yang pernah digaungkan oleh Presiden Soekarno ”Go
4
t.t), h. 9
5
Kedutaan Besar Republik Islam Iran, Republik Islam Iran: Selayang Pandang, (Ttp.: Tpn,
Ali Rahnema, ed., Para Perintis Zaman Baru Islam, Penerjemah Ilyas Hasan (Bandung: Mizan, 1996), cet. Ke-2, h. 7.
to hell with your aid!– Persetan dengan bantuan-mu!.”6 Dikarenakan beliau tahu, bantuan asing justru menyisakan kepiluan mendarah daging bertahun-tahun menggerus eksistensi dan identitas independensi bangsa. (semoga Allah SWT selalu memberi ampunan dan petunjuk untuk kita semua, bangsa Indonesia, amin) . Torehan sejarah emas bagi peradaban Islam
melalui kepemimpinan dan
keulamaan Imam Khomeini yang amat berprinsip (terutama bila kita menilik prinsip kepemimpinan ulama/wilayat alfaqih yang dicetuskan oleh Imam Khomeini untuk sistem pemerintahan di Iran) sangatlah disayangkan bila kita tak mengambil pelajaran dari sini. Presiden Soekarno pernah berkata ”Jangan sekalikali melupakan sejarah” (jas merah).7 Dari sejarah Imam Khomeini, kita dapat mengurai kembali bagaimana kontribusi beliau dan pemikiran beliau bagi kemajuan dakwah Islam yang bisa kita aplikasikan untuk kepentingan dakwah di era kini. Karena itu, sangatlah menarik dan amat perlu jika pemikiran dakwah Imam Khomeini diurai melalui sebuah penelitian dalam skripsi bagi penulis, dengan mengangkat judul:”Pemikiran Dakwah Imam Khomeini”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
6
Debra Yatim, ed., .Kembara Tiada Berakhir: Herawati Diah Berkisah (Jakarta: Yayasan Keluarga, 1993), cet. Ke-1 h. 15 7 Jacobus Kamarlo Mayong, Menyedihkan, “Posko” Pembentukan Negara Republik Indonesia Terbengkalai, artikel diakses pada 7 Maret 2008 dari http://www.fpdiperjuangan.or.id
1. Pembatasan Masalah Untuk lebih spesifiknya penulisan skripsi ini, penulis membatasi masalah hanya pada masalah pemikiran dakwah Imam Khomeini 2. Perumusan Masalah Rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah: a. Bagaimana pemikiran dakwah Imam Khomeini? b. Apa metode dakwah yang efektif menurut Imam Khomeini?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Berdasar pokok permasalahan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah: a. Mengetahui pemikiran dakwah Imam Khomeini b. Mengetahui metode dakwah yang efektif menurut Imam Khomeini 2. Manfaat Penelitian a. Manfaat akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif
bagi
pengembangan
wacana
keilmuan
dakwah
serta
keberlangsungan dakwah islamiyah b. Manfaat praktis, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi para teoritis, praktisi, dan pemikir dakwah dalam mengemas nilai Islam menjadi kajian yang menarik. Selanjutnya, memberikan motivasi bagi para pelaksana dakwah untuk lebih kreatif dalam mengaplikasikan sebuah
pemikiran dakwah yang kreatif, ramah, dan mampu diterima oleh masyarakat.
D. Metodologi Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor definisi metode kualitatif adalah penelitian yang berprosedur menghasilkan data deskriptif, berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang diamati. 8 1. Subjek dan Objek Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah pemikiran keagamaan Imam Khomeini dan objek penelitian ini adalah pemikiran dakwah dan metode dakwah yang efektif dalam pemikiran Imam Khomeini. 2. Teknik Pengumpulan Data
8
Lexy. J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif , (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004) cet. xx, h.3
Dalam mengumpulkan data, penulis menggunakan teknik dokumentasi yaitu teknik pengumpulan data melalui pengumpulan dokumen-dokumen untuk memerkuat informasi. Atau teknik dokumentasi bisa disebut sebagai strategi yang digunakan dengan mengumpulkan data-data dari buku-buku, majalah, dan dokumen lainnya yang berkaitan dengan objek penelitian. Penulis dalam penelitian ini, meneliti segala buku yang berkaitan tentang pemikiran dakwah dan metode dakwah yang efektif menurut pemikiran Imam Khomeini serta artikel tentang Imam Khomeini dari bahan bacaan lainnya seperti majalah, internet, koran, dan lain sebagainya.
3. Analisa Data Dalam menganalisa data, penulis menggunakan pola pendekatan deskriptif historis yaitu mendeskripsikan hasil penelitian historis dengan menggunakan metode ”studi naskah”. Pendekatan deskriptif historis juga merupakan prosedur penelitian yang menurut Norman K. Denzin, dengan cara melakukan penelaahan terhadap berbagai literatur atau naskah yang dihubungkan dengan fenomena sosial dengan cara melakukan interpretasi, verifikasi, dan generalisasi. 9
9
Norman K. Denzin dan Yvonna, Handbook of Qualitative Research, (London: Sage Publication, 1994), h. 1
E. Tinjauan Pustaka Penelitian mengenai pemikiran dakwah telah banyak dilakukan oleh mahasiswa terutama mahasiswa Fakultas Dakwah dan Komunikasi di antaranya: Pemikiran dan Kiprah Dakwah Bacharuddin Jusuf Habibie di ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia) oleh Hadi Saeful Rizal NIM:102051025590 tahun 2006; Pemikiran Dakwah Prof. Dr. Ismah Salman, M.Hum oleh Syarifah NIM: 1020510616 tahun 2006; Pemikiran Dakwah Prof. KH. Ali Yafie oleh Zulham NIM: 102051025485 tahun 2006; Pemikiran dan Aktivitas Dakwah dr. Sulastomo oleh Rafi’i NIM: 101051022580 tahun 2006; Pemikiran Dakwah Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani dan Implementasinya dalam Politik oleh Leni Kurniawati NIM 102051025459 tahun 2006. Namun, penelitian tentang pemikiran dakwah dari Imam Khomeini di Fakultas Dakwah dan Komunikasi ini penulis menemukan belum pernah ada yang meneliti. Terkecuali di Fakultas Ushuluddin dan Filsafat telah ditemui ada penelitian tentang Imam Khomeini tetapi dalam perspektif filsafat ilmu tasawuf dan politik bukan dalam perspektif pemikiran Imam Khomeini dalam bidang dakwah, seperti yang penulis angkat dalam skripsi ini yang berjudul ”Pemikiran Dakwah Imam Khomeini”. Kemudian, dalam penelitian tentang Pemikiran Dakwah Imam Khomeini ini, penulis menggunakan referensi buku bacaan yang terkait dengan bahasan tentang Imam Khomeini di antaranya: Imam Khomeini: Pandangan, Hidup, dan Perjuangan; Antara Al-Farabi dan Khomeini: Filsafat Politik Islam; Para Perintis Zaman Baru Islam; Pesan Sang Imam; wasiat Sufi Ayatullah Khomeini:
Aspek Sufistik Ayatullah Khomeini yang tak banyak diketahui,
dan lain
sebagainya.
F. Sistematika Penulisan Skripsi ini terdiri dari lima bab, setiap bab memiliki beberapa sub bahasan yaitu: Bab I
Pendahuluan terdiri dari Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan
Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian, Tinjauan Pustaka dan Sistematika Penulisan. Bab II. Landasan Teoritis, yang mengungkap Konsep Pemikiran, Pengertian Dakwah, Unsur-Unsur Dakwah, dan Hakikat Dakwah. Bab III. Menjelaskan Profil dan Pemikiran Dakwah Imam Khomeini yang terdiri dari, Latar Belakang Keluarga, Perjalanan Hidup Imam Khomeini, Sosok Da’i dan Kepemimpinan Imam Khomeini, Karya-Karya Imam Khomeini, dan Pemikiran Dakwah Imam Khomeini. Bab IV. Menjelaskan Analisis Pemikiran Dakwah Imam Khomeini: yang terdiri dari Konsep Pemikiran Dakwah Imam Khomeini dan Metode Dakwah yang Efektif menurut Imam Khomeini. Bab V. Penutup yang terdiri dari Kesimpulan dan Saran-Saran Bagian terakhir memuat Daftar Pustaka dan Lampiran-Lampiran
BAB II LANDASAN TEORITIS
A. Konsep Pemikiran Kata konsep bermakna sebagai ide, umum, pengertian, pemikiran, rancangan, rencana besar.1 Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia makna konsep adalah gambaran mental dari objek, proses atau apa pun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain.2 Sedangkan pemikiran adalah proses, cara, perbuatan memikir.3 Sebuah pemikiran amat penting dalam pembaharuan peradaban kehidupan umat manusia, khususnya dalam hal ini untuk umat Islam di era modern saat ini. Alquran adalah sumber pemikiran. Sumber inspirasi yang tak habis dalam pertumbuhan ilmu akal.4 Pun alquran memiliki keistimewaan dapat memecahkan problem-problem
kemanusiaan
dalam
berbagai
segi
kehidupan
dengan
pemecahan yang bijaksana.5 Pemanfaatan pemikiran untuk kemajuan peradaban manusia, bisa pula kita mengambil pelajaran dari masyarakat terdahulu. Telah diakui oleh dunia 1
h. 239
Achmad Maulana dkk, Kamus Ilmiah Populer, (Yogyakarta:Absolut, 2004), cet II,
2
Tim penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka ,2003),cet III, h.588 3 Ibid, h. 873 4 Taufik Abdullah et all, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam: Pemikiran dan Peradaban, (Jakarta: PT Ikhtiar baru Van Hoove, 2003), h.3 5 Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Quran, (Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, 2004), h. 14-15
11
kesarjanaan modern, masyarakat Islam klasik memiliki etos keilmuan yang amat tinggi. Akan tetapi sayangnya umat Islam sendiri banyak tak mengetahui, terlebih menghayati makna, dan mengembangkannya.6 Memanfaatkan pemikiran Islam klasik di era kini sangatlah penting untuk peradaban manusia di zaman modern. Nur Cholish Madjid (Cak Nur) pernah mengungkapkan: Zaman modern tampaknya memberi kemungkinan baru bagi umat Islam untuk memerluas cakrawala dan menjadi kreatif kembali. Pada perkembangan dan tradisi beragam keilmuan Islam, diharapkan menjadi pemicu bagi munculnya semangat dan sikap apresiatif terhadap warisan klasik Islam. Karena itu, perlulah menarik benang merah dan relevansinya bagi tantangan di zaman kini. Dengan tetap bertitik tolak pada yang dinyatakan oleh Allah SWT sebagai keterangan atas segala sesuatu. Pada prinsipnya tantangan yang ada di depan umat Islam sekarang ialah mengungkap kembali kandungan alquran dengan segala implikasinya, secara luas dan kreatif. Untuk itu, kaum muslim zaman ini seperti telah dipraktekkan oleh mereka pada zaman dahulu, harus menggunakan segala macam bahan yang disediakan oleh pengalaman manusia dalam berbudaya dan berperadaban. Sikap inilah yang bisa ditarik sebagai kesimpulan eskatologi Islam yang menyangkut masalah pemikiran dan ilmu pengetahuan.7 Selain itu, Cak Nur dalam bukunya yang lain, Khazanah Intelektual Islam, menyatakan: Dari kegiatan berpikir, tumbuh ilmu pengetahuan dan industri. Akal berkecenderungan untuk memeroleh penemuan yang tak dipunyai sebelumnya. Karena itu ia pun memelajari kembali orang terdahulu dalam hal ilmu pengetahuan atau menambahnya dengan pengetahuan atau penemuan. Pikiran dan pemikiran seseorang dapat diarahkan kepada kenyataan secara satu persatu dan
h. 13
6
Nurcholis Madjid, Kaki Langit Peradaban Islam, (Jakarta: Paramadina,1997), cet I,
7
Ibid, h.12
dikaji sifat-sifat aslinya sedikit demi sedikit. Lalu dikaitkan pada kenyataan yang pada akhirnya timbul pengetahuan dan pengajaran bagi kehidupan manusia.8
B. Pengertian Dakwah Menurut bahasa (etimologi) dakwah berasal dari bahasa Arab, yaitu دﻋﺎ-ﻳﺪﻋﻮ- دﻋﻮةyang artinya menyeru, mengajak.9 Dalam alquran makna dakwah memiliki banyak arti antara lain: (a) menyampaikan dan menjelaskan (Q.S Fushilat 24 dan Yusuf 108), (b) berdoa dan berharap (Q.S Al-a’Raf: 55), (c) mengajak dan mengundang (Yusuf :33).10 Secara Terminologis Toha Yahya Oemar menyatakan seperti mengutip dari buku Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, bahwa dakwah adalah mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah Tuhan untuk kemaslahatan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat.11 Quraish Shihab berpendapat dakwah adalah seruan/ajakan kepada jalan keinsyafan atau mengubah situasi yang kurang baik menjadi lebih baik dan sempurna, baik terhadap pribadi maupun terhadap masyarakatya.12
8
Nurcholish Madjid, ed., Khazanah Intelektual Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1985), cet II, h. 307-308 9 Ahmad Warson, Al-Munawwir , (Yogyakarta: Ponpes Al-Munawwir, 1984), h.483. 10 M. Idris A. Shomad, Diktat Ilmu Dakwah, (Jakarta: Tpn., t.t), h.3 11 Moh Ali Aziz, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Prenada Media, 2004), cet I, h. 5 12 Quraish Shihab, Membumikan Alquran: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, (Bandung:Mizan,1999) cet XIX h.194
M.Arifin dalam buku Psikologi Dakwah Suatu Pengantar Studi menyatakan dakwah adalah sebagai suatu kajian dalam seruan, baik dengan lisan, tulisan serta tingkah laku yang dilakukan secara sadar dan berencana untuk memengaruhi orang lain agar timbul suatu pengertian, kesadaran, penghayatan, serta pengamalan ajaran agama tanpa ada unsur paksaan.13 Dari makna dakwah pendapat para pakar di atas, dapatlah disimpulkan bahwa dakwah adalah suatu jalan mengajak menuju jalan Allah Swt guna membawa manusia kepada jalan yang benar, yang mampu merubah keadaan kehidupan manusia (individu atau masyarakat) menuju ke arah yang lebih baik baik di dunia sampai akhirat.
C. Unsur-Unsur Dakwah Unsur-unsur dakwah adalah komponen yang ada dalam kegiatan dakwah. Unsur-unsur dakwah itu adalah: 14 1. Da’i (pelaku dakwah) Da’i adalah orang yang melaksanakan dakwah baik lisan, tulisan dan perbuatan. Baik secara individu, kelompok atau organisasi. 2. Mad’u (Mitra dakwah atau penerima dakwah) Mad’u adalah manusia yang menjadi sasaran dakwah atau penerima dakwah yaitu manusia secara keseluruhan.
13 14
M. Arifin, Psikologi Dakwah Suatu Pengantar Studi, (Jakarta:Bumi Aksara,1993), h.6 Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, h. 70-143
3. Maddah (Materi Dakwah) Maddah Dakwah adalah isi pesan/materi yang disampaikan da’i pada mad’u. Materi dakwah dapat dikelompokkan menjadi: (a) akidah (keimanan); (b) syariah (ibadah dan muamalah); (c) akhlak. 4. Wasilah (media dakwah) Wasilah (media) dakwah yaitu alat yang dipergunakan untuk menyampaikan materi dakwah (ajaran Islam). Hamzah Ya’qub membagi media dakwah menjadi lima macam yakni: lisan, tulisan, audio visual, dan akhlak. 5. Thariqah (Metode dakwah) Thariqah adalah metode yang digunakan dalam dakwah. Metode dakwah adalah cara untuk menyampaikan materi dakwah. Dalam alquran surat An-Nahl: 125 telah dijelaskan metode dakwah :
ﻲ َ ﺴ َﻨ ِﺔ َوﺟَﺎ ِد ْﻟ ُﻬ ْﻢ ﺑِﺎﱠﻟﺘِﻲ ِه َﺤ َ ﻈ ِﺔ ا ْﻟ َﻋ ِ ﺤ ْﻜ َﻤ ِﺔ وَا ْﻟ َﻤ ْﻮ ِ ﻚ ﺑِﺎ ْﻟ َ ع ِإﻟَﻰ ﺳَﺒِﻴﻞِ َر ﱢﺑ ُ ا ْد .ﻦ َ ﻋَﻠ ُﻢ ﺑِﺎ ْﻟ ُﻤ ْﻬ َﺘﺪِﻳ ْ ﺳﺒِﻴِﻠ ِﻪ َو ُه َﻮ َأ َ ﻦ ْﻋ َ ﻞ ﺿﱠ َ ﻦ ْ ﻋَﻠ ُﻢ ِﺑ َﻤ ْ ﻚ ُه َﻮ َأ َ ن َر ﱠﺑ ﻦ ِإ ﱠ ُﺴ َﺣ ْ َأ “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk." (Q.S An-Nahl:125). Dalam ayat ini ada tiga metode dakwah yaitu: (a) Hikmah yakni metode dakwah dengan memertimbangkan kemampuan rasional akal si penerima dakwah; (b) Mauizah hasanah ialah metode menggunakan dalil, argumentasi yang tepat sehingga mad’u menjadi puas menerima materi yang diberikan; (c)
Mujadalah billati hiya ahsan ialah metode tukar pikiran atau diskusi menjawab bila mad’u menanyakan kebenaran materi dakwah. 6. Atsar (Efek Dakwah) Atsar (efek) sering disebut feed back (umpan balik) dari proses dakwah. Efek sangat berarti untuk menentukan langkah selanjutnya dalam menjalani dakwah. Tujuan dakwah yakni untuk memengaruhi tiga aspek perubahan diri mad’u, yakni perubahan pada aspek pengetahuan/kognitif (knowledge), sikap (attitude), dan prilaku (behavioral). Kemudian, penelitian dan evaluasi terhadap penerimaan dakwah dilakukan guna menjawab sejauh mana ketiga aspek perubahan pada manusia telah berjalan pada mad’u.
D. Hakikat Dakwah Hakikat dakwah bisa juga dijelaskan sebagai filsafat dakwah. Secara filosofis di dalam filsafat dakwah adalah hakikat dakwah yakni apa sebenarnya dakwah itu, memelajari secara kritis dan mendalam tentang dakwah seperti tujuan dakwah, mengapa diperlukan proses komunikasi dan transformasi ajaran dan nilai Islam dan untuk mengubah keyakinan, sikap, dan prilaku seseorang khas Islam.15 Hakikat makna dakwah pemahamannya ialah: 16 (a) Dakwah sebagai kerja Tuhan. Keberhasilan dakwah dipengaruhi usaha sang dai dan terakhir ditentukan oleh Allah SWT; (b) Dakwah sebagai ajakan kepada individu atau kelompok 15
Ki Moesa A. Machfoeld, Filsafat Dakwah:Ilmu Dakwah dan Penerapannya, (Jakarta: Bulan Bintang, 2002), edisi II, h. ix-x 16 Ibid, h. xvii-xix
untuk mengikuti dan mengamalkan ajaran Islam, serta membawa dari satu situasi ke situasi lain yang lebih baik/ islami; (c) Dakwah adalah memanggil kembali hati nurani untuk menghilangkan sifat buruk menuju ke sifat mulia; (d) Dakwah sebagai proses komunikasi. Dengan komunikasi terjadi transformasi lalu proses internalisasi iman, pengamalan, pentradisian ajaran dan perubahan keyakinan sikap dan prilaku; (e) Dakwah sebagai penyebaran rahmat Allah Swt pada sesama manusia bahkan pada makhluk seluruh alam; (f) Dakwah sebagai pembebasan diri dari keterbelengguan; (g) Dakwah sebagai penyelamatan manusia agar tidak terperosok dalam kesalahan dan tak mengalami degradasi kemanusiaan; (h) Dakwah sebagai pembangun peradaban kehidupan manusia secara cerdas dan beriman tanpa merusak. Dari penjelasan tersebut, dapatlah kita menarik kesimpulan hakikat dakwah adalah sebuah jalan menuju kebenaran dengan mengajak manusia (berusaha lalu bertawakkal) menuju penciptanya yakni Allah SWT guna tercipta kehidupan manusia
yang
sesuai
dengan
berprikemanusiaan, dan beradab).
fitrahnya
(hidup
saling
menolong,
BAB III PROFIL DAN PEMIKIRAN DAKWAH IMAM KHOMEINI
A. Latar Belakang Keluarga Ruhullah Al-Musawi Al-Khomeini atau Imam Khomeini lahir di Khomein pada 24 Oktober 1902 M / 20 Jumadil Akhir 1320 di dusun kecil di Iran Tengah. Tanggal lahir ini bertepatan dengan hari kelahiran Fatimah Az-Zahra putri Nabi Muhammad SAW.1 Keluarga Imam Khoemini adalah keluarga Sayyid Musawi, keturunan Nabi Saw melalui jalur Imam ketujuh Syiah, Musa Al-Kazhim. Mereka berasal dari Neysabur, di Iran Timur Laut. Pada awal abad ke-18, keluarga ini bermigrasi ke India, dan bermukim di kota kecil Kintur di dekat Lucknow di kerajaan Oudh. Kakek Imam Khomeini, Sayyid Ahmad Musawi Hindi, lahir di Kintur. Keluarga kakeknya adalah keluarga ulama terkemuka, Mir Hamen Husein Hindi Neysabury, yang karyanya, Abaqat Al-Anwar, jadi kebanggaan Syiah India. Sayyid Ahmad meninggalkan India pada 1830 untuk ziarah ke kota suci Najaf memenuhi undangan seorang saudagar terkemuka Khomein. Kemudian beliau pergi ke Khomein menjadi pembimbing spiritual. Sayyid Ahmad menikah dengan Sakinah, putri tuan rumahnya di Khomein. Mereka dikaruniai empat anak, antara lain Sayyid Mustafa Musawi (ayah Imam Khomeini), lahir 1856. Mustafa belajar di Najaf lalu pada 1894 kembali ke Khomein. Di sana ia menjadi ulama. 1
Lukman H, Matahari Iran yang Menerangi Dunia: Imam Khomeini, Majalah Hidayah, (Maret 2005), h. 80
18
Ibu Imam Khomeini, Sayyidah Hajar, ia adalah putri seorang Ayatullah terkemuka di wilayahnya, Ayatullah Mirza Ahmad dan juga kakeknya pun seorang ulama terkenal di zamannya, Ayatullah Al-Khunsari, penulis kitab Zubdah Al-Tashanif.2 Saudara Imam Khomeini ada enam bersaudara. Imam Khomeini adalah bungsu.3 Keluarga Imam Khomeini dikenal taat beragama. Pada usia Imam tujuh bulan pasca lahirnya, 4 Ayah Imam, Mustafa wafat pada 11 Zulqaidah (1320 H), ia terbunuh dalam usia 48 tahun (1900) di tangan Wali Kota Khomein saat memprotes pemerasan pajak yang tak adil, serta praktik penindasan yang dilakukan aparat Dinasti Qajar di daerahnya itu. Setelah itu, Imam Khomeini dibesarkan oleh ibunya dan bibinya, Sahiba atau Shahab Khanum. Pada usia Imam Khomeini 15 tahun.5
B. Perjalanan Hidup Imam Khomeini Wafatnya orang-orang yang dicintainya dalam usianya yang masih amat muda, Imam Khomeini pun besar sebagai anak muda yang serius, banyak merenung, bahkan menyendiri di padang pasir di dekat kediamannya.6 Ayatullah
2
Islamic Cultural Center, Imam Khomeini: Pandangan, Hidup, dan Perjuangan, h. 3 Ali Rahnema, ed., Para Perintis Zaman Baru Islam, h. 70 4 Dalam Lukman H, Matahari Iran yang Menerangi Dunia: Imam Khomeini, h. 80 dijelaskan usia Imam Khomeini baru berusia empat bulan. Sedangkan dalam Islamic Cultural Center, Imam Khomeini: Pandangan, Hidup, dan Perjuangan, h. 4 dijelaskan usia Imam ketika itu lima bulan 5 Tetapi dalam Lukman H, Matahari Iran yang Menerangi Dunia: Imam Khomeini, h.81 usianya 16 thn dan dalam Ali Rahnema, ed., Para Perintis Zaman Baru Islam, h. 70 pun sama, 16 thn 6 Yamani, Antara Al-Farabi dan Khomeini: Filsafat Politik Islam, (Bandung: Mizan, 2002), cet I, h. 110 3
Pasandideh, kakak Imam Khomeini, mengatakan bahwa bibinya, Sahiba yang mengurus keuangan dan masalah keluarga dalam membesarkan anak-anak saudaranya, terkenal dalam keluarganya sangat berani dan tak pernah takut untuk berbicara benar. Inilah kiranya yang memengaruhi pribadi Imam Khomeini yang telah 16 tahun diasuh oleh bibinya.7 Keluarganya mengingat Imam Khomeini kecil sebagai anak yang bersemangat dan enerjik. Imam kecil tak jarang pulang dengan baju berdebu dan sobek. Terkadang ada goresan luka setelah bermain. Secara fisik dia anak yang kuat. Dia dikenal jagoan di beberapa jenis olahraga karena ia bisa mengalahkan teman-temannya dalam pertandingan gulat.8 Pasca wafat ibu dan bibinya, Pasandideh-lah
yang mengasuh Imam
Khomeini. Sekaligus ia menjadi guru pertama Imam Khomeini dalam ilmu-ilmu Islam, khususnya logika dan bahasa Arab.9 Imam sejak kanak-kanak telah belajar menulis dan membaca di rumah. Dengan sungguh ia memulai pendidikan sekolah dini-nya di dekat rumah, Maktab Khaaneh milik Akhund Mullah Abu Al-Qasim. Di usia tujuh tahun ia belajar bahasa Arab pada sepupunya dari pihak Ayah, Syeikh Jafar, lalu ke Mirza Mahmud. Kemudian mengkaji buku tata bahasa Arab dan logika pada Hajj Mirza Muhammad Mahdi, pamannya dari pihak ibu. Kemudian melanjutkan studi
7
Lukman H, Matahari Iran yang Menerangi Dunia: Imam Khomeini, h.81 Yamani, Wasiat Sufi Ayatullah Khomeini: Aspek Sufistik Ayatullah Khomeini yang Tak Banyak Diketahui, (Bandung: Mizan, 2002), cet II, h.24-26 9 Yamani, Antara Al-Farabi dan Khomeini: Filsafat Politik Islam, h. 110 8
mantiq (logika) pada ipar lelakinya Haji Mirza Ridha Najam. Belum genap usia 15 tahun, ia sudah mahir bahasa Parsi.10 Di usia 15 tahun, Imam mulai belajar tata bahasa Arab kepada saudaranya, Murtaza, yang belajar bahasa Arab dan teologi di Isfahan. Imam punya bakat khusus dalam menulis dan menyusun syair Persia. Ia juga memerlihatkan minat pada kaligrafi Persia. Ia belajar ini oleh Syaikh Hamzah Mahallati. Khomeini muda pada waktu itu mendambakan menjadi mujtahid. Sebelum kelak menjadi mujtahid (marja’ taqlid) kemasyhuran Imam Khomeini adalah dalam bidang filsafat dan ’irfan. Kemudian, pendidikan formal dimulai saat ia berusia 17 tahun.11 Imam pergi ke kota Arak. Tak lama belajar di sini, ia lalu belajar ke Qum, pusat studi keislaman di Iran. Imam Khomeini langsung tampil sebagai murid paling menonjol di hauzah ’ilmiyah (lembaga pendidikan) di kota itu. Syaikh Abdul Karim Hairi-Mujtahid terkemuka di masa itu adalah guru Imam Khomeini dalam bidang Fiqih dan Ushul Fiqih. Ia belajar filsafat dan ’irfan/tasawuf oleh Mirza Muhammad ’Ali Syahabadi. Imam menyelesaikan studi fiqih dan ushul dengan seorang guru dari Kasyan Ayatullah ’Ali Yasrebi Kasyani (wafat 1959). Kemudian Imam belajar kepada Ha’eri dalam bidang dars-e kharej (studi di luar teks tanpa buku pegangan hanya berupaya membentuk pendapatnya sendiri
10
Lukman H, Matahari Iran yang Menerangi Dunia: Imam Khomeini, h. 80-81 Dalam Lukman H, Matahari Iran yang Menerangi Dunia: Imam Khomeini, h.80 dan Islamic Cultural Center, Imam Khomeini: Pandangan, Hidup, dan Perjuangan, h. 5, dijelaskan bahwa ketika itu Imam berusia 19 tahun 11
tentang hukum). Inilah tahap final pendidikan Imam Khomeini. Di awal 1930-an ia menjadi mujtahid dan menerima ijazah untuk menyampaikan hadis dari empat guru terkemuka Imam, yakni Muhsin Amin Ameli (wafat 1952) ulama terkemuka dari Lebanon; Syaikh Abbas Qumi (wafat 1959) ahli hadis dan sejarawan Syiah; Abul Qasim Dehkondi Isfahani (wafat 1934) mullah terkemuka di Isfahan; Muhammad Reza Masjed Syahi (wafat 1943) yang datang ke Qum pada 1925 karena protes menentang kebijakan anti-Islam reza Syah.12 Pada usia 27 tahun, Khomeini telah menjadi guru filsafat dan ’irfan. Ia telah mulai mengajar di tingkat spesialisasi di hauzah ilmiyah Qum. Selain filsafat dan ’irfan ia juga mengajar fiqih, ushul fiqih, dan akhlak.13 Dalam usia yang relatif muda, Imam telah mencapai mujtahid di bidang hukum Islam. Dengan demikian ia punya wewenang untuk mengeluarkan fatwa untuk dianut oleh masyarakat Syiah. Pada akhir 1950-an Imam menjadi salah satu bintang di pusat teologi. Dua ratus lebih muridnya tersebar ke seluruh penjuru Iran dan kalangan Syi’ah di luar negeri.14 Karena itu pasca wafat Ayatullah Burujurdi pada 1961, tokoh ulama Syiah, Imam dipilih oleh masyarakat sebagai marja’ dini, yaitu sebagai tempat kembalinya umat dalam persoalan agama atau pucuk pimpinan spiritual dalam masyarakat Syiah.15
12
Ali Rahnema, ed., Para Perintis Zaman Baru Islam, h. 73 Islamic Cultural Center, Imam Khomeini: Pandangan, Hidup, dan Perjuangan, h. 6 14 Ali Rahnema, ed., Para Perintis Zaman Baru Islam, h. 88 15 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam 3, (Jakarta: Pt. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1999), cet v,h. 53 13
Kemudian, di usia 30 tahun, Imam Khomeini menikah dengan putri seorang agamawan terkemuka Teheran, Batul . Mereka dikaruniai dua putra dan tiga putri. Putranya, Mustafa Khomeini – seorang Hujjatul Islam terkemuka, wafat secara misterius, diklaim ini akibat pembunuhan oleh agen-agen dinas rahasia Iran masa Syah (Savak). Anak kedua, Ahmad Khomeini juga seorang Hujjatul Islam – ia menjadi salah seorang tokoh berpengaruh di Republik Islam Iran. Di antara putriputrinya, Zahra Musthafawi adalah seorang doktor dan dosen filsafat di salah satu universitas di Iran.16
C. Sekilas tentang Perjuangan Imam Khomeini Menuju Revolusi Islam Iran Penjelasan tentang perjuangan Imam Khomeini dalam Revolusi Islam Iran sangatlah penting untuk diurai di sini, karena inilah masa klimaks dan penting-nya perjuangan dan kemenangan Islam di bawah komando Imam Khomeini, sehingga suatu kebenaran dapat berdiri tegak tanpa ragu di hadapan dunia internasional. Masa pergolakan politik di Iran dimulai dengan naiknya Reza Khan pada 1924 hingga tumbangnya Muhammad Reza Pahlevi pada 1979. kedua raja Pahlevi ini terus berupaya melemahkan posisi Islam di Persia untuk menggantikannya dengan peradaban Barat. Guna melancarkan tujuannya itu, pembunuhan terhadap para pemimpin Islam yang menghalangi niat mereka 16
Yamani, Antara Al-Farabi dan Khomeini: Filsafat Politik Islam, h.111
pun dilakukan. Saat itu kehidupan rakyat Iran secara ekonomi lemah, korupsi, intervensi
Barat,
penjauhan
diri
dari
kebudayaan
Islam
dengan
penyalahgunaan media radio, televisi, dan surat kabar.17 Atribut agama seperti busana muslimah, pendidikan alquran, shalat jamaah, khutbah, dan lain sebagainya dilarang keras.18 Melihat keadaan ini, Imam Khomeini merasa terpanggil untuk melakukan penentangan politiknya bersama ulama-ulama lain. Hingga pada 1941, saat dirasa oleh Imam kebobrokan Reza Khan terhadap Islam harus dibongkar, pada usia 39, ia menulis buku yang berjudul Kasyf Al-Asyrar (membongkar rahasia). Saat itu ia baru bergelar Hujjatul Islam, secara jelas ia nyatakan reza Khan adalah antek Inggris, tiran, koruptor, dan penguasa anti Islam.19 Karir politik Imam Khomeini secara terang-terangan bermula pada tahun 1963 , setelah Reza Syah di tahun 1962 mengesahkan RUU DPRD yang memuat pasal posisi Islam dilemahkan, di antaranya penghapusan syarat keislaman bagi calon anggota dewan, menghapus sumpah dengan alquran, dan lain sebagainya.20 Karena itu, pada Maret 1963, Imam berpidato dengan lancang mengeluarkan kecaman atas Syah secara terbuka.21 Di tahun 1963, Imam mulai dikenal luas karena protes keras-nya pada kebijakan Syah di bidang pertanahan yang justru ini akan menghancurkan
17
Kedutaan Besar Republik Islam Iran, Republik Islam Iran: Selayang Pandang, h. 9 Islamic Cultural Center, Imam Khomeini: Pandangan, Hidup, dan Perjuangan, h. 7 19 Yamani, Antara Al-Farabi dan Khomeini: Filsafat Politik Islam, h. 112 20 Ibid 21 Ibid 18
secara total ekonomi agraris di Iran. Selain itu kebijakan itu juga akan membuat rakyat menjadi budak sejumlah konglomerat yang didominasi oleh keluarga kerajaan, sekelompok orang kaya Iran, dan perusahaan asing. Imam menyerukan perlawanan terhadap Syah yang memusuhi Islam, terutama saat Syah menyetujui desakan AS untuk menetapkan undang-undang mengenai kekebalan personil militer AS di Iran. Dalam penilaian Imam konsesi yang telah diberikan Syah kepada AS itu telah menghina rakyat Iran dan kaum muslim secara umum.22 Tahun 1963 pula Imam ditangkap polisi oleh tentara rahasia Syah seusai menyampaikan pidatonya di madrasah pimpinannya di kota Qum. Ia dibawa ke Teheran dan ditahan di pinggir Qasr. Namun, akibat tekanan rakyat, para pendukung Imam Khomeini turun ke jalan, di kota melakukan pemogokan hingga adanya kerusuhan yang menewaskan 15 ribu orang di Teheran dan 400 ribu di Qum, akhirnya kurang dari setahun, Imam Khomeini dibebaskan.23 Pasca dibebaskan, Imam Khomeini malah memerhebat serangannya ke rezim Syah. Ia kembali dijebloskan ke penjara. Pada November 1964, ia diasingkan ke Bursa di Turki. Setelah setahun, pengasingannya berpindah ke Najaf Irak. Najaf adalah kota suci kaum Syiah, maka Imam Khomeini dalam pengasingannya ini mengeluarkan pernyataan keras akan peristiwa-peristiwa yang terjadi di negerinya. Pernyataannya ampuh membuat opini publik dan
22 23
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam 3, h. 53 Yamani, Antara Al-Farabi dan Khomeini: Filsafat Politik Islam, h. 112-113
respon dari pengikutnya.24 Imam dalam berbagai kesempatan memimpin gerakan perlawanan. Pidatonya dalam bahasa Persia, pernyataan tertulisnya, dan instruksi politik dengan cepat tersebar di Iran. Jaringan perlawanan yang diciptakan Imam dikendalikan oleh kaum Mullah, kaum universitas, dan kaum bazari (pedagang) meneruskannya ke seluruh pelosok di Iran, sehingga rakyat tetap berada dalam kendali Imam. Pada 7 Januari 1978 surat kabar resmi pemerintah Iran memuat tulisan menghina kaum ulama karena dianggap menolak modernisasi. Maka demonstrasi kaum Mullah di kota Qum terjadi. Puluhan korban jatuh di pihak Mullah dan rakyat pendukung mereka. Imam menjadikan peristiwa ini momentum untuk menggerakkan rakyat secara massal menentang Syah.25 Melihat aksi Imam ini, Syah Reza meminta penguasa Iran mengusir Imam Khomeini dan pada 4 Oktober 1978 Imam diusir dari Irak.26 Awalnya Imam ingin tinggal di Kuwait, tetapi pemerintah Kuwait menolak karena penguasa negeri-negeri muslim ditekan untuk tidak mengizinkan tinggal di wilayah-nya oleh Syah. Akhirnya, ia tinggal di Paris yang pemerintahnya bersedia menerimanya. Di kota ini ternyata memberi akses publisitas bagi aktivitasnya memimpin pergolakan negeri Iran.27
24
Ibid, h. 113 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam 3, h. 54 26 Yamani, Antara Al-Farabi dan Khomeini: Filsafat Politik Islam, h. 113 27 Ibid 25
Perjuangan menuju Revolusi Islam Iran, termasuk saat di pengasingan, Imam selalu mengingatkan rakyat Islam Iran untuk selalu mengobarkan semangat mereka agar berkeyakinan bahwa bahwa Islam pasti menang, melalui pesan-pesannya, baik dalam bentuk tulisan/cetak maupun kaset-kaset yang diselundupkan ke Iran dan disebarluaskan oleh para pejuang.28 Setelah kurang lebih empat bulan di Paris, Perancis, Imam yang melihat bahwa Rezim Pahlevi tak diakui rakyat lagi, meski secara formal masih aktif, rakyat sangat mendambakan kehadiran Imam di tengah mereka, akhirnya Imam memutuskan kembali ke Iran, kendati diancam dibunuh setibanya di Teheran, tetapi tekad Imam bulat. Ia harus kembali ke Iran untuk berjuang bersama rakyatnya. 1 Februari 1979 Imam menapakkan kakinya kembali ke Iran setelah 14 tahun masa pembuangan. Dari airport Mehrabad, Teheran, Imam langsung menuju ke pemakaman Behesyte Zahra untuk memberi pidato bersejarahnya. Pada 11 Februari 1979 Dinasti Pahlevi tumbang dan berdirilah negara Islam di bawah pimpinan Imam Khomeini. Pada 1 April 1979 rakyat diminta memberikan suaranya melalui referendum nasional, apakah setuju atau menolak pemerintahan Republik Islam. Ternyata 98,2 % rakyat memberi suara setuju sehingga resmilah berdiri Republik Islam Iran pada tanggal 1
28
Islamic Cultural Center, Imam Khomeini: Pandangan, Hidup, dan Perjuangan, h. 18
April 1979.29 Imam Khomeini dipilih sebagai penguasa tertinggi Iran dalam sistem Republik Islam oleh rakyatnya yang berdasar wilayat alfaqih.30 Setelah masa 10 tahun kepemimpinannya, Minggu terakhir Mei 1989, Imam Khomeini jatuh sakit karena pendarahan lambung. Ia dirawat di rumah sakit Teheran. Akhirnya, pada Minggu 29 Syawwal 1409 (3 Juni 1989) Imam Khomeini wafat.31 Ia ternyata ulama dan pemimpin yang sangat dicintai oleh rakyatnya. Ini terbukti saat wafat Imam tak kurang sembilan juta rakyat mengantarkan Imam ke pemakaman terakhirnya yakni pemakaman Behesyte Zahra’ di luar kota Teheran.32
D. Sosok Da’i dan Kepemimpinan Imam Khomeini Imam Khomeini adalah sosok da’i yang berilmu luas terutama dalam bidang ilmu ’irfan (tasawuf), fiqh, ushul fiqh, dan filsafat. Dengan kemahirannya dalam bidang ilmu tersebut. Pada usia 27 tahun, seusai merampungkan studinya, ia mencurahkan pemikirannya untuk kemajuan agama melalui mengajar di berbagai tempat seperti universitas, masjid-masjid, dan lain sebagainya sebagai majlis ilmu untuk kuliah fiqh, ushul fiqh, akhlak, dan filsafat.
29
Ibid, h. 20 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam 3, h.54 31 Lukman H, Matahari Iran yang Menerangi Dunia: Imam Khomeini, h. 85 32 Imam Khomeini Qs: Pemimpin Revolusi, artikel diakses 7 Maret 2008 dari http://www.telagahikmah.org/main/jejak/007.htm 30
Saat mengajar, Imam terkadang kecewa jika muridnya tidak bertanya atau kritis terhadap materi yang telah diberikan. Imam selalu melatih muridnya untuk berpikir mandiri dan berkembang sebagai peneliti sejati yang berpikiran kritis. 33 Imam Khomeini pun menuangkan ilmu dan pemikirannya dengan memberi fatwa dan ijtihadnya untuk menyelesaikan masalah umat Islam demi kebaikan kehidupan umat Islam. Imam pun berdakwah melalui tulisan (dakwah bil qalam). Banyak telah kita lihat karya-karya beliau di bidang tasawuf, filsafat, dan akhlak. Terutama buku Kasyful Asrar untuk tiran Syah yang menghentakkan publik. Inilah salah satu contoh ketegasan Imam Khomeini dalam ber-amar ma’ruf nahi munkar (mengajak kepada yang makruf/baik dan melarang kepada yang munkar/buruk). Bagi Imam Khomeini Islam adalah segala-galanya, karena itu beliau rela berkorban demi kejayaan Islam. Jika Islam diganggu ia akan marah dan membelanya mati-matian.34 Imam Khomeini pun sangat mencintai Rasulullah Saw dan meyakini kebenaran mutlak alquran. Hal ini membuat Khomeini bagi sebagian orang dikenal seorang ulama yang keras, tak kenal kompromi, dan disebut sebagai khalifah ortodoksi agama.35 Orang-orang yang telah menghina dan menghujat kesucian Islam, beliau tak segan-segan menghukumnya bahkan membunuhnya. Karena itu, orang menganggap kelemahannya yang terbesar ada di bidang hak asasi manusia (HAM). Dia menganggap semua penentang 33
Lukman H, Matahari Iran yang Menerangi Dunia: Imam Khomeini, h. 82 Ibid, 23-24 35 Ali Rahnema, ed., Para Perintis Zaman Baru Islam, h. 69 34
pemerintahan Islam adalah kafir, maka ia harus disingkirkan demi kepentingan negara dan Islam. Orang yang tak sependapat dengannya diperlakukan dengan tegas.36 Kasus Salman Rusydi misalnya, ia menghina Rasulullah Saw dan alquran melalui bukunya Ayat-Ayat Setan, Imam mengeluarkan fatwanya yaitu hukuman mati bagi Salman Rusydi di mana pun ia berada. Ia tak peduli hukuman ini dapat menyebabkan hubungan Iran dengan Barat akan kelabu, karena baginya konspirasi busuk dan pembela Baratnya atas nama HAM mutlak dihukum keras guna tak ada lagi pihak yang berani menghina Islam dan kaum muslimin.37 Namun demikian, di balik ”kegarangan” sikap Imam Khomeini itu, ternyata ia lemah lembut terhadap kaum mustadh’afin (kaum lemah). Imam sangat membela mereka. Pasca Revolusi Islam, Imam menggalang upaya perbaikan nasib kaum lemah dan tertindas dengan mengadakan berbagai program peningkatan kesejahteraan di berbagai bidang.38 Pembentukan Yayasan Mustadh’afin contohnya, didirikan untuk kesejahteraan masyarakat tertindas untuk memanfaatkan kekayaan negeri mereka yang terpasung untuk mereka kecap saat rezim Syah.39 Selain itu, produksi industri diberikan kepada pribumi Iran bukan diserahkan kepada para ahli asing seperti yang dilakukan Syah.40 Berbagai pusat pemberantasan buta huruf didirikan di seluruh pelosok negara 36
Ibid, h. 99 Islamic Cultural Center, Imam Khomeini: Pandangan, Hidup, dan Perjuangan, h.28-29 38 Ibid, h.27 39 Kedutaan Besar Republik Islam Iran, Republik Islam Iran: Selayang Pandang, h. 95 40 Ibid, h. 37 37
hingga di daerah pedusunan. Hasilnya sejumlah rakyat lumayan besar menjadi melek huruf. 41 Imam Khomeini dikenal sebagai pribadi yang sangat jujur, ikhlas dalam melakukan sesuatu dan tak pernah mau dipuji. Justru ia cemas dan gelisah bila seseorang menyanjung karakteristik moral dan sosialnya. Banyak pihak yang menyebut Imam Khomeini sebagai perwujudan spiritual dan akhlak Islam. Dalam pandangan Hujjatul Islam Muhammad Ali Ansari yang juga kepala Pusat Penerbitan Karya-Karya Imam Khomeini, Imam tak pernah mencari popularitas. Ia tak peduli akan penilaian manusia, para negarawan atau pemerintah. Melainkan pergerakannya itu untuk kemajuan dalam aspek moral, dalam penyempurnaan moralnya, dan pengenalannya akan Tuhan.42 Memang, keberserahan diri Imam kepada Allah Swt terpancar dari kekokohan imannya. Ia tak pernah takut apa pun kecuali pada Allah Swt. 43 Imam Khomeini terkenal sebagai ulama memiliki integritas tinggi juga seorang yang zuhud (tak silau dunia). Harta yang dimiliki Imam hingga akhir hayatnya hanyalah sebuah rumah sederhana yang telah diwakafkan pada Dewan Revolusi, alat masaknya, tempat duduk belajar sekaligus untuk tidurnya, serta beberapa buku dan alat ibadah.44 Di kota Qum, tempat tinggalnya, meski ia penguasa tertinggi di Iran, Imam hanya menumpang di beberapa kamar yang ada 41
Ibid, h. 79 Lukman H, Matahari Iran yang Menerangi Dunia: Imam Khomeini, h. 81-82 43 Islamic Cultural Center, Imam Khomeini: Pandangan, Hidup, dan Perjuangan, h. 26 44 Yamani, Wasiat Sufi Ayatullah Khomeini: Aspek Sufistik Ayatullah Khomeini yang Tak Banyak Diketahui, h. 44-48 42
di Husainiyyah (surau) Jamaran, Teheran Utara.45 Hingga akhir hayatnya Imam hanya tinggal di kontrakan rumah petak berukuran 3x5 meter sekaligus sebagai tempat menerima tamu dan para duta besar.46 Pakaian sehari-harinya pun seperti rakyat biasa tak ada yang istimewa.47 Pasca wafat Imam, jutaan orang yang berkunjung ke rumah Imam, tercengang seakan tak percaya bahwa seorang pemimpin revolusi yang spektakuler di abad ke dua puluh ini hidup amat sederhana.48 Sebagai seorang pemimpin, Imam telah menunjukkan bahwa gerakannya menumpas tiran Syah Reza di Iran yang mengesampingkan Islam, peran ulama, bahkan tanah airnya rela dijadikan boneka oleh Barat, adalah gerakan komunal yang solid hingga mampu menggulingkan tiran tersebut. Ini karena Imam Khomeini amat memahami pentingnya sebuah persatuan. Imam Khomeini merangkul semua kalangan, mulai dari para ulama, para mahasiswa dan kalangan intelektual universitas, para pedagang (bazari), hingga rakyat jelata korban penindasan rezim Syah Reza. 49 Perihal pandangan sebagian orang bahwa Imam otoriter semasa memimpin, ternyata Imam menghargai hak rakyatnya. Terutama dalam hal menentukan pemimpinnya. Konsep Wilayat Al-faqih yang kemudian diterjemahkan dalam 45
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam 3, h. 55 Rommy Fibri, Mendiang Khomeini Tinggal di Rumah Sederhana, artikel diakses pada 7 Maret 2008 di http://www.liputan6.com/luarnegeri/?id=148058. 47 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam 3, h. 55 48 Yamani, Wasiat Sufi Ayatullah Khomeini: Aspek Sufistik Ayatullah Khomeini yang Tak Banyak Diketahui, h. 44 49 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam 3, h. 53 46
UUD Republik Islam Iran, presiden sebagai otoritas kekuasaan eksekutif, dipilih langsung oleh rakyat.hingga saat ini, 26 tahun pasca Revolusi Islam Iran, telah berlangsung delapan kali pemilihan presiden.50 Namun demikian, sebagai manusia biasa, kelemahan kepemimpinan Imam Khomeini dalam memimpin Republik Islam Iran tetaplah ada. Salah satunya Imam kurang campur tangan dalam banyak soal non-agama, seperti inflasi, perdagangan luar negeri, sektor swasta dalam ekonomi, dan lain sebagainya, sehingga ini menjadi sumber perdebatan di kalangan pejabat.51
E. Karya-Karya Imam Khomeini Imam Khomeini meninggalkan puluhan kitab dan karya-karya yang berharga dalam kajian akhlak, , fikih, ushul, filsafat, politik dan sosiologi. Tapi sayangnya sebagian besar dari kitab karyanya hilang saat ia berpindah dari rumah kontrakannya dan saat penggerebekan berulang kali yang dilakukan oleh anggota Savak di rumah dan perpustakaan pribadinya. Imam Khomeini terkenal memiliki tulisan yang baik, sistematis dan lugas. Bahkan gaya prosa yang dituangkan
50 51
Islamic Cultural Center, Imam Khomeini: Pandangan, Hidup, dan Perjuangan, h.31 Ali Rahnema, ed., Para Perintis Zaman Baru Islam, h. 99
dalam tulisannya memengaruhi perubahan dalam sastra agama dan politik di Iran hingga saat ini.52 Di bawah ini beberapa karya tulis Imam Khomeini:53 1. Syarah Do’a Sahar Kitab ini membahas ’irfan, filsafat, dan teologi yang tinggi. Di dalamnya menggunkan ayat-ayat alquran sebagai dalil (penguat) dan riwayat ahlul bait saat menjelaskan doa mubahalah yang terkenal dengan doa sahar. Awalnya kitab yang berisi 239 halaman ini ditulis oleh Imam dalam bahasa Arab pada 1347 H, lalu diterjemahkan ke bahasa Persia. 2. Al-Hasyiyah ’ala Syarhi al-Fawa’id ar-Radawiyyah Kitab ’irfani ini berisi pendapat Imam Khomeini atas kitab Syarhi al-Fawaid ar-Ridhawiyyah karya al-Qadhi Sa’id al-Qummi.
3. Syarah Hadits Junud al-’Aql wa al-Jahl Kitab ini adalah karya berharga Imam dalam bidang akhlak. Kitab setebal 800 halaman ini berisi pandangan Imam tentang teologis, moral, dan mistik dengan metode yang jelas. 4. Misbah al-Hidayah ila al-Khilafah wa al-Wilayah 52
Imam Khomeini Qs: Pemimpin Revolusi, artikel diakses 7 Maret 2008 dari http://www.telagahikmah.org/main/jejak/007.htm 53 Ibid
Kitab setebal 315 halaman ini dinilai termasuk karya yang terdalam dan cemerlang
dalam
bidang
‘irfan
Islam
di
masa
saat
ini.
Imam
menyelesaikannya pada 1349 H (1930 M) di usia 28 tahun. 5. Al-Hasyiyah ‘ala Syarhi Fushush al-Hikam Kitab Fusus al-Hikam adalah karya monumental Muhyiddin bin Arabi, kitab ini memiliki berbagai syarah, di antara yang terbaik adalah Syarah al-Qaisari. Imam Khomeini menulisnya tahun 1355 H dalam bentuk komentar dalam bahasa Arab atas syarah Fushus al-Hikam karya Qaisari. Buku ini menunjukkan jangkauan pengetahuannya terhadap pendapat tokoh-tokoh besar tasawuf seperti Syaikhul Akbar (gelar Ibnu ‘Arabi), Qunawi, Mulla Abdur Razaq al-Kasyani, Farghani, dan al-Qaishari. 6. Al- Hasyiyah ‘ala Misbah al-Uns Kitab Misbah al-Uns bainal Ma’qul wal Masyhur merupakan syarah yang ditulis oleh Muhammad bin Hamzah bin Muhammad al-Ghifari atas kitab Miftahul Ghaib, karya Abul Ma’ali Muhammad bin Ishaq al-Qunawi (ia termasuk murid Muhyiddin Ibn ‘Arabi yang menonjol) yang membahas tema ‘irfan teoritis. Imam Khomeini menulis pendapat dan kritiknya yang ilmiah atas kitab tersebut dalam bentuk komentar yang memuat sepertiga kitab. Buku ini ditulis pada 1355 H (1936 M). 7. Syarah ‘Arbain Hadits Karya ini adalah salah satu peninggalan berharga Imam Khomeini dalam bidang akhlak dan ‘irfan. Ditulis dalam bahasa Persia tahun 1358 H kitab ini
memuat 40 hadis dari hadis para Imam yang suci yang terdapat dalam kitab Usul al-Kafi. 8. Sirru as-Salah (Salah al’Arifin wal Mi’raj al-Salikin) Kitab setebal 266 halaman ini menjelaskan rahasia spriritual dan mistik shalat. Imam merampungkan pada 1358 H (1942 M). 9. Adab Ash-Salah Imam menulis kitab ini tahun 1361 H (1942 M) setelah mengarang kitab Sirru ash Shalah. Imam menjelaskan secara terperinci adab-adab shalat dan rahasia spiritualnya. Kitab ini berisi tema akhlak dan mistik ditulis dalam bahasa Persia setebal 836 halaman. 10. Risalah Liqa’ullah Risalah ini merupakan risalah singkat yang ditulis dalam bahasa Persia dan membahas masalah mistik. 11. Al-Hasyiyah ’ala Asfar Kitab ini adalah kumpulan pendapat-pendapat
pilihan Imam Khomeini
terhadap pendapat para filosof termasuk saat ia mengajar filsafat di Qum dengan melontarkan pendapatnya dari kajian ini.
12. Kasyful Asrar Ini adalah buku politik, teologi, dan sosial. Imam menulisnya pada 1364 H (1994 M) yakni selang dua tahun tumbangnya Reza Khan. Di sini Imam membantah berbagai tuduhan tak berdasar terhadap kaum Wahabi yang
menyudutkan agama dan para ulama dalam kitabnya Asrar Hizar Salih. Kitab setebal 334 halaman ini membahas masalah pemerintahan Islam dan wilayah al-faqih serta membongkar berbagai politik anti agama yang dipraktekkan oleh Ridha Khan dan mereka yang sejalan dengannya di berbagai negeri Islam saat ini. 13. Anwar al-Hidayah fi at-Ta’liqah ‘ala al-Kifayah Kitab ini membahas kajian-kajian rasional dalam ilmu ushul fiqh. Ditulis dalam bahasa Arab dalam bentuk komentar atas kitab Kifayatul Usul karya Ayatullah Akhun al-Khurasani. Dirampungkan pada 1368 H (1949 M) kitab ini menjelaskan mazhab Imam Khomeini dalam bidang usul Fiqh. 14. Bada’i ad-Durar fi Qa’idati Nafyu Dharar Kitab ini ditulis Imam dalam bahasa Arab membahas
a Darar_ (tak
membahayakan) yang penting dalam kaidah fiqh. Tulisannya ini rampung pada 1950 M. 15. Risalah al-Istishab Ini adalah risalah ijtihad yang terperinci yang ditulis Imam dalam bahasa Arab. Kitab ini terhitung sebagai kitab yang penting di bidang ilmu usul fiqh yang selesai ditulis tahun 1370 H (1951 M) dan tebal 290 halaman.
16. Risalah fi at-Ta’adul wa at-Tarjih
Risalah ini merupakan kajian penyempurna dalam ilmu ushul fiqh yang bertolak ukur dalam memilih dalil saat adanya kontradiksi dalam berbagai dalil. 17. Risalah al-Ijtihad wa at-Taqlid Ijtihad dan taqlid termasuk kajian penyempurna yang penting dalam ilmu ushul fiqh. Ini memuat argumentasi atas berbagai pendapatnya dalam risalah ini. 18. Manahij al-Wushul ila ’Ilmi al-Ushul Ini adalah kitab tahqiq dan ijtihad dalam kajian lafaz-lafaz ilmu ushul fiqh. Ditulis dalam bahasa Arab yang selesai penulisannya pada 1371 H (1952 M). 19. Risalah fi ath-Thalab wa al-Iradah Ini merupakan kitab usul, filsafat, dan ‘irfan. Ditulis dalam bahasa Arab yang rampung penulisannya pada 1371 H (1952 M). 20. Risalah fi at-Taqiyyah Kitab ini adalah risalah fiqh dan ijtihad yang ditulis dalam bahasa Arab dalam pembahasan Taqiyyah_ pada tahun 1372 H (1953 M). Di sini Imam menjelaskan bahwa filsafat (hikmah) keharusan mempraktekkan taqiyyah karena untuk menjaga agama, bukan malah menghilangkannya. 21. Risalah fi Qa’idah Man Malak Ini merupakan risalah ijtihad dalam kaidah fiqh yang berjudul Qaidah Man Malak. 22. Risalah fi Ta’yin al-fajr fi al-Layali al-Muqmirah
Risalah fiqh argumentatif menjelaskan cara menentukan terbitnya fajar pada malam bulan purnama (layali muqmarah), risalah ini dicetak tahun 1988 di Qum. 23. Furu’ ’Ilmu Ijmali Risalah fiqh ini adalah transkripsi dari pembahasan Furu’ ’Ilm ijmali yang mengetengahkan
berbagai
masalah
keraguan
yang
terdapat
ketika
mengerjakan shalat. 24. Maudu’ Ilm Usul Ini risalah ringkas yang membahas pemikiran Imam tentang tema ilmu dan ilmu usul fiqh. 25. Tanzil al-’Illat at-Tasyri’iyyah ’ala at-Takwiniyah Risalah pendek ini mengkritisi pandangan seorang Ayatullah Agung Haji Syaikh Abdul Karim Hairi Yazdi.
26. Kitab at-Taharah Kitab ini membahas tentang Thaharah (bersuci) dengan menggunakan metode fiqh argumentatif dan ijtihad. Kitab ini ditulis oleh Imam Khomeini dalam bahasa Arab antara tahun 1373 dan 1377 H (1954 dan 1958 M) tebalnya 1.202 halaman terdiri dari empat jilid. 27. Ta’liqah alal ’Urwatil Wutsqa Ini komentar Imam Khomeini atas berbagai masalah yang terdapat dalam kitab ’Urwatul Wutsqa, karya Ayatullah Agung Muhammad Kazim
Thaba’thaba’i al-Yazdi yang terkenal. Kitab ini mencakup fatwa-fatwa Imam dalam berbagai bidang fiqh yang rampung ditulis tahun 1956). 28. Al-Makasib al-Muharramah Kitab ini adalah kajian ijtihad di bidang fiqh argumentatif yang membahas berbagai macam usaha (pendapatan/keuntungan) yang diharamkan dan berbagai persoalan yang berkaitan dengan masalah ini. Selain itu memuat kajian menarik seputar hukum musik, nyanyian, lukisan, dan pahatan. Imam menulisnya pada antara tahun 1956 dan 1961 dalam bahasa Arab setebal 612 halaman. 29. Ta’liqah ’ala Wasilah an-Najah Komentar yang ditulis Imam atas kitab Wasilah an Najah (Risalah Amaliah, karya Ayatullah Agung Sayyid Abu Hasan al-Isfahani). Kitab ini memuat fatwa-fatwa Imam atas berbagai masalah yang terdapat dalam kitab Wasilah an-Najah. 30. Risalah Najatul ’Ibad Risalah ini memuat berbagai fatwa Imam Khomeini dalam hukum-hukum fiqh. Ditulis Imam dalam bahasa Persia terdiri dari tiga jilid. 31. Al-Hasyiyah ’ala Risalah al-Irts Risalah ini adalah komentar yang ditulis Imam atas kitab Risalah al-Irts karya al-Haj Mulla Hasyim al-Khurasani, penulis kitab Muntakhab at-Tawarikh. Risalah ini memuat fatwa-fatwa Imam di bidang hukum warisan (irts).
32. Taqrirat Darsi al-Usul li ayatullah al-Uzma al-Burujerdi Imam menulis catatannya dalam kitab ini berkaitan dengan pelajaran ushul yang dihadirinya di samping Ayatullah Burujerdi. Kitab ini ditulis dalam bahasa Arab. 33. Taudihul Masail (Risalah ‘Amaliah) Kitab ini memuat fatwa-fatwa Imam Khomeini di berbagai bidang fiqh. Ditulis Imam dalam bahasa Persia hingga menjadi Risalah Amaliah yang dapat dimanfaatkan oleh semua orang yang mengikuti fatwanya. 34. Manasik al-Hajj Kitab yang diterbitkan pada tahun 1991 M dengan tebal 272 halaman ini memuat fatwa-fatwa Imam Khomeini seputar amalan dan manasik haji. 35. Tahrir al-Wasilah Kitab ini berisi fatwa-fatwa Imam Khomeini. Ditulis dalam bahasa Arab setebal 1309 (dua jilid). Imam menulisnya ketika berada di pengasingan di Turki pada antara tahun 1964 dan 1965. 36. Kitab al-Ba’i Kitab setebal 2371 halaman ini merupakan karya berharga Imam di bidang fiqh argumentatif yang membahas tentang jual-beli dan perdagangan. Ditulis Imam pada tahun 1961 dan 1976. 37. al-Hukumah al-Islamiyyah au Wilayah al-Faqih
Kitab ini memuat berbagai pendapat ijtihad Imam Khomeini dalam masalah prinsip pemerintahan Islam dan kemustahilan terpisahnya agama dengan politik dan wilayah al-faqih. 38. al-Jihad al-akbar (Jihad an-Nafs) Risalah ini merupakan pelajaran Imam seputar perlunya mendidik jiwa. Meski ditulis secara singkat, tetapi ia memuat banyak hal pendidikan, politik, dan akhlak. 39. Tafsir Surah al-Hamd Ini merupakan kitab tafsir tasawuf atas surat al-Fatihah. Kitab ini berasal dari ceramah-ceramah yang disampaikan oleh Imam pada tahun 1980. 40. Istifta’at Ini adalah kumpulan fatwa Imam sebagai jawaban atas berbagai pertanyaan syar’i kaum muslim mengenai fiqh yang beragam, khususnya masalah yang kontemporer. 41. Diwan Syi’r Kitab setebal 445 halaman ini adalah kumpulan syair qasidah terakhir (syair yang lain hilang) dari karya Imam Khomeini saat Imam pindah dari kontrakannya dan saat penggerebekan berulang kali yang dilakukan oleh di rumahnya dan perpustakaan pribadinya. 42. Ar-Rasail al- Irfaniyyah Imam menulis beberapa risalah untuk keluarganya dan sanak saudaranya yang di dalamnya memuat isyarat-isyarat akhlak, ‘irfan, dan pendidikan.
43. Al-Bayanat, wal Ahadis, wal Liqa’at, wal ahkam, war Rasail Buku yang terdiri dari 22 jilid ini memuat aksi-aksi lengkap politik dan sosial Imam Khomeini. Sebagaimana kitab karya-karyanya yang lebih dahulu terbit, Imam juga menyebutkan berbagai pendapat dan bimbingan politik, sosial, dan agama melalui ratusan ceramah, pernyataan, surat Imam kepada berbagai tokoh politik dan agama Iran dan di luar negeri selama bertahun-tahun. 44. Al-Wasiyyah as-Siyasah al-Ilahiyyah Buku ini memuat penjelasan-penjelasan Imam Khomeini yang paling dikenang dan abadi. Di dalamnya berisi pembicaraan Imam kepada generasi masa kini serta merupakan wasiat politik dan sosial di berbagai masyarakat Islam atau umum dengan analisa yang tajam dan nasihat yang penuh kasih sayang.
F. Pemikiran Dakwah Imam Khomeini A.
Konsep Pemikiran Dakwah Imam Khomeini
Konsep pemikiran dakwah Imam Khomeini secara implisit dinyatakan melalui tulisan karya-karya beliau dan pidato beliau yang banyak dirangkum dalam buku yang mengangkat tema Imam Khomeini. Berbicara dalam konteks dakwah, Imam Khomeini menyatakan seluruh umat Islam dan manusia keseluruhan, harus melaksanakan ajaran yang ada di dalam alquran sebab menurut Imam, kitab suci alquran itu diturunkan untuk hujjah seluruh manusia. Karena itu, tak hanya ulama tetapi umat Islam dan semua
manusia harus dihimbau untuk menjalankan ajaran alquran sesuai yang dikehendaki oleh Allah Swt.54 Menurut Imam, Allah Swt telah mewajibkan kepada umat Islam agar berusaha keras melaksanakan tujuan-tujuan Islam yang suci, berusaha mengangkat martabat umat dan menyatukan mereka dalam masyarakat Islam.55 Imam Khomeini dalam tulisannya yang berjudul
Keseimbangan Ilmu
Agama dan Ilmu Pengetahuan pernah menyatakan: “Saya tidak pernah mengatakan janganlah belajar dan mencurahkan segala perhatian di bidang ilmu pengetahuan, (tetapi) sekiranya saudara bercita-cita hendak berperan dalam menegakkan Islam, korbankanlah segenap waktu dan tenaga di bidang ini...maka menjadi tanggung jawab anda untuk mendalami ilmu pengetahuan dan menjadi orang yang mampu mengeluarkan pandangan dan pikirannya (untuk Islam)...”56 Imam Khomeini menegaskan bahwa dakwah dan memelihara dengan teguh eksistensi Islam adalah tanggung jawab ulama (da’i) dan para santri (calon da’i) menduduki level pertama. Kemudian umat Islam secara keseluruhan bertanggung jawab pula semuanya.57 Jadi, dapatlah disimpulkan, menurut Imam Khomeini ”dakwah” adalah kewajiban semua umat Islam dan semua manusia untuk menjalankan ajaran alquran dengan berusaha keras dan berkorban segenap waktu dan tenaga yang 54
Imam Khomeini, Bi’tsah Rasul Saw, dalam Sandy Alison peny. , Pesan Sang Imam, (Bandung: Al-Jawad Publisher, 2000), cet. I, h.63 55 Imam Khomeini, Pesan Haji dalam Perspektif Imam Khomeini, dalam Sandy Alison peny. , Pesan Sang Imam, (Bandung: Al-Jawad Publisher, 2000), cet. I, h.191 56 Imam Khomeini, Keseimbangan Ilmu Agama dan Ilmu Pengetahuan, dalam Sandy Alison peny. , Pesan Sang Imam, (Bandung: Al-Jawad Publisher, 2000), cet. I, h. 32 57 Imam Khoemini, Reformasi Pendidikan, h. 48
bertujuan untuk melaksanakan tujuan Islam yang suci, mengangkat harkat dan martabat umat, dan menyatukan umat dalam masyarakat Islam.
1. Da’i menurut Imam Khomeini Seorang da’i menurut Imam adalah faktor penentu maju atau mundurnya umat Islam. Tanggung jawab seorang da’i bukan seperti tanggung jawab manusia lain atau orang awam. Da’i adalah panutan banyak umat.58 Sekali saja da’i berbuat lancung, maka tercorenglah nama agama, umat, dan seluruh ulama.59 Menurut Imam Khomeini, umat Islam akan selalu memerlukan ulama (da’i) dan Islam. Jika ulama tidak ada maka Islam akan sirna. Ulama adalah pakar Islam dan penjaga Islam hingga kini.60 Ulama adalah manifestasi para rasul dan pemimpin di muka bumi.61 Para da’i - kata Imam - harus melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya di madrasah atau pesantren Islam. Dalam mengkaji bidang masalah fiqih dan ushuluddin hendaklah hingga sempurna, jangan setengah-setengah.
58
Imam Khomeini, Peran Ulama, dalam Sandy Alison peny. , Pesan Sang Imam, (Bandung: AlJawad Publisher, 2000), cet. I, h. 20 59 Ibid h. 21 60 Imam Khomeini, Fuqaha: Benteng Islam, dalam Sandy Alison peny. , Pesan Sang Imam, (Bandung: Al-Jawad Publisher, 2000), cet. I, h. 28 61 Imam Khomeini, Pesan Haji Refleksi Revolusi Islam, dalam Sandy Alison peny. , Pesan Sang Imam, (Bandung: Al-Jawad Publisher, 2000), cet. I, h. 180
Bila ini terjadi, niscaya da’i itu sendirilah yang akan bisa melumpuhkan dan memundurkan kehidupan umat Islam.62 Seorang da’i yang ahli ilmu fiqih sehingga menjadi fuqaha akan menjadi benteng pertahanan Islam dengan mengenalkan umat kepada Islam melalui mengajar dan menulis fiqih Islam.63 Da’i menurut Imam Khomeini harus memelajari dan mendalami ilmuilmu khusus penunjang dakwah secara sempurna hingga sampai mencapai kesimpulan akhir. Bila da’i tak ada sikap mau belajar hanya berdiam diri maka ditegaskan Imam hukumnya haram bagi seorang da’i. Ini karena ilmu Islam itu bertujuan mulia dan tinggi yakni untuk mengenal Allah Swt dan membersihkan diri guna tercapai tujuan asasi dan suci.64 Kemudian da’i setelah belajar, Imam mengungkapkan ia harus bertanggung jawab untuk mengeluarkan pandangan dan pikiran dalam bidang fiqih.65 Kemudian, mengenai karekteristik kepribadian da’i, Imam Khomeini dalam menggambarkan ini beliau merujuk kepada dalil agar memberikan kejelasan pemikiran atas
pendapatnya itu. Dalil yang disandarkan Imam
tersebut salah satunya adalah sebagai berikut: 66 Dari Abu Basir, katanya: Aku telah mendengar Abu Abdullah berkata: adalah Amirul Mukminin as, berkata: Wahai penuntut (pencari ilmu Islam) sesungguhnya ilmu pengetahuan itu mempunyai keutamaan yang 62
Imam Khomeini, Peran Ulama, h. 20 Imam Khomeini, Fuqaha: Benteng Islam, h. 29 64 Imam Khomeini, Keseimbangan Ilmu Agama dan Ilmu Pengetahuan, h. 33 65 Ibid, h. 32-33 66 Imam Khomeini, Peran Ulama, h. 20-21 63
banyak: sehingga kepalanya akan menunjukkan tawadhu, matanya terlepas dari rasa dengki, ia menjaga percakapannya, hatinya berniat yang baik, akalnya dapat mengenali perkara dan urusan, tangannya senantiasa bersifat pemurah, kakinya senantiasa menziarahi para alim ulama, dadanya senantiasa berpikir tentang keselamatan, hidupnya wara’, keteguhan pribadinya senantiasa memohon kepada Allah, kepemimpinannya baik dan setia, senjatanya adalah kerelaan, alas kakinya senantiasa bergerak, kekuatannya adalah perilaku ulama, hartanya adalah menjauhi dosa, bekalnya adalah perkara yang ma’ruf, air mukanya jernih, pernyataannya adalah petunjuk, persahabatannya adalah kasih sayang.(al-Kafi jil.4 h.48) Imam Khomeini pun menjelaskan elaborasinya akan dalil tersebut, bahwa sangatlah penting kepribadian seperti di atas bagi seorang da’i, sebab da’i akan menjadi panutan bagi seluruh umat manusia. Karena itu da’i yang selalu mengingat Allah, bertakwa dan wara’ akan menjadi panutan yang baik bagi umat. Bila sifat itu tak terwujud, maka orang alim itu akan menjadikan agama sebagai komoditas maka jadilah da’i tersebut telah berilmu tanpa amal. Imam Khomeini berpesan, da’i haruslah waspada dengan sifat egois. Egoisme menurut Imam yaitu sifat rasa cinta terhadap kedudukan, cinta kekuasaan, cinta harta, dan sebagainya adalah hanya berimplikasi pada rasa cinta terhadap diri sendiri yang dapat menyebabkan da’i terlepas sedikit demi sedikit terhadap keyakinannya yaitu agama,67 kehidupan masa depan kita akan suram, dan dunia muslim akan terongrong dan menjadi sasaran dominasi dunia.68
67
Imam Khomeini, Munajat Sya’baniyah Penyuci Jiwa Kotor, dalam Sandy Alison peny. , Pesan Sang Imam, (Bandung: Al-Jawad Publisher, 2000), cet. I, h. 80 68 Ibid, h. 83
Da’i haruslah mengetahui dan mengamalkan sifat zuhud, taqwa, dan hidup sederhana serta suci.69 Sebab cinta dunia itu menurut Imam adalah sebagai pangkal dari perselisihan dan perpecahan yang dapat menghilangkan tujuan suci dalam berdakwah.70 Dengan tak adanya sifat cinta dunia pada diri seorang da’i niscaya da’i itu akan beramal dengan ikhlas dalam menegakkan Islam dan akhirnya nanti mendapatkan kebahagiaan yang tak terkira baik di dunia maupun akhirat.71 Bahkan umat Islam menurut Imam Khomeini secara naluriah, mereka hanya akan menerima da’i dan ulama yang berakhlak luhur, tidak rakus akan kepentingan dunia dan isinya serta tidak kikir untuk berkorban tenaga dan semua miliknya untuk meninggikan kalimat tauhid dan mencapai keridhoan Allah semata.72 Imam Khomeini mengungkapkan bahwa seorang da’i adalah penting hidup sederhana. Hidup sederhana ternyata kata Imam akan mengangkat derajat da’i dan akan memelihara keeksistensian da’i. Dengan hidup sederhana, da’i bisa selalu menjadi sumber inspirasi, dihormati, dan didengar oleh penerima dakwahnya. Sebab pada banyak kenyataan yang terjadi, Imam mengungkapkan, ternyata masyarakat penerima dakwah, mereka dapat menyaksikan betapa orang yang hidup sederhana akan menjadi pelajaran yang 69
Imam Khomeini, Kenapa Kita Selalu Berpecah Belah, dalam Sandy Alison peny. , Pesan Sang Imam, (Bandung: Al-Jawad Publisher, 2000), cet. I, h. 113 70 Ibid, h. 115 71 Imam Khomeini, Pesan Imam untuk Umat (2), dalam Sandy Alison peny. , Pesan Sang Imam, (Bandung: Al-Jawad Publisher, 2000), cet. I, h. 226 72 Imam Khomeini, Ancaman Keruntuhan dan Kelumpuhan Pusat Pendidikan, dalam Sandy Alison peny. , Pesan Sang Imam, (Bandung: Al-Jawad Publisher, 2000), cet. I, h. 44
sangat berharga bagi setiap orang, dikarenakan orang yang selalu menuntut kemewahan dalam hidup maka nilai-nilai maknawi akan berkurang dan lenyap dari dalam diri orang tersebut.73 Kepribadian da’i yang baik sangatlah penting, karena betapa banyak kasus penyimpangan manusia, ternyata, kata Imam Khomeini, disebabkan dari adanya andil/ persetujuan para ulama-nya. Untuk menuju kepribadian yang baik, seorang da’i disarankan oleh Imam untuk membersihkan diri terlebih dahulu dari perkara yang hina dan keji yang akan membawa kepada keburukan. Da’i harus memiliki niat yang ikhlas, sebab bila tidak ilmu yang dimilikinya itu tak memberikan manfaat, baik untuk dirinya maupun orang lain.74 Da’i haruslah membersihkan diri dari hal yang keji melalui usaha mengkaji ilmu pengetahuan agar semakin dekat dengan rahmat Allah Swt.75 Bila ilmu yang diperoleh da’i hanya bertujuan untuk mengejar hawa nafsu bukan karena Allah semata, maka yang akan didapat, menurut Imam adalah hanya kesenangan duniawi dan kemasyarakatan. Parahnya, pencapaian itu akan menuju kecelakaan, perlombaan hawa nafsu, keserakahan, bencana,
73
Ibid, h. 80-81 Imam Khomeini, Penyelewengan Ulama Menyesatkan Umat, dalam Sandy Alison peny., Pesan Sang Imam, (Bandung: Al-Jawad Publisher, 2000), cet. I, h. 24-25 75 Imam Khomeini, Keseimbangan Ilmu Agama dan Ilmu Pengetahuan, h. 34-35 74
hingga membawa kepada kemelaratan dan bahaya bagi umat Islam di dunia dan akhirat.76 Bila seorang da’i telah bersikap seperti itu, terlebih memang jelas-jelas ia seorang ulama yang jahat yang dipengaruhi oleh sifat takabbur, dan kelalaian, maka ia dipastikan, menurut Imam Khoemini tak akan mampu membenahi dirinya sendiri, terlebih membenahi masyarakat. Ia menjadi tak akan memberi sumbangan apa-apa untuk masyarakat kecuali hanya membawa bahaya dan kerugian kepada Islam dan kaum muslimin. Bahkan ia akan menjadi penghalang bagi kemajuan umat Islam.77 Da’i yang berkelakuan buruk dan bertindak menyelewang, menurut Imam Khomeini ia akan menjadi bahaya yang sangat hebat. Da’i yang fasik, kata Imam akan bertanggung jawab pada kerusakan dunia, sebab jika alim ulama rusak maka akan rusak pula dunia ini seluruhnya.78 Karena itu, Imam Khomeini menegaskan seorang da’i wajib untuk membina diri agar dapat menjadi insan yang sejati dan sempurna. Pembinaan diri itu penting menurut Imam Khomeini sebab di kala da’i menghadapi musuh Islam yang memiliki tekanan dan rencana jahat, da’i itu akan bersikap tak gentar, tak mudah terpengaruh karena ia tak cinta kepada dunia dan telah berkepribadian luhur.79 Kewajiban da’i menurut Imam
76
Imam Khomeini, Penyelewengan Ulama Menyesatkan Umat, h. 25 Ibid, h. 25-26 78 Imam Khomeini, Peran Ulama, h.23 79 Imam Khomeini, Reformasi Pendidikan, h. 48 77
Khomeini ia harus berakhlak Islam jika ingin melangkah di jalan dakwah yang mulia ini.80 Pembinaan diri memang memerlukan pengorbanan dan kesulitan yang terus menerus. Tetapi Inilah bekal bagi da’i sebelum ia mendakwah kepada mad’u. Da’i nantinya akan bertanggung jawab dalam pembersihan diri dan rohani serta hawa nafsu keji bagi dirinya dan mad’u-nya.81Dengan akhlak mulia da’i, manusia dapat mengambil hikmah darinya.82 Jika perbaikan akhlak belum terwujud bagi da’i maka menurut Imam Khomeini ia akan menjadi sulit untuk mendidik dan membenahi kondisi rohani dan akhlak pribadinya sendiri.83 Pun Allah tak akan melapangkan dan membuka jalan dalam mendapatkan pendidikan yang benar serta ia nanti hanya akan menyesatkan seluruh umat manusia dan akan membawa gambaran yang buruk kepada orang lain tentang Islam dan ulama Islam.84 Sebagai da’i yang pekerjaannya memang menyeru masyarakat agar memiliki sifat terpuji, agar supaya seruan menuju keterpujian itu betul-betul merupakan seruan kebenaran. Jika tidak, maka ia hanya akan menjadi seruan setan.85 Dengan akhlak luhurlah penyampaian ilmu Allah dapat berkesan dan bermanfaat.86
80
Imam Khomeini, Kenapa Kita Selalu Berpecah Belah, h. 116 Imam Khomeini, Keseimbangan Ilmu Agama dan Ilmu Pengetahuan, h. 32-33 82 Ibid 83 Ibid, h.33-34 84 Imam Khomeini, Kesucian Akhlak untuk Mencapai Makrifatullah, dalam Sandy Alison peny. , Pesan Sang Imam, (Bandung: Al-Jawad Publisher, 2000), cet. I, h. 77 85 Ibid, h. 83 86 Imam Khomeini, Keseimbangan Ilmu Agama dan Ilmu pengetahuan, h. 34 81
Dalam hal persatuan Islam, Imam mengingatkan bahwa seorang da’i haruslah menjadi garda terdepan dalam menjaga persatuan dan persaudaraan. Ciptakan persaudaraan Islam sampai merambah ke semua pihak terutama di kalangan ulama itu sendiri.87 Bila tak ada persatuan umat, Imam menegaskan, masyarakat akan menimpakan kesalahan pada semua pemimpin terutama ulamanya. Ini tak mungkin bisa terwujud kecuali melalui pembinaan diri dan persatuan.88
2. Mad’u menurut Imam Khomeini Sesuai data yang ditemui penulis, Imam Khomeini ternyata lebih sederhana mengklasifikasikan mad’u dakwah, yakni mengklasifikasikan mad’u dakwah pada strata sosial ekonomi yakni mad’u yang dari golongan kaya, golongan miskin, dan pemimpin negara (pejabat). Penulis dalam menjelaskan pemikiran Imam Khomeini tentang mad’u ini - agar memudahkan pembaca - penjelaskan cara/metode dakwah bagi masingmasing macam mad’u ini dijelaskan langsung di sini. Pada mad’u yang berasal dari golongan strata sosial miskin, Imam Khomeini mengingatkan seorang da’i metode dakwahnya sederhana saja yakni hanya melalui pendekatan akhlak yang baik dalam menghadapi mad’u yang seperti ini dan senantiasa berusaha menolong mereka untuk
87 88
Imam Khomeini, Munajat Sya’baniyah Penyuci Jiwa Kotor, h. 79 Ibid, h. 80
kesejahteraan hidup mereka. Perilaku seorang da’i kepada mad’u dari kalangan strata sosial miskin ini adalah da’i menurut Imam Khomeini bertanggung jawab menangani mereka dengan cara bersama-sama merangkul pemimpin lainnya guna berusaha untuk memberi perlindungan dan perhatian yang lebih besar kepada kaum fakir miskin dengan lebih mengenal dan bersahabat dengan mereka. Anggap diri kita adalah bagian dari mereka, dan ini adalah termasuk kehormatan besar untuk mereka sebagai tempat perlindungan bagi fakir miskin.89 Imam Khomeini menegaskan adalah kewajiban juga bagi seorang da’i untuk terlibat untuk menolong dan melayani orang-orang lemah dan turut serta dalam kesenangan serta kesusahan mereka. Imam Khomeini menyatakan bahwa tak ada hal yang lebih tinggi dan lebih baik yang pernah beliau lihat dari amal dan pengabdian kepada Allah kecuali perilaku menolong kaum yang tertindas.90 Imam Khomeini mengakui bahwa justru sejauh pengamatannya dalam menegakkan Islam revolusi Islam Iran, beliau melihat bahwa golongan lemahlah yang telah lulus dari ujian Islam tentang amalan kebajikan dan pembaktian pada perintah Allah karena rela mengorbankan para pemuda mereka untuk perjuangan Islam dan telah memberi segala yang mereka punyai bagi perjuangan Islam. Bahkan Imam Khomeini pernah mengatakan ”Para 89
Imam Khomeini, Pesan Haji Refleksi Revolusi Islam, dalam Sandy Alison peny. , Pesan Sang Imam, (Bandung: Al-Jawad Publisher, 2000), cet. I, h. 183 90 Ibid, h.184
penghuni rumah gubuk lebih mulia bagi saya daripada semua orang yang mendiami istana.”91 Sedangkan dakwah kepada mad’u yang berasal dari golongan strata sosial ekonomi kaya Imam Khomeini berpesan kepada da’i untuk mendakwahkan kepada mereka tentang (materi) pentingnya menanamkan sikap menolong kepada sesama terutama kepada rakyat miskin. Ingatkan untuk sisihkan pendapatan mereka untuk pembaharuan rakyat. Da’i perlu senantiasa menghimbau kaum kaya untuk turut berusaha demi kesejahteraan kaum yang tertindas, karena ini adalah pekerjaan yang baik untuk dunia dan akhirat. Sampaikan kepada mereka bahwa betapa mulianya jika kalangan kaya suka rela menyediakan hartanya untuk menolong para kaum mustadh’afin karena ini akan menuai rahmat bagi kaum kaya untuk kebahagiaan dunia dan akhirat.92 Selanjutnya, dakwah untuk kalangan para pejabat atau pemimpin negara, Imam Khomeini mengingatkan bahwa hendaklah da’i dalam berdakwah kepada mad’u yang demikian, lebih fokus untuk mengingatkan mereka para pemimpin negara untuk harus selalu menjadi pelayan umum yang sebenarnya, terutama pelayan kaum mustadh’afin. Jangan menciptakan keresahan bagi rakyat, tidak melakukan tugas mestinya, ini adalah perbuatan yang salah dan akan menimbulkan murka Allah Swt. Da’i perlu mengingatkan 91
Ibid, h. 185 Imam Khomeini, Pesan Imam untuk Umat (1), dalam Sandy Alison peny. , Pesan Sang Imam, (Bandung: Al-Jawad Publisher, 2000), cet. I, h. 250 92
kaum pejabat bahwa mereka harus memuaskan rakyat yang mereka pimpin sehingga melahirkan kepercayaan rakyat. Ingatkan untuk jauhi prilaku yang tidak manusiawi dan tidak islami. Pejabat harus diingatkan untuk menciptakan kedamaian dan ketentraman bagi rakyat dan bertanggung jawab akan tegaknya Islam di wilayah yang dipimpinnya. 93
B. Metode Dakwah yang Efektif menurut Imam Khomeini Dalam membahas metode dakwah menurut Imam Khomeini, setelah mendapatkan data-data, lalu diklasifikasikan maka dapatlah dikelompokkan metode dakwah menurut Imam Khomeini adalah sebagai berikut: 1. Metode Dakwah melalui Majelis Ilmu 2. Metode Dakwah melalui Berdialog atau Musyawarah 3. Metode Dakwah melalui Tabligh /Berpidato 4. Metode Dakwah dengan Memilih Bahasan Materi Dakwah yang Pas 5. Metode Dakwah melalui Tulisan (Dakwah bil Qalam) 6. Metode Dakwah kepada Para Musuh Islam 7. Metode Dakwah dengan Memanfaatkan Media Komunikasi
93
Imam Khomeini, Pesan Imam untuk Umat (1), h. 231-232
1. Metode Dakwah melalui Majelis Ilmu Majelis ilmu menurut Imam Khomeini adalah
terpenting bagi
pemeliharaan Islam. Imam telah mencium tipu muslihat musuh Islam untuk menghancurkan Islam dengan menghancurkan majelis ilmu umat Islam. Berikut perkataan Imam Khomeini: “Saya sempat membaca lembaran-lembaran khusus bersifat dokumen yang dikeluarkan oleh gereja Vatikan untuk dikirim ke Washington (Amerika). Saya dapati di dalamnya bahwa perhitungan musuh-musuh Islam sedemikian rupa, ternyata mereka memusatkan perhatian (hendak menghancurkan Islam) kepada pusat-pusat pengkajian ilmu umat Islam...”94 Karena itu, da’i bagi Imam Khomeini perlulah bangkit dan menertibkan pusat-pusat keagamaan. Hendaklah menyediakan waktu dan dengan perencanaan yang cermat serta tepat, membersihkan dan memelihara pusatpusat agama, terutama pusat pendidikan Islam. Seorang da’i kata Imam Khomeini perlu untuk mencegah penyelewengan dan distorsi, jangan sampai ada penyelewengan dari para ulama itu sendiri dalam mencapai prinsip tata cara ajaran Islam yang dialamatkan untuk menghancurkan kajian majelis ilmu Islam.95 Lembaga kajian Islam kata Imam haruslah di dalamnya ada para faqih yang benar-benar memiliki kepahaman ilmu fiqih. Para ulama harus lebih banyak memberi dukungan dan menjaga majelis ilmu tersebut. Jika tidak, di masa depan masyarakat tak membutuhkan para ahli agama lagi. Tempat
94 95
Imam Khomeini, Kenapa Kita Selalu Berpecah Belah, h. 115 Imam Khomeini, Pesan Imam untuk Umat (1), h. 230
pengkajian Islam itu penting keberadaannya, bila tidak ada, menurut Imam sungguh telah terjadi penghianatan terhadap Islam dan inilah keberhasilan para musuh Islam.96 Sistem pengaturan yang benar dalam semua aspek pengkajian ilmu pengetahuan di lembaga yang dikelola ulama atau da’i adalah suatu yang mutlak menurut Imam Khomeini. Imam berpesan, janganlah mengambil orang asing untuk memenej pusat-pusat pengkajian Islam.97 Da’i haruslah sungguh-sungguh dalam pengkajian Islam dan menjadi satu barisan untuk melawan musuh Islam.98 2. Metode Dakwah melalui Berdialog atau Musyawarah Para ulama sebagai pendakwah ajaran Islam kata Imam Khomeini, harus berdiskusi dan bertukar pikiran tentang menyelesaikan masalah dan kesulitan kaum muslimin.99 Ajaklah berdiskusi dan bermusyawarah orang di sekeliling untuk menyelesaikan masalah umat Islam.100 Jauhi perselisihan dan cari jalan keluar untuk melepaskan dari cengkeraman penjajah.101 Kaum intelektual (sivitas universitas), para pemuda ajaklah untuk memerkuat ikatan persahabatan dan saling pengertian dengan ulama. Jangan abaikan rencana musuh yang licik dan adakanlah konsultasi dan bimbingan di 96
Imam Khomeini, Fuqaha: Benteng Islam, h. 28-29 Imam Khomeini, Reformasi Pendidikan, h. 46-47 98 Imam Khomeini, Pesan Haji Refleksi Revolusi Islam, h. 180 99 Imam Khomeini, Pesan Haji Refleksi Revolusi Islam, h. 179 100 Imam Khomeini, Pesan Haji dalam Perspektif Imam Khomeini, dalam Sandy Alison peny. , Pesan ang Imam, (Bandung: Al-Jawad Publisher, 2000), cet. I, h. 191 101 Ibid, h. 192 97
mana saja melihat geliat pihak yang menabur benih perselisihan dan perpecahan. Jika nasihat kepada para individu tak efektif, barulah diperbolehkan untuk berpaling dari mereka , mengucilkan mereka dan jangan biarkan mereka berakar tetaplah waspada pada propaganda buruk yang dapat mengganggu kebenaran.102 Juga rangkullah para pemimpin negara dalam mencegah tipu muslihat para musuh Islam.103 Kemudian, dalam berdiskusi Imam mengingatkan agar mengemukakan topik pembicaraan dengan cara yang jelas dan mantap.104
3. Metode Dakwah melalui Tabligh Atau Mimbar/Berpidato Nabi Muhammad Saw, kata Imam Khomeini adalah tokoh yang memainkan
peran
besar
di
depan
mimbar
pidato
dan
senantiasa
menyampaikan nasihat kepada umat Islam. Pidato di atas mimbar dikatakan Imam oleh sebagian kalangan dianggap tidak serasi dengan kedudukan ilmu pengetahuan. Imam membantah ini. Dengan berbicara di mimbar-lah ulama bisa menjadi pengaruh besar untuk memberi kesadaran kepada umat khususnya santri dan mendidik mereka dengan akhlak yang terpuji melalui
102
Imam Khomeini, Pesan Imam untuk Umat (1), h. 220 Ibid, h. 224 104 Ali Rahnema, ed. Para Perintis Zaman Baru Islam, h. 81 103
pemberian nasihat dan pengajaran ilmu akhlak, sehingga program pendidikan akhlak dapat mengena dan mencapai tujuannya.105 Selain itu Imam Khomeini selalu menekankan bila berbicara dengan mad’u dakwah yang perlu diingat adalah menyederhanakan subjek yang sulit agar dapat dipahami oleh orang banyak. Imam juga berpesan, bila mau efektif penyampaian pembicaraan kita kata Imam mengutip hadis Nabi Saw: ”Berbicaralah kepada orang menurut tingkat kecerdasannya.” agar dipraktikkan.106 Imam dalam membawakan pidatonya berhati-hati dalam menjustifikasi ucapannya, yakni beliau menggunakan ayat alquran dan sabda Nabi Saw serta kutipan dari nasihat-nasihat para ulama.107
4. Metode Dakwah dengan Memilih Bahasan Materi Dakwah Yang Pas Menurut Imam tempat kajian Islam haruslah di dalam materi pengkajiannya adalah hakikat ajaran alquran, bila tidak, tempat kajian Islam itu hanya akan menjadi penghalang bagi masyarakat untuk mengenal dan memahami Islam dan peranan ulama Islam.108
105
Imam Khomeini, Ancaman Keruntuhan dan Kelumpuhan Pusat Pendidikan, dalam Sandy Alison peny. , Pesan Sang Imam, (Bandung: Al-Jawad Publisher, 2000), cet. I, h. 42 106 Ali Rahnema, ed., Para Perintis Zaman Baru Islam, h. 75 107 Ibid, h. 79 108 Imam Khomeini, Penyelewengan Ulama Menyesatkan Umat, dalam Sandy Alison peny. , Pesan Sang Imam, (Bandung: Al-Jawad Publisher, 2000), cet. I, h. 26
Selain itu materi tentang fiqih dalam kajian itu juga harus lebih besar dari materi lainnya.109 Materi fiqih jika tidak ada, menurut Imam maka yang akan terjadi hilanglah esensi nilai / makna dari agama Islam itu sendiri dan akhirnya Islam dikenal hanya namanya saja.110 Kemudian, Imam pun mengingatkan sebuah pusat pengkajian ilmu Islam haruslah juga memiliki program yang di dalamnya berupa nasihat, pengajaran, serta para guru yang menitikberatkan pada pendidikan akhlak dan jiwa. Bila tidak pusat pengkajian itu kelak akan menemui kehancuran. Ini karena ilmu akhlak adalah merupakan tujuan pertama diutusnya para nabi dan mereka mengajar umatnya melalui pengkajian dan pengajaran. Imam pun mengkritik bahwa tempat pengkajian Islam di saat ini banyak yang malah tidak mengambil perhatian dalam masalah pengajaran akhlak. Memang banyak penghalang dalam melaksanakan pendidikan Islam yang seimbang dari segala aspek. Padahal bila pendidikan akhlak berkurang, ditegaskan Imam, ini akan melahirkan berbagai masalah kebendaan (materi) dan duniawi. Juga ini akan melahirkan banyak persoalan pada rohani dan akhlak yang membawa kepada banyaknya masyarakat yang tak tahu akan pentingnya generasi manusia yang paham agama dan tunduk pada nilai agama. Akhirnya yang terjadi adalah tercipta paradigma masyarakat bahwa yang terpenting adalah belajar untuk kepentingan pribadi masing-masing dan
109 110
Imam Khomeini, Fuqaha: Benteng Islam, h. 27 Ibid, h. 29
tujuan akhirnya hanya untuk mencari kepentingan dunia seperti kemasyhuran, kedudukan, dan sebagainya. Bila ini yang terjadi yang didapati hanyalah pemenuhan kebutuhan dunia saja tetapi ia tak bermanfaat untuk dirinya dan untuk Islam. Dirinya akan hampa dikejar untuk berlomba mengejar materi dan pertikaian antar-sesama untuk menuruti keserakahan nafsu.111 Pusat kajian yang tidak ada materi usaha untuk meningkatkan pencapaian akhlak dan pembersihan jiwa, maka menurut Imam niscaya akan berkembanglah sifat munafik dan pura-pura di kalangan orang-orang yang berada di tempat kajian Islam dikuasai oleh perpecahan dan perselisihan pendapat sehingga mereka tenggelam dalam suasana pertikaian sesama mereka sendiri. Ini membuat keadaan menjadi terkotak-kotak (bergolonggolongan) dan bersekutu di antara mereka. Masing-masing pihak saling tuduh serta mendustakan satu sama lain. Pusat pengkajian Islam akan hilang pengaruhnya bagi umat. Bila ini terjadi, kesempatan
dengan
menghancurkan
musuh Islam akan mengambil
nilai-nilai
serta
martabat
pusat
pengkajian Islam.112 Selain itu, mengenai materi dakwah yang pas lainnya, Imam Khomeini saat memberi pelajaran kepada muridnya lebih mengemukakan materi tentang baik dan buruk, kesadaran agama, disiplin diri, dan sebab-sebab kemunduran
111 112
Imam Khomeini, Keseimbangan Ilmu Agama dan Ilmu Pengetahuan, h. 35-37 Imam Khomeini, Ancaman Keruntuhan dan Kelumpuhan Pusat Pendidikan, h. 43
Islam.113 Selain itu Imam juga mengkriktik para ulama yang dalam berpidato hanya mengangkat tema yang tak membangkitkan semangat beragama seperti tema haid dan kebersihan. Menurut Imam Khomeini lebih penting membawakan tema tentang hukum dan sistem Islam.114
5. Metode Dakwah melalui Tulisan (Dakwah Bil Qalam) Ulama setelah paham akan ilmu fiqih, hendaknya menurut Imam Khomeini menjaga kefaqihan itu dengan menjaga kitab-kitab Islam dengan menulis dan mendiskusikannya. Selain membangun pusat kajian Islam juga menjaga semua ilmu Islam, kitab-kitab Islam baik yang klasik maupun yang modern. Dengan cara ini maka pertahanan Islam akan kuat, ini semua harus dijaga agar dapat mentransferkannya kepada generasi mendatang.115 Dengan karya berupa tulisan inilah kata Imam, fiqih Islam dapat terpelihara.
Usaha-usaha
harus
dilakukan
untuk
peningkatan
dalam
penyimpulan pendapat dan metode penelitian meningkatkan riset dan karya kreatif. Bahkan Imam Khomeini berpesan hendaklah studi penelitian menumpuk. Program penelitian harus direncanakan dengan tujuan bagi kebutuhan negara Islam. Orang harus dilatih melakukan karya riset. Pengetahuan moral Islam seperti etika, pembersihan jiwa, tasawuf, dan
113
Ali Rahnema, ed., Para Perintis Zaman Baru Islam, h. 82 Ibid, h. 93 115 Imam Khomeini, Fuqaha: Benteng Islam, h. 29 114
sebagainya harus dimasukkan dalam kajian penelitian ini, terutama berkaitan dengan pembersihan jiwa dan diri.116 Imam pun berpesan sebagaimana ia terpengaruh dengan Syahabadi (seorang teolog dan sufi terkemuka di Iran) bahwa guna mendakwahkan pemikiran dan aktivitas keagamaan di kalangan masyarakat perlulah menerbitkan majalah keagamaan.117 Imam Khomeini dalam menulis untuk berdakwah bil qalam, beliau menggunakan bahasa yang sederhana. Beliau menghindari subjek yang mencurigakan seperti filsafat dan mistisisme.118 Imam juga dalam menulis buku menggunakan bahasa yang hati-hati sehingga tak membuat orang awam merasa asing,119 dengan bahasa yang arif, sederhana, dan sistematis beliau mengemukakan pikirannya ke dalam tulisan. Beliau menerangkan latar belakang pokok persoalan dalam menemukakan objek tulisannya dengan kekuatan nalar, yang bertujuan satu yakni untuk membangkitkan rasa keagamaan kepada pembacanya. 120 Metode dakwah melalui tulisan ini oleh Imam Khomeini telah dipraktekkan tak hanya dengan mengarang buku tetapi ia juga menulis di artikel media cetak, salah satunya yaitu koran. Ini dilakukan saat melawan rezim Syah. Dengan tulisan itu ia bisa menyampaikan 116
Imam Khomeini, Pesan Imam untuk Umat (1), h.230-231 Ali Rahnema, ed., Para Perintis zaman Baru Islam, h.75 118 Ibid, h. 76 119 Ibid, h. 78 120 Ibid, h. 85 117
nasihat dan
mengobarkan semangat kepada rakyat Iran dan peringatan kepada Syah Reza dengan menjawab kebijakan rezim Syah terutama dalam hal penyelewengan terhadap Islam. Selain itu, dalam menggalang kerja sama yang baik atau mungkin bisa dikatakan amar ma’ruf nahi munkar di dunia internasional, Imam Khomeini yang sebagai presiden Iran ketika itu pernah juga berkorespondensi (berkirim surat) kepada Michael Gorbachev Presiden Republik Uni Soviet. Dalam surat yang ditulis pada 1 Januari 1989 itu Imam mengingatkan Gorbachev agar meninjau kembali ideologi-ideologi yang diagungkan Barat yang diterapkan Soviet dan mau melihat kepada ajaran tauhid yang agung. Tulisan surat itu Imam memulai dengan pembukaan surat yang santun, memuji Gorbachev, baru masuk ke intinya.121
6. Metode Dakwah kepada Para musuh Islam Menurut Imam, da’i dalam mewaspadai musuh Islam, haruslah melepaskan diri dari para ulama yang munafik yang menjual agama kepada dunia dan para penghasut kekacauan. Juga dalam melawan musuh Islam da’i harus merangkul para cendekiawan dan ilmuwan Islam untuk bersama-sama 121
Imam Khomeini, Surat Imam Khomeini kepada Gorbachev, dalam Sandy Alison peny. , Pesan Sang Imam, (Bandung: Al-Jawad Publisher, 2000), cet. I, h. 195
membela Islam dan menyelamatkan Islam dari keterpencilan dan penindasan terhadap Islam.122 Imam mengingatkan da’i dan umat Islam janganlah berhati lembut, berlapang dada, dan tunduk kepada sekutu-sekutu penjajah. Himbaulah masyarakat semua berpartisipasi untuk tetap selalu mewaspadainya.123 Hanya dengan bergerak bersama umatlah seorang da’i mampu berbuat sesuatu. Jangan langsung memberi peluang kepada musuh untuk melaksanakan sesuatu di pusat pengkajian ilmiah Islam. Jadikan pusat pengkajian Islam itu adalah wadah yang mampu memecahkan masalah-masalah yang penting untuk diselesaikan.124 Sesungguhnya musuh-musuh Islam telah muncul dan siap untuk menghantam dan memukul setiap keberadaan Islam di segala bidang. Maka menjadi tanggung jawab seorang da’i untuk menghadapi mereka dengan penuh keberanian. Imam berpesan seorang da’i hendaknya tinggalkan kecintaan terhadap dunia, sebab ini akan membuat tak berdaya menghadapi para musuh Islam selama kita masih dikuasai oleh cinta pada dunia dan berambisi pada kekuasaan, kesombongan dan lalai. Alam kejahatan akan terbuka bila seorang da’i memfokuskan pada urusan dunia. Kondisi ini menjadikan tak akan mampu untuk berjihad menentang musuh-musuh Islam. Karena itu, Imam memberikan solusi dengan hendaklah membuat solusi 122
Imam Khomeini, Pesan Haji Refleksi Revolusi Islam, h. 180 Imam Khomeini, Fuqaha: Benteng Islam, h. 28 124 Imam Khomeini, Reformasi Pendidikan, h. 46-47 123
dengan menyusun langkah dan juga bertawakkal kepada Allah dan mengikis hati ini daripada semua sifat cinta pada dunia dan dengan inilah kita mampu berjihad. Selain itu, wajib bagi seorang da’i, menurut Imam untuk beramal untuk mencapai kesyahidan, berjuang, dan berjihad sungguh-sungguh, sehingga dapat bermanfaat untuk Islam. Bila kita tidak berlapang dada dan berkompromi kepada musuh Islam, maka akan lahirlah manusia dari lulusan universitas dan madrasah yang takut pada Allah Swt dan menjadi muslim sejati. Di sisi lain bila terdapat insan muslim sejati di negeri Islam atau pada negeri di suatu bangsa, maka merekalah yang akan menjadi ancaman yang berbahaya bagi musuh-musuh Islam sehingga strategi dan rencana jahat mereka akan menemui kebuntuan.125 Seorang da’i harus memertahankan hukum syariat Islam yang suci dan menyebarkan ajaran Islam dan alquran. Da’i harus selalu memberi peringatan tentang bahaya-bahaya kepada dirinya sendiri dan selalu waspada pada tanggung jawab.126 Da’i adalah pembela Islam, maka ia harus memerkokoh keinginan dan cita-cita sehingga sanggup menghadapi setiap kezaliman dan penindasan.127 Dalam iklim dunia internasional, Imam mengingatkan seorang da’i yang berkapabilitas dalam koridor ini untuk menghadapi kultur zalim dan menindas masyarakat yakni perjuangan melawan sistem ekonomi Timur dan Barat, melawan siasat kapitalis dan komunis. Ini penting dilakukan karena ini telah 125
Ibid Ibid, h. 48 127 Ibid 126
memengaruhi seluruh rakyat dan merupakan bencana tipe perbudakan baru yang telah dipaksakan oleh pihak penindas.128
7. Metode Dakwah dengan Memanfaatkan Media Komunikasi Menurut Imam Khomeini media komunikasi massa adalah sangat efektif untuk membentuk pemikiran dan memengaruhi khalayak banyak. Radio, televisi, bioskop dan teater digunakan sebagai sarana yang paling efektif untuk membodohkan dan merusak bangsa terutama para generasi muda. Rencana-rencana yang besar ditelurkan dan dilaksanakan melalui mediamedia ini untuk melawan Islam dan ulama. Ia juga digunakan untuk jaringan propaganda para musuh Islam. Media itu difokuskan untuk membuat rakyat meniru orang lain, terutama berpakaian, konsumerisme dan lain-lain. Ini membuat kaum muda dan wanita tersesat dari jalan normal, mereka melupakan dan melemparkan kehidupan diri mereka sendiri. Karena itu kata Imam Khomeini, kantor-kantor berita, pers, dan majalah harus diperhatikan dan gunakan untuk pelayanan kepada Islam dan kepentingan negara. Kita semua harus mengetahui bahwa kebebasan gaya Barat merusak pemuda, terkutuk dalam pandangan Islam dan dalam penalaran pikiran. Propaganda, kesusasteraan, kesenian, artikel-artikel, pidato, buku-buku, dan majalah yang
128
Imam Khomeini, Pesan haji Refleksi Revolusi Islam, h. 180-181
bertentangan dengan Islam dan kepentingan negara adalah tabu dan ini wajib bagi kita untuk mencegah percetakan dan penyebarannya.129 Selain itu, pada media komunikasi audio, seperti kaset-kaset yang diselundupkan yang digunakan Imam saat dipembuangan. Media ini cukup efektif memengaruhi opini publik rakyat Iran menggelorakan semangat juang. Ini terbukti dengan meletusnya Revolusi Islam Iran dengan sebanyak 98,2 % suara rakyat Iran mendukung berdirinya Republik Islam Iran.
129
Imam Khomeini, Pesan Imam untuk Umat (2), h. 239-241
BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN DAKWAH IMAM KHOMEINI
C. Konsep Pemikiran Dakwah Imam Khomeini Paradigma konsep dakwah Imam Khomeini ternyata sedikit berbeda dengan pendapat para pakar ilmu dakwah lainnya meski pada intinya sama yakni menyeru untuk menegakkan kalimat Allah. Dakwah menurut Imam Khomeini secara hemat penulis lebih kepada hal yang subtansi yakni menyeru manusia untuk mengamalkan dan menghayati nilai ajaran Islam. Namun, yang perlu digarisbawahi pendapat Imam Khomeini perihal tujuan dakwah adalah ”Bertujuan untuk melaksanakan tujuan Islam yang suci, mengakat harkat martabat umat, dan menyatukan umat dalam masyarakat Islam.” Pertanyaannya kemudian, apakah tujuan dakwah tersebut adalah sesuai dengan tujuan dakwah yang telah diurai dalam tataran teoritis/ideal? Dalam teori hakikat dakwah telah disebutkan salah satunya dakwah adalah penyebaran rahmat Allah Swt dan untuk pembangun peradaban. Dari sini adakah sejalan pendapat Imam Khomeini dengan konsep teoretis hakikat dakwah di dalam ilmu dakwah?. Menurut analisa penulis, tujuan dakwah menurut Imam Khomeini adalah konsep
dakwah
yang
hendak
menjelaskan
tahapan-tahapan
rangkaian
kesempurnaan berjalannya dakwah Islam. Pertama, tahap melaksanakan tujuan
67
Islam yang suci. Maksudnya, Islam itu datang kepada kehidupan manusia bertujuan untuk menyebarkan rahmatan lil ’alamin (kasih sayang bagi seluruh alam) melalui penyempurnaan akhlak, sebab bukankah tujuan risalah para nabi Allah Swt itu adalah untuk menyempurnakan akhlak? Allah Swt Berfirman:
.ﻦ َ ﺣ َﻤ ًﺔ ِﻟ ْﻠﻌَﺎَﻟﻤِﻴ ْ ك إِﻟﱠﺎ َر َ ﺳ ْﻠﻨَﺎ َ َوﻣَﺎ َأ ْر ”Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (Q.S. Al-Anbiya: 107) Rasul Saw bersabda:
إﻧّﻤﺎ ﺑﻌﺜﺖ ﻷﺗﻤﻢ ﻣﻜﺎرم اﻷﺧﻼق ”Sesungguhnya Aku (Muhammad SAW) diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” (H.R. Ibnu Abi Dunya) Jadi pertama-tama tujuan dilakukan dakwah Islam adalah untuk memerbaiki suatu kehidupan manusia yakni keselamatan dunia dengan cara memerbaiki moral. Kedua, tahap mengangkat harkat dan martabat umat. Maksudnya, Setelah tujuan pertama dilaksanakan lalu yang perlu dilakukan adalah perbaikan internal umat Islam itu sendiri secara menyeluruh dan intensif sebagai umat umat yang terbaik dan teladan. Sebagaimana yang tertera dalam alquran:
ﻦ ا ْﻟ ُﻤ ْﻨ َﻜ ِﺮ ِﻋ َ ن َ ف َو َﺗ ْﻨ َﻬ ْﻮ ِ ن ﺑِﺎ ْﻟ َﻤ ْﻌﺮُو َ س َﺗ ْﺄ ُﻣﺮُو ِ ﺖ ﻟِﻠﻨﱠﺎ ْ ﺟ َ ﺧ ِﺮ ْ ﺧ ْﻴ َﺮ ُأ ﱠﻣ ٍﺔ ُأ َ ُآ ْﻨ ُﺘ ْﻢ َن ﺧَ ْﻴﺮًا َﻟ ُﻬ ْﻢ ِﻣ ْﻨ ُﻬ ُﻢ ا ْﻟ ُﻤ ْﺆﻣِﻨُﻮن َ ب َﻟﻜَﺎ ِ ﻞ ا ْﻟ ِﻜﺘَﺎ ُ ﻦ َأ ْه َ وَ ُﺗ ْﺆﻣِﻨُﻮنَ ﺑِﺎﻟﱠﻠ ِﻪ َوَﻟ ْﻮ ءَا َﻣ .ن َ ﺳﻘُﻮ ِ َوَأ ْآ َﺜ ُﺮ ُه ُﻢ ا ْﻟﻔَﺎ ”Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma`ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” ( Q.S. Ali Imron: 110) Perbaikan internal itu menurut penulis adalah dengan cara sokongan ilmu pengetahuan baik ilmu pengetahuan umum dan ilmu agama guna terwujud umat Islam yang berprinsip dan mampu menjadi pemain dalam membangun peradaban manusia. Ini karena dengan ilmulah (memanfaatkan akalnya) manusia bisa berbeda dengan makhluk lainnya dan dengan ilmu manusia menjadi tinggi derajatnya.
ن َ ت وَاﻟﱠﻠ ُﻪ ِﺑﻤَﺎ َﺗ ْﻌ َﻤﻠُﻮ ٍ ﻦ أُوﺗُﻮا ا ْﻟ ِﻌ ْﻠ َﻢ َد َرﺟَﺎ َ ﻦ ءَاﻣَﻨُﻮا ِﻣ ْﻨ ُﻜ ْﻢ وَاﱠﻟﺬِﻳ َ َﻳ ْﺮ َﻓ ِﻊ اﻟﱠﻠ ُﻪ اﱠﻟﺬِﻳ .ﺧَﺒِﻴ ٌﺮ ”Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orangorang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Mujadilah : 11) Ketiga, tahap menyatukan umat dalam masyarakat Islam. Tahapan ini adalah tahap terakhir tujuan dakwah menurut Imam Khomeini. Yakni tahapan akhir simbol kesempurnaan ajaran Islam tegak di muka bumi ini yaitu terwujudnya negara Islam guna menyatukan umat di dalam naungan sistem kehidupan yang berasaskan ajaran alquran. Ini senada dengan pandangan Imam Khomeini tentang
politik bahwa Islam adalah juga sebuah ajaran berpolitik. Politik tak dapat dipisahkan dari Islam, ia adalah pokok dari ajaran Islam. Jadi kesimpulannya tujuan dakwah menurut Imam Khomeini adalah untuk memerbaiki kehidupan manusia dengan menebar kasih sayang pada seluruh alam melalui perbaikan akhlak, lalu memerbaiki kondisi internal umat Islam agar umat Islam sebagai pengemban utama dakwah Islam memiliki prinsip, sejahtera sosial ekonominya, dan mampu membangun peradaban manusia, dan terakhir adalah mendirikan negara Islam. Dari uraian ini, pendapat mengenai tujuan dakwah menurut Imam adalah senada dengan hakikat dakwah dalam tataran teoritis. Kemudian, bagaimana hukum berdakwah menurut Imam Khomeini? Penulis menyimpulkan, hukum dakwah menurut Imam Khomeini adalah bisa fardu ’ain dan fardhu kifayah. Berlakunya hukum fardhu ’ain artinya kewajiban dakwah itu adalah kewajiban umat Islam dan seluruh manusia individu (tidak hanya ulama) untuk mengemban kewajiban mengamalkan ajaran alquran tanpa terkecuali. Hadist Rasulullah Saw:
ن َﻟ ْﻢ ْ ﻄ ْﻊ َﻓ ِﺒِﻠﺴَﺎ ِﻧ ِﻪ َﻓِﺈ ِ ﺴ َﺘ ْ ن َﻟ ْﻢ َﻳ ْ َﻓِﺈ،ِﻦ رَاَى ِﻣ ْﻨ ُﻜ ْﻢ ُﻣ ْﻨ َﻜﺮًا َﻓ ْﻠ ُﻴ َﻐ ِّﻴ ْﺮ ُﻩ ﺑِﻴَﺪِﻩ ْ َﻣ (ن )رواﻩ ﻣﺴﻠﻢ ُ ﻻ ْﻳﻤَﺎ ِ ﻒ ْا ُ ﺿ َﻌ ْ ﻚ َا َ َو َذِﻟ،ِﻄ ْﻌ َﻔ ِﺒ َﻘ ْﻠ ِﺒﻪ ِ ﺴ َﺘ ْ َﻳ ”Barang siapa yang melihat kemunkaran maka hendaknya ia mencegah dengan tangannya, jika tak sanggup maka dengan dengan klisannya, jika tak sanggup maka dengan hatinya. Inilah selemah-lemahnya iman.” (H.R. Muslim)
Kemudian bila kita kaitkan pada pernyataan Imam Khomeini setiap manusia memiliki kewajiban menjalankan ajaran Islam. Pertanyaannya, bagaimana dakwah bisa dilakukan bila manusia itu bukan orang Islam dan tak mengerti Islam?. Aturan ini akan berlaku setelah ayat alquran itu diimani (manusia itu telah masuk Islam dan mengimani ajaran alquran). Kebenaran alquran dengan sepenuh hati telah dipahami oleh seluruh manusia melalui pembelajaran dari para ulama, maka barulah kewajiban itu berlaku untuk setiap manusia yakni bila setiap manusia itu telah mengenal, masuk Islam, dan memahami alquran. Sedangkan jatuhnya hukum fardhu kifayah yakni kewajiban yang diserahkan kepada satu individu yang memiliki kemampuan melaksanakan kewajiban tersebut, yang bila salah seorang individu telah melakukan maka kewajiban untuk setiap individu yang lainnya gugur. Maksud Imam Khomeini di sini, adalah ulama dan santri (calon da’i) yang belajar ilmu agama menduduki level pertama atas kewajiban berdakwah dan memelihara dengan teguh eksistensi Islam. Dalil alquran yang menunjukkan kepada hukum berdakwah fardhu kifayah adalah:
ﻦ ِﻋ َ ن َ ن ﺑِﺎ ْﻟﻤَ ْﻌﺮُوفِ َو َﻳ ْﻨ َﻬ ْﻮ َ ﺨ ْﻴ ِﺮ َو َﻳ ْﺄ ُﻣﺮُو َ ن ِإﻟَﻰ ا ْﻟ َ ﻦ ِﻣ ْﻨ ُﻜ ْﻢ ُأ ﱠﻣ ٌﺔ َﻳ ْﺪﻋُﻮ ْ َو ْﻟ َﺘ ُﻜ . َﻚ ُه ُﻢ ا ْﻟ ُﻤ ْﻔﻠِﺤُﻮن َ ا ْﻟ ُﻤ ْﻨ َﻜ ِﺮ َوأُوَﻟ ِﺌ
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma`ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. .”(Q.S. Ali-Imron: 104) Jadi dari dua pendapat yang bertentangan dari hukum dakwah, manakah yang benar? Hukum dakwah bisa berlaku fardhu ’ain atau fardhu kifayah tergantung sesuai konteks serta situasi dan kondisinya.
1. Da’i menurut Imam Khomeini A. Peranan Dai menurut Imam Khomeini Mengenai da’i dalam pemikiran Imam Khomeini, penulis bisa menarik benang merah tiga poin penting: Peranan da’i menurut Imam Khomeini, Syarat-syarat menjadi da’i menurut Imam Khomeini, dan Karakteristik Kepribadian da’i menurut Imam Khomeini. Peranan da’i menurut Imam Khomeini adalah: a. Sebagai faktor penentu kemajuan Islam. Maksudnya ialah karena da’i adalah sebagai komunikator penyampai pesan dakwah yang kemungkinan besar keberhasilan dakwah adalah dipengaruhi oleh penyampaian beliau. Selain itu tanggung jawab bagi da’i memang besar, ia harus berbuat banyak dan berjuang keras demi terwujudnya kemajuan umat dan senantiasa harus menjaga kredibilitas ilmu dan akhlaknya agar pesan dakwah sukses diterima oleh mad’u.
b.
Pakar Islam. Maksudnya, memang ulama adalah orang yang paham ilmu agama karena secara khusus ia memelajari ilmu Islam di pusat kajian Islam. Maka da’i/ulama dikatakan pakar Islam. Ia sebagai tempat kembali umat untuk bertanya tentang masalah agama.
c.
Penjaga Islam. Maksudnya da’i adalah yang menjaga eksistensi Islam melalui beragam cara/metode dakwahnya untuk terus menjaga dan mengembangkan Islam
d. Manifestasi dari para rasul dan pemimpin di muka bumi. Ini sesuai dengan hadis Nabi Saw:
ﻷ ْﻧ ِﺒ َﻴﺎ ِء َ اﻟ ُﻌَﻠ َﻤﺂ ُء َو َر َﺛ ُﺔ ْا ”Ulama adalah pewaris para nabi.” (H.R.Ibnun Najjar dari Anas R.a)
ل َوأُوﻟِﻲ ا ْﻟَﺄ ْﻣ ِﺮ َ ﻦ ءَاﻣَﻨُﻮا َأﻃِﻴﻌُﻮا اﻟﱠﻠ َﻪ َوَأﻃِﻴﻌُﻮا اﻟ ﱠﺮﺳُﻮ َ ﻳَﺎَأ ﱡﻳﻬَﺎ اﱠﻟﺬِﻳ .ِﻣ ْﻨ ُﻜ ْﻢ
”Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul (Nya), dan ulil amri (pemimpin) di antara kamu.” (Q.S An-Nisa’: 59) Tugas seorang da’i memang tak jauh beda dari tugas seorang rasul/nabi. Perbedaannya hanya terletak da’i tak langsung mendapat risalah dari Allah Swt. Namun da’i juga memiliki tugas menyeru manusia kepada ajaran Allah Swt.
Dalam konteks bermasyarakat atau bernegara da’i adalah pemimpin. Ia yang mengayomi umat dalam berkehidupan terutama dalam urusan agama Islam.
e. Sebagai garda terdepan menyatukan persatuan umat Islam. Maksudnya, da’i sebagai panutan umat dan motor penggerak untuk memengaruhi umat merapatkan barisan guna menjaga persatuan Islam.
2. Syarat-Syarat Menjadi Da’i menurut Imam Khomeini Syarat-syarat menjadi da’i menurut Imam Khomeini ialah : a. Da’i hendaknya melaksanakan tugasnya dengan baik di majelis ilmu. Maksudnya, bagi seorang da’i melaksanakan tugas di majelis ilmu tentu merupakan hal yang utama dalam mentransfer ilmu dan memberi teladan akhlak yang baik bagi umat. Namun, pertanyaannya benarkah tugas seorang da’i hanya berada di majelis-majelis ilmu? Bagaimana dengan pendapat Imam bahwa ulama harus menjadi pemimpin di kancah politik/negara? Adakah titik temu dari dua pendapat Imam Khomeini ini? Ini mengingatkan penulis pada perbedaan mendasar yang dianut antara kaum Sunni dan Syiah. Bagi Sunni agama dan politik ada keterpisahan.
Paradigma yang terkenal di kalangan kaum Sunni ”Politik itu kotor.” Karena itu ulama di kalangan Sunni yang masuk ke kancah politik banyak menerima hujatan terlebih fakta membuktikan ulama yang masuk kancah politik tak memiliki ”gigi”di kancah perpolitikan seperti kasus di Indonesia yang mayoritas pengikut Sunni. Namun, bagi kaum Syi’ah agama dan politik ada korelasinya. Bahkan menurut Imam Khomeini agama dan politik harus berjalan beriringan. Menurutnya Islam adalah ajaran yang lebih banyak mengajarkan bermuamalah termasuk berpolitik dibanding beribadah. Bagi kaum Syiah dengan menjadi pemain dalam politik umat Islam bisa bersuara menegakkan Islam dalam bernegara. Perdebatan Sunni-Syi’ah tentang ini hingga kini masih menjadi perdebatan. Pertanyaannya kemudian, bagaimana korelasi antara ulama yang harus berada di majelis ilmu dan sebagai pemimpin negara?. Jawabannya bisa kita lihat pada pribadi kepemimpinan teladan kita Rasulullah Saw. Ia sebagai pemimpin negara juga sebagai pemimpin agama di majelis ilmu yang ketika itu masjid sebagai pusatnya. Jadi tinggal bagaimana kita bisa memprioritaskan kedua jalur berbeda itu dengan baik. Rasul saw seperti kita ketahui beliau memiliki strategi jitu dalam memimpin. Sebuah pendelegasian tugas di setiap distrik beliau lakukan dengan mengutus
panglima
di
setiap
wilayah
kekuasaan
Islam
serta
komunikasi/musyawarah selalu diterapkan. Dengan itu Rasul melakukan
dakwah Islam dalam majelis ilmu pun dapat berjalan dengan baik. Ini pun dicontohkan oleh Imam Khomeini yang juga sebagai Ayatullah terkemuka Syiah di Iran, pengajar ilmu agama di berbagai majelis ilmu, ia juga sebagai pemimpin negara. Jadi, mengorelasikan antara peran ulama dalam majelis ilmu dan pemimpin negara tergantung bagaimana kita bisa berusaha mengatur keduanya dan kita tahu apa yang harus diprioritaskan.
b.
Da’i haruslah sempurna dalam belajar ilmu fiqih dan ushuluddin. Mengapa yang harus dipelajari hingga sempurna oleh seorang da’i
hanya ilmu fikih dan ushuluddin? Menurut penulis, kedua ilmu ini adalah hal yang fundamental dari ajaran Islam yang penting untuk disampaikan dalam berdakwah. Ilmu fiqih adalah ilmu yang membahas tata cara menjalankan ajaran Islam dan ushuluddin adalah ilmu yang membahas tentang dasar-dasar agama terutama tentang aqidah/ keyakinan kepada Allah Swt. Mula-mula kita umat Islam berkeyakinan dengan Allah Swt bahwa tiada Tuhan selain Dia, atas landasan pengetahuan dalam ushuluddin. Kemudian setelah itu mengamalkan ajaran Islam dalam beribadah, bermuamalah, dan berinteraksi dalam semua kehidupan manusia melalui ilmu fiqih. Kedua ilmu itu adalah dasar dari ibadah manusia yakni ibadah itu terbagi menjadi dua: ibadah maghdhah/ibadah vertikal lurus kepada Allah swt
dengan penuh keyakinan kepada-Nya seperti shalat, berzikir, berdoa dan lainlain dan ibadah ghairu magdhah/ibadah horizontal kepada sesama makhluk Allah terutama kepada sesama manusia seperti bersedekah, zakat, dan lainlain.. Seorang da’i yang berdakwah di jalan Allah dengan bekal ilmu agama yang memadai maka ia bisa menjadi da’i yang lurus, bijak, dan Allah menghendaki kebaikan atasnya. Rasulullah Saw bersabda:
ﻦ ِ ﺧ ْﻴﺮًا ُﻳ َﻔ ِّﻘ ْﻬ ُﻪ ﻓِﻰ اﻟ ﱢﺪ ْﻳ َ ﷲ ِﺑ ِﻪ ُ ﻦ ُﻳ ِﺮ ْﻳ ِﺪ ا ْ َﻣ ”Barang siapa yang dikehendaki Allah dalam kebaikan, maka ia akan diberikan kepandaian ilmu agama (fikih).” (H.R. Bukhari)
c. Da’i harus memelajari ilmu khusus penunjang untuk berdakwah. Maksudnya, menurut hemat penulis, bila kita berbicara dalam konteks keprofesionalan seorang da’i dalam menyeru kepada ajaran Islam, terlebih di era modern saat ini, ketika teknologi semakin canggih, kehidupan manusia jadi serba instant, dinamis, dan plural, diperlukan kemampuan seorang da’i yang memadai terhadap ilmu penunjang dakwah lainnya agar dakwah itu apa yang disampaikan sesuai dengan zaman, dan bisa diterima oleh semua kalangan. Memelajari ilmu penunjang dakwah senada dengan nasehat Imam Khomeini yang pernah berpesan untuk memelajari ilmu-ilmu teknik yang
dibutuhkan negara Islam dan banyak menelaah berbagai buku penunjang (seperti buku agama, sosial, politik, sains, filsafat, sejarah, sastra, dan lainlain).1 Dari nasihat ini implisit bermakna bahwa Imam memiliki pemikiran bahwa ilmu-ilmu penunjang dakwah penting untuk kesuksesan berdakwah. Kita pun mengingat strategi Rasulullah dalam berdakwah beliau tak hanya tekun menelaah alquran wahyu yang diturunkan kepadanya, tetapi Rasul Saw juga mendekatkan strategi bagaimana berperang yang baik kepada para sahabatnya seperti memanah, berkuda, berenang sebagai rangkaian kegiatan dakwah untuk menyebarkan Islam guna mewaspadai bila tiba serangan musuh.
3. Karakteristik Kepribadian Da’i menurut Imam Khomeini Karakteristik kepribadian seorang da’i menurut Imam Khomeini adalah: a. Da’i harus waspada dari sifat cinta dunia Maksudnya, inilah yang perlu diwaspadai oleh seorang da’i untuk keeksisannya di jalan dakwah. Kilau dunia yang serba memukau dan menggoda tak akan memengaruhi dan melencengkan niat untuk terus menyeru kepada jalan Allah bila seorang da’i tidak memiliki sifat cinta dunia. Kenikmatan dunia hanya sekadarnya saja perlu direguk untuk memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani kita.
1
Islamic Cultural Center, Imam Khomeini: Pandangan, Hidup, dan Perjuangan, h. 49
Bagi seorang da’i yang menyeru kepada kehidupan akhirat yang jauh lebih bermakna dan kekal daripada dunia, tak sepantasnya mengejar dunia secara berlebihan. Sebab bila ini yang telah menjadi cita-cita seorang da’i, maka yang terjadi adalah kerusakan tak hanya menimpa dirinya tetapi juga dunia khususnya umat Islam. Allah Swt mengingatkan dalam firman-Nya:
ﺟ َﻬ ﱠﻨ َﻢ َ ﺟ َﻌ ْﻠﻨَﺎ َﻟ ُﻪ َ ﻦ ُﻧﺮِﻳ ُﺪ ُﺛﻢﱠ ْ ﺠ ْﻠﻨَﺎ َﻟ ُﻪ ﻓِﻴﻬَﺎ ﻣَﺎ َﻧﺸَﺎ ُء ِﻟ َﻤ ﻋﱠ َ ﺟَﻠ َﺔ ِ ن ُﻳﺮِﻳ ُﺪ ا ْﻟﻌَﺎ َ ﻦ آَﺎ ْ َﻣ .ﺪﺣُﻮرًا ْ َﺼﻠَﺎهَﺎ َﻣ ْﺬﻣُﻮﻣًﺎ ﻣ ْ َﻳ “Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka Jahannam; ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir.” (Q.S.Al-Isra’: 18) b. Da’i penting hidup dalam kesederhanaan dalam pengamalan sifat zuhud dan taqwa. Maksudnya, inilah jawaban untuk menangkal agar seorang da’i tidak memiliki sifat cinta dunia. Sifat zuhud adalah kebalikan dari sifat cinta dunia yaitu sifat yang tak silau akan dunia. Sedangkan sifat taqwa adalah sifat yang senatiasa mengingat Allah di mana pun kita berada, sehingga dengan ini kita melaksanakan semua perintahnya dan menjauhi semua larangannya. Dengan hidup sederhana seorang da’i akan tahan banting dan tegar dalam menghadapi jalan dakwah yang amat panjang dan penuh liku. Kekurangan harta, makanan, dan kondisi susah lainnya tidak akan menjadi penghalang dari semangat menegakkan kalimat Allah Swt. Sebaliknya, justru terkadang materi yang
berlebih itulah yang menjadi penyebab lemahnya semangat kita dalam tujuan dari jalan dakwah.
c. Da’i mutlak memiliki niat ikhlas dalam segala perbuatannya Maksudnya, niat ikhlas karena semata mengharapkan keridhaan Allah Swt inilah seyogyanya yang menjadi tujuan utama dari seorang da’i dalam menapaki perjalanan dakwah. Tidakkah kita ingat bahwa keberhasilan dakwah itu sejatinya adalah atas pertolongan dan keputusan Allah? Jadi pantaskah bila kita seorang da’i berjalan di jalan Allah (dakwah) tetapi niat kita bukan untuk Allah Swt?. Dengan niat ikhlas pulalah, seorang da’i tak akan silau akan dunia. Allah Swt berfirman:
َﺼﻠَﺎة ﺣ َﻨﻔَﺎ َء َو ُﻳﻘِﻴﻤُﻮا اﻟ ﱠ ُ ﻦ َ ﻦ َﻟ ُﻪ اﻟﺪﱢﻳ َ ﺨِﻠﺼِﻴ ْ َوﻣَﺎ ُأ ِﻣﺮُوا إِﻟﱠﺎ ِﻟ َﻴ ْﻌ ُﺒﺪُوا اﻟﱠﻠ َﻪ ُﻣ .ﻦ ا ْﻟ َﻘ ﱢﻴ َﻤ ِﺔ ُ ﻚ دِﻳ َ َو ُﻳ ْﺆﺗُﻮا اﻟ ﱠﺰآَﺎ َة َو َذِﻟ ”Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta`atan (ikhlas) kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (Q.S. Al-Bayyinah: 5) d. Dai haruslah selalu membina diri dengan akhlak yang mulia Maksudnya, seorang da’i sejatinya tetaplah ia manusia biasa lengkap dengan sifat kemanusiaannya yang tetap memiliki nafsu jahat dan baik serta ditambah dengan godaan dari lingkungan sekitar. Untuk itu, pembinaan diri terus menerus
dengan ilmu pengetahuan guna membiasakan diri bersikap dengan akhlak yang mulia perlu dilakukan sebab seorang da’i akan menjadi panutan bagi mad’unya. Salah satu cara membina diri dengan akhlak mulia ,da’i bisa berkaca dari kepribadian Rasul Saw, Allah Swt dalam firman-Nya:
ﺧ َﺮ ِ ن َﻳ ْﺮﺟُﻮ اﻟﱠﻠ َﻪ وَا ْﻟ َﻴ ْﻮ َم اﻟْﺂ َ ﻦ آَﺎ ْ ﺴ َﻨ ٌﺔ ِﻟ َﻤ َﺣ َ ﺳﻮَ ٌة ْ ل اﻟﱠﻠ ِﻪ ُأ ِ ن َﻟ ُﻜ ْﻢ ﻓِﻲ َرﺳُﻮ َ َﻟ َﻘ ْﺪ آَﺎ .َو َذ َآ َﺮ اﻟﱠﻠ َﻪ َآﺜِﻴﺮًا “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (Q.S. Al-Ahzab: 21)
.ﻋﻈِﻴ ٍﻢ َ ﻖ ٍ ﺧُﻠ ُ ﻚ َﻟﻌَﻠﻰ َ َوِإ ﱠﻧ ”Dan sesungguhnya kamu(muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung.”(Q.S. Al-Qalam: 4)
2. Mad’u menurut Imam Khomeini Pendapat Imam Khomeini tentang mad’u adalah ia menggolongkannya sesuai strata sosial ekonomi yakni mad’u terdiri dari golongan kaya, golongan miskin, dan pemimpin negara (pejabat). Pertanyaanya kemudian, mengapa Imam Khomeini menggolongkan mad’u dakwah atas dasar strata sosialnya? Menurut analisa penulis, penggolongan ini adalah sesuai dengan latar belakang historisitas Imam yang
pernah menjadi seorang pemimpin negara dan ayatullah. Sebagai presiden dan ulama yang kegiatannya tak jauh dari kegiatan masyarakat maka fakta sosiologis masyarakat seperti strata sosial ekonomi menjadi dasar paradigma baginya. Penggolongan mad’u dakwah ini juga sesuai dengan alquran yang telah menggambarkan suatu masyarakat tertentu terdiri dari alma’la (kaum elit sosial politik yakni pemuka masyarakat dan penguasa), al-mutrofin (elit ekonomi yakni kaum konglomerat), dan terakhir al-mustadh’afin (masyarakat golongan lemah).2 Firman Allah Swt:
ﺳ ْﻠ ُﺘ ْﻢ ِﺑ ِﻪ ِ ل ُﻣ ْﺘ َﺮﻓُﻮهَﺎ ِإ ﱠﻧﺎ ِﺑﻤَﺎ ُأ ْر َ ﻦ َﻧﺬِﻳ ٍﺮ إِﻟﱠﺎ ﻗَﺎ ْ ﺳ ْﻠﻨَﺎ ﻓِﻲ َﻗ ْﺮ َﻳ ٍﺔ ِﻣ َ َوﻣَﺎ َأ ْر .ﻦ َ ﻦ ِﺑ ُﻤ َﻌ ﱠﺬﺑِﻴ ُﺤ ْ ﻦ َأ ْآ َﺜ ُﺮ أَ ْﻣﻮَاﻟًﺎ َوَأ ْوﻟَﺎدًا وَﻣَﺎ َﻧ ُﺤ ْ وَﻗَﺎﻟُﻮا َﻧ. ن َ آَﺎ ِﻓﺮُو ”Dan Kami tidak mengutus kepada suatu negeri seorang pemberi peringatanpun, melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu berkata: "Sesungguhnya kami mengingkari apa yang kamu diutus untuk menyampaikannya". Dan mereka berkata: "Kami lebih banyak mempunyai harta dan anak-anak (daripada kamu) dan kami sekali-kali tidak akan diazab.” (Q.S. Saba’: 34-35) Dalam Q.S. Hud: 27 Allah berfirman:
ك َ ك إِﻟﱠﺎ ﺑَﺸَﺮًا ِﻣ ْﺜَﻠﻨَﺎ َوﻣَﺎ َﻧﺮَا َ ﻦ َﻗ ْﻮ ِﻣ ِﻪ ﻣَﺎ َﻧﺮَا ْ ﻦ َآ َﻔﺮُوا ِﻣ َ ل ا ْﻟ َﻤَﻠُﺄ اﱠﻟﺬِﻳ َ َﻓﻘَﺎ ﻞ ٍﻀ ْ ﻦ َﻓ ْ ﻋَﻠ ْﻴﻨَﺎ ِﻣ َ ي َوﻣَﺎ َﻧﺮَى َﻟ ُﻜ ْﻢ ِ ي اﻟ ﱠﺮ ْأ َ ﻦ ُه ْﻢ َأرَا ِذُﻟﻨَﺎ ﺑَﺎ ِد َ ﻚ ِإﻟﱠﺎ اﱠﻟﺬِﻳ َ ا ﱠﺗ َﺒ َﻌ .ﻦ َ آَﺎ ِذﺑِﻴ
2
M. Idris Abd. Shomad, Diktat Ilmu Dakwah, h. 11
ﻈﻨﱡ ُﻜ ْﻢ ُ ﻞ َﻧ ْ َﺑ
”Maka berkatalah pemimpin-pemimpin yang kafir dari kaumnya: "Kami tidak melihat kamu, melainkan (sebagai) seorang manusia (biasa) seperti kami, dan kami tidak melihat orang-orang yang mengikuti kamu melainkan orang-orang yang hina dina di antara kami yang lekas percaya saja, dan kami tidak melihat kamu memiliki sesuatu kelebihan apapun atas kami, bahkan kami yakin bahwa kamu adalah orang-orang yang dusta." (Q.S. Hud: 27).
D.
Metode Dakwah yang Efektif menurut Imam Khomeini Metode Dakwah menurut Imam Khomeini adalah:
8. Metode Dakwah melalui Majelis Ilmu Metode ini adalah prioritas paling utama dalam berdakwah menurut Imam. Terlebih gencarnya perang pemikiran oleh kaum kafir saat ini. Menurut penulis, bila pikiran umat telah dijauhkan dari pusat kajian pemikiran ilmu Islam maka yang terjadi umat Islam hanya jasmaninya Islam akan tetapi pikiran mereka bukan atas dasar pemikiran ilmu-ilmu Islam. Dakwah melalui pusat pengkajian ilmu Islam seperti ini adalah metode dakwah jangka panjang yang memusatkan kajian Islam melalui pendidikan yakni proses perkembangan individu muslim melalui meluruskan pikiran dan tindakan manusia sesuai ajaran Islam.
Di saat masyarakat menjadikan kekayaan materi sebagai prioritas dan agama hanya dipandang sebagai seremoni tidak dijadikan filter dalam mengambil keputusan dan tindakan. Ini hanya bisa terjawab oleh menyemarakkan pusat kajian ilmu Islam dengan memberikan pendidikan Islam.
2. Metode Dakwah melalui Berdialog atau Musyawarah Maksudnya,
untuk
menjembatani
keadaan
kompleksitas
dan
heterogenitas keadaan masyarakat, da’i perlu menggunakan alat yang terbaik (ahsan) yaitu melalui dialog kata kesepakatan akan ditemukan. Berdialog/musyawarah adalah metode dakwah yang telah dianjurkan dalam Islam. Firman Allah Swt:
ﻦ َ ﺤﺐﱡ ا ْﻟ ُﻤ َﺘ َﻮ ﱢآﻠِﻴ ِ ن اﻟﱠﻠ َﻪ ُﻳ ﻋَﻠﻰ اﻟﱠﻠ ِﻪ ِإ ﱠ َ ﻞ ْ ﺖ َﻓ َﺘ َﻮ ﱠآ َ ﻋ َﺰ ْﻣ َ َوﺷَﺎ ِو ْر ُه ْﻢ ﻓِﻲ ا ْﻟَﺄ ْﻣ ِﺮ َﻓِﺈذَا ”Dan bermusyawarahlah dengan mereka pada segala urusan. maka jika engkau telah membulatkan cita-cita, bertawakkallah kepada allah dan bahwasanya allah menyertai orang-orang yang bertawakkal kepada-nya.” (Q.S. Ali Imron: 159) Kemudian mengenai pendapat Imam bahwa dalam bermusyawarah kita harus mengaitkan mereka para cendekiawan, kaum intelektual, dan para pemimpin agama dan negara. Ini sesuai dengan sabda Rasul Saw yang ketika itu Ali R.a bertanya kepada Rasul Saw:
.ﻚ َ ﺳ ﱠﻨ ٌﺔ ِﻣ ْﻨ ُ ﺾ ِﻓ ْﻴ ِﻪ ِ ن َوَﻟ ْﻢ َﺗ ْﻤ ُ ل ِﻓ ْﻴ ِﻪ ا ْﻟ ُﻘ ْﺮﺁ ْ ل ِﺑﻨَﺎ َﻟ ْﻢ َﻳ ْﻨ ِﺰ ُ َا ْﻟَﺄ ْﻣ ُﺮ َﻳ ْﻨ ِﺰ. ﷲ ِ لا َ ﺳ ْﻮ ُ ﻳَﺎ َر ﺷ ْﻮ َرى َﺑ ْﻴ َﻨ ُﻜ ْﻢ ُ ﺟ َﻌُﻠ ْﻮ ُﻩ ْ ﻦ َﻓﺎ َ ﺴِﻠ ِﻤ ْﻴ ْ ﻦ ا ْﻟ ُﻤ َ ﻦ ِﻣ َ ﺟ َﻤ ُﻌ ْﻮا َﻟ ُﻪ ا ْﻟ َﻌﺎِﻟ ِﻤ ْﻴ ْ ل ِا َ َﻗﺎ ”Aku (Ali R.a) berkata: ”Ya Rasulullah, timbul beberapa urusan di antara kami yang tidak turun di alquran juga sunnahmu. Apa yang harus aku lakukan?” Nabi menjawab: ”Kumpulkan orang-orang yang pandai dari antara orang-orang mukmin, maka berundinglah dengan mereka tentang hal itu.” (H.Rr. Ibnu Abdil Barr)
3. Metode Dakwah melalui Tabligh Atau Mimbar/Berpidato Menurut penulis efek retorika/berpidato sangatlah efektif untuk memengaruhi publik. Cara ini telah dilakukan oleh para pemimpin negara di abad pertengahan dan ternyata efeknya luar biasa dalam memengaruhi publik. Melalui kata-kata yang penuh seni di hadapan publik seorang da’i mampu memengaruhi dan merubah sikap ribuan orang menuju ajaran Islam. Cara berpidato yang telah diurai Imam Khomeini bahwa dengan: menyederhanakan subjek yang sulit, berbicara kepada mad’u menurut tingkat kecerdasannya,
berhati-hati dalam menjustifikasi ucapannya, yakni
menggunakan ayat alquran, hadis, dan kutipan nasihat para ulama. Ini sesuai dengan sabda Rasul Saw:
.ﺧﺎﻃﺒﻮا اﻟﻨّﺎس ﺑﻘﺪر ﻋﻘﻮﻟﻬﻢ “Berbicaralah kamu kepada manusia menurut akal dan pikiran mereka.” (alhadis)
4. Metode Dakwah dengan Memilih Bahasan Materi Dakwah Yang Pas
Secara garis besar materi dakwah menurut Imam Khomeini yaitu: materi yang berasal dari alquran, ilmu fiqih, dan ilmu akhlak. Menurut penulis, ketiga materi ini adalah penting dibawakan di dalam berdakwah kepada masyarakat. Pertama adalah alquran sumber materi pokok untuk berdakwah. Banyak sekali pelajaran diurai di dalam alquran untuk kita ambil sebagai pelajaran. Terutama ayat-ayat alquran yang bisa kita ambil pelajaran berupa kisah-kisah nabi dan umatnya terdahulu dan kisah Nabi Muhammad Saw dalam melancarkan dakwahnya. Alquran memuat makna yang kompleks. Ia memiliki keistimewaan dapat memecahkan berbagai problem manusia di setiap zaman. Mengajarkan alquran berikut memahami maksud di dalamnya adalah sangat penting, sebab inilah yang bisa meyakinkan umat Islam dan manusia secara keseluruhan bahwa itulah sebenarnya maksud alquran itu diturunkan melalui Nabi Muhammad Saw sebagai solusi dan pedoman hidup bagi umatnya. Kedua, materi ilmu fiqih. Ilmu fiqih di dalamnya mengajarkan bagaimana tata cara kita mengamalkan ajaran Islam. Materi ini juga sangat penting untuk diurai karena bila pemahaman ilmu fiqih itu tidak ada maka berpedoman apa umat Islam mengamalkan ajaran Islam dengan benar dan sempurna?. Ilmu fiqih ini sebagai ilmu yang diurai oleh para ulama ahli fiqih yang di dalamnya diurai berasal dari alquran, hadis Nabi Saw, ijtihad para ulama, dan sebagainya guna mengajarkan umat Islam beramal yang baik
dalam ibadah maupun muamalah. Terlebih untuk menjawab realitas saat ini banyak sekali ajaran sesat yang bertebaran, mengamalkan ajaran Islam sudah jauh dari pedoman ilmu fiqih maka ilmu fiqih inilah yang bisa mengetahui sesat atau tidaknya amalan ajaran mereka. Terakhir adalah ilmu akhlak. Setelah memahami alquran dan ilmu fiqih, maka dalam pengamalan kehidupan manusia sehari-hari adalah penting mengkaji ilmu akhlak. Akhlak adalah cermin kepribadian dan yang paling pertama dilihat oleh manusia dalam bersosialisasi kepada masyarakat. Akhlak pula lah yang menunjukkan sampai di mana pengamalan ajaran Islam telah kita terapkan. Apalah artinya bila kita paham akan alquran dan ahli dalam pengamalan fiqih namun, akhlak atau prilaku kita di tengah masyarakat tak ubahnya seperti mereka yang tak pernah belajar agama Islam. Karena itu ilmu akhlak itu penting untuk diurai dalam materi dakwah.
5. Metode Dakwah melalui Tulisan (Dakwah Bil Qalam) Secara hemat penulis, tulisan juga termasuk salah satu bentuk media yang efektif. Dengan tulisan ilmu-ilmu klasik Islam dari para pemikir Islam yang telah wafat, dapat disampaikan kepada orang banyak yang ingin mengetahui tentang Islam dengan cara yang mudah dan efektif tanpa terbatasi oleh rentang waktu. Sebagaimana yang dicontohkan Imam Khomeini bahwa dalam berdakwah dengan tulisan juga perlu memerhatikan etika dalam membuat
tulisan, bahasa yang ringan, sederhana sistematis dan lain sebagainya serta tema tulisan yang diangkat adalah yang membangkitkan rasa keagamaan. Ini sejalan apa yang dijelaskan alquran:
ﻦ َﻟ ُﻬ ْﻢ َ ن َﻗ ْﻮ ِﻣ ِﻪ ِﻟ ُﻴ َﺒ ﱢﻴ ِ ل إِﻟﱠﺎ ِﺑِﻠﺴَﺎ ٍ ﻦ َرﺳُﻮ ْ ﺳ ْﻠﻨَﺎ ِﻣ َ َوﻣَﺎ َأ ْر ”Kami tidak mengutus seorang rasul pun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka.” (Q.S. Ibrahim: 4) Mengenai metode dakwah Imam Khomeini yang pernah mengirim surat kepada Michael Gorbachev yang menyeru kepada ideologi Islam. Menurut penulis, Imam melakukan ini karena mencontoh apa yang pernah Nabi Saw lakukan untuk berdakwah kepada kaum yang jauh dengan berkirim surat kepada para pemimpin negeri itu dengan cara penguraian bahasanya agak mirip dengan pembukaan surat Imam Khomeini. Surat Nabi Saw pada awal muqaddimah pun sering membuka dengan kata-kata yang santun sebelum masuk pada intinya. Metode dakwah melalui korespondensi juga metode nabi terdahulu dalam menyebarkan risalah. Termasuk kita bisa mengingat kembali sejarah Nabi Sulaiman yang mengirimkan surat berisikan ajakan kepada Islam melalui burung suruhannya kepada penguasa Ratu Bilqis.
6. Metode Dakwah kepada Para musuh Islam Ada beberapa poin penting metode dakwah melawan musuh Islam menurut Imam Khomeini yaitu: a. Melepaskan diri dari kaum munafik
Mengapa Imam Khomeini mengatakan harus melepaskan diri dari kaum munafik? Menurut penulis, ini ada kaitannya dengan keluhan yang dilontarkan oleh Imam khususnya perihal kelemahan ulama dan kaum intelektual Islam di saat ini banyak yang munafik dan bercita-cita menegakkan Islam hanya di mulut mereka saja tanpa implementasi. Dari sini, memang justru kaum munafiklah sebenarnya musuh Islam yang paling berbahaya. Ia bak musuh dalam selimut yang bisa suatu saat tiba-tiba menusuk kita dari belakang. Karena itu untuk mengenali siapa mereka yang munafik, kita bisa melihat dari apa yang dijelaskan Rasul Saw dalam sabdanya: ”Karakteristik orang munafik itu ada tiga yaitu bila ia berbicara dusta, bila ia berjanji ingkar, dan bila ia diberi amanat ia khianat.” (alHadist)
b. Merangkul kaum cendekiawan dan ilmuwan Islam untuk bersama membela Islam. Maksudnya, dalam menyusun kekuatan Islam kita bersatu dengan kaum yang berilmu sehingga dengan pikiran cemerlang mereka itu sangat berarti dalam merencanakan strategi Islam untuk melawan musuh Islam. Merangkul
kaum
intelektual
adalah
cara
mencari
petunjuk
sebagaimana dalam sabda Rasul Saw yang diriwayatkan oleh Al-Mawardi dalam kitab Adabud Dunya Wat Din:
اﺳﺘﺮ ﺷﺪوا اﻟﻌﺎﻗﻞ ﺗﺮﺷﺪوا وﻻﺗﻌﺼﻮﻩ ﺗﻨﺪﻣﻮا
”Mintalah petunjuk kepada orang yang berakal, supaya kamu mendapat petunjuk. Dan janganlah kamu mendurhakainya. Jika kamu mendurhakainya kamu akan menyesal.”
c. Jangan berhati lembut, berlapang dada, tunduk, dan memberi peluang turut campur dalam urusan umat kepada para musuh Islam. Maksudnya, sikap inilah yang sebenarnya yang telah diajarkan Islam dalam melawan musuh Islam. Karena bila kita berhati lemah lembut, berlapang dada kepada mereka, kita akan tak bisa membendung pergerakan musuh Islam yang hendak menghancurkan Islam baik secara nyata atau tidak. Firman Allah:
...ﺣﻤَﺎ ُء َﺑ ْﻴ َﻨ ُﻬ ْﻢ َ ﻋﻠَﻰ ا ْﻟ ُﻜﻔﱠﺎ ِر ُر َ ﺷﺪﱠا ُء ِ ﻦ َﻣ َﻌ ُﻪ َأ َ ل اﻟﱠﻠ ِﻪ وَاﱠﻟﺬِﻳ ُ ُﻣﺤَ ﱠﻤ ٌﺪ َرﺳُﻮ ”Nabi muhammad saw ialah rasul allah. dan orang-rang yang bersama dengannya bersikap keras dan tegas terhadap orang kafir yang (memusuhi islam), dan sebaliknya berkasih sayang serta belas kasihan sesama sendiri (umat islam).” (Q.S. Al-Fath: 29) Kemudian mengapa Imam Khomeini berpendapat kita jangan memberi peluang kepada musuh Islam untuk turut campur dengan urusan kita? Menurut penulis ini lagi-lagi sesuai dengan historisitas apa yang telah dialami oleh Imam Khomeini bahwa sejarah di Iran sebab meletusnya Revolusi Islam Iran adalah karena menyusupnya kaum kafir ke negeri itu
dan berani turut campur dalam semua masalah (intervensi) sehingga nilainilai Islam hampir akan diberangus oleh rezim penguasa Iran saat itu. Ini pula kiranya kelemahan umat Islam di era menurut penulis. Betapa kita mau diintervensi asing mengorbankan prinsip negara dan agama demi mendapatkan bantuan dari mereka? Ini banyak terjadi di negeri muslim saat ini, khususnya di negeri kita Indonesia yang mayoritas muslim. Karena itu perlulah kita bersikap tegas terhadap musuh Islam.
d. Jadikan pusat kajian ilmu Islam sebagai pusat memecahkan masalah. Maksudnya, dengan melalui kajian atau pendidikan ilmu Islamlah sebuah pemecahan problema Islam akan ditemui. Melalui pendidikan ilmu Islam internalisasi pemikiran Islam akan terjadi dan ia menjadi sumber referensi berpikir dan bertindak dalam segala sesuatu oleh setiap muslim yang mengkaji ilmu Islam itu sehingga melahirkan kekuatan prinsip dalam beragama. Bila prinsip agama telah kuat maka insya Allah dapat dipastikan umat Islam tak akan gentar melawan para musuh Islam.
e. Da’i haruslah berani, jauhi sifat cinta dunia, dan selalu waspada akan pergerakan musuh. Maksudnya, pembawaan pribadi seorang da’i adalah tolak ukur keberhasilan dalam melawan para musuh Islam. Karena itu sikap yang
perlu dikedepankan oleh da’i dalam menghadapi musuh ia harus berani dan selalu waspada akan gerak-gerik musuh seperti yang dicontohkan Rasul Saw ia bersikap keras dan tegas pada kaum kafir yang memerangi Islam.. Selanjutnya jauhi sifat cinta dunia karena ini adalah sumber penggoda yang
paling
kuat
yang
dapat
memberi
kemungkinan
malah
menghancurkan Islam. Rasul Saw bersabda:
م اذا. ﻗﺎل رﺳﻮل اﷲ ص،ﻋﻦ اﺑﻰ هﺮﻳﺮة رﺿﻰ اﷲ ﻋﻨﻪ ﻗﺎل ﻋﻈّﻤﺖ اﻣّﺘﻰ اﻟﺪّﻧﻴﺎ ﻧﺰﻋﺖ ﻣﻨﻬﺎ هﻴﺒﺔ ﻻﺳﻼم ”Dari Abu Hurairah R.a, Rasulullah Saw bersabda, ”Jika umatku sudah mengagungkan dunia, maka tercabutlah dari mereka kehebatan Islam.” (H.R. Hakim dan Tirmidzi) 7. Metode Dakwah dengan Memanfaatkan Media Komunikasi Maksudnya, Imam Khomeini hendak menyampaikan media komunikasi terutama media massa adalah sangat efektif untuk membentuk pemikiran dan memengaruhi khalayak banyak. Media komunikasi seperti radio, televisi, kaset, dan sebagainya adalah juga termasuk media dakwah untuk menyampaikan materi dakwah di dalam teori ilmu dakwah. Pertanyaannya kemudian, apakah yang membuat Imam Khomeini sampai berpikir tentang metode dakwah melalui komunikasi massa? Imam
Khomeini adalah seorang pemimpin yang pernah hidup di abad modern yakni abad 20-an. Jadi pantaslah ia mengetahui dan menyaksikan betapa media komunikasi massa di samping efek positifnya ia juga dipergunakan untuk jalan yang sesat oleh para musuh Islam. Kini, media komunikasi massa tanpa terbatasi oleh ruang, jarak, dan waktu sebuah pesan dapat tersebar dalam sekejap dan serentak. Sayangnya seiring dengan kecanggihan teknologi komunikasi informasi kini ternyata umat Islam dan seluruh manusia dihadapkan pada rencana dan propaganda sesat yang tanpa sadar kita semua terpengaruh karenanya. Oleh karena itu, memang benar apa yang dikatakan Imam, hendaknya kita memelihara media komunikasi massa ini diarahkan ke arah yang bermanfaat untuk kemajuan Islam dan negara. Namun, menurut penulis dalam kondisi saat ini media massa banyak dikuasai oleh kaum kafir, karena itu umat Islam bisa menguasai media ini dengan menggerakkan perekonomian kita mengingat media komunikasi massa perlu materi yang tak sedikit. Atau minimal jadi pemain di balik media massa dalam mengisi dan memberi pilihan tontonan, hiburan, dan pendidikan yang bermutu dan islami melalui media massa bagi masyarakat. Wallahu a’lam bis showab.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Dari pembahasan yang telah dibahas dapatlah disimpulkan bahwa: 1. Pemikiran dakwah Imam Khomeini, ternyata sangatlah sejalan dengan teori yang tertera dalam ilmu dakwah, dalil alquran, dan as-sunnah. Dalam ilmu dakwah kita bisa menilik penjelasan mengenai unsur-unsur dakwah. Imam Khomeini telah menjelaskan hampir semua komponen unsurunsur dakwah, terutama mengenai da’i yang paling banyak ia kemukakan. Selain itu tentang mad’u atau objek dakwah, materi dakwah, dan beragam metode dakwah, dan lain sebagainya. Pemikiran dakwah Imam Khomeini juga sesuai dengan ayat-ayat alquran dan sunnah rasul. Dari data yang didapati, setelah dikaitkan dengan apa yang tertera dalam alquran dan sabda serta perbuatan dakwah Nabi Muhammad Saw, adalah sejalan apa yang dilakukan oleh Imam Khomeini. Dengan demikian bisa dikatakan pemikiran dakwah Imam Khomeini adalah bersandar dari alquran dan hadis Nabi Saw. Selain itu, pemikiran dakwah Imam hingga merambah pada ilmu komunikasi kontemporer. Meski tidak secara teoritis Imam menjelaskannya namun dari
93
peringatan Imam bahwa sangat efektifnya media komunikasi dalam memengaruhi opini publik, secara praktis ini menandakan pemikiran beliau sangat sesuai dengan era komunikasi yang semakin modern ini. 2.
Metode dakwah yang efektif menurut Imam Khomeini ternyata sangat kompleksitas dan ia bisa diterapkan untuk kegiatan dakwah saat ini. Di antaranya metode pendidikan di majelis ilmu yang sesuai dengan kondisi masyarakat saat ini yang dijauhkan atau apatis terhadap pendidikan Islam. Metode berdialog/musyawarah sesuai dengan kondisi saat ini yang banyak permasalahan
timbul
hanya
karena
adanya
kurang
komunikasi/bermusyawarah. Metode tabligh/pidato adalah sesuai dengan teori retorika yang bisa memengaruhi khalayak dengan seni bicara yang bagus. Metode memilih materi dakwah yang pas adalah sesuai dengan kondisi masyarakat khususnya Indonesia yang beragam. Pemilihan materi yang pas untuk kondisi masyarakat memang perlu diperhatikan. Metode dakwah melalui tulisan adalah penting terutama saat ini perkembangan media massa cetak sangat dinamis dan menarik. Metode dakwah kepada para musuh Islam dijelaskan Imam sangat detail. Ini bisa dijadikan sandaran dalam berstrategi di saat fitnah terhadap Islam di era kini semakin kuat. Dan terakhir metode menggunakan media komunikasi inilah metode dakwah yang saat ini sedang berkembang bahwa media komunikasi sebagai alat memegaruhi opini public secara efektif.
B. Saran-Saran 1. Disebabkan penelitian ini terkait dengan dokumen data dari Kedutaan Besar Republik Islam Iran sebagai penyedia informasi tentang negerinya dan tokoh besar negara Iran, alangkah baiknya pihak Kedutaan Besar Iran khususnya untuk Indonesia lebih banyak lagi menerjemahkan buku-buku karya Imam Khomeini diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia agar dalam meneliti kiprah dan pemikiran tokoh Imam Khomeini yang mewarnai kondisi perpolitikan di dunia internasional dengan warna Islam bisa menemukan intisari hingga ke akarnya mengenai sosok ulama berpengaruh yang pernah hidup di abad dua puluh ini. 2. Bagi para intelektual muslim dan para cendekiawan muslim Indonesia hendaknya mengkaji lebih lanjut pemikiran dakwah Imam Khomeini yang penuh makna dan semangat perjuangan dakwah ini, sehingga bisa memanfaatkan,
memodifikasi atau melengkapi kembali pemikiran Imam
tersebut untuk dikaitkan pada sistem dakwah islamiyah yang selama ini telah berjalan, baik dalam tataran teoritis atau praktis. Guna penyebaran pesan dakwah bisa menuju arah yang lebih transformatif. 3. Kepada para da’i dan para aktivis dakwah bisa menerapkan dan mencontoh kiprah dan semangat juang yang besar terhadap Islam dari sosok Imam Khomeini
4. Kepada umat Islam khususnya umat Islam di Indonesia, pemikiran dakwah Imam Khomeini ini dapat dijadikan sebagai alternatif referensi bila kita hendak keluar dari krisis dan menjadi umat yang terbaik (khairu ummah).. DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Taufik et all, 2003, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam: Pemikiran dan Peradaban, Jakarta: PT Ikhtiar baru Van Hoove Alison, Sandy peny. , 2000, Pesan Sang Imam, Bandung: Al-Jawad Publisher A. Machfoeld, Ki Moesa, 2002, Filsafat Dakwah: Ilmu Dakwah dan Penerapannya, Jakarta: Bulan Bintang Arifin, M., 1993, Psikologi Dakwah Suatu Pengantar Studi, Jakarta: Bumi Aksara Aziz, Moh Ali, 2004, Ilmu Dakwah, Jakarta: Prenada Media Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, 1999, Ensiklopedi Islam 3, Jakarta: Pt. Ichtiar Baru Van Hoeve Fibri, Rommy , Mendiang Khomeini Tinggal di Rumah Sederhana, artikel diakses pada 7 Maret 2008 di http://www.liputan6.com/luarnegeri/?id=148058. H, Lukman , Matahari Iran yang Menerangi Dunia: Imam Khomeini, Majalah Hidayah, (Maret 2005) Http://en.wikipedia.org/wiki/Imam Khomeini Islamic Cultural Center, t.t, Imam Khomeini: Pandangan, Hidup, dan Perjuangan, Jakarta: Al-Huda Imam Khomeini Qs: Pemimpin Revolusi, artikel diakses 7 Maret 2008 dari http://www.telagahikmah.org/main/jejak/007.htm J. Moleong, Lexy, Rosdakarya
2004, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja
K. Denzin, Norman dan Yvonna, 1994, Handbook of Qualitative Research, London: Sage Publication Kedutaan Besar Iran, t.t, Republik Islam Iran: Selayang Pandang Kedutaan Besar Republik Islam Iran, Ttp.: Tpn Kedutaan Republik Islam Iran Kuala Lumpur, 1990, Warisan Imam Khomeini, Malaysia: Polygraphic Press 96 Khalil al-Qattan, Manna’, 2004, Studi Ilmu-Ilmu Quran, Bogor: Pustaka Litera AntarNusa Loren, Bagus, 1996, Kamus Filsafat, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Madjid, Nurcholis, 1997, Kaki Langit Peradaban Islam, Jakarta: Paramadina ..............ed., 1985, Khazanah Intelektual Islam, Jakarta: Bulan Bintang Maulana, Achmad dkk, 2004, Kamus Ilmiah Populer, Yogyakarta:Absolut Mayong, Jacobus Kamarlo, Menyedihkan, “Posko” Pembentukan Negara Republik Indonesia Terbengkalai, artikel diakses pada 7 Maret 2008 dari http://www.fpdiperjuangan.or.id Rahnema, Ali, ed., 1996, Para Perintis Zaman Baru Islam, Penerjemah: Ilyas Hasan, Bandung: Mizan Shihab, M. Quraish, 1999, Membumikan Alquran: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, Bandung: Mizan Syamsuddin, Fathiy, Menguatkan Peran dan Fungsi Peran Ulama, Majalah AlWa’ie, no. 80 (April 2007) Shomad, M. Idris Abd,, t.t, Diktat Ilmu Dakwah, Jakarta: Tpn Sulthon, M., 2003, Menjawab Tantangan Zaman: Desain Ilmu Dakwah; Kajian Ontologis, Epistemologis, dan Aksiologis, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Suparta, Munzier dan Efni, Harjani, ed., 2006, Metode Dakwah, Jakarta: Kencana Syukir, Asmuni., 1983, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, Surabaya: PT. AlIkhlas
Tim penyusun Kamus Pusat Bahasa, 2003, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka Warson, Ahmad, 1984, Al-Munawwir, Yogyakarta: Ponpes Al-Munawwir Yamani, 2002, Antara Al-Farabi dan Khomeini: Filsafat Politik Islam, Bandung: Mizan .............., 2002, Wasiat Sufi Ayatullah Khomeini: Aspek Sufistik Ayatullah Khomeini yang Tak Banyak Diketahui, Bandung: Mizan Yatim, Debra, ed., 1993, Kembara Tiada Berakhir: Herawati Diah Berkisah, Jakarta: Yayasan Keluarga