PEMIKIRAN DAN AKTIVITAS DAKWAH HABIB ABU BAKAR ASSEGAF (PIMPINAN YAYASAN TSAQOFAH ISLAMIYAH, BUKIT DURI, TEBET, JAKARTA SELATAN)
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I.)
Oleh Wida Maulida NIM: 106051001899
JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H./ 2011 M.
12
13
ABSTRAK
Wida Maulida (106051001899) Pemikiran Dan Aktifitas Dakwah Habib Abu Bakar Assegaf (Pimpinan Yayasan Tsaqofah Islamiyah, BukitDuri, Tebet, Jakarta Selatan)
Dakwah merupakan usaha memindahkan umat dari situasi negatif ke situasi yang positif, seperti dari situasi kekufuran kepada keimanan, dari kemelaratan kepada kemakmuran, dari perpecahan kepada persatuan, dari kemaksiatan kepada ketaatan untuk mencapai keridhaan Allah SWT. Dakwah juga merupakan suatu aktifitas yang bersentuhan dengan manusia dan kemanusiaan. Oleh karena itu, dakwah membutuhkan seorang pengarah atau da‟i yang berwawasan luas dan memiliki pemahaman yang dalam akan perangkat yang dibutuhkan. Sukses atau tidaknya dakwah tersebut, tergantung bagaimana cara da‟i menyampaikan dakwahnya. Habib Abu Bakar Assegaf adalah seorang da‟i keturunan Arab yang mampu mengeksistensikan dirinya dalam bidang dakwah ini. Tidak hanya pandai berpidato diatas mimbar, sosok Habib Abu Bakar Assegaf yang sangat tawaddhu‟ ini juga sukses membangun kiprahnya yang berdedikasi dibidang dakwah. Kegigihan dan semangatnya dalam menegakkan dakwah Islam pantas dijadikan sebuah teladan. Penulis membatasi masalah pada pemikiran dan aktifitas dakwah Habib Abu Bakar Assegaf dalam memerankan dakwah Islam di Indonesia, dari batasan tersebut merumuskan masalahnya sebagai berikut: Bagaimana pemikiran dakwah Habib Abu Bakar Assegaf? dan Apa saja aktivitas dakwah Habib Abu Bakar Assegaf ? Metode yang digunakan ialah metode deskriptif analitik dengan mencoba memaparkan atau menggambarkan tentang pemikiran dan aktivitas dakwah Habib Abu Bakar Assegaf. Penelitian ini mengambil sumber data dari hasil penelitian kepustakaan (library research), observasi dan wawancara. Dakwah Habib Abu Bakar Assegaf adalah dakwah yang mengedepankan nilainilai ketauhidan (pemantapan keimanan) dan akhlak, yang kesemuanya dilakukan dengan melalui berbagai media serta metode sebagai wadah untuk menyampaikan pemikiran dakwahnya.
14
LEMBAR PERNYATAAN
Assalamu‟alaikum, Wr, Wb Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1. Skripsi ini merupakan hasil karya murni penulis sendiri tanpa ada duplikasi dan campur tangan karya orang lain, yang penulis ajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu (S1) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta; 2. Adapun berbagai referensi dalam tulisan yang dikutip oleh penulis terhadap karya orang lain telah dicantumkan dalam footnote dan daftar pustaka; 3. Jika dikemudian hari terbukti dan terjadi hal-hal yang merugikan pihak lain, bahwa karya ini bukan hasil karya murni penulis atau merupakan hasil duplikasi dari karya orang lain, maka penulis bersedia menerima sanksi akademis yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Wassalamu‟alaikum Wr. Wb
Ciputat, 30 Maret 2011
Wida Maulida 106051001899
15
KATA PENGANTAR
Tiada kata yang patut kita lantunkan selain puji syukur kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Agung yang dengan limpahan anugerah dan nikmat yang tak terukur kepada kami selaku peneliti, sehingga dapat memulai dan menyelesaikan laporan penelitian ini. Shalawat teriring salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan baginda Nabi Besar Muhammad SWT . Amien Peneliti menyadari adanya kekurangan dan kelemahan yang melekat pada diri peneliti, khususnya pada penyelesaian skripsi ini. Namun Alhamdulillah dengan keterbatasan dan kekurangan ini akhirnya peneliti bisa menyelesaikan penelitian ini. Hal ini tidak terwujud sendirinya melainkan karena dukungan dan bantuan dari banyak pihak baik moril maupun materi, sehingga banyak ucapan terimakasih peneliti ucapkan kepada: 1. Dr. H. Arief Subhan, MA .Selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Pembantu Dekan Bid. Akademik Drs. H. Wahidin Saputra, MA, Pembantu Dekan bid. Adm. Umum Drs. Mahmud Jalal MA, Pembantu Dekan Bid. Kemahasiswan Drs. Studi Rizal LK, MA; 2. Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Drs. Jumroni, M.SI yang telah memberikan sarana dan prasarana yang baik selama peneliti berada di kampus ini;
16
3. Bapak Prof. Dr. H.M. Yunan Yusuf selaku pembimbing yang telah meluangkan waktunya
ditengah
kesibukannya
untuk
membimbing
peneliti
dalam
menyelesaikan skripsi ini dengan baik; 4. Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Ibu Hj. Umi Musyarofah, MA yang telah membantu peneliti selama masa kuliah untuk menyelesaikan nilai akademis di kampus tercinta ini; 5. Bapak, Ibu dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi sebagai penguji skripsi yang telah membimbing penulis merevisi skripsi dalam rangka penyempurnaan skripsi yang sesuai dengan konsep metodelogi dan pedoman penulisan skripsi 6. Seluruh Bapak, Ibu Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, khususnya Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam yang telah memberikan wawasan ke-ilmuan, mendidik dan mengarahkan peneliti selama peneliti berada pada masa kuliah; 7. Bapak, Ibu Pengawas Perpustakaan Utama, khususnya Perpustakaan Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah membantu peneliti dalam mencari referensi berupa buku-buku yang menunjang dalam skripsi ini; 8. Habib Abu Bakar Assegaf beserta Keluarga dan seluruh Pihak Yayasan Tsaqofah Islamiyah Bukit Duri Tebet, Jakarta Selatan yang telah membantu peneliti dalam menyediakan wadah bagi peneliti untuk melakukan penelitian ini; 9. Keluarga Tercinta, Ayahanda H. Djamaluddin, Ibunda Hj. Hindun, Umiy Maimunah dan Adik-adikku Saifullah, Mukhsein, Fathimah dan Zahrah, serta Tante-tanteku yang cantik Fauziah dan Nazilah Nuzulul Qur‟an yang telah
17
memberikan dukungan berupa materi serta do‟a yang tulus kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini; 10. Sahabat-sahabat KPI D angkatan 2006 yang telah memberi dukungan dan ikatan persahabatan menjadi kekeluargaan selama peneliti berada dimasa kuliah, kebahagiaan serta keakraban yang tidak akan terlupakan; 11. Kepada saudari-saudariku Remaja Putri MT Arridho serta Keluarga besar team KKN
RB 2009 khususnya Laskar MC (Muhasabah Cinta) yang telah
memberikan semangat, dorongan dan do‟a yang tulus kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini; 12. Serta Pihak-pihak yang telah membantu peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu namun tidak mengurangi rasa hormat dan ucapan terimakasih kepada mereka semua. Peneliti merasa perlu memberikan ucapan Jazakumulloh khoir khoirul Jaza‟ (semoga Allah membalas jasa-jasa kalian dengan semulia-mulia balas jasa) dan juga ucapan terimakasih yang sebanyak-banyaknya kepada mereka yang telah peneliti sebutkan di atas, berkat dukungan, semangat, serta do‟a yang tulus kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini. Tentu saja skripsi ini jauh dari nilai kesempurnaan, namun besar harapan peneliti bahwa skripsi ini dapat memberi manfaat khususnya bagi peneliti dan umumnya bagi pembaca. Amien. Ciputat, 30 Maret 2011 Wida Maulida 106051001899
18
DAFTAR ISI
ABSTRAK ......................................................................................................................
i
LEMBAR PERNYATAAN............................................................................................
ii
KATA PENGANTAR ...................................................................................................
iii
DAFTAR ISI ..................................................................................................................
vii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ....................................................................................
1
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah ................................................................
5
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ..........................................................................
5
1.4 Metode Penelitian ..............................................................................................
6
1.5 Tinjauan Pustaka ...............................................................................................
8
1.6 Sistematika Penulisan ........................................................................................
10
BAB II TINJAUAN TEORI 1.1 Pengertian Pemikiran ........................................................................................ 1.2 Pengertian Aktivitas .......................................................................................... 1.3 Dakwah Islam 1.3.1 Pengertian Dakwah ....................................................................................... 1.3.2 Tujuan Dakwah ............................................................................................. 1.3.3. Unsur-unsur Dakwah .................................................................................... 1.3.4. Pengertian Habib ...........................................................................................
12 15 17 19 24 29
BAB III BIOGRAFI HABIB ABU BAKAR ASSEGAF DAN SEJARAH PERKEMBANGAN YAYASAN TSAQOFAH ISLAMIYAH 1.1 Latar Belakang Kehidupan dan Keluarga Habib Abu Bakar Assegaf .............. 1.2 Gamabaran Umum Perkembangan yayasan Tsaqofah Islamiyah ..................... 1.3 Peralihan Majelis Taklim Menjadi Yayasan Tsaqofah Islamiyah .....................
35 40 45
19
BAB IV PEMIKIRAN DAN AKTIVITAS DAKWAH HABIB ABU BAKAR ASSEGAF 1.1. Pemikiran Dakwah Habib Abu Bakar Assegaf 1.1.1. Pengertian Dakwah .................................................................................... 1.1.2. Da‟I ............................................................................................................ 1.1.3. Mad‟u ......................................................................................................... 1.1.4. Maudhu‟(Materi) Dakwah ......................................................................... 1.1.4. Wasilah (Media) Dakwah ....................................................................... 1.1.5. Thoriqoh (Metode) Dakwah ................................................................... 1.1.6. Atsar (Efek) Dakwah .............................................................................. 1.2. Aktivitas Dakwah Habib Abu Bakar Assegaf .............................................. 1.2.1. Bidang Pendidikan ................................................................................... 1.2.2. Ceramah Agama ....................................................................................... 1.2.3. Bidang Kaderisasi .................................................................................... 1.2.4. Bidang Sosial ...........................................................................................
48 51 55 57 60 63 65 66 67 71 73 76
BAB V PENUTUP 1.1. Kesimpulan ......................................................................................................... 1.2. Saran ...................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA Lampiran-lampiran
78 80
20
BAB I PENDAHULUAN
ِ ِA. LATAR BELAKANG MASALAH Islam masuk ke Indonesia pada tahun 30 H di zaman khalifah Utsman bin Affan.1 Kemudian dari hasil seminar masuknya islam ke Indonesia yang diselenggarakan dari tanggal 17-20 maret 1963 dikota Medan, dihasilkan beberapa keputusan, diantaranya bahwa masuknya Islam di Indonesia pertama kali pada abad pertama hijriah (antara abad VIII dan IX Masehi).2 Masuknya Islam ke Indonesia dengan berbagai cara, mulai dari cara berdagang, pernikahan dengan warga Indonesia dan dengan dakwah sendiri. Dalam ajaran Islam, dakwah merupakan suatu kewajiban yang dibebankan oleh agama kepada pemeluknya. Dakwah juga merupakan satu bagian yang pasti ada dalam kehidupan ummat beragama. Kewajiban dakwah didasarkan atas suatu ajaran bahwa Islam adalah agama risalah untuk ummat manusia seluruhnya.
Sedangkan ummat Islam merupakan pelaksana
amanat untuk menentukan risalah dengan dakwah, baik kepada ummat Islam itu sendiri maupun kepada ummat lainnya sesuai dengan kemampuan mereka masing-masing. Usaha untuk menyebarluaskan dan merealisasikan ajaran Islam di tengah-tengah kehidupan ummat adalah merupakan usaha dakwah yang dalam keadaan bagaimanapun 1
Al-habib Alwi bin Thohir Al-Hadad, Sejarah Masuknya Islam Di Timur Tengah, (Jakarta: Lentera, 2001) hlm.150 2 Dr. Muhammad Hasan Al-aydrus, Penyebaran Islam di Asia Tenggara, (Jakarta: lentera, 1996) hlm.53
21
dan dimanapun harus dilakukan oleh ummat Islam, baik kepada ummat yang sama maupun kepada umat yang lainnya, ataupun selaku perorangan maupun kolektif sesuai dengan kemampuan masing-masing. Sebagaimana firman Allah swt: ِﻛُﻧْﺗُﻢْ ﺨَﻳْﺮَﺍُﻣﱠﺔٍ ﺍُﺨِْﺮﺟَﺖْ ﻠِﻠﻨﱠﺎ ﺲِ ﺘَﺄْ ﻤُﺮُﻮْﻦَ ﺒِﺎﻠْﻤَﺄْ ﺮُﻮْﻒِ ﻮَﺘَﻧْﻬَﻮْﻦَ ﻋَﻥِﺍﻠْﻤُﻧْﻛَِﺮﻮَﺘُﺆْﻤِﻧُﻮْﻥَ ﺒِﺎﷲ Artinya: Kamu adalah sebaik-baik ummat, dilahirkan untuk (kemaslahatan) manusia, kamu mengajak kepada kebaikan, dan kamu mencegah dari kemungkaran serta kamu beriman kepada Allah swt (QS. Ali Imran: 110). Secara tidak langsung ayat diatas memerintahkan kepada kita sebagai seorang muslim untuk berdakwah, yaitu dengan memberikan sebuah nasihat-nasihat atau fatwafatwa yang baik, yang menghindarkan manusia dari berbuat kemungkaran. Amar ma‟ruf nahi mungkar adalah syarat mutlak bagi kesempurnaan dan keselamatan hidup bermasyarakat. Ini adalah kewajiban dari pembawaan fitrah manusia sebagai makhluk sosial dan kewajiban yang ditegaskan oleh risalah, kitabullah dan sunnah rasul.3 Mengenai pelopor dakwah Islam nusantara, terdapat beberapa teori yang dikemukakan oleh para ahli, sebagaimana dikatakan oleh Prof. Dr. Muhammad Alwi Shihab ”bahwa teori pertama, mengatakan pelopor dakwah Islam pertama dari Persia.
3
M. Natsir, Fiqhud Dakwah, (Jakarta, Media Dakwah, 2000), hlm. 109.
22
Teori kedua mengatakan bahwa, pelopor dakwah Islam pertama dari India. Teori ketiga, mengatakan bahwa pelopor dakwah Islam adalah dari Arab.”4 Namun Alwi Shihab, lebih lanjut menyimpulkan bahwa diatara ketiga teori diatas yang memiliki argumentasi paling kuat adalah teori ketiga, yang mengatakan bahwa pelopor dakwah Islam pertama di nusantara adalah dari Arab. Bukti yang memperkuat kesimpulan ini adalah tulisan orientalis mengenai keberadaan orang-orang Arab di wilayah nusantara. Diantaranya, Van Leur, yang Mengatakan bahwa terdapat berbagai indikasi yang mengesankan adanya perkampungan-perkampungan atau keluarga besar Arab dipantai barat Sumatra sejak tahun 674M.5 Mengenai “pembawa” Islam pertama dinusantara, Prof. Azyumardi Azra, mengemukakan “teori Arab” yang mengatakan bahwa penyebaran Islam di nusantara dibawa langsung dari Arabia, yang juga disepakati oleh sebagian ahli di Indonesia. Bahkan dalam seminar yang diselenggarakan pada tahun 1969 dan 1978, tentang kedatangan Islam ke Indonesia, mereka menyimpulkan bahwa: Islam datang dari Arabia, tidak dari India, tidak pada abad ke-12 atau ke-13, melainkan dalam abad pertama hijriah atau abad ke-7 masehi.6 Merupakan sebuah kenyataan bahwa Islam datang dengan cara damai, tanpa kampanye atau dukungan pemerintah. Dakwah Islam kemudian dilanjutkan oleh para da‟i keturunan Arab. Ahmad Syalabi mengatakan bahwa perkembangan Islam menjadi
4
Alwi Shihab, Islam Sufistik: Islam Pertama Dan Pengaruhnya Hingga Kini Di Indonesia, (Bandung: Mizan, 2001), hlm. 8 5 Ibid, Alwi Shihab, hlm. 13 6 Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII (Bandung: Mizan, 1999), hlm. 2
23
jelas pada abad ketiga belas melalui para dai yang terkenal dengan gelar wali songo, kebanyakan dari mereka berasal dari keturunan Arab. Masyarakat keturunan Arab di Indonesia tidak dapat disamakan dengan orang asing lain seperti, orang Cina dan Eropa. Orang-orang Arab bukan saja beragama Islam, akan tetapi mereka juga mempunyai faktor yang menyebabkan mereka dekat dengan orang Indonesia.7 Ketika terjadi proses asimilasi baik sosial maupun budaya antara masyarakat pribumi dengan masyarakat keturunan Arab, mulailah dibentuk sebuah kelembagaan yang pada intinya adalah menampung aspirasi masyarakat keturunan Arab. Salah satu da‟i keturunan Arab yang mampu mengeksistensikan dirinya dalam bidang dakwah ini profilnya sudah tidak asing lagi di kalangan umat Islam di Jakarta. Karena beliau adalah salah satu putra seorang ulama besar, beliau juga seorang da‟i yang sangat disegani oleh para muridnya. Tidak hanya pandai berpidato diatas mimbar, sosok Habib Abu Bakar Assegaf juga sukses membangun kiprahnya yang berdedikasi dibidang dakwah. Selain itu, beliau juga sekarang menjabat sebagai pimpinan Yayasan Tsaqafah Islamiyah dijalan Perkutut Bukit Duri - Tebet, Jakarta Selatan. Oleh karena itu, tidak diragukan lagi banyak orang beranggapan bahwa beliau adalah salah satu da‟i yang sukses dalam dakwahnya. Yayasan
Tsaqofah
Islamiyah juga merupakan salah satu dari beberapa
lembaga penyiaran Islam tertua di Jakarta. Dalam bahasa lokal sering disebut sebagai pengajiannya orang Betawi. Karena, hanya memfokuskan diri sebagai majelis ta‟lim 7
Deliar nr, Gerakan Modern Islam Indonesia 1900-1942, (Jakarta: LP3ES, 1980), hlm. 66
24
umum yang menggunakan metode pengajaran kitab kuning, kitab-kitab salaf
dan
ceramah dari para pengajar. Selain itu juga sangat aktif membuat kegiatan-kegiatan dalam menyambut setiap perayaan hari-hari besar islam. Mengingat dan melihat banyaknya aktifitas dakwah Habib Abu Bakar Assegaf sebagai pengasuh Yayasan Tsaqofah Islamiyah ini, maka penulis tertarik dan tergugah untuk mengadakan penelitian mengenai pemikiran dan aktifitas dakwah Habib Abu Bakar Assegaf sebagai pengasuh Yayasan Tsaqofah Islamiyah, Bukit Duri Tebet, Jakarta Selatan. Secara khusus, skripsi ini menitikberatkan pada penelitian yang berjudul ”Pemikiran dan Aktivitas Dakwah Habib Abu Bakar Assegaf” B. PEMBATASAN DAN PERUMUSAN MASALAH 1. Pembatasan Masalah Untuk mempermudah penulis dalam membuat skripsi ini, maka perlu adanya pembatasan masalah yang difokuskan pada kajian analisis mengenai pemikiran dan aktifitas dakwah Habib Abu bakar Assegaf. 2. Perumusan Masalah Adapun masalah yang akan penulis bahas dalam skripri ini dapat dirumuskan sebagai berikut: a. Bagaimana pemikiran dakwah Habib Abu Bakar Assegaf ? b. Apa saja aktifitas dakwah Habib Abu Bakar Assegaf ? C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
25
1. Tujuan Penelitian Tujuan yang diharapkan dari penulisan skripsi ini adalah: a. Mengetahui bagaimana pemikiran dakwah Habib Abu Bakar Assegaf ? b. Mengetahui apa saja aktifitas dakwah Habib Abu Bakar Assegaf ? 2. Manfaat Penelitian Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif bagi perkembangan keilmuan dakwah Islam, terutama tentang aktifitas dakwah Islam seorang da‟i yang sukses dan membawa peningkatan multiguna bagi ummat Islam. Sekaligus dapat menambah khazanah keilmuan dakwah Islam. Seperti aktifitas dakwah Islam Habib Abu Bakar Assegaf dengan pengalaman, pengetahuan dan motivasinya terhadap dakwah Islam. D. METODE PENELITIAN Sesuai dengan masalah yang hendak diteliti, maka metode yang penulis gunakan untuk penelitian ini adalah kualitatif yaitu suatu metode penelitian yang dihasilkan dari data-data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan merupakan penelitian ilmiah.8 Pembahasan penulisan ini menggunakan metode deskriptif analitik, yaitu dengan cara memperoleh data dengan menerangkan, memberi gambaran dan mengklasifikasikan serta menginterpretasikan data yang terkumpul secara apa adanya yang kemudian disimpulkan dengan metode berikut:
8
Lexy, J. Moelong, Metodolgi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1997), cet, ke-10, hlm. 3
26
1. Subjek dan Objek Penelitian Subjek penelitian dalam
penelitian
ini adalah Habib Abu Bakar
Assegaf. Sedangkan yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah pemikiran dan aktifitas dakwah Habib Abu Bakar Assegaf.
2. Tehnik Pengumpulan Data a. Observasi adalah pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap gejala-gejala yang diteliti.9 Yaitu dengan melakukan pengamatan secara langsung terhadap subjek penelitian. Adapun yang penulis lakukan adalah mengadakan penelitian secara langsung terhadap aktifitas pengajian dan objek yang akan diteliti, dalam hal ini bertempat di Yayasan Tsaqofah Islamiyah, Bukit Duri, Tebet, Jakarta Selatan. Pada hari Senin tanggal 09 Agutus hingga hari Rabu tanggal 13 Oktober 2010. b. Wawancara, adalah teknik dalam upaya menghimpun data yang akurat untuk keperluan melaksanakan proses pemecahan masalah tertentu yang sesuai dengan data. Data yang diperoleh dengan teknik ini adalah dengan cara tanya jawab secara lisan dan bertatap muka langsung antara pewawancara dangan narasumber. Dalam hal ini, mengingat penulis meneliti tentang seorang tokoh, maka menggunakan tenik wawancara
9
Husni Usman dan Purnomo Setiadi Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta: Bumi Aksara, 1998) cet ke.2, hlm. 54.
27
yang mendalam terhadap Habib Abu Bakar Assegaf, ustadzah Marwiyah sebagai alumni yang masih aktif mengajar di Yayasan Tsaqofah Islamiyah tersebut, Fauziah selaku murid atau santriwati dan Nur Laila Sari sebagai warga biasa atau jamaah biasa diluar lingkungan Yayasan Tsaqofah Islamiyah. c. Dokumentasi adalah pengabadian tentang suatu pristiwa penting yang mengandung keterangan penjelasan serta pemikiran tentang fenomena yang masih aktual. Dilakukan untuk memperoleh data sekunder dengan membaca buku-buku, referensi dan literatur yang relevan dengan pokok permasalahan. 3. Penentuan Lokasi Lokasi penelitian ini mengambil lokasi dikediaman Habib Abu Bakar Assegaf yang terletak persis bersampingan dengan Yayasan Tsaqofah Islamiyah tepatnya di Jl. Perkutut Bukit Duri – Tebet, Jakarta Selatan. Penelitian ini dilakukan mulai dari bulan Agustus hingga Oktober 2010.
4. Analisis Data Setelah data terkumpul, analisa dilakukan dengan teknik triangulasi, yaitu menggabungkan ketiga hasil data sementara dari observasi, dokumentasi dan wawancara. Kemudian dikumpulkan untuk dibuat kesimpulan. Kemudian data-data tersebut diolah atau direvisi kembali dengan menggunakan metode
28
deskriptif analisis, yaitu tujuannya adalah untuk membuat gambaran dalam tulisan secara ilmiah dan sistematis, faktual dan akurat.10
E. TINJAUAN PUSTAKA Penelitian sebelumnya adalah melihat buku, makalah, skripsi dan orang-orang terdahulu. Dan juga mempunyai judul dan pembahasan yang sama atau hampir sama dengan judul yang saya bahas. Maksud tinjauan pustaka ini adalah agar dapat diketahui bahwa apa yang penulis teliti sekarang tidak sama dengan penelitian skripsi-skripsi terdahulu. Namun demikian, setelah peneliti meneliti dengan baik diperpustakaan utama dan perpustakaan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN ternyata tidak terdapat skripsi atau tulisan lain tentang aktivitas dan pemikiran dakwah habib Abu Bakar Assegaf. Dengan demikian, judul skripsi penulis ini adalah merupakan studi tokoh yang terdapat persamaan dan perbedaan dengan penelitian terdahulu seperti kajian tokoh seperti: 1. PEMIKIRAN DAN AKTIVITAS DAKWAH KH. SYUKRON MAKMUN yang mengatakan bahwa seorang yang menyampaikan dakwah sesuai dengan kadar akal fikir yang didakwahi atau istilah lain disebut dengan likulli maqom maqul, disamping lewat ceramah dan lembaga-lembaga dimana beliau berada selain itu beliau juga mempunyai pengaruh yang kuat didunia politik. 2. PEMIKIRAN DAN AKTIVITAS DAKWAH USTAD JEFRI AL-BUKHARI DIKALANGAN SELEBRITIS yang mengatakan bahwa, adanya suatu ide atau gagasan yang seseorang yang dilandasi oleh Al-Quran dan Al-hadist serta
10
Jalaludin Rachmat, Metode Penelitian Komunikasi, hlm. 18
29
bercermin kepada kepribadian Rasulullah saw untuk mengajak dan merubah manusia ke jalan Allah tanpa adanya paksaan. 3. PEMIKIRAN DAN AKTIVITAS DAKWAH KH. DASUKI ADNAN yang mempunyai konsep pemikiran berdasar pada pengalaman hidup beliau dimana kemandirian ekonomi umat dan perbaikan moral generasi bangsa adalah hal utama yang mendesak, baginya memperdayakan masyarakat merupakan salah satu tujuan dakwah yang penting untuk dicapai. Ceramah adalah aktivitas pertama dan utama dalam pandangannya. 4. PEMIKIRAN DAN AKTIVITAS DAKWAH KH. HELMI ABDUL MUBIN yang mengatakan bahwa, kesinambungan antara tugas pokok seorang da‟i untuk menyampaikan kebaikan terhadap mad‟u tentang ke-Islaman yang sesuai dengan Syar‟i. Sehingga apa yang dilakukan dapat dibenarkan untuk kemudian mendapat respon aktif dengan keinginan tersebut tidaklah mudah untuk melakukan perubahan kebaikan dibutuhkan waktu yang cukup lama. 5. PEMIKIRAN DAN KIPRAH DAKWAH ANDI MAPETTANG FATWA yang mengatakan bahwa, di era yang serba praktis ini seorang da‟i harus mampu menjawab tantangan perkembangan zaman. Jika dibiarkan, maka proses penyebaran agama Islam akan tertinggal jauh sehingga akan berdampak buruk dimana umat akan melupakannya atau bahkan dibelokkan oleh orang-orang yang tidak suka dengan perkembangan Islam. F. SISTEMATIKA PENULISAN Untuk memudahkan pembahasan dan penulisan ini, maka penulis membagi dalam lima bab dengan sistematika sebagai berikut:
30
Bab I :
Pendahuluan, membahas tentang latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, metode penelitian serta sistematika penulisan.
Bab II :
Landasan Teoritis, Membahas tentang pengertian pemikiran, pengertian aktifitas, pengertian dakwah, metode dan tujuan dakwah dan pengertian habib.
Bab III :
Biografi, latar belakang keluarga dan kehidupan Habib Abu Bakar Assegaf, dakwah Habib Abu Bakar Assegaf, latar belakang pendidikan Habib Abu Bakar Assegaf, dan menjelaskan gambaran umum serta sejarah perkembangan Yayasan Tsaqofah Islamiyah.
Bab IV :
Analisis tentang pemikiran dan aktifitas dakwah Habib Abu Bakar Assegaf.
Bab V:
Penutup. Dalam bab ini dimuat kesimpulan dan saran-saran.
31
BAB II TINJAUAN TEORI
A.
PENGERTIAN PEMIKIRAN Secara etimologi, pemikiran berasal dari kata pikir yang berarti proses, cara atau
perbuatan memikir: yaitu menggunakan akal budi untuk memutuskan suatu persoalan dengan mempertimbangkan segala sesuatu yang bjaksana.11 Dr. Samsul Nizar berpendapat bahwa pemikiran adalah upaya cerdas (ijtihady) dari proses kerja akal dan kalbu untuk melihat fenomena dan berusaha mencari penyelesaian secara bijaksana.12 Dalam kamus umum bahasa Indonesia, kata “pikir” mempunyai arti (1) akalbudi, ingatan, angan-angan; dan (2) kata dalam hati, pendapat (pertimbangan). Sedangkan kata “berpikir” diartikan menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu; menimbang-nimbang dalam ingatan. “Memikirkan” artinya mencari daya upaya untuk menyelesaikan sesuatu dengan menggunakan akalbudi. “Pemikiran” adalah cara atau hasil pikir. Karena kata “pikir” berasal dari bahasa Arab yaitu fikr, tentu akan lebih utama jika merujuk pada asal usul bahasanya. Kata fikr terdiri dari huruf fa‟, kaf, dan ra‟, dari bentuk fi‟il: fakara – yufakiru, artinya “menggunakan akal untuk sesuatu yang diketahui, untuk mengungkap perkara 11
Anton M. Moeliyono, et. al. Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Bali Pustaka, 1998), hlm. 682-673. 12 Samsul Nizar, Pengantar Dasar-Dasar Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama) 2001, hlm. 6.
32
yang tidak diketahui.” Dari kata fikr, lahir pula tafkir (dari kata fakara-yufakiru), yang artinya “memfungsikan akal dalam suatu masalah untuk mendapatkan pemecahannya”. (Al-Mu‟jam Al-Wasiityh) Disiplin ilmu yang lebih intens dan membahas tentang berpikir adalah psikologi, karena erat hubungannya dengan daya-daya jiwa yang lain, seperti tanggapan, ingatan, pengertian, dan prasaan. Tanggapan memegang pranan penting dalam berpikir, meskipun merupakan syarat yang harus dalam berpikir, karena memberikan pengalaman-pengalaman dari pengamatan yang telah lampau. Pengertian, meskipun merupakan hasil berpikir dapat memberi bantuan yang besar dalam proses berpikir. Prasaan selalu menyertai pula, ia memberi keterangan dan ketekunan untuk memecahkan masalah atau persoalan. M. Ngalim Purwanto berpendapat, dalam arti sempit, abstrak-abstrak. Dalam arti luas, berpikir adalah bergaul dengan abstraksi-abstraksi. Abstraksi dalam hal ini berarti anggapan lepasnya kualitas atau relasi dari benda-benda, kejadian-kejadian dan situasi-situasi yang mula-mula dihadapi sebagai kenyataan.13 Jhon Dewey dalam Human Nature and Conduction sebagaimana dikutip oleh Fuad Baali dan Ali Wardi berpendapat bahwa berpikir adalah salah satu bentuk perbuatan manusia dan seperti perbuatan manusia lainnya, pemikiran cenderung mengikuti aturan-aturan masyarakat.14
13
M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung, Remaja Rosdakarya, 1994) hlm. 43 Fuad Baali dan Ali Wardi, Ibnu Khaldun and Islamic Thougt Styles A Social Perspective, (Boston, Massachusetts, tt), hlm. 11 14
33
G. H. Mead mengaitkan antara munculnya pikiran, akibat dari pemikiran dan proses pengambilan pranan orang lain. Menurutnya, ketika seseorang berpikir, ia sebenarnya berkomunikasi dengan “hal lain” atau “hal lain yang dilegalisir”. Berpikir sebenarnnya berasal dari cara hidup masyarakat dimana seseorang setuju atau tidak setuju terhadap argument yang diberikan lalu dikatakan masuk akal (rasional) atau tidak.15 Para ahli psikologi kontemporer sepakat bahwa proses berpikir pada taraf yang tinggi, pada umumnya melalui tahapan-tahapan berikut: 1. Timbulnya masalah (kesulitan yang harus dipecahkan) 2. Mencari dan mengumpulkan fakta-fakta yang dianggap ada sangkut pautnya dengan pemecahan masalah 3. Taraf pengolahan atau pencernaan, dalam tahap ini fakta diolah dan dicernakan 4. Taraf penemuan atau pemecahan, dalam tahap ini ditemukan cara pemecahan masalah 5. Menilai, menyempurnakan dan mencocokan hasil pencernaan.16 Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi proses pemikiran seseorang adalah17 : 1. Kemampuan seseorang dalam melihat dan memahami suatu permasalahan 2. Sesuatu yang sedang dialami dan situasi luar yang dihadapi 3. Pengalaman-pengalaman 4. Kecerdasan 15
G.H. Mead, Mind, Self And Society, (Chicago: University of Chicago Press, 1934), hlm. 152-
16
M. Ngalim Purwanto, op.cit., hlm. 46 Ibid, hlm. 47
164 17
34
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pemikiran adalah suatu keaktifan pribadi manusia untuk menemukan pemahaman atau pengertian yang dikehendaki berdasarkan fenomena-fenomena yang terjadi serta berusaha mendapatkan memberikan solusinya secara bijaksana. B.
PENGERTIAN AKTIVITAS Dalam kamus bahasa Indonesia, aktivitas dapat diartikan keaktifan. Kegiatan-
kegiatan, kesibukan atau dapat juga berarti kerja atau salah satu kegiatan kerja yang dilaksanakan oleh setiap bagian dalam suatu organisasi atau lembaga.18 Sementara itu menurut Samuel Soetito,19 aktivitas bukan hanya sekedar kegiatan tapi lebih dari itu aktivitas dipandang sebagai usaha untuk mencapai atau memenuhi kebutuhan. Pendapat Samoel Soetitoe diatas sejalan dengan pendapat Maslow dengan “Need Hierarchy Theory”-nya yang menyebutkan bahwa manusia dalam aktivitasnya termotivasi oleh sejumlah “basic need”. Kebutuhan dasar itu menurut Maslow ada lima peringkat, yaitu: 1. Kebutuhan Fisiologis 2. Kebutuhan keamanan 3. Kebutuhan terhadap rasa memiliki, dimiliki dan kasih sayang 4. Kebutuhan penghargaan 5. Kebutuhan mengaktualisasikan diri 18
Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), cet. ke-3, hlm. 17 19 Samuel Soetitoe, Psikologi Pendidikan II, (Jakarta: FEUI, 1982), hlm. 52
35
Sedangkan menurut kamus besar Ilmu Pengetahuan, kata aktivitas berasal dari kata aktif, bertindak, yaitu bertindak pada diri setiap eksistensi atau makhluk yang membuat atau menghasilkan sesuatu dengan aktivitas menandai bahwa hubungan khusus manusia dengan dunia. Manusia bertindak sebagai objek, alam sebagai objek. Manusia mengalih wujudkan dan mengolah alam. Berkat aktivitas atau cara kerjanya, manusia mengangkat dirinya dari dunia dan kemudian secara bertahap mengembangkan proses historis cultural yang bersifat khas sesuai ciri dan kebutuhannya. Ada dua jenis aktivitas: aktivitas internal dan aktivitas eksternal (eksternal, jika operasi manusia terhadap objek-objek menggunakan lengan, tangan, jari-jari dan kaki, maka pada internal menggunakan tindakan mental dalam bentuk gambaran-gambaran dinamis). Aktivitas internal merencanakan aktivitas eksternal.20 Terwujudnya dakwah bukan sekedar usaha peningkatan pemahaman keagamaan dalam tingkah laku dan pandangan hidup saja, tetapi juga menuju sasaran yang lebih luas. Apalagi pada masa sekarang ini, dakwah harus lebih berperan menuju pelaksanaan islam secara menyeluruh dalam berbagai aspek kehidupan. Dalam hadist yang diriwayatkan oleh imam Muslim: ُﻤَﻦْ ﺩَﻋﺎَ ﺍِﻠﻰَ ﻫُﺩ ًﯼ ﻜَﺎ ﻦَ ﻤِﻦَ ﺍﻷَﺠْﺮِ ﻤِﺛْﻞُ ﺍُﺠُﻮْﺮِ ﻤَﻦِ ﺍﺘﱠﺒَﻌَﻪُ ﻻَ ﻴَﻧْﻘُﺺ )ﻤِﻦْ ﺍُﺠُﻭْﺮِ ﻫِﻢْ ﺷَﻳْﺌﺎً (ﺮﻭﺍﻩ ﺍﻠﻤﺴﻠﻡ
20
Save M. Dagun, Kamus Besar Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: Lembaga Pengkajian Kebudayaan Nusantara, LPKN, 1997). Cet. ke-1, hlm. 25
36
Barangsiapa yang menunjukkan kebaikan maka baginya pahala seperti yang diperoleh orang yang telah mengikutinya dan tidak dikuangkan sedikitpun dari padanya (pengikutnya)”.21 Rumusan diatas menunjukkan sebuah kegiatan dakwah yang dilakukan para da‟i untuk menyeru kepada ajaran islam, hendaknya tidak dilakukan dengan cara kekerasan atau paksaan. Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa aktivitas adalah suatu kegiatan seseorang atau kelompok untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Dalam hal ini agar dakwah habib dapat diterima oleh masyarakat. C. Dakwah Islam 1. Pengertian Dakwah Kata dakwah berasal dari bahasa Arab, yaitu dari fi‟il madhi da‟a-yad‟uda‟watan, yang berarti menyeru, mengajak dan memanggil. Sedangkan dalam kamus umum bahasa Indonesia tertulis kata dakwah yang mempunyai arti penyiaran, propaganda.22 Sedangkan pengertian dakwah menurut istilah, mengandung beberapa arti yang beraneka ragam yang merupakan pendapat dari banyak ahli ilmu dakwah, hal ini tergantung pada sudut pandang mereka dalam memberikan pengertian kepada istilah tersebut, sehingga antara definisi menurut ahli yang satu dengan yang lainnya senantiasa terdapat berbagai perbedaan. 21
Sholeh Muslim, (Indonesia: Dar Ihya al-kutub al-Arabiyah, tth) juz II, (Kitab Al-Ilmi, bab Man sanna sunnatan hasanatan), hlm. 446 22 WJS. Purwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Putaka, 1992), hlm. 983
37
Menurut KH. Isa Anshary, “dakwah adalah menyampaikan seruan Islam, mengajak dan memanggil umat manusia agar menerima dan mempercayai keyakinan dan pandangan hidup Islam”.23 Menurut Hamzah Yakub, dalam bukunya Publisistik Islam, memberikan pengertian dakwah dalam Islam adalah, “mengajak mad‟u dengan hikmah dan mengikuti petunjuk Allah dan Rasul-Nya”.24 Begitu pula, menurut Abdul Munir Mulkhan, dakwah adalah “pemanggilan umat manusia diseluruh dunia ke jalan Allah dengan penuh kebijaksanaan dan petunjukpetunjuk yang baik dan berdiskusi dengan cara yang sebaik-baiknya. Oleh karena itu, sesuai dengan masa sekarang dakwah dapat pula diartikan sebagai “usaha menyerukan dan menyampaikan kepada perorangan dan seluruh ummat manusia didunia ini, yang meliputi amar ma‟ruf nahi munkar dengan pelbagai macam cara dan media yang diperbolehkan
akhlak
dan
pembimbing
pengalamannya
dalam
perikehidupan
bermasyarakat dan perikehidupan bernegara”.25 Quraisy shihab mendefinisikan dakwah sebagai seruan atau ajakan kepada keinsyafan atau usaha mengubah situasi kearah yang lebih baik (dari yang awalnya berprilaku buruk sampai kepada kearah keadaan yang lebih baik) dan sempurna, baik terhadap pribadi maupun masyarakat. Dakwah seharusnya berperan dalam pelaksanaan ajaran islam secara lebih menyeluruh dalam berbagai aspek kehidupan”. Dakwah tidak terlepas pada tujuan untuk memperbaiki kondisi masyarakat agar sesuai dengan ajaran Islam, seperti yang diungkapkan oleh
23
Isa Anshary, Mujahid Dakwah Pembimbing Muballigh Islam, (Bandung: Diponegoro, 1979),
24
Hamzah Yakub, Pubisistik Islam, (Bandung: CV. Diponegoro), hlm. 13 Abdul Muir Mulkhan, Ideologisasi Gerakan Dakwah, (Yogyakarta: Sipress, 1996), hlm. 52
hlm. 17 25
38
Quraisy syihab bahwa, “dakwah adalah sebagai seruan atau ajakan kepada keinsyafan atau usaha mengubah situassi yang lebih baik dan sempurna, baik terhadap pribadi maupun masyarakat”.26 Muhammad Natsir dalam tulisannya yang berjudul fungsi dakwah dalam rangka perjuangan mendefinisikan pengertian dakwah sebagai berikut: Usaha-usaha menyerukan dan menyampaikan kepada perorangan manusia seluruh umat konsep islam tentang pandangan dan tujuan hidup manusia didunia ini yang meliputi ma‟ruf dan nahi munkar, dengan berbagai macam media dan cara yang diperbolehkan dan membimbig pengalamannya dalam peri kehidupan perseorangan peri kehidupan berumah tangga (usrah), peri kemasyarakatan dan peri kehidupan bernegara.27 Berdasarkan beberapa pendapat para ahli diatas, dapat dibuat sebuah kesimpulan bahwa dakwah adalah suatu usaha untuk menyeru, mengajak dan memanggil umat manusia dengan hikmah (kebujaksanaan), untuk mengubah pandangan hidup sesuai dengan petunjuk Allah dan Rasul-Nya. 2. Tujuan Dakwah Dakwah adalah suatu aktivitas dan usaha pasti mempunyai tujuan yang hendak dicapai, sebab tanpa tujuan ini maka segala bentuk pengorbanan dalam rangka kegiatan dakwah itu menjadi sia-sia belaka. Oleh karena itu, tujuan dakwah harus jelas dan 26
Quraisy Shihab, Membumikan Al-qur‟an: fungsi dan peran wahyu dalam kehidupan Masyarakat, (Bandung; Mizan 1998), cet. ke-17, hlm. 194 27 Abd Rasyid Shaleh, Manajemen Dakwah Islam, (Jakarta; Bulan Bintang, 1986), cet ke-2, hlm. 8
39
konkrit agar usaha dakwah apat diukir keberhasilanya. Tujuan dilaksanakan dakwah adalah mengajak umat manusia kepada jalan tuhan, jalan yang benar, yaitu islam. Disamping itu, dakwah juga bertujuan untuk mempengaruhi cara berpikir manusia, cara merasa, cara bersikap dan bertindak, agar manusia bertindak sesuai dengan prinsipprinsip islam.28 Sebagaimana Allah SWT berfirman: ْ ﻮَﺍﷲۥ ﻴﺪﻋُﻮٓﺍ ْﺇﻠﻰ ﺍﻠْﺠﻧﱠﺔِ ﻮَﺍﻠْﻤَﻐْﻓِﺮَﺓِ ﺒِﺈِ ﺫ ﻧِﻪِ ے ۖ ﻮَﻴُﺒَﻴﱢﻦُ ﺀَﺍ ﻴَٰٰﺘِﻪِ ے ﻠِﻠﻨﱠﺎﺲِ ﻠَﻌَﻠﱠﻬُﻢ َﻴَﺘَﺫَ ﻛﱠﺮُﻮْﻥ Artinya: “Dan Allah menyeru kepada jalan surge dan ampunan dengan izin-Nya dan
Dia
menerangkan
ayat-ayat-Nya
kepada
manusia
agar
memperoleh
pelajaran”.(QS. Al-Baqarah: 221) Firman Allah tersebut secara jelas mengajak umat manusia agar senantiasa beramal shaleh yang akan menyebabkan seseorang memasuki syurganya Allah. Disamping itu, Allah juga mengajak manusia menuju kepada ampunan-Nya, serta jangan menuruti hawa nafsu.29 a. Tujuan Dakwah Secara Umum “Makarimal akhlak” yang membudaya dalam masyarakat adalah tujuan utama dakwah ini, pararel dengan misi besar nabi Muhammad Saw, yang diutus oleh Allah untuk menyempurnakan akhlak. Sebagaimana dengan akhlak yang mulia ini manusia akan tahu fungsinya sebagai manusia, yakni ”abdi” atau hamba Tuhan Yang Maha Esa, akhirnya berbakti kepada-Nya dan mengikuti
28
Rafiuddin dan Drs. Maman Djaliel, Prinsip dan Strategi Dakwah, (Bandung; Pustaka Setia, 1997), hlm. 32 29 Ibid, op, cit., hlm.33
40
segala perintah dan menjauhkan segala larangan-Nya. Kemudian mengakkan prinsip amar ma‟ruf nahi munkar, inilah esensi tujuan.30 Adapun menurut Didin Hafidudin dalam bukunya “Dakwah Aktual” menyatakan bahwa: “Tujuan dakwah secara umum adalah mengubah prilaku sasaran dakwah agar mau menerima ajaran islam dan mengamalkannya dalam tataran kenyataan kehidupan sehari-hari, sebaiknya yang berkaitan dengan masalah pribadi, keluarga, maupun social kemasyarakatan, agar terdapat kehidupan yang penuh dengan keberkahan samawi dan keberkahan ardhi (Al„araf: 96) mendapatkan kebaikan dunia dan akhirat serata bebas dari api neraka (QS. Al-Baqarah: 202-203).31 b. Tujuan Dakwah Secara Khusus Tujuan khusus dakwah merupakan rumusan sebagai perincian daripada tujuan umum dakwah. Tujuan ini dimaksudkan agar dalam pelaksanaan seluruh aktivitas dakwah dapat diketahui secara jelas kemana arahnya. Ataupun jenis kegiatan apa hendak dikerjakan, kepada siapa berdakwah dan dengan cara bagaimana dan sebagainya secara terperinci. Adapun tujuan dakwah yaitu: a. Mengajak
manusia yang sudah memluk agama islam untuk selalu
mengingatkan taqwanya kepada Allah SWT, artinya mereka diharapkan agar senantiasa meningkatkan kualitas ketaqwaannya. 30 31
M. Syafa‟at Habib, Buku Pedoman Dakwah, (Jakarta: Widijaya, 1982), hlm. 129 Didin Hafidudin, Dakwah Aktual, (Jakarta; Gema Insani Press, 1998), hlm. 78
41
b. Membina mental agama islam bagi mualaf. Muallaf artinya orang yang baru masuk islam dan mereka masih dikhawatirkan keislaman dan keimanannya. c. Mengajak umat manusia yang belum beriman agar beriman kepada Allah SWT (memeluk agama Islam) dengan penuh pengharapan. d. Mendidik dan mengajar anak-anak agar tidak menyimpang dari fitrahnya.32 Dalam al-qur‟an telah diceritakan bahwa manusia sejak lahir telah membawa fitrahnya yakni beragama Islam (tauhid). Disebutkan dalam AlQur‟an surah Ar-Rum: 30 yang artinya: ﻮَﺍَﻗِﻡْ ﻮَﺠْﻬَﻚَ ﻠِﻠﺪ ﱢﻴْﻦِ ﺣﻨﻴﻓًﺎ ۚ ﻓِﻂْﺮَﺖَ ﺍﷲِ ﭐﻠﱠﺘِﯽ ﻓَﻂَﺮَﺍﻠﻧﱠﺎﺱَﻋَﻠَﻳْﻬَﺎ ۚ ﻻ َ ﺘَﺒْﺪِ ﻳْﻞَ ﻠِﺧَﻠْﻖِ ﭐﷲِ ۚ ﺬ ٰﻠِﻙَ ﺍﻠﺪﱢ ﻴْﻦُ ﭐﻠْﻗَﻴﱢﻡُ ﻮَﻠٰﮑِﻦﱠ َﺍَﻜْﺛﺮَ ﺍﻠﻨﱠﺎ ﺲَ ﻻَ ﻴَﻌْﻠَﻣُﻭْﻥ Artinya: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah, tetaplah atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrahNya itu. Tidak ada perubahan fitrah Allah. Itulah agama yang lurus ttetapi kebanyakan dari mereka tidak mengetahuinya”. (Ar-Rum: 30) c. Tujuan Dakwah Dari Segi Objek Jika dilihat dari segi objek, maka tujuan dakwah itu dapat dibagi menjadi empat macam: a. Tujuan perorangan, yaitu terbentuknya pribadi muslim yang mempunyai iman yang kuat, berprilaku sesuai dengan hukum-hukum yang disariatkan oleh Allah SWT dan berakhlak mulia.
32
Asmuni Syukur, Dasar-Dasar Strategi Dakawah Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983), hlm. 56
42
b. Tujuan untuk keluarga, yaitu terbentuknya keluarga bahagia penuh ketentraman dan kasih saying antar anggota keluarga. c. Tujuan untuk masyarakat, yaitu untuk terbentukya masyarkat yang sejahtera yang penuh dengan nuansa keislaman.33 Adapun tujuan untuk masyarakat seperti dibawah ini: 1) Mengadakan koreksi terhadap situasi atau tindakan yang menyimpang dari ajaran agama 2) Mengusahakan kesehatan mental masyarakat yang sesuai dengan akhlak yang luhur 3) Mendorong kemampuan masyarakat untuk menjalankan syariat secara utuh dan tidak sepotong-potong 4) Menembus hati nurani seseorang untuk sarana membentuk masyarakat yang diridho‟i Allah SWT 5) Selalu terbuka untuk nasehat 6) Menjauhkan menusia dari segala bentuk frustasi dan kebekuan fikiran. Dengan demikian, maka sekaligus dakwah sebagai bertujuan memproses masyarakat dan setiap individu tersebut yang membentuk sesuai dengan pola yang dikehendaki Allah dan Rasul-Nya.34 d. Tujuan Dakwah dari Segi Materi
33
Drs. Mansyur Amin, Dakwah Islam dan Pesan Moral, (Yogyakarta: al-Amin Press, 1997),
hlm. 15-16 34
M. Syafaat Habib, op.cit., hlm. 132
43
Disamping tujuan-tujuan tersebutdiatas, terdapat juga pembagian tujuan dakwah yang ditinjau dari segi sudut materi dakwah, yang menurut Dr. Quraisy Shihab, materi-materi dakwah yang dikemukakan Al-Qur‟an berkisar pada tiga masalah pokok: aqidah, akhlaq dan hukum. 1) Tujuan aqidah, yaitu tertanamnya suatu aqidah keyakinan yang mantap disetiap hati seseorang, sehingga keyakinan tentang ajaran-ajaran islam itu tidak lagi dicampuri dengan rasa keraguan. 2) Tujuan akhlaq, yaitu terbentuknya pribadi muslim yang berbudi luhur dihiasi dengan sifat-sifat terpuji dan bersih dari sifat-sifat tercela.35 3) Tujuan hukum, yaitu kepatuhan setiap orang terhadap hukumhukum yang telah disyariatkan dalam agama islam. Semua tujuan diatas merupakan penunjang daripada tujuan akhir yang hendak dicapai dari sebuah proses dakwah islamiyah. Tujuan akhir dari upaya dakwah ini ialah “terwujudnya kebahagiaan dan kesejahteraan manusia lahir dan batin didunia dan diakherat dalam naungan mardhotillah”. c. Unsur-Unsur Dakwah Dakwah dalam artian mengajak manusia baik perorangan ataupun kelompok kepada agama islam, sudah barang tentu memiliki komponen-komponen didalamnya yang satu dengan yang lainnya saling terkait.
35
Drs. Mansyur Amin, op.cit., hlm. 17-18
44
Adapun unsur-unsur dakwah tersebut adalah: Da‟i, Mad‟u, Metode, Media dan Materi. Yang kesemuanya itu memiliki kedudukan masing-masing. 1. Da‟i atau Pendakwah Di Indonesia, para da‟i juga dikenal dengan sebutan lain seperti muballigh, ustadz, tuan guru dan sebagainya. Hal ini didasarkan atas tugas dan eksistensinya sama seperti da‟i. Padahal hakekatnya dakwah tiap-tiap sebutan itu memiliki kharisma dan keilmuan yang berbeda-beda dalam pemahaman masyarakat islam di Indonesia. Munculnya beberapa istilah diatas pada umumnya juga dikaitkan dengan kapasitas para da‟i itu sendiri. Hal itu tergantung dengan wacana keilmuan yang diperoleh serta latar belakang pendidikan dan pengalaman yang berbeda.36
2. Mad‟u Manusia yang menjadi audiens yang akan diajak secara kaffah, mereka bersifat heterogen, dari sudut ideology misalnya atheis, animis, musyrik, munafik, bahkan ada juga muslim, tetapi fasik atau penyandang dosa dan maksiat.
Dari
sudut
lain
juga
berbeda,
baik
intelektualitas,
statussionalitas, kesehatan, pendidikan, dan seterusnya.37
3. Maddah (materi) dakwah Maddah dakwah adalah isi pesan atau materi yang disampaikan da‟I kepada mad‟u. dalam hal ini sudah jelas bahwa yang menjadi maddah 36 37
Siti Muriah, Metodologi Dakwah Komtemporer, ( Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2000), hlm. 24 Ibid., hlm. 33
45
dakwah adalah ajaran-ajaran islam itu sendiri. Dalam hal materi dakwah, Yususf Al-Qardhawy membagi pilar-pilar agama islam secara garis besar menjadi beberapa materi yang dapat diklasifikasikan menjadi empat hal pokok, yaitu: Materi Akidah, Ibadah, Akhlak, dan Hukum.38 Sedangkan menurut M. Munir dan Wahyu Illahi dalam bukunya Manajemen Dakwah membagi materi dakwah menjadi empat bagian, yaitu: akidah, syariah, mu‟amalah dan akhlak.39
4. Metode Masalah yang didakwahkan dalam islam adalah masalah yan teramat agung dan mulia. Islam tidak memerintahkan pengikutnya dengan perkara-perkara kehidupan remeh, namun islam mewajibkan pemeluknya untuk mengabdikan hidupnya kepada Allah swt. Oleh sebab itu, metode merupakan hal yang penting bagi da‟i dalam menyampaikan pesan dakwahnya.40 Ketika membahas tentang media dakwah, maka pada umumnya merujuk pada surat An-Nahl: 125
Artinya: “Serulah manusia kepada jalan tuhan-mu dengan cara hkmah dan pelajaran yang baik dan berdiskusilah dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa
38
Yusuf Al-Qardhawy, Pengantar Kajian Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2003), Cet Ke-6,
39
M. Munir, S.Ag, M.A dan Wahyu Illahi, S.Ag, M. A. Manajemen Dakwah, hlm. 24-31 Ibid., hlm. 36
hlm. 43 40
46
yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orangorang yang mendapat petunjuk.” (Q.S. Al-n-Nahl: 125) Dalam ayat ini, metode dakwah ada tiga, yaitu: B al-Hikmah; Mu‟izhatil Hasanah; Mujadalah Billati hiya ahsan. Secara garis besar ada tiga pokok metode thariqoh dakwah, yaitu: a. Bi al-Hikmah, yaitu berdakwah dengan memperhatikan situasi dan kondisi sasaran dakwah dengan menitikberatkan pada kemampuan mereka, sehingga didalam menjalankan ajaran-ajaran islam selanjutnya, mereka tidak lagi terpaksa ataupun keberatan. b. Mau‟izatil Hasanah, yaitu berdakwah dengan memberikan nasihat-nasihat atau menyampaikan ajaran-ajaran islam dengan rasa kasih saying, sehingga nsihat dan ajaran Islam yang disampaikan itu dapat menyentuh hati mereka. c. Mujadalah Billati Hiya Ahsan, yaitu berdakwah dengan cara bertukar pikiran dan membantah dengan cara sebaik-baiknya dengan tidak memberikan tekanan-tekanan yang memberatkan pada komunitas yang menjadi sasaran dakwah.
5. Media Setelah da‟i menetapkan metode, mediapun sangat diperlukan untuk menunjang terlaksananya pesan dakwah. Penggunaan media yanag tepat akan mempengaruhi pula hasil yang akan dicapai.41
41
Ibid., hlm. 38
47
Islam adalah agama dakwah, yang artinya agama yang selalu mendorong pemeluknya untuk senantiasa aktif melakukan kegiatan dakwah. Kemajuan dan kemunduran ummat islam ini sangat berkaitan erat dengan dakwah yang dilakukannya. Maka dari itu, kita harus meletakkan bentuk-bentuk media dakwah sebagai berikut: a. Dakwah dalam bentuk Bil Lisan Dalam al-qur‟an menyebutkan bahwa dengan ahsana qaula (ucapan) dan perbuatan yang baik. :ٖٖ﴾ﺍْﻠﻣُﺴْﻠِﻣِﻴْﻦَ ﴿ﻔﺻﻠﺖ َﻮَﻤَﻦْ ﺍَﺤْﺳَﻦَ ﻗَﻮْﻻً ﻤﱢﱢﻤﱠﻦْ ﺪَﻋَﺂ ﺍِﻠﯽَ ﺍﷲِ ﻮَﻋَﻤِﻞ َﺼٰﻠِﺣًﺎ ﻮَ ﻗَﺎَ ﻞَ ﺍِ ﻨﱠﻨِﯽ ﻣِﻥ Artinya: Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal sholeh dan berkata: “sesungguhnya aku orang-orang yang menyerahkan diri” (QS. AlFushilat: 33) Dalam ayat tersebut, tidak hanya dakwah berdimensi ucapan atau lisan tetapi dengan perbuatan yang baik (uswah) seperti ucapan nabi Muhammad SAW. Yang dimaksud dakwah bil lisan adalah memanggil, menyeru kejalan Allah untuk kebahagiaan dunia akherat dengan menggunakan bahasa menusia yang didakwahi (mad‟u), sesuai dengan perbuatan keadaan manusia.
48
Bahasa keadaan dalam konteks dakwah bil lisan atau bil hal adalah segala hal yang berhubungan dengan keadaan mad‟u baik fisiologis maupun psikologis. b. Dakwah bil Qalam Dakwah bil Qolam, adalah penyampaian informasi atau pesan dakwah melalui tulisan, dapat berupa buku, majalah, surat kabar, spanduk, kaligrafi, pamphlet, bulletin dakwah dan lain sebagainya. c. Aktivitas dakwah dalam bentuk dakwah Bil Hal Dakwah bil
hal merupakan sebuah dakwah yakni metode
dakwah dengan menggunakan kerja nyata. Melihat proses kejiwaan manusia, maka sebagian kumpulan individu sudah pasti akan terkena pengaruh dari keteladanan dan taklid baik pengaruh positif maupun negative. Karena hal itu, harus memberikan pengaruh dan pengertian kepada masyarakat untuk selalu meneladani Rasulullah SAW, atau orang yang berbuat kebijakan. Islam memerintahkan agar kita mengambil contoh dari ahlul khoir (orang-orang yang berpikir) ahli kebenaran dan mereka yang berkaidah yang lurus.42 Secara tegas islam menyuruh ummatnya untuk mengambil teladan Nabi Muhammad SAW.
42
Musthafa Mansur, Teladan di Medan Dakwah, (Solo: Era Intermedia, 2000), hlm. 42
49
ﻠَﻗَﺪْ ﻛَﺎَ ﻥَ ﻠَﻛُﻢْ ﻓِﻲ ﺮَﺴُﻮْﻞِ ﺍﷲِ ﺃُﺴْﻮَﺓٌ ﺤَﺴَﻧَﺔٌ ﻠﱢﻣَﻦْ ﻛَﺎ ﻦَ ﻴَﺮْﺠُﻮْﺍﷲَ ﻮَﺍْﻠﻴَﻮْﻡَ ﺍْﻵﺨِﺮَﺓْ ﻮَﺫَ ﻛَﺮَﺍﷲَ ﻛَﺛِﻴْﺮًﺍ ﴾ٕٔ:﴿ﺍﻷﺤﺰﺍﺐ Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada kaum sekalian pada diri Rasulullah,
suri
tauladan
yang
baik
bagi
orang-orang
yang
mengharapkan ridha Allah dan hari akhir serta berdzikir kepada Allah dengan dzikir yang banyak” (QS. Al-Ahzab: 21). Sebagai seorang yang membawa misi menyampaikan ajaran islam kepada manusia, seorang juru dakwah berkewajiban meneladani Rasulullah dalam sikap yang baik (akhlaqul karimah), sekaligus berkewajiban memberikan teladan bagi mad‟unya. D. Pengertian Habib Secara bahasa, habaib itu adalah bentuk jama‟ dari kata habib. Menurut kamus bahasa Arab yang disusun oleh Maftuh Ahnan, kata habib memiliki arti yang tercinta.43 Sedangkan Ahmad Warson
Munawwir dalam Al Munawwir kamus bahasa Arab-
Indonesia, mengartikan “yang mencintai/dicintai (kekasih)”.44 M. Hasyim Assegaf dalam bukunya Derita Putra-Putri Nabi, studi historis kafaah syarifah mengatakan “bersama dengan gelar sayyid yang biasa digunakan di Malaysia dan di Indonesia, kita dapati juga gelar habib (habaib = kekasih). Kata sayyid memang digunakan masyarakat kepada keturunan Ali bin Abi Thalib r.a dan Fathimah binti Muhammad SAW.”45 Menurut Ibnu Mandzhur dalam kitab Lisanul Arab sebagaimana dikutip oleh Muhammad Abduh Yamani dalam buku yang telah 43
Maftuh Ahnan, Kamus Indonesia Arab – Arab Indonesia, (Gresik: CV Bintang Pelajar, tth),
hlm. 310 44
Ahmad Warson Munawwir, Al Munawwir Kamus Bahasa Arab-Indonesia, (Yogyakarta: Pondok Pesantren Al-Munawwir, 1984), hlm. 247 45 M. Hasyim Assegaf, Derita Putra-Putri Nabi, Studi Historis Kafaah Syarifah, (Bandung: PT. RemajaRosdakarya, 2000), cet. ke-1, hlm. 203.
50
diterjemahkan menjadi Ajarilah Anakmu Mencintai Keluarga Nabi Saw. Menulis bahasa dengan lafadz As-Sayyid digunakan untuk sebutan pemilik pekerjaan (majikan), pemilik barang, seorang bangsawan, orang yang mulia, orang yang dermawan, orang yang murah hati, orang yang memikul beban berat kaumnya, seorang suami, pemimpin dan pemuka”.46 Selanjutnya M. Hasyim Assegaf didalam bukunya yang sama mengatakan bahwa “sayyid” juga secara khusus digunakan bagi keturunan Ali dan keturunan Abu Thalib disekitar aktu yang sama dengan menggunakan gelar Syarif, yang menggambarkan Hasan dan Husein dan orangtua mereka sebagai sayyid/ sayyidah”.47 Lebih lanjut M. Hasyim Assegaf ia mengatakan di Hadramaut, gelar sayyid baru terbiasa di kalangan kaum „Alawiyyin sejak abad ke-19 (abad ke-14H). Sebelum itu, mereka bergelar Al-Habib (antara abad ke-17 dan ke-19). Dahulu, tokoh-tokoh mereka bergelar Syeikh (abad ke-11 hingga ke-17)”.48 Sedangkan Syarif dapat diartikan sebagai keturunan dari leluhur yang tersohor. Merupakan leluhur yang hebat merupakan syarat unutk diakui sebagai syarif. Menurut Syarif As-suyuthi (1445-1505) seperti dikutip oleh M. Hasyim Assegaf “Gelar Syarif digunakan di masa lebuh dini pada orang-orang yang termasuk Ahlul Bait, baik keturunan Hasan dan Husein maupun keturunan Ali bin Abi Thalib melalui putra-putra
46
Muhammad Abduh Yamani, Ajarilah Anakmu Mencintai Keluarga Nabi Saw, (Pasuruan: L‟Islam, 2002) cet. ke2, hlm. 25 47 M. Hasyim Assegaf, op. cit.,hlm . 202 48 Ibid, hlm. 203.
51
Ali yang bukan anak Fathimah, seperti Muhammad Hanafiah, atau putra-putra Ja‟far, Aqil, dan Abbas bin Abi Thalib”.49 Sedangkan kata Habib itu sendiri sama dengan sebutan ahlul bait menurut Cyril Glasse adalah istilah untuk keturunan Nabi Muhammad Saw melalui putrinya Fathimah dengan keponakan sekaligus menantunya Ali bin Abi Thalib. Pasangan suami istri dikaruniai tiga orang anak laki-laki yaitu, Hasan, Husein dan Muhsein yang meninggal ketika masih bayi. Dari Hasan dan Husein lahir keturunan syarif atau sayid yang sangat dihormati ditengah masyarakat muslim. Sampai saat ini jumlah keturunan nabi mencapai puluhan ribu. Di beberapa negara muslim, misalnya di Mesir dibentuk petugas pendaftar keturunan Nabi.50 Sedangkan Imam Jalaludin As-Suyuthi di dalam bukunya yang berjudul 105 hadits keturunan Ahl Bait mengatakan “…pendapat ini sejalan dengan penafsiran Zayid ibn Arqam didalam hadistnya yang panjang, dan Ash-Shahabiy berkesimpulan demikian berdasarkan informasi para ulama serta tabi‟in”.51 Dalam kitab Jami‟u Al-Hadist terdapat sebuah hadist yang diriwayatkan oleh imam Thabrani yang berkaitan dengan Ahl Bait, yaitu:
ْ ﺍَﺣَﺪُﻫُﻣَﺎ ﺍَﻜْﺒَﺮُﻣِﻥَ ﺍ,ِ ﺍِﻨﱢﻲْ ﺘﺎَﺮَﻙَ ﻓِﻳْﻜُﻢْ ﺍﻠﺛﱠﻗﻠَﻴْﻥ:َ ﻗَﺎَﻞَ ﺍﻠﻨﱠﺒِﻲﱡ ﺻَﻠﻰﱠ ﺍﷲُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻮَﺴَﻠﱠﻡ,ُﻋَﻥْ ﺍَﺒِﻲْ ﺴَﻌِﻴْﺪٍ ﺮَ ﺿِﻲَ ﺍﷲُ ﻋَﻨْﻪ ِﻮَﺍِ ﻧﱠﻬُﻤَﺎ ﻠَﻥْ ﻴَﻓْﺗَِﺮﻗﺎً ﺤَﺗﻰﱠ ﻴُﺮَﺪَﺍ ﻋَﻠَﻲﱠ ﺍﻠْﺤُﻮْﺾ
,ْ ﻮَﻋَﺘْﺮَﺗِﻰ ﺍَﻫْﻞِ ﺒَﻴْﺗِﻲ,ِﻣَﻣْﺪُﻮْﺪٌ ﻣِﻥَ ﺍﻠﺴﱠﻣَﺎﺀِ ﺍِﻠﻰَ ﺍَْْﻻَﺮْْﺾ ) ( ﺮﻮﺍﻩ ﺍﻠﻄﺒﺮﺍ ﻨﻰ
49 50
Ibid, hlm. 203 Cyril glasse (ed), “Ahl Bait”, Ensikopledi Islam, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1999), hlm.
14 51
Imam Jalaludin as-Suyuthi, 105 Hadist Keutamaan Ahl Bait (terj.), (Indonesia Hasyimi Press, 2001), hlm. 11
52
Artinya: “Dari abu Sa‟id r.a. Rasulullah sw bersabda: sesungguhnya aku meninggalkan kepada kalian dua perkara yang stu lebih besar dari yang lainnya: yaitu kitab yang diturunkan (dijulurkan) dari langit ke bumi dan anak keturunanku, ahlul baitku, sesungguhnya keduanya tidak akan berpisah sampai keduanya menjumpaiku kembali ditelaga syurga. (H.R. Thabrani)”52 Sedangkan diterangkan dalam kitab Riyaadusshaalihien mengenai untuk mencintai Ahli Bait.
ﻗََﺎَﻞَ ﺍﻠﻨﱠﺒِﻲﱡ ﺼَﻠﻰﱠ ﺍﷲُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻮَﺳَﻠﱠﻢَ ﻋَﻠﱢﻣُﻭْﺍ ﺍَﻮْﻻَ ﺪَ ﻛُﻢْ ﻋَﻠﻰَ ﺛَﻼَﺚِ ﺧِﺼَﺎﻞٍ ﺤُﺐﱢ ﻨَﺒِﻴﱢﻜُﻢْ ﻮَﺤُﺐﱢ ﺪِﻴْﻨَﻜُﻢْ ﻮَﺤُﺐﱢ ﺍَﻫْﻞِ ﺒَﻴْﺘ Artinya: “Bersabda Rasulullah saw, ajarkanlah anak-anak kamu, tiga perkara, yaitu cinta kepada nabimu, cinta kepada agamamu dan cinta kepada ahl baitnya”. Dalam kitab fathul mu‟in dikatakan: ٍﻮَﺣُﺴَﻴْﻦٍ ﻮَﺣَﺴَﻦ
ٍٍّ ﺍِﻦ ﱠ ﻓِﻰﺍْﻠﺠَﻨﱠﺔِ ﻨَﻬْﺭًﺍ ﻓِﻰ ﺍﻠﻠﱠﺒَﻦِ ﻠِﻌَﻠِﻲ: َﻗﺎَﻞَ ﺍﻠﻨﱠﺒِﻲﱡ ﺻَﻠﻰﱠ ﺍﷲُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻮَ ﺴَﻠﱠﻢ
Artinya: Bersabda rasulullah saw: “ sesungguhnya dalam surga ada telaga susu yang diperuntukkan bagi syyidina Ali dan anaknya (Hasan dan Husein) Dalam hadist lain yang diriwayatkan oleh Bukhari adalah : ْ ﺍَﻨَﺎ ﺳَﻴﱢﺩٌ ﻮَ ﻠَﺩِ ﻱْ ﭐَﺩَ ﻡ َ ﻮَﻻ ﻓﺨَﺮ: َﻗﺎﻞَ ﺍﻠﻨﱠﺒِﯥﱡ ﺻَﻠﻰﱠ ﺍﷲُ ﻋََﻠَﻴْﻪِ ﻮَﺳَﻠﱠﻡ Artinya: Bersabda Rasulullah saw: “ Aku adalah pemimpin anak Adam dan tidak membanggakan”. Dalam kitab Berzanji dikatakan: ِﻮَﺃَََﻜْﺮَﻢُ ﺒِﻪِ ﻣِﻥْ ﻨِﺳْﺐِ ﻁَﻬﺮﻩ ﺍﷲِ ﻣِﻥْ ﺳَﻓﺎﺡِ ﺍﻠْﺠَﺎﻫِﻠِﻴﱠﺔ Artinya: “Dan dimuliakan dengannya (Muhammad saw) atas keturunannya oleh Allah dibersihkan dari segala keburukan sifat-sifat yang jahiliyyah”.
52
Abdur Rauf bin Muhammad al-Manawi, Jaami‟u Al-Hadist, (Beirut: Darul Fiqr, 1994), juz10, hadist no: 1183/30208, hlm. 199
53
Sedangkan Muhammad Abduh Yamani dalam bukunya mengatakan “Ahli Bait adalah terdiri dari pangkal keturunan, cabang, nasab (hubungan darah) dan hubungan perkawinan. Sedangkan pangkal keturunan mereka yang bangsawan dan keluhuran mereka yang tinggi adalah penghulu makhluk seluruh alam semesta yaitu Rasulullah Saw”.53 Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa habib menurut penulis adalah suatu gelar yang diberikan kepada keturunan melalui putrinya Fathimah dan Ali binAbi Thalib, akan tetapi masyarakat Indonesia khususnya masyarakat Jakarta lebih familiar dengan panggilan Habib daripada Sayyid.
53
Muhammad Abduh Yamani, op.cit., hlm. 20
54
BAB III BIOGRAFI HABIB ABU BAKAR AS-SEGAF GAMBARAN UMUM YAYASAN TSAQOFAH ISLAMIYAH, BUKIT DURI TEBET, JAKARTA SELATAN
A. Latar Belakang Kehidupan Dan Keluarga Habib Abu Bakar As-Segaf Habib Abu Bakar Assegaf yang akrab disapa dengan Wan Bakar merupakan seorang da‟i keturunan Arab sekaligus akademisi yang sekarang masih aktif mengajar di Yayasan Tsaqofah Islamiyah Bukit Duri Tebet, Jakarta Selatan. Beliau dilahirkan di Jakarta, tepatnya didaerah Tebet yaitu pada hari Senin, tanggal 19 juni 1961. Beliau merupakan anak bungsu dari dua puluh satu bersaudara, ayahnya adalah seorang ulama besar bernama Habib Abdurrahman Assegaf (almarhum) yang akrab disapa dengan Sayyidil Walid dan ibunya bernama Hajjah Barkah (almarhumah).54 Latar belakang keluarga Habib Abu Bakar Assegaf berasal dari keluarga yang agamis, yaitu dari keluarga yang taat beribadah dan mengajarkan anak-anaknya dengan baik. Terlebih keluarganya sangat tegas dalam hal beribadah dan menuntut ilmu terutama ilmu agama, supaya kelak anak-anaknya menjadi anak yang sholeh-sholehah dan baik dari segi akhlak, sifat maupun kepribadiannya.
54
Habib Abu Bakar Assegaf, Wawancara Pribadi, (Jakarta: 12 Oktober 2010)
55
Itulah sebabnya hampir kesemua anak Sayyidil Walid banyak yang meneruskan jejak beliau yakni menjadi ulama-ulama besar dan berani mendirikan beberapa Majelis Taklim yang sangat berpengaruh bagi masyarakat sekitar hingga saat ini. Beberapa Majelis Taklim yang mereka dirikan merupakan cabang-cabang dari Yayasan Tsaqofah Islamiyah, beberapa dari mereka diantaranya55: 1. Al-Habib Muhammad bin Abdurrahman Assegaf (pimpinan Majelis Taklim dan PONPES Al-Busyro di Ceger) 2. Al-Habib Ali bin Abdurrahman Assegaf (pimpinan Majelis Taklim Al-Afaf Jakarta) 3. Al-Habib Umar bin Abdurrahman Assegaf (pimpinan Majelis Taklim dan PONPES Al-Kifahi Tsaqofi Jakarta) 4. Al-Habib Alwy bin Abdurrahman Assegaf (pimpinan Majelis Taklim Zaadul Muslim Jakarta) 5. Al-Habib Abu Bakar bin Abdurrahman Assegaf (pimpinan Yayasan Tsaqofah Islamiyah Jakarta dan Majelis Taklim Al-Busyro Citayam Bogor) Adapun kehidupan berumah tangga Habib Abu Bakar Assegaf dijalaninya bersama istri yang sangat mencintainya dengan penuh kasih sayang yaitu syarifah Hasinah yang akrab disapa dengan umi Nena. Sejak tahun 1987 ia telah setia menemani Wan Bakar hingga saat ini. Dari perkawinannya, beliau dianugerahkan tiga orang anak, yaitu dua orang putra yang bernama Hasan, Husein dan satu orang putri yang bernama Aminah.
55
Ustadzah Marwiyah, Staf Pengajar di Yayasan Tsaqofah Islamiyah, Wawancara Pribadi, (Jakarta: 18 September 2010)
56
Sebagai seorang bapak, ia sangat memperhatikan pendidikan bagi ketiga anaknya, karena menurutnya didunia ini hanya ilmu yang bermanfaatlah yang akan menyelamatkan kita dunia dan akhirat kelak. Selain itu, sebagai seorang muslim, penting mempunyai sifat-sifat keutamaan, terutama sekali muslim yang mempunyai akhlak mulia, cakap (rohani dan jasmaninya)., percaya pada diri sendiri dan berguna bagi masyarakat. Habib Abu Bakar Assegaf mengawali pendidikan formalnya dari bersekolah di SD II Bukit Duri Puteran, Jakarta Selatan selama enam tahun lalu beliau melanjutkan sekolahnya ketingkat SLTP yaitu di SMP 3 Manggarai, Jakarta Selatan. Setelah lulus dari tingkat SLTP kemudian beliau melanjutkan ketingkat SLTA. Beliau melanjutkan sekolahnya ke tingkat SLTA tepatnya di SMA 37 didaerah Kebon Baru, Tebet Jakarta Selatan. Karena hausnya akan ilmu, setelah lulus dari tingkat SLTA, beliau melanjutkan pendidikannya kembali ketingkat Universitas. Beliau melanjutkan pendidikannya dengan kuliah di Universitas Jayabaya tepatnya di jalan Ahmad Yani daerah Jakarta Utara. Sebelum menjalani pendidikan formal, beliau bersama kakak-kakaknya terlebih dahulu yang sudah aktif mengikuti pengajian-pengajian yang dipimpin oleh ayahnya sendiri. Dengan kata lain, beliau lebih banyak berguru ilmu-ilmu agama oleh ayahnya sendiri. Sehingga dalam menjalani pendidikan formal, beliau selingi atau lebih banyak mengisi waktu luangnya dengan mengikuti pengajian di majelis taklim bersama ayahnya dan kakak-kakaknya. Ketika beliau berusia 45 tahun ditinggal ayahnya tercinta
57
tepatnya pada tahun 2006. Setelah itu Yayasan Tsaqofah Islamiyah langsung dipimpin oleh beliau sampai sekarang.56 Habib Abu Bakar Assegaf dimasa mudanya adalah sosok yang paling berani menegakkan kebenaran. Ayahnya mengakui bahwa dirinya kelak akan menggantikan posisi menjadi khilafah Majelis, dan itu dibuktikan dengan kecerdasan hafalannya yang luar biasa, sebagai tokoh muda dilingkungan ulama saat itu. Beliau mengawali karir dakwah sebagai seorang guru agama di Majelis Taklim Tsaqofah Islamiyah sejak usia dua puluh satu tahun. Selain itu juga dengan memberikan ceramah-ceramah agama dalam bentuk yang paling konvensional seperti pengajianpengajian di Majelis Taklim, khuthbah dan beliau juga aktif berdakwah melalui dakwah bil khitabah yaitu dengan menulis artikel yang dipublikasikan lewat Internet. Kesemuanya ini merupakan porsi dakwah yang beliau lakukan sesuai dengan caranya sendiri.57
Baik buruknya nasib umat kelak, bergantung pada kondisi pemuda dan mahasiswa sekarang ini. Namun, potensi tinggallah potensi. Ibarat pedang yang sangat tajam; ketajamannya tidak menjadi penentu bermanfaat-tidaknya pedang tersebut. Orang yang menggenggam pedang itu-lah yang menentukannya. Pedang yang tajam terkadang digunakan untuk menumpas kebaikan dan mengibarkan kemaksiatan, jika dipegang oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Sebaliknya, jika berada di tangan orang yang bertanggung jawab, ketajaman pedang itu akan membawa manfaat.
56
Habib Abu Bakar Assegaf, Wawancara Pribadi, (Jakarta: 12 Oktober 2010) Ustadzah Marwiyah, Staf Pengajar di Yayasan Tsaqofah Islamiyah, Wawancara Pribadi, (Jakarta: 18 September 2010) 57
58
Demikian juga dengan potensi mahasiswa. Potensi yang begitu hebat itu bisa dipergunakan untuk menjunjung tinggi kebaikan, bisa juga untuk memperkokoh kejahatan dan kedurjanaan. Itulah sebabnya, begitu banyak contoh pemuda-mahasiswa yang berjasa menjadi pilar penentu kemajuan suatu peradaban, tetapi tidak sedikit di antara
mereka
yang
mengakibatkan
runtuhnya
sendi-sendi
peradaban,
dan
menghancurkan kemuliaan suatu tatanan kehidupan. Jadi, potensi yang dimiliki oleh pemuda-mahasiswa haruslah diarahkan untuk menyokong dan mempropagandakan nilai-nilai kebaikan. Seorang mahasiswa muslim tentunya akan berada di garis depan untuk membela, memperjuangkan, dan mendakwahkan nilai-nilai Islam. Seorang mahasiswa muslim tidak layak hanya berpangku tangan dan bermalas-malasan di tengah kemunduran umat yang sangat memprihatinkan ini. Seorang mahasiswa muslim jangan sampai menjadi penghalang kemajuan Islam dan perjuangan kaum muslimin. Na‟udzubillah. 58
Kefasihan dan kearifan yang kita lihat sekarang dalam kiprah dakwah Habib Abu Bakar Assegaf di Yayasan Tsaqofah Islamiyah ternyata adalah buah eksperimen dilapangan selama hidupnya. Berdekatan dengan para ulama dan Habaib yang juga merupakan kerabat dekat dari ayahnya selama puluhan tahun, membuat Wan Bakar selalu bersikap tawaddhu‟ tidak jarang dalam setiap kesempatan beliau memuji beberapa kakak-kakaknya dan seniornya yakni Ustadz Roi yang juga merupakan orang kepercayaan sekaligus murid dari Sayyidil Walid untuk turut mengajar di Madrasah. Selain itu, beliau juga pernah mengikuti beberapa organisasi, diantaranya seperti organisasi pendaki gunung (CMC: Cleap Mountain Club), Organisasi Pengkajian 58
Habib Abu Bakar Assegaf, Wawancara Pribadi, (Jakarta: 12 Oktober 2010)
59
Perbandingan Paham Agama di Mesjid Sunda Kelapa pada tahun 1982. Adapun ketika beliau di SMA mengikuti Organisasi Himpunan Pelajar SMA se-Jakarta. Dakwah adalah suatu yang menurut Habib Abu Bakar mengandung sisi rohani sebagai misi yang suci, sehingga tidak boleh tercampuri oleh motivasi duniawiyah yang bersifat semu. Kegiatan beliau hingga saat ini lebih banyak disibukkan dengan berdakwah melalui mengajar dan mengisi tausiah-tausiah di Madrasah Tsaqofah Islamiyah dan dibeberapa Majelis Taklim wilayah Jakarta dan Bogor.59 B. Sejarah Perkembangan Yayasan Tsaqofah Islamiyah Yayasan Tsaqofah Islamiyah didirikan oleh ayah dari Habib Abu Bakar Assegaf bernama Al-habib Abdurrahman Assegaf yang akrab disapa dengan Sayyidil Walid oleh para murid dan anak-anaknya. Ketika itu, beliau bertempat tinggal didaerah Bogor, tetapi sering pulang pergi ke Jakarta hanya untuk menuntut ilmu agama di Jami‟atul Khoir daerah Tanah Abang Jakarta. Kemudian, setiap selesai belajar di Jami‟atul Khoir beliau langsung berangkat lagi belajar mengikuti pengajian di Madrasah Muawwanatul Ikhwan, tepatnya didaerah Bukit Duri Tebet Jakarta Selatan. Berkat keistiqomahannya dalam menuntut ilmu dan juga rasa ta‟dzimnya yang tinggi terhadap para guru yang mengajarkannya membuat beliau diberikan kepercayaan oleh para gurunya untuk mengajar sekaligus memimpin madrasah tersebut. Madrasah tersebut diwakafkan kepada sayyidil walid untuk meneruskan dakwah guru-gurunya didaerah itu.
59
Habib Abu Bakar Assegaf, Wawancara Pribadi, (Jakarta: 12 Oktober 2010)
60
Karena Sayyidil Walid bukanlah penduduk asli di Bukit Duri tersebut sedangkan beliau harus menjalankan amanah dari para gurunya, maka beliau memutuskan untuk menikahi putri dari seorang warga yang asli bertempat tinggal didaerah tersebut yaitu ummi Hajjah Barkah tepatnya ketika usia beliau 25 tahun, semua itu beliau lakukan agar terjalin hubugan silaturrahim yang akrab dengan warga sekitar hingga akhirnya tinggalah beliau menjalankan kehidupannya didaerah itu.60 Dengan adanya akulturasi budaya akan terbentuk suatu kekuatan sosial yang menjunjung tinggi rasa dan nilai solidaritas, baik solidaritas agama, suku, persamaan nasib dan lain-lain. Terlebih lagi didorong rasa kekuatan tersebut untuk indikasi dibidang lain. Seperti tergambar dalam Majelis Taklim Tsaqofah Islamiyah ini. Dengan adanya solidaritas agama dari keturunan Arab dan kaum pribumi terealisasi hal diatas. Terbukti dengan keinginan kuat dari pengurus Majelis Taklim bekerja sama dengan penduduk setempat dan jama‟ah untuk membangun kembali majelis taklim yang terfokus lagi terarah dengan tujuan yang baik.61 Setelah menikah dan tinggal didaerah tersebut, Sayyidil Walid memulai dakwahnya tepatnya pada tahun 1935 dengan mengganti nama madrasah tersebut yang tadinya benama Muawwanatul Ikhwan menjadi Tsaqofah Islamiyah yang artinya Kebudayaan Islam. Berarti, Madrasah Tsaqofah Islamiyah adalah sekolah Kebudayaan Islam. Ketika dibawah asuhan Sayyidil Walid, ternyata banyak sekali masyarakat yang antusias untuk ikut mengaji baik tua maupun yang muda serta para orangtua yang tidak 60 61
Habib Abu Bakar Assegaf, Wawancara Pribadi, (Jakarta: 12 Oktober 2010) Habib Abu Bakar Assegaf, Wawancara Pribadi, (Jakarta: 12 Oktober 2010)
61
mau ketinggalan mendaftarkan anak-anak mereka untuk mengaji berguru kepada Sayyidil Walid. Tidak hanya di wilayah Jakarta saja peminatnya akan tetapi diluar Jakarta pun sangat banyak. Adapun pelajaran-pelajaran yang diajarkan Sayyidil Walid kepada para muridnya sangat banyak diantaranya mencakup tentang syariat-syariat Islam yang bersumber dari kita-kitab salaf karangan ulama-ulama terdahulu seperti Fiqh, Tauhid, Akhlak dan bahasa Arab beserta Nahwu dan Shorofnya. Metode pengajaran yang digunakan Sayyidil Walid adalah memberikan hafalanhafalan (mufrodat, doa-doa, muhadatsah) selain membaca kitab, dan berlatih bahasa Arab. Bagi murid yang sudah mahir dalam pelajaran bahasa Arab terutama sudah mantap pemahamannya dibidang Nahwu Shorof, mereka diwajibkan untuk belajar membaca dan memahami kitab kuning. Tsaqofah Islamiyah mengalami masa-masa kejayaan dibawah asuhan Sayyidil Walid. Ini terbukti bahwa hampir sekitar 95% murid-murid termasuk anak-anaknya yang diajarkan oleh Sayyidil Walid semuanya menjadi guru agama bahkan membuka majelis-majelis taklim, pondok-pondok Pesantren sendiri didaerah rumahnya masingmasing serta ikut menjadi pengajar di Yayasan Tsaqofah hingga mereka berkeluarga.62 Semua itu bisa terjadi karena begitu sayangnya beliau kepada para muridnya, beliau tidak hanya mengajarkan ilmu saja kepada muridnya akan tetapi selalu rajin mendoakan murid-muridnya dalam setiap ibadahnya kepada Allah SWT. Beliau yakin sebagai seorang da‟i kita diwajibkan untuk menyampaikan, mengajarkan dan 62
Habib Abu Bakar Assegaf, Wawancara Pribadi, (Jakarta: 12 Oktober 2010)
62
mengingatkan apa yang benar dan salah dari ajaran-ajaran Islam.
Adapun yang
memberikan hidayah itu adalah mutlak haknya Allah SWT. Hingga saat ini para pengajar di madrasah Tsaqofah Islamiyah mereka semua itu merupakan alumni madrasah tersebut. Para murid pun meyakini bahwa itulah keberkahan dari seorang guru yang sebenarnya yaitu mendapatkan ilmu yang bermanfaat bagi diri sendiri dan dapat mengajarkannya kepada orang lain. Dengan kata lain tujuan utama Sayyidil Walid berdakwah di Madrasah Tsaqofah ini ialah agar beliau berhasil mencetak kader-kader dakwah Islam kedepan.63 Yayasan Tsaqofah Islamiyah ini terdiri dari majelis taklim, madrasah serta kursus-kursus bahasa Arab. Majelis taklim ini terbagi menjadi Majelis taklim kaum bapak dan remaja putra yang diadakan setiap malam Selasa jam 19.00 – 21.00 WIB dan Majelis taklim kaum ibu dan remaja putri setiap hari Kamis jam 10.00 – 11.45 WIB. Adapun aktivitas di Madrasah diadakan setiap Senin- Sabtu akan tetapi setiap hari Jum‟at libur. Untuk kursus dibuka setiap Senin-Kamis jam 15.00-17.00 pada jam ini, peminatnya lebih banyak kaum perempuan dan dibanding pada jam 19.00-20.00 yang lebih banyak diikuti oleh kaum laki-laki.64 Lokasi Yayasan Tsaqofah Islamiyah ini terletak di Bukit Duri Puteran jalan Perkutut 783 RT 06/03 Tebet- Jakarta Selatan. Letak Madrasah ini sangat strategis karena berada tepat ditengah-tengah pemukiman penduduk sekitar kurang dari 800
63
Ustadzah Marwiyah, Staf Pengajar di Yayasan Tsaqofah Islamiyah, Wawancara Pribadi, (Jakarta: 18 September 2010) 64 Ustadzah Marwiyah, Staf Pengajar di Yayasan Tsaqofah Islamiyah, Wawancara Pribadi, (Jakarta: 18 September 2010)
63
meter arah utara terdapat SMK As-Syafi‟iyah, pusat perbelanjaan yaitu Pasar Bukit Duri Puteran, dan Stasiun Kereta Api Manggarai. Yayasan Tsaqofah Islamiyah ini terletak diatas tanah seluas 2.300 M2, dengan bangunan dua lantai berbentuk persegi panjang dan lebar 9 M, panjangnya hampir 30M, tinggi bangunannya kurang lebih 8 meter, terdiri dari tiga aula dilantai dasar dan tiga aula dilantai atas. Adapun dilantai dasar dilengkapi kantor, ruang pimpinan, ruang tamu, ruang dapur. Dihalaman depan Majelis Taklim dibuat tenda besar yang terbuat dari alumunium guna menampung jamaah dalam mengikuti pengajian di Majelis Taklim Tsaqofah Islamiyah yang berdatangan dari Jakarta dan sekitarnya. Bukit duri, Tebet merupakan tempat beradanya Yayasan Tsaqofah ini dikategorikan sebagai daerah yang cukup potensial untuk tempat usaha, pemukiman dan dakwah. Warganya terdiri dari para pedagang, wiraswasta, pagawai negeri dan buruh. Tingkat kepadatan penduduk cukup tinggi, banyak rumah yang dijadikan sebagai tempat usaha seperti toko/kios, karena lahan yang semakin sempit. Daerah tersebut juga sangat potensial untuk usaha demi kelangsungan hidup penduduk sekitar. Pendirian sebuah Majelis Taklim khususnya Majelis Taklim Tsaqofah Islamiyah ketika itu disamping atas dasar amanah dari para guru Sayyidil Walid dan atas dasar kondisi masyarakat sekitarnya juga berdasarkan beberapa alasan. Seperti dikemukakan oleh pimpinan Yayasan Tsaqofah Islamiyah ini yaitu Habib Abu Bakar Assegaf sebagai berikut:65 a. Mencerdaskan ummat Islam yang ada disekitar 65
Habib Abu Bakar Assegaf, Wawancara Pribadi, (Jakarta: 12 Oktober 2010)
64
b. Mengajarkan keikhlasan dan keimanan lebih terhadap agamanya c. Kurangnya lembaga penyiaran Islam diwilayah Tebet waktu itu d. Mencetak kader-kader dakwah untuk Islam kedepan Latar belakang kehidupan masyarakat Bukit Duri saat itu memang cukup memprihatinkan. Dimana situasi masyarakat masih awam dan menurunnya citra agama dalam pandangan masyarakat. Untuk lebih jelasnya dibawah ini terdapat beberapa penjelasan yang melatar belakangi pendiriannya: a. Rendahnya kepedulian masyarakat sekitar terhadap syiar agama Islam b. Belum adanya guru (Ustadz atau Kiai) yang menjadi panutan c. Masyarakat merindukan sosok seorang Habib/pengajar yang keturunan Arab d. Merosotnya dekadensi moral disekitar lingkungan tersebut Majelis Taklim Tsaqofah Islamiyah ini pertama kali didirikan langsung dibina dan dipimpin olah Sayyidil Walid Alhabib Abdurrahman Assegaf sekaligus menjadi pengajar tetap di majelisnya hingga beliau wafat pada tahun 2006 lalu. Kepemimpinan pun digantikan oleh Habib Abu Bakar Assegaf hingga kini bersama para pengajar lainnya. C. Peralihan Majelis Taklim menjadi Yayasan Tsaqofah Islamiyah Madrasah Tsaqofah Islamiyah ini pertama kali didirikan langsung dibina dan dipimpin oleh Sayyidil Walid Alhabib Abdurrahman Assegaf sebagai pengajar tetap dimajelisnya. Kemudian seiring berjalannya waktu, estafet kepemimpinan diteruskan oleh anak pertama dari Sayyidil Walid yang bernama Habib Muhammad Assegaf.
65
Selang beberapa tahun dibawah pimpinan Habib Muhammad inilah Majelis taklim Tsaqofah Islamiyah ini dialihkan menjadi sebuah Yayasan tepatnya pada tahun 1970 hingga saat ini dibawah pimpinan Habib Abu Bakar Assegaf.66 Memang mayoritas jama‟ahnya yang menghadiri Majelis taklim ini berfaham Ahli sunnah waljama‟ah. Adapun pembahasan materi-materi pengajian yang terselenggara di Majelis taklim ini menggunakan kitab salaf. Dalam hal ini menggunakan kitab-kitab kuning karangan para ulama-ulama Salaf terdahulu seperti kitab tanqihul qaul yang berisi tentang nasehat-nasehat dan wasiat keimanan dari Ulama-ulama atau Habaib terdahulu yang menjalani kehidupan sesuai dengan tuntunan Islam. Khususnya mengenai keikhlasan niat, ketaqwaan, meluruskan aqidah dan amal, mensyukuri nikmat Allah SWT, amal ma‟ruf nahi munkar, adab membaca Al-Qur‟an serta berbakti kepada kedua orangtua, guru dan lain-lainnya yang dianggap perlu untuk dicontohkan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Islam khususnya dan ummat Islam umumnya. Kitab lain yang dipakai dalam pengajian adalah: kitab sifat duapuluh kitab ini menjelaskan tentang tauhid (keesaan Allah) dan akhlak berupa nasihat-nasihat sebagai penguat keimanan manusia kepada tuhannya. Bagaimana sifat yang wajib, mustahil dan jaiz pada dzat Allah disertai dengan dalil-dalil nyata. Kemudian juga untuk meyakini datangnya pertologan-pertolongan Allah SWT kepada para hamba-Nya baik secara zhohir dan bathin. Agar manusia dapat mencapai derajat taqwa, ridha dunia dan akherat di sisi Allah SWT. Ketika kita memohon kekuatan dan Allah swt memberi kita kesulitan-kesulitan untuk membuat kita tegar.67
66 67
Habib Abu Bakar Assegaf, Wawancara Pribadi, (Jakarta: 12 Oktober 2010) Habib Abu Bakar Assegaf, Wawancara Pribadi, (Jakarta: 12 Oktober 2010)
66
Seperti halnya; ketika kita memohon kebijakan dan Allah swt memberi kita berbagai persoalan hidup untuk diselesaikan agar kita bertambah bijaksana. Ketika kita memohon kemakmuran dan Allah swt memberi kita otak dan tenaga untuk dipergunakan sepenuhnya dalam mencapai kemakmuran. Tetaplah berjuang berusaha dan berserah diri. Jika itu yang terbaik maka pasti Allah swt akan memberikannya untuk kita. Jadi, apapun yang kita terima dari Allah swt adalah yang terbaik yang Allah swt berikan.68 Kitab-kitab ini bersumber pada karangan Al-habib Usman bin Yahya dan AlHabib Abdullah bin Alwy AlHaddad seorang mujahid islam yang berasal dari Hadramaut yang hidup pada masa ke-17M. Sosok Al-Habib Abdullah bin Alwy Alhaddad ini merupakan figur yang cocok dan relevan bagi kalangan ahli sunnah wal jama‟ah, terutama yang diterapkan diYayasan Tsaqofah Islamiyah ini. Selain itu juga kitab hadist shohih Bukhari, kitab-kitab salaf lainnya yang berbahasa Arab banyak digunakan untuk menunjang keilmuan terhadap pengajian. Dengan memperhatikan perkembangan Madrasah menjadi Majelis taklim yang kemudian menjadi sebuah Yayasan sejak sejarah berdirinya hingga saat ini, penulis dapat menyimpulkan bahwa sosok Yayasan Tsaqofah Islamiyah sangat diharapkan peran dan fungsinya untuk kebutuhan rohani bagi masyarakat Jakarta khususnya dan ummat Islam umumnya sebagai sarana dalam bidang pendidikan, dakwah dan Ukhuwah Islamiyah.69
68 69
Habib Abu Bakar Assegaf, Wawancara Pribadi, (Jakarta: 12 Oktober 2010) Habib Abu Bakar Assegaf, Wawancara Pribadi, (Jakarta: 12 Oktober 2010)
67
BAB IV PEMIKIRAN DAN AKTIVITAS DAKWAH HABIB ABU BAKAR ASSEGAF
A. Pemikiran Dakwah Habib Abu Bakar Assegaf 1. Pengertian Dakwah Aktivitas dakwah awalnya merupakan tugas sederhana, yakni suatu kewajiban untuk menyampaikan apa yang telah diterima dari Rasulullah SAW. Kewajiban atas aktivitas ini sejalan dengan pemikiran Habib Abu Bakar Assegaf yang berpendapat bahwa dakwah wajib dilakukan oleh setiap orang, terlebih ketika orang tersebut sudah memahami separangkat ajaran-ajaran Islam.70 Bagi siapa yang telah memahami ajaran Islam, walaupun sedikit maka ia wajib menyampaikannya kepada orang lain. Mengenai hal ini, Habib Abu Bakar Assegaf mengatakan sebagai berikut: “Siapa pun orang yang mengatakan dirinya sebagai muslim dan sudah memiliki sedikit pengetahuan tentang agama Islam, maka dia wajib melakukan dakwah. Misalnya, seseorang yang baru menginjak dewasa kemudian ia sudah mengetahui tentang tatacara melakukan sholat lima waktu sebagai seorang muslim dia sudah mempunyai kewajiban untuk melibatkan orang lain, tentunya dengan mengajak orang untuk melakukan sholat juga. Ketika ia menjadi ketingkat dewasa dan menjadi orangtua bagi anak-anaknya, ia mempunyai saudara, sebagai seorang muslim itu sudah merupakan kewajiban yang sudah tidak dapat ditawar-tawar lagi.”71
70 71
Habib Abu Bakar Assegaf, Wawancara Pribadi, (Jakarta: 12 Oktober 2010) Habib Abu Bakar Assegaf, Wawancara Pribadi, (Jakarta: 12 Oktober 2010)
68
Akan tetapi ketika dakwah naik ketingkat yang lebih spesifik yaitu dakwah secara professional ini tidak lagi dibebankan kepada individu-individu, melainkan dakwah diberikan kepada orang-orang tertentu yang sudah sampai pada pemahaman yang lebih tinggi.72 Hal ini sejalan dengan pandangan Habib Abu Bakar Assegaf. “…ini bisa dikategorikan kepada orang-orang yang telah disebutkan dalam Al-qur‟an yaitu dikatakan sebagai salah satu kelompok (waltakum minkum), orang-orang yang sudah professional ini dakwahnya tidak lagi wajib „ain tetapi sudah wajib kifayah…” inilah yang membuat kegiatan dakwah boleh dan harus dilakukan oleh siapa saja yang mempunyai rasa terpanggil untuk menyebarluaskan nilai-nilai ajaran Islam dan juga memiliki pengetahuan yang mendalam mengenai ajaran-ajaran Islam.73 Habib Abu Bakar memberikan definisi tentang dakwah bahwa: “Dakwah adalah upaya untuk melakukan sosialisasi ajaran-ajaran islam yang harus menjadi pedoman dalam kehidupan manusia. Agar kita sebagai hamba Allah mendapatkan kebahagiaan hidup didunia dan diakherat, sosialisasi ini berkaitan
bagaimana
seorang
da‟i
atau
da‟iyah
menginformasikan,
menyampaikan dan menjelaskan kepada masyarakat baik secara individu maupun kelompok sosial”74 Dari kutipan diatas terdapat sebuah pengertian bahwa dakwah memang berintikan pada pengertian mengajak manusia untuk berbuat kebajikan dan menghindarkan diri dari keburukan.
72
http://Dakwah Tetap Berjalan Pada Relnya Hingga Menuju Kemenangan _ Al-Ikhwan.net.htm Habib Abu Bakar Assegaf, Wawancara Pribadi, (Jakarta: 12 Oktober 2010) 74 Habib Abu Bakar Assegaf, Wawancara Pribadi, (Jakarta: 12 Oktober 2010) 73
69
Labih lanjut mantan ketua Clien Mountain Club (CMC) ini begitu apresiatif terhadap dakwah, beliau mengutip salah satu dasar normatif dakwah dalam Al-qur‟an surat Ali-Imran ayat 104:
َﻮَﺍْﻠﺗَﻜُﻥْ ﻤﱢﻨْﻜُﻡْ ﺍُﻤﱠﺔٌ ﻴَﺪ ْﻋُﻮْ ﻥَ ﺍِﻠﻰَ ﺍْﻠﺧَﻴْﺭِ ﻮَﻴﺄْ ﻣُﺭُﻮْﻥَ ﺒِﺎ ﺍْﻠﻣَﻌْﺭُﻮْﻒِ ﻮَ ﻴَﻨْﻬَﻮْﻦ : ﺃﻠﻌﻤﺮﺍﻦ ﴾ٔٓٗ ﴿ َﻋَﻦِ ﺍْﻠﻣُﻨْﻜَﺮِۚ ﻮ َ ﺍُﻮﻠٰﺌِﻚَ ﻫُﻢُ ﭐﻠﻤُﻓْﻠِﺤُﻮْﻦ Artinya: “Hendaklah ada diantara kamu satu golongan yang mengajak manusia kepada jalan kebaikan dan menyuruh mereka melakukan yang yang baik dan mencegah mereka perbuatan munkar dan mereka itulah orang-orang yang beruntung”. (Q.S. Ali-Imron: 104) Habib Abu Bakar Assegaf memahami kandungan ayat ini sebagai sebuah penjelasan mengenai hakekat dakwah sehingga beliau berpendapat bahwa, “…hakekat dakwah merupakan proses untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, agar ia berubah dari satu kondisi yang kurang baik kepada kondisi yang lebih baik…”. Kalau demikian dakwah berada pada titik upaya mengembangkan suasana yang mendorong terciptanya rahmat dan kedamaian bagi semesta alam.75 Dakwah adalah alat komunikasi untuk menyampaikan ajaran agama dengan benar kepada kaumnya. Islam dengan dua kalimat syahadat tentu dalam melaksanakan hidup senantiasa benar karena dibawah bimbingan ilmu yang mereka ketahui. Secara umum dakwah adalah menyampaikan amanat Allah melalui Rosul berkaitan erat dengan
75
Habib Abu Bakar Assegaf, Wawancara Pribadi, (Jakarta: 12 Oktober 2010)
70
keagamaan dengan tujuan memperkenalkan Allah dan RosulNya serta menyampaikan amanat yang perlu diketahui dan diamalkan.76 Sebenarnya dakwah itu sendiri merupakan komunikasi, dakwah tanpa komunikasi tidak akan mampu berjalan menuju target-target yang diinginkan, demikian komunikasi tanpa dakwah akan kehilangan nilai-nilai Illahi dalam kehidupan. Maka dari sekian banyak definisi dakwah ada sebuah definisi yang menyatakan bahwa dakwah adalah proses komunikasi efektif dan kontinyu, bersifat umum dan rasional dengan menggunakan cara-cara ilmiah dan sarana yang efisien dalam mencapai tujuantujuannya.77 Berdasarkan
pernyataan
diatas
bahwa
dakwah
adalah
metode
untuk
menyampaikan amanat Allah dan Rasul kepada umat Islam agar mereka terus menerus dalam menjalankan agamanya senantiasa diiringi dengan keilmuan yang dimiliki. Karena generasi setiap saat akan
berganti dan dengan demikian berarti yang
membutuhkan pencerahan agamapun berganti bahkan tuntutan untuk mengamalkan ajaran agama dengan baik juga berganti. 2. Da’i Da‟i dalam ilmu dakwah bermakna sebagai pelaku dakwah, biasa disebut dengan istilah subyek dakwah. Tentang subyek dakwah ini ada yang mengatakan hanya da‟i atau mubaligh saja. Sedangkan da‟i yang Habib Abu Bakar Assegaf maksud adalah dalam pengertian yang luas, sehingga yang menjadi da‟i itu tidak hanya orang yang 76
Habib Abu Bakar Assegaf, Wawancara Pribadi, (Jakarta: 12 Oktober 2010) Drs. H.M. Idris A. Shomad, M.A, Diktat Ilmu Dakwah, (Jakarta, Fakultas Dakwah dan Komunikasi, 2004) 77
71
menyandang predikat Kyai, ulama atau pemuka agama saja, akan tetapi juga dapat seorang guru, pembina suatu organisasi, orang tua, pimpinan lembaga, atau profesiprofesi yang lain termasuk da‟i, sebab bagaimanapun profesinya, mereka adalah sebagai pelaku dakwah.78
Adapun manusia yang menjadi subyek dakwah adalah semua muslim yang mukallaf sesuai dengan kemampuannya, kesanggupannya masing-masing, karena Islam tidak memaksa manusia, kecuali sesuai dengan kesanggupannya. Jadi sebagaimana telah diterangkan di atas, bahwa kewajiban dakwah bukan hanya untuk ulama, Kiyai atau para santri dan lembaga-lembaga baik yang beridentitas lembaga dakwah atau yang ada di bawah Departemen Agama, tetapi di luar itu semua wajib untuk melaksanakan dakwah. Pelukis dapat berdakwah lewat ekspresi gambarnya, penulis atau wartawan dapat berdakwah lewat tulisannya, aktor dan aktris dapat berdakwah lewat aktingnya, sutradara dapat berdakwah lewat karya film atau dramanya.79
Diantara para ulama masih terjadi perbedaan pendapat tentang dakwah itu, apakah wajib kifayah atau wajib a‟in, sementara Muhammad Abduh cenderung berpendapat, bahwa dakwah itu hukumnya wajib a‟in.80 Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat Habib Abu Bakar Assegaf, menurutnya hukum berdakwah adalah wajib a‟in, hanya bentuk dakwahnya yang berbeda tergantung kepada profesi dan kemampuan masing-masing.81
78
Habib Abu Bakar Assegaf, Wawancara Pribadi, (Jakarta: 4 Januari 2011) Habib Abu Bakar Assegaf, Wawancara Pribadi, (Jakarta: 4 Januari 2011) 80 Syamsuri Siddiq, Dakwah dan Teknik Berkhutbah, (Bandung: PT. Al-Ma‟arif, 1982), hlm. 12 81 Habib Abu Bakar Assegaf, Wawancara Pribadi, (Jakarta: 4 Januari 2011) 79
72
Seorang da‟i sangat menentukan terhadap keberhasilan suatu proses dakwah di samping faktor hidayah Allah. Manusia tertarik oleh ajaran Islam karena sikap seorang penyeru dakwah, sebagaimana yang telah dilakukan oleh Rasulullah Saw. terhadap orang kafir, sehingga mereka mau masuk Islam. Dengan demikian faktor seorang da‟i sangat mempengaruhi terhadap keberhasilan suatu proses dakwah. Oleh karena itu, untuk menjadikan dakwah lebih efektif, masyarakat dakwah khususnya para da‟i harus memahami prisip-prinsip dakwah sebagai berikut: a. Berdakwah itu harus dimulai kepada diri sendiri (ibda‟ binafsik) dan kemudian menjadikan keluarganya sebagai contoh bagi masyarakat.
ُﻴَﺂ ﺍ َﻴﱡﻬﺎَ ﺍﻠﱠﺬِ ﻴْﻥَ ﺍٰ ﻣَﻧُﻭْﺍ ﻗُﻭْﺁ ﺍَﻨْﻓُﺳَﻜُﻡْ ﻭَ ﺍَﻫْﻠِﻴْﻜُﻡْ ﻨَﺎ ﺮًﺍ ﻭَ ﻗُﻭْﺪ ُﻫَﺎ ﺍﻠﻨﱠﺎ ﺲ ََﻭﺍْﻠﺤِﺠَﺎ ﺮَﺓُ ﻋَﻠَﻴْﻬَﺎ ﻤَﻠٰﺌِﻜَﺔُ ﻏِﻼ َﻅٌ ﺷِﺪَ ﺍ ﺪٌ ﻻﱠ ﺒَﻌْﺼُﻭْﻥَ ﺍﷲَ ﻤَﺂ ﺍَﻤَﺮَﻫُﻢْ ﻭ : ﺍﻠﺗﺤﺮﻴﻢ ﴾ ٦ ﴿ َ ﻳَﻓْﻌَﻠُﻮ ْﻥَ ﻤَﺎ ﻴُﺆْﻤَﺮُﻮْﻥ Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya adalah malaikat-malaikat yang kasar, keras dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diprintahkan-NYA kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (Q.S. Attahrim ayat 6) b. Secara mental, da‟i harus siap menjadi pewaris Nabi yakni mewarisi perjuangan yang beresiko, al „ulama warosatul ambiya. Semua nabi juga harus mengalami kesulitan ketika berdakwah kepada kaumnya meski sudah dilengkapi degan mukjizat. c. Da‟i harus menyadari bahwa masyarakat membutuhkan waktu untuk dapat memahami pesan dakwah, oleh karena itu dakwah pun harus memperhatikan
73
tahapan-tahapan sebagaimana dahulu Nabi Muhammad SAW harus melalui tahapan periode Mekkah dan Madinah. d. Da‟i juga harus meyelami akal pikiran masyarakat sehingga kebenaran Islam dapat disampaikan dengan menggunakan logika masyarakat,sebagai pesan Rasul; Khatib an nas „ala qodri‟uqulihim. e. Dalam mengahadapi kesulitan, da‟i harus bersabar dan jangan bersedih atas kekafiran masyarakat dan jangan sesak nafas terhadap tipu daya mereka.
Artinya: Bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan (QS. An-Nahl: 127). Karena sudah menjadi sunnatullah bahwa setiap Nabipun harus mengalami diusir oleh kaumnya. Seorang da‟i hanya bisa mengajak sedangkan yang memberi petujuk hanyalah Allah SWT.
f. Citra positif dakwah akan melancarkan komunikasi dakwah, sebaliknya citra buruk akan membuat semua aktivitas dakwah menjadi kontraproduktif. Citra positif dapat dibangun dengan kesungguhan dan konsistensi dalam waktu yang lama, tetapi citra buruk dapat terbangun seketika hanya oleh satu kesalahan fatal. Dalam hal ini keberhasilan membangun komunitas Islam, meski kecil akan sangat efektif untuk dakwah.
74
g. Da‟i harus memperhatikan tertib urusan pusat perhatian dakwah, yaitu prioritas pertama berdakwah sehubungan dengan hal-hal yang bersifat universal, yakni al-khair (kebajikan), yad‟una ila al-khoir, lalu kepada amar ma‟ruf dan baru kemudian nahi munkar.82
3. Mad’u
Obyek dakwah adalah orang menerima pesan dakwah. Menurut Habib Abu Bakar Assegaf, sasaran dakwah itu adalah seluruh umat manusia didunia. Apabila seorang da‟i akan terjun kedunia dakwah maka dia harus memahami berasal dari tingkatan-tingkatan apa saja para mad‟unya itu yang pada garis besarnya dapat dibagi dua bagian, yaitu Muslim dan Non-Muslim.83
Kemudian terbagi lagi obyek dakwah yang muslim kepada: Muslim yang formal dan muslim yang riil. Muslim yang formal adalah mereka yang telah menyatakan muslim tapi belum memahami isi ajaran Islam. Sedangkan yang dimaksud dengan muslim riil adalah mereka yang telah menyatakan muslim dan sudah memahami isi ajaran Islam, kemudian mengamalkan ajaran Islam itu dalam kehidupan dan penghidupan sehari-hari.84 Adapun obyek dakwah dapat diklasifikasikan:
a. Berdasarkan derajat pemikiran (intelektual)
82
Faizah, S. Ag., MA & H. Lalu Muchsin Effendi, LC., MA, Psikologi Dakwah, (Jakarta, Prenada Media, 2006), cet. ke-1, hlm. xii 83 Habib Abu Bakar Assegaf, Wawancara Pribadi, (Jakarta: 4 Januari 2011) 84 Prof. Dr. KH. Masdar Helmy, Dakwah Islamiyah Bunga Rampai Ajaran Islam, (Jakarta: Puataka Amani, 1986), hlm. 53
75
Menurut Syeh Muhammad Abduh, berdasarkan derajat pikirannya, obyek dakwah terbagi kepada tiga golongan, yaitu : Golongan cerdik cendekiawan yang cinta kebenaran dan dapat berpikir secara kritis dan mendalam, golongan awam, yaitu orang kebanyakan, yang belum dapat berpikir secara kritis dan mendalam serta belum dapat menangkap pengertian yang tinggi dan golongan yang tingkat kecerdasannya di antara kedua golongan tersebut.85
b. Berdasarkan pekerjaannya (profesi);
Menurut pekerjaan dan profesinya obyek dakwah dapat berupa : Petani, pedagang, karyawan, pelaut, pelayan, guru, dosen, pengusaha, murid, pelajar, mahasiswa, pejabat pemerintah, baik ABRI maupun sipil, mulai dari Presiden sampai pangkat yang paling terendah, wakil-wakil rakyat dan pemimpinpemimpin segala golongan dan Iain-lain.86
c. Berdasarkan jenis kelamin;
Berdasarkan jenis kelamin, masyarakat dakwah itu terdiri dari pria dan wanita, dimana pria dan wanita berbeda dalam beberapa hal.
d. Berdasarkan usia;
e. Berdasarkan geografis;
85
Abdurrahman Arroisi, Syurga di Tengah Keresahan, (Bandung: Rosda,1986), cet.ke-3, hlm.
86
Prof. Dr. KH. Masdar Helmy, op,cit. hlm. 53
39
76
Klasifikasi obyek dakwah menurut letak geografis terdiri dari masyarakat desa dan masyarakat kota, yang masing-masing mempunyai sifat dan kebutuhan yang berbeda.
f. Berdasarkan keadaan ekonomi.
Obyek dakwah berdasarkan tingkat ekonomi, dapat dibagi pada tiga golongan; orang kaya yang standar kehidupan (ekonominya) kuat, golongan menengah, dan golongan fakir miskin.87
4. Maudhu (Materi) Dakwah Pada dasarnya materi dakwah itu adalah al-Qur‟an dan al-Hadits, yang mana kesemua materi yang akan disampaikan haruslah memperhatikan beberapa azas di dalam berdakwah, antara lain:
a. Azas Filosofis: azas ini terutama membicarakan masalah yang erat hubungannya dengan tujuan-tujuan yang hendak dicapai dalam proses atau dalam aktivitas dakwah. b. Azas Kemampuan dan Keahlian seorang Da‟i (achievement and professional). c. Azas Sosiologis: azas ini membahas masalah-masalah yang berkaitan dengan situasi dan kondisi sasaran dakwah.
87
Hamzah Ya‟qub, Etos Kerja Islami – Petunjuk Pekerjaan yang Halal dan yang Haram Dalam Syariat Islam, (Bandung: Gramedia, 1981), hlm. 39
77
d. Azas Psikologis: azas ini membahas masalah yang erat hubungannya dengan kejiwaan manusia.
e. Azas Efektivitas dan Efisiensi : asas ini maksudnya adalah di dalam aktivitas dakwah harus menyeimbangkan antara biaya, waktu maupun tenaga yang dikeluarkan dengan pencapaian hasilnya, bahkan kalau bisa waktu, biaya dan tenaga sedikit dapat memperoleh hasil yang semaksimal mungkin. Oleh karena itu, maka bagi seorang da‟i yang ingin dakwahnya berhasil harus memperhatikan kelima azas ini.88
Menurut Habib Abu Bakar Assegaf, pada dasarnya materi dakwah Islam tergantung pada tujuan dakwah yang hendak dicapai, namun secara global dapatlah dikatakan bahwa materi dakwah dapat diklasifikasikan menjadi tiga hal pokok, yaitu:
a. Masalah Keimanan (Aqidah) Aqidah dalam Islam adalah bersifat I‟tiqad bathiniyah yang mencakup masalah-masalah yang erat hubungannya dengan rukun iman. Masalah aqidah ini secara garis besar ditunjukkan oleh Rasulullah SAW dalam sabdanya:
ْﺍَﻹِ ﻴْﻣﺎَﻦُ ﺍَﻦْ ﺘُﺆْ ﻣِﻦَ ﺒﺎِ ﷲِ ﻮَ ﻣَﻶ ﺌِﻜَﺘِﻪِ ﻮَﻜُﺘُﺒِﻪِ ﻮَ ﺮُﺴُﻠِﻪِ ﻮَﺍﻠْﻴَﻮْﻢِ ﺍﻵﺧِﺮِ ﻮَﺘُﺆْ ﻣِﻨُﻮْﻦَ ﺒﺎِﻠ ﴾ْﺮِ ﺧَﻴْﺮِﮦِ ﻮَﺷَﺮﱢﮦِ ﴿ﻤﺳﻠﻢ
88
Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas, tth), hlm. 164
78
Artinya:“Iman adalah engkau percaya kepada Allah, Malaikat-malaikatNya, Kitab-kitabNya, Rasul-rasulNya, Hari akhir dan percaya adanya ketentuanketentuan Allah SWT yang baik maupun yang buruk”. (HR. Imam Muslim). Dibidang aqidah ini bukan saja pembahasannya tertuju pada masalahmasalah yang wajib di-imani, akan tetapi materi dakwah meliputi juga masalahmasalah yang dilarang sebagai lawannya, misalnya syirik (menyekutukan Allah), Ingkar dengan adanya Tuhan dan sebagainya.
b. Masalah Ke-Islaman (Syari‟ah) Syari‟ah dalam Islam adalah berhubungan erat dengan amal lahir (nyata) dalam rangka mentaati semua peraturan/hukum Allah guna mengatur hubungan antara tuhannya, mengatur pergaulan hidup antara sesama manusia. Hal ini dijelaskan dalam sebuah Hadist Nabi SAW:
َ ﻙ ﺒِﻪِ ﺸَﻴْﺌﺎً ﻮَﺘُﻗِﻴْﻢ َ ﺍﻠﺻﱠﻼَﺓ َ ﻮَﺘُﺆْ ﻣِﻥَ ﺍﻠﺰﱠﻜﺎَﺓ َ ِﻥ ﺘَﻌْﺒُﺪ َﺍﷲَ ﻭَﻻَ ﺘُﺸْﺮ ْ َ ﺍَﻻِْ ﺳْﻼَ ﻢ ُﺍ ﴾ﺍﻠْﻣَﻓْﺮُﻮْﻀَﺔَ ﻮَ ﺘَﺻُﻮْﻢَ ﺮَﻣَﻀَﺎ ﴿ﺒﺧﺎﺮ ﻮﻣﺴﻠﻢ Artinya: “Islam adalah bahwasanya engkau menyembah kepada Allah SWT dan janganlah engkau mempersekutukanNya dengan sesuatu pun mengerjakan Sholat, membayar zakat yang wajib, berpuasa pada bulan Ramadhan dan menunaikan ibadah haji di Mekkah (Baitullah)”. (HR. Bukhari-Muslim) Hadist tersebut mencerminkan hubungan antara manusia dengan Allah, akan tetapi masalah-masalah yang berkenaan dengan pergaulan hidup antara sesama manusia diperlukan juga. Seperti hukum jual beli, berumah-tangga, bertetangga,
79
warisan, kepemimpinan dan amal-amal saleh lainnya. Demikian juga laranganlarangan Allah seperti minum Khamar, berzina, mencuri dan lain sebagainya termasuk pula masalah-masalah yang menjadi materi dakwah Islam (Nahi „anil Munkar).
c. Masalah Budi Pekerti (Akhlaqul Karimah)
Masalah akhlak dalam aktivitas dakwah (sebagai materi dakwah) merupakan pelengkap saja, yakni untuk melengkapi keimanan dan keIslaman seseorang. Meskipun akhlak ini berfungsi sebagai pelengkap, bukan berarti masalah akhlak kurang penting dibandingkan dengan masalah keImanan dan keIslaman. Sebab Rasulullah SAW sendiri pernah bersabda:
ِ ﺍِ ﻨﱠﻣَﺎ ﺒُﻌِﺛﺖُ ِﻻ ُ ﺘَﻣﱢﻤﺎَ ﻣَﻜﺎَ ﺮِﻢَ ﺍْﻻ َﺨْﻼ َﻖ Artinya: “Aku (Muhammad) diutus oleh Allah SWT didunia ini hanyalah untuk menyempurnakan Akhlak”. (HR. Bukhari). Keseluruhan materi dakwah pada dasarnya bersumber dari dua sumber, yaitu: Al-Qur‟an Hadist serta Rakyu Ulama (ijma‟ ulama).89
5. Wasilah (Media) Dakwah Adapun media dakwah dalam pandangan Habib Abu Bakar Assegaf adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan dakwah yang telah ditentukan, media dakwah ini dapat berupa barang (material), orang, tempat,
89
Habib Abu Bakar Assegaf, Wawancara Pribadi, (Jakarta: 12 Oktober 2010)
80
kondisi tertentu dan sebagainya. Adapun media dakwah yang paling tepat menurut Habib Abu Bakar Assegaf ialah madrasah (sekolah). Karena Sekolah merupakan tempat didik yang paling benar dan juga madrasah itu sebagai rumah tangganya sendiri yang berkewajiban orangtua mereka untuk mengajak anak-anak mereka langsung menuntut ilmu. 90 Seorang da‟i dalam menyampaikan ajaran Islam kepada ummat manusia tidak akan terlepas dari sarana atau media (wasilah) dakwah. Kepandaian untuk memilih media dakwah selain itu, hal yang paling berperan dalam menyalurkan dakwahnya tergantung kepada juru dakwah. Nasib umat Islam tergantung kepada ulama yang peduli dengan kepentingan umat. Karena andaikan umat jauh dari ulama, maka Allah akan menurunkan ujian dengan tiga hal:
Keberkahan dari dunia akan hilang
Akan dikirimkannya pemimpin-pemimpin yang zhalim
Meninggal dalam keadaan suul khotimah
Itu berbicara mengenai umat yang menjauhi ulama, bagaimana dengan ulama yang menjauhi umat, maka kondisinya akan lebih fatal daripada itu. Maka oleh karena itu, lebih baik ulama yang datang kepada umat dan umat juga harus lebih banyak mendatangi ulama.91 Merebaknya media massa saat ini, khususnya media cetak seperti surat kabar, tabloid dan majalah merupakan salah satu wujud dari era reformasi dan keterbukaan.
90 91
Habib Abu Bakar Assegaf, Wawancara Pribadi, (Jakarta: 12 Oktober 2010) Habib Abu Bakar Assegaf, Wawancara Pribadi, (Jakarta: 12 Oktober 2010)
81
Berbagai pandangan pun berkembang seakan tiada mengenal henti. Semua pesan dari media massa dikonsumsi oleh masyarakat serta menjadi bahan informasi dan referensi pengetahuan mereka.92 Dalam kamus besar bahasa Indonesia disebutkan bahwa yang dimaksud dengan media massa adalah sarana dan alat komunikasi untuk menyebarluaskan berita dan pesan kepada masyarakat luas.93 Media cetak adalah salah satu media yang cukup efisien dalam menyalurkan aspirasi dakwah terhadap khalayak. Karena media cetak bisa bertebaran dimana-mana dan tidak sulit ditemukan. Adapun yang dimaksud media cetak adalah sarana media massa yang dicetak dan diterbitkan secara berkala besar seperti surat kabar dan majalah. Media cetak di Indonesia pun semakin menjamur, media cetak saat ini juga sudah sangat efektif untuk menyebarkan ajaran Islam dalam artian dapat digunakan sebagai media untuk berdakwah, apalagi era sekarang ini yang mana masyarakatnya sudah tidak sedikit yang dapat membaca. 94 Media yang dapat digunakan untuk berdakwah mestinya media yang menyampaikan pesan-pesan Islam, moral dan segala macamnya. Tapi media itu kelihatannya justru kurang popular. Orang lebih suka mendengar atau kalau tidak menonton sinetron-sinetron ditelevisi dibandingkan dengan membaca apalagi yang bernuansakan religi.95
92
Aceng Abdullah, Press Relation: Kiat Berhubungan dengan Media Massa, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), hlm. 9 93 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi 3, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), hlm. 76 94 Aceng Abdullah, Press Relation: Kiat Berhubungan dengan Media Massa, Loc. Cit. 95 Aceng Abdullah, Press Relation: Kiat Berhubungan dengan Media Massa, Loc. Cit.
82
Media dakwah sudah cukup baik tapi perlu adanya peningkatan dengan konsepkonsep dakwah yang alamiah natural dan terarah tidak membias kepada hal-hal lain yang tidak masuk kedalam wilayah dakwah. Kepandaian untuk memilih media dakwah yang tepat merupakan salah satu unsur keberhasilan dakwah. Terlebih dalam mengantisipasi perkembangan zaman yang saat ini dimana ilmu pengetahuan berkembang dengan sangat pesat yang ditandai dengan kemajuan dan kecanggihan teknologi. Ketertinggalan umat islam dan ketertutupan dari dunia luar, sedikit banyak menjadi salah satu penyebab ketidakberhasilan dakwah. 96 6. Thariqoh (Metode) Dakwah Metode dakwah dalam pandangan Habib Abu Bakar Assegaf adalah cara-cara yang digunakan oleh seorang da‟i untuk menyampaikan materi dakwah agar mencapai tujuan dakwah yang efektif dan efisien. Dalam penggunaan metode dakwah perlu sekali diperhatikan bagaimana hakekat metode itu, karena hakekat metode itu
Untuk
mencapai metode dakwah yang efektif dan efisien diperlukan adanya kesadaran bahwa: a. Metode hanyalah satu pelayan, satu jalan atau alat saja b. Tidak ada metode yang seratus persen baik c. Metode yang paling sesuai pun belum menjamin hasil yang baik dan otomatis d. Metode yang sesuai bagi seorang da‟i/muballigh tidaklah selalu sesuai untuk da‟i/muballigh yang lain
96
Habib Abu Bakar Assegaf, Wawancara Pribadi, (Jakarta: 12 Oktober 2010)
83
e. Penerapan metode tidaklah dapat berlaku untuk selamanya.97 Adapun sumber dakwah yang terdapat dalam al-Qur‟an menunjukkan ragam yang banyak, seperti “hikmah, nasihat yang benar dan mujadalah, diskusi atau membantah dengan cara yang paling baik” (Q.S. Al-Nahl: 125), dengan kekuatan anggota tubuh (tangan), dengan mulut (lidah) dan bila tidak mampu, maka dengan hati (hadist riwayat Muslim). Dari sumber metode itu dapat tumbuh metode-metode yang merupakan operasionalisasinya yaitu dakwah dengan lisan, tulisan, seni dan bil-hal. Dakwah dengan lisan berupa ceramah, seminar, symposium, diskusi, khutbah, sarasehan, brainstorming, dan lain-lain. Dakwah dengan tulisan itu berupa buku, majalah, surat kabar, spanduk, pamplet, lukisan-lukisan dan lain-lain. Dakwah bil-hal berupa prilaku yang sopan sesuai dengan ajaran Islam, memelihara lingkungan, mencari nafkah dengan ulet, sabar, semangat, kerja keras, menolong sesama manusia, misalnya mendirikan Rumah Sakit, lembaga pendidikan, pusat pencaharian nafkah seperti pabrik, pusat perbelanjaan dan lain-lain yang meliputi berbagai sektor kehidupan. 98 Seni meliputi seni lukis, seni tari, seni suara atau musik dan lain-lain. Kalau kita lihat budaya Indonesia, apalagi masyarakat menengah kebawah, tradisi mendengar lebih mantap daripada membaca. Jadi segmen masyarakat yang paling pas itu adalah lisan dibandingkan dengan tulisan, jika kita berdakwah dengan tulisan kepada masyarakat yang seperti ini, malah mereka tidak akan membacanya.99
97
Habib Abu Bakar Assegaf, Wawancara Pribadi, (Jakarta: 12 Oktober 2010) Habib Abu Bakar Assegaf, Wawancara Pribadi, (Jakarta: 12 Oktober 2010) 99 Habib Abu Bakar Assegaf, Wawancara Pribadi, (Jakarta: 12 Oktober 2010) 98
84
Situasi seperti ini mencerminkan bahwa budaya masyarakat Indonesia lebih cenderung dalam menggali informasi tentang ajaran-ajaran Islam melalui lisan, ini disebabkan oleh budaya Indonesia itu sendiri, tetapi hal seperti ini hanya dari tingkat masyarakat yang menengah kebawah. Oleh karena itu, diperlukan ketelitian seorang da‟i untuk memilih antara metode lisan atau tulisan sebelum dia benar-benar berhadapan dengan mad‟unya.100 Dalam hal ini Habib Abu Bakar berpendapat bahwa, memang hampir semua aktifitas dakwah yang saya lakukan adalah melalui lisan dengan mengkaji kitab-kitab kuning dan kitab-kitab salaf seperti Nashaaihuddiiniyah, tidak hanya berceramah sendiri tetapi saya juga memberikan kesempatan kepada para jamaah untuk bertanya agar kegiatan dakwah ini tidak monoton. Selain itu tidak hanya dalam penagajian saja saya berceramah tetapi dakwah bilhal pun juga saya lakukan yaitu dengan selalu mendoakan para murid-murid, karena menurut saya seorang guru atau da‟i itu tidak hanya pandai mengajarkan kepada murid-muridnya (bil lisan) tetapi juga harus rajin mendoakan murid-muridnya agar ilmu yang diberikan dapat diamalkan.101 7. Atsar (Efek) Dakwah Adapun Prospek dakwah menurut pandangan Habib Abu Bakar Assegaf sangat tergantung kepada kondisi keumatan yang ditandai dengan adanya sikap jalinan kerja sama diantara masyarakat. Maka dakwah sebagai suatu ikhtiar untuk menyebarlusakan ajaran Islam ditengah masyarakat, mutlak diperlukan agar terciptanya individu, keluarga
100 101
Habib Abu Bakar Assegaf, Wawancara Pribadi, (Jakarta: 12 Oktober 2010) Habib Abu Bakar Assegaf, Wawancara Pribadi, (Jakarta: 12 Oktober 2010)
85
dan masyarakat yang menjadikannya sebagai pola pikir (way of thinking) dan pola hidup (way of life) agar tercipta kehidupan bahagia dunia dan akherat.102 Dakwah pada hakikatnya usaha orang beriman untuk mewujudkan Islam dalam semua segi kehidupan baik pada tataran individu, keluarga, masyarakat, maupun umat dan bangsa. Sebagai aktualisasi iman, dakwah merupakan keharusan dan menjadi tugas suci bagi setiap muslim muslimah setingkat dengan kapabilitas dan kapasitas yang dimiliki. Usaha mewujudkan iman dan Islam ini dapat dilakukan dengan berbagai cara. Diantaranya melalui penyiaran Islam (tabligh), pembudayaan nilai-nilai Islam (al-amr bi al-ma‟ruf), kontrol sosial (al-nahi „an al-munkar), keteladanan prilaku (uswatun hasanah), serta melalui pengembangan pendidikan (al-talim wa al-tarbiyah) yang sesuai dengan visi misi dan cita-cita Islam. Efek dakwah yang disampaikan oleh Habib Abu Bakar Assegaf kepada mad‟unya lebih berpegaruh pada perubahan sikap atas apa yang diketahui, dipahami atau dipersepsi kalayak. Sedangkan efek behaviour merujuk pada perilaku nyata yang dapat diamati, yang meliputi pola tindakan kegiatan atau kebiasaan berprilaku.103 Adapun keberhasilan dakwah dapat diukur sampai sejauh mana kemampuan masyarakat menjadi sasaran (objek) dakwah mampu melaksanakan ajaran agama serta menjauhkan hal-hal yang munkar. Hal ini memerlukan aktivitas untuk mengadakan
102
Habib Abu Bakar Assegaf, Wawancara Pribadi, (Jakarta: 12 Oktober 2010) Jalaludin Rahmat, Retorika Modern, Sebuah Kerangka Teori dan Praktik Berpidato, (Bandung: Akademika, 1982), hlm. 269 103
86
evaluasi dan memberikan penilaian apakah materi dakwah yang disampaikan oleh juru dakwah sudah benar-benar dipahami dan dapat dilaksanakan oleh masyarakat.104
B. Aktivitas Dakwah Habib Abu Bakar Assegaf Habib Abu Bakar mengakui bahwa beliau mengawali karir dakwahnya dari mengajar di Tsaqofah Islamiyah kemudian ceramah-ceramah. Demikian juga dengan ceramah-ceramah dari mimbar ke mimbar, pengajian ke pengajian, majelis taklim ke majelis taklim, khutbah ke khutbah. Disamping itu juga melalui dakwah bil qolam dengan menulis artikel-arikel yang kemudian dipublikasikannya melalui internet jejaring sosial dengan alamat http://www.al-busyro.com. Kesemuanya itu, menjadi bagian dari porsi-porsi dakwah tersendiri.105 Kiprah dakwah Habib Abu Bakar Assegaf dimulai sejak tahun 1982 yakni dengan mengikui organisasi Pengkajian Perbandingan Paham Agama di Mesjid Sunda Kelapa yang salah satu programnya adalah mensyiarkan dakwah Islamiyah kepada masyarakat, ini merupakan pembelajaran bagi setiap anggotanya. Adapun aktivitas dakwah Habib meliputi pada sektor-sektor sebagai berikut: 1. Bidang Pendidikan Salah satu dakwah yang dilakukan Habib Abu Bakar Assegaf demi meningkatkan pemahaman keagamaan bagi para jama‟ah, yaitu dengan diadakannya pengajian rutin Majelis taklim. Yang mana Majelis taklim merupakan tempat orang104 105
Habib Abu Bakar Assegaf, Wawancara Pribadi, (Jakarta: 12 Oktober 2010) Habib Abu Bakar Assegaf, Wawancara Pribadi, (Jakarta: 12 Oktober 2010)
87
orang Betawi menumpah-curahkan kehausannya dalam menuntut ilmu, setiap person (orang) menyadari bahwa ilmu hanya akan diperoleh dengan dituntut dan dipelajari. “Tidak boleh orang alim itu diam dengan ilmunya, dan tidak pantas bagi orang yang jahil itu diam dengan kejahilannya”. Sesuai dengan kata mutiara ini: “Ilmu jika tidak diamalkan seperti pohon yang tidak berbuah”106. Kondisi batin tidak akan mudah mengalami ketenangan saat seorang muslim mendapatkan nasehat agama yang akan menimbulkan rasa keimanan yang tinggi. Pendapat Habib Abu Bakar Assegaf: “Maka berkumpul padanya maksud yang bermacam-macam karena setengah daripadanya memperoleh faedah dari pengetahuan dan amal perbuatan. Setengah daripadanya memperoleh faedah dari kemegahan, dimana-mana dengan kemegahan itu dapat menjaganya daripada disakiti orang lain, orang yang mengganggu ketentraman hati dan harta untuk mencukupkan dengan harta itu daripada menyia-nyiakan waktu pada mencari makanan. Setengah daripadanya memperoleh pertolongan pada segala hal yang penting, lalu adalah yang demikian itu senjata untuk menghadapi segala bahaya dan kekuatan segala hal. Setengah daripadanya memperolah barokah dengan semata-mata mendoa dan setengah dari padanya menunggu syafa‟at pada hari akherat.”107 Adapun pengajian rutin mingguan yang beliau jalani yakni di madrasah Tsaqofah Islamiyah setiap hari Senin (malam Selasa) pukul 19.30 sampai dengan selesai dan juga setiap hari Kamis pukul 09.30 sampai dengan selesai, semua jadwal ini sudah ditetapkan. Selain di Yayasan Tsaqofah Islamiyah, beliau juga mengajar rutin mingguan di Majelis-majelis taklim yang lain yang lebih dominan didaerah Citayam, Bogor seperti; 106
Al-Habib Usman bin Yahya, Kitab Risalah Dua Ilmu Mabhast yang kelima pada Bab pertama, (Jakarta: Attahiriyah, tth), hlm. 31 107 Habib Abu Bakar Assegaf, Wawancara Pribadi, (Jakarta: 12 Oktober 2010)
88
1. Majelis Taklim Albusyro di daerah kampung Wates Citayam 2. Majelis Taklim Ummahat Syarifah Khodijah di daerah kampung Lio Citayam 3. Majelis Taklim Muallim Zaini di daerah kampung Cipayung Citayam 4. Majelis Taklim Darodji didaerah kampung Rawa Citayam 5. Majelis Taklim H. Abdur Rasyid didaerah kampung Utan Citayam. Selebihnya beliau juga mengajar di lima tempat didaerah Jakarta.108 Mesjid sebagai sarana dakwah telah membawa perubahan yang signifikan bagi kelangsungan beragama umat Islam penduduk Jakarta, mereka yang terobati jiwanya apabila masauk kedalam Mesjid, merasakan kebahagiaan dalam aktivitas sholat berjamaah. Dakwah lewat podium yang muncul dalam bentuk khotbah atau ceramah masih dominan hingga kini. Walau sebetulnya masih banyak cara lain yang juga bisa dilakukan seperti berdialog, diskusi yang penyebarannya dapat memanfaatkan media elektronik (TV atau Radio). Belakangan ini juga dakwah dilakukan lewat koran, bulletin dan buku bahkan melalui media alternatif semisal internet dan media seluler.109 Pendapat Habib Abu Bakar Assegaf: Adapun aktivitas Mesjid yang Habib jalani, Alhamdulillah selalu diikuti oleh jemaah sekitar wilayah ini dan dari Jabodetabek dengan acara-acara keIslaman yang menjadi ajang dakwah. Sebab, dakwahnya Rasul dari dahulu dilakukan di Mesjid dan dari Mesjid ke Mesjid dengan momentum apa saja. Maka jangan heran jika sekarang banyak para penceramah justru lebih sering berdakwah di Mesjid bukan di TV yang kita lihat sekarang ini, seperti dakwahnya 108
Habib Abu Bakar Assegaf, Wawancara Pribadi, (Jakarta: 12 Oktober 2010) Asep Syamsul M. Romli, Jurnalistik Dakwah Visi dan Misi Dakwah Bil Qalam, (Bandung: Rosdakarya , 2003), hlm 21 109
89
Aa Gym Karena mungkin tidak dari hati yang tulus, maka mulai ditinggalkan. Seorang yang berdakwah di Mesjid akan berbeda dalam penyampaiannya, akhlaknya, tutur katanya dan budi bahasanya. Dibandingkan dengan diluar Mesjid. Oleh karena itu hormati Mesjid sebagai perhiasan Allah ta‟ala dimuka bumi ini. Marilah sama-sama kita benahi Mesjid kita sesuai dengan ajaran yang dibawa oleh para Wali Songo, yang mana salah satu dari strategi dakwah mereka adalah dengan tidak melupakan untuk membangun mesjid, seperti mesjid Agung Demak itu.” 110 Adapun kegiatan pengajian rutin yang dilakukan Habib Abu Bakar Assegaf adalah dibeberapa tempat, yaitu: 1. Mesjid Annajah di desa Pabuaran Citayam 2. Mesjid Attaqwa Al-Amin di kampung Kelapa Citayam 3. Mushollah Arrahmah yang juga masih di kampung Kelapa Citayam 4. Mesjid Arrohmah di kampung Lio Citayam 5. Mesjid Al-Hidayah di kampung Rawa Indah Citayam dan 6. Mushollah Syatiri khusus remaja di kampung Panjang Ciyatam.111 Dengan membangun dan menghiasi mesjid dengan berbagai kegiatan kemudian memakmurkan mesjid maka secara tidak langsung kita sudah menjalankan sunnah yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW.112 Potensi dakwah sebenarnya sudah dimiliki oleh setiap individu, hal itu saudah ada sejak lahir. Tetapi pengembangan bakat dan minat dakwah tetap mutlak diperlukan, seorang yang akan berdakwah harus terlebih dahulu memiliki 110
Habib Abu Bakar Assegaf, Wawancara Pribadi, (Jakarta: 12 Oktober 2010) Dedy Rustamdi, Wakil Ketua Sekretariat Yayasan Tsaqofah Islamiyah, Wawancara Pribadi, (Jakarta: 18 Desember 2010) 112 Habib Abu Bakar Assegaf, Wawancara Pribadi, (Jakarta: 12 Oktober 2010) 111
90
pengetahuan tentang ilmu dakwah. Dakwah akan menyentuh relung hati pendengarnya apabila disusun secara sistematis. Pengenalan terhadap lingkungan, kondisi mad‟u dan isu-isu kontemporer yang layak dibawakan dalam materi dakwah. Agar mujahid dakwah dapat berkonsentrasi untuk mengemas dakwah dalam konteks kekinian.113 Dalam aktivitas dakwah Yayasan Tsaqofah Islamiyah ini sistem yang digunakan dalam sistem membahas dan mengupas kitab-kitab salaf karangan ulamaulama terdahulu, kitab-kitab kuning seperti kitab ta‟lim muta‟alim, risalatul muawwanah dan kitab sulamuttaufiq, sifat duapuluh serta kitab nashoihuddiniyah. Tentu saja dalam membahas semua kitab tersebut sesuai dengan Al-qur‟an dan Hadist serta ijma‟ ulama. Sistemnya sang guru dikelilingi murid-murid dalam penyampaian materi pengajian, biasanya ini terjadi terhadap pengajian yang bersifat harian. Sistem ini cukup efektif dan komunikatif.114 Adapun metode yang digunakan Habib Abu Bakar Assegaf secara umum di majelis taklim selain mengajar juga lebih banyak melalui metode ceramah dengan berlandaskan kepada kitab-kitab tersebut diatas. Dalam pelaksanaannya disamping kitab juga ditambah dengan dalil-dalil naqli serta ditambah dari ceramah ulama atau Habaib dan tokoh lainnya yang kebetulan datang atau diundang ke Majelis taklim dengan menguraikan masalah yang dibahas ketika itu.115
113 114
Habib Abu Bakar Assegaf, Wawancara Pribadi, (Jakarta: 12 Oktober 2010) Fauziah, Santriwati Habib Abu Bakar Assegaf, Wawancara Pribadi, (Jakarta: 15 Oktober
2010) 115
Habib Abu Bakar Assegaf, Wawancara Pribadi, (Jakarta: 12 Oktober 2010)
91
Berdasarkan dari hasil wawancara yang dilakukan penulis terhadap salah seorang jamaah, bahwa dia sangat antusias sekali dalam mengikuti pengajian yang disampaikan Habib Abu Bakar Assegaf, materi yang diberikannya sangat cocok dengan kehidupan sehari-hari dan metode penyampaiannya pun sangat disesuaikan dengan kondisi para jamaah, yaitu buka hanya beliau yang ceramah tetapi para jamaah juga diberikan kesempatan untuk mengemukakan pertanyaan yang berkaitan dengan materi yang sedang dibahas ataupun diluar dari materi. Bahkan, kita diperbolehkan juga untuk bertanya di luar forum.116 2. Ceramah Agama Tradisi bagi umat Islam, khususnya di Indonesia pada setiap peringatan hari besar Islam secara seksama mengadakan acara yang diadakan diberbagai tempat, baik bersifat pengajian, tabligh akbar maupun selametan. Disinilah seorang da‟i memiliki kesempatan yang besar untuk menyampaikan misi dakwahnya pada acara-acara tersebut. Sama halnya dimajelis taklim dan di Mesjid lain tempat Habib Abu Bakar Assegaf berdakwah terutama di Yayasan Tsaqofah Islamiyah yang selalu rutin mengadakan acara peringatan hari-hari besar Islam dengan cara pengajian umum.117 Adapun hari-hari besar Islam yang rutin diperingati, yaitu perayaan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW yaitu dengan mengadakan pembacaan Sholawatan, Yasin, Tahlil, Rathib Al-haddad, Marhaban dan ceramah agama 116
Fauziah, Santriwati Habib Abu Bakar Assegaf, Wawancara Pribadi, (Jakarta: 15 Oktober
117
Fauziah, Santriwati Habib Abu Bakar Assegaf, Wawancara Pribadi, (Jakarta: 15 Oktober
2010) 2010)
92
seputar masalah kelahiran junjungan Nabi Muhammad SAW serta acara Isra‟ Mi‟raj yang juga biasanya mengadakan ceramah agama oleh para muballigh mengupas kisah atau peristiwa yang amat agung, yaitu perjalanan Nabi Muhammad SAW dari Masjidil Haram di Mekkah menuju Masjidil Aqsa di Palestina langsung menuju hadirat Illahi. Selain itu, penulis juga menyoroti aktivitas dakwah dan hari-hari besar Islam lainnya yang dilaksanakan dibeberapa Majelis Taklim dan Mesjid tempat beliau berdakwah antara lain: a. Khutbah Hari raya Idul Qurban di Mesjid Baiturrahman, Jakarta b. Ceramah agama pada perayaan 1 Muharram di Majelis Taklim Ar-Ridho, Citayam Bogor c. Ceramah agama pada malam Nuzulul Qur‟an di Majelis Taklim Al-Busyro, Citayam d. Sambutan dalam acara Haul guru besar Sayyidil Walid Al-habib Abdurrahman Assegaf yang rutin diadakan di Yayasan Tsaqofah Islamiyah setiap satu tahun sekali e. Mengadakan Ziarah ke makam para ulama-ulama terdahulu dan wali-wali Allah baik yang dipulau Jawa maupun daerah Banten bersama para jama‟ah kaum bapak dan remaja putra Yayasan Tsaqofah Islamiyah dan pengajian di Majelis Taklim Al-busyro Citayam Bogor.118
118
Dedy Rustamdi, Wakil Ketua Sekretariat Yayasan Tsaqofah Islamiyah, Wawancara Pribadi, (Jakarta: 18 Desember 2010)
93
Adapun tanggapan dari jama‟ah, mereka merespon dengan baik atas diselenggarakannya hari-hari besar Islam dan kegiatan-kegiatan dakwah yang sering beliau adakan. Karena menurut mereka ini sebagai moment silaturrahmi dan ini semua dapat terlaksana berkat adanya peran Habib Abu Bakar Assegaf ditengah-tengah mereka, agar tidak lupa terhadap peristiwa yang terjadi dalam Islam dan bahan pembelajaran agar peka terhadap nasib Islam kedepan.119 3. Bidang Kaderisasi Umat Proses kaderisasi umat perlu dilakukan mengingat banyaknya aliran sesat yang menjadi sempalan bagi agama Islam. Untuk itu, Habib Abu Bakar Assegaf merasa bertanggung
jawab
terhadap
kelangsungan
ajaran
Islam
dengan
melakukan
pengkaderan, oleh karena itu ulama yang berada ditengah umat secara aktif melakukan pencerahan atas suatu permasalahan kontemporer dan menyikapinya.120 Ajaran Islam yang dibawa oleh para Habaib di Jakarta adalah suatu ajaran yang tidak terkontaminasi oleh kepentingan politik apapun. Bila NU (Nahdatul Ulama) yang didirikan pada tahun 1926 lebih banyak teribat politik praktis daripada mengurusi masalah ummat, maka di Yayasan Tsaqafah Islamiyah justru merespon umat dengan menerapkan konsep Islam ditinjau dari perspektif Ahlu Sunnah Wal Jamaah. Bila Muhammadiyah adalah Ormas keagamaan yang moderat dengan aktifitas yang mengarah kepada kepentingan partai politik tertentu. Kaum Habaib sedari awal sudah ditanamkan untuk selalu memproteksi diri dari segala kepentingan yang tidak sejalan
119
Nur Laela Sari, Jama‟ah Habib Abu Bakar Assegaf, Wawancara Pribadi, (Jakarta: 17 Oktober 2010) 120 Habib Abu Bakar Assegaf, Wawancara Pribadi, (Jakarta: 12 Oktober 2010)
94
dengan agama. Dunia adalah talak tiga bagi pandangan Habib Abu Bakar Assegaf. Menurutnya pula, dakwah itu memang seharusnya mementingkan syiar Islam dengan tidak mencampuradukkan dengan politik.121 Masa umat sekarang ini adalah pentingnya menjaga kader didaerah dan dusun terpencil untuk selalu berpedoman pada kemurnian Aqidah Islam. Kaderisasi adalah proses sistematis penyerahan estafet cita dan harapan dari generasi tua kepada generasi muda, senior kepada junior, pemimpin kepada yang dipimpin dan sebagainya. Pemuda sebagai orang yang disiapkan adalah asset tinggi bagi suatu umat (bangsa). Maka mengkader pemuda untuk menjadi generasi tangguh adalah sebuah keharusan, agar kelak pemuda dapat berkontribusi nyata serta berkarya untuk kemajuan bangsa.122 Adapun bentuk kaderisasi yang dilakukan Habib Abu Bakar Asssegaf adalah sebagai berikut: a. Pelatihan Muballigh/Muballighah yang diadakan setiap hari Sabtu pada jam 09.00-12.00 yang dibimbing oleh Ustadz Yahya untuk murid laki-laki dan Ustadzah Maryam untuk murid perempuan. b. Pembentukkan Qori‟/Qori‟ah dan Hafidz Qur‟an Pelatihan Qori‟ dan qori‟ah diadakan setiap hari Rabu saja pada jam 15.0017.00 diaula lantai dua Yayasan Tsaqofah Islamiyah. Sedangkan tahfidz Qur‟an diadakan setiap sebulan sekali dengan metode penyetoran surat persepuluh ayat atau lebih. c. Pemantapan ilmu pengetahuan agama 121 122
Habib Abu Bakar Assegaf, Wawancara Pribadi, (Jakarta: 12 Oktober 2010) Habib Abu Bakar Assegaf, Wawancara Pribadi, (Jakarta: 12 Oktober 2010)
95
Adapun pemantapan ilmu pengetahuan agama meliputi; pembinaan akhlaq, pelatihan bahasa Arab yang diadakan setiap hari Senin dan Kamis pada pukul 15.30 hingga pukul 17.30. Selain itu juga mengadakan kerja lapangan dengan memberikan kesempatan kepada para murid untuk terjun langsung menjadi guru agama diMadrasah Tsaqofah Islamiyah.123 Semua bentuk kaderisasi yang dilakukan Habib Abu Bakar Assegaf diatas bertempat di Yayasan Tsaqofah Islamiyah pimpinannya. Puncak dari pelatihan tersebut adalah dengan diadakannya acara Muhadhoroh setiap dua bulan satu kali. Dalam acara inilah Habib Abu Bakar dapat menilai langsung sampai dimana kemajuan para muridnya.124 Adapun kaderisasi yang beliau lakukan selain di Yayasan Tsaqofah Islamiyah adalah di Majelis Taklim Albusyro didaerah kampung Wates Citayam yang sasarannya lebih dominan kepada kaum laki-laki yang terdiri dari remaja putra dan kaum bapak. Karena didaerah ini, kaum laki-laki yang sangat antusias dalam mengikuti dakwah Habib Abu Bakar Assegaf, serta di Majelis Taklim Ummahat Syarifah Khodijah didaerah kampung Lio Citayam yang sasarannya lebih dominan kepada kaum perempuan khususnya kaum ibu, karena di Majelis taklim ini justru kaum ibu-lah yang sangat antusias dibanding remaja putri yang ada. Adapun bentuk kaderisasi dari kedua Majelis Taklim ini hampir sama seperti bentuk kaderisasi yang diadakan oleh Yayasan
123
Dedy Rustamdi, Wakil Ketua Sekretariat Yayasan Tsaqofah Islamiyah, Wawancara Pribadi, (Jakarta: 18 Desember 2010) 124 Dedy Rustamdi, Wakil Ketua Sekretariat Yayasan Tsaqofah Islamiyah, Wawancara Pribadi, (Jakarta: 18 Desember 2010)
96
Tsaqofah Islamiyah hanya saja pada kedua Majelis Taklim ini belum mewajibkan pembentukkan kegiatan Hafidz Qur‟an dari pelatihan Qori‟/Qori‟ah.125 4. Bidang Sosial Selain dalam bidang pendidikan dan bidang kaderisasi, Habib Abu Bakar Assegaf juga bergerak dibidang sosial antara lain mengadakan pendidikan panti asuhan dan memberikan beasiswa untuk biaya pendidikan sekolah bagi yang tidak mampu serta memberikan santunan kepada Fakir Miskin, Yatim Piatu dan orang tua jompo baik dalam bentuk bingkisan ataupun uang. Sedangkan dana yang terkumpul berasal dari para jama‟ah, donatur, elemen masyarakat sekitar, pemerintah dan dari Habib Abu Bakar Assegaf sendiri untuk kemudian diberikan kepada mereka yang berhak menerimanya.126 Adapun bentuk bingkisan yang di berikan kepada para yatim piatu ialah berupa peralatan Sekolah yang terdiri dari beberapa 1 pack buku tulis, tas, alat tulis menulis termasuk seragam Sekolah dan uang sebesar Rp 20.000, per-anak. Selain itu, yayasan ini juga memberikan seasiswa kepada para Yatim Piatu ini. Sedangkan untuk para Fakir Miskin dan Orangtua jompo, keduanya mendapatkan bingkisan yang sama yaitu berupa SEMBAKO (Sembilan Bahan Pokok) seperti beras 2,5 kg, minyak goreng, gula pasir dan tepung terigu masing-masing 1kg serta mie instant 5 buah, susu kaleng kental
125
Habib Abu Bakar Assegaf, Wawancara Pribadi, (Jakarta: 12 Oktober 2010) Dedy Rustamdi, Wakil Ketua Sekretariat Yayasan Tsaqofah Islamiyah, Wawancara Pribadi, (Jakarta: 18 Desember 2010) 126
97
manis, teh celup masing-masing 1buah serta uang sebesar Rp.100.000, per-kepala keluarga.127 Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan penulis terhadap Habib Abu Bakar Assegaf, bahwa dalam kegiatan sosialnya yang dilakukannya itu semua semata agar dapat dijadikan teladan. Karena dalam hidup, setiap manusia harus saling tolong menolong dan sebaik-baiknya orang adalah orang yang bisa menolong apa yang dibutuhkan oleh orang lain ketika dia meminta pertolongan kepadanya.128 Puncak dari aktivitas dakwah yang Habib Abu Bakar Assegaf lakukan selama ini adalah dengan menjadi pimpinan Yayasan Tsaqofah Islamiyah pada tahun 2000 karena pada saat itu beliau mempunyai peran sangat penting atas terselenggaranya kegiatan dakwah Islamiyah pada masyarakat luas.
127
Dedy Rustamdi, Wakil Ketua Sekretariat Yayasan Tsaqofah Islamiyah, Wawancara Pribadi, (Jakarta: 18 Desember 2010) 128 Habib Abu Bakar Assegaf, Wawancara Pribadi, (Jakarta: 12 Oktober 2010)
98
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari uraian diatas tentang pemikiran dan aktivitas Habib Abu Bakar Assegaf mengenai dakwah, maka kita dapat mengambil beberapa kesimpulan, yaitu: 1. Berdakwah menjadi kewajiban setiap muslim (fardhu „ain) bagi yang telah akil baligh untuk melaksanakan dakwah mengajak orang disekelilingnya mengikuti berita baik dan benar, karena umat muslim di sisi Allah adalah umat yang terbaik dari umat-umat yang lain yang selalu mengajak kepada kebaikan dan mencegah kepada kemungkaran. Sebagaimana dalam surat Ali-Imron ayat 110 Allah berfirman:
ﻛُﻧْﺗُﻢْ ﺨَﻳْﺮَﺍُﻣﱠﺔٍ ﺍُﺨِْﺮﺟَﺖْ ﻠِﻠﻨﱠﺎ ﺲِ ﺘَﺄْ ﻤُﺮُﻮْﻦَ ﺒِﺎﻠْﻤَﺄْ ﺮُﻮْﻒِ ﻮَﺘَﻧْﻬَﻮْﻦَ ﻋَﻥِﺍﻠْﻤُﻧْﻛَِﺮ ۗ ِﻮَﺘُﺆْﻤِﻧُﻮْﻥَ ﺒِﺎﷲ “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah………”. (Q.S Ali-Imron : 110 ) Ketika seorang muslim melihat kemungkaran yang dilakukan secara terangterangan, maka Rasulullah SAW mewajibkan setiap muslim untuk mengubah kemungkaran tersebut. Adapun cara mengubah kemungkaran sesuai dengan hadist Rasullah SAW yang diriwayatkan oleh Muslim adalah mengubah kemungkaran tersebut dengan tangannya langsung apabila tidak bisa dengan
99
tangan maka diubah dengan lisannya dan apabila tidak bisa juga dengan lisannya maka hendaklah mengubahnya dengan hati atau kita menyerahkannya pada Allah SWT yaitu dengan cara kita berdo‟a semoga orang yang berbuat kemungkaran tersebut mendapatkan pentunjuk dari Allah SWT dan tetap berada di jalan-Nya. 2. Dakwah Habib Abu Bakar Assegaf adalah dakwah yang mengedepankan nilainilai ketauhidan (pemantapan keimanan) dan akhlak yang kesemuanya dilakukan melalui berbagai media serta metode sebagai wadah untuk menyampaikan pemikiran dakwahnya. Karena adanya keuntungan ukhrawiyah dan mengajarkan kita hidup bertanggung jawab kepada pribadi, keluarga, agama dan bangsa. 3. Adapun aktivitas dakwah yang dilakukan Habib Abu Bakar Assegaf sebagai puncaknya menjadi pengasuh di Yayasan Tsaqofah Islamiyah mengadakan berbagai macam kegiatan, diantaranya: mengajar di Majelis Taklim/ Madrasah, Mesjid, dan juga mengadakan pengajian rutin harian dan bulanan. Secara keseluruhan penyelenggaraan kegiatan dakwah yang dilakukan Habib Abu Bakar Assegaf bertujuan meningkatkan pembinaan iman dan taqwa kepada semua umat islam dengan kebersamaan akhlak, mencetak para kader penerus perjuangan dakwah Rasulullah SAW serta mempererat ukhuwah Islamiyah kepada para jamaah. Dari keseluruhan bentuk-bentuk atau aktivitas dakwah yang dilakukan oleh Habib Abu Bakar Assegaf, semuanya menyangkup keadaan dua hal bentuk dakwah. Pertama dakwah bil-lisan dan yang kedua dakwah bil-hal. Akan tetapi lebih banyak menggunakan bentuk dakwah bil-lisan.
100
B. Saran Seiring beberapa kesimpulan diatas, penulis mengajukan beberapa saran. Semoga saran ini dapat bermanfaat dalam pengembangan dakwah khususnya bagi Habib Abu Bakar Assegaf dan umumnya untuk kita semua, berkaitan dengan hal itu, penulis mengajukan beberapa saran, yaitu: 1. Bagi Habib Abu Bakar Assegaf agar tetap konsisten dalam menyebarkan ajaran Islam yang sangat mulia ini. Lebih bersemangat lagi dalam memberikan ilmu-ilmu agama baik berbentuk lisan maupun tulisan bagi para muridnya di Madrasah Tsaqofah ini maupun pada masyarakat umum. Serta tetap sabar dalam menerima setiap tantangan, halangan yang selalu datang menghadang dalam perjuangan dakwah ini. 2. Bagi mahasiswa Dakwah dan Komunikasi, alangkah baiknya jika memiliki pengetahuan luas mengenai permasalahan-permasalahan sosial masyarakat modern agar memiliki kecermatan dalam berdakwah. Dengan demikian harapan untuk lahirnya kader-kader juru dakwah yang memiliki kejelian dalam menentukan metode dan media, agar dakwah dapat diterima dengan mudah oleh masyarakat. 3. Untuk para jamaah Yayasan Tsaqofah Islamiyah, jadilah muslim yang professional, dalam arti harus dapat menjaga identitas muslim sejati dimanapun anda berada, jangan pernah berputus asa dari rahmat Allah SWT, serta harus mempunyai keyakinan kuat untuk sukses didunia maupun diakherat dan senantiasa mengamalkan ilmu-ilmu yang telah diterima di Yayasan Tsaqofah Islamiyah ini.
101
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Aceng, Press Relation: Kiat Berhubungan dengan Media Massa, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000)
Ahnan, Maftuh, Kamus Indonesia Arab – Arab Indonesia, (Gresik: CV Bintang Pelajar, tth)
Al-Aydrus, Muhammad Hasan, Dr., Penyebaran Islam di Asia Tenggara, (Jakarta: lentera, 1996) Al-Hadad, Al-habib Alwi bin Thohir, Sejarah Masuknya Islam Di Timur Tengah, (Jakarta: Lentera, 2001) Amin, Mansyur, Dakwah Islam dan Pesan Moral, (Yogyakarta: al-Amin Press, 1997)
Anshary, Isa, Mujahid Dakwah Pembimbing Muballigh Islam, (Bandung: Diponegoro, 1979)
Arifin, M., Psikologi Dakwah, Suatu Pengantar Studi, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), cet. k-11.
Assegaf, M. Hasyim, Derita Putra-Putri Nabi, Studi Historis Kafaah Syarifah, (Bandung: PT. RemajaRosdakarya, 2000), cet. ke-1 As-Suyuthi, Imam Jalaludin, 105 Hadist Keutamaan Ahl Bait (terj.), (Indonesia: Hasyimi Press, 2001)
Azra, Azyumardi, Jaringan Ulama Timur Tengah dan kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII (Bandung: Mizan, 1999)
102
Baali, Fuad, dkk, Ibnu Khaldun and Islamic Thougt Styles A Social Perspective, (Boston, Massachusetts, tth) Dagun, Save M., Kamus Besar Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: Lembaga Pengkajian Kebudayaan Nusantara, LPKN, 1997). Cet. ke-1 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), cet. ke-3 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi 3, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002)
Faizah, dkk, Psikologi Dakwah, (Jakarta, Prenada Media, 2006), cet. ke-1
Glasse (ed), Cryil “Ahl Bait”, Ensikopledi Islam, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1999) Habib M, Syafa‟at, Buku Pedoman Dakwah, (Jakarta: Widijaya, 1982) Hafidudin, Didin, Dakwah Aktual, (Jakarta; Gema Insani Press, 1998) Lexy, J. Moelong, Metodologi Penelitian kualitatif, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1997), cet, ke-10 Al-Manawi, Abdur Rauf bin Muhammad, Jaami‟u Al-Hadist, (Beirut: Darul Fiqr, 1994), juz-10, hadist no: 1183/30208 Mansur, Musthafa Teladan di Medan Dakwah, (Solo: Era Intermedia, 2000) Mind, G.H. Mead, Self And Society, (Chicago: University of Chicago Press, 1934) Moeliyono, Anton M., et. al. Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Bali Pustaka, 1998) Mulkhan, Abdul Muir, Ideologisasi Gerakan Dakwah, (Yogyakarta: Sipress, 1996)
103
Munawwir, Ahmad Warson, Al Munawwir Kamus Bahasa Arab-Indonesia, (Yogyakarta: Pondok Pesantren Al-Munawwir, 1984) Munir, M., dkk,. Manajemen Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2009) Muriah, Siti, Metodologi Dakwah Komtemporer, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2000) Nasution, M. Yunan, “Pokok-Pokok Dakwah” dalam Brosur Serial Media Dakwah, (Jakarta: DDI), edisi 28, tth. Nasuhi, Hamid, dkk, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi), (Jakarta: CeQDA 2007) Natsir, M, Fiqhud Dakwah, (Jakarta: Media Dakwah, 2000) Nizar, Samsul, Pengantar Dasar-dasar Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama) 2001 Nr, Deliar, Gerakan Modern Islam Indonesia 1900-1942, (Jakarta: LP3ES, 1980) Purwadarminta, WJS, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Putaka, 1992) Purwanto, M. Ngalim, Psikologi Pendidikan, (Bandung, Remaja Rosdakarya, 1994) Qardhawi, Yusuf, Retorika Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2004), cet. ke-1 Rafiuddin, dkk, Prinsip dan Strategi Dakwah, (Bandung; Pustaka Setia, 1997) Rahmat, Jalaludin, Retorika Modern, Sebuah Kerangka Teori dan Praktik Berpidato, (Bandung: Akademika, 1982) Romli, Asep Syamsul M., Jurnalistik Dakwah Visi dan Misi Dakwah Bil Qalam, (Bandung: Rosdakarya, 2003) Shaleh, Abdul Rasyid, Manajemen Dakwah Islam, (Jakarta; Bulan Bintang, 1986), cet ke-2 Shihab, Alwi, Islam Sufistik: Islam pertama dan pengaruhnya hingga kini diIndonesia, (Bandung: Mizan, 2001)
104
Shihab, Quraisy, Membumikan Al-qur‟an: fungsi dan peran wahyu dalam kehidupan Masyarakat, (Bandung; Mizan 1998), cet. ke-17 Sholeh Muslim, Imam Muslim, (Indonesia: Dar Ihya al-kutub al-Arabiyah, tth) juz II, (kitab al-ilmi, bab Man sanna sunnatan hasanatan) Shomad, A., Diktat Ilmu Dakwah, (Jakarta, Fakultas Dakwah dan Komunikasi, 2004) Soetitoe, Samuel, Psikologi Pendidikan II, (Jakarta: FEUI, 1982), Syukur, Asmuni, Dasar-Dasar Strategi Dakawah Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983) Tim Penyusun P3B (DekDikBud), Kamus Besar Bahasa Indonesia” (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), Cet. ke-1, Usman, Husni, dkk, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta: Bumi Aksara, 1998) cet ke. 2 Usman bin Yahya, Al-Habib, Kitab Risalah Dua Ilmu, (Jakarta: Attahiriyah, tth) Yakub, Hamzah, Pubisistik Islam, (Bandung: CV. Diponegoro) Yamani, Muhammad Abduh, Ajarilah Anakmu Mencintai Keluarga Nabi Saw, (Pasuruan: L‟Islam, 2002) cet. ke2.