PEMIKIRAN DAN AKTIVITAS DAKWAH KH. SYUKRON MA’MUN Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S. Sos. I)
Oleh
Husnul Khotimah ZA NIM: 104051001905
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429 H/2008 M
PEMIKIRAN DAN AKTIVITAS DAKWAH K.H. SYUKRON MA’MUN
Skripsi Di tujukan kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)
Oleh: Husnul Khotimah ZA NIM:104051001905
Di bawah bimbingan
Drs. Wahidin Saputra, M . A. NIP: 150 276 299
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429 H/2008 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skiripsi yang berjudul PEMIKIRAN DAN AKTIVITAS DAKWAH KH. SYUKRON MA’MUN telah diujikan dalam siding munaqosah Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 17 Desember 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.SoS.I) pada Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam. Jakarta, 17 Desember 2008 M
Panitia Sidang Munaqosah
Ketua
Sekretaris
Drs. Mahmud Jalal, MA NIP. 150 202 342
Umi Musyarofah, MA NIP. 150 281 980
Anggota Penguji I
Penguji II
Dra. Hj. Asriati Jamil, M.Hum NIP. 150 244 766
Drs. Hasanuddin Ibnu Hibban, MA NIP. 150 270 815
Pembimbing
Drs. Wahidin Saputra, MA NIP. 150 276 299
Lembar Pernyataan
Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos. I) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 15 Desember 2008
Husnul Khotimah ZA
ABSTRAK Dakwah adalah ajakan atau seruan kepada umat manusia untuk menuju kebahagiaan dunia akhirat sesuai dengan pedoman Al-Qur’an dan Hadits. Dakwah hukumnya wajib bagi setiap individu untuk saling menyeru dalam hal kebaikan dan mencegah kepada kemungkaran, secara teoritis aktivitas dakwah bisa berjalan dengan baik jika para dai memenuhi unsur-unsur dakwah. Salah satu unsur dakwah yang terpenting adalah media dakwah sebagai alat Bantu bagi dai dalam menyebarkan peranperan dakwahnya kepada mad’u. Seiring dengan perkembangan tekhnologi komunikasi, maka media dakwah pun semakin berkembang dan canggih. Konsekuensinya seorang dai harus mampu menggunakannya. Kegiatan dakwah merupakan suatu aktivitas yang mulia, dimana setiap muslim dapat melakukan amar ma’ruf nahi munkar sehingga dapat tercipta tujuan dakwah yang hakiki, yakni membentuk khaerul ummah. Karena pada dasarnya hakikat dakwah merupakan suatu proses kesinambungan yang ditangani oleh pengemban dakwah untuk mengukuhkan sasaran dakwah agar masuk kejalan Allah. Begitu juga dengan berfikir merupakan aktivitas yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia. Selama kesadaran terjadi, selama itu pula aktivitas berfikir berlangsung. Dari pernyataan di atas penulis tertarik dengan seorang tokoh da’I K.H. Syukron Ma’mun yang menyampaikan dakwah sesuai dengan kadar akal fikir yang di dakwahi, atau istilah lain di sebut likulli maqom maqul, di samping lewat ceramah dan lembagalembaga dimana beliau berada, masih pula memiliki pengaruh kuat di dunia politik.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Dzat Yang Maha Agung dan Maha Bijaksana, tiada kata yang paling indah yang penulis ungkapkan dengan penuh keikhlasan hati, selain kata syukur serta ni’mat yang tiada henti, atas kehadirat Allah SWT yang selalu senantiasa mencucurkan rahmat, taufik, dan hidayah– NYA, sehingga dengan ridho dan izin – NYA, juga disertai dengan usaha yang sungguh-sungguh akhirnya penulis dapat menyelesaikan tugas yang mulia ini dengan baik. Lantunan shalawat serta salam tak lupa selalu tercurahkan untuk panutan dan suri tauladan kita, pemimpin akhir zaman ya’ni Baginda Nabi Besar Muhammad SAW, yang telah membawa umatnya dari zaman kebodohan menuju zaman yang penuh dengan ketenangan serta kedamaian. Kesejahteraan dan keselamatan semoga selalu mengiringi keluarga, dan para sahabat-sahabatnya, juga kita sebagai ummatnya semoga mendapatkan syafa’atul ‘uzma dihari akhir nanti. Dengan taufik dan hidayah dari Allah SWT, serta usaha yang keras yang dilakukan, penulis begitu menyadari bahwa masih sangat jauh dari yang namanya sebuah kesempurnaan, namun berkat doa, bantuan serta dukungan yang begitu banyak dari berbagai pihak, syukur alhamdulillah akhirnya penulis dapat menyusun skripsi hingga selesai dengan judul “Pemikiran dan Aktivitas Dakwah K.H Syukron Ma’mun.” Dalam kesempatan ini penulis sadar bahwa tidak dapat menghindari keterlibatan banyak pihak dalam penulisan skripsi ini, karena pepatah mengatakan “ al-rajulu ibnu bi ‘atihi ” ( orang itu anak dari lingkungannya ), maka boleh jadi apa yang tertuang dalam skripsi ini tidak lepas dari pemikiran-pemikiran mereka yang terkutip tanpa disadari
penulis. Motivasi, teguran, semangat serta do’a dan nasehat yang tak pernah mengenal lelah dan bosan hingga skripsi ini terselesaikan dengan baik. Oleh sebab itu, penulis amat sangat perlu untuk menyampaikan ucapan rasa terima kasih kepada :
1. Bapak. Dr. H. Murodi, M.A., sebagai Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Drs. Arief Subhan, M.Ag., Pembantu Dekan Satu (PUDEK I) Drs. Mahmud Djalal, M.A., Pembantu Dekan Dua (PUDEK II) dan Drs. Study Rizal, M.A., Pembantu Dekan Tiga (PUDEK III) yang telah memberikan kesempatan yang berharga kepada penulis, sehingga penulis dapat mengaplikasikan dan menuangkan pemikiran-pemikiran dalam karya tulis ini. 2.
Bapak. Drs. Wahidin Saputra, M.A., selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, sekaligus sebagai Dosen Pembimbing yang tiada henti meluangkan waktunya, memberikan masukan, kritik dan sarannya, serta selalu mengarahkan dan membimbing, juga memberikan dorongan dan semangat kepada penulis dengan penuh kesabaran dan keikhlasan hati selama penulisan berlangsung, sehingga penulis dapat menyelesaiakan skripsi ini dengan baik.
3. Ibunda. Umi Musyarrafah M.A., sebagai Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, yang begitu baik telah memberikan bantuan serta semangatnya kepada penulis. 4. Bapak. Drs. Hasanuddin Ibnu Hibban, M.A., selaku Dosen Pembimbing Akademik KPI E , yang telah banyak memberikan masukan , saran, semangat, dan perhatiannya juga nasehatnya kepada penulis yang tak ada hentinya dan tak pernah bosannya sehingga penukisan skripsi ini terselesaikan dengan baik,
semoga kebaikan-kebaikan yang beliau berikan mendapatkan balasan dari ALLAH SWT, amin. 5. Segenap Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang banyak memberikan ilmunya dan yang diiringi dengan kesabaran dalam mendidik penulis selama menuntut ilmu, semoga ini semua menjadi pelajaran juga pengalaman yang baik dan bermanfaat untuk penulis di kemudian hari. 6. Segenap Karyawan, dan staf-staf Fakultas Dakwah dan Komukikasi, juga tak lupa segenap Pimpinan dan Karyawan Pepustakaan dakwah dan Pepustakaan Umum UIN Syarif Hidayatullah, terima kasih sebanyak-banyaknya karena telah memberikan dan menyediakan fasilitas yang begitu banyak dalam bentuk bukubuku untuk dijadikan bahan referensi, sehingga penulis mendapatkan kemudahan dalam penulisan skripsi ini. 7. Yang terhormat Bapak K.H Syukron Ma’Mun, penulis mengucapkan beribu-ribu terima kasih atas kesediaannya menjadi nara sumber dan bersedia meluangkan waktunya disela-sela kesibukannya. Juga kepada Bapak H. Muhammad Faiz L.c., yang telah banyak membantu penulis dalam memperoleh data-data tentang profil dan yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini, penulis tidak dapat memberikan apa-apa dan juga tidak bisa membalas dengan apapun, penulis hanya bisa berdoa semoga Allah SWT jualah yang akan memberikan limpahan kasih sayang serta cucuran rahmat-NYA kepada beliau. 8. Ust. Tibagus Masnun yang telah begitu banyak membantu penulis dalam memperoleh data-data profil sehingga penulis selalu mendapatkan kemudahan hingga skripsi ini selesai, Ust. Ukar Rohali, dan bapak cipto yang selalu
memberikan bantuan, semangat serta do’anya, serta para Asaatidz tang tak dapat penulis sebutkan satu demi satu, namun semua itu tak mengurangi rasa ta’zim sedikit pun kepada beliau-beliau, yang selalu memberikan nasehat dan doa yang begitu amat banyak, sehingga penulis selalu semangat dan yakin dalam setiap langkahnya selama menjalani proses pembuatan skripsi ini. Semoga Allah selalu memberikan limpahan kasih sayang serta keberkahan nya kepada beliau-beliau. amin 9. Yang paling penulis cintai dan hormati, yaitu Ayahanda H. Zainal Arifin yang telah memberikan kesempatan belajar dari kecil hingga beranjak dewasa, dan yang tiada henti mendoakan serta mendukung penulis dengan penuh kesabaran. Juga tak akan pernah lupa orang yang selalu membuat hati ini bergetar dan membuat air mata ini selalu mengalir ketika kuingat dan ku sebut namanya, Ibunda Hj. Masyithoh (almrhmh) “Allohummagfirlahaa” yang selalu menjadi inspirasi dan semangat dalam setiap langkahku, semoga Allah menempatkanmu ditempat yang terbaik disisi-NYA. Babeh,Ibu…..terima kasih ku ucapkan akan cinta dan kasih sayang yang selama ini kalian berdua berikan, tak akan terbalaskan oleh apapun, pengorbananmu akan terus terukir dihatiku. 10. yang paling penulis sayangi, kakanda Siti Masyrofah, yang telah memberikan kontribusi begitu banyak kepada penulis yang tak dapat kusebutkan, tanpa mengenal kata lelah dan bosannya memberikan dukungan dan semangat juga doa yang tiada henti. Juga kepada adinda Siti Fadhilaturrohmah, yang selalu mendengarkan keluh dan kesah, disaat penulis sedang mengalami kesulitan. Kalian adalah yang terbaik dan anugrah terindah dari Allah SWT untuk menjadi
bagian dari hidupku, mudah-mudahan Allah selalu memberikan kasih sayang ketentraman dan keberkahan dalam kehidupan kita semua. 11. Untuk mereka, keluarga besarku abang-abang dan mpo-mpo ku yang tak dapat disebutkan satu persatu, yang selalu mencurahkan kasih sayangnya, perhatian yang begitu besar dan do’a yang selalu terucap dari lisan mereka untuk penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini. Semoga segala apa yang kalian berikan mendapatkan pahala yang berlimpah dimata Allah SWT. 12. Sahabat penulis, ukhti (St. Sholeha) yang selalu mendengarkan keluh kesah penulis, yang tidak pernah berhenti memberikan perhatiannya, semangat, dan juga do’a nya. Penulis hanya dapat membalasnya dengan sebuah do’a yang begitu tulus, semoga Allah limpahkan kasih sayangnya untuk ukhti, amin. 13. Teman-teman penulis, yaitu Meong, Lael, Mamend dan Hasan yang telah memberikan bantuan, dukungan, semangatnya, dan juga do’anya serta perhatiannya yang begitu besar kepada penulis selama penulisan skripsi ini berjalan. 14. Rekan-rekan penulis lainnya kelas KPI E angkatan 2004 yang tak dapat penulis sebutkan satu persatu, tapi tak mengurangi rasa hormat dan ucapan terima kasih yang telah banyak mamberikan pengalaman dalam pergaulan (silaturrahmi). Semoga mereka semua menjadi orang yang bermanfaat untuk kehidupan yang akan datang. 15. Hj. Rose (ka iyong) dan bapak sugi, penulis ucapkan rasa terima kasih yang begitu besar atas doa dan bantuannya yang begitu tulus kepada penulis, semoga Allah akan membalas kebaikan yang kalian berikan, amin.
16. Tak lupa penulis ucapakan rasa terima kasih banyak kepada pegawai foto copy Panda( Mas Agus) yang selalu membantu dan memberikan semangat nya kepada penulis, juga kepada rental Yobana yang telah begitu baik membantu penulis selama proses pembuatan skripsi ini. Akhirnya penulis dengan segala kerendahan hati , amat menyadari bahwa skripsi yang telah penulis selesaikan ini masih sangat jauh dari yang namanya sebuah kesempurnaan dan penulis berharap kepada pribadi dan pembaca dari berbagai kalangan bias memberikan saran serta kritikan yang membangun untuk masa depan yang lebih baik.
Jakarta, 15 Desember 2008
Penulis
DAFTAR ISI
JUDUL LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING KATA PENGANTAR .................................................................................
i
DAFTAR ISI ...............................................................................................
viii
BAB
BAB
BAB
I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ......................................................
1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ...................................
10
C. Tujuan Penelitian ................................................................
10
D. Manfaat Penelitian ...............................................................
10
E. Metodologi Penelitian .........................................................
11
F. Sistematika Penulisan ..........................................................
12
II TINJAUAN TEORITIS A. Konsep Pemikiran ..............................................................
13
B. Pengertian Dakwah ............................................................
22
C. Unsur-unsur Dakwah ..........................................................
28
D. Hakikat Dakwah .................................................................
40
III BIOGRAFI K.H. SYUKRON MAKMUN A. Latar Belakang Keluarga dan Masa Kecilnya ....................
52
BAB
B. Latar Belakang Pendidikan .................................................
52
C. Perjalanan dakwah K.H. Syukron Makmun ........................
53
D. Karya-karya K.H.Syukron Ma’mun ...................................
56
IV ANALISIS PEMIKIRAN dan AKTIVITAS DAKWAH K.H.SYUKRON MAKMUN
BAB
A. Konsep Pemikiran dakwah K.H.Syukron Makmun .............
58
B. Aktivitas Dakwah K.H.Syukron Makmun ...........................
74
V PENUTUP A. Kesimpulan ........................................................................
91
B. Saran – saran ......................................................................
92
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
93
LAMPIRAN-LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Manusia hidup di Negara manapun memiliki budaya yang berbeda-beda, namun hal ini bukanlah penghalang untuk berinteraksi dengan budaya Negara lain dalam konteks Hubungan Internasional. Manusia di beri kebebasan untuk berbudaya, namun tidak serta merta budaya Negara lain di adopsi untuk kemajuan Negara, hal ini perlu di perhatikan, agar budaya asli pribumi tidak terkena dampak budaya negatif Negara lain. Dalam artian bukan semua budaya Negara lain itu negatif, pasti ada segi positifnya. Sekarang manusia telah masuk abad 20-an dalam sejarah perjalanan dunia, hal ini di tandai dengan berubahnya kondisi dan situasi cara hidup dan gaya hidup. Dahulu manusia masih mengandalkan kemampuan fisik untuk kelangsungan hidupnya. Seperti berladang, berburu, hidup berpindah-pindah serta melakukan peperangan fisik jika terancam dirinya, namun zaman dan sejarah telah membawa manusia berubah dari cara tradisional menjadi modern. Di Barat, proses dari masyarakat tradisional menjadi masyarakat modern di sebut sebagai modernisasi. Secara historis, Galileo Galilei di anggap sebagai seorang pahlawan dalam hal modernisasi, ia hidup pada zaman renainsans, abad kelahiran baru. Para pemikir pada saat itu mulai menempatkan diri dalam kebebasan pribadi dan dengan akal sehatnya mendobrak dogma gereja, serta menemukan pemecahanpemecahan baru dan penemuan baru di bidang ilmiah. David A. Apter berpendapat
dalam bukunya “Politik Modernisasi” (1987, halaman 46 ): “Bahwa Galileo adalah kemenangan akal, dan akal, yang di terapkan dalam masalah manusia, merupakan landasan modernitas.”1 Industrialisasi adalah proses awal modernisasi, di mulai di Inggris pada abad ke-18 dengan revolusi industri. Sejak itu, gejala ini meluas keseluruh Eropa dan Amerika Utara, yang di kenal sebagai Negara-negara maju, sebaliknya di Negaranegara yang sedang berkembang, industrialisasi justru di sebabkan oleh modernisasi dengan bermacam rencana-rencana pembangunan dalam bidang social ekonomi, dan politik. Modernisasi di Barat sedikit banyak mempunyai dampak kepada sejarah peradaban Islam, khususnya di Indonesia. Kalangan muda dalam gerakan Islam cukup sibuk membahas masalah modernisasi, sejah tahun 1967 atau 1968, ini tampak dari tulisan-tulisan yang di muat di Koran-koran mahasiswa serta diskusi-diskusi yang di selenggarakan, baik terbuka maupun terbatas.2 Para cendikiawan Muslim Indonesia memandang: “modernisasi adalah rasionalisasi yang di topang oleh dimensi-dimensi moral yang berpijak kepada prinsip iman kepada Tuhan Yang Maha Esa. Akan tetapi kita sepenuhnya menolak pengertian yang menyatakan modernisasi adalah westrenisasi, sebab kita menolak westrenisasi.” Pendapat Dawam Rahardjo mengutip pandangan Nurcholish Madjid tentang modernisasi.3
Sedangkan kata modernisasi menurut Nurcholish Madjid memiliki pengertian yang identik, atau hampir identik dengan pengertian rasionalisasi. Itu berarti, proses perubahan pola berfikir dari tata kerja lama yang kurang rasional (aqliyah) dan
1
Pardoyo, Sekularisasi dalam Polemik (Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti, 1993), h.39. Nurcholish Madjid, Islam Kemoderenan dan Keindonasian (Bandung: Mizan, 1994),h.175-177. 3 Ibid.,h.18 2
menggantinya dengan pola berfikir dan tata kerja baru yang aqliyah. Hal itu di lakukan dengan menggunakan penemuan mutakhir manusia di bidang ilmu pengetahuan, sebagai hasil pemahaman manusia terhadap hukum-hukum objektif yang menguasai alam, ideal dan materil, sehingga alam ini berjalan menurut kepastian tertentu dan harmonis. Aspek yang paling mencolok dari modernisasi suatu masyarakat, kelihatannya mulai beralihnya tekhnik produksi tradisional ke tekhnik modern, pandangan ini berdasarkan revolusi industri di Barat. Dalam proses modernisasi, pengikisan polapola lama justru sering berakibat pula pada pengikisan nilai-nilai agama terhadap pribadi masyarakat. Salah satu kemajuan zaman ditandai dengan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi informasi,dan sebagainya. Begitu wajarnya, apabila pada zaman sekarang ini tantangan serata tuntutan dakwah semakin keras dan semakin menjulang tinggi. Pada era informasi ini, di mana lajunya informasi yang dapat kita terima dan serap dari segala atau berbagai penjuru dunia, baik melaui media cetak maupun elektonik, dan bahkan sekarang lebih modern lagi yaitu internet. Yang mana internet ini menyajikan berbagai suguhan, baik yang bermuatan ilmu pengetahuan, hiburan, sampai kepada hal-hal yang negatif. Beragam VCD beredar tanpa sensor, komikkomik, dan novel juga demikian, kemudian tempat-tempat hiburan semakin merajalela, itulah gambaran fakta yang terjadi di era globalisasi ini. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dakwah pun mengalami perubahan makna yang semakin luas serta metodologi yang bervariasi dari kegiatan dakwah melalui tabligh berupa penyampaian ajaran Islam secara lisan
melaui tulisan yang dikenal dengan istilah dakwah “bil Qalam” yang merupakan bentuk dakwah yang lebih mudah dan sederhana. Kemudian juga metode dakwah melaui dialog antar umat beragama yang merupakan salah satu sarana untuk berdakwah. Selain itu juga, di zaman sekarang ini muncul berbagai aliran-aliran baru, serta pemikiran-pemikiran yang membuat masyarakat kita menjadi terpecah belah. Artinya, dengan banyak aliran-aliran baru itu keyakinan serta kebudayaan yang selama ini di yakininya itu bisa berubah, dikarenakan mereka masih awam sehingga dengan mudahnya mereka terjerumus oleh aliran-aliran tersebut. Di tambah lagi dengan adanya situs-situs internet, yang mana begitu banyak timbul pemikiran-pemikiran baru yang dengan mudahnya juga masyarakat jadi ikut terbawa. Karena keadaan masyarakat yang selalu identik dengan ilmu pengetahuan tinggi, sudah bisa dipastikan dalam kehidupan sehari-harinya tidak terlepas dari informasi, baik yang datang dari media cetak maupun elektronik. Media cetak adalah media yang berhubungan dengan pempublikasian melalui majalah, buku, Koran, dan lain-lain. Memang kita harus akui, bahwa segala sesuatu pasti mempunyai sisi positif dan negatif, tergantung kepada manusia yang mempunyai hak prioritas untuk memilih. Oleh karena itu, dengan demikian dituntut para generasi bangsa yang professional, yang mampu menterjemahkan situasi dan kondisi masyarakat yang membenteng dihadapan kita. Untuk itu, mubaligh atau para tokoh ulama harus mampu menghadapi arus globalisasi secara terbuka dengan tidak menutup diri dari hal-hal yang serba baru. Karena, sebagai umat Islam kita harus menantang kemajuan teknologi dengan
teknik-teknik dakwah yang cermat, teliti, dan harus mampu mengikuti kemajuan zaman modern ini. Dakwah merupakan aktivitas yang begitu lekat dengan kehidupan kaum muslimin. Begitu dekatnya sehingga hampir seluruh lapisan masyarakat terlibat di dalamnya. Dakwah juga “merupakan kewajiban bagi seluruh muslim yaitu mengajak ke jalan yang ma’ruf dan mencegah segala kemungkaran. Dakwah adalah membina umat manusia serta menyelamatkan mereka dari kesengsaraan dunia dan akhirat.”4 Upaya untuk mensyiarkan dan mengembangkan agama Islam adalah merupakan amanah dan tugas yang mulia. Sebab hal ini pada dasarnya sebagai realisasi dari kandungan Al-Qur’an dan Sunnah. Dalam mensyiarkan dan mengembangkan dakwah tidak cukup hanya dengan kelengkapan konsep saja tetapi dengan menggunakan metode yang bisa di terima oleh mad’unya. Banyak sekali metode-metode dakwah yang di gunakan para da’I untuk mengajak umat manusia khususnya muslimin dan muslimat menuju jalan keridhoan Allah SWT. Salah satu cara yang khas dalam dakwah adalah ceramah mimbar, yang mungkin inilah satu-satunya cara berdakwah menurut pandangan orang awam. Padahal dakwah bisa di lakukan dengan metode apapun, misalnya melalui perbuatan, pendekatan psikologis dan lain sebagainya, yang terpenting adalah bagaimana caranya agar kapan dan dimanapun berada harus dapat mengingat Allah SWT. Dengan berbagai fenomena kehidupan, kegiatan dakwah memiliki peranan penting untuk dapat menopang dan akan menemukan kembali aspek yang paling fundamental dalam sebuah kehidupan. Upaya mengajak manusia untuk tetap menjadi makhluk yang baik selalu menghambakan dirinya terhadap Tuhan, yang wujudnya 4
Abdul Rasyad Shaleh, Manajeman Dakwah Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1986), cet.ke-2,h.7
menjalankan sebuah risalah atau misi yaitu menata kehidupan sesuai yang di kehendaki oleh Allah SWT. Yang akan menjadi kebaikan di dalam kehidupan, terbebas dari siksaan di dunia maupun di akhirat. Begitu juga dengan Islam adalah etika dan kekuatan atau kasih sayang dan keadilan. Islam adalah kebudayaan dan undang-undang, atau ilmu pengetahuan dan peradilan. Islam adalah materi dan kekayaan atau usaha dan kecukupan. Islam jihad dan dakwah. Makna dakwah adalah segala usaha dan kegiatan yang di sengaja dan berencana dalam wujud sikap, ucapan, dan perbuatan yang mengandung ajakan dan seruan, baik langsung maupun tidak langsung yang di tujukan pada orang perorangan, masyarakat atau golongan supaya tergugah jiwanya, terpanggil hatinya kepada ajaran Islam, untuk selanjutnya mempelajari dan menghayati serta mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Dakwah juga segala sesuatu yang tidak dapat di pisahkan dari dakwah yang seperti: perekonomian tidak dapat di pisahkan dari dimensi dakwah, tidak bisa di pisahkan politik dari dimensi dakwah, dan juga tidak bisa memisahkan seni, budaya dan kreativitas lainnya sebagai refleksi dakwah, jadi luas sekali makna dakwah, bukan sekedar seorang yang berdiri menyampaikan aspek-aspek tertentu dari ajaran agama Islam. Seorang Buruh juga berdakwah, begitu juga dengan Petani, Perawat, hakim, Jaksa, Polisi, apapun bidang-bidang termasuk mereka yang berada di parlemen eksekutif kalau mereka seorang muslim, wajib baginya melaksanakan tugas dakwah tersebut. Dari berbagai definisi tentang dakwah itu sendiri meskipun tidak ada yang baku di dalamnya akan tetapi ini tidak akan menghilangkan makna dan tujuan yang pokok
dakwah yaitu untuk mengajak kepada sesuatu yang lebih baik. Artinya setiap muslim bertugas dan berkewajiban menjadi pengajak, penyeru, atau pemanggil kepada umat untuk melaksanakan Amar ma’ruf Nahi Munkar. Mengajak kepada kebaikan dan meninggalkan kenistaan. 5 Umat Islam yang paling besar dan banyak yang tersebar di dunia itu harus di bina sebaik mungkin dengan akhlak Qur’ani dan keimanan, sehingga terwujudlah akhlakul karimah. Kalau tidak hampir dapat dipastikan, umat Islam ada dalam kejahiliahan, serta dapat melahirkan berbagai macam penyimpangan. Maka mubaligh harus cepat tanggap, dan bagaimana seharusnya menginformasikan dakwah Islamiyah, agar masyarakat lebih kuat dan lebih tekun imannya. Pandangan yang seperti inilah yang juga di jadikan sebagai landasan oleh K. H. Syukron Ma’mun salah satu tokoh dakwah, ulama, bahkan bisa dikatakan “Singa Mimbar” untuk melakukan dakwah di era globalisasi ini. Dengan memanfaatkan globalisasi yang ada, K. H. Syukron Ma’mun mencoba untuk menerima kemajuan tekhnologi komunikasi yang ada, dengan tidak meninggalkan visi, misi, dan tujuan utamanya, yakni dakwah. Aktivitas seorang K. H. Syukron Ma’mun merupakan salah satu tokoh penyebar ajaran Islam yang sukses dengan dakwahnya, dalam berbagai corak pemikiran melalui kebebasan berpikir dengan media demokrasi, social-budaya, agama, dan politik. K. H. Syukron Ma’mun merupakan sebagian figur di Negara kita tercinta ini, untuk diteladani dalam hal aktivitas dakwahnya, juga dalam pemikirannya. Trik-trik dakwah dan strategi dakwah beliau merupakan suatu hal yang menarik untuk dikaji, sehingga dapat memberikan kontribusi positif bagi kita. K. H. Syukron Ma’mun telah 5
Ali Al-Qahtani bin Said, Dakwah Islam Dakwah Bijak (Jakarta: Gema Insani Press,1994)
menunjukkan kontribusi yang signifikan yang berupa pemikiran dalam bidang dakwah Islam. Tokoh K. H. Syukron Ma’mun ini menarik untuk dikaji karena beberapa alasan : 1. K. H. Syukron Ma’mun seorang aktivis muslim yang memiliki visi dan misi serta orientasi yang jelas dalam bidang social keagamaan. Dilihat dari aktivitasnya dalam bidang dakwah baik dalam dan luar negeri. 2. Bila dilihat dari latar belakang kehidupannya, sejak kecil beliau sudah terjun dalam aktivitas dakwah yang ditunjang dengan khasanah keilmuan dan wawasan serta pengalamannya yang sangat luas. 3. Sebagai praktisi dakwah tidak hanya pandai berkata-kata saja, tetapi juga memiliki ilmu tentang dakwah yang didapatkannya melalui pendidikan formal. Dengan beberapa alasan tersebut, maka sewajarnya figur K. H. Syukron Ma’mun ditulis karena perannya dalam gerakan dakwah sama dengan tokoh-tokoh agama, da’i-da’i kondang di Indonesia, yang di harapkan bisa di ikuti oleh kaderkader dakwah berikutnya. Dari penjelasan di atas, maka penulis mencoba mengangkat sebuah judul “PEMIKIRAN DAN AKTIVITAS DAKWAH K. H. SYUKRON MA’MUN”
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Penulis membatasi tulisan ilmiah ini hanya pada pemikiran dan aktivitas K. H. Syukron Ma’mun dalam perjalanan dakwahnya. Dengan perumusan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pemikiran dakwah K. H. Syukron Ma’mun ? 2. Apa saja bentuk aktivitas dakwah K. H. Syukron Ma’mun ?
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Secara Umum Untuk memberikan penjelasan yang akurat seputar pemikiran serta aktivitas dakwah tokoh agama dalam berdakwah dimasa yang akan datang. 2. Tujuan Secara Khusus Untuk memberikan penjelasan mengenai pemikiran dan aktivitas dakwah K. H. Syukron Ma’mun.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Akademis Merupakan salah satu penelitian yang dapat dipakai sebagai pelengkap referensi dan pembanding untuk studi-studi selanjutnya, serta akan menambah jumlah studi mengenai dakwah K. H. Syukron Ma’mun. 2. Manfaat Praktis a. Kepada pembaca umumnya, penelitian ini di harapkan menjadi bahan motivasi para mubaligh dalam mengkomunikasikan dakwah dengan masyarakat.
b. Hasil penelitian yang akan penulis lakukan dalam hal ini dapat di gunakan sebagai
tindakan praktis untuk memberikan pengetahuan kepada penulis
tentang kegiatan dakwah K. H. Syukron Ma.mun di era globalisasi ini.
E. Metodologi Penelitian Metode yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, metode ini menggambarkan profil KH. Syukron Ma’mun dalam pemikiran dan aktivitas dakwahnya. Penelitian ini dilakukan sebagai penunjang penelitian lainnya. Dengan mengetahui pandangan dan pendapat melalui buku, majalah, Koran, dan lainlain yang berhubungan dengan judul skripsi yang diangkat oleh penulis. Untuk memperoleh data tersebut, penulis menggunakan : 1. Wawancara Wawancara atau interview merupakan suatu alat pengumpulan informasi langsung tentang beberapa jenis data. Penulis mengadakan dialog langsung dengan pihak terkait yang berhubungan dengan tema yang diangkat oleh penulis. 2. Studi Dokumentasi Adalah merupakan tekhnik yang juga di lakukan baik berdasarkan buku, makalah, ataupun sumber literature-literatur lainnya agar data yang di peroleh lengkap dan akurat. Data tersebut adalah data sekunder. 3. Analisis Data Analisis data yang di gunakan penulis adalah analisa Deskriftif, yaitu di maksudkan menggambarkan dan menjelaskan suatu peristiwa yang menarik perhatian
peneliti di lapangan, dan titik beratnya pada observasi ini, hanya pada gejala dan mencatatnya sebagai hasil penelitian dan tidak berusaha memanipulasi data.
F. Sistematika Penulisan Untuk memudahkan pembahasan skripsi ini, penulis menggunakan beberapa hal tentang sistematika penulisan dengan rincian sebagai berikut : BAB I
PENDAHULUAN, terdiri dari : Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian, serta Sistematika Penulisan.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS, meliputi : Konsep Pemikiran, Pengertian Dakwah, Unsur-unsur Dakwah, serta Hakikat Dakwah.
BAB III
BIOGRAFI, K. H. SYUKRON MA’MUN, meliputi : Latar Belakang Keluarga dan Masa Kecilnya, Latar Belakang Pendidikan, Perjalanan Dakwah K. H. Syukron Ma’mun, dan Karya-Karya K. H. Syukron Ma’mun.
BAB IV
ANALISIS
PEMIKIRAN
dan
AKTIVITAS
DAKWAH
K.H.
SYUKRON MA’MUN meliputi : Konsep Pemikiran Dakwah K.H. Syukron Ma’mun, serta Aktivitas Dakwah K.H. Syukron Ma’mun. BAB V
PENUTUP, yang mencakup kesimpulan dan saran-saran.
DAFAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Pemikiran Dinamika sosio-kultural, akhir-akhir ini sangat di rasakan oleh umat manusia dan telah mewarnai hampir seluruh aspek kehidupan spiritual sebagai potensi rohaniah manusia. Pesatnya dimensi keilmuan yang berhasil menjawab hampir seluruh potensi sumber daya alam dan manusia terutama menjelang berakhirnya abad XX ini, di satu pihak telah berhasil memuaskan sebagai kaum rasionalis. Meskipun upaya penjelajahan dengan ilmu sebagai alat analisis dan tekhnologi sebagai ilmu terapan telah terbukti memberikan hasil konkrit, tetapi proses itu bukan berarti tidak masalah. Perkembangan
dinamisasi
kehidupan
manusia
menunjukkan
bahwa
sesungguhnya kehidupan manusia adalah dinamis, senantiasa berkembang mengikuti alur kehidupan. Islam di proklamirkan oleh Nabi Muhammad SAW.9571-623 M) di Arabia. Dalam waktu yang relatif singkat, Islam telah berkembang ke wilayahwilayah sekitar Arabia, dan tidak lama kemudian Islam telah menaklukkan dua kekuatan super power ketika itu, yaitu di belahan Timur kekuatan Persia sebagai pusat perkembangan agama Zoroaster dengan pusatnya di Khurasan, dan di belahan Barat kekuatan Byzantium sebagai pusat perkembangan agama Kristen dengan pusatnya di Constantinopel.6
6
Samsul Munir Amin, Dinamika Perkembangan Dakwah Islam (Perspektif Historis), dalam jurnal Al-Qalam, Edisi 5/2/1997,h.21
Lodrop Stoddart, dalam The new world of Islam menggambarkan perkembangan Islam: “Bangkitnya Islam barangkali satu peristiwa yang menakjubkan dalam sejarah manusia. Dalam tempo seabad saja, dari gurun tandus dan suku bangsa terbelakang, Islam telah tersebar hampir menggenangi separoh dunia; menghancurkan kerajaan-kerajaan besar, memusnahkan beberapa agama besar yang telah di anut berbilang zaman dan abad, mengadakan revolusi berfikir dalam bangsa-bangsa, dan sekaligus membina suatu dunia baru, dunia Islam.” 7
Berfikir merupakan aktifitas yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia. Selama kesadaran terjadi, selama itu pula aktivitas berfikir berlangsung. Objek pemikiran pun sangat luas, seluas wilayah jagad raya ini. Untuk itu, otak yang di pandu nilai, ibarat pengembara di padang luas berjalan tanpa arah, tentu saja lebih mungkin tersesat daripada selamat. Atas dasar itu, akal manusia perlu metode dan arah dalam berfikir. Ketika Islam menyinggung aspek pemikiran, bukan berarti ia memasung potensi nakal pikiran, namun mengarahkan dan membimbingnya menuju hidup yang maslahat. Bagaimana berfikir Islami adalah upaya menjelaskan hakikat rambu-rambu, dan arah berfikir agar sesuai dengan kaidah ilmiyah obyektif, dan itu berarti sesuai dengan nilai-nilai Islam. Dalam kamus umum Bahasa Indonesia kata “pikir” mempunyai arti, (1) akal budi, ingatan, angan-angan : dan (2) kata dalam hati, pendapat (pertimbangan). Sedangkan
kata
“berpikir”
diartikan
menggunakan
akal
budi
untuk
mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu, menimbang-nimbang dalam ingatan. “memikirkan” artinya mencari daya upaya untuk menyelesaikan sesuatu dengan menggunakan akal budi. “pemikiran” adalah cara atau hasil pikir. Karena kata “pikir” berasal dari bahasa arab Fikr lahir pula Tafkir (dari Fakkara – Yufakkiruu-), yang
7
L. Stoddart, The New World of Islam (Dunia Baru Islam),Jakarta, Panitia Penerbit, 1996,h.11
artinya
“memfungsikan
akal
dalam
suatu
masalah
untuk
mendapatkan
pemecahannya.8 Toha Jabir Alwani 1989 mengatakan bahwa dalam Al-Qur’an, kata Fikr tidak disebut dalam bentuk isim (kata benda), tetapi dalam bentuk Fiil (kata kerja) yakni Fi’I madhi (telah terjadi) dan Fi’I mudhori (sedang dan akan terjadi : kontinu) serta dalam sighah mukhatab (bentuk orang kedua) dan ghaib (orang ketiga). Misalnya fakara, tatafakkarun. Dalam bahasa Arab Fi’I senantiasa menunjukkan atau mengandung adanya dua hakikat yakni perbuatan itu sendiri dan pelakunya, sehingga dalam kata fakkara tersebut
ada fikr (perbuatan berfikir) dan ada mufakir
(pemikirnya). Disamping itu, kegiatan berpikir termasuk yang memerlukan objek yang difikirkan.9 Ada beberapa pendapat atau pengertian yang dikemukakan oleh para ahli pikir. Tidak ada perbedaan yang mendasar di antara mereka, definisi atau ta’rif itu sebagai berikut. Pemikiran atau berpikir adalah kata benda dari aktifitas akal yang ada didalam diri manusia, baik kekuatan akal berupa kalbu, roh, atau zin, dengan pengamatan atau pendalaman untuk menemukan makna yang tersembunyi dari persoalan yang dapat diketahui, maupun untuk sampai pada hukum atau hubungan antar sesuatu. Menurut Ibnu Kholdun 1986, berpikir atau pikir ialah penjamahan bayang-bayang yang telah diindra -ini dibalik perasaan- dan aplikasi akal didalamnya untuk membuat analisis dan sintesis.( Ibnu Khaldun, 1986 ).
8 9
Abu Azmi Azizah, Bagaimana Berfikir Islami,(Solo:Era Intermedia,2001),h.43-44 Thoha Jabir Alwani, Krisis Pemikiran Modern Diagnosis Dan Resep Pengobatan (LKPS:1986)
Muhammad Imarah ( 1994 ) mengatakan bahwa “pemikiran” secara termonologis adalah pendayagunaan pemikiran terhadap sesuatu dan sejumlah aktivitas otak, berupa berpikir berkehendak, dan perasaan yang bentuk paling tingginya adalah kegiatan menganalisis, menyusun dan mengkoordinasi. Dari beberapa makna dan pengertian berpikir tersebut, kita dapat mengetahui bahwa dalam berpikir terdapat beberapa hal, yaitu; (1) adanya kegiatan atau aktivitas akal budi yang berupa pengamatan, perenungan, analisis, dan sintesis; (2) adanya “sarana” yang berupa indra, akal, dan hati (roh); (3) adanya sesuatu yang telah diketahui; dan (4) adanya sesuatu yang akan diketahui atau dihasilkan berdasarkan hal-hal yang telah diketahui.10 Dalam kamus umum Bahasa Indonesia karya WJS.Purwodarminta, kata pemikiran berarti abstraksi seseorang terhadap sesuatu. Atau lebih jauh, pemikiran di artikan sebagai konsepsi, pandangan, nalar akal seseorang atas suatu hal. Dapatlah kita sedikit mencerna dan memahami bahwa pemikiran adalah sebuah pendaya gunaan otak menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu; menimbang-nimbang dalam ingatan. “Memikirkan” artinya mencari daya upaya untuk menyelesaikan sesuatu dengan menggunakan akal budi. “Pemikiran” adalah cara atau hasil pikir. Manusia terlahir di dunia telah dilengkapi dengan berbagai unsur yang sekaligus merupakan potensi yang sangat penting bagi diri dan kehidupannya. Secara garis besar, manusia terdiri dari jasmani dan rohani. Manusia telah di bekali dengan berbagai potensi, berupa indra, akal fikiran, dan hati.11 Potensi yang lain adalah kejahatan dan taqwa yang Allah ilhamkan kepadanya.
10
Ibid.,h.45 Dalam Al-Qur’an, indera diwakili dengan pendengaran dan penglihatan dua sarana yang secara efektif dapat mengakses informasi dan langsung berkait dengan pemikiran.Akal fikiran dan hati diwakili oleh fuad dan Qalb 11
Dengan indranya, seseorang dapat mengetahui atau menangkap sesuatu fenomena, atau peristiwa yang ada di sekitarnya. Termasuk di dalamnya makhluk hidup,
khususnya
manusia
itu
sendiri dengan
segala
tingkah
laku
dan
kompleksitasnya. Apa saja yang di indra, secara otomatis akan di proses atau di transformasikan ke otak sebagai input. Otak memproduksi input itu dalam ingatan, mengimajinasikan, membandingkan, menyeleksi, dan mengombinasikan dalam bentuk yang baru, dengan proses seperti itu secara continue, akan diperoleh suatu pendapat, teori, hukum-hukum atau ilmu pengetahuan yang dapat dimanfaatkan untuk memecahkan problem kehidupannya. Oleh karena itu, berfikir sesungguhnya suatu kebutuhan insani yang tak terelakkan untuk tumbuh dan berkembang, yang sekaligus merupakan kebutuhan akan aktualisasi fitrahnya. Tegasnya, manusia tidak dapat lepas dari berfikir seberapapun intensitas dan kuantitasnya. Manusia diberikan kelebihan dari makhluk-makhluk yang Allah telah ciptakan, yaitu akal, maka sesuai dengan potensi yang dimiliki manusia, di jadikan sebagai suatu anugerah yang besar dan harus di manfaatkan dan di aktualisasikan secara benar. Ada makna yang tersurat dan tersirat dari alam dan Al-Qur’an, di sinilah manusia di anjurkan untuk merenungkan tanda-tanda kebesarannya, baik berupa ayatayat dan melalui perantara alam semesta ini dalam bentuk yang konkrit. Dengan demikian, bagaimana manusia berfikir mengaplikasikannya dalam bentuk dakwah, yaitu menyeru kepada jalan kebenaran yang telah diperintahkan Allah SWT, dan meninggalkan apa yang menjadi larangan-NYA.Dakwah merupakan satu bagian yang pasti ada dalam kehidupan setiap muslimin, dalam ajaran Islam
dakwah merupakan suatu kewajiban yang dibebankan agama kepada pemeluknya. Dengan demikian, dakwah bukanlah semata-mata timbul dari pribumi/golongan, walaupun aktivitas ini di khususkan pada satu golongan/individu ( thaifah ) yang melaksanakannya. Islam sendiri adalah sebagai nama sebuah agama disebut juga sebagai “dakwah”. Artinya agama yang selalu mendorong pemeluknya untuk senantiasa aktif dalam melakukan dakwah bahkan bisa di katakan bahwa mundurnya Islam sangat bergantung pada kegiatan dakwah yang dilakukannya. Potensi yang sempurna dalam diri manusia memang tidaklah mudah untuk mempraktekkannya, namun Allah SWT memberikan pegangan, petunjuk, serta pedoman agar dakwah dapat berhasil dan pemikiran manusia tidak membelok dari sumber-sumber pedoman itu, antara lain:
1. Al-Qur’an Al-Qur’an mengharuskan manusia untuk berpikir,
merenungi dan
mengelola alam semesta serta memanfaatkannya bagi kemaslahatan diri kita dan kehidupan manusia pada umumnya, karena alam semesta ditunjukkan kepada manusia untuk di kelola, maka tidaklah heran manusia di sebut sebagai khalifah fil ardh, yang harus menjaga kehidupan dan kemakmuran bumi.
َ َِ َُ َََِْ إِ! َُِ ِ اَرْضِ ًََِ َُا أ#ِ$َ%َ&ِْ َ'()َوَإِذْ َلَ ر َ ُ0ََْسُ َ'َ َلَ إِ! أ/َ2ُ!َِكَ و/ْ&َ4ِ) ُ56َ-ُ! ُْ4َ!َءَ و8َ/ِْ'ُ ا-َُ َِ وَی/ِ-ُْی ََ َ َْ&ُن: Artinya :
“Ingatlah
ketika
Tuhanmu
berfirman
kepada
para
malaikat:
“
Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Mereka berkata : “ Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman : “ Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”(QS. Al-Baqarah : 30) Menurut Ustman Najati (1985), Allah SWT telah memberi dorongan kepada manusia
untuk
memikirkan
alam
semesta,
mengadakan
pengamatan,
merenungkan pencipaan langit dan bumi serta apa saja yang ada didalamnya. Akal merupakan rahmat serta karunia yang tak ternilai harganya, dan ini merupakan sumber kekuatan yang dapat menyingkap sisi kehidupan dan berbagai macam pemikiran, serta menentukan derajat manusia tinggi atau rendah di sisi Allah SWT. Mengenai dakwah dalam Al-Qur’an, dapat di ambil sebuah ayat yang berkenaan pula dengan masalah ini. Ayat itu berbunyi :
ِ;َ#<ُ&ْف وََ<َْْنَ َِ ا ِ س َ>ُْ;ُونَ )ِْ&َ ْ;ُو ِ ?<ِ ْ@َِ;ُْْ َْ;َ أُ?ٍ أ0ُB<ُآ َِْ<ُنGُ&ُْ ا0ُْ< ْ0ُ? َنَ َْ;ًا#َ َِبBِ#ِْ وََْءَاََ أَهُْ اFِ) َِْ<ُنGَُو َُن2ُِ اَْﺱ0َُ;َهIْوَأَآ Artinya : “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka,
di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orangorang yang fasik.” (QS. Al-Imran : 110) 2. Al – Hadist Selain ayat-ayat Al-Qur’an, yang menjadi sumber dakwah ada pula yaitu hadist-hadist Nabi s.a.w yang shahih dan diriwayatkan oleh orang-orang yang shahih dimana menjelaskan akan kewajiban umatnya untuk berbuat baik dan mencegah perbuatan yang dilarang, antara lain : a. Hadist Riwayat Imam tirmizi ; Dari Khudzaifah ra. Dari Nabi bersabda; “Demi dzat yang menguasai diriku, haruslah kamu mengajak kepada kebaikan dan haruslah kamu mencegah perbuatan yang mungkar, atau Allah akan menurunkan siksa-Nya kepadamu kemudian kamu berdo’a kepada-Nya di mana Allah tidak akan mengabulkan permohonanmu”. (HR. Tirmidzi) b. Hadist Riwayat Imam Muslim ; Dari Ali Sa’id Al-Khudhariyi ra. Berkata; aku telah mendengar rasulullah bersabda; barang siapa diantara kamu melihat kemunkaran, maka hendaklah mencegah dengan tangannya (dengan kekuatan atau kekuasaan) ; jika ia tidak sanggup dengan demikian (sebab tidak memiliki kekuatan dan kekuasaan) ; maka dengan lidahnya; dan jika (dengan lidahnya) tidak sanggup, maka cegahlah dengan hatinya, dan dengan demikian itu adalah selemah-lemahnya”. (HR. Muslim) Selemah-lemahnya keadaan seseorang, setidak-tidaknya ia masih tetap berkewajiban menolak kemungkaran dengan hatinya, kalau ia masih dianggap
Allah sebagai orang yang masih memiliki iman, menolakan kemungkaran dengan hati tempat bertahan yang minimal, benteng penghabisan tempat berdiri. 12 Kedua hadist diatas didahului dengan sebuah sumpah Nabi yang menunjukkan, bahwa manusia hanya mempunyai dua alternatif jalan yaitu berbuat amal ma’ruf atau nahi munkar, dengan kata lain jika tidak melaksanakan perbuatan baik, maka malapetaka menghampiri mereka dan permohonannya tidak akan dikabulkan. Lebih jauh, perlu diingat jika Allah telah murka kepada umat yang membiarkan saja kemungkaran, terkena malapetakanya bukan orang perorangan, tetapi umat secara keseluruhan. 3. Sejarah hidup para sahabat dan fuqoha Dalam sejarah hidup para sahabat-sahabat besar dan para fuqoha cukuplah memberikan contoh baik yang sangat berguna bagi juru dakwah. karena mereka adalah orang yang expert dalam bidang agama. Muadz bin Jabal dan para sahabat lainnya merupakan figur yang patut dicontoh sebagai kerangka acuan dalam mengembangkan misi dakwah. 4. Pengalaman Experince is the best Teacher, itu adalah motto yang punya pengaruh besar bagi orang-orang yang suka bergaul dengan orang banyak. Pengalaman juru dakwah merupakan hasil pergaulannya dengan orang banyak yang kadangkala dijadikan reference ketika berdakwah.13
B. Pengertian Dakwah
12 13
M.Natsir, Fiqhu Dakwah,(Semarang:Ramadhani,1984),h.113 RAHMAT SEMESTA, Metode Dakwah (Jakarta: Prenada Media,2003), h.21
Dalam buku ensiklopedi Islam, kata dakwah adalah kata dasar atau masdar. Kata kerjanya adalah da’a, yang mempunyai arti memanggil, menyeru, atau mengajak. Setiap gerakan yang bersifat menyeru, atau mengajak, dan memanggil orang untuk beriman dan taat pada perintah Allah SWT. Sesuai garis kaidah, syariat, dan akhlak islamiyah.14 Menurut Jum’ah Amin abdul aziz, makna dakwah secara bahasa mengandung beberapa arti: 1. An-nida atau panggilan. 2. Menyeru. 3. Menegaskan atau membela. 4. Suatu usaha berupa perkataan atau perbuatan untuk menarik manusia kesuatu aliran atau agama tertentu. 5. Memohon dan membantu atau berdo’a.15 Dalam kamus Bahasa Indonesia kontemporer dakwah mengandung arti “penyiaran agama Islam di kalangan masyarakat berikut seruan untuk mengamalkan ajaran agama”.16 Dakwah yang semula hanya berarti memanggil atau mengajak kepada sesuatu, dalam pengertian khusus berarti mengajak kejalan Allah (ud’u lil sabili rabbika). Artinya mengajak seseorang atau sekelompok orang untuk berIslam, memeluk agama Islam dan mengamalkannya. Disini dalam proses dakwah terjadi relasi interaktif yang kreatif, dinamis, dan inovatif antar individu atau kelompok orang yang mendakwahi (da’i). Allah SWT. Yang menentukan dakwah. Proses ini di harapkan dapat menimbulkan perubahan positif kearah yang lebih Islami. 17
14
Ensiklopedi Islam (Jakarta:Ichtiar Can Hoeve, 1999),h.280 Jum’ah Amin Abdul Aziz, Fiqih Dakwah Prinsip dan Kaidah Asasi Dakwah Islam (Surakarta:Era Intermedia,2000),h.24-25 16 Peter Salin dan Yeni Salam, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Edisi II (Jakarta:Modern Eanglish Press,1995),h.31 17 Andy Dermawan, Metodologi Ilmu Dakwah,cet.I(Jakarta:LEESFI,2002), h.25 15
Salah satu karakter dakwah Islamiyah adalah komprehensif, yaitu dakwah yang bersifat menyeluruh, menyangkut seluruh aspek kehidupan manusia, sesuai dengan watak dan ajaran Islam itu sendiri.18 Sedangkan Endang Saefudin lebih jauh membagi dakwah dalam arti terbatas dan luas. Dakwah Islam dalam arti terbatas; Penyampaian Islam kepada manusia baik secara lisan maupun tulisan, ataupun secara lukisan (panggilan,seruan dan ajakan kepada manusia pada Islam). Sedangkan arti luas dakwah Islam dalam kehidupan manusia (termasuk didalamnya: politik, ekonomi, social, pendidikan, kesenian, ilmu pengetahuan, tekhnologi dan penghidupan itu sendiri).19 Lebih lanjut, Syekh Ali Mahfudz memperjelas, dakwah adalah mengajak manusia untuk mengerjakan kebaikan dan mengikuti petunjuk, menyuruh mereka berbuat baik dan melarang mereka dari perbuatan jelek agar mereka mendapat kebahagiaan didunia dan di akhirat. Pendapat ini juga selaras dengan pendapat alGhazali bahwa “amar ma’ruf nahi munkar adalah inti gerakan dakwah dan penggerak dalam dinamika masyarakat islam.20
َ!َأ8ََِ وFَنَ ا4ْ6َُ َ<ِ وَﺱ6?ِ;َةٍ أَ!َوََِ اKَ) Lََ ِF اLَِِِ أَدُْا إ6َِ ﺱNِOَُْ ه َِْ;ِآPُ&َِْ ا Artinya: “inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, maha suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik”(Q.S. Yusuf: 108).
18
Didin Hafidudin, Pemberdayaan Dakwah Dalam Mengatasi Krisis Moral Ekonomi Bangsa, 30 Desember,2003,h.1 19 Endang Saifudin Anshari,h., Wawasan Islam Pokok-pokok Pikiran Tentang Islam Dan Umatnya (Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada,1993),h.178 20 Lihat M.Natsir, Ibid,.
Atas dasar ayat diatas, salah satu tujuan dakwah adalah membentangkan jalan Allah di atas bumi agar dilalui umat manusia.21 Dakwah Islamiyah adalah mengajak dari apa adanya kepada yang seharusnya, sesuai dengan syari’at Islam. Karena selain itu, Islam adalah rahmat bagi seluruh umat manusia. Dan definisi-definisi tersebut di atas meskipun perbedaan dalam perumusan, tetapi apabila di perbandingkan satu sama lain dapatlah di tarik benang hijaunya, sebagai berikut : Dakwah adalah merupakan suatu proses penyelenggaraan suatu usaha atau aktivitas yang di lakukan dengan sabar dan dengan sengaja, berdasarkan Al-Qur’an san As-Sunnah. Usaha yang di selenggarakan itu berupa : 1. Mengajak orang lain untuk beriman dan mentaati Allah SWT untuk memeluk agama Islam serta menjalankan perintahnya. 2. Amar ma’ruf, perbaikan dan pembangunan masyarakat atau islah. 3. Nahi munkar, mencegah perbuatan yang di larang Allah. Proses penyelenggaraan Usaha tersebut dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu, yaitu kebahagiaan dan kesejahteraan hidup yang diridhoi oleh-Nya. Itu semua tidak hanya merupakan sebuah pengertian, namun juga merupakan sebuah kewajiban kita semua yang harus dikerjakan. Dalam setiap aktivitas dakwah yang merupakan proses menuju kebaikan pasti harus memiliki tujuan. Tujuan disini dapat diartikan “sebagai suatu yang ingin dicapai dalam kadar tertentu dalam segala usaha yang diarahkan kepadanya. Dalam tujuan
21
A.Hajmy Dustur, Dakwah Menurut Al-Qur’an(Jakarta:PT.Bulan Bintang,1994),h.18
memiliki empat batasan, yaitu 1. hal yang hendak dicapai, 2. jumlah atau kadar yang diinginkan, 3. kejelasan tentang yang ingin dicapai dan 4. arah yang ingin dituju. 22 Pendapat lain tentang tujuan dakwah juga dikemukakan oleh pakar komunikasi Toto Tasmara bahwa : Tujuan dakwah adalah menegakkan ajaran Islam kepada setiap insan baik individu maupun masyarakat sehingga ajaran tersebut mampu mendorong suatu perbuatan yang sesuai dengan ajaran tersebut”.23 Sedangkan tujuan dakwah secara umum adalah mengajak manusia kejalan yang benar yang diridhoi oleh Allah SWT agar hidup bahagia dan sejahtera di dunia maupun di akhirat dan mengentaskan dari kegelapan kepada yang terang benderang. Sebagaimana Firman Allah SWT :
Lَِْ إ0ِ)َِذْنِ رQِ) ِ ا<(رLَِ(ُ&َتِ إSْ;ِجَ اسَ َِ اUُBِ ' َ َُِْ إNَ<َْV!ََبٌ أBِا; آ ِ/ِ&َ4ِْ اVِیVَ ْﺹِ;َاطِ ا Artinya : Alif, laam raa. (ini adalah) Kitab yang kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji. (Q.S.Ibrahim : 13 :1) Ada beberapa Klasifikasi tujuan dakwah secara khusus yaitu : 1. Mengajak manusia yang sudah memeluk Islam untuk meningkatkan taqwanya kepada Allah 2. Membina mental pemeluk Islam yang masih mualaf (lemah iman dan pendiriannya ) 3. Mengajak manusia yang belum beriman agar beriman kepada Allah Sebagaimana Firman Allah : 22
Zaini Muchtarom, Dasar-dasar Manajemen Dakwah Islam Press,1996),h.18 23 Toto Tasmara, Komunikasi Dakwah (Jakarta:GMP,1987),cet.ke_1,h.7
(Yogyakarta:Al-Amin
َُن2?Bَ ْ0ُ#?َ َ ْ0ُ#ِْ6َ ِ َِیO?ْ وَا0ُ#َ2ََ ِيO?ُ ا0ُ#?)َُوا ر/ُ6ْیَأَی(َ اسُ ا “ Hai manusia sembahlah tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orangorang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa.” (Q.S.Al-Baqarah. 21) 4. Mendidik dan mengajar manusia agar tidak menyimpang dari fitrahnya kedua tujuan tersebut, baik menurut konsepsi Al-Qur’an maupun menurut para ahli dalam bidang Dakwah walaupun ada perbedaan pendapat tetapi dapat disimpulkan menjadi tujuan dakwah yang sempurna, yaitu menjalankan perintah Allah yang telah diwahyukan kepada nabi dan Rasulnya untuk kesinambungan syiar Islam dalam rangka mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan dunia dan akhirat yang diridhoi Allah. Sasaran kegiatan dakwah adalah seluruh anggota masyarakat dengan segala macam bentuknya. Dalam sasaran Dakwah sangat menentukan berlangsungnya suatu kegiatan dakwah, tanpa adanya sasaran dakwah pada hakikatnya dakwah itu tidak ada. Ada beberapa bentuk sasaran dakwah ditinjau dari segi psikologinya yaitu : 1. Sasaran dilihat dari segi sosiologi, meliputi masyarakat terasing, pedesaan, pinggiran kota dan masyarakat kota besar. 2. Sasaran dakwah yang menyangkut golongan dilihat dari segi stuktur kelembagaan berupa masyarakat dari kalangan pemerintah dan keluarga biasa. 3. Sasaran dakwah yang berhubungan dengan golongan masyarakat dilihat dari segi usia berupa golongan anak-anak remaja dan dewasa. 4. Sasaran dakwah yang berupa kelompok masyarakat dilihat dari segi cultural berupa golongan priyayi, abangan dan santri.
5. Sasaran dakwah yang berhubungan dengan golongan masyarakat di lihat dari segi propesi dan pekerjaan berupa golongan petani, nelayan, pedagang, seniman, pegawai negeri, buruh dan lain-lain. 6. Sasaran dakwah yang menyangkut golongan masyarakat di lihat dari segi tingkat hidup social ekonominya berupa golongan orang yang kaya, menengah dan miskin. 7. Sasaran dakwah yang menyangkut kelompok masyarakat di lihat dari segi jenis kelamin berupa golongan perempuan dan laki-laki. 8. Sasaran dakwah yang berhubungan dengan golongan masyarakat yang di lihat dari segi khusus berupa golongan tuna wisma, tuna karya, tunasusila, narapidana dan lain-lain.
C. Unsur-unsur Dakwah Islam sebagai Al-Din Allah merupakan manhaj Al-hayat atau way of life, acuan dan kerangka tata nilai kehidupan. Oleh karena itu, ketika komunitas muslim berfungsi sebagai sebuah komunitas yang di tegakkan di atas sendi-sendi moral iman, Islam dan taqwa serta dapat di realisasikan dan di pahami secara utuh dan padu merupakan suatu komunitas yang tidak esklusif karena bertindak sebagai “al umma al wasatan” yaitu sebagai teladan di tengah arus kehidupan yang serba kompleks, penuh dengan dinamika perubahan, tantangan dan pilihan-pilihan yang terkadang sangat dilematis. Masuknya berbagai ajaran atau pemahaman yang tidak relevan dengan nilainilai agama (Salah satu ajaran dan pemahaman yang tidak relevan dengan nilai-nilai
agama khususnya Islam adalah dengan masuknya aliran materialisme yang sangat ateistik yang bersal dari Barat), ada kecenderungan membuat agama menjadi tidak berdaya dan yang lebih lagi ketika agama tidak lagi di jadikan sebagai pedoman hidup dalam berbagai bidang. Hal ini mungkin juga menerpa ummat Islam bila agama tidak lagi berfungsi secara efektif dalam kehidupan yang kolektif. Tentu saja keadaan seperti ini dapat berpengaruh apabila pemeluk agama gagal untuk memberi suatu peradaban alternative yang benar yang di tuntut oleh setiap perubahan social yang terjadi. Di samping itu, kita bisa melihat pada saat ini, kehidupan ummat manusia sedikit banyak, di sadari atau tidak telah di pengaruhi oleh gerakan modernisme yang terkadang membawa kepada nilai-nilai baru dan tentunya tidak sejalan bahkan bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Tak heran bila dalam perkembangannya modernisme memberikan tempat dan penghargaan yang terlalu tinggi terhadap materi. Implikasinya adalah kekuatan iman yang selama ini mereka miliki semakin mengalami degradasi. Puncaknya ialah kenyataan yang melanda sebagian ummat Islam sekarang ini semakin terjerat oleh kehampaan spiritual. Melihat fenomena di atas, sudah barang tentu kita khususnya ummat Islam di landa keprihatinan yang dapat merusak moral keimanan sehingga mau tidak mau harus di terapkan solusi terbaik yang di kehendaki oleh Islam yaitu melaksanakan dakwah secara efektif dan efisien serta berkesinambungan. Islam adalah agama dakwah artinya agama yang selalu mendorong pemeluknya untuk senantiasa aktif melakukan kegiatan dakwah, bahkan maju mundurnya umat
Islam sangat bergantung dan berkaitan erat dengan kegiatan dakwah yang di lakukannya, karena itu Al-Qur’an dalam menyebut kegiatan dakwah dengan Ahsanu qaula, dengan kata lain bisa kita simpulkan bahwa dakwah menempati posisi yang tinggi dan mulia dalam kemajuan agama Islam, kita tidak dapat membayangkan apabila kegiatan dakwah mengalami kelumpuhan yang di sebabkan oleh berbagai factor terlebih sekarang ini adalah era globalisasi, di mana berbagai informasi masuk begitu cepat dan instan yang tidak dapat di bendung lagi. Kita sebagai umat Islam harus dapat memilah dan menyaring informasi tersebut sehingga tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Karena merupakan suatu kebenaran, maka Islam harus tersebar luas dan penyampaian kebenaran tersebut merupakan tanggung jawab ummat Islam secara keseluruhan, sesuai dengan misinya sebagai “Rahmatan Lil Alamin” harus di tampilkan dengan wajah yang menarik supaya umat lain meranggapan dan mempunyai pandangan bahwa kehadiran Islam bukan sebagai ancaman bagi eksistensi mereka melainkan pembawa kedamaian dan ketentraman dalam kehidupan mereka sekaligus sebagai pengantar menuju kebahagiaan kehidupan dunia dan akhirat. Implikasi dari pernyataan Islam sebagai agama dakwah menuntut umatnya agar selalu menyampaikan dakwah, karena kegiatan ini merupakan aktivitas yang tidak pernah usai selama kehidupan dunia masih berlangsung dan akan terus melekat dalam situasi dan kondisi apapun bentuk dan coraknya. Kita semua menyadari bahwa dakwah Islam adalah tugas suci yang di bebankan kepada setiap muslim di mana saja ia berada. Hal ini termaktub dalam al-Quran dan
as-Sunnah Rasulullah SAW., kewajiban dakwah menyerukan, dan menyampaikan agama Islam kepada masyarakat. Dakwah Islam, dakwah yang bertujuan untuk memancing dan mengharapkan potensi fitri manusia agar eksistensi mereka punya makna di hadapan tuhan dan sejarah. Sekali lagi perlu di tegaskan di sini bahwa tugas dakwah adalah tugas ummat secara keseluruhan bukan hanya tugas kelompok tertentu ummat Islam.24 Oleh sebab itu, agar dakwah dapat mencapai sasaran-sasaran strategis jangka panjang, maka tentunya di perlukan suatu system manajerial komunikasi baik dalam penataan perkataan maupun perbuatan yang dalam banyak hal sangat relevan dan terkait dengan nilai-nilai ke Islaman, dengan adanya kondisi seperti itu maka para da’I harus mempunyai pemahaman yang mendalam bukan saja menganggap bahwa dakwah frame “amar ma’ruf nahi munkar” hanya sekedar menyampaikan saja melainkan harus memenuhi beberapa syarat, di antaranya mencari materi yang cocok, mengetahui psikologis objek dakwah secara tepat, memilih metode yang refresentatif, menggunakan bahasa yang bijaksana dan sebagainya. Dalam tinjauan terminology bahwa dakwah adalah menyeru atau mengajak umat manusia baik perorangan ataupun kelompok kepada agama Islam. 25 Dari pengertian tersebut diatas, maka dapat diambil kata da’i sebagai subjek dari dakwah itu sendiri. Di Indonesia, para da’i juga dikenal dengan sebutan muballig, ustadz, kyai, ajengan, tuan guru dan lain-lain. Hal ini didasarkan atas tugas dan eksistensinya sama seperti da’i. padahal, hakikatnya tiap-tiap tersebut memiliki kadar kharisma dan 24
Ahm. Syafi’i Ma’arif, Islam dan Politik: Upaya Membingkai Peradaban, (Jakarta: Pustaka Dinamika, 1999), h.15 25 Lihat Zaini Muchtarom.,h.14
keilmuan yang berbeda-beda dalam pemahaman masyarakat Islam di Indonesia. Munculnya beberapa istilah di atas pada umumnya juga dikaitkan dengan kapasitaspara da’i itu sendiri. Setiap da’i memiliki kekhasan yang berbeda dengan yang lain, hal ini tergantung dengan wacana keilmuan yang di peroleh, latar belakang pendidikan dan pengalaman yang berbeda. Para da’i memiliki tugas sebagai central of change dalam suatu masyarakat, sehingga tugasnya disamping menyelamatkan masyarakat dengan dasar-dasar nilainilai keagamaan, juga mengemban tugas pemberdayaan ( empowering ) seluruh potensi masyarakat. Tugas kompleks tersebut idealnya memang harus di lakukan secara simultan mengingat seluruh elemen di dalam masyarakat akan saling berkolerasi. Objek dakwah dalam hal ini adalah manusia yang menjadi audien (penonton) yang akan di ajak ke dalam Islam secara kaffah. Mereka bersifat heterogen, baik dari sudut idiologi, misalnya, atheis, animis, musyruk, munafik, bahkan ada juga muslim, tetepi fasik atau penyandang dosa dan maksiat. Dari sudut lain juga berbeda baik intelektualitas, status social, kesehatan, pendidikan dan seterusnya ada atasan ada bawahan, ada yang berpendidikan ada yang buta huruf, ada yang kaya ada juga yang miskin, dan sebagainya. Sedangkan sasaran (objeknya) di samping orang-orang yang takut kepada Allah, juga kepada orang dzalim dan keras kepala, orang-orang munafik, orang-orang kafir dan pembangkang, bahkan mengulangi dakwah kepada orang yang beriman, berbakti dan orang sabar.26
26
Dra. Siti Muriah, Metodologi Dakwah Kontemporer (Jakarta:Mitra Pustaka,2000),h.32-35
Beranjak dari heteriginitas objek dakwah seperti gambaran dia di atas, maka seorang da’i di samping dituntut memahami keberagamaan audien tersebut, juga perlu menerapkan strategi dengan berbagai metode dalam berdakwah. Banyak metode yang memungkinkan diterapkan seperti bi-al lisan, bi-al hal, bi-al mal, dan sebagainya. Sesuai sabda nabi “Khotibu al-Nasa ala qodri uqulihi” (berbicara dengan mereka (manusia) sesuai dengan kemampuannya). Materi dakwah adalah agama Islam sebagaimana di sebutkan dalam firman Allah SWT :
ُ0ُءَه8ََ ِ/ْ َ) ِ ?:َِبَ إBِ#ِْیَ أُوُا اO?ََ[َ اBَْمُ وََا%ِْ اْ]ِﺱFَ ا/<ِ َی/إِن? ا َِب-ِ4َْ ﺱَ;ِی^ُ اFِن? اQَ ِFُْ;ْ )ِ_َیَتِ ا#َْ وََ ی0َُ<َْ) ًْ`َ) ُ0ِْ ْا
Artinya : Sesungguhnya agama (yang diridhoi) disisi Allah hanyalah islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab(189) kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah Maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya. (QS.Ali-Imran Ayat, 19) Di ayat lain, Allah SWT juga berfirman :
ََﺱِ;ِیUُْ وَهَُ ِ اَِْ;َةِ َِ اaْ<ِ ََ6ْ2َُمِ دِی<ً ََ ی%َْْ;َ اِْﺱb ِcَBْ6َوََ ی Artinya : “Barangsiapa mencari agama selain agama islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Ali-Imran Ayat, 85) .Inilah yang dijelaskan dalam sebuah hadist secara mendetail yang juga merupakan rukun-rukun Islam : “Islam ialah engkau bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad utusan Allah, mendirikan shalat, melaksanakan zakat, berpuasa di bulan Ramadhan, dan menunaikan ibadah haji jika mampu. Rukun-rukun iman ialah engkau percaya kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rasul-Rasul-Nya, hari akhir dan engkau percaya dengan ketentuan baik dan buruk. Ihsan adalah engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak melihat-Nya maka sesungguhmya dia melihatmu.” (HR. Muslim) Tidak di ragukan lagi bahwa Islam mempunyai keistimewaan yang luar biasa, di antaranya :
1. Agama Islam adalah agama yang benar dari Allah SWT 2. Agama Islam mengatur seluruh aspek kehidupan dan prilaku manusia yang diantaranya adalah akhlak, kemasyarakatan, fatwa, hukum, ekonomi, dan jihad. Semua itu didasarkan pertimbangan kasih sayang, adil dan ihsan. 3. Agama Islam adalah agama yang berlaku umum (global) bagi segenap manusia ada setiap tempat dan zaman. Sebagaimana firman Allah SWT : “ Katakanlah (wahai Muhammad), hai seluruh umat manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepada kalian seluruhnya.” (QS. Al-A’raf : 158) 4. Islam memberikan balasan berupa pahala atau dosa bagi orang yang melakukan perbuatan baik dan buruk. Balasan tersebut bersifat keduniaan di tambah lagi dengan balasan di dunia kecuali amal yang telah di khususkan dengan dalil. 5. Islam bisa mengantarkan pemiliknya ke derajat yang paling tinggi atau sempurna. Dan inilah idealisme dan realitas agama Islam, akan tetapi perlu diingat bahwa semua itu tergantung pada watak dan realitas manusia. 6. Islam merupakan agama yang moderat di dalam masalah aqidah, ibadah, akhlak, dan aturan-aturannya. Allah SWT berfirman, “Dan demikian (pula) kami menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.” (QS.Al-Baqarah; 143).27 Seorang da’i seharusnya memahami tujuan-tujuan Islam yang telah di jelaskan oleh Syari’at Islam itu sendiri. Di antara tujuan-tujuan tersebut ialah menciptakan kemaslahatan umat dan menghindari segala kemudharatan dan bahaya dari mereka, baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka jangka panjang. Ibnu Taimiyah 27
Lihat Ali Al-Qahtani bin Said, h.94-95
mengatakan, Syariat Islam datang untuk meraih kemaslahatan dan menyempurnakan serta menghindari kemudharatan dan meminimalisirnya. Secara keseluruhan Syariat Islam berpijak pada tiga kemaslahatan ; pertama, menghindari segala kemaslahatan demi memelihara ; agama, jiwa, akal, keturunan, kehormatan diri, dan harta. Kedua, mendatangkan berbagai kemaslahatan. Al-Qur’an adalah pembawa kemaslahatan dan penangkal kerusakan. Ketiga, menerapkan akhlak mulia dan mentradisikan kebaikan. Al-Qur’an menawarkan pemecahan segala problema yang tidak mampu di atasi manusia. Tidak ada satu aspek kebutuhan manusia di dunia dan di akhirat yang di abaikan Al-Qur’an. Kitab Allah ini memberikan kaidah-kaidah dan petunjuk dengan cara paling bijak dan lurus. Seorang da’i yang bijaksana adalah orang yang mengajak untuk mengamalkan rukun-rukun Islam, rukun iman dan ihsan. Ia juga harus memberikan penjelasan kepada umat manusia terhadap hal-hal yang terkandung di dalam Al-Qur’an dan sunah seperti akidah, ibadah, muamalah dan akhlak secara terperinci, detail dan jelas. Masalah yang di dakwahkan dalam Islam yang amat agung dan mulia. Islam tidak memerintahkan pengikutnya dengan perkara-perkara kehidupan remeh, namun Islam mewajibkan pemeluknya untuk mengabdikan seluruh hidupnya kepada Allah SWT. Karena itu dakwah Islam menuntut setiap pengikutnya agar mengerahkan dan menyerahkan seluruh hidupnya kepada Allah. Allah-lah pemilik dakwah ini, sedangkan Al-Qur’an adalah firman-Nya yang mengandung dakwah-Nya. Dan kitabNya (Al-Qur’an) adalah kitab yang akurat dan penuh mukjizat baik dari sisi makna maupun uslubnya.
Itulah
sebabnya
komitmen
seorang
da’i
dengan
Al-Qur’an
dalam
menyampaikan dakwahnya merupakan suatu keharusan yang tidak dapat di elakkan dengan firman Allah : (QS. Al-Furqan ayat 51-52) “Dan Andaikata kami menghendaki benar-benarlah kami utus pada tiap-tiap negeri seorang yang memberi peringatan (rasul). Maka janganlah kamu mengikuti orang-oarng kafir, dan berjihadlah terhadap mereka dengan Al-Qur’an dengan jihad yang besar.” Merujuk kepada pernyataan di atas maka berikut ini akan dipaparkan metode dakwah yang akurat dalam A-Qur’an, antara lain tertuang dalam surat An-Nahl ayat 125 : “ Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan nasehatnasehat yang baik dan bertukar pikiranlah dengan cara yang lebih baik...” Ada beberapa kerangka dasar tentang metode dakwah yang terdapat pada ayat di atas, antara lain sebagai berikut : 1. Bil al-Hikmah 2. Mauidzah al-Hasanah 3. Mujadalah
1. Bil al-Hikmah Kata hikmah sering kali di terjemahkan dalam pengertian bijaksana, yaitu suatu pendekatan sedemikian rupa sehingga pihak objek dakwah mampu melaksanakan apa yang di dakwahkan, atau kemauannya sendiri, konflik maupun rasa tertekan.
Dengan kata lain Bil al-Hikmah merupakan suatu metode pendekatan komunikasi yang di lakukan atas dasar persuasif. Karena dakwah tertumpu pada human oriented, maka konsekuensi logisnya adalah pengakuan dan penghargaan pada pihak-pihak yang bersifat demokratis, agar fungsi dakwah yang utama adalah bersifat informatif.
2. Mauidzah al-Hasanah (nasehat yang baik) Nasehat yang baik, maksudnya adalah memberikan nasehat kepada orang lain dengan cara yang baik, berupa petunjuk-petunjuk kearah kebaikan dengan bahasa yang baik yang dapat mengubah hati, enak di dengar, menyentuh perasaan, lurus pikiran, menghindari sikap kasar dan tidak boleh mencaci atau menyebut kesalahan audience sehingga pihak objek dakwah dengan rela hati dan atas kesadarannya dapat mengikuti ajaran yang disampaikan oleh pihak subjek dakwah. Jadi dakwah bukan propaganda yang memaksakan kehendak kepada orang lain. Karena cara ini akan melahirkan nifak dan munafiqin zul wujud; manusia berkepribadian seribu muka dan menuruti kemana angin bertiup. Ali Mustafa Yaqub menyatakan bahwa Mauizhah Al-Hasanah adalah ucapan yang berisi nasehat-nasehat yang baik di mana ia dapat bermanfaat bagi orang yang mendengarkannya, atau argumen-argumen yang memuaskan sehingga pihak audience dapat membenarkan apa yang di sampaikan oleh objek dakwah. 28 3. Mujadalah
28
Ali Mustofa Yakub, Sejarah dan Metode Nabi (Jakarta:Pustaka Firdaus,1997),h.121
Upaya tukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak secara sinergis, yang tidak melahirkan permusuhan dengan tujuan agar lawan menerima pendapat yang di ajukan dengan memberikan argumentasi dan bukti yang kuat.29
29
Lihat RAHMAT SEMESTA, h.21
D. Hakikat Dakwah Tugas Islam sebagai Rahmatan Lil Alamin, maka tujuan hidup dan perjuangan hidup kaum muslimin, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok warga masyarakat, warga Negara dan warga dunia, adalah merealisasikan kebenaran ajaran Allah dalam kehidupan pribadi dan kehidupan bermasyarakat dalam segala aspeknya. Bagi setiap muslim, dalam aspek apapun, tujuan itu tidak dapat terlepas dan tujuan hidupnya yang berpedoman kepada Al-Qur-an dan Sunnah Rosulullah. Dari segi arahnya, tujuan hidup yang Islami dapat di perinci menjadi tujuan vertical dan tujuan horizontal. Tujuan vertical adalah kehidupan yang di ridhoi Allah SWT. Dalam surat Al-Qur’an Surah Al-An’am, ayat : 162-163 :
َ'ِّOِ)َُ وaَ َ'َﺵَ;ِی: َِ&ََ ِْ رَب اF َِ&َََْيَ و4ََِ و#ُ-ُ!ََِ و%َُْ إِن? ﺹ َِ&ِْ-ُ&ْأُِ;ْتُ وَأَ!َ أَو?لُ ا Artinya:”Katakanlah, sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya, dan demikian itulah yang di perintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).” Dan tujuan horizontal adalah kebahagiaan di dunia dan di akhirat, dalam surah Al-An’am, ayat 156 :
ْ0ِِBَِْ<َ وَإِنْ آُ َْ دِرَاﺱ6َ ِْ َِْBَِ$8َf Lََ َُبBِ#ِْلَ اV!ُأ8َ&?!ُُِا إ2َ أَن َِِ َ`َ Artinya : “Kami turunkan Al-Quran itu) agar kamu (tidak) mengatakan: "Bahwa Kitab itu Hanya diturunkan kepada dua golongan saja sebelum kami, dan Sesungguhnya kami tidak memperhatikan apa yang mereka baca” Dari segi satuan lingkungannya, tujuan hidup Islami adalah :
1. Terwujudnya pribadi yang di ridhoi Allah, yaitu pribadi muslim yang paripurna, yang taqwa kepada Allah SWT. 2. Terwujudnya rumah tangga yang di ridhoi Allah, yaitu rumah tangga yang sakinah yang di liputi mawaddah wa rahmah. 3. Terwujudnya Qaryah (lingkungan, kampung, kampus, komplek kerja, dll) yang di ridhoi Allah, yaitu qoryah yang kondusif dan layak menerima berkah Allah dari berbagai arah, di sebabkan warganya beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT. 4. Terwujudnya negeri yang di ridhoi Allah, yaitu negeri yang baik yang di liputi maghfiroh (ampunan) Allah. 5. Terwujudnya dunia yang di ridhoi Allah, yaitu dunia yang hasanah yang berkesinambungan dengan akhirat yang hasanah atau baik pula.
Ismail R. al-Faruqi dan isterinya Lois Lamya membagi hakikat dakwah Islam pada tiga term: Kebebasan, rasionalitas dan universalisme. Ketiganya saling berkaitan dan melengkapi.30 Kebahagiaan, ketenangan itulah cita-cita setiap orang. Manusia berusaha untuk menggapainya. Kadang mereka harus berebut kursi, bahkan banyak menghalalkan yang nyata haram. Mereka mengira ketika mencapai tujuan, itulah kebahagiaan. Mungkin benar itu bahagia, tapi sesaat. Pernah ada ungkapan “bahagianya manusia adalah ketika ia menggapai apa yang di inginkannya.” Di sinilah manusia harus memiliki gapaian yang positif, di mana agama memberikan bimbingan spiritual yang transcendental.
30
Ismail R.al-Faruqi dan Lois Lamya, Atlas Budaya Islam, terj.Ilyas Hasan (Bandung: Mizan, 1998), cet.ke-Ih.221
Kebebasan sangat di jamin dalam agama Islam, termasuk kebebasan meyakini agama. Objek dakwah harus merasa bebas sama sekali dari ancaman, harus benarbenar yakin bahwa kebenaran ini hasil penilaiannya sendiri. Termaktub dalam AlQur’an :”Tak ada paksaan dalam agama. Kebenaran sudah nyata; Barangsiapa menghendaki, biarlah dia beriman; dan barangsiapa tidak menghendaki, biarlah dia kafir…barangsiapa menerima dakwah, maka yang beruntung adalah dirinya sendiri; barangsiapa menolaknya, maka yang celaka adalah dirinya sendiri. (QS.2:256, 18:29, 39:41) Jelas, dakwah tidak bersifat memaksa. Dakwah adalah ajakan yang tujuannya dapat tercapai hanya dengan persetujuan tanpa paksaan dari objek dakwah. Dakwah Islam merupakan ajakan untuk berfikir, berdebat dan berargumen, dan untuk menilai suatu kasus yang muncul. Dakwah Islam tidak dapat di sikapi dengan keacuhan kecuali oleh orang bodoh atau berhati dengki. Hak berfikir merupakan sifat dan milik semua manusia. Tak ada orang yang dapat mengingkarinya. Kemudian apa yang di upayakan adalah penilaian, maka dari hakikat sifat penilaian, tujuan dakwah tak lain adalah kepasrahan yang beralasan, bebas dan sadar dari objek dakwah terhadap kandungan dakwah. Ini berarti bahwa jika kesadaran objek dakwah di langgar karena suatu kesalahan atau kelemahannya, maka dakwah juga batal. Dakwah yang melibatkan unsur kelalaian, peningkatan emosi, atau “ekspansi psikopatik” kesadaran, tidak sah. Dakwah bukan hasil sikap atau ilusi, bukan semata penarik emosi sehingga tanggapannya lebih bersifat pura-pura daripada penilaian. Dakwah harus merupakan penjelasan tenang kepada kesadaran, di mana akal maupun hati tidak saling mengabaikan. Keputusannya harus berupa tindak akal
diskursif yang di dukung intuisi emosi dari nilai-nilai yang terlibat. Tindak akal diskursif mendisplinkan dan intuisi emosi memperkayanya. Penilaian ini harus menimbang bukti yang mendukung dan menentangnya secara tepat, hati-hati , dan objektif. Tanpa menguji koherensi internal, kesesuaiannya dengan pengetahuan lain, hubungannya dengan realitas, tanggapan terhadap dakwah Islam tidak akan rasional. Dakwah Islam, karena itu, tak dapat dilakukan secara rahasia; karena dakwah ini bukanlah penarik hati.31 Keuniversalan Risalah Nabi Muhammad adalah untuk semua manusia, bahkan juga jin. Risalahnya berlaku sepanjang masa tanpa batasan ruang dan waktu. Nabi bersabda:” Aku telah di berikan lima hal yang belum pernah di berikan pada para nabi sebelumku.” Beliau menyebutkan salah satu dari lima hal itu adalah, “Nabi sebelumku di utus khusus untuk kaumnya, sedangkan aku di utus untuk semua manusia tanpa kecuali.”(H.R.Bukhari). Allah berfirman: “Dan kami tidak mengutus kamu melainkan kepada ummat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.” (QS.Saba :28).32 Pada dasarnya hakikat dakwah terbagi menjadi 2 (dua) kelompok besar, yaitu: 1. sebagai aktualisasi fungsi kerisalahan, 2. sebagai upaya manifestasi dari rahmatan lil ‘alamin.33 1. Fungsi kerisalahan
31
Ibid.,h.221 Lihat Said Ali Bin al-Qahtani., h.354 33 AW. Pratiknya (Ed), Islam dan Dakwah Pergumulan Antara Nilai dan Realitas (Yogyakarta:Majlis Tabligh PP. Muhammadiyah,1988),h.62 32
Hakikat dakwah sebagai fungsi kerisalahan, berarti upaya penerusan “tradisi profetis” kerasulan Muhammad sebagai pembawa risalah Islam kepada seluruh umat manusia. “Tradisi profetis” tersebut di lakukan oleh umat Islam demi menyampaikan ajaran-ajaran Islam kepada muslim maupun non muslim sebagai upaya sosialisasi nilai-nilai Islam yang fitrah. Sebagaimana di sebutkan di atas bahwa dakwah bagi umat Islam merupakan jiwa dalam memfungsikan kekhalifahannya di dunia, maka kekhalifahan manusia muslim tidak akan memiliki apa-apa manakala sebagai muslim ia tidak melakukan “tradisi profetis” kerasulan Muhammad SAW. Dr. Kuntowijoyo, dalam paradigma Islam, menyebut bahwa “tradisi profetis” ini merupakan pengkondisian situasi historis Nabi ke dalam aktualisasi kehidupan manusia.34 Dengan demikian, maka aktualisasi fungsi kerisalahan tersebut 2 (dua) proses transformasi: Pertama, transformasi nilai (transformation of value), yaitu proses alih nilai-nilai dari kejahiliahan (baik yang terdapat pada agama-agama lain non Islam atau keyakinan lainnya maupun nilai-nilai yang ada paham-paham marxisme, idealisme, materialisme, dan lain-lain) kepada nilai-nilai moral universal Islam. Maka dakwah adalah upaya pengembangan manusia kepada tatanan budaya dan peradaban luhur yang di cita-citakan ummat manusia. Kedua, transformasi social (transformation of social).( Dakwah Islam dalam pengertian transformasi social, bersifat multidimensional. Misalnya dakwah yang di lakukan oleh Nabi Muhammad, dengan membangun kembali masyarakat Arab dari masyarakat jahiliyah menjadi masyarakat Islami, yang beradab dalam tatanan sosialnya, dari masyarakat yang strukturnya menginjak-injak hak asasi manusia, 34
Dr. Kuntowijoyo, Paradigma Islam Interpretasi Untuk Aksi (Bandung:Mizan,1991),h.294
menjadi masyarakat yang menghargai hak-hak asasi manusia ). Salah satu kepentingan besar Islam sebadai sebuah idiologi social adalah bagaimana mengubah kondisi masyarakat sesuai dengan cita-cita dan visinya mengenai transformasi social. Dan semua ideology atau filsafat social menghadapi suatu permasalahan pokok, yakni bagaimana mengubah masyarakat dari kondisinya yang sekarang menuju kepada keadaan yang lebih dekat dengan tatanan idealnya. Sebagai sebuah ‘ideologi’ social, Islam juga mendapat teori-teori sosialnya sesuai dengan paradigmanya untuk transformasi social menuju kepada tatanan masyarakat yang sesuai dengan cita-citanya. Oleh karena itu, dakwah Islamiyah sangat berkepentingan terhadap realitas social, bukan untuk di pahami, tetapi juga berkehendak untuk di realitaskan. Maka tidaklah Islami misalnya, jika kaum muslimin bersikap acuh tak acuh terhadap kondisi social masyarakatnya, sementara tahu bahwa kondisi tersebut munkar.35 Melihat pada pengertian pertama, dakwah sebagai transformasi nilai, maka dakwah tidak lain merupakan proses komunikasi dari komunikator (da’i) pada komunikan (objek dakwah) dengan menyampaikan pesan (nilai-nilai yang ada dalam ajaran Islam) untuk di lakukan sehingga terjadi perubahan perilaku. Adapun pada level sosialnya, proses transformasi nilai Islam yang intinya adalah humanisme-teosentris, bukanlah proses ke jenjang kognitif, afektif, dan psikomotorik pada level individu semata, tetapi juga menjadi keharusan nilai-nilai Islam tersebut berlaku untuk perubahan social. Karena itu perubahan-perubahan social masyarakat yang berlaku semestinya mengacu kepada dimensi fitrah kemanusiaan dan kemasyarakatannya. Firman Allah SWT.:
35
Lihat Dr. Kuntowijoyo, h.337
ن ? َِ َرَ ُْ إBِ َِ$8َ6ََﺵ ُْ)ً و ُ ْ0ُ#َ<َْ ََ وLَIْ!ُْ ِْ ذَآَ;ٍ وَأ0ُ#َ<ْ2ََ ?!ِیَ>َ(یَ اسُ إ ٌ;ِْ6َ ٌ0َِْ َFْ إِن? ا0ُ#َ2َِْ أFَ ا/ْ<ِ ْ0ُ#ََ;ْأَآ Artinya :” Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”. 2. Manifestasi Rahmatan Lil ‘Alamin Hakikat dakwah sebagai manifestasi rahmatan lil alamin, berarti supaya menjadikan Islam sebagai sumber konsep bagi manusia di dunia ini di dalam meniti kehidupannya. Artinya, bahwa konsep-konsep Islam tidak sekedar di tujukan bagi ummat Islam semata, melainkan juga untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam. Maka dalam kaitan ini, dakwah meliputi upaya; pertama, menerjemahkan (menjabarkan) nilai-nilai normatif Islam yang global menjadi konsep-konsep operasional di segala aspek kehidupan manusia, yskni social, budaya, ekonomi, polituk, ilmu pengetahuan, dan tekhnologi. Kedua, mewujudkan konsep-konsep tersebut dalam kehidupan actual, pada level individu, keluarga maupun masyarakat. Dengan demikian, di lihat dari fungsi kerahmatannya, proses dakwah Islamiyah
akan
menghadapi permasalahan-permasalahan,
sejalan
dengan
perkembangan peradaban manusia itu sendiri yang menyangkut poleksosbud (Politik, social, ekonomi, dan budaya) dan iptek yang selalu berubah. Sebab di
dalamnya terkait pula perubahan nilai terhadap cara pandang manusia terhadap perubahan-perubahan yang terjadi. Permasalahan-permasalahan yang terjadi dan di hadapi ummat manusia dalam pergaulatannya dengan kehidupan, yang kemudian dapat melahirkan cara pandang dan nilai yang harus di terapkannya, tentu tidak dengan sendirinya berjalan kearah nilai-nilai yang di bawa Islam. Meskipun kita akui bahwa segala gerak kehidupan di dunia ini merupakan pemberlakuan akan ayat-ayat Allah dan nilai kefitrahannya, seperti kehendak manusia untuk mengakui adanya Tuhan, kehendak berkasih sayang dan sebagainya. Akan tetapi jika tidak ada moral normatif yang melandasinya, ia akan berjalan di rel yang berkelok-kelok tanpa arah yang pasti. Maka di sinilah dakwah memberikan landasan-landasan moral normatif kepada manusia, untuk di jadikannya sebagi pandangan hidup manusia (way of life) dalam menata kehidupannya di dunia. Hakikat dakwah sebagai aktualisasi fungsi kerisalahan dan manifestasi rahmatan lil ‘alamin, adalah sebuah kesatuan yang terpadu dan saling terkait. Aktualisasi kerisalahan yang terkandung proses transformasi nilai dan transformasi social, tidak lain menuju kepada cita-cita dan tujuan Islam sebagai agama yang rahmatan lil ‘alamin. Manifestasi rahmatan lil ‘alamin, hendaknya di wujudkan dalam realitas kehidupan sehari-hari oleh para pengemban dakwah Islam, maupun oleh kaum muslimin, baik kepada masyarakat muslim itu sendiri maupun kepada masyarakat non muslim.36
36
Drs. Samsul Munir Amin, M.A.,Rekonstruksi Pemikiran Dakwah Islam (Jakarta:Sinar Grafika,2008),h.46
Hakikat pesan dakwah, dengan merujuk pada ayat-ayat Al-Quran sebagai kitab dakwah, dapat di jelaskan secara singkat berikut ini:
a. Di antara wujud kebenaran hakiki adalah al-Islam dan syariah, maka pesan dakwah adalah al-Islam atau syari’ah, sebagaimana kebenaran hakiki yang datang dari Allah melalui malaikat Jibril kepada para nabi-Nya, dan sampai kepada nabi terakhir, yakni Muhammad SAW. Pesan dakwah ini dalam Alqur’an di ungkapkan dengan terma yang beragam yang menunjukkan fungsi kandungan ajaran-Nya, misalnya dalam Al-Qur’an surat An-Nahl ayat 125 di sebut dengan sabili rabbika (jalan Tuhanmu) b. Al-qir’an menyebutkan terma Islam sebanyak 28 kali dalam bentuk kata kerja, dan sebanyak 110 kali dalam bentuk kata benda, yang secara eksplisit dalam bentuk kata al-Islam sebanyak 6 kali. Kedamaian, keselamatan, kesejahteraan, ketundukan, dan tata aturan hidup bagi manusia, yaitu sebuah nama bagi addin. Adapun kata ad-din itu di sebut al-Qur’an sebanyak 93 kali dalam bentuk 7 bentuk kata benda dan 1 kali dalam bentuk kata kerja c. Sumber utama ajaran Islam sebagai pesan dakwah adalah al-Quran itu sendiri, yang memiliki maksud spesifik, paling tidak, ada 10 maksud pesan al-Qur’an sebagai sumber utama Islam, berikut ini: 1) Menjelaskan hakikat tiga rukun agama Islam, yaitu iman, Islam, dan ihsan,37 yang di dakwahkan oleh para nabi dan rosul.
37
Uslam
Dalam terminology Nurcholish madjid, ketiga prinsip dasar dalam Islam ini di sebut Trilogi
2) Menjelaskan segala sesuatu yang belum di ketahui manusia tentang hakikat kenabian, risalah, dan tugas para rosul Allah. 3) Menyempurnakan aspek psikologis manusia secara individu, kelompok, dan masyarakat. 4) Mereformasi kehidupan social kemasyarakatan dan social politik di atas dasar kesatuan nilai kedamaian dan keselamatan dalam agama. 5) Mengokohkan
keistimewaan
universalitas
ajaran
Islam
dalam
pembentukan kepribadian melalui kewajiban dan larangan. 6) Menjelaskan hukum Islam tentang kehidupan politik Negara. 7) Membimbing penggunaan urusan harta. 8) Mereformasi system peperangan guna mewujudkan kebaikan dan kemaslahatan manusia dan mencegah dehumanisasi. 9) Menjamin dan memberikan kedudukan yang layak bagi hak-hak kemanusiaan wanita dalam beragama dan berbudaya. 10) Membebaskan perbudakan. d. Al-Qur’an menjelaskan Islam sebagai pesan dakwah memiliki karakteristik unik dan selalu masa kini, yaitu: 1) Islam sebagai agama fitrah 2) Islam sebagai agama rasional dan pemikiran 3) Islam sebagai agama ilmiyah, hikmah, dan Fiqhiyah 4) Islam sebagai agama argumentatif (hujjah) dan demonstratif (burhan) 5) Islam sebagai agama hati (Qalb), kesadaran (wijdan), dan nurani (dhamir)
6) Islam sebagai agama kebebasan (huriyah) dan kemerdekaan (istiqlal) 7) Selain yang dikemukakan, Islam juga sebagai agama kedamaian dan kasih sayang bagi seluruh alam (rahmatan lil ‘alamin)38
38
Dr. H. Asep Muhidin,MA., Dakwah dalam Perspektif Al-Qur’an (Bandung:CV.Pustaka Setia,2002),h.149-150
BAB III BIOGRAFI K.H. SYUKRON MA’MUN
A. Latar Belakang Keluarga dan Masa Kecilnya Syukron Ma’mun, kelahiran Madura, 21 Desember 1941, beliau berada di lingkungan pendidikan agama yang sangat kuat, dari kakek, ayah (keluarga besarnya), semuanya seorang kyai, dan mempunyai kerja sampingan yang sama yaitu pedagang. Suatu kebetulan yang memang sudah di gariskan. Ibunya selain menjadi ibu rumah tangga, juga sebagai seorang guru mengaji al-Qur’an, guru kitab kuning, seperti Safinatussalaam,dll. Ayah beliau bernama K.H. Mahmud Nawawi (Alm. Ketika berusia 63 thn).Ibu beliau bernama H.J. Masturoh (Almh. Ketika berusia 87 thn). Isteri beliau H.J. Afifah Binti K.H. Noer Salim, juga aktif mengajar di majlis-majlis Ta’lim, setelah lulus dari IAIN Syarif Hidayatullah.
B. Latar Belakang Pendidikan Pendidikan SD Syukron Ma’mun sama seperti anak-anak pada umumnya, namun SD yang sekarang dikenal (Sekolah Dasar), pada era 50-an disebut SR (Sekolah Rakyat), beliau SR selama 6 tahun. Beliau tidak hanya terbiasa di pagi hari saja mengenyam bangku sekolah, pada jam 2 siang harus sekolah Madrasah “Miftahul Ulum”. Di lanjutkan Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri. Ketika beliau SMP pernah diangkat menjadi PN (Pegawai Negeri) yaitu menjadi guru SD/SR. tetapi karena setelah lulus SMP beliau langsung Pondok pesantren Sidogiri
Pasuruan, maka beliau tidak melaksanakan tugas tersebut. Dilanjutkan Pesantren di gontor Ponorogo kurang lebih 6 tahun. Di sana juga mendalami pendidikan agama Tsanawiyah dan Aliyah. Beliau memang di takdirkan menjadi “Singa Podium”, wajar ketika awal tahun 1963 (saat itu kelas 5 di pon-pes Gontor ponorogo) beliau sudah terjun ke dunia dakwah. Pendidikan di Gontor Ponorogo beliau selesaikan dengan tamat di Kulliatul Mu’allimin. Kurang lebih pada tahun 1966 lalu lalu melanjutkan pendidikan di IPD ( Institut Pendidikan Daarussalaam ) Gontor, sekarang menjadi ISID ( Institut Studi Islam Daarussalaam ), beliau termasuk Sarjana Muda pertama di kampus tersebut. Dan mendapat gelar B.A.
C. Perjalanan Dakwah K.H.Syukron Ma’mun Mulai menekuni dunia dakwah tahun 1963, saat itu kelas 5 di pon-pes Gontor Ponorogo, kemudian pada awal tahun 1967 (kurang lebih usia beliau saat itu 26 thn), dakwah beliau sudah menguasai/menjelajahi ke kota Madiun, Ponorogo, Pacitan, Ngawi, Majetan, dll. Suatu prestasi yang luar biasa untuk ukuran anak muda pada saat itu. Dan perjuangan dakwah beliau waktu itu tidak seperti sekarang-sekarang ini, ketika selesai berdakwah di daerah itu, beliau harus siap-siap untuk berkelahi. Karena pada tahun itu ( di daerah yang sama ) sedang terjadi perkelahian massal, antara pemuda komunis dengan anak-anak Anshor (beliau pada golongan Anshor). Pada zaman itu perkelahian massal memang selalu terjadi. Walaupun tidak setiap hari. Makanya saat itu benar-benar di butuhkan seorang muballigh yang berani, beliaulah salah satunya. Karena walaupun kondisi itu sering terjadi, setiap minggu tetap ada
pengajian
rutinan.
Seperti
sosok
beliaupun,
selalu
siaga
untuk
menjaga
keselamatannya, hingga beliau tidak pernah lepas dari golok ( bukan untuk membunuh orang, hanya symbol tanda berani saja ). Pada tahun 1967 juga, akhirnya beliau berangkat ke Jakarta, mengaji kepada habib Ali Bin Husein di Bungur, mengaji kitab Bukhori. Juga kepada Habib Abdurrahman Al-habsyi di Kwitang. Selain mengaji dengan para habaib, beliau mulai aktif mengajar kira-kira tahun 1971 di beberapa Perguruan Tinggi/Akademikakademik, ke masjid-masjid, majlis-majlis Ta’lim/pengajian-pengajian rutin di Islamic Center, di seluruh DKI pada umumnya. Ketika di beberapa perguruan Tinggi/Akademik, menjabat sebagai : 1. Akademik Keuangan 2. Akademik Bahasa Asing 3. Akademik Pajak 4. Menjadi Dosen Karena beliau juga aktif di masyarakat seperti di majlis-majlis ta’lim/Masjidmasjid, maka beliau tinggalkan aktivitas di Perguruan Tinggi/akademik tersebut. Demi mensyiarkan agama dalam berdakwah, beliau sering menggunakan sepeda pancal, walaupun musim hujan beliau tetap menjalaninya dengan ketawadu’an, keikhlasan, serta rasa senang di hati. Perjuangan dakwah beliau bukan hanya di Jakarta, kaki beliau melangkah/ menjelajahi sampai ke seluruh Nusantara, seperti: Kalimantan, Jambi, Maluku, Sumatera, Surabaya, Jawa, Aceh, dsb. Juga dari Sabang sampai Merauke, bahkan Negara ASEAN, diantaranya: Singapura, Malaysia, Brunei Daarussalaam.
Dari awal ke Jakarta pada tahun 1967, hingga tahun 1975 beliau tinggal bersama K.H. Idam Kholid ( Tokoh besar NU, Ketua Umum PBNU, sekaligus wakil Perdana Menteri/MENKOKESRA, zaman Kabinet tahun 1967 an ). Beliau ikut mengaji kepada k.H. Idam Kholid sambil berdakwah (jadi asisten). Setelah sekian lama beliau ikut dengan K.H.Idam Kholid, beliau diangkat menjadi Direktur pon-Pes Daarul Maarif. Selesai menjabat Direktur di Pon-Pes tersebut, beliau mulai mendirikan/membangun pon-Pes Daarul Rahman (kurang lebih tahun 1975-hingga sekarang). Disamping mengurus pon-Pes Daarul Rahman, baik yang berpusat di Kebayoran Baru, Jak-sel, dan bercabang di leuwliang Bogor, dan sawangan Parung, beliau tidak pernah alpa dari kancah dunia dakwah. Rasa syukur yang selalu beliau panjatkan/terapkan dalam dirinya sehingga beliau masih eksis sampai saat ini. Beliau bergelut dalam dunia dakwah kurang lebih 46 tahun. Bukan waktu yang sebentar, karena beliau selalu membentengi hatinya dengan dasar/kunci utama dalam berdakwah yaitu ikhlas. Berdakwah tidak dijadikan mata pencaharian. Di samping dunia dakwah yang di geluti, banyak sekali kegiatan social juga politik yang beliau sendiri aktif didalamnya. Walaupun ada beberapa yang sudah non aktif, namun tidak mengurangi kegigihan beliau menjalani semuanya. Mulai aktif di organisasi pada tahun 1956, menjadi: a. Kegiatan Non aktif : 1) Ketua cabang IBNU 2) Ketua Umum LDNU ( Lembaga Dakwah Nahdhatul Ulama ) 3) Wakil Ketua Robitotul Ma’ahid 4) Ketua Umum Partai Persatuan Nahdhatul Ummah
b. Kegiatan yang aktif hingga sekarang : 1) Ketua Umum Ittihadul Muballighin 2) Ketua Dewan yuro GPMI ( Gerakan Pemuda Muslim Indonesia ) 3) Anggota Dewan Penasehat MUI Pusat 4) Aktif di NU 5) Sebagai Penasehat di PMII
D. Karya-karya K.H.Syukron Ma’mun 1. “Risalah Pemantapan ASWAJA” ( ahli Sunnah Wal jamaah ) Jakarta tahun 1988 Membahas : a. Pengertian ahlussunnah Wal Jama’ah b. Sejarah di kenalnya Madzhab Ahlussunnah Wal Jama’ah c. Madzhab Ahlussunnah Wal Jama’ah Dalam Ilmu Kalam (ilmu Tauhid) d. Ijtihad, Bid’ah, Bagaimana Hukumnya Taqlid e. Hubungan kita dengan ahli Kubur dll. 2. Riba dan bank “ Jakarta tahun 1995 Membahas : a. Pengertian Tentang Riba b. Dalil-dalil yang mengharamkan riba termasuk Bank c. Alasan Tentang Haramnya Riba d. Dasar-dasar Ekonomi Menurut Islam e. Pendapat sebagian ulama di Zaman Modern Tentang Kredit Bank 3.
“ Apakah Bid’ah Itu ?” Jakarta tahun 2007
Membahas : a. Bid’ah Menurut Bahasa, Menurut Syar’i b. Anjuran untuk Berbuat Bid’ah hasanah dan Larangan Berbuat Bid’ah c. Cara Menentukan Hukum Menurut Syariat Islam d. Sebab-sebab Yang Menyebabkan Ulama Berbeda Pendapat 4. “ Pembaharuan Dalam Agama “ Membahas : a. Latar Belakang Lahirnya Gerakan Pembaharuan b. Pembaharuan Dalam Pandanagn Tiap-tiap Agama 5. “ Pluralisme, Liberalisme, dan Sekularisme “ ( Dalam Proses Percetakan )
BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN DAN AKTIVITAS DAKWAH K.H. SYUKRON MA’MUN
A. Konsep Pemikiran dakwah k.H. Syukron Ma’mun Dengan kehadiran tekhnologi canggih ilmu pengetahuan dan tekhnologi (IPTEK) yang mampu merubah wajah dunia ke alam modernisasi di dalam segala kehidupan, maka agama-agama di dunia mengalami suatu krisis, krisis pergeseran nilai. Nilai-nilai agama mulai tergeser bahkan mungkin akan tergusur karena dikalahkan oleh nilai-nilai kebendaan atau materi.39 Perkembangan dan dinamika zaman yang demikian pesat, menuntut dakwah Islam terus memformulasi bentuknya yang tepat. Hal itu agar pesan-pesan risalah agama terakhir ini dapat di terima masyarakat di tengah dan kompleksitas permasalahan modern ini. Selain itu juga untuk membuktikan bahwa Islam adalah doktrin yang shalih, likulli zaman wa makan ( Islam sesuai dengan setiap masa dan tempat ). Sebagai ummat Islam, selayaknya kita merumuskan bagaimana kita melaksanakan prinsip bahwa Islam adalah rahmat bagi seluruh umat manusia atau prinsip “tidak ada paksaan dalam agama”.40 Menurut Syukron Ma’mun, orang berdakwah itu dari arti bahasanya, mengajak. Yang di ajak itu (Obyek) manusia. Ada dakwah yang kita hadapkan kepada orang kita sendiri (muslim), untuk memperkuat dan mempertahankan aqidahnya dan ilmu Islamnya, tapi dakwah yang sebenarnya, kita harus berani mengajak orang-orang di 39
Syukran Ma’mun, Pembaharuan Dalam Agama Islam (Jakarta, 2007),h.1 Sulastomo, “(bukan)Negeri Sampah”,Renungan Tiga Tahun (Jakarta:Pelita,2004),cet.ke-1,h.156 40
Pelajaran
Bangsa
luar Islam untuk masuk Islam, Bagaimana caranya supaya mereka (non muslim) bisa mengerti Islam. Kemudian masuk Islam, tentu cara yang paling efektif dengan berdialog. Berdialog itu sebenarnya perintah Al-Qur’an yang pertama, sebelum orang-orang sekarang mempunyai system-system berdialog, berdiskusi, Al-Qr’an sudah lebih dahulu, dalam S.An-Nhl 125 :
َِِ هB?ِ) ْ0َُِْ<َِ وََد-َ4َِْ اSَِْ&ْْ&َِ وَا#ِ4ِْ) َ')َِِ ر6َ ﺱLَِادْعُ إ َِی/َBُْ&ِْ) ُ0ََِْ وَهَُ أaِِ6ََ? َْ ﺱh َْ&ِ) ُ0َََُْ إِن? رَ)?'َ هَُ أ-ْأَﺡ Artinya: “Serulah manusia kepada jalan Tuhan mu, dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhan mu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat di jalan-Nya, dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk” (AnNahl.125) Jadi berdialoglah dengan retorika, memakai kaidah-kaidah akal yang sehat, dengan cara seperti ini pemahaman mereka terhadap Islam tidak di salah artikan dan mudah untuk menerima Islam. Karena Islam itu tidak berdasarkan doktrin. Tapi berdasarkan pemikiran. Ada beberapa unsur dakwah yang beliau definisikan secara sistematis, diantaranya: DA’I: Pertama kali dai harus memiliki sifat-sifat yang bisa menjadi suri tauladan untuk para mad’unya, dari segi akhlaknya, baik perbuatan maupun perkataanya, jadi para dai itu harus mempunyai akhlakul karimah, karena akan menjadi contoh, sebagaimana sifat-sifat yang dimiliki oleh rosul itu harus membias kepada para dai, karena sebagai kelanjutan dakwahnya Rasulullah, yakni : bersifat
Siddiq ( pertama kali harus jujur baik dalam perbuatan maupun perkataan), lalu Amanah (artinya itu, menjaga kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat/tidak berkhianat), lalu Tabligh (dai itu harus selalu menyampaikan kebenaran), kemudian Fathonah (dai itu harus cerdas, artinya bisa menyelesaikan masalah-masalah yang dialami oleh masyarakat/dapat menjawabnya) apa yang terjadi ditengah-tengah masyarakat. Seorang dai juga harus memiliki pengetahuan yang luas, baik dalam ilmu agama ataupun pengetahuan umum, karena keduanya nanti saling berkaitan, yang mana semua itu akan ditanyakan oleh masyarakat ketika sedang berdakwah. MAD’U : mad’u disini adalah objek/yang di ajak, orang yang diajak itu ada dua : Pertama; mengajak berdakwah kepada orang-orang yang sudah Islam (seperti di masjid-masjid, pengajian-pengajian, majlis-majlis ta’lim). Berdakwah kepada orang yang sudah Islam itu sifatnya hanya untuk memantapkan saja dan untuk memagari agar ilmu-ilmu yang sudah mereka dapat/terima, mereka mampu untuk menolak ilmu-ilmu atau aliran-aliran yang datang dari luar, yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Seperti
sekarang
contoh;
mengapa
saat
ini
orang
Islam
banyak
mengikuti/bahkan masuk kealiran-aliran sesat (salah satu contoh Ahmadiyah) mungkin itu di antaranya kesalahan dari kita juga (khususnya para dai itu sendiri, ulama-ulama, juga ustadz-ustadz) mengapa?
karena kurangnya pembinaan dari
orang-orang yang sudah Islam. Yang kedua; kita berdakwah kepada orang-orang non muslim, dakwah disini sifatnya tidak memaksakan agama, tetapi sifatnya menawarkan agama kita kepada
mereka, ini yang kurang di kerjakan oleh para muballigh kita, tetapi yang banyak dan sering dilakukan adalah berdakwah kepada orang-orang muslim saja, kepada mereka yang non muslim itu sangat sedikit (hanya beberapa saja). Membuat penjelasan kepada mereka (non muslim) sebagian kecil tentang tauhid, tentang akhlak, tentang ibadah, kepada mereka, sehingga sebenarnya mereka jadi dapat mengerti ajaran Islam yang sesungguhnya, beliau berkeyakinan bahwa mereka akan mengerti, bahkan tertarik. Masalahnya sekarang ini orang non muslim itu mendapatkan berita/informasi tentang Islam dari orang non muslim itu sendiri, jadi hanya hal-hal yang negatif yang disampaikan kepada mereka, sehingga mereka kadang-kadang menjauhkan Islam. Jadi mereka mendapatkan semua tentang Islam bukan dari ulama-ulama yang memang sudah jelas dan dapat di buktikan kemampuannya. Yang berlandaskan AlQur’an dan hadits, kalau seandainya kita para dai dapat memberikan pengetahuan agama kita dengan baik dan benar,maka semua itu juga akan dimaknai dengan secara benar seluruhnya, sehingga tidak memberikan tanggapan-tanggapan bahwa seolaholah Islam itu sebuah kekerasan kalaupun memang ada kekerasan, jangan di lihat kekerasannya saja, tetapi di lihat pula sebab apa timbulnya kekerasan itu. Kekerasan dimana-mana bisa terjadi, seperti misalnya KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga), PILKADA, Kepolisian, dan Mahasiswa, beliau rasa semua orang juga tidak suka akan adanya sebuah kekerasan, tinggal bagaimana dilihat dimana letak kekerasan itu sebenarnya, Contoh seperti masalah poligami, mereka mendengarkan hanya dalam konteks poligaminya saja, tetapi kalimat (Wain Khiftum Alla Ta’diluu…..) kurang di
informasikan, kalau ayat itu di sampaikan/di informasikan, barangkali mereka akan berpendapat bahwa Islam itu bagus, karena sebenarnya kalau di bandingkan dengan mereka, mereka lebih jahat. Berpoligami dalam Islam memperbolehkan
sampai
empat isteri, sedangkan mereka benar hanya satu isteri, tetapi mungkin yang tidak sah bisa seribu (karena berzina di perbolehkan/tidak ada hukum bagi mereka). Oleh sebab itu sekarang ini di usahakan bagaimana berdakwah kepada orangorang non muslim, baik berupa tulisan-tulisan, perbuatan-perbuatan, yang pasti dengan perkataan yang baik sesuai dengan kaidah-kaidah agama Islam untuk diajarkan kembali kepada mereka ajaran Islam yang sesungguhnya. Seandainya orang-orang kaum mayoritas itu mengerti syariat Islam, maka kaum minoritas pun akan mengikuti syariat Islam itu dengan baik. Contoh sabda rosul (waman azaa bin niyyati Faqod azaanii) artinya: ”barang siapa yang menyakiti orang-orang non muslim yang mereka hidup rukun dengan orang Islam, berarti mereka menyakiti saya.” apa ada agama lain yang berkata seperti ini? Yang beliau sedihkan informasi yang seperti ini yang tidak sampai kepada mereka, sehingga mereka itu antipati terhadap Islam. MEDIA (alat): Menurut beliau alat dakwah itu segala sesuatu pada hakekatnya tergantung kepada para da’inya sendiri, seperti sekarang ini misalnya, alat yang populer adalah tentu alat dakwah dengan ceramah, kemudian ada yang memakai media cetak seperti; majalah, surat kabar, artikel-artikel, dan sebagainya. Ada juga yang menggunakan alat melalui media elektronik, seperti; radio, televisi, bahkan internet. Semua itu menurut beliau sudah menjadi alat dakwah saat ini, tetapi yang
paling efisien menurut beliau alat dakwah itu dengan cara tatap muka (face to face)/ceramah. Di adakannya tanya jawab (jangan hanya satu arah saja) berikan kesempatan dan waktu kepada mereka untuk bertanya, karena memang mereka juga berhak menanyakan apa yang sudah di sampaikan oleh dai. TUJUAN: Tujuan dakwah itu semuanya sama, yakni menyampaikan serta mengamalkan apa yang memang sudah menjadi kewajiban berupa syariat Islam, di samping mereka memiliki ilmu-ilmu pengetahuan tentang Islam dan pengetahuan umum yang mantap, tetapi tetap tujuan utama dari dakwah itu adalah pengamalannya tentang Islam itu sendiri, jangan di jadikan Islamologi. Pengertian berfikir yang sangat di kenal oleh para mufakkir adalah yang di kemukakan oleh Imam Ghazali. Pengertian yang di kemukakannya lebih praktis dan operasional. Beliau mengatakan “Ketahuilah berfikir itu menghadirkan dua makrifat (premis, pernyataan, tinjauan, aspek) yang mendahuluinya. Jika permasalahannya lebih luas maka semakin banyak premis/makrifat yang di kemukakan dan kesimpulannya akan semakin kuat.” Beliau menyinggung dakwah untuk lingkungan sesama muslim itu penting, dengan kegiatan di masjid-masjid, di pengajian-pengajian, majlis ta’lim, itu sifatnya despensif. Artinya kita mempertahankan akidah dan ilmu Islam. Tapi kita juga harus opensif dan tidak kalah pentingnya dakwah kita orientasikan kepada orang-orang non muslim, mereka (non muslim) dengan mudahnya mengkristenkan umat kita (misionaris) dengan berbagai cara, ketika umat kita sedang lemah. Dan itu kenyataan yang sudah marak dari dulu.
Selaras dengan pendapat Murad W.H. seorang muallaf Jerman, dia mengatakan: Ketika umat Islam mengkomparasikan antara bahaya yang di ciptakan oleh dunia ateis dan bahaya terhadap mereka, banyak dari mereka lebih takut terhadap dekonstruksi rohani barat daripada mereka di gencet oleh ateisme secara materiil. Ini dapat di lihat dari kegagalan usaha propaganda ateis Uni soviet di Negara-negara Islam Uni Soviet di Asia, atau kegagalan tank-tank Uni Soviet di Afganistan, untk mencabut akar Islam hingga saat ini. Ditangkapnya syekh-syekh dan para pemuka agama, melarang ritus-ritus agama, dan menyita kitab-kitab suci, tidak akan menyulitkan Islam. Ada ribuan penghafal soviet yang sudah menghafal al-Qur’an di luar kepala. Umat Islam dapat shalat sendiri jika situasi menuntut itu, dengan menggunakan alas apapun yang suci dan dimana saja. Inilah mungkin letak rahasia kekuatan Islam sehingga mampu bertahan selama masa yang panjang di bawah kekuasaan pemerintah dictator. Itu pula yang dapat
menafsirkan hakikat
mencengangkan masih adanya jutaan umat Islam di Cina yang tetap teguh menganut Islam, selam masa kekuasaan Mao Ze Dong dan terjadinya revolusi kebudayaan. Dan itu pula yang dapat menafsirkan tetap adanya beberapa ratus keluarga muslim Spanyol dengan keislaman mereka, tidak saja setelah hilangnya Andalus, namun juga pada masa kekuasaan Fransisco Franco. Sayangnya Islam tidak dapat setahan itu dalam menghadapi proyek kristenisasi yang tidak begitu santer dan bermetode. Artinya, borok busuk yang didapatkan dari kekuatannya bukan karena usaha umat Kristen semata, namun dengan pengaruh konspirasi dan penjajah peradaban tekhnologi barat.41
41
Murad Willfred Hoffman, Pergolakan Pemikiran (Jakarta:Gema Insani Press,1998),h.84-85
Juga menurut Syukron Ma’mun, pemikiran tentang dakwah itu terkait dengan aktivitas dakwah yang sudah di geluti puluhan tahun. Konsep dakwah juga sebenarnya yang lahir dari hasil pengamatan dan observasi langsung di lapangan. Bukan seperti konsep teoritis yang Cuma di pelajari di sekolah. Apa yang terjadi di masyarakat, apa yang di lihat, dan rasakan, di jadikan sebagai bahan pemikiran dalam dakwahnya. Dakwah yang sudah ia jadikan sebagai bagian dari hidupnya membuat ia berfikir bahwa dakwah bukan sebagai pekerjaan, tapi sudah di rasakan sebagai sebuah kewajiban hidup. Bukan semata-mata property. Jadi dakwah itu sebagai satu kewajiban dari Allah SWT. Amanat yang harus di sampaikan, dan konsepnya itu di sesuaikan dengan perkembangan zaman dan perkembanganperkembangan yang terjadi di masyarakat yang memang perlu di respon oleh pemuka-pemuka agama. Menurut beliau berdakwah itu yang penting harus di jiwai dengan keikhlasan, dakwah merupakan kewajiban bukan mata pencaharian. Pertama yang harus dilakukan oleh seorang da’I adalah; Keikhlasan. Orang ikhlas tidak minta di puji dan tidak takut di benci (kulil haq walau kaana murron,” katakana yang benar, meskipun itu pahit). Yang kedua orang berdakwah itu jangan membeda-bedakan. Di kalangan Rt, kantor-kantor pejabat, musholla-musholla, ataupun Masjid jami’, kita wajib mendatanginya. Karena banyak juga juga para Mutholih memilah-milah, karena tergoda oleh dunianya. Itu adalah kesalahan besar dalam berdakwah. Yang ketiga seorang da’I harus kaya perbendaharaan ilmunya, dengan ilmu yang luas sang da’I bisa menyampaikan bermacam-macam judul, bermacam-macam tema, sehingga tidak
membosankan pendengar, karena banyak juga para da’I yang masih sedikit perbendaharaan ilmunya, sehingga meniombulkan “kaum Da’I Temporari.” Juga menurut beliau, konsep dakwah semata-mata murni “Amar Ma’ruf Nahi Munkar.” Ia akan menyampaikan semua yang harus di sampaikan, sesuai dengan apa yang dibutuhkan masyarakat. Konsep bakunya itu yang sebagaimana perjuangan para ulama terdahulu, menyampaikan kebenaran yang perlu di sampaikan untuk masyarakat.
" ⌧$ ! 02 -./ , %&'( )*+, 8 67 345*4, %.5C+ ?☯A,%&B, 95:5;<=> 052
Artinya: “ Hai nabi, sesungguhnya kami mengutusmu untuk jadi saksi, dan pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan.Dan untuk jadi penyeru kepada agama Allah dengan izin-Nya dan untuk jadi cahaya yang menerangi.” ( Al-Ahzab, 45-46 )
Karena itu setiap muslim adalah da’i. Berbagai surah dalam Al-Qur’an, kerap di jadikan acuan di sekitar kajian dakwah yang pada hakikatnya mengandung dimensi makna menyeru ke jalan Allah, Amar ma’ruf nahi munkar seperti telah dijelaskan dalam surah Ali Imran : 104 :
KL**M I+J! GDE5H+ ADE F;,
K*.*+ , %.N;O 67
KL" , &*.QR> W NJ!, V S.NET☺; 0A * 0[2 YLTN;ZT☺; *GQX
Artinya :”Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung.”( Ali imran: 104 ) Dari ayat-ayat tersebut dapat juga di simpulkan bahwa dakwah adalah satu upaya (Proses) mewujudkan tatanan kehidupan yang Islami. Dengan kata lain dakwah adalah satu upaya memfungsikan Al-Qur’an dalam kehidupan secara optimal. Dakwah juga mengandung ma’na Qur’anisasi, dakwah juga mengandung Islamisasi. Menciptakan kehidupan (Al hayat). Karena itu tak satu sudutpun dari kehidupan manusia muslim lepas dari control qur’an, dari pengawasan Allah SWT. Dan tak satu bidangpun dari kehidupan manusia yang mengaku muslim luput dari celupan Allah. Sehingga Islam (melalui proses dakwah) menjadi pedoman hidupnya secara total. “Kamu akan mengikuti jejak langkah umat-umat sebelum kamu, sejengkal demi sejengkal sehingga jikalau mereka masuk ke dalam lubang biawak sekalipun kamu akan mengikuti mereka.”Sahabat bertanya,”ya Rosulullah, apakah mereka itu yahudi dan nasrani?”jawab Nabi SAW, siapa lagi (kalau bukan mereka).”( H.R. Muslim) Peringatan Rosulullah tersebut perlu kita renungkan secara mendalam, beliau mengingatkan bahwa akan datang masa dimana kaum muslim secara membabi buta mengikuti sunnah-sunnah (jalan dan gaya hidup) ala barat.Dikatakan membabi buta karena sering kali kaum muslim menjiplak perilaku kaum barat tanpa berfikir, apakah itu rasional atau tidak. Mengikuti kaum barat, meskipun mereka masuk ke lubang biawak, adalah tindakan yang tidak masuk akal. Sudahkah hal itu terjadi sekarang?
Banyak sekali gejala yang mendukung telah terjadinya masa yang akan dikhawatirkannya. Di bidang budaya, kita banyak menyaksikan kaum muda Islam yang secara membabi buta mengikuti gaya luar. Negeri-negeri muslim sedang mengalami penjajahan budaya. Lihatlah setiap tanggal 14 Februari saat kaum Kristen barat merayakan Valentine days. Di bidang fashion dan berbagai jenis hiburan, bentukbentuk pencontekan secara membabi buta terjadi. Tidak ada rasionalitas. Pakaianpakaian super mini, yang mengumbar aurat semakin membudaya dikalangan kaum muslim. Tidak ada dialog intelektual dalam pencontekan semua perilaku kaum luar tersebut. Apa yang datang dari mereka seolah-olah di pandang sebagai sesuatu hal yang baik. Beberapa konser musik sampai memakan beberapa korban anak-anak muda. Benar sekali kata Rosulllah SAW. Sekalipun mereka masuk ke dalam lubang biawak, diikuti juga tindakan mereka tersebut. Beliau juga memberikan pendapat bahwa mazhab ahli sunnah wal jamaah itu merupakan mazhab mayoritas dalam dunia Islam. Jadi dalam dunia Islam sebenarnya mazhab itu Cuma 3, pertama; Mazhab Mu’tazilah, yang pada dasarnya mendahulukan akalnya daripada qur’an dan hadist. Yang kedua; Mazhab Syiah mereka penganutpenganut yang fanatik kepada sayyidina Ali yang pada awalnya itu adalah termasuk masalah politik/Mazhab kekhalifahan di dalam Islam. Yang ketiga; Mazhab ahli sunnah wal jamaah, mazhab inilah yang mayoritas di dunia. Karena apa? Orang ahli sunnah ini berpegang pada qur’an, hadist, ijma’, Qiyash. Nah, itu penganut islam ahli sunnah wal jama’ah, jadi akal mengikuti qur’an dan hadist, bukan qur’an dan hadits mengikut akal kita.
Karena ini termasuk mazhab yang menurut hemat beliau yang benar, dan ini pada sejak zaman sahabat sudah seperti itu, berdasarkan qur’an, dan hadist, serta ijma’ para sahabat. Para sahabat itu mereka semuanya taat, berdasarkan hukum qiyash. Mengapa ada sumber-sumber yang semacam itu? agar tidak terjadi penyelewengan dalam agama. Karena kalau tidak, mungkin akan timbul penafsiranpenafsiran “semau gue”. Seperti sekarang ini, dengan adanya aliran liberalisme.Kebebasan adalah hak asasi manusia. Lahirnya liberalisme itu dari revolusi perancis. Pada saat bangsa Eropa pada umumnya dikuasai raja-raja yang dzolim, kemudian timbul gerakan namanya gerakan liberalisme revolusi perancis. Tapi liberalisme itu bukan di bidang politik, liberalisme itu hakekatnya muncul di bidang politik untuk mewujudkan badan legislatif, badan eksekutif, badan edukatif. Tapi sekarang, liberalisme itu di salah gunakan, diselewengkan, lalu dibawa kepada moral, di bawa kepada agama, itu tidak benar. Liberalisme dalam akhlak itu tidak ada. Kita mempunyai batas-batas kesopanan. Apakah perempuan telanjang terus boleh karena itu expresi seninya? tentu tidak ada batas-batasnya. Jadi dalam moral itu tidak ada liberalisme. Kalau dalam liberalisme itu masuk di bidang moral, ya sama dengan binatang, hanya binatang yang punya hidup kebebasan. Sekarang itu lebih berbahaya lagi, liberalisme itu kan ke agama, orang bebas menafsirkan Al qur’an semau-maunya mereka punya keahlian, kalau sekedar mengerti qur’an, mengerti tarjamahan bahasa Indonesia kemudian lalu menafsirkan semau-maunya, khawatir akan terjadi penyelewengan. Oleh sebab itu kita membatasi dengan mazhab ahli sunnah wal jama’ah dalam aqidah.
Kita ini bermazhab kepada imam Abu Hasan Al Azhari. Karena itu, kita anggap benar dimana Imam Abu Hasan Al Azhari memakai/mendahulukan dalil-dalil qur’an, hadist, dan dalil akal sehingga ibaratnya dalam ahli sunnah wal jama’ah dalam aqidah ini , agama itu sebagai obornya. Lalu mata kita ini sebagai akalnya. Supaya kita selamat, mata kita harus mengikuti obor itu, itu baru dalam aqidah. Belum lagi kita mengamalkan ilmu fiqih, karena ulama seluruh dunia sudah menganggap bahwa Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Ahmad Ibnu Hambal, dan Imam Syafi’I ini, mereka semua sudah dianggap orang-orang yang ahli dalam ilmu fiqih, sehingga kitabnya menjadi referensi semua ulama fiqih sedunia. Oleh sebab itu, pada umumnya ahli sunnah wal jama’ah itu dalam aqidahnya ada pada Imam Almaturidi atau Imam Azhari, kemudian di dalam ilmu fiqihnya pada umumnya kepada salah satu dari mazhab yang 4 ini, karena merekalah yang dianggap mempunyai kapasitas ilmu fiqih oleh para ulama, sehingga tidak terjadi penyelewengan agama semau-maunya seperti sekarang ini. Yang mau bermazhab syafi’I silahkan, yang mau bermazhab lain silahkan, tapi jangan keluar dari 4 mazhab ini. Khususnya dalam soal beribadah kalau dengan soal muamalat perkembangan ilmu pengetahuan dan perkembangan keduniaan ini disamping kita berpedoman kepada “mazhabul arba’ah” juga kita bisa mengambil hukum-hukum sesuai dengan perkembangan tapi tidak bertentangan dengan prinsip yang diambil dari “mazhabul arba’ah”,
dimana mereka itu dalam hukum fiqih
bersumberkan qur’an, hadist, ijma, dan qiyash. Sholat 5 waktu itu wajib, contoh sudah ijma’ ulama bahwa wudhu ini menjadi syaratnya sholat. Yang sudah ijma’ ulama ini kita ikuti. walaupun sekarang orang
mau berijtihad, mau berijtihad di bidang apa? Sekarang itu yang ada tempat kita berijtihad
hanya dalam masalah-masalah yang timbul di abad modern ini, oleh
mazhab-mazhab sekarang, bagaimana hukumnya transfusi darah? Bagaimana hukumnya bayi tabung? Bagaimana hukumnya cangkok mata? Bagaimana hukumnya cangkok ginjal dan lain-lainnya. Ulama sekarang boleh berijtihad ini, tapi tetap berpegang pada qoidah-qoidah yang ada. Kalau kita mau berijtihad dalam soal sholat, wudhu, soal ibadat ulama, sekarang juga tidak ada tempat walaupun mereka berijtihad hasilnya tidak akan keluar, sekarang kan tinggal kalau sholat mau pakai usholli silahkan, tidak pakai usholli silahkan, mau qunut subuh silahkan, tidak mau qunut silahkan. Mau ijtihad apa lagi? Mau wudhu, wudhu mau tertib silahkan, tidak mau tertib silahkan, whudu mau niat silahkan, tidak mau niat silahkan. Di dalam “mazhabul arba’ah “ itu semuanya sudah terurai maka kalau mau berijtihad dalam soal sholat, ibadat, puasa, haji, untuk ulama sekarang tidak ada tempatnya, itulah ahli sunnah wal jama’ah, beliau anggap sebagai benteng untuk membentengi aliran-aliran sesat. Sehingga selama dulu ahli sunnah wal jama’ah ini kuat. Aliran sesat tidak pernah masuk ke Indonesia ini. Sekarang akibat liberalisme inilah aliran-aliran sesat masuk semua kesini. Itulah karena tidak dibentengi dengan aqidah ahli sunnah wal jamaah. Dalam menghadapi fenomena aliran-aliran sesat yang sudah mulai marak saat ini beliau menegaskan dalam menyikapinya, pertama-tama menghadap kepada pihakpihak yang berwenang secara formal seperti ( MUI, MA ), beliau sendiri punya
wewenang tetapi tidak formal. Walaupun begitu beliau tetap mencegahnya dengan cara: pertama, menunjukan kepada masyarakat aliran-aliran yang terbukti sesat itu di pengajian-pengajian, majlis-majlis ta’lim. Contoh yang terjadi di UIN, menerima pemikiran-pemikiran dari “yoseph” yang berkata: “dengan kehadiran kebudayaan modern itu, maka semua agama harus menyelesaikan masalahnya dengan perkembangan manusia, karena kalau tidak agama itu akan mati.” Itu termasuk ajaran sesat, tapi sementara ini semua itu di anggap benar. Sekarang kita analisa dimana letak kebenarannya, pendapat ini di katakan benar karena di kalangan yahudi, untuk agama yahudi memang benar, karena agama itu di turunkan oleh Allah pada zaman nabi Musa, yang tidak berlaku pada zaman nabi Isa. Kristen (kitab Injil) hanya berlaku pada zaman nabi Isa kan? datang di ganti dengan Al-Qur’an oleh Allah. untuk agama mereka (Zaman nabi Musa dan Isa) benar, tapi untuk agama Islam tidak benar, karena kalau agama selalu di barengi/disesuaikan dengan perkembangan manusia, sedangkan perkembangan manusia tidak pernah berhenti, lama-kelamaan ajaran agama jadi hilang karena dirubah, jadi kalau seperti itu yang dijadikan petunjuk di sini bukan agama, tapi perkembangan manusianya. Misalnya: perempuan memakai celana pendek didepan umum, apa haknya terus dirubah, bahwa aurat wanita sama seperti aurat laki-laki. Kalau seperti ini bukan menghidupkan Islam, tapi malah membunuh Islam, di sinilah sesatnya, jadi kalau Islam
itu
lalu
dirubah-rubah,
karena
disebabkan/harus
disesuaikan
oleh
perkembangan manusia, lalu mereka berkata: “Agama yang benar, agama yang sesuai dengan perkembangan manusia.” Ini SESAT! Mestinya kan berkata: “perkembangan
manusia yang benar adalah yang sesuai dengan agama” karena agama itu petunjuk, jadi kalau agama dirubah-rubah tidak perlu ada agama, ikut saja dengan perkembangan manusia, mengapa pakai agama? Jadi kalau agama mengikuti perkembangan manusia beliau katakan pribadi pasti menolak ajaran mereka itu, jadi memang harus kita jelaskan terlebih dahulu dimana letak kebenarannya, dan dimana letak kesalahannya untuk agama mereka. Jadi bentuk pemikiran beliau dalam berdakwah bisa di katakan lebih dominan. kepada: 1. Pendidikan.
Secara
umum,
Pendidikan
politik,
Pendidikan
keagamaan,
Pendidikan social, dll.Secara khusus, pendidikan keagamaan yang terealisasikan lewat pondok-pondok pesantren. 2. Sosial kemasyarakatan.
B. Aktivitas Dakwah K.H. Syukron Ma’mun Segala sesuatu yang berhubungan dengan segala kegiatan manusia disebut sebagai aktivitas, aktivitas juga tidak dapat terlepas dari organ-organ tubuh secara keseluruhan. Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, yang diterbitkan oleh Departemen Pendidikan Nasional (2000). Aktivitas berarti keaktifan; kegiatan; kerja atau salah satu kegiatan kerja yang di laksanakan dalam tiap bagian.
Menurut Samuel Soeltoe sebenarnya, aktivitas bukan hanya sekedar kegiatan, beliau mengartikan bahwa aktivitas dipandang sebagai usaha mencapai atau memenuhi tuhan.42 Sedangkan menurut ilmu sosiologi aktivitas diartikan dengan bentuk kegiatan yang ada dimasyarakat, seperti gotong royong atau kerja bakti disebut sebagai aktivitas social, baik yang berdasarkan hubungan tetangga ataupun hubungan kekerabatan. Sedangkan Aktivitas Dakwah adalah salah satu aktivitas keberagaman yang sangat urgent dalam Islam, memiliki posisi strategis, sentral, dan menentukan. Di dalamnya terdapat seruan atau ajakan kepada keinsafan atau usaha mengubah situasi yang buruk kepada situasi yang baik dan sempurna, baik secara individu atau masyarakat. Dari beberapa pengertian tentang pemikiran dan aktivitas dapat sedikit disimpulkan, bahwa pemikiran dakwah adalah suatu keaktifan pribadi manusia untuk menentukan pemahaman atau pengertian tentang unsur-unsur dakwah (tujuan, subjek, materi, dan media dakwah) berdasarkan fenomena-fenomena yang terjadi, serta berusaha untuk dapat memberikan solusi dari problematika dakwah secara bijaksana dan nyata. Aktivitas adalah suatu kegiatan; kesibukan; kerja; salah satu kegiatan kerja yang dilakukan ditiap kegiatan, atau suatu proses yang berkesinambungan yang ditandai
oleh para pengemban dakwah untuk mengubah sasaran dakwah agar
bersedia masuk ke jalan Allah SWT, dan secara bertahap menuju perikehidupan yang islami. 42
Samuel Soeltoe, Psikologi Pendidikan II (Jakarta:PEUI,1982),h.52
Islam adalah agama dakwah, artinya agama yang selalu mendorong pemeluknya untuk senantiasa aktif melakukan kegiatan dakwah. Kemajuan dan kemunduran umat Islam sangat berkaitan erat dengan dakwah yang dilakukannya. Maka dari itu kita harus meletakan bentuk-bentuk aktivitas dakwah sebagimana berikut. 1. Aktifitas dakwah dalam bentuk bil-lisan Dalam Al-Qur’an dengan tegas mengenai hal ini dengan menitik beratkan kepada kata: ahsana kaulan (ucapan yang baik ) dan uswatun hasanah ( perbuatan yang baik ):
A_☺5H+ ^LN? TA\]M:! MA +, ab5☺ *, 8 67 ? `4 fA5+
e
dN?, ☯N \c 0SS2 gh5☺]T☺;
Artinya : “siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal sholeh dan berkata: sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri. (QS. Al-Fussilat: 33) Dakwah yang diungkapkan dalam ayat tersebut tidak hanya dakwah berdimensi ucapan atau lisan tetapi juga dakwah dengan perbuatan yang baik seperti yang telah di contohkan oleh rasulullah SAW. Yang di maksud dakwah bil lisan memanggil, menyeru ke jalan tuhan untuk kebahagiaan hidup dunia dan akhirat, tentunya dengan menggunakan bahasa sesuai keadaan mad’u dalam berdakwah. 43
43
Mustofa Mansur, Teladan di Medan Dakwah (Solo:Era Intermedia,2000),h.42
2. Aktivitas dakwah dalam bentuk bil Hal Dakwah bil hal merupakan sebuah metode dakwah yakni metode dakwah menggunakan kerjanya nyata, melihat proses kejiwaan manusia, maka sebagai kumpulan individu sudah pasti akan terkena pengaruh dari keteladanan yang taklid baik pengaruh positf maupun pengaruh negative. Karena itu Islam sangat menaruh perhatian terhadap pemeliharaan masyarakat yaitu perintah untuk selalu meneladani rasulullah saw atau orang yang berbuat kebajikan.44 Islam memerintahkan kita agar mengambil contoh teladan dari pada ahlul khair atau orang-orang yang berfikir ahli kebenaran dan mereka yang berkaidah lurus. Secara tegas Islam menyuruh umatnya mengambil teladan dari nabi Muhammad SAW. “sesungguhnya telah ada bagi kamu sekalian pada diri Rasulullah uswah hasanah bagi orang yang mengharap ridho Allah dan hari akhir serta berdzikir kepada Allah dengan dzikir yang banyak:
dLT, 6g GDEN K?⌧j MN$ A☺5l I,\]: k,LJ! 8 $ mL*e.
K?⌧j
.⌧jN<, .&fF nL,/;, 0p[2 %.5o⌧j $ Artinya : “ Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suriteladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan ) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. Sebagai orang yang membawa misi menyampaikan ajaran Islam kepada manusia seorang juru dakwah berkewajiban meneladani Rasulullah SAW dalam berkepribadian yang baik, sekaligus berkewajiban memberikan teladan kepada mad’unya. 44
Ibid.,h.42
Dalam rangka dakwah Islamiyah, kita harus mampu berdialog dengan kebudayaan modern dan secara aktif mengisinya dengan substansi dan nuansanuansa Islami. Hal ini hanya bisa di lakukan bila kita memahami arus globalisasi secara benar dan tidak tertinggal dengan informasi-informasi actual dari manca Negara. Benarlah apa yang di katakan futurology Jhon Naisbitt: “The new source of fower is not money in the hands of a few but information in the hands of many.” (Kekuatan baru dewasa ini bukanlah harta karun di tangan segelintir manusia, tetapi jaringan informasi di tangan banyak manusia). Kata kunci para pakar untuk mengantisipasi perubahan kini dan mendatang adalah informasi dan ilmu pengetahuan. Dua kata tersebut bukanlah vocabulary baru bagi kaum muslimin. Pada zaman nabi sampai abad 11, Islam mampu menempatkan kaum muslimin berdialog dengan zamannya bahkan mampu mengIslamkan banyak wilayah termasuk filsafat Romawi, sience, Knowledge. Kemajuan ini tentu tidak bisa lepas dari pemahaman dasar umat Islam yang sangat menghargai nilai pengetahuan dan informasi. Pada era gobalisasi sekarang ini, tentu banyak yang perlu di benahi bagaimana seharusnya da’I atau lembaga dakwah melakukan aktivitas dakwah, termasuk penggunaan berbagai dimensi untuk kepentingan dakwah: Komunikasi, Psikologi, Public Relation, Jurnalistik, Tradisi penulisan, Manajemen, seni, Med mutakhir (elektronik: seperti film, sinetron, internet) dll. Untuk kepentingan dakwah Islam. Tradisi penulisan di kalangan umat Islam telah terjadi jauh sebelum masa-masa era globalisasi sekarang ini. Misalnya ulama di Indonesia Syekh Nawawi Al-Bantani (wafat 1897), telah banyak menulis buku atau kitab-
kitab dalam bahasa Arab yang sangat terkenal di Timur Tengah maupun khususnya di dunia pesantren. Syekh Nawawi Al-Bantani adalah profil ulama intelektual tradisi pesantren yang telah memanfaatkan tradisi penulisan sebagai media untuk menyebarkan pesan-pesan ajaran agama Islam dalam rangka menegakkan dakwah Islamiyah. Dan sampai sekarang ini, fikiran-fikiran Syekh Nawawi masih di kaji serius oleh para santri di dunia pesantren khususnya di Indonesia. Begitu juga yang di lakukan oleh Syukron Ma’mun, bentuk aktivitas dakwahnya di antaranya melalui tulisan. Dari masalah seperti perbedaan Bank dengan Rentenir, yang membedakan hanya legal dan tidak legalnya saja. Hakikatnya keduanya sama saja, sama-sama mencari keuntungan, di kaitkan lagi dengan dengan terjunnya beliau berdakwah di prioritaskan kepada pendekatan social masyarakat, bahwa masyarakat kita perlu terbuka (open minded) dalam menghadapi berbagai masalah yang di hadapi, ada atau tidak kaitannya dengan agama, karena jika di biarkan menambah merosotnya nilai moral masyarakat kita. Pola pandang masyarakat saja sudah berbeda mengenai Bank dan Rentenir, jadi beliau mengajak bagaimana cara berfikir masyarakat itu bisa terbuka, masyarakat harus cerdas, dan pintar. Ini semua bisa di katakan pendidikan dalam berdakwah juga. Ketika beliau melihat satu masalah, sudah mendekati kemungkaran, sifatnya urgent, dengan reksi yang pesat beliau tuangkan dalam tulisan. Berangkat dari hadist berikut : “ Barang siapa di antara kalian yang melihat kemungkaran, maka rubahlah dengan tangannya, apabila ia tidak mampu maka rubahlah dengan
lisannya (ucapannya) apabila ia tidak mampu maka rubahlah dengan hati, sesungguhnya itu adalah selemah-lemahnya iman.”45 Jadi bentuk-bentuk dalam berdakwah beliau ialah, yang pertama, dengan ceramah, melalui mimbar-mimbar. Bentuk dakwah yang seperti ini yang merupakan porsi terbesar dari kehidupan beliau. Yang kedua, dengan tulisan. Salah satu karyanya yang berjudul RIBA dan BANK, itu hasil dari pemantauan langsung masyarakat, karena seperti yang di tuangkan sebelumnya, masarakat masih mempunyai pola fakir yang salah, maka beliau sampaikan dakwahnya melalui tulisan buku tersebut. Begitu juga ketika terjadi beberapa tahun belakangan ini ada gerakan-gerakan yang mungkin menurut pandangan beliau itu berbeda dengan apa yang di tanamkan oleh para ulama-ulama terdahulu, makanya beliau juga tuangkan dalam “Pemantapan ASWAJA (Ahlussunnah Wal Jama’ah).” Yang ketiga, pengkaderan. Melewati pelatihan dan pengkaderan baik untuk para da’I ataupun guru, tujuannya jelas, bagaimana menjadikan seorang da’I yang baik, menjadian seorang guru yang baik, dengan kualitas yang di miliki oleh para da’I, niscaya lambat laun Negara kita yang sudah tergeser nilainya mulai mendapatkan perubahan yang signifikan. Kembali kepada ajaran-ajaran yang sudah di gariskan Allah, dan kembali kepada sunnah Rosulullah SAW. Di bidang pemikiran kaum muslim sudah lama mengalami penjajahan pemikiran. Sebelum Kristen barat berhasil menghancurkan dan memecah belah dunia Islam. Mereka terlebih dahulu menyebarkan paham-paham yang menyesatkan, seperti paham rasionalisme mereka mengadu domba antar sesama umat Islam yang berlainan suku bangsa. Bangsa Arab di adu dengan bangsa turki, 45
Imam Nawawi, 40 Hadits Pilihan (Bandung:Husaini,1992),h.52
dan sebagainya. Akhirnya pada tahun 1924, melalui tangan Mustafa Kemal attaturk, barat berhasil menghancurkan kekhalifahan Utsmaniyah tahun 1924, menghilangkan syariat Islam, bahkan menghapus jejak-jejak Islam, seperti di gantinya tulisan Arab dengan tulisan latin, jilbab di larang, attaturk yang ternyata gerakan yahudi juga mengharuskan pakaian ala barat. Ia di kukuhkan sebagai Bapak sekularisme turki, yang sampai sekarang masih di kukuhkan dalam konstitusi turki. Karena di anggap sebagai contoh sukses, kaum muslimin banyak yang menganggap pandangan hidup kaum barat yang sekularistik memisahkan agama dengan politik sebagai suri tauladan. Barat yang telah memahami kemajuan yang luar biasa di bidang sains dan tekhnologi menjadi kiblat secara membabi buta untuk maju, contohlah barat, termasuk pandangan hidup sekulernya. Agama Kristen barat telah kalah melawan kaum sekuler dan mereka telah menjadikan agama Kristen sebagai agama sekuler, yang terpisahkan dari kehidupan Negara. Negara-negara Kristen barat tidak mau memakai hukum-hukum agama, tetapi lebih percaya kepada suara mayoritas rakyat dan menganggapnya sebagai kebenaran, mereka mengizinkan aborsi, legalisasi homo seksual, bahkan perkawinan sejenis, pelacuran, pornografi, minuman keras, dan sebagainya. Sebab mayoritas rakyat barat menghendaki hal itu. Gerakan dakwah berada di antara dua kecenderungan yang sekilas seakanakan sama kuat. Kecenderungan transenden dan kecenderungan secular. Kecenderungan secular tanpak dari bergesernya nilai-nilai (agama, adat istiadat, tradisi), yang selama ini menjadi acuan kearah nilai-nilai baru yang “serba boleh”.
Tampak dari gaya hidup serba longgar dari nilai-nilai agama Islam. Implikasinya hampir meliputi semua bidang kehidupan, mulai dari model (gaya berpakaian), musik, idiologi, politik, ekonomi, social, budaya, seni, dan sebagainya. Aktivitas yang terkait dengan pembangunan moral, sekaligus juga pemantapan SDM bisa di katakan untuk para da’I mendatang, dan ini bentuk implementasi dari ceramah dan dakwah bil amal (menurut Syukron Ma’mun), yaitu
yang pertama, konsentrasi kepada majlis-majlis ta’lim. Itu yang selalu
beliau geluti. Majlis ta’lim yang guru serta muridnya sama-sama memegang kitab untuk di jadikan pegangan. Jika sekarang banyak sekali di dapatkan majlis-majlis ta’lim sebatas hanya ceramah tausyiah saja. Karena dengan sama-sama memegang kitab, agar di jadikan acuan sehingga orang ketika belajar agama (contoh, Tafsir, Fiqh), menjadi terbiasa untuk mengenal literature pengambilan sumber-sumber hukum, bukan sekedar bicara sesuatu tanpa ada landasannya. Jika dalam teori ilmiah, seorang penulis apabila ia mengutip pendapat orang lain, maka ia harus menyebutkan referensinya, itu dalam dunia akademis. Begitupun seharusnya di majlis-majlis ta’lim di terapkan kembali budaya mengaji dengan menyimak kitab antara guru dan muridnya. Islamic center zaman pertama kali menggunakan metode tersebut yang di pimpin oleh ayahnya Habib Muhammad Bin Ali Al-Habsyi. Majlis ta’lim tersebut termasuk yang terbesar di Jakarta (di Kwitang). Dengan di lakukan pengajian-pengajian rutin, menggunakan kitab-kitab acuan. Dan itu sangat efektif karena ketika orang yang belajar saat itu benar-benar menjiwai ilmu yang di pelajari dan di dapat sendiri literature-literatur ke Islamannya.
Yang kedua, pondok pesantren. Karena pesantren sarana yang paling efektif.Santri datang dari berbagai kalangan/daerah beragam suku, dengan latar belakang profesi, status social masing-masing keluarga yang berbeda.Jika di lihat pesantren itu adalah sebenarnya miniature kecil dari pada Indonesia. Jika pondok-pondok pesantren kegiatan belajar,organisasi didalamnya bisa berjalan dengan baik dan efektif dikembangkan, hasilnya akan menjadi luar biasa. Kalau saja 1 santri pulang kerumah, kemudian ia bisa membangun 1 jaringan, 10 atau 20 rumah (tetangganya), kemudian jika 1 tahun saja dari seluruh santri per pondok pesantren melululuskan/tamat belajarnya, sebanyak 200-250 santri, katakanlah 1 santri 1 kelurahan, itu saja sudah bisa di dapat jaringan dakwah dengan jumlah 200-250 kelurahan, (sangat efektif), karena di pesantren belajar 24 jam, santri di bina, di isi keilmuannya, di pimpin untuk menjadi seseorang yang berguna buat agama bangsa dan negaranya. Beliau sendiri menekankan juga bahwa aktivitas dakwah yang paling efektif jyga dengan ceramah (tidak jauh beda dengan bentuk-bentuk/media dakwah), interaksi, penyerapan yang di dapatkan masyarakat lebih cepat, di adakannya Tanya jawab dengan da’I, agar mereka mengaplikasikannya di kehidupan seharihari. Minimal mereka sedikit banyak jadi faham. Bisa juga dakwah bil amal, materi yang di sampaikan sang da’I sebaiknya di iringi dengan perbuatan yang sesuai dengan dakwahnya. Bukan hanya menyeru, memanggil, tapi supaya masyarakat juga bisa meneladani/mencontoh perkataan dan perilaku da’inya dengan baik. Apabila ada bencana alam, di usahakan kita terjun langsung, kita
memberikan kemampuan yang kita miliki, apa saja, tidak hanya berupa materi, tetapi tenaga bahkan fikiran kita (perbuatan social). Dunia adalah persiapan untuk kehidupan di akhirat, sehingga manusia selama hidup di dunia ini di tuntut memenuhi peraturan agama yang dalam Islam di sebut wajib, haram, sunnah, halal, makruh, dan mubah. Dalam membina umat manusia untuk supaya memenuhi aturan agama dan harus setara dengan meletakkan landasan moral, etika dan spiritual yang kokoh terhadap pembangunan Nasional. Yang ingin di capai serta di raih dalam hidup ini adalah al-Hasanah, baik di dunia dan di akhirat kelak. Prinsip dan tujuan hidup semacam ini pada dasarnya adalah merupakan hakikat pembangunan itu sendiri dalam rangka meraih tujuan hidup inilah, maka Islam mengarahkan manusia untuk mencapai kehidupan yang berkualitas dan bermutu. Menurut beliau prospek dakwah di masa yang akan datang lebih di tekankan,mungkin lebih di perhatikan da’inya, agar pengetahuan ilmu agamanya,wawasannya lebih luas dan mantap. Baik pengetahuan umum maupun agama, khususnya pengetahuan tentang Islam itu sendiri. 46 Menguasai Al-Qur’an dan hadits-hadits Rosulullah. Dan juga seorang da’I harus yang benar-benar sesuai dengan kriteria-kriteria yang di ajarkan Rosulullah, yang sudah di terapkan oleh para ulama-ulam kita terdahulu, agar isi dakwah kita bisa di pertanggung jawabkan sesuai dengan ajaran Islam. Di lihat dari kemerosotan kualitas dakwah belakangan ini yang menurut beliau menurunnya kualitas dakwah itu tergantung kualitas da’inya itu sendiri, da’I yang hanya pandai bicara pandai beretorika, tetapi tidak memiliki ilmu 46
Wawancara Pribadi K.H. Syukron Ma’mun 2008
pegetahuan agama yang sempurna. Terkadang mereka tidak pernah berhenti memerintahkan jama’ahnya untuk shalat, puasa mengaji, shadaqoh, dsb. Tapi justru terkadang mereka sendiri melupakan seperti apa yang di serukan dalam isi ceramahnya tersebut. Keprihatinan beliau juga terhadap dunia dakwah belakangan ini yang sedang terjadi di Indonesia bahwa kita sudah dilanda liberalisme dan demokrasi, sehingga kadang-kadang siapa saja boleh menyampaikan isi tausyiahnya. Kita lihat contoh di Malaysia, apabila ingin berceramah/berkhutbah, harus mendapat izin/surat kebenaran dari Mufthi, karena tidak bisa sembarangan saja menyampaikan isi ceramahnya. Di lihat dulu latar belakang pendidikan sang da’I tersebut, misalnya lulusan Universitas Cairo Al-Azhar kah, setelah itu baru di berikan surat bahwa sang da’I tersebut berhak memberikan ceramah agamanya. Prospek dalam berdakwah selau berkembang, selama kaitannya yang pertama, dengan juru da’inya, juru dakwahnya, kyainya, ustadznya, tetap memiliki integritas dan kapabilitas, dakwah tersebut pasti punya prospek. Karena, dakwah itu menyampaikan sesuatu yang bersifat dari Allah, sesuatu yang tidak lagi di ragukan kebenarannya. Oleh karena itu, ketika manusia mencoba lari dari hukum Allah, kemudian ia mengimplementasikan beberapa hukum-hukum lain, yang mungkin pada suatu masa hukum yang di buat manusia itu terasa indah, bagus, tetapi pada akhirnya suatu saat bahkan seterusnya hukum tersebut akan musnah/rontok sesuai dengan perkembangan zaman. Karena hukum tidak bisa sesuai dengan zaman, kecuali hukum dari Allah.47 Karena itu tantangannya bukan kepada ummat, tetapi kepada sang da’I, kyai, ustadz. Contoh sekarang ini, Krisis global, dengan adanya “supply 47
Ibid., Wawancara Pribadi K.H. Syukron Ma’mun 2008
moregive” orang mulai tertarik/melirik, bahwa system ekonomi dunia kapitalis ini berdasarkan dengan unsur, seperti: Kebebasan tanapa batas, kemudian dengan unsure ribawi, yang di haramkan oleh agama, sekarang ini bisa dikatakan rapuh, kenapa? kita lihat dan harus di akui bersama bahwa dari dulu orang menganggap bahwa system dunia ini sudah begitu hebat dengan made in Amerika, tapi sekarang Amerika runtuh. Meskipun banyak orang yang berdalih. Begitupun sama ketika Uni Soviet runtuh, siapa yang bisa membayangkan Negara super power bisa runtuh. Keruntuhan Negara adi kuasa tersebut apa ada alternative penggantinya?. Disinilah letaknya juru dakwah menjawab setiap problematika dalam sudut pandang agama. Karena agama Islam selalu memberikan ruang kepada semua sendi-sendi kehidupan. Salah satu contohnya lingkungan hidup. Banyak kasus yang sedang marak saat ini, seperti kasus rokok. Merokok sudah merusak lingkungan hidup, maka diatasi oleh pemerintah, contoh di Jakarta, di atasi oleh PERDA. Kenyataannya tidak berjalan, lalu mereka mengajukan permohonan Fatwa MUI, bagaimana rokok itu dalam sudut pandang agama. Artinya apa? Memang agama Islam yang banyak memberikan solusi, bisa dijadikan sandaran hukum, yang tidak di miliki oleh agama manapun,termasuk hukum-hukum yang sudah berlaku di Negara ini. Kemudian isu keadilan dalam berekonomi (pasar bebas). Sebelumnya Islam sudah memberikan aturan-aturan/rambu-rambu terhadap pasar bebas. Begitu juga tentang subsidi, dulu orang memandang Negara maju itu harus melepas subsidinya, tapi sekarang Negara maju sekalipun ketika mereka mengalami
dampak krisis, mereka mulai mensubsidi, melindungi perbankkan, karena memang subsidi itu tidak jelek. Bahkan sekarang menjadi keharusan. Kompleksitas masalah yang terjadi di dunia ini yang menjadikan dakwah selalu berprospek, menghadapi tantangan zaman. Di tambah dakwah itu adalah makanan untuk ruh manusia, jiwa manusia. Karena ketika manusia sudah maju, mereka tetap mencari sesuatu, yaitu agama. Ketika kita belajar Filosofi agama, ada pertanyaan, mengapa orang beragama? Karena ada sesuatu, yang tidak bisa di dapatkan dalam materi. Jadi tantangan, prospek dakwah tetap bagus, tetap hebat, selama da’inya juga bukan da’I yang kosong, tapi da’I yang memiliki komitmen, fisioner, punya integritas moral yang dapat/bisa di pertanggung jawabkan, punya kapabilitas keilmuan, maka dakwah itu akan terus selalu hidup.48
3. Aktifitas Dakwah Dalam Bentuk Bil-Tadbir Dakwah Bil-Tadbir merupakan sebuah metode dakwah, yakni metode dakwah melalui manajemen. Melihat aktivitas dakwah seorang KH. Syukron Ma’mun yang begitu padat maka beliau mengaplikasikannya kedalam sebuah manajemen, yakni dengan membangun Pon-Pes Daarul-Rahman dan juga beliau tuangkan misi dakwahnya dalam sebuah organisasi (partai politik) yang mana sudah beliau geluti puluhan tahun dari awal beliau berdakwah hingga saat ini, dan diantaranya : 1. Pondok pesantren Daarul-Rahman yang didirkan oleh Bapak KH. Syukron Ma’mun di Bantu oleh kawan-kawanya, antara lain : Ustadz Antung Ghazali B.A. (alm), H. Masyurri Baidhowi MA., Nurhasyim B.A (alm), H. Abdul Kadir Rahman (alm). Dan segenap keluarga Alm. Bapak Abdurrahman bin 48
Ibid., Wawancara Pribadi K.H. Syukron Ma’mun 2008
Naidi. Tepatnya pada tanggal 11 Januari 1975 berdirilah secara resmi pon-pes Daarul –Rahman, dengan pimpinan KH.Syukron Ma’mun, yang sekarang berpusat di Kebayoran Baru Jak-sel, juga cabang-cabangnya di Leuwliang Bogor yang berdiri pada tahun 1982 dan Sawangan Parung yang berdiri pada tahun 2006. Yang memiliki santriwan dan santriawati kurang lebih ribuan. 2. Beberapa organisasi yang beliau geluti sejak tahun 1956 diantaranya : a) Ketua cabang IBNU b) Ketua Umum LDNU c) Wakil ketua Robitotul Ma’ahid d) Ketua Umum Partai Persatuan Nahdatul Ummah e) Ketua Dewan Syuro GPMI f) Anggota Dewan Penasehat MUI Pusat
g) Juga mendirikan Ittihadul Muballighin pada tahun 1978 oraganisasi ini yang tersebar di 25 propinsi dengan 200 kantor cabangnya di seluruh Indonesia ini yang menampung para muballig di tanah air
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Dari uraian tentang Pemikiran dan aktivitas Dakwah K.H.Syukron Ma’mun, maka kita dapat mengambil kesimpulan, diantaranya : 1. Dari masa ke masa aktivitas dakwah di Indonesia menghadapi tantangan yang tidak ringan 2. Syukron
Ma’mun
menilai
bahwasannya
pemikiran
dakwah
merupakan
penyampaian pesan, ajakan dan seruan untuk dapat menghayati dan mengamalkan akan pesan-pesan Islam yang merupakan kerangka dasar Dakwah Islamiah 3. Dakwah merupakan sebuah aktivitas penyeruan atau ajakan kepada orang lain baik sesama kaum muslim, non muslim, diri kita sendiri, untuk bertindak kepada hal yang lebih positif 4. Kualitas, bukan kuantitas, karena dakwah itu merupakan kewajiban perintah dari Allah SWT. 5. SDM (sumber daya manusia) dalam hal ini da’I, harus mempunyai kapabilitas keilmuan, memiliki komitmen, fisioner, integritas moral yang dapat di pertanggung jawabkan, yang didasari oleh Al-Qur’an dan sunnah-sunnah Rosulullah SAW.
B. Kritik dan Saran
1. Kritik Agar diperhatikan isi serta metodenya, jangan banyak membuat mad’u tertawa, di pengajian-pengajian, sering terjadi para da’I untuk menarik perhatian mad’u, dengan menceritakan hal-hal yang berbau porno, juga tanpa di sadari memakai bahasa porno tersebut, sehingga tidak layak untuk di dengarkan mad’u. 2. Saran Agar para da’I banyak memperdalam dan memperluas ilmu agama, banyak membaca, jangan hanya puas dengan yang sudah di dapat, sehingga malas untuk mengkaji ulang, membaca kembali, dan tidak ada keinginan belajar lagi. Mempersiapkan isi pidatonya terlebih dahulu, sebelum di sampaikan kepada mad’unya, jangan berdakwah itu di jadikan arena hiburan untuk memperbanyak tertawa, bahkan sampai terbahak-bahak.
DAFTAR PUSTAKA Azizah, Abu Azmi. Bagaimana Berfikir Islami, Solo: Era Intermedia, 2001. Amin, Drs. Samsul Munir, MA. Dinamika Perkembangan Dakwah Islam, (Perspektif Historis ), Dalam Jurnal Al-Qalam, Edisi 5/2/1997. _________ Rekonstruksi Pemikiran Dakwah Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2008. Asep, Dr. H. Muhidin, MA. Dakwah Dalam Perspektif Al-Qur’an, Bandung, CV. Pustaka Setia, 2002.
Anshari, H. Endang Saifuddin. Wawasan Islam, Pokok-pokok Pikiran Tentang Islam dan Umatnya, Jakarta: P.T. Raja Grafindo Persada, 1993. Al-Faruqy, R. Ismail, dan Lois Lamya. Atlas Budaya Islam, Terj. Ilyas Hasan, Bandung: Mizan, 1998. Abdul Aziz, Jum’ah Amin. Fiqh Dakwah Prinsip dan Kaidah Asasi Dakwah Islam, Surakarta: Era Intermedia, 2000. Amin, M. Mansyur. Dakwah Islam dan Pesan Moral, Jakarta: Al-Amin Press, 1997. Al-Alwani, Dr. Toha Jabir. Dalam Krisis Pemikiran Modern Diagnosis dan Pengobatannya, 1989. Al-Qahtani, Said bin Ali. Dakwah Islam Dakwah Bijak, Jakarta: Gema Insani Press, 1994. Dermawan, Andi. Metodologi Ilmu Dakwah, Jakarta: LEESFI, 2002. Dustur, A. Hajsmy. Dakwah Menurut Al-Qur’an, Jakarta: P.T. Bulan Bintang, 1994. Hafiduddin, Didin. Pemberdayaan Dakwah dalam Mengatasi Krisis Moral Ekonomi Bangsa, 30 Desember, 2003. _________ Dakwah Aktual, Jakarta: Gema Insani Press, 1998. Hoffman, Murad Wilfred. Pergolakan Pemikiran, Jakarta: Gema Insani Press, 1998. Islam, Ensiklopedi. Jakarta: Ichtiar Can Hoeve, 1999. Kuntowijoyo, Dr. Paradigma Islam Interpretasi Untuk Aksi, Bandung: Mizan, 1991.
Ma’arif, Ahmad Syafi’i. Islam dan Politik; Upaya Membingkai Peradaban, Jakarta: Pustaka Dinamika, 1999. Muriah, Dra. Siti. Metodologi Dakwah Kontemporer, Jakarta: Mitra Pustaka, 2000. Mansur, Mustofa. Teladan di Medan Dakwah, Solo: Era Intermedia, 2000. Madjid, Nurcholish. Islam Kemoderenan dan Keindonesiaan, Bandung: Mizan, 1994. Ma’mun, Syukron. Pembaharuan Dalam Agama Islam, Jakarta, 2007. Muchtarom, Zaini. Dasar-dasar Manajemen Dakwah Islam, Yogyakarta: al-Amin Press, 1996. Natsir, Muhammad. Fiqhu Dakwah, Semarang: Ramadani, 1984. Nawawi, Imam. 40 Hadits Pilihan, Bandung: Husaini, 1992. Pratiknya, AW. (Ed). Islam dan Dakwah Pergumulan Antara Nilai dan Realitas, Yogyakarta: Majlis Tabligh PP. Muhammadiyah, 1988. Pardoyo. Sekularisasi Dalam Polemik, Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafik, 1993. Sulastomo. “Bukan)”Negeri Sampah, Renungan Tiga Tahun Pelajaran Bangsa, Jakarta: Pelita, 2004. Shaleh, Abdul Rosyad. Manajemen Dakwah Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1986. Stoddart, L. The New World Of Islam ( Dunia Baru Islam ), Jakarta: Panitia Penerbit, 1996. Semesta, Rahmat. Metode Dakwah, Jakarta: Prenada Media, 2003. Soeltoe, Samuel. Psikoligi Pendidikan II, Jakarta: PEUI, 1982. Salin, Peter. Dan Yeni Salim. Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Edisi II, Jakarta: Modern Eanglish Press, 1995. Tasmara, Toto. Komunikasi Dakwah, Jakarta: GMP, 1987. Umar, Hussein. Membabi Buta, Jakarta: Media Dakwah, 2001. Yakub, Ali Mustofa. Sejarah dan Metode Nabi, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1997.
WAWANCARA PRIBADI K.H. SYUKRON MA’MUN, 25 JUNI 2008 RUMAH KEDIAMAN JL. SENOPATI DALAM II NO. 35 A KEBAYORAN BARU JAKARTA-SELATAN JAM 08.00-10.00 WIB
Bagaimana pola pemikiran pak kyai tentang dakwah ? Ya, orang berdakwah itu dari arti bahasanya mengajak. Jadi, kita ini mengajak lalu tentu kalau mengajak itu kan ada objeknya, yang diajak jadi objek, yang diajak itu tentu manusia. Ada dakwah yang kita hadapkan kepada orang kita sendiri yang sudah islam, untuk memperkuat dan pertahankan aqidahnya dan ilmu islamnya. Tapi dakwah yang sebenarnya itu : kita harus berani mengajak pada orang-orang diluar islam untuk masuk islam. Jadi yang pertama itu tadi kita Cuma despensif saja, itu penting, yang kedua itu menghadapi orang-orang non muslim. Bagaimana caranya supaya mereka itu bisa mengerti islam, kemudian masuk islam. Tentu cara yang paling efektif dengan mereka itu berdialog, dan berdialog itu sebenarnya adalah perintah Al qur’an yang pertama sebelum orang-orang sekarang mempunyai system-sistem berdialog/diskusi. Al qur’an sudah lebih dulu dari itu.( ud’u ilaa sabilii robbika bil hikmah wal mauidzoh hasanah wa jaadilhum billatii hiya ahsan, inna robbaka huwa a’lamu biman dholla ‘an sabiilihi wa huwa a’lamu bil muhtadin). Berdialoglah dengan retorika,memakai kaidah-kaidah akal yang sehat sehingga kalau mereka menggunakan akal yang sehat itu pasti menerima islam. Karena islam itu tidak berdasarkan doktrin, tapi berdasarkan pemikiran.
Jadi bagaimana kita bisa menanamkan islam itu pada orang non muslim kalau kita hanya di mesjid-mesjid, di pengajian-pengajian majlis ta’lim saja, itu sifatnya despensif. Artinya kita hanya mempertahankan aqidah dan ilmu islam yang sudah dimiliki, itu memang penting.Berdakwah pada non muslim yang sifatnya opensif itu juga penting. Tapi pada umumnya sekarang ini kita menjalankan dakwah baru despensif saja, yang hanya mempertahankan, sedangkan orang lain diluar kita itu opensif. Nah, kayak orang Kristen itu banyak opensif masuk pada orang-orang islam untuk di kristenkan. Berdakwah itu yang penting harus dijiwai dengan keikhlasan, bahwa berdakwah itu merupakan kewajiban bukan mata pencaharian. Mata pencaharian itu berdagang, bertani, gitu loh ! Kalau berdakwah itu bukan mata pencaharian, berdakwah itu adalah suatu kewajiban kita kepada Allah, adapun oleh masyarakat dikasih hadiah karena itu jasa kita. Itu suatu hal yang wajar. Maka itu, yang pertama; dalam berdakwah adalah ikhlas, orang ikhlas itu tidak minta dipuji tidak takut dibenci. ( kulil Haq Walau Kaana Murron ), itu dasarnya orang berdakwah. Yang kedua; orang berdakwah itu jangan membeda-bedakan, siapa pun yang mengundang, di masjid jami’ atau di istana atau di kantor-kantor pejabat, jangan dibedakan. Di undang di mushola kecil pun kita wajib untuk mendatanginya, tapi kadang-kadang para mutholih itu tergoda oleh dunianya. Misal di undang di mushola RT sudah di sanggupi tiba-tiba di undang oleh masjid jami’ atau di departemen atau gubernur kadang-kadang yang di mushola RT ditinggal, yang didatangi undangan yang gede itu, itu kesalahan besar. Jadi dalam berdakwah jangan membeda-bedakan undangan, dan berani menyampaikan apa yang benar. Itu yang harus dimiliki. Seorang mubaligh itu juga harus kaya perbendaharaan ilmunya, sehingga dengan ilmunya yang luas dalam berdakwah dia bisa menyampaikan bermacam-macam judul,
bermacam-macam tema, sehingga tidak membosankan pendengar. Jadi banyak mubalighmubaligh ini karena tidak mempunyai perbedaharaan ilmu yang luas kadang-kadang pidatonya itu-itu juga. Sebagus-bagus pidato, sebagus-bagus tema apapun saja, kalu diulang itu-itu juga masyarakat jadi bosan. Coba, tanya masyarakat di Jakarta ini, kadang-kadang mubaligh itu sifatnya temporer, mubaligh baru naik daun, 5 tahun kemudian hilang/redup, muncul lagi mubaligh baru naik daun, 5 tahun kemudian hilang. Mengapa itu terjadi? Yah karena ketika dia berdakwah di masyarakat itu judulnya itu-itu juga.
Selama saya belajar di Daarul Rahman, pak kyai berceramah selalu membentengi dakwah dengan Ahlussunnah Wal Jama’ah, bagaimana pandangan pak kyai itu sendiri terhadap ahlu sunnah wal jamaah sebagai benteng dakwah umat islam sampai saat ini ? Karena begini, Mazhab ahli sunnah wal jamaah itu merupakan mazhab mayoritas dalam dunia islam. Jadi dalam dunia islam sebenarnya mazhab itu Cuma 3, pertama; Mazhab Mu’tazilah, yang pada dasarnya mendahulukan akalnya daripada qur’an dan hadist. Yang kedua; Mazhab Syiah mereka penganut-penganut yang fanatik kepada sayyidina Ali yang pada awalnya itu adalah termasuk masalah politik/Mazhab kekhalifahan di dalam islam. Yang ketiga; Mazhab ahli sunnah wal jamaah, mazhab inilah yang mayoritas di dunia. Karena apa? Orang ahli sunnah ini berpegang pada qur’an, hadist, ijma’, Qiyash. Nah, itu penganut islam ahli sunnah wal jama’ah, jadi akal mengikuti qur’an dan hadist, bukan qur’an dan hadist mengikut akal kita.
Nah karena ini termasuk mazhab yang menurut hemat saya yang benar, dan ini pada sejak zaman sahabat ya begitu, berdasarkan qur’an, dan hadist, serta ijma’ para sahabat. Para sahabat itu mereka semuanya taat, berdasarkan hukum qiyash. Nah mengapa ada sumber-sumber yang semacam itu? agar tidak terjadi penyelewengan dalam agama. Karena kalau tidak, mungkin akan timbul penafsiran-penafsiran “semau gue”. Seperti sekarang ini, dengan adanya aliran liberalisme.Kebebasan adalah hak asasi manusia. Lahirnya liberalisme itu dari revolusi perancis. Pada saat bangsa Eropa pada umumnya dikuasai raja-raja yang dzolim, kemudian timbul gerakan namanya gerakan liberalisme revolusi perancis. Tapi kan liberalisme itu bukan di bidang politik, liberalisme itu hakekatnya muncul di bidang politik untuk mewujudkan badan legislatif, badan eksekutif, badan edukatif. Tapi sekarang, liberalisme itu di salah gunakan, diselewengkan, lalu dibawa kepada moral, di bawa kepada agama, itu tidak benar. Liberalisme dalam akhlak itu tidak ada. Kita mempunyai batas-batas kesopanan. Apakah perempuan telanjang terus boleh karena itu expresi seninya? tentu tidak ada batas-batasnya. Jadi dalam moral itu tidak ada liberalisme. Kalau dalam liberalisme itu masuk di bidang moral, ya sama dengan binatang, hanya binatang yang punya hidup kebebasan. Sekarang itu lebih berbahaya lagi, liberalisme itu kan ke agama, orang bebas menafsirkan Al qur’an semau-maunya mereka punya keahlian, kalau sekedar mengerti qur’an, mengerti tarjamahan bahasa Indonesia kemudian
lalu
menafsirkan
semau-maunya,
nah
itu
khawatir
akan
terjadi
penyelewengan.Oleh sebab itu kita membatasi dengan mazhab ahli sunnah wal jama’ah dalam aqidah.
Kita ini bermazhab kepada imam Abu Hasan Al Azhari. Karena itu, kita anggap benar dimana imam abu hasan al azhari memakai/mendahulukan dalil-dalil qur’an, hadist, dan dalil akal sehingga ibaratnya dalam ahli sunnah wal jama’ah dalam aqidah ini , agama itu sebagai obornya. Lalu mata kita ini sebagai akalnya. Supaya kita selamat, mata kita harus mengikuti obor itu, itu baru dalam aqidah. Belum lagi kita mengamalkan ilmu fiqih, karena ulama seluruh dunia sudah menganggap bahwa imam abu hanifah, imam malik, imam ahmad ibnu hambal, dan imam syafi’I ini, mereka semua sudah dianggap orang-orang yang ahli dalam ilmu fiqih, sehingga kitabnya menjadi referensi semua ulama fiqih sedunia. Oleh sebab itu, pada umumnya ahli sunnah wal jama’ah itu dalam aqidahnya ada pada imam almaturidi atau imam azhari, kemudian di dalam ilmu fiqihnya pada umumnya kepada salah satu dari mazhab yang 4 ini, karena merekalah yang dianggap mempunyai kapasitas ilmu fiqih oleh para ulama, sehingga tidak terjadi penyelewengan agama semau-maunya seperti sekarang ini. Yang mau bermazhab syafi’I silahkan, yang mau bermazhab lain silahkan, tapi jangan keluar dari 4 mazhab ini. Khususnya dalam soal beribadah kalau dengan soal muamalat perkembangan ilmu pengetahuan dan perkembangan keduniaan ini disamping kita berpedoman kepada “mazhabul arba’ah” juga kita bisa mengambil hukum-hukum sesuai dengan perkembangan tapi tidak bertentangan dengan prinsip yang diambil dari “mazhabul arba’ah”,
dimana mereka itu dalam hukum fiqih bersumberkan qur’an,
hadist, ijma, dan qiyash. Sholat 5 waktu itu wajib, contoh sudah ijma’ ulama bahwa wudhu ini menjadi syaratnya sholat. Nah, yang sudah ijma’ ulama ini kita ikuti. walaupun sekarang orang
mau berijtihad, mau berijtihad di bidang apa? Sekarang itu yang ada tempat kita berijtihad hanya dalam masalah-masalah yang timbul di abad modern ini, oleh mazhabmazhab sekarang, bagaimana hukumnya transfusi darah? Bagaimana hukumnya bayi tabung? Bagaimana hukumnya cangkok mata? Bagaimana hukumnya cangkok ginjal dan lain-lainnya. Ulama sekarang boleh berijtihad ini, tapi tetap berpegang pada qoidah-qoidah yang ada itu loh. Kalau kita mau berijtihad dalam soal sholat, wudhu, soal ibadat ulama, sekarang juga tidak ada tempat walaupun mereka berijtihad hasilnya tidak akan keluar, sekarang kan tinggal kalau sholat mau pakai usholli silahkan, tidak pakai
usholli
silahkan, mau qunut subuh silahkan, tidak mau qunut silahkan. Mau ijtihad apa lagi? Mau wudhu, wudhu mau tertib silahkan, tidak mau tertib silahkan, whudu mau niat silahkan, tidak mau niat silahkan. Di dalam “mazhabul arba’ah “ itu semuanya sudah terurai maka kalau mau berijtihad dalam soal sholat, ibadat, puasa, haji, untuk ulama sekarang tidak ada tempatnya ya mungkin masih ada katakanlah itu tadi, hal-hal yang terjadi sekarang itu seperti transfusi darah, cangkok ginjal, cangkok jantung, cangkok mata itu mungkin. Disitulah tempat ijtihad kita dengan mendasarkan pada qaidah-qaidah usul fiqih yang ada, itulah ahli sunnah wal jama’ah, saya anggap sebagai benteng untuk membentengi aliran-aliran sesat. Sehingga selama dulu ahli sunnah wal jama’ah ini kuat. Aliran sesat tidak pernah masuk ke Indonesia ini. Nah sekarang akibat liberalisme inilah aliran-aliran sesat masuk semua kesini. Sampai orang mengaku nabi pun terjadi, masih ingatkan? Yang namanya musoddiq itu orang betawi (yang mengaku nabi). Itulah
karena tidak dibentengi dengan aqidah ahli sunnah wal jamaah tidak dibentengi dengan ajaran ahli sunnah wal jama’ah ini.
Ketika aliran-aliran lain masuk, lalu pak kyai tetap berdakwah dengan membentengi ahli sunnah wal jama’ah, Apakah pak kyai tidak mendapatkan halangan-halangan dari berbagai aliran-aliran tersebut? Ya pernah, dengan sendirinya akan terjadi dialog. Pernah saya berdialog dengan mereka, mereka mengatakan ( man ‘amila ‘amalan laisa fiihi amruna fahuwa robbun) Artinya : “Siapa yang berbuat seperti perbuatan yang tidak ada perintah kami dalam perbuatan itu, maka oleh Allah ditolak” Contoh seperti mauled, zaman nabi tidak ada, tahlilan 1 hari sampai 7 hari semua tidak ada. Kok lalu ada, bagaimana itu pak kyai hukumnya kan sia-sia? Tapi setelah berdialog dengan saya dia tidak bisa menjawab. Saya katakan, shalawat itu diperintah oleh Allah, itu sudah jelas. (yaa ayyuhallaziina amanuu shollu ‘alaihi wasallimuu tasliimaa). Kemudian Allah tidak menentukan waktu kita bershalawat, itu bebas kapan saja kita boleh bershalawat karena Allah tidak menentukan, saya katakan sama mereka, kemudian membaca sejarah nabi Adam, nabi Nuh, nabi Ibrahim, nabi Musa, nabi Isa, Nabi Muhammad itu perintah ( taqsiisul qososi la’allahum yatafakkarun). Ceritakan oleh kau Muhammad sejarah-sejarah itu supaya mereka berfikir, artinya belajar dalam sejarah itu. Kapan kita boleh baca sejarah? Allah tidak menentukan berarti kapan saja kita boleh baca shalawat. Mengapa ada orang baca shalawat dan baca sejarah nabi pada bulan mauled kok lalu tidak boleh? Nah karena saya punya aqidah ahli sunnah wal jama’ah saya bisa menjawab. Yah sekarang kalau kita baca shalawat kapan saja
boleh kan? Baca sejarah nabi kapan saja boleh kan? Kalau baca sejarah nabi kapan saja boleh, baca shalawat kapan saja boleh, mengapa, Kalau kita bulan maulid kok lalu tidak boleh? Mana larangannya? Kalau memang ada larangannya akan saya berantas semua orang yang memperingatkan maulid se Indonesia ini. Asal larangannya ada, ada ngga’? kan tidak ada to’, memang zaman nabi tidak ada peringatan mauled, tidak perlu, nabi masih ada, para sahabat
semuanya hafal qur’an tapi kalau sekarangkan perlu kita
mengingatkan sejarah nabi. Mereka tidak perlu diingatkan. Kalau zaman sekarang banyak yang tidak tahu, mungkin anak kita saja tidak tahu kapan nabi di lahirkan, iyakan? shalawat itu perintah Allah. Cuma Allah tidak menentukan waktunya, berarti terserah kitakan? lalu Allah memerintahkan kita membaca sejarah, Allah tidak menentukan kapan baca sejarah itu, nah kita bacalah pada bulan mauled yang kebetulan pada kelahiran nabi kita baca shalawat, itu didalam islam/ahli sunnah wal jamaah dalam islam, (man sannatil Islam sunnatan hasanah) artinya: “Barang siapa yang membuat dalam agama Islam sunnah tradisi yang baik, maka dia akan mendapat pahala dan pahal;a orang yang mengerjakannya.” (sunnah disini bukan berarti hadist nabi). Sebaliknya, (Man sannatil Islam sunnatan sayyiatan) artinya: “Barang siapa yang membuat dalam agama Islam sunnah tradisi yang tidak baik, maka dia mendapat dosa “. Ulama-ulama itu mengerti, bahwa banyak orang yang tidak tahu sejarah nabi, maka di adakanlah tradisi yang baik Kalau bulan maulid kita adakan baca shalawat, dan membaca sejarahnya nabi Muhammad SAW.,apa salahnya? mengapa saya bisa jawab,iya, karena saya orang ahli sunnah waljama’ah, kalau mereka tidak ada sama sekali, ya, haram.
Mendo’akan orang mati itu boleh apa tidak? boleh, malah perintah. Kemudian kapan di lakukan? Allah tidak menentukan, lalu saya bertanya balik kepada orang yang berdialog/bertanya kepada saya, “Anda punya keluarga yang sudah meninggal?” “punya pak kyai, kakek saya sudah meninggal.” “Sudah berapa tahun meninggal?” Sudah 6 tahun pak kyai.” “Pernahkah kamu mendoakan kakek kamu setelah 6 tahun meninggal?” “Pernah pak kyai, kalau saya ingat, saya mendo’akan kakek saya pak kyai.” “mana perintahnya mendoakan orang mati setelah 6 tahun?.” Lalu kamu kerjakan, mana perintah nabi menyuruh mendoakan kakekmu setelah 6 tahun meninggal? kan tidak ada toh, tapi kamu kerjakan kan? Nah kenapa mendoakan setelah 6 tahun boleh, kemudian mendoakan orang mati yang baru meninggal dari tanggal 1 itu tidak boleh? Jadi, mengadakan tahlilan dari tanggal 1 sampai 7 namanya tradisi yang baik, kebiasaan yang baik. Lalu ketika kakek Anda baru meninggal, Anda berdoa, lalu setelah 6 tahun kamu berdoa, rasanya pasti berbedakan? Saya katakan, ketika ibu saya meninggal, saya tidak bisa baca surat yasin, karena saya menangis, mau baca saya menangis, karena ibu saya meninggal,tapi sekarang saya baca yasin itu ga pake nangis, berarti doa itu bagus ketika dekat pada waktu kejadian itu, yang paling dekat dengan kejadian itu tanggal 1 sampai 7, makanya saya pakai madzhab qiyas, pakai hukum akal tapi tidak bertentangan dengan hukum al-Qur’an.
Banyak aliran-aliran yang sulit di terima di masyarakat, lalu bagaimana visi misi supaya aliran ini ditiadakan? Pertama-tama kita menghadap kepada pihak-pihak yang berwenang secara formal seperti ( MUI, MA ), saya punya wewenang tetapi tidak formal. Saya tetap dengan cara
saya, yaitu mencegah aliran-aliran tersebut dengan cara: pertama, kita tunjukan kepada masyarakat aliran-aliran yang terbukti sesat itu di pengajian-pengajian, majlis-majlis ta’lim. Contoh yang terjadi di UIN, menerima pemikiran-pemikiran dari “yoseph” yang berkata: “dengan kehadiran kebudayaan modern itu, maka semua agama harus menyelesaikan masalahnya dengan perkembangan manusia, karena kalau tidak agama itu akan mati.” Nah itu termasuk ajaran sesat, tapi sementara ini semua itu di anggap benar. Sekarang kita analisa dimana letak kebenarannya, pendapat ini di katakan benar karena di kalangan yahudi, untuk agama yahudi memang benar, karena agama itu di turunkan oleh Allah pada zaman nabi Musa, yang tidak berlaku pada zaman nabi Isa. Kristen (kitab Injil) hanya berlaku pada zaman nabi Isa kan? datang di ganti dengan Al-Qur’an oleh Allah. untuk agama mereka (Zaman nabi Musa dan Isa) benar, tapi untuk agama Islam tidak benar, karena kalau agama selalu di barengi/disesuaikan dengan perkembangan manusia, sedangkan perkembangan manusia tidak pernah berhenti, lama-kelamaan ajaran agama jadi hilang karena dirubah, jadi kalo seperti itu yang dijadikan petunjuk di sini bukan agama, tapi perkembangan manusianya. Misalnya: perempuan memakai celana pendek didepan umum, apa haknya terus dirubah, bahwa aurat wanita sama seperti aurat laki-laki. Kalau seperti ini bukan menghidupkan Islam, tapi malah membunuh Islam, nah di sinilah sesatnya, jadi kalau Islam itu lalu dirubah-rubah, karena disebabkan/harus disesuaikan oleh perkembangan manusia, itu salah kan? lalu mereka berkata: “Agama yang benar, agama yang sesuai dengan perkembangan manusia.” Ini SESAT! Mestinya kan berkata: “perkembangan manusia yang benar adalah yang sesuai dengan agama” karena agama itu petunjuk, jadi
kalau agama dirubah-rubah engga usah ada agama, ikut saja dengan perkembangan manusia, mengapa pakai agama? kan menipu jadinya… Jadi kalau agama mengikuti perkembangan manusia saya pribadi pasti menolak ajaran mereka itu, jadi memang harus kita jelaskan terlebih dahulu dimana letak kebenarannya, dan dimana letak kesalahannya untuk agama mereka (seperti yang saya jabarkan tadi). Menurut Pak kyai tentang unsur-unsur dakwah? DA’I: Pertama kali dai harus memiliki sifat-sifat yang bisa menjadi suri tauladan untuk para mad’unya, dari segi akhlaknya, baik perbuatan maupun perkataanya, jadi para dai itu harus mempunyai akhlakul karimah, karena akan menjadi contoh, saya kira sebagaimana sifat-sifat yang dimiliki oleh rosul itu harus membias kepada para dai, karena sebagai kelanjutan dakwahnya rosululloh, yakni : bersifat Siddiq ( pertama kali harus jujur baik dalam perbuatan maupun perkataan), lalu Amanah (artinya itu, menjaga kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat/tidak berkhianat), lalu Tabligh (dai itu harus selalu menyampaikan kebenaran), kemudian Fathonah (dai itu harus cerdas, artinya bisa menyelesaikan masalah-masalah yang dialami oleh masyarakat/dapat menjawabnya) apa yang terjadi ditengah-tengah masyarakat. Jadi menurut saya dai itu harus seperti yang saya jabarkan diatas, seorang dai juga harus memiliki pengetahuan yang luas, baik dalam ilmu agama ataupun pengetahuan umum, karena keduanya nanti saling berkaitan, yang mana semua itu akan ditanyakan oleh masyarakat ketika kita sedang berdakwah (itu tentang dai menurut saya, ya….walaupun mungkin saya pribadi juga belum bisa sesempurna itu, karena memang hakekatnya di dunia tidak ada suatu apapun yang sempurna, saya hanya berusaha saja untuk mencapai semua itu).
MAD’U : mad’u disini adalah objeknya kan? Nah orang yang diajak itu ada dua : Pertama; mengajak berdakwah kepada orang-orang yang sudah Islam (seperti di masjidmasjid, pengajian-pengajian, majlis-majlis ta’lim). Nah, menurut saya berdakwah kepada orang yang sudah Islam itu sifatnya hanya untuk memantapkan saja dan untuk memagari agar ilmu-ilmu yang sudah mereka dapat/terima, mereka mampu untuk menolak ilmuilmu atau aliran-aliran yang datang dari luar, yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Seperti sekarang contoh; mengapa saat ini orang Islam banyak mengikuti/bahkan masuk kealiran-aliran sesat (salah satu contoh Ahmadiyah) mungkin itu di antaranya kesalahan dari kita juga (khususnya para dai itu sendiri, ulama-ulama, juga ustadz-ustadz) mengapa? karena kurangnya pembinaan dari orang-orang yang sudah Islam. Yang kedua; kita berdakwah kepada orang-orang non muslim, dakwah disini sifatnya kita tidak memaksakan agama, tetapi sifatnya menawarkan agama kita kepada mereka, nah ini yang kurang di kerjakan oleh para muballigh kita, tetapi yang banyak dan sering dilakukan adalah berdakwah kepada orang-orang muslim saja, kepada mereka yang non muslim itu sangat sedikit (hanya beberapa saja). Kita membuat penjelasan kepada mereka (non muslim) sebagian kecil tentang tauhid, tentang akhlak, tentang ibadah, kepada mereka, sehingga sebenarnya mereka jadi dapat mengerti ajaran Islam yang sesungguhnya, saya berkeyakinan bahwa mereka akan mengerti, bahkan tertarik. Masalahnya sekarang ini orang non muslim itu mendapatkan berita/informasi tentang Islam dari orang non muslim itu sendiri, jadi hanya hal-hal yang negatif yang disampaikan kepada mereka, sehingga mereka kadang-kadang menjauhkan Islam.
Jadi mereka mendapatkan semua tentang Islam bukan dari ulama-ulama kita yang memang sudah jelas dan dapat di buktikan kemampuannya. Yang berlandaskan AlQur’an dan hadits, kalau seandainya kita para dai dapat memberikan pengetahuan agama kita dengan baik dan benar,maka semua itu juga akan dimaknai dengan secara benar seluruhnya, sehingga tidak memberikan tanggapan-tanggapan bahwa seolah-olah Islam itu sebuah kekerasan kalaupun memang ada kekerasan, jangan di lihat kekerasannya saja, tetapi di lihat pula sebab apa timbulnya kekerasan itu. Kekerasan dimana-mana bisa terjadi, seperti misalnya KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga), PILKADA, Kepolisian, dan Mahasiswa, saya rasa semua orang juga tidak suka akan adanya sebuah kekerasan, tinggal bagaimana kita melihat dimana letak kekerasan itu sebenarnya, Contoh seperti masalah poligami, mereka mendengarkan hanya dalam konteks poligaminya saja, tetapi kalimat (Wain Khiftum Alla Ta’diluu…..) kurang di informasikan, nah kalau ayat itu di sampaikan/di informasikan, barangkali mereka akan berpendapat bahwa Islam itu bagus, karena sebenarnya kalau di bandingkan dengan mereka, mereka lebih jahat. Berpoligami dalam Islam memperbolehkan sampai empat isteri, sedangkan mereka benar hanya satu isteri, tetapi mungkin yang tidak sah bisa seribu (karena berzina di perbolehkan/tidak ada hukum bagi mereka). Oleh sebab itu sekarang ini di usahakan bagaimana kita berdakwah kepada orangorang non muslim, baik berupa tulisan-tulisan, perbuatan-perbuatan, yang pasti dengan perkataan yang baik sesuai dengan kaidah-kaidah agama Islam untuk diajarkan kembali kepada mereka ajaran Islam yang sesungguhnya.
Seandainya orang-orang kaum mayoritas itu mengerti syariat Islam, maka kaum minoritas pun akan mengikuti syariat Islam itu dengan baik. Contoh sabda rosul (waman azaa bin niyyati Faqod azaanii) artinya: ”barang siapa yang menyakiti orang-orang non muslim yang mereka hidup rukun dengan orang Islam, berarti mereka menyakiti saya.” apa ada agama lain yang berkata seperti ini? Nah yang saya sedihkan informasi yang seperti ini yang tidak sampai kepada mereka, sehingga mereka itu antipati terhadap Islam. MEDIA (alat): Menurut saya alat dakwah itu segala sesuatu pada hakekatnya tergantung kepada para da’inya sendiri, seperti sekarang ini misalnya, alat yang populer adalah tentu alat dakwah dengan ceramah, kemudian ada yang memakai media cetak seperti; majalah, surat kabar, artikel-artikel, dan sebagainya. Ada juga yang menggunakan alat melalui media elektronik, seperti; radio, televisi, bahkan internet. Semua itu menurut saya sudah menjadi alat dakwah saat ini, tetapi yang paling efisien menurut saya alat dakwah itu dengan cara tatap muka (face to face)/ceramah. Di adakannya tanya jawab (jangan hanya satu arah saja) berikan kesempatan dan waktu kepada mereka untuk bertanya, karena memang mereka juga berhak menanyakan apa yang sudah di sampaikan oleh dai. TUJUAN: Tujuan dakwah itu semuanya sama, yakni menyampaikan serta mengamalkan apa yang memang sudah menjadi kewajiban berupa syariat Islam, di samping mereka memiliki ilmu-ilmu pengetahuan tentang Islam dan pengetahuan umum yang mantap, tetapi tetap tujuan utama dari dakwah itu adalah pengamalannya tentang Islam itu sendiri, jangan di jadikan Islamologi. Aktivitas dakwah yang efektif menurut pak kyai?
Ya, kalau menurut saya sedikit hampir sama dengan media/alat dakwah, saat ini aktivitas dakwah yang paling efektif, yang pertama, dengan ceramah/interaksi, karena dengan dai menyampaikan dakwahnya kepada masyarakat, mereka lebih mudah menyerapnya, walaupun tidak selamanya setelah mendengarkan ceramah-ceramah kemudian tanya jawab dengan dai, mereka langsung mengaplikasikannya di kehidupan mereka sehari-hari, minimal mereka sedikit banyak jadi tau dan faham. Kemudian yang kedua, dakwah bil’amal, setelah dai menyampaikan isi dakwah apa yang seharusnya di sampaikan, sebaiknya di iringi dengan perbuatan yang sesuai dengan isi dakwahnya. Agar tidak hanya sekedar teriak-teriak saja, tetapi supaya masyarakat juga bisa meneladani/mencontoh, perkatan dan perilaku dainya dengan baik. Seperti contoh: dengan menyantuni fakir miskin/anak yatim, dhuafa, kemudian dengan pengobatanpengobatan alternative (secara gratis bagi yang tidak mampu), apabila ada bencana alam, di usahakan kita terjun langsung ke lokasi, memberikan kemampuan yang kita miliki, apa saja, tidak hanya berupa materi, tetapi tenaga, bahkan fikiran kita.
Dakwah yang terjadi saat ini kan kualitasnya menurun, lalu menurut pak yai bagaimana prospek dakwah di masa mendatang? Begini, soal menurun kualitas dakwah itu tergantung kepada
kualitas dainya
sendiri, jadi, kalau sekarang ada pertanyaan, mengapa dakwah yang ada sekarang itu menurun, bahkan cenderung tidak berkualitas? Ya itu tadi, kemungkinan besar dainya itu
sendiri yang tidak berkualitas, terkadang dainya hanya pandai berbicara, pandai beretorika, akan tetapi tidak memiliki ilmu pengetahuan agama yang sempurna. Jadi menurut saya, prospek dakwah di masa yang akan datang, lebih di tekankan/mungkin lebih di perhatikan dainya, bahwa semestinya dai itu harus memiliki ilmu pengetahuan yang luas dan mantap, baik pengetahuan umum maupun agama, khususnya pengetahuan tentang Islam itu sendiri, menguasai al-Qur’an dan hadits-hadits Rosululloh, nah baru nanti dakwah dainya akan berkualitas dengan sendirinya, karena sekarang ini kebanyakan orang berceramah kadang-kadang latar belakangnya belum tentu berpendidikan agama yang bagus, jadi di situlah letak tidak berkualitas dainya, sehingga dakwah kita menurun.
Menurut pandangan pak kyai, apa yang harus di rubah, dengan kondisi tersebut? Sebenarnya begini, contoh: Di Malaysia, apabila ingin berceramah/berkhutbah harus mendapat izin/surat kebenaran dari mufthi, karena tidak sembarangan orang boleh ceramah, di lihat dulu latar belakang pendidikan orang tersebut. Lulusan Universitas Kairo, Al-Azhar, Madinah, misalnya, setelah di seleksi baru surat tanda diizinkan di keluarkan, dan berhak memberikan ceramah agama. Tetapi kalau di Indonesia kan tidak terjadi semacam ini, siapapun yang mau ceramah, ya ceramah saja (bahkan bisa tukang jamu, tukang baso), mereka bisa ceramah tanpa harus jelas latar belakangnya, tidak di lihat apa orang itu belajar agama atau tidak, sejauh mana pemahaman tentang agama, serta ilmu pengetahuannya.Memang sebenarnya orang berdakwah itu boleh siapa saja, tidak memandang siapa pun, seperti apa dan siapa orang tersebut, juga status sosialnya.
Jadi, saya ingatkan kembali bahwa agar dakwah kita berkualitas dan semakin meningkat kedepannya, yang pertama, harus di perhatikan kualitas dainya, harus yang benar-benar sesuai dengan kriteria-kriteria yang di ajarkan oleh Rasululloh, yang memang sudah di terapkan oleh ulama-ulama kita terdahulu, agar ketika berdakwah dapat di pertanggung jawabkan sesuai dengan ajaran islam. Yang kedua, harus
di
perhatikan kembali materi atau apa-apa yang di sampaikannya. Harus sesuai dengan AlQur’an dan hadits, kemudian juga harus dapat memahami dan mengkaji al-Qur’an dengan baik yang sesuai dengan ajaran Islam. Jangan hanya berdasarkan fikiran/ceritacerita saja, karena saya sungguh prihatin dengan dakwah yang terjadi di Indonesia saat ini, bahwa saat ini kita sudah di landa liberalisme dan demokrasi, sehingga kadangkadang siapapun boleh saja memberikan tausyiahnya yang sampai akhirnya sekarang banyak timbul dai-dai yang seperti para makelar-makelar di terminal, contoh, para makelar-makelar di terminal berteriak,”Merak..merak…” tetapi dia tidak pernah pergi ke Merak. Demikian juga yang terjadi dengan dai kita saat ini, mereka tidak pernah berhenti memerintahkan jamaahnya untuk sholat, puasa, mengaji, shodaqoh, dan sebagainya, salah-salah justru yang ceramahnya sendiri tidak pernah sholat dan melakukan hal-hal yang seperti dia serukan untuk jamaahnya, yg seperti ini yang menyebabkan menurunnya kualitas dakwah kita.
Nara Sumber
Peneliti
K.H. SYUKRON MA’MUN
HUSNUL KHOTIMAH ZA
WAWANCARA PRIBADI H. MUHAMMAD FAIZ L.C. 05 JULI 2008 RUMAH KEDIAMAN JL. SENOPATI DALAM II NO. 35 A KEBAYORAN BARU JAKARTA-SELATAN JAM 10.00-11.00 WIB
Menurut Gus Faiz, pemikiran dakwah beliau seperti apa? Pemikiran beliau tentang dakwah itu terkait aktivitas dakwah yang sudah di geluti puluhan tahun. Jadi kalau boleh saya katakan, dakwah buat seorang Syukron Ma’mun adalah, sudah seperti bagian dari hidupnya, jadi konsep dakwah yang sebenarnya konsep yang lahir dari hasil pengamatan dan observasinya langsung di lapangan. Bukan seperti konsep teoritis yang cuma di pelajari di sekolah, artinya beliau karena dakwahnya kemana-mana, jadi melihat langsung apa yang terjadi di masyarakat.
Akhirnya sebagai seorang da’I, pasti dari apa yang di lihat dan dari apa yang di rasakan, itu yang beliau utarakan dalam dakwahnya, jadi dakwah itu memang bukan sekedar sebagai pekerjaan tapi sudah di rasakan sebagai sebuah kewajiban hidup, bukan semata-mata property, makanya beliau itu sampai sekarang tidak pernah ada bosannya dalam berdakwah. Jadi dakwah di mata Syukron Ma’mun, sebagai satu kewajiban dari Allah SWT. Amanat yang harus di sampaikan, dan konsepnya itu di sesuaikan dengan perkembangan zaman dan perkembangan-perkembangan yang terjadi di masyarakat, yang memang perlu di respon oleh pemuka-pemuka agama. Jadi ketika umpamanya contoh ketika masa perkembangan di masa soekarno, tentu yang di butuhkan beda dengan apa yang di harapkan responnya pada zaman orde baru. Jadi beliau selalu merespon apa yang terjadi di masyarakat, semua itu di jadikan tema-tema utama beliau dalam dakwahnya. Konsepnya semata-mata murni Amar Ma’ruf nahi munkar, ia akan menyampaikan semua yang harus di sampaikan sesuai dengan apa yang di butuhkan oleh masyarakat, jadi masyarakat itu butuh apa? ya itu yang di respon oleh beliau. Konsep bakunya sebagaimana perjuangan para ulama terdahulu, menyampaikan kebenaran yang perlu di sampaikan untuk masyarakat. Menurut saya, ada dua hal yang paling dominan dalam pemikiran dakwah beliau, yang pertama, pendidikan. Yang kedua, social kemasyarakatan. Kepedulian beliau kepada dakwah itu di katakan, bahwa masyarakat bisa maju, jika Negara ini bisa di bangun dengan pendidikan, makanya dalam ceramah beliau selalu mengedepankan pentingnya pendidikan untuk anak bangsa ini. Bahkan beliau dalam setiap pidatonya
selalu berani mengatakan, bahwa jasa terbesar terhadap pendidikan, itu di kalangan pesantren dan ulama. Semenjak tahun 1970-an beliau selalu mengatakan bahwa pesantren itu perlu di perhatikan, karena lembaga pendidikan di pesantren memiliki tradisi, pendidikan dalam pesantren melekat di masyarakat. Seorang kyai di jadikan panutan oleh santri, juga di masyarakat, makanya di situlah di namakan pendidikan yang komprehensif (di dalam dan di luar). Yang kedua, sebagai seorang da’I pasti harus selalu bersentuhan dengan dinamika (maksudnya denyut nadi masyarakat), maka permasalahan social kemasyarakatan itu beliau selalu ikut andil. Andil di sini bukan ikut campur, tetapi memang sudah menjadi sebagian dari kewajibannya. Beliau juga orang yang sangat keras mempertahankan prinsipnya, contoh ketika Negara kita pernah di pimpin oleh presiden perempuan, beliau tidak pernah melegalkan keberadaan presiden tersebut. Beliau konsisten, apapun yang terjadi beliau tidak pernah melegalkan presiden perempuan, sekalipun mungkin (di UIN) sudah ada perdebatan dalam wacana fiqih, tetapi menurut beliau wacana tersebut boleh di perdebatkan asalkan tidak keluar dari prinsip. Oleh karena itu, social kemasyarakatan beliau ini di sampaikan melalui dakwahnya dan juga di sampaikan melalui organisasi yang di geluti. Intinya beliau mempunyai kepedulian, masalah apapun yang terjadi di masyarakat, di dalam pidatonya beliau selalu berusaha peduli, contohnya, dulu ada BORKAS, dari masalah kecil sampai sekarang BBM naik , beliau selalu sinkron lah. Walaupun dalam ceramah-ceramahnya agak formal, tetapi menurut saya konsistensi yang luar biasa antara pendidikan dan social kemasyarakatan, begini: waktu
masalah BBM beliau mengatakan, ”kita selalu di bodohi oleh pemerintah, dengan melihat minyak itu di standarisasi dengan harga luar negeri….”Nah pidato seperti ini kan bisa di katakan termasuk kepedulian beliau terhadap social kemasyarakatan, juga pendidikan. Sosial kemasyarakatannya jelas, bahwa masyarakat akan menderita dengan harga minyak yang tinggi, dari segi kependidikan kita di minta cerdas oleh beliau, bahwa kalau harga minyak di luar negeri itu mahal, wajar..karena di Singapura saja tidak punya sumur minyak, air saja mereka beli. Nah sekarang yang di maksud beliau supaya masyarakat pintar, bahwa kalau kita di sini punya minyak, kan tidak mungkin “itik itu mati di lumbung padi”. Tidak mungkin juga “ikan itu mati di dalam air”, tapi bagaimana mungkin orang di Palembang mereka antri mengambil minyak tanah, sedangkan minyak itu di ambil dari sana. Di sinilah penekanan beliau, menuntut kita berfikir dan peka terhadap situasi, dari contoh di atas kaitannya sangat erat antara kepedulian terhadap masyarakat/social kemasyarakatan serta pendidikan.
Bentuk-bentuk aktivitas dakwah beliau, menurut Gus Faiz seperti apa? Bentuk-bentuk yang sering di geluti menurut saya ada 3 hal: 1. Dengan ceramah, melalui mimbar-mimbar, itu dakwah yang merupakan porsi terbesar dari kehidupan seorang Syukron Ma’mun 2. Dengan tulisan, jika ada hal-hal yang sangat urgent di bicarakan, beliau selalu berusaha
berdakwah dengan menulis buku, seperti buku “Pemantapan
ASWAJA”, karena menurut hemat beliau beberapa tahun belakangan ini ada gerakan-gerakan yang menurut pandangan beliau berbeda dengan apa yang di tanamkan oleh para ulama-ulama terdahulu
3. Pengkaderan, ketika beliau di organisasi seperti, LDNU, ITTIHADUL MUBALLIGHIN, dan sebagainya. Yang di ikuti oleh beliau semenjak ikut bapak Idham Kholid, Bapak Syaihu (para pendiri NU), beliau sering membuat semacam pelatihan dan pengkaderan. Baik untuk para da’I ataupun para guru
Nara Sumber
Peneliti
H. Muhammad Faiz LC.
Husnul Khotimah ZA