PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR
PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROPINSI JAWA TIMUR
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang
: a. bahwa untuk mengarahkan pembangunan di Provinsi Jawa Timur dengan memanfaatkan ruang wilayah secara berdaya guna, berhasil guna, serasi, selaras, seimbang,' dan berkelanjutan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan, perlu disusun Rencana Tata Ruang Wilayah. b. bahwa dalam rangka mewujudkan keterpaduan pembangunan antar sektor, daerah, dan masyarakat maka rencana tata ruang wilayah merupakan arahan lokasi investasi pembangunan yang dilaksanakan pemerintah, masyarakat, dan/atau dunia usaha. c. bahwa telah terjadi perubahan struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayah yang tidak sesuai dengan Perda Nomor 4 tahun 1996 tentang Rencana Tata' Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur d. bahwa sehubungan dengan adanya perubahan sistem pemerintahan yang berpengaruh terhadap sistem penataan ruang wilayah. e. bahwa dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 tentang RTRW Nasional, maka strategl dan arahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang wilayah nasional perlu dijabarkan ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah ; f. bahwa sehubungan dengan pertimbangan pada huruf a, b, c, d, dan e perlu menetapkan Rencana Tata Huang Wilayah Provinsi Jawa Timur dengan Peraturan Daerah.
Mengingat
: 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1950 tentang Pembentukan Provinsi Jawa Timur Juncto Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1950 tentang Mengadakan Perubahan Dalam Undang-Undang Tahun 1950 Nomor 2 Dari Hal Pembentukan Provinsi Jawa Timur (Lembaran Negara Tahun 1950 Nomor 32);
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 1
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokek Pekok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043); 3. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Peternakan Dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2824); , 4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan Ketentuan Pokok Pertambangan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2831); . 5. Undang-Undang Nemor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3274); 6. Undang-Undang 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan (Lembaran negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3317); 7. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Kenservasi Sumber Daya Alam Hayati Dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3419); 8. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3427); 9. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3469) ; 10. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda eagar Budaya (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3470); 11. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3478); 12. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian (Lembaran Nagara Tahun 1992 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3479); 13. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3480); 14. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3481);
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 2
15. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3493); 16. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3501); 17. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelelaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699); 18. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Tahun 1999 , Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3881); . 19. Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 167 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3888); 20. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4169); 21. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1226); 22. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4377); 23. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4389); 24. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasienal. 25. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4433); 26. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437); 27. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4444);
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 3
28. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1982 tentang irigasi (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3226); 29. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985 tentang perlindungan hutan (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara 3294); 30. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988 tentang Koordinasi Kegiatan Instansi Vertikal di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1988 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3373); 31. Peraturan Pemerintah Nomor 15 T ahun 2005 tentang Jalan Tol (Tambahan Lembaran Negara Nomor 4489); 32. Peraturan Pemerintah Nomor 69 tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hal dan Kewajiban, serta Sentuk dan rata cara Peran serta masyarakat dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara tahun 1996, Nomor 104); . 33. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 tentang RTRW Nasional (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3721); 34. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1998 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar (Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3747); 35. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 Itentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam (Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3776); 36. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisa Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3838); 37. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000 tentang Tingkat Ketelitian Peta Untuk Penataan Ruang Wilayah (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara 3934); 38. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara 3952); 39. Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 119); 40. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4385);
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 4
41. Keputusan Presiden Nomor 32 T ahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung; 42. Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum; 43. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 134 Tahun 1998 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Daerah tentang RTRW Provinsi dan RTRW Kabupaten/kota; 44. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang di Daerah; 45. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 1998 tentang Tata Cara Peran serta Masyarakat Dalam Proses Perencanaan Tata Ruang di Daerah; 46. Peraturan Menteri Negara Agraria Nomor 2 Tahun 1999 tentang Izin Lokasi; . 47. Keputusan MenteriLingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2001 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau kegiatan yang wajib di lengkapi dengan analisis mengenai dampak Iingkungan hidup . 48. Keputusan Menteri Energi Sumber Daya Mineral Nomor 1456.K/20/MEM/2000 tentang Pedoman Pengelolaan Kawasan Karst; 49. Keputusan Menteri Energi Sumber Daya Mineral' Nomqr 1457.K/20/MEM/2000 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Lingkungan di Bidang Pertambangan dan Energi; 50. Keputusan Menteri Perrriukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 327 Tahun 2002 tentang Penetapan 6 (enam) Pedoman Bidang Penataan Ruang; 51. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 174 Tahun 2004 tentang Pedoman Koordinasi Penataan Rucing Daerah; 52. Peraturan Daerah Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur Nomor 11 Tahun 1991 tentang Penetapan Kawasan Lindung di Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur, , 53. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 8 Tahun 2002 tentang Pengelolaan Hutan Raya R Soeryo; 54. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 4 Tahun 2003 tentang Pengelolaan Hutan di Jawa Timur; 55. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 6 Tahun 2005 tentang Penertiban dan Pengendalian Hutan Produksi di Provinsi Jawa Timur; 56. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 8 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah;
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 5
Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR dan GUBERNUR JAWA TIMUR
MEMUTUSKAN : Menetapkan
: PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI JAWA TIMUR
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1.
Pemerintah Provinsi adalah Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
2.
Gubernur adalah Gubernur Jawa Timur.
3.
Kabupaten/Kota adalah Kabupaten/Kota di Jawa Timur.
4.
Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografi~ beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional.
5.
Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lainnya hidup dan melakukan kegiatannya serta memelihara kelangsungan kehidupannya.
6.
Tata ruang adalah wujud struktural dan pola pem~nfaatan ruang, baik direncanakan maupun tidak.
7.
Penataan ruang adalah proses perencanaan tata pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.
8.
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi yang selanjutnya disingkat RTRW Provinsi adalah Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur yang mengatur struktur dan pola tata ruang wilayah provinsi.
9.
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota yang selanjutnya disingkat RTRW Kabupaten/Kota adalah rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota di Jawa Timur
ruang,
10. Kawasan adalah wilayah denganfungsi utama Iindung dan ~ budidaya.
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 6
11. Kawasan Iindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya buatan dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna pembangunan berkelanjutan. 12. Kawasan budidaya adalah kawasanyang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumperdaya manusia dan sumberdaya buatan. 13. Kawasan Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan lindung baik berupa kawasan perkotaan maupun kawasan perdesaan yang berfungsi sebagai Iingkungan tempat tinggai/lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. 14. Kawasan perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian termasuk pengelolaan sumberdaya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman pedesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi. 15. Kawasan perkotaan atau perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian ~engan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan ekonomi. 16. Kawasan tertentu adalah kawasan yang ditetapkan secara nasional mempunyai nilai strategis yang penataan ruangnya termasuk kawasan yang diprioritaskan. 17. Kawasan Pengembangan Utama Komoditi yang selanjutnya disebut Kapuk adalah Kawasan ekonomi yang didominasi oleh satu komoditas dalam satu wilayah kabupaten/kota. 18. Kawasan Pengembangan Ekonomi Terintegrasi yang selanjutnya disebut Kapeksi adalah kawasan potensial dengan berbagai macam produktifitas komoditi yang saling terkait antar wilayah kabupaten/kota dan dapat diolah menjadi suatu komoditas baru khususnya komoditas olahan yang saling terkait. 19. Kawasan Pengembangan Utama yang selanjutnya disingkat Kaput adalah kawasan budidaya yang berperan mendorong pertumbuhan ekonomi bagi suatu kawasan dan disekitarnya, serta ~apat mewujudkan pemerataan pengembangan wilayah dalam skala regional atau nasional. 20. Kawasan khusus militer adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk kegiatan pertahanan dan keamanan yang terdiri dari kciwasan latihan militer, kawasan TNI Angkatan Darat, kawasan Pangkalan TNI AU, kawasan pangkalan TNt Laut. Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 7
21. Pusat Kegiatan Nasional adalah pusat permukiman yang mempunyai potensi sebagai pintu gerbang ke kawasan-kawasan internasional dan mempunyai potensi untuk mendorong daerah sekitarnya serta sebagai pusat jasa, pusat pengolahan, simpul transportasi yang melayani beberapa provinsi dan nasional. 22. Pusat Kegiatan Wilayah adalah kota sebagai pusat jasa, pusat pengolahan dan simpul transportasi yang melayani beberapa kabupaten. 23. Pusat Kegiatan Lokal adalah pusat permukiman kota sebagai pusat jasa, pusat pengolahan dan simpul transportasi yang mempunyai pelayanan satu kabupaten atau beberapa kecamatan. 24. Kawasan Prioritas adalah kawasan yang dianggap perlu diprioritaskan penanganannya serta memerlukan dukungan penataan ruang segera dalam kurun waktu perencanaan. 25. Kawasan Strategis adalah kawasan yang memiliki Iingkup pengaruh yang berdampak nasional, penguasaan dan pengembangan lahan relatif besar, mempunyai prospek ekonomi yang relatif baik, serta memiliki daya tarik investasi. 26. Kawasan Potensial adalah kawasan yang memiliki peran untuk mendorong pertumbuhan ekonomi bagi kawasan sekitarnya serta dapat mewujudkan pemerataan pemanfaatan ruang. 27. Kawasan Pengendalian Ketat adalah kawasan yang memerlukan pengawasan secara khusus dan dibatasi pemanfaatannya untuk mempertahankan daya dUkung, mencegah dampak negatif, menjamin proses pembangunan yang berkelahjutan. 28. Satuan Wilayah Pengembangan yang selanjutnya disingkat SWP adalah suatu wilayah dengan satu dan atau semua kabupaten/kotaperkotaan didalamnya mempunyai hubungan hirarki yang terikat oleh sistem jaringan jalan sebagai prasarana perhubungan darat, dan atau yang terkait oleh sistem jaringan sungai atau perairan sebagai prasarana perhubungan air. 29. Energi baru dan terbarukan adalah bentuk energi yang dihasilkan oleh teknologi baru. 30. Energi terbarukan adalah bentuk energi yang dihasilkan dari sumberdaya energi yang secara alamiah tidak akan habis dan dapat berkelanjutan jika dikelola dengah baik. 31. Ekosistem adalah sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan Iingkungannya . 32. Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan untuk memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengorbankan hak pemenuhan kebutuhan generasi mendatang. Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 8
33. Daya dukung lingkungan adalah kemampuan ekosistem untuk mendukung kehidupan organisme secara sehat sekaligus mempertahankan produktifitas, kemampuan adaptasi dan kemampuan memperbaruhi diri. 34. Ramah Iingkungan adalah suatu kegiatan industri, jasa dan perdagangan yang dalam proses produksi atau keluarannya mengutamakan metoda atau teknologi yang tidak mencemari lingkungan dan tidak berbahaya bagi makhluk hidup.
BAB II RUANG LINGKUP Pasal 2 Ruang lingkup Peraturan Daerah tentang Rencara Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur ini mencakup strategi dan struktur pemanfaatan ruang wilayah provinsi yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 3 Ruang lingkup RTRW Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 meliputi : a.
tujuan pemanfaatan ruang wilayah untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan yang diwujudkan melalui strategi pemanfaatan ruang wilayah untuk tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas.
b.
struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayah.
c.
pedoman pengendalian pemanfaatan ruang wilayah.
BAB III ASAS, TUJUAN DAN STRATEGI Pasal 4 RTRW Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 disusun berasaskan : a.
pemanfaatan ruang bagi semua kepentingan secara terpadu, tepat guna, berdaya guna, berhasil guna, serasi, selaras, seimbang dan berkelanjutan.
b.
keterbukaan, persamaan, keadilan, dan perlindungan hukum.
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 9
Pasal 5 Tujuan pemanfaatan ruang wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a, adalah: a.
mengakomodasi kebijakan pembangunan dari pemerintah dan aspirasi masyarakat dalam dimensi ruang;
b.
mengemban kebijakan pengembangan dan mendorong pertumbuhan wilayah berdasarkan potensi pembangunan;
c.
mewujudkan tata lingkungan yang serasi antara sumber daya alam, sumber daya buatan, sumber daya manusia untuk menjamin pembangunan yang berkelanjutan sehingga terwujudnya kehidupan masyarakat yang sejahtera.
Pasal 6 (1)
Untuk mewujudkan tujuan pemanfaatan ruang wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ditetapkan strategi pemanfaatan ruang wilayah.
(2)
Strategi pemanfaatan ruang wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi : a.
struktur pemanfaatan ruang wilayah;
b.
pola pemanfaatan ruang wilayah
c.
arahan pengelolaan kawasan Iindung dan budidaya;
d.
arahan pengelolaan kawasan perdesaan, kawasan perkotaan, dan kawasan tertentu.
e.
arahan pengelolaan sistem pusat permukiman perdesaan dan perkotaan.
f.
arahan pengembangan sistem prasarana wilayah.
g.
arahan pengembangan kawasan diprioritaskan.
h.
arahan pengembangan kawasan pesisir dan kepulauan.
i.
arahan kebijaksanaan tata guna tanah, tata guna air, dan tata guna udara.
j.
pemanfaatan ruang daerah.
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 10
BAB IV STRUKTUR DAN POLA PEMANFAATAAN RUANG WILAYAH Bagian Pertama Struktur Pemanfaatan Ruang Wilayah Paragraf 1 Umum Pasal 7 (1)
Struktur pemanfaataan ruang wilayah diwujudkan berdasarkan arahan pengembangan sistem pusat permukiman perdesaan dan sistem pusat permukiman perkotaan serta arahan sistem prasarana wilayah.
(2)
Struktur pemanfaatan ruang wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pusat permukiman perdesaan, pusat permukiman perkotaan, dan prasarana wilayah.
Paragraf 2 Sistem Pusat Permukiman Perdesaan Pasal 8 (1)
Sistem pusat permukiman perdesaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dilakukan dengan membentuk pusat pelayanan desa secara berhirarki.
(2)
Pusat permukiman perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan pelayanan perdesaan secata berhirarki, meliputi:
(3)
a.
pusat pelayanan antar desa
b.
pusat pelayanan setiap desa
c.
pusat pelayanan permukiman
pada
setiap
dusun
atau
kelompok
Pusat pelayanan perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) secara berhirarki memiliki hubungan dengan pusat kecamatan sebagai kawasan perkotaan terdekat, denga:n perkotaan sebagai pusat Sub SWP dan dengan ibukota kabupaten masing-masing.
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 11
Paragraf 3 Sistem Pusat Permukiman Perkotaan Pasal 9 Sistem pusat permukiman perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), meliputi: a.
orde perkotaan
b.
hirarkhi perkotaan
c.
perwilayahan
d.
fungsi satuan wilayah pengembangan
Pasal 10 (1)
(2)
Orde perkotaan yang dimaksud dalam Pasal 9 huruf a, meliputi: a.
Orde I
Kota Surabaya
b.
Orde IIA : Kota Malang
c.
Orde lIB : Perkotaan Sidoarjo, Perkotaan Gresik, Perkotaan Tuban, Perkotaan Lamongan, Perkotaan Jombang, Kota Mojokerto, Kota Pasuruan, Perkotaan Bojonegoro, Perkotaan Bangkalan, Kota Madiun, Kota Kediri, Perkotaan Jember, Perkotaan Banyuwangi, Kota Blitar, Kota Probolinggo, Perkotaan Pamekasan, Kota Batu
d.
Orde III A : Perkotaan Ponorogo, Perkotaan Ngawi, Perkotaan Nganjuk, Perkotaan Tulungagung, Perkotaan Lumajang, Perkotaan Kepanjen, Perkotaan Sumenep.
e.
Orde III B : Perkotaan Magetan, Perkotaan Trenggalek, Perkotaan Pacitan, Perkotaan Bond owoso , Perkotaan Situbondo, Perkotaan Sampang, Perkotaan Caruban.
Hirarki perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b, meliputi: a.
Perkotaan Metropolitan meliputi Perkotaan Surabaya Metropolitan Area yang meliputi Kota Surabaya, Perkotaan Sidoarjo dan sekitarnya, Perkotaan Gresik dan sekitarnya dan Perkotaan Bangkalan dan sekitarnya; dan Perkotaan Malang Raya yang meliputi Kota Malang, Kota Batu, serta Perkotaan Kepanjen dan sekitarnya.
b.
Perkotaan Menengah meliputi Perkotaan Tuban, Perkotaan Lamongan, Perkotaan Jombang, Kbta Mojokerto, Kota Pasuruan, Perkotaan Bojonegoro, Kota Madiun, Kota Kediri, Perkotaan Jember, Perkotaan Banyuwangi, Kota Blitar, Kota Probolinggo, Perkotaan Pamekasan dan Kota Batu.
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 12
c.
(3)
Perkotaan Kecil meliputi Perkotaan Sampang, pe~kotaan Sumenep, Perkotaan Ngawi, Perkotaan Magetar{ Perkotaan Nganjuk, Perkotaan Bondowoso, Perkotaan Tulungagung, Perkotaan Trenggalek, Perkotaan Ponorogo, Perkotaan Situbondo, Perkotaan Pacitan, Perkotaan Lumajang, Perkotaan Kepanjen dan Perkotaan Caruban.
Perwilayahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c adalah 9 (sembilan) SWP: a.
SWP Gerbangkertosusila Plus meliputi: Kota Surabaya, Kabupaten Tuban, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten' Gresik, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten dan Kota Mojokerto, Kabupaten Jombang, Kabupaten Bangkalan, Kabupaten dan Kota Pasuruan dengan pusatpelayanan di Kota Surabaya
b.
SWP Malang Raya meliputi: Kota Malang, Kota Batu, dan Kabupaten Malang, dengan pusat pelayanan di Kota Malang
c.
SWP Madiun dan sekitarnya meliputi: Kota Madiun, Kabupaten Madiun, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Magetan, Kabupaten Pacitan, Kabupaten Ngawi, dengan pusat pelayanan di Kota Madiun.
d.
SWP Kediri dan sekitarnya meliputi: Kota Kediri, Kabupaten Kediri, Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Trenggalek, dan Kabupaten Tulungagung, dengan pusat pelayanan di Kota Kediri.
e.
SWP Probolinggo-Lumajang meliputi: Kota Probolinggo, Kabupaten Probolinggo dan Kabupaten Lumajang, dengan pusat pelayanan di Kota Probolinggo
f.
SWP Blitar meliputi: meIiputi Kota Blitar dan Kabupaten Blitar, dengan pusat pelayanan Kota Blitar
g.
SWP Jember dan sekitarnya meliputi: Kabupaten Jember, Kabupaten Bondowoso dan Kabupaten Situbondo, dengan pusat pelayanan di Perkotaan Jember
h.
SWP Banyuwangi meliputi: Kabupaten Banyuwangi, dengan pusat pelayanan di Perkotaan Banyuwangi
i.
SWP Madura dan Kepulauan meliputi: Kabupaten Sampang, Kabupaten Pamekasan dan Kabupaten Sumenep dengan pusat pelayanan di Perkotaan Pamekasan
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 13
(4)
Setiap SWP diarahkan mempunyai fungsi wilayah sesuai dengan potensi wilayah masing-masing. a.
SWP Gerbangkertasusila Plus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a diarahkan mempunyar fungsi wilayah sebagai pengembangan kegiatan pertanian tanaman pangan, perkebunan, hortikultura, kehutanan perikanan, peternakan, pertambangan, perdagangan, jasa, pendidikan, kesehatan, pariwisata, transportasi, industri, dan sumberdaya energi dengan fungsi pusat SWP sebagai pusat pelayanan wilayah, pemerintahan, perdagangan, jasa, industri, pendidikan, kesehatan, transportasi, dan prasarana wisata.
b.
SWP Malang Raya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b mempunyai fungsi wilayah sebagai pengembangan kegiatan pertanian tanaman pangan, perkebunan, hortikultura, kehutanan, perikanan, peternakan, pertambangan, perdagangan, jasa, pendidikan, kesehatan, pariwisata, industri transportasi, dan sumberdaya energi dengan fungsi pusat SWP sebagai pusat pelayanan wilayah, pemerintahan, perdagangan, jasa, industri, pendidikan, kesehatan, dan prasarana wisata.
c.
SWP Madiun sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c mempunyai fungsi wilayah sebagai pengembangan kegiatan . pertanian tanaman pangan, perkebunan, hortikultura, kehutanan, peternakan, pertambangan, pendidikan, kesehatan, pariwisata, dan industri dengan fungsi pusat SWP sebagai pusat pemerintahan, perdagangan, jasa, industri, pendidikan, dan kesehatan.
d.
SWP Kediri dan sekitarnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d mempunyai fungsi wilayah sebagai pengembangan kegiatan pertanian tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, kehutanan, peternakan, pertambangan, pendidikan, kesehatan, pariwisata, perikanan, industri dan sumberdaya energi dengan fungsi pusat SWP sebagai pusat pemerintahan, perdagangan, jasa, industri, pendidikan, dan kesehatan
e.
SWP Probolinggo - Lumajang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf e mempunyai fungsi wilayah sebagai pengembangan kegiatan pertanian tanaman pang an, hortikultura, perkebunan, kehutanan, peternakan, perikanan, pendidikan, kesehatan, pariwisata, industri, dan sumberdaya energi, dan dengan fungsi pusat SWP sebagai pusat pemerintahan, industri, perdagangan, jasa, kesehatan, pariwisata.
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 14
f.
SWP Blitar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf f mempunyai fungsi wilayah sebagai pengembangan kegiatan pertanian tanaman pangan. hortikultura, perkebunan, peternakan, kehutanan. pe~ikanan, pendidikan. kesehatan. pariwisata sumberdaya energi dengan fungsi pusat SWP sebagai pusat pemer,lntahan, perdagangan, jasa, pendidikan. kesehatan, dan pariwisata.
g.
SWP Jember dan sekitarnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf 9 mempunyai fungsi wilayah· sebagai pengembangan kegiatan pertanian tanaman pangan. hortikultura, perkebunan, peternakan, kehutanan, perikanan, pertambangan. pendidikan. kesehatan dan pariwisata dengan fungsi pusat SWP sebagai pusat pemerintahan. perdagangan, jasa, pendidikan, kesehatan, dan transportasi.
h.
SWP Banyuwangi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf h mempunyai fungsi wilayah sebagai pengembangan kegiatan pertanian tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, kehutanan, pertambangan, perikanan, industri, pendidikan, kesehatan, dan pariwisata dengan fungsi pusat SWP sebagai pusat pelayanan pemerintahan. perdagangan, jasa, pendidikan, kesehatan, transportasi, dan pariwisata.
i.
SWP Madura dan Kepulauan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf i mempunyai fungsi sebagai pengembangan kegiatan pertanian tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, kehutanan, pertambangan, perikanan, industri, pendidikan, kesehatan, dan pariwisata dengan fungsi pusat SWP sebagai pusat pemerintahan, perdagangan, jasa, pendidikan, kesehatan, pariwisata.
Paragraf 4 Sistem Prasarana Wilayah Pasal 11 Sistem prasarana wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf e, meliputi : a.
sistem prasarana transportasi meliputi: jalan, kereta api, penyeberangan, laut, udara dan angkutan massal eepat perkotaan
b.
sistem prasarana telematika
c.
sistem prasarana sumberdaya energi
d.
sistem prasarana sumberdaya air
e.
sistem prasarana gas
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 15
f.
sistem prasarana Iingkungan
Bagian Kedua Pola Pemanfaatan Ruang Wilayah Pasal 12 Pola pemanfaatan ruang wilayah menggambarkan reneana sebaran kawasan Iindung dan kawasan budidaya.
Paragraf 1 Pola Pemanfaatan Kawasan Lindung Pasal 13 Pola pemanfaatan kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, meliputi: a.
kawasan suaka alam
b.
kawasan pelestarian alam
c.
kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan
d.
kawasan perlindungan bawahan
e.
kawasan perlindungan setempat
f.
kawasan rawan beneana alam
Pasal 14 (1)
(2)
Kawasan suaka alam sebagaimanadimaksud dalam Pasal 13 huruf a, meliputi : a.
cagar alam
b.
suaka marga satwa.
Cagar alam meliputi : a.
Besowo Gadungan di Kabupaten Kediri
b.
Cagar Alam Ceding, di Kabupaten Bondowoso
c.
Cagar Alam Watangan Puger I, di Kabupaten Jember
d.
Cagar Alam Sungai Kolbu di Kabupatem Probolinggo
e.
Curah Manis I - VIII di Kabupaten Jember
f.
Gunung Abang, di Kabupaten Pasuruan.
g.
Guwo Lowo/Nglirip, di Kabupaten Tuban
h.
Gunung Picis di Kabupaten Ponorogo
i.
Gunung Sigogor di Kabupaten Ponorogo
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 16
(3)
j.
Kawah Ijen Merapi Ungup-Ungup di Kabupaten Bondowoso dan Kabupaten Banyuwangi
k.
Manggis Gadungan di Kabupaten Kediri
l.
Nusa Barong di Kabupaten Jember .
m.
Pulau Bawean, Pulau Noko dan Pulau Nusa di Kabupaten Gresik
n.
Pulau Saobi, di Kepulauan Kangean Kabupaten Sumenep
o.
Pulau Sempu, di Kabupaten Malang
p.
Rogojampi di Kabupaten Banyuwangi
q.
Pancuran Ijen I dan II di Kabupaten Bondowoso .
Suaka marga satwa meliputi Suaka Margasatwa Dataran Tinggi Yang, berlokasi di Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Jember, serta Pulau Bawean di Kabupaten Gresik.
Pasal 15 (1)
(2)
Kawasan pelestarian alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf b, meliputi : a.
taman nasional
b.
taman hutan raya
c.
taman wisata alam
Kawasan taman nasional meliputi: a.
Taman Nasional Bromo Tengger Semeru di Kabupaten Malang, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Lumajang dan Kabupaten Probolinggo
b.
Taman Nasional Baluran di Kabupaten Situbondo
c.
Taman Nasional Meru Betiri di Kabupaten Jember dan Kabupaten Banyuwangi
d.
Taman Nasional Alas Purwo di Kabupaten Banyuwangi.
e.
Taman Nasionallaut Sepanjang dan Saobi di Kepulauan Kangean Kabupaten Sumenep
(3)
Kawasan hutan raya yaitu Taman Hutan Raya R Soeryo di Kabupaten Malang, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Jombang dan Kota Batu.
(4)
Taman wisata alam, meliputi : a.
Taman Wisata Kawah Ijen, di Kabupaten Banyuwangi, dan Kabupaten Bondowoso
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 17
b.
Taman Wisata Pasuruan.
Tretes,
Gunung
Baung,
di
Kabupaten
Pasal 16 (1)
(2)
(3)
Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf e, meliputi : a.
lingkungan non bangunan
b.
Iingkungan bangunan non gedung
c.
Iingkungan bangunan gedung dan halamannya
d.
kebun raya.
Lingkungan non bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi : a.
Monumen Keganasan PKI, di Kabupaten Madiun.
b.
Monumen Trisula, di Kabupaten Blitar.
c.
Petilasan Sri Aji Joyoboyo, di Kabupaten Kediri.
d.
Gunung Kawi, di Kabupaten Malang.
e.
Situs Purbakala TrinH, di Kabupaten Ngawi.
Lingkungan bangunan non gedung sebagaimana dimaksu9 pada ayat (1) huruf b meliputi: a.
Asta Tenggi di Kabupaten Sumenep
b.
Area Totok Kerot di Kabupaten Kediri
c.
Candi Penataran dan Candi Simping di Kabupaten Blitar
d.
Candi Singosari, Candi Jago, Candi Kidal, Candi Badut di Kabupaten Ma/ang
e.
Candi Jawi di Kabupaten Pasuruan
f.
Candi Cungkup, Candi Dadi dan Makam Gayatri di Kabupaten Tulungagung
g.
Candi Jolotundo di Kabupaten Mojokerto
h.
Makam Sunan Ampel di Kota Surabaya
i.
Makam KH. Hasyim Asy'ari, KH. Wachid Hasyim dan Makam Sayyid Sulaiman di Kabupaten Jombang
j.
Makam Batu Ampar di Kabupaten Pameksan
k.
Makam Syaikhul Khalil dan Pesarean Air mata Ibu Kabupaten Bangkalan
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 18
(4)
(5)
l.
Makam Maulana Malik Ibrahim, Makam Sunan Giri (Giri Kedaton), Makam Fatimah Binti Maimun, Makam Kanjeng Sepuh dan Kawasan Gunung Surowiti di Kabupaten Gresik
m.
Makam Sunan Drajat di Kabupaten Lamongan
n.
Makam Batoro Katong di Kabupaten Ponorogo
o.
Makam Sunan Bonang di Kabupaten Tuban
p.
Recolanang di Kabupaten Mojokerto
q.
Situs Sarchopagus di Kabupaten Bondowoso
r.
Kawasan Trowulan di Kabupaten Mojokerto
Lingkungan bangunan gedung dan halamannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi : a.
Pelestarian bangunan gedung dan/atau lingkungan cagar budaya di Kota Surabaya
b.
Benteng Pendem Van den Bosch di Kabupaten Ngawi
c.
Pelestarian bangunan Pabrik Gula di Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Madiun, Kabupaten Magetan, Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Kediri dan Kabupaten Malang.
d.
Makam Proklamator, Museum Bung Kamo dan Petilasan Aryo Blitar di Kota Blitar.
e.
Monumen PETA (Suprijadi) di Kota Blitar.
Kebun Raya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d adalah Kebun Raya Purwodadi di Kabupaten Pasuruan
Pasal 17 (1)
(2)
Perlindungan bawahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf d, meliputi : a.
kawasan hutan Iindung
b.
kawasan resapan air.
c.
kawasan kars kelas I
Kawasan hutan lindung, meliputi: a.
Kota Batu
b.
Kabupaten Blitar
c.
Kabupaten Bangkalan
d.
Kabupaten Banyuwangi
e.
Kabupaten Bojonegoro
f.
Kabupaten Bondowoso
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 19
g.
Kabupaten Jember
h.
Kabupaten Jombang
i.
Kabupaten Kediri
j.
Kabupaten Lamongan
k.
Kabupaten Lumajang
l.
Kabupaten Mojokerto
m.
Kabupaten Magetan
n.
Kabupaten Malang
o.
Kabupaten Madiun
p.
Kabupaten Nganjuk
q.
Kabupaten Ngawi
r.
Kabupaten Pacitan
s.
Kabupaten Pasuruan
t.
Kabupaten Probolinggo
u.
Kabupaten Ponorogo
v.
Kabupaten Pamekasan
w.
Kabupaten Situbondo
x.
Kabupaten Sampang
y.
Kabupaten Sumenep
z.
Kabupaten Tuban
aa. Kabupaten Trenggalek bb. Kabupaten Tulungagung (3)
Kawasan resapan air terdapat di seluruh wilayah kabupaten/kota.
(4)
Kawasan kars kelas I yang berfungsi sebagai perlindungan hidrologi dan ekologi, meliputi: a.
Kabupaten Slitar
b.
Kabupaten Sangkalan
c.
Kabupaten Tulungagung
d.
Kabupaten Trenggalek
e.
Kabupaten Malang
f.
Kabupaten Ngawi
g.
Kabupaten Ponorogo
h.
Kabupaten Pacitan
i.
Kabupaten Sampang
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 20
j.
Kabupaten Tuban
Pasal 18 Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf e, meliputi : a.
kawasan sekitar mata air
b.
kawasansekitar waduk/danau
c.
kawasan sempadan sungai
d.
kawasan sempadan pantai
e.
kawasan sempadan sungai di kawasan permukiman
f.
kawasan pantai berhutan bakau/mangrove
g.
kawasan terbuka hijau kota
Pasal 19 (1)
(2)
Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf f, meliputi : a.
rawan letusan gunung api.
b.
rawan banjir.
c.
rawan gempa, gerakan tanah, longsor, dan banjir bandang.
d.
rawan tsunami.
Kawasan rawan letusan gunung api sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi : a.
Gunung Lawu, di Kabupaten Ngawi dan Kabupaten Magetan
b.
Gunung Liman dan Gunung Wilis, di Kabupaten Madiun, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Tulungagung, Kabupaten Kediri dan Kabupaten Nganjuk
c.
Gunung Kelud, di Kabupaten Kediri, Kabupaten Slitar dan Kabupaten Malang:
d.
Gunung Butak, di Kabupaten Blitar dan Kabupaten Malang.
e.
Gunung Bromo di Kabupaten Malang, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Probolinggo dan Kabupaten Pasuruan.
f.
Gunung Semeru, di Kabupaten Malang dan Kabupaten Lumajang.
g.
Gunung Lamongan, di Kabupaten Lumajang dan Kabupaten Probolinggo.
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 21
(3)
(4)
h.
Gunung Merapi di Kabupaten Banyuwangi, Bondowoso, Kabupaten Situbondo.
Kabupaten
i.
Gunung Raung di Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Jember.
Kabupaten
j.
Gunung Welirang Mojokerto.
k.
Gunung Ijen di Kabupaten Bondowoso, Banyuwangi.
l.
Gunung Argopuro di Kabupaten Probolinggo dan Kabupaten Jember.
di
Banyuwangi,
Kabupaten
Pasuruan,
Kabupaten
Kawasan rawan banjir, gempa, gerakan tanah dan longsor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi : a.
Kabupaten Blitar
b.
Kabupaten Bondowoso
c.
Kabupaten Sanyuwangi
d.
Kabupaten Jember
e.
Kabupaten Jombang
f.
Kabupaten Lumajang
g.
Kabupaten Malang
h.
Kabupaten Mojokerto
i.
Kabupaten Magetan
j.
Kabupaten Ngawi
k.
Kabupaten Pacitan
l.
Kabupaten Pasuruan
m.
Kabupaten Probolinggo
n.
Kabupaten Ponorogo
o.
Kabupaten Sampang
p.
Kabupaten Situbondo
q.
Kabupaten Sampang
r.
Kabupaten Trenggalek
s.
Kabupaten Tulungagung
Kawasan rawan tsunami sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf C, terdapat di Pantai Selatan, yang meliputi: a.
Kabupaten Pacitan
b.
Kabupaten Trenggalek
c.
Kabupaten Tulungagung
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 22
d.
Kabupaten Blitar
e.
Kabupaten Malang
f.
Kabupaten Lumajang
g.
Kabupaten Jember
h.
Kabupaten Banyuwangi
Paragraf 2 Pola Pemanfaatan Kawasan Budidaya Pasal 20 Pola pemanfaatan kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal12, meliputi : a.
kawasan hutan produksi
b.
kawasan pertanian
c.
kawasan perikanan
d.
kawasan perkebunan
e.
kawasan peternakan
f.
kawasan pariwisata
g.
kawasan permukiman
h.
kawasan industri
i.
kawasan pertambangan
j.
kawasan perdagangan.
Pasal 21 Kawasan hutan produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf a, terbagi berdasarkan KPH (Kesatuan Pemangkuan Hutan), meliputi: a.
Kabupaten Bojonegoro
b.
Kota Batu
c.
Kabupaten Blitar
d.
Kabupaten Bangkalan
e.
Kabupaten Bondowoso
f.
Kabupaten Banyuwangi
g.
Kabupaten Gresik
h.
Kabupaten Jombang
i.
Kabupaten Jember
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 23
j.
Kota Kediri
k.
Kabupaten Kediri
l.
Kabupaten Lamongan
m.
Kabupaten Tuban
n.
Kabupaten Lumajang
o.
Kabupaten Madiun
p.
Kabupaten Magetan
q.
Kabupaten Ngawi
r.
Kabupaten Malang
s.
Kabupaten Mojokerto
t.
Kabupaten Nganjuk
u.
Kabupaten Ponorogo
v.
Kabupaten Pasuruan
w.
Kabupaten Probolinggo
x.
Kabupaten Pacitan
y.
Kabupaten Pamekasan
z.
Kabupaten Sampang
aa. Kabupaten Sumenep bb. Kabupaten Situbondo cc.
Kabupaten Trenggalek
dd. Kabupaten Tulungagung
Pasal 22 (1)
Kawasan pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf b meliputi sawah beririgasi, sawah tadah hujan, da,n pertanian lahan kering.
(2)
Kawasan sawah beririgasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan sawah dengan sistem irigasi teknis maupun irigasi sederhana terdapat diseluruh kabupaten/kota.
(3)
Kawasan sawah tadah hujan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tersebar di semua kabupaten/kota. ,
(4)
Kawasan pertanian lahan. kering sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tersebar di sernua kabupaten/kota.
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 24
Pasal 23 (1)
(2)
Kawasan perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 • huruf e, meliputi : a.
perikanan tangkap
b.
perikanan budidaya air payau
c.
perikanan budidaya air tawar
d.
perikanan budidaya laut
Kawasan perikanan tangkap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi : a.
rencana, pengembangan fisheries town di Kabupaten Banyuwangi dan pengembangan outer ring fishing port, coldstorage dan industri perikanan di Sendangbiru Kabupaten Malang.
b.
kawasan pengembangan utama komoditi perikanan di pantai selatan meliputi Kabupaten Pacitan, Prigi Kabupaten Trenggalek, Sendangbiru Kabupaten Malang dan Puger Kabupaten Jember dan kawasan potensial lainnya meliputi : Ujungpangkah Kabupaten Gresik, Brondong Kabupaten Lamongan, Pondokmimbo Kabupaten Situbondo, Bulu Kabupaten Tuban dan pasongsongan Kabupaten Sumenep.
(3)
c.
pengembangan Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) meliputi Prigi di Kabupaten Trenggalek, Sendangbiru Kabupaten Malang dan Brondong di Kabupaten Lamongan
d.
pengembangan Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) di Muncar Kabupaten Banyuwangi, Puger Kabupaten Jember, Mayangan Kota Probolinggo, Paiton Kabupaten Probolinggo dan Lekok Kabupaten Pasuruan.
e.
pengembangan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) di Sipelot Kabupaten Malang, Pancer Kabupaten Banyuwangi, Bulu Kabupaten Tuban, Pasongsongan Kabupaten Sumenep dan Tamperan Kabupaten Pacitan,
Pemanfaaatan kawasan budidaya perikanan air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi : a.
Kabupaten Blitar
b.
Kabupaten Bangkalan
c.
Kabupaten Banyuwangi
d.
Kabupaten Gresik
e.
Kabupaten Jember
payau
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 25
f.
Kabupaten Lumajang
g.
Kabupaten Malang
h.
Kabupaten Pasuruan
i.
Kota Pasuruan
j.
Kabupaten Probolinggo
k.
Kota Probolinggo
l.
Kabupaten Pamekasan
m.
Kabupaten Pacitan
n.
Kabupaten Sidoarjo
o.
Kabupaten Sampang
p.
Kabupaten Situbondo
q.
Kabupaten Tuban
r.
Kabupaten Trenggalek
s.
Kabupaten Tulungagung
t.
Kota Surabaya .
(4)
Pengembangan kawasan perikahan budidaya air tawar tersebar di kabupaten/kota.
(5)
Pengembangan kawasan perikanan budidaya laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, meliputi: a.
Kabupaten Blitar
b.
Kabupaten Sangkalan
c.
Kabupaten Sanyuwangi
d.
Kabupaten Lamongan
e.
Kabupaten Malang
f.
Kabupaten Pamekasan
g.
Kabupaten Probolinggo
h.
Kabupaten Sampang
i.
Kabupaten Sumenep
j.
Kabupaten Situbondo
k.
Kabupaten Tuban
l.
Kabupaten Trenggalek
m.
Kabupaten Tulungagung
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 26
Pasal 24 (1)
Pemanfaatan kawasan perkebunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf d, diarahkan untuk meningkatkan peran serta, efisiensi, produktivitas dan keberlajutan, dengan mengembangkan kawasan industri masyarakat perkebunan yang selanjutnya disebut kimbun.
(2)
Kimbun dimaksud pada ayat (1) dikembangkan di setiap lokasi pengembangan dan sentra produksi yang diselenggarakan dengan kebersamaan ekonomi dan berwawasan lingkungan.
(3)
Pemanfatan Kimbundi bagi menjadi 7 (tujuh) wilayah : a.
Kimbun Ijen - Argopuro - Raung di Ka,bupaten Bondowoso, Kabupaten Jember, Kabupater Banyuwangi, Kabupaten Situbondo dengan komoditi . yang dikembangkan antara lain kopi, tembakau dan tebu
b.
Kimbun Bromo - Tengger - Semeru di Kabupaten Malang, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Probolinggo dengan komoditi yang dikembangkan antara lain kopi, tebu, kelapa dan cengkeh.
c.
Kimbun Kelud di Kabupaten Blitar, Kabupaten Jombang, Kabupaten Kediri, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Malang dengan komoditi yang dikembangkan antara lain kopi, tebu, kakao dan cengkeh
d.
Kimbun Wilis di Kabupaten Madiun, Kabupaten Kediri, Kabupaten Tulungagung, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Nganjuk dengan komoditi yang dikembangkan antara lain kopi, tebu, kakao dan kelapa
e.
Kimbun Lawu di Kabupaten Magetan, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Pacitan, Kabupaten Ngawi dengan komoditiyang dikembangkan antara lain kopi, tebu, kakao, kelapa dan cengkeh
f.
Kimbun Pantura meliputi Kabupaten Situbondo, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Tuban, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Gresik, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Bojonegoro dengan komoditi yang dikembangkan antara lain kelapa, tembakau, tebu, jambu mente dan kapas
g.
Kimbun Kepulauan Madura meliputi Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Sampang, Kabupaten Pamekasan dan Kabupaten Sumenep dengan komoditi yang dikembangkan antara lain kelapa, tembakau dan jambu mente
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 27
Pasal 25 (1)
Pemanfaatan kawasan peternakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf e meliputi peternakan ternak besar, peternakan ternak kedl, peternakan unggas.
(2)
Sentra peternakan ternak besar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a.
Kabupaten Blitar
b.
Kabupaten Bojonegoro
c.
Kabupaten Bondowoso
d.
Kabupaten Banyuwangi
e.
Kabupaten Jember
f.
Kabupaten Kediri
g.
Kabupaten Lumajang
h.
Kabupaten Malang
i.
Kabupaten Magetan
j.
Kabupaten Nganjuk
k.
Kabupaten Pasuruan
l.
Kabupaten Probolinggo
m.
Kabupaten Sumenep
n.
Kabupaten Situbondo
o.
Kabupaten Trenggalek
p.
Kabupaten Tulungagung
q.
Kabupaten Tuban
(3)
Sentra peternakan ternak kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat di seluruh Kabupaten.
(4)
Kawasan peternakan unggas terkonsentrasi di wilayah a.
Kabupaten Blitar
b.
Kabupaten Jombang
c.
Kabupaten Kediri
d.
Kabupaten Mojokerto
e.
Kabupaten Pasuruan
f.
Kabupaten Sidoarjo
g.
Kabupaten Tulungagung
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 28
Pasal 26 (1)
Pola pemanfaatan kawasan pariwisata· sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf f meliputi kawasan yang terbentang di sepanjang koridor pariwisata dan kawasan kepulauan yang dapat memenuhi kebutuhan wisatawan.
(2)
Pemanfaatan kawasan pariwisata sebagaimana dimaksud ·pada ayat (1), meliputi:
(3)
a.
kawasan pengembangan pariwisata koridor utara, meliputi: Kabupaten Tuban, Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Gresik dan Kota Surabaya.
b.
kawasan pengembangan pariwisata koridor tengah, meliputi: Kabupaten Magetan, Kabupaten Ngawi, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Madiun, Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Kediri, Kabupaten Jombang, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Sidoarfo, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Situbondo dan Kabupaten Bondowoso.
c.
kawasan pengembangan pariwisata koridor selatan, meliputi: . Kabupaten Pacitan, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Tulungagung, Kabupaten Blitar, Kabupaten Malang, Kota Batu, Kabupaten Lumajang, Kabupa'ten Jember dan Kabupaten Banyuwangi.
d.
kawasan pengembangan pariwisata kepulauan, meliputi: Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Sampang, Kabupaten Pamekasan, Kabupaten Sumenep dan pulau-pul}:lu kecil lainnya.
Kawasan pariwisata yang dapat dikembangkan berdasarkan koridor sebagaimana pada ayat (2) Pasal 26 meliputi : a.
kawasan pengembangan pariwisata koridor utara meliputi potensi wisata alam, minat khusus dan budaya antara lain : pantai, telaga, sumber api alam, goa, berbagai peninggalan sejarah seperti makam, gedung-gedung tua, situs sejarah, berbagai sarana wisata buatan, kerajinan cinderamata, dll serta berbagai kegiatan wisata minat khusus.
b.
kawasan pengembangan pariwisata koridor tengah meliputi potensi wisata alam, minat khusus dan budaya antara lain : pantai, telaga, sumber api alam, goa, berbagai peninggalan sejarah seperti makam, gedung-gedung tua, situs sejarah, berbagai sarana wisata buatan, kerajinan cinderamata, dll serta berbagai kegiatan wisata minat khusus
c.
kawasan pengembangan pariwisata koridor selatan meliputi potensi wisata alam, minat khusus dan budaya antara lain :
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 29
pantai, air terjun, obyek wisata buatan, makam, candi serta berbagai kegiatan wisata minat khusus seperti ziarah, berbagai kegiatan penelitian, kegiatan wisata petualangan dan lain-lain . d.
(4)
kawasan pengembangan pariwisata kepulauan meliputi potensi wisata alam, minat khusus dan budaya antara lain: pantai, taman laut, api alam, karapan sapi, makam, peninggalan kraton serta berbagai kegiatan wisata minat khusus seperti kegiatan penyelaman, memaneing, berlayar dan lain-lain.
Agar arah pengembangan pariwisata dapat lebih terfokus dan efisien maka disusun prioritas pengembangan, meliputi: a.
kawasan prioritas utama adalah kawasan yang memiliki nilai daya saing serta menjadi primadona pengembangan pariwisata di Jawa Timur, antara lain Kawasan BromoTengger-Semeru di Kabupaten Malang, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Pasuruan,' Kabupaten Probolinggo, Ijen di Kabupaten Bondowoso dan Kabupaten Banyuwangi; Plengkung di Kabupaten Banyuwangi; Desa Wisata Trowulan Kabupaten Mojokerto serta potensi unggulan lainnya.
b.
kawasan pendukung yang merupakan penyangga dari kawasan prioritas utama yang meliputi wisata budaya reog di Kabupaten Ponorogo; karapan sapi di Kabupaten Madura dan berbagai sentra kerajinan rakyat di Jawa Timur.
c.
kawasan potensial yang meliputi: Kawasan segitiga emas Ijen yang berada di Kabupaten Banyuwangi dari Bondowoso; taman laut di Pulau Saor, Saobi dan Mamburit di Kabupaten Sumenep; Kawasan Wisata Bentar di Kabupaten Probolinggo; Wisata Pelabuhan Rest Area Suramadu, Wisata Bahari di Kabupaten Lamongan, Pulau Bawean, Kawasan Prigi di Kabupaten Trenggalek, serta kawasan-kawasan lain yang potensial.
Pasal 27 (1)
Pemanfaatan kawasan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf g, meliputi permukiman perdesaan, perkotaan, dan khusus.
(2)
Permukiman perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi: a.
permukiman pusat perdesaan
b.
permukiman desa
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 30
c. (3)
(4)
(5)
(6)
(7)
permukiman pada pusat perdusunan
Permukiman perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a.
permukiman perkotaan metropolitan
b.
permukiman perkotaan menengah
c.
permukiman perkotaan kecil
Permukiman perkotaan metropolitan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, merupakan permukiman di perkotaan yang memiliki fungsi sebagai: a.
kota Inti sebagai pusat pelayanan
b.
perkotaan penyangga atau satelit
c.
perkotaan baru mandiri
d.
perumahan baru skala besar
Permukiman perkotaan menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, merupakan permukiman di perkotaan yang memiliki fungsi sebagai: a.
pusat pelayanan SWP.
b.
pusat pertumbuhan skala wilayah.
c.
pusat pelayanan perkotaan antara metropolitan dan perkotaan kecil.
Permukiman perkotaan keeil sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf e, merupakan permukiman di perkotaan yang memiliki fungsi sebagai: a.
pusat pelayanan kabupaten.
b.
pusat pertumbuhan skala kabupaten.
c.
pusat pelayanan perkotaan keeamatan.
Permukiman pada kawasan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi: a.
sebagai tempat peristirahatan pada kawasan pariwisata.
b.
kawasan permukiman yang timbul akibat perkembangan infrastruktur.
c.
permukiman yang timbul akibat kegiatan sentra ekonomi.
d.
permukiman di sekitar kawasan industri.
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 31
(8)
Dalam kawasan permukiman perkotaan, Kabupaten/Kota harus menyediakan peruntukan lahan perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah seluas areal berdasarkan kebutuhan dan atau sesuai ketentuan dalam pembangunan perumahan dan permukiman dengan Iingkungan yang berimbang.
Pasal 28 (1)
(2)
Pemanfaatan kawasan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf h, meliputi: a.
kawasan industri estate.
b.
sentra industri keci!.
c.
zona industri.
Kawasan industri estate sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi : a.
Surabaya Industrial Estate Rungkut (SIER) di Kota Surabaya.
b.
Pasuruan Industrial Estate Rembang (PIER) di Kabupaten Pasuruan.
c.
Ngoro Industrial Park (NIP) di Kabupaten Mojokerto.
d.
Kawasan industri Jabon di Kabupaten Sidoarjo.
e.
Lamongan Integreted Lamongan.
f.
Kawasan industri di Kabupaten Gresik.
g.
Kawasan industri di Kabupaten Tuban.
h.
Kawasan industri di Kabupaten Bojonegoro.
i.
Kawasan Malang.
j.
Kawasan Industri Gerbang Mas di Kabupaten Probolinggo.
k.
Kawasan industri Paiton di Kabupaten Probolinggo
l.
Kawasan industri di Kabupaten Bangkalan.
industri
di
Shorebase
(LIS)
Sumbermanjing
di
Kabupaten
Wetan
Kabupaten
(3)
Sentra industri kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdapat diseluruh kabupaten/kota.
(4)
Zona industri sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, meliputi : a.
koridor Taman - Sepanjang - Krian dan koridor Waru di Kabupaten Sidoarjo
b.
koridor Osowilangon - Romokalisari di Kota Surabaya
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 32
c.
koridor Driyorejo - Bambe, dan koridor Gresik - Manyar di Kabupaten Gresik
d.
koridor Mojoagung - Jombang di Kabupaten Jombang
e.
zona industri Wongsorejo di Kabupaten Banyuwangi
f.
zona industriJetis di Kabupaten Mojokerto
g.
koridor Tuban - Bojonegoro di Kabupaten Tuban
Pasal 29 (1)
Pemanfaatan kawasan pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf i, meliputi pertambangan Bahan Galian Golongan C dan golongan A dan B
(2)
Pertambangan galian C sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi : . ' a.
Kabupaten Blitar
b.
Kabupaten Bojonegoro
c.
Kabupaten Bondowoso
d.
Kabupaten Banyuwangi
e.
Kabupaten Gresik
f.
Kabupaten Jember
g.
Kabupaten Jombang
h.
Kabupaten Kediri
i.
Kabupaten Lumajang
j.
Kabupaten Malang
k.
Kabupaten Mojokerto
l.
Kabupaten Madiun
m.
Kabupaten Magetan
n.
Kabupaten Nganjuk
o.
Kabupaten Ngawi
p.
Kabupaten Pacitan
q.
Kabupaten Ponorogo
r.
Kabupaten Pasuruan
s.
Kabupaten Probolinggo
t.
Kabupaten Situbondo
u.
Kabupaten Sidoarjo
v.
Kabupaten Sumenep
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 33
(3)
w.
Kabupaten Trenggalek
x.
Kabupaten Tulungagung
y.
Kabupaten Tuban
Penambangan Bahan Galian Golongan A dan B sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi : a.
Kabupaten Blitar
b.
Kabupaten Banyuwangi
c.
Kabupaten Bondowoso
d.
Kabupaten Bojonegoro
e.
Kabupaten Gresik
f.
Kabupaten Jember
g.
Kabupaten Jombang
h.
Kabupaten Lumajang
i.
Kabupaten Malang
j.
Kabupaten Mojokerto
k.
Kabupaten Magetan
l.
Kabupaten Nganjuk
m.
Kabupaten Ngawi
n.
Kabupaten Pacitan
o.
Kabupaten Ponorogo
p.
Kabupaten Sumenep
q.
Kabupaten Trenggalek
r.
Kabupaten Tulungagung
s.
Kabupaten Sidoarjo
Pasal 30 (1)
Pemanfaatan kawasan perdagangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf j meliputi perdagangan skala wilayah, skala kota dan perdagangan sektor informal.
(2)
Perdagangan skala wilayah yang dimaksud pada ayat (1) adalah wilayah yang memiliki fasilitas perdagangan seperti pasar induk, grosir diarahkan di tiap pusat SWP.
(3)
Perdagangan skala kota meliputi perdagangan jenis pertokoan dan perdagangan pasar yang diarahkan di setiap wilayah kabupaten/kota.
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 34
(4)
Perdagangan sektor informal yang berkembang di setiap wilayah perkotaan dan perdesaan, diatur dan/atau disediakan ruangnya oleh pemerintah kabupaten/kota.
Bagian Ketiga Arahan Pengelolaan kawasan lindung dan budidaya Pasal 31 (1)
Arahan pengelolaan pengawasan lindung meliputi semua upaya perlindungan, pengawetan, konservasi dan pelestarian fungsi sumber daya alam dan lingkungannya guna mendukung kehidupan secara serasi dan berkelanjutan dan tidak dapat dialihfungsikan menjadi kawasan budidaya.
(2)
Arahan konservasi kawasan lindung meliputi kawasan cagar alam, suaka alam, kawasan pelestarian alam, dan kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan.
(3)
Arahan pengelblaan kawasan lindung tidak dapat dialihfungsikan. (4) Arahan pengelolaan kawasan Iindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain: a.
pelestarian keanekaragaman hayati dan ekosistemnya.
b.
mempertahankan fungsi ekologis kawasan alami
c.
pengawasan dan pemantauan untuk pelestarian kawasan konservasi dan hutan lindung.
d.
penambahan luasan kawasan lindung, yang merupakan hasil alih fungsi hutan produksi menjadi hutan Iindung.
e.
pengembangan kerjasama antar wilayah dalam pengelolaan kawasan lindung.
f.
percepatan rehabilitasi lahan milik masyarakat yang termasuk di dalam kriteria kawasan Iindung dengan melakuk<.\n penanaman pohon Iindung yang dapat di gunakan sebagai perlindungan kawasan bawahannya yang dapat diambil hasil hutan non-kayu.
g.
membuka jalur wisata jelajah/pendakian untuk menanamkan rasa memiliki/mencintai alam.
h.
pemanfaatan kawasan Iindung untuk sarana pendidikan penelitian dan pengembangan kecintaan terhadap alam.
i.
percepatan rehabilitasi hutan/reboisasi hutan Iindung dengan tanaman yang sesuai dengan fungsi lindung.
j.
menindak tegas prilaku vandalisme terhadap obyek wisata.
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 35
Pasal 32 (1)
Arahan pengelolaan kawasan budidaya meliputi segal a usaha untuk meningkatkan pendayagunaan lahan yang diJakukan di luar kawasan lindung, yang kondisi fisik dan sumber daya alamnya dianggap potensial untuk dimanfaatkan, tanpa mengganggu keseimbangan dan kelestarian ekosistem.
(2)
Arahan pengelolaan kawasan hutan produksi antara lain:
(3)
(4)
a.
kawasan hutan produksi yang mempunyai tingkat kerapatan tegakan rendah harus dilakukan percepatan reboisasi, serta percepatan pembangunan hutan rakyat
b.
mengarahkan di setiap wilayah kabupaten/kota mewujudkan hutan kota
Arahan pengelolaan kawasan pertanian antara lain: a.
pengembangan sawah irigasi teknis dilakukan dengan memprioritaskan perubahan dari sawah tadah hujan menjadi sawah irigasi sejalan dengan perJuasan jaringan irigasi dan pengembangan waduk/embung.
b.
perubahan kawasan pertanian harus tetap memperhatikan luas kawasan yang dipertahankan sehingga perlu adanya ketentuan tentang pengganti Jahan pertanian.
c.
pemanfaatan kawasan pertanian diarahkan untuk meningkatkan produksi dan produktifitas tanaman pang an dengan mengembangkan kawasan cooperative farming dan holtikultura dengan mengembangkan kawasan good agriculture practices.
Arahan pengelolaan kawasan perikanan antara lain: a.
mempertahankan, merehabilitasi dan merevitalisasi tanaman bakau/mangrove.
b.
pengembangan budidaya perikanan tangkap dan budidaya perikanan laut.
c.
menjaga kelestarian sumber daya air terhadap pen~maran Iimbah industri maupun Iimbah lainnya.
d.
pengendalian melalui sarana kualitas air dan mempertahankan habitat alami ikan.
e.
peningkatan produksi prasarana perikanan.
dengan
memperbaiki
sarana
dJn
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 36
(5)
(6)
(7)
Arahan pengelolaan kawasan perkebunan antara lain: a.
pengembangan kawasan perkebunan hanya di kawasan yang dinyatakan memenuhi syarat, dan diluar area rawan banjir serta longsor.
b.
dalam penetapan komoditi tanaman tahunan, selain mempertimbangkan kesesuaian lahan, konservasi tanah dan air juga perlu mempertimbangkan aspek sosial ekonomi dan keindahan/estetika.
c.
peningkatan pemanfaatan kawasan perkebunan dilakukan memalui peningkatan peran serta masyarakat yang tergabung dalam kawasan Kimbun masing-masing.
Arahan pengelolaan kawasan peternakan, antara lain: a.
meningkatkan kegiatan peternakan secara alami dengan mengembangkan padang penggembalaan.
b.
kawasan peternakan diarahkan mempunyai dengan pusat distribusi pakan ternak.
c.
mempertahankan ternak plasma utfah sebagai potensi daerah.
d.
pengembangan kawasan peternakan diarahkan kepada pengembangan komoditas ternak unggulan yang dimiliki oleh daerah yaitu komoditas ternak yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif.
e.
kawasan budidaya ternak yang berpotensi untuk dapat menularkan penyakit dari hewan ke manusia atau sebaliknya pada permukiman padat penduduk, akan dipisahkan sesuai standart teknis kawasan usaha peternakan, dengan memperhatikan kesempatan berusaha dan melindungi daerah permtukiman penduduk dari penularan penyakit hewan menular.
f.
pengaturan pemeliharaan hewan yang diternakkan serta tata niaga hewan dan produk bahan asal hewan dikawasan perkotaan dengan tingkat kepadatan lebih dari 300.000 jiwa akan diatur lebih lanjut secara teknis dengan Peraturan Gubernur.
g.
peningkatan nilai ekonomi ternak dengan mengelola dan mengolah hasil ternak, seperti pembuatan industri pengolah hasil ternak, mengolah kulit, dan sebagainya.
keterkaitan
Arahan pengelolaan kawasan pariwisata antara lain: a.
tetap melestarikan alam sekitar untuk mehjaga keindahan obyek wisata.
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 37
(8)
b.
tidak melakukan pengerusakan terhadap obyek wisata alam seperti menebang pohon.
c.
melestarikan perairan pantai, dengan memperkaya tanaman mangrove untuk mengembangkan ekosistem bawah laut termasuk terumbu karang dan biota laut yang dapat di jadikan obyek wisata taman laut.
d.
tetap melestarikan tradisi petik lautllarung sesaji sebagai daya tarik wisata.
e.
menjaga dan melestarikan peninggalan bersejarah.
f.
meningkatkan pencarian/penelusuran terhadap bersejarah untuk menambah koleksi budaya.
g.
pada obyek yang tidak memiliki akses yang cukup, perlu ditingkatkan pembangunan d.an pengendalian pembangunan sarana dan prasarana transportasi ke obyek-obyek wisata alam budaya dan minat khusus.
h.
merencanakan kawasan wisata sebagai bagian urban/regional desain untuk keserasian lingkungan.
i.
meningkatkan daya tarik wisata melalui penetapan jalur wisata, kalender wisata, informasi dan promosi wisata.
j.
menjaga keserasian Iingkungan alam dan buatan sehingga kualitas visual kawasan wisata tidak terganggu.
k.
meningkatkan peranserta masyarakat dalam kelestarian obyek wisata, dan daya jual/saing
benda
dari
menjaga
Arahan pengelolaan kawasan permukiman antara lain: a.
pengembangan kawasan budidaya yang secara teknis dapat digunakan untuk permukiman harus aman dari bahaya bencana alam, sehat, mempunyai akses untuk kesempatan berusaha dan dapat memberikan manfaat bagi peningkatan ketersediaan permukiman, mendayagunakan fasilitas dan utilitas disekitarnya serta meningkatkan sarana dan prasarana perkembangan kegiatan sektor ekonomi yang ada.
b.
pengembangan permukiman perdesaan dilakukan dengan menyediakan fasilitas dan infrastruktur secara berhit'arki sesuai dengan fungsinya sebagai: pusat pelayanan antar desa, pusat pelayanan setiap desa, dan pusat pelayanan pada setiap dusun atau kelompok permukiman
c.
menjaga kelestarian kawasan pertanian.
d.
pengembangan permukiman perkotaan dilakukan dengan tetap menjaga fungsi dan hirarki kawasan perkotaan.
permukiman
perdesan
khususnya
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 38
(9)
e.
membentuk cluster-cluster permukiman untuk menghindari penumpukan dan penyatuan antar kawasan permukiman, dan diantara cluster permukiman disediakan ruang terbuka hijau
f.
pembentukan perkotaan metropolitan, Surabaya dan Malang dihubungkan dengan sistem transportasi yang memadai diantaranya mass rapid transport.
g.
pengembangan perkotaan baru· mandiri dan perumahan baru skala besar di sekitar Surabaya, yaitu Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Gresik, Kabupaten Pasuruan, dan Kabupaten Bangkalan.
h.
pengembangan kawasan sekitar kaki jembatan Suramadu untuk kegiatan yang memiliki nilai ekonomi tinggi
i.
perkembangan perkotaan menengah dilakukan dengan membentuk pelayanan wilayah yang mampu mendorong pertumbuhan wilayah sekitarnya.
j.
permukiman perkotaan kecil dilakukan melalui pembenfukan pusat pelayanan skala kabupaten dan perkotaan kecamatan yang ada di kabupaten .
k.
permukiman kawasan khusus seperti penyediaan tempat peristirahatan pada kawasan pariwisata, kawasan permukiman baru sebagai akibat perkembangan infrastruktur, kegiatan sentra ekonomi, sekitar kawasan industri, dilakukan dengan tetap memegang kaidah lingkungan hidup dan bersesuaian dengan RTRW masing-masing kabupaten/kota.
Arahan pengelolaan kawasan industri antara lain: a.
pengembangan kawasan industri mempertimbangkan aspek ekologis.
dilakukan
dengan
b.
pengembangan kawasan industri harus didukung oleh adanya jalur hijau sebagai penyangga antar fungsi kawasan.
c.
pengembangan zona industri pada daerah aliran sungai harus didasari dengan perhitungan kemampuan daya dukung sungai.
d.
pengembangan kegiatan industri harus didukung oleh sarana dan prasarana industri.
e.
pengelolaan kegiatan industri dilakukan dengan mempertimbangkan keterkaitan proses produksi mulai dari industri dasar/hulu dan industri hilir serta industri antara, yang dibentukberdasarkan pertimbangan efisiensi biaya produksi, biaya keseimbangan Iingkungan dan biaya aktifitas sosial.
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 39
f.
setiap kegiatan industri sejauh mungkin menggunakan metoda atau teknologi ramah Iingkungan dan harus dilengkapi dengan upaya pengelolaan terhadap kemungkinan adanya bencana industri.
(10) Arahan pengelolaan kawasan pertambangan antara lain: a.
pengembangan kawasan pertambangan dilakukan dengan mempertimbangkan potensi bahan galian, kondisi geologi dan geohidrologi dalam kaitannya dengan kelestarian lingkungan.
b.
pengelolaan kawasan bekas penambangan harus direhabilitasi/reklamasi sesuai dengan zona peruntukan yang ditetapkan ditetapkan dengan melakukan penimbunan tanah subur dan/atau bahan-bahan lainnya sehingga menjadi lahan yang dapat digunakan kembali sebagai kawasan hijau, ataupun kegiatan budidaya lainnya dengan tetap memperhatikan aspek kelestarian Iingkungan hidup.
c.
setiap kegiatan usaha pertambangan harus menyimpan dan mengamankan tanah atas (top soil) untuk keperluan rehabilitasi/reklamasi lahan bekas penambangan.
(11) Arahan pengelolaan kawasan perdagangan antara lain: a.
pengembangan kawasan perdagangan dilakukan dengan berhirarki sesuai skala ruang dan fungsi wilayah.
b.
pengembangan kawasan perdagangan dan kegiatan komersial lain yang berpengaruh bagi pertumbuhan skala wilayah dan atau berpengaruh pada tata ruang dalam lingkup wilayah perlu memperhatikan kebijakan tata ruang wilayah Pemeriritah Provinsi.
c.
pengembangan kawasan perdagangan dilakukan secara bersinergi dengan' perdagangan informal sebagai sebuah aktivitas perdagangan yang saling melengkapi.
d.
pengembangan kawasan dan atau lokasi perdagangan yang terkait dengan sarana dan prasarana yang di kelola provinsi memperhatikan rekomendasi provinsi.
Bagian Keempat Arahan Pengelolaan Kawasan Perdesaan, Kawasan Perkotaan dan Kawasan Tertentu Pasal 33 Arahan pengelolaan kawasan perdesaan, kawasan perkotaan, dan kawasan tertentu merupakan arahan pengembangan perkotaan dengan kawasan yang bersifat pedesaan, serta kawasan tertentu sehingga tercipta tata ruang yang berkelanjutan. Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 40
Pasal 34 Arahan pengelolaan kawasan perdesaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, meliputi: a.
fungsi kawasan. sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
b.
pengembangan kawasan agropolitan merupakan alternatif pembangunan perdesaan melalui keterkaitan kawasan perkotaan perdesaan untuk meningkatkan peran perkembangan kawasan perdesaan.
Pasal 35 Arahan pengelolaan kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, meliputi: a.
fungsi kawasan perkotaan sebagai pusat kegiatan ekonomi wilayah, pusat pengolahan dan distnbusi hasH pertanian, , perdagangan, jasa, pemerintahan, pendidikan, kesehatan, serta transportasi, pergudangan dan sebagainya.
b.
fungsi perkotaan sedang dan kecil sebagai pemasok kebutuhan dan lokasi pengolahan agroindustri dan berbagai kegiatan agrobisnis.
c.
kota sebagai pusat pelayanan, pusat prasarana dan sarana sosial ekonomi mempengaruhi pedesaan dalam peningkatan produktifitasnya.
d.
menjaga pembangunan perkotaan yang berkelanjutan melalui upaya menjaga keseimbangan wilayah terbangun dan tidak terbangun, mengembangkan hutan kota dan menjaga eksistensi wilayah yang bersifat perdesaan di sekitar kawasan. perkotaan.
Pasal 36 (1)
Arahan pengelolaan kawasan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, merupakan kawasan yang ditetapkan. secara nasional mempunyai nilai strategis yang penataan ruangnya diprioritaskan, yakni Gerbangkertosusila Plus.
(2)
Arahan pengembangan kawasan tertentu Gerbangkeftosusila Plus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi: .: a.
penataan ruang di bagi dalam cluster untuk memfokuskan pada penciptaan kawasanyang dapat bersinergi dengan wilayah lainnya.
b.
pengendalian secara garis besar mengarah pada upaya mengendalikan laju perkembangan kota yang monosentris
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 41
sehingga tidak terjadi penumpukan beban transportasi yang cenderung berorientasi memusat. c.
meningkatkan fungsi wilayah sesuai dengan daya dukung kawasan.
d.
membentuk kawasan perkotaan baru mandiri dan perumahan skala besar di kawasan sekitar Surabaya, khususnya di Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Gresik, Kabupaten Pasuruan, dan Kabupaten Bangkalan.
e.
meningkatkan transportasi umum masal antara Surabaya sebagai kota inti dengan perkotaan disekitarnya.
f.
menjaga pembangunan yang berkelanjutan melalui upaya menjaga keseimbangan wilayah terbangun dan tidak terbangun termasuk mengembangkan hutan kota dan menjaga eksistensi wilayah yang bersifat rural di sekitar kawasan perkotaan.
Bagian Kellma Arahan Pengelolaan Sistem Permukiman Perdesaan dan Perkotaan Pasal 37 Arahan terhadap sistem pusat permukiman dibedakan atas pengembangan pusat permukiman perdesaan dan permukiman perkotaan.
Pasal 38 (1)
Arahan pengembangan pusat permukiman perdesaan adalah penataan struktur ruang pedesaan sebagai sistem pusat permukiman di pedesaan yang berpotensi menjadi pusat pertumbuhan di perdesaan.
(2)
Arahan pengembangan struktur ruang pedesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melalui: a.
pembentukan Desa Pusat Pertumbuhan (DPP)
b.
pembentukan Pusat Desa
c.
pembentukan Pusat Permukiman Perdusunan
(3)
Pengelolaan struktur ruang perdesaan merupakan upaya untuk mempercepat efek pertumbuhan di kawasan perdesaan.
(4)
Setiap pusat pelayanan dikembangkan melalui penyediaah berbagai fasilitas sosial-ekonomi yang mampu mendorqng perkembangan kawasan perdesaan.
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 42
Pasal 39 (1)
Arahan pengembangan sistem pusat permukiman perkotaan meliputi arahan terhadap fungsi pusat kegiatan dan arahan terhadap penataan struktur ruang pusat-pusat permukiman perkotaan
(2)
Pengelolaan pusat permukiman perkotaan terkait dengan fungsi pusat kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pusat kegiatan nasional, wilayah dan lokal, meliputi: a.
Pusat Kegiatan Nasional adalah Gerbangkertosusila Plus
b.
Pusat Kegiatan Wilayah adalah Malang Raya, Perkotaan Jember, Kota Kediri, Kota Madiun, Kota Blitar, Kota Probolinggo, Perkotaan . Banyuwangi, Perkotaan Pamekasan.
c.
Pusat Kegiatan Lokal, adalah Perkotaan Pacitan, Perkotaan Trenggalek, Perkotaan Tulungagung, Perkotaan Ponorogo, Perkotaan Magetan, Perkotaan Ngawi, Perkotaan Nganjuk, Perkotaan Bondowoso, Perkotaan Situbondo, Perkotaan Lumajang, Perkotaan Sampang, Perkotaan Sumenep, Perkotaan Caruban.
Bagian Keenam Arahan Pengembangan Sistem Prasarana Wilayah Paragraf 1 Arahan Pengembangan Prasarana Transportasi Jalan Pasal 40 (1)
Arahan pengembangan sistem prasarana transportasi jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf a, terdiri dari prasarana jalan umum yang dinyatakan dalam status dan fungsi jalan, serta prasarana terminal penumpang jalan.
(2)
Pengelompokan jalan berdasarkan status dapat dibagi menjadi jalan nasional, jalan provinsi, dan jalan kabupaten/kota.
(3)
Pengelompokan jalan berdasarkan fungsi jalan dibagi kedalam jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal dan jalan lingkungan
(4)
Pengelompokan jalan berdasarkan sistem jaringan jalan terdiri dari sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder
(5)
Arahan pengembangan prasarana jalan meliputi arahan pengembangan bagi jalan nasional jalan tol, jalan nasional bukan jalan tol, jalan provinsi, jalan Iintas selatan, jalan lintas/tembus kabupaten dan jalan lingkar kota dan perkotaan.
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 43
(6)
Pengembangan prasarana jalan meliputi pengembangan jalan baru dan pengembangan jalan yang sudah ada.
Pasal 41 (1)
Jaringan jalan tol yang sudah dikembangkan di Jawa Timur, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (5), meliputi jalan tol Surabaya - Gempol, dan jalan tol Surabaya - Manyar.
(2)
Arahan pengembangan jalan tol sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi ruas:
(3)
(4)
a.
Jalan Tol Surabaya - Gresik - Lamongan - Bojonegoro
b.
Jalan Tol Manyar - Paciran - Tuban
c.
Jalan Tol Krian - Legundi - Bunder
d.
Jalan Tol Gempol- Pandaan - Malang - Kepanjen
e.
Jalan Tol Surabaya - Mojokerto - Jombang – Kertosono Caruban - Ngawi - Mantingan
f.
Jalan Tol Madiun - Caruban
g.
Jalan Tol Gempol - Pasuruan - Probolinggo - Situbondo Banyuwangi
h.
Jalan Tol Waru - Juanda - Suramadu - Perak (Tol Lingkar Timur)
i.
Jalan Tol Aloha - Wonokromo - Perak (ToI tengah kota)
Jalan nasional sebagai jalan arteri primer yang sudah dikembangkan di Jawa Timur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (5), meliputi: a.
Surabaya - Malang
b.
Surabaya - Mojokerto - Jombang - Kertosono - Nganjuk Caruban - Ngawi - Mantingan
c.
Caruban - Karangjati - Padas - Ngawi
d.
Surabaya - Gresik - Lamongan - Tuban - Bulu (Batas Jawa Tengah)
e.
Surabaya - Sidoarjo - Gempol - Pasuruan - Probolinggo Situbondo - Banyuwangi
f.
Kamal - Bangkalan - Sampang - Pamekasan - Sumenep Kalianget
Arahan pengembangan jalan nasional sebagai jalan arteri primer sebagaimana dimaksud pada ayat (3), meliputi ruas: a.
Gresik - Sadang - Tuban
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 44
(5)
(6)
b.
Mojokerto - Mojosari - Gempol
c.
Babat - Bojonegoro - Padangan - Ngawi
Jalan nasional sebagai jalan kolektor primer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (5) yang sudah dikembangkan, meliputi: a.
Ngawi - Maospati - Madiun - Caruban
b.
Tuban - Sadang- Gresik
c.
Tulungagung - Kediri - Kertosono
d.
Malang - Kepanjen
e.
Wonorejo - Probolinggo
f.
Mojokerto - Mojosari - Gempol
g.
Donorejo - Pacitan - Panggul - Trenggalek - Tulungagung Blitar - Kepanjen - Turen - Lumajang - Wonorejo - Jember Rogojampi - Banyuwangi
Jalan provinsi sebagai jalan kolektor primer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (5), meliputi ruas: a.
Pacitan - Ponorogo- Madiun
b.
Maospati - Magetan - Cemorosewu
c.
Nganjuk - Bojonegoro - Ponca - Jatirogo
d.
Bojonegoro - Ponco - Pakah
e.
Pantai Serang - Blitar - Srengat - Kediri - Nganjuk
f.
Karanglo - Pendem
g.
Malang - Pend em - Batu - Pujon - Kandangan - Pare - Kediri
h.
Kandangan - Pulorejo - Jombang - Ploso - Babat
i.
Batu - Pacet - Mojosari - Krian
j.
Purwosari - Kejayan - Pasuruan
k.
Sidoarjo - Krian - Gresik
l.
Mojokerto - Gedek - Lamongan
m.
Jember - Bondowoso – Situbondo
n.
Bangkalan - Ketapang - Sotabar - Pasongsongan - Sumenep Pantai Lumbang
o.
Sampang – Ketapang
p.
Pamekasan - Sotabar
q.
Malang - Turen - Talok - Druju - Sendangbiru
r.
Ponorogo - Trenggalek
s.
Pilang - Sukapura
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 45
t.
Pasuruan - Kejayan - Tosari
u.
Purwodadi - Nongkojajar
v.
Lumajang - Kencong - Kasiyan - Puger
w.
Rogojampi - Srono – Muncar
x.
Padangan - Cepu
y.
Ponorogo - Biting
(7)
Arahan pengembangan jalan provinsi sebagai jalan kolektor primer sebagaimana dimaksud pada ayat (6), meliputi ruas Bondowoso Sukasari -Ijen - Banyuwangi dan Karanglo - Batu.
(8)
Arahan pengembangan Jalan Lintas Selatan meliputi dua kelompok jaringan jalan lintas selatan dan ruas jalan sirip jalan Iintas selatan, Status penyelenggaraan ruas jalan Iintas selatan akan ditetapkan kemudian sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
(9)
Arahan pengembangan Jalan dimaksud pada ayat (8), meliputi:
Lintas
Selatan
sebagaimana
a.
Mukus - Wareng - Pacitan - Kayen - Sudimoro di Kabupaten Pacitan
b.
Panggul - Jarakan - Durenan di Kabupaten Trenggalek
c.
Bandung - Gambiran - Sine - Molang di Kabupaten Tulungagung
d.
Ringin Bandulan - Jolosutro di Kabupaten Blitar
e.
Panggung - Waru - Sendang Biru - Talok - Dampit di Kabupaten Malang
f.
Pronojiwo - Jarid - Bagu - Wot G,alih di Kabupaten Lumajang
g.
Puger - Sumberrejo - Tangkinol di Kabupaten Jember
h.
Glenmore - Rogojampi di Kabupaten Banyuwangi.
(10) Arahan pengembangan jalan sirip jalan Iintas selatan sebagaimana dimaksud pada ayat (8), meliputi: : a.
Punung - Kalak - Batas Jawa Tengah, Kayen - Jetak Hadiwarno, Bangunsari - Ngadirejan di Kabupaten Pacitan
b.
Panggul - Munjungan - Prigi - Karanggongso - Batas Tulungagung di Kabupaten Trenggalek
c.
Trenggalek - Popoh di KabupatenTulungagung
d.
Bence - Kanigoro - Pantai Serang - Kesamben - Binangun Wates - Pantai Jolosutro di Kabupaten Blitar
e.
Kedung Banteng - Taman Asri di Kabupaten Malang
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 46
f.
Pronojiwo - Tempusari - Bagu - Tempeh - Pandanwangi di Kabupaten Lumajang
g.
Ambulu - Watu Ulo dan Kraton - Paseban di Kabupaten Jember
h.
Kendeng Lembu - Sumber Jambe - Pesanggaran - Kutorejo Muncar - Srono - Rogojampi di Kabupaten Banyuwangi
(11) Arahan jalan tembus antar wilayah kabupaten/kota yang sudah dikembangkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (5), meliputi ruas: a.
Pasrepan -Puspo - Wonokitri - Bromo
b.
Telaga Sarangan (Magetan) - Karanganyar (Jawa Tengah)
c.
Magetan - Jogorogo - Mantingan
d.
Banyuwangi - ljen; Bondowoso - Sukasari
e.
Pac.itan - Ponorogo - Purwantoro - Wonogiri - Solo
f.
Sudimoro - Ngrayun - Ponorogo
g.
Bandar - Ponorogo
h.
Ngoro - Krembung -Sidoarjo
(12) Arahan pengembangan jalan tembus antar wilayah kabupaten/kota, meliputi ruas: a.
Papar - Pare
b.
Malang - Ngadas - Jemplang - Bromo
c.
Situbondo - Arjasa - Kayumas - Ijen
d.
Nganjuk - Sawahan - Ngebel - ponorogo
e.
Kediri - Pulung - Ponorogo
f.
Padangan - Dander - Babat - Lamongan
g.
Sumberejo - Kanor - Rengel
h.
Tulungagung - Bendungan Wonorejo - Pagerwojo Bendungan Trenggalek - Bendungan Sawo - Ponorogo Ngebel - Nganjuk
i.
Ponorogo - Babadan - Lembeyan - Gorang gareng - Magetan
j.
Ngawi - Dungus - Madiun
(13) Arahan pengembangan jalan Iingkar kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (4), meliputi jalan lingkar kota dan perkotaan. (14) Arahan pengembangan terminal jalan berupa pengembangan terminal penumpang jalan berskala regional di setiap kabupaten/kota.
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 47
Paragraf 2 Arahan Pengembangan Prasarana Transportasi Perkeretaapian Pasal 42 (1)
Arahan pengembangan prasarana transportasi perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf a meliputi arahan pengembangan jalur perkeretaapian, pengembangan prasarana transportasi kereta api untuk keperluan penyelenggaraan perkeretaapian komuter, dry port, terminal barang, serta konservasi rel mati.
(2)
Arahan pengembangan jalur perkeretaapian meliputi arahan pengembangan jalur kereta api ganda, dan penataan jalur perkeretaapian di wilayah Gerbangkertosusila Plus Jalur Kereta Api yang beroperasi saat ini :
(3)
(4)
a.
Jalur Utara
: Surabaya (Pasar Turi) - Lamongan - Babat Bojonegoro - Cepu
b.
Jalur Tengah
: Surabaya (Semut) - Surabaya (Gubeng) Wonokromo - Jombang - Kertosono - Madiun -Solo
c.
Jalur Timur
: Surabaya (Semut) - Surabaya (Gubeng) Wonokromo - Sidoarjo - Bangil - Pasuruan Probolinggo - Jember - Banyuwangi
d.
Jalur Lingkar
: Surabaya (Semut) - Surabaya (Gubeng) Wonokromo - Sidoarjo - Bangil - Lawang Malang - Blitar - Kediri - Kertosono Surabaya
Arahan pengembangan jalur perkeretaapian ganda ditujukan pada jalur jalur sebagai berikut: a.
Surabaya - Lamongan - Sabat - Sojonegoro - Cepu
b.
Surabaya - Mojokerto - Jombang - Kertosono - Nganjuk Madiun - Sragen
c.
Surabaya - Bangil - Lawang - Singosari - Malang
d.
Bangil - Pasuruan - Probolinggo - Jember - Banyuwangi
e.
Malang - Kepanjen - Blitar - Tulungagung - Kertosono
Arahan pengembangan prasarana perkeretaapian untuk keperluan penyelenggaraan kereta api komuter seperti yang sudah diselenggarakan pada lintas Surabaya - Porong ditujukan pada koridor-koridor, meliputi: a.
Surabaya - Lamongan - Babat
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 48
b.
Surabaya - Mojokerto - Jombang
c.
Surabaya - Porong - Sangil
d.
Surabaya - Gresik
e.
Pasar Turi - Stasiun Gubeng
f.
Lawang - Malang - Kepanjen
g.
Madiun - Ponorogo - Siahung
(5)
Arahan pengembangan prasarana jalur perkeretaapian di Gerbangkertosusila Plus berupa penataan jalur yang terdiri dari tindakan pemasangan jalur ganda, tindakan pemasangan jalur melayang, serta pemindahan Iintasan perkeretaapian regional, bila diperlukan. .
(6)
Arahan pengembangan dry port meliputi. pengembangan dry port yang sudah ada di Rambipuji KabLipaten Jember serta pembangunan dry port di Kota Malang, Kota Kediri dan Kabupatert Jombang.
(7)
Arahan pengembangan terminal barang perkeretaapian, meliputi:
(8)
a.
pengembangan fasilitas terminal peti kemas Pasar Turi, terminal barang Kali Mas Kota Surabaya.
b.
pengembangan. Lamongan.
terminal
barang
di
Babat
Kabupaten
Arahan konservasi rei mati ditujukan pada ruas-ruas potensial, sebagai berikut: a.
Bojonegoro - Jatirogo
b.
Madiun - Ponorogo - Slahung
c.
Mojokerto - Mojosari - Porong
d.
Ploso - Mojokerto - Krian
e.
Malang - Turen - Dampit
f.
Malang - Pakis - Tumpang
g.
Babat - Jombang
h.
Babat - Tuban
i.
Kamal - Sangkalan - Sampang - Pamekasan
j.
Jati - Probolinggo - Paiton
k.
Klakah - Lumajang - Pasirian
l.
Lumajang - Gumukmas - Balung - Rambipuji
m.
Panarukan - Situbondo - Bondowoso - Kalisat
n.
Rogojampi - Blambangan
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 49
(9)
Arahan pengembangan jalur perkeretaapian di Pulau Madura meliputi Kamal - Sangkalan - Sampang - Pamekasan - Sumenep dan penyambungan ke jaringan kereta api di Surabaya.
Paragraf 3 Arahan Pengembangan Prasarana Transportasi Penyeberangan Pasal 43 Arahan pengembangan prasarana transportasi penyeberangan meliputi arahan pengembangan pelabuhan penyeberangan, sebagai berikut: a.
pembangunan Pelabuhan penyeberangan Bawean di Kabupaten Gresik.
b.
pembangunan Pelabuhan penyeberangan Paciran di Kabupaten Lamongan.
c.
pembangunan Pelabuhan penyeberangan Kalianget di Kabupatan Sumenep.
d.
pengembangan Pelabuhan penyeberangan Ketapang di Kabupaten Banyuwangi.
e.
pengembangan Pelabuhan penyeberangan Jangkar di Kabupaten Situbondo.
Paragraf 4 Arahan Pengembangan Prasarana Transportasi Laut Pasal 44 (1)
Arahan pengembangan prasarana transportasi laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf a, meliputi pengembangan pelabuhan umum, dan pelabuharl khusus.
(2)
Pelabuhan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang sudah dikembangkan, meliputi: a.
Pelabuhan Internasional Hub Tanjung Perak
b.
Pelabuhan Nasional merupakan Pelabuhan utama tersier di Pelabuhan Gresik di Kabupaten Gresik, Tanjung Wangi di Kabupaten Banyuwangi, Tanjung Tembaga di Kota Probolinggo, Pasuruan di Kota Pasuruan, Sapudi di Kabupaten Sumenep, Kalbut di Kabupaten Situbondo, Sapeken di Kabupaten Sumenep, Paiton di Kabupaten Probolinggo, Bawean di Kabupaten Gresik, Kangean di Kabupaten Sumenep.
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 50
(3)
(4)
c.
Pelabuhan Regional merupakan Pelabuhan pengumpan primer yang berfungsi khusus untuk melayani kegiatan dan alih moda angkutan laut di Pelabuhan Kalianget di Kabupaten Sumenep, Panarukan di Kabupaten Situbondo, Brondong di Kabupaten Lamongan, Branta di. Kabupaten Pamekasan, Telaga Biru di Kabupaten Bangkalan, Tuban di Kabupaten Tuban, Boom Banyuwangi.
d.
Pelabuhan Lokal merupakan Pelabuhan pengumpan sekunder di Pelabuhan Masalembu di Kabupaten Sumenep, Sampang, Besuki di Kabupaten Situbondo, Gayam di Kabupaten Sumenep, Raas di Kabupaten Sumenep, Sepulu di Kabupaten Bangkalan, Pantai utara, Pantai selatan, Pasean dan Gili Mandangin di Kabupaten Pamekasan.
Arahan pengembangan Pelabuhan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi: a.
pengembangan Pelabuhan Internasional Hub untuk jangka pendek-menengah, di wilayah antara Teluk Lamong sampai Pelabuhan Gresik dengan kapas'itas terbatas, dan untuk jangka menengah-panjang di wilayah Kabupaten Ba.ngkalan bagian utara.
b.
pengembangan Pelabuhan berskala layanan nasional dan internasional di pantai utara Kabupaten Lamongan dan Kabupaten Tuban untuk mendukung perkembangan industri dan pariwisata di pantai utara, serta Pelabuhan Sendangbiru di Kabupaten Malang di pantai Selatan.
c.
pengembangan Pelabuhan umum nasional di pantai selatan untuk mendukung potensi industri, pariwisata, pertanian dan pertambangan di Kabupaten Pacitan, dan Kabupaten Trenggalek.
Arahan pengembangan Pelabuhan khusus dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan dengan meng'ikuti peraturan perundangan yang berlaku.
Paragraf 5 Arahan Pengembangan Prasarana Transportasi Udara Pasal 45 (1)
Prasarana transportasi udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf a meliputi bandara umum dan bandara khusus.
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 51
(2)
(3)
(4)
Prasarana transportasi udara yang sudah dikembangkan meliputi: a.
bandara umum meliputi Bandara Juanda di Kabupaten Sidoarjo, Bandara Abdul Rahman Saleh di Kabupaten Malang, Bandara Noto Hadinegoro di Kabupaten Jember, Bandara di Kabupaten Banyuwangi, Bandara Trunojoyo di Kabupaten Sumenep.
b.
bandara khusus di Pagerungan Kabupaten Sumenep.
Arahan pengembangan bandara umum, meliputi: a.
pengembangan bandara Internasional di kawasan Pantura.
b.
pengembangan Banyuwangi.
c.
pengembangan bandara umum domestik regional Bawean di Kabupaten Gresik.
d.
pengembangan bandara umum domestik lokal di Kabupaten Jember.
bandara
umum
domestik
regional
di
Arahan pembangunan bandara khusus di Kabupaten Blitar dan Kabupaten Bojonegoro sesuai dengan kebutuhan dan mengikuti peraturan, perundang-undangan yang berlaku.
Paragraf 6 Arahan Pengembangan Angkutan Massal Cepat Perkotaan Pasal 46 (1)
Arahan pengembangan angkutan massal cepat diwilayah perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf a, adalah pengembangan angkutan masal cepat di wilayah Gerbangkertasusila Plus dan wilayah Malang Raya.
(2)
Penentuan teknologi angkutan masal cepat yang akan diterapkan harus dilakukan melalui kajian teknis berdasarkan penetapan trayek, kondisi medan, prakiraan permintaan dan kemampuan pendanaan.
(3)
Layanan angkutan umum masal perkotaan merupakan sebuah Public Service Obligation (PSO) yang menjadi kewenangan dan tanggungjawab pemerintah.
(4)
Penyelenggaraan angkutan umum masal perkotaan dapat dilakukan oleh pemerintah swasta, atau kerjasama antara pemerintah dan swasta .
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 52
Paragraf 7 Arahan Pengembangan Sistem Prasarana Telematika Pasal 47 (1)
Prasarana telematika adalah perangkat komunikasi dan pertukaran informasi yang dikembangkan untuk tujuan-tujuan pengambilan keputusan di ranah publik ataupun privat.
(2)
Prasarana telematika yang dikembangan, meliputi: a.
sistem kabel
b.
sistem seluler
c.
sistem satelit
(3)
Arahan pengembangan prasarana telematika sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terus ditingkatkan perkembangannya hingga mencapai pelosok wilayah yang belum terjangkau sarana prasarana telematika mendorong. kualitas perencanaan dan pelaksanaan pembangunan.
(4)
Untuk meningkatkan pelayanan di wilayah terpencil, pemerintah memberi dukungan dalam pengembangan kemudahan jaringan telematika.
(5)
Pengelolaan ada di bawah otorita tersendiri sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
(6)
Pengaturan lebih lanjut tentang pemanfaatan teknologi telematika akan diatur oleh Peraturan Gubernur.
Paragraf 8 Arahan Pengembangan Sistem Prasarana Sumberdaya Energi Pasal 48 (1)
Sumberdaya energi adalah sebagian dari sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi dan atau energi baik secara langsung maupun dengan proses konservasi atau transportasi.
(2)
Pengembangan sumberdaya energi dimaksudkan untuk menunjang penyediaan jaringan energi Iistrik dan pemenuhan energi lainnya.
(3)
Pengembangan sarana untuk pengembangan Iistrik meliputi: a.
Pengembangan pembangkit, PLTU Jawa Timur Selatan, PLTU Grati, PLTU Paiton III - IV, PL TU Madura, PLTU Pasuruan, akan memberikan peningkatan supply energi Iistrik ke sistem Jawa Bali (termasuk Wilayah Madura) dengan pengendali sistem operasi di JawaTimur di Waru Kabupaten Sidoarjo.
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 53
(4)
(5)
b.
Pengembangan jaringan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi 500 KV dan Saluran Udara dan atau Kabel Tegangan Tinggi 150 KV diperlukan untuk menyalurkan energi listrik yang dibangkitkan oleh pembangkit baru, yaitu SUTET 500 KV Paiton - Banyuwangi, serta transmisi 150 KV, Kediri, Gresik, Sidoarjo, Nganjuk, Tulungagung, Madiun, Mojokerto, Kota Surabaya dan Kabupaten Bangkalan.
c.
Pengembangan sistem distribisi 20 KV diperlukan untuk menyalurkan energi ke kawasan yang Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota serta daerah yang belum berlistrik dan bergantung pada dana yang ada.
Pengembangan energi baru dan terbarukan oleh pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota yang meliputi: a.
energi mikrohidro di wilayah Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Situbondo, Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Jember, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Malang, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Blitar, Kabupaten Tulungagung, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Pacitan, Kabupaten Madiun, Kabupaten Magetan, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Mojokerto dan Kota Batu.
b.
energi angin di wilayah kepulauan dan pesisir
c.
energi surya di wilayah perdesaan dan terpencil
d.
energi panasbumi di Kabupaten Ponorogo, Ka~upaten . Probolinggo, Kabupaten Madiun, Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Mojokerto dan Kota Batu.
e.
energi gelombang di wilayah pesisir
Arahan pengelolaan sumberdaya energi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk memenuhi kebutuhan Iistrik dan energi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Paragraf 9 Arahan Pengembangan Prasarana Sumberdaya Air Pasal 49 (1)
Prasarana sumberdaya air adalah prasarana pengembangan sumberdaya air untuk memenuhi berbagai kepentingan.
(2)
Pengembangan prasarana sumberdaya air untuk air bersih diarahkan untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber air permukaan dan sumber air tanah.
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 54
(3)
Rencana pengembangan prasarana sumber air permukaan untuk air bersih sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dikembangkan di lokasi: a.
Bendungan karet Kali Lamong untuk memenuhi kebutuhan air bersih khususnya di daerah Gresik.
(4)
b.
Bengawan Jero di Kabupaten Lamongan
c.
Dam Sine di Kabupaten Ngawi
d.
Jabung retarding basin - Sembayat barrage dan Flood way Sedayu Lawas di Kabupaten Lamongan .
e.
Pemenuhan air baku Floodway Sedayu Lawas - Babat Barrage - Jabung retarding basin, Sembayat Barrage Bojonegoro Barrage, Waduk Tawun di Kabupaten Bojonegoro
f.
Pelayaran di Kabupaten Sidoarjo
g.
Penjernihan air Jagir di Wonokromo
h.
Singoladri, Lider dan Kedawung di Kabupaten Banyuwangi
i.
Telaga Ngebel di Kabupaten Ponorogo
j.
Umbulan di Kabupaten Pasuruan
Pengembangan prasarana sumber air tanah untuk air, bersih dengan melakukan penurapan mata air dan membangun sumur bor, pencegahan pencemaran pada Cekungan Air Tanah (CAT), meliputi: a.
CAT Brantas;
b.
CAT Bulukawang;
c.
CAT Besuki;
d.
CAT Bondowoso-Situbondo;
e.
CAT Banyuwangi;
f.
CAT Blambangan;
g.
CAT Bangkalan;
h.
CAT Jember-Lumajang;
i.
CAT Ketapang;
j.
CAT Lasem;
k.
CAT Ngawi-Ponorogo;
l.
CAT Panceng;
m.
CAT Pasuruan;
n.
CAT Probolinggo;
o.
CAT Randublatung;
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 55
(5)
p.
CAT Surabaya-Lamongan;
q.
CAT Sumberbening;
r.
CAT Sampang-Pamekasan;
s.
CAT Sumenep;
t.
CAT Tuban;
u.
CAT Toranggo.
v.
CAT Wonosari;
w.
CAT Wonorejo;
x.
Selain itu dapat dikembangkan di waduk dan embung
Arahan pengelolaan sumberdaya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi: a.
pembangunan prasarana sumber daya air.
b.
semua sumber air baku dari dam, embung, waduk, telaga, bendungan serta sungai - sungai klasifikasi I - IV .yang airnya dapat dimanfaatkan secara langsung dan dikembangkan untuk berbagai kepentingan.
c.
zona pemanfaatan DAS dilakukan dengan membagi tipologi DAS berdasarkan tipologinya.
d.
Penetapan zona pengelolaan sumber daya air sesuai dengan keberadaan wilayah sungai tersebut pada zona kawasan Iindung tidak diijinkan pemanfaatan sumber daya air untuk fungsi budidaya, termasuk juga untuk penambangan.
e.
prasarana sumberdaya air yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan lintas wilayah administratif kabupaten/kota, dikoordinasikan oleh Pemerintah Provinsi.
Pasal 50 (1)
Prasarana pengairan direncanakan sesuai dengan kebutuhan peningkatan sawah irigasi teknis dan non teknis baik untuk irigasi air permukaan maupun air tanah.
(2)
Rencana pengembangan pengairan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan wilayah sungai.
(3)
Pengembangan waduk, dam dan embung serta pompanisasi terkait dengan pengelolaan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dengan mempertimbangkan : a.
daya dukung sumber daya air
b.
kekhasan dan aspirasi daerah serta masyarakat setempat
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 56
(4)
c.
kemampuan pembiayaan
d.
kelestarian keanekaragaman hayati dalam sumber air
e.
posisi Jawa Timur sebagai lumbung nasional
Dengan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), maka pengembangan waduk, dam dan embung serta pompanisasi ditetapkan meliputi : a.
Dam Genting I di Kabupaten Blitar
b.
Dam Babadan di Kabupaten Nganjuk
c.
Dam Tugu di Kabupaten Trenggalek
d.
Dam Wonosalam di Kabupaten Jombang
e.
Dam Karangnongko di Kabupaten Bojonegoro
f.
Embung Dempobarat, Jarin, Bujur Timur dan Embung Sumberwaru di Kabupaten Pamekasan
g.
Embung Pangolangan, Tambak Poncok, Sangkiyah, Dupok, Paselaju, Pangolangari 2, Maneron, Pakis 3, Manuan, Kombangan 1, Kombangan 2, Kombangan 3 dan Kampak di Kabupaten Bangkalan
h.
Embung Cepret, Wakah II di Kabupaten Ngawi
i.
Embung Pacin di Kabupaten Madiun
j.
Embung Kertosari di Kabupaten Pasuruan
k.
Embung Mojoroto di Kabupaten Mojokerto
l.
Embung Dermo, Kabluk di Kabupaten Lamongan
m.
Waduk penampung banjir Jabung/Jabung retarding basin di Kali Lamongan
n.
Waduk Beng di Kabupaten Jombang
o.
Waduk Genting di Kabupaten Malang
p.
Waduk Bajulmati di Kabupaten Banyuwangi
q.
Waduk Nipah di Kabupaten Sampang
r.
Waduk Blega di Kabupaten Bangkalan
s.
Waduk Kedung Brubus di Kabupaten Madiun
t.
Waduk Gonggang di Kabupaten Magetan
u.
Waduk Bendo di Kabupaten Ponorogo
v.
Waduk Banjaranyar di Kabupaten Gresik
w.
Waduk Tawun, Pejok di Kabupaten Bojonegoro
x.
Waduk Antrogan di Kabupaten Jember
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 57
(5)
Area lahan beririgasi teknis harus dipertahankan agar tidak berubah fungsi menjadi peruntukan yang lain, jika areal tersebut terpaksa harus berubah fungsi maka disediakan lahan areal baru yang menggantikannya dengan luasan minimal sama ditambah dengan biaya investasi yang telah ditanamkan di lokasi tersebut.
Paragraf 10 Arahan Pengelolaan Sistem Prasarana Migas Pasal 51 (1)
Prasaranamigas adalah jaringan/distribusi minyak dan gas bumi melalui pipa di darat dan laut, kereta api dan angkutan jalan raya.
(2)
Rencana pengembangan sumber dan prasarana migas, meliputi : a.
Kabupaten Bojonegoro
b.
Kabupaten Bangkalan
c.
Kabupaten Gresik
d.
Kabupaten Lamongan
e.
Kabupaten Pemekasan
f.
Kabupaten Sidoarjo
g.
Kabupaten Sampang
h.
Kabupaten Sumenep
i.
Kabupaten Tuban
j.
Kabupaten/kota lain berdasarkan hasil eksplorasi.
(3)
Rencana pengembangan sumber dan prasarana migas pada wilayah darat dan wilayah laut sepanjang 4 sampai dengan 12 mil laut.
(4)
Arahan prasarana migas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengelolaanya ada dibawah instansi/badanllembaga sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
Paragraf 11 Arahan Pengembangan Sistem Prasarana lingkungan Pasal 52 (1)
Prasarana lingkungan merupakan arahan pengelolaan prasarana yang digunakan Iintas wilayah administratif.
(2)
Prasarana yang digunakan lintas wilayah secara administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 58
(3)
a.
tempat pembuangan akhir (TPA) terpadu yang dikelola bersama untuk kepentingan antar wilayah.
b.
tempat pengelolaan Iimbah industri 83 dan non 83.
Arahan pengembangan sistem prasarana lingkungan yang digunakan Iintas wilayah secara administratif sebagaimana dimaksud pad a ayat (2), adalah : a.
kerjasama antar wilayah dalam hal pengelolaan dan penanggulangan masalah sampah terutama di wilayah perkotaan.
b.
pengalokasian tempat pembuangan akhir sesuai dengan persyaratan teknis.
c.
pengolahan dilaksanakan dengan teknologi ramah lingkungan sesuai dengan kaidah teknis.
d.
pemilihanlokasi untuk prasarana lingkungan harus sesuai dengan daya dukung lingkungan.
e.
setiap kabupaten/kota diwajibkan menyediakan ruang untuk TPA dan/atau TPA terpadu.
Bagian Ketujuh Arahan Pengembangan Kawasan Diprioritaskan Pasal 53 (1)
Arahan pengembangan kawasan yang diprioritaskan merupakan kawasan yang mempunyai karakter khusus dan perlu ditangani secara tersendiri.
(2)
Kawasan diprioritaskan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
(3)
a.
Kawasan Ekonomi Potensial
b.
Kawasan Strategis
c.
Kawasan Tertinggal
d.
Kawasan Rawan Bencana
e.
Kawasan Khusus Militer
f.
Kawasan Perbatasan
g.
Kawasan Pengendalian Ketat(High Control Zone)
Arahan pengembangan kawasan dimaksud pada ayat (1), meliputi :
diprioritaskan
sebagaimana
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 59
a.
pengelolaan kawasan yang berpotensi perkembangan kawasan sekitar dan atau terhadap perkembangan wilayah secara umum.
mendorong berpengaruh
b.
pengelolaan kawasan perbatasan dalam satu kesatuan arahan dan kebijakan yang saling bersinergi.
c.
mendorong perkembangan/revitalisasi potensi wilayah yang belum berkembang.
d.
penempatan pengelolaan kawasan diprioritaskan kebijakan utama pembangunan daerah.
e.
mendorong tercapainya tujuan dan sasaran pengelolaan kawasan.
f.
peningkatan kontrol terhadap.kawasan yang diprioritaskan mendorong terbentuknya badan pengelolan kawasan yang diprioritaskan.
dalam
Pasal 54 (1)
Kawasan ekonomi potensial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2) huruf a dijabarkan dalam sentra ekonomi yakni Kawasan Pengembangan Utama Komoditi, Kawasan Pengembangan Terintegrasi dan Kawasan Pengembangan Utama.
(2)
Kawasan Pengembangan Utama Komoditi dan Kawasan Pengembangan Terintegrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tersebar di berbagai wilayah kabupaten/kota.
(3)
Kawasan Pengembangan Utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi wilayah: a.
Tuban, Lamongan dan sekitarnya.
b.
Surabaya dan sekitarnya.
c.
Kediri, Blitar dan sekitarnya.
d.
Malang dan sekitarnya.
e.
Probolinggo dan sekitarnya
f.
Jember dan sekitarnya.
g.
Madiun dan sekitarnya.
h.
Banyuwangi dan sekitarnya.
i.
Madura
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 60
Pasal 55 (1)
Kawasan strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2) huruf b, merupakan suatu daerah yang mempunyai potensi potensi sosial ekonomi untuk dikembangkan yang berbasis pada sumber daya alam serta melalui pusat-pusat pengembangan penduduk, dengan diterapkan teknologi dan modal maka daerah tersebut akan menjadi fungsi dan peran khusus bagi daerah sekitarnya (hinterland) guna mencapai tujuan pengembangan wilayah.
(2)
Kawasan strategis yang dikembangkan adalah Kawasan East Java Industriallntegreted Zone (EJIIZ) sebagai kawasan yang memiliki sistem legal, administrasi dan jaringan jalan, pelabuhan internasional laut dan udara, kawasan berikat, ekspor prosesing zone, kawasan industri serta cargo yang dikelola secara terintegrasi.
Pasal 56 Kawasan tertinggal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2) huruf c, banyak terdapat di kawasan pesisir selatan Jawa Timur dan Madura dengan arahan meliputi: a.
peningkatan pemenuhan kebutuhan dasar.
b.
penyediaan kesempatan dalam sumberdaya alam setempat.
c.
pembentukan organisasi perwilayahan perbaikan struktur penggunaan dan pengelolaan sumber daya alam dan manusia.
d.
peningkatan kesempatan kerja melalui penanggulangan pengangguran, pengembangan sektor pertanian yang berdaya serap tinggi terhadap tenaga kerja.
e.
peningkatan pemanfaatan sumber daya alam.
f.
peningkatan sumber daya manusia.
g.
pelestarian lingkungan hidup.
h.
pengembangan keuntungan komparatif antar wilayah dan tidak terjadi tumpang tindih peran dan fungsi wilayah satu dengan lainnya.
i.
peningkatan daya saing sektor ekonomi potensial.
j.
peningkatan daya tarik kawasan dengan cara menyediakan prasarana dan sarana penunjang.
k.
perbaikan sistem pemasaran produk yang dihasilkan kawasan.
pendayagunaan
lahan
dan
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 61
Pasal 57 Kawasan rawan bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2) huruf d merupakan kawasan yang rentan terhadap bencana alam; terutama untuk bencana alam yang terjadinya seperti rawan letusan gunung api, rawan banjir, rawan gempa, gerakan tanah, longsor, banjir bandang dan rawan tsunami atau yang merupakan fenomena alam lainnya, dengan arahan meliputi: a.
menciptakan infrastruktur yang khusus didaerah rawan bencana sehingga nilai investasi yang ditanamkan tidak terlalu sia-sia dan daerah tersebut dapat berkembang sesuai dengan sumber daya yang dimiliki.
b.
menciptakan peraturan bangunan, membatasi keleluasaan membangun pada daerah-daerah yang dianggap rawan bencana secara optimal sebagaimana dilakukan pada daerah-daerah lainnya.
c.
mempertimbangkan kestabilan lereng dalam perancangan, dan pengembangan lokasi bangunan.
d.
pengendalian atas garapan lahan pada daerah perbukitan dan pegunungan
e.
mempertahankan dan merevitalisasi kawasan mangrove/ bakau sebagai barier area lJrltuk mitigasi bencana (tsunami).
f.
menyediakan ruang untuk evakuasi yang dapat berupa ruang terbuka hijau
g.
tidak mencetak sawah lahan basah pada kawasan terjal.
perencanaan,
Pasal 58 (1)
Kawasan khusus militer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2) huruf e merupakan kawasan yang lokasinya jauh dari kegiatan umum perkotaan, dimana masyarakat umum tidak diijinkan memakai atau menempati lahan yang ada dan telah ditetapkan sebagai kawasan khusus.
(2)
Kawasan khusus militer digunakan sebagai kepentingan pertahanan keamanan nasional (TNI), dan kawasan yang digunakan dengan fungsi kegiatan militer dikategorikan sebagai kawasan khusus mencakup daerah pangRalan, lokasi latihan, obyek vital, basis dan daerah demobilisasi, yang berlokasi di : a.
Bandara Iswahyudi di Kabupaten Magetan
b.
Bandara Abdurahman Saleh Kabupaten Malang
c.
Bumi Marinir di Karangpilang Kota Surabaya
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 62
(3)
d.
Daerah latihan Gunung Bancak di Kabupaten Magetan
e.
Daerah latihan Gunung Majang Komplek di Kabupaten Jember
f.
Daerah Basis Armada Timur di Tanjung Perak Kota Surabaya
g.
Daerah latihan di Teleng Gesingan Kabupaten Pacitan
h.
Gudang senjata dan pabrik pembuatan senjata di Turen Kabupaten Malang
i.
Gudang Amunisi di Batu Poron Kabupaten Bangkalan Madura
j.
Gudang mesiu Curah Daru di Kabupaten Bondowoso
k.
Gudang senjata dan· amunisi Angkatan Darat di Saradan Kabupaten Madiun
l.
Kawasan Air Weapon Range TNI AU di Pantai Pasirian Kabupaten Lumajang
m.
Kawasan KODAM V Brawijaya di Surabaya
n.
Kawasan KOSTRAD di Singosari Kabupaten Malang
o.
Kawasan KOSTRAD dl Kraton Kabupaten Pasuruan
p.
Kawasan latihan Gunung Grati di Kabupaten Pacitan
q.
Kawasan TNI AU di Raci Kabupaten Pasuruan
r.
Kawasan TNI AU dan daerah latihan di Punung Kabupaten Pacitan
s.
Tempat latihan gabungan tempur di Asembagus Kabupaten Situbondo
Kawasan khusus diarahkan dengan : a.
membatasi antara lahan terbangun disekitar kawasan khusus dengan kawasan lainnya yang belum terbangun sehingga diperoleh batas yang jelas dalam pengelolaannya.
b.
pemberian hak pengelolaan kepada masyarakat atau pemerintah, harus berdasarkan kerjasama berdasarkan ketentuan yang telah disepakati sehingga akan menguntungkan kedua belah pihak.
Pasal 59 (1)
Kawasan perbatasan sebagaimana dimaksud pada Pasal 53 ayat (2) huruf f merupakan kawasan antar provinsi dan kabupaten/kota dan kegiatan yang perlu adanya pengawasan dan pengendalian terhadap kegiatan industri, kegiatan domestik, kegiatan pertanian, kegiatan peternakan dan kegiatan perikanan budidaya.
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 63
(2)
Kawasan perbatasan antar provinsi dan kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2) huruf f merupakan kawasan yang mempunyai kontribusi terhadap pencapaian sasaran secara nasional dan atau regional, dalam pemanfaatan lahan dan pemanfaatan ruang di daerah perbatasan.
(3)
Kawasan yang memiliki interaksi secara langsung dalam pemanfaatan ruang di sekit(;lr wilayah perbatasan Provinsi Jawa Timur yang meliputi :
(4)
a.
Kawasan RATUBANGNEGORO (Blora, Tuban, Rembang, dan Bojonegoro) merupakan wilayah perbatasan Jawa Timur dengan Jawa Tengah di bagian utara.
b.
Kawasan KAWISMAWIROGO (Karanganyar, Wonogiri, Sragen, Magetan, Ngawi, Ponorogo) merupakan wilayah perbatasan Jawa Timur dengan Jawa Tengah di bagian Tengah.
c.
Kawasan PAWONSARI (Pacitan, Wonogiri, Wonosari) merupakan wilayah perbatasan Jawa Timur, Jawa Tengah dan Daerah lstimewa Yogyakarta di bagian selatan.
d.
Kawasan perbatasan di bagian timur dengan Provinsi Bali dan di bagian utara dengan Kalimantan Selatan.
Arahan pengelolaan kawasan perbatasan antar kota dengan kabupaten dan atau antar kabupaten untuk mencapai kesesuaian fungsi antar wilayah dan kerjasama infrastruktur dan pemanfaatan rualng antar wilayah, didasarkan pada : a.
prinsip saling menguntungkan
b.
penciptaan efisiensi dalam proses pembangunan dengan memperhatikan efisiensi dan efektifitas dalam memanfaatkan sumber daya.
c.
tetap memelihara kualitas Iingkungan hidup
d.
tetap mempertahankan fungsi dasar kawasan, terutama kawasan lindung
Pasal 60 (1)
Kawasan pengendalian ketat (High Control Zone) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2) huruf 9 merupakankawasan. yang memerlukan pengawasan secara khusus dan dibatasi pemanfaatannya untuk mempertahankan daya dUkung, mencegah dampak negatif, menjamin proses pembangunan yang berkelanjutan.
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 64
(2)
Kawasan pengendalian ketat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pemanfaatan ruang di sekitar: a.
kawasan perdagangan regional.
b.
kawasan kaki jembatan Suramadu di Kota Surabaya dan Kabupaten Bangkalan yang meliputi kawasan tertentu/fair ground, interchange jalan akses dan/atau rencana reklamasi pantai.
c.
wilayah aliran sungai, sumber air dan stren kali dengan sempadannya.
d.
kawasan yang berhubungan dengan aspek pelestarian lingkungan hidup meliputi kawasan resapan air atau sumber daya air, kawasan konservasi hutan bakau/mangrove.
e.
transportasi terkait kawasan jaringan jalan, perkeretaapian, areallingkup kepentingan pelabuhan, kawasan sekitar ba.ndara, kawasan di sekitar jalan arteri/tol.
f.
prasarana wilayah dalam skala regional lainnya seperti area di sekitar jaringan pipa gas, jaringan SUTET, dan TPA terpadu.
g.
kawasan rawan bencana.
h.
kawasan Iindung prioritas dan pertambangan skala regional.
i.
kawasan konservasi alami, budaya, dan yang bersifat unik dan khas.
Bagian Kedelapan Arahan Pengembangan Kawasan Pesisir Dan Kepulauan Pasal 61 Arahan pengembangan kawasan pesisir, meliputi: a.
menjaga dan memelihara keseimbangan ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil.
b.
mengembangkan pola spatial pantai berdasar sumber daya yang ada.
c.
menjaga fungsi tumbuhan pantai/mangrove, terumbu karang dan ekosistem pantai secara lestari dan alami.
d.
menjaga fungsi biodegradasi di pesisir akibat perencanaan dari daratan.
e.
memelihara fasilitas publik dan kemudahan akses di wilayah pesisir.
f.
memelihara muara sungai yang alami maupun pelabuhan disekitar muara.
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 65
g.
Mengembangkan masyarakat pesisir melalui program ekonomi, pendidikan dan sosial.
h.
pemberdayaan masyarakat dan aparat pemerintah untuk melindungi ekosistem dan sumber daya pesisir, untuk pemanfaatan yang berkelanjutan.
i.
mengendalikan pemanfaatan ruang pesisir untuk kegiatan yang berpotensi memberikan dampak Iingkungan yang besar dan luas.
j.
mengkhususkan pengelolaan lokasi di wilayah pesisir yang digunakan untuk kepentingan militer keamanan dan kepentingan strategis negara.
Pasal 62 (1)
Arahan pengelolaan sumberdaya kelautan pada kepulauan untuk pelestarian fungsi alami dan pemanfaatan secara ekonomi maupun sumber daya terbarukan lainnya wajib didasarkan pada azas kecocokan dan keterlajutan daya dukung Iingkungan alam.
(2)
Setiap upaya eksplorasi dan eksploitasi sumber daya laut dan pulau mengikuti peraturan dan perundangan yang berlaku.
Bagian Kesembilan Arahan Pengelolaan Tata Guna Tanah, Tata Guna Air, Tata Guna Udara, dan Tata Guna Sumber Daya alam Lainnya Pasal 63 Arahan pengelolaan tata guna tanah, tata guna air, tata guna a.
udara dan tata guna sumberdaya alam lainnya, yaitu:
b.
tata guna tanah meliputi kebijakan penatagunaan tanah dan penyelenggaraan pehatagunaan tanah
c.
tata guna air meliputi kebijakan penatagunaan penyelenggaraan air permukaan dan air tanah
d.
tata guna udara meliputi kebijakan penatagunaan dan penyelenggaraan ketinggian bangunan, lintasan pesawat, saluran udara tegangan tinggi dan saluran udara tegangan ekstra tinggi.
e.
tata guna sumber daya alam lainnya diarahkan pada pemanfaatan sumber daya alam dengan tetap memperhatikan fungsi kelestarian kemampuan Iingkungan hidup untuk mendukung kehidupar:t secara berkelanjutan.
dan
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 66
Pasal 64 (1)
(2)
Arahan tataguna tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 huruf a, dilakukan melalui upaya perlindungan tanah dan perlindungan/pengawetan keseimbangaannya terhadap kelestarian Iingkungan hidup, meliputi : a.
pengaturan peruntukan dan penggunaan tanah yang memperhatikan daya dukung dan daya tampung Iingkungan hidup
b.
penggunaan tanah yang mengacu pada fungsi (zona) yang telah ditetapkan untuk kawasan Iindung dengan pemanfaatan sebagai kawasan konservasi.
c.
lahan yang berperan strategis bagikelestarian Iingkungan • seperti pengembangan tanaman Iindung pada kawasan konservasi.
d.
penggunaan tanah yang tidak sesuai rencana tata ruang tidak dapat diperluas atau dikembangkan penggunaannya.
e.
pola penyesuaian penggunaan/pemanfaatan tanah dilakukan melalui penataan kembali (konsolidasi tanah), upaya kemitraan dan penyerahan/pelepasan hak atas tanah pada negara atau pihak lain dengan penggantian sesuai peraturan perundang-undangan.
f.
menunjang keseimbangan pembangunan dengan penyediaan tanah disetiap tingkatan pemerintahan baik provinsi maupun kabupaten/kota yang selaras dengan rencana tata ruang
Arahan pengelolaan tata guna air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 huruf b, dilakukan melalui upaya kelestarian sumberdaya air terdiri dari: a.
penyediaan dan pengaturan air untuk menunjang pertanian baik air permukaan dan/atau air tanah.
b.
pengembangan daerah rawa, untuk pertanian dan/atau untuk bUdidaya perikanan.
c.
pengendalian dan pengaturan banjir serta usaha untuk perbaikan sungai, waduk dan sebagainya serta pengaturan prasarana dan sarana sanitasi.
d.
pengaturan dan penyediaan air minum, air perkotaan, air industri dan pencegahan terhadap pencemaran atau pengotoran air.
e.
pemeliharaan ketersediaan kuantitas dan kualitas air yang berkelanjutan, meh:lIui pemeliharaan kelangsungan fungsi resapan air dan daerah tangkapan air; pengisian air pada
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 67
sumber air; pengendalian pengoJahan tanah di daerah hulu; pengaturan daerah sempadan sumber air; rehabilitasi hutan dan lahan dan/atau pelestarian hutan Iindung, kawasan suaka alam, dan pelestarian alam. (3)
Arahan pengelolaan tata guna udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 huruf c, meliputi: a.
menjaga kelestarian kualitas udara terhadap pencemaran
b.
lingkungan
c.
pengaturan jalur SUTT dan SUTET
d.
pengaturan frekuensi radio dan jalur transmisi lainnya
e.
pemantauan pola cuaca/iklim tropika dan aspek
f.
metereologi lainnya
g.
pengaturan jalur penerbangan umum dan khusus
h.
pengaturan ruang udara untuk keperluan militer
(4)
pengaturan ketinggian bangunan
(5)
pengaturan ruang kawasan keselamatan operasional
(6)
penerbangan di bandara
Bagian Kesepuluh Pemanfaatan Ruang Daerah Pasal 65 (1)
Pemanfaatan ruang di daerah bertujuan untuk meningkatkan kegiatan pembangunan, kesejahteraan masyarakat. investasi dan memelihara serta mencegah terjadinya kerusakan lingkungan hidup.
(2)
RTRW Provinsi merupakan acuan untuk sinkronisasi dan keterpaduan dalam penyusunan dan revisi RTRW Kabupaten/Kota.
(3)
Dalam rangka mewujudkan pemanfatan ruang yang sesuai dengan rencana tata ruang wilayah provinsi, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota menyediakan pencadangan lahan dimasing-masing wilayah disetiap tahun anggaran.
(4)
Untuk mewujudkan pola pemanfaatan ruang daerah, disusun prioritas dan tahapan pembangunan
(5)
Prioritas sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi prioritas sektor dan wilayah di Jawa Timur
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 68
(6)
Tahapan pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi tahapan 5 (lima) tahun pertama sampai ke tiga (7) Syarat zoning pemanfaatan ruang yang lebih detail akan diatur oleh Peraturan Gubernur.
Pasal 66 (1)
(2)
Langkah-langkah pengelolaan kawasan lindung meliputi: a.
percepatan rehabilitasi kawasan Iindung yang telah mengalami penurunan kwalitas tegakan serta degradasi lahannya.
b.
penambahan kawasan Iindung baru yang termasuk dalam kawasan perlindungan bawahan yakni kawasan resapan air mempunyai fungsi sebagai kawasan yang dapat menampung .genangan air serta curah hujan dan mempunyai jenis tanah yang dapat menyerap air tinggi (porous).
c.
pada kawasan. dengan fungsi perlindungan bawahan rnengendalikan jenis tegakan disesuaikan dengan karakter tanah dan analisa potensi ekonomi di masing-masing wilayah.
d.
penambahan hutan Iindung yang merupakan hasil alih fungsi hutan produksi yang mempunyai kriteria kawasan lindung menjadi hutan Iindung.
e.
alih fungsi hutan mangrove didalam dan diluar kawasan hutan menjadi kawasan Iindung.
f.
pengamanan hutan Iindung dari gangguan hutan dan okupansi lahan hutan.
Langkah-Iangkah pengelolaan kawasan budidaya meliputi: a.
arahan pemanfaatan ruang kawasan budaya secara optimal, berdayaguna serasi, seimbang, dan berkelanjutan.
b.
arahan untuk menentukan prioritas pemanfaatan ruang antar kegiatan budidaya yang berbeda.
c.
arahan bagiperubahan jenis pemanfaatan ruang dari jenis kegiatan budidaya tertentu ke jenisnya.
d.
percepatan rehabilitasi hutan produksi yang telah mengalami penurunan kualitas tegakannya, perluasan hutan rakyat serta pembangunan hutan kota.
e.
pengamanan hutan produksi dari gangguan iIIegal loging.
f.
penggunaan tanah dikawasan budidaya tidak boleh diterlantarkan, harus dipelihara pemanfaatannya dan mencegah kerusakan.
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 69
g.
perubahan/alih fungsi penggunaan tanah sawah yang tidak produktif dan bukan beririgasi teknis dapat dilakukan untuk kegiatan yang sesuai dengan rencana tata ruang sehingga meningkatkan fungsi wilayah dengan tidak meninggalkan kaidah ekologis, sedangkan sawah subur dan beririgasi teknis dipertahankan untuk menunjang swasembada pangan.
h.
arahan neraca penggunaan tanah tentang perimbangan antara ketersediaan dan kebutuhan penggunaan tanah menurut fungsi kawasan
Pasal 67 (1)
(2)
Langkah-Iangkah pengelolaan meliputi: a.
pemantapan dan pengembangan kawasan agropolitan yang strategis dan p6tensial.
b.
pemantapan kelembagaan masyarakat dan pemerintahan perdesaan dalam pengelolaan kegiatan pertanian, kelautan, penkanan, peternakan, perkebunan, kehutanan, agrobisnis, dan agroindustri.
c.
membangun kawasan perdesaan melalui peningkatan produktivitas dan pemberdayaan masyarakat di kawasan perdesaan.
d.
kawasan perdesaan meningkatkan keterkaitan aksesibilitas antara kawasan perdesaan dan perkotaan.
e.
mengelola dan mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam di perdesaan sesuai dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan.
f.
membangun sistem jaringan pelayanan inter dan intra sektor dan wilayah untuk mendukung keunggulan potensi kawasan/daerah, berupa antara lain pendidikan formal dan informal, pemasaran, kelembagaan, teknologi informasi.
g.
meningkatkan daya tarik wilayah untuk mengurangi tingkat migrasi, hyperurbanisasi diwilayah Surabaya Metropolitan Area (mendukung langkah-Iangkah pengelolaan kawasan perkotaan).
h.
menjadikan pengembangan kawasan perdesaan sebagai buffer yang mempunyai nilai ekonomis, untuk menjaga pengembangan kawasan perkotaan yang tidak terkendali.
Langkah-Iangkah pengelolaan kawasan perkotaan meliputi: a.
mengendalikan hyperurbanisasi khususnya Surabaya Metropolitan Area (SMA).
di
wilayah
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 70
b.
mengalihkan penumpukan beban transportasi yang cenderung berorientasi ke arah Surabaya.
c.
menjaga keseimbangan keberlanjutan lingkungan dengan keseimbangan wilayah terbangun dan tidak terbangun termasuk juga menjaga eksistensi wilayah yang bersifat rural di sekitar kawasan perkotaan.
d.
menyediakan ruang terbuka hijau minimal 20 % dimana 10% berupa hutan kota di kawasan kota/perkotaan
e.
mendorong persebaran pembangunan infrastruktur perkotaan
f.
membangun infrastruktur yang pekembangan yang monosentris
g.
menyerasikan perkembangan fisik perkotaan yang dapat menimbulkan disparitas perkembangan kawasan perkotaan dengan kawasan perdesaan
h.
mendorong terbentuknya sistem cluster dengan pusat - pusat pelayanan
dapat
mengendalikan
Pasal 68 Langkah-Iangkah pengelolaan kawasan tertentu Gerbangkertosusila Plus adalah sebagai berikut : a.
dipertahankan untuk berfungsi sebagai .pusat pertumbuhan wilayah nasional yang mendukung pelayanan pengembangan wilayah disekitarnya dan Indonesia bagian Timur.
b.
mencegah pertumbuhan kawasan terbangun bagian barat - Selatan Surabaya ke kawasan pertanian tanaman pangan dan Iindung di wilayah Mojokerto - Sidoarjo - Malang.
c.
diarahkan untuk. meningkatkan spesialisasi fungsi jasa keuangan, teknologi sistem informasi, pendidikan dan pengangkutan laut
d.
meningkatkan kapasitas dan kualitas pelayanan sistem perangkutan massal intra urban (Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya dan Lamongan).
e.
meningkatkan kapasitas dan kualitas pelayanan utilitas kota yang memenuhi standar internasional.
f.
meningkatkan kualitas pelayanan pemerintahan yang mendukung terjaganya minat investasi pasar modal
g.
memantapkan aksesibilitas metropolitan Gerbangkertosusila Plus ke kota-kota Pusat Kegiatan Nasional lainnya di Pulau Jawa dan wilayah nasional lainnya, melalui peningkatan kualitas sistem jaringan tran§portasi darat, laut dan udara.
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 71
h.
meningkatkan kesejahteraan sekitarnya.
kualitas Iingkungan hidup yang menjamin dan kreativitas masyarakat Surabaya ,dan
i.
meningkatkan kemampuan kerjasama pembangunan antar kota dan pengendalian pemanfaatan ruang dan sumberdaya di wilayah Gerbangkertosusila Plus.
j.
meningkatkan aksesibilitas Kota Surabaya ke kota-kota hiterland.
Pasal 69 Pokok-pokok kebijaksanaan sumber daya tanah, sumber daya air, sumber daya udara dan tata guna sumber daya lainnya, meliputi: a.
kebijakan menjaga keseimbangan daya dukung air terhadap kebutuhan perkembangan penduduk dan kegiatannya.
b.
kebijakan menjaga keseimbangan daya dukung pang an khususnya beras terhadap kebutuhan perkembangan penduduk.
c.
kebijakan peningkatan pertumbuhan dan pengembangan ekonomi wilayah terhadap pembangunan ekonomi nasional yang bertumpu pada ekonomi lokal, mengikuti dan menyesuaikan perkembangan ekonomi dunia.
d.
kebijakan peningkatan pertumbuhan ekonomi menciptakan pemerataan pembangunan wilayah.
e.
kebijakan pemanfaatan ruang wilayah secara optimal yang mencerminkan keterkaitan antar sumber daya manusia, sumber daya alam dan sumber daya buatan.
f.
kebijakan pelaksanaan rencana tata ruang melalui upaya pemanfaatan dan pengendalian secara terbuka, berkeadilan menjunjung tinggi hukum, persamaan serta berorientasi pada pelayanan umum pada semua lapisan masyarakat.
dalam
rangka
Pasal 70 (1)
Untuk mewujudkan keserasian pemanfaatan ruang ldaerah, sumber daya air dan udara di Provinsi Jawa Timur, maka diperlukan koordinasi dan kerjasama pemanfaatan ruang antar kabupatenlkota sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2)
Untuk menjamin terwujudnya keseraian pemanfaatan ruang daerah maka diperlukan kerjasama dalam pemanfaatan ruang antar kabupaten/kota, yang mengacu pada peta potensi wilayah berdasarkan hasil pemetaan yang terkoordinasi antara provinsi dan seluruh kabupaten/kota.
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 72
BAB V PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG Pasal 71 (1)
Pengendalian pemanfaatan ruang diselenggarakan melalui kegiatan pengawasan dan penertiban terhadap pemanfaatan ruang.
(2)
Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah usaha untuk menjaga kesesuaian pemanfaatan ruang dengan fungsi ruang yang ditetapkan dalam rancarigan tata ruang.
(3)
Dalam pengawasan akan mencakup kegiatan :
(4)
a.
meningkatkan dan memantapkan fungsi kelembagaan Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota dalam melaksanakan pengawasan.
b.
pemantauan, usaha atau perbuatan mengamati,
c.
mengawasi dan memeriksa dengan cermat perubahan kualitas tata ruang dan Iingkungan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang.
d.
evaluasi, usaha untuk menilai kemajuan pemanfaatan ruang dan kesesuaiannya dengan rencana tata ruang baik dampak positif maupun dampak negatif yang ditimbulkan.
Penertiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah usaha untuk mengambil tindakan agar pemanfaatan ruang yang direncanakan dapat terwujud.
Pasal 72 Pengendalian pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud, dalam Pasal 71, meliputi : a.
pengendalian·pemanfaatan ruang di kawasan Iindung
b.
pengendalian pemanfaatan ruang di kawasan budidaya
c.
pengendalian pemanfaatan ruang di kawasan perdesaan
d.
pengendalian pemanfaatanruang di kawasan perkotaan
e.
pengendalian pemanfaatan ruang di kawasan diprioritaskan
Pasal 73 (1)
Pengendalian pemanfaatan ruang di kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 huruf a adalah upaya pengawasan dan penertiban terhadap kawasan-kawasan yang te!ah ditetapkan sebagai kawasan lindung (kawasan suaka alam, kawasan
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 73
pelestarian alam, dan kawasan perlindungan bawahan) sesuai dengan arahan pengelolaan kegiatan untuk masing-masing kategori kawasan lindung yang ada. (2)
Pengendalian pemanfaatan ruang di kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 huruf b adalah upaya pengawasan dan penertiban terhadap kawasan budidaya tidak terbangun (Kawasan hutan produksi, kawasan pertanian lahan kering, kawasan pertanian lahan basah, kawasan perkebunan, kawasan perikanan, dsb) maupun kawasan budidaya terbangun (kawasan perumahan, kawasan perdagangan, kawasan industri, dsb) sesuai dengan arahan pengembangan kegiatan dan pemanfaatan ruang untuk tiap jenis kawasan budidaya yang ada, antarkawasan budidaya, maupun adanya perubahan jenis pemanfaatan ruang dari jenis kegiatan budidaya tertentu ke jenisnya.
(3)
Pengendalian pemanfaatan ruang di kawasan perdesaan sebagaimana dimaksud dalam Pasa! 72 huruf c adalah upaya pengawasan dan penertiban terhadap pemanfaatan ruang di kawasan perdesaan sesuai dengan rencana tata ruang.
(4)
Pengendalian pemanfaatan ruang di kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 huruf d adalah: upaya pengawasan dan penertiban terhadap pemanfaatan ruang di kawasan perkotaan sesuai dengan rencana tata ruang.
(5)
Pengemdalian pemanfaatan ruang di kawasan diprioritaskan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 huruf e adalah upaya pengawasan dan penertiban terhadap pemanfaatan ruang di kawasan-kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan diprioritaskan yang telah ditentukan sebelumnya sesuai dengan rencana tata ruang.
Pasal 74 (1)
Jenis kegiatan penertiban pemanfaatan ruang termasuk tata guna tanah, tata gunaair, tata guna udara dan tata guna sumber daya alam lainnya, meliputi: a.
pada kawasan Iindung: i.
diterapkan ketentuan-ketentuan yang berlaku tentang analisis mengenai dampak Iingkungan hidup bagi berbagai usaha dan/atau kegiatanyang sudah a'da di kawasan lindung dan/atau berhimpit dengan kawasan lindung yang mempunyai dampak besar dan penting terhadap Iingkungan hidup.
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 74
b.
(2)
ii.
diterapkan ketentuan-ketentuan untuk mengembalikan fungsi Iindung kawasan yang telah terganggu kepada fungsi Iindung yang dilakukan secara bertahap.
iii.
diterapkan peraturan yang mewajibkan dilaksanakannya kegiatan perlindungan terhadap Iingkungan hidup dan rehabilitasi daerah bekas penambangan pada kawasan lindung.
pada kawasan budidaya, kawasan perde~aan, kawasan perkotaan dan kawasan diprioritaskan dengan menegakkan prosedur perijinan dalam mendirikan bangunan di kabupatenlkota untuk menjamin pelaksanaan kegiatan sesuai dengan peruntukanruang dankegiatan yang direncanakan.
Terhadap pemanfaatan ruang di kawasan pengendalian ketat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 harus mendapat izin dari Gubernur.
Pasal 75 (1)
Pendayagunaan mekanisme perijinan pemanfaatan ruang dan lokasi pembangunan merupakan bagian dari pengendalian terhadap pemanfaatan ruang wilayah agar pemanfaatan ruang atau pembangunan sesuai dengan RTRW Provinsi.
(2)
Pendayagunaan mekanisme perijinan pemanfaatan ruang dan lokasi pembangunan dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut : a.
tahap gagasan/ide
b.
tahap pemberian ijin lokasi
c.
tahap kegiatan pembangunan
d.
tahap kegiatan berusaha
e.
tahap perubahan pembangunan
f.
tahap evaluasi kesesuaian pemanfaatan Rencana Tata Ruang Wilayah
ruang
dengan
(3)
Tahap gagasan/ide sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a yaitu investor/masyarakatlpemerintah memberi suatu studi kelayakan seperti ptastudi kelayakan, studi kelayakan, kelayakan ekonomi dan Iihgkungan.
(4)
Tahap pemberian ijin lokasi sebagaimana dimaksud pad a ayat (2) huruf b meliputi : a.
persetujuan prinsip percadangan tanah.
b.
persetujuan penguasaan peruntukan ruang.
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 75
c.
persetujuan pembebasan peruntukan ruang.
d.
persetujuan ruang.
e.
persetujuan tetangga sekitar.
f.
penyelesaian administrasi pertanahan.
(5)
Tahap kegiatan pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c yaitu pengaturan dan pengendalian proses fisik pembangunan kawasan Iindung, kawasan budidaya dan kawasan tertentu yang terdapat pada wilayah perencanaan.
(6)
Tahap kegiatan berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d yaitu mengontrol kegiatan-kegiatan berusahal usaha yang diisyaratkan sehingga tercapai pertumbuhan ekonomi wilayah yang diharapkan.
(7)
Tahap perubahan pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e yaitu upaya penyesuaian fungsi-fungsi kawasan sesuai dengari perkembangan yangterjadi serta dampak-dampak yang ditimbulkannya.
(8)
Penataan yang dilakukan oleh seluruh pihak terkait dengan pelaksanaan RTRW Provinsi sebagai kebijakan matra ruang akan diberikan insentif atau disinsentif yang akan diatur dengan Peraturan Gubernur
Pasal 76 Aparatur pemerintah dalam kegiatan penataan ruang wilayah Provinsi Jawa Timur sesuai dengan kewenangannya wajib berlaku tertib dalam keikutsertaannya dalam proses penataan ruang.
Pasal 77 (1)
Terhadap aparatur pemerintah yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 dikenakan sanksi administratif sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku
(2)
Mekanisme pemanggilan, pemeriksaan dan penjatuhan sanksi administratif dilakukan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 76
BAB VI HAK, KEWAJIBAN, DAN PERAN SERTA MASYARAKAT Pasal 78 Dalam kegiatan mewujudkan pemanfaatan ruang wilayah, masyarakat berhak : a.
berperan serta dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
b.
mengetahui secara terbuka RTRW Provinsi, rencana tata ruang kawasan, rencana rinci tata ruang kawasan.
c.
c. menikmati mantaat ruang dan/atau pertambahan nilai ruang . sebagai akibat dari penataan ruang.
d.
memperoleh penggantian yang layak atas kondisi yang dialaminya sebagai akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang.
Pasal 79 (1)
Untuk mengetahui rencana tata ruang, selain dari Lembaran Oaerah masyarakat dapat mengetahui rencana tata ruang yang telah ditetapkan melalui pengumuman atau penyebarluasan oleh Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota.
(2)
Kewajiban untuk menyediakan media pengumuman atau penyebarluasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui penempelan/pemasangan peta rencana tata ruang yang bersangkutan pada tempat-tempat umum dan juga pada media massa, serta melalui pembangunan sistem intormasi tata ruang.
Pasal 80 (1)
Dalam menikmati mantaat ruang dan/atau pertambahan nilai ruang sebagai akibal penataan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 hurut c, pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundan-undangan atau kaidah yang berlaku.
(2)
Untuk menikmati dan memantaatkan ruang beserta sumberdaya alam yang terkandung didalamnya, menikmati mantaat ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dapat berupa mantaat ekonomi, sosial, dan Iingkungan dilaksanakan atas dasar pemilikan, penguasaan, atau pemberian hak tertentu berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan ataupun atas hukum adat dan kebiasaan yang berlaku atas ruang pada masyarakat setempat.
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 77
Pasal 81 (1)
Hak memperoleh penggantian yang layak atas kerugian terhadap perubahan status semula yang dimiliki oleh masyarakat sebagai akibat pelaksanaan RTRW Provinsi diselenggarakan dengan cara musyawarah antara pihak yang berkepentingan.
(2)
Dalam hal tidak tercapai kesepakatan rnengenai penggantian yang layak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka penyelesaiannya dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 82 ....
(1)
...
(2)
... a.
menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang penataan ruang agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas; .•
b.
meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan di bidang penataan ruang;
c.
meminta keterangan dan bahan bukti dari pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang penataan ruang;
d.
memeriksa buku-buku catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan tindak pidana di bidang penataan ruang
e.
melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut
f.
meminta bantuantenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tug as penyidikan tindak pidana di bidang penataan ruang
g.
menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e
h.
memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang penataan ruang
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 78
(3)
i.
memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi
j.
menghentikan penyidikan
k.
melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang penataan ruang menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.
Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut umum sesuai dengan ketentuan perundangundangan yang berlaku.
BAB IX KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 90 (1)
RTRW Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilengkapi dengan lampiran berupa buku Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur 2005 - 2020 dan album peta.
(2)
Buku rencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri dari:
(3)
Bab I
: Pendahuluan
Bab II
: Potensi, Masalah dan Prospek Pengembangan Wilayah
Bab III
: Strategi Pemanfaatan Ruang Wilayah Jawa Timur
Bab IV
: Arahan Pengelolaan Pemanfaatan Ruang Wilayah Jawa Timur
Bab V
: Pengendalian Pemanfaatan Ruang
Bab VI
: Hak, kewajiban dan peranserta masyarakat
Bab VII
: Penutup
Buku RTRW Provinsi dan album peta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan daerah ini.
Pasal 91 RTRW Provinsi berfungsi sebagai kebijakan matra ruang dari RPJP untuk penyusunan RPJMD pada periode berikutnya.
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 79
Pasal 92 RTRW Provinsi digunakan sebagai pedoman bagi : a.
perumusan kebijaksanaan pokok pemanfaatan ruang di wilayah.
b.
Mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antar wilayah Provinsi serta keserasian antar sektor.
c.
pengarahan lokasi investasi yang dilaksanakan Pemerintah
d.
dan atau masyarakat.
e.
penataan ruang wilayah Kabupaten/Kota yang merupakan dasar dalam pengawasan terhadap perijinan lokasi pembangunan.
Pasal 93 Terhadap RTRW Provinsi dapat dilakukan peninjauan kembali 5 (lima) tahun sekali. BAB X KETENTUAN PERALIHAN Pasal 94 Pada saat mulai berlakunya peraturan daerah ini, maka semua RTRW Kabupaten/Kota dali sektoral yang berkaitan dengan penataan ruang di daerah tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan RTRW Provinsi.
BAB XI KETENTUANPENUTUP Pasal 95 Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan Daerah Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur Nomor 4 Tahun 1996 Tentang RTRW Provinsi Jawa Timur Tahun 1997/1998 - 2011/2012 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 96 Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur.
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 80
Pasal 97 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Jawa Timur.
Ditetapkan di Surabaya pada tanggal 7 Juli 2006 GUBERNUR JAWA TIMUR ttd H. IMAM UTOMO. S
Diundangkan di Surabaya Pada tanggal 7 Juli 2006 SEKRETARIS DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR ttd. Dr. H. SOEKARWO, SH, M.Hum
LEMBARAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2006 NOMOR 2 TAHUN 2006 SERI E.
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 81
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI JAWA TIMUR
I.
PENJELASAN UMUM Perkembangan pembangunan di wilayah Provinsi Jawa Timur sepuluh tahun terakhir nampak terlihat adanya ketimpangan pertumbuhan ekonomi di masing-masing wilayah yang berdampak tidak seimbangnya berkembang wilayah kabupaten/kota. Ketimpangan tersebut terlihat semakin lebarnya disparitas antara wilayah permukiman perdesaan dengan perkembangan permukiman, perkotaan. Yang nampak terjadi adalah suatu supremasi wilayah perkotaan tertentu yang menimbulkan urbanisasi ke wilayah perkotaan semakin tinggi. Akibatnya sangat dirasakan ,wilayah tersebut, yaitu semakin padatnya wilayah perkbtaan karena melebihi daya tampungnya. Selain itu kerusakan kawasan hutan lindung dan kerusakan Iingkungan lainnya yang dengan sengaja dirusak oleh sekelompok masyarakat secara sporadis serta lemahnya fungsi kontrol dari aparat pemerintah baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota dalam pengelolaan hutan dan Iingkungan lainnya. Dampak dari kerusakan hutan dan Iingkungan nyata-nyata merugikan masyarakat. Pembangunan wilayah sangat erat kaitannya dengan pengembangan wilayah yang berdampak pada pemanfaatan lahan. Namun apabila pengembangan wilayah tanpa memperhatikan daya dukung lahan, dipastikan akan menimbulkan kegagalan dalam pembangunan. Dengan demikian, maka dalam pelakssanaan pembangunan yang berwawasan tataruang harus mengedepankan aspek keberlanjutan pembangunan. Hal-hal berkait dengan pelestarian alam, upaya mempertahankan keanekaragaman hayati, keseimbangan ekosistem harus menjadi pertimbangan utama. Berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah diartikan sebagai masa kebebasan kabupaten/kota sebagai daerah dalam melakukan percepatan pertumbuhan wilayahnya tanpa memperhatikan kepentingan wilayah lain yang mempunyai ikatan erat antar wilayah yang bersebelahan. UndangUndang tersebut memang menyebutkan bahwa wilayah kabupaten/kota mempunyai kewenangan yang sebesar-besarnya dalam pengembangan wilayahnya. Kondisi inilah pada akhirnya yang menimbulkan masalah pengendalian pemanfaatan lahan yang bersifat regional maupun nasional terabaikan. Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah menyebutkan adanya kewenangan provinsi sebagai daerah otonom dimana dalam hal penyusunan tata ruang wilayah provinsi harus berdasarkan keserasian antar wilayah kabupaten/kota.
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 1
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) pada dasarnya ,merupakan kebijakan perencanaan pembangunan daerah untuk digunakan sebagai pedoman dalam pemanfaatan dan pengendalian ruang. Berbagai program pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah, swasta maupun masyarakat harus mengacu pada arahan perencanaan tata ruang, sehingga ruang yang terbatas dapat dimanfaatkan secara optimum, dengan tetap mempertahankan prinsip-prinsip: daya dukung kingkungan, keseimbangan alam dan keberlanjutan dalam jangka panjang. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi mempunyai fungsi sebagai pengendali pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota dan menyelaraskan keseimbangan perkembangan antar wilayah, sehingga pertumbuhan wilayah di Provinsi Jawa Timur bisa tumbuh bersama-sama antar wilayah sesuai dengan potensi sumberdaya alam yang dimilikinya. Berdasarkan Undang-Undang 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang menyebutkan bahwa penyusunan rencana tata ruang harus sesuai hierakinya, sedangkan menurut Undang-Undang 32 Tahun 2004 rencana tata ruang disusun berdasarkan kesepakatan antar wilayah. Dengan demikian penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi harus disusun berdasarkan konsep Top Down dan Bottom Up Planning meliputi tata ruang daratan, lautan dan udara beserta sumber daya alam yang terkandung didalamnya sebagai satu kesatuan, yang dapat dimanfaatkan berdasar wawasan Jingkungan. Seluruh kajian analisa teknis pemanfaatan lahan yang meliputi kawasan Jindung dan budidaya harus dituangkan dalam peraturan daerah Provinsi Jawa Timur, yang harus dipatuhi oleh semua elemen stakeholder mulaipemerintah, swasta dan masyarakat sebagai suatu ketentuan hukum yang dijadikan pedoman untuk pemanfaatan lahan. Peraturan Daerah Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur disusun berdasarkan pada Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 134 tahun 1998 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Daerah Tentang Tata Ruang di Daerah. Peraturan Daerah Tentang Tata Ruang Wilayah Provinsi ini memberi kewenangan kepada Gubernur untuk mengendalikan pemanfaatan lahan yang bersifat Iintas batas dan regional seperti apa yang termuat dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah. Secara umum peraturan daerah tentang rencana tata ruang wilayah provinsi ini berisikan tentang arahan pemanfaatan dan pengendalian penggunaan lahan sesuai substansi yang telah diatur dalam Undang-Undang 24 Tahun 1992.
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 2
II.
PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1
: Cukup jelas.
Pasal 2
: Pengertian ruang yang diatur dalam peraturan ini dititik beratkan pada ruang daratan yaitu ruang yang terletak diatas dan dibawah permukaan bumi daratan sejauh terkait langsung dengan penggunaan diatasnya, termasuk permukaan permukaan perairan darat dan sisi darat dari garis laut atau surut terendah. Ketentuan mengenai penataan ruang lautan dan ruang udara akan diatur' lebih lanjut sesuai peraturan yang berlaku
Pasal 3
: Cukup jelas.
Pasal 4
: Yang dimaksud dengan semua kepentingan adalah bahwa penataan ruang dapat menjamin seluruh kepentingan, . yakni kepentingan pemerintah dan masyarakat secara adil dengan memperhatikan golongan ekonomi lemah. Yang dimaksud dengan terpadu adalah bahwa penataan ruang dianalisis dan dirumuskan menjadi satu kesatuan dari berbagai kegiatan pemanfaatan ruang baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Penataan ruang dilakukan secara terpadu dan menyeluruh mencakup antara lain pertimbangan aspek waktu, modal, optimasi, daya dukung dan daya dukung Iingkungan hidup dan geopolitik. Dalam mempertimbangkan aspek waktu, suatu perencanaan tata ruang memperhatikan adanya aspek prakiraan, ruang Iingkup wilayah yang direncanakan, persepsi yang mengungkapkan berbagai keinginan serta kebutuhan dan tujuan pemanfaatan ruang. Penataan ruang diselenggarakan secara tertib sehingga memenuhi proses dan prosedur yang berlaku serta konsisten. Yang dimaksud dengan berdaya guna dan berhasil guna adalah bahwa penataan ruang dapat mewujudkan kualitas ruang yang sesuai dengan potensi dan fungsi ruang. Yang dimaksud dengan serasi, selaras, dan seimbang adalah bahwa penataan ruang dapat menjamin terwujudnya keserasian, keselarasan, dan keseimbangan struktur dan pola pemanfaatan ruang bagi
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 3
persebaran penduduk antar wilayah, pertumbuhan. dan perkembangan antar sektor, antar daerah serta antara sektor dalam satu kesatuan Wawasan Nusantara. Yang dimaksud dengan berkelanjutan adalah bahwa penataan ruang menjamin kelestarian kemampuan daya dukung sumber daya alam dengan memperhatikan kepentingan antar generasi. Serta memiliki makna mengedepankan keseimbangan ekosistem wilayah, dan keanekaragaman hayati. Pasal 5
: Cukupjelas.
Pasal 6 ayat (1)
: Cukupjelas.
ayat (2) huruf a
: Arahan Struktur Pemanfaatan Ruang merupakan kebijakan penyusunan unsur-unsur pembentuk rona Iingkungan alam, lingkungan sosial, dan Iingkungan buatan yang digambarkan secara hirarkls dan berhubungan satu dengan yang lainnya membentuk struktur ruang provinsi. Isi arahan struktur pemanfaatan Ruang diantaranya. meliputi hirarki pusat-pusat permukiman perkotaan dan perdesaan, hirarkhi sarana dan prasarana, sistem jaringan transportasi seperti sistem jalan arteri, jalan kolektor, dan kelas terminal. Sedangkan Pola Pemanfaatan Ruang menggambarkan kebijakan letak, ukuran, fungsi dari kegiatan-kegiatan budidaya dan Iindung.
huruf b
: Cukup jelas.
huruf c
: Arahan pengelolaan kawaan Iindung dan budidaya merupakan arahan yang ditekankan pada kawasan konservasi dan kawasan yang dapat dikembangkan sebagai kawasan budidaya.
huruf d
: Arahan pengelolaan kawasan perdesaan, perkotaan, dan tertentu mencakup. strategi yang ditempuh untuk lebih meningkatkan hubunganlketerkaitan fungsi antar kawasan serta keterkaitannya dengan sistem jaringan prasarana transportasi dan sistem prasarana lainnya. Dalam hal ini perlu ditentukan bagaimana kota dikembangkan agar dapat memicu pertumbuhan dan pemerataan, bagaimana desa dikembangkan sesuai dengan strategi pengembangan kawasan
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 4
produksi, serta bagaimana kawasan dikembangkan sesuai dengan pengembangan sektor produksi.
Pasal 7
tertentu strategi
huruf e
: Arahan ini mencakup penentuan pusat-pusat permukiman perdesaan, permukiman perkotaan dan keterkaitan di antara pusat-pusat permukiman perdesaan dan perkotaan, serta kebijakan pengembangannya dengan melihat struktur kotakota di wilayah provinsi.
huruf f
: Arahan pengembangan sistem prasarana wilayah meliputi prasarana transportasi darat, laut, dan udara yang terkait sehingga dapat menghubungkan atau terjadi interkoneksitas antara wilayah.
huruf g
: Arahan pengembangan kawasan diprioritaskan meliputi dua kawasan prioritas, antara lain : Kawasan yang relatif cepat pertumbuhan / perkembangan kegiatannya serta Kawasan yang di dalamnya dimungkinkan bagi perkembangan sektor-sektor strategis dan memberikan sumbangan bagi perkembangan wilayah.
huruf h
: Arahan pengembangan pesisir sumberdaya kelautan pada pulau-pulau kecil didasarkan potensi keaneka-ragaman hayati yang bernilai ekonomi tinggi serta upaya pelestarian Iingkungan.
huruf i
: Arahan kebijaksanaan tata guna tanah, tata guna air dan tata guna udara, berisi arahan mengenai penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan sumber daya alam yang dijabarkan dalam mekanisme penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan serta pengendaliannya.
huruf j
: Cukup jelas : Arahan pengelolaan struktur ruang meliputi: a. pembentukah perkotaan berhubungan kota sampai sistem.
pusat permukiman perdesaan dah secara berhirarkidan saling mulai dari tingkat dusun - desa ibukota provinsi sebagai satu
b. setiap pusat pengembangan perlu didorong pertumbuhannya sehingga akan tercipta
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 5
keseimbangan perkembangan antar wilayah. c. setiap pusat pelayanan memiliki jangkauan sesuai dengan tingkatan pelayanan masingmasing yang sesuai dengan kelengkapan fasilitas yang dimiliki serta hubungan antar wilayah yang ada. d. struktur pemanfaatan ruang perdesaan dan perkotaan secaara keseluruhan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari struktur tata ruang nasional, provinsi dan kota/kabupaten. e. memantapkan fungsi wilayah melalui penetapan fungsi dan peran wilayah dalam konteks lokal, regional dan nasional. f. untuk mewujudkan struktur ruang yang mantap dan berhirarki, maka antara pusat pelayanan perdesaan dan .perkotaan dikembangkan sebagai satu kesatuan mulai dari pusat satuan wilayah pengembangan, sub pusat satuan wilayah pengembangan, Ibukota Kecamatan, Pusat Antar Desa, Pusat Desa, sampai Pusat Perdusunan. Pasal 8 ayat (1)
: Cukup jelas
ayat (2) huruf a
: Pusat pelayanan yang melingkupi beberapa desa dalam satu kecamatan
huruf b
: Pusat pelayanan yang diperlukan pada setiap desa sesuai dengan besaran dan ukuran desa masingmasing
huruf c
: Setiap desa pada dasarnya terdiri dari tiap dusun dan tiap dusun mempunyai pusat pelayanan sendiri
Pasal 9
: Cukup jelas
Pasal10 ayat (1)
: Tingkat perkembangan antar wilayah kota dan perkotaan di Provinsi Jawa Timur yang secara keseluruhan me mili ki tata jenjang sesuai dengan tingkat perkembangan tiap kota dan perkotaan maing-masing.
ayat (2)
: Menggambarkan ukuran besaran perkotaan yang diindikasikan dengan adanya berbagai kelengkapan fasilitas penunjang.
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 6
ayat (3)
: Menggambarkan skala pelayanan serta adanya interaksi perkotaan dengan area disekitarnya, sehingga dalam satu wilayah pelayanan memiliki pusat pengembangan.
ayat (4)
: Dalam satuan wilayah pengembangan, terdapat fungsi wilayah dan pusat pengembangan dengan potensi sesuai karakeristik wilayah.
Pasal 11
: Cukup jelas.
Pasal 12
: Cukup jelas.
Pasal 13 huruf a
: Kawasan suaka alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu baik didarat maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya.
huruf b
: Kawasan pelestarian alam adalah kawasan yang mempunyai fungsi perlindungan, sistem penyangga, pengewetan keaneka ragaman jenis tumbuhan dan satwa.
huruf c
: Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan adalah tempat serta ruang disekitar bangunan bernilai tinggi, situs purbakala.
huruf d
: Kawasan perlindungan bawahan adalah kawasan yang digunakan sebagai zona penyangga untuk melindungi kawasan disekitarnya.
huruf e
: Kawasan perlindungan setempat merupakan kawasan yang digunakan untuk melindungi sumber daya alam seperti sempadan pantai, sungai danau, mata air.
huruf f
: Kawasan rawan beneana alam adalah area yang diidentifikasi sebagai daerah dengan rawan tanah longsor, banjir, gempa dsb.
Pasal 14 ayat (1) huruf a
: Cagar alam merupakan kawasan perlindungan mutlak, yang memiliki luas areal 10.947,90 ha maka kawasan tersebut harus tetap dipertahankan dan diupayakan untuk tidak terjadi alih fungsi lahan.
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 7
huruf b
: Suaka margasatwa di Provinsi Jawa Timur memiliki luas 18.008,6 ha merupakan areal dimana masih banyak flora fauna yang dilestarikan sehingga kawasan tersebut dapat di kembangkan sebagai obyek wisata alam dengan tetap memperhatikan fungsi lindung dan diupayakan tidak di alih fungsi.
ayat (2)
: Cukup jelas
ayat (3)
: Cukup jelas
Pasal 15 ayat (1) huruf a
: Taman nasional di Provinsi Jawa Timur seluas 178.291,30 ha dan terdapat di empat lokasi, dimana kawasan tersebut merupakan wilayah dengan fungsi lindung disamping sebagai pengembangan obyek wisata dan diupayakan untuk tidak terjadi alih fungsi lahan.
huruf b
: Taman hutan raya R Soeryo terdapat di tiga wilayah dengan luas areal 27.868,30 ha, kawasan tersebut memiliki fungsi sebagai kawasan lindung dimana air dapat langsung berintrusi ketanah dan diupayakan untuk tidak terjadi alih fungsi lahan .
huruf c
: Kawasan taman wisata alam merupakan kawasan yang dilestarikan dan digunakan sebagai tempat wisata, adapun luas taman wisata alam di Provinsi Jawa Timur 297,5 ha dan diupayakan untuk tidak terjadi alih fungsi lahan.
ayat (2) s/d (4)
: Cukup jelas
Pasal 16 ayat (1) huruf a
: Kawasan lingkungan non bangunan adalah kawasan eagar budaya yang dikembangkan sebagai tempat pengembangan ilmu pengetahuan seperti adanya situs peningalan bersejarah yang dapat di kembangkan sebagai taman wisata pendidikan.
huruf b
: Kawasan lingkungan bangunan non gedung yang dimaksud adalah suatu tempat yang dapat di peruntukan sebagai eagar budaya bersejarah dengan bentuk bangunan non gedung yang harus dilestarikan.
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 8
huruf c
: Kawasan lingkungan bangunan gedung dan halamannya merupakan eagar budaya yang bersifat pelestarian terhadap bangunan kona peninggalan bersejarah yang harus dilestarikan sebagai ciri cagar budaya setempat.
huruf d
: Kebun raya merupakan tempat pelestarian flora dan jenis tumbuhan lainnya yang sekaligus dapat berfungsi sebagai taman rekreasi/tempat wisata.
ayat (2) s/d (5)
: Cukup jelas
Pasal 17 ayat (1) huruf a
: Hutan Lindung, kawasan dengan sifat khas yang mampu memberikan perlindungan kawasan sekitarnya dan bawahannya sebagai pengatur tata air, pencegaherosi dan banjir yang mutlak fungsinya sebagai penyangga kehidupan tidak dapat dialihkan peruntukannya.
huruf b
: kawasan perlindungan setempat (KPS) sekitar wadukldanau ditetapkan dalam RTRW kabupaten/kota, yang lebarnya antara 50 - 100 meter dari titik pasang tertinggi kearah darat.
huruf c
: kawasan perlindungan setempat (KPS) sempadan sungai terdiri atas sungai di kawasan bukan permukiman sekurang-kurangnya 100 meter dan anak sungai sekurang - kurangnya 50 meter, dan direncanakan secara merata di seluruh wilayah Jawa Timur.
huruf d
: kawasan perlindungan setempat (KPS) sempadan pantai secara umum ditetapkan sekurang kurangnya 100 meter dari titik pasang tertinggi untuk kawasan pesisir, Sedangkan sekurang kurangnya 130 x rata-rata perbedaan pasang tertinggi dan surut air terendah, untuk pesisir pulaupulau keci!.
huruf e
: kawasan perlindungan setempat sempadan sungai di. kawasan permukiman berupa sempadan sungai ditetapkan sekurang-kurangnya 10 meter
huruf f
: kawasan perlindungan mangrove adalah kawasan tempat tumbuhnya tanaman mangrove di wilayah pesisirllaut yang berfungsi untuk melindungi habitat, ekosistem, dan aneka biota laut, melindungi pantai dari sedimentasi, abrasi dan proses akresi (pertambahan pantai) dan mencegah terjadinya
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 9
pencemaran pantai. Kawasan Perlindungan Setempat (KPS) sempadan pantai berhutan bakau minimal 130 kali rata rata perbedaan air pasang tertinggi dan terendah tahunan diukur dari garis air surut terendah kearah darat yang merupakan habitat hutan bakau/mangrove. Adapun kawasan perlindungan mangrove meliputi sepanjang pantau utara dan pantai selatan Jawa Timur huruf g
: Kawasan Iindung untuk kawasan terbuka hijau kota adalah termasuk didalamnya hutan kota, meliputi kawasan permukiman industri, tepi sungai, pantai dan jalan dikawasan perkotaan.
Pasal 19 ayat (1) huruf a
: Kawasan rawan letusan gunung berapi di Jawa Timur· berada pada lereng gunung berapi yang masih aktif. Terdapat 12 gunung berapi aktif di Jawa Timur serta lokasi yang merupakan wilayah rawan bencana letusan.
huruf b
: Kawasan rawan banjir, rawan gempa, gerakan tanah dan longsor di Provinsi Jawa Timur terletak pada bagian selatan, namun yang perlu di waspadai adalah gerakan tanah yang berada di bagian laut lselatan yang dapat menimbulkan bahaya tsunami bila terjadi gempa Wilayah rawan bencana terutama tanah longsor, banjir lumpur, erosi, dan wilayah aliran lahar gunung berapi terutama yang mempunyai tektur tanah halus dan ketebalan soil melebihi 90 cm.
huruf c
Ayat (2) s/d (4) Pasal 20
: Penetapan wilayah rawan tsunami didasarkan pada angka kejadian di masa lalu serta keberadaan lempeng tektonik. Berdasarkan Kondisi geologi, selain kaya akan . sumberdaya alam wilayah selatan Jawa juga merupakan daerah dengan tingkat· kerawanari . yang tiilggi terhadap bencana alam, seperti rawan gempa tektonik dan vulkanik disepanjang "ring of fire" dari Sumatra - Jawa - Bali. : Cukup jelas
huruf a
: Kawasan hutan produksi merupakan kawasan hutan yang digunakan untuk keperluan budidaya.
huruf b
: Kawasan
pertanian
merupakan
lahan
yang
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 10
digunakan untuk tanaman pangan dan hortikultura sesuai dengan pola tanamnya yang perairannya dapat diperoleh seeara alamiah maupun teknis. huruf c
: Kawasan yang digunakan sebagai perikanan budidaya berupa pertambakan, budidaya rumput laut, budidaya ikan air tawar dan tangkap.
huruf d
: Kawasan perkebunan merupakan lahan yang digunakan bagi tanaman perkebunan tahunan yang menghasilkan bahan pangan dan bahan baku industri.
huruf e
: Kawasan yang diperuntukan bagi ternak besar, kecil dan unggas.
huruf f
: Kawasan pariwisata merupakan kawasan dengan luasan tertentu yang dibangun atau disediakan untuk memenuhi kebutuhan pariwisata.
huruf g
: Kawasan permukiman merupakan kawasan yang diperuntukan sebagai perkembangan lahan permukiman dan tidak berlokasi pada area konservasi.
huruf h
: Kawasan industri merupakan kawasan yang diperuntukan bagi industri yang berupa tempat pemusatan kegiatan industri yang dikelola oleh satu manajemen perusahaan industri.
huruf i
: Kawasan yang digunakan dikarenakan terdapat sumber daya tambang yang potensial untuk diolah guna menunjang pembangunan.
huruf j
: Kawasan perdagangan merupakan kawasan yang diperuntukan bagi perdagangan yang berupa tempat pemusatan kegiatan perdagangan.
Pasal 21
: Cukup jelas.
Pasal 22 ayat (1 )
: Rencana penggunaan tanah untuk persawahan dan pertanian tanaman kering dengan memperhatikan daya dukung lahan rencana pengembangan jaringan irigasi di Provinsi Jawa Timur, dan proyeksi kebutuhah pang an serta potensi ekonomi maka sawah Irigasi dipertahankan sebesar 991.678 ha, dengan peningkatan jaringan irigasi semi teknis atau sederhana menjadi irigasi teknis seluas 101.725 ha yang tersebar di masing-masing wilayah sungai.
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 11
ayat (2) dan (3)
: Cukup jelas
Pasal 23
: Cukup jelas
Pasal 24
: Cukup jelas
Pasal 25
: penentuan pengembangan kawasan ternak dengan memperhatikan aspek : a. potensi ternak yang dimiliki dalam suatu wilayah. b. faktor daya dukung lingkungan antara lain ketersediaan sarana prasarana produksi, potensi wilayah dan agroklimat yang mendukung untuk pengembangan ternak c. mempertahankan alih fungsi padang penggembalaan dan kebun hijauan pakan ternak. d. peningkatan produksi dengan menggunakan teknologi tepat guna, ramah Iingkungan dangan memperhatikan produksi dan orientasi agribisnis e. faktor keamanan dan kesehatan Iingkungan f. perlindungan masyarakat dari penyakit hewan menular.
Pasal 26
: Cukup jelas.
Pasal 27
: Pengembangan kawasan permukiman, harus berdasar pada peraturan daerah dengan kriteria dasar, meliputi : a. Perlu adanya pengaturan terhadap luas lahan terbangun dengan tak terbangun pada kawasan pengembangan permukiman. b. Perlu adanya penegasan batas terhadap kawasan non permukiman.
kawasan
c. Perlu adanya penetapan tinggi bangunan pada kawasan pengembangan permukiman. ayat (1) s/d (7)
: Cukup jelas
ayat (8)
: Kawasan peru pemanfaatannya sebagai tempat yang dilengkapi lingkungan.
mahan adalah kawasan yang untuk peru mahan dan berfungsi tinggal atau Iingkungan hunian dengan prasarana dan sarana
Terkait dalam pemenuhan kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan renqah yang menjadi Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 12
kewajiban Pemerintah untuk merealisasikannya, dapat dibangun sendiri oleh pemerintah atau dengan bantuan swasta sebagai pelaksana. Maka Pemerintah Kabupaten/Kota menyediakan lahan untuk perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah di kawaan permukiman dengan perbandingan 1 : 3 : 6 sesuai ketentuan dalam Keputusan Menteri Perumahan Rakyat No. 04/KPTS/BK 4 N/1995. Pasal 28
:
Pasal 29
:
Pasal 30
:
Pasal 31
:
Pasal 32
:
Pasal 33
:
Pasal 34
: Huruf b
: Istilah keterkaitan kawasan. Perkotaan - perdesaan merupakan penjabaran dari istilah urban - rural linkages.
Pasal 35
: Cukup jelas.
Pasal 36
: Cukup jelas.
Pasal37
: Cukup jelas.
Pasal38
: Cukup jelas.
Pasal39
: Cukup jelas.
Pasal40
: Cukup jelas.
Pasal41
: Cukup jelas.
Pasal 42 ayat (1) s/d (7)
: Cukup jelas.
ayat 8
: Konservasi disini diartikan sebagai menjaga dan memanfaatkan kembali prasarana transportasi.
Pasal43
: Cukup jelas.
Pasal44
: Cukup jelas.
Pasal45
: Penyediaan transportasi udara di Jawa Timur untuk dibedakan Bandara Udara Umum dan Bandara Udara Khusus.
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 13
Terkait dengan tidak dikembangkannya Bandara Iswahyudi sebagai bandara komersialdikarenakan bandara tersebut men,lpakan . pusat pertahanan skwadron tempur TNI - AU yang memiliki batas ruang udara tertentu. Pasal46
: Cukup jelas.
Pasal47
: Cukup jelas.
Pasal48
: Pengembangan energi alternatif yang dapat dikembangkan antara lain tenaga surya, kincir angin, microhydro, dan sebagainya.
Pasal49
: Prasarana sumber daya air direncanakan sesuai dengan kebutuhan peningkatan sawah irigasi teknis, peningkatan pengairan dari irigasi non teknis atau setengah teknis menjadi irigasi teknis.
Pasal50 ayat (1) s/d (4)
: Cukup jelas
ayat (5)
: Tipologi DAS dibagi menjadi : daerah hulu sungai, daerah sepanjang aliran sungai, daerah irigasi, daerah perkotaan dan industri, serta daerah muara sungai.
Pasal 51
: Cukup jelas
Pasal 52
: Cukup jelas
Pasal 53 ayat (1 )
: Cukup jelas
ayat (2) huruf a
: Kawasan ekonomi potensial tersebut berperan mendorong pertumbuhan ekonomi bagi kawasan disekitarnya, selain itu dapat : a. ... b. ... c. ... d. Melakukan pembinaan kepada masyarakat melalui pengembangan keanekaragaman pengolahan hasil panen, pengenalan ilmu pengetahuan dan teknologi secara inovatif dan sasaran pemasaran yang dilakukan sehubungan dengan produksi yang diciptakan. e. Melakukan pendekatan dilakukan secara personal kepada swasta agar dapat menarik semaksimal mungkin kesempatan guna menunjang peningkatan pemasaran yang
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 14
secara langsung akan mempengaruhi tingkat produktif dari hasil produksi.
Pasal54
huruf c
: Kawasan tertinggal merupakan wilayah kurang dalam hal perekonomian, infrastruktur atau prasarana penunjang
huruf d
: Kawasan yang ditetapkan sebagai wilayah rawan terhadap bahaya gempa, longsor, tsunami.
huruf e
: Kawasan khusus militer merupakan kawasan yang digunakan untuk kepentingan pertahanan keamanan nasional dan untuk kepentingan militer.
huruf f
: Kawasan perbatasan merupakan kawasan yang terdapat di area perbatasan antara provinsi, kabupaten dan kota.
huruf g
: Kawasan pengendalian ketat merupakan kawasan yang memerlukan pengawasan secara khusus dan dibatasi pemanfaatannya untuk mempertahankan daya dukung, mencegah dampak negatif, menjamin proses pembangunan yang berkelanjutan. : Kawasan pengembangan utama merupakan kawasan yang memiliki pendekatan seperti kawasan andalan, dimana berfungsi mendorong pertumbuhan ekonomi bagi kawasan tersebut dan kawasan sekitarnya. Karakteristik kawasan pengembangan utama adalah :
Pasal 55 ayat (1) ayat (2)
Terdapat dikawasan budidaya (kawasan pertanian, industri, pariwisata, pertambangan dan permukiman).
Memiliki potensi ekonomi atau sumber daya alam atau sektor-sektor unggulan.
Memiliki aglomerasi pusat-pusat permukiman perkotaan dan kegiatan produksi.
Mempertimbangkan sekitar.
perkembangan
daerah
: Cukup jelas. : EJIIZ berlokasi antara lain di wilayah Kabupaten Tuban, Lamongan, Gresik, Surabaya, Sidoarjo, Pasuruan, dan Bangkalan.
Pasal56
: Cukup jelas.
Pasal57
: Cukup jelas.
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 15
Pasal58
: Cukup jelas.
Pasal59
: Cukup jelas.
Pasal 60 ayat (1)
: Kawasan yang memerlukan pengawasan secara khusus dan dibatasi pemanfaatannya, Pengendalian terhadap kawasan-kawasan yang dianggap mempunyai kecenderungan perkembangan kegiatan budidaya yang sangat tinggi, pengendalian tersebut digunakan untuk menghindari terjadinya konflik dengan kawasan konservasi yang lokasinya berdekatan dengan kawasan pengendalian ketat, maka proses perijinan harus di konsultasikan ke pemerintahan provinsi.
ayat (2) huruf a
Pasal61
: Cukup jelas
huruf b
: Kawasan disekitar kaki jembatan Suramadu di Kabupaten Bangkalan termasuk didalamnya terhadap penyediaan kawasan khusus yang diarahkan pada berbagai kegiatan ekonomi tinggi, yang dilengkapi dengan penyediaan peru mahan bagi karyawan industri serta pendukung rencana pengembangan pelabuhan.
huruf c
: Cukup jelas
huruf d
: Cukup jelas
huruf e
: Cukup jelas
huruf f
: Cukup jelas
huruf g
: Cukup jelas
huruf h
: Cukup jelas : Dalam Iingkup perencanaan tata ruang wilayah provinsi ini wilayah pesisir memiliki wilayah daratan dan wilayah laut sejauh dua belas mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan atau ke arah perairan kepulauan untuk provinsi dan sepertiga dari wilayah kewenangan provinsi untuk kabupaten/kota. Pengelolaan wilayah pesisir dilaksanakan dengan tujuan : a. Melindungi, konservasi, merehabilitasi, memanfaatkan dan memperkaya sumberdaya pesisir serta sistem ekologisnya secara berkelanjutan.
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 16
b. Menciptakan keharmonisan dan sinergi antara pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota dalam pengelolaan sumberdaya pesisir. c. Memperkuat peranserta masyarakat dan lembaga pemerintah serta mendorong inisiatif masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya pesisir agar tercapai keadilan, keseimbangan, dan keberkelanjutan. d. Meningkatkan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat pesisir melalui peranserta masyarakat dalam pemanfaatan sumberdaya pesisir. Sumberdaya pesisir dan kelautan merupakan kawasan dengan potensi ikan petualang serta terdapat pulau-pulau kecil yang diduga memiliki kandungan sumberdaya yang memadai serta tersebarnya ekosistem terumbu karang, hutan mangrove dan padang lamun yang merupakan kekayaan alam yang bernilai tinggi karena disamping sebagai obyek wisata bahari yang eksotis dan langkah juga merupakan habitat bagi ikan-ikan karang yang mempunyai nilai ekonomis tinggi yang berpotensi untuk komoditi ekspor. Selain itu hutan mangrove juga dapat memberikan kemampuan dalam menyerap bahan pencemar atau polutan yang berasal dari kegiatan darat (pesisir) terutama untuk kegiatan budidaya air payau (tambak) serta pertanian. Pasal62
: Wilayah pesisir dan perairan pesisir juga merupakan ruang wilayah ekoton yang perlu penataan yang terkait dengan aktivitas budidaya terdekat, serta area pesisir yang perlu preserfasi untuk kepentingan kelestarian fungsi sumber daya alam.
Pasal 63
: Penataan ruang selayaknya bertumpu pada paradigma dasar lingkungan hidup bahwa alam semesta ini diciptakan untuk dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan guna mencapai kesejahteraan manusia.
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 17
Prinsip berkelanjutan sangat penting agar tidak ada eksploitasi berlebihan untuk kepentingan jangka pendek tetapi mempunyai dampak jangka panjang. Semua bentuk kehidupan yang mengambil atau menggunakan sumber daya alam dan Iingkungan hidup didasarkan atas keseimbangan ekosistem, artinya eksploitasi bahan alam untuk pembangunan harus seimbang dengan pembuangan Iimbah ke Iingkungan baik kuantitas maupun kualitas. Pasal 64
: Cukup jelas.
Pasal 65
: Cukup jelas.
Pasal 66
: Cukup jelas.
Pasal 67 ayat (1)
: Cukup jelas.
ayat (2) huruf a
: Cukup jelas.
huruf b
: Cukup jelas.
huruf c
: Cukup jelas.
huruf d
: Hutan kota merupakan bagian dari program ruang terbuka hijau. Ruang terbuka hijau dinyatakan sebagai ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk membulat maupun dalam bentuk memanjang~alur di mana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan. Pengembangan ruang terbuka hijau dilakukan dengan pengisian hijau tumbuhan secara alamiah ataupun tanaman budidaya seperti pertanian, pertamanan, perkebunan dan sebagainya.
Hutan kota dibangun pada lokasi-Iokasi tertentu saja, dengan pendekatan hutan kota merupakan bagian dari suatu kota. Penentuan luasannya berdasarkan: Prosentase. yaitu luasan hutan kota ditentukan dengan menghitungnya dari luasan kota.
Perhitungan per kapita, yaitu luasan hutan kota ditentukan berdasarkan jumlah penduduknya.
Berdasarkan isu utama yang muncul.
Hutan kota dapat diarahkan untuk pengelolaan sampah dalam hal:
Sebagai penyekat bau.
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 18
Sebagai pelindung tanah dekomposisi dari sampah.
Sebagai penyekat zat berbahaya yang mung kin terkandung dalam sampah seperti logam berat, pestisida, serta bahan beracun lainnya.
huruf e
: Cukup jelas.
huruf f
: Cukup jelas.
huruf g
: Cukup jelas.
huruf h
: Cukup jelas.
Pasal 68 Pasal 69
hasil
bentukan
: Cukup jelas. huruf a
: Cukup jelas.
huruf b
: Cukup jelas.
huruf c
: Cukup jelas.
huruf d
: Perkembangan wilayah kawasan perkotaan selalu menjadi magnet besar dalam tarikan penduduk untuk hidup dan beraktifitas dalam rangka upayanya memenuhi kebutuhan kehidupan. Pembangunan yang berlangsung di wilayah perkotaan memiliki andil besar dalam pola migrasi penduduk, yang menyebabkan timbulnya kesenjangan yang cukup besar untuk kawasan perkotaan dan perdesaan. Dalam pemetaan wilayah di Jawa Timur untuk menilai karakteristik tingkat kesejahteraan kabupaten/kota dilakukan berdasarkan dua indikator, yaitu pertumbuhan ekonomi serta PDRB perkapita.
huruf e
: Cukup jelas.
huruf f
: Cukup jelas.
Pasal70
: Cukup jelas.
Pasal71
: Cukup jelas.
Pasal72
: Cukup jelas.
Pasal73
: Cukup jelas.
Pasal74
: Cukup jelas.
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 19
Pasal75
: Penyelenggaraan pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui kegiatan perijinan pemanfaatan ruang dan pelayanan umum pemanfaatan ruang. Pelaksanaan perijinan pemanfaatan ruang dititik beratkan dilakukan di wilayah kabupatenlkota. Ijin pemanfaatan ruang terus dikembangkan, yang meliputi Ijin lokasi/letak tepat penguasaan lahan untuk bangunan. a. Ijin tapak lingkungan. b. IMB. c. Ijin merubah bangunan. d. Ijin merobohkan bangunan. e. Ijin menghapus bangunan. f. Ijin pembuan limbah cair g. Ijin AMDAL Selanjutnya ijin-ijin yang lain agar didasarkan atas Undang-undang No. 24 Tahun 1992 ayat (8)
: Untuk memnjaga konsistensi pelaksanaan pembangunan berwawasan tata ruang, maka terhadap kesesuaian pelaksanaan yang mendukung dan sesuai dengan tata ruang perlu diberikan penghargaan (reward), misalnya pemberian infrastruktur, kemudahan perijinan, dukungan penyediaan tanah dsb; ataupun denda karena adanya ketidaksesuaian dengan penataan ruang, misalnya peningkatan pajak, pembatalan ijin lokasi dsb
Pasal 76
huruf a
: Cukup jelas.
huruf b
: Informasi tata ruang tersebut meliputi kriteria:
Benar, akurat dan tepat waktu.
Terbuka untuk diakses baik diminta atau tidak diminta.
Mencerminkan sikap keterlibatan masyarakat dalam penyelenggaraan keterbukaan pemerintah.
huruf c
: Cukup jelas.
huruf d
: Cukup jelas.
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 20
Pasal77
: Cukup jelas.
Pasal78
: Cukup jelas.
Pasal79
: Cukup jelas.
Pasal80
: Cukup jelas.
Pasal81
: Cukup jelas.
Pasal82
: Cukup jelas.
Pasal83
: Cukup jelas.
Pasal84
: Cukup jelas.
Pasal85
: Cukup jelas.
Pasal85
: Cukup jelas.
Pasal86
: Cukup jelas.
Pasal87
: Cukup jelas.
Pasal88
: Cukup jelas.
Pasal89
: Cukup jelas.
Pasal90
: Cukup jelas.
Pasal91
: Cukup jelas.
Pasal92
: Cukup jelas.
Pasal93
: Cukup jelas.
Pasal94
: Cukup jelas.
Pasal95
: Cukup jelas.
Pasal96
: Cukup jelas.
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim / 2007 21