PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG NOMOR 05 TAHUN 2009 TENTANG
PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DI KABUPATEN LUMAJANG BUPATI LUMAJANG, Menimbang :
a. bahwa dalam rangka mendayagunakan sumber daya alam untuk memajukan kesejahteraan umum perlu dilaksanakan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup; b. bahwa dalam rangka meningkatkan kelestarian lingkungan di Kabupaten Lumajang akibat pencemaran yang terjadi karena kegiatan usaha manusia sehingga mengakibatkan kualitas lingkungan berubah sampai tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan kurang dan/atau tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya ; c. bahwa sehubungan dengan maksud tersebut pada huruf a dan huruf b, maka perlu ditetapkan Peraturan Daerah tentang Pengendalian Pencemaran Lingkungandi Kabupaten Lumajang.
Mengingat
: 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950, tentang Pembentukan
2.
3.
4.
5.
Daerah-daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 9) ; Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043) ; Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967, tentang Ketentuanketentuan pokok Pertambangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1967 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2831) ; Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974, tentang Pengairan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3046) ; Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981, tentang Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) ;
6. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984, tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3474) ; 7. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990, tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 3419) ; 8. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992, tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3495) ; 9. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997, tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3685) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4048) ; 10. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997, tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699) ; 11. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999, tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851) ; 12. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003, tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286) ; 13. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004, tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377) ; 14. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004, tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389) ; 15. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004, tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400) ; 16. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah utuk kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 17. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 18. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1982, tentang Tata Pengaturan Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3225); SB IPERDA/FIK/09
2
19. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991, tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445) ; 20. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999, tentang Analisa Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3838) ; 21. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999, tentang Pengendalian Pencemaran Udara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5489) ; 22. Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2001, tentang Irigasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4156) ; 23. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001, tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4161) ; 24. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005, tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593) ; 25. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007, tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737) ; 26. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2006, tentang Jenis dan Bentuk Produk Hukum Daerah ; 27. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2006, tentang Lembaran Daerah dan Berita Daerah ; 28. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 2003, tentang Pedoman Operasional Penyidik Pegawai Negeri Sipil Daerah dalam Penegakan Peraturan Daerah ; 29. Peraturan Daerah Propinsi Jawa Timur Nomor 2 Tahun 2008, tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air di Propinsi Jawa Timur . Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN LUMAJANG dan BUPATI LUMAJANG, MEMUTUSKAN: Menetapkan :
SB IPERDA/FIK/09
PERATURAN DAERAH TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DI KABUPATEN LUMAJANG
3
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. 2. 3. 4. 5. 6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13. 14.
15. 16.
17.
SB IPERDA/FIK/09
Daerah adalah Kabupaten Lumajang. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Lumajang. Bupati adalah Bupati Lumajang. Dinas Lingkungan Hidup adalah Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Lumajang. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Lumajang. Dinas Instansi Terkait adalah Dinas/Instansi di Kabupaten Lumajang dan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Propinsi Jawa Timur yang berwenang dalam pembinaan usaha/kegiatan pengendalian pencemaran air. Pejabat yang ditunjuk adalah Pegawai yang diberi tugas tertentu di bidang retribusi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengusaha adalah orang/sekelompok orang/badan hukum yang bertanggung jawab atas suatu kegiatan usaha yang membuang limbah cair atau udara ke dalam air, tanah atau udara ambien. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Pencemaran lingkungan hidup adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Air adalah semua air yang terdapat di dalam dan/atau berasal dari sumber-sumber air baik yang terdapat diatas maupun dibawah permukaan tanah tidak termasuk dalam perairan air yang terdapat di laut. Udara ambien adalah udara bebas di permukaan bumi pada lapisan troposfir yang berada di dalam wilayah yuridis Republik Indonesia yang dibutuhkan dan mempengaruhi kesehatan manusia, makhluk hidup dan unsur lingkungan hidup lainnya. Baku Mutu Limbah Cair adalah batas baku mutu limbah cair yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan. Baku Mutu Udara Ambien dalah ukuran batas atau kadar zat, energi, dan/atau komponen yang ada atau seharusnya ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam udara ambien. Beban Pencemaran adalah jumlah suatu parameter pencemaran yang terkandung dalam sejumlah limbah. Sumber pencemaran adalah setiap kegiatan yang membuang dan memasukkan makhluk hidup, zat, energi dan komponen lain dalam ukuran batas ataukadar tertentu ke dalam lingkungan. Sumber air adalah wadah air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini akuifer, mata air, sungai, danau, situ, waduk dan muara.
4
18. Limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang berupa cair, padat dan udara. 19. Limbah cair adalah limbah dalam wujud cair yang dihasilkan oleh suatu dan/atau kegiatan yang dibuang ke lingkungan dan diduga dapat menurunkan kualitas lingkungan. 20. Limbah udara adalah limbah dalam bentuk gas dan debu. 21. IPAL adalah Instalasi Pengolahan Air Limbah. 22. Ijin adalah ijin pembuangan limbah cair dan udara oleh orang yang menggunakan sumber air dan udara ambien sebagai tempat pembuangan limbah cair dan udara atas usahanya. 23. Laboratorium adalah laboratorium yang ditunjuk dan mendapatkan akreditas dari Gubernur Jawa Timur serta mampu melakukan pengujian terhadap parameter air, limbah cair dan udara. BAB II MAKSUD DAN TUJUAN Pasal 2 Pengendalian Pencemaran Lingkungan dimaksudkan untuk : a. upaya pencegahan, penanggulangan pencemaran dari sumber pencemaran dan/atau upaya pemulihan kualitas lingkungan ; b. menjaga agar kualitas lingkungan tetap terkendali sesuai dengan peruntukannya. Pasal 3 Pengendalian Pencemaran Lingkungan bertujuan untuk mewujudkan kelestarian fungsi lingkungan, agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan guna memenuhi berbagai kebutuhan manusia. BAB III HAK, KEWAJIBAN DAN PERAN SERTA MASYARAKAT Pasal 4 ( 1 ) Setiap orang atau badan mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. ( 2 ) Setiap orang atau badan berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup. Pasal 5 ( 1 ) Masyarakat mempunyai kesempatan yang sama untuk berperan serta dalam upaya peningkatan mutu lingkungan hidup. ( 2 ) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan cara memberikan saran pendapat dan/atau menyampaikan informasi.
SB IPERDA/FIK/09
5
( 3 ) Tata cara pemberian saran, pendapat dan/atau menyampaikan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. BAB IV WEWENANG Pasal 6 ( 1 ) Bupati berwenang mengendalikan pencemaran lingkungan hidup meliputi : a. perlindungan, penanggulangan dan pemulihan kualitas lingkungan ; b. pencegahan pencemaran air, tanah dan udara pada sumber pencemaran ; c. penetapan sanksi atas kerusakan yang telah ditimbulkan suatu usaha dan/atau kegiatan ;dan d. pengawasan, monitoring dan evaluasi . ( 2 ) Dalam rangka pengendalian pencemaran lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bupati melaksanakan kegiatan-kegiatan antara lain : a. inventarisasi dan Indentifikasi terhadap sumber- sumber air dan sumber-sumber pencemaran ; b. penetapan dan penggolongan air menurut peruntukannya ; c. penetapan avour dan sungai yang diperbolehkan untuk pembuangan limbah cair dan wajib memiliki ijin ; d. penetapan rencana peningkatan mutu air,udara ambien dan tanah ; e. penetapan perijinan pembangunan limbah cair ; f. penetapan sanksi pencemaran lingkungan ; g. penurunan beban pencemaran ; h. mengadakan pungutan retribusi ijin pembuangan limbah cair dan pemanfaatannya ; dan i. pengawasan, monitoring dan evaluasi. ( 3 ) Bupati dapat mendelegasikan kewenangannya kepada pejabat yang ditunjuk dan ditetapkan dengan Keputusan Bupati. Pasal 7 Penanganan pengendalian pencemaran lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada pasal 6 ayat (1), dengan melibatkan Dinas teknis dan Dinas/Instansi terkait, dalam pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati. BAB V PERIJINAN Pasal 8 ( 1 ) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang melakukan pembuangan limbah cair harus mendapat ijin dari Bupati sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan.
SB IPERDA/FIK/09
6
( 2 ) Ijin yang diberikan berlaku untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun dan setiap tahun dievaluasi serta harus diperbaharui selambatlambatnya 3 (tiga) bulan sebelum masa berlakunya habis. ( 3 ) Pemberian ijin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dikenakan retribusi yang besarnya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Daerah. ( 4 ) Ijin tidak berlaku dan dicabut apabila : a. pengusaha tidak melakukan usaha dan/atau kegiatan pembuangan limbah ; b. pelaksanaan usaha dan/atau kegiatan tidak sesuai dengan ketentuan ijin yang diberikan ; dan c. ijin dipindahtangankan pada orang lain tanpa persetujuan Bupati. BAB VI TATA CARA DAN SYARAT-SYARAT PERIJINAN Pasal 9 ( 1 ) Permohonan ijin pembuangan limbah diajukan kepada Bupati. ( 2 ) Pengajuan permohonan ijin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : a. mengisi daftar isian permohonan ijin ; b. melampirkan surat keterangan tentang jenis usaha produksi, kapasitas produksi dan kebutuhan air untuk produksi; c. melampirkan surat keterangan tentang kuantitas limbah dan sifat limbah yang dihasilkan atau akan dibuang; d. keterangan kapasitas, jumlah sumber air dan debit air yang digunakan dalam proses produksi; e. sketsa instalasi pengolahan air limbah (IPAL) dan cara kerjanya; f. akta pendirian perusahaan dan ijin lain yang dimiliki ; (3)
Pengajuan permohonan ijin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi dan melampirkan persyaratan sebagai berikut : a. b. c. d. e. g.
SIUP ; TDP ; IMB ; Ijin HO ; SIPA/ABT untuk yang mengambil air bawah tanah ; salinan keputusan dan persetujuan dokumen AMDAL beserta foto copy dokumen bagi kegiatan usaha yang diwajibkan menyusun dokumen AMDAL; h. foto copy dokumen UKL dan UPL bagi kegiatan yang tidak wajib AMDAL ;dan i. Struktur Organisasi.
SB IPERDA/FIK/09
7
BAB VII KEWAJIBAN PENGUSAHA DAN PIHAK KETIGA PENGOLAH LIMBAH Pasal 10 ( 1 ) Setiap pengusaha yang kegiatannya menghasilkan limbah diwajibkan mengolah hingga memenuhi baku mutu dan dilarang membuang, menimbun limbah yang dihasilkan tanpa diolah. ( 2 ) Setiap pengusaha yang kegiatan usahanya menghasilkan limbah diwajibkan untuk membuat dan/ atau membangun instalasi pengolahan limbah yang representatif sesuai standar teknis dan peraturan yang berlaku. ( 3 ) Setiap pengusaha yang bertindak sebagai pihak ketiga mengolah dan/atau memanfaatkan limbah wajib mendapat ijin. ( 4 ) Dalam hal pengusaha tidak dapat mengolah limbah dapat melakukan kerjasama pengelolaan dengan pihak ketiga yang memiliki ijin pengelolaan limbah dan setiap pengiriman harus disertai dengan manifest. ( 5 ) Pencatatan volume atau kuantitas limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaporkan setiap bulan sekali pada Bupati. Pasal 11 ( 1 ) Setiap usaha dan/atau kegiatan diwajibkan menguji kualitas limbah ke laboratorium lingkungan yang ditunjuk serta mendapatkan akreditasi, satu kali dalam 1 (satu) bulan untuk pemantauan limbah cair dan satu kali dalam 1 (satu) tahun untuk pemantauan limbah udara. ( 2 ) Jasa pengujian limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenakan retribusi yang besarnya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. ( 3 ) Dalam hal Laboratorium lingkungan belum mampu melakukan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat bekerjasama dengan laboratorium lingkungan yang telah ditunjuk Gubernur Jawa Timur. ( 4 ) Setiap usaha dan/atau kegiatan wajib membuat rencana penanggulangan pencemaran air, udara dan tanah pada keadaan darurat dan/atau keadaan yang tidak terduga lainnya. BAB VIII PEMBINAAN, PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN Pasal 12 ( 1 ) Pembinaan, pengawasan dan pengendalian pembuangan limbah dilakukan oleh Bupati.
SB IPERDA/FIK/09
8
( 2 ) Bupati melalui pejabat yang ditunjuk dapat meminta laporan dalam hal-hal yang dianggap perlu kepada pengusaha yang membuang hasil kegiatan dan/atau usahanya ke dalam lingkungan. ( 3 ) Untuk melaksanakan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Bupati atau Pejabat yang ditunjuk berwenang melakukan : a. Pemantauan, monitoring dan evaluasi; b. meminta keterangan ; c. membuat salinan dan dokumen dan/atau catatan yang diperlukan; d. memasuki tempat usaha atau kegiatan; e. mengambil contoh atau sampel limbah; f. memeriksa peralatan; g. memerikasa instalasi dan/atau alat transportasi; dan h. meminta keterangan dari pihak yang bertanggung jawab atas usaha dan/atau kegiatan. ( 4 ) Setiap pengawas wajib membawa dan memperlihatkan surat tugas dan/atau tanda pengenal dengan wajib memperhatikan situasi dan kondisi pengawasan. BAB IX SANKSI Pasal 13 ( 1 ) Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang melanggar ketentuan pasal 8 pada ayat (2) dan pasal 10 dikenakan sanksi berupa : a. penutupan saluran dan tempat pembuangan limbah; b. pencabutan ijin pembuangan limbah. ( 2 ) Sebelum mengenakan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bupati atau Pejabat yang ditunjuk memberi teguran secara tertulis kepada yang bersangkutan. ( 3 ) Terhadap pelanggaran tertentu, Bupati memberikan rekomendasi dan pertimbangan kepada Gubernur serta Pemerintah Pusat yang berwenang selaku pembina untuk mengambil langkah-langkah lebih lanjut. BAB X GANTI KERUGIAN Pasal 14 ( 1 ) Setiap perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup, mewajibkan penanggungjawab usaha kegiatan untuk membayar ganti kerugian dan/atau melakukan tindakan tertentu.
SB IPERDA/FIK/09
9
( 2 ) Selain pembebanan untuk melakukan tindakan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hakim dapat menetapkan pembayaran uang paksa atas setiap hari keterlambatan penyelesaian tindakan tertentu tersebut. BAB XI KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 15 ( 1) Selain oleh Pejabat Penyidik Umum, Penyidik atas tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 13, dapat juga dilakukan oleh Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Lumajang yang pengangkatannya ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. ( 2) Dalam melaksanakan penyidikan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah : a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang adanya tindak pidana; b. melakukan tindakan pertama pada saat itu ditempat kejadian dan melakukan pemeriksaan; c. menyuruh berhenti seseorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka ; d. melakukan penyitaan benda atau surat ; e. mengambil sidik jari dan memotret tersangka ; f. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka dan atau saksi; g. mendatangkan seorang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara; h. mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk dari penyidik POLRI bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui penyidik POLRI memberitahukan hal tersebut kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya; dan i. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. BAB XII KETENTUAN PIDANA Pasal 16 Pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud pada pasal 8 ayat (1), diancam pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). Pasal 17 Pelanggaran yang mengakibatkan pencemaran lingkungan hidup dapat diancam pidana sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. SB IPERDA/FIK/09
10
BAB XII KETENTUAN PENUTUP Pasal 18 Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut oleh Bupati. Pasal 19 Peraturan Daerah ini berlaku pada tanggal diundangkan . Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Lumajang.
Ditetapkan di Lumajang pada tanggal 25 Februari 2009 BUPATI LUMAJANG
DR. H. SJAHRAZAD MASDAR, MA. Diundangkan di Lumajang pada tanggal 2 Maret 2009 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN LUMAJANG
ENDRO PRAPTO ARIYADI, SH Pembina Utama Madya NIP. 510 058 267 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG TAHUN 2009 NOMOR 05
SB IPERDA/FIK/09
11
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG NOMOR 05 TAHUN 2009 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DI KABUPATEN LUMAJANG I. UMUM Air memiliki arti yang penting bagi kehidupan makhluk hidup dan bendabenda lainnya, sehingga air merupakan sumber daya alam yang harus dilindungi, untuk hidup dan kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya. Untuk mendapatkan air sesuai dengan tingkat kualitas yang diinginkan maka pengendalian pencemaran air sangat penting untuk dilakukan. Pencemaran air diartikan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi atau komponen lain ke dalam air, oleh kegiatan manusia sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang mengakibatkan air tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya. Dalam pencemaran air selalu terkait dengan sumber yang menghasilkan pencemaran yaitu sumber yang umumnya berasal dari kegiatan usaha manusia atau kegiatan industri dan/atau untuk mengetahui apakah suatu lingkungan sudah tercemar atau belum adalah dengan menggunakan baku mutu lingkungan, baku mutu lingkungan untuk air dikenal sebagai baku mutu air yaitu batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi atau komponen lain yang ada dalam air sesuai dengan peruntukannya. Pencemaran lingkungan hidup dan/atau pencemaran air akan merupakan beban sosial yang pada akhirnya masyarakat atau pemerintah harus menanggung kerugian. Kondisi ini akan mendorong adanya upaya pengendalian pencemaran air sehingga resiko yang terjadi tidak dapat dilepaskan dari tindakan pengawasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang terkait. Untuk itu diperlukan suatu perangkat hukum yang berupa ijin pembuangan limbah cair dengan mencantumkan secara tegas tentang kewajiban yang harus dilaksanakan dan dipenuhi oleh penanggungjawab usaha atau kegiatan. Mengacu pada undang-undang pengelolaan lingkungan hidup ditetapkan bahwa sasaran pengelolaan lingkungan hidup adalah tercapainya hidup keselarasan, keserasian dan keseimbangan antara manusia dan lingkungan hidup dengan mempertimbangkan generasi masa kini dan yang akan datang serta terkendalinya pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana. Untuk mencegah adanya dampak pencemaran pada sumber-sumber air yang disebabkan oleh kegiatan usaha manusia/industri, maka perlu adanya bimbingan dan pengawasan dengan Peraturan Daerah.
SB IPERDA/FIK/09
12
II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Cukup jelas. Pasal 3 Cukup jelas. Pasal 4 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Kewajiban tersebut mengandung makna bahwa setiap orang turut berperan serta dalam upaya memelihara fungsi air misalnya peran serta dalam pengembangan budaya air bukan sebagai pembuangan limbah (bak sampah). Pasal 5 Cukup jelas. Pasal 6 Ayat (1) Huruf a - Yang dimaksud dengan “perlindungan” adalah upaya penanganan air dan/atau sumber-sumber air terhadap kerusakan dan pencemaran yang disebabkan oleh tindakan manusia dan alam ; - Yang dimaksud “penanggulangan mutu air pada sumber-sumber air” adalah upaya mencegah meluasnya pencemaran air pada sumber-sumber air, melokalisasi sumber pencemaran pada sumber-sumber air ; - Yang dimaksud dengan “pemulihan mutu air” adalah upaya melalui kegiatan mengembalikan atau meningkatkan fungsi air yang tercemar misalnya melalui pelontaran pengerukan, penghijauan dan lain-lain. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a
SB IPERDA/FIK/09
13
Yang dimaksud dengan “inventarisasi dan identifikasi” adalah untuk mendapatkan data dan informasi yang jelas mengenai mutu, kapasitas dan tingkat pencemaran air. Huruf b Yang dimaksud dengan “penggolongan air” adalah untuk mengatur penggunaan air agar sesuai dengan kebutuhan serta sebagai acuan bagi upaya peningkatan mutu air sesuai dengan peruntukannya. Huruf c Yang dimaksud dengan “penetapan baku mutu limbah” adalah pengaturan pembuangan limbah cair yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Huruf d Yang dimaksud dengan “penentuan daya tampung sumber-sumber air” adalah daya tampung beban pencemaran perlu diketahui dalam rangka upaya pengendalian pencemaran air, terutama untuk mencegah masuknya beban pencemaran yang melebihi batas kemampuan sumber-sumber air sebagai penerimanya. Huruf e Yang dimaksud dengan “peningkatan mutu air” adalah untuk mempertahankan dan/atau mencapai mutu yang lebih baik. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 7 Dalam penanganan pengendalian pencemaran lingkungan hidup selain melibatkan instansi terkait, dapat pula melibatkan masyarakat yang tergabung dalam Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Pasal 8 Cukup jelas. Pasal 9 Cukup jelas. Pasal 10 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3)
SB IPERDA/FIK/09
14
Yang dimaksud dengan “pihak ketiga” adalah orang atau badan yang telah memiliki ijin pengumpulan, pengolahan dan pemanfaatan serta memiliki fasilitas pengolahan limbah.
Ayat (4) Yang dimaksud dengan “manifest” adalah surat keterangan bukti pengiriman. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 11 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Bahwa pengambilan sampel untuk kepentingan pengusaha biaya dibebankan pada pengusaha yang bersangkutan. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 12 Cukup jelas. Pasal 13 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan “pelanggaran tertentu” adalah pelanggaran oleh usaha dan/atau kegiatan yang dianggap berbobot untuk dihentikan kegiatan usahanya, misalnya telah ada warga masyarakat yang terganggu kesehatannya akibat pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup. Pasal 14 Ayat (1) Yang dimaksud dengan tindakan tertentu adalah tindakan yang menguntungkan masyarakat setempat seperti pembangunan sarana dan prasarana yang dibutuhkan masyarakat. Ayat (2) Cukup jelas Pasal 15 Cukup jelas. Pasal 16 Cukup jelas. Pasal 17 Cukup jelas. Pasal 18 Cukup jelas.
SB IPERDA/FIK/09
15
Pasal 19 Cukup jelas. Pasal 20 Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG TAHUN 2009 NOMOR 03
SB IPERDA/FIK/09
16