PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI PENGADILAN NEGERI KLAS I A PADANG
Skripsi Diajukan dalam rangka memenuhi persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Disusun Oleh
NAMA
: MUZNI ZEN
NPM
: 0910005600040
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS TAMANSISWA PADANG 2014
1
PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI PENGADILAN NEGERI KLAS I A PADANG MUZNI ZEN, 0910005600040, Fak. Hukum Univ. TAMANSISWA PADANG, 60 Halaman, 2015 ABSTRAK Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) merupakan Undang-Undang yang mengatur tentang Penghapusan kekerasan dalam rumah tangga. Pembuktian dalam tindak pidana kekerasan dalam rumah mengunakan ilmu lain, salah satunya adalah Ilmu Kedokteran Kehakiman atau kedokteran forensik. Adapun pokok permasalahan yang akan dibahas yaitu mengenai (1) Bagaimanakah pembuktian tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga di Pengadilan Negeri Klas I A Padang, (2) Apakah kendala dan upaya dalam pembuktian tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga di Pengadilan Negeri KlasI A Padang. Metode yang digunakan adalah Yuridis empiris yaitu pengumpulan data serta informasi melalui a) teknik wawancara secara semi terstruktur dengan hakim di Pengadilan Klas I A padang, observasi dan studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukan pembuktian memiliki peran penting, karena disinilah proses yang akan membuat terang suatu perbuatan pidana sebagaimana dakwaan yang diajukan oleh Penuntut Umum dan apakah benar perbuatan pidana yang didakwaan tersebut benar-benar dilakukan oleh terdakwa. Alat bukti yang digunakan adalah adanya hasil visum et repertum, saksi terutama saksi korban dan petunjuk. Kendala dalam pembuktian adalah kurangnya saksi dan bekas kekerasan yang sudah tidak dapat divisum. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) yang disahkan tanggal 22 September 2004, saat ini sudah berumur 4 tahun dan mulai digunakan sebagai payung hukum penyelesaian kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga. UU PKDRT dianggap sebagai salah satu peraturan yang melakukan terobosan hukum karena terdapat beberapa pembaharuan hukum pidana yang belum pernah diatur oleh UndangUndang sebelumnya. Penghapusan kekerasan dalam rumah tangga adalah jaminan yang diberikan oleh Negara untuk mencegah terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga dan melindungi korban kekerasan dalam 1
rumah tangga. Korban adalah orang yang mengalami kekerasan dan/atau ancaman kekerasan dalam lingkup rumah tangga. Perlindungan adalah segala upaya yang ditujukan untuk memberikan rasa aman yang dikukan pihak keluarga, advokat, lembaga sosial, kepolisian, kejaksaan, pengadilan atau pihak lain baik sementara maupun berdasarkan penetapan pengadilan. Penyidik, Penuntut Umum dan Hakim di dalam Penyidikan, Penuntutan, dan Pemeriksaan di Pengadilan, tidak terlepas dari ilmu pengetahuan lain dalam melaksanakan ketiga hal tersebut dibidangnya masing-masing. Salah satunya adalah Ilmu Kedokteran Kehakiman atau kedokteran forensik. Ilmu Kedokteran Kehakiman adalah penggunaan ilmu kedokteran untuk kepentingan pengadilan yang mana sangat berperan dalam membantu pihak Kepolisian, Kejaksaan dan Kehakiman untuk menyelesaikan segala persoalan yang hanya dapat dipecahkan dengan ilmu pengetahuan ini. Berdasarkan uraian-uraian diatas, maka Penulis tertarik untuk mengetahui lebih dalam dan mengadakan penelitian hukum dengan judul: PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI PENGADILAN NEGERI KLAS I A PADANG. B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan pada uraian-uraian tersebut diatas, permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah pembuktian tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga di Pengadilan Negeri Klas I A Padang? 2. Apakah kendala dalam pembuktian tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga dan upaya mengatasi kendala tersebut di Pengadilan Negeri Klas I A Padang. C. TUJUAN PENELITIAN Sehubungan dengan permasalahan yang telah dirumuskan, maka penulisan ini mempunyai tujuan : 1. Untuk mengetahui tentang pembuktian tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga di Pengadilan Negeri Klas I A Padang. 2. Untuk mengetahui kendala dan upaya dalam pembuktian tindak pidana 2
kekerasan dalam rumah tangga di Pengadilan Negeri Klas I A Padang. D. MANFAAT PENELITIAN Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis ataupun secara praktis sebagai berikut : 1. Kegunaan Teoritis Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat pengembangan ilmu pengetahuan hukum dan menambah bahan pustaka, mengenai analisis terhadap tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga di Pengadilan Negeri Klas I A Padang. 2. Kegunaan Praktis Adapun manfaat praktis dari penulisan ini, yaitu : Sebagai sumbangan pemikiran bagi mahasiswa dan penegak hukum mengenai pembuktian tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga di Pengadilan Negeri Klas I A Padang. E. METODE PENELITIAN 1. Pendekatan Masalah Berdasarkan permasalahan yang diteliti, maka Penelitian ini menggunakan metode Yuridis empiris. Metode ini digunakan untuk mendekati masalah yang dikaji menggunakan dasar-dasar perundang-undangan yang berlaku di Indonesia dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta pendekatan yang dilakukan secara langsung ke Pengadilan Klas I A Padang bagaimana pelaksanaan perundang-undangan yang ada. 2. Jenis Dan Sumber Data Penelitian ini bersumber dari data yang diperoleh/dikumpulkan oleh peneliti dari bahan-bahan kepustakaan, arsip-arsip dan dokumen-dokumen yang berhubungan dengan objek penelitian yang meliputi : a. Bahan Hukum Primer, yaitu data-data yang diperoleh dilapangan/ Pengadilan Negeri Klas I A Padang.
3
b. Bahan Hukum Sekunder yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat seperti : 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga; 2. Peraturan Pemerintah Nomor 04 Tahun 2006 Tentang Penyelenggaraan dan Kerja Sama Pemulihan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga; 3. Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak dan Perempuan. 4. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban; 5. Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 Tentang Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan 6. Putusan Pidana Nomor : 617/PID.B/2012/PN.PDG c. Bahan Hukum Tersier adalah bahan hukum yang mendukung bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder , bahan hukum yang dipergunakan oleh penulis adalah kamus besar bahasa Indonesia,kamus bahasa Inggris dan kamus hukum. 3. Teknik Pengumpulan Data Adapun teknik pengumpulan data penelitian ini yaitu : a. Wawancara (interview) Yaitu cara memperoleh data dan keterangan melalui wawancara dengan Hakim di Pengadilan Negeri Klas I A Padang, secara semi terstruktur yang berlandaskan pada tujuan penelitian dan penyusunan skripsi. b. Observasi Yaitu suatu pengamatan serta pencatatan yang sistematis yang ditujukan pada satu masalah dalam penelitian, dengan maksud mendapatkan data yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah yang dihadapi. c. Studi dokumen Yaitu data yang di peroleh dari hasil penelitian di Pengadilan Negeri Klas I A Padang yang berkaitan dengan permasalahan dan juga litraturliteratur, buku-buku tentang pendapat, teori hukum serta hal-hal lain yang sifatnya mendukung dalam penulisan skripsi ini.
4
4. Pengolahan Data dan Analisis Data a. Pengolahan Data Setelah data dikumpulkan, kemudian dilakukan pengolahan data. Pengolahan data dengan cara editing. Editing yakni meneliti kembali data yang didapat. Klarifikasi ini dilakukan dengan cara menandai masing-masing data dengan kode tertentu. b. Analisis Data Data yang diperoleh akan dianalisa secara kualitatif yaitu bertujuan untuk memahami gejala yang diteliti untuk menarik asas-asas hukum (rechtsbeginselen) yang dapat dilakukan terhadap hukum positif tertulis, diuraikan dengan kalimat, menjabarkan dan menafsirkan data berdasarkan doktrin hukum yang relevan dengan pokok permasalahan, tanpa memerlukan rumus maupun angka. TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA A. Tinjauan Tentang Pembuktian Pengertian “pembuktian” secara umum adalah ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan undangundang dalam membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. Pembuktian juga merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan undang-undang yang boleh dipergunakan oleh hakim guna membuktikan kesalahan yang didakwakan. Secara teoritis, dikenal empat macam sistem pembuktian dalam perkara pidana, yaitu sebagai berikut :1 1. Conviction in time, adalah sistem pembuktian yang berpedoman pada keyakinan hakim an sich dalam memberikan putusan tentang terbukti atau tidak terbuktinya kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. 2. Conviction in Raisonee, adalah sistem pembuktian yang berpedoman pada keyakinan hakim dalam memberikan putusan tentang terbukti atau tidak 1
Lilik Mulyadi, 2007, Hukum acara pidana normatif, PT Alumni Bandung, Hlm. 160
5
terbuktinya kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. Faktor keyakinan hakim dalam sistem pembuktian ini harus didasarkan pada alasan-alasan yang logis (reasonable). 3. Positief wetelijk stelsel atau yang lebih dikenal dengan sistem pembuktian positif, adalah sistem pembuktian yang berpedoman pada alat bukti yang telah ditentukan oleh undang-undang dalam memberikan putusan tentang terbukti atau tidak terbuktinya kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. 4. Negatief wetelijk stelsel atau yang lebih dikenal dengan sistem pembuktian negatif, adalah sistem pembuktian yang berpedoman pada alat bukti yang telah ditentukan oleh undang-undang dan keyakinan hakim dalam memberikan putusan tentang terbukti atau tidak terbuktinya kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. Adapun sistem Pembuktian yang diatur dalam KUHAP tercantum dalam Pasal 183 yang rumusannya adalah sebagai berikut ” Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benarbenar terjadi dan bahwa terdakwa yang bersalah melakukannya.” Adapun yang dimaksud dengan alat-alat bukti yang sah adalah sebagaimana ditentukan dalam Pasal 184 KUHAP, yaitu : a. b. c. d. e.
keterangan saksi; keterangan ahli; surat; petunjuk; keterangan terdakwa.
Selain kelima alat bukti tersebut, tidak dibenarkan untuk dipergunakan dalam pembuktian kesalahan terdakwa. Alat bukti yang dibenarkan dan mempunyai kekuatan pembuktian hanyalah kelima alat bukti tersebut. Pembuktian dengan alat bukti diluar kelima alat bukti diatas, tidak mempunyai nilai serta tidak mempunyai kekuatan yang mengikat. Dalam hal ini, baik Hakim, Penuntut Umum, terdakwa maupun Penasehat Hukum, semuanya terikat pada ketentuan tata cara dan penilaian alat bukti yang ditentukan oleh undang-undang. 6
B. Pengertian Kekerasan dalam Rumah Tangga Dalam Kamus Bahasa Indonesia, “kekerasan” diartikan dengan perihal yang bersifat, berciri keras, perbuatan seseorang yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain, atau menyebabkan kerusakan fisik.2 Dengan demikian, kekerasan merupakan wujud perbuatan lebih bersifat fisik yang mengakibatkan luka, cacat, sakit atau unsur yang perlu diperhatikan adalah berupa paksaan atau ketidakrelaan pihak yang dilukai. Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 pada Pasal 1 disebutkan: Kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama
perempuan,
yang
berakibat
timbulnya
kesengsaraan
atau
penderitaan secara fisik, seksual, psikologis dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dan lingkup rumah tangga. C. Bentuk-bentuk Kekerasan dalam Rumah Tangga Bentuk kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga sangat beragam, yakni : a. b. c. d.
Kekerasan fisik Kekerasan psikis Kekerasan seksual Penelantaran Keluarga
D. Sebab-sebab Terjadinya Kekerasan dalam Rumah Tangga Sebab terjadinya tindak kekerasan dalam rumah tangga, yaitu: adat istiadat yang lebih mengunggulkan kaum laki-laki, sehingga perempuan harus tunduk kepada laki-laki, karena ia (suami) dipandang sebagai pemilik kekuasaan. Suami adalah pencari nafkah dan pemenuh kebutuhan, sehingga merasa lebih berhak atas istri dan anaknya, namun pada dasarnya adalah kurangnya keimanan dan kesadaran akan kedamaian dan cinta kasih.
2
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1996. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Cetakan ke- VII; Jakarta: Balai Pustaka), Hlm. 425
7
E. Bentuk Perlindungan/Pelayanan Bagi Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga Adapun bentuk perlindungan yang diberikan oleh hukum terhadap korban dan pelaku KDRT adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Kepolisian: Tenaga Kesehatan : Pekerja Sosial : Pembimbing Rohani Advokat Pengadilan
F. Pembuktian Pada Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga Pembuktian dalam Hukum Acara Pidana dapat diartikan sebagai suatu upaya untuk mendapatkan keterangan-keterangan melalui alat-alat bukti dan barang bukti guna memperoleh suatu keyakinan atas benar tidaknya perbuatan pidana yang didakwakan serta dapat mengetahui ada tidaknya kesalahan pada diri terdakwa.3 Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 (KUHAP) ada 5 (lima) alat bukti yang sah. Menurut Pasal 184 KUHAP alat-alat bukti yang sah adalah : 1. 2. 3. 4. 5.
Keterangan Saksi Keterangan Ahli Surat Petunjuk Keterangan Terdakwa
PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DIPENGADILAN KLAS I A PADANG A. Pembuktian Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga Di Pengadilan Negeri Kas I A Padang. Hakim Pada Pembuktian tindak pidana kekerasan rumah tangga di Pengadilan Negeri Klas I A Padang, Sesuai dengan keyakinannya berpedoman kepada alat bukti dan keterangan saksi korban yang disertai dan hasil visum yang dikeluarkan oleh Rumah Sakit sebagai alat bukti surat (Pasal No. 55 UU No. 23 Tahun 2004).4 3
Andi Hamzah,1984, Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia, Ghalia, Jakarta Wawancara dengan Hakim Siswatmono Radiantoro, SH Tgl.21 November 2014
4
8
Sebagai dasar pembuktian di persidangan Hakim tetap berpegang dengan pasal 184 KUHAP yang mengatur alat bukti yang sah. Kalau Hakim kurang yakin, hakim dapat menghadirkan dokter yang mengambil visum korban kepersidangan untuk mendukung keterangan saksi korban dan disertai dengan alat bukti pendukung lainya. 5 Berdasarkan perkara KDRT yang dilimpahkan oleh Jaksa ke Pengadilan Negeri Klas I A tersebut, Jaksa dalam hal ini mengenakan Pasal 44 ayat (1) dan (4) UU No. 23 Tahun 2004, Sebagaimana dimaksud pada Pasal 44 ayat (1) dan (4) UU No. 23 Tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga, yang berbunyi : Pasal 44 ayat (1) : Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf (a) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah). Pasal 44 ayat (4) : Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suami terhadap istri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah) Pembuktian dalam putusan perkara yang dibuktikan dipersidangan Pengadilan Negeri Klas I A Padang, dijelaskan beberapa unsur-unsur sebagai berikut :6 1
Unsur Setiap Orang Yang dimaksud dengan barang siapa adalah orang sebagai subjek hukum berupa orang (person) sebagai pelaku tindak pidana yang kepadanya dapat dipertanggung jawabkan atas perbuatannya dipersidangan identitas terdakwa dengan bebas memberikan keterangan, dengan demikian unsur 5
Putusan Pidana No. 617/Pid.B/ 2012/PN.PDG. Di Pengadilan Klas I A Padang Putusan Pidana No. 617/Pid.B/ 2012/PN.PDG. Di Pengadilan Klas I A Padang
6
9
ini telah terbukti. 2
Unsur Melakukan Kekerasan Fisik Dilakukan oleh suami terhadap istri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan atau mata pencarian atau kegiatan sehari- hari.
3
Unsur Dalam Lingkup Rumah Tangga Berdasarkan fakta yang terungkap dipersidangan dan keterangan saksisaksi serta pengakuan terdakwa, bahwa korban istri terdakwa dan anaknya sendiri, dengan demikian unsur ini telah terbukti. Berdasarkan Putusan Pidana No. 617/Pid.B/ 2012/PN.PDG. Pembuktian di
Pengadilan Negeri Klas I A Padang dalam pasal 184 KUHAP berkaitan dengan: 1. Keterangan Saksi Dimana keterangan yang disampaikan oleh saksi-saksi dibawah sumpah: a. Istri b. Anak c. Tetangga 2. Surat Hasil Visum et Revertum yang dikeluarkan oleh dokter Rumah Sakit atas Istri dan Anak Tersangka 3. Keterangan Terdakwa Keterangan dan pengakuan terdakwa dipersidangan. Visum et Repertum sangat penting sekali dalam pembuktian tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga karena dengan adanya visum tersebut maka perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa dapat terbukti dan terdakwa dapat dihukum karena perbuatannya tersebut. Biasanya korban yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga akan terlihat lebam ataupun luka di tubuhnya. Luka tersebut kemudian akan diperiksa oleh pihak rumah sakit yang akan mengeluarkan visum nantinya. Pada pemeriksaan kasus perlukaan atau korban yang mengalami kekerasan fisik, maka dokter akan menentukan jenis luka yang ada pada tubuh korban, dan dari jenis luka tersebut maka dokter kemudian dapat
10
mengetahui jenis kekerasan yang menyebabkan luka atau alat apa yang digunakan oleh pelaku.7 Hal ini mengacu pada Pasal 44 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga yaitu:8 1. Tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaanjabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari; 2. Mengakibatkan jatuh sakit atau luka berat; 3. Mengakibatkan kematian. Dalam kasus ini, mengingat pasal 44 ayat (4) UU Nomor 23 tahun 2004 dan pasal-pasal lain dari undang-undang yang bersangkutan, hakim menyatakan terdakwa terbukti melakukan perbuatan “Kekerasan fisik dalam lingkup Rumah Tangga”.9 Dalam perkara ini, majelis Hakim mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa:10 Hal-hal yang memberatkan: - Perbuatan terdakwa menimbulkan rasa sakit pada korban Hal-hal yang meringankan: -
Terdakwa mengakui perbuatannya Terdakwa menyesali atas perbuatannya Terdakwa belum pernah dihukum Terdakwa merupakan Kepala keluarga.
Mengadili: -
-
-
7
Terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup Rumah tangga. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara masing-masing 3 (tiga) bulan dengan ketentuan pidana tidak perlu dijalankan kecuali kalau dikemudian hari ada perintah lain dalam putusan ini, bahwa terpidana sebelum percobaan selam 6 (enam) bulan berakhir, telah bersalah melakukan tindak pidana. Merampas dan memusnahkan barang bukti Menetapkan terdakwa membayar biaya perkara masing-masing sebesar Rp. 1.000,- (seribu rupiah).
Abdul Munim Idries dan Agung Legowo Tjiptomartono, Penerapan Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan, Sagung Seto, Jakarta, 2001, Hlm.135. 8 Ibid, Hlm.222 9 Putusan Pidana No. 617/Pid.B/ 2012/PN.PDG. Di Pengadilan Klas I A Padang 10 Putusan Pidana No. 617/Pid.B/ 2012/PN.PDG. Di Pengadilan Klas I A Padang
Ilmu
11
B. Kendala Dan Upaya Dalam Pembuktian Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga Di Pengadilan Negeri Klas I A Padang. Kendala-kendala yang dihadapi oleh hakim dalam pembuktian tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga dipengadilan Klas I A Padang, diantaranya adalah : a. Saksi yang dihadirkan kurang. b. Orang-orang yang dihadirkan tidak bisa didengarkan/dikaitkan dengan perkara dan disumpah sebagai saksi, misalnya saksi yang masih dibawah umur. c. Menilai kebenaran dari penyampaian saksi saksi tidak sesuai dengan berkas pemeriksaan saksi yang disampaikan oleh Jaksa Penuntut Umum dan kekurangan saksi yang ada/dihadirkan dipersidangan.11 Sedangkan upaya yang dilakukan hakim dalam pembuktian tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga di Pengadilan Klas I A Padang, adalah :12 a. Mencari bukti-bukti dan keterangan saksi sebanyak mungkin di persidangan, menhadirkan saksi lain ,tetangga dekat,pembantu rumah tangga. b. Mengetahui latar belakang Terdakwa, apakah pernah melakukan tindak pidana atau pembohong untuk menarik kesimpulan. c. Anggota Hakim saling melengkapi dalam pertanyaan / pandangan sehingga ada berkesinambungan. PENUTUP A. Kesimpulan Bertitik tolak dari permasalahan dan hasil penelitian, akhirnya penulis dapat menyimpulkan beberapa hal yaitu : 1.
Para pihak terkait antara lain jaksa penuntut umum, saksi (korban) serta hakim dengan didukung alat bukti yang ada, cenderung fokus pada pembuktian atas tuduhan jaksa penuntut umum terhadap tersangka/terdakwa sehingga proses peradilan lebih berkutat pada perbuatan tersangka/terdakwa memenuhi rumusan pasal hukum pidana yang dilanggar atau tidak.
2.
Kendala yang ditemui dalam pembuktian tindak pidana KDRT adalah keterbatasan saksi dan alat bukti lainnya. Sering juga terjadi korban dan saksi menarik kembali keterangannya sebagai saksi dan rasa kekeluargaan. 11
Wawancara dengan Hakim Siswatmono Radiantoro, SH Tgl.21 November 2014 Wawancara dengan Hakim Siswatmono Radiantoro, SHTgl.21 November 2014
12
12
B. Saran saran Berdasarkan kesimpulan diatas, maka ada beberapa saran yang dapat dikemukakan, yaitu sebagai berikut : 1.
Aparat penegak hukum (Polisi, Jaksa dan Hakim) harus benar-benar mengetahui dan memahami dari Undang-undang No. 23 Tahun 20014 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga.
2.
Perlu
ditingkatkan
penyuluhan
dan
sosialisasi
kepada
masyarakat
secaramenyeluruh, mengenai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.
13
DAFTAR PUSTAKA A. BUKU Abdul Wahid dan Muhammad Irfan, 2001. Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan Seksual : Advokasi Atas Hak Asasi Perempuan, (Cetakan ke- I: PT Rafika Aditama Bandung). Achi Sudiarti Luhulima, 2007. Penghapusan Diskriminasi Terhadap Perempuan, Yayasan Obor Indonesia Andi Hamzah, 1984, Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia, Ghalia, Jakarta. Bambang Waluyo, 1996. Sistem Pembuktian Dalam Peradilan Indonesia, Sinar Grafika Jakarta Darwan Prinst, 1998. Hukum Acara Pidana Dalam Praktek, Djambatan Jakarta. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1996. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Cetakan ke- VII, Balai Pustaka Jakarta) Eli N. Nasbianto, 1999. “Kekerasan dalam Rumah Tangga; Sebuah Kejahatan yang Tersembunyi”, dalam Syafik Hasyim, Menakar Harga Perempuan (Cetakan ke- I ; Bandung : Mizan) Hasan Shadily, 1983. Kamus Inggris-Indonesia (Cetatakan ke- XII, Gramedia Jakarta). Lilik Mulyadi, 2007. Hukum Acara Pidana Normatif, Teoritis, Praktik dan Permasalahannya, PT. Alumni, Bandung. M. Yahya Harahap , 2003. Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP (Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi Dan Peninjauan Kembali), Sinar Grafika Jakarta. M. Thalib, 1995. 40 Tanggung Jawab Suami terhadap Istri (Cetakan keI;I rsyad Baitus Salam Bandung. Romli Atmasasmita, 1992. Teori dan Kapita Selekta Kriminologi (Cetakan ke- I; PT. Eresco Bandung). B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Undang- Undang Nomor. 1 Tahun.1846 Tentang Kitab Undang- undang Hukum Pidana (KUHP). Undang- Undang Nomor. 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP). Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Peraturan Pemerintah Nomor 04 Tahun 2006 Tentang Penyelenggaraan dan Kerja Sama Pemulihan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga. 14
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan anak dan Perempuan. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 Tentang Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan. C. SUMBER LAINNYA http://id.wikipedia.org/wiki/kekerasan_dalam_rumah_tangga, diakses tanggal
18 Maret 2014.
15