1
PENGARUH INVESTMENT OPPORTUNITY SET (IOS) DAN UKURAN PERUSAHAAN TERHADAP KUALITAS LABA PADA PERUSAHAAN (Studi pada Perusahaan PT. Unilever, Tbk Tahun 2003-2012 ) Tita Komalasari 103403039 Bidang Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Siliwangi JL. Siliwangi No. 24 Kotak Pos 164 Tlp (0265) 330634 Tasikmalaya 46115 e-mail:
[email protected] Pembimbing : Dr. Dedi Kusmayadi, SE., M.Si., Ak., CA. Iwan Hermansyah, SE., M.Si., Ak., CA. ABSTRAK Tujuan dari Penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh Investment Opportunity Set (IOS) dan ukuran perusahaan terhadap kualitas laba pada perusahaan (Studi pada perusahaan PT. Unilever, Tbk tahun 2003-2012). Proksi IOS yang digunakan berdasarkan harga dengan rasio Market to Book Value of Equity (MVE/BVE). Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder. Metode analisis yang digunakan adalah Regresi Berganda. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa, (1) IOS berpengaruh negatif signifikan terhadap kualitas laba, (2) ukuran perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas laba, (3) IOS dan ukuran perusahaan secara bersama-sama (simultan) berpengaruh signifikan terhadap kualitas laba. Kata kunci : Investment Opportunity Set (IOS), ukuran perusahaan, dan kualitas laba. ABSTRACT The objective of this research is to examine the influence of Investment Opportunity Set (IOS) and firm size to earnings quality in company (a study on PT. Unilever, Tbk during 2003-2012). Using price based proxies with Market to Book Value of Equity ratio (MVE/BVE). The method of analysis of this research was multiple regression. The data used in this research is secondary data. The results of this research showed, (1) IOS have negative significant influence to earnings quality, (2) firm size doesn’t have significant influence to earnings quality, (3) simultaneously of IOS and firm size have significant influence to earnings quality. Keywords : Investment Opportunity Set (IOS), firm size, and earnings quality.
2
PENDAHULUAN Pada umumnya setiap manusia akan selalu berusaha untuk mencapai kondisi yang lebih baik didalam kehidupanya, baik secara individu maupun dalam kehidupan berkelompok. Ketika hal ini dikaitkan pada dunia usaha, kondisi yang lebih baik ini akan dapat dicapai apabila perusahaan mampu mengalami perkembangan dengan pesat. Setiap perusahaan yang sudah go public berkewajiban menyampaikan laporan keuangan tahunan. Laporan keuangan merupakan sarana utama untuk mengetahui kondisi perusahaan karena di dalam laporan keuangan terdapat informasi-informasi yang dibutuhkan oleh pihak eksternal maupun internal yang berkepentingan dengan perusahaan. Tujuan utama laporan keuangan ialah menyediakan informasi yang relevan bagi investor, kreditor dan pengguna lainnya. Salah satu informasi yang terdapat di dalam laporan keuangan adalah informasi laba perusahaan. Laba merupakan indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja operasional perusahaan. Pentingnya informasi mengenai laba bagi para penggunanya menjadikan tiap perusahaan selalu berusaha untuk meningkatkan labanya. Hal ini yang menyebabkan adanya tindakan manajemen perusahaan untuk melaporkan laba yang tidak menggambarkan kondisi perusahaan yang sebenarnya (manajemen laba). Jika hal ini terjadi maka akan mengakibatkan rendahnya kualitas laba yang akan membuat kesalahan pengambilan keputusan bagi para pemakainya seperti investor dan kreditor. Menurut Sutopo (Adriani, 2011: 4) Laba dapat dikatakan berkualitas tinggi apabila laba yang dilaporkan dapat digunakan oleh para pengguna (user) untuk membuat keputusan yang terbaik, yaitu laba yang memiliki karakteristik relevansi, reliabilitas, dan komprabilitas atau konsistensi. Suatu ukuran perusahaan dapat menentukan baik atau tidaknya kinerja dari perusahaan tersebut. Investor biasanya lebih memiliki kepercayaan pada perusahaan besar. Hal ini dikarenakan perusahaan besar dianggap mampu untuk terus meningkatkan kinerja perusahaanya dengan berupaya meningkatkan kualitas labanya. Perusahaan besar dianggap memiliki informasi yang lebih banyak dibandingkan perusahaan kecil. Dengan demikian semakin besar perusahaan, laba yang dihasilkan perusahaan juga semakin besar sehingga perusahaan kemungkinan tidak melakukan praktik manajemen laba. Pertumbuhan perusahaan merupakan suatu harapan penting yang diinginkan oleh pihak internal perusahaan yaitu manajemen maupun eksternal perusahaan seperti investor dan kreditur. Pertumbuhan diharapkan dapat memberikan aspek yang positif bagi perusahaan sehingga meningkatkan kesempatan berinvestasi di perusahaan tersebut. Pertumbuhan perusahaan akan menciptakan banyak pilihan investasi yang dapat dilakukan perusahaan di masa akan datang. Untuk melakukan investasi, perusahaan membutuhkan kesempatan, suatu rencana atau proyek yang bisa dipilih untuk mewujudkan tujuannya untuk menghasilkan lebih banyak uang. Kumpulan kesempatan investasi (investment opportunity set) merupakan pilihan-pilihan investasi yang tersedia bagi individu atau perusahaan yang dapat dilakukan perusahaan. Opsi investasi masa depan tidak hanya ditunjukan dengan adanya proyek-proyek yang didukung oleh kegiatan riset dan pengembangan saja,
3
tetapi juga kemampuan perusahaan dalam mengeksploitasi kesempatan mengambil keuntungan dibanding dengan perusahaan sejenis dalam kelompok industrinya. Faktor utama yang menentukan investment opportunity set (IOS) adalah faktor industri seperti rintangan untuk masuk dan daur hidup produk. Faktor tersebut memungkinkan perusahaan untuk membuat investasi yang dapat meningkatkan rintangan masuk (subtitusi modal untuk tenaga kerja yang merupakan hasil dari skala ekonomi). Secara umum dapat dikatakan bahwa IOS menggambarkan tentang luasnya kesempatan atau peluang investasi bagi suatu perusahaan namun sangat tergantung pada pilihan expenditure perusahaan untuk kepentingan di masa yang akan datang. Dengan demikian IOS bersifat tidak dapat diobservasi, sehingga perlu dipilih suatu proksi yang dapat dihubungkan dengan variabel lain dalam perusahaan, misalnya variabel pertumbuhan, variabel kebijakan dan lain-lain. Proksi IOS digunakan untuk menilai apakah perusahaan itu dikategorikan perusahaan bertumbuh atau tidak bertumbuh. Proksi IOS dinyatakan mampu menjadi proksi yang valid sebagai proksi pertumbuhan, jika proksi tersebut dapat digunakan sebagai sinyal kondisi perusahaan emiten. Berbagai penelitian tentang IOS menunjukan bahwa IOS merupakan proksi realisasi pertumbuhan perusahaan yang berhubungan dengan variabel kebijakan perusahaan. IOS dibagi ke dalam tiga proksi, yaitu: proksi IOS berdasarkan harga, proksi IOS berdasarkan investasi, dan proksi IOS berdasarkan varian. PT. Unilever, tbk merupakan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Perusahaan ini memiliki aktivitas yang padat, ditunjukan dengan usahanya yang mencakup berbagai jenis produk kehidupan konsumen, mulai dari kosmetik, detergen hingga produk konsumsi dengan jenis produk yang bervariasi. PT. Unilever melakukan berbagai macam inovasi yang lebih cepat dibanding para pesaingnya sebagai penggerak pertumbuhan perusahaan. Inovasi yang dilakuakan PT. Unilever seperti: mengembangkan inovasi vitality dalam nutrisi, kesehatan, dan perawatan pribadi sehingga membantu menciptakan produk yang membuat setiap orang merasa nyaman dan lebih menikmati hidup, mencoba menemukan keseimbangan antara riset jangka panjang dan medium hingga jangka pendek bagi aplikasi teknologi hasil riset untuk menghasilkan produk-produk yang siap dipasarkan, bekerja dengan program pengukuran lingkungan hidup untuk memonitor secara berkala dan meningkatkan kualitas emisi dari gas kaca (misalnya: CO2), sampah, penggunaan air di negaranegara yang bermasalah dengan air dan secara berkelanjutan menggali materi yang bermanfaat untuk inovasi PT. Unilever di penjuru dunia, dan yang terakhir meningkatkan kinerja Research & Depelopment (R &D) agar lebih efektif dan efesien, serta memaksimalkan pemanfaatan investasi dengan membangun kerjasama dengan pihak eksternal untuk menghadirkan terobosan baru dan solusi yang lebih baik untuk konsumen dan pertumbuhan yang lebih cepat bagi PT. Unilever. Pada tahun 2007 PT. Unilever, tbk melakukan ekspansi memperluas usahanya dengan melakukan akuisisi, dimana PT. Unilever, tbk menandatangani perjanjian bersyarat dengan PT. Ultrajaya Milk Industry & Trading Company, tbk
4
sehubungan dengan pengambilalihan industri minuman sari buah melalui pengalihan merek Buavita dan Gogo dari Ultra ke Unilever. Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Investment Opportunity Set (IOS) Dan Ukuran Perusahaan Terhadap Kualitas Laba Pada Perusahaan (Studi Pada Perusahaan PT. Unilever, Tbk Tahun 2003-2012)”.
TINJAUAN PUSTAKA Kualitas Laba Kualitas laba adalah penilaian sejauh mana laba sebuah perusahaan itu dapat diperoleh berulang-ulang, dapat dikendalikan, dan layak bank (memenuhi syarat untuk mengajukan kredit/pinjamna pada bank), di antara faktor-faktor lainnya. Menurut Rinawati (Paulus, 2012: 24) Kualitas laba merupakan suatu ukuran untuk mencocokan apakah laba yang dihasilkan sama dengan apa yang sudah direncanakan sebelumnya. Kualitas laba semakin tinggi jika mendekati perencanaan awal atau melebihi target dari rencana awal. Kualitas laba rendah jika dalam menyajikan laba tidak sesuai dengan laba sebenarnya sehingga informasi yang di dapat dari laporan laba menjadi bias dan dampaknya menyesatkan kreditor dan investor dalam mengambil keputusan. Schipper dan Vincent (Sutopo, 2009), kualitas laba menunjukan tingkat kedekatan laba yang dilaporkan Hicksian income, (yang merupakan laba ekonomik) yaitu jumlah yang dapat dikonsumsi dalam satu periode dengan menjaga agar kemampuan perusahaan pada awal dan akhir periode tetap sama. Menurut Schipper dan Vincent, kualitas laba akuntansi ditunjukan oleh kedekatan atau korelasi antara laba akuntansi dan laba ekonomi (Suwardjono, 2005: 463) dalam Sutopo 2009. Dalam literatur penelitian akuntansi, terdapat berbagi pengertian kualitas laba dalam perspektif kebermanfaatan pada pengambilan keputusan (decision usefulness). Schipper dan Vincent (Sutopo, 2009) mengelompokan konstruk kualitas laba, yaitu berdasarkan: sifat runtun-waktu dari laba, karakteristik kualitatif dalam rerangka konseptual, hubungan laba-kas-akrual, dan keputusan implementasi. Pertama berdasarkan sifat runtun-waktu laba, kualitas laba meliputi: persistensi, prediktabilitas (kemampuan prediksi), dan variabilitas. Atas dasar persistensi, laba yang berkualitas adalah laba yang persisten yaitu laba yang berkelanjutan, lebih bersifat permanen dan tidak bersifat transitori. Persistensi sebagi kualitas laba ini ditentukan berdasarkan perspektif kemanfaatanya dalam pengambilan keputusan khususnya dalam penilaian ekuitas. Kemampuan prediksi menunjukan kapasitas laba dalam memprediksi butir informasi tertentu, misalnya laba di masa datang. Dalam hal ini, laba yang berkualitas tinggi adalah laba yang mempunyai kemampuan tinggi dalam memprediksi laba di masa datang. Berdasarkan konstruk variabilitas, laba berkualitas tinggi adalah laba yang mempunyai variabilitas relatif rendah atau laba yang smooth.
5
Kedua, kualitas laba didasarkan pada hubungan laba-kas-akrual yang dapat diukur dengan berbagai ukuran, yaitu: rasio kas operasi dengan laba, perubahan akrual total, estimasi abnormal/discretionary accruals (akrual abnormal/DA), dan estimasi hubungan akrual-kas. Dengan menggunakan ukuran rasio kas operasi dengan laba, kualitas laba ditunjukan oleh kedekatan laba degan aliran kas operasi. Laba yang semakin dekat dengan aliran kas operasi mengindikasikan laba yang semakin berkualitas. Dengan menggunakan ukuran perubahan akrual total, laba yang berkualitas adalah laba yang mempunyai perubahan akrual total kecil. Pengukuran ini mengasumsikan bahwa perubahan total akrual disebabkan oleh perubahan discretionary accruals. Estimasi discretionary accruals dapat diukur secara langsung untuk menentukan kualitas laba. Semakin kecil discretionary accruals semakin tinggi kualitas laba dan sebaliknya. Selanjutnya, keeratan hubungan antara akrual dan aliran kas juga dapat digunakan untuk mengukur kualitas laba. Semakin erat hubungan antara akrual dan aliran kas, semakin tinggi kualitas laba. Ketiga, kualitas laba dapat didasarkan pada Konsep Kualitatif Rerangka Konseptual (Financial Accounting Standards Board, FASB, 1978). Laba yang berkualitas adalah laba yang bermanfaat dalam pengambilan keputusan yaitu yang memliki karakteristik relevansi, reliabilitas, dan komparabilitas/konsistensi. Pengukuran masing-masing kriteria kualitas tersebut secara terpisah sulit atau tidak dapat dilakukan. Oleh sebab itu, dalam penelitian empiris koefisien regresi harga dan return saham pada laba (dan ukuran-ukuran terkait lain misalnya aliran akas) diinterpretasi sebagai ukuran kualitas laba berdasarkan karakteristik relevansi dan reliabilitas. Keempat, kualitas laba berdasarkan keputusan implementasi meliputi dua pendekatan. Dalam pendekatan pertama, kualitas laba berhubungan negatif dengan besarnya keuntungan yang diambil oleh manajemen dalam menggunakan pertimbangan agar menyimpang dari tujuan standar (manajemen laba). Manajemen laba yang semakin besar mengindikasi kualitas laba yang semakin rendah, dan sebaliknya. Kualitas laba dapat diukur melalui Discretoinary Accruals (DACC) yang dihitung dengan cara menselisihkan Total Accruals (TACC) dan Non Discretionary Accruals (NDACC). Menurut Dechow et al. (Adriani, 2011: 52), menghitung DACC, digunakan Modified Jones Model karena model ini dianggap lebih baik di antara model lain untuk mengukur manajemen laba (earnings management). Investment Opportunity Set (IOS) Istilah set kesempatan investasi atau Investment Opportunity Set (IOS) muncul setelah dikemukakan oleh Myers (1977). Menurut Myers (Sukardi dan Herdinata, 2009: 132), Investment Opportunity Set (IOS) merupakan kombinasi antara aktiva rill yang dimiliki (assets in place) dengan opsi investasi di masa yang akan datang yang mempunyai Net Present Value (NPV) positif, dan akan mempengaruhi nilai suatu perusahaan. Perusahaan yang memiliki potensi tumbuh tinggi diidentifikasi sebagai perusahaan yang mengalami peningkatan pada aktiva rillnya dan peningkatan
6
pada peluang investasi yang ada. Kallapur dan Trombley (Evana, 2009: 169) pertumbuhan merupakan kemampuan perusahaan untuk meningkatkan ukuran perusahaan, sementara IOS merupakan opsi utuk berinvestasi pada suatu proyek yang memiliki Net Present Value (NPV) positif. Gaver dan Gaver (Evana, 2009: 170) menyatakan proksi IOS diklasifikasikan dalam tiga tipe, yaitu: 1. Proksi IOS berdasarkan harga (price-based proxies) IOS berdasarkan harga merupakan proksi yang menyatakan bahwa prospek pertumbuhan perusahaan sebagian dinyatakan dalam harga pasar. Proksi yang menyatakan bahwa prospek pertumbuhan perusahaan secara parsial dinyatakan dalam harga-harga saham, dan perusahaan-perusahaan yang tumbuh akan memiliki nilai pasar yang lebih tinggi secara relatif untuk aktiva yang dimiliki (assets in place). Rasio-rasio yang telah digunakkan dalam beberapa penelitian yang berkaitan dengan proksi pasar adalah: market to book value of asset, market to book value of equity, tobins’q, ratio of property, plant and equipment to firm value, earnings to price ratios, ratio of depreciation to firm value, dan firm value to book value property, plant and equipment. Shintawati (Puteri, 2012) menyatakan bahwa rasio Market to Book Value of Equity dapat mencerminkan adanya IOS bagi suatu perusahaan. Smith dan Watts (Ramdani, 2010) menyatakan rasio market to book value of equity mencerminkan bahwa pasar menilai return dari investasi perusahaan di masa depan akan lebih besar dari return yang diharapkan dari ekuitasnya. Perusahaan yang mempunyai rasio market to book value of equity yang tinggi akan memiliki pertumbuhan aktiva dan ekuitas yang besar. Secara matemtis, Market to Book Value of Equity (MVE/BVE) diformulasikan sebagai berikut.
2. Proksi IOS berdasarkan investasi (investment-based proxies) Proksi berbasis investasi menunjukan bahwa tingkat aktivitas yang tinggi berkaitan secara positif dengan nilai IOS suatu perusahaan. Perusahaanperusahaan yang memiliki suatu IOS yang tinggi juga akan memiliki tingkatan investasi yang tinggi, yang dikonversi menjadi asset yang dimiliki. Bentuk dan proksi ini merupakan suatu rasio yang membandingkan suatu investasi yang telah diinvestasikan dalam bentuk aktiva tetap, atau suatu hasil operasi yang diproduksi dari aktiva yan telah diinvestasikan. Proksi IOS berbasis investasi yang biasanya digunakan dalam penelitian adalah: rasio capital expenditure to book value asset, rasio capital expenditure to market value of assets, rasio investment to net sales, rasio investment to earnings. 3. Proksi IOS berdasarkan varian (variance measures) Proksi ini mengungkapkan bahwa suatu opsi akan menjadi lebih bernilai jika menggunakan variabilitas ukuran untuk memperkirakan besarnya opsi yang tumbuh, seperti variabilitas return yan mendasari peningkatan aktiva. Ukuran
7
yang digunakan dalam beberapa penelitian, diantaranya: variance of returns, the variance of assets deflated sales, assets betas. Ukuran Perusahaan Ukuran perusahaan adalah skala besar kecilnya perusahaan yang dapat diklasifikasikan berdasarkan berbagai cara antara lain dengan ukuran pendapatan, total aset, dan total ekuitas (Brigham dan Houston, 2001 dalam Warianto, 2013: 26). Pada dasarnya ukuran perusahaan hanya terbagi dalam tiga kategori yaitu perusahaan besar (large firm), perusahaan menengah (medium firm), dan perusahaan kecil (small firm). Penentuan ukuran perusahaan tersebut didasarkan kepada total aset perusahaan (Machfoedz dalam Adriani, 2011: 40). Secara teoritis perusahaaan yang lebih besar mempunyai kepastian (certainty) yang lebih besar daripada perusahaan kecil sehingga akan mengurangi tingkat ketidakpastian mengenai prospek perusahaan ke depan. Hal tersebut dapat membantu investor memprediksi risiko yang mungkin terjadi jika ia berinvestasi pada perusahan itu (Yolana dan Martani, 2005 dalam Adriani, 2011: 41). Suatu perusahaan yang sudah mampu akan memiliki akses yang mudah menuju pasar modal, sementara perusahaan baru dan masih kecil akan mengalami banyak kesulitan untuk melakukan akses ke pasar modal. Selain itu ukuran perusahaan turut menentukan tingkat kepercayaan investor, semakin besar perusahaan semakin dikenal masyarakat yang berarti semakin mudah untuk mendapatkan informasi mengenai perusahaan (Hartono, 2003 dalam Warianto, 2013: 27). Total Assets Turnover (TATO) merupakan indikator yang digunakan untuk mengukur perusahaan sebagai rasio aktifitas dalam mengukur efektifitas pemanfaatan aktiva dalam menghasilkan penjualan perusahaan, sehingga semakin besar perputan aktiva semakin efektif perusahaan mengelola aktivanya. Total Assets Turnover dapat diformulasikan sebagai berikut.
KERANGKA PEMIKIRAN Salah satu ukuran kinerja perusahaan yang sering digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan adalah laba yang dihasilkan perusahaan (Subramanyam, 1996 dalam Siregar dan Utama, 2005), dimana laba tersebut diukur dengan dasar akrual. Grahita (2001) dalam Puteri (2007: 21) laba akuntansi yang berkualitas adalah laba akuntansi yang dapat mencerminkan kinerja keuangan perusahaan yang sebenarnya dengan sedikit atau tidak dipengaruhi oleh manajemen laba yang disebabkan dari penerapan konsep akrual dalam akuntansi. Kualitas laba dalam penelitian ini diukur dengan model Jones (1991). Kualitas laba dilihat dari nilai DACC, semakin tinggi DACC mencerminkan manajemen laba yang tinggi sehingga kualitas laba perusahaan menjadi rendah. Menurut Gumanti (Adriani, 2011: 55), salah satu kelebihan dalam pendekatan total akrual adalah pendekatan
8
tersebut berpotensi untuk dapat mengungkap cara-cara untuk menurunkan atau menaikan laba keuntungan, karena cara-cara tersebut kurang mendapat perhatian untuk diketahui pihak luar. Investment Opportunity Set (IOS) merupakan keputusan investasi dalam bentuk kombinasi dari aktiva yang dimiliki (asset in place) dan opsi investasi di masa yang akan datang (Myers dalam Sukardi dan Herdinata, 2009: 132). Perusahaan dengan IOS tinggi cenderung dinilai positif oleh investor karena lebih memiliki prospek keuntungan di masa yang akan datang. Hal tersebut yang menyebabkan adanya kemungkinan manajemen perusahaan melakukan manajemen laba untuk mempertahankan pertumbuhan perusahaan. Hasil penelitian Wah (Warianto, 2013: 37), perusahaan dengan Investment Opportunity yang tinggi kemungkinan lebih mempunyai discretionary accrual (akrual kelolaan) yang tinggi. Dalam penelitian ini penulis menggunakan rasio Market to Book Value of Equity (MVE/BVE) merupakan rasio nilai buku ekuitas terhadap nilai pasar ekuitas (Collins dan Kothari dalam Norpratiwi, 2001 : 2). Indikator yang digunakan Market to Book Value of Equity yaitu: a) jumlah lembar saham beredar; b) closing price; dan c) total ekuitas. Kelebihan dari rasio ini seperti yang diungkapkan Shintawati (Puteri, 2012) bahwa rasio Market to Book Value of Equity dapat mencerminkan adanya IOS bagi suatu perusahaan. Ukuran perusahaan adalah skala besar kecilnya perusahaan yang dapat diklasifikasikan berdasarkan berbagai cara antara lain dengan ukuran pendapatan, total aset, dan total ekuitas (Brigham dan Houston, 2001 dalam Warianto, 2013: 26). Penentuan ukuran perusahaan didasarkan pada perputaran aktiva. perusahaan besar umumnya memiliki pendapatan atau penjualan yang besar serta perputaran aktiva yang dilakukan seefektif mungkin sehingga dapat menarik investor untuk menanamkan modalnya pada perusahan tersebut. PT. Unilever dikategorikan sebagai ukuran perusahaan besar yaitu yang memiliki pendapatan, total aktiva dan modal yang besar dengan usahanya yang mencakup berbagai jenis produk kehidupan konsumen, mulai dari kosmetik, detergen hingga produk konsumsi dengan jenis produk yang bervariasi. Rasio Aktivitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah Total Asset Turnover (TATO) karena penelitian dilakukan pada satu perusahaan. TATO merupakan rasio untuk mengukur efektivitas penggunaan dana yang tertanam pada seluruh aktiva di dalam penjualan ( Darsono dan Ashari, 2005:59). Indikator yang digunakan dalam Total Asset Turnover yaitu: a) net sales; dan b) total assets.
HIPOTESIS Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka pemikiran diatas, maka penulis merumuskan hipotesis sebagai berikut: H₁ : Investment Opportunity Set (IOS) berpengaruh signifikan terhadap kualitas laba. H₂ : Ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap kualitas laba. H₃ : Investment Opportunity Set (IOS) dan ukuran perusahaan berpengaruh secara simultan terhadap kualitas laba.
9
METODE PENELITIAN Objek penelitian ini adalah Investment Opportunity Set (IOS), ukuran perusahaan dan kualitas laba yang diperoleh dari laporan keuangan PT. Unilever, Tbk periode 2003-2012. Subjek pada penelitian ini adalah PT. Unilever, Tbk dan penulis memperoleh data yang diperlukan melalui pusat informasi Pojok Bursa Universitas Siliwangi di JL. Siliwangi No. 24 Tasikmalaya 46115. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penilitian Deskriftif. Penelitian ini melibatkan dua variabel bebas (independen), dan satu variabel terikat (dependen). Variabel bebas dalam penelitian ini meliputi Investment Opportunity Set (IOS) dan ukuran perusahaan. variabel terikatnya adalah kualitas laba. Teknik Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi penelitian Dokumen dan penelitian kepustakaan. Jenis data yang digunakan adalah data kuantitatif yang diperoleh dari situs Bursa Efek Indonesia yaitu www.idx.co.id, situs resmi PT. Unilever, Tbk yaitu www.unilever.co.id, serta database pojok BEI Universitas Siliwangi. Model atau paradigm dalam penelitian ini menerapkan model regresi linier berganda yang merupakan pengembangan dari analisis regresi sederhana (Augustine dan Kristaung, 2013: 150). Analisis ini bertujuan untuk membuktikan ada tidaknya hubungan fungsional atau hubungan kausal antara dua atau lebih variabel bebas X1,X2,…….Xi terhadap suatu variabel terikat Y.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Investment Opportunity Set (IOS) pada PT. Unilever, Tbk tahun 2003-2012. Investment Opportunity Set (IOS) merupakan pilihan investasi di masa yang akan datang pada suatu proyek yang memiliki Net Present Velue positif dimana IOS menunjukan opsi pertumbuhan bagi perusahaan. IOS diklasifikasikan menjadi tiga proksi yaitu berdasarkan harga, investasi dan varian. Proksi IOS berdasarkan harga merupakan proksi yang menyatakan bahwa prospek pertumbuhan perusahaan sebagain dinyatakan dalam harga pasar. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan Market to Book Value of Equity (MVEBVE) sebagai rasio yang mencerminkan bahwa pasar menilai return dari investasi perusahaan di masa depan akan lebih besar dari yang diharapkan dari ekuitasnya (Smith dan Watts dalam Ramdani, 2010). Shintawati (Puteri, 2012) menyatakan bahwa rasio Market to Book Value of Equity dapat mencerminkan adanya IOS bagi suatu perusahaan. Perusahaan yang mempunyai rasio Market to Book Value of Equity yang tinggi akan memiliki pertumbuhan aktiva dan ekuitas yang besar. Berikut ini perkembangan Market to Book Value of Equity pada PT. Unilever, Tbk tahun 2003-2012:
10
Market to Book Value of Equity (MVE/BVE) PT. Unilever, Tbk tahun 2003-2012 Jumlah Lembar Closing Total Perubahan Tahun MVE/BVE Saham yang Price Equity (%) Beredar 2003 204.070.000 3.625 2.095.659 352.993,3782 2004 434.065.000 3.300 2.258.000 634.373,1178 79,71 2005 233.032.500 (27,75) 4.275 2.173.536 458.337,9054 2006 454.259.794 6.600 2.368.527 1.265.814,0019 176,17 2007 639.630.800 6.750 2.692.141 1.603.745,0862 (26,70) 2008 451.409.313 7.800 3.100.312 1.135.689,7762 (29,18) 2009 515.312.146 11.050 3.702.819 1.537.801,1221 35.41 2010 515.161.224 16.500 4.045.419 2.101.181,6566 36.63 2011 557.422.827 18.800 3.680.937 2.846.978,6762 35.49 2012 551.852.527 20.850 3.968.365 2.899.462,4204 1.84 Sumber: www.idx.co.id dan www.duniainvestasi.com, (9 Juni, data diolah)
Berdasarkan tabel atas, PT. Unilever, Tbk selama tahun 2003-2012 mempunya rasio MVEBVE yang bervariasi. Pencapaian rasio MVEBVE yang paling tinggi terjadi pada tahun 2012 yaitu sebesar 2,899,462.4204. Sedangkan rasio MVEBVE terendah terjadi pada tahun 2003 yaitu sebesar 352,993.3782. Nilai Market to Book Value of Equity yang tinggi disebabkan oleh naiknya harga saham PT. Unilver, Tbk seadangkan total ekuitasnya konstan atau hanya sedikit terjadinya kenaikan. Ukuran Perusahaan pada PT. Unilever, Tbk tahun 2003-2012. Ukuran perusahaan merupakan tolak ukur yang menentukan tingkat kemudahan perusahaan dalam memperoleh dana dari pasar modal serta menentukan kekuatan tawar menawar dalam kontrak keuangan. Hal tersebut akan berpengaruh langsung terhadap laba suatu perusahaan. Perputaran total aset merupakan salah satu rasio aktivitas. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan TATO (Total Assets Turover) sebagai indikator dari rasio aktivitas karena rasio ini mengukur efektifitas pemanfaatan aktiva dalam menghasilkan penjualan perusahaan, sehingga semakin besar perputaran aktiva semakin efektif perusahaan mengelola aktivanya. Total Assets Turnover diperoleh dengan membandingkan net sales dan total assets PT. Unilever, Tbk tahun 2003-2012. Perkembangan Total Asssets Turnover pada PT. Unilever, Tbk tahun 2003-2012 diperoleh dari laporan keuangan PT. Unilever, Tbk yang terdapat di Pojok Bursa Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Siliwangi. Berikut ini perkembangan Total Assets Turnover pada PT. Unilever, Tbk tahun 2003-2012:
11
Total Assets Turnover pada PT. Unilever, Tbk tahun 2003-2012
Tahun
Net Sales
Total Assets
2003 8.123.625 3.416.262 2004 8.984.822 3.663.709 2005 9.992.135 3.842.351 2006 11.335.241 4.626.000 2007 12.545.000 5.333.000 2008 15.577.811 6.504.736 2009 18.246.872 7.484.990 2010 19.690.239 8.701.262 2011 23.469.218 10.482.312 2012 27.303.248 11.984.979 Sumber : www.idx.co.id, (9 Juni, data diolah)
(Dalam Jutaan Rupiah) Total Assets Perubahan Turnover (%) (TATO) 2,3779 2,4524 3,13 2,6005 6,04 2,4503 (5,78) 2,3523 (4,00) 2,3948 1.81 2,4378 1.79 2,2629 (7.17) 2,2389 (1.06) 2,2781 1.75
Dilihat dari tabel di atas, diketahui bahwa Total Assets Turnover pada PT. Unilever, Tbk tahun 2003-2012 mengalami fluktuasi. Hal tersebut disebabkan oleh fluktuasi net sales dan total assets yang dimiliki perusahaan. Pencapaian Total Assets Turnover pada PT. Unilever, Tbk tahun 2003-2012 yang tertinggi adalah pada tahun 2005 yaitu mencapai 2,6005. Total Assets Turnover tersebut menunjukan bahwa penjualan yang terjadi hampir tiga kali lebih besar dari total aktivanya. Kualitas Laba pada PT. Unilver, Tbk tahun 2003-2012. Kualitas laba adalah penilaian sejauh mana laba sebuah perusahaan dapat diperoleh berulang-ulang, dapat dikendalikan, dan layak bank (memenuhi syarat untuk mengajukan kredit/pinjaman pada bank). Dalam penelitian ini, kualitas laba diukur melalui Discretionari Accruals (DACC) yang dihitung dengan cara menselisihkan Total Accruals (TACC) dan Non Discretionary Accruals (NDACC). Menurut Dechow et al. (Adriani, 2011: 52), menghitung DACC, digunakan Modified Jones model karena model ini dianggap lebih baik diantara model lain untuk mengukur manajemen laba. Perkembangan kualitas laba pad PT. Unilever, Tbk tahun 2003-2012 diperoleh dari laporan keuangan PT. Unilever, Tbk. Berikut ini perkembangan kualitas laba pada PT. Unilever, Tbk tahun 2003-2012:
12
Discretionary Accrual pada PT. Unilver, Tbk tahun 2003-2012 Tahun
TACCit
TAi,t-1
2003 558.918 3.091.853 2004 692.544 3.416.262 2005 398.672 3.633.709 2006 289.984 3.842.351 2007 571.428 4.626.000 2008 662.620 5.333.000 2009 967.880 6.504.736 2010 919.454 7.484.990 2011 112.923 8.701.262 2012 1.275.119 10.482.312 Sumber: www.idx.co.id, (9 Juni, data diolah)
NDACCit
DACCit
0,326 0,434 0,413 0,468 0,492 0,521 0,511 0,546 0,650 0,618
(0,1452) (0,2313) (0,3042) (0,3925) (0,3685) (0,3968) (0,3622) (0,4232) (0,6370) (0,4964)
Pertumbuhan (%) 59,30 31,52 29,03 (6,11) 7,68 (8,72) 16,84 50,52 22,07
Dillihat dari tabel di atas, diketahui bahwa kualitas laba yang diukur dengan DACC pada PT. Unilever, Tbk tahun 2003-2012 mengalami fluktuasi. Nilai DACC tertinggi terjadi pada tahun 2003 yaitu -0.1452, dan nilai terendah terjadi pada tahun 2011 yaitu -0.6370, pada tahun 2003 dengan nilai DACC yang tinggi mencerminkan manajemen laba yang tinggi sehingga kualitas laba perusahaan pada tahun tersebut rendah. Pengaruh Investment Opportunity Set (IOS) terhadap Kualitas Laba pada PT. Unilever, Tbk tahun 2003-2012 secara Parsial. Berdasarkan hasil perhitungan SPSS, nilai thitung sebesar -6,181. Dengan mengambil taraf signifikansi α sebesar 5% maka t tabel sebesar 1,895 dan diperoleh tingkat signifikansi 0,001<0,005. Karena t hitung negatif cara pengujian berikutnya menggunakan kurva. Penggunaan kurva bermanfaat sekali jika nilai t hitung negatif (-), bilangan negatif t tidak bermakna minus (hitungan) tetapi mempunyai makna bahwa pengujian hipotesis dilakukan disisi kiri. Karena t hitung -6.181 yang berarti berada di daerah penolakan maka H0 ditolak dan H1 diterima. Artinya Investment Opportunity Set (IOS) berpengaruh negatif signifikan terhadap kualitas laba. Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Kualitas Laba pada PT. Unilever, Tbk tahun 2003-2012 secara parsial. Hasil pengujian secara parsial untuk variabel ukuran perusahaan diperoleh tingkat signifikansi sebesar 0,087 sedangkan tingkat signifikansi sebesar 0,05 sehingga Sig > α atau 0,087 > 0,05 serta menurut perhitungan SPSS thitung sebesar -2,046 dan ttabel sebesar 1,895 , maka H2 ditolak dan H0 diterima, artinya ukuran perusahaan berpengaruh tidak signifikan terhadap kualitas laba.
13
Pengaruh Investment Opportunity Set (IOS) dan terhadap Kualitas Laba pada PT. Unilever, Tbk tahun 2003-2012 secara Simultan. Berdasarkan hasil perhitungan SPSS diperoleh tingkat signifikansi 0,001 dengan α = 0,05. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa Investment Opportunity Set dan ukuran perusahaan secara simultan berpengaruh signifikan terhadap kualitas laba karena signifikansi penelitian 0,001 < 0,05. Selain menggunakan nilai probabilitas atau nilai Sig, metode lain yang dapat digunakan adalah menggunakan nilai Fhitung dibandingkan dengan nilai F tabel. Kriteria penilaian dengan menggunakan metode ini adalah, jika nilai F hitung > F tabel maka hipotesis penelitian diterima, dan sebaliknya. Dalam tabel diatas dapat dilihat F hitung memiliki nilai 28,722 sedangkan F tabel memiliki nilai 4,74 ini berarti F hitung > F tabel, sehingga hipotesis penelitian diterima. Artinya Investment Opportunity Set (IOS) dan ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap kualitas laba pada perusahaan PT. Unilever, Tbk tahun 2003-2012. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Penelitian ini menguji pengaruh Investment Opportunity Set dan ukuran perusahaan terhadap kualitas laba pada perusahaan PT. Unilever, Tbk tahun 20032012. Kualitas laba diukur menggunakan Jones Model (1991) yaitu dari nilai discretionary accruals yang menggambarkan besar kecilnya manajemen laba suatu perusahaan. Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan dalam penelitian ini dapat diambil kesimpulan bahwa: 1. Investment Opportunity Set PT. Unilever, Tbk selama tahun 2003-2012 yang di proksikan berdasarkan harga dengan menggunakan rasio MVEBVE mengalami fluktuasi. Pencapaian rasio MVEBVE yang paling tinggi terjadi pada tahun 2012 yaitu sebesar 2,899,462.4204 dan terendah terjadi pada tahun 2003 yaitu sebesar 352,993.3782. Nilai Market to Book Value of Equity yang tinggi disebabkan oleh naiknya harga saham PT. Unilver, Tbk seadangkan total ekuitasnya konstan atau hanya sedikit terjadinya kenaikan. Ukuran Perusahaan yang dihitung dengan rasio Total Assets Turnover pada PT. Unilever, Tbk tahun 2003-2012 mengalami fluktuasi. Hal tersebut disebabkan oleh fluktuasi net sales dan total assets yang dimiliki perusahaan. Pencapaian Total Assets Turnover tertinggi terjadi pada tahun 2005 yaitu mencapai 2,6005. Total Assets Turnover tersebut menunjukan bahwa penjualan yang terjadi hampir tiga kali lebih besar dari total aktivanya. Kualitas laba yang diukur dengan DACC pada PT. Unilever, Tbk tahun 20032012 mengalami fluktuasi. Nilai DACC tertinggi terjadi pada tahun 2003 yaitu -0.1452, dan nilai terjadi pada tahun 2011 yaitu -0.6370, pada tahun 2003 dengan nilai DACC yang tinggi mencerminkan manajemen laba yang tinggi sehingga kualitas laba perusahaan pada tahun tersebut rendah. 2. Investment Opportunity Set (IOS) berpengaruh negatif signifikan terhadap kualitas laba pada PT. Unilever, Tbk tahun 2003-2012. Memberikan indikasi
14
semakin tinggi Investment Opportunity Set maka discretionary accrual tinggi yang berarti kualitas laba rendah. 3. Ukuran perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas laba pada PT. Unilver, Tbk tahun 2003-2012. 4. Investment Opportunity Set dan ukuran perusahaan secara bersama-sama (simultan) berpengaruh signifikan terhadap kualitas laba. Saran Berdasarkan keterbatasan yang ada pada penelitian ini, maka penulis menyarankan sebagai berikut: 1. Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik meneliti judul yang sama, diharapkan agar dapat menambahkan dan menggunakan variabel independen lain yang mempengaruhi kualitas laba diantaranya likuiditas, mekanisme corporate governance,dan struktur modal. Lebih cermat dalam melakukan penelitian mulai dari pemilihan ukuran masing-masing variabel, tahun pengamatan serta pemilihan populasi penelitian yan lebih luas. Hal tersebut bertujuan agar tidak terjadi kemungkinan penyimpangan hasil terhadap teori yang ada. Dikarenakan pada penelitian ini Penggunaan sampel perusahaan yang hanya satu perusahaan dalam satu industri, yaitu industri manufaktur (PT. Unilever, Tbk) sehingga hasil penelitian ini belum tentu berlaku pada perusahaan lain dalam satu industri yang sama dan perusahaan di industri lain. 2. Bagi perusahaan hendaknya meningkatkan kualitas laba sehingga dapat menarik investor untuk berinvestasi pada perusahaan, dan mampu mempertahankan laba sehingga kinerja keuangan menjadi baik dimata investor.
DAFTAR PUSTAKA Adriani, Irma. (2011). Pengaruh Investment Opportunity Set dan Mekanisme Corporate Governance Terhadap Kulaitas Laba dan Nilai Perusahaan. Skripsi FE UNDIP. Universitas Diponegoro Semarang: Dipublikasikan. Augustine, Yvonne. Robert, Kristaung. (2013). Metodelogi Penelitian Bisnis dan Akuntansi. Jakarta: Dian Rakyat. Boediono, Gideon. (2005). Kualitas Laba:Studi Pengaruh Mekanisme Corporate Governance dan Dampak Manajemen Laba dengan Menggunakan Analisis Jalur. Simposium Nasional Akuntansi (SNA) VIII Solo. Evana, Einde. (2009). “Analisis Hubungan Investment Opportunity Set Berdasarkan Nilai Pasar dan Nilai Buku dengan Realisasi Pertumbuhan”. Jurnal Akuntansi dan Keuangan 14. (2). 167-186. Nopratiwi, Agustina.M.V. (2001). Analisis Korelasi Investment Opportunity Set Terhadap Return Saham (pada saat Pelaporan Keuangan). Skripsi FE STIE YKPN Yogyakarta: Dipublikasikan.
15
Paulus, Christian. (2012). Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Laba. Skripsi FE UNDIP. Universitas Diponegoro Semarang: Dipublikasikan. Puteri, Paramitha.A. (2012). Analisis Pengaruh Investment Opportunity Set (IOS) dan Mekanisme Corporate Governance Terhadap Kualitas Laba dan Nilai Perusahaan. Skripsi FE UNDIP. Universitas Diponegoro Semarang: Dipublikasikan. Ramdani, Ridwan. (2010). Hubungan Investment Opportunity Set (IOS) pada Harga Saham dengan Sales Growth Perusahaan di Bursa Efek Indonesia. Skripsi FE UNSIL. Universitas Siliwangi Tasikmalaya. Sarwono, Jonathan. (2012). Metode Riset Skripsi Pendekatan Kuantitatif Menggunakan Prosedur SPSS. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. Siallagan, Hamonangan dan Machfoedz, Mas’ud. (2006). Mekanisme Corporate Governance, Kualitas Laba dan Nilai Perusahaan. Simposium Nasional Akuntansi (SNA) IX Padang. Siregar, Sylvia V.N.P dan Sidharta, Utama. (2005). Pengaruh Struktur Kepemilikan, Ukuran Perusahaan dan Praktek Corporate Governance Terhadap Pengelolaan Laba (Earning Management). Simposium Nasional Akuntansi (SNA) VIII Solo. Sukardi, David.K.dan Christian, H. (2009). Manajemen Keuangan. Surabaya: Graha Ilmu. Sunyoto, Danang. (2013). Metodologi Penelitian Akuntansi. Yogyakarta: Refika Aditama. Sutopo, Bambang. (2009). Manajemen Laba dan Manfaat Kualitas Laba Dalam Keputusan Investasi. Surakarta: UPT Perpustakaan UNS. Warianto, Paulina. (2013). Pengaruh Ukuran Perusahaan, Struktur Modal, Likuiditas dan Investment Opportunity Set (IOS) Terhadap Kualitas Laba pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI. Skripsi FE Universitas Atma Jaya Yogyakarta: Dipublikasikan. Wibowo, Agung.E. (2012), Aplikasi Praktis SPSS dalam Penelitian. Yogyakarta: Gava Media. www.duniainvestasi.com (29 April) www.idx.co.id (26 April 2014) www.junaidichaniago.wordpress.com (23 Juli 2014) www.unilever.co.id (15 April 2014).
16