PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PULAU LAE-LAE MAKASSAR MELALUI KEGIATAN PARIWISATA Oleh: MUH. RUSDI Politeknik Pariwisata Negeri Makassar, Jl. Gunung Rinjani, Kota Mandiri Metro Tanjung Bunga Makassar Email:
[email protected] ABSTRAK Perkembangan pariwisata di kota Makassar memperlihatkan kemajuan yang sangat pesat hal ini dapat dilihat dengan munculnya berbagai fasilitas pendukung seperti hotel, restoran, travel dan juga pusat-pusat hiburan dan perbelanjaan souvenir serta berbagai macam kuliner yang terdapat di pantai Losari. Namun hal ini tidak akan cukup bertahan lama jika tidak ada upaya lain untuk memunculkan destinasi baru dalam pengembangan pariwisata kota Makassar. Pemerintah Kota Makassar dalam pengembangan destinasi pariwisata yang baru yaitu dengan diberdayakannya masyarakat dalam pengembangan dan pengelolaan destinasi pariwisata di Makassar yang diharapkan mampu meningkatkan jumlah kunjungan yang datang di Kota Makassar. Dengan memberdayakan masyarakat Pulau Lae-Lae dalam mengelola kepariwisataan yang ada maka tentunya diharapkan dapat memberikan kesejahteraan bagi masyarakat sekitar destinasi dan hal ini dapat dicapai apabila semua steakholder baik pemerintah, industri dan masyarakat ikut serta dalam mewujudkan program tersebut sehinggan masyarakat Pulau Lae-Lae dapat mandiri dan menikmati kesejahteran dari hasil pengelolaan pariwisata yang dilakukan oleh pihak pemerintah daerah. Kata kunci: Pemberdayaan, masyarakat, pengelolaan pariwisata, pemangku kepentingan ABSTRACT
Tourism in Makassar city has been considered as developing sector seen from supportive activities including hotels, restaurnats, tour and travel, entertainment and shopping centre and culinary. However, Makassar city requires to promote other or new tourism atractions to support tourism development. The government has worked on encouraging tourism development as well as enhancing participation by community particularly in Lae-Lae island. The island is expected to support tourism development of Makassar city which then contributes to the economic prosperity of the community in Lae-Lae island. This paper is a conceptual framework for tourism in Lae-Lae island based on social phenomenen in the destination. This paper suggets that the government, the tourism industry and community should work together to achieve the goal of tourism development in Lae-Lae island. The stakeholder can help community in Lae-Lae island achieve their economic welfare through collaborative work. Keywords: Empowerment, community, tourism management, stakeholder Jurnal Kepariwisataan, Volume 11, No. 01 Februari 2017, Halaman 58-68
58
PENDAHULUAN Semakin disadari bahwa dinamika perkembangan kepariwisataan di masa mendatang seringkali dihadapkan pada kompetisi yang semakin ketat, baik dalam aspek pemasaran maupun dalam pengembangan produk. Kondisi ini tentunya akan dirasakan di berbagai daerah tujuan wisata di Indonesia khususnya daerah tujuan wisata yang berada di provinsi Sulawesi Selatan. Dalam pembangunan pariwisata Indonesia terdapat empat pilar penopang yakni 1) destinasi pariwisata, 2) pemasaran pariwisata, (3) industry pariwisata dan kelembagaan pariwisata. Di dalam Undang-Undang Nomor : 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan di jelaskan bahwa konsep dan definisi pariwisata yang diterapkan di Indonesia yaitu : - Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah dan pemerintah daerah. - Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta multi disiplin yang muncul sebagai wujud setiap orang dan Negara serta intraksi antara wisatawan dan masyarakat setempat sesama wisatawan, pemerintah, pemerintah daerah dan pengusaha. Fungsi dan tujuan pembangunan pariwisata adalah untuk memenuhi kebutuhan jasmani, rohani dan intlektual setiap wisatawan dengan rekreasi dan perjalanan serta
meningkatkan pendapatan Negara untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Untuk mencapai atau mewujudkan keinginan tersebut diperlukan adanya sebuah perencanaan yang akurat dengan menerapkan pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional. Selain itu, tantangan dan perubahan peran serta kewenangan stakeholder pariwisata kita diera ekonomi juga diharapkan dapat memberikan warna tersendiri dalam melakukan proses perencanaan maupun implementasi program baik oleh pemerintah pusat maupun yang dilakukan oleh pemerintah daerah, swasta maupun masyarakat luas. Salah satu yang menjadi indikator kekuatan sektor pariwisata di Provinsi Sulawesi Selatan yaitu karena memiliki berbagai keindahan alam yang sangat mempesona maupun keragaman budaya yang sudah bercirikan metropolitan selain itu kekhasan tradisi masyarakatnya masih dapat kita jumpai. Demikian pula dengan berbagai peninggalan sejarah yang sebagaian besar sudah diketahui oleh masyarakat dunia jika kita dapat mengenang sejarah panjang perjalanan dan perjuangan rakyat Sulawesi Selatan. Kekhasan peradaban masyarakat Sulawesi Selatan secara turun temurun sudah memperlihatkan dua bentuk ciri khas yang dimiliki daerah ini yaitu sebagai masyarakat pelaut (Bahari) yang identik dengan Bugis dan Makassar. Selain itu, untuk mengetahui masyarakat agraris yang
Jurnal Kepariwisataan, Volume 11, No. 01 Februari 2017, Halaman 58-68
59
pada umumnya berada di pegunungan seperti Toraja dengan kebudayaan spesifiknya dan juga merupakan destinasi pariwisata dunia diharapkan setiap wisatawan yang datang berkunjung dan melihat sekaligus menjumpai langsung kehidupan dengan peradaban yang unik yang tidak dijumpai di belahan dunia manapun. Selain itu, Tana Toraja juga dikenal dengan keindahan alamnya yang cukup memukau wisatawan baik mancanegara maupun nusantara. Etnis Bugis Makassar dikenal pula dengan keberaniannya mengarungi samudra luas hanya dengan mempergunakan perahu layar tradisonal “phinisi” hal ini tak perlu lagi diragukan karena sudah terkenal diberbagai pelosok dunia, mereka bahkan berlayar sampai mengarungi samudra yang sangat luas bukan hanya di Indonesia namun juga menuju keberbagai Negara diantaranya belahan utara Australia, beberapa pulau disamudra pasifik serta disemanjung Afrika Selatan dan disana masih meninggalkan jejak dan bahkan sampai saat ini masih ditemukan jejaknya. Provinsi Sulawesi Selatan dengan ibukotanya Makassar memiliki perkembangan pembangunan yang cukup pesat terutama dalam menghadapi pasar bebas dan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) serta untuk memacu penerimaan devisa melalui sektor pariwisata hal ini dapat di lihat dengan meningkatnya berbagai bentuk bangunan yang menjulang tinggi serta berbagai pusat perbelanjaan yang berada di sudut sudut kota Makassar. Dilakukannya
pembenahan fasilitas pendukung, hal ini dilakukan oleh karena Makassar sudah cukup dikenal diseluruh pelosok tanah air sebagai perwakilan pusat Indonesia Timur. Selain itu, pemerintah Kota Makassar sudah menerapkan kota ini menjadi Kota Dunia dan pemerintah Kota Makassar juga bertekad untuk mempertahankan kebersihan disekitar wilayah Makassar bahkan sampai ke gang-gang kecil juga turut dibenahi tentunya usaha ini dilakukan untuk mempertahankan sebuah penghargaan pemerintah pusat melalui piala Adipura yang diterimanya pada tahun 2016. Pemerintah daerah juga memiliki semangat untuk dapat memajukan daerah ini dengan sebuah tekad yang bulat yaitu membangun Kota Makassar dua kali lebih baik dari pemerintahan sebelumnya. Dalam kehidupan orang-orang tua Makassar secara turun-temurun, maka terdapat dua lapangan kerja yang menonjol diantaranya adalah kehidupan pertanian baik pertanian persawahan maupun peladangan dan yang kedua adalah pelayaran mengarungi lautan luas (Wahid, 2015: 44). Dari kedua mata pencaharian utama orang Makassar ini maka perlu perkembangan sektor lainnya dan paling potensial untuk dikembangkan yaitu dengan membangun sektor pariwisata yang sudah dilakukan oleh pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan termasuk pemerintah daerah khususnya Makassar sebagai ibukota Provinsi dan hal ini terlihat sudah sangat mengembirakan termasuk perkembangan pembangunan dan
Jurnal Kepariwisataan, Volume 11, No. 01 Februari 2017, Halaman 58-68
60
fasilitas pendukung pariwisata lainnya. Usaha yang dilakukan oleh semua pihak ini tentunya mengarah pada keinginan pemerintah untuk meningkatkan jumlah kunjungan yang berasal dari sektor pariwisata yang ada namun hal ini belum cukup sebab masih banyak hal-hal lain yang dapat dikembangkan untuk menyempurnakan tempat daya tarik wisata yang masih banyak di Makassar. Penulis melihat adanya sesuatu yang perlu diadakan perubahan khususnya dalam melengkapi daya tarik kota Makassar yang selama ini hanya dikenal dengan daya tariknya yang cukup terbatas seperti objek peninggalan sejarah, kuliner dan keindahan serta pantai Losari. Namun, ketersediaan daya tarik tersebut perlu juga diciptakan sebuah daya tarik wisata yang baru sehingga masyarakat Kota Makassar atau pengunjung di luar Kota Makassar tidak merasa jenuh dengan tempat dan makanan yang kadang membosankan. Sudah saatnya pemerintah dalam hal ini Dinas Pariwisata Kota Makassar melakukan sebuah terobosan baru dalam meningkatkan jumlah kunjungan pariwisata di Daerah ini. Yaitu dengan melakukan pengembangan daerah tujuan wisata yang baru yang letaknya tidak jauh dari pusat Kota Makassar yaitu sebuah tempat yang berada di Pulau Lae-Lae. Pulau Lae-Lae merupakan pulau kecil yang letaknya di bagian barat Makassar yang merupakan salah satu tempat kunjungan wisata di Makassar yang berjarak 1.5 Km dari Makassar dan dapat juga pengunjung melihatnya
dari Pantai Losari untuk melakukan perjalanan kepulau kecil ini. Pengunjung dapat menempuh perjalanan selama 10 menit dengan menggunakan perahu motor nelayan harganya Rp, 15.000 per orang yang dermaganya di dua tempat yaitu di kayu bangkoa dan di depan Benteng Fort Rotterdam. Di pulau Lae-Lae terdapat pula situs sejarah peninggalan peran yaitu sebuah terowongan bawah tanah yang menurut mitos terhubung dengan benteng Kota Makassar atau Fordrotherdam. Namun, sangat disayangkan karena tidak adanya perhatian oleh dinas terkait dan penduduk setempat karena jalan masuk ke terowongan tersebut telah tertimbun oleh sampah rumah tangga. Kondisi masyarakat di pulau tersebut sebagian besar profesinya sebagai nelayan. Namun tidak sedikit pula masyarakatnya terutama pada kaum laki-laki memanfaatkan perahunya sebagai alat transportasi bagi penduduk setempat. Potensi pengembangan pariwisata di Pulau Lae-Lae Makassar sebenarnya sangat menjanjikan dan berpeluang untuk dapat dijadikan sebagai daya tarik pariwisata di Makassar. Adapun potensi yang dapat dijadikan sebagai daya tarik wisata andalan karena pulau Lae-Lae Makassar juga sangat luas dan memiliki pasir putih yang cukup bersih, yang dapat dijadikan sebagai wisata bahari dengan airnya yang cukup jernih, lokasi memancing, pemandangan yang sangat menarik karena di tempat ini juga cukup hijau dan pada saat malam hari pengunjung
Jurnal Kepariwisataan, Volume 11, No. 01 Februari 2017, Halaman 58-68
61
juga dapat melihat keindahan pusat kota Makassar yang penuh dengan bangunan yang menjulang tinggi dan cahaya lampu yang bervariasi membuat orang-orang yang berkunjung di pulau Lae-Lae berharap datang kembali berkunjung. Selain itu, keberadaan pulau LaeLae dijadikan juga sebagai wisata kuliner karena masyarakat di pulau tersebut sebagaian besar bermata pencaharian nelayan sehingga pengunjung dapat dengan mudah menikmati lezatnya ikan bakar ditempat. Pengunjung juga dapat membawa pulang ikan-ikan segar yang dijual oleh para nelayan dengan harga relatif murah sebagai oleh-oleh bagi setiap pengunjung. Dari berbagai potensi yang dimiliki Pulau Lae-Lae untuk dapat dijadikan sebagai salah satu andalan destinasi pariwisata di Makassar yang memiliki daya tarik wisata yang cukup menjajikan dalam penerimaa devisa di masa depan jika dikembangkan dengan baik oleh pemerintah daerah namun pengembangan pariwisata kearah tersebut belum dilaksanakan sepenuhnya oleh pemerintah daerah, termasuk dalam pemberdayaan masyarakat pulau Lae-Lae yang belum sepenuhnya berjalan dengan baik. Dengan melihat kondisi permasalahan yang terdapat di Pulau Lae-Lae tersebut maka diperlukan adanya upaya penanganan serius terutama dalam pengelolaan daya tarik wisata dengan melibatkan berbagai pihak termasuk masyarakat pulau Lae-Lae khususnya agar masyarakat setempat dapat terlibat langsung dalam proses pengelolaan
pariwisata sehingga mereka diharapkan dapat merubah kehidupannya dengan meningkatkan kesejahteraan melalui dana yang dibelanjakan para pengunjung yang datang ke Pulau Lae-Lae. PEMBAHASAN Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pariwisata Agar terjamin implementasi pariwisata berbasis masyarakat (community based tourism) pada destinasi wisata bahari, diperlukan upaya untuk mengedepankan peran serta dan tanggungjawab masyarakat setempat, masyarakat sebagai stakeholder harus dilibatkan dalam pengelolaan berbagai sumber daya pariwisata di wilayah mereka terutama yang berkaitan dengan pemberdaayaan masyarakat yang terkait dengan pariwisata (Kemenparekraf, 2012). Untuk menjamin keberhasilan keterlibatan masyarakat pulau Lae-Lae melalui pariwisata menurut (Sunaryo, 2013:215) terdapat berbagai hal yang sangat berpengaruh penting. Pemberdayaan masyarakat atau komunitas di Pulau Lae-Lae melalui kegiatan usaha kepariwisataan merupakan salah satu model pembangunan yang sedang mendapatkan banyak perhatian dari berbagai kalangan dan menjadi agenda penting dalam proses pembangunan kepariwisataan kedepan. Pemberdayaan masyarakat menurut beberapa ahli seperti Adimiharjda (1999) telah dipahami sebagai suatu proses yang tidak saja hanya mengembangkan potensi ekonomi masyarakat yang sedang tidak berdaya,
Jurnal Kepariwisataan, Volume 11, No. 01 Februari 2017, Halaman 58-68
62
namun demikian juga harus berupaya agar dapat meningkatkan harkat dan martabat, rasa percaya diri dan harga dirinya serta terpeliharanya tatanan nilai budaya setempat. Pemberdayaan masyarakat seperti dipahami dalam pengertian di atas, pada akhirnya juga telah diadopsi sebagai bagian strategi pembangunan sosial ekonomi dan budaya yang diimplementasikan dalam kerangka desain pembangunan kepariwisataan yang berpusat pada rakyat. Dan mempunyai sasaran yang tidak saja hanya menumbuhkan serta mengembangkan nilai tambah ekonomi, tetapi juga nilai tambah yang bersifat sosial budaya. Sebagai subyek pembangunan kepariwisataan, masyarakat dapat di jadikan sebagai pelaku penting yang harus terlibat secara aktif dalam perencanaan dan implementasi program kegiatan kepariwisataan; sementara itu juga dapat dijadikan sebagai penerima manfaat, masyarakat selalu diharapkan dapat memperoleh nilai manfaat ekonomi yang signifikan dari pengembangan kegiatan kepariwisataan yang dapat meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan sosial, ekonomi dan sosial budaya yang terdapat di Pulau Lae-Lae Makassar. Dengan adanya sebuah konsep pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan kepariwisataan di pulau Lae-Lae maka upaya pemberdayaan melalui pariwisata ini pada hakekatnya harus diarahkan kedalam beberapa hal sebagai berikut : a) Meningkatnya kapasitas, peran dan inisiatif masyarakat sebagai subyek
atau pelaku penting dalam pengembangan kepariwisataan. b) Meningkatnya posisi dan kualitas keterlibatan atau partisipasi masyarakat. c) Meningkatnya nilai manfaat positif pembangunan kepariwisataan bagi kesejahteraan ekonomi masyarakat dan meningkatnya kemampuan masyarakat dalam melakukan perjalanan pariwisata. Di dalam memberdayakan masyarakat di Pulau Lae-Lae Makassar melalui kepariwisataan tentu saja pihak pemerintah dan LSM harus memilki kemampuan dalam memegang prinsip-prinsip dasar pemberdayaan masyarakat yang meliputi : a) Prakarsa dan proses pengambilan keputusan b) Fokus utamanya adalah meningkatnya kemampuan masyarakat. c) Menghargai variasi dan keunikan lokal yang bermukim di Pulau LaeLae sehingga kepariwisataan bersifat fleksibel. Dengan dijalankannya prinsipprinsip tersebut diharapkan sasaran dan tujuan penerapan program pemberdayaan masyarakat pulau laeLae Makassar melalui kepariwisataan dapat tercapai sesuai sasaran dan tujuan yang diharapkan. Upaya pemberdayaan masyarakat Pulau Lae-Lae melalui kepariwisataan pada prinsipnya harus senantiasa diarahkan pada pencapaian empat sasaran utama yaitu : a. Peningkatan kapasitas, peran dan inisiatif masyarakat sebagai
Jurnal Kepariwisataan, Volume 11, No. 01 Februari 2017, Halaman 58-68
63
pelaku penting dalam pembangunan kepariwisataan. b. Peningkatan posisi dan kualitas partisipasi masyarakat Pulau LaeLae dalam pengembangan pariwisata c. Peningkatan nilai manfaat positif pembangunan pariwisata. d. Peningkatan kemampuan masyarakat Pulau Lae-Lae Makassar dalam melakukan perjalanan wisata. Dengan mengacu pada empat sasaran tersebut diatas, maka dalam kerangka pemberdayaan masyarakat Pulau Lae-Lae melalui pembangunan kepariwisataan, diharapkan sasaransasaran tersebut harus bermuara pada tiga aspek yaitu : a) Penguatan kapasitas dan peran masyarakat Pulau Lae-Lae b) Penguatan akses menuju ke Pulau Lae-Lae c) Penguatan sadar wisata melalui Sapta Pesona. Pembangunan sektor kepariwisataan pada prinsipnya sangat membutuhkan adanya dukungan yang berupa komitmen perang aktif dan keterlibatan sinergis dari semua pemangku kepentingan terkait, baik dari unsur pemerintah, swasta maupun masyarakat pulau Lae-Lae itu sendiri. Masing-masing pihak tentunya memiliki fungsi dan perannya masingmasing sesuai dengan kapasitas yang dimilikinya. Pemerintah daerah dalam hal ini, secara khusus lebih berkonsentrasi sebagai fasilitas dan pengendali dalam pembangunan kepariwisataan, sedangkan pihak industri atau swasta lebih berperan sebagai pelaku dalam
pengembangan destinasi, terutama dalam kegiatan yang berhubungan langsung dengan pengembangan produk dan pasar pariwisata. Penguatan Usaha Masyarakat Pulau Lae-Lae Penguatan usaha masyarakat Pulau Lae-Lae di bidang kepariwisataan sebagai salah satu ranah penting dalam pemberdayaan masyarakat Pulau Lae-Lae karena selain melalui kepariwisataan, juga yang berkaitan dengan optimalisasi nilai manfaat sosial ekonomi dari industri masyarakat disekitar destinasi yang menjadi sangat penting untuk mendapatkan perhatian dalam pengembangan destinasi wisata. Pengembangan kepariwisataan harus memberikan nilai manfaat sosial ekonomi yang sebesar-besarnya bagi masyarakat pulau Lae-Lae. Selain itu, industri pariwisata juga memiliki agenda strategis untuk mengurangi tingkat kemiskinan masyarakat Pulau Lae-Lae yang berfungsi sebagai pemangku kepentingan. Oleh karena itu peluang kesempatan serta akses masyarakat Pulau Lae-Lae terhadap penerimaan nilai manfaat sosial ekonomi dari industri pariwisata harus dioptimalkan. Dalam mengembangankan sebuah destinasi pariwisata minimal mencakup beberapa komponenkomponen utama yaitu: - Daya tarik (attraction) yang mencakup alam, budaya - Aksesbilitas (Accessibility) : yang mencakup dukungan system transfortasi meliputi rute atau jalur
Jurnal Kepariwisataan, Volume 11, No. 01 Februari 2017, Halaman 58-68
64
transfortasi, fasilitas terminal, Bandara, dan pelabuhan - Amenitas (Amenities) : yang mencakup fasilitas penunjang wisata yang meliputi : Akomodasi, rumah makan, toko cinderamata, fasilitas penukaran uang, biro perjalanan, pusat informasi wisata, dan sebagainya. - Fasilitas Pendukung (Ancillary Services) yaitu ketersediaan fasilitas pendukung yang digunakan oleh wisatawan: seperti Bank, Telekomunikasi, pos, rumah sakit dan sebagainya. Di dalam menunjang keempat hal tersebut diatas maka kelembagaan (insitutions) dan masyarakat; yaitu terkait dengan keberadaan dan peran masing-masing unsur dalam mendukung terlaksananya kegiatan pariwisata termasuk di dalamnya unsur masyarakat (Kemenparekraf, 2012). Terjadinya dampak baik positif maupun negatif sangat tergantung pada manajemen dan tata pengelolaan kepariwisataan yang diperangkan oleh segenap pemangku kepentingan (stakeholder) baik dari segi unsur pemerintah, Industri, maupun pada masyarakat Pulau Lae-Lae itu sendiri. Lebih jauh secara teoritik dapat dikemukakan bahwa pencapaian tujuan dan misi pembangunan kepariwisataan berlanjut dan berwawasan lingkungan tentunya hanya dapat terlaksana dengan baik manakala dalam proses pencapaiannya dapat dilakukan melalui prinsip tata kelola kepariwisataan yang baik (good Tourism governance). Prinsip dari penyelenggaraan tata kelola kepariwisataan yang baik pada
intinya adalah adanya koordinasi dan singkronisasi program antara pemangku kepentingan yang ada serta pelibatan partisipasi aktif yang sinergis terpadu dan saling menguatkan antara pihak pemerintah, swasta, industri pariwisata dan masyarakat Pulau LaeLae. Secara teoritis pola manajemen dari penyelenggaraan pembangunan kepariwisataan yang berlanjut dan berwawasan lingkungan dapat dengan mudah dikenali dengan berbagai ciri yang penyelenggaraannya berbasis pada prinsip-prinsip sebagai berikut : Masyarakat Pulau Lae-Lae harus mengawasih atau mengontrol pembangunan kepariwisataan yang ada dengan ikut terlibat dalam menentukan visi misi dan tujuan pembangunan kepariwisataan, mengidentifikasi sumber-sumber daya yang dilindungi, dikembangkan dan dimanfaatkan untuk pengembangan dan pengelolaan Daya Tarik Wisata serta masyarakat Pulau Lae-Lae juga diharapkan untuk turut serta berpartisipasi dalam mengimplementasikan rencana dan program yang telah disusun sebelumnya. Para pelaku dan pemangku kepentingan yang harus terlibat secara aktif dan produktif dalam pembangunan kepariwisataan yang meliputi kelompok dan institusi LSM (lembaga Swadaya Masyarakat ) kelompok sukarelawan, Pemerintah Daerah, Asosiasih Industri Wisata, Asosiasi Bisnis dan pihak-pihak lain yang berpengaruh dan berkepentingan serta yang dapat menerima manfaat kegiatan kepariwisataan. Menurut Damanik (2013:17) bahwa untuk menciptakan kesejahteraan bagi
Jurnal Kepariwisataan, Volume 11, No. 01 Februari 2017, Halaman 58-68
65
penduduk miskin, hal yang paling penting adalah kesungguhan pemerintah atau siapapun yang terlibat di dalam pembangunan pariwisata untuk menyusun kebijakan, program, dan pengelolaan pariwisata dengan konsisten agar mampu menghasilkan perubahan positif bagi kehidupan masyarakat. Pembangunan kepariwisataan harus mampu memberikan kesempatan lapangan pekerjaan yang berkualitas untuk masyarakat Pulau Lae-Lae. Usaha fasilitas penunjang kepariwisataan seperti hotel, restoran transportasi wisata dan sebagainya. Seharusnya dapat dikembangkan dan dipelihara bersama masyarakat Pulau Lae-Lae melalui model kemitraan yang sinergis. Beberapa pengalaman menunjukkan bahwa pendidikan dan pelatihan bagi penduduk Pulau LaeLae serta kemudahan akses untuk para pelaku bisnis atau wirausahaan setempat benar-benar dibutuhkan dalam mewujudkan kerjasama kemitraan kepemilikan usaha. Pembangunan kepariwisataan harus dapat menggunakan sumber daya yang dibutuhkan secara berlanjut, yang intinya setiap kegiatannya harus dapat menghindari sumber daya yang tidak dapat diperbaharuhi secara berlebihan. Dalam pelaksanaanya, program kegiatan pembangunan kepariwisataan harus menjamin bahwa sumber daya alam dan buatan dapat dipelihara dan diperbaiki dengan menggunakan kriteria dan standar internasional yang sudah baku. Aspirasi dan tujuan masyarakat Pulau-Lae-Lae hendaknya dapat diakomodasikan dalam program
kegiatan kepariwisataan, agar kondisi yang harmonis antara: pengunjung atau wisatawan, pelaku usaha dan masyarakat setempat dapat diwujudkan dengan baik misalnya kerjasama dalam pengembangan kuliner atau hasil kerajinan masyarakat Pulau Lae-Lae yang dapat dijual kepengunjung untuk dijadikan oleholeh atau cenderamata. Daya Dukung Dalam Pengembangan Pariwisata Daya dukung lingkungan yang dimiliki Pulau Lae-Lae dalam pengembangan pariwisata harus dipertimbangkan dan bahkan dapat dijadikan pertimbangan utama dalam mengembangkan berbagai fasilitas dan kegiatan kepariwisataan yang meliputi daya dukung fisik, biotik, sosial ekonomi dan bahkan budaya, pembangunan pengembangan harus sesuai dan serasi dengan batas-batas kapasitas lokal dan daya dukung lingkungan yang ada. Program yang sudah ada tetap harus di pantau sekaligus dievaluasi perkembangannya secara regular sehingga dapat dilakukan penyesuaian dan perbaikan yang dibutuhkan secara dini. Kegiatan monitor dan evaluasi dalam program pembangunan pariwisata yang berlanjut mulai dari kegiatan penyususnan pedoman, evaluasi dampak kegiatan wisata serta pengembangan indikator dan batasan yang dapat mengukur dampak pariwisata sampai dengan pelaksanaan pemantauan dan evaluasi keseluruhan kegiatan.
Jurnal Kepariwisataan, Volume 11, No. 01 Februari 2017, Halaman 58-68
66
Perencanaan pembangunan kepariwisataan di Pulau Lae-Lae harus selalu memberi perhatian yang besar untuk mendapatkan pekerjaan, peningkatan pendapatan dan perbaikan kesehatan masyarakat Pulau Lae-Lae yang tercermin dengan jelas dalam kebijakan program dan strategi pembangunan kepariwisataan yang ada. Pembangunan kepariwisataan secara berlanjut di Pulau Lae-Lae selalu membutuhkan pelaksanaan program-program pendidikan dan pelatihan untuk membekali pengetahuan dan keterampilan masyarakat Pulau Lae-Lae dan meningkatkan kemampuan bisnis secara vocational dan professional. Pelatihan sebaiknya diarahkan pada topik-topik pelatihan tentang kepariwisataan berlanjut dengan penerapan sadar wisata dan Sapta Pesona.Dan diupayakan juga memberikan materi yang mudah dipahami oleh masyarakat Pulau LaeLae hal ini dilakukan untuk mengantisipasi adanya sebahagian masyarakat pulau Lae-Lae yang memiliki tingkat pendidikan rendah. Pembangunan kepariwisataan berlanjut juga membutuhkan programprogram promosi dan advokasi penggunaan lahan dan kegiatan yan memperkuat karakter lansekap (sense of place) dan identitas budaya masyarakat setempat secara baik. Dalam penyelenggaraan tata kelola kepariwisataan yang baik, yang paling dibutuhkan dari sektor publik adalah adanya perubahan baik dari cara berfikir maupun bertindak, terutama dengan meninggalkan paradigma lama
yang berupa suatu bangunan penyelenggaraan pemerintahan yang sentralistik dan berwawasan pemerintahan yang baik untuk menuju keparadigma baru berupa model penyelenggaraan pemerintahan yang desentralistik. PENUTUP Pemberdayaan masyarakat pada hakekatnya bertujuan untuk membantu masyarakat Pulau Lae-Lae dalam mendapatkan daya, kekuatan dan kemampuan untuk mengambil keputusan serta adanya keinginan pemerintah daerah untuk merespon tindakan-tindakan positif yang dilakukan oleh masyarakat pulau LaeLae bahkan masyarakat juga perlu diberdayakan dalam pengembangan usaha mereka sendiri namun masyarakat Pulau Lae-Lae tentunya masih sangat membutuhkan adanya bantuan pengetahuan dan juga keterampilan serta sumber lainnya yang terkait guna mewujudkan kemandirian mereka dalam berusaha secara mandiri. Pengelolaan pariwisata seharusnya menganut pada prinsipprinsip pengelolaan yang menekankan pada nilai-nilai kelestarian lingkungan, komunitas lokal dan nilai-nilai social daerah tersebut sehingga wisatawan dapat menikmati kegiatan wisatanya serta serta bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat PulauLaeLae. Dalam pengelolaan ini pariwisata harus memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut : a) Pembangunan dan pengembangan pariwisata haruslah didasarkan pada kearifan lokal dan
Jurnal Kepariwisataan, Volume 11, No. 01 Februari 2017, Halaman 58-68
67
kemampuan untuk merefleksikan keunikan peninggal budaya masyarakat Pulau Lae-Lae. b) Pelayanan kepada wisatawan yang berbasis pada keunikan budaya dan lingkungan lokal. c) Memberikan dukungan dan legitimasi pada pembangunan pengembangan pariwisata jika terbukti memberikan manfaat positif tetapi sebaliknya menghentikan aktifitas pariwisata tersebut jika melampaui ambang batas kemiskinan alam aksesibilitas sosial walaupun disi lain mampu meningkatkan pendapatan masyarakat Pulau LaeLae. Dengan demikian dalam konteks paradigma baru pembangunan pariwisata berkelanjutan yang berbasis kepada masyarakat Pulau Lae-Lae merupakan sebuah pendekatan pemberdayaan yang melibatkan dan meletakkan masyarakat pulau Lae-Lae sebagai pelaku penting dalam pengelolaan pariwisata di Kota Makassar.
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. 2012 Pengembangan Daya Tarik Wisata Unggulan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Kebijakan Kepariwisataan Badan Pengembangan Sumber Daya Pariwisata dan Ekonomi Kreatif: Jakarta. Sunaryo, B. 2013. Kebijakan pembangunan destinasi pariwisata, Gaya Media: Yogyakarta. Wahid, S. 2015. Kearifan adat istiadat Makassar, Arus Timur, Makassar. Undang-Undang No.10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan. Peraturan pemerintah Nomor 50 Tahun 2011 Tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun 2010-2025.
.
DAFTAR PUSTAKA Damanik, J. 2013. Pariwisata indonesia antara peluang dan tantangan, Pusat Pelajar : Yokyakarta. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, 2012. Pengembangan wisata Bahari di Indonesia, Pusat Penelitian dan Pengembangan Kebijakan Kepariwisataan Badan Pengembangan Sumber Daya Pariwisata dan Ekonomi Kreatif: Jakarta. Jurnal Kepariwisataan, Volume 11, No. 01 Februari 2017, Halaman 58-68
68