BAB II KAJIAN TEORI
A. Deskripsi Teori 1. Hakikat Pembelajaran Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses perolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pemebentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pemebelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. (http://id.wikipedia.0rg/wiki/Pembelajaran). Di sisi lain pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran, tetapi sebenarnya mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam kontek pendidikan, guru mengajar agar peserta didik dapat belajar dan menguasai isi pelajaran hingga mencapai suatu obyektif yang ditentukan (aspek kognitif), juga dapat mempengaruhi perubahan sikap (aspek afektif), serta ketrampilan (aspek psikomotor) seorang peserta didik, namun proses pengajaran ini memberi kesan hanya sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan pengajar saja. Sedangkan pembelajaran menyiratkan adanya interaksi antara pengajar dengan peserta didik. a. Faktor-faktor Pembelajaran: 1) Tujuan Pembelajaran
6
Tujuan pembelajaran pada dasarnya merupakan harapan, yaitu apa yang diharapkan dari siswa sebagai hasil belajar. Robert F. Meager
memberi
pembelajaran,
batasan
yaitu
yang
maksud
lebih
yang
jelas
tentang
dikomunikasikan
tujuan melalui
pernyataan yang menggambarkan tentang perubahan yang diharapkan dari siswa. Jadi tujuan merupakan deskripsi pola-pola perilaku atau performance yang diinginkan dapat didemonstrasikan siswa. Robert F. Meager (1962:12) 2) Materi Pembelajaran Isi proses pembelajaran tercermin dalam materi pembelajaran yang dipelajari oleh siswa. Materi pembelajaran harus disusun secara sistematis dengan mengikuti prinsip psikologi. Agar materi pembelajaran itu dapat mencerminkan target yang jelas dari perilaku siswa setelah mengalami proses belajar. Materi pelajaran harus mempunyai lingkup (batas-batas) yang jelas. Lingkup dan urutan itu dibuat bertolak dari tujuan yang yang dirumuskan. 3) Metode Pembelajaran Menentukan metode atau kegiatan belajar merupakan langkah penting yang dapat menunjang keberhasilan pencapaian tujuan. Untuk melaksanakan proses pembelajaran sesuatu materi pelajaran perlu dipikirkan metode pembelajaran yang tepat. Metode pembelajaran sangatlah beragam. Dengan mempertimbangkan apakah suatu metode pembelajaran cocok untuk mengajarkan materi pembelajaran tertentu, 7
tidak adakah metode pembelajaran lain yang lebih sesuai, guru dapat memilih metode pembelajaran yang efektif untuk mengantarkan siswa mencapai tujuan. 4) Evaluasi Pembelajaran Atas dasar pembelajaran berorientasi kepada tujuan, maka pelaksanaan evaluasi pembelajaran menempuh tiga fase, yaitu: pre tes, proses, dan pos tes.
Tujuan akhir dari tes adalah untuk
mengetahui keberhasilan pencapaian tujuan, jadi dengan melihat perbedaan hasil pre tes dan pos tes, guru dapat mengetahui apakah proses pembelajaran berhasil dengan baik atau tidak. b. Teori Pembelajaran 1) Teori Pembelajaran Empirisme dan Rasionalisme Locke, Barkeley, dan Horne berpendapat bahwa sesunguhnya pengetahuan bersumber dari luar individu dan pengetahuan itu diinternalisasi oleh indra-indra. Menurut mereka , saat lahir seseorang merupakan batu tulis yang bersih dan selama pertumbuhan. Para rasionalis seperti Descartes, Spiniza, dan Kant tidak menolak pentingya pengalaman-pengalaman indra, tetapi mereka mempertahankan bahwa penalaran lebih penting daripada pengalaman indra sebab penalaran membuat kita tahu dengan penuh keyakinan akan banyak kebenaranyang tidak dapat dicapai oleh oengalamanpengalaman indra.
8
2) Teori Pembelajaran Kognitif Suatu ketrampilan intelektual khusus yang mempunyai kepentingan tertentu bagi belajar dan berfikir disebut sebagai strategi kognitif. Dalam teori belajar modern, suatu strategi kognitif merupakan suatu proses kontrol, yaitu suatu proses internal yang digunakan siswa (orang yang belajar) untuk memilih dan mengubah cara-cara memberikan perhatian, belajar, mengingat dan berfikir (Gagne, 1985). Penampilan-penampilan yang dapat diamati sebagai hasil-hasil belajar disebut kemampuan (Gagne, 1988). Menurut Gagne, ada lima kemampuan. Ditinjau dari segi-segi yang diharapkan dari suatu penngajaran atau instruksi, kemampuan itu perlu dibedakan karena kemampuan itu memungkinkan berbagai macam penampilan manusia dan juga karena kondisi-kondisi untuk memperoleh berbagai kemampuan itu berbeda. 3) Teori Pembelajaran Konstruktivisme Teori ini menyatakan bahwa murid menimba pengetahuan berasaskan pengalaman mereka. Setiap murid menimba pengetahuan semasa mereka belajar dan ilmu pengetahuan yang terbaik dan mendalam adalah melalui interaksinya dengan lingkungan fisik dan sosial. Vygotsky, ahli psikologi yang banyak menekankan tentang konstruktivisme sosial di mana ilmu pengetahuan yang dibina berdasarkan interaksi sosial, adat budaya dan aktiviti yang membentuk pembinaan dan pembelajaran individu. 9
c. Teori Belajar 1) Teori Belajar Asosiasi Herman Ebbinghaus (1913) dan Bryan and Harter meletakkan dasar-dasar eksperimen tentang belajar. Peletakan dasar teori belajar dari Ebbinghaus mengenai asosiasi verbal dilanjutkan oleh tokohtokoh psikologi asosiasi. Para ahli psikologi asosiasi mempunyai pandangan berlaian dengan psikologi daya. Menurut psikologi asosiasi, perilaku individu pada hakekatnya terjadi karena adanya perilaku atau hubungan antara stimulus (rangsang) dan respons (jawab). Individu mengeluarkan “liur” karena tercium olehnya bau sedap. Berteriak “aduh” karena kakinya terinjak. Contoh diatas menunjukkan hubungan antara stimulus dengan respons. Teori ini dikenal dengan S
R Bond Theory.
Teori asosiasi mulai dipopulerkan oleh Edward Lee Thorndike berdasarkan penelitian yang dilakukan pada tahun 1913. Hasil penelitian Thorndike terutama sekali menekankan pentingnya faktor kesiapan (readiness), latihan (exercise) dan pada hasil yang menyenangkan (good effect) dalam belajar. Berdasarkan pada hasil berbagai peneltian dilakukan, ia merumuskan sejumlah hukum (law) dalam belajar. Hukum-hukum tersebut dikenal dengan: a)
Law of readiness atau hukum kesiapan
b)
Law of exercise atau hukum latihan
c)
Law of effect atau hukum hasil yang menyenangkan 10
2) Teori Belajar Gestalt Psikologi Gestalt memandang bahwa belajar terjadi jika diperoleh insight (pemahaman). Insight timbul secara tiab-tiba jika individu telah dapat melihat hubungan antara unsur-unsur dalam situasi problemik. Insight adalah semacam reorganisasi pengalaman yang terjadi secara tiba-iba, seperti ketika seseorang menemukan ide baru atau menemukan pemecahan masalah. (Gagne, 1970:14) 3) Teori Belajar Kognitif Berdasar teori belajar kognitif, belajar merupakan suatu proses terpadu yang berlangsung di dalam diri seseorang dalam upaya memperoleh pemahaman danstruktur kognitif baru, atau untuk mengubah pemahaman dan struktur kognitif lama. Memperoleh pemahaman berarti menangkap makna atau arti dari suatu obyek atau suatu situasi yang dihadapi Sedangkan struktur kognitif
adalah
persepsi atau tanggapan seseorang tentang keadaan dalam lingkungan sekitarnya yang memperoleh ide-ide, perasaan, tindakan, dan hubungan sosial orang yang bersangkutan. Mengajar merupakan upaya dalam rangka mendorong (menuntun dan mendukung) siswa untuk
melakukan
kegiatan
mengorganisir,
menyimpan,
dan
menemukan hubungan antara pengetahuan yang baru dengan yang telah ada. Teori belajar kognitif ini dikembangkan oleh beberapa orang ahli seperti Wallace, Engel dan Mooney.
11
2. Hakikat Lompat Tinggi a. Pengertian Lompat Tinggi Lompat tinggi adalah suatu rangkaian gerak untuk mengangkat tubuh ke atas dengan melalui proses lari, menumpu, melayang dan mendarat (Djumidar, 2006: 6.41). Lompat tinggi termasuk salah satu nomor lompat dalam olahraga atletik, bertujuan agar pelompat berusaha menaikan pusat masa tubuhnya (Center of gravity) setinggi mungkin dan berusaha melawati mistar lompat tinggi agar tidak jatuh. Pelaksanaan ditentukan oleh sejumlah parameter, dan ini semua berkaitan dengan kemampuan biomotorik. Adapun biomotorik yang terpenting adalah : kekuatan lompat, kecepatan, rasa irama koordinasi. Hasil ketinggian lompatan ditentukan oleh empat tahapan gerak, dimana keempat tahapan tadi saling berkaitan atau tidak dapat dipisahkan, yaitu awalan, tumpuan, melayang dan mendarat (Eddy Purnomo dan Dapan, 2011:65). b. Gaya dan Teknik Lompat Tinggi Ada empat gaya dalam lompat tinggi, yaitu gaya scots (ortodox), gaya guling sisi (western roll), gaya guling perut (straddle) dan flop (Eddy Purnomo dan Dapan, 2011:67-83). Sedangkan teknik lompat tinggi menurut Eddy Purnomo dan Dapan (2011:65-67) maka dapat disimpulkan meliputi: 1) Tahap Awalan Yang dimaksud dengan awalan adalah empat berpijak atau berdiri permulaan sebelum pelompat mulai melakukan lari awalan. Oleh 12
karena itu titik awalan harus tepat dan tetap, agar jumlah langkah, irama dan kecepatannya dalam setiap kali lompatan selalu tetap. 2) Tumpuan (Take Off) Tumpuan dilakukan dengan kaki yang terkua, saat bertumpu harus tepat pada titik tumpu. Titik tumpu adalah tempat berpijaknya kaki tumpu pada saat melakukan lompatan. 3) Tahap Melayang Gerakan melayang di udara terjadi pada saat kaki tumpu lepas dari tanah. Sikap badan dan gerakan kaki maupun lengan saat melayang melewati mistar tergantung dari masing-masing gaya. 4) Tahap Pendaratan atau Landing. Yang dimaksd pendaratan adalah proses terakhir dan proses gerakan beruntun suatu lompatan. Cara melakukan dan sikap badan saat mendarat tergantung dari masing-masing gaya, dilakukan secara sadar dan posisi badan sedemikian rupa sehingga tidak mengakibatkan rasa sakit atau cidera. 3.
Hakikat Alat Bantu Belajar Alat bantu belajar adalah alat yang dapat membantu siswa belajar untuk mencapai tujuan belajar. Fungsi alat bantu hanya menjadi perantara dalam memudahkan penyampaian informasi dalam mengajar serta sarana pembawa pesan dari sumber belajar ke penerima pesan belajar (siswa). Alat bantu terbagi menjadi dua, yaitu opsional dan esensial.
13
Adapun yang dimaksud alat bantu opsional atau pengayaan adalah alat dapat dipilih guru sesuai kehendaknya sendiri asalkan cukup waktu dan biaya. Sedang alat bantu esensial (diperlukan atau harus digunakan). Alat ini harus digunakan oleh guru untuk membantu pelajar dalam mencapai tujuan-tujuan belajar dari tugas yang diberikan. (http://suediguru.blogspot.com/2009/06/media-pembelajaran-alatperaga-dan-alat.html) Jadi alat bantu belajar adalah alat atau sarana yang harus disediakan oleh seorang guru pada saat menyampaikan materi pembelajaran, agar materi yang disampaikan mampu diserap dengan mudah oleh siswa. 4. Tinjauan tentang Alat Bantu Kardus Pelaksanaan penelitian ini menggunakan alat bantu kardus yang bertujuan untuk merangsang siswa melakukan lompatan. Kardus yang dimaksud adalah bekas kemasan sarimi atau dengan kata lain peneliti memanfaatkan barang bekas dan peralatan sederhana sebagai alat bantu pembelajaran lompat tinggi. Pembelajaran lompat tinggi menggunakan kardus bertujuan agar dapat merangsang siswa untuk melakukan lompatan agar badan terangkat ke atas depan. Kardus bersifat lunak, tidak berbahaya apabila dipergunakan sebagai media pembelajaran, sehingga anak tidak merasa takut untuk melakukan latihan melompat. 5. Karakteristik Siswa Kelas V Sekolah Dasar Menurut I.G.A.K.Wardani (2004: 1.3-4) sifat khas anak pada masa kelas-kelas tinggi sekolah dasar (IV, V, VI) ialah sebagai berikut:
14
a. Adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkret; hal ini menimbulkan adanya kecenderungan untuk membandingkan pekerjaan-pekerjaan yang praktis. b. Amat realistik, ingin tahu, dan ingin belajar. c. Menjelang akhir masa ini telah ada minat terhadap hal-hal dan mata pelajaran khusus. d. Sampai kira-kira umur 11 tahun anak membutuhkan guru atau orangorang dewasa lainnya untuk menyelesaiakan tugasnya dan memenuhi keinginannya, setelah kira-kira umur 11 tahun pada umumnya anak menghadapi tugas-tugasnya dengan bebas dan berusaha menyelesaikan sendiri. e. Anak memandang nilai (angka rapor) sebagai ukuran yang tepat (sebaikbaiknya) mengenai prestasi sekolah. f. Gemar membentuk kelompok sebaya, biasanya untuk kegiatan bermain bersama-sama. Di dalam permainan ini biasanya anak tidak lagi terikat kepada aturan permainan tradisional, mereka membuat aturan sendiri. (IG. A. K. Wardani dkk, 2004:1.3-4). 6. Penelitian yang Relevan Penelitian yang relevan, dengan peneltian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Rodikin (2011) yang berjudul “Upaya Peningkatan Pembelajaran Gerak Dasar Lompat Tinggi Dengan Bermain Pada Siswa Kelas V SDN 3 Samudra Gumelar”. Populasi yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah siswa kelas V SDN 3 Samudra Kecamatan 15
Gumelar Kabupaten Banyumas tahun 2011 dengan jumlah 39 siswa. Upaya yang dilakukan untuk peningkatan pembelajaran adalah melaui pendekatan bermain. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran lompat tinggi menggunakan pendekatan bermain, dapat meningkatkan pembelajaran lompat tinggi pada siswa SDN 3 Samudra Gumemelar Kabupaten Banyumas tahun 2011. Berdasarkan tes pada siklus I nilai ratarata 73,5 meningkat menjadi 78,5 pada siklus II. Hasil siklus I siswa yang tuntas di bawah 50% sedangkan pada siklus II 80% dengan KKM nilai 70.
B. Kerangka Berpikir Selama ini alat bantu yang digunakan dalam pembelajaran lompat tinggi belum mampu membangkitkan semangat, menjadikan pembelajaran yang menarik, menyenangkan dan cocok bagi siswa. Berdasar dari pemikiran tersebut penulis merancang pelaksanaan pembelajaran yang akan dibutuhkan sebagai obyek pengamatan untuk mengetahui tingkat perkembangan dan keberhasilan yang diterapkan. Data/ dokumen dari hasil pengamatan, penulis sajikan dalam sebuah PTK (Penelitian Tindakan Kelas)
dalam rangka
meningkatkan hasil pembelajaran lompat tinggi siswa kelas V SD Negeri Tempursari Candimulyo Kabupaten Magelang.
16