1. Pendahuluan
Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi sebagai proses pembelajaran disekolah sudah sangat banyak. Hal ini juga dilakukan oleh pihak SMP Negeri 2 Salatiga. Guru dan siswa sudah banyak yang menggunakan kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi sebagai proses belajar. Namun meski begitu masih banyak permasalahan yang muncul. Hasil observasi yang telah dilakukan di SMP Negeri 2 Salatiga pada tanggal 7 dan 8 Januari 2014, ditemukan permasalahan yaitu banyak hasil belajar siswa yang masih rendah yaitu dibawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu <75. Dengan rata–rata nilai ulangannya adalah 60. Sejalan dengan hasil observasi yang diperoleh, rendahnya hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu yang berasal dalam diri (intern) dan yang berasal dari luar diri (ekstern) [1]. Hasil obervasi yang telah dilakukan, yang menyebabkan hasil belajar siswa–siswi di SMP Negeri 2 rendah diantaranya adalah penggunaan teknologi yang kurang maksimal sesuai waktu dan tempatnya, misalnya penggunaan komputer laboratorium untuk mengakses jejaring sosial atau situs–situs yang tidak berhubungan dengan materi yang diajarkan. Kemudian jenuhnya siswa terhadap pelajaran maupun pembelajaran yang guru berikan, serta model/cara mengajar guru yang membosankan dan monoton. Kejenuhan siswa dan model/cara guru mengajar merupakan hubungan sebab akibat yang menjadi faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa rendah. Faktor–faktor yang ditemukan dilapangan, akan sangat berpengaruh besar terhadap siswa–siswi. Apabila faktor–faktor tersebut berlangsung secara terus– menerus, maka yang selanjutnya terjadi akan berakibat pada hasil belajar siswa. Maka dari itu diperlukan adanya sebuah model pembelajaran yang menyenangkan, menarik, meningkatkan kreativitas, mudah diterima siswa dan tentunya sesuai dengan perkembangan zaman yang ada, agar prestasi atau hasil belajar akan siswa meningkat dan membanggakan. Oleh karena itu manfaat teknologi yang ada tidak sia–sia dan digunakan dengan semaksimal mungkin. Salah satu model pembelajaran yang memanfaatkan perkembangan teknologi informasi yang ada, adalah dengan menggunakan digital storytelling. Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan, sudah banyak dari siswa– siswi mengerti dan paham dalam membuat video. Penggunaan model pembelajaran yang menggunakan video digital storytelling khususnya pada mata pelajaran TIK kelas IX pada pokok bahasan Penerapan Aplikasi Internet belum dilakukan, maka dari itu perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh penggunaan media pembelajaran tersebut terhadap hasil belajar mata pelajaran TIK siswa kelas IX SMP Negeri 2 Salatiga. Penelitian ini dilakukan sejalan dengan tujuan penelitian yang ingin dicapai, yaitu untuk mengetahui pembelajaran dengan media digital storytelling ini apakah dapat meningkatkan hasil belajar siswa terutama untuk siswa kelas IX D SMP Negeri 2 Salatiga.
2
2. Kajian Pustaka
Berdasarkan latar belakang dan tujuan penelitian yang telah dijabarkan, maka berikut merupakan kajian pustaka yang digunakan dalam penelitian ini. Kajian pustaka yang digunakan meliputi penelitian sebelumnya yang relevan, model pembelajaran, media pembelajaran, video pembelajaran, digital storytelling dan hasil belajar. Penjabaran mengenai kajian pustaka yang melandasi penelitian yang dilakukan, dijelaskan berikut dibawah ini. Penelitian terdahulu tentang storytelling menunjukkan bahwa hasil tes yang dilakukan pada saat penelitian menunjukkan bahwa cerita–cerita yang dikerjakan oleh kelompok eksperimen lebih menarik, karena mereka menggunakan sejumlah kata, kata–kata transisi, rumusan, dan akhir cerita yang digunakan, kosakata yang digunakan, terorganisirnya cerita yang dibuat, imajinasi–imajinasi dan urutan cerita hasil dari beberapa teman yang ikut dalam menulis. Hasil lainnya dari penelitian yang telah dilakukan menyatakan bahwa tulisan–tulisan oleh kelompok eksperimen mendapatkan hasil yang lebih baik daripada kelompok kontrol, karena cerita–ceritaya lebih imajinatif dan memiliki struktur kalimat yang berurutan [2]. Penelitian terdahulu lainnya mengenai digital storytelling, yaitu subjek yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dosen dan mahasiswa. Hasil dari penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa dengan menggunakan digital storytelling akan memperoleh berbagai keuntungan. Keuntungan–keuntungan tersebut diantaranya adalah dengan menggunakan metode ini, tidak memerlukan pengeluaran yang banyak, dengan menggunakan digital storytelling ini dapat meningkatkan motivasi, kreativitas dan pemikiran kritis dosen dan mahasiswa yang menjadi objek penelitiannya [3]. Model pembelajaran merupakan suatu kerangka yang digunakan dalam pembelajaran untuk mencapai tujuan tertentu [4]. Model pembelajaran dapat dipahami sebagai suatu desain yang melukiskan pengalaman belajar dan pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu dan digunakan sebagai pedoman bagi perencanaan pengajaran guru dalam melaksanakan aktivitas pembelajaran [5]. Definisi lain tentang model pembelajaran menyatakan bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar [6]. Beberapa definisi tentang model pembelajaran yang telah dijabarkan merupakan definisi dari beberapa ahli. Kajian pustaka mengenai model pembelajaran yang telah diungkapkan oleh beberapa ahli tersebut dapat ditarik sebuah kesimpulan akhir. Model pembelajaran adalah suatu desain/kerangka konseptual yang disusun dengan sistematis dan digunakan sebagai pedoman pengajaran guru/pendidik dalam proses belajar mengajar sehingga tercipta sebuah pengalaman belajar yang terorganisir untuk mencapai tujuan pembelajaran. Proses pembelajaran mengandung lima komponen komunikasi yaitu guru (komunikator), bahan pembelajaran, media pembelajaran, siswa (komunikan), dan tujuan pembelajaran. Selain itu definisi dari media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan (bahan pembelajaran), sehingga dapat merangsang perhatian, minat, pikiran, dan perasaan siswa dalam kegiatan belajar untuk mencapai tujuan belajar [7]. Definisi lain tentang media
pembelajaran menyatakan bahwa media pembelajaran adalah media yang digunakan dalam pembelajaran, yaitu meliputi alat bantu guru dalam mengajar serta sarana pembawa pesan dari sumber belajar ke penerima pesan belajar (siswa) [8]. Beberapa pendapat yang telah dikemukakan oleh kedua ahli diatas, dapat ditarik kesimpulan akhir. Media pembelajaran merupakan alat bantu guru/pendidik yang dapat digunakan untuk menyalurkan dan memudahkan penyampaian materi/pesan pembelajaran serta sebagai stimulus untuk merangsang pikiran, perasaan dan kemauan siswa–siswi dalam pembelajaran sehingga apa yang menjadi tujuan dari pengajaran akan tercapai. Kesimpulan ini merupakan definisi yang diambil dari kedua pendapat tentang media pembelajaran yang telah dijabarkan oleh ahli. Video pembelajaran merupakan media pembelajaran yang bersifat interaktif-tutorial [9]. Tinjauan lain menyatakan bahwa video pembelajaran yang hanya memiliki durasi beberapa menit menyediakan fleksibilitas maksimum bagi guru dan meningkatkan pembelajaran secara spesifik terkait dengan kebutuhan siswa. Video pembelajaran mencakup empat ranah pengajaran, yaitu ranah kognitif, ranah afektif, ranah kemampuan motorik dan ranah kemampuan interpersonal. Terdapat banyak jenis video pembelajaran, dua diantaranya yaitu (1) penceritaan kisah lewat video, (2) animasi. Penceritaan kisah lewat video memungkinkan siswa–siswi untuk kreatif mengembangkan kemampuan mereka memahami visual, kemampuan menulis dan kemampuan memproduksi video serta menjadi sarana siswa untuk menyampaikan gagasan melalui sebuah kisah. Untuk jenis video pembelajaran animasi, pada dasarnya video pembelajaran animasi ini dibuat dari serangkaian foto, gambar, atau gambar komputer dari pemindahan–pemindahan kecil dari benda atau gambar [10]. Kesimpulan yang dapat diambil dari kedua pendapat ini adalah video pembelajaran merupakan sebuah tutorial yang interaktif dalam membantu siswa untuk memahami sebuah materi pembelajaran dan disajikan secara audio visual yang mencakup ranah kognitif, afektif, kemampuan motorik dan kemampuan interpersonal. Beberapa ahli menyatakan pendapatnya mengenai definisi digital storytelling. Sebelum membahas mengenai digital storytelling, hal yang harus diketahui adalah definisi mengenai storytelling itu sendiri. Storytelling is a natural component of society and culture. Story is based in language and delivered by the tools of the day. The tool may once have been a rock used to etch pictures onto another rock; it may have been a quill or a fountain pen, a printing press, a television screen, or a movie reel [11]. Kemudian, ahli lain yang menyatakan definisinya mengenai digital storyttelling menyatakan bahwa digital storytelling adalah ekspresi modern dari seni kuno dalam bercerita. Kekuatan digital storytelling terletak pada menggabungkan gambar, musik, narasi dan suara bersama–sama, sehingga memberikan dimensi dalam dan warna hidup untuk karakter, situasi, pengalaman dan wawasan [12]. Pendapat lain yang menjabarkan definisinya mengenai digital storytelling berpendapat bahwa digital storytelling sebuah aplikasi teknologi yang memiliki posisi yang baik dalam memberikan kontribusi yang menguntungkan untuk pengguna dan membantu guru mengatasi beberapa hambatan untuk produktif dalam menggunakan teknologi di dalam kelas mereka [13]. Kajian lain mengenai digital storytelling bahwa digital storytelling
adalah ekspresi modern dari seni kuno bercerita. Sepanjang sejarah, cerita telah digunakan untuk berbagi pengetahuan, kebijaksanaan dan nilai–nilai. Penyesuaian media yang digunakan untuk bercerita diawali dari lingkaran api unggun sebagai layar dan kemudian menjadi layar komputer [14]. Digital storytelling merupakan salah satu media pembelajaran yang mencoba menggabungkan beberapa keterampilan yaitu keterampilan berbicara, keterampilan menulis, keterampilan mendengarkan dan keterampilan mengoperasikan program yang memanfaatkan perkembangan ICT. Media digital storytelling merupakan salah satu jenis media pembelajaran yang menggabungkan aspek visualisasi gambar dan efek suara [15]. Beberapa definisi yang telah dijabarkan oleh ahli tentang storytelling dan digital storytelling dapat ditarik sebuah kesimpulan. Digital storytellling merupakan teknik menggabungkan keterampilan bercerita dan kemajuan teknologi aplikasi digital dengan menyisipkan gambar, suara, narasi, musik secara bersamaan sehingga materi dapat tersampaikan dengan baik dan tidak membosankan. Hasil belajar disebut juga dengan prestasi belajar. Hasil belajar merupakan suatu proses dimana suatu organisme mengalami perubahan perilaku karena adanya pengalaman dan proses belajar telah terjadi jika didalam diri anak telah terjadi perubahan, perubahan tersebut diperoleh dari pengalaman sebagai interaksi dengan lingkungan [16]. Selain itu pendapat lain mengenai hasil belajar adalah angka yang diperoleh siswa yang telah berhasil menuntaskan konsep–konsep mata pelajaran sesuai dengan kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang ditetapkan sesuai dengan kurikulum yang berlaku. Terdapat tiga ranah dalam mengklasifikasikan hasil belajar, yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik [17]. Pendapat lainnya yang mengungkapkan tentang hasil belajar, bahwa terdapat tiga ranah hasil belajar, yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Pada aspek kognitif, Bloom menyebutkan tujuh tingkatan yaitu (1) Pengetahuan, (2) Pemahaman, (3) Pengertian, (4) Aplikasi, (5) Analisa, (6) Sintesa dan (7) Evaluasi [18]. Pendapat–pendapat yang telah dikemukakan oleh beberapa ahli, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan angka yang diperoleh siswa dari penguasaan pengetahuan, keterampilan dan kebiasaan dimana suatu organisme/siswa mengalami perubahan perilaku yang lebih baik bila dibanding saat sebelum belajar. 3. Metode Penelitian
Pada sebuah penelitian, diperlukan sebuah metode penelitian untuk membantu menyelesaikan tujuan penelitian yang ingin dicapai. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasy experimental design. Quasy experimental design adalah sebuah metode penelitian yang menggunakan dua kelas, yakni kelas kontrol dan kelas experimen. Desain penelitian pada ekperimen ini mengambil subjek secara acak dari populasi. Tujuannya adalah untuk mengetahui hubungan sebab akibat dengan cara dikenai perlakuan pada kelompok eksperimen dan membandingkannya dengan kelompok kontrol yang tidak dikenai perlakuan/kelompok kontrol. Alasan menggunakan metode penelitian quasy experimental design adalah untuk mengetahui apakah pembelajaran yang menggunakan digital storytelling
dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran TIK di SMP Negeri 2 Salatiga. Tipe quasy experimental design yang digunakan dalam penelitian ini adalah “Pretest–Posttest Control Group Design”. Sampel pada penelitian ini menggunakan kelas IX D sebagai kelas eksperimen dengan model pembelajaran yang menggunakan digital storytelling dan kelas IX B sebagai kelas kontrol yang menggunakan model pembelajaran konvensional. Masing–masing sampel memiliki jumlah siswa–siswi yang sama, yaitu 28 siswa. Tahapan dalam penelitian ini menggunakan pengembangan model pembelajaran Dick and Carey [19]. Lima tahapan utama yang dijabarkan oleh Dick and Carey antara lain tahap analisis kebutuhan, tahap desain strategi instruksional, tahap pengembangan, tahap implementasi dan tahap evaluasi. Penelitian ini menggunakan dua variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah media pembelajaran digital storytelling dan yang menjadi variabel terikat adalah hasil belajar siswa. Teknik pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan angket yang berfungsi untuk mengetahui respon siswa terhadap model pembelajaran yang telah dilakukan, observasi untuk mengamati tingkah laku siswa–siswi maupun guru selama proses pembelajaran sedang berlangsung, studi dokumentasi dengan mengumpulkan data dan informasi dari Silabus dan RPP serta dari buku–buku literature, referensi, e-book, internet, jurnal serta skripsi yang berkaitan dengan penelitian. Selanjutnya yang menjadi instrumen penelitian dalam penelitian ini adalah menggunakan pretest dan posttest. Pretest diberikan sebelum pemberian perlakuan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan maksud untuk mengetahui kondisi awal sebelum pemberian perlakuan. Setelah pretest dilakukan selanjutnya adalah pemberian treatment atau perlakuan untuk kelas eksperimen yang menggunakan digital storytelling dan kelas kontrol dengan model pembelajaran yang setiap hari dilakukan. Data yang dianalisis adalah data nilai pretest dan posttest. Untuk menguji data penelitian ini, langkah pertama adalah menguji normalitas, kedua homogenitas, ketiga uji hipotesis. Uji normalitas dalam penelitian ini perlu dilakukan untuk mengkaji normal atau tidaknya sebaran data penelitiannya. Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan Kolmogorov-Smirnov (|FT – FS|). Penghitungan uji normalitas ini menggunakan software statistik. Uji normalitas dilakukan dengan membandingkan nilai |FT – FS| (Kolmogorov-Smirnov) terbesar dengan nilai tabel Kolmogorov-Smirnov untuk taraf signifikansi 5%. Jika nilai |FT – FS| terbesar kurang dari nilai tabel Kolmogorov-Smirnov, maka data tidak berdistribusi normal. Namun jika nilai |FT – FS| terbesar lebih dari nilai tabel Kolmogorov-Smirnov, maka data terdistribusi normal. Tahapan selanjutnya adalah menguji homogenitas data nilai pretest dan posttest. Tujuannya adalah untuk mengetahui keseimbangan varians nilai pretest dan posttest kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kemudian membandingkan nilai Fhitung dengan Ftabel. Jika Fhitung lebih dari atau sama dengan Ftabel, berarti varians tidak homogen. Tetapi jika Fhitung kurang dari atau sama dengan Ftabel, berarti memiliki varians homogen. Apabila data nilai pretest dan posttest yang telah diuji terbukti berdistribusi normal dan memiliki varians yang homogen, maka tahap selanjutnya adalah
menguji hipotesis. Pengujian hipotesis ini menggunakan pengujian perbedaan rata–rata dua sampel tidak berhubungan (Independent-Sample T-Test). Pengujian ini juga menggunakan software statistik. Pengujian dilakukan mula–mula menghitung nilai thitung. Setelah nilai thitung diketahui, kemudian dibandingkan dengan nilai ttabel. Tingkat signifikansi pada penelitian ini adalah 5% (0,05) dengan kriteria pengujiannya adalah jika thitung kurang dari ttabel atau –thitung lebih dari -ttabel, maka H0 diterima dan H1 ditolak. Namun jika thitung lebih dari ttabel atau –thitung kurang dari -ttabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima. 4. Hasil Penelitian dan Pembahasan
Penelitian yang telah dilakukan, data yang dibutuhkan untuk diproses dan diuji dikumpulkan untuk menjawab hipotesis penelitian yang telah dikemukakan. Langkah pengujian diawali dengan menguji normalitas, homogenitas dan yang terakhir adalah menguji hipotesis. Sebelum menguji normalitas, homogenitas, dan hipotesis, terlebih dahulu mendeskripsikan data hasil pretest dan posttest untuk dicari nilai mean, median, mode, standar deviasi, nilai minimum dan nilai maksimum pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pengujian dilakukan dengan bantuan software statistik. Berikut tabel hasil uji coba nilai pretest kelas kontrol dan kelas eksperimen yang telah diuji untuk mendeskripsikan data yang diperoleh: Tabel 1 Tabel Uji Deskripsi Nilai Pretest kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
No. 1 2 3 4 5 6
Paramenter Mean Median Mode Std. Deviasi Nilai Minimum Nilai Maksimum
Eksperimen 51,93 53,00 47 10,353 33 73
Kontrol 61,00 60,00 47 13,819 40 80
Dapat dilihat pada tabel 1, dapat dideskripsikan bahwa data pretest kelas eksperimen dan kelas kontrol, didapati rerata kelas eksperimen sebesar 51,93 dimana nilai ini lebih kecil dari pada rerata kelas kontrol yang mendapatkan angka sebesar 61,00. Pada tabel juga terlihat bahwa nilai minimum pada kelas eksperimen adalah 33, sedangkan pada kelas kontrol sebesar 40. Untuk nilai maksimum pada kelas eksperimen hanya berada pada angka tertinggi 73, nilai ini masih dibawah nilai maksimum kelas kontrol. Selanjutnya adalah mengolah data posttest kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk dapat dideskripsikan data–data yang dibutuhkan sebelum menguji normalitas dan homogenitas. Berikut merupakan tabel hasil pengujian yang diperoleh dengan menggunakan bantuan software statistik.
Tabel 2 Tabel Uji Deskripsi Nilai Posttest kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
No. 1 2 3 4 5 6
Paramenter Mean Median Mode Std. Deviasi Nilai Minimum Nilai Maksimum
Eksperimen 79,25 80,00 73 7,189 67 93
Kontrol 70,89 73,00 73 8,962 53 87
Setelah diberikan treatment atau perlakuan pada kelas eksperimen dan diberikan posttest dengan soal yang sama saat mengerjakan soal prestest, maka dilakukan deskripsi data dengan bantuan software statistik. Pada tabel deskripsi data posttest kelas eksperimen dan kelas kontrol, diperoleh nilai rerata kelas eksperimen sebesar 79,25. Angka ini lebih tinggi dari pada rerata kelas eksperimen pada saat diberikan pretest. Selain itu, angka ini juga lebih besar dari pada posttest kelas kontrol yang hanya memiliki rerata 70,89. Pada nilai minimum yang diperoleh kelas eksperimen setelah dilakukan treatment adalah sebesar 67. Nilai ini juga lebih tinggi dari pada sebelum diberikan treatment serta lebih tinggi dari pada nilai minimum pada kelas kontrol yang hanya memperoleh 53. Sedangkan untuk nilai maksimum pada kelas eksperimen, dapat dilihat bahwa terdapat kenaikan nilai sebesar 20, dari yang semula hanya 73 menjadi 93 setelah dilakukan treatment. Angka ini juga lebih besar dari pada nilai maksimum yang diperoleh kelas kontrol yang hanya mendapatkan sebesar 87. Setelah deskripsi data pretest dan posttest dilakukan dan mendapatkan hasil yang dibutuhkan, maka langkah berikutnya adalah menguji normalitas data pretest data posttest. Perhitungan uji normalitas dilakukan dengan menggunakan software SPSS 19.0. Uji normalitas dikatakan normal jika nilai signifikansi lebih dari 0,05 dan dikatakan tidak normal apabila nilai signifikansi kurang dari 0,05. Berikut ini tabel hasil uji normalitas pada nilai pretest dan posttest kelas eksperimen dan kelas kontrol. Tabel 3 Hasil Uji Normalitas Pretest
Hasil pengujian N Normal Mean Parameters Std. Deviation Nilai | FT – FS | terbesar Asymp.Sig.(2-tailed) Test distribution is Normal.
Hasil belajar pretest (eksperimen) 28 51,93 10,353 0,916 0,371
Hasil belajar pretest (kontrol) 28 61,00 13,819 0,878 0,424
Pada tabel 3 hasil uji normalitas untuk nilai pretest kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat diketahui bahwa data berdistribusi normal. Hal ini dapat diketahui dari perincian hasil yang diperoleh pada data nilai pretest kelas
eksperimen dan data nilai pretest kelas kontrol. Pada data nilai pretest kelas eksperimen diketahui bahwa nilai Asymp.Sig. (2-tailed) lebih besar dari signifikansi 0,05 yaitu 0,371 > 0,05, dengan nilai | FT – FS | lebih besar dari 0,225 yaitu 0,916 > 0,225. Selanjutnya untuk hasil yang diperoleh pada data nilai pretest kelas kontrol bahwa nilai Asymp.Sig.(2-tailed) lebih besar dari signifikansi 0,05 yaitu 0,424 > 0,05, dengan nilai | FT – FS | lebih besar dari 0,225 yaitu 0,878 > 0,225. Tabel 4 Hasil Uji Normalitas Posttest
Hasil pengujian N Normal Mean Parameters Std. Deviation Nilai | FT – FS | terbesar Asymp.Sig.(2-tailed) Test distribution is Normal.
Hasil belajar posttest (eksperimen) 28 79,25 7,189 1,061 0,210
Hasil belajar posttest (kontrol) 28 70,89 8,962 1,059 0,212
Pada tabel 4 hasil uji normalitas untuk nilai posttest kelas eksperimen dan kelas kontrol, dapat diketahui bahwa data berdistribusi normal. Hal ini dapat diketahui dari perincian hasil yang diperoleh pada data nilai posttest kelas eksperimen dan data nilai posttest kelas kontrol. Pada data nilai posttest kelas eksperimen diketahui bahwa nilai Asymp.Sig. (2-tailed) lebih besar dari signifikansi 0,05 yaitu 0,210 > 0,05, dengan nilai | FT – FS | lebih besar dari 0,225 yaitu 1,061 > 0,225. Selanjutnya untuk hasil yang diperoleh pada data nilai posttest kelas kontrol bahwa nilai Asymp.Sig. (2-tailed) lebih besar dari signifikansi 0,05 yaitu 0,221 > 0,05, dengan nilai | FT – FS | lebih besar dari 0,225 yaitu 1,059 > 0,225. Hasil yang telah diperoleh dari uji normalitas, dapat ditarik sebuah kesimpulan. Uji normalitas yang dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui normalitas datanya, dapat disimpulkan bahwa kedua data yang telah diuji yaitu data nilai pretest dan posttest berdistribusi normal. Langkah selanjutnya setelah melakukan uji normalitas adalah melakukan uji homogenitas. Langkah sebelumnya yaitu uji normalitas yang telah dilakukan, dan hasil yang didapat adalah data berdistribusi normal, maka selanjutnya adalah menguji homogenitas data. Uji homogenitas dilakukan dengan bantuan program software statistik, dihasilkan skor yang menunjukkan varians homogen. Syarat agar varians dikatakan homogen apabila signifikansi lebih dari 0,05. Berikut tabel pengujian homogenitas yang telah dilakukan:
Tabel 5 Tabel Homogenitas Model Pembelajaran Terhadap Hasil Belajar Test of Homogeneity of Variances Nilai Levene Statistic 1,018
df1
df2 1
Sig. 54
,317
Berdasarkan hasil pengujian homogenitas varians nilai posttest dengan model pembelajaran yang menggunakan media digital storytelling dan model pembelajaran konvensional dengan bantuan software statistik dalam penelitian ini, menunjukkan bahwa kedua data tersebut mempunyai varians yang homogen. Karena diketahui bahwa nilai signifikansi lebih dari 5% (p > 0,05). Hasil pengujian menunjukkan bahwa Sig. 0,317 > 0,05. Selanjutnya dapat diketahui pula apabila fhitung kurang dari ftabel pada taraf signifikansi 5%, maka data dikatakan homogen. Hasil penelitian uji homogenitas ini menunjukkan bahwa nilai fhitung kurang dari harga ftabel. Angka yang diperoleh dari hasil uji homogenitas ini adalah fhitung (1,018) kurang dari ftabel (4,02). Jadi, data tersebut telah memenuhi syarat untuk dianalisis. Setelah melalui tahap uji normalitas dan uji homogenitas maka pengujian data yang terakhir adalah menguji hipotesis. Uji hipotesis dilakukan apabila data sudah lolos uji normalitas dan uji homogenitas. Pengujian yang sebelumnya telah dilakukan, didapatkan hasil yang menyatakan bahwa data berdistribusi normal dan memiliki varians yang homogen. Uji hipotesis pada penelitian ini menggunakan software statistik. Pengujian hipotesis ini menggunakan Independent-Sampel TTest. Hipotesis pada penelitian ini adalah sebagai berikut: H0: Tidak ada perbedaan hasil belajar antara model pembelajaran dengan media digital storytelling dengan model pembelajaran konvensional dalam memahami materi Penerapan Aplikasi Internet kelas IX SMP. H1: Ada perbedaan hasil belajar antara model pembelajaran dengan media digital storytelling dengan model pembelajaran konvensional dalam memahami materi Penerapan Aplikasi Internet kelas IX SMP Pengujian hipotesis yang telah dilakukan, diperoleh hasil yang dirangkum pada tabel 6 hasil uji hipotesis berikut ini: Tabel 6 Tabel Hasil Uji-t (t-test)
Variabel yang diuji Hasil Belajar Kelas Experimen dan Kelas Kontrol (Posttest)
Identifikasi variansi data Equal variances assumed
t-test for Equality of Means ttabel dk Sig. (2-tailed) Mean (df) Difference 3,849 2,00488 54 0,000 8,357 thitung
Pada tabel tersebut, dapat dilihat bahwa nilai thitung > ttabel maka H1 diterima dan H0 ditolak. Nilai thitung adalah 3,849 yang artinya thitung > ttabel (2,00488) sehingga H1 diterima ada perbedaan hasil belajar antara model pembelajaran yang menggunakan media digital storytelling dengan model pembelajaran yang menggunakan model ceramah (konvensional) dalam memahami materi Penerapan Aplikasi Internet kelas IX SMP. Selain itu pada tabel 6 dapat pula dilihat dari rerata nilai posttest kelas eksperimen yaitu 79,25 lebih besar dari rerata nilai posttest kelas kontrol yaitu 70,89 dengan selisih rerata keduanya adalah 8,357. Selain melihat dari thitung dan nilai rata–rata dapat dilihat juga pada Sig. (2-tailed) dengan nilai 0,000 dimana nilai ini lebih kecil dari Sig. (5% atau 0,05) berarti, hasil belajar siswa yang model pembelajarannya menggunakan media pembelajaran digital storytelling lebih tinggi dari hasil belajar siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran konvensional. Beradasarkan pengumpulan data yang dilakukan dengan menggunakan angket/kuesioner yang diberikan terhadap responden siswa kelas eksperimen, hasil yang diperoleh dari respon siswa terhadap pembelajaran yang menggunakan digital storytelling dapat dilihat melalui tabel 7 berikut ini: Keterangan: STS TS KS S SS
: Sangat Tidak Setuju : Tidak Setuju : Kurang Setuju : Setuju : Sangat Setuju
Tabel 7 Respon Siswa Terhadap Media Pembelajaran Menggunakan Digital Storytelling
Pertanyaan/Pernyataan 1. Kamu menyenangi penyampaian materi yang dilakukan dengan menggunakan model pembelajaran menggunakan video digital storytelling. 2. Model pembelajaran yang dilakukan dengan media video digital storytelling mengenai materi pembelajaran dapat berpengaruh pada minat belajar. 3. Model pembelajaran yang dilakukan dengan media video digital storytelling mengenai materi pembelajaran dapat berpengaruh pada motivasi belajar. 4. Dengan model pembelajaran yang menggunakan video digital storytelling, kamu dapat mengerti dan memahami secara keseluruhan materi penerapan aplikasi internet 5. Pembelajaran yang menggunakan video digital storytelling harus sering dilakukan.
STS 0
Prosentase % TS KS S 3,57 17,85 50
SS 28,57
0
0
14,28
64,28
21,42
0
3,57
25
60,71
10,71
0
0
32,14
53,57
14,28
0
10,71
10,71
50
28,57
6. Tugas berupa membuat video digital storytelling yang diberikan oleh guru sangat mudah. 7. Tugas berupa membuat video digital storytelling yang diberikan oleh guru dapat membuat kamu berpikir kreatif. 8. Tugas berupa membuat video digital storytelling yang diberikan oleh guru dapat membuat kamu berpikir lebih kritis. 9. Tugas berupa membuat video digital storytelling yang diberikan oleh guru membuat hasil belajar kamu meningkat. 10. Tugas berupa membuat video digital storytelling yang diberikan oleh guru secara tidak langsung membuat kamu belajar hal lain yang bermanfaat diluar materi pembelajaran. Rata – Rata
0
7,14
10,71
57,14
25
3,57
7,14
64,28
25
0
7,14
17,85
57,14
17,85
0
3,57
10,71
60,71
25
0
3,57
14,28
39,28
42,85
0
4,28
16,07
55,71
23,92
0
Berdasarkan tabel respon siswa terhadap pembelajaran yang menggunakan digital storytelling, dapat dilihat pada rerata prosentase siswa yang setuju sebesar 55,71% dan siswa yang sangat setuju memperoleh sebesar 23,92%. Sedangkan prosentase siswa yang sangat tidak setuju 0%, tidak setuju 4,28% dan kurang setuju sebesar 16,07%. Prosentase siswa yang setuju dan sangat setuju masih lebih tinggi dari pada prosentase siswa yang sangat tidak setuju, tidak setuju maupun yang kurang setuju. Hal ini membuktikan bahwa siswa menyenangi pembelajaran yang menggunakan digital storytelling. Pembelajaran yang menggunakan digital storytelling dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Pembahasan Penelitian diawali dengan pemilihan sampel secara acak untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol. Maka dari pemilihan acak tersebut terpilihlah kelas IX D sebagai kelas eksperimen dan kelas IX B sebagai kelas kontrol. Model yang digunakan pada metode penelitian ini adalah Pretest – Posttest Control Group Design. Pada penelitian ini yang menjadi faktor utama untuk diamati adalah hasil belajar siswa. Hasil belajar pada penelitian ini adalah nilai pretest dan posttest. Pretest dan posttest dilaksanakan sebanyak satu kali dengan butir soal yang sama. Pretest dilakukan sebelum dilakukannya treatment atau perlakuan untuk melihat kondisi awal antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Namun berbeda dengan posttest, posttest dilakukan setelah adanya treatment atau perlakuan yang digunakan untuk mengetahui ketercapaian peningkatan hasil belajar siswa. Langkah pertama memberikan soal pretest terhadap kelas eksperimen dan kelas kontrol pada minggu pertama. Pada minggu yang sama di kelas eksperimen, diberikan treatment berupa pembelajaran yang menggunakan digital storytelling. Pembuatan digital storytelling diawali dengan pembuatan story/ceritanya terlebih dahulu. Kemudian membuat narasi selanjutnya membuat storyboard. Fungsi dari pembuatan storyboard supaya memudahkan dalam menyusun gambar, narasi dan
musik agar membentuk cerita digital sesuai dengan materi yang disusun dan direncanakan. Materi untuk membuat storyboard adalah penerapan aplikasi internet. Pada video digital storytelling ini, isi dari materi yang dijelaskan berupa penjelasan secara umum mengenai materi yang akan dipelajari. Berikut merupakan salah satu contoh storyboard dengan materi penerapan aplikasi internet:
Gambar 1 Contoh Storyboard oleh peneliti
Setelah itu pembuatan video digital storytelling menggunakan salah satu software pembuat video dengan menggabungkan gambar, suara, narasi, musik menjadi satu. Gambar dan musik yang digunakan untuk pembuatan materi dalam bentuk digital storytelling diambil dengan cara mencari dan mengunduh secara online menggunakan salah satu search engine. Selanjutnya untuk narasi dilakukan dengan merekam suara peneliti menggunakan perekam bawaan dari software pembuat video yang digunakan. Kemudian gambar, narasi, dan musik yang telah selesai dikumpulkan disusun sesuai dengan storyboard yang telah dibuat. Setelah video digital storytelling selesai dalam pembuatannya, selanjutnya diberikan pada kelas eksperimen sebagai treatment. Selanjutnya setelah diberikan treatment pada kelas eksperimen, siswa dengan bantuan peneliti membentuk tujuh kelompok dengan masing–masing anggota tiap kelompoknya sejumlah empat orang siswa. Kemudian dari setiap kelompok yang telah dibentuk, peneliti memberikan sub tema dari materi penerapan aplikasi internet secara acak kepada ketujuh kelompok tersebut. Pembagian sub tema dari materi penerapan aplikasi internet tersebut selanjutnya dijadikan bahan untuk tugas pembuatan digital storytelling oleh siswa–siswi kelas eksperimen. Sub tema untuk kelompok satu sampai dengan tujuh adalah (1) E-mail dan Download, (2) E-mail dan Upload, (3) Mailing List,
(4) Chatting via PC/Laptop, (5) Chatting via HP/Smartphone, (6) Newsgroup, (7) Blog. Tugas yang harus diselesaikan tersebut harus diselesaikan dalam waktu dua minggu. Pada minggu kedua dikelas eksperimen peneliti hanya mengamati siswa– siswi yang mengerjakan tugas kelompok berupa pembuatan video digital storytelling. Siswa-siswi mula-mula membuat cerita, selanjutnya membuat narasi dan dilanjutkan membuat storyboard secara berkelompok dengan kelompoknya masing-masing. Berikut ini salah satu contoh storyboard yang dibuat oleh kelompok 3 dengan materi yang akan dijadikan video digital storytellingnya adalah Mailing List:
Gambar 2 Contoh Storyboard oleh salah satu kelompok kelas eksperimen
Selanjutnya pada minggu ketiga untuk kelas eksperimen, tugas kelompok digital storytelling yang dikerjakan oleh siswa–siswi dipresentasikan didepan kelas dan dikumpulkan. Setelah proses presentasi dilakukan dan tugas kelompok yang telah dikerjakan dikumpulkan, selanjutnya yaitu peneliti memberikan posttest terhadap kelas eksperimen. Setelah posttest diberikan, selanjutnya yaitu memberikan angket pada kelas eksperimen untuk mendapatkan respon siswasiswi terhadap pembelajaran yang menggunakan digital storytelling. Kemudian pada minggu ketiga untuk kelas kontrol, tanpa memberikan treatment peneliti juga memberikan posttest. Langkah berikutnya setelah proses pemberian pretest, treatment untuk kelas eksperimen, dan posttest adalah mengumpulkan data berupa nilai hasil pretest dan posttest siswa–siswi kelas eksperimen dan kelas kontrol. Setelah itu dilanjutkan uji normalitas dan uji homogentias. Uji normalitas dan homogenitas harus dilakukan sebelum uji hipotesis. Diketahui pada pengujian yang telah dilakukan, data berdistribusi normal dan berasal dari varians yang homogen, sehingga dapat dilakukan uji hipotesis.
Ketika data berupa nilai pretest dan posttest yang telah diuji normalitas dan homogenitasnya dan diketahui hasilnya data berdistribusi normal dan memiliki varians yang homogen, maka langkah selanjutnya adalah uji-t. Uji-t yang dilakukan menggunakan nilai posttest dari kelas eksperimen dan kelas kontrol. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis menggunakan Independent-Sample T-Test diketahui ada perbedaan hasil belajar siswa-siswi yang menggunakan media pembelajaran digital storytelling dengan siswa-siswi yang menggunakan model pembelajaran konvensional. Hal ini dapat dilihat dari thitung sebesar 3,849 yang mempunyai arti thitung > ttabel (2,00488) sehingga H1 diterima. Selain itu, jika dilihat dari rerata nilai posttest kelas eksperimen yaitu 79,25 lebih besar dari rerata nilai posttest kelas kontrol yaitu 70,89 dan selisih rerata keduanya adalah 8,357. Berarti, hasil belajar siswa yang model pembelajarannya menggunakan media pembelajaran digital storytelling lebih tinggi dari hasil belajar siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran konvensional. Hal ini menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara model pembelajaran yang menggunakan media digital storytelling dari pada pembelajaran dengan model konvensional. Dilihat dari hasil pengujian yang diperoleh, diperkuat dengan hasil respon siswa terhadap pembelajaran yang menggunakan digital storytelling dengan pengumpulan datanya menggunakan angket. Rerata prosentase siswa yang setuju (55,71 %) dan sangat setuju (23,92%) dengan total 79,63% lebih tinggi dibandingkan dengan prosentase siswa yang sangat tidak setuju (0 %), tidak setuju (4,28 %) dan kurang setuju (16,07 %) dengan total 20,35%. Penelitian yang telah dilakukan, memperoleh kesimpulan dari data hasil pretest dan posttest yang telah diuji dan dari hasil angket yang disebar terhadap siswa kelas eksperimen yaitu lebih menarik perhatian siswa dan tidak membuat siswa menjadi jenuh ketika pembelajaran berlangsung, serta membuat siswa menjadi kreatif. Selain itu dengan model pembelajaran yang menggunakan digital storytelling meningkatkan hasil belajar siswa, dengan rata–rata kelas eksperimen lebih besar dari pada rata–rata kelas kontrol yaitu sebesar 79,25 untuk kelas eksperimen dan sebesar 70,89 untuk kelas kontrol. Penelitian ini sependapat dengan penelitian yang dilakukan oleh Theodora (2008) bahwa dengan menggunakan storytelling, kelompok eksperimen mendapatkan hasil yang lebih baik daripada kelompok kontrol. Penelitian ini juga sependapat dengan yang telah dilakukan oleh Carol Lunce bahwa dengan menggunakan digital storytelling dapat meningkatkan kreatifitas dan pemikiran kritis siswa. 5. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran TIK yang model pembelajarannya menggunakan media digital storytelling berpengaruh positif terhadap hasil belajar TIK pada materi Penerapan Aplikasi Internet untuk siswa kelas IX SMP Negeri 2 Salatiga pada tahun ajaran 2013/2014. Hal ini dibuktikan pada uji-t yang telah dilakukan. Hasil yang didapat pada perhitungan uji-t diperoleh thitung (3,849) > ttabel (2,00488) yang berarti ada perbedaan hasil belajar yang signifikan antara kelas eksperimen yang
model pembelajarannya menggunakan media pembelajaran digital storytelling dan kelas kontrol yang hanya menggunakan model pembelajaran yang konvensional. Hasil ini diperkuat dengan respon siswa pada angket yang telah disebar. Sebanyak 55,71 % siswa setuju dan 23,92% sangat setuju dengan pembelajaran yang menggunakan digital storytelling. Simpulan dari penelitian ini menjawab permasalahan yang ditemukan pada saat observasi dan yang menjadi latar belakang masalah penelitian ini. Hasil belajar rendah yang dipengaruhi oleh beberapa faktor yang menyebabkannya, dapat dijawab dengan model pembelajaran yang menggunakan digital storytelling, karena dengan menggunakan digital storytelling guru dan siswa dapat menggunakan perkembangan teknologi informasi pada waktu dan tempat yang tepat. Selain itu membuat cara mengajar guru menjadi tidak monoton dan tidak membuat jenuh siswa. Penggunaan model pembelajaran menggunakan digital storytelling dapat digunakan untuk pembelajaran mata pelajaran lain. Penelitian ini dapat dikaji lebih lanjut dengan mengukur peningkatan aspek lain dari siswa. 6. Daftar Pustaka
[1]
[2]
[3]
[4] [5]
[6]
[7]
[8]
Charles. 2010. Hubungan Antara Pemanfaatan E-learning dengan Prestasi Belajar Matakuliah Konsep Dasar IPS Mahasiswa SI PGSD Kabupaten Landak Angkatan 2009 di Universitas Kristen Satya Wacana. Salatiga: Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Kristen Satya Wacana Theodora, A. 2008. Enhancing Students’ First Language Writing Skills Through Storrytelling. Salatiga: Fakultas Bahasa dan Sastra Universitas Kristen Satya Wacana Lunce, C. Digital Storytelling as an Educational Tool. Indiana Libraries, 30: 1.https://journals.iupui.edu/index.php/IndianaLibraries/article/viewFile/192 0/1832. Diakses tanggal 14 Januari 2014, jam 08.05 WIB. Fitria,N.U.2012.https://www.google.com/#q=pengertian+model+pembelajar an. Diakses tanggal 14 November 2013, jam 12.28 WIB. Mulia, F. Pengertian Model Pembelajaran Menurut Para Ahli. http://www.trigonalworld.com/2013/04/pengertian-model-pembelajaranmenurut.html. Diakses tanggal 28 November 2013, jam 14.37 WIB. Riadi, A. 2012. Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VII SMP Negeri Banjarmasin dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share (TPS) dan Tanpa Model Pembelajaran Kooperatif Tahun Pelajaran 2011/2012. https://www.academia.edu/3675033/Jurnal_Eksperimen_TPS_Arifin_A1C1 08047. Diakses tanggal 13 Maret 2014, jam 15.35 WIB. Santyasa, I Wayan. 2007. Landasan Konseptual Media Pembelajaran, Disajikan dalam Workshop Media Pembelajaran bagi Guru-Guru SMA Negeri Banjar Angkan Pada tanggal 10 Januari 2007 di Banjar Angkan Klungkung. http://www.freewebs.com/santyasa/pdf2/MEDIA_PEMBELAJARAN.pdf. Diakses tanggal 13 April 2014, jam 17.30 WIB. Apriyanti,V.2011.http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29381/4/
[9] [10]
[11] [12] [13] [14]
[15]
[16]
[17]
[18]
[19]
Chapter%20II.pdf. Diakses tanggal 14 November 2013, jam 12.12 WIB. Indriana, D. 2011. Ragam Alat Bantu Media Pengajaran. Yogyakarta : DIVA Press Smaldino, Sharon E., Lowther Deborah L., Russell James D. 2011. Instructional Technology & Media For Learning : Teknologi Pembelajaran Dan Media Untuk Belajar Edisi Kesembilan. Jakarta: KENCANA Frazel, M.. 2011. Digital Storytelling Guide for Educators. Washington, DC: ISTE Rule, L. http://electronicportfolios.org/digistory/. Diakses tanggal 8 November 2013, jam 10.34 WIB. Robin, B. http://digitalstorytelling.coe.uh.edu/. Diakses tanggal 8 November 2013, jam 10.27 WIB. Matthews-DeNatale, G. 2008. Digital Storytelling Tips and Resources. https://net.educause.edu/ir/library/pdf/ELI08167B.pdf. Diakses tanggal 5 Agustus 2014, jam 13.20 WIB. Muhyadi, Rahayu dan Purwaningsih. Pelatihan Pembuatan Media Digital Storytelling (DST) Dalam Rangka Pengembangan Media Berbasis ICT untuk Pembelajaran Kelas SBI di SMP 1 Karangmojo. eprints.uny.ac.id/3479/1/aRTIKEL_sbi.doc. Diakses tanggal 5 Agustus 2014, jam 14.00 WIB. Winarno, B. 2012. Pengaruh Lingkungan Belajar dan Motivasi Berprestasi Terhadap Hasil Belajar Siswa Kompetensi Keahlian Teknik Otomasi Industri Di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 2 Depok Yogyakarta. Yogyakarta : Pendidikan Teknik Elektro Universitas Negeri Yogyakarta Idris, M. 2012. Peningkatan Hasil Belajar Matematika dalam Menentukan Nilai Optimum dengan Metode Cooperative Learning Pada Siswa Program Keahlian Pemasaran SMK N 2 Temanggung, Aksioma 3, http://ejurnal.ikippgrismg.ac.id/index.php/aksioma/article/view/228/199. Diakses tanggal 14 April 2014, jam 20.06 WIB. Darmawan, D. Konsep Dasar Pembelajaran. http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/1962090619 86011-AHMAD_MULYADIPRANA/PDF/Konsep_Pembelajaran.pdf. Diakses tanggal 15 April 2014, jam 08.53 WIB. Administrator. 2013. Model Pengembangan Sistem Pembelajaran Dick & Carey. http://www.modul-dsp.org/bagian-pertama/model-desain. Diakses tanggal 30 April 2014, jam 16.00 WIB.