MEDIA PEMBELAJARAN “Teknologi dan Media dalam Upaya Fasilitasi Pembelajaran PAI”
Disusun oleh: Baiturrahman
(201410010311007)
Faris al-Ayubi
(201410010311044)
Badrut Tamam
(201410010311040)
Resty Hudaidah
(201410010311002)
Oky Ayu Agustin
(201410010311024)
Nur Hasana Minanisa
(201410010311008)
JURUSAN TARBIYAH FAKULTAS AGAMA ISLAM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2017
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Belajar merupakan suatu proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup. Salah satu tanda orang tersebut telah belajar ialah dengan adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya. Dalam proses belajar tersebut akan terjadi interaksi antara guru dengan peserta didik. Guru memang bukan satu-satunya sumber belajar, walaupun tugas, peranan dan fungsinya dalam proses belajar mengajar sangat penting. Istilah proses belajar mengajar hendaklah diartikan bahwa proses belajar dalam diri siswa terjadi, baik karena ada yang secara langsung mengajar ataupun tidak langsung. Belajar tidak langsung artinya, siswa secara aktif berinteraksi dengan media atau sumber belajar yang lain. Media merupakan bentuk-bentuk komunikasi baik tercetak maupun audiovisual serta peralatannya. Media hendaknya dapat dimanipulasi, dilihat, didengar dan dibaca. Media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa, sehingga proses belajar terjadi dan sesuai dengan tujuan pendidikan yang diharapkan. Namun semakin berkembangkan zaman, bahan-bahan yang diperlukan dalam penyelenggaraan dan pengembangan pendidikan sangatlah langka. Terutama bagi lembaga-lembaga pendidikan yang terdapat ditempat-tempat terpencil, seperti di kampung ataupun desa. Lembaga-lembaga tersebut hanya terfokus pada kreatifitas guru dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, pada makalah ini akan menjelaskan bebrapa keterkaitan antara media yang sebaiknya akan digunakan sesuai dengan karakteristik peserta didik.
B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana perbedaan antara teknologi dan media? 2. Bagaimana enam katagori dasar media? 3. Bagaimana kontinum abstrak konkret? 4. Bagaimana perkembangan definisi belajar? 5. Bagaimana 4 domain belajar? 6. Bagaimana 4 perspektif psikologi belajar? C. Tujuan 1. Mengetahui perbedaan antara teknologi dan media. 2. Mengetahui enam katagori dasar media. 3. Mengetahui kontinum abstrak konkret. 4. Mengetahui perkembangan definisi belajar. 5. Mengetahui 4 domain belajar. 6. Mengetahui 4 perspektif psikologi belajar.
BAB II PEMBAHASAN A. Perbedaan antara Teknologi dan Media Secara epistemologis, teknologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu techne dan logos.Techne secara harfiah dapat diartikan sebagai cara, pengetahuan, keahlian, ketrampilan. Dan logos sendiri adalah ilmu. Jadi secara harfiah teknologi dapat diartikan sebagai ilmu untuk menggunakan keahlian. Dan kemudian jika teknologi yang biasanya identik dengan bagian-bagian natural scientis, digunakan sebagai bagian dalam pendidikan yang bertujuan menghidupkan kreatifitas anak didik dan pengajarnya, teknologi pendidikan adalah sebuah cara untuk meraih tujuan pendidikan dengan menggunakan media-media teknologi yang dihasilkan manusia untuk membantu menumbuhkembangkan kreatifitas berfikir siswa dalam sebuah sistem pendidikan. Ada beberapa pendapat yang agak berbeda satu sama lain tentang teknologi pendidikan. Pertama, teknologi pendidikan diartikan sebagai sekedar hardware yang dapat menunjang kegiatan dalam sistem pembelajaran. Hardware sendiri adalah komponen-komponen media teknologi yang dapat digunakan sebagai sarana yang menunjang kemajuan sebuah sistem pengajaran. Media-media tersebut, dapat berupa televisi, radio, internet, komputer, dan bermacam media lainnya Kedua, teknologi diartikan sebagai keseluruhan komponen yang ada dalam sebuah sistem pendidikan, baik peralatan-peralatan media teknologi maupun tehniktehnik pengembangan yang selalu progres menuju sebuah proses pelajaran yang dinamis sesuai dengan tujuan pendidikan yang hendak dicapai. Sesuai dengan apa yang dinyatakan Prof. Dr. Nasution, teknologi pendidikan adalah perpaduan software dan hardware sistem pendidikan, dengan melihat bahwa mengajar dan belajar adalah masalah yang harus dapat diselesaikan dan dihadapi secara rasional dan alamiah.1 Sedangkan untuk media pendidikan kata “media” berasal dari kata latin, merupakan bentuk jamak dari kata “medium”.2 Secara harfiah kata tersebut mempunyai arti perantara atau pengantar. Media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim 1
Nasution. (2005). Teknologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Hal. 1-2 http://kurtek.upi.edu/media/diakses 09 april 2017
2
ke penerima pesan.3 Akan tetapi sekarang kata tersebut digunakan, baik untuk bentuk jamak maupun mufrad. Kemudian telah banyak pakar dan juga organisasi yang memberikan batasan mengenai pengertian media Schramm (1977) mengemukakan bahwa media pembelajaran adalah teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran.Sedangkan Education
Association
(NEA)
mendefinisikan
sebagai
benda
yang
dapat
di
manipulasikan, dilihat, didengar, dibaca, atau dibicarakan beserta instrumen yang dipergunakan dengan baik dalam kegiatan belajar mengajar, dapat mempengaruhi efektifitas program instruktional.4Segala bentuk dan saluran yang dipergunakan untuk proses penyaluran pesan. B. Enam Kategori Dasar Media Menurut Smaldino5 membagi media menjadi enam kategori dasar, antara lain sebagai berikut: 1) Text, the most commonly used medium, is composed of alphanumeric characters that may be displayed in any format book, poster, whiteboard, computer screen, and so on. 2) Audio, another medium commonly used in learning, includes anything you can hear a person’s voice, music, mechanical sounds (running car engine), noise, and so on. It may be live or recorded. 3) Visuals are also regularly used to promote learning and include diagrams on a computer screen, drawings on a whiteboard, photographs, graphics in a book, cartoons, and so on. 4) Video is a visual as well as audio medium that shows motion and can be stored on DVDs, streamed from the Internet, be in the form of computer animation, and so on. 5) Although often not considered media, real objects and models are three-dimensional manipulatives that can be touched and handled by students. 6) He sixth and final category of media is people. In fact, people are critical to learning. Students learn from teachers, other students, and adults. Dapat diartikan sebagai berikut: 1. Teks, adalah media yang paling umum digunakan yang
terdiri dari karakter
alfanumerik yang dapat ditampilkan dalam format buku, poster, papan tulis, layar komputer, dan sebagainya. 2. Audio, adalah media lain yang biasa digunakan dalam pembelajaran, termasuk yang dapat mendengar suara seseorang, musik, suara mekanik (menjalankan mesin mobil), kebisingan, dan sebagainya yang dapat direkam. 3. Visual, adalah media yang digunakan untuk mempromosikan pembelajaran dan termasuk diagram di layar komputer, gambar di papan tulis, foto, gambar dalam sebuah buku, kartun, dan sebagainya.
3
Sadiman, Arief S dkk. (2003). Media Pendidikan Pengertian, Pengembangan dan Pemanfaatannya. Raja Grafindo Persada: Jakarta. Hal. 77 4 Op. Cit. Asnawir. Hal. 11 5 Smaldino, E.S., Lowther, L.D., and Russell, D.J. (2012). Instructional Technology and Media for Learning 10th. Pearson Education. Hal. 4
4. Video adalah media visual serta audio yang menunjukkan gerak dan dapat disimpan pada DVD, streaming dari internet, dalam bentuk animasi komputer, dan sebagainya. 5. Media yang sering tidak dianggap, benda nyata dan model manipulatif tiga dimensi yang dapat disentuh dan ditangani oleh siswa. 6. Kategori keenam dan terakhir dari media adalah orang. Orang- orang sangat penting belajar. Siswa belajar dari guru, siswa lain, dan orang dewasa. Menurut Sanjaya6 media pembelajaran dapat diklasifikasikan menjadi beberapa klasifikasi tergantung dari sudut mana melihatnya: Dilihat dari sifatnya, media dapat dibagi ke dalam media auditif, media visual, dan media audio visual. 1. Media auditif, yaitu media yang hanya dapat didengar saja, atau media yang hanya memiliki unsur suara, seperti radio, tape recorder, kaset, piringan hitam dan rekaman suara. 2. Media visual, yaitu media yang hanya dapat dilihat saja, tidak mengandung unsur suara. Beberapa hal yang termasuk kedalam media ini adalah film slide, foto, transparansi, lukisan, gambar dan berbagai bentuk bahan yang dicetak seperti media grafis dan lain sebagainya. 3. Media audio visual, yaitu jenis media yang selain mengandung unsur suara juga mengandung unsur gambar yang dapat dilihat, misalnya rekaman video, berbagai ukuran film, slide suara dan lain sebagainya. Dilihat dari kemampuan jangkauannya, media dapat pula dibagi: 1. Media yang memiliki daya liput yang luas dan serentak seperti radio dan televisi. 2. Media yang mempunyai daya liput yang terbatas oleh ruang dan waktu seperti film slide, film, video dan lain sebagainya. Dilihat dari cara atau teknik pemakaiannya, media dapat dibagi ke dalam: 1. Media yang diproyeksikan seperti film slide, film-film proyektor untuk memproyeksikan film slide proyektor untuk memproyeksikan film slide, Overhead Projector (OHP) untuk memproyeksikan transparansi, LCD untuk memproyeksikan komputer. 2. Media yang tidak diproyeksikan seperti gambar, foto, lukisan, radio dan lain sebagainya dan berbagai bentuk media grafis lainnya.
6
Sanjaya, W. Media Komunikasi Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012, hal 118-121.
Media juga dapat dikelompokkan berdasarkan bentuk dan cara penyajiannya: 1. Kelompok satu: media grafis, bahan cetak dan gambar diam. •
Media grafis adalah media yang menyampaikan fakta, ide, gagasan melalui penyajian kata-kata, kalimat, angka, simbol, yang termasuk media grafis adalah: grafik, diagram.
•
Media bahan cetak adalah media visual yang pembuatannya melalui proses pencetakan, printing atau offset. Media tersebut antara lain: buku teks, modul, bahan pengajaran terprogram.
•
Gambar diam adalah media visual yang berupa gambar yang dihasilkan melalui proses fotografi yang termasuk dalam media ini adalah foto.
2. Kelompok kedua: kelompok media proyeksi diam yakni media visual yang diproyeksikan atau media yang memproyeksikan pesan,
dimana
hasil
proyeksi tidak bergerak atau memiliki sedikit unsur gerakan. Jenis media ini antara lain: •
OHP/OHT adalah media visual yang diproyeksikan melalui alat proyeksi yang disebut OHP (Overhead Projector) dan OHT biasanya terbuat dari plastik transparan.
•
Opaque
Projector,
adalah
media
yang
digunakan
untuk
memproyeksikan benda-benda tidak tembus pandang, seperti buku dan foto. •
Media slide atau film bingkai
adalah
media
visual
yang
diproyeksikan melalui alat yang dinamakan projector slide. •
Media film stripe, atau film rangkai atau film gelang adalah media visual proyeksi diam yang pada dasarnya hampir sama dengan media slide.
3. Kelompok ketiga: media audio adalah media yang penyampaian pesan hanya melalui pendengaran. Jenis pesan yang disampaikan berupa kata-kata, soundeffect. 4. Kelompok keempat: media audio visual diam, adalah media yang penyampaian pesannya diterima oleh pendengaran dan penglihatan, namun gambar yang dihasilkan adalah gambar diam atau memiliki sedikit gerakan.
5. Kelompok kelima: film (motion picture), yaitu serangkaian gambar diam yang meluncur secara cepat dan diproyeksikan sehingga memberi kesan hidup dan bergerak. 6. Kelompok
keenam:
media
televisi
adalah
media yang menyampaikan
pesan audiovisual dan gerak. 7. Kelompok ketujuh adalah multimedia, merupakan suatu sistem penyampaian dengan menggunakan berbagai jenis bahan belajar yang membentuk suatu unit atau paket. Misalnya modul yang terdiri atas bahan cetak, bahan audio dan bahan audiovisual. Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa kategori dasar media dapat dibagi menjadi enam, yaitu; teks, audio, Visual, video, media yang tidak dianggap benda nyata, dan model manipulatif tiga dimensi dan ditangani oleh siswa, dan media orang atau manusia. Namun berdasarkan pengelihatannya akan timbul beberapa persepsi; Dilihat dari sifatnya, media dapat dibagi ke dalam media auditif, media visual, dan media audio visual. Dilihat dari kemampuan jangkauannya, media dapat pula dibagi dua; Media yang memiliki daya liput yang luas dan serentak seperti radio dan televisi, Media yang mempunyai daya liput yang terbatas oleh ruang dan waktu seperti film slide, film, video dan lain sebagainya. Dilihat dari cara atau teknik pemakaiannya, media dapat dibagi ke dalam: Media yang diproyeksikan dan Media yang tidak diproyeksikan. Media juga dapat dikelompokkan berdasarkan bentuk dan cara penyajiannya; Kelompok satu: media grafis, bahan cetak dan gambar diam, Kelompok kedua: kelompok media proyeksi diam yakni media visual yang diproyeksikan atau media yang memproyeksikan pesan, dimana hasil proyeksi tidak bergerak atau memiliki sedikit unsur gerakan, Kelompok ketiga: media audio adalah media yang penyampaian pesan hanya melalui pendengaran. Jenis pesan yang disampaikan berupa kata-kata, sound effect, Kelompok keempat: media audio visual diam, Kelompok kelima: film (motion picture), Kelompok keenam: media televisi, Kelompok ketujuh adalah multimedia. C. Kontinum Abstrak Konkret Sejak awal
tahun
delapanpuluhan, dikembangkan pendekatan kontinum
(continuum learning approach) atau pendekatan berdaur dan berkelanjutan dalam pembelajaran (Knowles, 1980; cross, 1982). Pendekatan kontinum didasarkan atas beberapa asumsi yang menyatakan bahwa semakin dewasa peserta didik maka:
a. Konsep dirinya semakin berubah dari ketergantungan kepada pendidik menuju sikap dan perilaku mengarahkan diri dan saling belajar b. Makin berakumulasi pengalaman belajarnya yang dapat dijadikan sumber belajar dan orientasi belajar peserta didik berubah dari penguasaan terhadap materi ke kemampuan pemecahan masalah c. Kesiapan belajarnya yaitu untuk menguasai kemampuan dalam menyatakan tugastugas kehidupan nyata d. Makin membutuhan keterlibatan diri dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran.7 Jika dilihat dari perkembangannya, pada mulanya media hanya sebagai alat bantu untuk mengajar guru. Alat bantu tersebut berupa alat bantu visual, seperti gambar, model, objek dan alat-alat yang dapat memberikan pengalaman konkret. Dengan masuknya pengaruh teknologi berupa audio sekitar pertengahan abad ke-20, alat visual digunakan untuk mengkonkretkan ajaran yang dilengkapi dengan alat audio, sehingga dikenal dengan alat audio visual atau audio visual aids (AVA). Bermacam peralatan dapat digunakan oleh guru untuk menyampaikan pesan ajaran kepada siswa melalui pengelihatan
dan
pendengaran
untuk
menghindari
verbalisme.
Dalam
usaha
memanfaatkan media sebagai alat bantu, Edgar Dale mengklasifikasikan pengalaman tingkat yang paling konkret ke yang paling abstrak. Klasifikasi tersebut dikenal dengan nama krucut pengalaman (cone of experiance).
7
Tim Pengemabang Ilmu Pendidikan FIP-UPI, (2007). Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Bandung: Imperial Bhakti Utama. Hal.2
Abstrak
verbal simbol visual visual radio film tv wisata demonstrasi partisipasi observasi pengalaman langsung
Konkret
Pada akhir tahun 1950 teori kumunikasi mulai mempengaruhi alat bantu visual, sehingga berfungsi sebagai penyalur pesan atau informasi belajar. Sejak saat itu, alat audio visual tidak hanya dipandang sebagai alat bantu guru, namun juga sebagai alat penyalur pesan atau media. Akan tetapi sampai saat ini pengaruhnya masih terbatas pada pemilihan media saja. Faktor siswa yang menjadi komponen utama dalam proses belajar belum mendapat perhatian. Pada tahun 1960-1965 siswa mulai diperhatikan sebagai komponen yang penting dalam proses belajar mengajar. Mulai saat itu teori tingkah laku (behaviorism theory) dari B. F Skinner mulai mempengaruhi penggunaan media dalam pembelajaran. Menurut teori ini, mendidik adalah mengubah tingkah laku siswa. Tingkah laku tersebut menjadi kebiasaan, setiap ada perubahan tingkah laku positif ke arah tujuan yang dikehendaki, harus diberi penguatan, berupa pemberitahuan bahwa tingkah laku tersebut telah betul. Teori ini telah mendorong diciptakannya media yang dapat mengubah tingkah laku siswa sebagai hasil proses pembelajaran. Media instruksional yang dihasilkan dari teori ini ialah teaching machine dan programmed instruction. Pada tahun 1965-1970,
pendekatan sistem mulai menampakan pengaruhnya
dalam pendidikan dan pembelajaran. Pendekatan sistem ini mendorong digunakannya media sebagai bagian integral dalam program pembelajaran.program pembelajaran harus direncanakan secara sistematis yang memusatkan perhatian siswa. Program tersebut direncanakan berdasarkan kebuthan dan karakteristik siswa serta diarahkan berdasarkan kebutuhan dan kerakteristik siswa serta diarahkan pada perubahan tungkah laku siswa
sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Dalam perencanaan ini, media yang akan digunakan dan cara penggunaannya sudah dipertimbangkan dan telah ditentukan dengan seksama. Untuk mencapai tujuan pembelajaran, guru-guru mulai merumuskan tujuan pembelajaran berdasarkan tingkah laku dan mulai memakai format media. Dari pengalaman tersebut, guru mulai belajar bahwa cara belajar siswa itu berbeda-beda, sebagian lebih cepat melalui media visual, sebagian melalui media audio, sebagian melalui media cetak dan sebagian yang lain media audio visual. Maka lahirlah konsep penggunaan multi media dalam pembelajaran.8 D. Perkembangan Definisi Belajar Cronbach berpendapat bahwa “Learning is shown by change in behavior as a result of experience”. Belajar sebagai suatu aktivitas yang di tunjukkan oleh perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman”.9 Mc. Gooch mengatakan “Learning is a change in performance as a result of practice,Belajar adalah perubahan pada perbuatan sebagai akibat dari latihan” .10 Menurut surya, belajar dapat di definisikan sebagai “Suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan tingkah laku baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkngannya”. Belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dan berperan penting dalam pembentukan pribadi dan perilaku individu. Sebagian besar perkembangan individu ,berlangsung melalui kegiatan belajar. Belajar juga merupakan suatu aktivitas yang dapat di lakukan secara psikologis maupun secara fisiologis. Aktivitas yang bersifat psikologis yaitu aktivitas yang merupakan proses mental, misalnya aktivitas berpikir, memahami, menyimpulkan, menyimak, menelaah, membandingkan, membedakan, mengungkap, menganalisis dan sebagainya. Sedangkan aktivitas yang bersifat fisiologis yaitu yang merupakan proses penerapan atau praktek, misalnya melakukan eksperimen atau cobaan, latihan, kegiatan praktik, membuat karya, apresiasi dan sebagainya.11
8
Sadiman, Arief S dkk. (2010). Media Pendidikan; Pengertian, Pengembangan dan Pemanfaatannya. Jakarta: Rajagrafindo Persada. Hal. 7-11 9 Rusman. (2013). Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Jakarta: Rajawali Pers. Hal. 8 10 Dalyono, M. (2010). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Hal. 61 11 Rusman. (2013). Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Hal. 7
Perubahan yang terjadi pada seseorang banyak sekali baik sifat maupun jenisnya karena itu sudah tentu tidak setiap perubahan dalam diri seseorang merupakan perubahan dalam arti belajar.12 Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Hal ini berarti menunjukkan bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat tergantung pada proses belajar yang dialami peserta didik, baik ketika ia berada di sekolah maupun di lingkungan rumah atau keluarganya. Oleh karena itu pemahaman yang benar mengenai arti belajar dengan segala aspek, bentuk, dan manifestasinya mutlak diperlukan oleh para pendidik khususnya para guru. Kekeliruan atau ketidaklengkapan persepsi mereka terhadap proses belajar dan hal hal yang berkaitan dengannya dapat mengakibatkan kurang bermutunya hasil pembelajaran yang dicapai peserta didik. 13 Burton mengartikan bahwa belajar sebagai panduan perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dengan individu dan individu dengan lingkungannya sehingga mereka dapat berinteraksi dengan lingkungannya. Adapun makna belajar yang terkandung dalam pendapat Burton adalah “interaksi”. Interaksi ini memiliki makna sebagai sebuah proses. Seseorang yang sedang melakukan kegiatan secara sadar untuk mencapai tujuan perubahan tertentu, maka orang tersebut dikatakan sedang belajar. kegiatan atau aktivita tersebut disebut belajar. intinya bahwa belajar adalah proses.14 Dari definisi-definisi yang dikemukakan di atas, dapat dikemukakan adanya beberapa elemen penting yang merincikan pengertian tentang belajar, yaitu bahwa : 1. Belajar merupakan suatu perubahan tingkah laku, di mana perubahan itu dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik, tetapi juga ada kemungkinan mengarah kepada tingkah laku yang lebih buruk. 2. Belajar merupkan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan atau pengalaman, dalam arti perubahan-perubahan yang disebabkan oleh pertumbuhan atau kematangan tidak dianggap sebagai hasil belajar; seperti perubahan-perubahan yang terjadi pada diri seorang bayi
12
Daryanto. (2010). Belajar dan Mengajar. Jakarta: Yrama Widya. Hal. 53 Djamarah,S, B. (2011). Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta. Hal. 49 14 Rusman. (2013). Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Jakarta:Rajawali Pers. Hal. 9 13
3. Untuk dapat disebut belajar, maka perubahan itu harus relatif mantap; harus merupakan akhir daripada suatu periode waktu yang cukup panjang. Berapa lama periode waktu itu berlangsung sulit ditentukan dengan pasti, tetapi perubahan itu hendaknya merupakan akhir dari suatu periode yang mungkin berlangsung berharihari,
berbulan-bulan
ataupun
bertahun-tahun.
Ini
berarti
kita
harus
mengenyampingkan perubahan-perubahan tingkah laku yang disebabkan oleh motivasi, kelelahan, adaptasi, ketajaman perhatian, atau kepekaan seseorang, yang biasanya hanya berlangsung sementara. 4. Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut berbagai aspek kepribadian, baik fisik maupun psikis, seperti perubahan dalam pengertian, pemecahan suatu masalah/ berfikir, keterampilan, kecakapan, kebiasaan, ataupun sikap. E. 4 domain Belajar Kegiatan dalam pembelajaran seharusnya dapat melihat tingkah laku peserta didik. Dalam proses pembelajaran dan penilaian hasil belajar, ada tiga ranah yang dikemukakan oleh Bloom dan Krathwohl dan lebih dikenal dengan sebutan Taksonomi Bloom, yaitu ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotorik.15 a. Ranah Kognitif (Cognitive Domain) Ranah kognitif yaitu kemampuan menyatakan kembali konsep atau prinsipprinsip yang telah dipelajari dan kemampuan pengembangan keterampilan intelektual.16 Ranah kognitif adalah ranah pembahasan yang berhubungan dengan pemahaman dan pengetahuan. Penilaian aspek kognitif dimaksudkan untuk mengukur pencapaian indikator hasil belajar dari segi intelektualitas, yaitu kemampuan menggali dan mengolah informasi atau pengetahuan.17 Penilaian pada ranah kognitif ini selalu diakhiri dengan serangkaian penilaian, baik dilaksanakan dengan waktu tersendiri maupun termasuk dengan kegiatan belajar mengajar. Sebagaian besar yang menjadi tolok ukur adalah kecerdasan secara umum.18 b. Ranah Afektif (Affective Domain)
15
Suharsimi Arikunto. (2012). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan Edisi II. Jakarta: Bumi Aksara. Hal. 130 Elis Mediawati, Pembelajaran Akuntansi Keungan Melalui Media Komik Untuk Meningkatkan Prestasi Mahasiswa, Jurnal Penelitian Pendidikan, Vol.12 No.1 17 Heribertus Joko Warnoto. (2009). Pendidikan Religiositas-Gagasan, Isi, dan Pelaksanaannya. Yogyakarta: Kanisius. Hal. 67-68 18 Endang Sri Astuti dkk. (2005). Bahan Dasar untuk Pelayanan Konseling pada Satuan Pendidikan MenengahJilid 1. (Jakarta: Grasino. Hal. 38-39 16
Ranah afektif adalah ranah pembahasan dan penilaian yang berhubungan dengan emosi. Penilaian aspek afektif dimaksudkan untuk mengevaluasi peserta didik dari segi afeksi dalam proses pembelajaran. Aspek afektif memuat kehendak (konasi) dan dorongan (motivasi) yang menjadi unsur pembentukan sikap hidup.19 Penilaian pada ranah afektif ini diutamakan pada proses pembelajaran yang berlangsung, baik dilakukan pada ranah kognitif maupun pada ranah psikomotor yang dilakukan oleh guru dalam bentuk pengamatan sikap.20 c. Ranah Psikomotorik (Pyychomotor Domain) Ranah psikomotor adalah ranah pembahasan dan penilaian yang berhubungan dengan keterampilan atau aktifitas fisik. Pendidik memberikan tugas atau model rekayasa pembelajaran yang dapat dikerjakan baik secara individu maupun kelompok, dengan usaha ini peserta didik akan melakukan pembelajaran praktek yang sangat mengasah kemampuan dalam memahami aspek materi pelajaran.21 Penilaian pada ranah psikomotor berdasarkan pengamatan terhadap performance atau unjuk kerja.22 Harrow melengkapkan taksnomi psikomotor Bloom dengan mencadangkan enam tahap yaitu perlakuan refleks, pergerakan asas, keupayaan persepsi yaitu imbangan, keupayaan fisikal, kemahiran pergerakan dan komunikasi tidak merawang yaitu mimik dan persepsi.23 d. Domain Sosial (Social Domain) Bloom menambahkan satu domain lagi, yaitu domain social. Domain sosial diperkenalkan untuk menonjolkan proses sosial budaya yang menyertai pikiran, perasaan, dan penginderaan atau gerakan. Piaget, Fygotsky, Bruenr, Dewey, Gardner dan dan ilmuan terkenal lainnya memberi perhatian secara langsung terhadap domain sosial, karena domain sosial merupakan hal dasar dalam kegiatan belajar mengajar. De Vries (1997) menyatakan, bahwa Piaget mempercayai faktor sosial setara dengan faktor kognitif dalam perkembangan anak. Teori sosial milik Peaget berfokus pada peran dari interaksi sosial dalam perkembangan dan fungsi dari interaksi sosial untuk mendukung kognitif, afektif dan perkembangan moral. 19
Heribertus Joko Warnoto. (2009). Pendidikan Religiositas-Gagasan, Isi, dan Pelaksanaannya. Yogyakarta: Kanisius. Hal. 74 20 Endang Sri Astuti dkk. (2005). Bahan Dasar untuk Pelayanan Konseling pada Satuan Pendidikan Menengah Jilid 1. Jakarta: Grasino. Hal. 38-39 21 Heribertus Joko Warnoto. (2009). Pendidikan Religiositas-Gagasan, Isi, dan Pelaksanaannya. Yogyakarta: Kanisius. Hal. 78 22 Endang Sri Astuti dkk. (2005). Bahan Dasar untuk Pelayanan Konseling pada Satuan Pendidikan Menengah Jilid 1. Jakarta: Grasino. Hal. 38-39 23 Suharsimi Arikunto. (2012). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan Edisi II. Jakarta: Bumi Aksara. Hal. 136-138
Contoh dari domain sosial di sekolah seperti, saling bekerja sama, membangun persahabatan, saling menghargai hak orang lain, meningkatkan pembelajaran etiket dan tata krama, memimpin dan mampu menerima pendapat orang lain demi kebaikan bersama, merubah keingin individu untuk memfasilitasi kesuksesan suatu grup, dan saling membantu.24
F. 4 Perspektif Psikologi Belajar Perspektif psikologi dalam memahami perkembangan terbagi atas 4 bagian yaitu: 1. Perspektif kognitif Psikologi kognitif adalah ilmu mengenai pemrosesan informasi. Bagaimana cara kita memperoleh informasi mengenai dunia dan bagaimana memprosesnya., bagaimana informasi itu disimpan dan diproses oleh otak,bagaimana informasi itu disampaikan dengan struktur penyusunan bahasa, dan proses-proses tersebut ditampilkan dengan sebuah prilaku yang dapat diamati dan juga yang tidak dapat diamati. Perkembangan kognitif sesuai dengan bertambahnya usia individu, Menurut Piaget, proses belajar harus disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif yang dilalui siswa, yang dalam hal ini Piaget membaginya menjadi empat tahap, yaitu: tahap sensori-motor (ketika anak berumur 1,5 sampai 2 tahun), tahap pra-operasional (2-7 tahun), tahap operasional konkret (7-14 tahun), tahap operasional formal (14 tahun lebih).25 Menurut Jean Piaget salah seorang penganut aliran kognitif yang kuat, bahwa proses belajar sebenarnya terdiri dari tiga tahapan, yakni: 1) asimilasi, 2) akomodasi, dan 3) equilibrasi (penyeimbangan).Proses asimilasi adalah proses penyatuan (pengintegrasian) informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada dalam bentuk siswa. Akomodasi adalah penyesuaian struktur kognitif ke dalam benak siswa. Akomodasi adalah penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru. Sedangkan equilibrasi adalah penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi. Tanpa adanya proses asimilasi, akomodasi dan equilibrasi ini, perkembangan kognitif seseorang akan tersendat dan berjalan tak teratur.26
24
Peggy Dettmer, “New Blooms in Established Fields: Four Domains of Learning and Doing” (UAS: Roeper Institute, 2006), pg. 70, vol. 28 25 B. Uno, Hamzah. (2008). Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta: Sinar Grafika offset. Hal. 11 26 Ibid., Hal. 10
2. Perspektif behaviorisme Perspektif behaviorisme dikemukakan oleh John Broades Watson: perspektif behaviourisme adalah paham yang sangat percaya bahwa segala tingkah laku manusia adalah hasil dari pembelajaran. Manusia dilahirkan dengan sejumlah reflex yang terbatas. Sedangkan belajar adalah hasil dari pengkondisian reflek-reflek tersebut. (Rahmasari, 2014) Seseorang dikatakan belajar jika terjadi perubahan tingkah laku.Kedua teori ini dalam memandang manusia hanya pada sisi jasmaniah saja, sehingga mengabaikan aspek-aspek mental rohaniah seperti kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam belajar. Perkembangan berdasarkan perspektif behaviourisme: a. Hasil belajar terlihat dari perubahan tingkah laku b. Perubahan dapat diamati atau di ukur c. Perkembangan terjadi (sebagian besar) karena lingkungan Aplikasi perspektif behaviourisme dalam pendidikan yaitu: a. Guru memberi latihan b. Berulang-ulang c. Siswa berlatih karena latihan berulang27 3. Perspektif humanisme Pada perspektif Humanisme ini, proses belajar harus berhulu dan bermuara pada manusia itu sendiri. Dari beberapa teori belajar, teori inilah yang paling abstrak dan mendekati dengan dunia filsafat daripada dunia pendidikan.28 Aplikasi perspektif humanisme dalam pendidikan a. pengajar harus memahami kemampuan siswanya b. tidak mem”bodoh” kan siswanya c. menerima pendapat siswanya d. mendorong siswanya mencapai prestasi yang optimal Perbedaan perspektif humanisme dengan perspektif lain adalah menekankan pilihan seseorang dalam menentukan pengembangan potensi dirinya. Belajar harus berhulu dan bermuara pada manusia itu sendiri. Meskipun teori ini sangat menekankan pentingya isi dari proses belajar, dalam kenyataan teori ini lebih 27 28
Yudhawati, Ratna. (2011). Teori-teori Dasar Psikologi Pendidikan. Jakarta: Prestasi Pustakarya. Hal. 41 Op. Cit. B Uno, Hamzah. Hal. 13
banyak berbicara tentang pendidikan dan proses belajar dalam bentuknya yang paling ideal. Dengan kata lain, teori ini lebih tertarik pada ide belajar dalam bentuknya yang paling ideal dari pada belajar seperti apa adanya, seperti apa yang bisa kita amati dalam dunia keseharian. 4. Perspektif konstruktivisme Asumsi dasar teori konstruktivisme tentang belajar adalah bahwa setiap orang pada dasarnya sudah memiliki pengetahuan atau bekal awal tentang sesuatu yang akan dipelajari. Pembelajaran pada intinya adalah bagaimana mengembangkan atau mengkonstruksi (membangun) pengetahuan atau bekal awal yang sudah dimiliki tersebut menjadi sebuah pengetahuan baru dan utuh. Hal ini sejalan dengan pendapat Yatim Riyanto yang mengatakan bahwa tujuan pembelajaran konstruktivisme ditentukan pada bagaimana belajar, yaitu menciptakan pemahaman baru yang menuntut aktivitas kreatif produktif dalam konteks nyata yang mendorong si belajar untuk berfikir dan berfikir ulang lalu mendemostrasikannya.29 Dari tujuan tentang konstruktivisme dalam pembelajaran, pada dasarnya ada beberapa tujuan yang ingin diwujudkan anatara lain: a. Memotivasi siswa bahwa belajar adalah tanggungjawab siswa itu sendiri, b. Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mencari sendiri jawabannya, c. Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian atau pemahaman konsep secara lenkap. d. Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri
Konstruktivis bukan sebuah teori yang bersih dari kekurangan. Teori ini juga terbatas pada ruang dan waktu dalam pengaplikasiannya. Ada beberapa kendala yang mungkin timbul dalam penerapan teori ini a. Sulit mengubah keyakinan guru yang sudah terstruktur bertahun-tahun menggunakan pendekatan tradisional. b. Guru konstruktivis dituntut lebih kreatif dalam merencenakan pelajaran dan memilih atau menggunakan media.
29
Riyanto, Yatim . (2009). Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta: Kencana. Hal. 144
c. Pendekatan konstruktivis menuntut perubahan siswa yang mungkin belum bisa diterima oleh otoritas pendidik dalam waktu dekat. d. Fleksibilitas kurikulum mungkin masih sulit diterima oleh guru yang terbiasa dengan kurikulum yang terkontrol. e. Siswa dan orang tua mungkin memerlukan waktu beradaptasi dengan proses belajar dan mengajar yang baru.
BAB III PENUTUP Teknologi pendidikan dapat diartikan sebagai sekedar hardware yang dapat menunjang kegiatan dalam sistem pembelajaran. Hardware sendiri adalah komponenkomponen media teknologi yang dapat digunakan sebagai sarana yang menunjang kemajuan sebuah sistem pengajaran. Media-media tersebut, dapat berupa televisi, radio, internet, komputer, dan bermacam media lainnya. Sedangkan media adalah perantara. Teknologi dan media merupakan salah satu faktor pendukung bagi keberhasilan proses belajar mengajar. Berbagai media dan teknologi dikembangkan berdasarkan kebutuhan peserta didik. Hal tersebut dimaksudkan karena domain belajar peserta didik yang berbeda-beda. Oleh karena itu, pengembangan media dan teknologi dari tahun ke tahun sangatlah diperhatikan oleh tenaga kependidikan. Dengan adanya teknologi dan media tersebut tujuan belajar peserta didik dapat dicapai secara maksimal. Maka, penyesuaian teknologi dan media sejalan dengan domain belajar peserta didik, mulai dari kognitif, afektif, psikomotorik dan sosial. Dengan harapan teknologi dan media dapat memfasilitasi pembelajaran, khususnya PAI.
DAFTAR PUSTAKA Harun Nasution. (2005). Teknologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Sadiman, Arief S dkk. (2003). Media Pendidikan Pengertian, Pengembangan dan Pemanfaatannya. Raja Grafindo Persada: Jakarta. Smaldino, E.S., Lowther, L.D., and Russell, D.J. (2012). Instructional Technology and Media for Learning 10th. Pearson Education. Sanjaya, W. (2012).Media Komunikasi Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Tim Pengemabang Ilmu Pendidikan FIP-UPI, (2007). Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Bandung: Imperial Bhakti Utama. Sadiman, Arief S dkk. (2010). Media Pendidikan; Pengertian, Pengembangan dan Pemanfaatannya. Jakarta: Rajagrafindo Persada. Rusman. (2013). Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Jakarta: Rajawali Pers. Dalyono, M. (2010). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Rusman. (2013). Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Daryanto. (2010). Belajar dan Mengajar. Jakarta: Yrama Widya. Djamarah,S, B. (2011). Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta. Rusman. (2013). Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Jakarta:Rajawali Pers. Suharsimi Arikunto. (2012). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan Edisi II. Jakarta: Bumi Aksara. Elis Mediawati, Pembelajaran Akuntansi Keungan Melalui Media Komik Untuk Meningkatkan Prestasi Mahasiswa, Jurnal Penelitian Pendidikan, Vol.12 No.1 Heribertus Joko Warnoto. (2009). Pendidikan Religiositas-Gagasan, Isi, dan Pelaksanaannya. Yogyakarta: Kanisius. Endang Sri Astuti dkk. (2005). Bahan Dasar untuk Pelayanan Konseling pada Satuan Pendidikan MenengahJilid 1.Jakarta: Grasino. Heribertus Joko Warnoto. (2009). Pendidikan Religiositas-Gagasan, Isi, dan Pelaksanaannya. Yogyakarta: Kanisius. Endang Sri Astuti dkk. (2005). Bahan Dasar untuk Pelayanan Konseling pada Satuan Pendidikan Menengah Jilid 1. Jakarta: Grasino. . Suharsimi Arikunto. (2012). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan Edisi II. Jakarta: Bumi Aksara. Peggy Dettmer, “New Blooms in Established Fields: Four Domains of Learning and Doing” (UAS: Roeper Institute, 2006), pg. 70, vol. 28 Hamzah B. Uno. (2008). Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta: Sinar Grafika offset. Ratna Yudhawati. (2011). Teori-teori Dasar Psikologi Pendidikan. Jakarta: Prestasi Pustakarya. Yatim Riyanto. (2009). Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta: Kencana. http://kurtek.upi.edu/media/diakses 09 April 2017