PEMANTAUAN GUNUNGAPI DENGAN EDM Pada pengukuran jarak langsung, jarak-jarak yang relatif jauh dan menuntut ketelitian yang tinggi akan membutuhkan waktu yang lebih lama dan biaya yang besar. Oleh karena itu, orang membuat alat pengukur jarak tidak langsung dengan ketelitian yang tinggi dan jangkauan cukup jauh dengan menggunakan prinsip perambatan gelombang elektromaknetik. Metode pengukuran jarak ini desebut elektronic distance measurement dan alatnya dinamakan Electronic Distance Meter atau EDM. EDM dapat dikelompokkan menjadi dua ipe, yaitu tipe menggunakan gelombang mikro atau gelombang radio, disebut Microwave Distance Maasurement (MDM), dan tipe yang menggunakan gelombang cahaya, disebut Electrooptic Distance Maasurement (EDM). Pada umumnya tipe MDM mempunyai jangkauan yang cukup jauh, hingga beberapa puluh kilo meter, dengan pemantulan atau reflektor aktif, sedangkan tipe EDM mempungai jarak jangkau yang lebih pendek, dari beberapa puluh kilo meter sampai beberapa kilo meter dan menggunakan reflektor pasif, sehingga EDM lebih cocok untuk pengukuran-pengukuran relatif pendek yang umumnya terkait survey rekayasa. EDM bentuknya kecil dan ringan sehingga dapat dipasang di atas theodholit, sehingga pengukuran sudut dan jarak dapat dilakukan secara bersamaan sebagaimana takheometer biasa. Tipe EDM dari gelombang yang digunakan, dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu : 1. gelombang cahaya tampak, dengan panjang gelombang 3.6 x 10-7 – 7.8 x 10-7 m. 2. gelombang infra merah, dengan panjang gelombang 7.8 x 10-7 – 3.4 x 10-4 m. 3. sinar LASER (Lighat Amplification through Simulated Emition of Radiation).
I. Sejarah Pengukuran jarak elektronik EDM merupakan evolusi dari berbagai teknik untuk penentuan kecepatan cahaya. Pada tahun 1849 , Fizeau memperkirakan besar kecepatan cahaya dengan cogwheel modulator sepanjang
17.2 km. Selain itu, perkiraan kecepatan cahaya dilakukan oleh
beberapa ilmuwan dengan cara yang berbeda, contohnya: 1
1.
Foucault (1862), dengan menggunakan cermin yang diputar.
2.
Michelson (1926), dengan menggunakan prisma yang diputar. Pengukuran EDM dikembangkan untuk kali pertama pada tahun 1936 oleh Lebedew,
Balakoff dan Wafiadi di Optical Institute of the U.S.S.R. (Zetsche, 1979). Teknik penentuan kecepatan cahaya mengalami perkembangan pada tahun 1940 yang menggunakan Kerr-cell modulator pada transmitter dan sebuah phototube pada receiver-nya. Hal ini menginspirasi ilmuwan Swedia, E. Bergstrand, untuk mendesain “Geodimeter” (geodetic distance meter) pertama pada tahun 1943. Dibandingkan dengan pengukuran langsung menggunakan pita ukur, pegas ukur dan yang lain, pengukuran jarak elektronik tergolong masih baru. Hali ini erat kaitannya dengan perkembangan teknologi eletronika. Pemakaian secara umum dan boleh dikatakan murah, baru dimulai sekitar tahun1970-an. Prototype pertama PJE jarak pendek (berkaitan dengan ditemukannya diode pendar) muncul pada decade 1960-an(telulometer MA-100 tahun 1965, Zeiss SM-11 pada tahun 1967). Alat-aalat tersebut baru dipasarkan secara bebas pada tahun 1968 untuk Wild/SercelDistomat DI-10, tahun 1969 untuk telulometer MA-100, dan tahun 1970 untuk Zeiss SM-11. PJE jarak pendek dengan sinar infra merah sekarang berkembang pesat dan banyak digunakan dalam berbagai macam survey, sedangkan yang jarak jauh hanya digunakan dalam survey kerangka geodesi. Alat ukur PJE yang paling teliti hingga saat ini bernama mikometer dibuat oleh K.D.Froome dan R.H Bradsell pada tahun 1961 di Laboratorium fisika Nasional Tedington (U.K) dan baru dipasarkan pada awal 1973. Pada jarak pendek, ketelitian alat mencapi 0.2 mm. Geodimeter NASM-2 , yang merupakan produk komersil, diproduksi pada tahun 1950. Pengelanan terhadap teknik heterodyne oleh Bjerhammar, tahun 1954, merupakan pengembangan penting yang memungkinkan pengukuran fase yang akurat pada frekuensifrekuensi rendah (Bjerhammar, 1971). Geodimeter 6A merupakan instrumen pertama yang menggunakan prinsip heterodyne. Pada tahun 1968, geodimeter dengan jangkauan jarak terpanjang (60 km) diluncurkan.
2
Penggunaan gelombang radio untuk pengukuran jarak telah diinisiasi oleh N. Tesla di awal ahun 1889. Namun, aplikasi paten untuk electromagnetic distance meter mulai dilakukan pada 1923 (Lowy). Selanjutnya, pada tahun 1926, electromagnetic distance meter pertama yang didasarkan pada prinsip interferensi dibangun oleh Schegolew, Boruschko dan Viller di Leningrad ( USSR). Pada tahun 1954, T. L. Wadley mulai mengembangkan radiowave distance meter dengan menggunakan prinsip pengukuran fase. Hal ini dikembangkan di Institute of Telecommunications Research of South Africa. Pada tahun 1957, di bawah nama dagang Tellurometer, institusi ini mengaplikasikan apa yang dikembangkan oleh Wadley untuk digunakan dalam long-range geodetic control of Australian Continent. Tellurometer terus mengembangkan penelitiannya yang menghasilkan light-weight microwave distance meter pertama pada tahun 1972 (Tellurometer CA 1000). Pada pertengahan tahun 1960-an, short-range distance meter mulai dikembangkan dengan menggunakan emisi infrared dari diode. Froome dan Bradsell berhasil mengembangkan EDM pertama dengan nilai presisi yang cukup tinggi. Hal ini terus berkembang hingga terciptanya tacheometer dan theodolite pada tahun 1970 dan 1974 yang banyak digunakan hingga sekarang.
II. Prinsip Pengukuran Jarak Alat EDM menentukan panjang berdasarkan pada perubahan fase yang terjadi sewaktu energi elektromagnetik dengan panjang gelombang yang diketahui, merambat dari satu ujung garis ke ujung yang lain dan kembali.
Gambar 1. Ilustrasi penjalaran gelombang pada metode EDM. 3
Suatu gelombang elektronik yang telah diketahui frekuensinya (f) dipancarkan ke pemantul atau reflector, dan dipantulkan kembali kepemancar. Alat pemancar mampu menghitung jumlah panjang gelombang (n) dengan ketelitian sampai 1/1000 bagian dari panjang gelombang. Nilai n/f dihitung (t) baik secara manual maupun otomatis pada alat, dan dikalikan dengan nilai kecepatan standar sinyal di atmosfer (v), hasilnya adalah jarak atau panjang lereng yang diukur. Dimuka telah dikemukakan bahwa berdasarkan macam gelombang yang dipakai, pengukuran metode elektronik dapat dibagi menjadi dua system. Yaitu MDM untuk pengukuran jarak jauh dan EDM untuk pengukuran jarak menengah dan dekat. Dasar kerja dari alat ini adalah gelombang energi (gelombang cahaya, microwave, gelombang radio) yang dipancarkan dari pemancar di A (transmitter) dan di B dipantulkan oleh alat pemantul (reflector) dan diterima kembali oleh alat penerima (receiver) di A seperti terlihat pada gambar 2.
Gambar 2. Prosedur EDM.
Bila kecepatan rambat gelombang energi = V m/dt, dan waktu yang diperlukan pada saat merambat dari mulai dipancarkan sampai diterima kembali = t detik, maka dapat dihitung jarak dari titik A ke B =
t meter. Ketelitian yang dapat dicapai oleh alat ini adalah sekitar 2
sampai 10 p.p.m (part per million = 2 s/d 10 milimeter untuk tiap kilometer). Karena perambatan gelombang energi ini tadi lewat lapisan udara, maka harus dikoreksi juga terhadap temperatur dan tekanan udara pada saat pengukuran. Berikut adalah contoh dari alat pengukur jarak elektronik : 4
Tabel 7.1 : Alat Pengukur Jarak Elektronis No
Merk
Sumber Tenaga
Kemampuan Jarak
1.
Geodimeter 76
Laser
3000 m
2.
Distomat DI 10
Infra merah
2000 m
3.
DM 60 Cubitape
Infra merah
2000 m
4.
Tellurometer CA 1000
Microwave
30 km
5.
Autotape
Gelombang Radio
100 km
6.
Omega
Gelombang Radio
8000 km
III. Sistem Elektro-Optis Berdasarkan spectrum yang digunakan, system elektro-optis dapat dikelompokkan dalam dua kelas, yaitu kelas menggunakan sinar tampak/kasat mata(termasuk kategori jarak menengah) dan kelas menggunakan sinar infra merah (termasuk kategori jarak pendek). Kedua memiliki banyak kesamaan. Sinyal pengukur dibawa oleh berkas sinar sempit yang terfokus diarahkan secara otomatis kesasaran yang jauh dengan teropong yang terdapat didalamnya. Unit PJE jarak pendek dapat dipasang pada teropong theodholit dengan wadah yang khusus dirancang untuk mengarahkan unit PJE tepat sasaran dengan garis bidik teropong ke mana saja dia diarahkan.
IV. Pekerjaan Lapangan Pemancar dipasang pada salah satu ujung garis yang akan diukur, dan diarahkan secara teliti ke reflector yang dipasang pada ujung garis yang lain. Sebaliknya reflector juga diarahkan pada pemancar dengan alat pembidikan terbuka yang ada padanya. Reflector tunggal digunakan untuk jarak ± 600 meter. Untuk jarak yang lebih jauh diperlukan susunan tiga, enam atau sembilan buah reflector. Sinyal dipancarkan dengan frek yang diketahui ke reflector. Dari sana dikembalikan ke pemancar dan beda fasenya diukur. Frekuensi sinyal diubah secara otomatis oleh alat, dan
5
prosuder pengukurannya diulangi lagi sebagaimana di muka. Dari padanya banyak gelombang dapat ditentukan dan jarak miring dapat ditentukan. Kemiringan teropong (bacaan lingkaran vertikal) dan kondisi atmosfer dicatat untuk reduksi menjadi jarak datar dan koreksi hasil ukuran.
V. Manfaat Penggunaan EDM EDM merupakan alat ukur jarak elektronik, menggunakan gelombang elektromagnetik berupa sinar infra merah sebagai gelombang pembawa sinyal pengukuran dan dibantu dengan sebuah reflektor berupa prisma sebagai target yaitu alat pemantul sinar infra merah agar kembali ke EDM. EDM berguna untuk mengukur jarak dari instrumen target. Sebuah kalkulator untuk mencari lokasi titik terlihat. Perekam data untuk mengurangi potensi kesalahan. Dengan bantuan trigonometri, sudut dan jarak dapat digunakan untuk menghitung posisi sebenarnya (x, y, dan z atau arah timur dan elevasi) titik yang disurvei secara absolut. Pada monitoring gunung api EDM ini digunakan untuk melihat deformasi.
VI. Cara Penggunaan EDM EDM diset di atas tripod pada suatu titik dan reflektor diletakkan pada titik yang lain. EDM ditembakkan ke reflektor di suatu titik, di lanjutkan ke titik yang lain untuk mendapatkan serangkaian pengukuran jarak. Temperatur dan tekanan udara juga terukur dan berpengaruh pada kecepatan cahaya yang melalui udara. Untuk hasil yang lebih akurat, kelembaban relatif juga dapat diukur. Untuk menghitung jarak horizontal suatu slope dari satu titik ke titik lain, ketinggian EDM dan reflektor di ukur dengan teliti. Keakuratan pengukuran jarak dipengaruhi oleh: 1. Kebenaran dalam pengukuran temperatur dan tekanan udara 2. Kestabilan frekuensi standar yang digunakan dalam EDM 3. Kesalahan pemasangan EDM dan reflektor 4. Kesalahan dalam pengukuran sudut kemiringan dan atau penentuan ketinggian relatif antara 2 titik ketinggian (benchmark)
6
Mengukur jarak diantara benchmarks yang terpisah puluhan sampai ribuan measurement dari gunung api terkadang dapat menunjukkan dengan tepat dimana dan kapan magma akan naik ke permukaan. Magma yang bergerak naik ke atas terkadang akan mendorong batuan yang menindihnya keatas atau mengeruknya ke samping. Pada kasus lain, satu bagian dari gunungapi memungkinkan untuk bergerak relative horizontal terhadap bagian lain baik dalam skala kecil (millimeasurement) ataupun skala besar (measurement). Kesulitan dalam penggunaan EDM adalah menaruh benchmark di tempat yang tepat dan melakukan pengukuran secara sering diantara pasangan benchmark.
7
VII. Studi Kasus EDM Laporan Aktivitas Gunung Merapi 30 Mei – 5 Juni 2014 VII.1. Hasil Pengamatan a. Visual Merapi pada minggu ini tidak menunjukkan adanya perubahan morfologi yang signifikan. Secara visual, cuaca cerah umumnya terjadi pada pagi, sore hingga malam hari, sedangkan siang hari umumnya mendung dan berkabut. Asap solfatara berwarna putih tipis tekanan lemah tinggi asap maksimum 400 m condong ke arah Barat terukur dari pos Babadan tanggal 31 Mei 2014 jam 08.10 WIB. Suhu udara di pos-pos pengamatan G. Merapi berkisar antara 16 – 32 oC, kelembaban 45 – 95 % RH, kecepatan angin maksimum 13,3 km/jam, dan arah angin dominan menuju Barat.
Gambar 3. Foto puncak G. Merapi dari Jrakah diambil pada tanggal 2 Juni 2014 pukul 08.55. Tampak cuaca cerah, asap berwarna putih tebal condong ke Barat.
b. Seismik Dalam minggu ini kegempaan di G. Merapi didominasi oleh adanya gempa guguran. Gempa guguran tercatat sebanyak 39 kali, MP 2 kali, dan tektonik 24 kali. Gempa guguran 8
yang terjadi memiliki aplitudo maksimum 18 mm sedangkan gempa tektonik memiliki amplitudo maksimum 85 mm. Secara umum aktivitas kegempaan berfluktuasi dalam kisaran normal dan relatif menurun dibandingkan dua minggu sebelumnya.
Gambar 4. Kegempaan G. Merapi bulan Januari 2013 – Juni 2014.
c. Deformasi Pemantauan deformasi di G. Merapi berdasarkan hasil pengukuran EDM ( Electronic Distance Measurement) dari pos-pos pengamatan (Pos Kaliurang dan Pos Babadan) masingmasing terhadap reflektor, RK2, RJ2 dan RB3 menunjukkan bahwa data EDM (RK2) bervariasi antara -9 mm sampai dengan +12 mm (0,4 mm/hari); RK2 berfluktuasi antara 19 mm sampai dengan +4 mm (0,2 mm/hari). Reflektor RB3 di Pos Babadan tidak dapat dilakukan pengukuran. Pengukuran jarak reflektor bervariasi di bawah 1 cm (di bawah ralat pengukuran). Deformasi tubuh G. Merapi yang dipantau secara instrumental baik dengan menggunakan EDM dan tiltmeter tidak menunjukkan perubahan yang signifikan. 9
Gambar 5. Hasil pengukuran EDM Pos Jrakah, Kaliurang dan Babadan, Januari 2013 – Juni 2014.
Data pemantauan deformasi menggunakan tiltmeter di Stasiun Plawangan pada minggu ini belum menunjukkan adanya perubahan kemiringan yang signifikan. Sumbu-X (arah Barat-Timur) memiliki kemiringan -0,2 dan sumbu-Y (arah Utara-Selatan) memiliki kemiringan 0,4 mikroradian, sedangkan suhu alat rata-rata 19,44 0C. Tiltmeter di Stasiun Babadan pada minggu ini menunjukkan adanya perubahan kemiringan pada sumbu X. Sumbu-X (arah UtaraSelatan) memiliki perubahan kemiringan -0,1 mikroradian dan sumbu-Y (arah BaratTimur) -0.5 mikroradian, sedangkan suhu alat rata-rata 19,2 0C. Pola kemiringan yang tidak gradual pada sumbu -X kemungkinan merupakan noise alat. Secara umum data deformasi belum menunjukkan adanya inflasi ataupun deflasi yang berarti.
10
Gambar 6. Hasil pengukuran tiltmeter stasiun Plawangan Januari 2013 – Juni 2014,sumbu-X (arah BaratTimur) dan sumbu-Y (arah Utara-Selatan).
Gambar 7. Hasil pengukuran tiltmeter stasiun Babadan Januari 2013 – Juni 2014, sumbu-X (arah Barat-Timur) dan sumbu-Y (arah Utara-Selatan).
11
d. Hujan dan Lahar Dalam minggu ini hujan di sekitar G. Merapi tidak terjadi, sedangkan pada minggu sebelumnya hujan masih terjadi dengan intensitas rendah. Pada bulan Juni 2014 sudah memasuki musim kemarau sehingga tidak terjadi lahar.
Gambar 8. Curah hujan di setiap pos pengamatan pada bulan Januari 2013 – Juni 2014
e. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil evaluasi data pemantauan G. Merapi secara instrumental dan visual, disimpulkan bahwa status aktivitas G. Merapi turun dari “WASPADA” menjadi “NORMAL” terhitung tanggal 23 Mei 2014 pukul 16.00 WIB.
12
Pertanyaan dan hasil diskusi 1. Dari contoh kasus pada Gunung Merapi, sebaiknya melakukan monitoring menggunakan EDM atau GPS? Hasil Diskusi: dilihat dari cara pengambilan data, EDM mengukur perubahan jarak antar kedua titik, jika hasil pengukuran EDM (-) maka terjadi inflasi dan jika hasil pengukuran EDM (+) maka terjadi deflasi pada bawah permukaan bumi. Sebagai tambahan, pengukuran menggunakan EDM menggunakan 2 alat yakni 1 teodolit yang diletakan pada pos pengamatan dan 1 alat reflektor diletakan pada kawah gunung, biasanya tipe EDM yang digunakan untuk monitoring gunung api digunakan EDM jarak menengah dengan ketelitian dinyatakan dalam PPM. Sebagai contoh suatu alat EDM memiliki ketelitian 1 PPM untuk pengukuran yang diletakkan pada Pos pengamatan Babadan (jaraknya kira-kira 4,5km ke arah kawah) sehingga memiliki nilai
4 ,5mm. Sehingga untuk melihat
penggunaan yang lebih baik apakah GPS atau EDM perlu dilihat lagi ketelitian alat yang dimiliki serta dilihat pula penyebab kesalahan pengukuran yang mungkin saja dapat terjadi. 2. Tilt digunakan untuk mengukur kemiringan lereng, jika kemiringan lereng berubah akan merubah nilai kemiringan yang diukur dalam radian. Pada pengambilan data tilt, diambil pula data pengamatan suhu yang diperoleh dari pengukuran suhu yang dilakukan bersamaan dengan tilt, pada pelaksanaannya di lapangan tiltmeter dan sensor suhu diletakkan berdampingan. Hal ini dilakukan sebagai QC apakah perubahan nilai tilt berasal dari bawah permukaan atau berasal dari perubahan suhu. 3. Bagaimana mengetahui perubahan tilt benar-benar berasal dari bawah permukaan dan bukan karena hentakan yang dibuat dari permukaan bumi? Pertama digunakan long base tilitmeter yang memiliki panjang platform 50 m, penggunaan alat ini dinilai sangat ideal untuk membedakan asal perubahan nilai tilt namun sangat sukar digunakan pada gunung api. Kedua digunakan minimal 3 alat tiltmeter yang dipasang berjejer dengan masing-masing jarak pemasangan alat 10 meter.
13