PEMANFAATAN SLOGAN REAL LIFE DALAM MEMPERKUAT POSITIONING RADIO INDIKA 91.60 FM
SKRIPSI Disusun Untuk memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 (S1) Ilmu Komunikasi
DISUSUN OLEH: NAMA NIM Jurusan
: HESTININGSIH FEBRIANA : 4430411-028 : Marketing Communication & Advertising
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 2007
ii ABSTRAK
Hestiningsih Febriana (4430411-028) PEMANFAATAN SLOGAN REAL LIFE DALAM MEMPERKUAT POSITIONING RADIO INDIKA 91.60 FM vii hal + 85 halaman; Lampiran Bibliography 24 Acuan (Tahun 1986 s/d 2007) Dunia penyiaran di Indonesia khususnya Radio telah mengalami perkembangan yang cukup signifikan sehingga persainganpun menjadi sangat ketat. Hal inilah yang membuat para pengelola Radio mulai mengkategorikan pendengarnya secara khusus sehingga tercipta target market yang dituju. Selain pengelola juga harus dapat memposisikan Radio yang dikelolanya untuk membedakan dengan pesaing. Positioning dibuat dengan maksud untuk menancapkan persepsi Radio dibenak pasar pendengar maupun pengiklan. Agar positioning semakin kuat menancap dibenak konsumen, maka positioning harus diungkapkan dalam sebuah slogan, seperti Radio Indika FM yang telah memposisikan diri sebagai Radio Clubbing, dan menciptakan slogan Real Life untuk memperkuat positioning tersebut. Slogan yang dibuat oleh untuk memperkuat positioning haruslah memenuhi persyaratan-persyaratan yang ada mengenai sebuah slogan. Slogan yang baik harus berbasis positioning dan tida keluar dari konteks positioning. Timothy R.V. Foster memberikan sarat-sarat sebuah slogan yang baik yakni should be memorable, differentiate the brand, include key benefit, impart positive feeling for the brand, be campaignable, be competitive, be strategic, be original, dan be simple. Adapun tipe penelitian adalah deskriptif dengan metode yang digunakan adalah kualitatif dengan studi kasus yang dilakukan dengan depth interviewing ke beberapa nara sumber yang berkompeten untuk memberikan penjelasan secara mendetil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembuatan slogan Real Life telah melalui proses yang cukup panjang. Setelah memilih segmentasi, dan pendengar yang dituju, pengelola Radio Indika FM kemudian memposisikan Radio Indika FM sebagai Radio Clubbing. Radio Clubbing kemudian diperkuat dengan sebuah pernyataan positioning atau slogan berbunyi Real Life. Slogan Real Life kemudian dikomunikasikan oleh pengelola Radio Indika FM ke segala aspek program, sebagai station call, dikomunikasikan melalui print-ad di berbagai media,dan dalam kegiatan off air Club Hoppers. Seiring waktu berjalan diakui pengelola bahwa slogan Real Life dapat memperkuat positioning Radio Indika FM sebagai Radio Clubbing. Terbukti masuknya pengiklan-pengiklan yang menggunakan area clubbing sebagai salah tools promosi produk yang mereka punya, seperti Heineken.
vi
DAFTAR ISI
ABSTRAK KATA PENGANTAR BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ………………………..…………..1
1.2 1.3
Perumusan Masalah ……...……………………………………5 Tujuan Penelitian .……………………………………………5
1.3.1Manfaat Penelitian …...………………………………..6 1.3.2Manfaat Praktis ……...……………………………..….6 BAB II KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Komunikasi Massa .…….………………………..…………....7 2.2 Segmentasi-Targeting-Positioning ..…………………….……..9 2.2.1 Segmentasi Audience ………………………………...10 2.2.1.1 Segmentasi Geografis ………………………...11 2.2.1.2 Segmentasi Demografi ………………………..11 2.2.1.3 Segmentasi Psikografis ……………………….12 2.2.2 Targeting (Target Market) …………………………....13 2.2.3 Positioning …………………………………………....15 2.3 Positioning Statement atau Slogan …………………………....22 2.4 Pemanfaatan Slogan …………………………………………..32 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian ………………………………………………..34 3.2 Metode Penelitian …………………………………………….34 3.3 Teknik Pengumpulan Data …………………………………..35 3.3.1 Data Primer ……..……………………………………35 3.3.2 Data Sekunder ………………………………………...36 3.4 Key Informan …….………………………………………......37 3.5 Fokus Penelitian ………………………………………………37 3.6 Analisa Data ……………………..…………………..………..38 BAB IV PEMBAHASAN 4.1.Radio Indika 91.60 FM ..…………………………………….40
4.1.2.Gambaran Umum
……...…………………………….40
4.2.Sejarah Radio Indika FM …..………………………………..42 4.2.1.Struktur Organisasi ………………………...…...…….50
vii
4.3. 4.4. 4.5.
Profil Pendengar Radio Indika FM ..…………………………54 Musik Yang Diputar Radio Indika FM ………………………60 Hasil Penelitian ………………………………………………67 4.5.1.Pemanfaatan Slogan Real Life ……………………... 70
4.5.2.Hasil Pemanfaatan Slogan Real Life 4.6.
……………… 76 Pembahasan ………………………………………………… 78
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ……………………….……………………….. 84
5.2
Saran …… ……………………………………………….…85
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
I.1.
Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial, kita membutuhkan komunikasi karena sejak lahir
kita tidak dapat hidup sendiri tanpa berkomunikasi dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhan biologis dan psikologis kita. Namun, komunikasi itu bukan hanya milik manusia saja melainkan semua pihak, termasuk organisasi, institusi atau lembaga. Komunikasi merupakan proses penyampaian simbol-simbol yang diartikan sama antara individu dengan kelompok, kelompok dengan kelompok, dan kelompok dengan massa1. Tanpa komunikasi tidak akan ada komunitas2. Jadi, anggapan bahwa institusi, lembaga atau perusahaan tidak berkomunikasi adalah sesuatu yang salah. Stasiun radio sebagai suatu perusahaan yang bergerak di bidang jasa juga membutuhkan komunikasi. Radio adalah business enterprise suatu regular industry of mass communication3. Komunikasi yang digunakan di radio adalah komunikasi massa yakni komunikasi kepada orang banyak (massa, publik) dengan menggunakan media (communicating with media)4. Komunikasi untuk sebuah stasiun radio menjadi sangat penting mengingat stasiun radio merupakan salah satu lahan bisnis yang masih dianggap memiliki prospek cerah hingga di masa 1
Kennedy, John, E., Soemanegara, R. Dermawan. Marketing Communication: Taktik dan Strategi. Jakarta, P.T. Bhuana Ilmu Populer, 2006, hal. 4 2
Mulyana, Deddy. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung, P.T. Remaja Rosdakarya, 2004, hal.42 3
Baktiono, Wolly. Elan Vital Radio Indonesia. Surabaya, Simul@cra, 2001, hal.1
4
Romli, Asep Syamsul, M. Broadcast Jurnalism: Panduan Menjadi Penyiar, Reporter & Scrip Writer. Bandung, Yayasan Nuansa Cendekia, 2004, hal. 20
1
2
datang. Terbukti di Indonesia, menurut data yang diperoleh dari Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI), jumlah pertumbuhan stasiun radio sejak tahun 1974 hingga 2006 yang terdaftar keanggotaan PRSSNI cukup signifikan. Hingga tahun 2006 jumlah anggota PRSSNI sebanyak 835 stasiun radio. Di wilayah DKI Jakarta ( Jakarta Pusat, Jakarta Selatan Jakarta Timur, Jakarta Barat, Jakarta Utara) sendiri tercatat di PRSSNI ada 44 stasiun radio. Di era persaingan yang sudah cukup ketat ini, sebuah perusahaan perlu membangun brand atau merek-nya agar dapat menarik perhatian konsumen atas jasa yang ditawarkan. Hal ini menuntut para pengelola stasiun radio untuk mencari celah agar stasiun radio yang dikelolanya dapat bertahan hidup. Bagaimana caranya agar dapat mendapatkan jumlah pendengar yang banyak dan bagaimana caranya pengiklan juga menjadikan stasiun radio yang dikelolalnya sebagai pilihan untuk memasarkan produknya. Melakukan segmentasi-tragetingdan positioning merupakan celah yang diambil oleh para pengelola stasiun radio. Menurut Rhenald Kasali (48)5, segmentasi pada dasarnya adalah suatu strategi untuk memahami struktur pasar. Sedangkan targeting adalah persoalan bagaimana memilih, menyeleksi, dan menjangkau pasar. Tidak heran, sekarang ini banyak radio yang pada awalnya bersifat umum, namun kini mengalihkan segmentasi pasarnya secara khusus6. Banyak kita temui radio khusus pencinta lagu-lagu Indonesia, radio khusus penggemar jazz, radio khusus wanita, pria, remaja, radio 5
Kasali, Rhenald. Membidik Pasar Indonesia: Segmentasi Targeting Positioning. Jakarta, P.T. Gramedia, 2005, hal. 48 6
Di Amerika Serikat hampir setiap stasiun radio siaran komersial sekarang ini mempunyai pendengar sasaran khusus dan terbatas. Stasiun radio komersial dengan aneka ragam acara yang ditujukan ke berbagai golongan atau lapisan masyarakat sudah jarang ditemui. Sama seperti halnya di Amerika Serikat, saat ini hampir semua radio siaran swasta di Jakarta memiliki pendengar sasaran berdasarkan penggolongan dan berbagai kategori. (Skripsi “Ekspresi Seksualitas Siaran Radio Swasta di Jakarta”, disusun oleh Afra Amalia, Universitas Indonesia, 2002)
3
bisnis, dan masih banyak lagi lainnya. Bahkan menurut data PRSSNI hingga bulan February 2002 terdaftar 41 radio siaran swasta di Jakarta dengan segmentasi pendengar yang berbeda-beda berdasarkan usia, status sosial ekonomi, dan jenis musik yang diputar. Setelah sasaran pasar dipilih maka proses selanjutnya adalah melakukan positioning. Positioning adalah suatu strategi untuk memasuki jendela otak konsumen. Hiebing & Cooper (1997) mendefinisikan positioning sebagai membangun persepsi produk di dalam pasar sasaran relatif terhadap pesaing7. Positioning menjadi kuat dan menancap di benak konsumen dengan menggunakan berbagai tools dalam mengkomunikasikannya. Salah satunya adalah positioning harus diungkapkan dalam bentuk suatu pernyataan (positioning statement) atau slogan8. Slogan merupakan salah satu identitas yang bisa membantu konsumen untuk mengingat sebuah merek. Slogan atau pernyataan positioning harus dapat mewakili citra dan persepsi yang hendak dicetak dalam benak konsumen. Membuat slogan yang baik bukan pekerjaan yang mudah. Selain harus konsisten dengan strategi positioning-nya, slogan haruslah pendek, mudah diingat tetapi sekaligus juga unik dan enak dibaca. Slogan umumnya mempunyai tujuan eksternal (untuk pelanggan) dan internal. Tujuan internalnya adalah untuk memberikan arah bagi perusahaan untuk bersaing dan bertumbuh serta mempengaruhi komitmen dari seluruh individu dalam perusahaan untuk bersamasama mempunyai attitude dan tingkah laku sesuai dengan janji perusahaan yang tersirat dari positioning yang dibuat. Slogan untuk produk, umumnya lebih banyak
7
Morissan. Media Penyiaran: Strategi Mengelola Radio dan Televisi . Tangerang, Penerbit Ramdina Prakarsa, 2005, hal. 163 8
Kasali, Rhenald. op.cit., 2005, hal. 553.
4
untuk tujuan eksternal yaitu pembentukan persepsi dalm benak konsumen dan pelanggannya9. Slogan atau pernyataan positioning harus diungkapkan secara jelas dan tegas yang dapat disusun berdasarkan pengalaman yang panjang dalam bidang tertentu, hasil-hasil studi, informasi dari mulut ke mulut atau publisitas yang ada Selain itu, slogan harus disebarluaskan dengan teknik-teknik audio visual yang baik dan dengan frekuensi yang cukup sering10. Radio Indika FM merupakan salah satu radio dengan sasaran pendengar yang tersegmentasi atau terbatas. Target market pendengar Radio Indika FM adalah pria dan wanita, usia 20 hingga 30 tahun, SES11 A dan B, bekerja, tinggal di kota besar di Jakarta, baik yang belum menikah maupun menikah. Kalaupun menikah, pendengar Radio Indika FM adalah pendengar yang belum memiliki anak sebab menurut pengelola Radio Indika FM, begitu seseorang telah memiliki anak, prioritas hidup dan gaya hidupnya akan berubah. Namun dikarenakan pengkategori-an target pendengar seperti tersebut di atas juga dimiliki oleh radio lain sebut saja Radio Hard Rock FM, maka pengelola Radio Indika FM mencoba membuat kategori yang tidak pernah dijangkau secara intens sebelumnya yaitu Anak Gaul Malam Jakarta (Clubbers) yang keseharian mereka adalah pekerja kantoran dengan posisi staff hinggga level entry management (Asst. Manager). Spesifikasinya adalah mereka bekerja atau menjadi karyawan, dan hasil kerja mereka digunakan untuk menyenangkan dirinya sendiri seperti hang out ke cafécafé, lounge, atau klub malam, shopping ke mall, dan lain sebagainya. Oleh 9
Yuliana Agung, MBA. 101 Konsultasi Praktis Pemasaran, Volume 2 (2006:92)
10
11
Morissan. loc. cit.
Social Economic Status (status social ekonomi) seseorang diukur dari pengeluaran rutin kebutuhan rumah tangga setiap bulannya
5
karena itu dengan segmentasi yang terbatas ini mengharuskan pihak pengelola membuat slogan yang dapat memperkuat positioning-nya sebagai Radio Clubbing. Penentuan positioning sebagai Radio Clubbing ini dilatarbelakangi pula oleh format musik yang diputar di Radio Indika FM adalah 80% lagu-lagu dance. Maka tercetuslah slogan Real Life. Pihak pengelola mensosialisasikan slogan Real Life melalui Print Ad, menciptakan program-program yang in-line dengan slogan, dan sebagai station call id setiap kali penyiar membuka mike. Pemanfaatan slogan Real Life diharapkan sebagai diferensiasi yang dapat memperkuat positioning sebagai Radio Clubbing.
I.2.
Perumusan Masalah Berdasarkan pemaparan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah Bagaimana pemanfaatan slogan Real Life dapat memperkuat positioning Radio Indika.91.60 FM.
I.3.
Tujuan Penelitian Penelitian ini dibuat penulis dengan tujuan ingin mengetahui pentingnya
sebuah slogan pada suatu
brand, merek atau perusahaan dalam memperkuat
positioning yang dimiliki.
I.4.
Manfaat Penelitian a. Manfaat Theoritis
6
Melalui penelitian ini, penulis mencoba untuk mengembangkan ilmu marketing dan komunikasi dengan menggali lebih jauh apa yang dibutuhkan dalam membuat sebuah slogan.
b. Manfaat Praktis Penelitian ini bertujuan untuk menambah kajian kepada para praktisi Marketing Komunikasi atau Marketer perlunya sebuah slogan dalam memperkuat positioning suatu produk atau merek. Selain itu penelitian ini juga untuk para pelaku bisnis di dunia radio agar dapat mengkaji lebih dalam lagi pentingnya sebuah slogan dalam menancapkan positioning sebuah radio di benak audience.
BAB II KERANGKA PEMIKIRAN
II.1.
Komunikasi Massa Dalam hidup kita membutuhkan komunikasi karena komunikasi
menyentuh segala aspek kehidupan manusia. Komunikasi merupakan proses yang memungkinkan seseorang (komunikator) menyampaikan rangsangan (biasanya lambang verbal) untuk mengubah perilaku orang lain (Carl I. Hovland) 1. Dapat disederhanakan komunikasi merupakan proses menyampaikan pesan atau informasi dari komunikator kepada komunikan. Yang jelas komunikasi membutuhkan tiga unsur yakni sumber, pesan dan sasaran (Wilbur Schramm)2. Sumber itu boleh jadi seorang individu (berbicara, menulis, menggambar) atau organisasi komunikasi seperti surat kabar, penerbit, dan lain lain. Pesan dapat berbentuk tinta pada kertas, gelombang suara di udara, lambaian tangan, dan lainlain. Sasaran, mungkin seorang individu yang mendengarkan, melihat, menonton atau membaca. Dengan ini sudah pasti bahwa setiap bentuk komunikasi yang tecipta mempunyai tujuan yang berbeda-beda. Mulai dari hanya mencari informasi hingga pada kegiatan untuk mengarahkan perhatian dengan menggugah ingatan seseorang melalui simbol-simbol, atribut-atribut, proganda, kampanye atau iklan.
1
Mulyana, Deddy. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, Bandung, P.T. Remaja Rosdakarya, 2004, hal. 62
2
Ibid, ha1.40
7
8
Radio sebagai media penyiaran tentunya tidak dapat dipisahkan dari kegiatan komunikasi karena radio merupakan salah satu bentuk media massa yang efisien dalam mencapai audience-nya dalam jumlah yang cukup banyak. Karenanya media penyiaran memegang peranan yang sangat penting dalam ilmu komunikasi pada umumnya dan khususnya ilmu komunikasi massa3. Bittner (1980) merumuskan bahwa mass communication is message communicated through a mass medium to a large number of people (Komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang)4. Dapat diartikan bahwa ciri dari komunikasi massa yaitu mempunyai public yang secara geografis tersebar. Heterogenitas khalayak inilah yang menjadi kesulitan seorang komunikator dalam menyebarluaskan pesannya melalui media massa karena setiap individu dari khalayak, itu menghendaki agar keinginannya dipenuhi5. Bagi para pengelola media massa adalah sesuatu hal yang tidak mungkin untuk memenuhinya. Satu-satunya cara untuk dapat mendekati keinginan seluruh khalayak sepenuhnya ialah dengan mengelompokkan mereka menurut jenis kelamin, usia, agama, pekerjaan, pendidikan, kebudayaan, kesenangan (hobby), dan lain-lain. Pengelompokkan tersebut telah dilaksanakan oleh berbagai media massa dengan mengadakan rubrik atau acara tertentu untuk kelompok pembaca-pendengar-penonton tertentu. Dari ciri komunikasi massa tersebut di atas dapat dikatakan pentingnya sebuah strategi komunikasi bagi sebuah media massa. Apalagi mengingat fungsi
3
Morissan. op.cit., hal 11
4
Morrissan. op.cit., hal 18
5
Effendi, Onong Uchjana. Bandung, P.T. Remaja Rosdakarya, 2005, hal 25
9
komunikasi masa adalah menyampaikan informasi (to inform), mendidik (to educate), menghibur (to entertain), dan mempengaruhi (to influence)6.
II.2.
Segmentasi-Targeting-Positioning (STP) Media massa seperti stasiun radio merupakan suatu perusahaan, merek
atau brand yang harus memiliki strategi yang jelas dalam merebut pasar, baik pendengar maupun pengiklan. Strategi merebut pasar audience adalah sama dengan strategi pemasaran (marketing) dalam arti luas. Audience adalah pasar dan program yang disajikan adalah barang yang ditawarkan7. Ketika seseorang berencana untuk membuka media penyiaran di suatu wilayah atau daerah maka ia harus memiliki strategi yang disusun sejak awal. Dengan demikian, pemilik dan pengelola media penyiaran harus memiliki strategi pemasaran untuk dapat merebut pasar. Pengelola harus menjawab pertanyaan media penyiaran apa yang dipilih, apakah radio atau televisi. Apakah sudah ada competitor di daerah itu, siapakah audience yang akan diraih dan seterusnya. Namun demikian strategi pemasaran tetap dibutuhkan ketika media itu telah berjalan, misalnya dalam menyusun program yang akan disiarkan setiap harinya8. Menurut Kotler, rangkaian strategi pemasaran dalam merebut pasar tediri dari 3 tahap yakni segmentasi, targeting dan positioning (STP)9. Segmentasi adalah suatu strategi untuk memahami struktur audience. Targeting adalah
6
Effendi, Onong Uchjana, op.cit., hal. 31
7
Morrissan. op.cit., hal 147
8
Morissan. loc.cit
9
Morissan. loc.cit
10
khalayak sasaran yang dijangkau dalam kegiatan komunikasi. Sedangkan positioning adalah strategi untuk membangun suatu citra di otak audience. II.2.1. Segmentasi Audience Segmentasi adalah konsep pemasaran terpenting sejak tahun 1950-an (Myers, 1996)10. Dalam media penyiaran, segmentasi dibutuhkan agar media penyiaran dapat melayani audiennya secara lebih baik, melakukan komunikasi yang lebih persuasive dan yang terpenting adalah memuaskan kebutuhan dan keinginan audien yang dituju. Segmentasi audience dapat didefinisikan sebagai suatu proses untuk membagi-bagi atau mengelompok-kelompokkan audien ke dalam kotak-kotak yang homogen11. Jadi dapat dikatakan bahwa pengelola radio harus memilih satu atau beberapa segmen audien saja yang memiliki karakter atau respon yang sama dari seluruh penduduk Indonesia yang menjadi audien media penyiaran. Dengan memahami siapa audience-nya, maka pengelola media penyiaran dapat menentukan bagaimana cara menjangkaunya, program apa yang dibutuhkan dan bagaimana mempertahankan audience dari media pesaing. Segmentasi audience juga akan membantu pengelola program untuk mendeteksi siapa saja pesaingnya. Para pesaing bukanlah semata-mata media penyiaran yang menayangkan program yang sama tetapi juga adalah media yang mampu menjadi alternatif bagi kebutuhan audience12. Pemilihan segmen hendaknya dilakukan berdasarkan riset yang memadai dengan pertimbangan-pertimbangan yang masak. Rhenald Kasali memaparkan
10
Kasali, Rhenald. Membidik Pasar Indonesia: Segmentasi Targeting Positioning, Jakarta, P.T. Gramedia Pustaka Utama, 2005, hal.50 11
Morissan. op.cit., hal. 148
12
Morissan. op.cit., hal. 149
11
kriteria-kriteria yang harus dipenuhi sebelum menentukan segmentasi, antara lain13: 1. Apakah segmen itu cukup besar? 2. Apakah ada daya belinya? 3. Apakah dapat dibedakan dengan segmen-segmen lainnya? 4. Apakah sudah ada pesaing lain yang menguasai segmen itu? 5. Apakah pasar ini dapat dijangkau? Bagaimana menjangkaunya? Dari pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas, maka segmentasi dapat dibuat berdasarkan Geografis, Demografis, dan Psikologis. II.2.1.1. Segmentasi Geografis Segmentasi ini membagi-bagi khalayak berdasarkan jangkauaan geografis yakni wilayah, ibu kota, daerah berkembang ( urban, suburban, exurban, dan rural)14. II.2.1.2. Segmentasi Demografi Dalam segmentasi ini pasar didekati dengan variable-variabel demografi (kependudukan) seperti usia, gender, jumlah anggota dalam keluarga, family life cycle, pekerjaan, pendidikan, agama, suku, pendapatan dan kebangsaan15. Usia biasanya dibedakan menurut usia anak-anak remaja, dewasa dan orang tua. Lembaga rating media A.C Nielsen dan Biro Pusat Statistik (BPS) membagi audience atau pasar berdasarkan usia yang dikelompokkan sebagai berikut: 13
Kasali, Rhenald. op.cit., hal.139-140
14
Kennedy, John E., Soemanegara, R. Dermawan. Jakarta, P.T. Bhuana Ilmu Populer, 2006, hal. 72 15
Kasali, Rhenald. op.cit., hal. 156
12
No.
Target Audience A.C Nielsen 5 – 9 tahun 10 – 19 tahun 20 – 29 tahun 30 – 39 tahun 40+ tahun
1. 2. 3. 4. 5.
Target Audience BPS 0 – 14 tahun 15 – 20 tahun 20 – 29 tahun 30 – 39 tahun 40+ tahun
Sedangkan dalam hal pendapatan, pendapatan seseorang akan menentukan kelas sosial mana dia berada dan kedudukan seseorang dalam kelas sosial akan mempengaruhi kemampuannya berakses pada sumber-sumber daya. menurut Lloyd Warner (1941) kelas sosial dapat dibagi menjadi enam bagian, yaitu16: 1. Kelas atas-atas (A+) 2. Kelas atas bagian bawah (A) 3. Kelas menengah atas (B+) 4. Kelas menengah bawah (B) 5. Kelas bawah bagian atas (C+) 6. Kelas bawah bagian bawah (C) II.2.1.3. Segmentasi Psikografis Psikografis adalah segmentasi berdasarkan gaya hidup dan kepribadian manusia. Susianto, peneliti dari Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (UI) mendapatkan 6 kelompok segmen gaya hidup, yakni17: 1.
Hura-Hura. Adalah kelompok yang menyukai kegiatan hura-hura, dalam arti tidak terlalu serius dalam terlibat
16
Morissan. op.cit., hal 152
17
Kasali, Rhenald. op.cit., hal. 242-243
13
sesuatu hal. Sebagian besar adalah pria yang senang pada “keramaian kota”. 2.
Hedonis. Adalah segmen yang mengarahkan aktivitasnya untuk mencari kenikmatan hidup. Mereka main di luar rumah dan memberi barang-barang mahal untuk memenuhi kesenangannya.
3.
Rumahan. Adalah remaja yang lebih banyak menghabiskan waktunya di rumah dan tidak banyak bergaul.
4.
Sportif atau remaja yang senang sport.
5.
Kebanyakan. Adalah tipe paling umum ditemui (besar kelompoknya 30%). Mereka agak berhati-hati dalam mengambil keputusan/berperilaku, cenderung konformis dan kurang berani inisiator.
6.
Orang untuk orang lain. Adalah kelompok yang peka terhadap kebutuhan orang lain, dapat diandalkan dan bersikap sosial dan mengutamakan kebersamaan dalam keluarga. II.2.2. Targeting (Target Market) Target audience adalah memilih satu atau beberapa segmen audience atau
pasar yang akan menjadi fokus kegiatan-kegiatan pemasaran progam dan iklan. Pengelola media penyiaran harus memiliki keberanian untuk memfokuskan kegiatannya pada beberapa segmen dan meninggalkan bagian lainnya18. Audien sasaran adalah orang-orang yang menginginkan diri mereka terekspos oleh 18
Morissan. op.cit., hal. 159
14
informasi atau hiburan yang ditawarkan media penyiaran kepada mereka. Ada empat kriteria yang harus dipenuhi pengelola media penyiaran untuk mendapatkan sasaran audience yang optimal, yaitu19: 1.
Responsif. Audien sasaran harus responsive terhadap program yang ditayangkan. Kalau audiens tidak merespon maka pengelola media penyiaran harus mencari tahu mengapa hal itu terjadi. Tentu saja langkah ini harus dimulai dengan studi segmentasi audien yang jelas. Tanpa audien sasaran yang jelas maka media penyiaran menanggung resiko terlalu besar.
2.
Potensi Penjualan. Setiap program yang ditayangkan harus memiliki potensi penjualan yang cukup luas. Semakin besar kemungkinan program untuk mendapatkan audien sasaran maka semakin besar nilainya. Besarnya bukan hanya ditentukan oleh jumlah populasi tetapi juga daya beli.
3.
Pertumbuhan memadai. Audien tidak dapat dengan segera berekasi. Audien bertambah secara perlahan-lahan sampai akhirnya meningkat dengan pesat. Kalau pertambahan audien lambat, tentu dipikirkan langkah-langkah agar program bisa lebih diterima audien. Mungkin program yang dibuat tidak sesuai dengan audien sasaran.Mungkin audien sudah dikuasai pihak pesaing dan audien loyal kepada pesaing itu. Atau mungkin karena program itu belum banyak diketahui oleh masyarakat karena kurang promosi.
19
Morissan. op.cit., hal.161-162
15
4.
Jangkauan iklan. Pemasang iklan biasanya sangat memikirkan sangat memikirkan media penyiaran yang paling tepat untuk memasarkan produknya. Audien sasaran dapat dicapai dengan optimal kalau pemasang iklan dapat dengan tepat memilih media untuk mempromosikan dan memperkenalkan produknya.
II.2.3. Positioning Dalam sebuah media penyiaran positioning memang harus dilakukan dengan perencanaan yang matang dan langkah yang tepat. Pengelola media penyiaran harus mengetahui sebagaimana khalayak memproses informasi, menciptakan persepsi dan bagaimana persepsi mempengaruhi pengambilan keputusannya. Sebab sekali informasi ditempatkan pada posisi salah maka akan sulit dirubah. Strategi komunikasi suatu perusahaan, brand atau merek biasanya disebut dengan positioning. Positioning adalah salah satu strategi komunikasi yang dilakukan untuk menjembatani merek dengan calon konsumen sehingga konsumen memiliki penilaian tertentu terhadap merek tersebut. Ries & Trout mengungkapkan bahwa positioning bukan sesuatu yang kita lakukan terhadap produk tetapi sesuatu yang kita lakukan terhadap otak calon pelanggan20. Maksudnya di sini adalah kalau kita berbicara mengenai positioning itu artinya kita bicara mengenai sebuah strategi komunikasi. Komunikasi dilakukan untuk menjembatani produk/merek dengan calon konsumen. Philip Kotler mendefiniskan positioning sebagai berikut: “The act of designing the company’s offering and image so they occupy a meaningful and distinct competitive position that target 20
Ries, Al., Trout, Jack. Positioning The Battle for Your Mind. Jakarta,P.T. Salemba Emban Patria, 2002, hal. xvii
16
customer’s mind” (Positioning adalah tindakan yang dilakukan marketer untuk membuat citra produk dan hal-hal yang ingin ditawarkan kepada pasarnya berhasil memperoleh posisi yang jelas dan mengandung arti dalam bentuk sasaran konsumennya)21. Hasil akhir dari positioning, menurut Kotler, adalah terciptanya proposi nilai yang pas, yang menjadi alasan bagi pelanggan untuk membeli. Definisi ini membuat kita harus mengingat bahwa positioning justru dilakukan karena adanya persaingan, baik dalam kategori produk yang sejenis maupun antara produk kategori. Kalau menurut Rhenald Kasali, definisi Philip Kotler ini bida dilengkapi dengan definisi Hiebing & Cooper (1997): “Positioning established the desired perception of your product within the targets market relatives to the competition” (Positioning membangun persepsi produk Anda dalam pasar sasaran relative terhadap pesaingnya).22 Sementara Hermawan Kartajaya, dkk dari MarcPlus&Co mendefinisikan positioning adalah: ”Positioning is the strategy for leading your customers credibly. Positioning
menyangkut
bagaimana
kita
membangun
kepercayaan,keyakinan, dan trust kepada pelanggan”.23 Melengkapi definisi ini, Hermawan Kartajaya mengatakan Yoram Wind seorang professor strategi pemasaran, mendefinisikan positioning sebagai ”reason for being”24. Positioning sesungguhnya adalah mengenai bagaimana mendefinisikan 21
Kasali, Rhenald. op.cit., hal. 526
22
Kasali, Rhenald. loc.cit Kartajaya, Hermawan., Yuswohady., Mussry, Jacky., Taufik. Memenangkan Persaingan Dengan Segitiga Positioning-Diferensiasi-Brand. Jakarta, PT.Gramedia Pustaka Utama, 2005, hal. 57 23
24
Kartajaya, Hermawan., Yuswohady., Mussry, Jacky., Taufik. op.cit., hal. 60
17
identitas dan kepribadian perusahaan di benak pelanggan. Pada saat kita bergerak menuju the era of choice, perusahaan tidak lagi mampu memaksa pelanggan untuk membeli produk mereka, mereka tidak bisa lagi ”mengelola” para pelanggan mereka. Dalam era ini, perusahaan harus memiliki kredibelitas di dalam benak para pelanggannya. Karena di era ini pelanggan tidak dapat dikelola, maka mereka harus diarahkan. Maka, positioning tidak sekedar membujuk dan menciptakan sebuah citra dibenak pelanggan, tetapi juga soal bagaimana merebut kepercayaan pelanggan. Ada 4 kriteria yang membangun positioning yaitu Customer, Company, Competitor dan Change25. Hermawan Kartajaya, dkk dari MarcPlus&Co memaparkannya sebagai berikut: 1. Didasarkan pada kajian atas pelanggan (Customer). Positioning harus dipersepsi secara positif oleh para pelanggan menjadi ”reason to buy” mereka. Ini akan
terjadi apabila
positioning mendeskripsikan value yang akan diberikan kepada para pelanggan, dan bila value ini benar-benar merupakan satu aset bagi mereka. Karena positioning mendeskripsikan value yang unggul, positioning menjadi
penentu penting bagi
pelanggan pada saat memutuskan untuk membeli 2. Didasarkan atas kajian pada kapabilitas dan kekuatan internal perusahaan
(Company).
Dikatakan
bahwa
positioning
seharusnya mencerminkan kekuatan dan keunggulan kompetitif perusahaan. Jangan sekali-sekali merumuskan positioning namun ternyata kita tidak mampu melakukannya. Ini berbahaya 25
Ibid, hal. 62-69
18
karena bisa over promise under deliver. Dan kalau sudah begini, pelanggan akan mencap kita telah berbohong dan hancurlah kredibilitas perusahaan di mata pelanggan. 3. Didasarkan pada kajian atas pesaing (Competitor). Positioning haruslah
bersifat
unik
sehingga
dapat
dengan
mudah
mendiferensiasikan diri dari para pesaing. Kalau positioning suatu merek unik maka keuntungan yang akan diperoleh tak lain adalah bahwa positioning merek tersebut akan tidak mudah ditiru oleh pesaing. Kalau tidak mudah ditiru oleh pesaing, konsekuensinya
adalah
positioning
tersebut
akan
bisa
suistanable dalam jangka panjang. 4. Didasarkan pada kajian atas perubahan yang terjadi dalam lingkungan bisnis (Change). Positioning harus berkelanjutan dan
selalu
relevan
dengan
berbagai perubahan
dalam
lingkungan bisnis, apakah itu perubahan persaingan, perilaku pelanggan, perubahan sosial-budaya, dan sebagainya. Artinya begitu positioning sudah tidak relevan dengan kondisi lingkungan bisnis maka dengan cepat positioning harus dirubah (repositioning). Dari sini Hermawan Kartajaya menyampaikan hakikat dari positioning adalah menanamkan sebuah persepsi, identitas, dan kepribadian di dalam benak konsumen. Untuk membuat positioning sekuat mungkin, positioning harus selalu konsisten dan tidak berubah-ubah. Karena persepsi, identitas, dan kepribadian yang terus menerus berubah akan menciptakan kebingungan bagi para pelanggan,
19
dan pemahaman mereka atas produk, merek dan perusahaan akan kehilangan fokus. Persepsi terhadap media penyiaran memegang peranan penting dalam konsep positioning karena khalayak menafsirkan media bersangkutan melalui persepsi yaitu hubungan-hubungan asosiatif yang disimpan dalam memorinya. Dari beberapa definisi mengenai positioning yang kita tahu, Rhenald Kasali menyarankan untuk mendefiniskan positioning sebagai berikut: “Positioning adalah strategi komunikasi untuk memasuki jendela otak konsumen agar produk/merek/nama Anda mengandung arti tertentu yang dalam beberapa segi mencerminkan keunggulan terhadap produk/merek/nama lain dalam bentuk asositif”.26 Definisi ini mengandung pengertian bahwa positioning menempatkan produk di benak konsumen pada segmen tertentu dengan cara komunikasi. Komunikasi yang dibangun oleh marketer seharusnya menciptakan hubungan asosiatif antara produk dengan arti-arti tertentu yang positif, sehingga mempunyai keunggulan dibandingkan dengan produk yang lain. Secara jelas Rhenald Kasali menjelaskan hal-hal yang perlu diperhatikan sehubungan dengan pengertian tersebut sebagai berikut27: 1. Positioning adalah strategi komunikasi. Komunikasi dilakukan untuk menjembatani produk/merek/nama Anda dengan calon konsumen. Komunikasi menyangkut soal citra yang disalurkan melalui produk-produk terkait, berbagai bentuk sponsorship, bentuk fisik bangunan, produk-produk terkait, dan sebagainya.
26 27
Kasali, Rhenald. op.cit., hal. 527 Kasali, Rhenald. op.cit., hal. 527-533
20
2. Positioning bersifat danamis. Ingatlah bahwa persepsi konsumen terhadap produk/ merek/ nama bersifat relatif terhadap struktur pasar/ persaingan. Begitu pasar berubah maka pemimpin pasar jatuh, atau begitu pendatang baru berhasil menguasai tempat tertentu maka positioning harus berubah. Oleh karena itu patut dipahami bahwa positioning adalah strategi yang harus terus menerus dievaluasi, dikembangkan, dipelihara dan dibesarkan. 3. Positioning berhubungan dengan event marketing. Karena positioning berhubungan dengan citra di benak konsumen, pemasar harus mengembangkan strategi Market Public Relation (MPR) melalui event marketing yang dipilih sesuai dengan produk atau merek yang dimiliki yang tujuannya untuk memelihara positioningnya dalam persaingan yang dinamis. 4. Positioning berhubungan dengan atribut-atribut produk. 5. Positioning harus memberi arti dan arti itu harus penting bagi konsumen. 6. Atribut-atribut yang dipilih harus unik. Selain unik, atribut-atribut yang hendak ditonjolkan harus dapat dibedakan dengan yang sudah diakui milik para pesaing. 7. Positioning harus diungkapkan dalam bentuk suatu pernyataan (positioning statement atau slogan). Berhubungan dengan uraian Rhenald Kasali di atas, Ekonom Kelvin Lanchester (1966) mengatakan bahwa suatu barang tidak dengan sendirinya memberikan utility28. Barang itu memiliki karakteristik, dan karakteristik28
Kasali, Rhenald. op.cit., hal. 532
21
karakteristik itulah yang membangkitkan utility. Karakteristik itulah yang dalam positioning kita sebut atribut. Atribut atribut itulah yang ditonjolkan dalam positioning. Selain itu atribut-atribut yang ditonjolkan harus dapat dibedakan dengan yang sudah dimiliki pesaing. Kemudian atribut-atribut yang penting bagi konsumen ini harus diungkapkan dalam bentuk positioning statement atau slogan. A.B Susanto, Managing Partner The Jakarta Consulting Group, dalam artikelnya berjudul Visi, Startegi dan Merek mengatakan bahwa memposisikan merek adalah persoalan terpenting dalam masalah merek, dan sebuah merek pada dasarnya adalah persepsi pelanggan29. Beliau juga menguraikan sejumlah kriteria positioning yang harus diperhitungkan. Pertama, posisi merek itu haruslah menonjol di mata pelanggan, dan digunakan pelanggan sebagai indikator kualitas. Kedua, posisi merek harus didasarkan pada kekuatan merek yang sebenarnya. Artinya janji yang diberikan kepada konsumen harus dipatuhi. Ketiga, posisi merek harus mencerminkan keunggulan kompetitif. Tidak ada gunanya kalau kita memposisikan merek serupa dengan posisi pesaing. Harus ada diferensiasi yang dirasakan konsumen, produk kita akan tidak dianggap sama. Keempat, posisi merek harus dapat dikomunikasikan dengan cara yang jelas dan memotivasi pasar, tidak boleh terlau rumit. Positioning harus diungkapkan dalam bentuk suatu kalimat pernyataan posisi atau slogan dengan kalimat yang mudah, enak didengar dan harus dipercaya, karena pada prinsipnya, slogan merupakan bentuk klaim suatu merek yang akan membantu memperkuat positioning. Pernyataan positioning atau slogan tersebut kemudian harus dikomunikasikan secara intensif untuk menanamkannya di dalam benak konsumen karena pada akhirnya merek
29
www.jakartaconsultinggroup.com (2006)
22
bukan apa yang dibuat di pabrik, tercetak di dalam kemasan atau apa yang diiklankan oleh pemasar, tetapi apa yang ada di dalam pikiran konsumen.
II.3. Positioning Statement atau Slogan Slogan menurut Merriam-Webster Dictionary berarti ; 1. “a word or phrase used to express a characteristic position or stand or a
goal to be achieved” 2. “a brief attention-getting phrase used in advertising or promotion
Slogan memang dapat memberikan efek luar biasa yang bisa dirasakan secara langsung oleh konsumen terhadap brand atau merek perusahaan. Itulah sebabnya sebagian besar merek-merek yang beredar di pasar menggunakan berbagai slogan untuk menancapkan merek di benak konsumen. Slogan pada dasarnya adalah frase pendek yang mendeskripsikan sebuah merek. Lewat slogan, marketer dan para pelaku bisnis memberikan gambaran mengenai intisari merek dan menginformasikan keunikannya.Oleh karena itu, posisi slogan sangat fundamental untuk setiap merek karena menjadi elemen merek yang memberi kontribusi penting sekaligus pemikat atau daya tarik dari sebuah produk. Sebagai elemen merek, slogan paling efektif memberi memori tersendiri kepada konsumen. Dalam menyusun suatu pernyataan positioning pengelola radio harus mengetahui bagaimana audiens membedakan media radio yang bersangkutan terhadap stasiun radio saingan lainnya. Myers dalam bukunya yang berjudul Segementation dan Positioning for Strategic Marketing Decisions (Chicago, 1996)30 membedakan struktur persaingan ke dalam tiga tingkat yaitu: 30
Morissan, M.A, Media Penyiaran, Strategi Mengelola Radio dan Televisi (2004: 164)
23
1. Superioritas Suatu struktur pesaingan yang dialami media penyiaran yang unggul di berbagai bidang terhadap para pesiangnya. Superioritas adalah keadaan yang sangat ideal, namun biasanya sangat sulit dicapai. Misalnya program yang kuat, hebat dan lebih segala-galanya membutuhkan biaya yang sangat besar. Telivisi berita internasional Fox News menyusun pernyataan positioning We Report. You Decide sebagai upaya untuk mengalakan superioritas televisi CNN sebagai televisi berita. 2. Diferensiasi Keadaan yang sedikit berbeda dengan superioritas. Di sini media penyiaran bertindak lebih rasional yaitu tidak ingin unggul di segala program, tetapi membatasinya pada satu atau beberapa program saja yang superior terhadap pesaing-pesaingnya. Misalnya suatu media penyiaran unggul dalam program berita, musik, film dan sebagainya. 3. Program Paritas Di sini media penyiaran atau program-programnya sama sekali tidak dapat dibedakan satu dengan lainnya. Suatu media atau suatu program menjadi kelihatan berbeda karena konsumen menganggapnya berbeda, bukan karena barang itu sendiri berbeda. Rumusan-rumusan
yang
harus
diperhatikan
sebelum
menentukan
positioning statement atau slogan diungkapkan pula oleh Rhenald Kasali, sebagai berikut31:
31
Kasali, Rhenald. op.cit., hal. 533-534
24
1. Apakah ada pesaing yang sudah menguasai posisi itu di dalam otak konsumen? 2. Kalau sudah ada, apakah Anda yakin bisa menggusurnya dari otak konsumen? 3. Apakah features atau atribut ini dianggap penting oleh konsumen? Apa buktinya? 4. Dapatkah kamu memenuhi janji yang diajukan? 5. Apakah konsumen dan potensial konsumen percaya Anda dapat memenuhi janji itu? 6. Dukungan dan bukti apa yang dapat Anda tunjukkan kepada konsumen untuk memenuhi janji itu? 7. Berapa besar anggaran promosi yang harus Anda keluarkan untuk menguasai posisi tersebut? Semakin padat konsumen (crowded) suatu pasar di pasar sasaran, akan semakin besar anggaran yang dituntut untuk menempatkan suatu pernyataan dalam benak konsumen? Pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas menurut Rhenald Kasali sangat menentukan keberhasilan dalam merumuskan positioning statement. Begitu pula dengan Al Ries melalui tulisannya yang berjudul Wasting Money on Bad Advertising Slogans di www.ries.com edisi January 2004, memberitahu hal-hal yang harus diperhatikan pada saat akan membuat sebuah slogan: “Is your brand the leader in its category? If so, you should reinforce your leadership with an advertising campaign that does two things: (1) Tells prospects your brand is the leader, and (2) Tells prospects
25
why your brand is the leader. If you can do both in three or four words, you have a powerful advertising slogan that can last forever. For example: “The real thing” for Coca-Cola, “Where winners rent” for Hertz, “Italy’s No. 1 pasta” for Barilla. Menurut Al Ries kenapa hal-hal tersebut di atas hendaknya diketahui pada awal akan membuat slogan karena mengingat banyak perusahaan yang terlempar dari persaingan lantaran memakai slogan yang buruk. Biasanya slogan buruk terjadi karena perusahaan lebih cepat terlena atau lupa dengan apa yang membuat merek yang dimiliki sukses pertama kali sehingga terciptalah slogan yang tidak jelas. Dapat dikatakan slogan yang baik haruslah berbasis positioning sehingga bisa semakin memperkuat positioning suatu brand atau merek perusahaan, karena Hermawan Kartajaya mengatakan tujuan akhir positioning adalah memiliki satu atau beberapa kata ampuh di benak konsumen32. Oleh karena itu seperti yang ditegaskan oleh Rhenald Kasali bahwa positioning statement atau slogan harus bisa mewakili citra yang hendak dicetak di benak konsumen. Citra itu harus berupa suatu hubungan asoiastif yang mencerminkan suatu produk. Misalnya Majalah Gadis-cewek remaja, Female-radio wanita dewasa, Gatra-berita terpercaya, Visa-diterima di mana mana, Prambors-tempat mangkal anak muda. Positioning yang baik harus bisa membalik hubungan itu, sehingga memperkuat posisi pasarnya. Misalnya majalah berita-Gatra, user’s friendly-Miscrosoft, cewek remaja-Gadis. Artinya bila konsumen mencari
majalah cewek remaja, yang
pertama muncul dalam benaknya adalah Gadis, bukan majalah remaja lainnya, dan seterusnya. Kemudian kata-kata dalam slogan itu harus diolah dalam bentuk suatu rangkaian kalimat yang menarik yang disampaikan dengan manis dan 32
Kartajaya, Hermawan., Yuswohady., Mussry, Jacky., Taufik. op.cit., hal. 117
26
didisain berdasarkan informasi pasar. Kata-Kata itu adalah atribut yang menunjukkan ”segi-segi keunggulan produk/merek dimiliki terhadap pesaing”, ”solusi bahwa produk/merek yang dimiliki mengatasi masalah yang dihadapi konsumen”, ”kumpulan atribut yang menguntungkan konsumen”, atau secara sederhana mewakili ”unique selling proposition (USP).”
Semua kata-kata
tersebut harus didisain berdasarkan informasi pasar, harus cukup singkat, mudah diulang-ulang dalam iklan atau dalam bentuk-bentuk promosi lainnya, dan harus memiliki dampak yang kuat di sasaran pasar. Rhenald Kasali memaparkan apa yang dipercaya J.H. Myer melalui bukunya yang berjudul Segmentation and Positioning for Strategic Marketing Decisions (1996) bahwa positioning statement yang baik dan efektif harus mengandung dua unsur, yaitu klaim yang unik dan bukti yang mendukung (the claim rest on its support)33. Rumusnya adalah:
Klaim yang unik Positioning Statement = -----------------------------------Bukti- bukti yang mendukung
Hal yang sama juga diuraikan Charles L. Whittier melalui bukunya Creative Advertising (New York: Hendry Holt & Company, 1955)34. Beliau mendefinisikan mengenai slogan: "slogan should be a statement of such merit about a product or service that it is worthy of continuous repetition in advertising, is 33
Kasali, Rhenal. op.cit., hal. 535-536
34
www.adslogan.com, Introduction. Timothy R.V. Foster, 2001-2003
27
worthwhile for the public to remember, and is phrased in such a way that the public is likely to remember it."(slogan haruslah sebuah pernyataan dari keunggulan sebuah produk yang dapat digunakan berulang-ulang pada iklan, mengandung arti yang dapat diingat oleh publik dan merupakan frase yang selalu diingat oleh publik/konsumen) Sudah seharusnya slogan membantu konsumen untuk mengingat sebuah merek. Sebab slogan ibarat identitas suatu merek. Identitas itu dijelaskan dengan kalimat yang singkat, jelas, padat, tetapi mampu merangkum semua value yang ada dalam merek. Dengan kata lain, slogan merupakan bentuk singkat dari positioning merek. Karena bentuknya slogan, maka esensi positioning statement harus dapat ditangkap oleh target market. Menurut Yuliana Agung MBA, pengamat pemasaran sekaligus Chief Executive Officer Frontier Center for Customer Satisfaction & Loyalty, slogan harus bisa memberikan value yang dapat dirasakan oleh konsumen35. Itulah sebabnya slogan tidak boleh keluar dari konteks positioning sebuah merek dan slogan tidak boleh menggunakan bahasa atau kalimat yang tidak sesuai dengan target audiens. Jika target audiensnya adalah kelompok-kelompok switcher, slogan sudah seharusnya menohok competitor. Namun jika target audiensnya existing customer maka slogan yang digunakan harus meningkatkan image merek, karena ditujukan kepada orang yang sudah menggunakan merek itu. Selain itu cara pendekatan slogan juga harus sesuai dengan bahasa yang dipakai mereka. Dan slogan yang bagus harus terkait dengan strategi komunikasi. Strategi ini mempunyai masa pakai tertentu, bisa 2, 3 atau 5 tahun tergantung lifestyle dari brand tersebut. Slogan yang baik pada saat di bulan keenam sudah terasa 35
101 Slogan: Menciptakan Slogan Yang Kuat dan Efektif, Majalah Marketing, No.07/V/Juli 2005, hal 27
28
tarikannya, dan setelah tahun kedua harus dipertimbangkan untuk diganti atau harus diperkuat lagi. Bila masih relevan dan ternyata dengan slogan tersebut produk masih growing, maka slogan dapat diteruskan. Dan dalam strategi komunikasi, unsur yang pertama kali penting dilakukan adalah target audiens. Dari target audiens ini kita bisa menentukan target action behaviour, apakah mereka bisa switching atau bisa dengan menambah penggunaan produk kita. Jadi di dalam slogan itu ada suatu seductive communication yang ditujukan kepada target audiens tertentu untuk target behaviour tertentu. Yuliana Agung kembali menjelaskan bahwa pada umumnya, slogan suatu merek mempunyai tahapan-tahapan tertentu sesuai perkembangan produk tersebut36. Tahap pertama adalah slogan yang hanya mengkomunikasikan produk kategori. Ini biasanya dilakukan oleh produk dan brand atau merek yang pertama kali diluncurkan, brand atau merek yang mau memperkuat kategori dan kategorinya baru. Namun setelah kategorinya berkembang menjadi besar dan banyak pesaingnya, komunikasi slogan harus beranjak ke tahap kedua yaitu differentiation. Di sini slogan harus memberikan value yang bisa dirasakan konsumen. Diferensiasi merupakan sesuatu yang
amat penting bagi strategi
produk, brand atau merek perusahaan. MarcPlus&Co mengatakan bahwa diferensiasi adalah “nyawanya” strategi perusahaan. Tanpa diferensiasi, brand atau merek hanya akan menjadi komoditi. Itu artinya produk brand atau merek yang dipunya tidak beda dengan yang lain alias produk rata-rata. Positioning memang harus di back-up oleh differentiation. Sedang tahap ketiga slogan sifatnya lebih ke arah emosional. Karena kalau dikaji lebih jauh, slogan-slogan
36
Ibid
29
yang bagus, umumnya bersifat emosional dan bicara soal kebutuhan terpenting dari target audience-nya bukan tentang produk/jasa yang ditawarkan. Michael V Yank, Director Imago School of Advertising juga sepakat dengan Yuliana Agung bahwa slogan harus menunjukkan hubungan antara target audience dan merek37. Seperti slogan “Let’s make things better” dari Philips Corporate sangat jelas mengajak audience untuk menciptakan sesuatu yang lebih baik. Lebih baik itu artinya menggunakan produk-produk dari brand Philips. Yang perlu diingat, slogan harus mengandung suatu makna yang bisa membangun relationship dengan audience. Jika mau ringkas lagi, baik Yuliana maupun Michael sepakat karakter slogan yang baik itu haruslah pendek, jelas, kompetitif, dan kata-katanya tidak bersayap (one meaning). Michael juga menambahkan, ada tiga unsur yang mesti tergambar dalam slogan yaitu: 1. Secara keseluruhan slogan harus menarik 2. Slogan harus mudah dimengerti 3. Slogan harus believable atau bisa dipercaya alias tidak hanya bermain di kata-kata. Handi Irawan.D, Managing Director Frontier Marketing & Research Consultant Slogan mengatakan, slogan adalah frase pendek yang memberikan deskripsi atau informasi dari suatu merek38. Jadi suatu slogan dapat memberikan gambaran kepada marketer mengenai intisari dari suatu merek, dan kepada konsumen dapat memberikan informasi singkat yang membuat suatu merek memiliki keunikan. Dalam konteks dengan ekuitas merek, menurut Handi 37
Ibid, hal 28
38
Irawan, D. Handi. Elemen Strategi Positioning. Binis Indonesia, www.bisnis.com , 18 Mey 2004
30
Irawan.D slogan yang kuat akan memberikan kontribusi terhadap kekuatan suatu merek. Pertama, slogan yang kuat, akan membantu suatu merek dalam meningkatkan awareness. Kedua, slogan dapat memperkuat strategi positioning dari merek tersebut. Hal ini terjadi karena slogan sesungguhnya adalah intisari dari positioning itu sendiri. Jadi, suatu slogan yang baik, biasanya lahir dari pemahaman yang mendalam mengenai brand image yang akan dibentuk dalam benak konsumen. Hanya dengan menggunakan kata-kata antara dua hingga lima kata saja, maka slogan sudah dapat mewakili bagian yang penting dari asosiasi yang ingin dikembangkan oleh suatu merek. Pedoman dari Timothy R.V. Foster, Founder & Chief Slogan Maven of Adslogan.com, dalam tulisannya berjudul The Art and Science of the Advertising Slogan cukup mewakili sarat-sarat slogan yang bagus, sebagai berikut39: NO 01.
02.
03. 04.
05. 39
A Slogan Should… Be memorable. Memorability has to do with the ability the line has to be recalled unaided. A lot of this is based on the brand heritage and how much the line has been used over the years. Recall the brand name. Ideally the brand name should be included in the line. If the brand name isn't in the strapline, it had better be firmly suggested. Include a key benefit. It means sell the benefits not the features. Differentiate the brand. The distinction here is that the line should depict a characteristic about the brand that sets it apart from its competitors Impart positive feelings for the brand.
www.adslogan.com , 2001-2003
A Slogan Should Not… Be in current use by others. The more different users of a slogan, the less effective it is.
Be bland, generic or hackneyed. Slogans that are bland, redolent of Mom and apple-pie, clearly suffer a weakness Prompt a sarcastic or negative response Be pretentious
Be negative
31
06.
07.
08.
09.
10.
11.
Some lines are more positive than others Reflect the brand's personality. How can a brand have a personality? Our dictionary says personality means 'habitual patterns and qualities of behavior of any individual as expressed by physical and mental activities and attitudes; distinctive individual qualities of a person considered collectively. So think of the brand as a person. Then consider whether the line works for that person. Be strategic. Some companies can effectively convey their business strategy in their lines Be campaignable. This means that the line should work across a series of advertising executions. It should have some shelf-life. Then you could have a dozen different ads or commercials, each with its own unique story, with a single common tagline that supports them all. Be competitive. In other words, you should not be able to substitute a competitive brand name and use the line. So many slogans have absolutely no competitive differentiation. You could add any brand name to the line and it would make sense. And this often is proven by how many users of a line there are. Be original. In advertising, originality is king. A new way of sending a message can set a brand apart from copycats and also-rans. Be simple. Remember, the endline is what you want the punter to 'get'. So KISS (keep it simple, stupid!).
Be corporate waffle
Make you say "So what?" or "Hohum" statement Make you say "Oh yeah??"
Be meaningless
Be complicated or clumsy
32
12.
13. 14.
II.4.
Be neat. A neat line helps portray the product progressively in the punter's perception. Be believable. Poetic licence is allowed. Even exaggeration. Help in ordering the brand
-
Pemanfaatan Slogan Kekuatan slogan memang tidak terbantahkan. Itulah sebabnya sebagian
besar merek-merek yang beredar di pasaran menggunakan berbagai slogan untuk menancapkan merek di benak konsumen. Daya ingat konsumen terhadap sloganpun relatif cukup lama, meskipun masih tergantung kepada bagaimana pemilik merek mengkomunikasikannya. Oleh karena itu slogan yang dibuat haruslah dikomunikasikan dengan baik dan didukung dengan bukti-bukti yang nyata. Myers (1996) mengatakan bukti-bukti pernyataan itu harus dinyatakan jelas dan tegas, dari berbagai sumber, seperti pengalaman yang panjang dalam bidang tertentu, hasil-hasil studi, dari mulut ke mulut (kepercayaan masyarakat) atau publisitas yang nyata40. Pernyataan ini tentu harus disebarluaskan dengan teknikteknik komunikasi yang jitu, pilihan media yang pas, frekuensi yang optimal dan memerlukan pertimbangan waktu yang baik. Semua ini menyangkut anggaran yaitu berapa besar pengorbanan yang hendak diberikan untuk mencetak pernyataan itu di benak konsumen dan mengasosiasikannya dengan merek atau brand. Seperti yang diungkapkan Handi Irawan bahwa slogan dimunculkan dalam iklan-iklan dari merek produk tersebut atau kadang-kadang juga ditulis dalam 40
Kasali, Rhenal. op.cit., hal. 536
33
kemasan41. Sama seperti nama merek, slogan adalah elemen dari merek yang memberikan kontribusi penting dalam meningkatkan daya tarik suatu produk. Dengan begitu, suatu slogan yang kuat akan memberikan kontribusi terhadap kekuatan suatu merek. Rhenald Kasali (2005:538) juga mengungkapkan
slogan dibuat tidak
boleh bertentangan dengan posisi yang hendak dirancang dalam segmen pasar sasaran. Jadi dapat dikatakan bahwa positioning yang dibuat haruslah menggambarkan suatu keanyataan dari sebuah merek, sehingga slogan yang dibuat juga harus menggambarkan apa yang dipikirkan oleh target market, menggunakan bahasa yang sederhana yang biasa digunakan target market, mudah diulang-ulang dalam iklan atau dalam bentuk promosi lainnya dan harus punya dampak yang kuat di target market. Apabila hal ini bisa dilakukan maka suatu produk/merek berani bersaing dipasaran karena slogan dapat membantu memperkuat positioning yang dimiliki.
41
Irawan, D. Handi. Elemen Strategi Positioning. Binis Indonesia, www.bisnis.com , 18 Mey 2004
BAB III METODOLOGI
3.1.
Tipe Penelitian Dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan motode yang
bersifat deskriptif. Ciri metode deskriptif, menurut Lexy J. Moleong, laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut1. Data tersebut mungkin berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, foto, videotape, dokumen pribadi, catatan atau memo dan dokumen resmi lainnya. Kemudian dalam penulisannya dilakukan peneliti seperti orang merajut sehingga setiap bagian ditelaah satu demi satu. Metode penulisan deskriptif dipakai penulis karena melihat hasil dari penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui proses pemanfaatan slogan Real Life Radio Indika FM berdasarkan fakta dan informasi yang ada. Oleh karena itu metode deskriptif ini dibuat dengan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif digunakan peneliti untuk meneliti tentang hal-hal yang berkaitan dengan latar belakang subjek penelitian dan secara mendalam serta dimanfaatkan untuk meneliti sesuatu dari segi prosesnya2.
3.2.
Metode Penelitian
1
Moleong J. Lexy. Metodologi Penelitian Kualitatif: Edisi Revisi. Bandung, P.T. Remaja Rosdakarya, 2005, hal.6 2
Moleong J. Lexy. op.cit., hal. 7.
34
35
Metode yang dipakai penulis adalah kualitatif dengan studi kasus. Metode tersebut untuk menjawab tujuan penelitian yang dibuat oleh penulis. Oleh karena itu bentuk pertanyaan yang digunakan adalah bagaimana (how) dan mengapa (why), seperti yang dikatakan oleh Robert K. Yin bahwa untuk studi kasus, kelebihan tampak bilamana ”pertanyaan bagaimana atau mengapa akan diarahkan ke serangkaian peristiwa kontemporer, di mana penelitinya hanya memiliki peluang yang kecil sekali atau tak mempunyai peluang sama sekali untuk melakukan kontrol terhadap peristiwa tersebut”3. Selain itu kekuatan yang unik dari studi kasus adalah kemampuannya untuk berhubungan sepenuhnya dengan berbagai jenis bukti, dokumen, peralatan, wawancara dan observasi4. Melalui studi kasus deskriptif ini, peneliti berupaya mengetahui dan menggambarkan pemanfaatan slogan Real Life pada Radio Indika FM untuk memperkuat positioning sebagai Radio Clubbing.
3.3.
Teknik Pengumpulan Data Bukti atau data untuk keperluan studi kasus bisa berasal dari enam
sumber, yaitu: dokumen, rekaman arsip, wawancara, pengamatan langsung, observasi partisipan, dan perangkat-perangkat fisik5. Dalam penelitian ini penulis melakukan tekni pengumpulan data yang meliputi pengumpulan data primer dan data sekunder. 3.4.1. Data Primer 3
K. Yin, Robert. Studi Kasus: Desain & Metode. Jakarta, P.T. Raja Grafindo Persada, 2005, hal.13 4
K. Yin, Robert op.cit., hal.12
5
K. Yin, Robert op.cit., hal.101
36
Materi-materi data primer meliputi manuskrip-manuskrip, seperti surat-surat, buku harian, jurnal-jurnal atau catatan harian, berbagai jenis wawancara, penyelidikan statistic yang diadakan secara langsung pada asalnya, laporan ruang penelitian, buku-buku, artikel dari majalah dalam jumlah yang banyak, sama dengan materi yang ditemui si pekerja riset tanpa pengredaksian atau penafsiran yang membatasi makna tulisan aslinya6. Untuk
memperoleh
informasi-informasi
sebagai
data
penelitian,
dibutuhkan informan. Sebagaimana yang diungkapkan Moleong bahwa informan adalah orang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian7. Agar hasil penelitian menjadi akurat maka informan harus mempunyai banyak pengalaman tentang latar penelitian. Pengumpulan
data
primer
dilakukan
penulis
dengan
melakukan
wawancara mendalam (depth interview). Wawancara mendalam ini dilakukan kepada informan penelitian yakni mereka yang sangat memegang peranan penting dalam kemunculan slogan Real Life Radio Indika FM. 3.4.2. Data Sekunder Materi sekunder adalah derivatif atau sebagai hasil dari materi-materi utama. Materi-materi sekunder melibatkan sejumlah buku-buku referensi, bukubuku katalog,ng atau kumpulan maka di dalam berbagai majalah, makalah berupa laporan dan penguraian penemuan-penemua para ahli pengetahuan, naskah yang ditulis oleh orang-orang berpendidikan tinggi, dan dari peneliti-peneliti materi dasar lainnya8. 6
Soeharto, Bohar. Menyipkan Penelitian dan Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi-Thesis):Edisi Khusus Untuk Mahasiswa. Bandung, Penerbit Tarsito, 1989, hal.11-12 7 8
Moleong J. Lexy. op.cit., hal.132 Soeharto, Bohar. op.cit., hal.12
37
Dalam penelitian ini penulis memperoleh data sekunder dari bukubuku, dokumen-dokumen pengelola Radio Indika FM serta hasil penelitian lain yang terkait dengan masalah penelitian ini.
3.4.
Key Informan Dalam penentuan serta pemanfaatan slogan Real Life sangat bergantung
pada informan di tingkatan struktur Radio Indika FM, antara lain: . 1.
Praditya Sutrisno, Station Manager Radio Indika FM. Beliau sebagai pengelola, penentu visi dan misi Radio Indika FM serta yang memegang kekuasaan penuh dalam pembuatan slogan Real Life.
2. Astin Kumalasari, Program Director Radio Indika FM. Beliau berperan dalam hal pemanfaatan slogan Real Life yang kemudian diturunkan melalui kebijakan-kebijakan untuk diterapkan kepada creative staff, music director, dan penyiar sebagai ujung tombak radio.
3.5.
Fokus Penelitian Positioning sebagai Radio Clubbing merupakan positioning yang
ditentukan pengelola Radio Indika FM untuk membedakan dengan radio lainnya. Kemudian dalam rangka keberhasilan memperkuat positioning tersebut maka pengelola melakukan pendekatan Kegiatan Marketing Komunikasi dengan merencanakan dan membuat sebuah slogan yakni Real Life dan membuat aktifitas pemanfaatan slogan Real Life.
38
3.6.
Analisa Data Untuk analisis studi kasus, salah satu strategi yang paling disenangi adalah
penggunaan logika penjodohan pola9. Logika seperti ini membandingkan pola yang didasarkan atas empiri dengan pola yang diprediksikan (atau dengan beberapa prediksi alternatif). Jika kedua pola ini ada persamaan, hasilnya dapat menguatkan validitas internal studi kasus yang bersangkutan. Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil wawancara mendalam dengan informan, dari dokumen-dokumen, serta buku-buku maka selanjutnya penulis akan mendeskripsikan data-data tersebut secara kualitatif sesuai dengan fakta yang ada. Pola yang dipakai dalam analis penelitian ini adalah ekplanasi tandingan sebagai pola. Kepentingan studi kasus deskriptif dengan pola ini adalah dengan keseluruhan pola hasil dan tingkat di mana suatu pola menjodohkan pola yang diprediksikan. Dengan kasus tunggal, penjodohan pola yang berhasil terhadap salah satu penjelasan tandingan akan merupakan bukti-bukti bagi penarikan konklusi bahwa penjelasan yang bersangkutan merupakan penjelasan yang benar10. Peneliti menyusun tahap-tahap analisis sebagai berikut: 1. Mengatur, mengurutkan, mengelompokkan, dan mengkategorisasikannya. 2. Data-data yang terkumpul kemudian direduksi 3. Membaca, menganalisa, dan menggambarkan pelaksanaan kegitana marketing komunikasi
9
K. Yin, Robert op.cit., hal.140
10
K. Yin, Robert op.cit., hal.145
39
4. Mendalami kepustakaan untuk menjodohkan pola dengan hasil penelitian. .
BAB IV PEMBAHASAN
4.1.
Radio Indika ‘Real Life’ 91.60 FM 4.1.1. Gambaran Umum Radio Indika FM lahir pada tanggal 30 Agustus 2000 dan beralamat di
Gedung Mitra Lantai 9, Jalan Jendral Gatot Subroto kav.21, Jakarta-12930. Radio yang menempati frekuensi 91,60 di saluran FM1 (frequency modulation) ini mengudara selama 20 jam pada hari biasa dan 21 jam pada hari Sabtu dan Minggu, mulai dari pukul 05.00 WIB hingga pukul 02.00 WIB dini hari. Segmentasi sasaran pasar2 yang dituju Radio Indika FM adalah masyarakat kelas menengah ke atas, dengan status sosial dan ekonomi A-B, dan berusia 20-30 1
Pertengahan tahun 1930-an, Edwin Howard Amstrong, berhasil menemukan radio yang menggunakan frekuensi modulasi FM. Radio FM memiliki kualitas suara yang lebih bagus, jernih dan bebas dari gangguan siaran (static). Armstrong kemudian mendemonstrsikan penemuannya itu kepada David Sarnoff, pimpinan perusahaan Radio Corporation America (RCA) yang merupakan perusahaan pembuat pesawat radio system AM agar dapat dikembangkan lebih lanjut. Namun RCA ternyata lebih tertarik untuk mengembangkan televisi. Karena ditolak, Amstrong kemudian menjual hak atas temuannya itu kepada beberapa perusahaan lain. Sarnoff yang menyadari kekeliruannya berusaha kembali mendekati Armstrong dan menawarkan satu juta dollar-suatu jumlah yang sangat besar ketika itu-untuk membeli hak atas radio FM namun karena merasa kecewa Armstrong menolaknya. Sayangnya penemuan Armstrong itu belum sempat dikembangkan secara sempurna karena meletusnya Perang Dunia II. Selain karena perang, pengembangan radio FM juga tertunda karena kalangan industri ketika itu lebih tertarik untuk mengembangkan televisi. Radio FM baru muncul di masyarakat pada awal 1960-an seiring dengan dibukanya beberapa stasiun radio FM. Stasiun radio FM memanfaatkan keunggulan suara FM dengan memutar musik rock karena dinilai kebih cocok dengan frekuensi FM. (Morissan. Media Penyiaran, Strategi Mengelola Radio dan Televisi,2005, hal. 4) 2
Pensegmentasian stasiun-stasiun radio swasta di Indonesia sudah mulai diberlakukan sejak dikeluarkannya peraturan dalam ‘Hasil-hasil Seminar Periklanan Radio’ yang diselenggarakan di Jakarta tahun 1984 yang isinya antara lain berbunyi: “Konsepsi pemasaran modern berorientasi kepada pasar sasaran itu sendiri. Karena itu segmentasi khalayak sasaran pada setiap stasiun radio merupakan syarat mutlak bagi kelangsungan hidup radio siaran swasta” (PRSSNI: 1986), (Skripsi “Ekspresi Seksualitas Siaran Radio Swasta di Jakarta”, disusun oleh Afra Amalia, Universitas Indonesia, 2002)
40
41
tahun. Lagu-lagu yang diputar Radio Indika FM adalah lagu-lagu dengan format musik Adult Contemporary (AC)3. Namun karena lagu-lagu yang dimainkan Radio Indika FM lebih banyak unsur lagu dance maka pengelola memasukkan unsur yang namanya Hot, menjadi Hot AC (Adult Contemporary). Hot disini adalah lagu-lagu dengan tempo medium-to-up-beat. Itulah sebabnya Radio Indika FM memfokuskan pada musik dance yang berjenis progressive house4. Lagu-lagu dance yang menjadi ciri khas Radio Indika FM ini bisa didengarkan di programprogram sebagai berikut;
Club Hoppers (On Air). Club Hoppers On Air adalah program acara Radio Indika FM yang membahas tema-tema yang berkaitan dengan acara disko atau clubbing5, dan diadakan setiap Jumat malam dari pukul 20.00-22.00 WIB. Di acara yang dibawakan oleh 2 penyiar yaitu Ririn Agutararini (Lil’ R) dan DJ 3
Ada berbagai macam format musik yang dipakai radio siaran swasta di Jakarta, antara lain adalah format AC (Adult Contemporary) dan CHR ( Contemporary Hit Radio) atau biasa disebut Top 40 Radio. Format AC untuk kaum muda dan dewasa dengan rentang umur sangat luas antara 20-25 tahun, berdaya beli tinggi. Menyiarkan pop masa kini, soft rock, balada. Menyiarkan berita olahraga, ekonomi, politik. Format ini berkembang pula ke dalam format lain, seperti Middle of the Road, Album Oriental Rock dan Easy Listening. Format CHR untuk ABG dan muda belia berumur antara 12-20tahun. Format paling popular yang berisi lagu-lagu Top 40/Top 30 dan tips praktis. Sebelum menjadi CHR awalnya disebut Top 40 Radio. CHR merupakan radio yang sering memutar 30 rekaman terkini, bukan album lama, tidak memutar ulang sebuah lagu yang sama secara berdekatan, perpindahan antar lagu sangat cepat. (Morissan. 2005, hal.110) 4
Banyak aliran musik dance yang dimainkan Radio Indika FM. Mulai dari dance jaman dulu yaitu house music sampe musik dance dengan nama yang cukup aneh, misalnya seperti melodic tech trance . Tapi akar dari semua itu adalah house music. Dan seiring berjalannya waktu ada pengembangan dari house music tersebut yang cukup membingungkan orang awam. Tapi tentunya pengembangan music yang muncul dengan berbagai nama tersebut tidak meninggalkan house music sebagai akarnya. Jadi progressive house ini merupakan pengembangan dari house music. 5
Clubbing adalah aktivitas mendatangi tempat-tempat hiburan dimalam hari mulai dari kafe, pub, dan serta klub hingga menjelang pagi. Clubbing juga dikenal dengan sebutam dugem atau dunia gemerlap. Biasanya clubbing atau dugem dilakukan untuk mengisi waktu di akhir pekan. Kegiatan clubbing juga semakin marak dilakukan, terutama setelah waktu kerja selesai. Tujuan orang pergi clubbing (clubbers) bermacam-macam, misalnya untuk sekedar menghilangkan sejenak kepenatan setelah 5 hari stress dengan urusan kantor, existensi diri, hingga hanya untuk bersoiaslisasi dan sekaligus cuci mata.
42
Marquee ini juga mewawancarai para pelaku bisnis dunia clubbing, seperti pemilik club malam, para DJ baik DJ yang dari dalam atau luar negeri, hingga clubbers (istilah untuk mereka yang hobi clubbing di klub malam/diskotek), seputar event party yang sedang diadakan, genre music dance, dan klub malam itu sendiri
Dancetaria. Program ini berisi musik-musik dance yang dimainkan oleh para DJ, live dari studio Radio Indika FM, setiap Sabtu, mulai dari pukul 22.00 hingga 02.00 dini hari WIB dini harian.
ML (Minta Lagu). Merupakan program request (lebih dikenal sebutan Minta Lagu) yang tayang setiap Senin sampai Kamis, dari jam 20.00-22.00 WIB.
Sementara itu format siaran radio6 yang digunakan Radio Indika FM adalah format radio Lifestyle atau Gaya Hidup7 dengan program acara yang ditayangkan terdiri dari musik sampai dengan acara talk show atau bincangbincang untuk disampaikan kepada pendengarnya. Tema yang diangkat sudah tentu tidak jauh dari gaya hidup keseharian segmen sasaran pasar Radio Indika 6
format siaran radio dapat didefinisikan sebagai upaya pengelola radio untuk memproduksi program siaran yang dapat memenuhi kebutuhan audiensnya. Tujuan penentuan format siarang adalah untuk memenuhi sasaran khalayak secara spesifik dan untuk kesiapan berkompetisi dengan media lainnya di suatu lokal siaran. (Morissan. hal. 108-109) 7
Gaya hidup secara luas didefinisikan sebagai cara hidup yang diindetifikasikan oleh bagaimana orang menghabiskan waktu mereka (aktivitas), apa yang mereka anggap penting dalam lingkungannya (ketertarikan), dan apa yang mereka pikirkan tentang diri mereka sendiri dan juga dunia sekitarnya (pendapat).Gaya hidup suatu masyarakat akan berbeda dengan masyarakat lainnya. Bahkan dari masa ke masa gaya hidup suatu individu dan kelompok masyarakat tertentu akan bergerak dinamis. Namun demikian, gaya hidup tidak cepat berubah, sehingga pada kurun waktu tertentu gaya hidup relatif permanent. Gaya hidup bisa merupakan identitas kelompok. Gaya hidip setiap kelompok akan mempunyai ciri-ciri unik tersendiri. (Sutisna. Perilaku Konsumen dan Komunikasi Pemasaran. Bandung, 2001, hal.145-146). Gaya hidup yang di-grab Radio Indika FM adalah gaya hidup masyarat dengan tingkat social menengah ke atas.
43
FM, mulai dari tema tentang cinta, pertemanan, karir/kantor, keuangan, seks, hingga agenda public seputar politik., ekonomi, social budaya. Pengelola mengkelompokkan topik-topik tersebut ke dalam 4 Me8 (intellectual me, professional me, social me dan personal me). Menurut pengelola, tema-tema inilah yang membuat Radio Indika FM , menjadi akrab dengan pendengar dan apanya. Tema-tema tersebut terdapat dalam program-program Prime Time Radio Indika FM sebagai berikut:
Snooze Button. Snooze Button merupakan acara prime time yang dibawakan oleh Addry Danuatmaja dan Devy Johannes setiap hari Senin sampai dengan Jum’at, mulai pukul 06.00 sampai 10.00 WIB. Bentuk acara ini talk show, dengan misi sebagai ‘the real friend’ buat para pendengarnya ketika mereka dalam perjalanan menuju ke tempat kerja untuk memulai aktivitas. Oleh karena itu Snooze Button menyuguhkan acara-acara yang dapat menyegarkan otak pendengar sebagai pemanasan sebelum melakukan aktivitas kantor sekaligus dapat menambah pengetahuan mereka seputar isu-isu yang dekat dengan kehidupan mereka. Isu-isu yang dibicarakan adalah seputar keseharian pendengar mengenai masalah karier,
8
Peran 4Me ini didapat Radio Indika melalui survey yang dilakukan pada saat Radio Indika FM akan melakukan segmentasi ulang pendengar Radio Indika FM. Survei ini dilakukan oleh Retno Dewanti Purba and Associates, sebuah biro survey media di Jakarta pada semua media yang ada di asia tenggara. Hasil dari survey ini menyimpulkan bahwa media menggunakan peran 4 Me ( empat me atau fur me) dalam menentukan pemilihan segmentasi media mereka. 4 Me ini adalah: intellectual me, professional me, social me dan personal me. Intelectual Me adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan pengetahuan umum atau berita-berita hangat seputar politik, ekonomi, social, dan budaya yang menjadi agenda publik. Misalnya mengenai berita Soeharto Yang Meminta Maaf melalui Titik Prabowo, issue Flue Burung, dll. Professional me adalah peran seseorang terhadap sesuatu yang berhubungan dengan karir atau kantor, misalnya mengenai masalah menghadapi boss yang suka marah-marah di depan umum, big cv sins, dan lain sebagainya. Social Me merupakan peran yang berkaitan dengan hubungan seseorang dengan lingkungan pergaulannya. Misalnya mengenai tempat-tempat hang out baru di Jakarta, film-film yang diputar world wide, dll. Personal Me adalah peran seseorang terhadap segala sesuatu yang berhubungan dengan hal-hal yang pribadi maupun dengan orang lain yang sifatnya pribadi. Misalnya masalah percintaan, masalah seks, hubungan dengan keluarga, dan masalah pertemanan.
44
keuangan, percintaan, seksualitas, hubungan pertemanan, dan hot issues yang menjadi headlines di surat kabar Kompas dan Media Indonesia, majalah Tempo, serta program televisi Seputar Indonesia dan Buletin Siang di RCTI. Semua ini ‘real friends’ semakin terasa dengan personality penyiar-nya yang ramah tidak ada batas pada saat berinteraksi dengan pendengar. Lagu-lagu yang diputar di Snooze Button adalah lagu-lagu easy listening baik lagu Barat ataupun Indonesia.
Groovy Sunset. Bentuk acara ini adalah talk show yang dibawakan dibawakan oleh Irwan Ardian dan Iwan Sastro atau lebih sering dipanggil “Dua - I”, setiap hari Senin hingga Jum’at dari pukul 16.00 sampai 20.00 WIB. Air personality 2i yang unik, lucu dan apa adanya dalam membawakan acara dan pada saat berinteraksi dengan pendengar baik lewat telephone atau SMS (short message system) diharapkan dapat membuat pendengarnya relaks pada saat perjalanan pulang dari kantor ke rumah, atau ke tempat hang out seperti café, bioskop atau tempat clubbing. Untuk membedakan dengan Snooze Button, tema-tema yang dibahas di acara ini disajikan lebih ringan dan diambil dari sudut pandang yang berbeda.
Untuk lebih mendekatkan diri dengan pangsa pasar-nya, Radio Indika FM juga memiliki acara di luar on air (off air) seperti:
Club Hoppers (Off Air). Acara Club Hoppers Off Air merupakan acara clubbing yang dilakukan oleh Radio Indika FM di berbagai kelab-kelab malam terkenal yang ada di Jakarta, seperti Embassy Club, Wonder Bar, Retro Club, Vertigo
45
Club, X-Lounge, Centro The Club, dsb. Di sini Radio Indika FM menghadirkan para DJ (Disc Jockey) lokal maupun Internasional yang memainkan lagu-lagu dance dengan genre musik yang berbeda, seperti progressive house, techno, tech trance, dan sebagainya. Clubbers yang ingin bergabung di acara ini dikenakan biaya sesuai dengan harga masuk (cover charge atau first drink charge) sesuai dengan ketetapan yang dibuat oleh kelab di mana Club Hoppers diadakan. Pada awal kemunculannya di tahun 2000, Club Hoppers Off Air diadakan setiap hari Jum’at, mulai jam 22.00 WIB hingga 04.00 WIB dengan menghadirkan DJ-DJ9 yang biasa bermain di kelab malam dan tercatat sebagai DJ-nya Radio Indika FM (DJ Winky, DJ Hizkia & DJ Agoose). Kelab-kelab malam yang dipilih pada saat itu adalah Musro, Lava Lounge, Diva, Bugs Café, dan Fashion Café. Dan lagu-lagu dance yang diusung oleh para DJ ini ber-genre progressive house10. Kemudian pada tahun 2001, Club Hoppers Off Air berubah menjadi cukup satu bulan sekali, tapi tetap tanpa dikenakan biaya masuk. Clubbers yang ingin datang, cukup mengirimkan kartu nama atau kartu tanda 9
Seorang DJ kelab adalah seseorang yang memilih dan memainkan musik dalam sebuah setelan kelab. Setting dapat bermacam-macam mulai dari kelab kecil, pesta tetangga, disko, atau acara dalam stadion. 10
Jenis musik dance yang dipilih seorang DJ membuat DJ tersebut menjadi beda dengan lainnya. Jenis atau gender musik dance tersebut ada bermacam-macam dan berkembang dengan sendirinya. • Progressive House. Merupakan Style dari genre house music. Musik hingar-bingarnya banyak memakai sound synthesizer yang cenderung dark dan nerawang. • Deep House. Style lain dari house music. Nggak serame progressive house meski berciri sama, dan lebih banyak memakai sound keyboard. • Trance. Genre ini merupakan kombinasi dari musik techno dan house. Musiknya kental dengan nuansa melodik. Musik kayak gini nih yang bikin nama DJ Tiesto dan Paul Van Dyk ngetop banget. • Drum and Bass. Begini jadinya kalo pattern bas dari musik reggae digabung sama upbeat tempo musik house. • Tribal. Musik dance yang satu ini lebih didominasi sama munculnya suara-suara perkusi. • Ambient. Musik kayak gini bisa ditemuin di chill-out room. Mulai dari style musik jazz, new age, bahkan rock n’ roll masuk di dalamnya. Dipopulerin pertama kali sama Brian Eno. Biasanya jenis musik kayak gini sering dipasang di lounge bukan di diskotik atau klab gede. (www.hi-online.com, Topas-Topik Lepas, Minggu, 27 Agustus 2006)
46
mahasiswa melalui nomor fax Radio Indika FM di 2550 9989. Dan di sini, Radio Indilka FM mulai menerapkan tema tertentu disesuaikan dengan ketentuan dress code yang sudah ditetapkan untuk para clubbers yang datang ke acara ini, seperti Club Hoppers Blackened (dress code: hitam), Club Hoppers Purple (dress code: ungu), Club Hoppers Banana (dress code: kuning), dan lain sebagainya. Di tahun 2002, Club Hoppers mulai menghadirkan para DJ dari Luar Negeri yang punya nama baik di Negara asalnya atau di dunia per-DJ-an, seperti DJ Seinder Kleinenberegh dari Belanda, DJ Sasha dari UK, DJ Satoshie Tomie dari Jepang, dan lain-lain. Oleh karena itu frekuensi Club Hoppers dikurangi menjadi 4 kali dan dikenakan biaya masuk untuk membantu membayar biaya operasional yang cukup besar. Pengurangan frekuensi Club Hoppers ini juga untuk tetap mempertahankan antusiasme terhadap dunia clubbing. Karena alasan ini pula, pada tahun 2004 Club Hoppers kembali menghadirkan tema tertentu yang berlaku selama satu tahun. Pada tahun 2004 tersebut Club Hoppers hadir dengan nama Club Hoppers Astrobash, yang diadakan 8 kali yakni pada bulan Maret, April, May, Juni, Juli, Agustus, September dan Desember. Tema dari Club Hoppers Astrobash ini adalah Zodiak di setiap bulannya. Tema ini muncul dikarenakan pada saat itu muncul kebiasaan di mana clubbing community (clubbers, club owner, dj) merayakan ulang tahun di suatu kelab malam tertentu. Jadi pada bulanbulan tersebut di atas, Club Hoppers Astrobash memberikan kesempataan kepada mereka yang ingin ulang tahunnya dirayakan oleh Radio Indika FM di Club Hoppers Astrobash. Syaratnya, tanggal lahir mereka masih berada dalam naungan bintang atau zodiac pada bulan diadakannya Club Hoppers Astrobash. Misalnya, Club Hoppers Astrobash Gemini untuk yang berulang tahun pada tanggal 23 Mei
47
s/d 20 Juni. Kemudian sepanjang tahun 2005 hingga tahun 2006, Club Hoppers menghadirkan konsep baru yakni dengan menghadirkan tiga DJ ternama yang bermain back to back, dan dinamakan Club Hoppers Triple Dekcer. Pengelola mengakui bahwa acara Club Hoppers Off Air ini menjadikan Radio Indika FM merupakan pioneer dari dunia per-dugem-an atau dunia clubbing di Jakarta meskipun clubbing scene ini sudah ada sejak tahun 2004. “…Apakah kita pioneer clubbing? Gue bilang iya. Ada riset? Ngga ada. Tapi begini Heineken is a global brand. Dia bahkan nyampe ke Indonesia lebih dulu dibandingkan Bintang, kalo loe tahu. Yang namanya, apa sih nama PT nya, apa gitu….udah lebih dulu masuk Heineken, bir di Indonesia dari jaman sebelum kemerdekaan itu, udah ada Heineken. Nah waktu Indonesia merdeka, Soekarno jadi Presiden, barulah mereka jual Bintang..So they’ve been here for quite along time dan they are growing then.. pangsa pasarnya paling gede…Mereka membuat template below the line activities untuk mereka punya positioning dan brand awareness, yang namanya THIRST… sejak 3 tahun yang lalu kalo gue ngga salah…mereka sudah sempet menjalankan 2 kali. Kali ke 3, Indonesia berpartisipasi. Kenapa Indonesia berpatisipasi akhirnya? karena after quite some times akhirnya Heineken memproduksi sendiri bir-nya di Indonesia. Sebelumnya impor. Mereka pabriknya bikin sendiri di Indonesia, akhirnya mereka ikutan untuk ngejalanin sebuah template global yang disiapkan oleh headquarter mereka yang ada di Amsterdam dan London. Dari sekian banyak hal yang bisa mereka lakukan..they called us. Ngga usah pake pitching, ngga pake apa-apa. Mereka mempercayakan kita menjalankan THIRST. “Lo kerjain ya. Gue maunya begini, duitnya begini, terserah lo mau ngerjainnya”. Riset ngga ada sih..tapi begitu deh. Misalnya lagi ada club baru buka, di mana gitu, pasti larinya ke Indika…” 4.2.
Sejarah Radio Indika FM Pada tahun 1995, di Indonesia telah berdiri perusahaan Indika11 Multi
Media (IMM), perusahaan yang bergerak di media dan hiburan. Radio Indika FM merupakan salah satu anak perusahaan dari IMM yang berdiri pada tanggal 30 Agustus 2006. 3 perusahaan lain yang ada di bawah naungan Indika Multi Media selain Radio Indika M antara lain: 11
Indika singkatan dari Industri Media dan Elektronika
48
1. Indika Cipta Kreasi atau ICK, perusahaan yang bergerak di bidang
penyelenggara kegiatan (event organizer). 2. Indika Citra Media atau ICM, perusahaan yang bergerak di rumah
produksi (production house) yang memiliki kegiatan memproduksi sinetron (drama), film, dan produksi non drama (talkshow, infotainment, dll). 3. VisiTell,
perusahaan
servis
telekomunikasi
yang
merupakan
penggabungan dari dua perusahaan yaitu VisiTell dan Indika Piranti Solusindo (IPS), perusahaan yang bergerak di bidang produksi software. Awal berdirinya Radio Indika FM dicetuskan oleh pemilik perusahaan atau Board of Directorss (BoD) dari Indika Multi Media yang ingin mengembangkan bisnis media dan hiburan yang sudah dimiliki. Radio Indika FM muncul pertama kali mengudara pada tahun 1999 dengan memakai frekuensi stasiun Radio El Bama, stasiun radio dengan segmentasi pendengar masyarakat lapisan menengah ke bawah dan dengan format musik yang memutarkan lagulagu dangdut. Pada saat itu Radio El Bama ini sengaja dijual karena alasan kesulitan manajemen dan keuangan. Sementara itu aset-aset seperti peralatan dan koleksi lagu-lagu yang dipakai pada saat itu dibeli Radio Indika FM dari aset stasiun radio TMI (Terminal Musik Indonesia). TMI merupakan salah satu stasiun radio yang sejak tahun 1999 juga sudah tidak berjalan lagi. Radio Indika FM pertama kali mengudara di frekuensi 91.45 FM. Namun setelah di berlakukannya Keputusan Dirjen Postel nomor 15 A Tahun 2004 yang merupakan turunan dari Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 15 Tahun 2004,
49
mengenai perpindahan kanal frekuensi12 radio-radio FM di seluruh Indonesia, maka pada bulan Mei 2004, Radio Indika FM resmi menempati frekuensi 91.60 FM. Sejak dari awal mengudara, Radio Indika FM sempat mengalami beberapa kali perubahan segmentasi. Pertama kali muncul, Radio Indika FM mensegmentasikan di usia 17-35 tahun, dengan Status Sosial Ekonomi (SSE) A dan B, dan fokus usia 19-29 tahun. Format musik yang dipakai pada saat itu adalah High Energy Music dengan formulasi Contemporary Free Form Pop yakni formulasi dari musik Contemporary US dan European Radio Hits, New Entries Rock, Retro Hits Music, New Wave Revival Music, Latin/International Music, dan musik berhigh energy lainnya. Bersamaan dengan format musik yang dimilikinya ini, Radio Indika FM memiliki slogan Feel The Shock. Slogan ini juga tetap exist ketika pada tahun 2000, Radio Indika FM merubah format musiknya menjadi Hot Adult Contemporary tetapi dengan formulasi musik dari Easy Listening dan lagu-lagu Top 40 Hits. Sedangkan segmentasi pendengar juga tetap berada di usia 17-35 tahun namun dengan perubahan fokus usia pendengarnya menjadi 20-30 tahun. Sebagai Radio baru yang lahir di era millennium, pada saat itu Radio Indika FM juga memiliki nama khusus untuk menyebut atau memanggil pedengarnya atau Callers Id dengan sebutan Millenia Listeners atau Milleniers. Tujuannya agar lebih terdengar akrab dengan pendengarnya. Namun Callers Id ini dihilangkan pada saat Radio Indika FM kembali merubah segmentasi usia pendengarnya ke 12
Pelaksanaan perpindahan frekuensi radio siaran FM ini serentak dilaksanakan pada 3 Mei 2004 mulai pukul 00.00 WIB. Setiap radio siaran dalam perpindahan frekuensi berbeda-beda sesuai jarak perubahan. Berdasarkan aturan tersebut, lebar spasi kanal yang sebelumnya 350 KHz menjadi 800 KHz kecuali untuk kota-kota yang radio eksisting-nya sudah padat seperti Bandung, Jakarta, Yogyakarta, Semarang, Surabaya, dan Medan. Pada enam kota itu digunakan lebar spasi kanal 400 KHz yang berlaku selama sepuluh tahun dan selanjutnya harus berubah menjadi 800 KHz.
50
usia 20-30tahun dengan spesifikasi usia di 23-28 tahun. Pada tahun Menurut Praditya Sutrisno, orang yang sangat berperan dalam pembentukan segmentasi sasaran pasar yang baru sekaligus sebagai General Manager dan Station Manager Radio Indika FM, dihapusnya Millinears karena beliau tidak mau terjebak dengan stigma lama bahwa harus ada ‘kawula muda’13 apalagi menurutnya tidak ada peraturan tertulis yang mengatakan bahwa setiap stasiun radio harus memiliki callers id. Penghapusan Millinears ini juga sebagai langkah Praditya dalam pembenahan pangsa pendengar seiring dengan perubahan segmentasi sasaran pasar Radio Indika FM. Hilangnya sebutan Milleniers ini bersamaan dengan dihilangkannya slogan Feel The Shock. Kemudian setelah ditetapkannya tanggal 30 Agustus 2000 sebagai tahun kelahiran Radio Indika FM, kemudian dibuatlah slogan Real Life dengan karakter dan segmentasi pendengar mereka menjadi yang seperti sekarang ini dan memposisikan diri sebagai Radio Clubbing.
4.2.1.
Struktur Organisasi
Radio Indika FM sebagai anak perusahaan dari Indika Multi Media dipimpin oleh tiga orang anggota Board of Directorss (BOD), yang juga memegang saham dari group perusahaan ini. Dibawah BOD terdapat Direktur Utama yang membawahi Indika Multi Media. Struktur organisasi yang berlaku di Radio Indika FM adalah sebagai berikut:
13
kawula muda adalah callers Id dari radio Prambors 102.2 FM yang membuat radio Prambors semakin dikenal sebagai radio anak muda.
51
General Manager/ Station Manager Station Secretary
Promotion Manager
Account Manager Monitoring
Promotion Adm.
Account Adm.
Acc. Spv.
Acc. Spv.
Account Executives
Account Executives
Traffic
Program Director
Event. Off.
R&D
Creative Spv.
Music Director
Penyiar
Media Off.
Creative Staff
Operator
Koordinator teknik
Produksi
Music Officer
Konsultan Teknik
Sumber: Struktur Organisasi Radio Indika FM, tahun 2004 Peran jabatan yang digambarkan pada struktural organisasi Radio Indika FM di atas adalah peran jabatan yang berlaku di Radio Indika FM. Setiap department berada dibawah wewenang General Manager yang juga berperan sebagai Station Manager. Secara struktural, Promotion Manager, Account atau Sales Manager dan Program Director membawahi semua jabatan yang ada di divisinya masingmasing. Peran jabatan yang memiliki peran paling banyak dalam pemanfaatan slogan radio adalah department program. Berikut ini adalah uraian dari peran jabatan yang berada di dalam department program: Program Director. Program Director atau biasa disebut dengan nama PD (dibaca: Pi Di) bertanggung jawab untuk memperoleh jumlah target pendengar yang
52
sesuai dengan segmentasi sasaran pasar Radio Indika FM yang sudah ditentukan sebelumnya. Oleh karena itu PD bertanggung jawab untuk menentukan konsep siaran tertentu sehingga image yang didapat sesuai dengan positioning serta target marketnya. Selain itu juga bertanggung jawab atas materi audio yang disiarkan, seperti materi iklan, penyiar, lagu, dan program acara. Dalam pelaksanaannya PD bekerjasama dengan account manager membuat suatu program kerjasama dengan sponsor atau membuat program-program tertentu yang dapat dijual ke produsen atau pemasang iklan.
Creative Supervisor. Bertugas membantu Program Director menjalankan segala bentuk program yang sudah ditentukan baik dari internal sendiri ataupun programprogram yang disponsori. Sementara itu creative staff di dalam divisi creative yang dibawahinya ini bertugas untuk memproduseri acara-acara yang disiarkan dan bertanggungjawab untuk menjaga kualitas program agar dapat berjalan sesuai dengan yang sudah ditentukan. Selain itu divisi creative yang dibawahinya ini bertugas untuk membuat materi-materi spot iklan yang harus diproduksi radio Indika FM dan untuk proses produksinya bekerjasama dengan bagian produksi.
Music Director. Music Director atau biasa disingkat dengan sebutan MD (dibaca: Em Di) mempunyai tanggung jawab atas semua lagu yang diputar di Radio Indika Fm dan bertugas menyusun play list atau daftar lagu-lagu yang diputar di Radio Indika FM setiap harinya. Pemutaran lagu diarahkan MD ke target market pendengar, dan disesuaikan dengan tema cara, serta pola pikir pendengar pada jam-jam siaran. Oleh karena itu bersama dibantu oleh music staff atau biasa
53
disebut libarian, MD memantau jenis-jenis lagu yang diminati oleh pendengar setiap harinya yang kemudian dijadikan bahan laporan ke Program Director sehingga laporan tersebut dapat dijadikan bahan acuan juga dalam merumuskan jenis-jenis lagu yang akan diputar. Sedangkan penentuan format musik di Radio Indika FM sudah ditentukan sebelumnya oleh MD bersama dengan Station Manager. Librian juga membantu MD mendata lagu-lagu baru yang diperoleh dari sejumlah perusahaan rekaman, maupun dari CD-CD yang baru dibeli. Budget pembelian CD-CD ini sudah dianggarkan setiap bulannya untuk penambahan koleksi CD-CD musik yang ada di dalam ruang penyimpanan musik (disebut library) atau pun penambahan lagu di bank of music yang terdapat di dalam selector, sebuah alat yang mengatur lagu-lagu terputar di play list lagu.
Peran jabatan di luar department program yang juga berkaitan dengan pemanfaatan slogan untuk memperkuat positioning diuraikan sebagai berikut : Pronotion Manager. Promotion Manager bertugas mengatur strategi promosi brand Radio Indika FM melaui sejumlah activitas below the line14 dan above the line15 yang kaitannya dengan pendengar dan image radio. Selain itu juga memiliki kewajiban untuk melakukan evaluasi melalui berbagai metode kontrol seperti FGD, riset pasar, atau survey dari implementasi strategi yang sudah dijalankan.
Account Manager. Account Manager ini bertugas membuat strategi penjualan tertentu sesuai dengan yang sudah ditargetkan sebelumnya dengan cara mencari 14
below the line adalah aktifitas periklanan yang bersifat memberi dukungan terhadap kegiatan above the line, seperti event off air. 15
above the line adalah aktifitas promosi suatu produk/jasa yang memanfaatkan/menggunakan jasa media-media (media cetak, dan media elektonik/audio visual).
54
produsen atau advertisers agar mau berpromosi menggunakan media radio Indika FM
4.3.
Profil Pendengar Radio Indika FM Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan AC Nielsen pada tahun
2001, jumlah pendengar Radio Indika FM diketahui sebanyak 231 ribu dengan komposisi persentase 49,3% laki-laki dan 51,7% perempuan. Namun menurut penelitian yang dilakukan divisi Research & Development Indika FM komposisi persentase pendengar laki-laki 60,37% dan perempuan 39,27%. Hasil penelitian ini diolah berdasarkan jumlah pendengar yang terkumpul dalam data base Indika FM sebanyak 662 data untuk periode Oktober 2005 hingga Juli 2006. Dari hasil penelitian ini juga diketahui latar belakang pendidikan dari pendengar Radio Indika FM lebih banyak didominasi oleh mereka dengan latar pendidikan Sarjana (S1). Gelar sarjana tersebut lebih banyak berasal dari perguruan tinggi UI, Trisakti dan Perguruan Tinggi di Luar Negeri. Karakteristik pangsa sasaran Radio Indika FM adalah mereka yang berusia 20-30 tahun dengan fokus usia 25-28 tahun dan status sosial ekonomi (SSE) A dan B. Pengola menggunakan ukuran income pribadi pendengar setiap bulannya untuk mengkategorikan tingkatan status sosial ekononomi. SSE A1 (>3.000.000), A2 (2.500.001-3000.000), B1 (2.000.001-3.000.000) dan B2 (1.500.0012.000.000). Melalui hasil penelitian divisi Researh & Development Indika FM, pengeluaran rata-rata perbulan pendengar Radio Indika FM adalah 2,5 – 4 juta rupiah per bulannya. Salah satu alokasi pengeluaran biaya per-bulannya ini digunakan untuk membayar tagihan kartu kredit yang mencapai <1-2,5 juta.
55
Mengenai status pernikahan, pendengar Indika FM adalah kalangan menengah ke atas yang belum menikah. Kalaupun menikah belum memutuskan untuk memiliki anak. Jika sudah memutuskan memiliki anak, itupun hanya 1 anak. Sementara untuk tempat tinggal, lebih banyak pendengar yang masih tinggal dengan orang tua. Hal inilah menurut pengelola, menyebabkan pendengar Radio Indika FM rata–rata daya beli yang tinggi. Persentase status pernikahan diketehaui 66,33 menikah, 24,90 menikah dengan anak, 9,21 menikah tanpa anak. Dengan status tempat tinggal diketahui pula 54,53 masih tinggal bersama orang tua dan 33,38 tinggal di rumah sendiri. “…dia anak-anak yang baru lulus kuliah, kerja baru setahun 2-3 tahun, punya uang sendiri. Uang mereka off course belum banyak tidak seperti orang-orang yang berumur 30 tahun ke atas. Tapi mengingat culture di Jakarta, kita bicara anak-anak yang memang tinggal di Jakarta ya, bukan pendatang, selama mereka belum kawin mereka akan tinggal bersama emaknya. Itu menyebabkan pendapatan mereka yang belum terlalu besar itu sangat-sangat expandable, sangat-sangat one hundred percent expandable.. Sometimes one hundred and half percent, sometimes one hundred and twenty dengan bantuan kartu kredit dan masih uang emaknya. Akhir bulan masih minta uang emaknya. Sehingga walo pendapatan mereka besar tapi daya beli mereka luar biasa. Gue yakin, mereka sama seperti seorang babe-babe, usia 38 tahun, manager senior di sebuah perusahaan kondang, dengan gaji 2 digit, anaknya 3. Jadi ngga bisa apa-apa kan. Uangnya 2 juta, habisin deh tuh 2 juta” (Praditya Sutrisno) Jenis pekerjaan sasaran pasar Radio Indika FM menurut hasil survey terdiri dari berbagai kalangan dan profesi. Mulai dari pegawai swasta, profesional dan wirausaha Jabatan yang dilmiliki Staff, Junior Manager dan Senior Manager. Area pekerjaan lebih didominasi di bidang advertising, marketing, PR, & finance/perbankan. Dari survei profil dan karakteristik pendengar Radio Indika FM diketahui bahwa secara khusus mereka adalah pendengar dari kalangan menengah ke atas,
56
smart, cuek/modern, apa adanya, senang menikmati hidup/konsumtif, trendy, tetap peduli dengan lingkungan sekitar.
4.4.
Musik yang Diputar Radio Indika FM Format musik Radio Indika Fm sudah mengalami beberapa kali perubahan
sebelum akhirnya ditentukan oleh Station Manager dan Music Director sebagai radio dengan format musik seperti sekarang ini yakni Hot AC (Adult Contemporary). Awalnya format music yang ditentukan adalah AC16 dengan akar musik pop, sama seperti competitor yang juga bermain di format tersebut. Namun karena Radio Indika FM lebih memfokusikan ke jenis lagu dance maka dipakailah format AC yang memakai unsur Hot menjadi Hot AC yang fungsinya untuk membedakan dengan competitor. Hot di sini artinya adalah lagu-lagu dengan tempo yang lebih up atau medium-to-up. Pemilihan format musik yang lebih difokuskan ke music dance ini juga diiringi dengan perubahan segmentasi sasaran pasar pendengar yang awalnya bermain di usia 17-35 menjadi usia 20-30 dengan fokus pendengar di usia 25-28 tahun dan SSE A-B atau kelas menengah ke atas. Pengelola memilih jenis musik dance ini selain karena lagu tersebut sedang disenangi oleh masyarakat di range usia 20-30 tahun, tapi juga dikarenakan belum ada radio di Jakarta yang bermain di musik dance. Begitu juga yang dituturkan oleh Iwan Sastro selaku Music Director. Pada awal munculnya Radio Indika FM, musik dance sangat mendominasi susunan lagu-lagu yang diputar per-harinya sehingga tidak heran jika pada siang hari ada jenis lagu dance progressive trance, jenis lagu dance dengan tempo 16
Standar AC formats include: easy listening (easy listening, adult, pop, soft rock, oldies); mainstream AC (adult pop, soft rock, oldies); hot AC (adult pop, soft rock, pop rock).
57
musik yang sangat cepat dan sangat keras, yang diputar di Radio Indika FM. Persentase pemutaran lagu dance pada saat itu adalah 80%, selebihnya adalah lagu-lagu Barat yang masuk format Hot AC dan lagu-lagu Indonesia. Namun dikarenakan ada pembenahan pada segmentasi serta target market Radio Indika FM maka persentase pemutaran lagu dance menjadi 50%. Selain itu pemutaran lagu-lagu Indonesia yang awalnya dalam sejam diputarkan 2 lagu Indonesia, kemudian dirubah frekuensi pemutarannya menjadi 1 lagu Indonesia dalam 1 jam. Menurut pengelola, cara ini adalah jalan mudah untuk dapat menarik pangsa pasar pendengar di kelas A&B. “…kalo loe mau menengah ke atas tapi sejam 2 kali lagu Indonesia padahal lagu Indonesia adalah cara sederhana untuk menengah ke bawah, jadi kita buang deh…why do we have that.. so buang !!! ” (Praditya Sutrisno) Selain itu masih diputarnya lagu-lagu Indonesia juga dikarenakan setiap radio punya kepentingan dengan perusahaan rekaman yang tidak hanya memproduksi lagu-lagu Indonesia tetapi juga lagu-lagu Mancanegara/Barat, serta mengingat pula akan kepentingan media radio sebagai tempat untuk memberikan pengakuan kepada musisi-musisi Indonesia. “…Lagu-lagu Indonesia tetap diputarkan karena lebih kepada ada urusannya dengan recording company dan paling tidak kayak semacam memberikan pengakuan kepada artis itu sendiri, juga pengakuan bagi musisi itu bahwa dia udah bisa unjuk gigi dan musik yang dia tampilkan sudah kurang lebih sama dengan musik mancanegara. Sejam 1, tanpa kecuali, dalam arti kata kalo misalnya lagu Indonesia sejam ada 2, itu karena ada 1 hal, misalnya lagu itu jualan, ada pengiklan, atau apa gitu..” (Iwan Sastro) Perubahan persentase musik dance dari 80% menjadi 50% juga dengan maksud mengurangi image radio pada saat itu sudah terlalu lekat dibenak benak pendengar sebagai radio yang sangat kental terdengar sebagai radio party atau
58
radio “jedag-jedug”17. Perubahan ini juga dengan maksud untuk melayani dua pasar pendengar Radio Indika FM yakni pendengar dan pengiklan. Menurut hasil survey yang pernah dilakukan oleh RDP&AssociatesMedia&Marketing Research pada tahun 2004 bahwa 71% responden old listener menyadari adanya perubahan dari musik yang diputar di Radio Indika FM, sisanya menganggap musik yang diputar tetap sama. Perubahan yang dirasakan antara lain musik yang dulunya sangat disco menjadi lebih variatif dan easy listening, ada porsi musik slow dan lagu-lagu R&B serta lagu-lagu lama, musik lebih terkategori sehingga ada perbedaan musik yang diputar sesuai jam siaran yakni sore ke malam menjadi lebih up beat dan Jum’at malam memutar musik clubbing/disko. “…ngga menutup kemungkinan bahwa kita memutarkan lagu-lagu yang down tempo tapi persentasenya tidak sebanyak yang mediato-up tempo. Kalo ngomongin Adult Contemporary, ngga menutup kemungkinan kita memutarkan semua jenis lagu kecuali boyband18, metal19, dll. Walaupun lagu-lagu itu cepat atau walaupun lagu itu pelan, paling tidak lagu itu bisa dimengerti, bisa dengan cepat dicerna dengan pendengar Indika FM khususnya”. (Iwan Sastro) Pemutaran jenis-jenis lagu di Radio Indika FM, baik lagu-lagu dance, lagu-lagu Mancanegara (R&B, Alternative,dll) dan lagu-lagu Indonesia, oleh Iwan Sastro disusun dengan memakai cara pola pikir pendengar yakni pola pikir yang sesuai dengan karakter pendengar Radio Indika FM. “…karena gue udah tahu karakter pendengar gue sehingga gue juga harus tahu sedang apa pendengar gue pada saat itu, gitu…Jadi kalo misalnya gue berasumsi bahwa pendengar gue saat ini pendengar lagi pengen dijejelin20 lagu dance, gue kasih lagu dance 17
lagu dance biasa disebut lagu ‘jedag jedug’
18
boybands masuk dalam format musik Contemporary Hits Radio, yakni format musik yang digemari oleh kalangan remaja usia 12-20 tahun. 19 20
Musik metal atau musik rock yang sangat keras tidak disukai target pendengar Indika FM Dijejelin=dipaksa
59
itu sampe bego, sejam bila perlu semuanya lagu dance. Tapi kalau gue berpikir kalo pendengar saat ini tidak cocok diputerin lagu dance, misalnya minggu malam, ya gue ngga akan memutarkan lagu dance satu pun. Satu pun gue ngga akan putar. Kalo dulu tuh semua gue pukul rata. Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu, jam berapapun adin21, semua ada, tapi karena semakin kesini Radio Indika FM sudah semakin mengenal karakter pendengarnya sehingga sudah tahu pendengar Indika FM nih maunya tuh dikasih lagu dance jam berapa aja”. “…pemutaran lagu Indonesia sejam 1 dan itu juga dibalikkin ke pola pikir pendengar. Pantaskah pendengar pada saat itu mendengarkan lagu Indonesia. Contoh Jum’at malam22”. Sistim pemutaran lagu-lagu di Radio Indika FM menggunakan sebuah alat dengan nama selector. Selector tersebut yang mengatur pemutaran lagu-lagu di dalam play list atas perintah Music Director sebagai user. Sebelumnya music director memasukkan data-data; Pertama, memasukkan data lagu mulai dari jenisnya, judulnya, temponya, beat-nya, dan lagu tersebut boleh diputarkan di jam berapa saja. Kedua, memasukkan format clock yang sudah dibuat oleh music director dan program director yang isinya adalah penyesuaian lagu-lagu berdasarkan dengan program-program yang ada dan berdasarkan pola pikir pendengar. Setelah semua data-data tersebut sudah dimasukkan ke dalam selector, maka lagu-lagu tersebut akan “di kocok” oleh selector dan muncullah sebuah play list. Selector hanya mengenal karakter lagu berdasarkan apa yang sudah di-input sebelumnya oleh user. Jika ada tanda warna merah di lagu tersebut itu artinya lagu sudah diputar, jika yang muncul adalah warna hijau berarti lagu tersebut belum diputar.
21
adin adalah bahasa gaul untuk kata ada.
22
Pola pikir pendengar Indika pada Jum’at malam adalah pergi clubbing.
60
Jumlah lagu yang sudah terdaftar di dalam selector adalah 6.255 lagu. Dalam sehari lagu yang diputar oleh Radio Indika FM yaitu selama 21 jam, dari pukul 05.00 WIB hingga 01.00 WIB keesokan harinya, sebanyak 294 lagu. Itu artinya ada 14 lagu yang diputar dalam satu jam. Sementara itu koleksi lagu-lagu yang dimiliki Radio Indika FM dan tersimpan rapi dalam bank of music hingga bulan Agustus 2006 sebanyak 73.038 lagu. Untuk tetap mempertahankan image sebagai radio yang memutarkan lagulagu dance, maka lagu dance selalu muncul di awal setiap pergantian penyiar atau biasa disebut di setiap Opening awal penyiar. Hal inilah yang membedakan dengan radio lain. “..sejam itu biasanya gue taruh di Opening. Dulu pernah ada recording company bertanya ‘kanapa sih loe Opening-nya lagu dance, radio lain enggak?’ Itulah bedanya...karena kita sudah dicap oleh pendengar, which is pendengar itu ada dua yah yaitu pendengar dan client. Mereka sudah mencap, sudah mengklaim kalo kita radio dugem sehingga jika penyiarnya opening, lagunya pasti lagu dugem. Tapi yah balik lagi ke pola pikir pendengar. Jam 12 siang pendengar Indika FM lagi makan siang atau ngejar deadline, jadi ngga akan diputarkan lagu dugem. Sementara kalo di hari Jum’at malam, habis acara Club Hoppers, tuh lihat...puas hidup loe?! Tuh… (sambil memperlihatkan play list di layar computer). Pertanyaan gue, pantes ngga gue masukkan lagu R&B di jam 10-11 di hari Jum’at?...” (Iwan Sastro)
4.5.
Hasil Penelitian Berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan Praditya
Sutrisno sebagai General Manager sekaligus Station Manager Radio Indika FM dan Astin Kumalasari sebagai Program Director Radio Indika FM pada bulan Agustus 2006 diperoleh temuan-temuan sebagai berikut:
61
Radio Indika FM awalnya lahir dengan konsep yang kurang tajam sehingga mengharuskan pengelola meracik ulang dengan merubah segmentasi dan positioning. Untuk merubah segmentasi dan positioning Radio Indika FM, sebelumnya pengelola memahami dulu apa itu konsep positioning sesungguhnya. Praditya Sutrisno mengatakan bahwa pertama kali bergabung, Radio Indika FM sebenarnya jauh dari konsep positioning yang dianggap ideal. Beliau mengungkapkan: “…positioning adalah masalah resepsi di otak konsumen. Jadi kita punya produknya nih (sambil menunjukkan produk rokok Marlboro yang ada di atas mejanya). Kita yang bikin sendiri, kita yang masukin cengkehnya, masukin tembakaunya, masukin apa segala macem, packaging…dan jadi begini (sambil menunjukkan lagi produk rokok Marlboro yang ada di atas mejanya). Ok, kita mau masuk ke pasar yang mana, usianya…Habis itu diciptakannya-lah serangkaian kegiatan yang biasanya Integrated Communication-lah supaya tercipta suatu positioning itu di kepalanya. Itu sih kadangkala suka missed. Jadi kita maunya nih rokok kita di kepala orang hijau muda, tapi jadinya sih hijau tua. Cuma ya itu dia, bisa terjadi tapi bisa juga tepat.” Peneliti berusaha mendapatkan jawaban dari konsep positioning yang dianggap ideal oleh pengelola itu seperti apa. Praditya Sutrisno kembali menerangkan: “…yang tadi gue cerita, biasanya orang kan kalo mau bisnis kan begitu tuh. Tapi kalo mau idealnya begini deh “gue mau punya uang seratus perak, gue mau..ee..berbisnis nih gimana caranya supaya dalam sekian tahun ke depan uang yang seratus perak menjadi lima ratus perak, gitu kan.?! Apa yah, yang kira-kira yang mau gue kerjakan. Gitu misalnya. Misalnya di bisnis kecil, rumah. Apa sih yang ada di daerah perumahan itu, wartel, warung, laundry. Habis itu biasanya orang bakal liat dulu tuh..kompetisinya...gitu kan..?! Udah ada berapa wartel di situ, udah ada berapa warung di situ, gitu kan?! Tapi udah, udah ditentukan kayak gitu, jebrett…dapet. Udah, warungnya isinya apa aja. Kalo kita milih wartel, wartelnya gimana.. kalo kita pilih warung, warungnya gimana. Pokoknya kita set up sendiri semuanya bener-bener dari awal, iye ngga sih?!. Bangunannya mau segede apa, catnya apa, yang jagain laki ato perempuan, segala
62
macem gitu loh. Sampe akhirnya jalan, gitu kan?!. Nah kalo kita bicara bisnis yang skalanya lebih besar, gue rasa sebenarnya idealnya kan gitu. Misalnya loe mau masuk ke industri radio di Jakarta. Sebelumnya loe liat dulu dong… mmm…gue masuk ke pasar mana, gitu kan. Iya ngga sih…Gue survey dong…Gue lihat BPS23, gue lihat segala macam. Bla…bla…Ooo rupanya penduduk Jakarta misalnya 12 juta. 12 juta itu terbagi, tersegmentasi dalam posisi yang kayak gimana. 10-15 berapa banyak, 15-25 berapa banyak, 25-39 paling banya, dst. Trus 10-15 yang status sosialnya A. Ooo... udah liat petanya begitu, wah oo… berarti yang paling gemuk adalah pasar yang…misalnya nih, 15-25 nih, pasar yang paling potensial, dan kompetisi di situ baru misalnya dua dibandingkan di pasar lain yang bisa tiga, empat dan seterusnya. Udah, masuk deh disitu. Udah ditentukan, baru dong pasar itu digali lebih dalam. Preeeet (ekspresi penggalian yang lebih dalam)...dia butuhnya apa segala macem…Oo oke, yang belum digarap adalah ininya, ini yang kita bikin, gitu kan.?! Udah ditentukan gitu, barulah diciptakan serangkaian activity integrated communication untuk create positioning itu kan. Jadi radionya adalah yang begana begini..begana..begini. Idealnya begitu kan…?! Unfortunately we didn’t start that way. Iya dong, iya kan?!...” Pengelola dihadapi dengan situasi yang tidak ideal pada saat memasuki Radio Indika FM karena semua sudah ada pada tempatnya. Akan menjadi suatu hal yang tidak mungkin bagi pengelola jika harus merontokkan semuanya mengingat ada kewajiban membudidayakan apa yang sudah ada. Apalagi menurut Praditya Sutrisno sebagai pengelola ada hal idealisme yang mengalir dalam dunia bisnis media. Beliau menerangkan: “…bedanya kalo menurut gue, industri media, radio ato dengan bisnis yang lain, misalnya Oreo deh. Dia sih bikin kue aje, selesai. Yang paling manis, yang paling enak, yang paling murah yang bisa dia bikin, tapi juga enggak mengganggu kesehatan. Ya udah dia bikin banyak-banyak.Makin gede, makin gede, makin bagus. Kalo bisnis media, ngga kayak gitu. Ada idealisme. Gue sering bilang dan gue sering juga cerita dengan kawan-kawan, Tempo lawan Tommy Winata, apa iya itu bagus buat bisnis Tempo? Enggak!. Cuma, “Lawan!!! Kalah!! Ya lawan tapi!!!” Itu kan idealisme. Trus contohnya lagi, dulu radionya groupnya Prambors, ada M97 FM Classic Rock Station. Ada yang denger? Ada 15 ribu. Ada yang pasang iklan? Ada sebulan 20 jutaan gitu cuma dingototin 23
BPS=Badan Pusat Statistik. Melihat pasar dari statistiknya.
63
setengah mati!! Gue kan yang punya, loe mau ngomong apa? Ada idealisme di situ kan berarti..” Morrisan, M.A mengatakan pada dasarnya pengelola stasiun penyiaran dapat dibagi menjadi dua macam yakni pengelola perorangan atau individu (single owners) dan pengelola kelompok atau group ownership (perusahaan atau lembaga lainnya)24. Pemilik perorangan terkadang mengerjakan berbagai pekerjaan seorang diri atau dibantu satu atau dua orang lainnya untuk menjalankan stasiun radionya. Pada stasiun perorangan ini faktor idealisme atau factor non komersial lainnya masih dominan. Yang dimaksud dengan hal idealisme pada sebuah bisnis penyiaran khususnya pada Radio Indika FM dihadapi Praditya Sutrisno pada saat proses pembentukan segmentasi dan positioning Radio Indika FM, tentunya dengan kondisi radio yang saat itu sudah berjalan. “…jadi, waktu gue pertama kali ketemu, gue enggak riset apa-apa because enggak ada waktu juga. Gue cuma nanya “loe maunya punya radio kayak apa sih?” “Gue pengennya pokoknya anak muda, kaya, keren”. ”Oke, boleh aja enggak masalah”. Terus, gue dengerin radionya dulu, gue bikin catatan kecil. Terus gue datang lagi. Gue bilang “Iam sorry, bukan radio loe jelek, enggak ngga sama sekali. Tapi kalo yang loe mau punya radio kaya, keren, enggak gini caranya. ..” Peneliti menemukan fakta bahwa pada tahun 2000, launching Radio Indika FM diisi dengan acara yang tidak jelas maksud tujuannya. Acara launching Radio Indika FM di adakan di Bengkel Night Park25, diisi dengan band-band musik, dancer, dan ada DJ-nya. Acara yang diberika nama “Feel The Shock Millenium” dipandu oleh Hughes dan Najib Ali sebagai MC. Menurut Praditya Sutrisno konsep yang seperti ini tidak menggambarkan Radio Indika FM seperti apa. Tidak menggambarkan seperti radio yang diinginkan oleh radio owner. 24 25
Morissan,M.A., Media Penyiaran, Strategi Mengelola Radio dan Televisi, (2005:57) nama tempat gaul (kelab, bilyard) di kawasan Semanggi Sudirman Jakarta Selatan
64
“…waktu itu, gue juga ditanya, datang enggak ke acara launchingnya? Gue jawab enggak. karena gue enggak ngerti maunya apa. Gue bingung. Ada band-nya, ada dancernya, ada DJ, tapi ada MCnya Hughes dan Najib Ali. Terus gue jawab “boleh tampar gue dong, gue bilang, kampung. Bukan begitu caranya”. “Lalu gimana caranya?” “Ya sudah, biarlah gue mencoba menggodok sesuatu”. Dan akhirnya gue dikasih waktu bikin bussiness plan dalam waktu 2 minggu. Dan ini kembali bukan kondisi yang ideal. Gue harus buru-buru karena waktu gue masuk ke sini, Indika dagang sebulan 55 juta. Penjualan. Iklan maksudnya. Segala macam tuh, on air dan off air. Ongkos kita waktu itu udah 150-200. Karena sekali lagi, media adalah bisnis image, bisnis komunikasi, media adalah all that business awareness, bisnis branding, bisnis positioning, but radio is business. Ujung-ujungnya duit. Mau elo sejago apa, elo mau ngerjain, kalau “mana duitnya”? dan enggak ada, yah kelar. Jadi kan mesti buru-buru ngerjainnya”. Dengan waktu yang sangat singkat untuk membuat sebuah business plan ini tentu saja tidak memungkinkan pengelola untuk melakukan sebuah riset terlebih dahulu. Sementara melihat kondisi Radio Indika FM yang tidak ideal ini sebenarnya dibutuhkan sebuah riset mengingat yang akan dilakukan Praditya Sutrisno sebagai pengelola adalah menjadikan Radio Indika FM seperti apa yang diinginkan oleh radio owner. “…ya sudah, 2 minggu kan enggak ada waktu buat riset.. Iam sorry this so naïf …this so.. maybe stupid, I don’t know. Tapi ya pake feeling. Bukan feeling lah yah, mungkin feeling is not the right words to describe what it was. It was learn intuition. Kita udah ngerjain barang ini sekian lama, kita udah kenal pasarnya… dua-dua pasar yaitu pengiklan dan pendengar, kita tahu kompetisinya., kita tahu orang-orang di kompetisinya. Feeling deh udah. Kita gunakan intuisi itu. Intuisi yang di dapat dari pembelajaran, bukan sekedar tebak-tebak buah manggis. Akhirnya, ok, gue udah tahu deh dia maunya kayak gitu. Tapi apakah harus anak muda itu adalah Prambors? Enggak juga kan yah?! Mungkin kebayang gitu, yang dia mau feel young gitu kan, seger gitu tapi kayak menengah atas. Ok, berarti gue tahu yang dia mau, pasti lifestyle, enggak mungkin dangdut. Jadi gue udah kebayang pasarnya. Sekarang tinggal masalahnya adalah ‘which market’ ‘which age bracket’ kan. Tanpa ada riset apa-apa, gue cuma bikin petanya aja. Pasarnya radio di Jakarta ada apa aja sih. 15-25 anak muda, 20-30 dewasa muda which is pasar baru waktu itu, trus 25-
65
39, dan ke atasnya lah yang mungkin lebih senior. Oke, di 15-25 ada siapa, Prambors, Mustang, MTV 20-30, Hard Rock, waktu itu belum ada U FM. 25-39 bejibun26 tuh, Female, KISS. Belum yang agak ke news-news-an, Trijaya. Di atasnya itu Delta masih agak tua, dan lain-lainnya lagi. Di atas 39, enggak mungkin gue ambil, 25-39 rame pasarnya. Udah hebat-hebat gitu loh. We’re talking about Female dan Trijaya yang waktu itu sebulan udah 1 M gitu loh. Pasar anak muda? Harus saingan sama Prambors? Elo aja sana. Sampe mati juga enggak bakal kelar. TRAX? Trax sekarang sudah dapet cuman tetep aja aja udah beli brand MTV mahalmahal frenchise nya, tapi susah juga untuk menembus 30 tahunnya Prambors. Ada Mustang lagi. Mustang yang main pasar menengah kebawah, udah kuat. Jadi, yang paling sepi pasarnya adalah 20-30, yaitu Hard Rock. Bukan gue mengecilkan Hard Rock. No. Hard Rock mengerikan sekali. Cuma paling enggak, satu. Kompetisinya cuma dia doang. Jadi kita ngeker-nya cuma dia doang. Akhirnya gue putuskanlah, ya sudah 20-30, sasaran pasarnya Radio Indika ini. Status sosialnya A-B lah. Kemudian gue ajukan ke mereka dan mereka setuju”. Di Indonesia penyiaran yang sudah cukup tersegmentasi adalah stasiun radio. Menurut pengelola penentuan segmentasi inilah sangat penting sebelum memulai aktivitas siaran. Namun menurut pengelola bukankah hal yang mudah untuk melakukan proses berikutnya setelah segmentasi ditentukan karena menurut pengelola ada dua pasar yang harus dilayani pada sebuah media. Beliau mengatakan: “…yang namanya media yang menggunakan tanah public/public domain itu kan pasarnya ada dua yaitu pengiklan dan pemirsanya. Dan agak beda dengan media cetak konvesional yang menutup sebagian besar biaya produksinya dari distibusi. Kalo public domain, cuma satu yaitu iklan. Dan dia punya dua pasar yaitu pengiklan dan pendengar. Dan itu kagak ada telor kagak ada ayam. Karena kalo enggak ada pendengar, siapa yang mau iklan. Dan kalo enggak ada iklan, radio jadi caprut27 enggak punya duit, siapa yang mau dengerin?!..” “…tapi biasanya orang nih mengerjakan, pasar pendengarnya dulu. Makanya yang gue betulin pertama kali waktu itu adalah on air. 26 27
Bejibun=banyak caprut bahasa slank dari jelek.
66
Yang saya hapus adalah penyebutan Millinears28. Jangan terjebak dengan stigma lama bahwa harus ada ‘kawula muda’ enggak kok. Gitu kan?!. Back then, ya. Di buku mana juga enggak ada kan yang nyebutin harus ada call listener Id. Dan kalo bicara soal radio harus intim dan akrab dengan pendengarnya, emang daily life lo bicaranya begitu? Ngga kan?! Jadi, yang gue kerjakan adalah gue rapihin dulu produknya. Jadi gue bikin satu plan. Ini gue hapus, ini gue pinggirin, ini gue ganti nama, penyiar ini gue turunin, penyiar itu gue kesiniin, dan seterusnya dengan tujuan supaya paling tidak produk itu hearable dulu deh untuk pasar itu. Habis itu baru kita urusin yang lain. Itupun jadi tidak sederhana. Kenapa? Tadi kan seperti gue bilang, barang sudah jadi, orangnya udah ada. Salahsalah ngerjain gue dibunuh. Pulang kantor gue ditusuk. Jadi gue siapin semuanya, gue bawa ke Board, gue present, dan mereka suka. Mereka bilang “Ini yang kita mau, kenapa ngga dari dulu?”. Ya mana gue tau, karena waktu itu pasarnya yang gue lihat, apa yg gue denger pasarnya adalah Radio anak muda, menengah kebawah, implementasi programnya kaya tivi, dan range usianya lebar 17-35 tahun. Setelah itu, gue nerangin ke semuanya yang ada di radio. Gue jelasin kalo Indika begini, ternyata bukan itu yang diinginkan pemilik radio ini, dengan persaingan di dunia radio yang diinginkan adalah begini, dan untuk mencapainya kita harus begini, begini. Ada yang setuju, tapi ada yang banyak nanya. Setelah selesai, beres, jalan!!! Dan beres dalam sekitar waktu 2 bulan, paling enggak lumayan deh, sudah tidak terlalu mengganggu kuping si pasar itu. Tidak terlalu membingungkan.” Perubahan usia pendengar dari 17-35 tahun ke usia 20-30 tahun juga diakui Astin Kumalasari selaku Program Director secara otomatis mengharuskan dirinya merubah format siaran. Melalui perubahan format siaran ini nantinya secara otomatis akan menyaring pendengar yang sesuai target. Peneliti sempat menanyakan perihal apakah ada pemberitahuan ke pendengar yang dituju mengenai perubahan segmen, beliau menerangkan : “...kita tidak harus selalu “eh pendengar Indika, kita udah merubah format loh”. Enggak harus gitu kan?! Kita bisa dari promosi kita, penyiar-penyiar kita. Pembawaan penyiarnya kita, gue minta untuk menjaga speed pada saat siaran. “speednya jangan kecepatan ya, yang cukup segini”. Nine29 tuh di awal-awal speednya kan cepet 28
Milliniers=penyebutan untuk pendengar Radio Indika FM pada awal berdiri.
29
Nine adalah penyiar regular Radio Indika FM
67
banget, nah gue suruh lambatin. Kalo kayak Awan30 yang speednya lambat banget, gue suruh cepetin dikit. sehingga mau enggak mau, speed yang seperti itu, nada bicara yang kayak begitu, itu cocok untuk yang usia 20-30, bisa dipahami, enggak terlalu berisik. Biasanya juga gue menegor penyiar yang tidak bisa mengkontrol speed dengan bilang “Ugghh jangan berisik berisik”. Begitu kan?! Gitu sih lebih ke situ. Kemudian program-program yang ada pun mau enggak mau harus tetep arahnya ke sana karena dengan begitu tanpa kita memberitahu, mau enggak mau kita sudah menyaring sendiri, bahwa itu adalah program yang khusus 20-30..” Perombakan pada format siaran yang disesuaikan dengan segmen Radio Indika FM usia 20-30 tahun, status ekonomi A-B, menurut Praditya Sutrisno dan Astin Kumalasari memang dengan sendirinya akan membentuk pasar. Meskipun tidak ada riset yang dilakukan pada saat itu, namun perombakan-perombakan yang dilakukan pada program sudah mulai dinikmati pendengar. Praditya Sutrisno sebagai pengelola menjadikan dirinya sendiri sebagai patokannya, mengingat pada saat itu usianya juga masuk pada segmen dan target Radio Indika FM. Perombakan juga dilakukan pengelola pada bagian penjualannya dengan mengatur strategi rantai penjualan. Hal ini tentunya untuk melayani pasar pengiklan. Diakui pengelola bahwa perombakan ini membuahkan hasil dalam hal penjualan. Terbukti dengan hadirnya berbagai sponsor seperti Heineken, LA Light, dan lain lain pada acara Club Hoppers. Namun pengelola tidak langsung bersenang hati dengan situasi tersebut karena di sinilah muncul masalah : “...but along the way, kita mulai kesulitan di bulan-bulan pertama dengan perubahan Indika. Karena pas jualan, ditanyain deh “elo, bedanya apa sama Hard Rock?”. Jadi si advertiser ini ngomong “gue punya dana untuk radio 1 bulan adalah semilyar. Produk gue mau masuk ke pasar anak muda, dewasa muda, sama dewasa. Terus apa bedanya loe ama Hard Rock? Kalo enggak ada bedanya, ngapain juga gue bagi budget sama elo. Mendingan di Hard Rock aja..”
30
Awan adalah penyiar regular Radio Indika FM
68
Pengelola lanjut mengatakan bahwa setelah datang tuntutan dari external inilah kemudian beliau membuat positioning. Positioning yang di ambil adalah Radio Indika FM sebagai Radio Clubbing. Seperti yang sudah diungkapkan pengelola di awal bahwa pertama kali beliau bergabung di Radio Indika FM, semua sudah ada sehingga tidaklah terlalu sukar untuk memposisikan radio Indika FM di benak pendengar. Idealisme pemilik Radio dengan hobi DJ-nya juga semakin mempermudah untuk menciptakan perceive image di benak pendengar. Secara langsung pengelola menyampaikan bahwa positioning sebagai Radio Clubbing ini juga dipilih berdasarkan format musik Indika FM yang lebih banyak memutarkan lagu-lagu dance dan berdasarkan kegiatan off air Radio Indika FM yakni Club Hoppers yang sudah memiliki crowd tersendiri. Positioning sebagai Radio Clubbing ini yang kemudian juga dianggap sebagai diferensiasi dengan competitor. Beliau mengatakan : “...Positioning dan diferensiasi agak overlapping, itu enggak bisa gue apa-apain. Itu maunya yang punya duit. Gue ngelihat juga akhirnya bagus juga, inilah differensiator kita dibandingkan Hard Rock. Inilah juga yang “elu ngerjain ini, orang bakal timbul positioning di kepala lo”… ” Astin Kumalasari juga menambahkan alasan di pilihnya positioning Radio Indika FM sebagai Radio Clubbing : “….positioning Radio Indika Fm adalah sebagai Radio Clubbing dengan musik dance. Kenapa? Ya kita lihat lagi ke competitor kita, gitu kan. Yang ini sudah diambil ini, dan kita melihat bahwa musik dance, para clubbers ini belum di ambil. Jadi strategi itu yang kita pakai. Biasanya ketika kita memasuki pasar kan kita harus melakukan penetrasi, dan biar kelihatan, kita kan harus tajam. Begitu tajam, kita akan ditoleh. Kalo lo biasa aja sama seperti pendahulu elo, enggak akan ditoleh lo. “Apa bedanya, gue udah nikmat kok dengerin radio 20-30 yang ini, gue sangat nyaman berada di sini, gue terhibur, gue senang”. Gitu, enggak dilirik. Jadi
69
harus beda. Nah meeting, meeting, meeting, akhirnya ketemu. Yang belum adalah musik dance. Belum diambil di mana-mana. Itu akhirnya ditebelin..” Namun sebenarnya meskipun positioning sudah ditentukan, menurut Praditya Sutrisno masih ada kendala yang kali ini datangnya dari internal: “…dari internally kondisinya, kita ada seorang talent yang sangat luar biasa. Dia pinter, dia lucu, dia entertaining, empatinya gilagilaan, he’s good looking, pokoknya impian basah semua radio. Tapi kekurangannya cuma satu, he’s a gay. He’s a bloody hardcore gay dan walaupun gay cuma satu, tapi dia siaran 4 jam setiap hari, 5 hari seminggu. Itu kuat banget gitu loh. Dan kita punya boss, pemilik, idealisme. Kalo boss elo Haji, dia punya radio dakwah. Nah, boss elo DJ, lagunya lagu dance. Waktu itu sudah enggak ada nawar menawar. “Terserah elo mau ngapain tapi gue mau lagunya begini”. Dan kita punya sebuah off air activity, sebuah below the line activity yaitu Club Hoppers yang juga kenapa dibikin, karena ya seperti Pak Haji tadi, dia punya pengajian keliling. Enggak peduli suka atau enggak, kalau gue suka, elo mau apa?. Nah, itu dia yang kita punya, seorang air personality yang kuat tapi gay, lagunya lagu tang tung31 dan ada Club Hoppers. Gue liat ini sesuatu yang kuat. Club Hoppers walaupun dulu yang datang cuma 50 - 100 orang, tetapi sudah ada loh crowdnya. You know, potential!. Bisa digedein..” Masalah dari internal ini menurut pengelola mengganggu pasar pengiklan. Positioning Radio Indika FM sebagai Radio Clubbing yang diakui pengelola berfungsi sebagai pembeda atau differensiasi dengan pesaing-pesaingnya, ternyata untuk pengiklan belumlah cukup. Dengan kondisi seperti ini di mana dari external menuntut faktor pembeda dan dari internal Radio Indika FM yang seperti tersebut di atas, maka dibuatlah sebuah slogan yakni ‘Real Life’. Menurut Astin Kumalasari selaku Program Director mengakui bahwa keberadaan competitor berserta kelemehan-kelemahan competitor yang akhirnya juga mendorong dibuatnya slogan Real Life. Berikut pernyataan Astin Kumalasari: “…kan ada beberapa masalah, gitu yah dan kita melihat, radio competitor yang sangat sangat berhadapan langsung dengan kita 31
Tang tung penyebutan untuk lagu-lagu dance
70
adalah Hard Rock. Kita melihat kelemahan Hard Rock adalah Hard Rock itu radio yang sangat ngga dekat dengan pendengarnya, ada jarak di situ yah. Kita melihat kayak gitu dan sangat jaim. Mau ngomongin yang manusiawi, misalnya enggak punya duit karena tanggal tua, enggak ada. Trus mau ngomongin seks, malu-malu. Mau ngomongin eee apa namanya, hal-hal yang tabu yang sebenarnya itu udah jadi pembicaraan umum, kok masih di daerah abu-abu gitu kan. Jadi ya dari situ, kita kuatin aja kalo kita adalah radio yang real yang apa adanya. Inilah, Indika itu elu banget. Kalo di Hard Rock itu pendengarnya kan orientasinya ‘gue pengen penyiar yang menjadi selebriti’. Makanya dia mengambil penyiar yang sudah terkenal. Sehingga pendengar Hard Rock itu kalo gue asumsikan, pendengar memuja-muja penyiarnya. Kalo di kita enggak, elo dan gue adalah teman. Yang loe hadapi sehari-hari, gue hadapi kok sehari hari…” Slogan Real Life ini lahir dari tangan Praditya Sutrisno sebagai General Manager Radio Indika FM. Maksud dan tujuan dari slogan ini serta gimana mengkomunikasikannya ke khalayak pendengar, beliau mengungkapkan bahwa: “….slogan Real Life sebagai faktor diferensiasi kepada competitor di pasaran. Gue pengen orang kalo lihat iklan itu, orang tuh kebayang ngga ini radio isinnya bagaimana, gue adalah bagian dari itu dan gue pengen coba lihat, maka keluarlah campaign test pack itu. Real Life kan?! Anak Jakarta, they are sexually active since they were 16, 17. Mereka baru kawin, mereka umur 28, 27. Setiap bulan buat mereka itu, sudah biasa mendengar pertanyaan “sayang, sudah mens?”. Pertanyaan tersebut bagi laki, bagi perempuan, itu punya effect fear yang sama. Dan ya itulah mereka, mereka enggak mau dibilang mereka jelek melakukan itu. Yang mereka lakukan itu adalah pilihan. Real Life…” 4.5.1. Pemanfaatan Slogan Real Life Slogan Real Life yang sudah dipilih oleh pengelola memang bertujuan untuk dapat semakin memperkuat positioning Radio Indika FM sebagai Radio Clubbing. Peneliti menanyakan kembali mengenai bagaimana cara pengelola mengkomunikasikan/memanfaatkan slogan yang telah dibuatnya ini agar image Radio Indika FM baik di pasar pendengar dan pasar pengiklan dapat tercipta seperti apa yang diharapkan. Praditya Sutrisno menjelaskan:
71
“…mengaplikasikan slogan Real Life..sebetulnya sederhana: Pertama sebagai station call dan diimplementasikan ke semua programnya. Kita punya PT (Prime Time) pagi, PT (Prime Time) sore, RT (Regular Time) malam yang emang talkshow dengan ngangkat topik ato tema yang sesuai dengan Real Life. Sama ada media mix, yaitu menggunakan media lain untuk mengkomunikasikan ini. Above the line, below the line, dan lebih banyak ke print ad. Below the line-nya adalah Club Hoppers sebagai salah satu simbol ke real-life-annya itu bahwa ‘ya gue kerja keras tapi gue juga butuh penyaluran senang-senang untuk ngeluarin kepenatan di kepala gue’. Dan terbukti berhasil karena after a year also pendengarnya dapet dan pendengarnya betul-betul yang emang merasa cocok dengan positioning itu yang tidak merasa terganggu dengan talent yang gay, yang bisa menerima apa adanya. Dari pengiklannya juga sudah tidak timbul pertanyaan lagi. Ini adalah radio clubbing, radio gedek32, ini adalah radio yang penyiarnya ada yang banci dan slogannya Real Life. Orang ngga ada yang nanya lagi apa bedanya Indika dengan Hard Rock. ” Astin Kumalsari juga mengatakan : “...untuk mensosialisakan Real Life itu melalui print-ad, sebagai call station di awal buka mike…”
dan
Selain itu dalam hal pemilihan penyiarpun menurut Astin Kumalasari dapat membantu pendengar mengetahui apa yang di maksud dengan slogan Real Life. Oleh karena itu beliau menuturkan: “….pemilihan penyiar pun begitu. Gue mencari penyiar yang memenuhi kriteria Real Life. Yang in line dengan konsep 4 Me (Professional Me, Personal Me, Social Me, Intelectual Me) yang kita buat. Arti33 deh waktu pertama gue perdengarkan lagu dance, dia joged-joged. Dia juga pekerja kantoran yang ingin mencari uang sebanyak-banyaknya buat nyenengin diri sendiri. Gue mencari penyiar-penyiar baru yang mereka pintar tetapi konek untuk dunia clubbing. Kalo misalnya ada yang tidak konek alias hanya pintar saja, biasanya gue meminta dia untuk mengenali dunia clubbing..” Peneliti menemukan dokumentasi berbentuk Print Ad slogan Real Life yang dipakai untuk mengkomunikasikan slogan tersebut ke khalayak umum. Print Ad terdiri dari dua versi yaitu versi Test Pack dan versi Teuqilla. Print Ad tersebut 32
penyebutan lain untuk lagu-lagu dance
33
Arti adalah penyiar Radio Indika FM
72
dibuat oleh Bryan Kom, perusahaan periklanan. Berikut dokumentasi yang ditemukan peneliti : Print Ad Test Pack :
Print Ad Teuqilla :
73
Pertanyaan-pertanyaan mengenai ‘apa bedanya Indika FM dengan Hard Rock’ diakui pengelola memang sudah tidak muncul lagi. Namun sayangnya, perceive image Radio Indika FM sebagai radio clubbing masih menjadi problem untuk pasar pengiklan khususnya untuk perusahaan advertising yang masih konvensional. Berikut pernyataan Praditya Sutrisno: “…dan akhirnya, perceive image ini menjadi problem lagi di pasar sebelah kanan yaitu pengiklan karena di satu sisi mereka tidak pernah nanya lagi apa bedanya Indika dengan Hard Rock tapi karena akhirnya image itu begitu kuat, akhirnya untuk advertising yang konvensional tidak mau memasang iklan di Indika FM.” Dengan kondisi yang seperti ini pengelola tidak tinggal diam. Menurut pengelola harus ada yang dilakukan supaya pasar yang sebelah kanan yaitu
74
pengiklan dapat terlayani dengan baik Untuk itu Praditya Sutrisno kembali mengungkapkan: “…Gini, ee slogan itu salah satu cara untuk perceive image. Ada kegiatan aktivitas lain yang harus elo kerjain that be able to do, to reach that perceive image…Akhirnya yang kita buat adalah kita tidak apa apakan slogan itu. Kita tidak bilang bahwa kita bukan radio gay, kita bukan radio gedek, tapi yang kita benerin di dalamnya. Dengan cara apa? Lagu dance yang tadinya sejam, setengahnya lagu itu, kita kurangin. Dan Club Hoppers tidak kita kurangin, tapi kita bikin below the line activities lain yang sifatnya membalance dari si Club Hoppers itu yang akhirnya akan membuat pengiklan mengetahuI bahwa orang-orang yang datang ini yang pada datang ke acara party gue Jumat, Sabtu malam adalah orang-orang bekerja yang kerja keras, terima gaji dan gaji itu yang mereka pake buat banyak hal, including yang beli hp, baju lu, dan partynya di Embassy34. Kita bikin deh Career Line Off Air dan Financial Freedom…” Astin Kumalasari mengakui bahwa dirinya selaku Program Director juga melakukan perubahan dari segi program, baik itu dari penyiarnya atau pun program on-air-nya sendiri. Untuk program on-air-nya, beliau melakukan pelebaran acara. Berikut penjelasan beliau : “…Ok, Radio Indika masuk pertama dari clubbing. Sudah diterima dong akhirnya pada saat setahun bekerja keras, akhirnya mulai diterima. Berikutnya kenapa kita lebih luas lagi karena kita mendapat bahwa Radio Indika itu dulu selain terkenal sebagai radio banci tapi juga sebagai radio hedonis sehingga ada beberapa client, agency itu yang ya gue rasa sih karena mereka sebagian besar yang ada di posisi-posisi tertentu itu masih sangat ortodok ya. Gue pikir, jadi ‘miring’ ngeliat Indika. Apa sih radio dugem, radio hura-hura, radio hedonis banget, tidak mencerdaskan bangsa, bla…bla…bla…Akhirnya, ada case begini, akhirnya apa nih next kita? Next kita adalah memperlebar. Toh kita sudah diterima oleh pendengar. Jadinya saatnya kita memperlebar. Ada saatnya itu ada lagu-lagu dance mulai dikurangi, dibabat habis, jadi radio yang pintar, jadi radio yang peduli sehingga program-programnya pun mengarah ke sana. Mungkin kalo kita enggak dapat rejected dari advertiser, mungkin program-program yang ada sekarang tuh juga clubbing semua kali…” 34
salah satu club yang ada di bilangan Jakarta Selatan tepatnya di Kompleks Taman Ria Senayan
75
Untuk lebih memperjelas apa yang dimaksud dengan ‘memperlebar’ dari perubahan-perubahan program yang dilakukannya, Astin Kumalasari kembali menjelaskan: “…Radio itu ujung tombak sebenarnya kan adalah penyiarnya. Eee…dari cara mereka berkomunikasi sesama penyiar, cara mereka berinteraksi dengan pendengarnya, gue meminta ‘jangan jaim-jaim35 ya, kalau jaim awas loh’. Ada kebijakan sendiri dari manajemen ke para penyiarnya. Kemudian dari program juga selain topik-topik yang kita bikin real apa adanya, kita juga bikin program yang emang dibutuhkan pendengar usia 20-30 yang apa adanya. Pencari kerja, karena mereka mencari-cari kerja kita buatin Career Line. Terus, dulu ada Hot Dates, karena pertimbangannya di usia segitu sibuk..eee...enggak sempet, asik asik kerja, asik asik cari duit, enggak sempat cari pacar, dibikinlah acara itu. Career Line, gimana sih caranya biar karir oke di kantor lo yang sekarang. Kita keluarinlah, ada Career Line, Financial Freedom biar sebagai balancing radio dugem ini. Kita memang radio dugem, ada program dugem. Tapi kita juga mengakomodir pendengar yang dengerin lagu dance tapi mereka juga care sama karirnya, sama investasi keuangannya.Gitu, lebih kesitu sih…” + Lalu bagaimana dengan program Club Hoppers dan Danceteria apakah masih dipertahankan sementara masih ada image Indika sebagai Radio Gedek36 ? “…Club Hoppers masih dipertahanin, Danceteria juga masih. Kenapa Senin sampai Kamis enggak ada? Karena memang dunia clubbing tidak setiap hari Senin sampai Minggu. Tetep aja mereka kerja, cari duit agar weekend bisa hura-hura…” Praditya Sutrisno menambahkan: “….dunia clubbing itu ada beberapa era. Dia ada sejak tahun 1994. Tapi memang musik itu berhubungan erat denga lifestyle-nya. Lifestyle ada positip dan negatifnya antara lain dengan obat-obatnya, dengan barang maboknya. That’s Real Life…” + Terdengar enggak sih kalau slogan Real Life itu membedakan dengan competitor yang ada? “…menurut gue, terdengar. Hard Rock kan dari dulu adalah ‘lifestyle and entertainment station’ tapi kalau kita lihat dia enggak mau dibilang hedonis, enggak mau dibilang gay, buktinya itu tadi, 35 36
jaim=jaga image Radio Gedek = radio yang banyak memutarkan musik-musik dance yang berbau negatif
76
air personality dia begitu. Di tipi, di radio. Tetapi begitu ketemu orangnya, beda…” Perubahan yang dilakukan di beberapa sisi ini yang dibuat untuk melayani pasar pengiklan, Praditya Sutrisno menyatakan: “…setelah sekian lama dijalanin, pasar sudah mulai sadar bahwa Indika bukan radio gay lagi, bukan radio gedek lagi karena lagu dancenya berkurang, off air tidak cuma Club Hoppers tapi ada anu dan anu. Tapi setelah sekian lama akhirnya terbukti bahwa yang lak di jual baik ke pendengar dan pengiklan, animo paling besar adalah si clubbingnya. Bahkan yang terakhir-terakhir acara off air atau on air Career Line ngga ada sponsornya. Tapi gue yang tetep ngotot karena untuk balancing. After some times, setahun dua tahun, the problem is solved. Orang tidak melihat itu lagi, makanya kita stop. Tapi setelah diberhentiin, orang juga udah mulai menerima kalo Indika adalah radio clubbing tapi juga bukan yang mereka pikir kayak dulu. Dan sekarang kita sudah di posisi yang cukup enak untuk enggak membalance mati matian tanpa cap negatif itu ada di kepala lo…”
4.5.2. Hasil Pemanfaatan Slogan Real Life Positioning Radio Indika FM sebagai Radio Clubbing dan dengan slogan yang dimilikinya yakni Real Life, menurut pengelola merupakan kombinasi yang tepat. Namun apakah mereka menemui kesulitan pada saat menjalankan pemanfaatan slogan sehingga positioning Indika FM sebagai Radio Clubbing menjadi kuat, mereka menjelaskan : Astin Kumalasari: “…kalau yang elo tanyakan ‘apakah untuk mencapai goal campaign real life. Untuk keberhasilannya, apa elo menemukan kesulitan?’ Sauh ini enggak ada kesulitan karena sebenarnya kita enggak ada survey ke pendengar. Tapi yang jelas kita memang kenceng banget untuk penetrasi campaign Real Life ini…” Praditya Surtrisno juga menerangkan: “…to tell you the truth kita enggak melakukan survey untuk slogan…Real Life itu sendiri, there were time kita push habis-
77
habisan dengan serangkaian kegiatan dan strategi yang kita kerjain secara intergrated. After quite sometimes that perceive image have been fulfilled, udah enggak perlu di blow up lagi, people would know…” Usaha melakukan pemanfaatan slogan Real Life secara terintegrated agar positioning sebagai Radio Clubbing bertambah kuat di benak konsumen, menurut pengelola sekarang ini memang sudah membuahkan hasil. Apalagi jika dilihat dari fenomena clubbing itu sendiri beberapa tahun kebelakangan ini sehingga tidaklah heran jika pasar pengiklan sudah banyak yang melirik untuk pasar ini, seperti yang diungkapkan Praditya Sutrisno: “…akhirnya si clubbing itu menjadi sebuah gaya hidup yang begitu kuat sehingga sekarang begitu banyak produk yang menjadikan clubbing sebagai promosi mereka. Enggak ada riset, tapi ya gitu deh. Ada club baru buka, club apa ke dimana kek, datangnya ke kita. Dalam setahun 35% pendapatan datangnya dari gituan. ” Hal yang serupa juga diungkapkan oleh Astin Kumalasari: “…enggak ada radio lain yang jawara dengan musik dance. Client manapun yang berhubungan dengan dance club, party, pasti rujukannya ke Indika. Bahkan Heineken Thirst37 itu menunjuk langsung dari pusat bahwa Indika sebagai EOnya. Sehingga dengan begitu adalah bukti bahwa Indika tetep juaranya dance musik clubbing. Tolak ukurnya dari situ deh, karena udah ada tadi image mereka bahwa the best deh buat lagu dance…” Fakta-fakta yang ditemui di lapangan seperti tersebut di atas yang pada akhirnya mendirect pengelola pada suatu pernytaan bahwa: “… Real Life itu sesuai dengan citra Radio Indika FM dan image sudah terbentuk dengan Real Life ini. Dengan slogan dapat memperkuat positioning. Yes we are like that tapi kita tetep apa adanya.…” (Praditya Sutrisno) “….Slogan Real Life bermanfaat banget untuk membedakan dengan competitor dan image radio clubbing jadi kuat..” (Astin Kumasari) 37
Heineken Thirst = below the line activity dari brand Heineken Beer yang dilaksanakan secara global. Heineken Thirst yang dilakukan adalah lomba DJ se-Asia Pacific.
78
Bertambah kuatnya positioning Radio Clubbing dengan adanya slogan Real Life menurut pengelola akan terus dikaji ulang meskipun image yang ingin di munculkan pengelola di benak pendengar maupun pengiklan sudah tercapai. Keberhasilan dalam hal pemanfaatan slogan Real Life yang dapat memperkuat positioning Radio Indika FM ini terbukti dengan pernyataan pengelola sebagai berikut: “..back then, 5 years ago walau pun nyari duitnya setengah mati tapi gue galak banget dengan iklan, ‘norak dikit kita enggak pasang, bawah dikit gue enggak pasang’. After jungkir balik, nungging selama 5 tahun, udah mulai gue longgarin kan tuh.Yang bawah dikit mulai gue pasang. Enggak papa asalkan jangan Adlib, karena kalo Adlib penyiar gue yang ngomong.” (Praditya Sutrisno) Peneliti mengamati bahwa slogan Real Life sudah tidak dimanfaatkan seperti pada awal-awal slogan terbentuk. Komunikasi slogan sudah tidak di temukan dalam bentuk print-Ad. Hanya saja, pengelola masih tetap membiarkan penyiar memakainya sebagai station call id dalam jangka waktu yang tidak ditentukan.
4.6.
Pembahasan Pada awal berdiri, segmentasi dan target audiens Radio Indika FM
belumlah terfokus seperti sekarang ini. Mewujudkan keinginan pemilik radio untuk menjadikan Radio Indika FM menjadi sebuah stasiun radio yang menembak pasar dengan stasus sosial ekonomi menengah ke atas, dan gaul, bukanlah pekerjaan mudah untuk pengelola. Praditya Sutrisno sebagai pengelola harus merubah segmentasi yang sudah ada, begitu pula dengan program-program yang sudah jalan. Dalam hal ini pengelola tidak melakukan riset terlebih dahulu. Beliau
79
hanya melakukan pemetaan terhadap segmentasi yang sudah diambil oleh radioradio yang ada di Jakarta dan akhirnya dipilihlah segmentasi yang hanya dimiliki oleh Radio Hard Rock FM yakni usia 20-30 tahun dengan status sosial ekonomi A-B. Namun walaupun penentuan segmentasi pendengar tidak melalui proses yang ideal yaitu tanpa melakukan riset terlebih dahulu, kalau diperhatikan, pengelola sudah melakukan perubahan segmentasi atas dasar pertimbanganpertimbangan yang masak dan telah memenuhi kriteria-kriteria seperti yang telah dipaparkan oleh Rhenald Kasali sebelum melakukan segmentasi (hal.10-11) yakni: 1. Apakah segmen itu cukup besar? 2. Apakah ada daya belinya? 3. Apakah dapat dibedakan dengan segmen-segmen lainnya? 4. Apakah sudah ada pesaing lain yang menguasai segmen itu? 5. Apakah pasar ini dapat dijangkau? Bagaimana menjangkaunya? Begitu pula dalam penentuan target pendengarnya, pengelola menyaringnya melalui perubahan format siaran. Perubahan format siaran dengan sendirinya akan membentuk pasar. Hal ini sama dengan yang diungkapkan oleh Morissan (hal.13) bahwa pengelola media penyiaran harus memiliki keberanian untuk memfokuskan kegiatannya pada beberapa segmen dan meninggalkan bagian lainnya. Dalam hal ini pengelola merubah format siaran mulai dari musik, penyiar, dan programnya. Penyiar yang dianggap tidak sesuai dengan segmen digantikan dengan penyiar yang sesuai segmen. Penyebutan Milliniers sebagai call listener id dihilangkan karena tidak sesuai dengan karateristik radio yang intim dan personal. Dengan perubahan-perubahan ini menurut pengelola membuat Radio Indika FM menjadi
80
hearable baik untuk pasar pendengar maupun pengiklan (hal. 66-67). Itu artinya pengelola telah memenuhi kriteria yang dirumuskan Morissan mengenai target market (hal.14) Namun di era persaingan media yang radio yang sudah sangat ketat ini segmentasi dan targeting tidaklah cukup untuk menembus pasar. Dibutuhkan yang namanya positioning untuk menempatkan produk di dalam benak konsumen. Radio Indika FM memposisikan dirinya sebagai Radio Clubbing. Penentuan positioning ini berdasarkan format musik Radio Indika FM yang lebih banyak memutarkan lagu-lagu dance dan berdasarkan kegiatan off air Radio Indika FM yakni Club Hoppers. Tetapi faktor utama alasan kenapa positioning ini yang di pilih karena posisi sebagai Radio Clubbing adalah positioning yang belum disentuh oleh radio pesaing (hal.68-69). Kalau kita perhatikan, alasan tersebut sesuai dengan yang diuraikan oleh Hermawan Kartajaya bahwa “(3) Didasarkan pada kajian atau pesaing. Positioning haruslah bersifat unik sehingga dapat dengan mudah mendiferensiasikan diri dari para pesaing. Kalau positioning suatu merek unik maka keuntungan yang akan diperoleh tak lain adalah bahwa positioning mereka tersebut akan tidak mudah ditiru oleh pesaing. Kalau tidak mudah ditiru oleh pesaing, konsekuensinya adalah positioning tersebut akan bisa sustainable dalam jangka panjang” (hal.18). Dengan berbasis positioning ini maka pengelola membuat sebuah berrbunyi Real Life. Slogan Real Life ini dibuat Slogan Real Life dibuat pengelola dengan tujuan agar dapat memperkuat positioning radio, mengingat ada anggapan “miring” dari pasar pengiklan mengenai Radio Indika FM yang pada saat itu begitu kuat dengan seorang talent yang gay dan lagu-lagu dance yang diputar. Selain itu pertimbangan mengenai
81
radio pesaing juga dianggap pengelola sebagai faktor dibuatnya slogan Real Life bahwa slogan Real Life juga dimaksudkan pengelola sebagai pembeda terhadap radio pesaing (hal.69-70). Jika kita lihat, pertimbangan-pertimbangan pengelola dalam membuat slogan Real Life ini berkaitan dengan apa yang diuraikan oleh Timothy R.V. Foster mengenai syarat-syarat slogan yang bagus yakni (03) Include a key benefit. (04) Differentiate the brand. (05) Impart positive feelings for the brand. (6) Reflect the brand’s personality. (10) Be original (hal.30-32). Selain itu Rhenald Kasali juga mengatakan bahwa positioning statement atau slogan harus bisa mewakili citra yang hendak dicetak di benak konsumen (hal.25). Sama halnya dengan yang dikatakan oleh Yuliana Agung bahwa slogan harus bisa memberikan value yang dapat dirasakan oleh konsumen dan slogan tidak boleh keluar dari konteks positioning (hal.27). Agar slogan yang telah dibuat dapat menancap di benak konsumen maka sebuah slogan harus dikomunikasikan ke khalayak yang dituju. Radio Indika FM memanfaatkan slogan dengan cara mengimplementasikannya sebagai call station pada saat penyiar membuka mike, diimplementasikan ke semua program radio yakni dengan mengangkat topik-topik sesuai dengan konsep Real Life pada acara Prime Time Pagi, Prime Time Sore, Regular Time Malam yang Talkshow, dan menggunakan media yaitu above the line dan below the line (hal.71). Permanfaatan slogan Real Life yang dilakukan oleh pengelola ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Charles L. Whittier bahwa slogan harus dapat digunakan berulang-ulang pada iklan (hal. 27) Begitu pula yang diungkapkan oleh Myers bahwa pernyataan positioning harus disebarluaskan dengan teknik-teknik komunikasi yang jitu, pilihan media yang pas, frekuensi yang optimal, dan
82
memerlukan pertimbangan waktu yang baik (hal.33). Dari dokumen-dokumen yang ditemukan oleh peneliti, pengelola menggunakan media cetak seperti majalah Cosmopolitan, Femina, Tempo, A+ untuk mengkomunikasi slogan Real Life melalui Print Ad. (terlampir). Dari sini jika kita kaitkan maka slogan Real Life memenuhi kriteria slogan yang baik menurut Timothy R.V. Foster yakni (07) Be strategic. (08) Be campainable (11) Be simple. (13) Be Believable ( hal. 3132). Selain itu sesuai juga yang dikatakan oleh Rhenald Kasali bahwa slogan yang dibuat harus menggambarkan apa yang dipikirkan oleh target market, menggunakan bahasa yang sederhana yang biasa digunakan target market, mudah diulang-ulang dalam iklan atau dalam bentuk promosi lainnya dan harus punya dampak yang kuat di target market. Apabila hal ini dilakukan maka suatu merek berani bersaing di pasaran karena slogan dapat membantu memperkuat positioning (hal.33). Dalam hal jangka waku pemanfaatan slogan Real Life, ada saat di mana pengelola benar-benar mengkomunikasikannya dengan frekuensi yang cukup tinggi namun pengelola tidak menyebutkan secara pasti jangka waktu yang dipakai dalam pemanfaatan slogan Real Life. Pengelola hanya mengatakan bahwa dengan slogan Real Life, perceive image mengenai Radio Indika FM sudah di dapat dan positioning Radio Indika FM sebagai Radio Clubbing menjadi kuat. Hal ini dapat dilihat dari mulai banyaknya pengiklan yang menjadikan aktivitas clubbing sebagai media promosi produk-produknya. Begitu pula dengan masuknya brand besar seperti Heineken yang memilih Radio Inidka FM langsung untuk menjalankan below the line activity mereka yakni Heineken Thirst (hal.77). Melalui pengamatan lapangan yang dilakukan peneliti dan dari dokumen-
83
dokumen yang ditemukan peneliti, diketahui bahwa sejak tahun 2003, penulisan slogan Real Life tidak lagi ditemukan di media print ad, hanya saja bentuk komunikasi yang dipakai pada print ad tetap menggambarkan sesuatu yang Real. Sementara untuk pemanfaat slogan sebagai call station id pada saat membuka mike, masih dibiarkan pengelola untuk terus dikomunikasikan. Hal ini dilakukan pengelola karena image sebagai Radio Clubbing sudah terbentuk dengan slogan Real Life sehingga tanpa harus di blow up kembali, khalayak tahu bahwa Radio Indika FM adalah Real Life.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan Berdasarkan pembahasan yang diuraikan penulis, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut: 1.
Slogan Real Life yang dibuat oleh pengelola tidak keluar dari positioningnya sebagai Radio Clubbing dan sesuai dengan kaidah-kaidah pembuatan slogan yang baik, yakni membedakan dengan pesaing, mencakup value yang dapat dirasakan khalayaknya, mewakili citra yang hendak dicetak di benak konsumen, menggunakan bahasa yang biasa digunakan target market, mudah diingat dan mudah diulang-ulang dalam iklan atau bentuk promosi lainnya.
2.
Agar dapat memperkuat positioning sebagai Radio Clubbingm pengelola mengkomunikasikan slogan melalui penyiar yakni slogan Real Life menjadi call station id pada setiap kali penyiar membuka mike, melalui program-program on air Prime Time Pagi, Prime Time Sore, Regular Time Malam yaitu dengan mengangkat tema-tema yang sesuai dengan konsep Real Life. Kemudia juga melalui kegiatan off air Club Hoppers, dan melalui print-ad yang dipasang di media-media yang sesuai target market. Pemanfaatan slogan Real Life ini dinilai 84
85
pengelola sudah berhasil memperkuat positioning Radio Indika FM
sebagai
Radio
Clubbing.
Pengelola
menyebutkan
keberhasilan ini dapat dilihat dari masuknya pengiklan yang sudah menjadikan clubbing sebagai media promosi produk mereka, dan Indika FM dipercaya untuk menjalankan below the line activity sebuah brand besar seperti Heineken.
5.2.
Saran Sebaiknya Radio Indika FM melakukan survey mendalam untuk
mengetahui secara pasti kesuksesan sebuah slogan dan masih perlu tidaknya pemanfaatan slogan Real Life sehingga dapat membantu pengelola untuk melakukan strategi-strategi baru dalam komunikasi pemasaran media penyiaran.
DAFTAR PUSTAKA
Buku Baktiono, Wolly. Elan Vitall Radio Indonesia. Surabaya, Simul @kra Publishing House, 2001 Crisell, Andrew. Understanding Radio, second edition. London and New York, Routledge, 1986 Effendi, Onong Uchjana. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung, P.T. Remaja Rosdakarya, 2005 Geller, Valerie. Creating Powerful Radio. New York, M Street Publications, 1996 Kartajaya, Hermawan & Yuswohady & Mussry, Jacky & Taufik. MarcPlus&Co Special Two In One Book Edition.: Memenangkan Persaingan Dengan Segitiga Positioning-Diferensiasi-Brand. Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama, 2005 Kasali, Rhenald. Membidik Pasar Indonesia: Segmentasi Targeting Positioning. Jakarta, P.T. Gramedia Pustaka Utama, 2005 Kennedy, John, E., Soemanegara, R. Dermawan. Marketing Communication: Taktik dan Strategi. Jakarta, P.T. Bhuana Ilmu Populer, 2006 Moleong, J. Lexy. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, 2005 Moriarty, Sandra E. Creative Advertising, Theory and Practice, Second Edition. Englewood Cliffs New Jersey, Prentice Hall International Inc, 1991 Morissan. Media Penyiaran: Strategi Mengelola Radio dan Televisi. Tangerang, Penerbit Ramdina Prakarsa, 2005 Mulyana, Deddy. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2004 Musry, Jacky. Hermawan, Michael. Taufik. Yuswohady. Hasan. Patty, Paul. Soekarno, Suryo. Mulya, Alexander. Markplus On Marketing: The Second Generation. Jakarta, PT.Gramedia Pustaka Utama, 2007 O’Guinn Thomas C. Allen, Chris T. Semenik, Richard J. Advertising and Integrated Brand Promotion, 3e, 2003
Ries Al., and Trout, Jack. Positioning: The Battle For Your Mind, Edisi Ulang Tahun Yang Ke 20. Jakarta, Penerbit Salemba Empat, 2002 Roman, Kenneth & Maas, Jane dengan Nsenholtz, Martin. How To Advertise: Membangun Merek dan Bisnis Dalam Dunia Pemasaran Baru, edisi baru yang telah disempurnakan. Jakarta, P.T. Elex Media Komputindo Kelompok Gramdedia, 2005. Romli, Asep Syamsul, M. Broadcast Jurnalism: Panduan Menjadi Penyiar, Reporter & Script Writer, Bandung, Yayasan Nuansa Cendekia, 2004 Soeharto, Bohar. Menyiapkan Penelitian Dan Penulisan Karya Ilmiah (SkripsiThesis), Edisi Khusus Untuk Mahasiswa. Bandung, Penerbit Tarsito, 1989 Sakai, Dean. The Targeted Audience., NAB Broadcasters, 1999 Sawyer, Robert. Kiss & Sell, writing for advertising. NYC, Academia, 2004 Shutherland, Max & Sylvester, K, Alice. Advertising and The Mind of the Consumer. Jakarta, PT. Elex Media Komputindo Kelompok Gramdedia 2005 Shutherland, Max & Sylvester, K, Alice. Advertising and the Mind of the Consumer: Iklan Yang Berhasil, yang Gagal, dan Penyebabnya,. Seri Manajemen Pemasaran 5, 2004. Sutisna, Perilaku Konsumen & Komunikasi Pemasaran. Bandung, P.T. Remaja Rosdakarya , 2001 Trout, Jack. Big Brands Big Trouble: Pelajaran Berharga Dari Merek Merek Ternama. Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama, 2001 Yin, Robert, K. Studi Kasus, Desain & Metode. Jakarta, PT. Raja Grafindo, 2005 Majalah Majalah Marketing, No. 07/V/ Juli 2005 Skripsi Ekspresi Seksualitas Siaran Radio Swasta di Jakarta, disusun oleh Afra Amalia, 2002 Website Foster, Timothy R.V. Founder & Chief Slogan Maven of Adslogan.com, http://www.Adslogan.com, 2001-2003
www.jakartaconsultinggroup.com Topas-Topik Lepas, Minggu, 27 Agustus 200, www.hi-online.com Wasting Money on Bad Advertising Slogans, January 2004, www.ries.com
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama Lengkap
: Hestiningsih Febriana
Tempat/ Tanggal Lahir : Jakarta, 5 Februari 1977 Alamat
: Komplek Rusun Kemayoran APRON 5F No. 401 Jakarta Pusat
HP
: 0811 9696 53
Email
:
[email protected] &
[email protected]
PENDIDIKAN 1983 – 1989
: SDN Serdang 03 Pagi, Jakarta Pusat
1989 – 1992
: SMPN 79, Jakarta Pusat
1992 – 1995
: SMAN 5, Jakarta Pusat
1995 – 1998
: ABA St. Pignatelli, Surakarta
2004 – 2007
:Universitas Mercu Buana, PKSM, Fikom, Marketing Communication & Advertising, Jakarta
PENGALAMAN BEKERJA 1996 – 2000
: Penyiar Radio Sasana Adhi Swara (SAS) FM, Surakarta
2000 – 2003
: Penyiar dan Creative Staff Radio Indika FM, Jakarta
2004 – 2006
: Narator Orange Production untuk Program Infotainment GO SHOW di TPI (Televisi Pendidikan Indonesia)
2003 - present : Creative Supervisor Radio Indika FM
SHORT COURSE & SEMINARS 29 April - 1 May, 2003: Executive Supervision Workshop Prasetiya Mulya Executive Development Program 30 Maret - April, 2004
: Effective Report Writing Workshop Prasetiya Mulya Executive Development Program
Oktober 2005
: Four By Four Hands Of Copywriting, Imago School Modern Advertising
April 2006
: Media Reach & Budget, Imago School Modern Advertising