Alih-kode dalam Siaran Radio Cosmopolitan FM Marsha Aulia dan Kushartanti Program Studi Indonesia, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat 16424, Indonesia E-mail:
[email protected]
Abstrak Penelitian ini membahas alih-kode bahasa Inggris dan bahasa Indonesia pada siaran radio Cosmopolitan FM. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan menghitung frekuensi bentuk-bentuk alih-kode yang muncul. Data yang diteliti adalah percakapan antar-penyiar dengan total durasi 206 menit. Hasilnya menunjukkan bahwa jumlah alih-kode yang muncul adalah 725, yang terdiri dari alih-kode antarkalimat sebesar 28,41%, alih-kode intrakalimat sebesar 49,65%, dan alih-kode interjeksi sebesar 21,93%. Banyaknya kemunculan alih-kode intrakalimat berkaitan dengan kompetensi penutur yang harus menyesuaikan aturanaturan sintaksis kedua bahasa.
Code-switching in Cosmopolitan FM Radio Broadcasting Abstract This study focuses on English-Indonesian code-switching in Cosmopolitan FM radio broadcasting. The purpose of this study is to describe and to count the frequency of the occurrence of the types of code-switching. The data is obtained from the conversation between broadcasters with total duration of 206 minutes. The study shows that the total occurrence of code-switching is 725 which contain 28,41% of inter-sentential switching, 49,65% of intra-sentential switching, and 21,93% of tag-switching. The most occurrence of intra-sentential switching relates to the competence of the speakers in adjusting the syntactic rules of both languages. Keywords: Code-switching; bilingualism; sociolinguistics
Pendahuluan Bilingualisme adalah kemampuan untuk menggunakan dua bahasa. Satu hal yang menjadi faktor utama terjadinya bilingualisme adalah adanya kontak bahasa, yaitu penggunaan lebih dari satu bahasa di waktu dan tempat yang sama (Thomason, 2001), atau bertemunya suatu bahasa dengan bahasa lain yang dapat disebabkan oleh interaksi orang-orang berbahasa berbeda, media, maupun ilmu pengetahuan. Agar pesan dapat tersampaikan dengan baik, pemahaman mengenai bahasa-bahasa tersebut perlu dilakukan. Proses ini dapat mengarahkan seseorang ke bilingualisme (Appel dan Muysken, 2005). Salah satu fenomena yang terjadi dalam penggunaan dua bahasa adalah alih-kode. Alih-kode berarti penggunaan dua bahasa atau lebih secara bersamaan dan sistematis, baik dalam
Alih kode dalam... Marsha Aulia Paramita, FIB UI, 2014
wacana lisan maupun tulis (Mahootian, 2006). Orang-orang yang bilingual dapat melakukan alih-kode dari satu bahasa ke bahasa lain dengan mudah. Kemampuan mereka untuk menggunakan kedua bahasa dan memahami konteksnya dengan baik menyebabkan munculnya alih-kode secara spontan dan sering tidak disadari (Holmes, 2001; GardnerChloros, 2009). Alih-kode membutuhkan kompetensi tinggi dalam bilingualisme (Muysken dalam Mesthrie, 2011). Hal ini disebabkan oleh perlunya pemahaman mengenai aturan-aturan gramatikal bahasa pertama dan kedua yang harus dipatuhi saat melakukan alih-kode agar pesan yang disampaikan tetap efektif dan dimengerti oleh lawan bicara. Pada umumnya, di Indonesia, kalangan yang memiliki kompetensi tinggi dalam bilingualisme, dalam hal ini adalah penggunaan bahasa Inggris, adalah kalangan menengah ke atas. Kalangan ini dapat menggunakan bahasa Inggris dengan lebih baik karena memiliki kesempatan untuk mempelajarinya secara mendalam. Oleh karena itu, dengan tingginya kemampuan mereka dalam penggunaan bahasa Inggris, alih-kode juga sering dilakukan saat mereka berkomunikasi. Alih-kode sering muncul dalam interaksi percakapan, yang muncul dalam berbagai bentuk dan media, yang salah satunya adalah percakapan di dalam siaran radio. Alih-kode banyak digunakan dalam siaran dari berbagai stasiun radio secara umum, dan salah satu stasiun radio yang penyiarnya banyak melakukan alih-kode, khususnya bahasa Inggris, adalah Cosmopolitan FM, salah satu stasiun radio di Jakarta. Setiap stasiun radio memiliki karakter masing-masing sesuai dengan target pendengar dan Cosmopolitan FM memasang target pendengar wanita berusia 28–38 tahun dengan kondisi sosial dan ekonomi menengah ke atas.1 Jika alih-kode yang digunakan oleh penyiar bukan menjadi masalah saat menyampaikan informasi ketika siaran, ada anggapan bahwa para pendengar juga merupakan orang-orang yang bilingual––penutur bilingual (bilingual speaker) maupun pendengar bilingual (bilingual listener). Ini sesuai dengan pendapat yang telah diungkapkan sebelumnya bahwa penggunaan alih-kode bahasa Inggris sering digunakan oleh kalangan menengah ke atas. Penelitian ini dibatasi pada salah satu segmen acara di radio Cosmopolitan FM, yaitu “Happy Hour”. Alasan pertama dipilihnya segmen acara ini untuk diteliti adalah karena segmen 1
Diakses dari http://www.cosmopolitanfm.com/the-radio/profile, pada tanggal 17 Maret 2014.
Alih kode dalam... Marsha Aulia Paramita, FIB UI, 2014
tersebut terdiri atas dua penyiar yang saling berinteraksi, yang menyebabkan banyaknya frekuensi kemunculan alih-kode. Alasan kedua adalah waktu berlangsungnya segmen “Happy Hour”, yaitu pada jam sibuk (rush hour) di hari kerja, yaitu pada pukul 16.00–21.00 pada hari Senin–Jumat. Rentang waktu ini bertepatan dengan waktu pulangnya masyarakat dari tempat beraktivitas ke rumah sehingga ada anggapan bahwa segmen acara ini merupakan segmen yang paling banyak didengar. Segmen yang paling banyak didengar biasanya memiliki komposisi bicara yang lebih banyak daripada pemutaran lagu-lagu, dengan alasan untuk menemani pendengar selama perjalanan. Semakin tinggi frekuensi bicara, data yang didapat akan semakin banyak sehingga variasi bentuk alih-kode yang muncul dapat diteliti secara lebih luas.
Tinjauan Teoretis Untuk memudahkan pemahaman mengenai alih-kode, terlebih dahulu dibahas mengenai pengertian kode. Menurut Holmes (2001), kode adalah istilah yang mengacu pada bentukbentuk linguistik seperti aksen, gaya bahasa, dialek, bahkan bahasa secara utuh. Dalam penelitian ini, kode yang dimaksud adalah bahasa secara utuh, yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Poplack (1980a, 1982a) menggunakan istilah alih-kode pada kemunculan bahasa lain dalam suatu tindak tutur. Istilah alih-kode yang ia gunakan dibagi menjadi tiga bentuk, yaitu a. Alih-kode Antarkalimat (Inter-sentential Switching) Bentuk alih-kode yang berada dalam tataran kalimat, yang terpisah dari kalimat lain. b. Alih-kode Intrakalimat (Intra-sentential Switching) Bentuk alih-kode yang berada dalam tataran kata, frasa, maupun klausa, yang masih tergabung dalam suatu kalimat. c. Alih-kode Interjeksi (Tag-switching)2 Bentuk alih-kode yang meliputi interjeksi, filler, tag, serta ekspresi idiomatis (idiomatic expressions) dalam satu bahasa ke dalam bahasa lain, yang dapat muncul di berbagai tempat tanpa melanggar aturan gramatikal yang ada.
2
Istilah tag-switching diterjemahkan menjadi alih-kode interjeksi karena dalam penggunaan di bahasa Indonesia di dalam penelitian ini muncul dalam bentuk interjeksi.
Alih kode dalam... Marsha Aulia Paramita, FIB UI, 2014
Sementara itu, ada beberapa hal yang menjadi penyebab munculnya alih-kode. Holmes (2001) mengutarakan hal-hal yang memicu penggunaan alih-kode seperti yang tertera di bawah ini. 1. Partisipan, solidaritas dan status Alih-kode muncul karena adanya partisipan yang berbahasa lain, penanda identitas suatu kelompok masyarakat tertentu, dan status sosial yang mendorong digunakannya kode maupun bahasa lain saat berkomunikasi. 2. Topik Alih-kode muncul karena adanya keinginan untuk membicarakan suatu topik tertentu. Topik itu lebih nyaman atau pantas dibicarakan dengan menggunakan suatu bahasa dibandingkan bahasa lainnya. 3. Fungsi Afektif Alih-kode muncul sebagai bentuk afektif atau emosi.
Penelitian ini menggunakan teori Poplack (1980a, 1982a) dan Holmes (2001) yang telah diungkapkan di atas untuk menganalisis kemunculan alih-kode pada data. Teori itu dianggap paling cocok untuk digunakan dalam penelitian ini karena teori tersebut mengklasifikasikan bentuk-bentuk alih-kode berdasarkan posisi kemunculannya sehingga pemahaman awal mengenai alih-kode dapat diperoleh dengan baik. Selain itu, dengan banyaknya referensi yang menggunakan teori tersebut, penelitian ini dapat menjadi pelengkap berbagai penelitian sebelumnya.
Metode Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk-bentuk alih-kode yang digunakan dalam siaran radio Cosmopolitan FM dan untuk menghitung frekuensinya. Untuk mencapai tujuan itu, penelitian ini melalui tiga tahap metode, yaitu pengumpulan data, pengolahan data, dan analisis data. Ketiga metode itu dilakukan untuk mengkaji masalah penelitian secara rinci hingga diperoleh suatu kesimpulan mengenai hal tersebut. Data yang dikumpulkan adalah data siaran pada segmen “Happy Hour” di radio Cosmopolitan FM selama tiga hari, yaitu pada tanggal 17 Maret 2014, 19 Maret 2014, dan 21 Maret 2014. Pengumpulan data dilakukan dengan cara merekam siaran radio menggunakan
Alih kode dalam... Marsha Aulia Paramita, FIB UI, 2014
perangkat lunak Freecorder, lalu ditranskripsikan secara ortografis menggunakan perangkat lunak Express Scribe dengan mengikuti konvensi transkripsi yang ditulis oleh Rosenfelder (2011).3 Dari keseluruhan data, penelitian dibatasi pada percakapan antar-penyiar, yang berarti mengabaikan data yang mencakup lagu yang diputar, iklan, serta percakapan yang melibatkan orang ketiga, sehingga data yang ditranskripsikan untuk diteliti hanya berdurasi 206 menit dari durasi total 15 jam. Data yang telah ditranskripsikan dipindahkan ke Microsoft Word untuk diolah. Pengolahan data dilakukan dengan cara menghitung frekuensi kemunculan alih-kode, yang terbagi menjadi alih-kode antarkalimat, alih-kode intrakalimat, dan alih-kode interjeksi. Walaupun alih-kode yang diteliti adalah pengalihan bahasa, yaitu dari bahasa Indonesia ke bahasa Inggris maupun sebaliknya, ada beberapa pengalihan yang tidak diklasifikasikan sebagai alih-kode. Menurut Poplack (1980a), hal-hal yang tidak termasuk dalam klasifikasi alih-kode adalah nama makanan, nama tempat, bentuk asing yang merupakan respons dari permintaan informasi, dan bentuk asing yang disertai penjelasan. Selain itu, ada pula beberapa hal yang tidak diklasifikasikan sebagai alih-kode dalam penelitian ini, yaitu kata-kata yang sudah populer digunakan atau kata pinjaman, istilah perkomputeran, dan slogan (tagline). Berbagai bentuk tersebut diabaikan dan tidak dihitung sebagai kemunculan alih-kode. Frekuensi kemunculan alih-kode dihitung sesuai dengan rumus yang dikembangkan oleh Sudjana (1996): P=
F x 100% N
Keterangan rumus dalam penelitian ini: P = Persentase F = Frekuensi bentuk alih-kode N = Frekuensi alih-kode keseluruhan
Metode terakhir yang dilakukan setelah mengolah data adalah menganalisis data. Data yang dianalisis diambil secara acak dari keseluruhan data yang memuat alih-kode. Tahap-tahap yang dilakukan dalam proses analisis data ini adalah menentukan unsur gramatikalnya, menerjemahkannya ke bahasa Indonesia, lalu menentukan alasan munculnya alih-kode sesuai 3
Rosenfelder (2011) mengadaptasi konvensi transkripsi yang digunakan dalam SLX Corpus of Classic Sociolinguistics Interview LDC2003T15 oleh Strassel, et al (2003)
Alih kode dalam... Marsha Aulia Paramita, FIB UI, 2014
dengan teori yang dikemukakan oleh Holmes (2001). Walaupun proses transkripsi data dilakukan secara ortografis tanpa memasukkan unsur-unsur suprasegmental, bentuk-bentuk alih-kode yang terdengar unik diberi perhatian khusus untuk dianalisis lebih lanjut. Selain tiga metode di atas, dilakukan juga pencarian mengenai latar belakang penyiar, dengan cara mengakses profil mereka yang dipublikasikan di internet4. Dari pencarian ini, dapat diketahui berbagai hal yang memengaruhi kemampuan para penyiar dalam berbahasa Inggris, seperti pendidikan, pengalaman, dan studi ke luar negeri.
Hasil Penelitian Dengan menggunakan berbagai metode yang telah disebutkan sebelumnya, diketahui bahwa ketiga bentuk alih-kode yang diutarakan oleh Poplack (1980a, 1982a) ditemukan di dalam data. Dari keseluruhan data, yang berdurasi 206 menit, alih-kode muncul dengan rincian frekuensi menurut bentuknya sebagai berikut. Tabel 1. Frekuensi Kemunculan Alih-kode
Hari
Durasi (menit)
Bentuk Alih-kode
Alih-kode
Alih-kode
Antarkalimat
Intrakalimat
Interjeksi
1
101
78
201
102
2
51
60
84
26
3
54
68
75
31
206
360
159
Total
725
Bentuk alih-kode pertama adalah alih-kode antarkalimat, yaitu bentuk alih-kode yang terpisah dari kalimat lain. Berikut adalah contoh-contoh kemunculan yang ditemukan di dalam data. (1)
C: Itu dia, tuh, Bo’. Jadi semakin menantang, ya A: See? Yes, very challenging! [Ya, kan? Ya, sangat menantang!] C: He eh, he eh, he eh -- Dulu pas gua lagi gesit-gesitnya -A: Gesit-gesitnya -C: He eh A: Nggak ada yang menantang seperti ini
4
Situs yang dijadikan sumber mengenai profil mereka adalah LinkedIn dan Facebook, yang dipublikasikan oleh mereka sendiri.
Alih kode dalam... Marsha Aulia Paramita, FIB UI, 2014
(2)
S: You know how to make a man happy? You have to be naked. That’s all {TW} [Kau tahu cara membuat pria bahagia? Kau harus telanjang. Itu saja] A: {TW} Ya, ya, ya. Kayanya gua pernah liat di tweet lo, tuh S: Kan, yang gitu-gitu, ya A: Andelan
(3)
A: Z: A: Z:
Eh, beneran, nih, lo? Masa, sih? Tujuh ratus ribu, bener Oo, iya, bener {TW} I’m good [Aku hebat] A: Yes, you’re good [Ya, kau hebat] Z: At money {TW} [Soal uang]
Pada contoh (1), alih-kode muncul pada ujaran A. Dari penggalan percakapan berbahasa Indonesia tersebut, dapat dilihat bahwa A menggunakan kalimat berbahasa Inggris untuk mengekspresikan ketertarikannya terhadap ujaran sebelumnya. Oleh karena itu, kemunculan alih-kode pada bentuk tersebut mempunyai fungsi afektif. Pada contoh (2), alih-kode muncul pada ujaran S. Penggunaan kalimat berbahasa Inggris dalam percakapan tersebut berfungsi untuk menyamarkan makna dari kalimat yang diutarakan. Penggunaan bahasa lain dalam penyamaran ini disebabkan oleh dianggap tabunya kata ‘telanjang’ jika diucapkan dalam bahasa Indonesia. Dengan kata lain, bentuk itu dianggap sebagai bentuk eufemisme sehingga penyebab munculnya alih-kode pada kasus tersebut adalah topik percakapan. Pada contoh (3), alih-kode muncul pada ujaran Z dan A. Pada bentuk pertama, yaitu ujaran Z, perubahan bahasa terjadi sebagai bentuk afektif, dalam hal ini sebagai bentuk ekspresi penutur untuk membanggakan dirinya. Pada dua bentuk berikutnya, perubahan bahasa terjadi hanya sebagai penyesuaian atas bahasa Inggris yang diutarakan sebelumnya. Oleh karena itu, penyebab munculnya alih-kode pada dua bentuk tersebut adalah adanya topik tertentu dalam percakapan. Dari keseluruhan data yang telah diteliti, kemunculan bentuk alih-kode antarkalimat yang ditemukan adalah sebanyak 206 kali. Jika frekuensi tersebut dihitung persentasenya, hasilnya adalah
Alih kode dalam... Marsha Aulia Paramita, FIB UI, 2014
206 x 100% = 28,41% 725 Bentuk alih-kode kedua adalah alih-kode intrakalimat, yaitu alih-kode bahasa kedua yang berada di dalam satu kalimat dengan bahasa pertama. Berbeda dengan alih-kode antarkalimat, penggunaan alih-kode ini membutuhkan kemampuan penutur untuk menyesuaikan aturanaturan gramatikal saat menggabungkan bahasa pertama dan kedua agar pesan dapat tersampaikan dengan baik. Berikut adalah contoh-contoh kemunculan yang ditemukan di dalam data. (4)
A: Nanti, nanti -- santai, santai, santai {TW} C: Ditahan dulu. Oke, oke, oke. Saya -- getting ahead of myself, nih, sekarang, bisa dikatakan [Ditahan dulu. Oke, oke, oke. Saya -- terburu-buru, nih, sekarang, bisa dikatakan] A: Yoi. Kita say hi dulu buat Cosmoners5 [Yoi. Kita ucapkan salam dulu buat Cosmoners]
(5)
A: And some women kadang-kadang nggak dianggap sebagai perempuan kalo udah di -- klik yang deket, gitu [Dan beberapa perempuan kadang-kadang nggak dianggap sebagai perempuan kalo udah di -- klik yang deket, gitu] S: Ya A: Jadi kita ngobrol, seru-seru -- “Oh, ya, ada perempuan kita nggak anggep, nih, lupa” {TW}
(6)
S: Sebenernya cowok tuh enjoying- enjoy the romance [Sebenernya cowok tuh menikmati (suasana) percintaan] A: Mhmm S: Cuma mereka -- doubting their skill [Cuma mereka -- meragukan kemampuan mereka] A: Oo
Dari ketiga contoh di atas, kemunculan alih-kode berfungsi untuk menyesuaikan topik yang sedang dibicarakan. Sebagai orang-orang yang bilingual, para penutur memiliki pilihan untuk menggunakan bahasa pertama atau bahasa kedua. Penggunaan alih-kode intrakalimat juga menandakan tingginya kompetensi mereka dalam penggunaan kedua bahasa karena harus menyesuaikan aturan-aturan gramatikal.
5
Cosmoners adalah sapaan yang digunakan para penyiar radio Cosmopolitan FM untuk menyapa pendengarnya.
Alih kode dalam... Marsha Aulia Paramita, FIB UI, 2014
Selain itu, ada rasa solidaritas yang menjadi alasan digunakannya alih-kode intrakalimat, yang sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Wiradisastra (2006) bahwa orang yang bilingual akan menghindari penggunaan alih-kode jika ia mengetahui bahwa lawan bicaranya bukan orang yang bilingual. Jika penggunaan alih-kode intrakalimat yang membutuhkan kompetensi tinggi banyak ditemukan di dalam data, para penyiar telah saling mengetahui kemampuan mereka dalam penggunaan bahasa kedua, sehingga kemunculan alih-kode bukan merupakan hambatan saat berkomunikasi. Di dalam data, ditemukan bentuk-bentuk unik dari alih-kode intrakalimat dan diberi perhatian khusus untuk dianalisis lebih lanjut, seperti yang tertera di bawah ini. (7)
A: Dia NERD, nggak, sih, jaman dulunya? {TW}
(8)
C: Dia cerita. Dia abis dari -- ballet recital, kan, bule banget, tuh, Bo’, ya A: Eheh C: Pokoknya recital balet anak perempuannya
Contoh (7) diklasifikasikan sebagai alih-kode bukan hanya karena adanya kata bahasa Inggris nerd, namun penutur juga mengeja kata nerd dengan pengucapan bahasa Inggris, yaitu [ɛnˌiˌɑɹˌdi], bukan dengan pengucapan bahasa Indonesia [ɛnˌeˌɛrˌde]. Jika ditemukan kata bahasa Indonesia yang dieja dengan pengucapan bahasa Inggris seperti kasus di atas, bentuk tersebut juga diklasifikasikan sebagai alih-kode. Sementara itu, pada contoh (8), muncul dua frasa, yaitu ballet recital dan recital balet, yang berpola: ballet recital M D
recital balet M D
Frasa ballet recital diklasifikasikan sebagai alih-kode karena frasa tersebut merupakan frasa bahasa Inggris yang berpola MD (menjelaskan-dijelaskan). Sementara itu, pada frasa recital balet, yang diklasifikasikan sebagai alih-kode hanya kata recital. Selain karena kata recital yang merupakan kata bahasa Inggris dan kata balet yang merupakan kata bahasa Indonesia, polanya juga mengikuti pola frasa bahasa Indonesia, yaitu DM (dijelaskan-menjelaskan). Selain itu, walaupun kata ballet pada ballet recital tidak diucapkan sesuai dengan pengucapan aslinya yaitu [bæˈleɪ] namun diucapkan layaknya kata balet, yaitu [baˈlɛt], hal ini hanya
Alih kode dalam... Marsha Aulia Paramita, FIB UI, 2014
dipengaruhi oleh aksen dan bukan merupakan kesalahan gramatikal sehingga ada asumsi bahwa kata yang diucapkan adalah ballet bukan balet. Dari keseluruhan data yang telah diteliti, kemunculan bentuk alih-kode intrakalimat yang ditemukan adalah sebanyak 360 kali. Jika frekuensi tersebut dihitung persentasenya, hasilnya adalah 360 x 100% = 49,65% 725 Bentuk alih-kode terakhir alih-kode interjeksi, yang merupakan bentuk alih-kode yang meliputi interjeksi, filler, tag, dan ekspresi idiomatis (idiomatic expressions). Dalam penelitian ini, kata fatis dan eksklamasi juga diklasifikasikan sebagai alih-kode. Berikut adalah contoh-contoh penggunaan yang ditemukan di dalam data. (9)
A: C: A: C: A:
Salah satunya yang -He eh Yang mencuri perhatian, sih, adegan Olaf yang -Eheh You know, ada lagunya juga, kan [Kau tahu, ada lagunya juga, kan]
(10) C: Juga dengan udang dan -- jamur shimeji -- dan tambahan aneka pilihan saus miso A: Mendengar namanya saja -C: Ah A: Sudah terbit liurku C: Oh, my God! [Ya, Tuhan!] (11) A: Wih, gila -S: I need to catch up some -- to catch some more women, gitu, kan? [Aku harus mendapatkan lebih banyak perempuan, gitu, kan?] A: Eheh, eheh S: Bisa jadi gitu (12) A: Kalo lo perhatiin, nggak ada yang senyum satu pun C: {TW} A: {TW} Aduh -- ini memang -- anak-anak memang ini, ya C: Iya, iya, iya A: It’s pretty challenging, sih [Agak menantang, sih] C: Iya, bener, bener
Alih kode dalam... Marsha Aulia Paramita, FIB UI, 2014
Pada contoh (9), alih-kode muncul pada ujaran A, yang berada dalam tataran frasa. Frasa you know merupakan bentuk filler bahasa Inggris yang berfungsi untuk menyiratkan makna. Oleh karena itu, bentuk tersebut dapat dikategorikan sebagai fungsi afektif. Pada contoh (10), alih-kode muncul pada ujaran C. Bentuk tersebut merupakan interjeksi ungkapan emosi untuk menanggapi ujaran sebelumnya sehingga penyebab kemunculannya dikategorikan sebagai fungsi afektif. Walaupun tidak tergabung di dalam unsur lain, kemunculan bentuk tersebut tetap diklasifikasikan sebagai alih-kode interjeksi karena dalam penggunaannya tidak perlu memiliki kemampuan yang tinggi dalam berbahasa kedua. Dengan kata lain, alih-kode interjeksi dapat digunakan bahkan oleh orang-orang yang monolingual. Pada contoh (11), alih-kode muncul pada ujaran S. Pada bentuk di atas, yang diklasifikasikan sebagai alih-kode bukan dalam bentuk bahasa Inggris melainkan gitu, kan? yang berbentuk bahasa Indonesia. Bentuk itu merupakan tag-question yang berfungsi untuk meminta konfirmasi dari lawan bicara yang setara dengan right? dalam bahasa Inggris, yang banyak dicontohkan dalam berbagai sumber mengenai alih-kode. Bentuk gitu, kan? menjadi penanda identitas mereka sebagai orang Indonesia walaupun kalimat yang diutarakan sebelumnya adalah bahasa Inggris sehingga penyebab munculnya alih-kode tersebut adalah faktor solidaritas. Sama seperti contoh sebelumnya, alih-kode pada contoh (12) ada pada bentuk bahasa Indonesia yaitu sih. Bentuk ini dimasukkan ke dalam kategori alih-kode interjeksi karena tidak memiliki arti dan harus bergabung dengan unsur lain agar berfungsi. Keputusan untuk memasukkan bentuk seperti ini ke dalam kategori alih-kode interjeksi berdasar pada penelitian yang dilakukan Bautista (2004), yang mengklasifikasikan kemunculan unsur-unsur enklitik bahasa Tagalog dalam wacana berbahasa Inggris sebagai bagian dari alih-kode. Dengan alasan yang sama seperti penjelasan (11), penyebab munculnya alih-kode pada bentuk ini adalah solidaritas. Dari keseluruhan data yang diteliti, kemunculan bentuk alih-kode interjeksi yang ditemukan adalah sebanyak 159 kali. Jika frekuensi tersebut dihitung persentasenya, hasilnya adalah 159 x 100% = 21,93% 725
Alih kode dalam... Marsha Aulia Paramita, FIB UI, 2014
Pembahasan Sesuai dengan klasifikasi yang diutarakan oleh Poplack (1980a, 1982a), alih-kode yang ditemukan dalam data penelitian ini dapat dibagi menjadi tiga bentuk, yaitu alih-kode antarkalimat, alih-kode intrakalimat, dan alih-kode interjeksi. Munculnya alih-kode itu dapat dikaitkan dengan latar belakang penutur yang mendorong mereka untuk menjadi orang-orang yang bilingual sehingga mereka dapat mengganti bahasa yang digunakan saat berkomunikasi. Dari hasil penelitian, dapat diketahui bahwa para penutur mampu melakukan berbagai bentuk alih-kode dengan baik. Hal ini ditunjukkan dengan kemampuan mereka untuk memasukkan bentuk bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia, yaitu dalam penggunaan alih-kode intrakalimat, tanpa adanya kesalahan berarti yang dapat menghambat terjadinya komunikasi antara satu sama lain. Jika mereka dapat menggunakan alih-kode intrakalimat dengan baik, mereka memahami aturan-aturan gramatikal kedua bahasa yang harus dipatuhi. Kemunculan bentuk-bentuk tersebut disertai oleh berbagai alasan tersendiri yang dapat dianalisis menggunakan teori yang diungkapkan oleh Holmes (2001). Penyebab munculnya alih-kode seperti adanya rasa solidaritas, perubahan topik, maupun sebagai bentuk afektif dapat ditelusuri pada alih-kode di dalam data. Dari hasil penelitian, para penutur mampu melakukan alih-kode sebagai penanda identitas, untuk menyamarkan topik yang dibicarakan, maupun untuk mengekspresikan emosi. Munculnya alih-kode tersebut dilakukan secara sengaja maupun tidak dan hal ini menunjukkan baiknya kemampuan mereka dalam penggunaan kedua bahasa.
Kesimpulan Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa percakapan antar-penyiar dalam siaran radio Cosmopolitan FM pada segmen “Happy Hour” mengandung alih-kode yang bentuknya dapat diklasifikasikan sesuai dengan teori Poplack (1980a, 1982a), yaitu alih-kode antarkalimat, alih-kode intrakalimat, dan alih-kode interjeksi. Ketiga bentuk alih-kode muncul dengan frekuensi yang bervariasi, yaitu alih-kode intrakalimat dengan frekuensi 49,65% dari keseluruhan alih-kode yang muncul, lalu alih-kode antarkalimat dengan frekuensi 28,41%, dan alih-kode interjeksi dengan frekuensi 21,93%. Penghitungan ini dilakukan dengan mengabaikan kemunculan bentuk-bentuk asing yang tidak diklasifikasikan sebagai alih-kode.
Alih kode dalam... Marsha Aulia Paramita, FIB UI, 2014
Banyaknya kemunculan alih-kode intrakalimat menandakan tingginya kompetensi penutur dalam berbahasa Inggris, karena mereka harus menyesuaikan aturan-aturan sintaksis dalam kedua bahasa. Hal itu dapat dikaitkan dengan latar belakang penyiar, seperti pendidikan yang tinggi, pengalaman menggunakan bahasa Inggris, dan pernah melakukan studi ke luar negeri yang menyebabkan tingginya kemampuan berbahasa Inggris.
Saran Penelitian ini terbatas pada penghitungan frekuensi alih-kode yang muncul serta pengklasifikasian bentuk-bentuknya. Ada hal lain yang dapat dikaji dalam penelitian lanjutan, seperti faktor-faktor terjadinya alih-kode yang berkaitan dengan topik maupun hubungan antar-penyiar. Hal ini dapat diteliti karena dari hasil penelitian ditemukan bahwa ada perbedaan frekuensi kemunculan alih-kode tergantung dari orang yang menjadi pendamping penyiar utama. Penelitian lanjutan dapat dilakukan dengan menghitung frekuensi kemunculan alih-kode yang dilakukan tiap penyiar dan membandingkannya dengan kedekatan antarpenyiar. Hubungan ini dapat diketahui dengan melakukan penelitian secara langsung, seperti wawancara, maupun secara tidak langsung, seperti menganalisis percakapan yang dilakukan oleh para penyiar, yang sering bercerita mengenai kehidupan sehari-hari mereka kepada pendengar. Penelitian ini juga hanya mengklasifikasikan bentuk-bentuk alih kode. Penelitian selanjutnya dapat memperdalam penelitian ini dengan membahas alih-kode dari segi tata bahasa seperti yang diutarakan oleh Sankoff & Poplack (1981). Selain itu, penelitian ini juga dapat dilanjutkan dengan menggunakan teori Muysken (2000) yang membahas dari segi campurkode.
Daftar Referensi Alvarez,-Caccámo, Celso. (1998). From ‘Switching Code’ to ‘Code-Switching’ dalam Auer, Peter (Ed.), Codeswitching in Conversation: Language, Interaction and Identity. London dan New York: Routledge Appel, René & Muysken, Pieter. (2005). Language Contact and Bilingualism. Amsterdam: Amsterdam University Press Bautista, Maria Lourdes S. (2004). Tagalog-English Code Switching as a Mode of Discourse dalam Asia Pacific Education Review, 2004, Vol. 5, No. 2, hal. 226–233 dari http://files.eric.ed.gov/fulltext/EJ720543.pdf Brown, H. Douglas. (2007). Prinsip Pengajaran dan Pembelajaran Bahasa. Jakarta: Kedutaan Besar Amerika Serikat
Alih kode dalam... Marsha Aulia Paramita, FIB UI, 2014
Gardner-Chloros, Penelope. (2009). Code-switching. United Kingdom: Cambridge University Press Grosjean, François. (2010). Bilingual: Life and Reality. Cambridge: Harvard University Press Hidayat, Taofik. (2012). An Analysis of Code Switching Used by Facebookers. Bandung: STKIP dari http://publikasi.stkipsiliwangi.ac.id/files/2012/10/08220227-taofik-hidayat.pdf Hilmawati. (2006). Alih Kode Laras Penyiaran di Radio Ben’s. Skripsi, Program Sarjana Universitas Indonesia, Depok Holmes, Janet. (2001). An Introduction of Sociolinguistics. England: Pearson Education Limited Kracht, Marcus. (2007). Introduction to Linguistics. Los Angeles: UCLA Kumar, Ranjit. (2005). Research Methodology: A Step-By-Step Guide For Beginners. London: SAGE Publications Mesthrie, Rajend. (2011). The Cambridge Handbook of Sociolinguistics. United Kingdom: Cambridge University Press Murniati, Cecilia Titiek. (2004). An Analysis of Indonesian-English Code Switching in Electronic Mails dalam Celt, vol. 4, no. 2, Desember 2004, hal. 126–135. Semarang: Soegijapranata Catholic University Press dari http://eprints.unika.ac.id/2762/1/cecilia_titiek_murniati_-_an_analysis_of_indonesian__english_code_switching_in_electronic_malls.pdf Muysken, Pieter. (2000). Bilingual Speech: A Typology of Code-Mixing. United Kingdom: Cambridge University Press Poplack, Shana. (1980). Sometimes I’ll Start a Sentence in Spanish y Termino en Español: Toward a Typology of Code-switching dalam Linguistics 18, 7/8, hal. 581–618 dari http://www.sociolinguistics.uottawa.ca/shanapoplack/pubs/allpubs.html Poplack, Shana. (1982). Bilingualism and The Vernacular dalam Valdman, A. & Hartford, B. (Eds.). Issues in International Bilingual Education: The Role of the Vernacular, hal. 1–24. New York: Plenum Publishing Co dari http://www.sociolinguistics.uottawa.ca/shanapoplack/pubs/allpubs.html Rosenfelder, Ingrid. (2011). Automatic Alignment and Analysis of Linguistic Change – Transcription Guidelines. University of Pennsylvania dari http://fave.ling.upenn.edu/downloads/Transcription_guidelines_FAAV.pdf Sankoff, David & Poplack, Shana. (1981). A Formal Grammar for Code-switching dalam Paper in Linguistics 14, 1, hal 3–46 dari http://www.sociolinguistics.uottawa.ca/shanapoplack/pubs/allpubs.html Schmidt, Anastasia. (2014). Between The Languages: Code-switching in Bilingual Communication. Anchor Academic Publishing Sudjana. (1996). Metode Statistika. Bandung: Tarsito Thomason, Sarah Grey. (2001). Language Contact: An Introduction. Michigan: University of Michigan Wiradisastra, Grace. (2006). A Preliminary Study of Code Switching in The Speech of an Indonesian English Bilingual dalam Indonesian Journal of English Language Teaching, vol. 2, no. 2, Oktober 2006. Universitas Indonesia dari http://idci.dikti.go.id/pdf/JURNAL/JURNAL%20INDONESIAN%20JELT/VOL%202%20ED.2%20O KTOBER%202006/__20111014_025911_422.pdf Nasriyanti, Choerun Ni’mah. (2001). Alih Kode dan Campur Kode dalam Pemakaian Bahasa Keluarga Campuran Indonesia-Rusia. Skripsi, Program Sarjana Universitas Indonesia, Depok
Alih kode dalam... Marsha Aulia Paramita, FIB UI, 2014
Mahootian, S. (2006). Code Switching and Mixing dalam Brown, Keith (Ed.), Encyclopedia of Language & Linguistics, Second Edition, volume 2, hal. 511–527. Oxford: Elsevier
Alih kode dalam... Marsha Aulia Paramita, FIB UI, 2014