PEMANFAATAN KARAGINAN DALAM FORMULASI TEPUNG PUDING INSTAN DAN PENDUGAAN UMUR SIMPANNYA
INDAH KUSUMANINGRUM
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pemanfaatan Karaginan Dalam Pembuatan Tepung Puding Instan dan Pendugaan Umurnya adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Juni 2012 Indah Kusumaningrum NRP F251090101
ABSTRACT
INDAH KSUMANINGRUM. Utilization in The Manufacture of Flour Caraagenan Instant pudding. Supervised by RIZAL SYARIF, ROSMAWATI PERANGINANGIN. SUTRISNO KOSWARA
The aimed of this study was to use in the manufacture of flour karaginan instant pudding and perform shelf life estimation. This study was conducted in three stages as: (1) physico-chemical analysis caraagenan (2) the formulation and optimization of instant pudding powder formula and (3) estimation of the shelf life of instant pudding powder. The results showed the comparison of kappa and iota caraagenan to be formulated in the instant pudding powder with a ratio of 1:1 (the range of concentration 0.5 - 1.2% in both type of caraagenan). The composition optimum of the instant pudding powder based on the studied of formulation: caraagenan 4.72%; mocaf 5.14%, dextrin 88.58%, and KCl 1.57%. The verification formula of the instant pudding powder have been found that a gel strength 423.75 g and persent of syneresis 0.003. The sensory result of instant pudding powder was appearance 5.29, aroma 5.57 and texture 5.21. The gel strength of the commercial pudding have been found that a gel strength 400 g and persent of sineresis 0003. Shelf life of instant pudding powder is 8.0 months when stored at room temperature 27 °C. Keywords: pudding; karaginan; and shelf life
RINGKASAN INDAH KUSUMANINGRUM. Pemanfaatan Karaginan dalam Formulasi Tepung Puding Instan. RIZAL SYARIEF, ROSMAWATI PERANGINANGIN, SUTRISNO KOSWARA Karaginan merupakan getah rumput laut yang bersumber dari algae merah berupa polisakarida sulfat yang memiliki sifat-sifat hidrokoloid sehingga banyak digunakan dalam produk pangan dan industri. Penggunaan karaginan pada produk pangan antara lain sebagai penstabil, pengemulsi, pembentuk gel dan pengental. Beberapa genus rumput laut merah penghasil karaginan adalah Chondrus, Eucheuma dan Gigartina. Di Indonesia jenis yang banyak tumbuh adalah genus Eucheuma yaitu spesies Eucheuma cottoni dan Eucheuma spinosum. Ada beberapa jenis karaginan, tetapi dua paling penting adalah kappakaraginan dan iota-karaginan dimana keduanya mempunyai sifat viskositas dan kekuatan gel yang berbeda. Kappa karaginan yang dihasilkan dari spesies Eucheuma cottoni yang mempunyai sifat kekuatan gelnya tinggi dan mudah mengalami sineresis sedangkan iota karaginan dihasilkan dan Eucheuma spinosum mempunyai sifat kekuatan gelnya rendah dan tidak mudah mengalami sineresis. Karaginan dapat diaplikasikan salah satunya untuk pembuatan puding. Tujuan dari penelitian ini adalah karakterisasi tepung karaginan sebagai bahan baku dalam pembuatan tepung puding instan, formulasi dan optimasi tepung puding instan dan pendugaan umur simpan tepung puding instan . Karakterisasi tepung karaginan sebagai bahan baku dalam pembuatan tepung puding instan Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sifat bahan baku karaginan hasil ekstraksi rumput laut jenis Eucheuma cottonii (penghasil kappa karaginan) dan Eucheuma spinosum (penghasil iota karaginan) terhadap sifat fisiko kimia meliputi rendemen, kadar air, kadar abu, kadar abu tidak larut asam. Tahap selanjutnya melakukan formulasi dan optimasi tepung puding instan. Pada tahap ini semua bahan yang diperlukan dalam pembuatan tepung puding dicampur. Dan Produk yang dihasilkan dianalisa sifat fisik meliputi (kekuatan gel), sineresis dan uji sensori (kenampakan, aroma, tekstur dan rasa). Pendugaan umur simpan tepung puding instan. Tepung puding yang telah diformulasi disimpan pada suhu yang berbeda yaitu 35, 45 dan 55 oC selama empat minggu kemudian dilakukan pengamatan setiap minggunya. Adapun pengamatannya meliputi parameter fisik (kekuatan gel) dan sensori (kenampakan, aroma dan bau). Hasil Pengamatan menunjukkan bahwa Mutu fisiko kimia karaginan (jenis kappa dan iota karaginan) yang di ekstraksi dari rumput laut yang dihasilkan memenuhi standar yang ditetapkan oleh FAO (Food Agriculture Organization). Hasil penelitian kappa karaginan mempunyai viskositas 28.8833.12 cPs dan kekuatan gel 1580.85-1652.25 g. Sedangkan iota karaginan
mempunyai viskositas 374.10-414.40 cPs dan kekuatan gel 91.38-102.40 g. kappa karaginan mempunyai kekuatan gel yang tinggi dan sineresis yang rendah, sedangkan iota karaginan mempunyai sifat kekuatan gel yang rendah dan sineresis yang tinggi. Sehingga karaginan yang dipakai pada formulasi tepung puding instan adalah karaginan dengan perbandingan kappa dan iota 1:1. Karaginan dengan perbandingan kappa : iota 1 :1 mempunyai kekuatan gel yang tinggi dan sineresis yang rendah. Pada tahap ini diperoleh formulasi tepung puding instan dengan perbandingan karaginan 4.72%, mocaf 5.14%, dekstrin 88.58% dan KCl 1.57%. Hasil verifikasi formulasi tepung puding instan menghasilkan tepung puding dengan kekuatan gel 423.75 g, persen sineresis 0.003. Dengan skor nilai sensori kenampakan 5.29, aroma 5.57 dan tekstur 5.21. Dimana nilai kekuatan gelnya mendekati tepung puding komersial yaitu dengan kekuatan gelnya 400 g dan persen sineresisnya 0.003. Umur simpan tepung puding instan adalah 8.0 bulan apabila disimpan pada suhu penyimpanan 27 oC.
@ Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor Tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulisan ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.
Pengutipan hanya untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan
atau memperbanyak sebagian atau seluruh
karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
PEMANFAATAN KARAGINAN DALAM FORMULASI TEPUNG PUDING INSTAN DAN PENDUGAAN UMUR SIMPANNYA
INDAH KUSUMANINGRUM
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Penguji luar komisi pada ujian Tesis : Dr. Ir. Elvira Syamsir,Msi
Judul Tesis Nama NIM Program studi
: Pemanfaatan Karaginan dalam Pembuatan Tepung Puding Instan dan Pendugaan Umur Simpannya : Indah Kusumaningrum : F251090101 : Ilmu Pangan
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof.Dr.Ir.Rizal Syarief,DESS Ketua
Prof.(R)Dr.Ir. Rosmawaty Peranginangin, MSi Anggota
Ir. Sutrisno Kuswara,MSi Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Ilmu Pangan
Dr.Ir.Ratih Dewanti, M.Sc
Tanggal Ujian : 12 Juni 2012
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr
Tanggal Lulus ;
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas Rahmat dan Karunia-NYA sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Shalawat dan salam untuk Nabi Muhammad SAW, keluarga dan sahabat dan para pengikutnya. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2011 sampai Januari 2012 ini adalah Pemanfaatan Karaginan Pada Pembuatan Tepung Puding Instan Dan Pendugaan Umur Simpannya. Dengan Terselesainya tesis ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Ir. Rizal Syarief , DESS selaku ketua komisi pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing, mengarahkan dan memberi perhatian kepada penulis dengan bijaksana hingga tesis ini selesai. 2. Prof. Dr. Ir. Rosmawati Peranginangin,MSi selaku Peneliti Utama Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan perikanan yang telah memberikan arahan, bimbingan dan bantuan biaya penelitian hingga selesainya tesis ini. 3. Ir. Sutrisno Koswara,MSi selaku anggota komisi pembimbing atas kesempatan dan waktunya untuk memberikan arahan, bimbingan dan perhatian dalam mengevaluasi penelitian penulis hingga selesai. 4. Dr. Ir. Elvira Syamsir, MSi selaku penguji luar komisi atas segala saran dan evaluasi terhadap penelitian penulis. 5. Teman-teman di Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan perikanan , atas bantuan yang diberikan kepada penulis selama pelaksanaan penelitian hingga selesai. 6. Teman-teman di Program studi Ilmu Pangan terutama Dian, Feni, mbak Wida, Ilul, kak Zita, Vanesa, Wani, Tina , Rianti, pak Cecep dan Hermawan atas bantuan dan dorongan semangat yang diberikan kepada penulis dalam melaksanakan penelitian hingga selesai. 7. Suami tercinta Meiji Utomo dan ketiga anak kami Fahrizal Akbar Utomo, Atha andara Utomo dan Fathia Hafsa Naraima serta Ibunda tercinta Hj.Chopiyah atas kasih sayang dan kesabaran mendampingi penulis selama ini. 8. Keluarga besar penulis yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas bantuan dan doa yang diberikan kepada penulis Penulis berharap semoga karya ilmiah yang sederhana ini bermanfaat bagi semua Pihak. Bogor, Juni 2012 Indah Kusumaningrum
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 22 Oktober 1974 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Moch. Fachrudin (Alm) dan Hj. Chopiyah. Pada tahun 1993 penulis lulus dari SMU Negeri 76 Jakarta dan pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi masuk IPB) pada jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, dan penulis menyelesaikan program sarjana pada tahun 1997. Dari Tahun 1999
hingga 2007 penulis bekerja sebagai staf pengajar di
AKADEMI GIZI Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Jakarta. Tahun 2008 hingga 2012, penulis bekerja sebagai staf pengajar di Universitas Muhammadiyah prof. Dr. Hamka Jakarta pada program Studi Ilmu Gizi. Pada tahun 2009 penulis melanjutkan pendidikan sekolah Pascasarjana (S2) di Ilmu Pangan IPB atas biaya sendiri.
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ............................................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
iv
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................
v
I
PENDAHULUAN ....................................................................................
1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................
1
1.2 Tujuan Penelitian ...............................................................................
3
1.3 Manfaat Penelitian .............................................................................
4
1.4 Perumusan Masalah ...........................................................................
4
1.5 Hipotesa .............................................................................................
4
TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................
5
2.1 Eucheuma cottonii ..............................................................................
5
2.2 Eucheuma spinosum............................................................................
6
2.3 Struktur dan sifat karaginan ................................................................
8
2.4 Fungsi Karaginan ................................................................................
12
2.5 Standar Mutu karaginan ......................................................................
13
2.6 Aplikasi karaginan ..............................................................................
14
2.6.1 Tepung Puding instant ..............................................................
14
2.7 Kemasan .............................................................................................
19
2.8 Penentuan Umur Simpan ....................................................................
21
2.9.1 Kinetika Penurunan Mutu Produk Pangan .............................
21
2.9.1.1 Reaksi Ordo Nol ...........................................................
22
2.9.1.2 Reaksi Ordo Satu ..........................................................
22
2.9.2 Metode Uji Umur Simpan Dipercepat (ASLT) ........................
23
III METODE PENELITIAN..........................................................................
25
3.1 Waktu dan Tempat ..............................................................................
25
3.2 Bahan dan Alat ....................................................................................
25
3.2.1 Bahan .......................................................................................
25
II
3.2.2 Alat ...........................................................................................
25
3.3 Metode Penelitian ..............................................................................
26
3.4 Analisis Kimia Fisik dan Sensori ........................................................
32
3.4.1 Rendemen ...............................................................................
32
3.4.2 Kadar Air................................................................................
33
3.4.3 Kadar Abu ..............................................................................
33
3.4.4 Abu tak Larut Asam ...............................................................
33
3.4.5 Kadar Sulfat ...........................................................................
33
3.4.6 Viskositas ...............................................................................
34
3.4.7 Kekuatan Gel ..........................................................................
34
3.4.8 Kekuatan Gel Puding ............................................................
34
3.4.8 Sineresis .................................................................................
34
3.4.9 Uji sensori ..............................................................................
35
IV HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................
36
4.1 Karakterisasi Kappa dan Iota Karaginan ...........................................
36
4.1.1 Perbandingan kappa dan Iota karaginan ................................
38
4.1.2 Kekuatan gel karaginan Campuran .......................................
39
4.1.3 Sineresis karaginan Campuran ...............................................
40
4.2 Formula Tepung Puding Instan ..........................................................
41
4.2.1 Pengaruh penambahan karaginan, mocaf-dekstrin dan KCl terhadap Kekuatan gel puding .................................
41
4.2.2 Pengaruh penambahan karaginan, mocaf-dekstrin dan KCl terhadap sineresis puding.........................................
43
4.2.3 Analisis Respon Sensori.........................................................
44
4.2.3.1 Kenampakan ............................................................
44
4.2.3.2 Aroma ......................................................................
45
4.2.3.3 Tekstur .....................................................................
46
4.2.3.4 Rasa ..........................................................................
47
4.3 Optimasi Tepung Puding Instan.........................................................
48
4.3.1 Rancangan Formulasi dan respon ..........................................
48
4.3.2 Hasil Pengukuran Respon Formula tepung Puding Instan .....
48
4.3.3 Hasil analisis respon dengan DX-7 ........................................
49
4.3.3.1 Analisis respon Kekuatan gel...................................
50
4.3.3.2 Analisis Respon Sineresis ........................................
53
4.3.3.3 Analisis Respon sensori ...........................................
57
4.3.3.3.1 Kenampakan ..............................................
57
4.3.3.3.2 Aroma ........................................................
59
4.3.3.3.3 Tekstur .......................................................
61
4.3.3.3.4 Rasa............................................................
64
4.3.4 Optimasi Formula dengan Program DX-7 .............................
66
4.3.5 Verifikasi Solusi Formulasi Optimum ...................................
69
4.4 Masa Kadaluarsa Tepung Puding Instant ..........................................
70
4.4.1 Pendugaan Umur Simpan.......................................................
71
4.4.1.1 Kekuatan Gel Puding yang Tepung Puding Instannya Telah Mengalami Penyimpanan ..............
71
4.4.1.2 Uji sensori tekstur puding ........................................
74
4.4.1.3 Uji sensori tepung puding yang telah mengalami penyimpanan ............................................................
75
4.4.1.3.1 Kenampakan Tepung Puding Instant ........
75
4.4.1.3.2 warna Tepung Puding Instant ...................
77
4.4.1.3.3 Aroma Tepung Puding Instant ..................
80
KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................
83
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................
84
V
DAFTAR TABEL
Halaman 1
Komposisi kimia rumput laut kering Eucheuma cottonii .................
6
2
Komposisi kimia rumput laut kering Eucheuma spinosum ...............
8
3
Sifat-sifat dari kappa, iota dan lamda karaginan ................................
11
4
Penerapan karaginan dalam produk-produk dengan bahan dasar air ...
13
5
Spesifikasi mutu karaginan ................................................................
14
6
Komposisi susu bubuk skim dan susu bubuk full krim .....................
17
7
Mutu Fisikimiawi karaginan yang digunakan dalam penelitian ........
37
8
Hasil keseluruhan pengukuran dan perhitungan respon total seluruh
9
formula ...............................................................................................
43
Rancangan formula dari Tepung Puding Instant ...............................
48
10 Hasil Keseluruhan pengukuran dan perhitungan respon total seluruh formulasi puding ...............................................................................
49
11 Komponen dan respon yang dioptimasi, target, batas, dan importance pada tahapan optimasi formula ..........................................................
68
12 Prediksi dan hasil verifikasi nilai respon solusi formula optimum hasil optimasi dengan program Design expert 7.0® ..........................
70
13 Nilai K dan ln K pada Tiga suhu penyimpanan untuk parameter kekuatan gel puding .........................................................................................
72
14 Nilai K dan ln K pada Tiga Suhu penyimpanan untuk parameter sensori tekstur puding ....................................................................................
74
15 Nilai K dan ln K pada Tiga suhu penyimpanan untuk parameter sensori kenampakan tepung puding instan .....................................................
76
16 Nilai K dan ln K pada Tiga suhu penyimpanan untuk parameter sensori warna tepung puding instan ...............................................................
78
17 Nilai K dan ln K pada Tiga suhu penyimpanan untuk parameter sensori aroma tepung puding instan ..............................................................
80
18 Hasil Analisis Pendugaan Umur Simpan Tepung Puding Instant dan Puding .........................................................................................
81
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1
Rumput laut Eucheuma cottonii ..........................................................
5
2
Rumput laut Eucheuma spinosum ........................................................
7
3
Struktur molekul berbagai jenis karaginan ..........................................
10
4
Tahapan penelitian pada pembuatan tepung puding instan..................
28
5
Proses ekstraksi kappa dan iota Karaginan .........................................
29
6
Rancangan Diagram Alir Formulasi Untuk mendapatkan Tepung Puding Instant Optimal ........................................................................
31
7
Penentuan Pendugaan Umur Simpan Tepung Puding Instan ......................
32
8
Pengaruh perbandingan kappa dan iota karaginan terhadap kekuatan gel karaginan ........................................................................
9
Pengaruh perbandingan kappa dan iota karaginan terhadap Sineresis gel karaginan .........................................................................
10
40
41
Hubungan perbandingan campuran mocaf-dekstrin dan karagenan (a) Hubungan perbandingan karaginan dan KCl terhadap kekuatan gel pudding (b)......................................................................
11
42
Hubungan perbandingan campuran mocaf-dekstrin dan karagenan (a) Hubungan perbandingan karaginan dan KCl terhadap sensori Sineresis puding (b) ...............................................................
12
44
Hubungan perbandingan campuran mocaf-dekstrin dan karagenan (a) Hubungan perbandingan karaginan dan KCl terhadap sensori kenampakan puding (b) ..........................................................
13
45
Hubungan perbandingan campuran mocaf-dekstrin dan karaginan (a) Hubungan perbandingan karaginan dan KCl terhadap sensori Aroma puding (b).....................................................................
14
46
Hubungan perbandingan campuran mocaf-dekstrin dan karaginan (a) Hubungan karaginan dan KCl terhadap sensori Tekstur puding (b) .................................................................
15
Hubungan perbandingan campuran mocaf-dekstrin dan karaginan (a) Hubungan perbandingan karaginan dan KCl terhadap
46
Rasa puding (b) ................................................................................... 16
47
Kenormalan Internally Studentized Residuals respon kekuatan gel .........................................................................................
52
17
Kontur dua dimensi hasil uji respon Kekuatan gel tepung puding instan 53
18
Permukaan tiga dimensi kekuatan gel tepung puding instan ...............
53
19
Kenormalan Internally Studentized of Residuals sineresis ..................
56
20
Kontur dua dimensi hasil uji respon sineresis tepung puding instan..
56
21
Permukaan tiga dimensi sineresis tepung puding instan .....................
57
22
Kenormalan Internally Studentized of Residuals kenampakan ............
58
23
Kontur dua dimensi hasil uji respon kenapakan tepung puding instan.. 59
24
Permukaan tiga dimensi kenampakan tepung puding instan ..............
59
25
Kenormalan Internally Studentized of Residuals Aroma .....................
60
26
Kontur dua dimensi hasil uji respon Aroma tepung puding instan.....
61
27
Permukaan tiga dimensi Aroma tepung puding instan .......................
61
28
Kenormalan Internally Studentized of Residuals Tekstur ....................
63
29
Kontur dua dimensi hasil uji respon Tekstur tepung puding instan..... 63
30
Permukaan tiga dimensi Tekstur tepung puding instan ......................
64
31
Kenormalan Internally Studentized of Residuals rasa .........................
65
32
Kontur dua dimensi hasil uji respon Rasa tepung puding instan.......
66
33
Permukaan tiga dimensi Rasa tepung puding instan ...........................
66
34
Kontur dua dimensi nilai desirability formula optimum ....................
69
35
Permukaan tiga dimensi nilai desirability formula optimum..............
69
36
Hubungan 1/T dengan Ln K untuk parameter pengukuran kekuatan gel tepung puding instan ............................................................................
37
72
Puding yang tepung Pudingnya telah mengalami penyimpanan Selama minggu dengan suhu penyimpanan 37oC, 45 oC dan 55oC .....
73
38
Hubungan 1/T dengan Ln K untuk uji sensori tekstur puding .............
74
39
Hubungan 1/T dengan Ln K untuk parameter sensori kenampakan tepung puding instan ........................................................................................
40
76
Tepung Pudingnya telah mengalami penyimpanan selama 4 minggu dengan suhu penyimpanan 37oC, 45 oC dan 55oC ...............................
77
41
Hubungan 1/T dengan Ln K untuk parameter sensori
warna tepung
puding instan ........................................................................................ 42
Hubungan 1/T dengan Ln K untuk parameter sensori
79
aroma tepung
puding instan ........................................................................................
81
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1
Sifat Fisiko kimia Kappa dan Iota Karaginan Dari Rumput laut Eucheuma cottonii dan Eucheuma Spinosum .....................................................
92
2
Perbandingan Kappa dan Iota Karaginan .........................................
94
3
Uji Statistik Perbandingan Kappa dan Iota karaginan .......................
95
4
Lembaran isian form uji hedonik Puding .........................................
98
5
Analisis sidik ragam Kekuatan Gel Puding .....................................
99
6
Analisis sidik ragam Kekuatan Sineressis Puding ...........................
100
7
Analisis sidik ragam Kekuatan Tekstur Puding ...............................
101
8
Analisis sidik ragam Kekuatan Kenampakan Puding .......................
102
9
Analisis sidik ragam Sensori Aroma Puding .................................
103
10 Analisis sidik ragam Sensori Kenampakan Puding .........................
104
11 ANOVA dan persamaan polinomial respon kekuatan gel ................
105
12 ANOVA dan persamaan polinomial respon Sineresis .......................
106
13 ANOVA dan persamaan polinomial respon sensori kenampakan .....
106
14 ANOVA dan persamaan polinomial respon sensori Aroma ..............
107
15 ANOVA dan persamaan polinomial respon sensori Tekstur................ 108 16 ANOVA dan persamaan polinomial respon sensori Rasa .................
109
17 Score Sheet Pendugaan Umur Simpan Puding ..................................
110
18 Score Sheet Pendugaan Umur Simpan Tepung Puding ....................
111
19 Rata-rata Nilai Organoleptik Kenampakan Tepung Puding ..............
112
20 Rata-rata Nilai Organoleptik Warna Tepung Puding.........................
112
21 Rata-rata Nilai Organoleptik Aroma Tepung Puding ........................
112
22 Rata-rata Nilai Organoleptik Aroma Puding .....................................
113
23 Perhitungan Umur Simpan Tepung puding .....................................
114
24 Perhitungan Umur Simpan Puding ............................................................... 115
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan dengan panjang garis 81.000 km merupakan kawasan pesisir dan lautan yang memiliki berbagai sumber daya hayati yang sangat besar dan beragam. Salah satunya adalah rumput laut (alga) yang merupakan komoditi ekspor yang sangat potensial untuk dikembangkan. Salah satu jenis rumput laut yang bernilai ekonomis tinggi dan dibudidayakan di Indonesia antara lain adalah jenis Rhodophyceae (alga merah) dan Phaeophyceae (alga coklat). Alga merah merupakan rumput laut penghasil agar-agar dan karaginan, sedangkan alga coklat merupakan rumput laut penghasil alginat. Beberapa jenis rumput laut penghasil agar-agar diantaranya adalah Gracilaria sp, Gelidium sp, Gellidiella sp; dan jenis rumput laut penghasil karaginan adalah Eucheuma sp, Eucheuma cottoni sedangkan jenis rumput laut penghasil alginat adalah Sargassum dan Turbinaria. Selain dapat digunakan sebagai bahan makanan, minumam dan obat-obatan, beberapa hasil olahan rumput laut seperti agar-agar, alginat dan karaginan merupakan senyawa yang cukup penting dalam bahan baku industri (Istini 1998). Rumput laut banyak digunakan sebagai bahan baku industri. Alga cokelat yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan es krim, pengolahan tekstil, pabrik farmasi, semir sepatu, dan pabrik cat. Sedangkan alga merah banyak digunakan sebagai bahan baku industri makanan, farmasi, penyamakan kulit, dan pembuatan bir. Selain itu, rumput laut dapat juga digunakan sebagai bahan untuk
pupuk
tanaman, campuran
makanan ternak, dan juga bahan baku
kosmetika. Rumput laut diketahui mengandung berbagai enzim, asam nukleat, asam amino, mineral, trace elements, dan vitamin A, B, C, D, E dan K. Persentase kandungan zat-zat tersebut bervariasi tergantung dari jenisnya (Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia 2003). Goni et al. (2000) dalam penelitiannya
menyatakan bahwa rumput laut yang mengandung serat pangan larut yang tinggi kemungkinan dapat mengubah respon glycemic pada kesehatan. Menurut Escrig & Muniz (2000) serat rumput laut telah terbukti dapat menurunkan kadar
2
kolesterol dan tekanan darah dibanding sumber serat lainnya. Penelitian yang dilakukan Miyake et al. (2006) terhadap 2002 orang wanita hamil di Jepang, menyimpulkan bahwa terjadi penurunan alergi rhinitis pada wanita hamil berhubungan dengan asupan diet yang tinggi (high dietary intake) rumput laut, kalsium, magnesium dan phosphor. Karena manfaatnya yang besar dibidang kesehatan rumput laut dapat berpotensi sebagai pangan fungsional. Karaginan merupakan kelompok polisakarida galaktosa yang diekstraksi dari rumput laut dari spesies tertentu kelas alga merah (rhodophyceae) jenis Chondrus, Eucheuma, Irdaea, dan Phyllophora.
Pada industri makanan,
karaginan digunakan sebagai penstabil, pengental dan pembentuk gel dalam proses pengolahan coklat, susu, puding, susu instan, dan makanan kaleng. Pada industri farmasi, karaginan digunakan sebagai bahan pengental, emulsi dan stabilizer dalam proses pembuatan pasta gigi, obat-obatan, minyak mineral, dan lain-lain. Puding merupakan salah satu jenis hidangan penutup yang pada umumnya disajikan pada akhir suatu jamuan makan. Sebagai makanan penutup, puding banyak diminati karena rasanya yang manis dan teksturnya yang lembut. Puding merupakan jenis makanan terbuat dari pati, yang diolah dengan cara merebus dan mengkukus sehingga menghasilkan gel dengan tekstur yang lembut. Bahan baku yang banyak digunakan dalam pembuatan puding adalah jenis gelatin, pati termodifikasi dan agar-agar. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Oakenfull et.al 1999; Chantrapornchai & McClements 2002; Dierckx & Huyghebaert 2002; Luck et al. 2002;. Dickinson, 2003, produk puding biasanya merupakan protein susu yang berbasis pasta pati dimana sifat reologi puding berada di antara gel dan cairan. Puding komersial dibuat dari campuran
pati, protein (susu), dan gula
dengan pengadukan terus menerus di bawah api sedang-tinggi. Pati merupakan bahan hidrokoloid yang paling banyak digunakan dalam
pembuatan puding
(Dickinson 2003). Untuk membuat puding, pasta pati harus stabil terhadap panas dan pengukusan serta memberikan tekstur yang halus dengan stabilitas yang baik selama penyimpanan (Lagarrigue & Alvarez 2001). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lim & Narsimhan (2006), puding yang menggunakan salah satu bahan dasarnya pati pada formulanya mempunyai viskositas yang lebih
3
rendah dibanding dengan puding yang dibuat dengan campuran susu kedelai pada formulanya. Hal ini menunjukkan bahwa gelasi puding lebih tinggi dari hidratasi pati. Salah satu solusi yang mungkin untuk mengatur gel dalam puding adalah dengan menambahkan karaginan pada campuran puding. Karaginan ditambahkan ke dalam susu untuk untuk membentuk agregat dengan protein atau partikel lemak (Tijssen et.al 2007). Menurut Winarno (1996), karaginan mempunyai ruang lingkup penggunaan yang cukup luas dalam industri pangan dan mempunyai karakterisasi yang baik sebagai penstabil, pengental dan pembentuk gel dan zat tambahan (additive) serta berpotensi sebagai Fungsional food (sumber seratnya). Karaginan banyak digunakan dalam produk-produk berbasis susu karena dapat membentuk kompleks dengan kalsium dan protein susu. Karaginan dapat berfungsi sebagai pengental dan penstabil sehingga penggunaannya cukup luas dalam industri makanan (Chaplin 2007). Ada beberapa jenis karaginan, tetapi dua paling penting adalah kappa-dan iota-karaginan dimana keduanya mempunyai sifat viskositas dan kekuatan gel yang berbeda. Menurut Subaryono et al. (2003), untuk aplikasi produk yang disimpan pada suhu rendah seperti es krim atau puding diperlukan sifat kekuatan gel tinggi dan sineresis rendah. Maka pada penelitian
akan
memanfaatkan
karaginan jenis kappa dan iota
dalam
pembuatan formulasi tepung puding instan .
1.2. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui pengaruh penambahan karaginan (perbandingan kappa dan iota-karaginan) terhadap sifat fisik dan sensori tepung puding instan yang dihasilkan. 2. Tujuan Khusus 1) Melakukan karakterisasi sifat fisiko kimia karaginan (jenis kappa dan iota karaginan) yang dihasilkan. 2) Mendapatkan formula optimum dengan melakukan formulasi dan optimasi tepung puding instan. 3) Menduga umur simpan tepung puding instan
yang dikemas dengan
kemasan almunium foil pada berbagai suhu penyimpanan.
4
1.3 Manfaat Penelitian Dari penelitian ini diharapkan diperoleh informasi yang berguna dalam pemanfaatan karaginan dari rumput laut jenis Eucheuma cottonii dan Eucheuma spinosum sebagai bahan pembentuk gel pada pembuatan tepung puding instan.
1.4 Perumusan Masalah Selama ini
pembuatan
puding banyak
menggunakan
jenis
pati
termodifikasi dan guar gum sebagai pengental, penstabil dan pembentuk gel. Berdasarkan hasil karakterisasi karaginan, ternyata karaginan mempunyai sifat kekuatan gel dan viskositas yang baik maka pada penelitian ini akan melihat pengaruh penambahan karaginan campuran (jenis kappa dan iota karaginan) dalam formulasi tepung puding instan.
1.5 Hipotesis Hipotesis dari penelitian ini adalah : 1. Konsentrasi karaginan (perbandingan kappa dan iota karaginan) berpengaruh terhadap kekuatan gel dan sineresis puding instan karaginan. 2. Konsentrasi karaginan (perbandingan kappa dan iota karaginan) berpengaruh terhadap nilai sensori tepung puding instan.
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Eucheuma cottonii Menurut Doty (1985), Eucheuma cottonii merupakan salah satu jenis rumput laut merah (Rhodophyceae) dan berubah nama menjadi Kappaphycus alvarezii karena karaginan yang dihasilkan termasuk fraksi kappa-karaginan. Maka jenis ini secara taksonomi disebut Kappaphycus alvarezii (Doty 1986). Nama daerah ‘cottonii’ umumnya lebih dikenal dan biasa dipakai dalam dunia perdagangan Nasional maupun Internasional. Klasifikasi Eucheuma cottonii menurut Doty (1985) adalah sebagai berikut: Kingdom
: Plantae
Divisi
: Rhodophyta
Kelas
: Rhodophyceae
Ordo
: Gigartinales
Famili
: Solieracea
Genus
: Eucheuma
Species
: Eucheuma alvarezii Doty
Gambar 1 Rumput laut Eucheuma cottonii Ciri fisik Eucheuma cottonii adalah mempunyai thallus silindris, permukaan licin, cartilogeneus. Keadaan warna tidak selalu tetap, kadang-kadang berwarna hijau, hijau kuning, abu-abu atau merah. Perubahan warna sering terjadi hanya karena faktor lingkungan. Kejadian ini merupakan suatu proses adaptasi kromatik yaitu penyesuaian antara proporsi pigmen dengan berbagai kualitas pencahayaan. Penampakan thallus bervariasi mulai dari bentuk sederhana sampai kompleks. Duri-duri pada thallus runcing memanjang, agak jarang-jarang dan tidak bersusun melingkari thallus. Percabangan ke berbagai arah dengan batang-batang utama keluar saling
6
berdekatan ke daerah basal (pangkal). Cabang-cabang pertama dan kedua tumbuh dengan membentuk rumpun yang rimbun dengan ciri khusus mengarah ke arah datangnya sinar matahari (Atmadja et al, 1995). Umumnya Eucheuma cottonii tumbuh dengan baik di daerah pantai terumbu (reef). Habitat khasnya adalah daerah yang memperoleh aliran air laut yang tetap dengan variasi suhu harian yang kecil dan substrat batu karang mati (Aslan 1998). Beberapa jenis Eucheuma mempunyai peranan penting dalam dunia perdagangan Internasional yaitu sebagai penghasil ekstrak karaginan. Kadar karaginan dalam setiap spesies Eucheuma berkisar antara 54-73% tergantung pada jenis dan lokasi tempat tumbuhnya. Jenis ini asal mulanya didapat dari perairan Sabah (Malaysia) dan Kepulauan Sulu (Filipina). Selanjutnya dikembangkan ke berbagai negara sebagai tanaman budidaya. Lokasi budidaya rumput laut jenis ini di Indonesia antara lain terdapat di daerah Lombok, Sumba, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Lampung, Kepulauan Seribu, dan Perairan Pelabuhan Ratu (Atmadja 1996). Kandungan proksimat dari Eucheuma cottonii dapat dilihat pada table 1. Tabel 1 Komposisi kimia rumput laut kering Eucheuma cottonii Komponen
Jumlah
Protein (%) Lemak (%) Abu (%) Serat pangan tidak larut (g/100g) Serat pangan larut (g/100g)
0.7 0.2 3.4 58.6 10.7
Mineral Zn (mg/g) Mineral Mg (mg/g)
0.01 2.88
Mineral Ca (mg/g)
2.8
Mineral K (mg/g) Mineral Na (mg/g) Sumber : Santoso et al (2003)
87.1 11.93
2.2 Eucheuma spinosum Rumput laut Eucheuma spinosum pertama kali dipublikasikan pada tahun 1768 oleh Burman dengan nama Fucus denticulatus Burma, kemudian pada tahun 1822 C. Agardh memperkenalkannya dengan nama Sphaerococus isiformis C.Agardh, selanjutnya pada tahun 1847 J. Agardh memperkenalkannya dengan
7
nama Eucheuma J. Agardh. Dalam beberapa pustaka ditemukan bahwa Eucheuma spinosum dan Eucheuma muricatum adalah nama untuk satu spesies gangang. Dalam dunia perdagangan Eucheuma spinosum lebih dikenal dari pada Eucheuma muricatum (Istiani et al. 1991). Klasifikasi Eucheuma spinosum menurut Atmaja et.al (1996) adalah sebagai berikut: Kingdom
: Plantae
Divisi
: Rhodophyta
Kelas
: Rhodophyceae
Ordo
: Gigartinales
Famili
: Solieracea
Genus
: Eucheuma
Species
: Eucheuma spinosum (Atmaja et al. 1996).
Gambar 2. Eucheuma spinosum Eucheuma spinosum memiliki bentuk thalus bulat teguh dengan ukuran panjang 5-30 cm, transparan berwarna coklat kekuningan sampai merah keunguan. Permukaan thalusnya tertutup oleh tonjolan berbentuk seperti duri-duri runcing tidak beraturan. Duri tersebut ada yang menonjol seolah-olah seperti percabangan, dimana percabangan thalus tersebut tumbuh pada bagian yang muda ataupun tua.
Eucheuma spinosum tumbuh pada tempat-tempat yang sesuai
dengan persyaratan tumbuhnya, antara lain tumbuh pada perairan yang jernih, dasar perairannya berpasir atau berlumpur dan hidupnya menempel pada karang yang mati. Persyaratan hidup lainnya yaitu ada arus atau terkena gerakan air. Kadar garamnya antara 28-36%. Dari beberapa persyaratan, yang terpenting adalah Eucheuma spinosum memerlukan sinar matahari untuk dapat melakukan
8
fotosintesis (Aslan 1998). Rumput laut jenis Eucheuma spinosum penghasil iota karaginan. Iota keraginan merupakan polisakarida tersulfatkan dengan kandungan ester sulfatnya adalah 28-35%. Komposisi kimia yang dimiliki rumput laut Eucheuma spinosum dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Komposisi kimia rumput laut kering Eucheuma spinosum komponen Kimia Kadar air (%) Protein (%) Lemak (%) Karbohidrat (%) Serat kasar (%) Abu (%) Mineral : Ca (ppm) Fe (ppm) Cu (ppm) Pb Vit B1 (Thiamin) (mg/ 100 g) Vit B2 (Ribolavin) (mg/ 100 g) Vit C (mg/g) Karaginan (%)
Komposisi 21.90 5.12 0.13 13.38 1.39 14.21 52.85 0.180 0.768 0.21 2.26 43 65.75
2.3 Struktur dan Sifat Karaginan Karaginan merupakan nama yang diberikan untuk keluarga polisakarida linier bersulfat yang diperoleh dari alga merah (Rhodophyceae)(Winarno 1990). Jenis alga merah yang banyak diekstrak karaginannya biasanya berasal dari jenis Chondrus, Eucheuma, Gigartina, Hypnea, Iradea dan Phyllophora. Perbedaan antara karaginan dan agar–agar terletak pada banyaknya kandungan sulfat pada gugusnya. Karaginan mengandung 18% sulfat sedangkan agar-agar hanya mengandung sulfat 3-4 %, (Food Chemical Codex 1974 dalam Anonim 2007). Menurut Hellebust & Cragie (1978), karaginan terdapat dalam dinding sel rumput laut atau matriks interselulernya. Dimana karaginan merupakan bagian penyusun yang paling besar dari berat kering rumput laut merah dibandingkan komponen yang lainnya. Jumlah dan posisi sulfat membedakan macam-macam polisakarida Rhodophyceae, seperti yang tercantum dalam Federal Register, polisakarida tersebut harus mengandung 20% sulfat berdasarkan berat kering
9
untuk dapat diklasifikasikan sebagai karaginan. Berat molekul karaginan yaitu berkisar antara 100-800 ribu kDa (deMan 1989). Karaginan bukan merupakan biopolimer tunggal, tetapi merupakan campuran dari galaktan-galaktan linier yang mengandung sulfat dan larut dalam air. Galaktan-galaktan tersebut terhubung oleh 3-β-D-galaktopiranosa (G-Unit) dan 4-ά-D- galaktopiranosa (D-Unit) atau 4-3,6-anhidrogalaktosa (DA-Units), membentuk unit pengulangan disakarida dari karaginan. Galaktan yang mengandung sulfat diklasifikasikan berdasarkan adanya 3,6-anhidrogalaktosa serta posisi dan jumlah golongan sulfat pada strukturnya. Kappa-karaginan tersusun dari alfa (1,3)-D galaktosa-4-sulfat dan beta (1,4)-3,6-anhidro-Dgalaktosa. Karaginan juga mengandung D-galaktosa-6-sulfat dan 3,6-anhidro-Dgalaktosa-2-sulfat ester. Adanya gugus 6-sulfat, dapat menurunkan daya gelasi dari karaginan, tetapi dengan pemberian alkali mampu menyebabkan terjadinya transeliminasi gugus 6-sulfat, yang menghasilkan 3,6-anhidro-D-galaktosa, sehingga derajat keseragaman molekul meningkat dan daya gelasinya juga bertambah (Winarno 1996). Dalam bidang industri, karaginan berfungsi sebagai stabilisator (pengatur keseimbangan), thickener (bahan pengental), pembentuk gel dan lain-lain. Karaginan komersil memiliki kandungan sulfat 22-38% (w/w). Karaginan dijual dalam bentuk bubuk, warnanya bervariasi dari putih sampai kecoklatan bergantung pada bahan mentah dan proses yang digunakan. Dipasaran terdapat 2 tipe karaginan, yaitu refined karaginan dan semirefined karaginan. Karaginan dapat diperoleh melalui proses pengendapan rumput laut yang dihancurkan dengan alcohol, pengeringan dengan alat (drum dryer) dan dilanjutkan dengan proses pembekuan. Jenis alkohol yang dapat digunakan untuk pemurnian karaginan hanya terbatas pada methanol, etanol dan isopropanol (Winarno 1990). Berdasarkan strukturnya, karaginan dibagi menjadi tiga fraksi, yaitu kappa, iota dan lambda-karaginan (Winarno 1990).
Sumber karaginan untuk
daerah tropis terdiri dari spesies Eucheuma cottonii dan Eucheuma spinosum. Dimana spesies Eucheuma cottonii menghasilkan kappa-karaginan dan spesies Eucheuma spinosum yang menghasilkan
iota-karaginan (Winarno 1990).
Struktur molekul berbagai karaginan dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
10
Kappa karaginan
Iota karaginan
Lamba karaginan
Gambar 3 Struktur molekul berbagai jenis karaginan (Chaplin 2007) Karaginan memiliki kemampuan yang unik untuk membentuk variasi gel yang hampir tidak terbatas pada suhu ruang.
Proses pembentukan gel tidak
memerlukan pendinginan dan gel dapat dibuat stabil melalui siklus freezingthawing yang berulang. Larutan karaginan dapat mengental, mengikat dan menstabilkan partikel-partikel sebaik dipespersi koloid dan emulsi air atau minyak (Anonim 2006). Karaginan dapat diberi nama berdasarkan persentase kandungan ester sulfatnya. Kandungan ester sulfat pada kappa-karaginan : 25-30%, iota-karaginan : 28-35% dan lambda-karaginan : 32-38%. Kappa dan iota karaginan larut dalam air panas (70 oC), sedangkan lambda bisa larut dalam air dingin. Karaginan bisa larut dalam susu dan larutan gula sehingga sering digunakan sebagai pengental/penstabil pada berbagai minuman dan makanan. Selain itu karaginan dapat membentuk gel dengan baik, sehingga banyak digunakan sebagai gellingagent dan pengental (Suptijah 2002). Sifat-sifat dari kappa, iota dan lamda karaginan dapat dilihat pada Table 3. Sifat-sifat kandungan kimia dari karaginan ditentukan oleh kelarutan, viscositas, kekuatan gel dan stabilitasnya. Karaginan biasanya mengandung unsur berupa sodium dan potassium yang berfungsi untuk menentukan sifat-sifat karaginan (Fahmitasari 2004). Karaginan tidak larut dalam pelarut organic seperti alcohol, eter dan minyak. Kelarutannya dalam air tergantung pada struktur karaginan, media dan suhu. Kappa dan iota merupakan jenis karaginan yang
11
dapat membentuk gel. Pembentukan gel terjadi jika rantai dari satu karaginan bertemu dengan rantai lain yang sama untuk membentuk double helix, kemudian double helix ini akan saling bergabung membentuk jaringan tiga dimensi; sedangkan untuk lamda karaginan tidak membentuk gel (Bubnis 2000 dalam anonim 2008). Tabel 3
Sifat-sifat dari kappa, iota dan lamda karaginan kappa karaginan
iota karaginan
lambda karaginan
ester sulfat
25-30%
28-35%
32-39%
3,6-anhidro-galaktosa
28-35%
Parameter
Air panas
larut pada > 70 C
larut
Air dingin
Larut Na +
Larut Na +
susu panas
Larut
larut
larut
kental
kental
lebih kental
larut (panas)
susah larut
larut (panas)
larutan garam
tidak larut
tidak larut
larut (panas)
pelarut organik
tidak larut
tidak larut
tidak larut
Pengaruh kation
membentuk gel kuat dengan K+
membentuk gel kuat dengan Ca+
tidak membentuk gel
Tipe gel
Rapuh
Elastis
pH netral dan basa
stabil
stabil terhambat dengan panas
larutan gula
Gel
larut pada > 70 C
o
Larut dalam semua garam
susu dingin + tersodium phospat
kelarutan
30% o
Stabilitas Asam (pH 3,5) sinergitas dengan locust bean gum Stabilitas thawing
Terhidrolisis
Tidak membentuk gel
stabil Terhidrolisis
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tidak stabil
stabil
Tidak stabil
Sumber : Glicksman (1983)
Fraksi kappa – karaginan tersusun atas ά (1-3) D-Galaktosa 4-sulfat dan β (1-4) 3,6 anhydro D-galaktosa (Winarno 1990). Disamping itu karaginan sering mengandung D-galaktosa 6 sulfat ester dan 3,6 anhydro D-galactosa 2-sulfat ester. Adanya gugus 6 sulfat dapat menurunkan daya gelasi dari karaginan, tetapi dengan pemberian alkali mampu menyebabkan terjadinya trans-eliminasi gugus 6 sulfat yang menghasilkan terbentuknya 3,6 anhydro D-galactosa. Dengan demikian, derajat keragaman molekul meningkat dan gaya gelasinya bertambah (Winarno 1990).
12
Iota-karaginan ditandai dengan adanya 4-sulfat ester pada setiap residu Dglukosa dan gugus 2-sulfat ester pada setiap gugus 3,6 anhydro D-galactosa. Gugus 2-sulfat ester tidak dapat dihilangkan oleh proses pemberian alkali seperti halnya kappa-karaginan. Iota-karaginan sering mengandung beberapa gugusan 6-sulfat ester yang menyebabkan berkurangnya keseragaman molekul yang dapat dihilangkan dengan pemberian alkali (Winarno 1990) Lamba-karaginan berbeda dengan kappa dan iota-karaginan, karena memiliki sebuah residu desulfated ά (1,4) D-galaktosa tidak seperti halnya kappa dan iota-karaginan yang selalu memiliki gugus 4-fosfat ester (Winarno 1990). 2.4 Fungsi Karaginan Karaginan sebagai hidrokoloid sangat penting peranannya sebagai stabilisator (pengatur keseimbangan), pembentuk gel, pengemulsi dan lain-lain (Anonim 2004).
Sifat ini banyak dimanfaatkan dalam industri makanan, obat-
obatan, kosmetik, tekstil, cat, stabilisator yang sangat baik. Selain pasta gigi dan industri lainnya. Penambahan karaginan (0,01-0.05%) pada es krim berfungsi sebagai stabilisator yang sangat baik. Selain itu, penambahan karaginan (0.02-0.03%) pada susu coklat dapat mencegah pengendapan coklat dan pemisahan krim. Dibidang industri kue dan roti, kombinasi karaginan dengan garam natrium, lamda karaginan dengan lesitin dapat meningkatkan mutu adonan, sehingga akan dihasilkan kue atau roti yang bermutu tinggi. Bila dikombinasikan dengan garam kalsium, maka karaginan sangat efektif sebagai pengikat atau gel pelapis produk daging. Karaginan juga digunakan pada produk makanan lainnya, seperti makroni, selai, sari buah, bir dan lain-lain (Winarno 1990) Pemilihan jenis hidrokoloid yang digunakan dalam bahan pangan harus sesuai dengan pertimbangan faktor-faktor yang berkaitan dengan sifat, fungsi dan tujuan pemakaiannya. Selain itu dalam pengaplikasian hidrokoloid, perlu mempertimbangkan komponen-komponen produk yang kemungkinan bereaksi dengan hidrokoloid tersebut. Adanya asam, garam, protein, lemak dan komponen tertentu dapat mempengaruhi hasil produk akhir (Carr 1993 didalam Arifin 1994). Pemakaian hidrokoloid juga harus disesuaikan dengan formula makanan,
13
pH, proses pemanasan dan penyimpanan produk (Augustin & Aitken 1993 didalam Arifin 1994). Penggunaan karaginan dalam bahan pengolahan pangan dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu untuk produk-produk yang menggunakan bahan dasar air dan produk-produk yang menggunakan bahan dasar susu. Tabel 4 Penerapan karaginan dalam produk-produk dengan bahan dasar air Produk Gel desert Jeli, berkalori rendah,
Fungsi Pembentukan gel Pembentukan gei
Jenis Kappa-Iota Kappa-Iota
selai, buah awet Gel ikan Sirop Analog buah-buahan
Taraf penggunaan (%) 0..5 – 1.0 0..5 – 1.0 0.5 – 1..0
Pembentukan gel Pemantap suspensi Pembentukan gel, tekstur
Salad dressing Pemantap emulsi Pemutih susu imitasi Pemantap lemak Kopi imitasi Pemantap emulsi Sumber: FMC corp 1977.
Kappa Kappa-Lambda Kappa
0..3 – 0.5 0.5 – 1.0 0.4 – 0.6
Iota Iota-Lambda Lambda
0.03 – 0.06 0.5 – 1.0 0.1 – 0.2
2.5 Standar Mutu Karaginan Indonesia belum mempunyai standar mutu karaginan, tetapi secara internasional telah dikeluarkan spesifikasi mutu karaginan yang telah digunakan sebagai persyaratan minimum yang diperlukan bagi suatu industri pengolahan karaginan baik dari segi teknologi maupun ekonomis yang meliputi kualitas dan kuantitas ekstraksi rumput laut (Kadi & Atmadja, 1988). Spesifikasi mutu karaginan menurut FAO (Food Agriculture Organization), FCC (Food Chemical Codex) di Amerika,dan EEC (European Economic Community) di Eropa dapat dilihat pada Tabel 5. Karaginan tidak mempunyai nilai gizi yang berarti karena strukturnya berupa polisakarida kompleks yang sukar dicerna. Daya cerna karaginan berkisar antara 9.4– 16.1% tergantung prosentase karaginan dalam makanan. Selain daya cernanya yang rendah, kandungan kalori karaginan juga sangat rendah, bahkan mencapai nol (Towle 1973).
14
Tabel 5 Spesifikasi mutu karaginan Spesifikasi Sulfat (%) Viskositas (cps) Kadar abu (%) Kadar abu tak larut asam (%)
FAO
FCC
EEC
15 – 40 Min 5 cps 15 – 40 Maks 2
18 – 40 Min 5 cps Maks 35 Maks 1
15 – 40 Min 5 cps 15 – 40 Maks 2
Pb (ppm) As (ppm)
Maks 10 Maks 3
Maks 10 Maks 3
Maks 10 Maks 3
Sumber : A/S Kobenhvns Pektifabrik (1978) dalam Angka dan Suhartono (2000).
2.6
Aplikasi Karaginan
2.6.1
Tepung Puding Instan Istilah puding digunakan di Eropa pada abad pertengahan untuk hidangan
dari daging yang dibungkus. Tidak semua puding rasanya manis, swet pudding (puding lemak) adalah jenis puding yang berisi daging sapi yang dibungkus adonan pai dari tepung terigu bercampur lemak domba atau lemak sapi. Di Britania Raya, istilah puding sering digunakan untuk hidangan penutup yang dibuat dari telur dan tepung, serta dimasak dengan cara dikukus, direbus, atau dipanggang (Kurmann et al . 1992). Puding adalah makanan yang terbuat dari hidrokoloid yang diolah dengan cara pemasakan dengan penambahan air sehingga menghasilkan tekstur yang lembut. Puding selain dapat disajikan sebagai makanan pencuci mulut, juga disajikan sebagai makanan sajian utama (Webster 1966). Berdasarkan bahan dan cara memasaknya, puding terdiri dari dua jenis: 1. Puding dengan bahan pengental seperti agar-agar, gelatin atau tepung maizena yang dibuat dengan merebus bahan-bahan hingga mendidih 2. Puding berbahan baku telur dan tepung terigu atau tepung beras yang dimasak dengan cara memanggang, mengukus, atau merebus. Menurut Anonim (2009) Bahan dasar yang biasa dipakai pada pembuatan puding adalah tepung tapioka atau pati termodifikasi, susu, whey powder, gula, karaginan, atau kadang-kadang juga gelatin. Untuk menghasilkan puding dengan tekstur yang lembut biasanya dibutuhkan campuran bahan-bahan yang tepat, kemudian dicampurkan dengan air dan dimasak. Bahan tambahan yang biasa dipakai adalah bahan perasa dan bahan pewarna. Perasa dan pewarna ini
15
disesuaikan, misalnya
untuk rasa jeruk digunakan warna oranye, untuk rasa
cokelat dengan warna coklat, dan seterusnya. Penggunaan pati termodifikasi sebagai bahan pencampur pada pembuatan tepung puding instan karena pati termodifikasi memiliki sifat diantaranya memiliki tingkat kecerahannya lebih tinggi (pati lebih putih), tingkat kekentalan lebih tinggi, gel yang terbentuk lebih jernih, tekstur gel yang dibentuk lebih lembek, kekuatan regang rendah, granula pati lebih mudah pecah, waktu dan suhu gelatinisasi yang lebih rendah, serta waktu dan suhu granula pati untuk pecah lebih rendah (Ebookpangan. Com 2006). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hustiany (2006), jenis pati yang banyak dipakai pada pembuatan puding instan adalah pati pregelatinisasi karena mempunyai sifat larut dalam air dingin dan dapat berperan sebagai bahan pengisi. Selain sebagai bahan pengisi pati yang digunakan pada campuran puding juga dapat berfungsi meningkatkan kekutan gel, menghasilkan tekstur yang lembut (halus) dan menstabilkan suatu emulsi. Banyaknya pati pregelatinisasi yang dicampurkan pada pembuatan puding instan berkisar antara 5-25% (tetapi yang paling disukai antara 10-20%) dari berat campuran puding. Pati pregelatinisasi yang banyak digunakan dimodifikasi dari berbagai sumber seperti jagung, tapioka, gandum, kentang, dan lain-lain. Selain pati pregel tapioka, dekstrin dan tepung mocaf merupakan bahan yang juga banyak dipakai dalam campuran puding instan. Dekstrin merupakan hasil hidrolisis pati yang tidak sempurna. Proses ini juga melibatkan alkali dan oksidator. Pengurangan panjang rantai tersebut akan menyebabkan perubahan sifat dimana pati yang tidak mudah larut dalam air diubah menjadi dekstrin yang mudah larut. Dekstrin bersifat sangat larut dalam air panas atau dingin, dengan viskositas yang relatif rendah. Sifat tersebut mempermudah penggunaan dekstrin apabila digunakan dalam konsentrasi yang cukup tinggi (Lineback & Inlett 1982) dalam ebookpangan. Com Tepung Kasava Bimo adalah produk tepung dari ubi kayu (Manihod esculenta crantz) yang diproses menggunakan prinsip memodifikasi sel ubi kayu secara fermentasi. Mikroba yang tumbuh menyebabkan perubahan karakteristik dari tepung yang dihasilkan berupa naiknya viskositas, kemampuan gelasi, daya rehidrasi, dan kemudahan melarut. Mikroba juga menghasilkan asam-asam
16
organik, terutama asam laktat yang akan terimbibisi dalam bahan, dan ketika bahan tersebut di olah akan dapat menghasilkan aroma dan citra rasa khas yang dapat menutupi aroma dan citra rasa ubi kayu yang cenderung tidak menyenangkan konsumen. Dalam campuran produk pangan tepung mocaf mempunyai sifat sebagai pengikat, pengental, dan pengisi. Aplikasinya dapat digunakan dalam berbagai industri sup, puding, makanan bayi, sosis, dan lain sebagainya. Tepung puding instan dapat digolongkan sebagai mixed food, yaitu produk makanan yang telah diformulasikan, mengandung sebagian atau sepenuhnya bahan dasar kering, yang kemudian setelah direhidrasikan dan disiapkan sesuai dengan petunjuk akan mendapatkan produk jadi yang sama seperti yang dibuat dirumah. Beberapa kondisi yang harus diperhatikan dalam proses pembuatan puding adalah suhu dan lamanya pemasakan untuk mencapai gelatinisasi, intensitas pengadukan, pH dari campuran dan bahan-bahan tambahan seperti air, gula, lemak dan protein dari susu dan telur serta besar dan kecilnya ukuran partikel dari campuran (Bennion & Hudges 1975).
Pemasakan dalam waktu yang
lebih
singkat akan menghasilkan pasta yang lebih kental. Pengadukan akan mempercepat terjadinya gelatinisasi dan mempertinggi konsistensi tetapi pengadukan yang berlebihan akan menyebabkan kerusakan pati dan menurunkan viskositas (Bennion & Hudges 1975). Bahan Utama yang banyak digunakan dalam pembuatan tepung puding instan meliputi pati pregelatinization tapioka, dekstrin , mocaf, susu bubuk , garam, gula, karaginan, flavor dan pewarna makanan. Gula merupakan komponen tunggal yang paling sering digunakan dalam persiapan mixed food. Fungsi gula atau sukrosa dalam produk makanan adalah sebagai pengawet, penguat rasa, aroma dan bulking agent. Jenis gula yang paling populer yang dapat digunakan dalam pembuatan puding adah jenis sukrosa, glukosa, dan fruktosa. Susu merupakan emulsi dari bagian-bagian lemak yang sangat kecil dalam larutan protein cair, gula dan bahan-bahan lainnya. Keuntungan menambahkan susu dalam pembuatan puding adalah dapat meningkatkan nilai gizi produk, meningkatkan toleransi terhadap over mixing dan memperbaiki flavor (Associates
17
1981). Jumlah susu yang ditambahkan dalam pembuatan tepung puding instan tergantung selera. Bahkan pada kasus tertentu seperti pada kasus laktosa intoleran maka melakukan subsitusi susu dengan susu kedelai seperti penelitian yang dilakukan oleh
Allison Calahan & Anna Faris (2008).
penelitian Carpenter et al. (2001),
Berdasarkan
komposisi susu yang ditambahkan antara 0
sampai 20 % . Susu krim adalah susu bubuk yang masih banyak mengandung komponen lemak susu, sedangkan susu skim adalah produk susu yang diperoleh dari pemisahan krim dengan cara sentrifugasi. Komposisi susu bubuk skim dan full krim dapat dilihat pada Tabel 6. Fungsi susu pada pembuatan puding adalah sebagai sumber kalsium di mana kalsium ini dapat memperkuat terbentuknya gel sehingga akan meningkatkan viscositas dari produk pangan itu sendiri. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Allison et.al (2008), bahwa subsitusi susu kedelai pada puding instan telah terbukti mengurangi jumlah gelasi dan viskositas produk yang dihasilkan (Schafer & Holdt 1992). Tabel 6 komposisi susu bubuk skim dan krim Komponen Air Protein Lemak Laktosa Abu Total padatan lemak
Skim 4.00 37.40 1.00 49.20 8.4 96.00
Krim 4.00 27.20 26.00 36.80 6.00 96.00
Karaginan merupakan polisakarida yang digunakan sebagai bahan tambahan yang digunakan untuk mengentalkan dan menstabilkan berbagai macam makanan seperti jeli, makanan penutup dan permen. Bahan ini memberikan tekstur makanan melalui pembentukan gel. Jenis-jenis bahan pembentuk
gel
biasanya merupakan bahan berbasis polisakarida atau protein. Contoh-contoh dari bahan pembentuk gel antara lain asam alginat, sodium alginat, kalium alginat, kalsium alginat, agar, karaginan, locust bean gum, pektin dan gelatin (Raton & Smooley 1993). Bahan pembentuk gel merupakan komponen polimer berberat
18
molekul tinggi yang merupakan gabungan molekul-molekul dan lilitan-lilitan dari polimer molekul yang akan memberikan sifat kental dan gel yang diinginkan. Molekul-molekul polimernya berikatan melalui ikatan silang membentuk struktur jaringan tiga dimensi dengan molekul pelarut terperangkap dalam jaringan ini (Clegg 1995). Karaginan yang disubsitusikan pada tepung puding instan berguna untuk menimbulkan gel dan untuk membentuk kompleks dengan protein atau partikel lemak (Tijssen et al. 2007). Iota-karaginan membentuk interaksi double-heliks sangat kuat dengan kalsium sehingga membentuk zona persimpangan yang kuat (Janaswany & Chandrasekaran 2002). Namun, ketika iota karaginan berinteraksi dengan protein seperti terjadi seperti pada susu dengan protein whey maka daya gelasinya akan mengalami penurunan (Tijssen et al. 2007). Penambahan kalsium dalam campuran tepung puding instan kering akan meningkatkan jumlah kalsium yang tersedia untuk membentuk zona persimpangan karaginan yang kuat yang diperlukan untuk gelasi. Kappa-karaginan menghasilkan gel yang lebih kuat dan memiliki sifat sinergis dengan kacang locust (Hui 2007). Hal ini dapat menjadi solusi yang lebih ekonomis dibandingkan dengan menambahkan iota-karaginan karena perlu ditambahkan dalam jumlah yang lebih besar (Hui 2007). Sehingga perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut sifat kappa dan iota karaginan untuk
diaplikasikan dalam formulasi puding instan. Menurut Ellya et.al (2006), iota karaginan memiliki sifat kekuatan gel yang sangat rendah, viskositasnya sangat tinggi dan sineresisnya rendah. Hal ini terjadi karena secara fungsional iota karaginan dalam air tidak membentuk gel atau sangat lemah kecuali ditambahkan garam seperti kalsium atau magnesium (FCC 1997). Sedangkan kappa karaginan kekuatan gelnya sangat tinggi sekali, viskositasnya sangat rendah dan mudah mengalami sineresis. Untuk membuat puding, jelly dan minuman sifat elastisitas sangat dibutuhkan. Menurut Sinurat et.al (2006), Kappa karaginan kurang elastis dibandingkan dengan iota karaginan. Untuk meningkatkan elastisitas biasanya ditambahkan dengan gum (Arbuckle & marshall 2000). Atau dapat mengkombinasikan perbandingan komposisi pemakaian kappa dan iota karaginan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
19
oleh FMC Corp (1977), untuk membuat gel dessert biasanya menggunakan perbandingan kappa-iota karaginan sebanyak 0.5-1.0 % dalam formulasinya. 2.7 Kemasan Pengertian
umum
dari kemasan adalah suatu benda yang digunakan
untuk wadah atau tempat yang dapat memberikan perlindungan sesuai dengan tujuannya (Syarief et al. 1989). Adanya kemasan dapat membantu mencegah atau mengurangi kerusakan, melindungi bahan yang ada di dalamnya dari pencemaran serta gangguan fisik seperti gesekan, benturan dan getaran. Dari segi promosi kemasan berfungsi sebagai perangsang atau daya tarik pembeli . Bahan kemasan yang umum digunakan untuk pengemasan produk hasil pertanian untuk tujuan pengangkutan atau distribusi adalah kayu, serat goni, plastik, kertas dan gelombang karton (Syarief et al. 1989). Menurut Winarno & Jenie (1983) tujuan makanan dikemas adalah untuk mengawetkan makanan, yaitu mempertahankan mutu kesegaran, warnanya yang tetap, untuk
menarik konsumen, memberikan
kemudahan penyimpanan dan
distribusi, serta yang lebih penting lagi dapat menekan peluang terjadinya kontaminasi dari udara, air, dan tanah baik oleh mikroorganisme pembusuk, mikroorganisme yang dapat membahayakan kesehatan manusia, maupun bahan kimia yang bersifat merusak atau racun. Menurut Syarief & Irawati (1988), kemasan berfungsi sebagai: (1) wadah untuk
menempatkan
produk
dan
memberi bentuk sehingga
memudahkan dalam penyimpanan, pengangkutan dan distribusi, (2) memberi perlindungan terhadap mutu produk dari kontaminasi luar dan kerusakan, dan (3) menambah daya tarik produk. Beberapa faktor
yang perlu diperhatikan dalam pengemasan bahan
pangan antara lain sifat bahan pangan, keadaan lingkungan dan sifat bahan kemasan. Gangguan yang paling umum terjadi pada bahan pangan adalah kehilangan atau perubahan kadar air, pengaruh gas, dan cahaya. Sebagai akibat perubahan kadar air pada produk, akan timbul jamur dan bakteri, pengerasan pada bubuk, dan pelunakan pada produk kering (Syarief et al. 1989). Bahan pangan mempunyai sifat yang berbeda-beda dalam kepekaannya terhadap penyerapan atau pengeluaran gas (udara dan uap air). Bahan kering
20
harus dilindungi dari penyerapan air dan oksigen dengan cara menggunakan bahan pengemas yang mempunyai daya tembus rendah terhadap gas tersebut (Purnomo & Adiono 1987). Produk kering terutama yang bersifat hidrofilik harus dilindungi terhadap masuknya uap air. Umumnya produk-produk ini memiliki ERH yang rendah, oleh sebab itu harus dikemas dengan kemasan yang memiliki permeabilitas air yang rendah untuk mencegah produk yang berkadar gula tinggi merekat atau produk-produk tepung menjadi basah sehingga tidak lagi bersifat mawur (free flowing) (Syarief et al. 1989). Plastik pangan.
merupakan
bahan
pengemas
yang penting dalam industri
Sebagai bahan pembungkus, plastik dapat digunakan dalam bentuk
tunggal, komposit, atau berupa lapisan-lapisan (multi lapis) dengan bahan lain seperti kertas dan alumunium foil. Menurut Robertson (1993), kombinasi antara berbagai kemasan plastik yang berbeda atau plastik dengan kemasan non plastik dimana ketebalan setiap lapisan utamanya lebih dari 6 mikron yang diproses baik dengan cara laminasi ekstrusi atau laminasi adhesif disebut sebagai kemasan laminasi. Dalam kemasan laminasi minimal ada dua jenis kemasan, dimana salah satunya harus bersifat thermoplastic. Kemasan laminasi yang sering digunakan industri pangan saat ini tidak hanya
kombinasi antara berbagai macam campuran
plastik saja melainkan
kombinasi plastik dengan aluminium. Kemasan seperti ini disebut metallized plastic. Kemasan seperti ini cocok digunakan sebagai pengemas kopi, makanan kering, keju, dan roti panggang. Metallized plastic bersifat tidak meneruskan cahaya, menghambat masuknya oksigen, menahan bau, memberikan efek mengkilap, dan mampu menahan gas (Brown 1992). Selain itu, metallized plastic mudah disobek sehingga memudahkan konsumen membuka kemasan. Metallizing merupakan proses pelapisan salah satu sisi film plastik transparan dengan logam pada kondisi yang sangat vakum. Logam yang biasa digunakan adalah aluminium. Proses metalisasi dilakukan dengan menguapkan dan melelehkan aluminium pada suhu 1500 oC. Uap aluminium akan melapisi film plastik yang berputar pada sebuah rol pendingin bersuhu ± 15 Kelebihan
o
C (Febriyanti 2002).
plastik dari kemasan lain diantaranya adalah harga yang
relatif
21
rendah, dapat dibentuk menjadi berbagai macam bentuk, dan dapat mengurangi biaya transportasi. Selain itu, plastik sebagai bahan pengemas memilki sifat ringan, transparan, kuat, termoplastis dan selektif dalam permeabilitasnya terhadap uap air, O2, dan CO2. Sifat permeabilitas plastik terhadap uap air dan udara menyebabkan plastik mampu berperan memodifikasi ruang kemas selama penyimpanan. Plastik juga merupakan jenis kemasan yang dapat menarik selera konsumen. Aluminium foil merupakan jenis kemasan yang juga sering dipakai. Foil merupakan bahan kemas dari logam, berupa lembaran dan tipis dengan ketebalan kurang dari 0.15 mm. Foil mempunyai sifat hermetis, fleksibel, dan tidak tembus cahaya. Pada umumnya digunakan sebagai bahan pelapis (laminan) yang dapat ditempatkan pada bagian dalam (lapisan dalam) atau bagian tengah sebagai penguat yang dapat melindungi bungkusan (Syarief et al. 1989). Ketebalan dari aluminium foil menentukan sifat protektifnya. Aluminium foil dengan ketebalan rendah masih dapat dilalui gas dan uap air. Aluminium foil dengan ketebalan 0.0375 mm atau lebih mempunyai permeabilitas uap air nol. Sifat-sifatnya yang lebih tipis dapat diperbaiki dengan memberi lapisan plastik atau kertas sehingga menjadi foil-plastik, foilkertas, atau kertas-foil-plastik (Syarief et al. 1989). 2.8 Penentuan Umur Simpan 2.8.1 Kinetika Penurunan Mutu Produk Pangan Secara umum pengertian umur simpan adalah lamanya masa penyimpanan (pada kondisi penyimpanan yang normal/sesuai) dimana produk masih memiliki/atau memberikan daya guna seperti yang diharapkan/dijanjikan (it can reasonably be expected to retain its specific properties). Penentuan umur simpan dapat dilakukan dengan cara penanganan suatu produk dalam suatu kondisi yang dikehendaki dan dipantau setiap waktu (Speigel 1992). Umur simpan suatu produk ditentukan oleh tiga faktor, yaitu karakteristik produk, lingkungan dimana produk didistribusikan dan karakteristik kemasan yang digunakan (Robetson 1992). Penentuan umur simpan suatu produk sangat penting dalam proses penyimpanan suatu produk. Dengan mengetahui umur simpannya, akan dapat merancang sistem pengemasan dan penyimpanan yang sesuai (Syarief & Halid 1993).
22
Penurunan mutu produk dapat diamati melalui perameter yang diukur secara kuantitatif dan parameter tersebut harus mencerminkan keadaan mutu produk yang diperiksa. Selama proses penyimpanan produk makanan, idealnya suhunya tetap dari waktu ke waktu tetapi seringkali keadaannya berubah. Dan jika suhu selama penyimpanan tetap maka laju penurunan mutu dapat dapat dihitung dengan menggunakan persamaan Arrhenius (Syarief & Halid 1993). Menurut Labuza (1982), reaksi penurunan mutu pada makanan banyak dijelaskan oleh ordo reaksi nol dan satu, hanya sedikit yang dijelaskan dengan ordo reaksi yang lain. 2.8.1.1 Reaksi Ordo Nol Tipe kerusakan yang mengikuti kinetic reaksi ordo nol adalah kerusakan enzimatis, pencoklatan enzimatis dan oksidasi. Penurunan mutu ordo reaksi nol artinya penurunan mutu yang konstan.
Kecepatan penurunan mutu tersebut
berlangsung tetap pada suhu yang konstan dan dapat digambarkan dengan persamaan sebagai berikut :
− dA =k dT Untuk menentukan jumlah kehilangan mutu, maka dilakukan integrasi terhadap persamaan diatas : At
t
∫ dA = - ∫ kdt A0
0
Sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut : At – A0 = -kt Dimana : At = jumlah a pada waktu t; A0 = junlah awal A 2.8.1.2 Reaksi Ordo Satu Tipe kerusakan pangan yang mengikuti reaksi ordo satu adalah ketengikan, pertumbuhan mikroba, produksi off-flavor oleh mikroba pada daging, ikan, unggas, kerusakan vitamin dan penurunan mutu protein. Pada reaksi ordo satu kecepatan penurunan mutunya yang terjadi tidak konstan dan dapat digambarkan melalui persamaan berikut ini :
23
− dA =kA dt Untuk menentukan jumlah kehilangan mutunya maka dilakukan integrasi terhadap persamaan diatas : At
t
∫ dA/A = - ∫ kdt A0
0
Sehingga akan diperoleh persamaan linier sebagai berikut : ln AT – ln Ao = -kt
2.8.2
Metode Uji Umur Simpan Yang Dipercepat (Accelerated Shelf Life Test) Pada metode ini menggunakan Model Arrhenius dimana untuk
mempercepat penentuan umur simpan maka dilakukan dengan mengkondisikan bahan pangan yang disimpan pada suhu, kemudian umur simpan produk ditentukan berdasarkan ekstrapolasi ke suhu penyimpanan. Oleh karena itu, umur simpan yangdiperoleh merupakan nilai perkiraan yang validitasnya sangat ditentukan oleh model matematika yang diperoleh dari hasil percobaan. Contoh produk yang dapat ditentukan umur simpannya dengan model Arrhenius adalah makanan kaleng steril komersial, susu UHT, susu bubuk, produk snack, meat product, produk pasta, jus buah, mie instan, tepung-tepungan, kacang-kacangan, dan produk lain yang mengandung lemak tinggi atau mengandung gula pereduksi dan protein yang memungkinkan terjadinya oksidasi lemak atau reaksi pencoklatan (Kusnandar 2006). Metode
Arrhenius
merupakan
pendugaan
umur
simpan
dengan
menggunakan metode simulasi. Untuk menganalisa penurunan mutu dengan metode simulasi diperlukan beberapa pengamatan, yaitu harus ada parameter yang diukur secara kuantitatif dan parameter tersebut harus mencerminkan keadaan mutu yang akan terjadi pada kondisi ini (Syarif & Halid 1993). Lebih lanjut Syarif & Halid (1993) mengungkapkan dalam penentuan
umur simpan,
metode Arrhenius sangat baik untuk diterapkan dalam penyimpanan produk pada suhu penyimpanan yang relatif stabil dari waktu ke waktu. Selanjutnya laju penurunan mutu ditentukan dengan persamaan Arrhenius berdasarkan persamaan
24
K = Ko e
-Ea/RT
Dimana : K = konstanta penurunan mutu Ko = konstanta (tidak tergantung pada suhu) Ea = Energi aktivasi T = suhu mutlak ( oC+273) R = konstanta gas (1,986 kal/mol)
Dengan mengubah persamaan diatas menjadi : Ln K = ln ko -
Ea 1 . R T
Maka akan diperoleh grafik berupa garis linier pada plot ln k terhadap 1/T dengan slope –Ea/R. Labuza (1982), menyatakan penilaian tentang umur simpan dapat dilakukan pada kondisi dipercepat (accelerated shelflife test) yang selanjutnya dapat memprediksi umur simpan yang sebenarnya. Metode ini dapat dilakukan dengan mengkondisikan bahan pangan pada suhu dan kelembaban relatif yang tinggi sehingga kadar air kritis lebih cepat tercapai. Penentuan umur simpan dengan metode Arrhenius termasuk kedalam metode akselerasi ini Semakin sederhana model yang digunakan untuk menduga umur simpan, maka semakin banyak asumsi yang dipakai. Asumsi-asumsi yang digunakan dalam pendugaan metode Arrhenius adalah : (1) Perubahan faktor mutu hanya ditentukan oleh satu macam reaksi saja, (2) Tidak terjadi faktor lain yang mengakibatkan perubahan mutu, (3) Proses perubahan mutu dianggap bukan merupakan akibat proses-proses yang terjadi sebelumnya dan (4) Suhu selama penyimpanan tetap atau dianggap tetap.
25
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei 2011 – Januari 2012 bertempat di Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, Jakarta dan laboratorium Pilot Plant SEAFAST Center IPB Bogor. Tahap Ekstraksi dan karakterisasi karaginan, formulasi dan optimasi tepung puding instan dan pendugaan umur simpan tepung puding instan dilakukan di Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, SLIPI Jakarta.
Sedangkan pencampuran formula dan pengemasan
tepung puding instan dilakukan di laboratorium Pilot Plant SEAFAST Center IPB Bogor.
3.2 Bahan dan Alat 3.2.1 Bahan Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah ATC (Alkali Treated Cottonii) Eucheuma cottonii dan Rumput laut jenis Eucheuma spinosum yang diperoleh dari perairan makasar, NaOH, KCl, Selite , susu bubuk full krim, dekstrin yang dibeli dari toko kimia Setia Guna dan Tepung kasava Bimo yang diperoleh di Balai Teknologi Pasca Panen Cimanggu, puding komersial, gula halus, Perisa, garam dan pewarna makanan . 3.2.2 Alat Peralatan yang digunakan adalah kompor, panci, timbangan, oven, desikator, refrigerator, neraca analitik, hot plate,
varimixer yang dilengkapi
dengan agitator/pengaduk, planetary mixer, Viscometer Brookfield, filter press, alat pengepres, plastik, pH meter, tekstur analyzer, alat pengering, erlenmeyer, grinder, pengaduk pencapit logam, peralatan gelas, kertas saring, magnetic Stirrer, pipa paralon, cawan alumunium, alumunium foil,
serta peralatan
laboratorium untuk pengujian kimia dan sensori sesuai dengan parameter yang sudah ditentukan dan peralatan lain yang mendukung penelitian ini.
26
3.3 Metode Penelitian Penelitian ini dibagi menjadi 3 tahap yaitu 1) Karakterisasi sifat fisiko kimia kappa dan iota karaginan, 2) Formulasi tepung puding instan, optimal tepung puding instan dengan program Design Expert 7.0®
dan 3) Pendugaan
umur simpan tepung puding instan. Tahap 1 terdiri : dari a) Penentuan Sifat fisikokimia karaginan; b) Perbandingan kappa dan iota karaginan. Diagram alir dari seluruh tahapan penelitian yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar 4 . Tahap 1. Karakterisasi Sifat Fisiko Kimia Kappa dan Iota Karaginan a) Penentuan Sifat Fisikokimia Karaginan Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sifat bahan baku karaginan hasil ekstraksi ATC (Alkali Treated Cottonii) dari rumput laut jenis Eucheuma cottonii dan rumput laut jenis Eucheuma spinosum terhadap sifat gelnya. Dari karaginan yang diperoleh kemudian dilakukan pengamatan yang meliputi rendemen, kadar air, kadar abu, kadar abu tidak larut asam, kadar sulfat, viskositas dan kekuatan gelnya. Diagram alir penentuan sifat fisikokimia karaginan dapat dilihat pada Gambar 5. b) Perbandingan Kappa dan Iota Karaginan Penelitian selanjutnya mengkombinasikan kappa dan iota karaginan dengan berbagai perbandingan ( 1:1, 1:2, 1:3, 2:1, 3:1 ) . Campuran (kappa:iota) karaginan ditimbang dengan timbangan analitik dengan berat sesuai dengan perbandingan tersebut. Selanjutnya campuran (kappa : iota) karaginan dihomogenkan kemudian dianalisis kekuatan gel dan sineresisnya. Tujuannya untuk mendapatkan perbandingan karaginan yang tepat untuk diaplikasikan pada pembuatan tepung puding instan. Rancangan percobaan yang digunakan untuk melihat pengaruh campuran (kappa dan iota) karaginan penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) (Steel and Torrie 1980). Data yang diperoleh dari penelitian dianalisis dengan menggunakan software microsoft exel 2003 dengan metode Rancangan Acak Lengkap atau Anova Single Factor dengan 3 kali ulangan. Model rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut :
Yij = µ + τi + εij
27
Keterangan: Yij = Nilai pengamatan dari perlakuan ke-i (kekuatan gel, elastisitas dan sineresis) dan ulangan ke-j µ = Nilai rataan umum populasi τi = Pengaruh perlakuan ke-i (perbandingan kappa dan iota-karaginan) εij = Galat pengamatan atau percobaan pada perlakuan ke-i dengan ulangan ke-j.
28
Gambar 4 Tahapan penelitian pada pembuatan Tepung puding instan
29
Gambar 5
Proses ekstraksi kappa dan iota Karaginan (modifikasi dari purnama 2003)
30
Tahap 2. Formulasi Tepung Puding Instan Optimal Setelah diperoleh perbandingan campuran (kappa:iota) karaginan yang tepat pada tahap 1. kemudian dilakukan
pengukuran nilai kekuatan gel dan
sineresis tepung puding komersial. Proses formulasi pembuatan tepung puding instan dilakukan dengan mencampurkan semua bahan yang diperlukan dalam pembuatan tepung puding instan seperti susu, tepung kasava bimo, dekstrin, karaginan, KCl, gula dan flavor. Didapatkan sebanyak 18 formulasi tepung puding instan dan dilakukan pengukuran respon meliputi kekuatan gel, sineresis dan uji sensori dilakukan terhadap 18 formulasi tersebut. Rancangan percobaan yang digunakan untuk melihat pengaruh perbandingan karaginan, mocaf-dekstrin dan KCl pada formulasi tepung puding instan adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial (RALF) (Steel and Torrie 1980). Data yang diperoleh dari penelitian dianalisis dengan menggunakan software microsoft exel 2003 dengan metode Rancangan Acak Lengkap Faktorial. Model rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut: Y(ijk)l = µ +Ai + Bj + Ck + ABij + BC jk + AC ik + ABC ijk + ε(ijk)l Keterangan: Y(ijk)l
= Respon percobaan karena pengaruh bersama taraf ke-i faktor A, taraf ke-j faktor B, taraf ke-k faktor C dan pada ulangan ke-l µ = Nilai rataan umum populasi Ai = pengaruh taraf ke-i faktor A (i = 1,2,3) Bj = pengaruh taraf ke-j faktor B (j = 1,2,3) Ck = pengaruh taraf ke-k faktor C (k = 1,2) AB ij = pengaruh interaksi taraf ke-i faktor A dengan taraf ke-j faktor B BCjk = pengaruh interaksi taraf ke-j faktor B dengan taraf ke-k faktor C ACik = pengaruh interaksi taraf ke-i faktor A dengan taraf ke-k faktor C ABCijk = pengaruh interaksi taraf ke-i faktor A , taraf ke-j faktor B dan taraf ke-k faktor C Untuk mendapatkan data formula tepung puding yang optimum terhadap nilai respon yang ditargetkan maka digunakan metode Response Surface Metodology (RSM) dengan menggunakan menggunakan peranti lunak Design Expert 7.0. Dari hasil analisa RSM akan dihasilkan persamaan regresi, persamaan regresi ini dapat menjelaskan pengaruh penambahan karaginan, mocaf, dekstrin dan KCl terhadap kekuatan gel, sineresis, dan uji sensori (meliputi kenampakan, aroma,
31
tekstur dan rasa). Visualisasi hasil analisa RSM diperoleh dalam bentuk gambar permukaan tiga dimensi atau kontur dua dimensi. Gambar tersebut akan memperjelas besarnya nilai tekstur, sineresis dan nilai respon lainnya ditetapkan nilainya agar diperoleh formulasi puding optimal. Rancangan diagram alir optimasi
formulasi tepung puding instan dapat dilihat pada Gambar 6 .
Gambar 6
Rancangan Diagram Alir Formulasi Untuk mendapatkan Tepung Puding instan Optimal
Tahap 3. Pendugaan Umur Simpan Tepung puding instan Formula puding yang direferensikan oleh peranti lunak Design Expert 7.0. dan telah divalidasi dalam metode Response Surface Metodology (RSM),
dilakukan pendugaan umur simpanya. simpanya. Tepung puding instan yang terdiri dari susu, tepung kasava bimo, dekstrin, karaginan , KCl, gula dan flavor dicampur dan dihomogenkan. Kemudian tepung puding instan tersebut dikemas dengan kemasan alufo dan disimpan pada berbagai suhu penyimpanan (37 oC, 45 oC dan
32
55 oC). Kemudian setiap minggu dilakukan pengamatan Adapun parameter kritis yang menjadi penilaiannya adalah uji sensori dari kemampuan membentuk puding
(tekstur, kenampakan, tekstur dan rasa) dan pengujian objektif (kekuatan gel).
Gambar 7 Penentuan Pendugaan Umur Simpan Tepung Puding Instan
3.4
Analisis Kimia, Fisik dan Sensori Pengamatan
yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi pengamatan
terhadap sifat fisik dan kimia karaginan dan pengamatan terhadap tepung puding
instan yang telah dibuat puding. Analisa karaginan maliputi rendemen, kadar air, kadar abu, kadar abu tidak larut asam, kadar sulfat, viskositas dan kekuatan gel.
3.4.1 Rendemen (AOAC, 1984) Rendemen karagian dapat dihitung berdasarkan perbandingan tepung
karaginan
dengan berat bahan dasar rumput laut kering mula-mula (sebelum
diekstrak). Rendemen =
x 100 %
3.4.2 Kadar Air (AOAC 1995) Karaginan sebanyak 2 gram ditimbang dalam cawan porselen yang telaah dikeringkan pada suhu 105 oC selama 1 jam. Cawan porselen yang berisi contoh kemudian dimasukkan dalam oven pada suhu 105 oC selama 4 jam. Jika I1 adalah bobot contoh daan I2 adalah bobot contoh setelah dikeringkan, maka :
% Kadar air = x 100%
33
3.4.3 Kadar Abu (AOAC, 1995) Karaginan sebanyak ± 2 gram dimasukkan kedalam cawan porselen (B) yang telah diketahui bobot keringnya, kemudian diabukan dalam tanur pada suhu 550 oC sampai bebas dari arang. Setelah itu sampel didinginkan dalam desikator dan ditimbang sebagai bobot akhir (A). % Kadar abu =
x 100%
3.4.4 Kadar abu tak larut asam (AOAC, 1995) Karaginan yang telah diabukan didihkan dengan 25 ml HCl 10% selama 5 menit.
Bahan-bahan yang tidak terlarut disaring dengan menggunakan kertas
saring tidak berabu. Kertas saring lalu diabukan dalam tanur pada suhu 550 oC, lalu didinginkan dalam desikator untuk selanjutnya ditimbang.
% Kadar abu tidak larut asam =
X 100 %
3.4.5 Kadar Sulfat (FMC corp, 1977) Prinsip yang dipergunakan adalah gugus sulfat yang telah ditimbang dan diendapkan sebagai BaSO4. Contoh ditimbang sebanyak 1 gr dan dimasukkan kedalam labu Erlemeyer yang ditambahkan 50 ml HCL 0.2 N kemudian direfluks sampaii mendidih selama 1 jam. Larutan kemudian ditambahkan 50 ml HCL 0.2 N kemudian direfluk sampai mendidih selama 1 jam.
Larutan kemudian
ditambahkan 25 mk H2O2 10% lalu di refluks kembali selama 5 jam. Selanjutnya ditambahkan 10 ml larutan BaCl2 10% dan kembali dipanaskan selama 2 jam. Endapan yang terbentuk disaring dengan kertas saring tak berabu dan dicuci dengan aquades mendidih hingga bebas klorida. Kertas saring dikeringkan ke dalam oven pengering, kemudian diabukan pada suhu 1000 oC sampai diperoleh abu berwarna putih.
Abu didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang.
Perhitungan kadar sulfat adalah sebagai berikut : ! " #.%&
Kadar sulfat (%) = X 100% Keterangan : P = bobot endapan BaSO4
34
3.4.6 Viscositas (FMC corp, 1977) Viscositas adalah pernyataan dari suatu cairan untuk mengalir. Satuan dari viscositas adalah poise (1 poise = 100 cp). Makin tinggi viscositas menandakan makin besarnya tahanan cairan yang bersangkutan. Pengukuran viscositas dengan menggunakan alat viscometer Brookfied. Larutan karaginan dengan konsentrasi 15 % (b/b) dipanaskan di atas hot plate sambil diaduk secara teratur sampai suhu mencapai 80oC. Viscometer dihidupkan dan suhu larutan diukur ketika suhu larutan mencapai 75oC dan nilai viscositas diketahui dengan pembacaan viscometer pada skala 1-100. Pembacaan dilakukan setelah putaran penuh 8 kali untuk spindel no.2 dengan rpm 60. Hasil pembacaan digandakan 5 kali untuk spindel no.2 bila dijadikan centipoises. 3.4.7 Kekuatan Gel (FMC Corp, 1977) Contoh karaginan sebanyak 3 gr dilarutkan dengan 197 gr air. Berat semua larutan ditetapkan menjadi 200 gr sehingga konsentrasi larutan menjadi 1.5 % (b/b). Larutan lalu dipanaskan diatas hot plate dengan pengadukan secara teratur sampai suhu 80 oC. Larutan panas dimasukkan kedalam cetakan berdiameter kira-kira 4 cm dan dibiarkan pada suhu 10 oC selama ± 12 jam. Setelah membentuk gel kekuatannya diukur dengan alat TX tekstur analyzer. Analisa Tepung Puding Instan 3.4.8 Kekuatan gel Puding Contoh Sampel sebanyak 150 gr dilarutkan dengan 300 gr air. Larutan lalu dipanaskan diatas hot plate dengan pengadukan secara teratur sampai suhu 80 oC. Larutan panas dimasukkan kedalam cetakan berdiameter kira-kira 4 cm dan dibiarkan pada suhu 10 oC selama ± 12 jam. Setelah membentuk gel kekuatannya diukur dengan alat tekstur analyzer. 3.4.9 Sineresis (Graget et al, 2001) Sineresis yang terjadi selama penyimpanan diamati dengan menyimpanan masing – masing puding pada suhu refrigerator (10oC) selama 24 jam dan air yang keluar dihilangkan dengan kertas penyerap air. Kemudian ditimbang dan sineresis dinyatakan sebagai selisih berat / berat awal x 100% (Draget et al, 2001)
35
Perhitungan : Sineresis Puding = A − B x 100 % A
Dimana : A = berat awal sampel sebelum penyimpanan (g) B = berat akhir sampel setelah penyimpanan (g)
3.4.10
Uji sensori Pengujian sensori merupakan cara pengujian yang bersifat subyektif
menggunakan indera yang ditujukan pada penampakan, rasa, aroma, tekstur, keseluruhan dan after taste. Produk yang diujikan adalah produk yang telah melewati proses pemasakan.
Untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis,
dilakukan analisis ragam terhadap data hasil uji sensori. Jika berdasarkan analisis ragam dinyatakan ada pengaruh nyata pada perlakuan maka akan dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan. Dalam penelitian ini uji sensori yang digunakan pada tahapan ini adalah uji ranting hedonik. Panelis yang digunakan adalah panelis terlatih sebanyak 15 orang panelis. Taraf signifikansi yang digunakan adalah 5%. Uji dilakukan terhadap 4 atribut sensori sampel, yaitu warna, rasa, aroma, tekstur, keseluruhan dan after taste. Dalam penelitian ini, uji rating hedonik yang dilakukan menggunakan skala kategori 7 poin dengan deskripsi sebagai berikut : 1 = sangat tidak suka , 2 = tidak suka, 3 = agak tidak suka , 4 = netral , 5 = agak suka , 6 = suka dan 7 = sangat suka.
36
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakterisasi Kappa dan Iota Karaginan Karaginan yang diperoleh dari hasil ekstraksi ATC (Alkali Treated Cottonii) Eucheuma cotonii dan rumput laut Eucheuma spinosum asal perairan Makasar dalam penelitian ini menghasilkan rata-rata rendemen berturut-turut sebesar 32.98 ± 6.80% dari berat ATC dan 14.23 ± 1.80% dari berat rumput laut kering. Rata-rata rendemen karaginan yang dihasilkan dari Eucheuma cotonii pada penelitian ini berkisar antara 26.18 – 39.78%. Hasil ini masih dibawah nilai rendemen yang dilaporkan oleh Lestari (2004) yaitu berkisar antara 38.54 – 54.78%, tetapi lebih tinggi bila dibandingkan penelitian terdahulu (Purnama 2003) yang melaporkan bahwa perbandingan air 1:40 menghasilkan rendemen yang terbaik yaitu 20%. Besarnya nilai rendemen rumput laut selain ditentukan oleh metode ekstraksi juga ditentukan jenis rumput laut, umur atau panjang thalus, bagian tanaman, dan kondisi lingkungan dimana rumput laut tersebut tumbuh (Soegiarto et al. 1978; Alvares & Carmoona, 2007; Miller
1996; Belitz &
Groscha 2004; Draget 2000, Jothisaraswathi et al 2006). Hasil analisis mutu kimiawi karaginan yang diekstraksi dari Eucheuma cotonii dan rumput laut Eucheuma spinosum asal perairan Makasar dapat dilihat pada Tabel 7. Hasil kadar air menunjukkan bahwa karaginan hasil ekstraksi Eucheuma cotonii lebih tinggi dibandingkan rumput laut Eucheuma spinosum. Kadar air karaginan dari ekstraksi ATC Eucheuma cotonii ini masih memenuhi persyaratan mutu karaginan yang ditetapkan sebesar maksimum 12 % . Hasil kadar abu karaginan dari rumput laut Eucheuma cotonii dan Eucheuma spinosum antara 26.62–28.04% dan 22.37- 22,95%, hal ini sesuai dengan kadar abu yang ditetapkan oleh FAO yaitu antara 15–40% dan juga sesuai dengan standar karaginan yang ditetapkan oleh Food Chemical Codex (FCC) yaitu 35%.
Abu merupakan zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan
organik. dan berhubungan dengan kandungan mineral pada suatu bahan. Menurut Apriyantono et.al (1989), nilai kadar abu suatu bahan pangan menunjukkan besarnya jumlah mineral yang terkandung dalam bahan pangan tersebut .
37
Tabel 7 Mutu Fisikimiawi karaginan yang digunakan dalam penelitian E. cotonii (kappa karaginan)
E. Spinosum (iota karaginan)
standar FAO
Rendemen (%)
32.98 ± 6.80
13.25 ± 0.42
-
Kadar Air (%)
8.25 ± 0.070
13.04 ± 1.11
maks 12
Kadar Abu (%) db
27.33 ± 0.71
22.66 ± 0.29
15-40
Kadar Abu tak larut asam (%) db
0.27 ± 0.08
0.18 ± 0.06
maks 1
Kadar Sulfat (%)
17.69 ± 0.25
30.00 ± 0.36
15-40
Viskositas (cPs)
31.00 ± 2.12
394.25 ± 20.15
-
Parameter
Kekuatan gel (gr) 1 616.43 ± 35.85 96.89 ± 5.51 Keterangan : Nilai merupakan nilai hasil rerata 3 kali ulangan ± standar deviasi.
-
Abu tidak larut asam adalah garam-garam klorida yang tidak larut asam yang sebagian adalah garam-garam logam berat dan silika. Kadar abu tidak larut asam merupakan salah satu kriteria dalam menentukan tingkat kebersihan dalam proses pengolahan (Basmal et al. 2003). Rata-rata Kadar abu tak larut asam karaginan dari rumput laut Eucheuma cotonii dan Eucheuma spinosum adalah antara 0.19 – 0.35 % dan 0.12 – 0.24 %, Kadar abu tak larut asam yang dihasilkan pada penelitian ini masih memenuhi kisaran standar mutu karaginan yang ditetapkan oleh European Economic Community (EEC) yaitu maksimum 2% sedangkan FAO dan FCC menetapkan maksimum 1%. Kadar abu tidak larut asam yang tinggi dalam suatu produk menunjukkan adanya residu mineral atau logam yang tidak dapat larut dalam asam seperti silika (Si), yang ditemukan di alam sebagai kuarsa, batu dan pasir. Perbedaan antara karaginan dan agar-agar berdasarkan kandungan sulfat yang ada pada bahan tersebut. Menurut Glicksman (1983), karaginan mengandung 18–40% sulfat sedangkan agar-agar hanya mengandung kadar sulfat antara 3-4%. Rata-rata kandungan sufat karaginan dari rumput laut Eucheuma cotonii dan Eucheuma spinosum adalah
antara 17.435-17.941% dan 29.640-
30.368%. Nilai kadar sulfat tersebut masih memenuhi kisaran standar mutu karaginan yang ditetapkan FAO dan FCC yaitu 15-40%. Pada penelitian ini juga dilakukan pengujian viskositas. Hal ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kekentalan suatu larutan yang dinyatakan dengan centipoises (cPs), Semakin tinggi nilai viskositasnya maka semakin tinggi tingkat kekentalannya. Rata-rata viskositas karaginan dari rumput laut Eucheuma cotonii
38
dan Eucheuma spinosum (iota karaginan) adalah antara 28.88 - 3.12 cPs dan 374.10 – 414.40 cPs.
Viskositas kappa-karaginan lebih kecil dibandingkan
dengan iota-karaginan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian bahwa iotakaraginan memiliki kandungan sulfat yang lebih tinggi dibandingkan dengan kappa-karaginan.
Menurut Suryaningrum (1989), Semakin tinggi kandungan
sulfat maka nilai viskositas juga semakin tinggi, tetapi konsistensi gelnya semakin menurun. Viskositas
karaginan
akan
mengalami
penurunan
dengan +
penambahan garam hal ini disebabkan karena kation K
adanya
dari KCl akan
menurunkan muatan rantai polimer sehingga gaya elektrostatik diantara gugus sulfat akan berkurang. Apabila gaya tolak menolak antara muatan negatif dari gugus sulfat meningkat akan menyebabkan molekul meregang dan sifat hidrofilik polimernya semakin lemah dan menyebabkan viskositas larutan menurun. Kekuatan gel (breaking force) adalah beban maksimum yang dibutuhkan untuk memecah matrik polimer pada daerah yang dibebani (Whyte 1980 dikutip oleh Suheti, 2000). Kekuatan gel selain dipengaruhi oleh jumlah sulfat juga dipengaruhi oleh posisi sulfat dan struktur molekul karaginan (Stanciof & Stanley 1969 dalam mukti 1987). Kappa-karaginan mempunyai kekuatan gel yang lebih tinggi dibanding iota-karaginan. Kandungan sulfat iota-karaginan lebih tinggi jika dibandingkan dengan kappa karaginan, tingginya kandungan sulfat disebabkan putusnya ikatan 3,6 anhidro-D-galaktosa sehingga kekuatan gelnya mengalami penurunan. Rata-rata kekuatan gel karaginan dari rumput laut Eucheuma cotonii dan Eucheuma spinosum(iota karagina) adalah 1 580.58-1 652.28 g dan 91.38102.4 g. 4.1.1
Perbandingan Kappa dan Iota Karaginan Untuk mandapatkan puding yang baik maka tekstur dan rasa harus
diperhatikan. Menurut penelitian yang dilakukan bahwa untuk produk desert dapat menggunakan kombinasi kappa dan iota karaginan. Hal ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Novianti (2003), bahwa kombinasi kappa dan iota karaginan dapat meningkatkan elastisitas gel dan mencegah sineresis produk. Untuk mendapat mutu karaginan yang meliputi kekuatan gel dan sineresis maka dilakukan kombinasi perbandingan kappa dan iota karaginan. Adapun Nilai
39
kekuatan gelnya disesuaikan dengan kekuatan gel yang ada pada puding komersial. Hal ini dilakukan karena belum adanya SNI Puding sehingga mengacu pada produk yang sudah ada dipasaran. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran 2.
4.1.2
Kekuatan Gel Karaginan Campuran Kekuatan gel (breaking force) adalah beban maksimum yang dibutuhkan
untuk memecah matrik polimer pada daerah yang dibebani (Whyte 1980 dikutip oleh Suheti 2000). Konsistensi gel dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya jenis dan tipe karaginan, konsentrasi dan adanya ion-ion pengikat yang menghambat pembentukan hidrokoloid. Selain itu kekuatan gel juga dipengaruhi oleh letak gugus sulfat pada strukturnya. Menurut Fardiaz (1989), pembentukan gel adalah suatu fenomena atau terjadinya pengikat silangan rantai-rantai polimer sehingga membentuk jaringan tiga dimensi yang bersambung dimana jala-jala tersebut dapat mengimobilisasikan air di dalamnya dan membentuk struktur yang kuat dan kaku. Kappa dan iota karaginan merupakan fraksi yang mampu membentuk gel dalam air dan bersifat thermoreversible yang meleleh jika dipanaskan dan membentuk gel kembali jika didinginkan. Kappa karaginan sensitif terhadap ion kalium dan akan membentuk gel yang kuat dengan adanya garam kalium (Glicksman 1983). Sedangkan iota karaginan membentuk gel yang kuat apabila ada ion Ca 2+ (Angka & Suhartono 2000). Pengaruh perbandingan kappa dan iota karaginan terhadap kekuatan gel karaginan dapat dilihat pada Gambar 8. Pada Gambar 7 terlihat semakin banyak perbandingan kappa karaginan pada formulasi campuran karaginan maka kekuatan gelnya akan semakin tinggi. Hal tersebut disebabkan karena kappa karaginan mempunyai kekuatan gel yang besar dibandingkan iota karaginan. Terlihat pula bahwa kombinasi kappa dan iota karaginan yang memberikan kekuatan gel paling tinggi dengan perbandingan (3:1) dan (2:1). Kombinasi kappa dan iota karaginan yang memberikan kekuatan gel paling rendah (1:2) dan (1:3). Terjadinya penurunan kekuatan gel karena bercampurnya kappa dan iota karaginan.
Kekuatan gel (g)
40
900 800 700 600 500 400 300 200 100 0
c
c
b
(3:1)
(2:1)
(1:1)
a
a
(1:2)
(1:3)
Perbandingan (Kappa : Iota)
Gambar 8 Pengaruh perbandingan kappa dan iota karaginan terhadap kekuatan gel karaginan 4.1.3 Sineresis Karaginan Campuran Sineresis adalah karakteristik yang dapat terlihat yaitu terjadi pengkerutan gel yang bersifat lambat, dipengaruhi waktu dengan hasil terlepasnya cairan dari gel (draget et al. 2001). Sineresis dalam suatu gel terlihat dari banyaknya air yang dilepaskan gel oleh pengaruh penyimpanan. Semakin besar nilai sineresis menunjukkan gel semakin mudah melepaskan air dan biasanya kurang disukai dalam perdagangan. Dari hasil analisis sineresis menunjukkan bahwa perbandingan kappa dan iota berpengaruh sangat nyata terhadap sineresis gel karaginan (p < 0.01). Kombinasi
karaginan yang
memiliki nilai sineresis paling tinggi adalah
karaginan dengan perbandingan kappa-iota (3:1). Sedangkan campuran karaginan dengan perbandingan kappa-iota karaginan (1:1) dan (1:3) mempunyai tingkat sineresis yang paling rendah (Gambar 9). Dengan semakin banyak perbandingan kappa karaginan pada campuran karaginan maka sineresis produknya akan mengalami peningkatan.
Dengan
semakin banyak perbandingan iota karaginan pada campuran karaginan maka gelnya tidak mudah mengalami sineresis.
Hal ini disebabkan karena Kappa
karaginan mempunyai sifat gel yang rigid (mudah pecah) hal ini ditandai dengan tingkat sineresis yang tinggi sedangkan iota karaginan mempunyai gel yang elastis dan tidak mudah sineresis. Sedangkan campuran karaginan mempunyai gel dari yang mudah pecah (rigit) sampai gel yang elastis atau sedikit elastis.
41
4,00 3,50
c bc
% Sineresis
3,00
b
2,50 2,00
a
a
1,50 1,00 0,50 0,00 (3:1)
(2:1)
(1:1)
(1:2)
(1:3)
Perbandingan (Kappa : Iota)
Gambar 9 Pengaruh perbandingan kappa dan iota karaginan terhadap Sineresis gel karaginan.
4.2 Formulasi Tepung Puding Instan Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh FMC corp, tahun 1977 bahwa untuk produk desert taraf penggunaan karaginan berkisar antara 0.5-1.0%. Formulasi karaginan yang digunakan pada penelitian ini antara 1-2%.
Hasil
analisis tepung puding komersial merk gong diperoleh kekuatan gel puding sekitar 400 g, maka perbandingan campuran (kappa : iota) karaginan yang dipakai pada formulasi tepung puding instan adalah 1:1 dengan konsentrasi karaginan 0.8, 1.0 dan 1.23%. Pada penelitian ini akan dilihat pengaruh penambahan konsentrasi karaginan, mocaf dekstrin dan KCl terhadap kekuatan gel, sineresis dan sensori (kenampakan, aroma, tekstur dan rasa) puding yang dihasilkan dari tepung puding instan yang diformulasi. Hasil Keseluruhan Pengukuran dan perhitungan respon total seluruh formula tepung puding instan dapat dilihat pada Tabel 8.
4.2.1 Pengaruh Penambahan Karaginan, Mocaf-Dekstrin dan KCl Terhadap Kekuatan Gel Puding Kekuatan gel dinyatakan sebagai breaking force yang didefinisikan sebagai beban maksimum memecah matrik polimer pada daerah yang dibebani (Whyte 1800 yang dikutip oleh Subeti 2000). Pengaruh penambahan konsentrasi karaginan, mocaf-dekstrin dan KCl terhadap kekuatan gel puding di sajikan pada Gambar 10.
42
(a) (b) Gambar 10 (a) Hubungan perbandingan campuran mocaf-dekstrin dan karaginan; (b) Hubungan perbandingan karaginan dan KCl terhadap kekuatan gel puding Hasil uji sidik ragam (Lampiran 5), menunjukkan bahwa penambahan mocaf-dekstrin, karaginan dan KCl
tidak memberikan pengaruh yang nyata
terhadap peningkatan kekuatan gel (p < 0.05), sedangkan interaksi yang terjadi antara mocaf dekstrin dan karaginan, mocaf dekstrin dan KCl, karaginan dan KCl memberikan pengaruh yang nyata terhadap kekuatan gel puding (p < 0.05). Semakin makin banyak konsentrasi karaginan yang ditambahkan, semakin sedikit konsentrasi mocaf yang ditambahkan dan semakin banyak KCl yang ditambahkan maka kekuatan gel pudingnya akan semakin tinggi.
Penambahan konsentrasi
karaginan diatas 0.05% dan terjadinya interaksi antara karaginan dan k-casein susu akan meningkatkan kekuatan gel dari puding yang dihasilkannya (Schorsch et al. 2000). Interaksi yang terjadi antara karaginan dan misel kasein adalah interaksi elektrostatik antara gugus sulfat dari karaginan yang bermuatan negatif dengan kkasein yang bermuatan positif.
Interaksi yang terjadi sebagian besar dapat
mengurangi konsentrasi karaginan yang diperlukan untuk gelasi sehingga dapat meningkatkan terbentuknya kompleks, elastisitas elastisitas dan kekuatan gel.
43
Tabel 8 Hasil Keseluruhan Pengukuran dan perhitungan respon total seluruh formula Karaginan Formula (%)
MocafDekstrin (%)
Respon Sensori KCL (%)
Force (gr)
Sineresis (%)
Kenampakan
Aroma
Tekstur
Rasa
1
0.80
0.50
0.45
332,89
0,004
4,62
4,59
3,45
4,24
2
0.80
0.25
0.45
486,06
0,005
4,53
4,77
3,67
4,21
3
0.80
0.00
0.45
657,93
0,003
4
4,52
3,48
4,31
4
1.00
0.50
0.45
236,09
0,003
5,6
5,27
4,2
5,2
5
1.00
0.25
0.45
265,43
0,003
5,17
5,24
4,55
5,21
6
1.00
0.00
0.45
414,23
0,004
4,93
5,27
4,24
5
7
1.23
0.50
0.45
364,84
0,015
5,17
5,17
5,76
5,31
8
1.23
0.25
0.45
470,82
0,012
5,23
5,4
5,38
4,97
9
1.23
0.00
0.45
892,66
0,013
4,24
4,69
4,9
4,54
10
0.80
0.50
0.00
151,78
0,841
5,27
5,6
4,6
4,73
11
0.80
0.25
0.00
232,61
0,667
5,07
5,73
4,6
5,07
12
0.80
0.00
0.00
323,6
0,81
4,87
5,93
4,4
5
12
1.00
0.50
0.00
157,77
0,308
3,13
3,47
3,8
3,53
14
1.00
0.25
0.00
204,46
0,365
5,8
5,47
4,53
4,87
15
1.00
0.00
0.00
327,75
1,095
5
5,33
4,47
5,27
16
1.23
0.00
0.00
228,19
1,176
5,73
5,27
5,47
5,27
17
1.23
0.00
0.00
302,41
0,894
4,87
5,13
5,47
5,8
18
1.23
0.00
0.00
412,06
0,687
5,4
5,4
5,4
5,47
4.2.2 Pengaruh Penambahan Karaginan, Mocaf-Dekstrin dan KCl Terhadap Sineresis Puding Sineresis adalah karakteristik yang dapat terlihat yaitu pengkerutan gel yang bersifat lambat, dipengaruhi waktu dengan hasil terlepasnya cairan dari gel (Draget, et al. 2001). Sineresis dalam suatu produk terlihat dari banyaknya air yang dilepaskan oleh gel selama penyimpanan. Semakin besar nilai sineresis menunjukkan gel semakin mudah melepaskan air dan ini kurang disukai dalam perdagangan. Hasil uji sidik ragam (Lampiran 6), menunjukkan bahwa perbandingan mocaf-dekstrin, karaginan, KCl dan interaksi yang terjadi antara perbandingan mocaf- dekstrin dan karaginan, mocaf-dekstrin dan KCl, karaginan dan KCl memberikan pengaruh yang nyata terhadap peningkatan sineresis puding (p < 0.05). Pengaruh Penambahan konsentrasi karaginan, mocaf-dekstrin dan KCl pada
44
berbagai formulasi tepung puding instan terhadap sineresis puding dapat dilihat pada Gambar 11 .
(a) (b) Gambar 11 (a) Hubungan perbandingan mocaf-dekstrin dan karaginan ; (b) Hubungan perbandingan karaginan dan KCl terhadap sineresis puding 4.2.3 Analisis Respon Sensori Dalam industri pangan , kepuasan konsumen merupakan target utama yang harus dipenuhi apabila produsen ingin mendapatkan keuntungan. Menurut Krisnayunita (2002), kepuasan konsumen tercapai apabila produsen mampu menyediakan produk dengan mutu terbaik. Salah satu cara
untuk mendapatkan
produk dengan mutu terbaik yaitu dengan analisa sensori. Penilaian mutu secara sensori disukai karena dapat dilakukan secara cepat (Soekarto 1985).
Respon
sensori didapatkan melalui uji ranting hedonik menggunakan 15 panelis terlatih dengan skala katagori tujuh point. 4.2.3.1 Kenampakan Kenampakan merupakan karakteristik pertama yang dinilai panelis dalam mengkonsumsi suatu produk (Soekarto 1995). Kenampakan merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi mutu dari suatu produk pangan. Hasil uji sidik ragam (Lampiran 8), menunjukkan bahwa perbandingan konsentrasi mocaf-dekstrin, karaginan, KCl
dan interaksi yang terjadi antara
perbandingan konsentrasib mocaf-dekstrin dan karaginan, mocaf-dekstrin dan KCl, karaginan dan KCl memberikan pengaruh yang nyata terhadap penerimaan panelis terhadap kenampakan puding (p < 0.05). Pengaruh Penambahan
45
konsentrasi karaginan, mocaf-dekstrin dan KCl pada berbagai formulasi tepung puding instan terhadap kenampakan puding dapat dilihat pada Gambar 12 .
(a) (b) Gambar 12 (a) Hubungan perbandingan mocaf-dekstrin dan karaginan ; (b) Hubungan perbandingan karaginan dan KCl terhadap sensori kenampakan puding 4.2.3.2
Aroma Aroma dari suatu bahan pangan merupakan salah satu parameter yang ikut
menentukan kelezatan dari suatu bahan pangan. Aroma dapat dikaitkan dengan keberadaan senyawa yang dapat menimbulkan kesan makanan tertentu dengan hanya dicium saja. Senyawa tersebut disebut sebagai senyawa penyumbang bau atau rasa (Mann 1997). Aroma atau flavor merupakan kombinasi taste dan ordor yang dipengaruhi oleh sensasi plain, panas, dingin dan rabaan (British Standards Institution). Untuk mendapatkan kesan flavor, ada banyak indra yang terlibat, seperti reseptor cicip, reseptor olfaktori, reseptor rabaan, termal (panas dan dingin) serta reseptor rasa sakit. Flavor atau aroma memiliki peranan penting dalam menentukan penerimaan suatu produk pangan (Adawiya et al 2009). Hasil uji sidik ragam (Lampiran 9), menunjukkan bahwa perbandingan konsentrasi mocaf-dekstrin, karaginan, KCl dan interaksi yang terjadi antara perbandingan konsentrasi mocaf- dekstrin dan karaginan, mocaf-dekstrin dan KCl, karaginan dan KCl memberikan pengaruh yang nyata terhadap penerimaan panelis terhadap aroma puding (p < 0.05). Pengaruh Penambahan konsentrasi karaginan, mocaf-dekstrin dan KCl pada berbagai formulasi tepung puding instan terhadap aroma puding dapat dilihat pada Gambar 13 .
46
(a) (b) Gambar 13 (a) Hubungan perbandingan mocaf-dekstrin dan karaginan (b) Hubungan perbandingan karaginan dan KCl terhadap sensori aroma pudding 4.2.3.3 Tekstur Metode pengukuran tekstur telah banyak dilakukan untuk memperoleh struktur suatu bahan pangan. Pengukuran tekstur sutu bahan pangan dapat dilakukan baik secara fisik, kimia dan sensori. Pengukuran tekstur secara sensori dapat dilakukan secara langsung dengan menggunakan panelis . Pengujian tekstur tidak hanya melibatkan indra peraba saja, melainkan indra pengelihatan dan pendengaran mempunyai peran besar dalam mengevaluasi tekstur suatu produk pangan.
(a) (b) Gambar 14 (a) Hubungan perbandingan mocaf-dekstrin dan karaginan (b) Hubungan perbandingan karaginan dan KCl terhadap sensori tekstur puding
47
Hasil uji sidik ragam (Lampiran 7), menunjukkan bahwa perbandingan konsentrasi mocaf-dekstrin , KCl dan interaksi yang terjadi antara mocaf- dekstrin dan KCl tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap penerimaan panelis terhadap
tekstur
puding (p < 0.05). sedangkan perbandingan konsentrasi
karaginan dan interaksi yang terjadi antara mocaf-dekstrin dan karaginan, karaginan dan KCl memberikan pengaruh yang nyata terhadap penerimaan panelis terhadap tekstur puding (p < 0.05).
4.2.3.4 Rasa Rasa merupakan persepsi dari sel pengecap yang meliputi rasa asin, manis, asam dan pahit yang diakibatkan oleh bahan yang terlarut dalam mulut (Meilgaard et al. 1999). Rasa merupakan atribut sensori yang tidak dapat dilepaskan dari keseluruhan cita rasa produk pangan. Menurut Soekarto (1995), rasa merupakan faktor yang sangat menentukan pada keputusan akhir konsumen untuk menerima atau menolak suatu makanan, walaupun parameter yang lain baik, tetapi jika rasanya tidak enak atau tidak disukai maka akan ditolak oleh konsumen.
(a) (b) Gambar 15 (a) Hubungan perbandingan mocaf-dekstrin dan karaginan (b) Hubungan perbandingan karaginan dan KCl terhadap Sensori rasa puding Hasil uji sidik ragam (Lampiran 10), menunjukkan bahwa perbandingan konsentrasi mocaf-dekstrin, karaginan, KCl
dan interaksi yang terjadi antara
perbandingan konsentrasi mocaf- dekstrin dan karaginan, mocaf-dekstrin dan KCl,
48
karaginan dan KCl memberikan pengaruh yang nyata terhadap penerimaan panelis terhadap rasa puding (p < 0.05).
4.3 4.3.1
Optimasi Tepung Puding Instan Rancangan Formulasi dan Respon untuk mendapatkan kombinasi optimum dari proporsi relatif masing-
masing formula puding instan (karaginan, mocaf, dekstrin dan KCl) terhadap total tepung puding instan pada penelitian ini digunakan peranti lunak Design Expert 7.0® sebagai alat utama. Rancangan formulasi berdasarkan data historical data dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9 Rancangan formula dari Tepung Puding Instan Formula
Proporsi (% V/V) karaginan
mocaf
dekstrin
KCl
1
4,73
35,24
58,85
1,17
2
5,18
46,63
46,63
1,55
3
6,30
46,08
46,08
1,54
4
4,19
23,56
70,68
1,57
5
5,18
23,32
69,95
1,55
6
6,30
23,04
69,12
1,54
7
4,19
0,00
94,24
1,57
8
5,18
0,00
93,27
1,55
9
6,30
0,00
92,17
1,54
10
4,26
47,87
47,87
0,00
11
5,26
47,37
47,37
0,00
12
6,40
46,80
46,80
0,00
13
4,26
23,94
71,81
0,00
14
5,26
23,68
71,05
0,00
15
6,40
23,40
70,20
0,00
16
4,26
0,00
95,75
0,00
17
5,26
0,00
94,74
0,00
18
6,40
0,00
93,60
0,00
49
4.3.2 Hasil Pengukuran Respon Formula Tepung Puding Instan Berdasarkan rancangan formula yang dihasilkan kemudian dibuat model formula tepung puding untuk setiap formula. Selanjutnya dilakukan pengukuran dan perhitungan terhadap repon antara lain respon objektif berupa kekuatan gel, sineresis serta respon subjektif berupa kenampakan, aroma, tekstur dan rasa. Hasil pengukuran dan perhitungan respon dari setiap formula dapat dilihat pada Tabel 10. Hasil pengukuran setiap respon ini akan menjadi input data pada program Design Expert 7.0® yang selanjutnya dianalisis dalam tahapan analisis respon.
Tabel 10. Hasil Keseluruhan Pengukuran dan Perhitungan Respon Total Seluruh Formulasi Puding uji sensori
Proporsi (% V/V) Formula Karaginan (%)
4.3.3
Mocaf (%)
Dekstrin (%)
KCl (%)
Force (g)
sineresis (%)
kenampakan
aroma
tekstur
rasa
1
4,73
35,24
58,85
1,17
332,89
0,004
4,62
4,59
3,45
4,24
2
5,18
46,63
46,63
1,55
486,06
0,005
4,53
4,77
3,67
4,21
3
6,3
46,08
46,08
1,54
657,93
0,003
4,00
4,52
3,48
4,31
4
4,19
23,56
70,68
1,57
236,09
0,003
5,60
5,27
4,20
5,20
5
5,18
23,32
69,95
1,55
265,43
0,003
5,17
5,24
4,55
5,21
6
6,3
23,04
69,12
1,54
414,23
0,004
4,93
5,27
4,24
5,00
7
4,19
0
94,24
1,57
364,84
0,015
5,17
5,17
5,76
5,31
8
5,18
0
93,27
1,55
470,82
0,012
5,23
5,40
5,38
4,97
9
6,3
0
92,17
1,54
892,66
0,013
4,24
4,69
4,90
4,54
10
4,26
47,87
47,87
0
151,78
0,841
5,27
5,60
4,60
4,73
11
5,26
47,37
47,37
0
232,61
0,667
5,07
5,73
4,60
5,07
12
6,4
46,8
46,8
0
323,60
0,810
4,87
5,93
4,40
5,00
13
4,26
23,94
71,81
0
157,77
0,308
3,13
3,47
3,80
3,53
14
5,26
23,68
71,05
0
204,46
0,365
5,80
5,47
4,53
4,87
15
6,4
23,4
70,2
0
327,75
1,095
5,00
5,33
4,47
5,27
16
4,26
0
95,75
0
228,19
1,176
5,73
5,27
5,47
5,27
17
5,26
0
94,74
0
302,41
0,894
4,87
5,13
5,47
5,80
18
6,4
0
93,6
0
412,06
0,687
5,40
5,40
5,40
5,47
Analisis Respon Dengan Program Design Expert 7.0® Hasil pengukuran dan perhitungan masing-masing respon dari setiap
formula tepung puding instan selanjutnya dijadikan sebagai input data didalam program Design Expert 7.0®. Hasil input data dari masing-masing respon formula tersebut selanjutnya dianalisa oleh program Design Expert 7.0®.
Pada tahap
50
analisis respon, program Design Expert 7.0®. memberikan beberapa model polinomial yang disesuaikan dengan hasil pengukuran setiap respon.
4.3.3.1 Analisis Respon Kekuatan gel Hasil Uji kekuatan gel pada puding instan berkisar antara 151.78 g sampai 892.66 g. Nilai kekuatan gel terendah 151.78 g berasal dari formula 10 yang terdiri dari konsentrasi karaginan 4.25%, mocaf dan dekstrin 47.87% dan KCl 0%. Sedangkan nilai kekuatan gel tertinggi berasal dari formula 9 yang terdiri dari konsentrasi karaginan 6.30%, mocaf 0% , dekstrin 92.17% dan KCl 1.54%. Nilai rata-rata (mean) dari respon kekuatan gel (gram) adalah 358.976 g dengan standar deviasi 8.6216 x 101. Kekuatan gel pada tepung puding instan dipengaruhi oleh konsentrasi karaginan dan KCl. Penambahan konsentrasi karaginan meningkatkan kekuatan gel. Karaginan bertanggung jawab untuk membangun tekstur dari puding. Hal ini sesuai dengan percobaan yang dilakukan oleh Trckova et al. (2004) bahwa desserts yang terdiri dari campuran susu, karaginan mengalami peningkatan kekuatan gelnya, dengan semakin meningkatnya konsentrasi karaginan yang ditambahkan.
Adanya interaksi antara karaginan dan protein susu sangat
berpengaruh pada pembentukan sifat reologi dari gel karaginan itu sendiri (Trckova et al. 2004). Pada temperatur dibawah coil-helix karaginan berinteraksi dengan misel kasein melalui interaksi elaktrostatik antara kelompok sulfat yang bermuatan negatif dengan kasein yang bermuatan positif. Interaksi ini sebagian besar digunakan untuk mengurangi konsentrasi karaginan yang diperlukan untuk gelasi dan meningkatkan kompleks dan mudulus elastis yang diperoleh dari osilasi dan pengukuran kompresi atau penetrasi masing-masing. Berdasarkan
analisis
yang
dilakukan,
model
polinomial
yang
direkomendasikan oleh progran design Expert 7.0® adalah Quadratic. Model ini memberikan nilai predicted R-squared positif. Dari hasil ragam (anova) menunjukkan bahwa model ini signifikan dengan nilai p``prob>F`` lebih kecil dari 0.09(<0.0001). Selain itu dapat dilihat secara terpisah komponen karaginan, mocaf dan interaksi yang terjadi antara karaginan dengan KCl meningkatkan kekuatan gel, hal ini dapat ditunjukan dari konstanta yang bernilai positif. Respon
51
kekuatan gel akan mengalami penurunan seiring dengan peningkatan penambahan dekstrin, KCl dan interaksi yang terjadi antara mocaf dan dekstrin. Hal ini dilihat dari konstanta yang bernilai negatif. Peningkatan nilai kekuatan gel sangat dipengaruhi oleh penambahan karaginan karena nilai konstanta dari komponen ini paling besar (76.31), diikuti dengan peningkatan interaksi antara karaginan dan KCl (57.55) dan penambahan mocaf (7.98). Nilai kekuatan gel akan mengalami penurunan seiring dengan peningkatan interaksi mocaf dan dekstrin (-0.22), penambahan dekstrin (-0.61) dan penambahan KCl (-174.25). Hal ini ditunjukkan dengan konstanta yang bernilai negatif. Peningkatan interaksi antara karaginan dan KCl dapat meningkatkan nilai kekuatan gel walaupun tidak signifikan . Penurunan nilai kekuatan gel sangat dipengaruhi oleh peningkatan interaksi mocaf dan dekstrin. Hal ini ditunjukkan dengan konstanta yang bernilai negatif. Besarnya nilai predicted R-squared dan adjusted R-sequared untuk respon kekuatan gell secara berturut-turut adalah 0.622 dan 0.782. Nilai predicted R-squared yang dihasilkan mendukung nilai adjusted R-sequared yang dihasilkan karena selisihnya lebih kecil dari
0.2.
Persamaan polinomial untuk respon kekuatan gel adalah sebagai berikut:
Kekuatan gel = 76.310 A + 9 977 B - 0.610 C + 75.568 AD – 0.220 BC – 174.247 D Keterangan : A = Karaginan B = Mocaf C = Dekstrin D = KCl Grafik kenormalan internally studentized residual untuk respon kekuatan gel dapat dilihat pada Gambar 16, Grafik contour plot untuk respon kekuatan gel dapat dilihat pada Gambar 17, sedangkan grafik tiga dimensinya dapat dilihat pada Gambar 18.
52
Design-Expert® Software force Color points by value of force: 892.657
99 95
Normal % Probability
151.777
90 80 70 50 30 20 10 5 1
-2.19
-0.97
0.25
1.46
2.68
Gambar 16 . kenormalan Internally Studentized Residuals respon kekuatan gel Berdasarkan Gambar 16 terlihat bahwa titik-titik berada dekat disepanjang garis normal, sehingga dapat dikatakan bahwa data-data untuk respon kekuatan gel menyebar normal. Data-data respon kekuatan gel yang menyebar normal menunjukkan adanya pemenuhan model terhadap asumsi dari
ANOVA pada
respon kekuatan gel. Grafik kontur dua dimensi pada Gambar 17 menggambarkan bagaimana kombinasi antara komponen mempengaruhi nilai respon kekuatan gel. Warnawarna yang berbeda pada grafik kontur dua dimensi menunjukkan nilai respon kekuatan gel. Warna biru menunjukkan nilai respon kekuatan gel terendah yaitu 151.777, warna merah menunjukkan respon nilai kekuatan gel tertinggi 892.657. Bentuk permukaan dari hubungan interaksi antara komponen dapat dilihat pada Gambar 18 Perbedaan ketinggian permukaan menunjukkan nilai respon yang berbeda-beda pada setiap kombinasi antara komponen formula. Area yang rendah menunjukkan nilai respon kekuatan gel yang rendah sedangkan area tinggi menunjukan nilai respon kekuatan gel yang tinggi.
53
A: karagenan 53.142
Design-Expert® Software force Design Points 892.657 151.777 X1 = A: karagenan X2 = B: mocaf X3 = C: dekstrin
46.083
Actual Component D: kcl = 0.775
0
349.887 402.359 192.473244.944297.416
48.954 B: m ocaf
4.188
95.037 C : dekstrin
Gambar 17 kontur dua dimensi kekuatan gel tepung puding instan
Design-Expert® Software force 892.657 151.777 X1 = A: karagenan X2 = B: mocaf X3 = C: dekstrin Actual Component D: kcl = 0.775
630.000 507.500 385.000 262.500 140.000 B (0.000)
A (53.142)
C (46.083)
C (95.037)
A (4.188)
B (48.954)
Gambar 18 Permukaan tiga dimensi kekuatan gel tepung puding instan
4.3.3.2 Analisis Respon Sineresis Hasil pengukuran respon sineresis pada puding instan berkisar antara 0.003 sampai 1.176. Nilai respon sineresis terendah berasal dari formula sensori sineresis terendah berasal dari formula 3 (yang terdiri dari konsentrasi karaginan 6.30 %, mocaf 46.08% , dekstrin 46.08% dan KCl 1.54%), formula 4 (yang terdiri dari konsentrasi karaginan 4.19%, mocaf 23.56% , dekstrin 70.68% dan KCl 1.57 %) dan formula 5 (yang terdiri dari konsentrasi karaginan 5.18%, mocaf 23.32% ,
54
dekstrin 69.95% dan KCl 1.55%). Sedangkan respon sineresis tertinggi berasal dari formula 16 yang terdiri dari konsentrasi karaginan
4.26%, mocaf
0% ,
dekstrin 95.75% dan KCl 0%. Nilai rata-rata (mean) dari respon sineresis 0.384 dengan standar deviasi 0.384. Penurunan konsentrasi karaginan berpengaruh terhadap tingkat sineresis dari puding.
Verbekena
et.al (2006),
rendahnya konsentrasi karaginan
dapat
berkontribusi terhadap peningkatan kerentanan terhadap sineresis. Penambahan pati selain sebagai bahan pengisi dalam formulasi tepung puding instan juga bertujuan untuk mengurangi sineresis dari puding itu sendiri. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Zheng & Sosulski (1998), bahwa selama penyimpanan
dingin
molekul
pati
mengalami
retrogradasi
yang
dapat
mengakibatkan pelepasan air, dimana amilosa memiliki kecenderungan mengalami retrogradasi dibandingkan amilopektin. Selain itu adanya efek sterik dari butiran pati juga membatasi kemampuan jaringan karaginan untuk kontak. Model polinomial yang direkomendasikan oleh progran design Expert 7.0® adalah mixtur linier model ini memberikan nilai predicted R-squared positif. Dari hasil ragam (anova) menunjukkan bahwa model ini signifikan dengan nilai p``prob>F`` lebih kecil dari 0.05 (<0.0001).
Selain itu dapat dilihat secara
terpisah komponen karaginan, mocaf dan dekstrin dapat menurunkan nilai sineresis. Hal ini dapat dilihat dari nilai konstanta yang bernilai positif. Sedangkan penambahan KCl dapat meningkatkan nilai sineresis tepung puding hal ini dapat dilihat dari konstantanya yang bernilai negatif. Penurunan respon sineresis dipengaruhi oleh penambahan karaginan hal ini dapat dilihat dari nilai konstanta dari komponen ini paling besar (0.038), diikuti dengan penambahan dekstrin (0.006), dan penambahan mocaf (0.004). Nilai respon sineresis akan mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan jumlah KCl yang ditambahkan (-0.490). Hal ini ditunjukkan dengan konstanta yang bernilai negatif. Besarnya nilai predicted R-squared dan adjusted R-sequared untuk respon sineresis secara berturut-turut adalah 0.661 dan 0.747. Nilai predicted R-squared yang dihasilkan mendukung nilai adjusted R-sequared yang dihasilkan karena selisihnya lebih kecil dari 0.2. Persamaan polinomial untuk respon sineresis adalah sebagai berikut :
55
% Sineresis = 0.038 A + 0.004 B + 0.006 C – 0.490 D Keterangan : A = Karaginan B = Mocaf C = Dekstrin D = KCl Berdasarkan
persamaan
tersebut
terlihat
bahwa
respon
sineresis
dipengaruhi oleh tiga komponen yaitu karaginan, mocaf dan dekstrin sedangkan penambahan KCl dapat menurunkan sineresis.
Hal ini ditunjukkan dengan
konstanta yang bernilai negatif. Respon sineresis mengalami penurunan seiring dengan meningkatnya
penambahan karaginan, mocaf dan dekstrin.
Hal ini
ditunjukkan dengan konstanta yang bernilai positif. Menurut Verbeken D et al. (2006), penambahan pati dapat mengurangi tejadinya sineresis. Hal ini disebabkan selama
penyimpanan
dingin
molekul
pati
retrogradation
yang
dapat
mengakibatkan pelepasan air, dimana amilosa memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk retrograde dari amilopektin (Zheng & Sosulski, 1998). Formulasi tepung instan menggunakan campuran tepung mocaf dan dekstrin. Tepung mocaf mempunyai sifat menaikkan viskositas, meningkatkan kemampuan gelasi, daya rehidrasi, dan kemudahan melarut (Subagio 2007). Kandungan amilosa tepung mocaf antara 20-27%. amilosa merupakan polimer berantai lurus, yang penting dalam pembentukan gel yang kuat, sedangkan amilopektin yang dapat mempengaruhi kekentalan dan stabilitas film. Rendahnya kadar amilosa pada pati yang ditambahkan dalam formulsi tepung puding instan dapat mengurangi terjadinya sineresis. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Mleko & Gustaw (2002), semakin banyak pati yang ditambahakan pada puding maka terjadi penurunan sineresis dan membentuk gel dengan susu dan k-karaginan. Grafik kenormalan internally studentized residual untuk respon uji sensori tekstur dapat dilihat pada Gambar 19 dibawah ini. Grafik contour plot untuk respon kekuatan gel dapat dilihat pada Gambar 20, sedangkan grafik tiga dimensinya dapat dilihat pada Gambar 21.
56
Design-Expert® Software sineresis Color points by value of sineresis: 1.176
99 95
Normal % Probability
0.003
90 80 70 50 30 20 10 5 1
-2.11
-1.05
0.01
1.07
2.13
Gambar 19 kenormalan Internally Studentized of Residuals sineresis
A: karagenan 53.142
Design-Expert® Software sineresis Design Points 1.176 0.003 X1 = A: karagenan X2 = B: mocaf X3 = C: dekstrin Actual Component D: kcl = 0.775
46.083
0
0.3030880.3282730.3534570.378641 0.403826
48.954 B: mocaf
4.188
95.037 C: dekstrin
Gambar 20 Kontur dua dimensi sineresis tepung puding instan
57
Design-Expert® Software sineresis 1.176
0.48
0.003
0.36
X1 = A: karagenan X2 = B: mocaf X3 = C: dekstrin Actual Component D: kcl = 0.775
0.24 0.12 0 A (53.142) B (0)
C (95.037) C (46.083) A (4.188)
B (48.954)
Gambar 21 Permukaan tiga dimensi sineresis tepung puding instan
4.3.3.3
Analisis Respon Sensori
4.3.3.3.1 Kenampakan Hasil uji respon kenampakan puding berkisar antara 3.13 hingga 5.73. Nilai sensori kenampakan terendah yaitu 3.13 berasal dari formula 13 yang terdiri dari tepung puding instan dengan campuran karaginan 4.26%, mocaf 23.94% ,dekstrin 71.81% dan KCl 0%. Sedangkan Nilai sensori kenampakan tertinggi yaitu 5.73 berasal dari formula 16 yang terdiri dari
tepung
puding dengan campuran
karaginan 4.26%, mocaf 0% , dekstrin 95.75% dan KCl 0%. Nilai rata-rata (mean) dari respon sensori kenampakan adalah 4.924
dengan standar deviasi
0.653. Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh program Design Expert 7.0®, model polinomial dari respon sensori kenampakan adalah mean. Hasil analisis ragam (ANOVA) tidak dihasilkan nilai lack of fit dari model yang dihasilkan ini disebabkan karena pemodelan yang dilakukan pada program Design Expert 7.0® berdasarkan data historical data. Nilai predicted R-squared yang dihasilkan bernilai negatif, yaitu -0.121. Nilai predicted
R-squared yang negatif menunjukkan bahwa overall mean
memberikan prediksi lebih baik bagi respon sensori kenampakan hanya dibuat berdasarkan nilai mean sehingga didapatkan persamaan berikut :
58
Sensori kenampakan = 4.924 Grafik
kenormalan
internally
studentized
residual
untuk
respon
kenampakan dapat dilihat pada Gambar 22, Grafik contour plot untuk respon kekuatan gel dapat dilihat pada Gambar 23, sedangkan grafik tiga dimensinya dapat dilihat pada Gambar 24.
Design-Expert® Software kenampakan Color points by value of kenampakan : 5.8
99 95
Normal % Probability
3.13
90 80 70 50 30 20 10 5 1
-2.83
-1.77
-0.72
0.33
1.38
Gambar 22 kenormalan Internally Studentized of Residuals kenampakan Berdasarkan Gambar 22 terlihat bahwa titik-titik berada dekat disepanjang garis normal, sehingga dapat dikatakan bahwa data-data untuk respon sensori kenampakan
menyebar
normal. Data-data respon sensori kenampakan
yang
menyebar normal menunjukkan adanya pemenuhan model terhadap asumsi dari ANOVA pada respon sensori kenampakan . Grafik kontur dua dimensi pada Gambar 23 menggambarkan bagaimana kombinasi antara komponen mempengaruhi nilai respon
sensori kenampakan.
Warna-warna yang berbeda pada grafik kontur dua dimensi menunjukkan nilai respon sensori kenampakan. Warna biru menunjukkan nilai respon sensori kenampakan terendah yaitu 3.13, warna merah menunjukkan respon nilai sensori kenampakan tertinggi 5.8. Bentuk permukaan dari hubungan interaksi antara komponen dapat dilihat pada Gambar 24 Perbedaan ketinggian permukaan menunjukkan nilai respon yang berbeda-beda pada setiap kombinasi antara
59
komponen formula.
Area yang
rendah menunjukkan nilai respon sensori
kenampakan yang rendah sedangkan area tinggi menunjukan nilai respon sensori kenampakan yang tinggi. A: karagenan 53.142
Design-Expert® Software kenampakan Design Points 5.8 3.13 X1 = A: karagenan X2 = B: mocaf X3 = C: dekstrin Actual Component D: kcl = 0.775
0
46.083
48.954 B: m ocaf
4.188
95.037 C: dekstrin
Gambar 23 Grafik countour plot hasil uji respon kenampakan
Design-Expert® Software kenampakan 5.8 3.13 X1 = A: karagenan X2 = B: mocaf X3 = C: dekstrin Actual Component D: kcl = 0.775
5.9 5.2 4.5 3.8 3.1 A (53.142) B (0) C (95.037) C (46.083) A (4.188)
B (48.954)
Gambar 24 Permukaan tiga dimensi kenampakan tepung puding instan
4.3.3.3.2 Aroma Hasil uji respon sensori aroma puding berkisar antara 3.47 hingga 5.93. Nilai sensori aroma terendah yaitu 3.47 berasal dari formula 13 yang terdiri dari tepung puding dengan campuran karaginan 4.26%, mocaf
23.94% ,dekstrin
71.81% dan KCl 0%. Sedangkan Nilai sensori aroma tertinggi yaitu 5.93 berasal
60
dari formula 12 yang terdiri dari tepung puding dengan campuran karaginan 6.40%, mocaf 46.80% , dekstrin 46.80% dan KCl 0%. Nilai rata-rata (mean) dari respon sensori aroma adalah 5.125 dengan standar deviasi 0.560. Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh program Design Expert 7.0®, model polinomial dari respon sensori aroma adalah mean. Hasil analisis ragam (ANOVA) tidak dihasilkan nilai lack of fit dari model yang dihasilkan ini disebabkan karena pemodelan yang dilakukan pada program Design Expert 7.0® berdasarkan historical data. Nilai predicted R-squared yang dihasilkan bernilai negatif, yaitu -0.121. Nilai predicted R-squared yang negatif menunjukkan bahwa overall mean memberikan prediksi lebih baik bagi respon sensori kenampakan hanya dibuat berdasarkan nilai mean sehingga didapatkan persamaan berikut : Sensori Aroma = 5.125 Grafik
kenormalan
internally
studentized
residual
untuk
respon
kenampakan dapat dilihat pada Gambar 25, Grafik kontur dua dimensi untuk respon kekuatan gel dapat dilihat pada Gambar 26, sedangkan grafik tiga dimensinya dapat dilihat pada Gambar 27. Design-Expert® Software aroma Color points by value of aroma: 5.93
99 95
Normal % Probability
3.47
90 80 70 50 30 20 10 5 1
-3.04
-1.91
-0.78
0.35
1.48
Gambar 25 Kenormalan Internally Studentized of Residuals aroma
61
A: karagenan 53.142
Design-Expert® Software aroma Design Points 5.93 3.47 X1 = A: karagenan X2 = B: mocaf X3 = C: dekstrin
46.083
Actual Component D: kcl = 0.775
48.954 B: m ocaf
0
4.188
95.037 C : dekstrin
Gambar 26 Kontur dua dimensi hasil uji respon aroma
Design-Expert® Software aroma 5.93 3.47
6
X1 = A: karagenan X2 = B: mocaf X3 = C: dekstrin
5.35 4.7
Actual Component D: kcl = 0.775
4.05 3.4 A (53.142) B (0) C (95.037) C (46.083) A (4.188)
B (48.954)
Gambar 27 Permukaan tiga dimensi aroma tepung puding instan
4.3.3.3.3 Tekstur Hasil Uji sensori tekstur puding yang berasal dari tepung puding instan berkisar antara 3.45 sampai 5.76.
Nilai sensori tekstur terendah berasal dari
formula 1 yang terdiri dari konsentrasi karaginan 4.73%, mocaf 35.24% , dekstrin 58.85% dan KCl 1.17%. Sedangkan nilai sensori tekstur tertinggi berasal dari formula 7 yang terdiri dari konsentrasi karaginan 4.190 %, mocaf 0% , dekstrin 94.24% dan KCl 1.57%. Nilai rata-rata (mean) dari respon sensori tekstur 4.576 dengan standar deviasi 0.326.
62
Model polinomial yang direkomendasikan oleh progran design Expert 7.0® adalah Quadratic model ini memberikan nilai predicted R-squared positif. Dari hasil ragam (anova) menunjukkan bahwa model ini signifikan dengan nilai p``prob>F`` lebih kecil dari 0.05 (<0.0001).
Selain itu dapat dilihat secara
terpisah komponen A(karaginan), B(mocaf), C(dekstrin) dan CD (interaksi dekstrin dan KCl) memberikan pengaruh yang nyata terhadap respon Uji sensori tekstur. Dan interaksi yang terjadi BC ( mocaf dan dekstrin) dan D (KCl) tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai Uji sensori tekstur . Nilai sensori tekstur akan meningkat seiring dengan peningkatan jumlah karaginan, mocaf, dekstrin dan interaksi antara dekstrin dan KCl. Hal ini ditunjukkan dengan konstanta yang bernilai positif. Peningkatan nilai kekuatan gel sangat dipengaruhi oleh penambahan mocaf karena nilai konstanta dari komponen ini paling besar (0.079), diikuti dengan penambahan dekstrin (0.056), interaksi antara karaginan dekstrin dan KCl (0.0128) dan penambahan karaginan (0.009). Nilai sensori tekstur akan mengalami penurunan seiring dengan peningkatan interaksi mocaf dan dekstrin (-0.00089), penambahan KCl (-1.082). Hal ini ditunjukkan dengan konstanta yang bernilai negatif.
Peningkatan
interaksi antara mocaf dan dekstrin dapat meningkatkan nilai uji sensori tekstur walaupun tidak signifikan. Penurunan nilai kekuatan gel sangat dipengaruhi oleh peningkatan penambahan KCl. Besarnya nilai predicted R-squared dan adjusted R-sequared untuk respon sensori tekstur secara berturut-turut adalah 0.790 dan 0.698. Nilai predicted Rsquared yang dihasilkan mendukung nilai adjusted R-sequared yang dihasilkan karena selisihnya lebih kecil dari 0.2. Persamaan polinomial untuk respon sensori tekstur adalah sebagai berikut : Sensori Tekstur = 0.0094A + 0.0789B + 0.0561C – 1.0820D – (8.90 x 10-4) BC + (1.28 x 10-2)CD Keterangan : A = Karaginan B = Mocaf C = Dekstrin D = KCl
63
Berdasarkan persamaan tersebut terlihat bahwa sensori tekstur selain dipengaruhi oleh tiga komponen yaitu karaginan, mocaf dan dekstrin, respon organoleptiik tekstur juga dipengaruhi oleh interaksi antara dekstrin dan KCl. Hal ini ditunjukkan dengan konstanta yang bernilai positif. Respon sensori tekstur mengalami penurunan seiring dengan meningkatnya penambahan KCl dan meningkatnya interaksi antara mocaf dan dekstrin. Hal ini ditunjukkan dengan konstanta yang bernilai negatif. Grafik kenormalan internally studentized residual untuk respon uji sensori tekstur dapat dilihat pada Gambar dibawah ini 28. Grafik kontur dua dimensi untuk respon kekuatan gel dapat dilihat pada Gambar 29, sedangkan grafik tiga dimensinya dapat dilihat pada Gambar 30.
Desig n-Expert® Software tekstur Color points by value of tekstur: 5.76
99 95
Normal %Probability
3.45
90 80 70 50 30 20 10 5 1
-2.28
-1.30
-0.31
0.67
1.65
Gambar 28 Grafik kenormalan Internally Studentized of Residuals Tekstur A: k aragenan 53.142
Desig n-Expert® Software tekstur Design Points 5.76 3.45 X1 = A: karag enan X2 = B: mocaf X3 = C: dekstrin Actual Component D: kcl = 0.775
46. 083
0
4.2473 4.49353
48.954 B: m oc af
4. 188
4.98599
95. 037 C : dek s trin
Gambar 29 kontur dua dimensi hasil uji respon Tekstur
64
Design-Expert® Software tekstur 5.76
5.5
3.45
Actual Component D: kcl = 0.775
4.975
tekstur
X1 = A: karagenan X2 = B: mocaf X3 = C: dekstrin
4.45 3.925 3.4
A (53.142) B (0) C (95.037)
C (46.083) A (4.188)
B (48.954)
Gambar 30 Permukaan tiga dimensi tektur tepung puding instan
4.3.3.3.4
Rasa
Rasa merupakan persepsi dari sel pengecap yang meliputi rasa asin, manis, asam dan pahit yang diakibatkan oleh bahan yang terlarut dalam mulut (Meilgaard et al. 1999). Rasa merupakan atribut sensori yang tidak dapat dilepaskan dari keseluruhan cita rasa produk pangan. Menurut Soekarto (1995), rasa merupakan faktor yang sangat menentukan pada keputusan akhir konsumen untuk menerima atau menolak suatu makanan, walaupun parameter yang lain baik, tetapi jika rasanya tidak enak atau tidak disukai maka akan ditolak oleh konsumen. Hasil uji respon rasa berkisar antara 3.53 hingga 5.8. Nilai sensori rasa terendah yaitu 3.53 berasal dari formula 13 yang terdiri dari
tepung
puding
denngan campuran karaginan 4.26%, mocaf 23.94%, dekstrin 71.81% dan KCl 0%. Sedangkan Nilai sensori rasa tertinggi yaitu 5.73 berasal dari formula 17 yang terdiri dari
tepung puding dengan campuran karaginan 5.26%, mocaf 0 %,
dekstrin 94.74% dan
KCl 0%. Nilai rata-rata (mean) dari respon sensori rasa
adalah 0.548 dengan standar deviasi 4.889. Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh program Design Expert 7.0®, model polinomial dari respon sensori rasa adalah mean. Hasil analisis ragam (ANOVA) tidak dihasilkan nilai lack of fit dari model yang dihasilkan ini
65
disebabkan karena pemodelan yang dilakukan pada program Design Expert 7.0® berdasarkan historical data. Nilai predicted R-squared yang dihasilkan bernilai negatif, yaitu -0.121. Nilai predicted
yang negatif menunjukkan bahwa overall mean
R-squared
memberikan prediksi lebih baik bagi respon sensori rasa hanya dibuat berdasarkan nilai mean sehingga didapatkan persamaan berikut :
Sensori Rasa = 4.889 Grafik kenormalan internally studentized residual untuk respon rasa dapat dilihat pada gambar dibawah ini 31. Grafik kontur dua dimensi untuk respon sensori rasa dapat dilihat pada Gambar 32, sedangkan grafik tiga dimensinya dapat dilihat pada Gambar 33. Design-Expert® Software rasa Color points by value of rasa: 5.8
99 95
Normal %Probability
3.53
90 80 70 50 30 20 10 5 1
-2.55
-1.49
-0.42
0.64
1.71
Gambar 31 Kenormalan Internally Studentized of Residuals Rasa
66
A: k aragenan 53. 142
Design-Expert® Software rasa Design Points 5.8 3.53 X1 = A: karagenan X2 = B: mocaf X3 = C: dekstrin
46.083
Actual Component D: kcl = 0.775
0
48.954 B: m ocaf
4. 188
95.037 C : dek s trin
Gambar 32 Kontur dua dimensi hasil uji respon Rasa
Design-Expert® Software rasa 5.8 3.53
5.9
X1 = A: karagenan X2 = B: mocaf X3 = C: dekstrin
rasa
Actual Component D: kcl = 0.775
5.3 4.7 4.1 3.5 A (53.142) B (0) C (95.037) C (46.083) A (4.188)
B (48.954)
Gambar 33 Permukaan tiga dimensi rasa tepung puding instan
4.3.4
Optimasi Formula Dengan Program Design Expert 7.0® Tujuan dilakukan Proses optimasi adalah untuk mendapatkan suatu
formula dengan respon-respon yang optimal. Respon yang paling optimal diperoleh jika nilai desirability mendekati satu dan setiap komponen yang dioptimasi diberikan pembobotan. Tujuan dilakukan pembobotan adalah mencapai tujuan yang diinginkan. Berikut ini komponen yang dioptimasi, nilai target, batas, dan importance pada tahapan optimasi formula dengan menggunakan program Design Expert 7.0® yang ditunjukkan pada Tabel 11.
67
Respon Kekuatan gel (force) dengan range 151.78-892.66 g. dioptimalkan dengan target 400 g dan importance 3 (+++), hal ini berdasarkan hasil pengukuran kekuatan gel dari puding instan komersil di pasaran merek gong yaitu 400 g, sehingga ini menjadi acuan yang dipakai pada analisa tepung puding instan dikarenakan tepung puding instan belum mempunyai SNI. Kekuatan gel termasuk dalam parameter kritis yang harus ditarget dalam puding, karena ini merupakan salah satu faktor kritis suatu produk diterima atau tidak oleh konsumen. Respon Sineresis dengan range 0.003-1.176 dioptimalkan dengan target 0.003 dan impotance 3(+++). Dalam dunia perdagangan sineresis tidak dinginkan dalam produknya. Respon sensori kenampakan dengan range 3.13-5.8 dioptimalkan dengan target 5 dan impotance 3 (+++), Kenampakan merupakan karakteristik pertama yang dinilai panelis dalam mengkonsumsi suatu produk (Soekarto, 1995). Kenampakan merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi mutu dari suatu produk pangan. Respon sensori bau/aroma dengan range 3.47-5.93
dan importance 3
(+++). Aroma adalah salah satu penentu kelezatan bahan pangan (De Mann 1997). Kelezatan bahan pangan sangat berpengaruh terhadap penerimaan konsumen. Oleh karena itu, bau menjadi salah satu faktor penentu yang penting dalam formulasi produk. Respon bau yang dinilai secara uji rating hedonik ini diharapkan mendapatkan penerimaan yang baik Respon sensori tekstur dengan range 3.45-5.76 dioptimalkan dengan target 5 dan importance 3 (+++). Tekstur merupakan parameter yang sangat kritis puding, sehingga respon rasa yang dinilai secara uji rating hedonik ini juga menjadi penting nilainya. Respon sensori rasa dengan range 3.53-5.8 dioptimalkan dengan target 5 dan importance 3 (+++). Menurut Wirakartakusumah et al. (1992), rasa menempati urutan kedua sebagai faktor terpenting yang dipilih oleh responden (30%), sehingga respon rasa yang dinilai secara uji rating hedonik ini juga menjadi penting nilainya. Target yang dibuat disesuaikan dengan range yang didapatkan pada pengukuran respon yang telah dilakukan sebelumnya. Target
68
dibuat 5 (antara biasa hingga agak suka) agar tidak terlalu memberatkan proses optimasi tetapi tetap dapat diterima secara sensori. Tabel 11 Komponen dan respon yang dioptimasi, target, batas, dan importance pada tahapan optimasi formula . Nama Komponen /Response
Goal
Batas Bawah
Batas Atas
Impotance
Karaginan
is in range
4.188
6.396
3(+++)
Mocaf
is in range
0
47.872
3(+++)
Dekstrin
is in range
46.083
95.745
3(+++)
KCl
is in range
0
1.571
3(+++)
is target = 400
151.777
892.657
3(+++)
is target = 0.003
0.003
1.176
3(+++)
is target = 5
3.13
5.8
3(+++)
aroma
is in range
3.47
5.93
3(+++)
tekstur
is target = 5
3.45
5.76
3(+++)
rasa
is target = 5
3.53
5.8
3(+++)
Kekuatan gel Sineresis Analisis Sensori kenampakan
Nilai target optimasi yang dapat dicapai dikenal dengan istilah nilai desirability yang ditunjukkan dengan nilai 0-1. Semakin tinggi nilai desirability menunjukkan semakin tingginya kesesuaian formula tepung puding instan untuk mencapai formula optimal dengan variabel respon yang dikehendaki. Formula 1 memiliki nilai desirability sebesar 0.950, formula 2 sebesar 0.862, formula 3 sebesar 0.853, formula 4 sebesar 0,736 dan formula 5 sebesar 0.733. Dari kelima solusi formula optimum yang dihasilkan dari proses optimasi, formula 1 memiliki nilai desirability tertinggi sehingga direkomendasikan oleh program Design Expert 7.0® (selected). Hal ini menunjukkan bahwa menurut hasil optimasi yang telah dilakukan, formula 1 (karaginan 4.716%, mocaf 5.142%, dekstrin 88,575% dan KCl 1.568%) paling memenuhi target optimasi yang diinginkan. Berdasarkan rekomendasi yang diberikan, formula optimum akan dilanjutkan ke tahap verifikasi karena memiliki nilai desirability paling tinggi. Grafik kontur dua dimensi dari solusi formula optimum dapat dilihat pada Gambar 34 dan grafik tiga dimensinya dapat dilihat pada Gambar 35.
69
A: karagenan 52.349
Design-Expert® Software Desirability Design Points 1 0 X1 = A: karagenan X2 = B: mocaf X3 = C: dekstrin Actual Component D: kcl = 1.568
46.083
0
Predictio 0.950 48.161 B: m ocaf
4.188
0.142
94. 244 C: dek strin
Gambar 34 Kontur dua dimensi nilai desirability formula optimum
Design-Expert® Software Desirability 1 0 X1 = A: karagenan X2 = B: mocaf X3 = C: dekstrin Actual Component D: kcl = 1.568
0.860 0.645 0.430 0.215 0.000 A (52.349) B (0) C (94.244) C (46.083) A (4.188)
B (48.161)
Gambar 35 Permukaan tiga dimensi nilai desirability formula optimal 4.3.5 Verifikasi Solusi Formulasi Optimum Tahap verifikasi bertujuan untuk melakukan pembuktian terhadap prediksi dari nilai respon solusi formula optimum yang diberikan oleh program Design Expert 7.0®. Dari tahapan verifikasi, akan didapatkan nilai respon aktual yang kemudian akan dibandingkan dengan prediksi respon yang dihasilkan oleh program Design Expert 7.0®.
70
Hasil verifikasi yang dilakukan beserta prediksi dari setiap respon dapat dilihat pada Tabel 12. Dari hasil perbandingan data hasil verifikasi dengan prediksi yang dibuat oleh program Design Expert 7.0®, didapatkan bahwa prediksi dari persamaan untuk solusi formula 1 masih sesuai dengan hasil uji yang didapatkan. Respon kekuatan gell, distance, sineresis, sensori kenampakan, warna dan masih memenuhi 95% Confident Interval, sedangkan respon sensori aroma masih memenuhi 95% Prediction Interval yang telah diprediksikan oleh program Design Expert 7.0®. Hasil verifikasi yang didapatkan tidak sama persis dengan prediksi yang diberikan oleh program Design Expert 7.0® walaupun perbedaannya tidak besar. Hasil verifikasi yang didapatkan masih memenuhi 95% Confident Interval dan 95% Prediction Interval yang telah diprediksikan. Oleh karena itu, persamaan yang didapatkan dianggap masih cukup baik untuk menentukan formula optimum dan respon yang didapatkan. Berdasarkan hasil verifikasi yang dilakukan, formula 1 memiliki kekuatan gell 423.7487 gr, distance 18.6363 mm, % sineresis 0.6241. Nilai uji rating hedonik dari formula 1 adalah 5.29 untuk kenampakan, 5.57 untuk aroma, 5.21 untuk tekstur dan 5.29 untuk rasa. Tabel 12 Prediksi dan hasil verifikasi nilai respon solusi formula optimum hasil optimasi dengan program Design expert 7.0® Formula 1 Response
Hasil
95% CI
95% CI
95% PI
95% PI
Prediction
Verifikasi
low
high
low
high
398.854
423.75
310.38
489.70
191.90
608.19
Distance
13
186.36
7.01
17.70
-0.50
25.21
Sineresis
0.003
0.624
-0.20
0.21
-0.51
0.52
Kenampakan
4.924
5.29
4.60
5.25
3.51
6.34
Aroma
5.125
5.57
4.85
5.40
3.91
6.34
Tekstur
5.098
5.21
4.80
5.51
4.36
5.95
Rasa
4.889
5.29
4.62
5.16
3.70
6.08
Kekuatan gel
Analisis sensori
4.4 Penghitungan Masa Kadaluarsa Tepung Puding Instan Formulasi puding yang direferensikan pada tahap formulsi kemudian verifikasi. Dari hasil verifikasi hasilnya masih dalam interval range yang ditetapkan. Kemudian dilakukan tahap peningkatan skala dan dilakukan
71
penyimpanan pada 3 suhu yang berbeda yaitu suhu 35, 45 dan 55 oC. Kemudian Untuk mempercepat waktu penentuan umur simpan tersebut, maka pada penelitian ini menggunakan metode ASLT (Accelerated Shelf Life Testing) atau metode akselerasi. Pada metode ini kondisi penyimpanan diatur di luar kondisi normal sehingga produk dapat lebih cepat rusak dan penentuan umur simpan dapat ditentukan (Arpah & Syarief 2000). Penggunaan metode akselerasi harus disesuaikan dengan keadaan dan faktor yang mempercepat kerusakan produk yang bersangkutan. Metode ASLT dapat digunakan untuk menduga salah satu produk yang dikemas. Salah satu metode ASLT adalah metode Arrhenius. Metode ini dilakukan dengan menyimpan bahan atau produk pangan dengan kemasan akhir pada minimal tiga suhu. Kemudian tabulasi data dari penurunan mutu berdasarkan parameter mutu tertentu tersebut dimasukkan ke dalam persamaan Arrhenius. Dari persamaan tersebut dapat ditentukan nilai k (konstanta penurunan mutu) dan umur simpan masing-masing bahan atau produk pangan pada berbagai suhu penyimpanan. 4.4.1
Pendugaan Umur Simpan Institute of Food Technologist mendefinisikan umur simpan sebagai selang
waktu antara saat produksi hingga saat konsumsi dimana produk masih berada dalam kondisi yang memuaskan pada sifat-sifat penampakan, rasa, aroma, tekstur dan nilai gizi (Arpah 2001). Pendugaan umur simpan terhadap tepung puding instan ini dilakukan berdasarkan parameter fisik dan sensori dengan menggunakan metode Arrhenius. Puding yang Tepung puding instannya telah mengalami penyimpanan pada berbagai suhu dapat dilihat pada Gambar 37. 4.4.1.1 Uji Kekuatan gel puding yang Tepung Puding Instannya Telah Mengalami Penyimpanan
Uji Kekuatan gel (gell streng) dilakukan menggunakan alat Tekstur analyzer dengan diameter probe sebesar 0.5. Nilai Kekuatan gel berubah seiring dengan lamanya waktu penyimpanan. Menurut Glicksman (1969), perubahan ini dipengaruhi oleh ikatan cross linked yang terjadi di antara polimer-polimer
72
penyusun jaringan matriks gel. Semakin kuat dan kaku ikatan yang terjadi, maka semakin tinggi pula kekuatan patah gel. Data hasil uji fisik dan perhitungan pendugaan umur simpan untuk kekuatan gel puding dapat dilihat pada Lampiran 24. Berdasarkan Lampiran 24 dapat dilihat bahwa nilai korelasi ordo satu (R2 = 1.000) lebih besar daripada ordo nol (R2 = 0.996), maka persamaan Arrhenius dari ordo satu yang akan digunakan untuk penentuan umur simpan berdasarkan kekuatan gel puding. Dengan melakukan perhitungan kemiringan persamaan regresi antara nilai Ln rata-rata uji skoring dan waktu pengujian pada tiga tingkat suhu, didapat nilai K atau konstanta penurunan mutu produk seperti yang terlihat pada Tabel 13. Tabel 13 Nilai K dan ln K pada Tiga suhu penyimpanan untuk parameter kekuatan gel puding Suhu Penyimpanan (oC)
k
ln k
T(K)
1/T
37
0.0157
-4.152
310
0.0032
45
0.0307
-3.484
318
0.0031
55
0.0568
-2.869
328
0.0030
k = konstanta laju penurunan mutu T = suhu (Kelvin)
Dengan memplotkan kebalikan suhu mutlak (1/T) terhadap ln k, maka didapatkan grafik seperti pada Gambar 36. -2,500
Ln K
0,00295 -3,000
0,003
-3,500
0,00305 0,0031 0,00315 0,0032 0,00325 y = -6631.9x + 17.357 R² = 0,999
-4,000 -4,500
1/T
Gambar 36 Hubungan 1/T dengan Ln k untuk parameter pengukuran Kekuatan gel Tepung Puding Instan Berdasarkan persamaan regresi yang diperoleh dari grafik pada Gambar 36, maka dapat ditentukan persamaan penurunan mutu sebagai berikut : ln k = 17.357 -6631.9 (1/T)
73
Apabila suhu distribusi produk diasumsikan adalah 27°C (300K), maka: ln k = -4.749 k
= 0.00866 unit mutu per hari
Berdasarkan pengukuran kekuatan gel puding dari tepung puding instan yang belum mengalami proses penyimpanan diperoleh skor mutu awal puding = 423.7549 dan Diasumsikan titik kritis produk akan dicapai pada saat produk ditolak kekuatan gelnya berdasarkan uji sensori mendapatkan skor = 53.641 yaitu agak lembek, sehingga total unit mutu produk sampai kadaluarsa = ln 423.749 – ln 53.641 = 370.108 unit mutu. Dengan demikian dapat ditentukan perkiraan umur simpan berdasarkan parameter kekutan gel puding adalah : Perkiraan umur simpan =
'(#.#) *+ #.##)&&
*+
,-./012
= 238.7 hari
Jadi produk memiliki umur simpan sekitar 8 bulan apabila disimpan pada suhu 27°C.
Minggu Ke-1
Minggu Ke – 3 Gambar 37
Minggu Ke-2
Minggu ke -4
Puding yang tepung Pudingnya telah mengalami penyimpanan selama 4 minggu dengan suhu penyimpanan 37oC, 45 oC dan 55oC
74
4.4.1.2 Uji Sensori Tekstur Puding
Data hasil sensori dan perhitungan pendugaan umur simpan untuk Tekstur puding dari tepung puding instan yang telah disimpan pada tiga suhu yang berbeda dapat dilihat pada Lampiran 24. Berdasarkan Lampiran 24 dapat dilihat bahwa nilai korelasi ordo satu (R2 = 0.858) lebih besar daripada ordo nol (R2 = 0.829), maka persamaan Arrhenius dari ordo satu yang akan digunakan untuk penentuan umur simpan berdasarkan parameter tekstur puding. Dengan melakukan perhitungan kemiringan persamaan regresi antara nilai rata-rata uji skoring dan waktu pengujian pada tiga tingkat suhu, didapat nilai k atau konstanta penurunan mutu produk seperti yang terlihat pada Tabel 14. Tabel 14 Nilai K dan ln K pada Tiga Suhu penyimpanan untuk parameter tekstur puding instan secara sensori Suhu Penyimpanan (oC)
k
ln k
T(K)
1/T
35
0.004427
-5.420
310
0.0032
45
0.016722
-4.091
318
0.0031
55
0.023052
-3.770
328
0.003
k = konstanta laju penurunan mutu T = suhu (Kelvin)
Dengan memplotkan kebalikan suhu mutlak (1/T) terhadap Ln k, maka didapatkan grafik seperti pada Gambar 38. -3,000 0,00295 -3,500
0,003
0,00305 0,0031 0,00315 0,0032 0,00325
Ln K
-4,000 y = -9143.065x + 24.280 R² = 0,858
-4,500 -5,000 -5,500 -6,000
1/T
Gambar 38 Hubungan 1/T dengan Ln k uji Sensori Tekstur Puding
75
Berdasarkan persamaan regresi yang diperoleh dari grafik pada Gambar 38, maka dapat ditentukan persamaan penurunan mutu sebagai berikut : ln k = 24.28 – 9143.065 (1/T) Apabila suhu distribusi produk diasumsikan adalah 27°C (300K), maka: ln k = -6.19695 k
= 0.0020356 unit mutu per hari
Berdasarkan pengukuran tekstur dari tepung puding instan yang belum mengalami proses penyimpanan diperoleh skor mutu awal aroma puding = 7 dan Diasumsikan titik kritis produk akan dicapai pada saat produk ditolak tekstur sensori pudingnya
mendapatkan skor = 4 (Off flavor tercium jelas), sehingga total unit mutu produk sampai kadaluarsa = ln 7 – ln 4 = 0.55962 unit mutu. Dengan demikian dapat ditentukan perkiraan umur simpan berdasarkan parameter sensori tekstur puding adalah : Perkiraan umur simpan =
#,445& *+ 0,0020356
*+
,-./012
= 274.9 hari
Jadi produk memiliki umur simpan sekitar 9.2 bulan apabila disimpan pada suhu 27°C. 4.4.1.3 Uji Sensori Tepung Puding Instannya Telah Mengalami Penyimpanan Pendugaan umur simpan tepung puding instan diamati dari dua sisi. Pertama pengamatannya berdasarkan sifat fisik dan sensori puding yang tepungnya telah mengalami penyimpanan dan ke dua pengamatan sensori tepung puding instannya. Tepung puding instannya telah mengalami penyimpanan pada berbagai suhu dapat dilihat pada Gambar 40 . 4.4.1.3.1 Kenampakan Tepung Puding Instan
Penampakan atau sifat penglihatan merupakan sifat pertama yang diamati oleh konsumen sedangkan sifat-sifat yang lain akan dinilai kemudian. Penilaian terhadap penampakan dapat dikatakan sebagai gabungan dari yang tampak seperti warna, kekentalan dan sifat-sifat lain dari bahan. Data hasil sensori dan perhitungan pendugaan umur simpan untuk penampakan fisik dapat dilihat pada Lampiran 23. Berdasarkan Lampiran 23 dapat dilihat bahwa nilai korelasi ordo nol (R2 = 0.965) lebih besar daripada ordo satu (R2 = 0.962), maka persamaan Arrhenius dari ordo nol yang seterusnya akan
76
digunakan untuk penentuan umur simpan berdasarkan parameter kenampakan fisik tepung puding instan. Dengan melakukan perhitungan kemiringan persamaan regresi antara nilai Ln rata-rata uji skoring dan waktu pengujian pada tiga tingkat suhu, didapat nilai k atau konstanta penurunan mutu produk seperti yang terlihat pada Tabel 15 di bawah ini. Tabel 15 Nilai K dan ln K pada Tiga suhu penyimpanan untuk parameter kenampakan tepung puding instan secara sensori Suhu Penyimpanan (oC)
k
ln k
T(K)
1/T
37
0.0029
-3.541
310
0.0032
45
0.0317
-3.452
318
0.0031
55
0.0392
-3.238
328
0.0030
k = konstanta laju penurunan mutu T = suhu (Kelvin)
Dengan memplotkan kebalikan suhu mutlak (1/T) terhadap ln k, maka didapatkan grafik seperti pada Gambar 39. -3,200 0,00295 -3,250
0,003
0,00305
0,0031
0,00315
0,0032
0,00325
-3,300 Ln K
-3,350 y = -1729.59x + 2.020 R² = 0,965
-3,400 -3,450 -3,500 -3,550 -3,600
1/T
Gambar 39 Hubungan 1/T dengan Ln k uji untuk parameter Sensori kenampakan Tepung Puding Instan Berdasarkan persamaan regresi yang diperoleh dari grafik pada Gambar 39, maka dapat ditentukan persamaan penurunan mutu sebagai berikut : ln k = 2.020 – 1729.59 (1/T) Apabila suhu distribusi produk diasumsikan adalah 27°C (300K), maka: ln k = -6.8437 k
= 0.001066 unit mutu per hari
77
Berdasarkan pengukuran kenampakan dari tepung puding instan yang belum mengalami proses penyimpanan diperoleh skor mutu awal rasa puding = 5 dan diasumsikan titik kritis produk akan dicapai pada saat produk ditolak aroma sensori pudingnya mendapatkan skor = 3 (kenampakan : kurang bersih, kurang merata, agak kusam), sehingga total unit mutu produk sampai kadaluarsa = ln 5 – ln 3 = 0.510826 unit mutu. Dengan demikian dapat ditentukan perkiraan umur simpan berdasarkan parameter aroma sensori puding adalah : Perkiraan umur simpan =
#,4#)& *+ #,###&&
*+
,-./012
= 1875.9 hari
Jadi produk memiliki umur simpan sekitar 62.5 bulan apabila disimpan pada suhu 27°C.
Minggu – 1
Minggu -2
Minggu ke – 3
Minggu ke – 4
Gambar 40 Tepung Puding yang telah mengalami penyimpanan selama 4 minggu dengan suhu penyimpanan 37 oC, 45 oC dan 55 oC 4.4.1.3.2
Warna Tepung Puding Instan
Warna produk yang diamati merupakan warna tepung puding yang telah mengalami penyimpanan pada tiga suhu yang berbeda. Data hasil sensori dan perhitungan pendugaan umur simpan untuk warna dapat dilihat pada Lampiran 23.
Berdasarkan Lampiran 23 dapat dilihat bahwa nilai korelasi ordo satu
(R2 = 0.997) lebih besar daripada ordo nol (R2 = 0.996), maka persamaan
78
Arrhenius dari ordo satu yang seterusnya akan digunakan untuk penentuan umur simpan berdasarkan parameter sensori warna tepung puding instan. Dengan melakukan perhitungan kemiringan persamaan regresi antara nilai ln rata-rata uji skoring dan waktu pengujian pada tiga tingkat suhu, didapat nilai k atau konstanta penurunan mutu produk seperti yang terlihat pada Tabel 16. Tabel 16 Nilai K dan ln K pada Tiga suhu penyimpanan untuk parameter warna tepung puding instan secara sensori Suhu Penyimpanan (oC)
k
ln k
T(K)
1/T
37
0.0028
-5.883
310
0.0032
45
0.0048
-5.348
318
0.0031
55
0.0075
-4.895
328
0.003
k = konstanta laju penurunan mutu T = suhu (Kelvin)
Warna merupakan parameter pertama yang terlihat oleh konsumen. Sehingga parameter ini dapat menjadi acuan pertama yang digunakan konsumen dalam menilai mutu suatu produk pangan. Pada beberapa jenis produk, perubahan warna dapat menunjukkan perubahan nilai gizi, sehingga perubahan warna dapat dijadikan sebagai indikator untuk menunjukkan tingkat nilai gizi maksimum yang dapat diterima (Arpah 2001). Oleh karena itu, perubahan warna yang signifikan dapat digunakan untuk memperkirakan lama penyimpanan dan keadaan mutu produk. Berdasarkanan Lampiran 23, nilai sensori warna tepung puding instan cenderung mengalami penurunan. Hal ini berarti bahwa kecerahan produk semakin menurun. Semakin menurunnya warna tepung puding instan dikarenakan terjadinya reaksi pencokelatan non enzimatik Maillard yang menghasilkan produk-produk berwarna cokelat. Hal disebabkan bahwa pada komponen dalam formulasinya adalah gula halus dan susu bubuk skim yang banyak mengandung gula susu atau laktosa dan protein. Menurut American Dairy Product Institute (1994), susu skim dapat mengandung laktosa sekitar 51%. Laktosa merupakan gula pereduksi dikarenakan laktosa mempunyai gugus OH bebas yang reaktif pada atom nomor 1 pada gugus glukosanya. Winarno (2002) menyebutkan bahwa reaksi Maillard adalah reaksi antara gula pereduksi dan gugus amina primer. Menurut Syarief dan Halid (1993), akibat yang ditimbulkan reaksi Maillard adalah terbentuknya warna cokelat yang
79
tidak larut dalam air. Dengan memplotkan kebalikan suhu mutlak (1/T) terhadap ln k, maka didapatkan grafik seperti pada Gambar 41. -4,800 0,00295 -5,000
0,003
0,00305 0,0031 0,00315 0,0032 0,00325
Ln K
-5,200
y = -5157.74x + 10.843 R² = 0.997
-5,400 -5,600 -5,800 -6,000
1/T
Gambar 41 Hubungan 1/T dengan Ln k uji untuk parameter Sensori Warna Tepung Puding Instan Berdasarkan persamaan regresi yang diperoleh dari grafik pada Gambar 40, maka dapat ditentukan persamaan penurunan mutu sebagai berikut : ln k = 10.843 – 5157.74 (1/T) Apabila suhu distribusi produk diasumsikan adalah 27°C (300K), maka: ln k = -12.2304 k
= 0.0000049 unit mutu per hari
Berdasarkan pengukuran warna dari tepung puding instan yang belum mengalami proses penyimpanan diperoleh skor mutu awal warna tepung puding = 5 dan Diasumsikan titik kritis produk akan dicapai pada saat produk ditolak warna tepung puding mendapatkan skor = 2 (kuning kecoklatan), sehingga total unit
mutu produk sampai kadaluarsa = ln 5 – ln 3 = 0.51083 unit mutu. Dengan demikian dapat ditentukan perkiraan umur simpan berdasarkan parameter aroma sensori puding adalah : Perkiraan umur simpan =
#,4#)' 0,0000049
*+ *+
,-./012
= 104691 hari
Jadi produk memiliki umur simpan sekitar 3489.7 bulan apabila disimpan pada suhu 27°C.
80
4.4.1.3.3
Aroma Tepung Puding Instan
Data hasil sensori dan perhitungan pendugaan umur simpan untuk aroma tepung puding instan dapat dilihat pada Lampiran 23 . Berdasarkan Lampiran 23 dapat dilihat bahwa nilai korelasi ordo satu (R2 = 0.973) lebih besar daripada ordo nol
(R2 = 0.967), maka persamaan Arrhenius dari ordo satu yang seterusnya akan
digunakan untuk penentuan umur simpan berdasarkan parameter sensori Aroma tepung puding instan. Dengan melakukan perhitungan kemiringan persamaan regresi antara nilai rata-rata uji skoring dan waktu pengujian pada tiga tingkat suhu, didapat nilai k atau konstanta penurunan mutu produk seperti yang terlihat pada Tabel 17. Tabel 17 Nilai K dan ln K pada Tiga suhu penyimpanan untuk parameter aroma tepung puding instan secara sensori Suhu Penyimpanan (oC)
k
ln k
T(K)
1/T
37
0.0020
-6.201
310
0.0032
45
0.0089
-4.722
318
0.0031
55
0.0145
-4.236
328
0.003
k = konstanta laju penurunan mutu T = suhu (Kelvin)
Dengan memplotkan kebalikan suhu mutlak (1/T) terhadap ln k, maka didapatkan grafik seperti pada Gambar 42 Berdasarkan persamaan regresi yang diperoleh dari grafik pada Gambar 42, maka dapat ditentukan persamaan penurunan mutu sebagai berikut : ln k = 16.589 -6813.4 (1/T) Apabila suhu distribusi produk diasumsikan adalah 27°C (300K), maka: ln k = - 7.1663 k
= 0.00077 unit mutu per hari
Berdasarkan pengukuran aroma dari tepung puding instan yang belum mengalami proses penyimpanan diperoleh skor mutu awal aroma puding = 5 dan Diasumsikan titik kritis produk akan dicapai pada saat produk ditolak aroma sensori pudingnya
mendapatkan skor = 2 (aroma susu kuat, sedikit aroma apek), sehingga total unit mutu produk sampai kadaluarsa = ln 5 – ln 2 = 0.916291 unit mutu. Dengan demikian dapat ditentukan perkiraan umur simpan berdasarkan parameter aroma sensori puding adalah :
81
Perkiraan umur simpan =
#,5&5 0,00077
*+ *+
,-./012
= 1 186.7 hari
Jadi produak memiliki umur simpan sekitar 39.6 bulan apabila disimpan pada suhu 27°C. -3,000 0,00295 -3,500
0,003
0,00305 0,0031 0,00315 0,0032 0,00325
Ln K
-4,000
y = -6813.4x + 16.589 R² = 0,973
-4,500 -5,000 -5,500 -6,000
1/T
Gambar 42 Hubungan 1/T dengan ln k uji untuk parameter Sensori Aroma Tepung Puding Instan
Tabel 18
Hasil Analisis Pendugaan Umur Simpan Tepung Puding Instan dan Puding
Suhu Distribusi (oC) 20 27 30
Umur simpan (bulan) Tepung Puding Instan Puding uji sensori uji fisik uji sensori kenampakan 166.2 62.5 41.7
Warna 33160.9 3489.7 1372.6
Aroma 94.4 39.6 27.6
kekuatan gel 13.49 8.0 6.4
tekstur 19.0 9.2 6.8
Dari tabel 20 diatas dapat dilihat bahwa perameter yang cepat mengalami penurunan mutu adalah kekuatan gel puding. Hal ini ditandai dengan umur simpan yang sangat pendek sekali yaitu sekitar 8.0 bulan jika di simpan pada suhu 27 oC. Berdasarkan data diatas baik aroma, kenampakan dan warna tepung puding instan stabil selama penyimpanan. Begitu pula dengan parameter sensori tekstur dari puding yang dihasilkan relatif stabil selama penyimpanan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa umur simpan tepung puding instan adalah 8.0 bulan jika disimpan pada suhu kamar (27 oC). Suhu merupakan faktor kritis yang sangat berpengaruh pada mutu tepung puding instan. Kenaikan suhu penyimpanan yang relatif kecil akan berpengaruh
82
terhadap penurunan umur simpan. Jika disimpan pada suhu ruang tepung puding instan umur simpannya mencapai 8.0 bulan, tetapi jika disimpan pada suhu yang lebih rendah umur simpan produknya dapat lebih lama lagi. Selain itu untuk memperpanjang umur simpan produk dapat pula dilakukan (1) Pemberian kemasan sekunder dan/atau tersier, (2) memperbanyak bobot produk pada saat pengemasannya sehingga dapat mengurangi penetrasi panas terhadap produknya, (3) Untuk produk yang mengandung susu biasanya dikemas dibawah kondisi vakum dan dimasukan gas inert. Lamanya umur simpan tepung puding ini disebabkan karena kemasan yang digunakan mempunyai tingkat permeabilitas yang lebih kecil. Misalkan laminasi kertas, foil dan plastik. Menurut Labuza (1982), kemasan seperti ini mampu melindungi produk seperti susu kering dari udara, cahaya, dan penetrasi air atau uap air.
83
KESIMPULAN
Kappa karaginan mempunyai viskositas 28.88-33.12 cPs dan kekuatan gel 1580.85-1652.25 g. Sedangkan iota karaginan mempunyai viskositas 374.10414.40 cPs dan kekuatan gel 91.38-102.40 g. kappa karaginan mempunyai kekuatan gel yang tinggi dan sineresis yang rendah, sedangkan iota karaginan mempunyai sifat kekuatan gel yang rendah dan sineresis yang tinggi. Sehingga karaginan yang dipakai pada formulasi tepung puding instan adalah karaginan dengan perbandingan kappa dan iota 1:1. Karaginan dengan perbandingan kappa : iota 1 :1 mempunyai kekuatan gel yang tinggi dan sineresis yang rendah. Formulasi tepung puding instan yang diperoleh dari tahap optimasi dengan perbandingan karaginan 4.72%, mocaf 5.14%, dekstrin 88.57% dan KCl 1.57%. dihasilkan tepung puding dengan kekuatan gel 423.75 g, persen sineresis 0.624. Dengan skor nilai sensori kenampakan 5.29, aroma 5.57, tekstur 5.21 dan rasa 5,29. Dimana nilai kekuatan gelnya dan persen sineresisnya masih masuk dalam confident interval dan prediksi interval yang telah diprediksi. Berdasarkan pendugaan umur simpan tepung puding instan mempunyai umur simpan 8.0 bulan apabila disimpan pada suhu penyimpanan 27 oC.
SARAN Perlu dilakukan penelitian karakteristik mocaf dan dekstrin untuk melihat pengaruh interaksi yang terjadi antara tepung dengan karaginan. Guna untuk lebih mengoptimalkan lagi penggunaan mocaf dalam formulasi tepung puding instan.
84
DAFTAR PUSTAKA
Adawiyah R. Dede dan Waysima. 2009. Buku Ajar Evaluasi Sensori Pruk Pangan edisi 1. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor. Adeleye, B., & Rachal, C. (2007). Comparison of the rheological properties of readyto‐ serve and powdered instan food‐thickened beverages at different temperatures for dysphagic patients. Journal of the American Dietetic Association, 107(7), 1176‐1182. Afrianto E, Liviawaty E. 1987. Budidaya Rumput Laut dan Cara Pengolahannya. Penerbit Bhatara. Jakarta. Alpis. 2002. Mempelajari pembuatan kloro-karaginan dari rumput laut jenis Eucheuma cottonii dengan penambahan kombinasi beberapa konsentrasi KOH dan KCl. [Skrips]. Bogor : Jurusan Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Alvares, J.I.M., G.H. Carmona. 2007. Monomer composition and sequence of sodium alginat extracted at pilot plan Scale from three commercially important seaweeds from Mexico. Jurnal Applied Phycocolloid 19; 545548 Anonim. 1991. Rumput Laut di Indonesia. Seaweed in Indonesia. Penerbit Bank Bumi Daya. Jakarta. Anonim (2006). Teknologi Modifikasi Pati, http://ebookpangan.com// Teknologi Modifikasi Pati. Diakses : 20 Desember 2010 Anonim. 2009. Puding Yang Menggiurkan. http://www.halalguide.info/2009/04/20 Puding-yang-mengiurkan/ Diakses : 15 januari 2011 Anderson, M. C., Shoemaker, C. F., & Singh, P. R. (2006). Rheological characterization of aseptically packaged puddings. Journal of Texture Studies, 37, 681-695. Anggadireja J. 1993. Potensi Makro Algae Laut (Seaweed) sebagai Pangan dan Nilai Gizi Berbeda Jenis. Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi V.. LIPI. Jakarta 20-22 April 1993. Anggadireja JT, A. Zatnika, Heri Purwoto dan Sri Istini. 2008. Rumput Laut. Penebar Swadaya, Jakarta. Angka SL dan Suhartono MT. 2000. Bioteknologi Hasil Laut. Cetakan Pertama, Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, IPB.
85
AOAC. 1990. Official Methods of Analysis the Association. 15th. Ed. AOAC. Virginia: AOAC Inc. Arlington. Apriyantono AD, Fardiaz D, Puspitasari N, Sodarnawati, Budiyanto S. 1989. Analisis Pangan. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, IPB. Arifin M. 1994. Penggunaan Kappa Karaginan Sebagai Penstabil (stabilizer) pada pembuatan fish loaf dari ikan tongkol ( Euthynnus sp) (Skripsi). Jurusan Teknologi Hasil Perikanan. Fakultas Perikanan dan Kelautan. IPB, Bogor. Asp, N.G., H. Halmer and M. Siljestrom. 1983. Rapid Enzymatic Assay of Insoluble and Soluble Dietary Fiber. Journal Dietary Fiber. J. Agri. Food Chem. 31 : 476-482. Astawan M, Koswara S, Herdiani F. 2004. Pemanfaatan Rumput Laut (Eucheuma cottonii) untuk Meningkatkan Kadar lodium dan Serat Pangan pada Selai dan Dodol. Jurnal Teknologi dan Industri pangan. XV (1): 61. Atmadja WS., Kadi A. Sulistijo. Rachmaniar. 1995. Pengenalan Jenis-Jenis Rumput Laut Indonesia. Jakarta : Puslitbang Oseanologi-LIPI Atmadja WS, Kadi A, Sulistijo, Rachmaniar. 1996. Pengenalan Jenis-Jenis Rumput Laut Indonesia. Jakarta : Puslitbang Oseanologi-LIPI Badan Agribisnis. 1996. Peta Pasar Ekspor Tuna, Udang, Rumput Laut Indonesia. Pusat Pengembangan dan Informasi Pasar. Badan Agribisnis. Departemen Pertanian Indonesia. Jakarta. Banadib, Ahmad dan Khoiruman. 2009. Optimasi Pengeringan pada Pembuatan Karaginan Dengan Proses Ekstraksi dari Rumput Laut Jenis Eucheuma cottonii. Jurnal Teknik Kimia Universitas Dipenogoro. Semarang. Basmal, J. 2001. Perkembangan Teknologi Riset Penanganan Pasca Panen dan Industri Rumput Laut. Forum Rumput Laut. Jakarta: Pusat Riset Pengolahan produk dan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan. Hlm 16-22. Basmal, J., Bakti Berlyanto Sedayu dan Sediadi Bandol Utomo 2009. Effect of KCl on the precipitation of Carrageenan from E.cottonii extract. Journal of Marine and Fisheries Postharvest and Biotechnology – special Edition. Balai Basar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan. Bawa.., I.G.A.G., A.A. Bawa Putra dan Ida Ratu Laila. 2007. Penentuan pH Optimasi Isolasi Karaginan dari Rumput Laut Eucheuma cottonii. Jurnal Kimia 1 (Vol. 1) Januari 2007 : 15-20. Belitz. H. D, W. Groscha, 2004. Food Chemistry. Second Edition. Speringer. 284-286
86
Bennion dan Hudges, 1975 . Introductory Food. Mac Millan Publishing Co, Inc. USA. Brown, E. W. 1992. Plastic in Food Packaging, Properties, Design, and Fabrication. Marcell Dekker Inc., New York. Buckle KA, RA Edwadrs, GH Fleet, Wooton. 1987. Ilmu Pangan. Diterjemahkan olen Heri Purnomo dan Adiono. Jakarta: Ul-Press. Carpenter et al. (2001). Patent 4361592 Issue d on November 30, 1982. Tanggal akses 20 April 2011 Castellanos, V. H., Butler, E., Gluch, L., & Burke, B. (2004). Use of thickened liquids in skilled nursing facilities. Journal of the American Dietetic Association, 104(8), 1222‐1226. Chaplin , M. 2007. Carrageenan. http://www.Isbu.ac.uk/water/hycar.html. Tanggal akses 24 April 2012 Cottrell IW, Kovacs P. 1980. Alginates dalam Davidson RL(ed). Handbook of Water Soluble Gums and Resin. New York : Mc-Graw-Hill Book co. CP Kelco Aps. 2004. Carrageenan. http://www.cPKelco.com [15 Desember 2010] Damerys., Shinta, Ning Ima Arie Wardayanie dan Dede Abdurakhman. 2006. Standarisasi Ekstraksi Karaginan. Balai Besar Industri Agro. DIPA 2006. Jakarta. Dea ICM. 1981. Polysaccharides Conformation in Solutions and Gels dalam Food Carbohydrates. Westport, Connecticut : The AVI Publishing Company Inc. De Mann JM. 1989. Principle of Food Chemistry. Westport: The AVI Publishing Company Inc. Dian, Yasita dan Intan Dewi. 2009. Optimasi Proses Ekstraksi pada Pembuatan Karaginan Dengan dari Rumput Laut Jenis Eucheuma cottonii Untuk Mencapai Foodgrade. Jurnal Teknik Kimia Universitas Dipenogoro. Semarang. Dickinson, E. (2003). Hydrocolloids at interfaces and the influence on properties of dispersed systems. Food Hydrocolloids, 17(1), 25–39.
the
Dierckx, S., & Huyghebaert, A. (2002). Effects of sucrose and sorbitol on the gel formation of a whey protein isolate. Food Hydrocolloids, 16(5), 489–497. Doty MS. 1987. Eucheuma alvarezii sp (Gigartinales, Rhodophyta) from Malaysia. In : Studies of Seven Commercial Seaweed Resources. Ed. By : MS. Doty, JF Caddy, B. I.A. Abbot and J.N. Noris. Eds. Taxonomy of Economic Seaweeds. California Sea Grant College Program : 37 – 45.
87
Draget, K. I. 2000. Alginates dalam Handbook of Hydrocolloids. Edited by G. O. Philips dan P. A. Williams, CRC Press. 379-395 Escrig AJ and Muniz FJS. 2000. Dietary Fiber from Edible Seaweed : Chemical Structure, Physicochemical Properties and Effects on Cholesterol Metabolism. Nutrition Research 20 : 585 – 598. Fardiaz, D. 1989. Hidrokoloid. Laboratorium Kimia dan Biokimia Pangan, PAU Pangan dan Gizi, IPB. Bogor. Fardiaz, 1992. Mikrobiologi Pangan: Penuntun Praktikum Mikrobiologi pangan. Bogor : Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Febriyanti. 2002. Mempelajari Aspek Pengawasan Mutu Kemasan Pangan di PT. Interkemas Flexipack. Laporan Praktek Lapang. Fateta IPB, Bogor Fitria M. 2007. Pendugaan Umur Simpan Produk Biskuit Dengan Metode Akselerasi Berdasarkan Pendekatan Kadar air Kritis. Skripsi Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian . IPB Bogor. FMC Corp, Marine Colloids. 1977. Carrageenan. Marine Colloid Monograph Number One. Springfield New Jersey, USA : Marine Colloid Division FMC Corporation. Food Chemical Codex. 1981. Carrageenan. National Academy Press Washington. P 74-75. Glicksman, M. 1983. Food Hydrocolloids. CRS Press, Inc. Florida, Volume II : 74-83 Goni I, Valdivieso L, Garcia-Alonso A. 2000. Nori Seaweed Consumption Modifies Glycemic Response in Healthy Volunteers. Nutrition Research 20 (10) : 1367 – 1375. Guiseley, K.B., N.F. Stanley dan Whitehouse. 1980. Carrageenan. McGraw Hill co, New York. Pp : 199. Hine, D.J. 1987. Modern Processing , packaging and distribution System food . Blackie london. Hui YH. 2007. Food Chemistry: Principles And Applications. 2nd ed. West Sacramento, CA: Science Technology System. 5-18 to 5-19 p. Hulbert, G. 1998. Design and Construction of Food Processing Operations. http://cpa.utk.edu/pdffiles/adc18.pdf. [8 November 2011]. Hustiany, R. 2006. Modifikasi Asilasi dan Suksinilasi Pati Tapioka sebagai Bahan Enkapsulasi Komponen Flavor. Disertasi Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.
88
Ilham dan Jakkob Arnold. 2009. Optimasi Variabel Proses Pembuatan Karaginan Dengan dari Rumput Laut Jenis Eucheuma cottonii dengan Response Surface Methodology. Jurnal Teknik Kimia Universitas Dipenogoro. Semarang. Imeson A. 2000. Carrageenan. Didalam Phillips G.O dan Williams, editors. Handbook of Hydrocolloids. Florida. CRC Press. Indra S. 2004. Karakteristik Kinetis Beberapa Produk Campuran karaginan (Eucheuma sp.) dan Agar- Agar (gracilaria sp.) Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor. Istini S dan A. Zatnika. 1991. Optimasi Proses Semirefine Carrageenan dari Rumput Laut Eucheuma cottonii. Di dalam : Teknologi Pasca Panen Rumput Laut. Prosiding Temu Karya Ilmiah; Jakarta, 11-12 Maret 1991. Jakarta Departemen Pertanian hlm 86-95. Janaswany S, Chandrasekaran R. 2002. Effect of Calcium Ions on the Organization of Iota-carrageenan Helices: an X-ray Investigation. Carbohydrate Research 337(6): 523-535 Jamesen K. 1998. Food Science Laboratory Manual. Upper Saddle River, NJ: Prentice-Hall. 136 p. Jothisaraswathi , S., B. Babu, R. Rengasamy. 2006. Seasonal studies on alginatenand its compasition II : Turbinaria conoides (J. Ag.) Kutz. (Fucales, Phaeophyceae) Jurnal Applied Phycocolloid 18 : 161-166. Kadi, A dan Atmadja W.S. 1988. Rumput Laut (Algae) Jenis, Reproduksi, Produksi, Budidaya dan Pasca Panen. Pusat Penelitian dan Pengembangan Osenologi. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta. Kurmann, Joseph A.; Jeremija Lj. Rašić, Manfred Kroger (1992). "Puddings". Encyclopedia of Fermented Fresh Milk Products: An International Inventory of Fermented Milk, Cream, Buttermilk, Whey, and Related Products. Springer Kusnandar, F. 2006. Disain Percobaan dalam Penetapan Umur Simpan Produk Pangan dengan Metode ASLT (Model Arrhenius dan Kadar Air Kritis). Modul Pelatihan: Pendugaan dan Pengendalian Umur Simpan Bahan dan Produk Pangan. 7-8 Agustus 2006, Bogor. Labuza. T.P. 1982. Open Shelf Life Dating for Food. Food Science and Nutrition Press, inc., New York Lagarrigue, S., & Alvarez, G. (2001). The rheology of starch dispersions at high temperatures and high shear rates: a review. Journal of Food Engineering, 50(4), 189–202. Lim HS, Narsimhan G. 2006. Pasting and Rheological Behavior of Soy Protein‐Based Pudding. Food Science and Technology 39(4):345‐349
89
Lisna. 1991. Mempelajari Proses Pembuatan Tepung Puding Instan Dari Tepung Sagu (Merroxylon sagus). Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Mabeu S dan Fleurence J. 1995. Seaweed in Food Products : Biochemical and Nutritional Aspects. Trends FoodSci Tech 6 : 103-107. Marshall RT dan Arbuckle WS. 1996. Ice cream. New York: Chapman and Hall. Marpaung, P. 2001. Pengaruh Konsentrasi Gula Pasar Terhadap Mutu Dodol Rumput Laut. [Skripsi]. Teknologi Hasil Perikanan. Fakultas Ilmu Perikanan dan Kelautan. IPB. Marine Colloids FMC. 1978. Raw Materials Test Laboratory Standard Practice. New Jersey: Marine Colloids Div. Corp. Springfield. USA. P. 79-92. Miller, I. J. 1996. Alginate composition of some New Zealand brown seaweeds. Phytocemistry 41 (5) : 1315-1317. Miyake Y, Sasaki S, Ohya, Miyamoto S, Matsunaga I. 2006. Dietary Intake of seaweed and Mineral and Prevalence of Allergic Rhinitis in Japanese Pregnant Females: Baseline Data From the Osaka Maternal and Child Health Study. Article In Press. November 29, 2005. Moirano, A.L. 1977. Sulfate Seaweed Polysacharides dalam Food Colloids. The AVI Publ.co.Westport Conneticut. Pp 347-381. Mubarak, H. 1981. Percobaan Budidaya Rumput Laut Eucheuma spinosum di Perairan Lorok, Pacitan dan Kemungkinan Pengembangannya. Balai Penelitian Perikanan Laut. Jakarta. Peranginangin R, Bandol BS, Mulyasari. 2003. Teknologi Pemanfaatan Rumput Laut. Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Depertemen Kelautan dan Perikanan. Poncomulyo. 2006. Budidaya dan Pengolahan Rumput Laut. Jakarta : Agro Media Pustaka. Jakarta. Purnama RC. 2003. Optimasi Proses Pembuatan Karaginan dari Rumput Laut Eucheuma cottonii [Skripsi]. Fakultas Teknologi Hasil Perikanan. IPB, Bogor, Indonesia. Purnomo dan Adiono. 1987. Ilmu Pangan. Terjemahan. IU Press, Jakarta. Ristanti. 2003. Pembuatan Tepung Rumput Laut (Eucheuma cottonii) Sebagai Sumber lodium dan Dietary Fiber. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB, Bogor, Indonesia. Robetson, G.L. 1992. Predicting the shelf life of Packaging Foods. Di dalam Liang, O.B., A. Bruchanan dan D. fardiaz (ed.) development of Food Science technology in South East Asia. IPB Press.
90
Sarjana, P dan Widia W. 1998. Mempelajari Teknik Pengolahan Rumput Laut Menjadi Karaginan Secara Hidratasi. Universitas Udayana. Denpasar, Bali. Satari, R. 1996. Pengenalan Jenis-jenis Rumput Laut Indonesia. Puslitbang Oceanologi, LIPI. Jakarta. Scott, D. D., J. Timothy, P. E. Bowser, dan W. G. McGlynn. 2007. Scaling Up Your Food Process. http://www.fapc.okstate.edu/factsheets/fapc141.pdf. [31 Maret 2011] Sheng Yao, Wanging SL, L Zhien and Yanxia Z. 1986. Preparation and Properties of Carrageenan From some Species of Eucheuma in Hainan Island Cina. Journal Fish China. 10 (1) : p 104 – 119. Sinurat S, Murdinah dan Bagus S. 2008. Sifat Fungsional Kappa dan Iota Karaginan Dengan Gum. Jurnal Pasca Panen dan Bioteknologi Kelautann dan Perikanan. Vol.1 no.1 Soeharto, I. 1999. Manajemen Proyek . Jakarta: Penerbit Erlangga Speigel, A. 1992. Shelf live testing. Di dalam Brown W.E. Plastics in Food Packaging : Properties, design and Fibrication. Mercel Dekker, Inc., New York. Subaryono, utomo, B.S.B., Wikkanta, T., Satriyana,N. 2003. Pengaruh penambahan iota karaginan pada ekstraksi agarosa dari agar-agar menggunakan cetylpiridinum klorida. J. Penel. Perikanan Indonesia . 9(5) : 1-5 Suryaningrum, TD. 1988. Kajian Sifat-sifat Mutu Komoditi Rumput Laut Budidaya Jenis Eucheuma cottonii dan Eucheuma spinosum. Tesis. IPB, Bogor, Indonesia. Suwandi R, Iriani S, Bambang R dan Uju S. 2002. Rekayasa Proses Pengolahan dan Optimasi Produksi Hidrokoloid Semi Basali (Intermediate Moisture Food) Dari Rumput Laut. Laporan Akhir Penelitian Hibah Bersaing PT Tahun Anggaran 2001/2002. IPB. Bogor. Syahrul. 2005. Penggunaan Fikokoloid Hasil Ekstraksi Rumput Laut Sebagai Substitusi Pada Es Krim. (Thesis S2). Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Syarief, R., Santausa, S., dan Isyana, B. 1989. Buku dan Monograf Teknologi Pengemasan Pangan. PAU Pangan dan Gizi IPB, Bogor. Syarief R. dan Jakarta.
H. Halid.
1993.
Teknologi Penyimpanan Pangan. Arcan,
Suptijah, P.2002. Rumput Laut : prospek http://rudyct.tripod.com/sem2 012/pipih suptijah.htm.
dan
Tantangannya.
91
Tijssen RLM, Canabady‐Rochelle L S, Mellema M. 2007. Gelation Upon Long Storage of Milk Drinks with Carrageenan. Journal of Dairy Science 90:2604‐2611 Towle, A.G. 1973. Carrageenan. In : R.L. Whistler (Ed), Industrial Gum : Polysacharides and Their Derivates. Academic Press. London. Pp 84 – 109. Trcková J., Stetina J., & Kánsky J. (2004). Influence of protein concentration on rheological properties of carrageenan gels in milk. International Dairy Journal, 14, 337-343. Valentas J, K, Levine L and Clark J.P. 1991. Food Pr ocessing Oprations and Scale-Up. Marcel Dekker.inc. New York. Pp. 233Verawaty. 2008. Pemetaan Tekstur dan Karakteristik Gel Hasil kombinasi Karaginan dan konja. Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor. Verbeken D., Bael K., Thas O., & Dewettinck, K. (2006). Interactions between kcarrageenan, milk proteins and modified starch in sterilized dairy desserts. International Dairy Journal, 16, 482-488. Widjanarko, S.B. 1996. Perubahan Sifat Fisiko-Kimia dan Sensoris Sirup Pisang dari Tiga Varietas pisang yang Berbeda Akibat Penggunaan Na-CMC pada konsentrasi yang Berbeda. Jurnal Universitas Brawijaya, 8(2) : 105-114. Winarno, FG. 1990. Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Jakarta. Winarno, FG. 1996. Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Jakarta. Yuliani LN. 2001. Mempelajari Penambahan Stabilizer dan Flavor terhadap Stabilitas Emulsi serta Overrun es krim sari tempe [Skripsi]. Bogor. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Yunizal, Murtini JT, Utomo BS dan Suryaningrum TH. 2000. Teknologi Pemanfaatan Rumput Laut. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Eksplorasi Laut dan Perikanan. Hlm 1-11. Jakarta. Zulfriady, D dan Sudjatmiko W. 1995. Pengaruh Kalsium Hidroksida dan Sodium Hidroksida Terhadap Mutu Karaeinan Rumput Laut Eucheuma spinosum. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Bidang Pasca panen. Sosial Ekonomo Penangkapan. Hlm 137-146. Jakarta.
92
Lampiran 1 . Sifat Fisiko kimia Kappa dan Iota Karaginan Dari Rumput laut Eucheuma cottonii dan Eucheuma Spinosum 1
Rendemen
No
Ulangan
Sampel
1
Eucheuma cottonii
1 12,956
2
Eucheuma Spinosum
28,166
2
rata-rata
stdev
2 13,550
3 15,507
13,253
0,420
37,788
36,754
32,977
6,804
rata-rata
stdev
Kadar Air Sampel (%) No
Ulangan
Sampel 1
2
3
1
Eucheuma cottonii
8,461
8,461
7,844
8,510
0,070
2
Eucheuma Spinosum
12,253
13,825
13,240
13,040
1,110
3
Kadar Abu sampel (%)
No 1
Eucheuma cottonii
2
Eucheuma Spinosum
4
Ulangan
Sampel
rata-rata
stdev
1
2
3
26,825
27,835
26,180
27,330
0,710
22,115
22,660
0,290
22,455
22,860
Kadar Abu Tak larut Asam Sampel (%) No
Ulangan
Sampel 1
1
Eucheuma cottonii
2
5
Eucheuma Spinosum
rata-rata
2
stdev
3
0,210
0,325
0,172
0,270
0,080
0,130
0,220
0,100
0,180
0,060
Kadar Sulfat Sampel (%) No
Ulangan
Sampel 1
2
3
rata-rata
stdev
1
Eucheuma cottonii
17,509
17,867
17,917
17,688
0,253
2
Eucheuma Spinosum
30,261
29,746
30,541
30,004
0,364
6
Viskositas (cPs) Sampel No
Ulangan
Sampel 1
2
3
rata-rata
stdev
1
Eucheuma cottonii
32,500
29,500
30,000
31,000
2,120
2
Eucheuma Spinosum
380,000
408,500
426,500
394,250
20,150
93
7
Gell Strength (gr.force) Rumput laut Eucheuma cottonii dan Eucheuma Spinosum
No
Ulangan
Sampel
1
Eucheuma cottonii
2
Eucheuma Spinosum
rata-rata
stdev
1
2
3
1621,079
1671,782
1678,872
1616,430
35,850
92,992
100,780
103,350
96,890
5,510
94
Lampiran 2 . Perbandingan Kappa dan Iota karaginan 2.1 Tabel Kekuatan Gell Puding Komersial No 1
PUDING KOMERSIAL
Force (g)
Distance (mm)
422.567
13.983
388.807
11.213
Merk gong
2.2 Perbandingan Kappa dan Iota Karaginan Terhadap Kekuatan gell (force) Perbandingan kappa : Iota karaginan
Penambahan KCL
(1:2)
0
47,087
14,888
+ KCl
293,254
11
(1:1)
Force (g)
0
(2:1) (1:3) (3:1)
Distance (mm)
134
11,353
+ KCL
536,466
9,244
0
220,45
7,854
+ KCL
927,417
9,939
0
312,678
10,388
+ KCL
1281,224
11,823
22,9
24,803
200,192
10,803
0 + KCL
2.3 Perbandingan kappa dan iota karaginan terhadap Kekuatan gel dan Sineresis Perbandingan % kappa : Iota kekuatan gel sineresis karaginan 1;2 1;1 2;1 3;1 1;3
30.827 31.024 46.876 46.460 123.808 123.958 122.823 134.157 23.596 23.109
2,3128 2,8642 1,2815 1,3259 3,3342 2,8313 3,3489 3,7364 1,4388 1,3448
95
2.4 Perbedaan Konsentasi karagenan Terhadap Kekuatan gell (force) Konsentrasi karagenan(K:I = 1:1)
Penambahan KCL
1,00%
0
Force (g)
Distance (mm)
11,96
24,958
+ KCl
297,901
10.068
0
152.804
10,173
+ KCL
524,645
9,089
0
243,223
11,308
+ KCl
689,27
10,403
1,50% 2%
Kekuatan gell (gr)
Perbandingan Penambahan kappa dan Iota Karaginan (1:1) terhadap Kekuatan Gel 800 700 600 500 400 300 200 100 0
y = 39137x - 83,11 R² = 0,991
1,00%
1,20%
1,40%
1,60%
1,80%
2,00%
2,20%
konsentrasi karaginan
Berdasarkan Persamaan Regresi linier : Y= 39137 X - 83,11 Jika diinginkan kekuatan Gell = 400 gr.force maka konsentrasi karaginan yang digunakan sebanyak 1,234 %
Lampiran 3. Uji Statistik Perbandingan Kappa dan Iota karaginan ANOVA Sum of Squares kekuatan_Gel
Between Groups Within Groups Total
Sineresis
Between Groups Within Groups Total
df
Mean Square
680394.135
4
170098.534
10319.073
5
2063.815
690713.208
9
8.778
4
2.195
.451
5
.090
9.229
9
F
Sig.
82.419
.000
24.340
.002
96
Post Hoc Tests Multiple Comparisons Mean Difference (I-J)
95% Confidence Interval
Dependent Variable
(I) perlakuan
(J) perlakuan
kekuatan_Gel
KI 1:2
KI 1:1
-144.33300
45.42923
.246
-361.1822
72.5162
KI 2:1
-566.19250*
45.42923
.001
-783.0417
-349.3433
KI 3:1
-524.15250*
45.42923
.001
-741.0017
-307.3033
KI 1:3
53.89550
45.42923
1.000
-162.9537
270.7447
KI 1:2
144.33300
45.42923
.246
-72.5162
361.1822
KI 2:1
-421.85950*
45.42923
.002
-638.7087
-205.0103
KI 3:1
-379.81950*
45.42923
.004
-596.6687
-162.9703
KI 1:3
198.22850
45.42923
.073
-18.6207
415.0777
KI 1:2
566.19250
*
45.42923
.001
349.3433
783.0417
421.85950
*
45.42923
.002
205.0103
638.7087
KI 3:1
42.04000
45.42923
1.000
-174.8092
258.8892
KI 1:3
620.08800
*
45.42923
.000
403.2388
836.9372
KI 1:2
524.15250*
45.42923
.001
307.3033
741.0017
KI 1:1
*
45.42923
.004
162.9703
596.6687
KI 2:1
-42.04000
45.42923
1.000
-258.8892
174.8092
KI 1:3
*
45.42923
.001
361.1988
794.8972
KI 1:2
-53.89550
45.42923
1.000
-270.7447
162.9537
KI 1:1
-198.22850
45.42923
.073
-415.0777
18.6207
KI 2:1
*
-620.08800
45.42923
.000
-836.9372
-403.2388
KI 3:1
-578.04800*
45.42923
.001
-794.8972
-361.1988
KI 1:1
1.2848000
.3002704
.079
-.148493
2.718093
KI 2:1
-.4942500
.3002704
1.000
-1.927543
.939043
KI 3:1
-.9541500
.3002704
.246
-2.387443
.479143
KI 1:3
1.3691000
.3002704
.061
-.064193
2.802393
KI 1:2
-1.2848000
.3002704
.079
-2.718093
.148493
KI 2:1
-1.7790500*
.3002704
.020
-3.212343
-.345757
KI 3:1
-2.2389500*
.3002704
.007
-3.672243
-.805657
KI 1:3
.0843000
.3002704
1.000
-1.348993
1.517593
KI 1:2
.4942500
.3002704
1.000
-.939043
1.927543
KI 1:1
1.7790500*
.3002704
.020
.345757
3.212343
KI 3:1
-.4599000
.3002704
1.000
-1.893193
.973393
KI 1:3
*
.3002704
.016
.430057
3.296643
KI 1:2
.9541500
.3002704
.246
-.479143
2.387443
KI 1:1
2.2389500*
.3002704
.007
.805657
3.672243
KI 2:1
.4599000
.3002704
1.000
-.973393
1.893193
KI 1:3
2.3232500*
.3002704
.006
.889957
3.756543
KI 1:2
-1.3691000
.3002704
.061
-2.802393
.064193
KI 1:1
-.0843000
.3002704
1.000
-1.517593
1.348993
KI 2:1
-1.8633500*
.3002704
.016
-3.296643
-.430057
KI 3:1
-2.3232500*
.3002704
.006
-3.756543
-.889957
Bonferroni
KI 1:1
KI 2:1
KI 1:1
KI 3:1
KI 1:3
Sineresis
Bonferroni
KI 1:2
KI 1:1
KI 2:1
KI 3:1
KI 1:3
379.81950
578.04800
1.8633500
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Homogeneous Subsets kekuatan_Gel Subset for alpha = 0.05 perlakuan
N
1
2
3
Std. Error
Sig.
Lower Bound Upper Bound
97
Homogeneous Subsets kekuatan_Gel Subset for alpha = 0.05 perlakuan Duncan
a
N
1
2
KI 1:3
2
1.7265E2
KI 1:2
2
2.2655E2
KI 1:1
2
KI 3:1
2
KI 2:1
2
3
3.7088E2 7.5070E2 7.9274E2
Sig.
.289
1.000
.397
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000. Sineresis Subset for alpha = 0.05
Duncan
a
perlakuan
N
KI 1:3
2
1.219400E0
KI 1:1
2
1.303700E0
KI 1:2
2
2.588500E0
KI 2:1
2
3.082750E0
KI 3:1
2
Sig.
1
2
3.082750E0 3.542650E0
.790
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
3
.161
.186
98
Lampiran 4. Lembaran Isian Form uji hedonik Puding
UJI HEDONIK Nama panelis : .................................................................................. Tanggal/jam Pengujian : ................................... / jam : .................................. Produk : PUDING Instruksi : Dihadapan saudara terdapat sampel berkode. Nilailah pernyataan anda dan berikan komentar terhadap sampel tersebut berdasarkan penilaian saudara dengan nilai sebagai berikut : 1 : Sangat Tidak suka 2 : Tidak suka 3 : Agak tidak suka 4 : Netral 5 : Agak Suka 6 : Suka 7 : Sangat Suka Kode Sampel
Parameter Kenampakan
Warna
Tekstur
Rasa
Komentar/Catatan : ...................................................................................................................................................................................................... ...................................................................................................................................................................................................... ...................................................................................................................................................................................................... .....................................................................................................................................................................................................
99
Lampiran 5 Analisis Sidik ragam kekuatan gel Puding Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Force Type III Sum of Squares
Source Corrected Model Intercept Mocaf_Dekstrin Karagenan KCl Mocaf_Dekstrin * Karagenan Mocaf_Dekstrin * KCl Karagenan * KCl Error Total Corrected Total
df
Mean Square 13 1 2 2 1
43172.365 2319547.116 47401.781 105579.541 176086.506
9.683 520.222 10.631 23.679 39.492
.021 .000 .025 .006 .003
21036.691
4
5259.173
1.180
.438
33817.593 24337.310 17835.057 2898622.918 579075.802
2 2 4 18 17
16908.796 12168.655 4458.764
3.792 2.729
.119 .179
Post Hoc Tests Force Duncan Subset N
Konst. 0,25 % Konst. 0,5 % Konst. 0 % Sig.
1 6 6 6
2
2.6762E2 3.6414E2 .067
3.6414E2 4.4516E2 .103
Force Duncan Subset Karagenan konst. karagenan 0,8 % konst. karagenan 1,0 % konst.karagenan 1,23 % Sig.
Sig.
561240.745 2319547.116 94803.563 211159.082 176086.506
a. R Squared = ,969 (Adjusted R Squared = ,869)
Mocaf_Dekstrin
F
a
N
1 6 6 6
2
2.4526E2 3.2696E2 .101
5.0470E2 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 4458,764.
100
Lampiran 6 Analisis Sidik ragam Sineresis puding Type III Sum of Squares
Source Corrected Model Intercept Mocaf_Dekstrin Karagenan KCl Mocaf_Dekstrin * Karagenan Mocaf_Dekstrin * KCl Karagenan * KCl Error Total Corrected Total
df
Mean Square 13 1 2 2 1
.232 2.649 .043 .019 2.555
4.162 47.484 .777 .336 45.794
.090 .002 .519 .733 .002
.225
4
.056
1.008
.497
.077 .037 .223 5.890 3.241
2 2 4 18 17
.039 .019 .056
.692 .335
.552 .733
Post Hoc Tests Sineresis Duncan Subset N
Konst. 0,25 % Konst. 0,5 % Konst. 0 % Sig.
1 6 6 6
.29633 .38833 .46617 .287
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = ,056.
Sineresis Duncan Subset Karagenan konst. karagenan 1,0 % konst. karagenan 0,8 % konst.karagenan 1,23 % Sig.
N
1 6 6 6
Sig.
3.018 2.649 .087 .037 2.555
a. R Squared = ,931 (Adjusted R Squared = ,707)
Mocaf_Dekstrin
F
a
.32433 .39117 .43533 .466
101
Lampiran 7 Analisis Sidik ragam Tekstur Puding Type III Sum of Squares
Source Corrected Model Intercept Mocaf_Dekstrin Karagenan KCl Mocaf_Dekstrin * Karagenan Mocaf_Dekstrin * KCl Karagenan * KCl Error Total Corrected Total
df
Mean Square 13 1 2 2 1
.656 375.654 3.212 .081 .490
23.472 1.345E4 114.999 2.886 17.544
.004 .000 .000 .168 .014
.406
4
.101
3.631
.120
.894 .147 .112 384.289 8.635
2 2 4 18 17
.447 .074 .028
16.007 2.639
.012 .186
Post Hoc Tests Sens_Tekstur Duncan Subset N
Konst. 0,5 % Konst. 0,25 % Konst. 0 % Sig.
1 6 6 6
2
3
4.01000 4.29833 1.000
1.000
5.39667 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = ,028. Sens_Tekstur Duncan Subset Karagenan konst.karagenan 1,23 % konst. karagenan 0,8 % konst. karagenan 1,0 % Sig.
Sig.
8.523 375.654 6.425 .161 .490
a. R Squared = ,987 (Adjusted R Squared = ,945)
Mocaf_Dekstrin
F
a
N
1 6 6 6
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = ,028.
4.48167 4.52333 4.70000 .091
102
Lampiran 8 Analisis Sidik ragam Kenampakan Puding Type III Sum of Squares
Source Corrected Model Intercept Mocaf_Dekstrin Karagenan KCl Mocaf_Dekstrin * Karagenan Mocaf_Dekstrin * KCl Karagenan * KCl Error Total Corrected Total
df
Mean Square 13 1 2 2 1
.375 436.404 .218 .207 .151
.628 731.649 .365 .348 .254
.765 .000 .715 .726 .641
1.525
4
.381
.639
.662
1.386 .958 2.386 443.660 7.256
2 2 4 18 17
.693 .479 .596
1.162 .803
.400 .509
Sens_Kenampakan Subset N
Konst. 0,5 % Konst. 0,25 % Konst. 0 % Sig.
1 6 6 6
4.7267 4.9383 5.1067 .447
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = ,596.
Sens_Kenampakan Duncan Subset Karagenan konst.karagenan 1,23 % konst. karagenan 0,8 % konst. karagenan 1,0 % Sig.
Sig.
4.870 436.404 .435 .415 .151
Duncan Mocaf_Dekstrin
F
a
N
1 6 6 6
4.7400 4.9200 5.1117 .457
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = ,596.
103
Lampiran 9 Analisis Sidik ragam Aroma Puding Type III Sum of Squares
Source Corrected Model Intercept Mocaf_Dekstrin Karagenan KCl Mocaf_Dekstrin * Karagenan Mocaf_Dekstrin * KCl Karagenan * KCl Error Total Corrected Total
df
Mean Square 13 1 2 2 1
.343 472.781 .062 .253 .323
1.550 2.139E3 .278 1.145 1.460
.360 .000 .771 .404 .294
.801
4
.200
.906
.537
2.010 .690 .884 478.118 5.337
2 2 4 18 17
1.005 .345 .221
4.547 1.560
.093 .316
Post Hoc Tests sens_Aroma Duncan Subset N
Konst. 0,25 % Konst. 0 % Konst. 0,5 % Sig.
1 6 6 6
5.0083 5.1767 5.1900 .544
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = ,221.
sens_Aroma Duncan Subset Karagenan konst. karagenan 0,8 % konst.karagenan 1,23 % konst. karagenan 1,0 % Sig.
Sig.
4.453 472.781 .123 .506 .323
a. R Squared = ,834 (Adjusted R Squared = ,296)
Mocaf_Dekstrin
F
a
N
1 6 6 6
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = ,221.
4.8950 5.1900 5.2900 .225
104
Lampiran 10 Analisis Sidik ragam Rasa Pudding Type III Sum of Squares
Source Corrected Model Intercept Mocaf_Dekstrin Karagenan KCl Mocaf_Dekstrin * Karagenan Mocaf_Dekstrin * KCl Karagenan * KCl Error Total Corrected Total
df
Mean Square 13 1 2 2 1
.364 430.222 .610 .151 .227
3.803 4.498E3 6.375 1.577 2.370
.104 .000 .057 .313 .199
.595
4
.149
1.556
.339
1.465 .920 .383 435.333 5.111
2 2 4 18 17
.732 .460 .096
7.657 4.812
.043 .086
Sens_Rasa Duncan Subset N
Konst. 0,5 % Konst. 0,25 % Konst. 0 % Sig.
1 6 6 6
2
4.5933 4.8467
4.8467 5.2267 .100
.229
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = ,096.
Sens_Rasa Duncan Subset Karagenan konst. karagenan 0,8 % konst.karagenan 1,23 % konst. karagenan 1,0 % Sig.
Sig.
4.728 430.222 1.219 .302 .227
a. R Squared = ,925 (Adjusted R Squared = ,682)
Mocaf_Dekstrin
F
a
N
1 6 6 6
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = ,096.
4.7133 4.9317 5.0217 .165
105
Lampiran 11 ANOVA dan persamaan polinomial respon kekuatan gel ANOVA for Mixture Reduced Quadratic Model *** Mixture Component Coding is L_Pseudo. *** Analysis of variance table [Partial sum of squares - Type III] Sum of Mean Source Squares df Square Model 489877,374 5 97975,47484 Linear Mixture 400108,820 3 133369,6066 AD 24260,909 1 24260,90948 BC 58215,605 1 58215,60531 Residual 89198,432 12 7433,202682 Cor Total 579075,806 17
Std. Dev. Mean C.V. % PRESS
Component A-karagenan B-mocaf C-dekstrin D-kcl
86,216 358,976 24,017 218816,110
Coefficient Estimate 4086,307 182,889 261,132 3615,746
AD BC
R-Squared Adj R-Squared Pred R-Squared Adeq Precision
1 1 1 1
Standard Error 1596,663 59,058 55,818 2191,498
1 1
78801,537 194,826
df
142364,018 -545,229
Final Equation in Terms of Actual Components: force 76,31030174 7,976647867 -0,610103393 -174,2467992 57,56795282 -0,220475054
= * karagenan * mocaf * dekstrin * kcl * karagenan * kcl * mocaf * dekstrin
F Value 13,181 17,942 3,264 7,832
p-value Prob > F 0.0002 < 0.0001 0.0959 0.0161
significant
0,846 0,782 0,622 12,471
95% CI Low 607,477 54,213 139,515 -1159,118 29329,781 -969,719
95% CI High 7565,137 311,565 382,750 8390,610 314057,817 -120,739
VIF 4,815 2,956 2,967 5,391 5,336 1,829
106
Lampiran 12. ANOVA dan persamaan polinomial respon Sineresis ANOVA for Mixture Linear Model *** Mixture Component Coding is L_Pseudo. *** Analysis of variance table [Partial sum of squares - Type III] Sum of Mean Source Squares df Square Model 2,565 3 0,855 Linear Mixture 2,565 3 0,855 Residual 0,676 14 0,048 Cor Total 3,241 17
Std. Dev. Mean C.V. % PRESS
Component A-karagenan B-mocaf C-dekstrin D-kcl
0,220 0,384 57,285 1,097
Coefficient Estimate 2,346 0,661 0,777 -23,913
R-Squared Adj R-Squared Pred R-Squared Adeq Precision
Standard Error 3,008 0,126 0,118 3,345
df 1 1 1 1
F Value 17,701 17,701
p-value Prob > F < 0.0001 < 0.0001
0,791 0,747 0,661 8,865
95% CI Low -4,105 0,392 0,523 -31,088
95% CI High 8,798 0,930 1,031 -16,738
Final Equation in Terms of Actual Components: sineresis 0,038 0,004 0,006 -0,490
= * karagenan * mocaf * dekstrin * kcl
Lampiran 13. ANOVA dan persamaan polinomial respon sensori Kenampakan ANOVA for Mixture Mean Model *** Mixture Component Coding is L_Pseudo. *** Analysis of variance table [Partial sum of squares - Type III] Sum of Mean Source Squares df Square Model 0,000 0 Residual 7,256 17 Cor Total 7,256 17 Std. Dev. Mean C.V. % PRESS
0,653 4,924 13,268 8,134
R-Squared Adj R-Squared Pred R-Squared Adeq Precision
Final Equation in Terms of Actual Components: kenampakan
= 4,924
significant
0,427
VIF 2,630 2,056 2,055 1,933
107
Lampiran 14. ANOVA dan persamaan polinomial respon sensori Aroma ANOVA for Mixture Mean Model *** Mixture Component Coding is L_Pseudo. *** Analysis of variance table [Partial sum of squares - Type III] Sum of Mean Source Squares df Square Model 0,000 0 Residual 5,337 17 0,314 Cor Total 5,337 17
Std. Dev. Mean C.V. % PRESS
0,560 5,125 10,933 5,983
R-Squared Adj R-Squared Pred R-Squared Adeq Precision
Final Equation in Terms of Actual Components: aroma
= 5,125
F Value
0 0 -0,121
p-value Prob > F
108
Lampiran 15. ANOVA dan persamaan polinomial respon sensori Tekstur ANOVA for Mixture Reduced Quadratic Model *** Mixture Component Coding is L_Pseudo. *** Analysis of variance table [Partial sum of squares - Type III] Sum of Mean Source Squares df Square Model 7,346 5 1,469 Linear Mixture 5,695 3 1,898 BC 0,961 1 0,961 CD 0,589 1 0,589 Residual 1,278 12 0,106 Cor Total 8,623 17
Std. Dev. Mean
0,326 4,576
C.V. %
7,130
PRESS
2,604
Component A-karagenan B-mocaf C-dekstrin D-kcl BC CD
Coefficient Estimate 3,096 4,504 5,416 -21,808 -2,211 31,695
R-Squared Adj R-Squared Pred RSquared Adeq Precision
df 1 1 1 1 1 1
Final Equation in Terms of Actual Components: tekstur 0,009453576 0,078960762 0,056119201 -1,081963342 -0,000894016 0,012816405
= * karagenan * mocaf * dekstrin * kcl * mocaf * dekstrin * dekstrin * kcl
Standard Error 4,536 0,225 0,215 8,500 0,736 13,479
F Value 13,798 17,828 9,024 5,529
p-value Prob > F 0.0001
significant
0.0001 0.0110 0.0366
0,852 0,790 0,698 10,058
95% CI Low -6,787 4,013 4,948 -40,328 -3,814 2,326
95% CI High 12,979 4,994 5,885 -3,289 -0,607 61,063
VIF 2,713 2,994 3,079 5,662 1,822 5,708
109
Lampiran 16. ANOVA dan persamaan polinomial respon sensori Rasa ANOVA for Mixture Mean Model *** Mixture Component Coding is L_Pseudo. *** Analysis of variance table [Partial sum of squares - Type III] Sum of Mean Source Squares df Square Model 0,000 0 Residual 5,111 17 0,301 Cor Total 5,111 17
Std. Dev. Mean C.V. % PRESS
0,548 4,889 11,215 5,730
R-Squared Adj R-Squared Pred R-Squared Adeq Precision
Final Equation in Terms of Actual Components: rasa
= 4,889
F Value
0 0 -0,121
p-value Prob > F
110
Lampiran 17. Score Sheet Pendugaan Umur Simpan Puding SCORE SHEET ORGANOLEPTIK PUDING Jenis Produk -
:
Nama : Tanggal :
Cantumkan kode contoh pada kolom yang tersedia sebelum melakukan pengujian Berilah tanda V pada nilai yang dipilih sesuai dengan kode contoh yang diuji Kode Contoh Spesifikasi
Nilai
I. AROMA -
Normal/sama dengan kontrol
7
-
Normal, diduga ada off flavor tetapi belum tercium
6
-
Normal, off flavor mulai tercium tetapi sangat lemah
5
-
Off flavor tercium lemah
4
-
Off flavor tercium jelas Off flavor tercium kuat, tengik
3 2
-
Off flavor tercium sangat kuat, sangat tengik
1
Score Nilai yang ditolak = 3 II. TEKSTUR - Lembut - Agak lembut
7 6
- Kurang lembut
5
- Agak lembek
4
- lembek - sangat lembek
3 2
- sangat lembek sekali
1
Skor nilai mulai ditolak = 4 III. RASA 8 7 6
-
Sangat enak, spesifik jenis Enak, spesifik jenis
-
Kurang enak, spesifik jenis
-
Rasa mulai asam
-
Rasa asam
4
-
Tidak enak, sangat asam
3
-
Mulai busuk
2
-
Busuk
Skor nilai mulai ditolak = 4
5
1
111
Lampiran 18. Score Sheet Organoleptik Tepung Puding SCORE SHEET ORGANOLEPTIK TEPUNG PUDING INSTANT Jenis Produk -
:
Nama : Tanggal :
Cantumkan kode contoh pada kolom yang tersedia sebelum melakukan pengujian Berilah tanda V pada nilai yang dipilih sesuai dengan kode contoh yang diuji Kode Contoh Spesifikasi
Nilai
I. AROMA - Aroma Khas Harum, esence kuat
5
- Aroma Khas Berkurang, Harum, Aroma Esence Berkurang
4
- Aroma Essence Lemah, Muncul Aroma Susu
3
- Aroma Susu Kuat, Sedikit aroma apek
2
- Aroma Adak Tengik
1
Score Nilai yang ditolak = 2 II. KENAMPAKAN - Bersih, Warna Merata, Cerah
5
- Bersih Warna Kurang Merata
4
- Kurang Bersih, Warna Kurang Merata, Agak Kusam
3
- Kotor, Warna Kurang Merata, Agak Kusam
2
- Kotor, Kusam
1
Score Nilai yang ditolak = 3 III. WARNA - Putih Tulang - Putih Kekuningan - Putih Kecoklatan - Kuning Kecoklatan - Coklat Kekuningan Skor nilai yang ditolak = 3
5 4 3 2 1
112
Lampiran 19. Rata-rata Nilai Organoleptik Kenampakan Tepung Puding Instan 37oC
Panelis
45oC
55oC
0
7
14
26
33
0
7
14
26
33
0
7
14
26
33
1 2 3
5 5 5
5 5 5
5 4 5
5 5 4
5 3 3
5 5 5
5 5 5
5 5 4
4 4 4
4 4 4
5 5 5
5 4 4
5 3 4
3 4 4
3 4 3
4
5
5
4
4
4
5
4
4
5
3
5
4
4
4
4
5 6 7
5 5 5
5 4 5
5 5 5
5 4 5
5 4 4
5 5 5
5 5 3
5 4 4
5 5 4
4 4 3
5 5 5
4 3 3
4 3 3
3 4 4
3 3 4
8 Ratarata
5
5
5
5
3
5
5
5
4
4
5
4
4
3
3
5,00
4,88
4,75
4,63
3,88
5,00
4,63
4,50
4,38
4,25
5,00
3,88
3,75
3,63
3,38
Lampiran 20. Rata-rata Nilai Organoleptik Warna Tepung Puding 37oC
PANELIS
45oC
55oC
0
7
14
26
33
0
7
14
26
33
0
7
14
26
33
1 2 3 4 5 6 7
5 5 5 5 5 5 5
5 5 4 5 5 5 5
5 4 5 4 5 5 4
4 5 5 4 5 5 5
4 4 5 4 5 5 5
5 5 5 5 5 5 5
4 5 4 4 5 4 5
4 5 5 4 5 5 4
4 4 5 4 4 5 4
4 5 4 4 4 5 3
5 5 5 5 5 5 5
4 5 4 3 4 4 4
4 4 4 3 4 4 4
4 4 4 4 4 4 3
3 4 4 4 4 4 3
8 Ratarata
5
5
5
4
4
5
4
4
4
4
5
4
4
4
3
5,00
4,88
4,63
4,63
4,50
5,00
4,38
4,50
4,25
4,13
5,00
4,00
3,88
3,88
3,63
Lampiran 21. Rata-rata Nilai Organoleptik Aroma Tepung Puding 37oC
PANELIS
45oC
55oC
0
7
14
26
33
0
7
14
26
33
0
7
14
26
33
1 2 3 4 5 6 7
5 5 5 5 5 5 5
4 5 5 5 4 5 4
5 3 3 4 5 5 5
5 4 5 4 3 5 4
5 5 4 3 4 5 4
5 5 5 5 5 5 5
5 4 3 4 4 4 4
5 4 5 3 3 5 3
4 4 4 3 4 4 5
4 4 4 3 3 2 3
5 5 5 5 5 5 5
5 4 3 5 3 4 3
5 3 3 4 4 4 3
3 3 3 3 3 2 3
3 3 3 3 3 3 4
8 Ratarata
5
5
5
5
4
5
5
5
3
5
5
4
3
3
3
5,00
4,63
4,38
4,38
4,25
5,00
4,13
4,13
3,88
3,50
5,00
3,88
3,63
2,88
3,13
113
Lampiran 22. Rata-rata Nilai Organoleptik Tekstur Puding 37oC
PANELIS
45oC
55oC
0
7
14
26
33
0
7
14
26
33
0
7
14
26
33
1 2 3 4 5 6 7
7 7 7 7 7 7 7
6 7 7 7 7 5 7
7 5 5 7 7 6 6
7 6 6 6 4 6 7
6 7 4 7 6 5 7
7 7 7 7 7 7 7
7 6 4 6 7 7 5
6 3 7 4 4 6 6
4 5 4 4 4 4 5
4 4 2 6 4 4 4
7 7 7 7 7 7 7
7 3 4 4 7 7 4
5 3 4 4 3 7 5
3 3 3 3 3 3 4
3 2 1 5 4 3 4
8
7
7
7
7
6
7
6
6
7
3
7
6
6
7
3
Rata2
7,00
6,63
6,25
6,13
6,00
7,00
6,00
5,25
4,63
3,88
7,00
5,25
4,63
3,63
3,13
Lampiran 23. Perhitungan Umur Simpan Tepung Puding Instan Atribut Kenampakan Tepung puding Instan Skor mutu awal (H-0) Skor batas mutu Unit mutu Suhu
Hari ke
Score
Ln Skor
5 3 2
1,6094 1,0986 0,5108
Skor
Ln Skor
Ordo 1
Ordo 0 Slope
Intercept
Korelasi
Ordo 0
Intercept
Korelasi
LN K
T(K)
1/T
-1,633
0,767
-3,541
310
0,00323
Intercept
Ordo 1
37
0 7 14 26 33
5,00 4,88 4,75 4,63 3,88
1,609 1,585 1,558 1,533 1,356
-0,0290
5,0917808
0,790
Slope 0,0065
45
0 7 14 26 33
5,00 4,63 4,50 4,38 3,75
1,609 1,533 1,504 1,477 1,322
-0,0317
4,9587397
0,880
0,0073
-1,605
0,864
-3,452
318
0,00314
4,923
318
0,0031
55
0 7 14 26 33
5,00 3,88 3,75 3,63 3,38
1,609 1,356 1,322 1,289 1,218
-0,0393
4,5561644
0,716
0,0096
-1,512
0,755
-3,238
328
0,00305
4,647
328
0,0030
2,0202
Slope 1729,6
Korelasi
LN K 5,033
0,965
T(K)
1/T
310
0,0032
Intercept 2,045
Slope 2201,6
Korelasi
PERHITUNGAN UMUR SIMPAN TEPUNG PUDING INSTANT BERDASARKAN ATRIBUT SENS KENAMPAKAN Berdasarkan Ordo 0 Berdasarkan Ordo 1 20 Suhu simpan (K) LnK K Umur simpan (Hari) Umur simpan (bulan)
293 -7,8212798 0,00040111 4986,2 166,2
Suhu Simpan (oC) 27 30 300 303 -6,8437 -6,4385 0,0011 0,0016 1875,9 1251,0 62,5 41,7
34 307 -5,9107 0,0027 737,9 24,6
Suhu Penyimpanan (oC) 27 30 293 300 303 -9,547262 -8,51272 -8,084 7,14E-05 0,000201 0,0003 7154,8 2542,7 1656,1 238,5 84,8 55,2 20
34 307 -7,5254 0,0005 947,3 31,6
114
0,962
Atribut Warna Tepung Puding Instan
Score
Ln Skor
Skor mutu awal (H-0) Skor batas mutu
5 3
1,6094 1,0986
Unit mutu
2
0,5108
Skor
Ln Skor
Suhu
37
Hari ke
0 7 14 26 33
45
0 7 14 26 33
55
0 7 14 26 33
5,00 4,88 4,63 4,63 4,50
1,609
5,00 4,38 4,50 4,25 4,13
1,609
5,00 4,00 3,88 3,88 3,63
1,609
Ordo 1
Ordo 0
Ordo 0
Slope 0,0142
Intercept
Korelasi
Slope
Intercept
Korelasi
4,9555068
0,877
-0,0030
-1,601
0,880
LN K 4,253
0,0215
4,7963288
0,748
-0,0048
-1,567
0,764
0,0318
4,587589
0,652
-0,0075
-1,519
0,679
T(K)
1/T
310
0,00323
3,839
318
0,00314
3,447
328
0,00305
Intercept 10,413
Ordo 1 Slope 4541,4
Korelasi 0,996
LN K 5,810
T(K)
1/T
310
0,0032
5,348
318
0,0031
4,895
328
0,0030
Intercept 10,843
Slope 5157,7
Korelasi 0,997
1,585 1,533 1,533 1,504
1,477 1,504 1,447 1,418
1,386 1,356 1,356 1,289
PERHITUNGAN UMUR SIMPAN BERDASARKAN ATRIBUT WARNA
20 Suhu simpan (K) LnK K Umur simpan (Hari) Umur simpan (bulan)
Berdasarkan Ordo 0
Berdasarkan Ordo 1
Suhu Simpan (oC)
Suhu Penyimpanan (oC)
27
30
293
300
303
-12,316271 4,4783E06
-10,231
34
20
27
30
34
293
300
303
307
-9,3671
307 8,2412
-14,48205
-12,2305
-11,297
-10,082
4E-05
9E-05
0,0003
5,135E-07
4,88E-06
1E-05
4E-05
446599,8
55512,2
23394,4
7588,4
1784467,0
187789,0
73863,1
21899,0
14886,7
1850,4
779,8
252,9
59482,2
6259,6
2462,1
730,0
116
tribut Aroma Tepung Puding Instan
Score
Ln Skor
Skor mutu awal (H-0) Skor batas mutu
5 2
1,6094 0,6931
Unit mutu
3
0,9163
Skor
Ln Skor
Suhu
37
Hari ke
0 7 14 26 33
45
0 7 14 26 33
55
0 7 14 26 33
5,00 4,63 4,38 4,38 4,25
1,609
5,00 4,13 4,13 3,88 3,50
1,609
5,00 3,88 3,63 2,88 3,13
1,609
Ordo 1
Ordo 0
Ordo 0
Slope 0,0197
Intercept
Korelasi
Slope
Intercept
Korelasi
4,8431781
0,800
-0,0043
-1,577
0,812
LN K 3,927
0,0372
4,7226301
0,829
-0,0089
-1,553
0,856
0,0550
4,5844384
0,811
-0,0145
-1,522
0,837
T(K)
1/T
310
0,00323
3,292
318
0,00314
2,900
328
0,00305
Intercept 14,686
Ordo 1 Slope 5751,8
Korelasi 0,967
LN K 5,452
T(K)
1/T
310
0,0032
4,722
318
0,0031
4,236
328
0,0030
Intercept 16,589
Slope 6813,4
Korelasi 0,973
1,533 1,477 1,477 1,447
1,418 1,418 1,356 1,253
1,356 1,289 1,058 1,141
PERHITUNGAN UMUR SIMPAN BERDASARKAN ATRIBUT WARNA Berdasarkan Ordo 0
Berdasarkan Ordo 1
Suhu Simpan (oC)
Suhu Penyimpanan (oC)
20 Suhu simpan (K)
293
27
30
34
303 4,2968
307 4,0495
20
27 293
30
34
LnK
-4,9446981
300 4,4866
300
303
307
-6,664915
-6,12233
-5,8975
-5,6045
K Umur simpan (Hari) Umur simpan (bulan)
0,00712106
0,0113
0,0136
0,0174
0,0012749
0,002193
0,0027
0,0037
421,3
266,5
220,4
172,1
718,7
417,8
333,6
248,9
14,0
8,9
7,3
5,7
24,0
13,9
11,1
8,3
116
Lampiran 24. Perhitungan Umur Simpan Puding
Atribut Sensori Tekstur Puding
Score
Ln Skor
Skor mutu awal (H-0)
7
1,94591
Skor batas mutu Unit mutu
4 3
1,38629 0,55962
Skor
Ln Skor
4
6,63
Ordo 0 Suhu
37
45
55
Hari ke
0
7,00
1,946
7
6,63
1,892
14
6,25
1,833
26
6,13
1,813
33
6,00
1,792
0
7,00
1,946
7
6,00
1,792
14
5,25
1,658
26
4,63
1,533
33
3,88
1,356
0
7,00
1,946
7
5,25
1,658
14
4,63
1,533
26
3,63
1,289
33
3,13
1,141
Ordo 1
Slope -0,0286
Intercept 6,859425
Korelasi 0,893
Slope 0,0044
Intercept -1,926
Korelasi 0,903
-0,0880
6,76
0,969
0,0167
-1,924
0,981
-0,1082
6,459507
0,929
0,0231
-1,882
0,977
PERHITUNGAN UMUR SIMPAN BERDASARKAN ATRIBUT SENSORI TEKSTUR Berdasarkan Ordo 0 20
25
293
298
LnK
-4,7468
-4,3254
K
0,00868
0,0132
Umur simpan (Hari)
345,7
Umur simpan (bulan)
11,5
27
1/T 0,00323
2,430
318
0,00314
2,224
328
0,00305
Intercept 20,3685
Slope 7358,8
Korelasi 0,829
T(K) 310
1/T 0,0032
4,091
318
0,0031
3,770
328
0,0030
5,420
Intercept 24,280
Slope 9143,1
Korelasi 0,858
Suhu Penyimpanan (oC) 30
300
T(K) 310
3,555
Persamaan Umur Simpan Ordo 1 LN K
Berdasarkan Ordo 1
Suhu Simpan (oC) Suhu simpan (K)
Persamaan Umur Simpan Ordo 0 LN K
34
20
307
293
-4,1608
303 3,91795
-3,60151
0,01559
0,01988
0,027282
226,8
192,4
150,9
7,6
6,4
5,0
25
27
30
34
300
303
-6,9251
298 6,4015
307
-6,19695
-5,8952
-5,502
0,001
0,0017
0,00204
0,0028
0,0041
110,0
569,4
337,3
274,9
203,3
137,2
3,7
19,0
11,2
9,2
6,8
4,6
116
tribut kekuatan gel Puding
Score
Ln Skor
Skor mutu awal (H-0)
423,75
6,04914
Skor batas mutu
53,641
3,98231
Unit mutu
370,11
2,06683
Skor
Ln Skor
134,586 Ordo 0
Suhu 37
45
55
Hari ke 0
423,749
6,049
7
354,992
5,872
14
265,182
5,580
26
307,219
5,728
33
207,812
5,337
0
423,749
6,049
7
227,856
5,429
14
163,785
5,099
26
149,971
5,010
33
134,586
4,902
0
423,749
6,049
7
246,353
5,507
14
102,289
4,628
26
104,118
4,646
33
53,641
3,982
Slope
Intercept
Ordo 1 Korelasi
Slope
Intercept
Ordo 0 LN K
Korelasi
T(K)
1/T
-5,3429
397,2764
0,760
-0,0175
-5,994
0,754
1,676
310
0,00323
-7,3570
337,7009
0,694
-0,0307
-5,789
0,799
1,996
318
0,00314
-9,9297
344,9048
0,788
-0,0568
-5,871
0,888
2,296
328
0,00305
Intercept 12,9461
Ordo 1 Slope 3489,8
Korelasi 0,996
LN K 4,044
T(K)
1/T
310
0,0032
3,484
318
0,0031
2,869
328
0,0030
Intercept 17,357
Slope 6631,9
Korelasi 1,000
PERHITUNGAN UMUR SIMPAN BERDASARKAN ATRIBUT KEKUATAN GEL PUDING Berdasarkan Ordo 0
Berdasarkan Ordo 1
Suhu Simpan (oC)
Suhu Penyimpanan (oC)
20
25
27
30
34
20
25
27
30
34
293
298
300
303
307
293
298
300
303
307
LnK
1,03548
1,2353
1,3134
1,42857
1,578638
-5,2774
-4,8977
-4,74931
-4,5304
-4,245
K Umur simpan (Hari) Umur simpan (bulan)
2,81646
3,4395
3,71878
4,17274
4,848348
0,0051
0,0075
0,00866
0,0108
0,0143
131,4
107,6
99,5
88,7
76,3
404,829
276,909
238,7
191,8
144,2
4,4
3,6
3,3
3,0
2,5
13,494
9,230
8,0
6,4
4,8
Suhu simpan (K)
116
116