1
Pemanfaatan Floating Breakwater High Density Polyethylene untuk Budidaya Rumput Laut Haryo Dwito Armono*), Hary Supriadi**) Sujantoko*), Sholihin*), Ketut Suastika *) *) Fakultas Teknologi Kelautan, ITS, Kampus ITS Keputih Sukolilo,
[email protected] **) PT INDOPIPE, Jl. TB. Simatupang, Kompl. Tg Barat Indah Blok F 11 Jakarta Selatan 12530
Abstrak Breakwater adalah salah satu bangunan yang sering digunakan untuk mengatasi permasalahan pantai seperti peredaman gelombang tinggi dan pengurangan erosi pesisir. Salah satu tipe breakwater yang dianggap cukup ramah lingkungan adalah breakwater terapung (Floating Breakwater). Makalah ini mengulas penggunaan modul-modul terbuat dari High Density Polyetylene (HDPE) produksi PT INDOPIPE dengan merk Floaton® untuk diaplikasikan sebagai floating breakwater. Floaton® selama ini banyak digunakan untuk keramba jaring apung dan berbagai kegiatan perikanan. Makalah ini juga menjelaskan hasil uji floating breakwater terbuat dari susunan Floaton® dengan konfigurasi tertentu. Salah satu konfigurasi yang ada bisa digunakan sebagai media untuk budidaya rumput laut. Model fisik floating breakwater dibuat dengan skala 1:10 dan di uji kinerjanya di laboratorium Rekayasa Energi dan Lingkungan Jurusan Teknik Kelautan. Pengujian ini untuk mempelajari Koefisien Transmisi gelombang pada berbagai konfigurasi Floaton®. Hasil pengujian menunjukan bahwa terdapat hubungan antara kerapatan dan lebar struktur floating breakwater terhadap koefisien transmisi gelombang. Kemampuan Floaton® breakwater mereduksi gelombang pada tipe gelombang tertentu mencapai 25-35%. Diharapkan susunan unit-unit Floaton® sebagai floating breakwater dan media untuk budidaya rumput laut dapat diaplikasikan secara lebih luas untuk perlindungan pantai yang ramah lingkungan yang bisa memberikan manfaat ekonomis bagi masyarakat pesisir.
Kata Kunci: Breakwater Terapung, High Density Polyethylene, Transmisi Gelombang Breakwaters are coastal structures normally apply to cope with coastal problems such as wave reduction and coastal erosion. Foating breakwater is one type of breakwater considered as environmentally friendly. This paper discuss the use of High Density Polyethylene (HDPE) modules produced by PT. INDOPIPE called Floaton® that arranged as floating breakwater. Floaton® has been used extensively in fish farming. The paper also explained the result of physical test of various floating breakwater model made of Floaton®. One of the model configurations can be used as media for seaweed farm. Model scale of 1:10 floating breakwaters were made and tested for their performances in the Laboratory of Environmental and Energy, Department of Ocean Engineering ITS. The wave transmission response of various Floaton® breakwater configurations are investigated. The initial result of structure width and porosity influence to the wave transmission is observed and reported. The result of the experiments shows that Floaton® can reduces the incoming wave up to 25%- 35%, especially for particular arrangements. It is expected in the near future, the use of Floaton® as floating breakwater and media for seaweed farm can be applied as a solution for coastal problems as well as provided economic value for the fishermen in coastal communities.
Keywords: Floating Breakwaters; High Density Polyethylene; Wave Transmission.
2 I.
Pendahuluan
Upaya pengamanan pantai dari erosi dan gelombang telah dilakukan di Indonesia dengan menggunakan berbagai metode, baik dengan pendekatan secara lugas/keras (hard enginering approach) maupun secara lunak (soft engineering
approach). Akhir-akhir ini pendekatan secara lunak lebih disukai karena dipandang lebih ramah lingkungan. Breakwater adalah salah satu bangunan yang sering digunakan untuk mengatasi permasalahan pantai seperti peredaman gelombang tinggi dan pengurangan erosi pesisir di atas. Salah satu tipe breakwater yang dianggap cukup ramah lingkungan adalah breakwater terapung (Floating Breakwater) karena memungkinkan terjadinya sirkulasi air laut secara bebas dan hewan-hewan air dapat melintas di bawah struktur. Suatu hal yang tidak mungkin terjadi pada sistem breakwater konvensional yang membendung aliran air laut. Selain itu struktur terapung juga bebas dari permasalahan erosi dan sedimentasi serta kemampuan daya dukung tanah disekitar tapak struktur. Struktur breakwater terapung juga dipandang lebih murah dibanding breakwater konvensional manakala daerah yang akan dilindungi memiliki kedalaman yang cukup besar sebagaimana ditunjukkan oleh Gambar 1 berikut ini.
Gambar 1. Biaya Konstruksi Breakwater (dalam Euro) per meter (Fousert, 2006)
3 Sementara itu, di beberapa wilayah pesisir, masyarakat nelayan telah melakukan upaya budidaya rumput laut dengan metode rakit apung. Usaha budidaya rumput laut ini merupakan kegiatan yang ramah lingkungan, dan bisa meningkatkan pendapatan masyarakat pembudidaya. Material untuk media budidaya rumput laut di atas, pada umumnya dibuat dari bambu, dimana keawetannya sangat terbatas sehingga harus melakukan penggantian setiap tahun. Hal ini tentu saja tidak praktis dan memakan waktu, karena waktu yang seharusnya digunakan untuk melakukan budidaya dan perawatan rumput laut akan tersita untuk membuat rakit yang baru. Gambar 2 menunjukkan kegiatan budidaya rumput laut tradisional dengan menggunakan rakit apung dari bambu.
Gambar 2. Budidaya Rumput Laut Rakit Apung Dalam paper ini, sebuah rangkaian unit bernama Floaton® yang terbuat dari High
Density Polyethylene (HDPE) diusulkan untuk digunakan sebagai breakwater terapung dan sekaligus media tanam untuk budidaya rumput laut. Dengan menggunakan Floaton® sebagai Floating breakwater dan media budidaya diharapkan konstruksi rakit apung menjadi lebih awet dan waktu yang terbuang untuk membuat rakir tiap tahun bisa digunakan untuk melakukan perawatan rumput
laut.
Dengan
menggunakan
Floaton® juga diperoleh
fleksibilitas
pemasangan dan kemudahan mobilisasi dan instalasinya. Sebelum ditempatkan di tengah laut, struktur ini dapat dirakit di darat, kemudian ditarik ke laut dan
4 dengan mudah ditempatkan di lokasi yang direncanakan. Selama ini, Floaton lebih banyak
digunakan
untuk
membuat
Keramba
Jaring
Apung
sebagaimana
ditunjukkan dalam gambar 3 di bawah ini.
Gambar 3. Pemakaiannya Floaton untuk Keramba Jaring Apung di Bangka Pemecah gelombang terapung (floating breakwater), mereduksi energi gelombang dengan menghancurkan gelombang yang datang melalui interaksi struktur dengan gelombang. Berbagai studi mengenai transmisi gelombang telah dilakukan oleh beberapa peneliti, baik dengan model fisik, model numerik atau kombinasi keduanya. Penelitian tersebut dilakukan pada floating breakwater dengan berbagai karakteristik gelombang, tipe breakwater dan bentuk geometris struktur. Secara garis besar terdapat empat tipe floating breakwater, yaitu:
a) tipe
pontoon; b) tipe modul apung; c) tipe rakit; dan d) tipe kotak (box). Masingmaisng bentuk tersebut memiliki karakteristik dan mekanisme tersendiri dalam mereduksi gelombang yang datang. Kinerja yang bagus diperoleh apabila kemampuan redaman struktur cukup besar, atau koefisien transmisi yang
5 dihasilkannya bernilai kecil Bentuk-bentuk berbagai tipe floating breakwater dapat dilihat pada gambar 4 di bawah ini.
Gambar 4. Berbagai Tipe Floating Breakwater (McCartney, 1985) Penelitian sebelumnya biasa fokus pada koefisien transmisi, yaitu perbandingan antara tinggi gelombang yang diteruskan (Ht) terhadap tinggi gelombang datang (Hi) seperti ditunjukkan Gambar 5 di bawah ini. Kinerja breakwater yang bagus ditunjukkan dengan kecilnya nilai koefisien transmisi gelombang. Pada Gambar 4 di bawah ini koefisien transmisi di bawah 50% diperoleh jika lebar breakwater terapung lebih besar dari ¼ panjang gelombang.
Gambar 5. Tipikal Nilai Koefisien Transmisi (Ht/Hi) Floating Breakwater (Mangor, 2004)
6 Penelitian yang dilakukan Ofuya [1968] pada tiga variasi sarat ponton menunjukan bahwa transmisi gelombang melalui sebuah ponton sangat dipengaruhi oleh tinggi gelombang datang (Hi), panjang gelombang (L), lebar struktur (B), kedalaman air di depan struktur (d), dan sarat ponton (s). Nilai koefisien transmisi minimum jika lebar breakwater ½ dari panjang gelombang pada kedalaman relatif s/d = 0.27.
Gambar 6. Koefisien Transmisi pada tipe ponton (Ofuya, [1968]) Giles and Sorensen 1979 dan Hales 1981 dalam Coastal Engineering Manual (USACE, 2000), memberikan rentang harga minimal Koefisien Transmisi untuk Floating Breakwater berbentuk Prisma, Katamaran dan Rangkaian Fleksibel dari ban bekas masing-masing sekitar 30%, 20% dan 40% untuk lebar struktur 70% dari panjang gelombang dan 120% panjang gelombang pada rangkaian ban bekas sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 7 di bawah ini:
Gambar 7. Koefisien Transmisi pada tipe Prisma, Katamaran dan Rangkaian Fleksible (USACE, [2000])
7 Selain transmisi gelombang, stabilitas atau sistem penjangkaran (mooring sytem) struktur dalam berbagai kondisi gelombang, konfigurasi dan kedalaman lokasi juga telah diteliti untuk jenis floating breakwater tertentu. Karena keterbatasan tempat, makalah ini tidak mendiskusikan stabilitas Floating Breakwater.
II.
Metode
Penelitian dilakukan dengan metode pengujian model fisik yang dilaksanakan di Laboratorium Lingkungan dan Energi Laut Jurusan Teknik Kelautan, Fakultas Teknlogi Kelautan ITS. Model breakwater akan diletakkan didalam saluran gelombang dan diuji dengan berbagai jenis gelombang yang sesuai dengan kondisi perairan Indonesia. Gambar 8 di bawah ini menunjukkan penempatan
Plunging Type Wave generator
Divider
0.8m
Wave probe
Wave probe Breakwater Model
2.0m
1.2m
Wave absorber
model didalam saluran uji gelombang di laboratorium.
1:10
Top View Wave absorber
Wave probe
0.8m
0.3 m
Ht
Plunging Type Wave generator
Hi
1.5m
Still water level
Wave probe
Breakwater Model 1:10
platform
4.7 m
3.0 m 25.0 m
Side View Gambar 8. Posisi penempatan model dan wave probes dalam saluran gelombang Rentang periode gelombang yang akan dibangkitkan antara 1 sampai 1.5 detik dengan tinggi gelombang yang dibangkitkan bervariasi antara 7cm hingga 15cm. Untuk data transmisi gelombang setiap pengambilan data memerlukan waktu paling sedikit 30 detik sampai 2 menit.
Dalam uji transmisi, dilakukan
penghitungan koefisien transmisi Kt, yaitu rasio tinggi gelombang transmisi (Ht) terhadap gelombang datang (Hi). Selama pengujian dilakukan perekaman dengan video kamera untuk mempelajari perilaku gelombang yang melewati struktur dan mengkaji stabilitas struktur breakwater terapung. Model Floaton® dibuat dengan ukuran 50 mm x 50 mm x 40 mm dari bahan yang sama dengan prototipenya, yaitu HDPE. Penentuan model didasarkan atas kesebangunan dinamik berdasarkan bilangan Froude. Dengan mempertimbang-
8 kan aspek desain pengujian di laboratorium seperti bebas dari pengaruh refleksi gelombang
dari
dinding,
dan
kemampuan
laboratorium
membangkitkan
gelombang dipergunakan adalah skala model 1:10. Gambar 9 berikut menunjukkan berbagai bentuk konfigurasi susunan unit
Floaton® sebagai floating Breakwater. Panah menunjukkan arah kedatangan gelombang. Konfigurasi ini disusun untuk memberikan ruang / celah yang bisa dimanfaatkan untuk melakukan budidaya rumput laut. Model A untuk variasi kerapatan (k) dengan perbandingan lebar (B) dan panjang (l) yang tetap, dan Model B untuk variasi lebar (B) struktur dengan jarak gap (s) yang relatif sama. Model A
Model B
B1; k= 0,857, l/B =14/5
A1: k=0,571, l/B=14/10
B2; k= 0,805, l/B = 14/11 A2; k=0,657, , l/B=14/10
A3; k=0,828, , l/B=14/10 B3, k=0,789, l/B = 14/7 Gambar 9. Konfigurasi Model Uji Floating Breakwater
9 Dengan variasi konfigurasi di atas, hipotesis yang ingin dibuktikan adalah bahwa Koefisien Transmisi dipengaruhi oleh kerapatan penempatan unit Floaton (Model A) dan juga lebar struktur floating breakwater (Model B). Efektifitas dan sejauh mana pengaruh jarak dan panjang ini lah yang akan di teliti dalam eksperimen yang dilakukan, sehingga diperoleh disain yang optimal.
III.
Hasil dan Pembahasan
Pengujian Model secara Fisik 2 Dimensi telah dilakukan dalam Saluran Gelombang (Armono, 2011). Hasil pengujian pada kedua Model dengan variasi jarak rongga (Model A) dan variasi lebar (Model B) akan diuraikan dalam bagian ini.. Gambar 10 menunjukan penempatan Model Konfigurasi Rakit di Saluran Gelombang (Wave Flume)
Konfigurasi A
Konfigurasi B
Gambar 10 Penempatan Model Konfigurasi Rakit di Saluran Gelombang Konfigurasi A Hasil pengujian menunjukkan bahwa konfigurasi A, Koefisien transmisi berkisar antara 0,642 hingga 0,695 dengan nilai minimum 0,507 dan maksimumnya 0,801 sebagaimana ditujukkan dalan Tabel 1. Konfigurasi A ini memiliki nilai kerapatan 0,571 hingga 0,828. Dari Tabel 1 di bawah ini dan Grafik yang ditunjukkan pada gambar 4.2 nampak bahwa tingginya nilai kerapatan (Konfigurasi A3) memberikan kinerja yang paling baik. Gambar 11 di di bawah ini menunjukkan pengaruh bentuk gelombang (H/gT2) terhadap KT pada berbagai Konfigurasi A
Seluruh
10 breakwater memiliki lebar (B) yang sama ; 10 unit floaton, hanya kerapatannya saja yang berbeda. 0.9 0.8 0.7 0.6
Kt
0.5 0.4 0.3 0.2
A1 (k=0.57), B=10 unit, L=(1.2-2.1) cm
0.1
A2 (k=0.66), B=10 unit, L=(1.2-2.1) cm A3 (k=0.83), B=10 unit, L=(1.2-2.1) cm
0 0
0.001
0.002
0.003
0.004
0.005
0.006
H/gT2
Gambar 11 Pengaruh Bentuk Gelombang terhadap KT pada berbagai Model A Konfigurasi A1 memiliki kerapatan yang paling rendah (0,57) sedangkan konfigurasi A3 memiliki kerapatan paling tinggi (0,83). Kinerja Breakwater dapat di lihat dari harga KT nya; semakin rendah KT nya semakin baik. Untuk konfigurasi A ini yang paling baik kinerjanya adalah Konfigurasi A3 yang memiliki kerapatan paling tinggi. Tabel 4.1 berikut memberikan rangkuman hasil pengujian pada Model A. Tabel 4.1. Koefisien Transmisi pada Konfigurasi A Model
Kerapatan
Kt min
Kt max
Kt rata-rata
A1 A2 A3
0,571 0,657 0,829
0,619 0,605 0,570
0,801 0,779 0,704
0,695 0,655 0,642
Persentase Hi yang tereduksi 30,482 34,546 35,762
Konfigurasi B Selanjutnya hasil pengujian konfigurasi B, dimana jarak antar unit floaton dibuat sama (kerapatan relatif sama), ditunjukkan dalam Tabel 4.2 dan grafik dalam Gambar 12. Dalam konfigurasi ini lebar unit floaton berkisar antara 5 unit sampai 17 unit. Pengujian menunjukkan nilai KT min 0,682 dan KT maksimum 0,912; dengan nilai KT rata-rata berkisar antara 0,743 hingga 0,745. Meskipun konfigurasi B3 memberikan kinerja sedikit lebih baik dibandingkan dengan
11 konfigurasi lain, secara umum dapat dikatakan bahwa pengaruh lebar dalam konfigurasi B ini tidak begitu besar, terlihat dari nilai KT rata-rata yang hampir sama, yaitu berkisar 0,74. 0.9 0.8 0.7
Kt
0.6 0.5 0.4 0.3 0.2
B1 (B=5 unit), L=(1.2-1.6) cm, k=(0.80-0.85) B2 (B=11 unit), L=(1.2-1.4) cm, k=(0.80-0.85) B3 (B=17 unit), L=(1.2-1.4) cm, k=(0.80-0.85)
0.1 0 0
0.001
0.002
0.003
0.004
0.005
0.006
H/gT2 Gambar 12 Pengaruh Bentuk Gelombang terhadap KT pada berbagai Model B Seluruh breakwater memiliki jarak antar 1 unit floaton, hanya lebarnya saja yang berbeda. Konfigurasi B1 memiliki lebar yang paling kecil (5 unit) sedangkan konfigurasi B3 paling lebar (17 unit). Meskipun nilai KT relatif sama, untuk konfigurasi B ini yang paling baik kinerjanya adalah Konfigurasi B3 yang memiliki lebar paling besar. Tabel 4.2 menunjukkan ringkasan pengujian Model B. Tabel 4.2. Koefisien Transmisi pada Konfigurasi B Model
Lebar (unit)
Kt min
Kt max
Kt rata-rata
B1 B2 B3
5 11 17
0,668 0,677 0,682
0,855 0,912 0,893
0,749 0,745 0,743
Persentase Hi yang tereduksi 25,053 25,483 25,708
Perilaku seluruh Model A dengan model B1 dan B2 hampir mirip. Grafik-grafik pada gambar 11 dan 12 di atas mengindikasikan bahwa kemampuan model A1, A2, A3, dan B1, B2 dalam meredam gelombang semakin menurun jika gelombang datang semakin besar (kecuraman gelombang tinggi) dan sebaliknya kemampuan model B3 akan lebih efektif untuk meredam gelombang besar. Selain itu, kedua grafik dari hubungan wave steepness dengan koefisien transmisi tersebut dapat
12 disimpulkan bahwa semakin rapat struktur (model A) dan semakin lebar struktur (model B) koefisien transmisi juga akan semakin kecil dengan kecenderungan berbanding lurus dengan wave steepness (untuk model A1, A2, dan A3). Sebaliknya, perilaku model B3 ini agak berbeda dengan seluruh model A, model B1, dan B2. Pada model ini, koefisien transmisi sedikit berbanding terbalik dengan
wave steepness. Sesuai dengan teori yang sudah ada dan penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya, bahwa floating breakwater tidak akan efektif untuk meredam gelombang dengan tinggi di atas 2m dan periode gelombang antara 4-6 detik. Dalam beberapa kasus, floating breakwater lebih baik didisain untuk periode gelombang di bawah 4 detik. (Tsinker, 1995). Jika dibandingkan dengan Konfigurasi sebelumnya, nampak bahwa Konfiguras A memiliki kinerja yang lebih baik untuk lebar floating breakwater yang sama. Hasil perbandingan pengujian dengan konfigurasi A2 memberikan nilai KT rata-rata yang lebih baik dibandingkan dengan konfigurasi B2. Secara keseluruhan Model A memberikan kinerja yang lebih baik disbanding model B. Gambar 13 berikut menunjukkan proses pengujian rakit apung dengan material pipa HDPE untuk budidaya rumput laut. Sedangkan koefisien transmisi gelombang untuk kerapatan rumput laut dengan jarak tanam 25 cm ditunjukkan pada gambar 14.
Gambar 13. Proses Pengujian Rakit Apung Rumput Laut (Sufyan, dkk 2011)
13
(a) Panjang Rakit (L) = 24m
(b) Panjang Rakit (L) = 36m Gambar 14. Koefisien Transmisi Rakit Apung Budidaya Rumput Laut pada berbagai jarak tanam (k) dan Panjang Rakit (L) Rakit budidaya rumput laut dengan media terbuat dari pipa HDPE di atas (Sufyan, Armono, Sambodho 2011) hanya mampu meredam gelombang hingga 10% - 20% saja. Desain breakwater yang disusulkan dapat digunakan sebagai media budidaya rumput laut sebagai pengganti rakit apung. Meskipun investasi di awal mungkin agak mahal, namun keawetan material HDPE bisa bertahan hingga 30 tahun. Selain itu keuntungan reduksi gelombang yang mampu mengurangi erosi pesisir bisa diperoleh masyarakat pesisir sekaligus mereka melakukan budidaya rumput laut. Untuk disain yang disarankan, berdasarkan pengujian di atas adalah Model A1 atau A2 yang memberikan ruang untuk menempatkan bibit rumput laut.
IV.
Simpulan dan Saran
Sebagaimana fenomena yang terjadi pada berbagai floating breakwater, penurunan nilai Kt terjadi seiring dengan peningkatan nilai kecuraman gelombang pada hasil uji Floaton dengan lebar dan kerapatan yang berbeda. Penurunan nilai
14 Kt juga terjadi seiring dengan penambahan lebar susunan dan peningkatan nilai kerapatan rongga antar unit-unit Floaton®. Breakwater tipe terapung dengan susunan Model A1 dan A2 dapat diaplikasikan sebagai media budidaya rumput laut dengan metode rakit apung, yang bisa memberikan kemampuan redaman lebih baik dibandingkan media rakit apung konvensional menggunakan bambu maupun pipa HDPE. Aplikasi breakwater sebagai media budidaya rumput laut akan memberikan nilai lebih pada struktur pantai karena selain memberikan perlindungan terhadap gelombang juga memberikan nilai ekonomis bagi masyarakat nelayan di pesisir.
Pustaka
Armono, H.D., Sujantoko, Suastika, K, Sholihin dan Supriadi, H., “Rancang
Bangun Floating Breakwater High Density Polyethylene Untuk Pulau-Pulau Kecil Di Indonesia”, Laporan Tahun I Riset Andalan Perguruan Tinggi dan Industri (RAPID), LPPM ITS, 2011
Fousert, M. W., “Floating Breakwater Theoretical Study of Dynamic Wave Attenuating System”, Final Report Of The Master Thesis, Delft University of Technology, Faculty of Civil Engineering and Geoscience, Delft, 2006
Mangor, K. 2004. Shoreline Management Guidelines. DHI Water and Environment, 294p.
McCartney, B.L. 1985, Floating Breakwater Design, Journal of Waterway, Port Coastal and Ocean Engineering, Vol. 111, No. 2, pp 304-318
www.freepatentsonline.com, di akses pada tanggal 15 Agustus 2010
Murali and Mani, Performance of Cage Floating Breakwater, Journal of Waterway, Port, Coastal and Ocean Engineering, pp. 172-179, 1997.
Ofuya, A.O., On Floating Breakwaters, Research Report CE 60, Queen’s University, Ontario, Canada, 1968.
Sufyan, A., Armono, H.D., Sambodho., K.S., Studi Transmisi Gelombang dan Stabilitas Anchor Pada Budidaya Rumput Laut, Seminar Nasional Pascasarjana XI – ITS, Surabaya, 27 Juli 2011 pp 39-397
Tsinker, G. P., Marine Structures Engineering: Specialized Applications, Springer, 548p, 1995
USACE, Coastal Engineering Manual, Vicksburg, 2000