TEKNOLOGI BUDIDAYA RUMPUT LAUT DENGAN METODE VERTIKULTUR Penulis : Petrus Rani Pong-Masak, S.Pi.,M.Si Nelly Hidayanti Sarira, S.Pi ISBN : 978-602-72533-3-9 Editor : Andi Faharuddin, A.Md Pustika Ratnawati, S.Pi Penyunting : Prof. Dr. Ir. Rachmansyah., M.Si Prof Dr. Ir. Brata Pantjara, M.P Desain Sampul dan Tata Letak Handy Burase, S.Pi Penerbit : Loka Penelitian dan Pengembangan Budidaya Rumput Laut Redaksi : Jl. Pelabuhan Etalase Perikanan, Desa Tabulo Selatan Boalemo 96265 Tel +81241348584 Email :
[email protected] Distributor Tunggal : Jl. Pelabuhan Etalase Perikanan, Desa Tabulo Selatan Boalemo 96265 Tel +81241348584 Email :
[email protected] Cetakan pertama, Oktober 2015 Hak cipta dilindungi undang-undang Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apapun tanpa ijin tertulis dari penerbit
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas rahmat, hidayah dan izinNya sehingga penyusunan buku petunjuk teknis “Teknologi Budidaya Rumput Laut Dengan Metode Vertikultur” ini dapat diselesaikan. Buku petunjuk teknis ini dibuat untuk menyebarluaskan informasi tentang teknik budidaya rumput laut dengan metode vertikultur sehingga dapat dimanfaatkan secara luas untuk pengembangan produksi rumput laut di Indonesia. Buku petunjuk teknis ini berisi tentang tahapan kegitan budidaya dengan metode vertikultur meliputi : pemilihan lokasi, konstruksi sarana budidaya, pemilihan bibit, pengangkutan bibit, penyimpanan bibit sebelum ditanam, pengikatan dan penanaman bibit, pemeliharaan, panen, penanganan pasca panen dan selanjutnya menjelaskan mengenai keunggulan metode serta analisis kelayakan usaha. Metode vertikultur ini diharapkan dapat mengurangi konflik pemanfaatan lahan budidaya dan memacu percepatan produksi dalam mendukung program pemerintah untuk peningkatan produksi rumput laut di Indonesia. Ucapan terimakasih disampaikan kepada semua pihak yang mendukung pembuatan dan penyelesaian buku petunjuk teknis ini. Semoga buku petunjuk teknis ini memberi manfaat. Penulis menyadari bahwa buku petunjuk teknis ini belum sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat diharapkan untuk menyempurnakan buku ini di masa mendatang.
Boalemo, September 2015 Penyusun
Page | i
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ............................................................................................... i DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii DAFTAR TABEL ..................................................................................................... iii DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ iv BAB I. PENDAHULUAN ......................................................................................... 1 1.1. Latar Belakng ......................................................................................... 1 1.2. Tujuan dan Sasaran ............................................................................... 3 BAB II. BIOLOGI RUMPUT LAUT .......................................................................... 4 2.1. Morfologi dan Klasifikasi ....................................................................... 4 2.2. Habitat dan Penyebaran ....................................................................... 6 2.3. Perkembangbiakan Rumput Laut ......................................................... 7 BAB III. TAHAPAN KEGIATAN BUDIDAYA ............................................................ 8 3.1. Pemilihan Lokasi ................................................................................... 8 3.2. Konstruksi Sarana Budidaya .........................................................…….. 14 3.3. Pemilihan Bibit .................................................................................... 17 3.4. Pengangkutan Bibit ............................................................................. 18 3.5. Penyimpanan Bibit Sebelum Ditanam ................................................ 18 3.6. Pengikatan dan Penanaman Bibit ....................................................... 18 3.7. Pemeliharaan ...................................................................................... 20 3.8. Panen .................................................................................................. 22 3.9. Penanganan Pasca Panen ................................................................... 23 BAB IV. KEUNGGULAN METODE VERTIKULTUR ................................................. 26 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 28
Page | ii
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Gambar 2. Gambar 3. Gambar 4. Gambar 5. Gambar 6. Gambar 7. Gambar 8. Gambar 9. Gambar 10.
Gambar 11.
Gambar 12.
Gambar 13. Gambar 14. Gambar 15.
Page | iii
Metode long line yang dimodifikasi menjadi salah satu model penerapan dengan metode vertikultur…………………… 2 Rumput laut jenis Kappaphycus alvarezii…………………………… 5 Konstruksi 1 unit budidaya rumput laut dengan metode 14 vertikultur…………………………………………………………………………. Konstruksi budidaya rumput laut dengan metode vertikultur tampak samping ……………………………………………… 15 Proses pembuatan dan pemasangan konstruksi budidaya rumput laut dengan metode vertikultur…………………………….. 16 Model jaring vertikultur dan pemasangan tali cincin…………… 16 Contoh rumpun rumput laut yang baik digunakan sebagai 17 bibit…………………………………………………………………………………… Penimbangan dan pengikatan bibit rumput laut K.alvarezii pada jaring vertikultur……………………………………………………….. 19 Penanaman dan kondisi rumput laut yang diikat pada jaring vertikultur di dalam kolom perairan…………………………………… 19 Laju pertumbuhan harian (LPH) rumput laut K.alvarezii yang dibudidayakan dengan metode vertikultur pada kedalaman berbeda di perairan Desa Baruta Doda Bahari, Kec. Sangia Wambulu, Kab. Buton Tengah, Prov. Sulawesi Tenggara…… 20 Kondisi rumput laut K.alvarezii umur 45 hari yang dibudidayakan dengan metode vertikultur di dalam kolom perairan Desa Baruta Doda Bahari, Kec. Sangia Wambulu, Kab. Buton Tengah, Prov. Sulawesi Tenggara……………………… 21 Kandungan karaginan rumput laut Kappaphycus alvarezii yang dibudidayakan dengan metode vertikultur tahun 2015 di Perairan Desa Baruta Doda Bahari, Kec. Sangia Wambulu, Kab. Buton Tengah, Prov. Sulawesi Tenggara……………………… 22 Proses pemanenan rumput laut dengan metode vertikultur. 23 Tempat penjemuran rumput laut ……………………………………… 24 Panen rumput laut Kappaphycus alvarezii yang dibudidayakan dengan metode long line dan vertikultur di Desa Baruta Doda Bahari, Kec. Sangia Wambulu, Kab. Buton Tengah, Prov. Sulawesi Tenggara bersama Asisten I Kab. Buton Tengah, Kepala P4B, Kepala TO P4B, Kepala LP2BRL, dan masyarakat pembudidaya ………………… 26
DAFTAR TABEL Tabel 1. Tabel 2.
Page | iv
Syarat lokasi untuk mendukung kegiatan kegiatan budidaya rumput laut K.alvarezii dengan metode vertikultur……………… Analisis kelayakan usaha budidaya rumput laut Kappaphycus alvarezii metode vertikultur dengan luas 10 x 10 m2 ………………
8 27
Budidaya Rumput Laut Dengan Metode Vertikultur ………..
(Petrus Rani Pong-Masak & Nelly Hidayanti Sarira)
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Rumput laut Kappapycus alvarezii mempunyai nilai ekonomis penting dan merupakan salah satu komoditi unggulan dalam perdagangan dunia karena memiliki kandungan karaginan dan unsur-unsur lainnya. Dalam dunia industri dan perdagangan, karaginan digunakan sebagai bahan baku untuk industri farmasi, kosmetik, makanan, dan lain-lain. Seiring dengan perkembangan industri yang menggunakan rumput laut sebagai bahan baku, maka meningkat pula permintaan rumput laut sebagai bahan baku hingga 5-10% per tahun. Permintaan ekspor yang terus meningkat memerlukan dukungan kegiatan pengembangan untuk memacu produksi. Terobosan pengembangan secara cepat dan tepat berdasarkan kajian ilmiah sangat dibutuhkan dalam rangka meningkatkan kualitas, kuantitas, dan kontinuitas produksi serta pemanfaatan lahan secara maksimal dan produktif. Saat ini para pembudidaya rumput laut jenis Kappaphycus alvarezii umumnya masih mengaplikasikan metode long line, yang hanya memanfaatkan bagian permukaan perairan saja yang menjadi lahan budidaya, sedangkan pada sisi lain rumput laut masih dapat berkembang pada kolom air yang lebih dalam sepanjang masih terjangkau oleh sinar matahari yang dibutuhkan rumput laut untuk fotosintesis. Berdasarkan hal tersebut, maka mulai dikembangkan metode baru dalam kegiatan pembudidayaan rumput laut jenis K. alvarezii oleh Loka Penelitian dan Pengembangan Budidaya Rumput Laut (LP2BRL) yaitu dengan metode vertical line atau lebih dikenal dengan nama “vertikultur” yang diharapkan menjadi salah satu alternatif pengembangan dengan pemanfaatan kolom perairan.
Page | 1
Budidaya Rumput Laut Dengan Metode Vertikultur ………..
(Petrus Rani Pong-Masak & Nelly Hidayanti Sarira)
Gambar 1. Metode long line yang dimodifikasi menjadi salah satu model penerapan dengan metode vertikultur.
Metode vertikultur adalah metode budidaya dengan menggunakan tali untuk mengikatkan bibit-bibit rumput laut dalam posisi vertikal (tegak lurus) dengan memanfaatkan kolom perairan sampai batas kecerahan perairan (PongMasak, 2010). Biasanya rumput laut dapat dipelihara hingga kedalaman 3-5 meter, dengan spesifikasi lokasi perairan yang cocok untuk pengembangan vertikultur. Apabila jarak antar simpul 20 cm, maka aplikasi metode vertikal line dapat meningkatkan produktivitas luasan budidaya minimal sebesar 420% dibandingkan jika hanya menggunakan kolom permukaan perairan dengan aplikasi metode long line (Pong-Masak dan Tjaronge, 2009). Pada penelitian yang dilakukan Pong-Masak dan Tjaronge (2009), menunjukkan bahwa pertumbuhan dan kandungan karaginan rumput laut, K. alvarezii yang dibudidayakan dengan metode vertikultur tidak berbeda antar perlakuan kedalaman 0,3 m; 1 m; 2 m; 3 m; 4 m; dan 5 m dari permukaan perairan. Jadi, metode vertikultur dianggap lebih efisien, lebih tahan terhadap perubahan kualitas air, dan dapat menurunkan tingkat terjadinya konflik pemanfaatan lahan perairan sebagai lahan budidaya, sehingga diharapkan kegiatan produksi dapat berjalan secara optimal bagi pengembangan budidaya rumput laut. Dengan keberhasilan perakitan paket teknologi budidaya rumput laut K. alvarezii dengan metode vertikultur yang diuji cobakan di beberapa daerah di Indonesia oleh LP2BRL, maka diharapkan dapat dijadikan acuan dalam meningkatkan produksi rumput laut bagi masyarakat dan stakeholder (pengusaha, investor, pemda) dalam pengembangan dan budidaya rumput laut. Page | 2
Budidaya Rumput Laut Dengan Metode Vertikultur ………..
(Petrus Rani Pong-Masak & Nelly Hidayanti Sarira)
Dengan keberhasilan perakitan paket teknologi budidaya rumput laut K. alvarezii dengan metode vertikultur yang diuji cobakan di beberapa daerah di Indonesia oleh LP2BRL, maka diharapkan dapat dijadikan acuan dalam meningkatkan produksi rumput laut bagi masyarakat dan stakeholder (pengusaha, investor, pemda) dalam pengembangan dan budidaya rumput laut. 1.2 Tujuan dan Sasaran Tujuan penulisan pertunjuk teknis ini adalah untuk menjadi acuan bagi masyarakat dan stakeholder (pengusaha, investor, pemda) yang akan menerapkan budidaya rumput laut dengan metode vertikultur. Sasaran penulisan pertunjuk teknis ini adalah sosialisasi dan distribusi paket teknologi vertikultur rumput laut bagi peningkatan pendapatan pembudidaya dan pengembangan budidaya rumput laut di Indonesia.
Page | 3
Budidaya Rumput Laut Dengan Metode Vertikultur ………..
(Petrus Rani Pong-Masak & Nelly Hidayanti Sarira)
BAB II BIOLOGI RUMPUT LAUT
Dalam usaha pengembangan rumput laut Kappaphycus alvarezii, pengetahuan tentang aspek biologi dan ekologi perlu diketahui seperti mencakup morfologi, klasifikasi, habitat, penyebaran, dan perkembangbiakan rumput laut K. alvarezii. 2.1 Morfologi dan klasifikasi Rumput laut didefenisikan sebagai tumbuhan dasar perairan yang dikenal sebagai alga. Istilah rumput laut itu sendiri bukanlah istilah taksonomik, melainkan istilah yang umum digunakan untuk menggambarkan sejumlah alga laut ukuran besar yang masuk dalam kelompok Chlorophyceae (alga hijau), Rhodophyceae (alga merah), Phaeophyceae (alga coklat), dan Cyanophyceae (alga biru-hijau). Rumput laut tergolong tanaman berderajat rendah, tidak mempunyai akar, batang maupun daun sejati, tetapi hanya menyerupai batang yang disebut talus. Untuk pertumbuhannya, rumput laut mengambil nutrisi dari sekitarnya secara difusi melalui dinding talusnya (Poncomulyo et al., 2006). Bentuk talus rumput laut bermacam-macam, antara lain: bulat seperti tabung, pipih, gepeng, bulat seperti kantong, rambut. Talus ini ada yang tersusun hanya oleh satu sel (uniseluler) atau banyak sel (multiseluler). Percabangan talus ada yang talus dichotomus (dua-dua terus menerus), pinate (dua-dua berlawanan sepanjang talus utama), pectinate (berderet searah pada satu sisi talus utama) dan ada juga yang sederhana tidak bercabang. Sifat substansi talus juga beraneka ragam ada yang lunak seperti gelatin (gelatinous), keras diliputi atau mengandung zat kapur (calcareous}, lunak bagaikan tulang rawan (cartilagenous), berserabut (spongeous) dan sebagainya (Soegiarto et al.,1978). Ciri-ciri morfologi K. alvarezii adalah mempunyai talus berbentuk silidris, permukaan licin, cartilagi neus, warna hijau, kuning, abu-abu atau merah. Penampakan tali bervariasi mulai dari bentuk sederhana sampai kompleks duri Page | 4
Budidaya Rumput Laut Dengan Metode Vertikultur ………..
(Petrus Rani Pong-Masak & Nelly Hidayanti Sarira)
pada talus terdapat juga sama seperti halnya dengan Eucheuma sponosum tetapi tidak tersusun melingkari talus, percabangan ke berbagai arah dengan batangbatang utama keluar saling berdekatan di daerah basal (pangkal). Tumbuh melekat ke substrat dengan alat pelekat berupa cakram. Cabang-cabang tumbuh membentuk rumpun yang rimbun dengan ciri khusus mengarah ke arah datangnya sinar matahari. Cabang-cabang tersebut tampak ada yang memanjang
Foto : Handy Burase | LP2BRL, 2015
atau melengkung seperti tanduk (Atmadja dan Sulistidjo, 1996). Secara taksonomi rumput laut dikelompokkan ke dalam Divisio Thallophyta. Rumput laut yang menghasilkan karaginan disebut karaginofit. Salah satu jenis rumput laut yang menghasilkan karaginan adalah Eucheuma cottonii atau K. alvarezii. Klasifikasi K. alvarezii Yusuf (2004) adalah sebagai berikut : Phylum : Rhodophyta Kelas : Rhodophyceae Ordo : Gigartinales Family : Solieriaceae Genus : Kappaphycus Spesies : Kappaphycus alvarezii
Gambar 2. Rumput laut jenis Kappaphycus alvarezii
Berdasarkan identifikasi fraksi karaginan yang dihasilkan oleh K. alvarezii adalah tipe kappa karaginan, maka jenis ini secara taksonomi diubah namanya dari Eucheuma cottonii menjadi Kappaphycus alvarezii. Nama ”alvarezii” yang diberikan pada K. alvarezii berasal dari nama almarhum Vicente (Vic) alvarez. Vic adalah seorang pioner dalam metode budidaya cottonii (Neish, 2003). Page | 5
Budidaya Rumput Laut Dengan Metode Vertikultur ………..
(Petrus Rani Pong-Masak & Nelly Hidayanti Sarira)
K. alvarezii memiliki ciri-ciri yaitu talus silindris; permukaan licin, cartilageneus (menyerupai tulang rawan/muda); serta berwarna hijau terang, hijau olive, dan coklat kemerahan. Percabangan talus berujung runcing atau tumpul, ditumbuhi nodulus (tonjolan-tonjolan), dan duri lunak/tumpul untuk melindungi gametangia. Percabangan bersifat alternatus (berseling), tidak teratur, serta dapat bersifat dichotomus (percabangan dua-dua) atau trichotomus (sistem percabangan tiga-tiga) (Anggadiredja et al., 2011). 2.2 Habitat dan Penyebaran Secara umum, rumput laut dijumpai tumbuh di daerah perairan yang dangkal (intertidal dan sublitorral) dengan kondisi dasar perairan berpasir, sedikit lumpur, atau campuran keduanya. Rumput laut memiliki sifat benthic (melekat) dan disebut juga benthic algae. Rumput laut K. alvarezii memerlukan sinar matahari untuk proses fotosintesis. Oleh karena itu, rumput laut jenis ini hanya mungkin hidup pada lapisan fotik, yaitu kedalaman sejauh sinar matahari masih mampu mencapainya. K. alvarezii tumbuh di rataan terumbu karang dangkal sampai kedalaman 6 m, melekat di batu karang, cangkang kerang, dan benda keras lainnya (Anggadiredja et al., 2011). Jenis Kappaphycus merupakan alga merah tropis yang terbesar dari jenis alga merah lainnya, dengan rata-rata pertumbuhan yang tinggi (pertumbuhannya dapat dua kali lipat pada umur 15 sampai 30 hari). Habitat K. alvarezii berada pada rataan dan tepi terumbu karang, dengan kedalaman 1 sampai 17 m. Melekat dengan bebas pada karang rusak (Smith, 2001). Rumput laut jenis K. alvarezii yang telah banyak dibudidayakan diberbagai perairan di belahan dunia berasal dari laut Sulu, Filipina yang tumbuh secara alami pada habitat karang. Pada asalnya tumbuh bersisian dengan karang dan sepintas sering disalah kenali sebagai karang kemudian dikembangkan keberbagai negara sebagai tanaman budidaya. Bibit rumput laut jenis K. alvareziididatangkan dari Filiphina pada bulan Juni 1984 dan diterima pertama kali oleh Hariadi Adnan kemudian dikembangkan oleh Bambang Tjiptorahadi di Geger Nusa Dua, Bali. Bibit inilah yang terus berkembang sampai sekarang dan sudah tersebar keberbagai daerah di Indonesia (Patadjai, 2007). Di Indonesia, lokasi budidaya rumput laut jenis ini telah dikembangkan di berbagai daerah seperti Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi dan Maluku (Atmadja dan Sulistidjo, 1996). Page | 6
Budidaya Rumput Laut Dengan Metode Vertikultur ………..
(Petrus Rani Pong-Masak & Nelly Hidayanti Sarira)
2.3 Perkembangbiakan Rumput Laut Perkembangbiakan rumput laut dapat terjadi melalui dua cara, yaitu secara vegetatif dengan talus dan secara generatif dengan talus diploid yang menghasilkan spora. Perbanyakan secara vegetatif dikembangkan dengan cara setek, yaitu potongan talus yang kemudian tumbuh menjadi tanaman baru. Sementara, perbanyakan secara generatif dikembangkan melalui spora baik alamiah maupun melalui budidaya. Pertemuan dua gamet membentuk zygot yang selanjutnya berkembang menjadi sporofit. Individu baru inilah yang mengeluarkan spora dan berkembang melalui pembelahan dalam sporogenesis menjadi gametofit (Anggadiredja et al., 2011).
Page | 7
Budidaya Rumput Laut Dengan Metode Vertikultur ………..
(Petrus Rani Pong-Masak & Nelly Hidayanti Sarira)
BAB III TAHAPAN KEGIATAN BUDIDAYA
3.1 Pemilihan Lokasi Kegiatan budidaya rumput laut K. alvarezii dengan metode vertikultur harus memperhatikan faktor lingkungan perairan. Metode vertikultur harus memenuhi kriteria kelayakan lokasi untuk budidaya rumput laut dengan sarana yang memenuhi standar budidaya. Persyaratan lokasi untuk budidaya rumput laut K. alvarezii dengan metode vertikultur pada prinsipnya hampir sama dengan metode long line yang membedakan hanya pada kecepatan arus dan kecerahan perairan. Tabel 1. Syarat lokasi untuk mendukung kegiatan budidaya rumput laut K. alvarezii dengan metode vertikultur Parameter Kriteria Persyaratan Fisika Keterlindungan Lokasi terlindung dari ombak dan gelombang besar Kecepatan arus 40 – 100 cm/detik Suhu 26 – 30 oC Substrat Pasir berkarang Kecerahan perairan >5m Kedalaman perairan > 10 m Persyaratan Kimia Salinitas 32 - 34 ppt pH 7,3 – 8,2 Nitrat 0,9 – 3,5 mg/L Posfat 0,02 –1 mg/L Pencemaran Nihil Persyaratan Biologi Makro alga Keberadaan komunitas makro alga secara alamiah merupakan indikator bahwa lokasi tersebut cocok untuk budidaya rumput laut. Page | 8
Budidaya Rumput Laut Dengan Metode Vertikultur ………..
(Petrus Rani Pong-Masak & Nelly Hidayanti Sarira)
Predator/hewan pemangsa Bebas dari ikan dan hewan air yang bersifat herbivor dalam jumlah yang banyak, antara lain : penyu, ikan, baronang, dan bulu babi. Aspek Non Teknis Keterjangkauan
Ketersediaan tenaga kerja Legalitas lokasi/lahan
Keterjangkauan jalur transportasi untuk memperlancar akses pengangkutan selama operasional kegiatan budidaya, kemudahan memperoleh sarana dan prasarana untuk kegiatan budidaya. Ketersediaan tenaga yang ulet, tertarik, dan tekun untuk melakukan kegiatan budidaya. Lahan yang dipilih tidak menimbulkan konflik pemanfaatan dan penggunaan perairan.
Secara umum lokasi yang dipilih sebagai lahan budidaya dengan menggunakan metode vertikultur memiliki kriteria sebagai berikut : Keterlindungan; Perairan yang terlindung dari hempasan langsung ombak yang kuat dan gelombang besar. Jika lokasi berhadapan langsung dengan laut lepas, sebaiknya terdapat karang penghalang (barrier feef) atau karang tepi (fringing reef) yang berfungsi sebagai pemecah ombak, sehingga dapat melindungi tanaman di lokasi budidaya karena ombak. Kecepatan arus; Secara umum telah diketahui bahwa rumput laut mendapatkan pertumbuhan yang lebih baik pada air yang bergerak (arus). Hal ini disebabkan karena pergerakan air akan berfungsi untuk membersihkan tanaman, menghadirkan nutrisi yang baru, menyingkirkan sisa-sisa metabolisme, membantu pengudaraan, merangsang pertumbuhan tanaman melalui gaya/kekuatan hidrolik gerakan air, dan mencegah adanya fluktuasi suhu air yang besar. Terjadinya arus merupakan akibat dari adanya pasang surut maupun karena angin dan ombak dimana kecepatan arus yang baik untuk budidaya dengan metode vertikultur adalah 40 – 100 cm/detik. Untuk itu, budidaya rumput laut dengan metode vertikultur lebih disarankan dilakukan di daerah selat karena perairan tersebut memiliki pergerakan arus yang cukup baik dan secara terus-menerus sehingga dapat mensuplai unsur hara sebagai sumber makanan bagi pertumbuhan rumput laut serta Page | 9
Budidaya Rumput Laut Dengan Metode Vertikultur ………..
(Petrus Rani Pong-Masak & Nelly Hidayanti Sarira)
mengurangi fluktuasi suhu dan salinitas yang tinggi disaat kondisi lingkungan menurun. Suhu; Suhu memiliki peranan yang penting bagi kehidupan dan pertumbuhan rumput laut. Suhu air dapat berpengaruh terhadap beberapa fungsi fisiologis rumput laut seperti fotosintesa, respirasi, pertumbuhan dan reproduksi. Suhu air pada bagian permukaan dipengaruhi oleh kondisi seperti curah hujan, penguapan, kelembaban udara, suhu udara, kecepatan air dan intensitas radiasi matahari. Suhu air yang optimal di sekitar tanaman yaitu berkisar 26 – 30 oC. Menurut Aslan (1998), kenaikan suhu yang tinggi akan dapat menyebabkan talus rumput laut menjadi pucat dan kekuning-kuningan, tidak sehat, layu dan sangat mudah terserang penyakit. Suhu ini sangat berpengaruh langsung terhadap kehidupan rumput laut terutama dalam proses fotosintesis, selain itu dengan tingkat fluktuasi yang sangat tinggi akan membuat rumput laut tersebut menjadi stres sehingga mempengaruhi laju pertumbuhannya. Substrat; Substrat dasar perairan merupakan salah satu indikator fisika lingkungan perairan yang mencerminkan baik tidaknya suatu perairan. Substrat dasar perairan berupa pasir kasar yang bercampur dengan pecahanpecahan karang serta bebas dari sedimen dan lumpur merupakan kondisi substrat dasar perairan yang sesuai untuk budidaya rumput laut K. alvarezii. Kondisi perairan tersebut juga merupakan indikator adanya gerakan air yang baik. Kondisi substrat dasar perairan yang terdiri dari karang yang keras menunjukkan adanya pengaruh arus yang relatif kuat, sedangkan kondisi substrat dasar perairan yang berlumpur menunjukkan gerakan air yang kurang. Kecerahan perairan; Kecerahan perairan terkait dengan kemampuan masuknya cahaya dalam air yang dibutuhkan untuk proses fotosintesis pada tanaman. Kecerahan merupakan ukuran transparansi perairan yang ditentukan secara visual dengan menggunakan secchi disc. Alga akan menunjukkan perbedaan respon fotosintetik terhadap intensitas cahaya berdasarkan populasi, musim, dan morfologinya (Erlania dan Radiarta, 2013). Oleh karena itu, lokasi budidaya rumput laut sebaiknya pada perairan yang Page | 10
Budidaya Rumput Laut Dengan Metode Vertikultur ………..
(Petrus Rani Pong-Masak & Nelly Hidayanti Sarira)
jernih dengan tingkat kecerahan yang tinggi. Tingkat kecerahan perairan yang ideal untuk penerapan budidaya rumput laut dengan metode vertikultur yaitu lebih dari 5 m sampai dengan tingkat kecerahan 100% sehingga rumput mendapat cahaya matahari yang optimal untuk proses fotosintesis. Sebaliknya, air yang keruh menggambarkan perairan banyak mengandung bahan tersuspensi yang tentunya akan menutupi talus rumput laut sehingga menghambat proses penyerapan unsur hara untuk pertumbuhan. Kedalaman perairan; Perairan yang dipilih untuk melakukan budidaya rumput laut dengan metode vertikultur sebaiknya memiliki kedalaman tidak lebih dari 20 m dan minimal 10 m pada saat surut terendah. Kedalaman perairan diatas 20 m akan membutuhkan input biaya yang tinggi untuk konstruksi terkait dengan kebutuhan tali jangkar. Pemilihan kedalaman perairan yang tepat dilakukan untuk menghindari kekeringan sehingga tanaman bibit rumput laut akan selalu terendam dalam air dan mendapat peluang penyerapan makanan secara terus menerus serta menghindari kerusakan talus dari sengatan matahari. Salinitas; Salinitas merupakan salah satu parameter kualitas air yang cukup berpengaruh pada organisme dan tumbuhan yang hidup di perairan laut. Salinitas perairan yang ideal untuk digunakan sebagai lahan budidaya rumput laut adalah yang memiliki salinitas perairan yang tinggi dengan kisaran 32 – 34 ppt. Namun jika fluktuasi diluar kisaran yang ideal akan menyebabkan rendahnya pertumbuhan dan cepatnya proses penuaan talus rumput laut. Untuk mendapatkan salinitas dengan kisaran tersebut, lokasi budidaya sebaiknya tidak berdekatan dengan muara sungai atau sumber air tawar lainnya. pH; pH menjadi faktor pembatas terhadap kehidupan dan keberadaan suatu tumbuhan. Walaupun air laut memiliki nilai pH yang relatif stabil tetapi dapat dipengaruhi oleh aktivitas fotosintesis, suhu, serta buangan industri dan rumah tangga (Pong-Masak et al, 2011). pH perairan optimal untuk budidaya rumput laut Kappaphycus alvarezii yaitu 7,3 – 8,2.
Page | 11
Budidaya Rumput Laut Dengan Metode Vertikultur ………..
(Petrus Rani Pong-Masak & Nelly Hidayanti Sarira)
Nitrat; Nitrat (NO3) adalah bentuk nitrogen utama di perairan alami. Nitrat merupakan salah satu nutrien senyawa yang penting dalam sintesa protein hewan dan tumbuhan. Konsentrasi nitrat yang tinggi di perairan dapat menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan organisme perairan apabila didukung oleh ketersediaan nutrient (Effendi, 2000). Secara umum kisaran nitrat untuk pertumbuhan optimum rumput laut yaitu 0,95 – 3,5 mg/L. Posfat; Posfat merupakan unsur penting dalam suatu ekosistem air karena berperan penting dalam penyediaan energi terutama dapat berfungsi dalam pembentukan protein dan metabolisme bagi suatu organisme. Posfat juga merupakan senyawa kimia yang sangat penting untuk menunjang kehidupan organisme di perairan karena berperan dalam pertumbuhan organisme dan merupakan salah satu faktor penentu kesuburan perairan. Posfat berada dalam sedimen dan lumpur air bersama dengan kehidupan biologis yang berada di atas air dan dapat dijadikan sebagai parameter untuk mendeteksi pencemaran perairan. Secara umum kisaran posfat untuk pertumbuhan optimum rumput laut yaitu 0,02 – 1 mg/L. Pencemaran; Perairan bebas dari bahan pencemar baik dari kegiatan pertanian, limbah rumah tangga maupun industri. Limbah pestisida, logam berat, dan minyak pada konsentrasi tinggi akan berbahaya bagi pertumbuhan bibit rumput laut. Bahan-bahan pencemar tersebut akan menurunkan mutu kualitas rumput laut dan sangat berbahaya bagi konsumen apabila bahan tercemar terakumulasi dalam jaringan rumput laut. Makro alga; Keberadaan komunitas makro alga secara alamiah pada suatu lokasi perairan merupakan isyarat/indikator bahwa lokasi tersebut cocok sebagai lokasi budidaya rumput laut. Bioindikator tersebut antara lain Eucheuma, Sargassum, Turbinaria, Padina, Caulerpa, Ulva, dan jenis makroalga lainnya. Predator / hewan pemangsa; Lokasi budidaya diusahakan pada perairan yang tidak banyak terdapat organisme pengganggu yang bersifat herbivor misalnya ikan baronang, bintang laut, bulu babi, dan penyu. Organisme tersebut dapat bersifat hama dalam budidaya rumput laut karena akan memakan rumput laut Page | 12
Budidaya Rumput Laut Dengan Metode Vertikultur ………..
(Petrus Rani Pong-Masak & Nelly Hidayanti Sarira)
yang dibudidayakan. Selain itu, tanaman penempel (biofouling) akan mengganggu dan sebagai penyaing unsur hara dalam pertumbuhan rumput laut. Keterjangkauan; Lokasi budidaya yang dipilih sebaiknya adalah lokasi yang mudah dijangkau. Umumnya lokasi budidaya yang dipilih relatif berdekatan dengan rumah tempat tinggal agar lebih mudah dalam melakukan pemeliharaan dan mempertimbangkan keterjangkauan jalur transportasi sehingga memperlancar akses pengangkutan selama operasional kegiatan budidaya dan kemudahan memperoleh sarana dan prasarana untuk kegiatan budidaya. Ketersediaan tenaga kerja; Ketersediaan tenaga kerja yang cukup serta mempunyai kemauan, keuletan dan tekun dalam melakukan budidaya rumput laut akan menetukan keberlanjutan suatu usaha budidaya. Sebaiknya tenaga kerja yang dipilih tinggal di dekat lokasi budidaya, sehingga mempermudah dalam melakukan budidaya dan tentunya bisa menghemat biaya produksi dan waktu serta membuka peluang atau kesempatan kerja pada penduduk lokal. Legalitas lokasi/lahan; Pemilihan lokasi sebaiknya tidak menimbulkan konflik dengan kepentingan lain. Beberapa kegiatan perikanan (penangkapan ikan, pemasangan bubu, bagang, dll) dan kegiatan non perikanan (pariwisata, perhubungan laut, industri, taman laut, dll) dapat berpengaruh negatif terhadap aktivitas usaha rumput laut. Koordinasi dengan instansi terkait merupakan solusi yang tepat untuk mengantisipasi hal tersebut. Jaminan keamanan lokasi; Hal ini terkait masalah pencurian menjadi perhatian yang serius sehingga diperlukan kerjasama dari masyarakat pembudidaya untuk menjaga keamanan di lokasi budidaya. Sosial masyarakat; Salah satu faktor yang harus diperhatikan adalah budaya masyarakat sekitar, sehingga tercipta hubungan sosial yang baik dan kondusif selama melakukan usaha budidaya.
Page | 13
Budidaya Rumput Laut Dengan Metode Vertikultur ………..
(Petrus Rani Pong-Masak & Nelly Hidayanti Sarira)
Metode vertikultur cocok diterapkan di perairan yang memiliki kecepatan arus di atas 40 cm/det, kecerahan > 5 m, dan nutrien cukup. Perairan yang dimaksud berupa selat, perairan yang terdapat gugusan pulau-pulau, dan di perairan yang memiliki pergerakan arus yang baik. Metode vertikultur dapat dikembangkan di daerah Kalimantan Utara, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Timur, Maluku Tenggara, dan Papua Barat. 3.2 Konstruksi Sarana Budidaya Peralatan yang dibutuhkan dalam pembuatan rakit apung ukuran 10 x 10 m 2 untuk tempat bergantungnya rumput laut dengan metode vertikultur yaitu balok kayu, jangkar beton, pelampung drum plastik / styrofoam, tali polietilen, dan pipa paralon. Pada bagian atas rakit didirikan balok kayu ukuran 2 x 1,5 m 2 sebanyak 36 buah sebagai tiang penggantungan jaring vertikultur pada saat panen nanti (Gambar 3).
Gambar 3. Konstruksi 1 unit rakit budidaya rumput laut dengan metode vertikultur
Rakit dilengkapi dengan pelampung drum plastik / styrofoam dan dipasang searah arus. Agar posisi rakit tidak bergeser (stabil) dan tidak terbawa arus, maka rakit tersebut dilengkapi dengan jangkar beton ukuran 150 x 100 x 100 cm3 sebagai penahan konstruksi. Alat sebagai media pengikatan bibit rumput laut Page | 14
Budidaya Rumput Laut Dengan Metode Vertikultur ………..
(Petrus Rani Pong-Masak & Nelly Hidayanti Sarira)
adalah tali polietilen yang dibentuk dalam bentuk jaring berukuran 5 x 2 m 2 (Gambar 4). Pada tiap jaring memuat 11 tali vertikal dan 26 tali horisontal yang terbuat dari polietilen ukuran 3 mm sedangkan tali polietilen pada sisi bagian luar jaring berukuran 8 mm. Pada tiap pertemuan antara tali vertikal dan horisontal dibuat simpul agar dapat dipasang tali cincin untuk mengikat bibit rumput laut. Tali cincin terbuat dari polietilen ukuran 1,5 mm. Jarak antar simpul yaitu 20 cm sehingga 1 tali vertikal memuat 26 titik rumpun bibit dan 1 tali horisontal memuat 11 titik rumpun bibit atau setiap 1 jaring memuat 286 titik rumpun bibit. 1 konstruksi vertikultur ukuran 10 x 10 m2 memuat 36 jaring sehingga 1 rakit memuat 10.296 titik rumpun bibit. Jaring vertikal dipasangkan pemberat pipa paralon berisi cor semen dengan jarak antar bentangan jaring yaitu 1 m.
Gambar 4. Konstruksi budidaya rumput laut dengan metode vertikultur tampak samping Page | 15
(Petrus Rani Pong-Masak & Nelly Hidayanti Sarira)
Foto : Handy Burase | LP2BRL, 2015
Budidaya Rumput Laut Dengan Metode Vertikultur ………..
Foto : Handy Burase | LP2BRL, 2015
Gambar 5. Proses pembuatan dan pemasangan rakit rumput laut dengan metode vertikultur
Gambar 6. Model jaring pada budidaya rumput laut metode vertikultur dan tali cincin
Pada tiap simpul tidak hanya memuat 1 buah tali cincin tapi bisa juga dipasang hingga 2 buah tali cincin pada kedua sisi simpul dan dipasang secara bolak balik sehingga 1 jaring dapat memuat 572 titik rumpun bibit atau 1 konstruksi ukuran 10 x 10 m2 dapat memuat 20.592 titik rumpun. Page | 16
Budidaya Rumput Laut Dengan Metode Vertikultur ………..
(Petrus Rani Pong-Masak & Nelly Hidayanti Sarira)
3.3 Pemilihan Bibit
Foto : Handy Burase | LP2BRL, 2015
Bibit yang akan ditanam harus yang berkualitas baik agar tanaman dapat tumbuh sehat. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemilihan bibit sesuai dengan kriteria sebagai berikut : a. Memilih kultivar yang memiliki talus muda, bercabang banyak, rimbun, dan ujung-ujung talus agak runcing, b. Talus rumput laut secara morfologi kelihatan bersih, segar, dan berwarna cerah, c. Stok bibit yang berasal dari pembudidaya berumur antara 25-30 hari, d. Talus sehat, tidak berlendir, tidak rusak, tidak patah-patah, tidak berbau busuk pada saat akan dilakukan penanaman awal, e. Talus rumput laut bebas dari penyakit (bercak-bercak putih dan terkelupas) dan bahan cemaran serta biofouling, f. Bentuk talus proporsional antara besar talus dan panjang talus, g. Bibit harus seragam dan tidak boleh tercampur dengan jenis lain, h. Pangkal talus sebaiknya tidak dijadikan bibit, dan i. Pemotongan talus menggunakan pisau/gunting yang tajam agar struktur talus tidak rusak. j. Berat bibit yang ditanam sekitar 50 – 100 g/rumpun.
Gambar 7. Contoh rumpun rumput laut yang baik digunakan sebagai bibit
Page | 17
Budidaya Rumput Laut Dengan Metode Vertikultur ………..
(Petrus Rani Pong-Masak & Nelly Hidayanti Sarira)
3.4 Pengangkutan Bibit Penanganan bibit selama pengangkutan dari lokasi pengambilan bibit yang jauh dari lokasi budidaya dilakukan sebagai berikut : 1. Bibit dijaga agar tetap lembab/basah selama dalam pengangkutan, ditutupi dengan terpal plastik, 2. Bibit dijaga agar terhindar dari air tawar, hujan, minyak, dan kotoran lainnya yang dapat merusak bibit. 3. Bibit terhindar dari sinar matahari secara langsung dalam waktu lama, 4. Bibit tidak boleh tertekan oleh beban berat di atasnya, 5. Pengangkutan bibit dalam waktu yang lama (>1 jam) perjalanan darat, dilakukan pada suhu udara dingin (malam hari) sehingga bibit tidak stress setelah tiba di lokasi kegiatan budidaya. 3.5 Penyimpanan Bibit Sebelum Ditanam Bibit segera ditanam setelah sampai di lokasi budidaya. Apabila karena suatu hal tidak bisa segera ditanam atau waktunya tidak memungkinkan, sebaiknya bibit dikeluarkan dari wadah pengangkutan dan disiram air laut. Cara lain yang bisa dilakukan yaitu dengan memasukkan bibit ke dalam hapa / tempat penampungan yang terbuat dari jaring polietilen dan dipilih lokasi yang perairannya cocok untuk rumput laut. Penempatan hapa sebaiknya pada kedalaman tertentu yang ketika surut, hapa tetap terendam air laut. Dengan cara ini, lendir yang keluar langsung hanyut ke dalam air laut sehingga tidak sempat merusak bibit. 3.6 Pengikatan dan Penanaman Bibit Pengikatan bibit dilakukan di tempat yang teduh yang jaraknya dekat pantai, sehingga memudahkan untuk menyiram/membasahi bibit selama proses pengikatan. Bibit rumput laut dipotong dengan pisau/cutter yang tajam dan ditimbang dengan bobot awal 50 gr/rumpun kemudian diikat pada tali cincin dengan jarak antar rumpun 20 cm sehingga pada 1 unit rakit ukuran 10 x 10 m2, bibit rumput laut K. alvarezii yang akan ditebar sebanyak +514,8 kg. Jika menggunakan 2 tali cincin pada tiap tali simpul, maka bibit rumput laut K. alvarezii yang akan ditebar sebanyak + 1.029,6 kg dengan kata lain pengikatan bibit rumput laut dengan 2 tali cincin pada tiap simpulnya, akan lebih Page | 18
Budidaya Rumput Laut Dengan Metode Vertikultur ………..
(Petrus Rani Pong-Masak & Nelly Hidayanti Sarira)
memberikan produktivitas yang lebih besar bila dibandingkan dengan penanaman dengan 1 tali cincin pada tiap simpul. Setiap rumpun bibit diikat dengan baik pada percabangan talus sehingga tidak mudah terlepas saat dipelihara. Bibit yang sudah diikat harus segera ditanam agar bibit tidak mengalami kekeringan dan layu karena stress. Bibit rumput laut yang telah diikat pada jaring vertikultur di darat, dibawa menggunakan perahu untuk ditanam dengan cara jaring vertikultur diikat pada rakit dengan jarak antar bentangan jaring sejauh 1 m.
Foto : Handy Burase | LP2BRL, 2015
Gambar 8. Penimbangan dan pengikatan bibit rumput laut K. alvarezii pada jaring vertikultur
Foto : Handy Burase & Nelly Hidayanti Sarira | LP2BRL, 2015
Gambar 9. Penanaman dan kondisi rumput laut yang diikat pada jaring vertikultur di dalam kolom perairan
Page | 19
Budidaya Rumput Laut Dengan Metode Vertikultur ………..
(Petrus Rani Pong-Masak & Nelly Hidayanti Sarira)
3.7 Pemeliharaan Bibit rumput laut dipelihara selama 45 hari. Selama masa pemeliharaan rumput laut tersebut dilakukan beberapa kegiatan sebagai berikut : a) Membersihkan kotoran yang menempel pada rumput laut. b) Pengontrolan terhadap gangguan hewan pemangsa sehingga tidak mengganggu dan memakan rumpun-rumpun yang sedang dalam proses budidaya. c) Pemantauan biofouling dan epifit untuk dilakukan penanganan hama dan biota penganggu bibit. d) Melakukan pergantian rumput laut bila ada tanaman yang rusak atau terlepas dari tali cincin sehingga jumlah rumput laut pada setiap jaring vertikultur tidak berkurang. e) Monitoring pertumbuhan rumput laut dengan cara sampling untuk mengukur laju pertumbuhannya sehingga produksi dapat diprediksi.
6 5
a
5.64 ab
LPH (%)
4
4.05
3
ab ab
3.79
3.37
2
b
b
2.55
2.63
4
5
1 0 0.2
1
2
3
Kedalaman (m)
Gambar 10. Laju pertumbuhan harian (LPH) rumput laut K. alvarezii yang dibudidayakan dengan metode vertikultur pada kedalaman berbeda di perairan Desa Baruta Doda Bahari, Kec. Sangia Wambulu, Kab. Buton Tengah, Prov. Sulawesi Tenggara
Page | 20
Budidaya Rumput Laut Dengan Metode Vertikultur ………..
(Petrus Rani Pong-Masak & Nelly Hidayanti Sarira)
Foto : Handy Burase & Nelly Hidayanti Sarira | LP2BRL, 2015
Foto : Nelly Hidayanti Sarira | LP2BRL, 2015
Gambar 11. Kondisi rumput laut K. alvarezii umur tanam 45 hari yang dibudidayakan dengan metode vertikultur di dalam kolom perairan Desa Baruta Doda Bahari, Kec. Sangia Wambulu, Kab. Buton Tengah, Prov. Sulawesi Tenggara Page | 21
Budidaya Rumput Laut Dengan Metode Vertikultur ………..
(Petrus Rani Pong-Masak & Nelly Hidayanti Sarira)
Karaginan (%)
40
a
35
a
30
33.48
25
a
a a
32.25
33.46
2
3
36.63
a
31.27
27.59
20 15 10 5 0 0.2
1
4
5
Kedalaman (m)
Gambar 12. Kandungan keraginan rumput laut, Kappaphycus alvarezii yang dibudidayakan dengan metode vertikultur tahun 2015 di perairan Desa Baruta Doda Bahari, Kec. Sangia Wambulu, Kab. Buton Tengah, Prov. Sulawesi Tenggara
3.8 Panen Tidak hanya teknik budidaya, kualitas rumput laut juga dipengaruhi oleh umur tanaman, cara panen, dan keadaan cuaca saat panen. Rumput laut siap dipanen pada umur 1,5 – 2,0 bulan setelah tanam. Apabila panen dilakukan kurang dari umur tersebut maka akan dihasilkan rumput laut berkualitas rendah. Hal ini dikarenakan kandungan karaginan menjadi rendah. Kondisi seperti ini tidak dikehendaki oleh industri pengolah rumput laut sehingga akan dihargai lebih murah atau bahkan tidak dibeli. Panen sebaiknya dilakukan pada pagi hari supaya rumput laut yang dipanen sempat dijemur terlebih dahulu sebelum disimpan. Hal ini bertujuan untuk mengurangi kerusakan kualitas sebelum dijemur kembali pada keesokan harinya. Adapun cara panen dapat dilakukan sebagai berikut : 1. 2.
Pengangkatan satu jaring vertikultur dari perairan untuk panen dilakukan oleh 2 orang. Satu rang membuka ujung tali jaring vertikultur sebelah kanan dan satu orangnya lagi membuka ujung tali jaring vertikultur sebelah kiri yang diikat pada rakit apung kemudian jaring vertikultur diangkat secara bersama-sama dari perairan ke atas rakit. Page | 22
Budidaya Rumput Laut Dengan Metode Vertikultur ………..
3.
4.
5.
6. 7.
(Petrus Rani Pong-Masak & Nelly Hidayanti Sarira)
Pemberat pipa cor pada jaring vertikultur dilepas untuk memudahkan pengangkatan jaring ke tiang penjemuran yang ada di atas rakit untuk dijemur hingga kering. Jika pada rakit apung tidak dibuat tiang penjemuran, maka penjemuran dilakukan di darat dengan cara meletakkan jaring vertikultur yang belum dilepas pemberatnya ke dalam sampan/perahu untuk dibawa ke daratan. Setelah tiba di pinggir pantai, pemberat pada jaring vertikultur dibuka agar memudahkan pembersihan rumput laut dari kotoran atau tanaman lain yang melekat sebelum diangkat ke darat untuk dilakukan penjemuran. Petik rumput laut bagian talus muda pada jaring vertikultur untuk dijadikan bibit pada penanaman berikutnya. Pipa pemberat dan jaring vertikultur juga dibersihkan dari kotoran atau teritip yang menempel sehingga kotoran atau teritip yang menempel pada pipa dan jaring tidak mempengaruhi pertumbuhan rumput laut pada penanaman berikutnya. Jaring untuk rumput laut pada sistem vertikultur dapat digunakan hingga 3 tahun.
Foto : Handy Burase & Nelly Hidayanti Sarira | LP2BRL, 2015
Gambar 13. Proses pemanenan rumput laut dengan metode vertikultur
3.9 Penanganan Pascapanen Kualitas rumput laut dipengaruhi oleh tiga hal penting, yaitu teknik budidaya, umur panen, dan penanganan pascapanen. Penanganan pascapanen merupakan kegiatan atau proses yang dimulai sejak setelah rumput laut dipanen, yaitu meliputi pengeringan/penjemuran, pembersihan kotoran atau garam (sortasi), pengepakan, pengangkutan, dan penyimpanan.
Page | 23
Budidaya Rumput Laut Dengan Metode Vertikultur ………..
(Petrus Rani Pong-Masak & Nelly Hidayanti Sarira)
Pengeringan/Penjemuran Rumput laut yang telah bersih dilepas rumpun rumput lautnya dari tali cincin kemudian dikeringkan dengan cara dijemur di atas para-para bambu atau di atas plastik, terpal, atau jaring sehingga tidak terkontaminasi oleh tanah atau pasir. Pengeringan juga bisa dilakukan dengan cara rumput laut pada jaring vertikultur digantung pada tiang penjemuran.
Foto : Handy Burase | LP2BRL, 2015
a.
Gambar 14. Tempat penjemuran rumput laut
b.
Pembersihan kotoran atau garam (sortasi) Pada saat dikeringkan/dijemur, akan terjadi penguapan air laut dari rumput laut yang membentuk butiran garam yang melekat di permukaan talusnya. Butiran garam tersebut perlu dibersihkan dengan cara mengayak atau mengaduk-aduk rumput laut kering sehingga butiran garam tersebut terlepas dari rumput laut dan jatuh ke bawah. Apabila masih banyak ditemukan butiran garam melekat maka butiran garam tersebut akan kembali menghisap uap air di udara sehingga rumput laut menjadi lembap kembali dan dapat menurunkan kualitas rumput laut. Selain itu, biasanya ditemukan jenis rumput laut lain yang menempel di rumput laut, sehingga harus dibuang. Rumput laut dikatakan berkualitas baik bila total garam dan kotoran yang melekat tidak lebih dari 3 -5 %, sesuai dengan permintaan industri.
Page | 24
Budidaya Rumput Laut Dengan Metode Vertikultur ………..
(Petrus Rani Pong-Masak & Nelly Hidayanti Sarira)
c.
Penyimpanan dalam wadah Rumput laut yang sudah kering dan bersih dimasukkan ke dalam karung plastik besar, seberat 70 – 90 kg per karung. d.
Penyimpanan/Penggudangan Dalam penyimpanan senantiasa rumput laut dijaga agar tidak terkena air tawar. Oleh karena itu, atap tempat penyimpanan tidak boleh bocor dan sirkulasi udara dalam gudang harus cukup baik. Tumpukan kemasan rumput laut diberi alas papan dari kayu agar tidak lembab.
Page | 25
Budidaya Rumput Laut Dengan Metode Vertikultur ………..
(Petrus Rani Pong-Masak & Nelly Hidayanti Sarira)
BAB IV KEUNGGULAN METODE VERTIKULTUR Dibandingkan dengan metode long line yang umum dilakukan oleh masyarakat, maka metode vertikultur sangat menguntungkan dan memberikan peningkatan produksi rumput laut yang lebih besar per satuan luas lahan karena tidak hanya memanfaatkan permukaan perairan tapi juga memanfaatkan kolom perairan sepanjang masih terjangkau oleh sinar matahari. Berdasarkan hasil penelitian tahun 2015 di perairan Desa Baruta Doda Bahari, Kec. Sangia Wambulu, Kab. Buton Tengah yang dilakukan oleh LP2BRL diperoleh hasil produksi bersih budidaya rumput laut K. alvarezii metode vertikultur yaitu 3.211 kg/siklus/10x10 m2 sedangkan produksi bersih metode long line yaitu 202 kg/sikus/10x10 m2, maka peningkatan produksi metode vertikultur sebanyak 793% per satuan luas lahan dibandingkan metode long line. Jika luas lahan dikonversi dalam ukuran 1 hektar, maka produksi rumput laut dengan teknologi vertikultur yaitu 321 ton/ha/siklus : 20 ton/ha/siklus long line.
Gambar 15. Panen rumput laut Kappaphycus alvarezii yang dibudidayakan dengan metode long line dan vertikultur di Desa Baruta Doda Bahari, Kec. Sangia Wambulu, Kab. Buton Tengah, Prov. Sulawesi Tenggara bersama Asisten I Kab. Buton Tengah, Kepala P4B, Kepala TO P4B, Kepala LP2BRL, dan masyarakat pembudidaya
Berdasarkan hasil analisis usaha, maka penerapan budidaya rumput laut K. alvarezii dengan metode vertikultur sangat layak sebagai suatu usaha mandiri (R/C ratio = 1,93). Jadi, teknologi vertikultur dianggap lebih efisien, layak, dan Page | 26
Budidaya Rumput Laut Dengan Metode Vertikultur ………..
(Petrus Rani Pong-Masak & Nelly Hidayanti Sarira)
dapat menurunkan tingkat terjadinya konflik pemanfaatan lahan perairan sebagai lahan budidaya, sehingga diharapkan kegiatan produksi dapat berjalan secara optimal bagi pengembangan budidaya rumput laut. Berdasarkan biaya operasional dan investasi yang dikeluarkan jika menerapkan teknologi budidaya rumput laut dengan metode vertikultur maka metode ini lebih cocok dikembangkan oleh pemerintah daerah atau industri. Teknologi budidaya rumput laut K. alvarezii dengan metode vertikultur tidak mencemari lingkungan, tidak merusak, tetapi sebaliknya dengan peran ekofisiologi rumput laut akan dapat menyerap kelebihan loading limbah N dan P, atau bahan lainnya dalam lingkungan perairan untuk meminimalisasi pencemaran dengan sifat absorbnya. Semakin banyak jumlah rumput laut yang ditanam di perairan, maka semakin besar pula penyerapan limbah oleh rumput laut. Berdasarkan aspek ekologi, sosial budaya, ekonomi, teknis, infrastruktur, fiskal, hukum dan kelembagaan, penerapan teknologi budidaya rumput laut K. alvarezii dengan metode vertikultur mudah diterapkan oleh pembudidaya dan pelaku usaha, baik secara personal maupun secara kelembagaan. Tabel 2. Analisis kelayakan usaha budidaya rumput laut Kappaphycus alvarezii metode vertikultur dengan luas lahan 10 x 10 m2 Uraian
Rumus
Rerata Pertumbuhan (gr)
Metode vertikultur 156,0
Jumlah rumpun/unit
20.592
Jumlah Produksi basah (kg)/tahun
38.541
Jumlah Produksi kering (kg)/tahun
4.818
Pendapatan penghasilan/tahun
67.446.419
Biaya investasi & operasional (Rp.)
25.930.000
Biaya
[email protected]/kg/4 musim
9.000.000
Total biaya investasi
34.930.000
Persentase peningkatan produksi (%)
793
Analisis keuntungan
µ = TR – TC
32.516.419
Analisis Revenue–Cost Ratio (R/C)
R/C = TR/TC
Analisis break event point
Total Biaya/harga jual = Kg
2.495
Analisis Return on investment (ROI)
Total laba usaha/modal produksi
0,93
Analisis Kelayakan Usaha
Hasil penerimaan/modal produksi
1,93
1,93
Page | 27
Budidaya Rumput Laut Dengan Metode Vertikultur ………..
(Petrus Rani Pong-Masak & Nelly Hidayanti Sarira)
DAFTAR PUSTAKA
Anggadiredja, J. T., Achmad Z., Heri P., dan Sri I. 2011. Rumput Laut. Penebar Swadaya. Jakarta. 147 hal. Aslan L.M, 1998. Budidaya Rumput Laut. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. 89 hal. Atmadja, W. S. dan Sulistidjo. 1996. Usaha Pemanfaatan Bibit Stek Algae Euchema spinosum di Pulau Seribu untuk dibudidayakan dalam Teluk Jakarta; Sumberdaya, Sifat-sifat Oseanografi serta Permasalahannya. LON – LIPI. Jakarta. Hal : 67-69. Effendi. 2000. Telaah Kualitas air. Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Erlania dan I. N. Radiarta. 2013. Variabilitas Siklus Tanam Terhadap Tingkat Serapan Karbon Pada Budidaya Rumput Laut, Kappaphycus avarezii. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Terbaik. Balitbang Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Hal 187-199: 392 pp. Neish, I. C. 2003. The ABC of Eucheuma Seaplant Production. Agronomy, Biology, and Crop-handling of Betaphycus, Eucheuma and Kappaphycus the Gelatinae, Spinosum and Cottonii of Commerce. SuriaLink Infomedia. Hal : 2-4. Patadjai, R. S. 2007. Pertumbuhan Produksi dan Kualitas Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty pada Berbagai Habitat Budidaya yang Berbeda. Program Pascasarjana. Universitas Hasanuddin. Makassar. 307 hal. Poncomuly, T., Maryani H., Kristiani L. 2006. Budidaya dan Pengelolaan Rumput Laut. PT. Agromedia Pustaka. Surabaya. 89 hal. Pong-Masak, P., R. 2010. Panen 10 Kali Lipat dengan Vertikultur. Majalah TROBOS Edisi Juni 2010. Hal : 2-3. Pong-Masak, P. R.dan M. Tjaronge. 2009. Performansi Pertumbuhan dan Kandungan Keraginan Rumput Laut, Kappaphycus alvarezii dengan Aplikasi Metode Budidaya Vertikultur. Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan Budidaya, Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan. 11 hal. Page | 28
Budidaya Rumput Laut Dengan Metode Vertikultur ………..
(Petrus Rani Pong-Masak & Nelly Hidayanti Sarira)
Pong-Masak, P. R., A. Parenrengi, M. Tjaronge, dan Rusman. 2011. Protokol Seleksi Varietas Bibit Unggul Rumput Laut. BPPBAP. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan Budidaya. Kementerian Kelautan dan Perikanan. Maros. 27 pp. Smith, J. 2001. Algae: Invasive Alien. Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ax Silva 1996. Botany, Universitas of Hawai`i. Manoa. 22 pp. Soegiarto, A., Sulistijo, W. S. Atmadja dan H. Mubarak. 1978. Rumput Laut (Algae). Manfaat, Potensi, dan UsahaBudidaya. Lembaga Oseanologi Nasional – LIPI. Jakarta.Source:http://risnotes.com/2012/01/mengenalrumput-laut-jenis-eucheuma-cottonii/#ixzz1s6muIVuO.Diunduh tanggal 9 Agustus 2012. Yusuf, M. I. 2004. Produksi, Pertumbuhan dan Kandungan Karaginan Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty (1988) yang Dibudidayakan dengan Sistem Air Media dan Talus Benih yang Berbeda. Disertasi : Ppps. Universitas Hasanudin. Makassar. Hal : 13-15, 69 pp.
Page | 29