Jurnal Mina Laut Indonesia
Vol. 03 No. 12 Sep 2013
(94– 112)
ISSN : 2303-3959
Pengaruh Jarak Tanam dan Bobot Bibit Terhadap Pertumbuhan Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) Menggunakan Metode Vertikultur Effect of Plant Distance and Seed Weight on the Growth of Seaweed (Kappaphycus alvarezii) Using Bottom Verticulture Method Dedy Pongarrang*), Abdul Rahman**), dan Wa Iba***) Program Studi Budidaya Perairan FPIK Universitas Halu Oleo Kampus Hijau Bumi Tridharma Anduonohu Kendari 93232 E-mail : *
[email protected],**
[email protected],***
[email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jarak tanam dan bobot bibit terhadap pertumbuhan rumput laut Kappahycus alvarezii dengan menggunakan metode Vertikultur Dasar. Penelitian ini dilakukan dari bulan Mei sampai Juli 2011. Rancangan percobaan yang digunakan yaitu Rancangan Faktorial, dimana faktor A (jarak tanam 20 cm, 30 cm dan 40 cm) dan faktor B (bobot bibit 50 g, 75 g, dan 100 g). Panjang tali vertikultur yang digunakan adalah 2 meter. Berdasarkan hasil penelitian ini, pertumbuhan mutlak yang tertinggi didapatkan pada faktor jarak tanam 40 cm yaitu 244,55 g/rumpun dan pada faktor bobot bibit nilai tertinggi didapat pada bobot bibit 100 g yaitu 277,46 g/rumpun. Laju Pertumbuhan Spesifik untuk faktor A nilai tertinggi diperoleh pada jarak tanam 40 cm yaitu 4,03 % dan untuk faktor B pada bobot bibit 100 g yaitu 4,47%. Kadar karagenan tertinggi untuk faktor A diperoleh pada jarak tanam 40 cm yaitu 40,23 % dan untuk faktor B nilai tertinggi diperoleh pada bobot bibit 100 g yaitu 36,85 %. Produksi basah tertinggi untuk jarak tanam diperoleh 2.714,44 g/tali gantung pada jarak 20 cm dan untuk faktor B nilai tertinggi diperoleh 2.642,22 g/tali gantung pada bobot bibit 100 g. Produksi kering tertinggi untuk jarak tanam diperoleh 350,11 g/tali gantung pada jarak 20 cm dan untuk faktor B nilai tertinggi diperoleh 336,22 g/tali gantung pada bobot bibit 100 g. Selama penelitian ini berlangsung, hasil pengukuran kualitas air yang diperoleh menunjukkan bahwa kualitas air pada lokasi penelitian berada dalam kisaran yang masih dapat ditoleransi oleh rumput laut (K. alvarezii). Kata kunci : Jarak tanam, bobot bibit, pertumbuhan, karagenan, produksi, rumput laut Kappaphycus alvarezii, vertikultur Abstract The effect of growing distance and seedling weight on growth of seaweed K. alvarezii raised at bottom for two months (from May to June) was examined. A factorial randomized design was selected to lay out the trial consosting of the factor ; they were A for growing distance (20, 30 and 40 cm) and B for seedling weight (50, 75, and 100 g) with a 2 meter long of verticulture rope. The study showed that both the highest growth rate and carragenan content were found in seaweed K. alvarezii grown at 40 cm in distance and 100 g of seed in weight, in which the absolute growth, specific growth rate, and carragenan content han reached to 244,55 g per cluster and 277,46 g per cluster, 4,47% and 4,03% , and 40,23% and 36,85%,respectively. Meanwhile, the highest production was monitored in 20 cm of growing dintance and 100 g of seedling weight, in which both wet and dried production yielded 2.714,44 g per rope and 2.642,22 g per rope, and 350,11 g per rope and 336,22 g per rope, respectively. Analyses of water quality parameters revealed that the study site was favorable to support the growth of the seaweed. Keywords : Growing distance, seedling weight, growth, carragenan, production, K. alvarezii, verticultur
Pendahuluan Rumput laut merupakan salah satu komoditi unggulan dalam perdagangan dunia dan Indonesia merupakan salah satu negara yang menjadi penyuplai bahan baku rumput laut bagi negara-negara yang membutuhkan. Ekspor karagenan rumput laut di Indonesia pada tahun 2009 mencapai 13.208 ton. Jurnal Mina Laut Indonesia, 2013 @FPIK UHO
Meningkatnya permintaan akan bahan baku rumput laut didorong oleh beberapa kebutuhan industri seperti industri makanan, farmasi, kedokteran, kosmetik, dan kertas. Berdasarkan data BPPT Bidang Teknologi Pengembangan Sumber Daya Alam (2010) bahwa produksi rumput laut kering tahun 2009 mencapai 14.300 ton.
94
Pengembangan budidaya rumput laut telah dikembangkan di beberapa daerah seperti Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi, Sumatra, Jawa dan daerah lainnya (Yayasan Manikaya Kauci, 2000). Data Departemen Kelautan dan Perikanan mengatakan bahwa potensi budidaya rumput laut sedikitnya mencapai 1,2 hektar dan tersebar di 15 Provinsi, dan salah satunya adalah provinsi Sulawesi Tenggara yang memiliki potensi seluas 83.000 hektar (Anonim, 2010a). Meskipun wilayah laut Indonesia memiliki potensi yang sangat besar dalam pengembangan budidaya rumput laut yakni sekitar 1,2 juta hektar yang tersebar di seluruh wilayah Laut indonesia, akan tetapi yang tergarap masih sekitar 10 persen saja (Anonim, 2010a). Oleh karena itu, perlu dilakukan percepatan dan peningkatan produksi rumput laut mengingat kebutuhan dunia akan komoditi ini terus meningkat. Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan suatu usaha budidaya rumput laut adalah pemakaian bibit yang berkualitas baik, yaitu bibit yang dapat tumbuh dengan baik (bercabang banyak) dan tidak mudah terserang penyakit. Untuk mendapatkan bibit yang baik bisanya para petani budidaya rumput laut mengambil bibit yang berasal dari alam (habitat aslinya) yaitu yang tumbuh di dasar perairan pada kedalaman tertentu. Oleh karena itu, kita perlu mengetahui pada kedalam berapa rumput laut dengan jenis tertentu dapat tumbuh dengan baik sehingga dapat kita gunakan pada usaha budidaya rumput laut. Dengan demikian, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh bobot bibit dan jarak tanam terhadap pertumbuhan rumput laut K. alvarezii varietas hijau dengan menggunakan metode vertikultur. Perbedaan jarak tanam sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan rumput laut. Hal ini sangat berkaitan dengan persaingan setiap individu rumput laut dalam mendapatkan unsur hara sebagai makanannya. Sesuai dengan pernyataan Doty (1987) dalam Soegiarto dkk (1989) yang menyatakan bahwa jarak tanam bibit merupakan salah satu faktor teknis yang berpengaruh terhadap pertumbuhan rumput laut karena hubungannya dengan penyerapan unsur hara sangat berkaitan. Penggunaan bobot bibit yang berbeda dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya perbedaan laju Jurnal Mina Laut Indonesia, 2013 @FPIK UHO
pertumbuhan rumput laut dengan penggunaan bobot bibit awal. Bibit yang baik berasal dari tanaman yang subur, bersih dan mempunyai titik tumbuh yang banyak. Penggunaan bibit sebaiknya pada bagian ujung thallus karena pada ujung thallus terdapat banyak titik-titik tumbuh (Mubarak et al., 1990 dalam Rasdjid dkk 2001). Penggunaan metode vertikultur pada penelitian ini adalah untuk memaksimalkan penggunaan lokasi budidaya dengan cara memanfaatkan luas dan kedalaman lokasi budidaya tanpa mengganggu lalulintas perairan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perbedaan jarak tanam dan bobot bibit terhadap pertumbuhan rumput laut K. alvarezii dengan menggunakan metode vertikultur. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi bagi para petani rumput laut dalam mengembangkan usahanya dan juga sebagai salah satu metode alternatif dalam membudidayakan rumput laut. Metode Penelitian Penelitian ini telah dilakasanakan selama 45 hari, mulai dari bulan Mei sampai bulan Juli 2011 yang bertempat di Kelurahan Laloaru Kecamatan Moramo Utara Kabupaten Konawe Selatan. Penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu penelitian lapangan yang kemudian dilanjutkan dengan analisis di laboratorium. Bahan yang digunakan di lapangan pada penelitian yaitu benih rumput laut jenis K. alvarezii yang berasal dari petani budidaya rumput laut di Kelurahan Lalowaru Kec. Moramo Utara Kab. Konawe Selatan. Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah Rumput laut K. alvarezii. Bahan-bahan kimia yang digunakan selama proses pengujian kadar karagenan adalah , iso-propanol (CH3CH(OH)CH3) dan akuades, sedangkan bahan-bahan yang digunakan untuk proses analisis nitrat dan fosfat antara lain larutan brucine – asam sulfanilik, NaCL, dan ammonium molibdat venadat. 1. Prosedur Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di perairan laut Kel. Laloaru Kec. Moramo Utara Kab. Konawe Selatan. Lokasi yang dipilih sebagai tempat penelitian adalah perairan dengan kedalaman 7 meter pada surut 95
terendah dan 9 meter pada saat pasang tertinggi. Lokasi yang dipilih tidak jauh dari muara sungai. Hal ini dikarenakan jenis rumput laut yang digunakan (K. alvarezii) menyukai kondisi air laut dengan kadar salititas yang tidak terlalu tinggi. Bibit yang digunakan pada penelitian ini diambil dari petani rumput laut di Kel. Laloaru. Bibit yang diambil akan dibersihkan dari kotoran-kotoran dan organisme yang menempel pada rumput laut. Bibit rumput laut yang digunakan harus masih segar dan muda, selanjutnya dipotong dengan pisau cater dengan berat masing-masing 50 gram, 75 gram, dan 100 gram sebagai berat awal. Metode yang digunakan adalah metode vertikultur, yaitu terdiri dari 1 tali ris, 27 tali gantung dengan panjang masingmasing 2 m, 2 buah pelampung utama, 2 buah jangkar beton, 27 buah pelampung kecil, 27 buah pemberat, dan 2 tali jangkar. Tali gantung yang telah disiapkan sepanjang 2 m kemudian diikatkan pada tali ris. Ujung tali gantung diberi pemberat berupa botol plastik yang diisi dengan pasir dan ujung
yang lainnya diberi pelampung. Bibit yang telah disiapkan dengan berat masing-masing sesuai perlakuan yaitu 50 gr, 75 gr, dan 100 gr diikatkan pada tali gantung dengan jarak tanam masing-masing sesuai peralakuan yaitu 20 cm, 30 cm, dan 40 cm. 2. Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan Rancangan Faktorial yang terdiri dari 2 yaitu faktor A (Jarak Tanam) dan faktor B (Bobot Bibit). Faktor A terdiri dari 3 taraf (20 cm, 30 cm dan 40 cm) dan faktor B terdiri dari 3 taraf (50 g, 75 g, dan 100 g). Perlakuan Jarak Tanam itu adalah : Perlakuan A1 : 20 cm; Perlakuan A2 : 30 cm; Perlakuan A3 : 40 cm. Perlakuan Bobot Bibit itu adalah : Perlakuan B1: 50 g; Perlakuan B2: 75 g; Perlakuan B3: 100 g.
Faktor Perlakuan
B1
B2
B3
A1
A1B1
A1B2
A1B3
A2
A2B1
A2B2
A2B3
A3
A3B1
A3B2
A3B3
Unit perlakuan yang berjumlah sembilan (9) diberi tiga (3) kali ulangan sehingga semua unit percobaan berjumlah 27 unit. Model linier yang digunakan dalam Rancangan Faktorial menurut Gasperz (1991) adalah sebagai berikut :
βj
Ytj = µ + ai+ βj + (aβ)ij + Eijk i = 1,2, .... a j = 1, 2, .... b k = 1,2, .... c Dimana : Yijk : Nilai pengamatan pada satuan percobaan ke- k yang memperoleh kombinasi perlakuan i (taraf ke-i dari faktor A dan taraf ke-j dari faktor B); µ : Nilai tengah populasi (rata-rata yang sesungguhnya); ai : Pengaruh adiktif taraf ke- i dari faktor A;
3. Analisis Data
Jurnal Mina Laut Indonesia, 2013 @FPIK UHO
(aβ)ij Eijk
: Pengaruh adiktif taraf ke-j dari faktor B; : Pengaruh interaksi taraf ke- i faktor A dan taraf ke- j faktor B; : Pengaruh galat dari suatu percobaan ke- k yang memperoleh kombinasi perlakuan uji.
Untuk mengetahui pengaruh setiap perlakuan terhadap variabel yang akan diamati maka dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA) yang diolah dengan menggunakan program SPSS ( Versi 15.). Jika analisis menunjukkan pengaruh nyata maka dilanjutkan uji Tukey dengan taraf kepercayaan 95%. a. Pengukuran dan Pengamatan Peubah
Pertumbuhan Mutlak Untuk menghitung pertumbuhan mutlak tanaman uji digunakan rumus Effendi (1997) yaitu :
96
G = Wt-Wo Dimana : G = Pertumbuhan Mutlak Rata-Rata; Wt= Panjang Bibit Pada Akhir Penelitian (g) Wo= Panjang Bibit Pada AwalPenelitian (g)
(i = minggu I, Minggu II....... t); Wo = Berat rata-rata bibit pada ti– 1 (g); t = Periode pengamatan (hari).
Kadar Karagenan Untuk menentukan kadar karagenan rumput laut digunakan rumus Munoz et al, (2004) : Kadar Karagenan = Wc x 100 % Wm Dimana: Wc = berat karagenan ekstrak (g); Wm = berat rumput laut kering (g) .
Laju Pertumbuhan Spesifik (LPS) LPS diukur hanya satu kali yaitu pada saat panen (umur 45 hari. Menurut Dawes et al (1994), LPS dapat dihitung dengan menggunakan rumus Specifik Growth Rate (SGR) : SGR = Ln Wt - Ln Wo X 100% t Dimana : SGR = Laju pertumbuhan spesifik rata-rata (%); Wt = Berat rata-rata bibit pada ti (g) ;
b. Kualitas air Sebagai data penunjang dilakukan pengukuran beberapa parameter kualitas air diantaranya sebagai berikut :
Tabel 1. Parameter kualitas air yang diukur selama penelitian No. 1
Parameter Suhu (o C)
Alat/Metode Thermometer
Waktu Pengukuran Setiap minggu
2
Kecerahan
Cessy disk
Satu kali
3
Arus
Botol aqua, stop wach
Satu kali
4 5
Kedalaman Salinitas
Meteran Hand refraktometer
Setiap minggu
6
pH
Kertas Lakmus
Setiap minggu
7
Nitrat
Mengambil sampel air diuji di Lab. FPIK
Satu kali
8
Fosfat
Mengambil sampel air diuji di Lab. FPIK
Satu kali
diperoleh pada jarak tanam 40 cm yaitu 244,55 g/rumpun kemudian diikuti jarak tanam 30 cm yaitu 209,44 g kemudian yang terendah pada jarak tanam 20 cm yaitu 196.44 g/rumpun.
Hasil A. Hasil Pengamatan 1. Pertumbuhan Mutlak Hasil yang didapatkan Gambar 1. Pada faktor A (jarak tanam) yang tertinggi Pertumbuhan Mutlak(gr/rumpun)
300 250
b
a
a
200 150 100 50 0 20 1
30 2 Jarak Tanam (cm)
40 3
Gambar 1. Pertumbuhan Mutlak Rumput Laut K. alvarezii pada Faktor Jarak Tanam. Berdasarkan analisis ragam pada faktor A menunjukkan bahwa pertumbuhan
Jurnal Mina Laut Indonesia, 2013 @FPIK UHO
mutlak rata-rata rumput laut pada jarak tanam 20 cm dengan 30 cm tidak berbeda nyata,
97
sedangkan 40 cm berbeda nyata dengan 20 cm dan 30 cm. Berdasarkan dari hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa rata-rata pertumbuhan mutlak rumput laut untuk Faktor B (bobot bibit) Gambar 2. Menunjukan
pertumbuhan mutlak rata-rata pada faktor B (bobot bibit) yang tertinggi pada perlakuan 100 g yaitu 277,46 g/rumpun, kemudian pada perlakuan 75 g yaitu 211,82 g/rumpun, dan nilai yang terendah diperoleh pada perlakuan 50 g yaitu 145,55 g/rumpun.
Pertumbuhan Mutlak (g/rumpun)
c 300 250 200 150 100 50 0
a
b
50 1
75 2
100 3
Bobot Bibit (g)
Gambar 2. Pertumbuhan Mutlak Rumput Laut K. alvarezii pada Faktor Bobot Bibit. Hasil analisis sidik ragam berdasarkan interaksi faktor A (jarak tanam) dan faktor B (bobot bibit) (gambar 3.) menunjukkan bahwa nilai tertinggi diperoleh pada jarak tanam 40 cm kemudian diikuti jarak tanam 30 cm dan yang terendah pada jarak tanam 20 cm. Berdasarkan interaksi
faktor B ( bobot bibit) dan faktor A (jarak tanam) (gambar 4.) menunjukkan bahwa nilai tertinggi diperoleh pada bobot bibit 100 g kemudian diikuti bobot bibit 75 g dan yang terendah pada bobot bibit 50 g. Berdasarkan analisis sidik ragam, interaksi Faktor A dan Faktor B tidak berbeda nyata.
Estimated Marginal Means of PM jaraktanam
350.00
Estimated Marginal Means
20 30 40 300.00
250.00
200.00
150.00
100.00 50
75
100
bobotbibit
Gambar 3 . Pertumbuhan Mutlak Berdasarkan Interaksi Jarak Tanam dan Bobot Bibit.
Jurnal Mina Laut Indonesia, 2013 @FPIK UHO
98
Estimated Marginal Means of PM bobotbibit
350.00
Estimated Marginal Means
50 75 100 300.00
250.00
200.00
150.00
100.00 20
30
40
jaraktanam
Gambar 4. Pertumbuhan Mutlak Berdasarkan Interaksi Bobot Bibit dan Jarak Tanam. 2. Laju Pertumbuhan Spesifik (LPS) Berdasarkan Gambar 5. menunjukkan bahwa LPS harian rata-rata rumput laut pada hari ke 45 yang tertinggi pada jarak tanam 40
LPS 45 hari (%)
5 4
a
cm yaitu 4,03%, kemudian jarak tanam 30 cm yaitu 3,75%, dan terendah pada jarak tali gantung 20 cm yaitu 3,67%. a
b
30 2
40 3
3 2 1 0
20 1
Jarak Tanam (cm)
Gambar 5. Grafik LPS Rumput Laut K. alvarezii pada Faktor Jarak Tanam.
LPS 45 (%)
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa LPS untuk jarak tanam rata-rata rumput laut pada masing-masing perlakuan memberikan perbedaan yang nyata, sehingga dihasilkan pada jarak tanam 20 cm berbeda nyata pada jarak tanam 40 tetapi tidak berbeda nyata pada jarak tanam 30 cm kemudian pada 5 4 3 2 1 0
a
1 50
jarak tanam 40 berbeda nyata pada jarak tanam 20 cm dan 30. LPS harian rata-rata rumput laut pada hari ke 45 yang tertinggi pada bobot bibit 100 g yaitu 4,47% kemudian jarak tanam 75 g yaitu 3,86%, dan terendah pada jarak tali gantung 50 g yaitu 3,00%. b
2 75
c
3 100
Bobot Bibit (g)
Gambar 6. Grafik LPS Rumput Laut K.alvarezii pada Faktor Bobot Bibit. Jurnal Mina Laut Indonesia, 2013 @FPIK UHO
99
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa LPS untuk bobot bibit rata-rata rumput laut pada masing-masing perlakuan memberikan perbedaan yang nyata, sehingga dihasilkan pada bobot bibit 50 g berbeda nyata pada bobot bibit 75 g dan bobot bibit 100 g. Hasil analisis sidik ragam berdasarkan interaksi Faktor A (Jarak Tanam) dan Faktor B (bobobt bibit) (gambar 7.) menunjukkan bahwa nilai tertinggi LPS diperoleh pada jarak tanam 40 cm kemudian diikuti jarak tanam 30
cm dan yang terendah pada jarak tanam 20 cm. Berdasarkan interaksi faktor B ( bobot bibit) dan faktor A (jarak tanam) (gambar 8.) menunjukkan bahwa nilai tertinggi diperoleh pada bobot bibit 100 g kemudian diikuti bobot bibit 75 g dan yang terendah pada bobot bibit 50 g. Interaksi Faktor A dan Faktor B yang ditunjukkan gambar 9 dan 10 menunjukkan interaksi positif. Berdasarkan analisis sidik ragam, interaksi Faktor A dan Faktor B tidak berbeda nyata.
Estimated Marginal Means of LPS Jaraktanam
5.00
Estimated Marginal Means
20 30 40 4.50
4.00
3.50
3.00
2.50 50
75
100
Bobobibit
Gambar 7. LPS Berdasarkan Interaksi Jarak Tanam dan Bobot Bibit. Estimated Marginal Means of LPS Bobobibit
5.00
Estimated Marginal Means
50 75 100 4.50
4.00
3.50
3.00
2.50 20
30
40
Jaraktanam
Gambar 8. LPS Berdasarkan Interaksi Bobot Bibit dan Jarak Tanam. 3. Kadar Karagenan Kadar karagenan tertinggi ditemukan (Gambar 9) pada jarak tanam 40 cm (40,23 %), diikuti oleh jarak tanam 30 cm (36, 85%), dan terendah pada jarak tanam 20 cm (32, 64%). Kadar karagenan antar perlakuan tidak menunjukkan adanya perbedaan nyata baik pada jarak tali gantung maupun jarak tanam.
Jurnal Mina Laut Indonesia, 2013 @FPIK UHO
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa kadar karagenan untuk jarak tanam rata-rata rumput laut pada masingmasing perlakuan memberikan perbedaan yang nyata, sehingga dihasilkan pada jarak tanam 20 cm berbeda nyata dengan jarak tanam 40 cm dan jarak tanam 30 cm kemudian pada jarak tanam 40 cm tidak berbeda nyata pada jarak tanam 30 cm. 100
Karagenan (%)
60
a
40
b
b
30 2
40 3
20 0
20 1
Jarak Tanam (cm)
Karagenan (%)
Gambar 9. Karagenan Rumput Laut K. alvarezii Perlakuan Jarak Tanam. a a a 40 30 20 10 0 1 50
2 75
3 100
Bobot Bibit (g)
Gambar 10. Grafik Karagenan Rumput Laut K. Alvarezii pada perlakuan Bobot Bibit. Hasil (Gambar 10) yang didapatkan rata-rata kandungan karagenan yang tertinggi pada masing-masing perlakuan ditemukan pada bobot bibit 100 g yaitu 36,85 %, kemudian bobot bibit 50 g yaitu 36,49 % dan yang terendah pada jarak tanam 75 cm yaitu berkisar 36,39 %. Hasil analisis sidik ragam berdasarkan interaksi Faktor A (jarak tanam) dan Faktor B (bobobt bibit) (gambar 11.) menunjukkan bahwa nilai Karagenan yang tertinggi diperoleh pada jarak tanam 30 cm dengan bobot bibit 75 g, diikuti jarak tanam 40 cm
dengan bobot bibit 100 g, dan yang terendah pada jarak tanam 20 cm dengan bobot bibit 25 g. Interaksi Faktor B (bobot bibit) dan Faktor A (jarak tanam) (gambar 12.) menunjukkan nilai Karagenan tertinggi diperoleh pada bobot bibit 75 g dengan jarak tanam 30 cm, diikuti bobot bibit 50 g dengan jarak tanam 30 cm, dan yang terendah pada bobot bibit 75 g dengan jarak tanam 20 cm. Interaksi Faktor A dan Faktor B yang ditunjukkan gambar 13 dan 14 menunjukkan interaksi negatif. Berdasarkan analisis sidik ragam, interaksi Faktor A dan Faktor B tidak berbeda nyata.
Estimated Marginal Means of Karegenan Jaraktanam 42.00
20 30 40
Estimated Marginal Means
40.00
38.00
36.00
34.00
32.00
30.00
28.00
50
75
100
Bobotbibit
Gambar 11. Kandungan Karagenan Berdasarkan Interaksi Jarak Tanam dan Bobot Bibit.
Jurnal Mina Laut Indonesia, 2013 @FPIK UHO
101
Estimated Marginal Means of Karegenan Bobotbibit 42.00
50 75 100
Estimated Marginal Means
40.00
38.00
36.00
34.00
32.00
30.00
28.00
20
30
40
Jaraktanam
Gambar 12. Kandungan Karagenan Berdasarkan Interaksi Bobot Bibit dan Jarak Tanam. Produksi Rumput Laut Produksi kering rumput laut yang tertinggi pada jarak tanam 20 cm yaitu 350,11 g/tali gantung, kemudian jarak tanam 30 cm Produksi Kering (g)
4.
400
yaitu 225 g/tali gantung dan yang terendah pada jarak tanam 40 cm yaitu 206,55 g/tali gantung.
a b
300
c
200 100 0
20 1
30 2
40 3
Jarak Tanam (cm)
Gambar 13. Produksi Kering Rumput Laut K. Alvarezii pada perlakuan Jarak Tanam Hasil analisis Anova bahwa menunjukkan bahwa produksi kering untuk jarak tanam memberikan perbedaan yang nyata, pada jarak tanam 20 cm memiliki perbedaan nyata pada pada jarak tanam 30 dan
Jurnal Mina Laut Indonesia, 2013 @FPIK UHO
40 cm. Kemudian jarak tanam 30 cm memiliki perbedaan nyata pada jarak tanam 20 dan 40 cm begitu pula pada jarak tanam 40 cm berbeda nyata pada jarak tanam 20 cm dan 30 cm.
102
Produksi Kering (g)
400
c b
300
a
200 100 0
501
2 75
3 100
Bobot Bibit (g)
Gambar 14. Produksi Kering Rumput Laut K. alvarezii pada perlakuan Bobot Bibit. Berdasarkan hasil (Gambar 14) yang didapatkan menunjukkan bahwa produksi kering rumput laut yang tertinggi pada bobot bibit 100 g yaitu 336,22 g/tali gantung kemudian bobot bibit 75 g yaitu 264 g/tali gantung kemudian yang terendah pada bobot bibit 50 g yaitu 181,44 g/tali gantung. Hasil analisis Anova menunjukkan bahwa produksi kering untuk bobot bibit memberikan perbedaan yang nyata, pada
bobot bibit 50 g memiliki perbedaan nyata pada bobot bibit 75 dan 100 g. Kemudian bobot bibit 75 g memiliki perbedaan nyata pada bobot bibit 50 dan 100 g. Begitu pula pada bobot bibit 100 g berbeda nyata pada bobot bibit 50 dan 75 g.
Estimated Marginal Means of ProduksiKering Jaraktanam
500.00
Estimated Marginal Means
20 30 40 400.00
300.00
200.00
100.00 50
75
100
Bobotbibit
Gambar 15. Produksi Kering Berdasarkan Interaksi Jarak Tanam dan Bobot Bibit. Estimated Marginal Means of ProduksiKering Bobotbibit
500.00
Estimated Marginal Means
50 75 100 400.00
300.00
200.00
100.00 20
30
40
Jaraktanam
Gambar 16. Produksi Kering Berdasarkan Interaksi Bobot Bibit dan Jarak Tanam.
Jurnal Mina Laut Indonesia, 2013 @FPIK UHO
103
Produksi Basah (g/tali)
Hasil analisis sidik ragam berdasarkan interaksi Faktor A (jarak tanam) dan Faktor B (bobot bibit) (gambar 15.) menunjukkan bahwa nilai tertinggi produksi kering diperoleh pada jarak tanam 40 cm kemudian diikuti jarak tanam 30 cm dan yang terendah pada jarak tanam 20 cm. Berdasarkan interaksi Faktor B ( bobot bibit) dan Faktor A (jarak tanam) (gambar 16.) menunjukkan
3000
bahwa nilai produksi kering tertinggi diperoleh pada bobot bibit 100 g kemudian diikuti bobot bibit 75 g dan yang terendah pada bobot bibit 50 g. Interaksi Faktor A dan Faktor B yang ditunjukkan gambar 17 dan 18 menunjukkan interaksi positif. Berdasarkan analisis sidik ragam, interaksi Faktor A dan Faktor B tidak berbeda nyata.
a
2500 2000
b
c
30 2
3 40
1500 1000 500 0
201
Jarak Tanam (cm)
Gambar 17. Produksi Basah Rumput Laut K. alvarezii pada perlakuan Jarak Tanam.
Produksi Basah (g/Tali)
Hasil yang didapatkan (Gambar 17.) Produksi basah yang tertinggi pada jarak tanam 20 cm yaitu 2.714,44 g/tali gantung kemudian pada jarak tanam 30 cm yaitu 1.706,67 g/tali gantung dan yang terendah pada Jarak Tanam 40 cm yaitu 1.597,78 g/tali gantung. Hasil analisis Anova menunjukkan bahwa produksi basah untuk jarak tanam memberikan perbedaan yang nyata. Pada jarak tanam 20 cm memiliki perbedaan nyata pada jarak tanam 30 dan 40 cm. Kemudian jarak
tanam 30 cm memiliki perbedaan nyata pada jarak tanam 20 dan 40 cm. Begitu pula pada jarak tanam 40 cm berbeda nyata pada jarak tanam 20 dan 30 cm. Hasil yang didapatkan (Gambar 18.) Produksi basah yang tertinggi pada bobot bibit 100 g yaitu 2.642,22 g/tali gantung kemudian pada bobot bibit 75 g yaitu 2.007,78 g/tali gantung dan yang terendah pada bobot bibit 50 g yaitu 1398,89 g/tali gantung.
3000
c
2500
b
2000 1500
a
1000 500 0
50 1
75 2
100 3
Bobot Bibit (cm)
Gambar 18. Produksi Basah Pada Rumput Laut K. alvarezi pada perlakuan Bobot Bibit.
Jurnal Mina Laut Indonesia, 2013 @FPIK UHO
104
Estimated Marginal Means of PRODUKSIBASA JARAKTANAM
4000.00
JARAK TANAM 20 CM JARAK TANAM 30 CM JARAK TANAM 40 CM
Estimated Marginal Means
3500.00
3000.00
2500.00
2000.00
1500.00
1000.00 BOBOT BIBIT 50 gr
BOBOT BIBIT 75 gr
BOBOT BIBIT 100 gr
BOBOTBIBIT
Gambar 19. Produksi Basah Berdasarkan Interaksi Jarak Tanam dan Bobot Bibit. Estimated Marginal Means of PRODUKSIBASA BOBOTBIBIT
4000.00
BOBOT BIBIT 50 gr BOBOT BIBIT 75 gr BOBOT BIBIT 100 gr
Estimated Marginal Means
3500.00
3000.00
2500.00
2000.00
1500.00
1000.00 JARAK TANAM 20 CM JARAK TANAM 30 CM JARAK TANAM 40 CM
JARAKTANAM
Gambar 20. Produksi Basah Berdasarkan Interaksi Bobot Bibit dan Jarak Tanam. Hasil analisis Anova (gambar 18) menunjukkan bahwa produksi basah untuk bobot bibit memberikan perbedaan yang nyata, yaitu pada bobot bibit 50 g memiliki perbedaan nyata dengan bobot bibit 75 dan 100 g. Kemudian bobot bibit 75 g berbeda nyata dengan bobot bibit 50 g dan 100 g. Begitu pula dengan bobot bibit 100 g yang berbeda nyata dengan bobot bibit 50 dan 75 g. Hasil analisis sidik ragam berdasarkan interaksi Faktor A (jarak tanam) dan Faktor B (bobot bibit) (gambar 19.) menunjukkan bahwa nilai tertinggi Produksi Basah diperoleh pada jarak tanam 40 cm kemudian diikuti jarak tanam 30 cm dan yang terendah pada jarak tanam 20 cm. Berdasarkan interaksi Faktor B ( bobot bibit) dan Faktor A (jarak tanam) (gambar 20.) menunjukkan bahwa nilai produksi basah tertinggi diperoleh pada bobot bibit 100 g kemudian diikuti bobot bibit 75 g
Jurnal Mina Laut Indonesia, 2013 @FPIK UHO
dan yang terendah pada bobot bibit 50 g. Interaksi Faktor A dan Faktor B yang ditunjukkan gambar 21 dan 22 menunjukkan interaksi positif. Berdasarkan analisis sidik ragam, interaksi Faktor A dan Faktor B tidak berbeda nyata. 5. Kualitas Air Berdasarkan hasil penelitian yang didapat (tabel 3.) bahwa suhu yang diperoleh 29-30oC, salinitas berkisar antara 28-30 ppt, kecepatan arus diperoleh antara 0,45-0,82 cm/s, kecerahan mencapai 4-6 m, kedalaman lokasi penelitian mencapai 9 m pada saat pasang tertinggi sedangkan pada saat surut terendah kedalaman mencapai 7 m, untuk kondisi lokasi penelitian ini, memiliki perairan yang jernih dan keadaan subtratnya berupa lumpur berpasir. Kandungan Nitrat dan Fosfat yang diperolah masing-masing 0,0126-0,0299 mg/L dan 0,0197-0,0235 mg/L.
105
Tabel 2. Hasil pengukuran kualitas air selama penelitian No
Parameter
Satuan 0
Kisaran
1
Suhu
( C)
29-30
2
Salinitas
(ppt)
28-30
3 4
Kecepatan arus Kecerahan
(cm/s) (m)
0,45-0,82 4–6
5
Kedalaman
(m)
07-Sep
6 7
Nitrat Fosfat
(mg/L) (mg/L)
0,0126-0,0299 0,0197-0,0235
B. Pembahasan 1. Pertumbuhan Mutlak Nilai pertumbuhan mutlak rata-rata yang diperoleh dari penelitian dapat dilihat pada (Gambar 1) Faktor A tertinggi pada jarak tanam 40 cm yaitu 244,55 g, kemudian pada (Gambar. 2) Faktor B yang tertinggi pada perlakuan bobot bibit adalah pada perlakuan 100 g yaitu 277,46 g/rumpun. Hasil uji Tukey menunjukan bahwa perlakuan Jarak Tanam dan Bobot Bibit memiliki pengaruh yang nyata. Sesuai dengan pernyataan Indriani dan Sumiarsih (2003) mengemukakan bahwa pemenuhan unsur hara sangat mempengaruhi pertumbuhan rumput laut. Berdasarkan hasil penelitian ini, jarak tanam optimum yang di dapat untuk pertumbuhan mutlak rumput laut K. alvarezii dengan menggunakan metode vertikultur rawai yaitu pada jarak tanam 40 cm dengan nilai pertumbuhan mutlak sebesar 244,55 g/rumpun. Bobot bibit rumput laut K. alvarezii yang optimum pada bobot bibit 100 g sebesar 277,46 g. Jika dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Thamrin (2011) dengan jarak tanam 30 cm yaitu 130,741 g, hasil yang didapat pada penelitian ini lebih baik. Pertumbuhan mutlak rata-rata rumput laut K.alvarezii pada penelitian ini lebih tinggi dibanding dengan penelitian Asnawati (2010) yang dilakukan di Toli-toli dengan menggunakan metode longline pada bulan April – Mei 2010 dimana nilai pertumbuhan mutlak rata-rata tertinggi mencapai 150 g, dan lebih rendah dibandingkan dengan Penelitian Munaeni (2011) yang dilakukan di Desa Numana dengan menggunakan metode long line mencapai 282 g. Hal ini diduga karena adanya perbedaan lokasi dan metode budidaya yang digunakan
Jurnal Mina Laut Indonesia, 2013 @FPIK UHO
Pertumbuhan Mutlak tertinggi pada berat bibit awal yang 100 g dan terendah pada berat bibit awal 50 g. Pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian Asmawati (2010) dengan menggunakan metode long line yang juga dilakukan di perairan pantai Desa Toli-Toli.Pertumbuhan mutlak yang tertinggi diperoleh pada berat bibit awal 150 g, ini diduga karena adanya perbedaan berat bibit awal, hal ini karena rumput laut berkembang secara vegetatif dan pertambahan beratnya dipengaruhi oleh pertumbuhan tunas. Pada intensitas cahaya matahari yang sangat rendah, pertumbuhan rumput laut sangat lambat, karena tidak dapat melakukan fotosintesis secara sempurna (Sugiarto 1986 dalam Yusuf 2004). Pernyataan tersebut terbukti pada pertumbuhan rumpun rumput laut yang paling bawah ( pada kedalaman 2 2,5 m ) lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan rumpun rumput laut yang paling teratas ( pada kedalaman 0,5 m dari permukaan ). Penelitian Pong-Masak (2010) untuk metode vertikultur batas kedalaman optimal 5 m. Hal tersebut sesuai dengan penelitian menggunakan metode vertikultur dengan kedalaman 2 m cahaya matahari masih dapat menembus hal ini sesuai dengan tingkat kecerahan penelitian yang masih mendukung yaitu 2,5- 3m. Berdasarkan pernyataan Prihaningrum dkk. (2001) bahwa pertumbuhan rumput laut sangat dipengaruhi oleh jarak ikat bibit yang berhubungan dengan persatuan luas lahan, dimana semakin luas jarak tanam maka semakin luas lalu lintas pergerakan air. Pernyataan tersebut sesuai dengan hasil penelitian ini bahwa semakin luas jarak tanam berarti semakin bagus pertumbuhan. Berdasarkan penelitian, jarak tanam yang optimal didapatkan pada jarak 40 cm. 106
Kisaran suhu pada lokasi budidaya yaitu 31-32oC masih dapat ditolerir oleh rumput laut dalam proses pertumbuhan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Afrianto dan Liviawaty (1993), bahwa rumput laut tumbuh dan berkembang dengan baik pada perairan yang memiliki kisaran suhu 26-330C, hal tersebut masih dapat ditolerir oleh rumput laut. Salah satu faktor yang juga mempengaruhi pertumbuhan dari rumput laut K. alvarezii adalah adanya nitrogen (N) dan posfor (P) dalam suatu perairan. Nitrat yang didapatkan pada akhir penelitian 0,0126 mg/l dan fosfat 0,0438 mg/l yang dimana nilai tersebut dapat ditolerir oleh rumput laut pada perairan budidaya yang dapat merangsang pertumbuhan dari rumput laut sesuai dengan pernyataan Effendi (1997) bahwa kadar nitratnitrogen pada perairan alami biasanya jarang melebihi 0,1 mg/l. Kadar nitrat yang melebihi 5 mg/l menggambarkan terjadinya pencemaran. Unsur nitrogen dapat merangsang pembentukan thallus kemudian N dan P digunakan sebagai faktor pendukung bagi rumput laut dalam melakukan proses fotosintesis sehingga dapat merangsang pertumbuhan dari rumput laut yang berada pada permukaan air, 2. Laju Pertumbuhan Spesifik Rata-rata LPS untuk setiap Faktor A dan Faktor B selama masa pemeliharaan selama 45 hari, hasil analisis ragam menunjukkan adanya perbedaan signifikan pada perlakuan jarak tanam. LPS pada perlakuan jarak tanam hari ke 45 menunjukkan bahwa perlakuan jarak tanam berbeda nyata yaitu jarak tanam 20 cm dan 30 cm berbeda nyata dengan jarak tanam 40 cm, akan tetapi jarak tanam 20 dan 30 cm tidak berbeda nyata. Nilai LPS tertinggi pada perlakuan jarak tanam yaitu pada jarak 40 cm dengan nilai 4,0338 %, sedangkan pada perlakuan bobot bibit nilai tertinggi diperoleh pada bobot bibit 100 g Namun demikian, jarak tanam rumput laut yang baik untuk metode vertikultur yaitu 40 cm dan dengan bobot bibit 100 g . Hal tersebut sesuai dengan pendapat Sudjiharno (2001) Jarak tanam berhubungan dengan persatuan luas lahan, semakin luas jarak tanam akan semakin luas lalu lintas pergerakan air yang membawa unsur hara sehingga pertumbuhan rumput laut dapat meningkat. Prihaningrum dkk. (2001) menambahkan Jurnal Mina Laut Indonesia, 2013 @FPIK UHO
bahwa pertumbuhan rumput laut sangat dipengaruhi oleh jarak ikat bibit yang berhubungan dengan persatuan luas lahan, dimana semakin luas jarak tanam maka semakin luas lalu lintas pergerakan air juga dapat menghindari terkumpulnya kotoran pada thallus yang akan membantu pengudaraan sehingga proses fotosintesis yang diperlukan untuk pertumbuhan rumput laut dapat berlangsung dengan baik. Hung et al. (2008) yang menyatakan bahwa varietas cokelat lebih bagus laju pertumbuhannya yakni 3,5-4,6 %/hari, lalu diikuti oleh varietas merah dimana LPSnya yaitu 3,6-4,4 %/hari dan varietas hijau yakni 3,7-4,5 %/hari. 3. Kandungan Karagenan Kandungan karagenan rata-rata rumput laut tertinggi diperoleh pada jarak tanam 40 cm yaitu 40,2331 % sedangkan untuk bobot bibit nilai tertinggi diperoleh pada bobot bibit 100 g yaitu 36,8549 % walaupun perlakuan bobot bibit 50 g, 75 g dan 100 g kandungan karagenannya tidak berbeda nyata. Sedangkan hasil penelitian Thamrin (2011) tertinggi pada jarak tanam 15 cm 33,368 %. Hasil tersebut dilihat bahwa rumput laut merah memiliki kadar karagenan yang lebih kecil dibandingkan dengan coklat dan hijau. Hal tersebut berbeda dengan penelitian Asnawati (2010) Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan metode long line didapatkan rata-rata kandungan karagenan yang tertinggi pada perlakuan ditemukan pada kedalaman 80 cm yaitu 49,10%. Terjadinya perbedaan karagenan diduga karena adanya perbedaan varietas. Hal ini dikatakan pula oleh Muñoz et al. (2004) bahwa karagenan tertinggi pada rumput laut warna hijau yaitu 40,7%, lalu warna cokelat yaitu 37,5% dan kemudian warna merah yaitu 32,7 %. Ohno et al., 1994; 1996; HurtadoPonce, 1995; Hayashi et al., (2007) mengatakan bahwa perbedaan kadar karagenan dapat disebabkan oleh varietas atau spesies serta bahan mentah ekstraksi, semirefined karagenan, refined karagenan. Selanjutnya Wakibia et al. (2006) dalam Asnawati (2010) mengemukakan bahwa kadar karagenan dipengaruhi oleh musim dan lokasi penanaman rumput laut. West (2001) menambahkan bahwa jumlah karagenan bervariasi sesuai dengan faktor-faktor ekologis seperti cahaya, nutrisi, suhu, selain itu
107
dipengaruhi kandungan air pada saat pengeringan. Sesuai dengan pernyataan Supit (1989) dalam Kasmah (2002) bahwa dalam tunas-tunas yang muda persentase karagenan lebih kecil dibandingkan dengan persentase pada thallus yang sudah tua. Wakibia et al. (2006) dalam Asnawati (2010) mengemukakan bahwa kadar karagenan dipengaruhi oleh musim dan lokasi penanaman rumput laut. Sesuai pendapat Freile-Pelegrin et al. (2006), yang menyatakan bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kualitas karagenan adalah benda asing, musim, cahaya, nutrien, suhu dan salinitas yang dapat menurunkan kualitas dari rumput laut. Jumlah dan kualitas karagenan yang berasal dari budidaya laut bervariasi, tidak hanya berdasarkan varietas, tetapi juga umur tanaman, sinar, nutrien, suhu dan salinitas. Sulistijo dan Atmadja (1996) menambahkan bahwa pertumbuhan rumput laut berkorelasi dengan kandungan karagenannya, dimana saat pertumbuhan tinggi kandungan karagenan menurun. Hal ini disebabkan karena Eucheuma sp. mempunyai 2 fase siklus kehidupan yaitu fase vegetatif dan generatif. 4. Produksi Selama 45 hari pemeliharaan diperoleh hasil produksi kering yang tertinggi untuk perlakuan Jarak Tanam (Faktor A) adalah 350,111 g/tali gantung yaitu pada jarak tanam 20 cm dan untuk perlakuan Bobot Bibit (Faktor B) produksi yang tertinggi adalah 336,22 g/tali gantung yaitu pada bobot bibit 100 g. Sedangkan untuk produksi basah tertinggi untuk perlakuan Jarak Tanam (Faktor A) adalah 2714,44 g/tali gantung yaitu pada jarak tanam 20 cm dan produksi basah yang tertinggi untuk perlakuan Bobot Bibit (Faktor B) adalah 2642,22 g/tali gantung) yaitu pada bobot bibit 100 g. Hal ini disebabkan karena dengan penggunaan jarak tanam 20 cm maka jumlah rumpun yang diperoleh dalam setian unit tali gantung akan lebih banyak jika dibanding dengan menggunakan jarak tanam 30 cm dam 40 cm. Tingginya produksi rumput laut untuk perlakuan bobot bibit yaitu pada penggunaan bobot bibit 100 g, hal ini dikarenakan bobot bibit 100 g adalah bobot bibit awal yang tertinggi. Dimana hal ini dapat pula dilihat Jurnal Mina Laut Indonesia, 2013 @FPIK UHO
pada pertumbuhan yang berbeda pada jarak tali gantung yaitu pertumbuhan untuk jarak tali gantung 75 cm lebih tinggi dari pertumbuhan jarak tali gantung 50 dan 100 cm begitupula dengan jarak tanam 15 cm yang lebih tinggi daripada jarak tanam 20, 25 dan 30 cm. Produksi jarak tanam 15 cm lebih optimal baik produksi basah maupun kering diduga karena jumlah bibit yang ada pada jarak 15 cm lebih banyak kemudian kondisi pada saat penjemuran yang sangat mempengaruhi dimana penjemuran yang dilakukan adalah penjemuran dengan menggunakan metode tali gantung. Dilihat dari hasil penelitian ini bahwa perlakuan jarak tanam yang produktif untuk produksi basah yaitu pada jarak tanam 20 cm (2714,44 g/tali gantung) dan untuk produksi kering yaitu pada jarak tanam 20 cm (350,111 g/tali gantung). Selain memiliki tingkat produksi yang tinggi, pertumbuhan yang tinggi juga memiliki tingkat karagenan yang optimal. Jika dibandingkan dengan penelitian Asnawati (2010) dengan menggunakan metode long line produksi yang didapatkan khususnya varietas merah yang tertinggi mencapai 1,82 kg/m2, maka hasil prodiksi rumput laut penelitian ini lebih tinggi. Menurut Porse (1985), rumput laut merupakan salah satu organisme laut yang membutuhkan ruang dalam oksigen untuk proses respirasi, sirkulasi air yang baik sebagai penentu utama dalam daya dukung produksi. Berdasarkan konsep tersebut maka dalam membudidayakan rumput laut diperlukan penataan ruang untuk meghindari kompetisi dalam mendapatkan oksigen dan penyerapan unsur hara demi keberlanjutan usaha budidaya. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa untuk melakukan budidaya dengan memperoleh hasil yang lebih optimal dapat disesuaikan dengan pemanfaatan lahan, dimana pemanfaatan lahan dengan menggunakan metode vertikultur yang lebih efektif dan dapat menghasilkan nilai produksi yang baik yaitu meggunakan jarak tanam 20 cm dan dengan bobot bibit 100 g. Sesuai dengan penelitian Pong-Masak (2010) bahwa panen dari metode vertikultur lebih besar 5 kali lipat dibanding dengan metode lain. Hasil produksi rumput laut yang dibudidayakan dengan vertikultur pada penelitian ini diketahui bahwa jarak tanam 20
108
cm dan bobot bibit 100 g dapat memperoleh produksi yang optimum. 5. Kualitas Air Pengukuran kualitas air dalam penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kisaran kualitas air yang masih ditolerir dan dapat mendukung kehidupan dan pertumbuhan rumput laut K. alvarezii. Azanza-Corrales et al., 1996 bahwa akibat-akibat dari pergerakan air mempengaruhi dan dipengaruhi oleh suhu, cahaya dan nutrisi. Data kualitas air yang diperoleh pada saat penelitian yaitu suhu air mencapai 29-30oC. Hal ini sesuai dengan pendapat Kordi (2010), bahwa suhu air yang cocok untuk rumput laut Eucheuma antara 2030oC. Dengan data suhu yang didapatkan pada saat penelitian (29-30oC) maka masih dapat ditolerir oleh rumput laut (K. alvarezii). Selanjutnya Sulma dan Manoppo (2008) menambahkan bahwa suhu yang baik untuk pertumbuhan rumput laut adalah 24-30oC. Kesuburan rumput laut juga dipengaruhi oleh salinitas perairan. Kemampuan rumput laut dalam mentolerir salinitas perairan berbeda-beda tergantung dari jenis rumput laut itu sendiri. Hal ini sesuai dengan pernyataan Aslan (1998) bahwa kemampuan rumput laut mentolerir salinitas tergantung jenisnya. Selama penelitian berlangsung kisaran salinitas yaitu 28-30 ppt. Kordi (2010) juga menambahkan bahwa kualitas air yang cocok untuk rumput laut Eucheuma adalah salinitas 29-34 ppt. Sedangkan menurut Sudradjat (2008) mengemukakkan bahwa K. alvarezii merupakan rumput laut yang tidak tahan terhadap kisaran kadar garam yang tinggi (stenohaline). Kadar garam yang sesuai untuk pertumbuhannya berkisar 28-35 ppt Sulistijo (1985) dalam Rahim (2009) dalam budidaya rumput laut pada kedalaman antara 0-30 cm dan 60-200 cm, pertumbuhan rumput laut masih berlangsung cukup baik. Hal ini sependapat dengan (Doty, 1988 dalam Yusuf, 2004), menyatakan bahwa faktor kedalaman berhubungan erat dengan stratifikasi suhu secara vertikal, penetrasi cahaya matahari, densitas, kandungan oksigen dan unsur-unsur hara. Selanjutnya berdasarkan penelitian Pong-masak (2010) menambahkan bahwa metode vertikultur masih bisa dimanfaatkan diperairan dengan kedalaman tidak lebih dari 5 m. Jurnal Mina Laut Indonesia, 2013 @FPIK UHO
Kecerahan air laut yang diperoleh selama penelitian yaitu mencapai kedalaman 4-6 m. Tingkat kejernihan air diukur dengan penampakan kecerahan yang mencapai kedalaman 5 meter atau lebih. Meskipun demikian kondisi yang ideal dengan angka transparansi minimal sekitar 1,5 m. Kecerahan air yang baik untuk pertumbuhan rumput laut adalah 1 - 5 m (Ditjenkanbud, 2005). Hal ini didukung oleh Indriani dan Sumiarsih (2003) yang mengemukakan bahwa ada batas-batas tertentu untuk kejernihan air, kejernihan air kira-kira sampai batas lima meter atau batas sinar matahari bisa menembus air laut. Selanjutnya Sulistidjo dan Atmadja (1979) dalam Yusuf (2004) mengemukakan bahwa perairan yang dimanfaatkan dalam budidaya rumput laut haruslah jernih sepanjang tahun, terhindar dari pengaruh sedimentasi, dimana tingkat kejernihan air diukur dengan kecerahan yang mencapai kedalaman lima meter atau lebih. Selama penelitian kadar unsur hara nitrat berkisar 0,0126-0,0299 mg/L, sedangkan kadar fosfat yang didapat berkisar 0,01970,0235 mg/L. Dalam lokasi penelitian kandungan unsur hara masih dapat ditolerir untuk pertumbuhan rumput laut, hal ini sesuai yang dikatakan Effendi (1997) bahwa kadar nitrat-nitrogen pada perairan alami biasanya jarang melebihi 0,1 mg/L. Kadar nitrat yang melebihi 5 mg/L menggambarkan terjadinya pencemaran antropogenik yang berasal dari aktivitas manusia dan tinja hewan. Kepmen No. 51/MENKLH (2004) dalam Munaeni (2011) bahwa kisaran nilai nitrat untuk budidaya rumput laut adalah 0,1 - 0,7 mg/L tergolong sangat baik; 0,01-<0 mg/L tergolong baik dan <0,01 mg/L kurang baik. Selanjutnya menurut Yusuf (2004) kadar fosfat untuk kelangsungan hidup rumput laut berkisar antara 0,1–3,5 mg/L. Menurut Edward dan Sediadi (2001) bahwa kadar fosfat diperairan yang cukup subur berkisar 0,07-1,61 mg/L. Menurut Kepmen No. 51/MENKLH (2004) dalam Munaeni (2011) bahwa kisaran nilai fosfat untuk budidaya rumput laut adalah 0,1 - 0,2 mg/L tergolong sangat baik; 0,02 - <0,1 mg/L tergolong baik dan <0,02 mg/L kurang baik. Chu, 1943; Wardoyo (1975) dalam Ariyati dkk. (2007) menambahkan bahwa apabila dalam air laut terdapat fosfat minimal 0,01 ppm, maka laju pertumbuhan kebanyakan biota air tidak mengalami
109
hambatan. Namun, bila kadar fosfat turun dibawah kadar kritis tersebut, maka laju pertumbuhan sel akan semakin menurun. Hal tersebut diperkuat oleh pendapat Gerking (1978) dalam Ariyati dkk. (2007) bahwa nitrat, fosfat, dan silikat dalam jumlah atau rentang tertentu adalah faktor pembatas (limiting factors) yang sangat dibutuhkan untuk pembentukan protoplasma biota air. Kecepatan arus selama penelitian berkisar 0,45 - 0,82m/s. Pergerakan air mempengaruhi bobot, bentuk thallus dan produksi bahan-bahan hidrokoloid Eucheuma (Doty 1987). Gerakan air (arus) yang baik untuk pertumbuhan rumput laut antara 20 – 40 cm/s (Indriani dan Sumiarsih 1991). Atmadja (1996) kecepatan arus untuk lokasi budidaya Eucheuma sp. adalah 0,33-0,66 m/s. Walaupun demikian, kecepatan arus selama penelitian masih menunjang pertumbuhan rumput laut. Simpulan Kesimpulan dari penelitian ini adalah : 1. Pertumbuhan mutlak tertinggi pada perlakuan jarak tanam 40 cm 244,55 g/rumpun, kemudian pada perlakuan bobot bibit yaitu 100 g yaitu 277,46 g/rumpun. 2. Laju pertumbuhan spesifik pada hari ke 45 yang tertinggi pada perlakuan jarak tanam 40 cm yaitu 4,03 % dan perlakuan bobot bibit tertinggi pada bobot bibit 100 g yaitu 4,50 %. 3. Kandungan karagenan rumput laut K. alvarezii yang tertinggi diperoleh pada jarak tanam 40 cm yaitu 40,23 % dan pada perlakuan bobot bibit 100 g yaitu 36,85 %. 4. Produksi kering tertinggi diperoleh pada jarak tanam 20 cm yaitu 350,11 g/tali gantung dan pada bobot bibit 100 g yaitu 336,22 g/tali gantung. 5. Produksi basah tertinggi diperoleh pada jarak tanam 20 cm yaitu 2.714,44 g/tali gantung dan bobot bibit 100 g yaitu 2.642,22 g/tali gantung. Persantunan Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat Ir. Abdul Rahman, M.Si selaku pembimbing I dan Wa Iba, S.Pi.,M.App.Sc selaku pembimbing II serta Prof. Dr. Ir. La Ode Muh. Aslan, M.Sc selaku Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu
Jurnal Mina Laut Indonesia, 2013 @FPIK UHO
Kelautan Universitas Haluoleo karena atas motivasi dan bantuan yang diberikan kepada saya sehingga saya dapat menyelesaikan jurnal ini. Daftar Pustaka Afrianto, E dan Liviawaty E., 1993. Budidaya Laut dan Cara Pengolahannya. Bharata. Jakarta. 115 hlm Anggadiredja J., Zatnika T., Purwoto A., Istini H., S., 2006. Rumput Laut. Penebar Swadaya. Jakarta. 147 hlm. Anonim, 2010a. Budidaya Rumput Laut. .http//www.situshijau.co.id/budidaya.ru mput.laut. Diakses Tanggal 25 April. 1 hlm Ask E.L., and Azanza R.V., 2002. Advances in cultivation technology of commercial eucheumatoid species, a review with suggestions for future research. Aquakultur. 206: 257-277. Aslan, L. M., 1998. Budidaya Rumput Laut. Kanisius. Yogyakarta. 89 hlm. Asmawati, 2010. Pengaruh Jarak Tanam Bibit Yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan dan Kadar Karaginan Rumput Laut Varietas Cokelat (Kappaphycus alvarezii) Dengan Metode Long Line Di Desa Toli-Toli Kecamatan Lalonggasumeeto Kabupaten Konawe. 49 hlm. Asnawati, S., 2010. Pengaruh Jarak Kedalaman Tali Ris Yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan dan Kadar Rumput Laut Varietas Merah (Kappaphycus Alvarezii) Dengan Metode Long Line Di Desa Toli-Toli Kecamatan Lalonggasmeeto Kabupaten Konawe. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unhalu. Kendari. 49 hlm Atmadja, W., S., 1996. Apa Rumput Laut itu Sebenarnya?. Divisi Penelitian dan Pengembangan Seaweed. Kelompok Study Rumput laut Kelautan. UNDIP. Semarang. 53 hlm. Birowo, S., 1991. Sifat Oseanografi Permukaan Laut. Di dalam : Kondisi Lingkungan Pesisit dan Laut Di Indonesia. Proyek Penelitian Masalah Pengembangan Sumberdaya Laut dan Percemaran Laut. Jakarta : Lembaga Oseanologi Nasional dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LON-LIPI). 96 hlm. BPPT Bidang Teknologi Pengembangan Sumberdaya Alam, 2010. Eksistensi Rumput laut Indonesia. http://www.bppt.co.id/eksistensirumput-laut-indonesia. Diakses Tanggal 27 April 2011. Hlm 2. 110
Dawes, C.J., Lluis, A.O., Trono, G.C., 1994. Laboratory and field growth studies of commercial stains of Eucheuma denticulatus and Kappaphycus alvarezii in the Philippines. J. Appl. Phycol. 6 : 21 – 24 Direktorat Jendral Perikanan Budidaya, 2005. Petunjuk Teknik Budidaya Rumput Laut. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta. 35 hlm. Direktorat Jenderal Produksi Perikanan Budidaya, 2006. Petunjuk Teknis Budidaya Rumput Laut Eucheuma spp. Direktorat Jendera Perikanan dan Ilmu Kelautan. Jakarta. 30 hlm. Effendi, I., 1997. Analisi Data Pertumbuhan Rumput Laut. Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor. 76 hlm. ., 2000. Telaah Kualitas Air : Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor. 83 hlm. ., 2003. Telaah Kualiatas Air. Kanisius. Jogyakarta. 105 hlm. Edward dan Sediadi, 2001. Pemantauan Kondisi Hidrologi di Perairan Raha, pulau Muna Sulawesi Tenggara Dalam Kaitannya dengan Budidaya Rumput Laut. Jakarta : Lembaga Oceanologi Nasional dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LON-LIPI). 213 hlm. Freile-Pelegrin Y, Robledo D, Azamar J.A. 2006. Caragenan of Eucheuma Isiforme conditions. Botonica Marina 49:65-71. Gaspersz .V., 1994., Metode Perancangan Percobaan ; untuk Ilmu – Ilmu Pertanian, Ilum – Ilmu Tekhnik dan Biologi. CV. Armico. Bandung. 89 hlm. Hayashi L., Oliveira E.C., Lhonneur G.B., Baulenguer P., Pereira R.T.L., Sechendorff R.V., Shimoda V.T., Leflamand A., Vallee P., and Critchley A.T., 2007. The effects of selected cultivation condition on the carrageenan characteristics of Kappaphycus alvarezii in Ubatuba Bay, Sao Paulo, Brasil. Jornal of Applied Phycology. 19: 505-511. Hung, D.L., Kanji, H., H. Q. Nang., T. Kha., L.T. Hoa. 2008. Seasonal changes in growth rate, carrageenan yield and lectin content in the red alga Kappaphycus alvarezii cultivated in Camranh Bay, Vietnam. journal Appl Phycol. 21:265– 272 Jurnal Mina Laut Indonesia, 2013 @FPIK UHO
Hurtado A.Q., 1995. Caarageenan properties and proximate composition of three morphotypes of Kappaphycus alvarezii Doty (Gigartinales Rhodophyta) grown at two depths. Bot Mar. 38: 215-219. Hurtado A.Q., Agbayani R.F., Sanares R., and Mallare T.R.D.C., 2008. The seasonality and economic feasibility of cultivating Kappaphycus alvarezii in Panagatan, Caluya, Antique, Philipines. Aquaculture. 199 : 295-310. Indriani, H dan Suminarsih, E. 2001. Budidaya, Pengolahan, dan Pemasaran Rumput Laut. Penebar Swadaya. Jakarta. 78 hlm. Indriani, H. dan Emi Sumiarsih, 2003. Budidaya, Pengelohan dan Pemasaran Rumput Laut. Penebar Swadaya. Jakarta. 89 hlm. Kordi, M., G., 2008. Budidaya Perairan. Buku Kesatu. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung. 444 hlm. Kordi. 2010. A to Z Budidaya Biota Akuatik untuk Pangan, Kosmetik dan Obat-obatan. Lily Publisher. Yogyakarta. 87 hlm Kune, S., 2007. Pertumbuhan rumput laut yang dibudidaya bersama ikan Baronang. Jurnal Agrisistem, Vol. 3 No.1. 7-9. Kurniastuty, P. Hartono dan Muawanah, 2001. Hama dan Penyakit Rumput Laut. Dep Kelautan dan Perikanan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Balai Budidaya Laut. Lampung. 69 hlm. Mubarak, H.S., Ilyas, N. Ismail, I. Wahyuni, S.T., Hartati E., Pratiwi Z., Jangkarru dan R. Arifuddin., 1994. Petunjuk Tekhnis Budidaya Rumput Laut.Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Badan Penelitian Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. Jakarta. 20 Hlm. Munaeni,W.D. 2011. Pertumbuhan dan kandungan karaginan beberapa jenis rumput laut kappaphycus alvarezii dengan warna thallus berbeda yang dipelihara pada perairan berkarang. Skripsi.FPIK. UNHALU. Kendari. 47 hlm. Muñoz J., Freile-Pelegrin, Y., Robledo, D., 2004. Mariculture of Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) Color Strains In Tropical Waters of Yucatan, Mėxico. Aquaculture 239: 161-171. Neish, I., C., 2003. The ABC of Eucheuma Seaplant Production. Agronomy, Biology, and Crop-handling of Betaphycus, Eucheuma and Kappaphycus the Gelatinae, Spinosum and Cottonii of Commerce. SuriaLink Infomedia. Hlm 2-4. Ohno, M., Largo, D.B Ikurnoto, T., 1994. Growth rate, carragenan yeld and gel properties 111
of culture kappa carrageneenan producing red alga Kappaphycus.137 hlm. Ohno M., Nang H.Q., Hirase S., 1996. Mariculture of Kappaphycus alvarezii color strains in tropical waters of Yucatan, Mexico. zzjournal of Applied Phycology. 8: 431-437. Patadjai, R., S., 2007. Pertumbuhan Produksi dan Kualitas Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Pada Berbagai Habitat Budidaya Yang Berbeda. Program Pasca Sarjana. Universitas Hasanuddin. Makassar. 57 hlm Paula E.J and Pereira R.T.L., 2003. Factors affecting growth rates of Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex P. Silva (Rhodophyta Solieriaceae) in subtropical waters of Sao Paulo State, Brazil. Proceedings of the XVII International Seaweed Symposium. Oxford University Press. New York. 381-388. Pong-masak, R.P., 2010. Panen 10 Kali Lipat dengan Vertikultur. Majalah TROBOS Edisi Juni 2010. Diakses 18-09-2010. Hlm 1. Prihanigrum, A., M. Meiyana dan Evalawati. Tahun 2001, Biologi Rumput laut; Teknologi Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii). Petunjuk Tekhnis. Departemen Kelautan dan Perikanan. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Balai Budidaya Laut. Lampung. 32 hlm. Rahim, A.R. 2009. Pengaruh Perubahan Kedalaman Tali Ris Yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan Dan Kadar Karagenan Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) Dengan Metode Long Line Di Desa Toli-Toli Kecamatan Soropia Kabupaten Konawe. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Haluoleo. Kendari. 43 hlm Rani, 2010. Budidaya Rumput Laut Dengan Metode Vertikultur. Trobos : Edisi Juni 2010. Jakarta. Hlm 2-4. Rasjid, F., M. Firdaus., S. Pudu., Dahya., Idris., Herman dan Subandi., 2001. Budidaya rumput laut (Eucheuma cottonii) Dengan Sistem Rakit Cara Tanam Legowo 6. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Kendari. 6 hlm. Romimohtarto, K., dan Juwana, S., 2001. Biologi Laut. Djambatan. Jakarta. 326 hlm. Sediadi, A., dan Budihardjo, 2000. Rumput Laut Komoditas Unggulan. Grasindo. Jakarta. 65 hlm. Jurnal Mina Laut Indonesia, 2013 @FPIK UHO
SNI, 01-26-1998. Rumput Laut Kering Direktorat Jenderan Perikanan dan Ilmu Kelautan. Jakarta. 23 hlm. Sudjiharno, 2001. Teknologi Budidaya Rumput Laut. Balai Budidaya Laut. Lampung. 91 hlm. Sudradjat, A. 2008. Budidaya 23 Komoditas Laut Menguntungkan. Penebar Swadaya, Jakarta. 153 hlm. Sulistidjo, dan Atmadja, W.S. 1996. Pengenalan Jenis Algae Merah. Di dalam: Pengenalan Jenis-jenis Rumput Laut Indonesia. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan. 105 hlm. Sulma, S., dan Manoppo, A., 2008. Kesesuaian Fisik Perairan Untuk Budidaya Rumput Laut di Perairan Bali Menggunakan Data Pengindraan Jauh. Pusat Pengembangan Pemanfaatan dan Teknologi Pengindraan Jauh LAPAN. PIT MAPIN XVII, Bandung. 57 hlm. Thamrin, N. A., 2011. Pengaruh Jarak Tanam dan Jarak Tali Gantung Terhadap Pertumbuhan dan Kadar Karagenan Rumput Laut K. alvarezii Varietas Coklat. FPIK. Unhalu. Kendari. 69 hlm. Tjaronge, M.dan Pong-Masak P. R., 2007. Karakteristik kandungan nutrien lingkungan perairan bagi pertumbuhan rumput laut, Eucheuma sp pada lokasi berbeda di Sulawesi Selatan. Laporan Penelitian Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau. Maros, 12 hlm. Wakibia J.G, Bolton J..J, Keats D.W, Raitt L..M. 2006. Seasonal changes in carrageenan yield and gel properties in three commercial eucheumoids grown in Southern Kenya. Botonica Marina 49:208-205. West, J., 2001. Agarophytes and Carrageenophytes. University of California, Berkeley. 28:286-287. Yayasan manikaya Kauci, 2000. Tata Niaga Rumput Laut Nusa Penida : Benturan Kepentingan Rakyat dan Pengusaha Pariwisata Lingkungan Pesisir. http://www.manikaya.terranet.or.id. Diakses Tanggal 25 April 2011. Hlm 6. Yusuf M.I. 2004. Produksi, Pertumbuhan dan Kandungan Karaginan Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty (1998) yang Dibudidayakan Dengan Sistem Air Media dan Tallus Benih Yang Berbeda. (Disertasi) Program Pasca Sarjana Universitas Hasanudin, Makassar. 69 hlm.
112