Jurnal Mina Laut Indonesia
Vol. 01 No. 01
(104 – 111)
ISSN : 2303-3959
Pertumbuhan Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) dan Ikan Baronang (Siganus guttatus) yang Dibudidayakan Bersama di Keramba Tancap Growing of Seaweed (Kappaphycus alvarezii) and Rabbit Fish (Siganus gutatus) Policultured in Fixed Cage La Ode Faisal *), Rahmad Sofyan Patadjai **), dan Yusnaini ***) Program Studi Budidaya Perairan FPIK Universitas Haluoleo Kampus Hijau Bumi Tridharma Kendari 93232 e-mail: *
[email protected] , **
[email protected] , ***
[email protected]
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat makan ikan baronang (S. guttatus) terhadap rumput laut (K. alvarezii), pertumbuhan serta produksi rumput laut dan ikan baronang yang dibudidayakan bersama di karamba tancap. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 22 Desember 2011 sampai dengan tanggal 15 Maret 2012 atau selama 84 hari di Desa Leppe Kecamatan Soropia, Konawe, Sulawesi Tenggara. Variabel yang diamati adalah pengamatan visual, pertumbuhan mutlak, produksi dan kualitas air. Analisis data terhadap peubah pertumbuhan dan produksi rumput laut dan ikan baronang masing-masing perlakuan digunakan uji T - Test. Ikan baronang S. guttatus memakan rumput laut K. alvarezii dengan cara memotong ujung – ujung thallus dan menguliti thallus pangkal atau batang thallus. Kondisi ini banyak ditemukan pada rumput laut di kedalaman 75 cm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan serta produksi rumput laut dan ikan baronang pada periode pertama masih seimbang. Pertumbuhan terbaik ialah perlakuan 27 rumpun rumput laut dan 5 ekor ikan baronang yaitu sebesar 49,63 g dan produksinya 1,340 kg/m2 untuk rumput laut dan 52,47 g serta produksi 0,2623 kg/m 2 untuk ikan baronang. Pada periode kedua, pertumbuhan rumput laut tidak mampu mengimbangi daya konsumsi ikan baronang sehingga menyebabkan penurunan produksi. Pada perlakuan 9 rumpun rumput laut dengan 5 ekor ikan baronang, rumput laut menyusut hingga 39,63 g dari bobot awal dengan produksi -0,357 kg/m2 dan pertumbuhan ikan baronang sebesar 36,80 g dengan produksi 0,1840 kg/m2 . Pertumbuhan dan produksi terbaik pada perlakuan 27 rumpun rumput laut dan 5 ekor ikan baronang yaitu sebesar 51,37 g dan produksinya 1,340 kg/m2. Sementara ikan baronang pertumbuhannya adalah 51,47 g dan produksinya 0,2623 kg/m2. Kata kunci: K. alvarezii, S. guttatus, pengamatan visual, pertumbuhan mutlak, produksi. Abstract Feeding habits of rabbit fish (S. guttatus) to seaweed (K. alvarezii), growth and production of K. alvarezii polycultured with rabbitfish for 84 days from December 2011-March 2012 were calculated. The study was conducted in Leppe, Soropia Konawe Regency, Southeast Sulawesi. Growth, production and feeding habits of rabbitfish were also determined. T-test was selected to analyze influnce of treatment on growth and production of the species. Rabbitfish began fedding on the tip or body parts of K. alvarezii thallus and peeling the parts. This condition was typically monitored in a depth of 75 cm. Results showed that growth and production of both K. alvarezii and rabbitfish were balanced in the first period. K. alvarezii growth was best recorded in stocking density of 27 strings of seaweed combined with 5 individuals of fish that reaching 49.63 g and producing 1.340 kg/m2, while fish growth and production achieving 49.63 g and 0.2623 kg/m2. However, in second period, K. alvarezii growth was unable to balance food consumption rate for fish leading to decrease in production. There was decrease in K. alvarezii growth at the stocking density of 9 strings of seaweed combined with 5 individuals of fish by 39.63 g from initial weight and producing -0.357 kg/m2, while fish growth and production were only 36.80 and 0.1840 kg/m2. The best growth of K. alvarezii were monitored at the stocking density combined with 27 strings of saweed and 5 individuals of fish reaching 51.37 g and it produced 1.340 kg/m2. Meanwhile, growth and production of the fish were 51.7 g and 0.2623 kg/m2. Key words: K. alvarezii, S. guttatus, visual observation, absolute growth, production.
104 Jurnal Mina Laut Indonesia, Januari 2013 @FPIK UNHALU
Pendahuluan Rumput laut merupakan salah satu komoditas perikanan yang diandalkan dalam program revitalisasi perikanan. Sebagai bahan dasar penghasil agar, alginate dan karaginan rumput laut sangat laku di pasaran baik dalam negeri maupun ekspor. Salah satu jenis rumput laut yang banyak dibudidayakan ialah rumput laut jenis Kappaphycus alvarezi (Amin dkk., 2010). K. alvarezii adalah rumput laut ekonomi penting di daerah tropis yang umumnya berwarna merah dan dinding selnya banyak menhgandung polisakarida yang menjadi sumber paling penting untuk menyuplai karagenan di dunia. Pasar karagenan terus tumbuh dan membutuhkan sumber bahan baku yang banyak, setidaknya dalam kualitas, harga dan volume untuk kebutuhan industri pengolahan (Thirumaran and Anantharaman, 2009). Budidaya rumput laut (K. alvarezii) secara massal di pesisir pantai tentunya akan meningkatkan pendapatan masyarakat nelayan. Namun, di samping itu keberadaan rumput laut sebagai produsen dalam suatu ekosistem menimbulkan dampak ekologis yang luas. Salah satunya adalah sebagai pakan bagi organisme herbivor di kawasan tersebut sehingga organisme tersebut dapat meningkat populasinya. Ikan baronang (Siganus guttatus) merupakan salah satu jenis ikan ekonomis yang herbivora di mana salah satu makanan favoritnya di alam adalah ganggang atau rumput laut. Dengan demikian, ikan baronang dapat diuntungkan dari keberadaan budidaya K.alvarezii. Ikan baronang sebagai ikan herbivore sudah mulai dikembangkan pemeliharaannya melalui budidaya (Kune, 2007). Eklof et. al., (2006) menyatakan bahwa pada lokasi budidaya rumput laut banyak ditemukan ikan pemangsa rumput laut. Namun, yang paling banyak tertangkap adalah ikan baronang. Pola ini dikaitkan dengan keberadaan vegetasi, menunjukkan bahwa rumput laut mungkin sebagai tempat tinggal dan / atau makanan bagi ikan. Mekanisme herbivori rumput laut oleh ikan Baronang belum mendapat perhatian penuh dari para pembudidaya walaupun beberapa penelititelah menyinggung masalah ini tetapi upaya untuk mengatasi hama dalam budidaya rumput laut berjalan lambat. Adapun teknik untuk mengatasinya seperti pemasangan jaring, berefisiensinya rendah dan berbiaya mahal (Framegari dkk., 2012). Bagi petani rumput laut, ikan baronang dianggap sebagai salah satu jenis ikan yang sering mengkonsumsi rumput laut bahkan
menjadi hama bagi rumput laut (Kune, 2007). Tetapi setelah pemeliharaan rumput laut meluas secara serentak maka serangan ikan-ikan pemakan rumput laut sudah tidak lagi berarti. Namun bagaimanapun kecilnya serangan itu, tetap mempunyai arti ekologis dan biologis. Secara ekologis, makanan yang tersedia banyak akan memacu pertumbuham populasi spesies, dalam hal ini ikan-ikan yang mengkonsumsi rumput laut. Selanjutnya, daya konsumsi rumput laut oleh ikan baronang ini sangat tergantung pada jumlah massal rumput laut atau metode budidaya rumput laut yang diterapkan. Berdasarkan beberapa uraian diatas maka untuk mengetahui tingkat konsumsi ikan baronang (S. guttatus) terhadap rumput laut (K. alvarezii), perlu diadakan penelitian tentang pertumbuhan rumput dan ikan baronang yang dibudidayakan bersama di karamba tancap. Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan Tanggal 22 Desember 2011 sampai dengan Tanggal 15 Maret 2012 atau selama 12 minggu (84 hari) di perairan pantai Desa Leppe Kecamatan Soropia Kabupatan Konawe Sulawesi Tenggara. 1. Alat dan Bahan Peralatan lapangan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu termometer, pH indikator, pipet tetes, hand-refraktometer, timbangan, secchi disk, stop watch, layangan arus nylon, patok berskala, meteran, perahu, tali, tali rafia, botol pelampung, pemberat, kayu, pipa paralon, jaring, peralatan pertukangan dan alat selam scuba. Sedangkan peralatan laboratorium yang digunakan meliputi gelas kimia, timbangan analitik, tabung reaksi, pipet volume, buret, labu erlenmeyer 50 ml, batang pengaduk, erlenmeyer 100 ml, aluminium foil, spektrofotometer, plastik transparan, penangas dan pipet tetes. Bahan yang digunakan dalam penelitian di lapangan adalah benih ikan beronang (Siganus guttatus) dari pengusaha budidaya ikan beronang di Desa Leppe, rumput laut (Kappaphycus alvarezii) varietas coklat dari petani budidaya rumput laut di Desa Toli-toli. Sedangkan bahan di laboratorium yaitu alkohol, es batu (pendingin sampel nitrat dan fosfat) dan H2SO4 sebagai pengawet sampel nitrat. 2. Metode Penanaman dan Penebaran Benih Penelitian ini dilaksanakan dalam bentuk percobaaan penanaman rumput laut (K. alvarezii) varietas coklat di karamba jaring 105
Jurnal Mina Laut Indonesia, Januari 2013 @FPIK UNHALU
tancap dengan menggunakan metode vertikultur yaitu rumput laut digantung dengan jarak 25 cm ke bawah. Bibit rumput laut yang sudah disiapkan dibersihkan dari kotoran-kotoran atau organisme penempel. Setelah itu, ditimbang dengan berat awal yaitu 100 gram/titik. Bibit rumput laut diikat pertitik dan digantung pada tali ris dengan jarak antara tali ris 25 cm. Kedalaman penanaman yaitu 25 cm, 50 cm dan 75 cm. Setiap bentangan vertikultur diberi bantuan pemberat agar tali vertikultur tegak lurus masuk ke dalam perairan. Untuk perlakuan pertama, maka jumlah rumpun rumput laut dalam satu petakan adalah 9 rumpun. Selanjutnya perlakuan kedua, ikan baronang sebanyak 5 ekor tanpa adanya rumput laut di tiap petakan. Perlakuan ketiga, setiap petakan jumlah rumpun rumput laut adalah 9 rumpun bersama 5 ekor ikan baronang. Pada perlakuan keempat, jumlah rumpun rumput laut dalam satu petakan adalah 18 rumpun bersama 5 ekor ikan baronang dan perlakuan kelima adalah 27 rumpun rumput laut bersama 5 ekor ikan baronang. Produksi pada penelitian ini terbagi atas dua fase produksi yaitu produksi pertama (hari ke – 1 sampai hari ke – 45) dan produksi kedua (hari ke – 46 sampai hari ke – 84). Dalam segi panen, rumput laut yang dipanen setelah produksi pertama diganti kembali dengan rumput laut baru dengan bobot seperti bobot awal yaitu 100 g. Sedangkan untuk ikan baronang tidak dilakukan penggantian organisme baru hingga hari ke – 84, dimana berakhirnya fase produksi kedua. Hal ini dimaksudkan karena umumnya dalam pembudidayaan rumput laut menggunakan lama pemeliharaan selama 42 hari sejak penanaman hingga panen, sementara untuk ikan baronang yang dipelihara diketahui bahwa dalam mencapai ukuran konsumsi dibutuhkan pemeliharaan minimal selama tiga bulan. 3. Prosedur Kerja Lapangan a) Pengambilan dan penimbangan sampel dilakukan enam minggu sekali (panen produksi pertama dan kedua). b) Melakukan pengontrolan/pemeliharaan rumput laut setiap 3 hari dengan membersihkan tali ris dan rumput laut. c) Panen rumput laut dilakukan pada hari ke – 45 dan hari ke – 84, sementara untuk ikan baronang hanya dipanen satu kali pada hari ke – 84. Pada hari ke – 45 ikan baronang hanya
disampel untuk mengambil data pertumbuhan pada produksi pertama. d) Pengukuran parameter kualitas air : Suhu, Kecerahan, Kedalaman, Salinitas, Nitrat dan Phosphat. 4. Variabel yang diamati a. Pengamatan secara visual Mengamati bagian rumput laut yang paling disukai serta mengetahui kebiasaan makan ikan baronang terhadap rumput laut. b. Pertumbuhan mutlak Basyari et al, (1987), pertumbuhan mutlak diukur dengan menggunakan rumus : G = Wt - Wo Keterangan : G = Pertumbuhan mutlak (g) Wt = Berat pada akhir penelitian (g) Wo = Berat pada awal penelitian (g) c. Produksi Produksi Rumput Laut Basyari et al, (1987), produksi dihitung sebagai berikut : P = Wt – W0 A Keterangan : A = Luas area pemeliharaan (m2) P = Produksi rumput laut (kg/m2) Wt = Berat akhir rumput laut (kg) W0 = Berat awal rumput laut (kg) 5. Analisis Data Analisis data pada penelitian ini adalah analisis statistik Uji-T menggunakan SPSS. Hasil 1.
Pengamatan Visual
Pengamatan visual menggambarkan bahwa ikan baronang (S. guttatus) memakan rumput (K. alvareii) yang mengakibatkan bagian ujung thallus terpotong dan bagian pangkal thallus terkelupas (Gambar 1). Kondisi seperti ini banyak ditemukan pada kedalaman 75 cm.
106 Jurnal Mina Laut Indonesia, Januari 2013 @FPIK UNHALU
2
1
Gambar 1. Bagian Rumput Laut yang Dimakan Ikan Baronang: 1a. Bagian rumput laut yang terpotong 1b. Bagian rumpt laut yang terkelupas 2.
Pertumbuhan mutlak
Pertumbuhan Mutlak (g)
Pertumbuhan mutlak rumput laut (K. alvareii) dan ikan baronang (S. guttatus) yang dibudidayakan bersama yang terbaik periode pertama adalah pada perlakuan dengan rumput laut sebanyak 27 rumpun dan ikan baronang 5 ekor, dimana pertumbuhan rumput laut sebesar 200.00 180.00 160.00 140.00 120.00 100.00 80.00 60.00 40.00 20.00 0.00
49,63 g dan ikan baronang sebesar 52,47 g. Pertumbuhan mutlak terendah adalah pada perlakuan dengan rumput laut sebnayak 9 rumpun dan ikan baronang 5 ekor dimana pertumbuhan rumput laut sebesar 41,48 g dan ikan baronang sebesar 47,47 g, seperti terlihat pada Gambar 2. Rumput Laut
Ikan Baronang
Gambar 2. Pertumbuhan mutlak rumput laut dan ikan baronang periode pertama. Pertumbuhan mutlak rumput laut (K. alvareii) dan ikan baronang (S. guttatus) yang terbaik periode kedua menurun dari periode pertama (Gambar 3), pertumbuhan terbaik adalah pada perlakuan dengan rumput laut sebanyak 27 rumpun dan ikan baronang 5 ekor, dimana pertumbuhan rumput laut sebesar 47,04 g dan ikan baronang sebesar 51,47 g. Pertumbuhan mutlak terendah adalah pada perlakuan dengan rumput laut sebanyak 9 rumpun dan ikan
baronang 5 ekor dimana rata–rata biomassa rumput laut menyusut hingga 39,63 g dan ikan baronang dengan pertumbuhan mutlak sebesar 36,80 g.
107 Jurnal Mina Laut Indonesia, Januari 2013 @FPIK UNHALU
Pertumbuhan Rumput Laut dan Ikan Baronang (g)
200.00 Rumput Laut
Ikan Baronang
150.00
100.00
50.00
0.00
-50.00
Gambar 3. Pertumbuhan Mutlak Rumput Laut dan Ikan Baronang Periode Kedua 3. Produksi Rumput Laut dan Ikan Baronang Produksi rumput laut (K. alvarezii) dan ikan baronang (S. guttatus) terbaik adalah pada periode pertama (Gambar 4) dengan produksi tertinggi pada perlakuan dengan 27 rumpun bersama 5 ekor ikan baronang dengan produksi
rumput laut sebesar 1,34 kg/m2 dan ikan baronang 0,2623 kg/m2. Produksi terendah pada perlakuan dengan 9 rumpun rumput laut bersama 5 ekor ikan baronang dengan produksi rumput laut sebesar 0,373 kg/m2 dan ikan baronang sebesar 0,2373 kg/m2.
Produksi Rumput Laut dan Ikan Baronang (kg/m2)
1.800 1.600 1.400
Rumput Laut
Ikan Baronang
1.200 1.000 0.800 0.600 0.400 0.200 0.000
Gambar 4. Produksi Rumput Laut dan Ikan Baronang Periode Pertama
108 Jurnal Mina Laut Indonesia, Januari 2013 @FPIK UNHALU
Produksi Rumput Laut dan Ikan Baronang (kg/m2)
Produksi rumput laut (K. alvarezii) dan ikan baronang (S. guttatus) periode kedua menurun dari periode pertama. Produksi tertinggi pada perlakuan dengan 27 rumpun bersama 5 ekor ikan baronang dengan produksi rumput laut sebesar 1,270 kg/m2 dan ikan baronang 0,2573
kg/m2. Produksi terendah pada perlakuan dengan 9 rumpun rumput laut bersama 5 ekor ikan baronang dengan produksi rata-rata biomassa rumput laut menurun sebesar 0,357 kg/m2 dari biomassa awal dan produksi ikan baronang sebesar 0,1840 kg/m2.
1.600 1.400
Rumput Laut
Ikan Baronang
1.200 1.000 0.800 0.600 0.400 0.200 0.000 -0.200 -0.400 -0.600
Gambar 5. Produksi Rumput Laut dan Ikan Baronang Periode Kedua Pembahasan 1. Pengamatan Visual Berdasarkan hasil pengamatan visual dilapangan diketahui bahwa ikan baronang (S. guttatus) memakan rumput laut (K. alvarezii) dengan cara memotong ujung – ujung thallus serta mencabik thallus bagian tengah atau batang thallus yang ukurannya lebih besar dari ujung thallus, sehingga banyak dari bagian tersebut ditemukan dalam kondisi yang tanpa kulit. Hal ini membuktikan bahwa ikan baronang memiliki gigi yang kecil hingga hanya ujung thallus yang dapat terpotong oleh gigitannya sementara bagian tengah atau batang rumput laut hanya tercabik atau terkelupas tanpa kulit. sementara Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Danakusumah (1985) bahwa baronang mempunyai kebiasaan makan dengan melihat-lihat ganggang, rumput atau lumut dan kemudian menggigit dan memotong- motong makanan tersebut dengan giginya yang kecil-kecil. Menurut Bryan Patrick (2006), mengemukakan bahwa pengamatan baik di laboratorium dan di lapangan mengungkapkan bahwa ikan baronang menggigit rumput laut atau ganggang dengan cepat pada bagian yang pendek, kemudian mundur, menarik dan memotong ganggang saat melakukannya.
Kadang-kadang membuat sentakan lateral yang cepat. Kondisi rumput laut tanpa kulit ataupun terpotong pada bagian thallus tersebut ditemukan pada rumpum rumput laut di kedalaman 75 cm. Feng et. al.,(2008), menyatakan bahwa S. canaliculatus dibudidayakan di keramba jaring apung utamanya tinggal di kolom air atau lebih dalam ke dasar dan suka berputar – putar dalam kurungan. Baronang bergerak lebih aktif, dan selalu berebut satu sama lain untuk memperoleh makanan. Namun baronang sensitif dan mudah takut pada suara. baronang pun lebih suka memakan lumut yang menempel pada jaring karamba. Kune (2007) menjelaskan bahwa dalam budidaya ikan baronang bersama rumput laut, kedalaman budidaya rumput laut yang akan mempengaruhi kecenderungan makan ikan baronang menunjukan bahwa ikan baronang cenderung memakan rumput laut yang dibudidayakan pada kedalaman 75 cm lebih besar dibandingkan dengan kedalaman 50 cm maupun 25 cm. Kondisi ini terutama karena adanya peningkatan suhu air laut yang lebih besar pada permukaan terutama jika musim kemarau. Ghufran (2005) menjelaskan bahwa ikan baronang sangat sensitive terhadap perubahan suhu dan oksigen yang drastis. 109
Jurnal Mina Laut Indonesia, Januari 2013 @FPIK UNHALU
2. Pertumbuhan Mutlak
3. Produksi
Pertumbuhan pada periode pertama dan periode kedua berbeda sangat nyata. Penurunan ini disebabkan karena bibit yang digunakan pada periode kedua masih merupakan rumput laut pada periode pertama sehingga tingkat pertumbuhan mulai menurun. Hal ini sesuai dengan pernyataan Indriani dan Sumiarsih (1997), bahwa untuk pemeliharaan yang kontinyu, sebaiknya menggunakan bibit yang baru setelah penanaman selama 42 – 45 hari, atau hanya mengambil bagian yang masih muda dari rumput laut yang dipelihara sebelumnya. Pertumbuhan ikan baronang mengalami penurunan dari periode pertama ke periode kedua. Penurunan angka pertumbuhan ini dikarenakan ikan hanya mendapatkan makanan dari karamba yang bukan rumput laut. Hal ini menjelaskan pula bahwa faktor tumbuh sangat bergantung pada makanan yang dimakan ikan baronang. Namun, meskipun baronang tidak diberikan rumput laut, beronang masih dapat tumbuh dengan memanfaatkan makanan yang terbawa arus atau lumut yang mempel pada jaring karamba. Seperti yang dikemukakan oleh Basyari et al, (1987) bahwa ikan baronang yang tertangkap dan dibudidayakan di tambak maupun keramba jaringan apung mampu memakan makanan apa saja termasuk lumut yang menempel pada jarring. Pillans (2004) mengemukakan bahwa pertumbuhan ikan baronang tergantung pada kandungan gizi dari makanan yang dimakannya. Rumput laut merupakan salah satu makanan yang paling disukai ikan baronang. Olehnya itu, dalam membudidayakan ika baronang penting memberikan makanan dari jenis rumput laut. Rumput laut yang dibudidayakan bersama 5 ekor ikan baronang dengan jumlah rumpun rumpun rumput laut yang hanya sembilan rumpun secara umum memiliki pertumbuhan yang sangat lamban bahkan pada periode kedua biomassa rata-rata rumput laut menyusut karena jumlah rumpun yang hanya sembilan rumpun menyebabkan pengaruh konsumsi ikan baronang sangat besar. Kepadatan dari rumput laut sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan rumput laut itu sendiri pada polikultur seperti yang dikemukakan oleh Bayu, dkk., (2012) bahwa salah satu cara untuk meningkatkan produksi rumput laut yang dipolikultur dengan ikan yaitu dengan pengaturan tingkat kepadatan. Pada saat yang sama, jumlah makanan yang mengandung protein dan energi dapat mempengaruhi tingkat asupan makan pada ikan El-Dakar et. all., (2010).
Produksi rumput laut hanya dipengaruhi oleh faktor lain yang menunjang peningkatan pertumbuhan dan produksinya seperti yang dikemukakan oleh Soegiarto, dkk., (1989) bahwa rumput laut sangat dipengaruhi oleh lingkungan yang memadai. Hal lain adalah bibit yang digunakan sudah tidak produktif seperti dikemukakan Indriani dan Sumiarsih (1997), bahwa untuk pemeliharaan yang kontinyu, sebaiknya menggunakan bibit yang baru setelah penanaman selama 42 – 45 hari, atau hanya mengambil bagian yang masih muda dari rumput laut yang dipelihara sebelumnya. Produksi rumput laut yang paling baik ialah pada periode pertama. Hal ini disebabkan bobot ikan baronang yang besar pada periode kedua membutuhkan makanan dalam jumlah besar sementara makanan yang tersedia hanyalah makanan alami dari dalam karamba atau yang terbawa oleh arus ke dalam karmba, karena tanpa diberi pakan rumput laut. bagi rumput laut tentu saja penurunan ini disebabkan oleh konsumsi ikan baronang sebagai hama. Selama masa pertumbuhan, rumput laut mempunyai masalah utama yakni serangan hama dan penyakit. Di lokasi perairan tempat studi lapang,hama yang sering mengganggu yakni serangan ikan baronang yang berkelompok. Untuk penurunan produksi ikan baronang karena bobot ikan baronang yang membesar dan makan yang dibutuhkan semakin banyak. olehnya itu ketersediaan makanan sangat diharapkan lebih banyak Annur (2011). Salah satu cara untuk meningkatkan produksi rumput laut yang dipolikultur dengan ikan yaitu dengan pengaturan tingkat kepadatan Bayu, dkk., (2012). Simpulan Pertumbuhan mutlak dan produksi budidaya rumput laut dan ikan baronang secara bersama di karamba tancap yang tertinggi adalah dengan budidaya rumput laut sebanyak 27 rumpun bersama 5 ekor ikan baronang. Persantunan Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Prof.Dr. Ir. H. Usman Rianse, M.S atas bantuan dana Penelitian, Dekan FPIK Unhalu Prof. Dr. Ir. La Ode Muh. Aslan, M.Sc atas izin penelitian yang diberikan, dan Kepala Laboratorium FPIK Unhalu Ruslaini, S.Pi.,M.Pi atas penyediaan fasilitas laboratorium yang dipinjamankan.
110 Jurnal Mina Laut Indonesia, Januari 2013 @FPIK UNHALU
Daftar Pustaka Amin, A., Nurines, O.A., dan Subekti, S. 2010. Pengaruh Lama Penyinaran Terhadap Pertumbuhan dan Klorofil A Gracilaria Verrucosa Pada Sistem Budidaya Indoor. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan Vol.2,No. 1: 2-7. Annur A. 2011. Teknik Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) dengan Metode Rakit Apung di Desa Tanjung, Kecamatan Saronggi, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan LON LIPI, Jakarta, Vol. 3,No. 1 : 8-19. Basyarie, A., Danakusumah, Philip, T.I., Pramu S., Mustahal, Isyra, M., 1987. Budidaya Ikan Baronang (Siganus sp). Sub Balai Penelitian Budidaya Pantai Bojonegoro. Semarang. 12-13 hal. Bayu, R., Herman H., Yuniarti M. 2012. Pengaruh Padat Penebaran Gracillaria sp. Terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Ikan Bandeng Chanos–chanos Pada Budidaya Sistem Polikultur. Jurnal Perikanan Dan Kelautan Vol. 3 No. 3, September 2012 : 41-49. Bryan P. 2006. Food Habits, Functional Digestive Morphology, and Assimilation Efficiency of the Rabbitfish Siganus spinus on Guam. Pacific Science Journal Great Britain, Vol –29 , No.3: 269-277. Danakusumah, E. 1985. Beberapa Aspek Biologi Ikan Baronang (Siganus spp). Disampaikan pada Workshop Budidaya Laut di Lampung, 28 Oktober – 1 November 1985. Eklof, J.S., Maricela, T.C., Camilla, N., and Patrik R. (2006). How Do Seaweed Farms Influence Local Fishery Catches in A Seagrass-Dominated Setting in Chwaka Bay, Zanzibar. Department of Systems Ecology Stockholm University, Aquatic Living Resources Journal Vol – 19 : 137–147. El-Dakar A., Gaber H., Shymaa S., Samir G. and Osama Z. 2010. Survival, Growth, Feed Efficiency and Carcass Composition of Rabbitfish, Siganus Rivulatus, Fed Different Dietary Energy and Feeding Levels. University. El-Arish Alexandria, Egypt, Mediterranean Aquaculture Journal Vol – I : 18-27. Feng, G., Zhang L.Z.P., Liu J., Zhao, F.., Zhang, T., Huang, X.R. 2008. Feeding habit and growth characteristics of Siganus
canaliculatus cultured in sea net cage. East China Sea Fisheries Research Journal Vol – 1 : 2-8. Framegari V., Nirwani, Santosa G.W. 2012. Studi Herbivori Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty oleh Ikan Baronang Siganus sp. pada Salinitas yang Berbeda. Jurnal Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro, Volume 1: 1827. Ghufran, M. 2005. Budidaya Ikan Laut di Karamba Jaring Apung. Rineka Cipta. Jakarta. 89 hal. Indriani, H., dan Sumiarsih, E. 1997. Budidaya, Pengelohan dan Pemasaran Rumput Laut. Penebar Swadaya. Jakarta. 41-58 hal. Kune, S. 2007. Pertumbuhan Rumput Laut yang Dibudidaya Bersama Ikan Baronang. Disertasi. Universitas Muhammadiyah Makassar. Makasaar. 1 – 28 hal. Pillans, R.D., Franklin, C.E, and Tibbetts I. R. (2004). Food choice in Siganus fuscescens: Influence of Macrophyte Nutrient Content and Availability. Journal of Biology Fish University of Queensland, Australian Vol. 64 : 297– 309. Soegiarto. A., Sulistijo, Atmadja dan Mubarak, H. 1989. Rumput Laut (Algae), Manfaat, Potensi dan Usaha Budidaya. LON, LIPI, Jakarta. 82 hal. Thirumaran and Anantharaman. 2009. Daily Growth Rate of Field Farming Seaweed Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex P. Silva in Vellar Estuary.. World Journal of Fish and Marine Sciences Annamalai University, India Vol-1 (3) : 144-153.
111 Jurnal Mina Laut Indonesia, Januari 2013 @FPIK UNHALU