327 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2015
PEMBERIAN TEPUNG RUMPUT LAUT, GRACILLARIA DALAM PAKAN IKAN BERONANG,Siganus guttatus Neltje Nobertine Palinggi, Samuel Lante, dan Kamaruddin Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau Jl. Makmur Dg. Sitakka No 129, Maros 90512, Sulawesi Selatan E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh pemberian tepung rumput laut jenis Gracilaria dalam pakan ikan beronang. Ikan beronang termasuk jenis ikan herbivora yang dapat mengkonsumsi rumput laut yang banyak tumbuh di perairan. Gracilaria sp. adalah jenis rumput laut yang dibudidayakan oleh petani pada perairan payau. Penelitian dilakukan dalam keramba jaring apung laut dengan menggunakan jarring berukuran 1x1x2 m3. Ikan uji yang digunakan adalah ikan beronang ukuran rata-rata 20,21g dengan padat tebar 15 ekor/jaring. Ikan uji diberi pakan uji berupa pelet kering dengan dua perlakuan pakan (A. Pakan tanpa tepung rumput laut Gracilaria dan B. Pakan dengan tepung rumput laut Gracilaria), masing-masing diulang tiga kali dan didesain dengan rancangan acak lengkap. Setelah 20 minggu pemeliharaan diperoleh hasil pemberian tepung rumput laut, Gracilaria dapat dilakukan sampai 50% dengan memberikan pertambahan bobot, laju pertumbuhan spesifik, efisiensi pakan, rasio efisiensi protein dan sintasan masingmasing sebesar 50,25g; 0,87%/hari; 35%; 0,87 dan 97,78%. KATA KUNCI: tepung rumput laut, substitusi, beronang, Siganus guttatus
PENDAHULUAN Ikan beronang (Siganus guttatus) adalah salah satu jenis ikan laut yang berpotensi untuk dibudidayakan secara intensif karena responsif terhadap pakan buatan dan memiliki rasa yang lezat serta nilai ekonomis yang cukup tinggi. Ikan beronang termasuk jenis ikan herbivora dan memakan alga bentik yang tumbuh di perairan. Di alam, ikan beronang memakan rumput laut (alga) yang banyak tumbuh di perairan, tetapi bila dibudidayakan ikan beronang mampu makan apa saja yang diberikan seperti pakan buatan. Rumput laut adalah salah satu komoditas perikanan budidaya yang diunggulkan dan merupakan komoditas ekspor. Produksi rumput laut merupakan yang terbesar dibandingkan dengan komoditas lainnya karena setiap tahunnya menyumbangkan sekitar 2/3 dari total produksi perikanan budidaya. Salah satu jenis rumput laut yang berhasil dibudidayakan oleh petani pada perairan payau adalah jenis Gracillaria. Kandungan protein rumput laut jenis Gracilaria adalah 15,12%. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh pemberian tepung Gracillaria sebagai bahan substitusi tepung ikan dalam pakan ikan beronang (Siganus guttatus). Parazo (1990) menyimpulkan bahwa pakan yang cukup ekonomis untuk juvenil ikan beronang yaitu pakan dengan kandungan protein 35% dan lemak 8,9% serta energi metabolisme sekitar 3832 kkal/kg. METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Nutrisi BPPBAP Maros dan Keramba Jaring Apung BPPBAP Maros yang berlokasi di Teluk Awerange, Kabupaten Barru. Wadah yang digunakan berupa jarring sebanyak 6 buah dengan ukuran masing-masing 1x1x2 m3 yang diikatkan pada keramba apung. Ikan uji yang digunakan adalah juvenil ikan beronang ukuran 20,21 g dengan padat tebar 15 ekor/jaring. Ikan uji diberi pakan uji berupa pelet kering dengan perlakuan A. Pakan tanpa tepung rumput laut, Gracilaria dan pakan dengan tepung rumput laut, Gracilaria (Tabel 1). Selama pemeliharaan diberi pakan secara satiasi sebanyak 3 kali sehari. Sampling pertumbuhan dilakukan setiap 4 minggu. Analisis proksimat dilakukan terhadap bahan pakan, pakan uji, ikan awal dan ikan akhir. Analisis
Pemberian tepung rumput laut, Gracillaria dalam pakan ..... (Neltje N. Palinggi) 328
Page 22 of 37
Page 1 of 5
asam amino dilakukan terhadap pakan uji menggunakan High Performance Liquid Chromatography (HPLC) merk Shimadzu type 20 di Laboratorium Terpadu IPB, Bogor. Pada khir penelitian dilakukan analisis sidik ragam terhadap pertambahan bobot ikan, laju pertumbuhan harian, efisiensi pakan, rasio efisiensi protein, retensi protein dan sintasan ikan menggunakan rancangan acak lengkap dengan dua perlakuan dan tiga ulangan, kemudian dilanjutkan dengan uji Tukey. Tabel 1. Komposisi pakan uji perlakuan (%) Bahan pakan
A
B
Tepung ikan local Tepung kepala udang Tepung rumput laut (Gracillaria) Tepung kedelai Dedak halus Tepung terigu Tepung bungkil kopra Minyak ikan Minyak kedelai Vitamin mix Mineral mix
20 15 17 29 13 1 2 2 1
10 15 10 17 29 13 1 2 2 1
Protein kasar (%) Lemak kasar (%) Serat kasar (%) Kadar abu (%) Kadar air (%)
40,73 8,98 19,48 17,69 7,86
30,56 7,71 17,7 19,67 6,99
Perhitungan parameter yang diamati setelah 20 minggu pemeliharaan adalah: Laju pertumbuhan spesifik (SGR) ikan berdasarkan rumus berikut (Schulz et al., 2005):
SGR (% per hari) ln We - ln Wsx 100 D dimana ln = logaritma alamiah, W e = bobot ikan pada akhir penelitian, Ws = bobot ikan pada awal penelitian, dan d = jumlah hari pemeliharaan.
Efisiensi pakan = Pertambahan bobot ikan (g bobot basah) jumlah pakan yang dimakan (g bobot kering) (Takkeuchi, 1988) Rasio efisiensi protein, PER Pertambahan bobot ikan (g) Jumlah protein yang dimakan (g) (Hardy, 1989) Sintasan ikan, SR (%) = Jumlah ikan awal penelitian Jumlah ikan akhir penelitian
x 100
329 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2015
Page 23 of 37
Page 2 of 5
HASIL DAN BAHASAN Selama 20 minggu pemeliharaan terjadi pertambahan bobot tubuh untuk kedua perlakuan. Pertambahan bobot tertinggi dan laju pertumbuhan spesifik ikan beronang diperoleh pada perlakuan A walaupun dari hasil uji statistik pertambahan bobot dan laju pertumbuhan spesifik ikan beronang untuk kedua perlakuan tidak memberikan perbedaan yang nyata (P<0,05) (Tabel 2). Hal ini dapat terjadi karena perlakuan A mengandung tepung ikan lebih banyak dan protein yang lebih tinggi dibanding dengan perlakuan B (Tabel 2). Tepung ikan adalah sumber protein yang terbaik untuk pakan ikan karena menjadi sumber energi dan mineral yang baik bagi ikan serta memberikan tingkat kecernaan yang tinggi (80%-95%), selain itu memiliki aroma khas yang dapat merangsang nafsu makan ikan (Lovell, 1989). Boonyaratpalin (1991) dan Halver (1976) mengemukakan bahwa protein merupakan nutrien esensial yang dapat mempertahankan kehidupan dan memacu pertumbuhan ikan. Hal ini sejalan dengan hasil yang diperoleh pada Tabel 1 dimana kandungan protein perlakuan A (40,73%) lebih tinggi dari perlakuan B (30,56%) sehingga memberikan pertambahan bobot dan laju pertumbuhan spesifik ikan beronang yang lebih tinggi pula pada perlakuan A dibanding dengan perlakuan B (Tabel 2). Palinggi & Daud (2012) melaporkan bahwa kandungan protein yang dapat digunakan dalam pakan pembesaran ikan beronang Siganus guttatus adalah 28%-40%. Kandungan protein pakan perlakuan A dan B berada dalam kisaran nilai yang dilaporkan, hal ini mungkin yang menyebabkan tidak terjadinya perbedaan yang nyata antara perlakuan yang diuji. Tabel 2. Rata-rata pertambahan bobot, laju pertumbuhan harian, efisiensi pakan, rasio efisiensi protein dan sintasan Parameter
Pertambahan bobot (g) Laju pertumbuhan spesifik (%/hari) Efisiensi pakan (%) Rasio efisiensi protein Sintasan (%)
Perlakuan A
B
127,4 a 1,47 a 41a 1,01a 91,11a
50,25 a 0,87 a 35a 0,87a 97,78a
Angka rata-rata dalam baris dengan notasi huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P<0,05)
Kualitas protein bergantung kepada komposisi asam aminonya terutama asam amino esensial dan derajat kecernaannya (Alava & Lim, 1983). Selanjutnya ditambahkan oleh Allan, et al. (2000) bahwa tepung ikan mengandung asam amino esensial yang lengkap dengan kadarnya yang cukup tinggi dan faktor anti nutrisinya yang sedikit. Jobling et al. (2001) mengemukakan bahwa penggunaan sumber protein nabati sebagai bahan utama dalam pakan ikan akan mengakibatkan kekurangan satu atau lebih asam amino esensial yang dibutuhkan oleh ikan. Hal ini sesuai dengan hasil analisis asam amino yang diperoleh dimana perlakuan A mengandung kadar asam amino esensial lebih tinggi dari perlakuan B (Tabel 3). Dari hasil analisis asam amino pakan uji terlihat bahwa semakin rendah kandungan protein dalam pakan semakin rendah pula total asam amino yang dikandungnya (Tabel 3). Asam amino dibutuhkan oleh ikan untuk pertumbuhan dan mempertahankan proses metabolisme tubuh (maintenance) (Cowey, 1994). Pada penelitian ini ikan beronang diberi pelet kering sehingga semua bahan padat yang digunakan terlebih dahulu harus dihaluskan termasuk rumput laut. Muslimin & Lante (2009) melaporkan bahwa pemberian pakan pelet kering pada budidaya ikan beronang memberikan pertambahan bobot yang lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian pakan alami segar berupa rumput laut (Gracilaria sp.) dan lumut sutra (Chaetomorfa sp.). Hal ini dapat terjadi karena dalam pakan pelet kering sudah dilengkapi dengan berbagai macam bahan pakan yang dapat memberikan kebutuhan asam amino yang lebih lengkap. Seperti jenis ikan lainnya ikan beronang membutuhkan keseimbangan protein hewani dan nabati dalam pakannya untuk memenuhi kebutuhan asam amino esensial yang dapat menunjang pertumbuhannya.
Page 24 of 37
Page 3 of 5
Pemberian tepung rumput laut, Gracillaria dalam pakan ..... (Neltje N. Palinggi) 330 Tabel 3. Kandungan asam amino esensial dalam pakan (%/b/b) Parameter
Perlakuan
Histidin Treonin Arginin Metionin Valin Fenilalanin Isoleusin Leusin Lisin Total
A
B
1,02 1,56 3,03 0,42 2,11 1,76 1,75 2,67 2,14
0,37 0,68 1,55 0,15 1,05 0,89 0,79 1,27 0,69
16,46
7,44
Efisiensi pakan adalah rasio antara pertambahan bobot dengan jumlah pakan yang diberikan selama penelitian. Nilai efisiensi pakan menunjukkan penggunaan pakan yang efisien sehingga dengan sedikit pakan saja sudah dapat diuraikan untuk memenuhi kebutuhan energi dan selebihnya digunakan untuk pertumbuhan. Hasil uji statistik terhadap nilai efisiensi pakan memperlihatkan kedua perlakuan tidak memberikan pengaruh yang berbeda (P<0,05) (Tabel 2). Dari hasil ini diperoleh pemberian tepung rumput laut jenis Gracillaria dapat dilakukan sebanyak 10% dengan mengurangi 10% tepung ikan dalam pakan ikan beronang. Nilai rasio efisiensi protein memperlihatkan perbandingan pertambahan bobot ikan dengan protein yang dikonsumsi. Hasil uji statistik rasio efisiensi protein untuk kedua perlakuan tidak berbedanyata (P<0,05) (Tabel 2). Hal ini dapat terjadi karena kandungan protein dari kedua perlakuan pakan ini masih dalam batas kebutuhan protein yang layak bagi pertumbuhan ikan beronang jenis S. guttatus. Sintasan yang diperoleh selama penelitian ini berlangsung tidak berbeda nyata (P>0,05) di antara perlakuan yang dicobakan. Hal ini menjelaskan bahwa lingkungan tempat budidaya dan perlakuan tidak memberikan pengaruh terhadap sintasan ikan beronang untuk hidup dan bertumbuh. Dari hasil analisis proksimat karkas ikan uji terlihat ada peningkatan kualitas ikan beronang pada akhir penelitian (Tabel 4). Kualitas nutrisi karkas ikan akibat pemberian pakan perlakuan memperlihatkan hasil yang hampir sama. Berdasarkan hasil ini dapat dikemukakan bahwa pemberian tepung rumput laut jenis Gacillaria dalam pakan memberikan peningkatan kualitas karkas nutrisi ikan beronang. Tabel 4. Analisa proksimat ikan awal dan akhir penelitian Parameter
Protein kasar (%) Lemak kasar (%) Serat kasar (%) Kadar abu (%) Kadar air (%)
Ikan awal
47,86 12,58 2,61 14,38 4,66
Ikan akhir A
B
59,69 19,46 4,77 14,09 3,89
59,27 19,87 4,46 14,59 5,52
Page 25 of 37
Page 4 of 5
KESIMPULAN Tepung rumput laut jenis Gacillaria dapat digunakan sebanyak 10% dengan mengurangi 10% tepung ikan dalam pakan ikan beronang, S. guttatus dengan memberikan nilai pertambahan bobot, laju pertumbuhan spesifik, efisiensi pakan, rasio efisiensi protein dan sintasan masingmasing sebesar 50,25g; 0,87%/hari; 35%; 0,87 dan 97,78%.
331 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2015 DAFTAR ACUAN Alava, V.R. & Lim, C. (1983). The quantitative dietary protein requi rements of Penaeus monodon juveniles in a controlled envi ronment. Aquaculture, 30, 53-61. Allan, L.G., Parkinson, S., Booth, M.A., Stone, D.A.J., Rowland, S.J., Frances, J., & WanerSmith, R. (2000). Replacement of fish meal in diets for Australian silver perch, Bidyanus bidyanus: I. Digestibility of alternative ingredients. Aquaculture, 186, 293-310. Boonyaratpalin, M. (1991). Nutritional studies on seabass (Lates calcarifer). p:33 42. In S.S. DeSilva (ed). Fish Nutrition Research in Asia. Proceeding of the Fourth Asian Fish Nutrition Workshop. Asian Fish.Soc.Spec.Publ.5. Asian Fisheries Society, Manila. Cowey, C.B. (1994). Amino acis requirement of fish: a critical appraisal of present values. Aquaculture, 124:1-11. Halver, J.E. (1976). The nutritional requirement of cultivated warm water and coldwater fish species. Advance in Aquaculture, p. 574-580. Hardy, R.W. (1989). Diet preparation, p:476-549. In Halver, J.E. (ed.). Fish Nutrition. Second Edition.Academic Press, Inc. San Diego. Jobling, M., Gomes, E., & Dias, J. (2001). Feed types, manufacture and ingredients. p:25-48. In D. Houlihan, T. Baujard and M. Jobling (ed.) Food intake in fish. Blackwell Science Ltd. A Blackwell Publishing Company. Malden, USA. Lovell, T. (1989). Nutrition and feeding of fish. An AVI Book. 260 pp. Muslimin & Samuel Lante. (2009). Pertumbuhan benih beronang, Siganus guttatus dengan pemberian paka alami yang berbeda dalam keramba jaring apung. Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur. Pusat Riset Perikanan Budidaya. Badan Riset Kelautan dan Perikanan., hlm.173 178. Palinggi, N.N., & Daud, R. (2012). Pengaruh kadar protein berbeda dalam pakan terhadap pertumbuhan ikan beronang, Siganus guttatus. Prosiding Indoaqua - Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2011. Hal.549-555. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan Budidaya. Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan. Parazo, M.M. (1990). Effect of dietary protein and energy level on growth, protein utilization Schulz, C., Knaus, U., Wirth, M., & Rennert, B. (2005). Effect of varying dietary fatty acid propile on growth performance, fatty acid, body and tissue composition of juvenile pike perch (Sander lucioperca). Aquaculture Nutrition, 11, 403-413. Takeuchi, T. (1988). Laboratory work-chemical evaluation of dietary nutrients. In: Watanabe, T. (ed.) Fish Nutrition and Mariculture. JICA Kanagawa International Fisheries Training Centre, Tokyo, p. 179-233.
Page 26 of 37
Page 5 of 5