MEMPELAJARI PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG RUMPUT LAUT (Kappaphycus alvarezii) TERHADAP KARAKTERISTIK FISIK SURIMI IKAN NILA (Oreochromis sp.)
Oleh: Megi Diana Afriwanty C34102049
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN MEGI DIANA AFRIWANTY. C34102049. Mempelajari Pengaruh Penambahan Tepung Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) terhadap Karakteristik Fisik Surimi Ikan Nila (Oreochromis sp.). Dibimbing oleh JOKO SANTOSO dan DJOKO POERNOMO. Pemanfaatan Kappaphycus alvarezii dalam penelitian ini adalah dengan diolah menjadi tepung rumput laut yang ditambahkan dalam pembuatan produk surimi ikan nila. Surimi merupakan produk antara (intermediate product) yang siap untuk diolah menjadi produk lanjutan. Diantara produk lanjutan tersebut yang digemari didunia adalah produk analog dari udang dan kepiting. Salah satu bahan baku yang dapat dikembangkan untuk produk surimi serta dapat meningkatkan nilai tambah yaitu ikan nila (Oreochromis sp.). Ikan ini mudah dibudidayakan dan pemanfaatannya sampai saat ini masih terbatas dalam bentuk segar dan fillet. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari aplikasi penambahan tepung rumput laut (Kappaphycus alvarezii) dalam pembuatan produk surimi ikan nila (Oreochromis sp.) dengan penekanan pada karakteristik fisik gel kamaboko yang dihasilkan. Penelitian ini terdiri dari dua tahap. Tahap pertama adalah penelitian pendahuluan yaitu pembuatan tepung rumput laut Kappaphycus alvarezii dan dilakukan analisis sifat fisiko-kimia. Tahap kedua adalah penelitian utama yaitu pembuatan surimi ikan nila (Oreochromis sp.), dan dilakukan analisis sifat fisikokimianya, analisis sifat karakteristik fisik produk kamaboko untuk mengetahui pengaruh frekuensi pencucian dan konsentrasi terbaik dari penambahan tepung rumput laut dalam pembuatan produk kamaboko ikan nila. Perlakuan yang dicobakan adalah frekuensi pencucian 1 kali (A1) dan 2 kali (A2), konsentrasi tepung rumput laut sebesar 0% (B1), 1% (B2), 2% (B3), 3% (B4) dan 4% (B5). Parameter yang diuji yaitu uji organoleptik (uji skoring), analisis fisik yang meliputi uji lipat (folding test) dan uji gigit (teeth cutting test), kekuatan gel (gel strength), analisis derajat putih dan analisis pH. Hasil analisis komposisi gizi tepung rumput laut menunjukkan kandungan air 13,43%; abu 13,91%; lemak 0,81%; protein 2,18%; serat kasar 11,45% dan analisis derajat putih 76,41%. Hasil penelitian tahap kedua, analisis fisiko-kimia surimi menunjukkan bahwa nilai terbaik rendemen didapatkan pada pencucian 1 kali: 15,54%, derajat putih pada pencucian 2 kali: 26,57%, protein larut garam (PLG) pada pencucian 1 kali: 0,91% dan pH pada pencucian 1 kali: 6,68. Hasil rata-rata uji organoleptik menunjukkan bahwa nilai rata-rata terbaik produk kamaboko pada parameter penampakan terdapat pada perlakuan A2B4: 5,43; warna pada perlakuan A2B2: 5,30; tekstur pada perlakuan A1B3: 5,47; aroma pada perlakuan A1B2: 4,93; rasa pada perlakuan A1B1: 5,3. Hasil analisis fisik kamaboko ikan nila menunjukkan nilai rata-rata terbaik uji pelipatan pada perlakuan A1B1 dan A1B2: 4,70; uji gigit pada perlakuan A1B1 dan A1B2: 8,17; kekuatan gel pada perlakuan A1B4: 540,63 g.cm; derajat putih kamaboko terdapat pada perlakuan A2B1: 42,64%. Hasil analisis kimia produk kamaboko ikan nila menunjukkan bahwa nilai rata-rata terbaik pH kamaboko pada perlakuan A2B4: 7,41.
MEMPELAJARI PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG RUMPUT LAUT(Kappaphycus alvarezii) TERHADAP KARAKTERISTIK FISIK SURIMI IKAN NILA (Oreochromis sp.)
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor
Oleh: Megi Diana Afriwanty C34102049
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
Judul
: MEMPELAJARI PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG RUMPUT LAUT (Kappaphycus alvarezii) TERHADAP KARAKTERISTIK FISIK SURIMI IKAN NILA (Oreochromis sp.)
Nama
: Megi Diana Afriwanty
NRP
: C 34102049
Menyetujui
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Ir. Joko Santoso, M.Si NIP. 131 999 592
Ir. Djoko Poernomo, B.Sc NIP. 131 288 097
Mengetahui Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc NIP. 131 578 799
Tanggal Lulus: 28 Januari 2008
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Mempelajari Pengaruh Penambahan Tepung Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) terhadap Karakteristik Fisik Surimi Ikan Nila (Oreochromis sp.) adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atas kutipan dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir.
Bogor, Januari 2008
Megi Diana Afriwanty
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 4 April 1984 di Bogor. Penulis adalah anak keempat dari empat bersaudara, dari pasangan Bapak Endang Kurnia dan Ibu Risnawaty. Pendidikan formal penulis dimulai pada sekolah dasar di SD Negeri Curug III, Kelurahan Curug Mekar
Kecamatan Bogor Barat dan lulus pada tahun
1996. Pada tahun 1999, penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah pertama di SLTP Negeri 6 Bogor. Pada tahun 2002, penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas di SMU Negeri 6 Bogor. Pada tahun yang sama penulis diterima menjadi mahasiswi Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Departemen Teknologi Hasil Perairan. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis melakukan penelitian dan penulisan skripsi dengan judul “Mempelajari Pengaruh Penambahan Tepung Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) terhadap Karakteristik Fisik Surimi Ikan Nila (Oreochromis sp.)”.
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi hasil penelitian yang berjudul “Mempelajari Pengaruh Penambahan
Tepung
Rumput
Laut
(Kappaphycus
alvarezii)
terhadap
Karakteristik Fisik Surimi Ikan Nila (Oreochromis sp.)”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. membantu dan memberi dukungan selama melaksanakan penelitian dan penyusunan skripsi, yaitu: 1. Keluargaku Bpk. Endang Kurnia (Ayahanda), Ny. Risnawaty (Ibunda), kakakku tersayang Andriansyah, A.Md, Rudi Nurdiansyah dan Mega Ayu Lestari, SE yang selalu memberikan kasih sayang, perhatian, motivasi dan doa yang tidak terbatas. 2. Bapak Dr. Ir. Joko Santoso, M.Si selaku dosen pembimbing yang banyak memberikan kritik dan saran dalam penelitian dan penulisan skripsi. 3. Ir. Djoko Poernomo selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberi masukan, arahan dan semangat kepada penulis. 4. Dosen, Staf dan Laboran Departemen THP, khususnya Laboratorium Karakterisasi dan Pengolahan Hasil Perikanan dan Laboratarium Mikrobiologi Hasil Perikanan. Serta Laboran Departemen Fateta khususnya Laboratarium Kimia Pangan dan Gizi Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian IPB dan Laboratarium International Join Research Laboratory – Pusat Antar Universitas (PAU) Pangan dan Gizi IPB, atas bantuan dan kerjasamanya selama penelitian. 5. Ady Prasetio, S.Pi, M. Tri Hartanto, S.Pi, ka Zaky, Samsul, S.Pi, Samsul (Ino), Abel Gandhi, S.Pi, atas bantuan dan kerjasamanya selama penelitian. 6. Teman-teman seperjuangan (Nandi Sukri, S.Pi, M. Saeful Amri S.Pi, Nindira Aryudhani S.Pi, Rani Maulida S.Pi) atas semangat, kerjasama, doa dan segala yang telah diberikan.
7. Sahabat-sahabatku khususnya Elin Amalia S.Pi, Hani Hasanah, S.Pi, Christina Julian, S.Pi, Dwi Sulistyarini, S.Pi, Wini Wijatur, S.Pi, Rani Mayang Tunjungsari, S.Pi, Rini Trisnawati, S.Pi, Hamidah Nur Alifa, S.Pi, Nispi Lailati, S.Pi, Ina Tarsinah, S.Pi, Dwi Santoso, S.Pi, Aditya Prawira dan teman teman THP 39 lainnya, serta teman-teman THP 40 atas kebersamaan yang tiada terlupa. 8. Letda Wawan Supriadi, terimakasih atas semangat, doa dan bantuannya baik moril maupun materil yang pernah diberikan. 9. Mas Agung Hamzari AH, S.Pi, terimakasih atas doanya yang selalu menjadi motivasi dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Terus berjuang dalam menyelesaikan kuliah pasca sarjananya. Mudah-mudahan dengan kesuksesan yang telah kamu gapai tidak membuatmu menjadi orang lain 10. Arif Nugraha, S.Pi, terimakasih atas waktu, bantuan dan semangatnya yang pernah diberikan selama ini. Tetap semangat dalam meraih sukses kariermu. 11. Yoby Yusmarika, S.T, terimakasih banyak atas kenangan yang pernah dilalui bersama. Semoga sukses selalu menyertaimu. Semoga akan selalu menjadi sesorang yang jauh lebih baik dalam segala hal. 12. Kepada Rizal Novanda, S.Pi, terimakasih banyak atas motivasinya selama ini. Mudah-mudahan setelah menyelesaikan kuliah akan selalu tetap semangat dalam meraih cita-cita. 13. Suseno S.Pi dan teman-teman diBaristar, terimakasih banyak atas semangat dan waktunya dalam berbagi suka dan duka selama masa-masa kuliah hingga kini. 14. Kepada teman-teman THP 41, khususnya Dede Syahputra terima kasih banyak atas masukan dan saran-saran yang telah diberikan. 15. Kepada teman-teman PSP, ITK 39, khususnya “Marisha Nurina Derec” dan “Evie”, terus berjuang menyelesaikan skripsinya. Semoga bisa cepat menyelesaikan skripsinya di tahun ini. 16. Teman-teman
alumni
SMUN
6
Bogor,
khususnya
angkatan
2002
(Ratih Essano, S.FKM, Feisal Rilnaldo, S.Ak, Haerman, Rian Ardian Nasution (Joelank), Sandy Sukmaraharja, A.Md) terimakasih atas motivasinya dan teman-teman lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
17. Teman-temanku di Fakultas Peternakan angkatan 39 dan khususnya “Hendry Maulana, A.Md”. Terus berjuang menyelesaikan kuliah sarjananya, semoga bisa cepat menyelesaikan skripsinya di tahun ini. 18. Kepada Ghea (THP 40), Ito, Riza, Widi (ITK 40), Hilman dan Rizki Tri Santana (FEM 40) terimakasih banyak atas masukan, saran dan motivasinya selama ini. Semoga di tahun ini kalian dapat menyelesaikan skripsi. Sukses selalu. 19. Kepada Oliz, Endras dan Nuke terimakasih banyak atas motivasinya selama melaksanakan kuliah dan doanya selama dalam menyelesaikan penulisan skripsi. Sukses untuk kalian semua, semoga hobi fotografernya akan tetap jalan dan tambah berkreativitas. 20. Sahabat-sahabatku yang lainnya yang tidak dapat kusebutkan satu persatu yang selalu memberikan dukungan dan semangat selama melaksanakan kuliah di Departemen THP dan semangatnya dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. 21. Semua pihak yang telah membantu dalam penelitian dan penulisan skripsi, yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih ada kekurangan. Namun demikian, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak yang memerlukannya.
Bogor, Januari 2008 Megi Diana Afriwanty
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL............................................................................................
vi
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
vii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
viii
1. PENDAHULUAN ...................................................................................
1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................
1
1.2 Tujuan ................................................................................................
3
2. TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................
4
2.1 Deskripsi Ikan Nila (Oreochromis sp.) ..............................................
4
2.2 Komposisi Kimia Ikan .......................................................................
6
2.3 Protein Ikan..........................................................................................
7
2.3.1 Protein miofibril........................................................................ 2.3.2 Protein sarkoplasma .................................................................. 2.3.3 Protein jaringan ikat (stroma) ...................................................
8 8 9
2.4 Pembentukan dan Sifat Gel Ikan ........................................................
10
2.5 Surimi .................................................................................................
13
2.5.1 Surimi sebagai bahan baku produk ......................................... 2.5.2 Karakteristik surimi.................................................................. (a) Penampakan ....................................................................... (b) Warna ................................................................................. (c) Tekstur ............................................................................... (d) Aroma ................................................................................. (e) Rasa .................................................................................... (f) Kekenyalan dan elastisitas gel ............................................
14 15 15 15 16 16 16 16
2.6 Proses Pembuatan Tepung Rumput Laut............................................
17
(a) Pembersihan dan pencucian.......................................................... (b) Perendaman .................................................................................. (c) Pengecilan ukuran......................................................................... (d) Pengeringan .................................................................................. (e) Penggilingan ................................................................................. (f) Pengayakan ...................................................................................
17 17 17 18 18 18
3. METODOLOGI .....................................................................................
19
3.1 Waktu dan Tempat..............................................................................
19
3.2 Bahan dan Alat ..................................................................................
19
3.2.1 Bahan ........................................................................................ 3.2.2 Alat ...........................................................................................
19 20
3.3 Tahapan Penelitian .............................................................................
20
3.3.1 Penelitian pendahuluan ............................................................. 3.3.2 Penelitian utama ........................................................................ 3.3.2.1 Pembuatan surimi .......................................................... 3.3.2.2 Pembuatan kamaboko dengan penambahan tepung rumput laut ....................................................................
20 22 22
3.4 Prosedur analisis .................................................................................
24
(a) (b) (c) (d) (e) (f) (g) (h) (i) (j) (k) (l) (m) (n)
4.
22
Rendemen daging dan surimi................................................... Uji organoleptik (uji skoring) .................................................. Uji lipat (folding test) ............................................................... Uji gigit (teeth cutting test) ...................................................... Kekuatan gel (gel strength)...................................................... Derajat putih (whiteness) ......................................................... Kadar air................................................................................... Kadar abu ................................................................................. Kadar protein kasar .................................................................. Kadar lemak ............................................................................. Kadar karbohidrat..................................................................... Analisis kadar serat kasar ........................................................ Protein larut garam (PLG) ....................................................... Pengukuran pH ........................................................................
24 24 24 25 25 26 27 27 27 28 28 29 29 30
3.5 Rancangan Percobaan dan Analisis Data ...........................................
30
HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................
32
4.1 Penelitian Pendahuluan..................... ..................................................
32
4.1.1 Karakteristik fisiko-kimia tepung rumput laut (Kappaphycus alvarezii) ............................................................
32
(a) Derajat putih ........................................................................ (b) Kadar air .............................................................................. (c) Kadar abu............................................................................. (d) Kadar protein ....................................................................... (e) Kadar lemak ........................................................................ (f) Kadar karbohidrat................................................................ (g) Kadar serat kasar.................................................................. (h) Rendemen ............................................................................
32 33 33 34 34 35 35 36
4.2 Penelitian Utama.................................................................................
36
4.2.1 Analisis fisiko-kimia surimi ikan nila (Oreochromis sp.) .........
36
(a) Rendemen .............................................................................. (b) pH.......................................................................................... (c) Protein larut garam (PLG) ..................................................... (d) Derajat putih..........................................................................
37 38 38 39
4.2.2 Pengaruh penambahan tepung rumput laut terhadap mutu surimi .........................................................................................
39
iv
4.2.2.1 Uji organoleptik (uji skoring) kamaboko.......................
40
(a) Penampakan .............................................................. (b) Warna........................................................................ (c) Tekstur ...................................................................... (d) Aroma ....................................................................... (e) Rasa ..........................................................................
40 42 43 45 46
4.2.2.2 Analisis fisik kamaboko ................................................
48
(a) Uji pelipatan (folding test)....................................... (b) Uji gigit (teeth cutting test) ..................................... (c) Kekuatan gel (gel strength)..................................... (d) Derajat putih ...........................................................
48 49 51 53
4.2.2.3 Analisis pH adonan kamaboko......................................
54
5. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................
57
5.1 Kesimpulan.............................................................................................
57
5.2 Saran.......................................................................................................
57
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
58
LAMPIRAN....................................................................................................
64
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1. Penggolongan ikan berdasarkan kandungan lemak dan proteinnya ..........
6
2. Komposisi kimia daging ikan nila (Oreochromis sp.) segar dan ikan nila (Oreochromis sp.) goreng ...........................................................
7
3. Nilai mutu uji skala pelipatan (folding test)...............................................
25
4. Nilai mutu uji skala gigit (teeth cutting test)..............................................
25
5. Karakteristik fisiko-kimia tepung rumput laut Kappaphycus alvarezii .....
32
6. Karakteristik fisiko-kimia surimi ikan nila (Oreochromis sp.)..................
37
vi
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Ikan nila (Oreochromis sp.) .......................................................................
5
2. Hubungan antara ashi, suwari, modori ......................................................
12
3. Pembentukan gel kamaboko dan surimi ....................................................
12
4. Pembentukan gel surimi dan kamaboko ....................................................
12
5. Diagram alir proses pembuatan tepung rumput laut (Kappaphycus alvarezii) ............................................................................
21
6. Diagram alir proses pembuatan surimi dan kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) ......................................................................................
23
7. Diagram batang nilai rata-rata uji skoring penampakan kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.)........................................................................
41
8. Diagram batang nilai rata-rata uji skoring warna kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.)........................................................................
42
9. Diagram batang nilai rata-rata uji skoring tekstur kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.)........................................................................
44
10. Diagram batang nilai rata-rata uji skoring aroma kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.)........................................................................
45
11. Diagram batang nilai rata-rata uji skoring rasa kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.)........................................................................
47
12. Diagram batang nilai rata-rata uji lipat kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) ......................................................................................
49
13. Diagram batang nilai rata-rata uji gigit kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) ......................................................................................
50
14. Diagram batang nilai rata-rata kekuatan gel (gel strength) kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.)........................................................................
51
15. Diagram batang nilai rata-rata derajat putih kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) ......................................................................................
54
16. Diagram batang nilai rata-rata pH kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) ......................................................................................
55
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Lembar penilaian uji organoleptik mutu skoring kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) .....................................................................................
65
2. Lembar penilaian uji lipat kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) .........
66
3. Lembar penilaian uji gigit kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) .........
66
4. Rendemen daging dan surimi, pH, PLG dan nilai derajat putih surimi pada berbagai frekuensi pencucian ikan nila (Oreochromis sp.). .............
67
5.
Data uji organoleptik penampakan kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) pada berbagai frekuensi pencucian dan penambahan konsentrasi tepung rumput laut (Kappaphycus alvarezii) ...
68
6.
Uji Kruskal Wallis penampakan kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.)
69
7.
Data uji organoleptik warna kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) pada berbagai frekuensi pencucian dan penambahan konsentrasi tepung rumput laut (Kappaphycus alvarezii)............................................
70
8.
Uji Kruskal Wallis warna kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.)...........
71
9.
Data uji organoleptik tekstur kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) pada berbagai frekuensi pencucian dan penambahan konsentrasi tepung rumput laut (Kappaphycus alvarezii)............................................
72
10. Uji Kruskal Wallis tekstur kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.)..........
73
11. Data uji organoleptik aroma kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) pada berbagai frekuensi pencucian dan penambahan konsentrasi tepung rumput laut (Kappaphycus alvarezii)............................................
74
12. Uji Kruskal Wallis aroma kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.)...........
75
13. Data uji organoleptik rasa kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) pada berbagai frekuensi pencucian dan penambahan konsentrasi tepung rumput laut (Kappaphycus alvarezii)............................................
76
14. Uji Kruskal Wallis rasa kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) ..............
77
15. Uji lanjut Multiple Comparison rasa kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) .....................................................................................
78
16. Data uji lipat kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) pada berbagai frekuensi pencucian dan penambahan konsentrasi tepung rumput laut (Kappaphycus alvarezii).............................................
81
17. Uji Kruskal Wallis nilai lipat kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) ......
82
18. Data uji gigit kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) pada berbagai frekuensi pencucian dan penambahan konsentrasi tepung rumput laut (Kappaphycus alvarezii)............................................
83
viii
19. Uji Kruskal Wallis nilai gigit kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) .....
84
20. Uji lanjut Multiple Comparison nilai gigit kamaboko ikan nila(Oreochromis sp.)........................................................................
85
21. Nilai kekuatan gel (gel strength) kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) pada berbagai frekuensi pencucian dan penambahan konsentrasi tepung rumput laut (Kappaphycus alvarezii)............................................
88
27. Analisis ragam kekuatan gel (gel strength) kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.).......................................................................
88
28. Uji lanjut Tukey kekuatan gel (gel strength) kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) ......................................................................
89
29. Nilai derajat putih kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) pada berbagai frekuensi pencucian dan penambahan konsentrasi tepung rumput laut (Kappaphycus alvarezii) ..................................................................... 92 30. Analisis ragam derajat putih kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) .......
92
31. Uji lanjut Tukey derajat putih kamaboko ikan nila(Oreochromis sp.).......
93
32. Nilai pH kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) pada berbagai frekuensi pencucian dan penambahan konsentrasi tepung rumput laut (Kappaphycus alvarezii).............................................
96
33. Analisis ragam pH kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.).......................
97
34. Uji lanjut Tukey pH kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) .....................
97
35. Tepung rumput laut (Kappahycus alvarezii)..............................................
100
36. Gel kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) ...............................................
100
37. Gel kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) perlakuan A1B1 .....................
101
38. Gel kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) perlakuan A1B2 .....................
101
39. Gel kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) perlakuan A1B3 .....................
101
40. Gel kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) perlakuan A1B4 .....................
101
41. Gel kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) perlakuan A1B5 .....................
102
42. Gel kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) perlakuan A2B1 .....................
102
43. Gel kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) perlakuan A2B2 .....................
102
44. Gel kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) perlakuan A2B3 .....................
102
45. Gel kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) perlakuan A2B4 .....................
103
46. Gel kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) perlakuan A2B5 .....................
103
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu bentuk olahan diversifikasi produk hasil perikanan yang diarahkan untuk tujuan ekspor adalah surimi. Surimi adalah konsentrat protein miofibril ikan yang diolah melalui tahapan proses kontinyu meliputi penghilangan kepala dan tulang, pelumatan daging, pencucian, penghilangan air, dan penambahan cryoprotectant (Okada 1992; Pipatsattayanuwong et al. 1995), sehingga mempunyai kemampuan fungsional terutama kemampuannya dalam membentuk gel dan mengikat air. Selain itu juga untuk mencegah terjadinya denaturasi protein selama penyimpanan beku. Pada umumnya surimi dibuat dari ikan berdaging putih yang kemudian diolah menjadi pasta dan bertekstur seperti karet (rubbery). Surimi selanjutnya dapat diproduksi beberapa macam makanan dengan karakteristik bentuk, tekstur, serta aroma yang khas, seperti chikuwa, kamaboko, fish ball, hanpen, dan tsumire. Produk tersebut pada dasarnya menggunakan bahan tepung, putih telur, minyak nabati, sorbitol, protein kedele dan bumbu sebagai bahan adonan, dengan surimi sebagai bahan utama (Setyorini 2006). Di Indonesia, jenis-jenis ikan yang dapat dimanfaatkan dalam pembuatan surimi seperti ikan kakap merah (Lates calcarifer), gurami (Osphronemus gouramy), kerot-kerot (Pomadasys hasta), kurisi (Nemipterus nematophorus). Salah satu jenis ikan air tawar yang dapat dimanfaatkan untuk pembuatan surimi adalah ikan nila (Oreochromis sp.). Ikan nila mudah dibudidayakan sehingga perlu adanya diversifikasi produk berbahan baku ikan nila. Selain itu ikan nila memiliki kelebihan lain yaitu kemampuan membentuk gel yang baik dan harganya relatif murah. Ikan nila merupakan ikan air tawar yang sering dikonsumsi oleh masyarakat, namun demikian pengolahannya masih sangat terbatas pada umumnya hanya dalam bentuk fillet. Sebagai bahan pangan, rumput laut memiliki kandungan mineral dan serat pangan yang tinggi, sedangkan kandungan protein, lemak dan vitamin relatif rendah. Aplikasi rumput laut kedalam industri pangan maupun non-pangan lebih ditekankan pada komponen hidrokoloidnya seperti agar, karaginan, dan alginat.
2
Komponen
hidrokoloid
tersebut
dimanfaatkan
sebagai
bahan
penstabil,
pengemulsi, pembentuk gel, pengental, pensuspensi, pembentuk busa, pembentuk film. Karaginan merupakan salah satu senyawa hidrokoloid yaitu polisakarida rantai panjang yang diekstraksi dari rumput laut jenis-jenis karaginofit, yaitu Eucheuma sp., Chondrus sp., Hypnea sp., Gigartina sp. (Ditjen Perikanan Tangkap 2007). Salah satu jenis rumput laut yang menghasilkan karaginan dan sudah dibudidayakan secara luas di Indonesia adalah Kappaphycus alvarezii. Karaginan yang dihasilkan rumput laut Kappaphycus alvarezii adalah kappa karaginan. Karena kemampuannya dalam mengubah sifat fungsional produk yang diinginkan, maka karaginan banyak digunakan dalam industri. Karaginan merupakan bagian yang diperoleh dari hasil ekstraksi ganggang merah dengan menggunakan air atau larutan alkali pada temperatur tinggi. Karaginan terbagi dalam tiga jenis, yaitu kappa (κ), iota (ι) dan lamda (λ). Kappa dan iota karaginan memungkinkan untuk membentuk arus panas balik gel, sementara lamda karaginan tidak akan membentuk gel. Meningkatnya kekuatan gel surimi secara signifikan terbukti ketika dilakukan penambahan karaginan pada konsentrasi 0,25% dengan protein konsentrat (Bullens et al. 1990). Karaginan dapat berfungsi sebagai stabilisator, bahan pengawet, pembentuk gel dan pengemulsi sehingga banyak dimanfaatkan oleh industri-industri makanan, obatobatan, kosmetik, tekstil, cat, pasta gigi dan industri lainnya (Suradjuddin 2005). Karaginan pada industri makanan biasa digunakan sebagai dietetic food dalam bentuk jelly, susu kental manis dan yoghurt sebagai pensuspensi, sedangkan dalam industri milk gels (puding, custard dan minuman kaleng) dan antacid gels, karaginan berfungsi sebagai gelling agent. Demikian pula dalam water gels, fish and meat gels dan gel pengharum ruangan (Anggadiredja et al. 1993; Anggadiredja et al. 2006). Kekuatan gel merupakan atribut utama surimi. Untuk meningkatkan kekuatan gel selain dilakukan pencucian dengan air dingin dalam tahapan pembuatan surimi, bisa digunakan bahan tambahan lain yang mempunyai kemampuan membentuk gel. Salah satunya adalah hidrokoloid yang berasal dari rumput laut Kappaphycus alvarezii. Dalam penelitian ini untuk meningkatkan
3
kekuatan gel surimi ikan nila dilakukan penambahan tepung rumput laut Kappaphycus alvarezii sebagai gelling agent (bahan pembentuk gel). Diharapkan surimi yang dihasilkan selain mempunyai nilai kekuatan gel yang baik, juga kaya akan kandungan serat karena penambahannya dalam bentuk tepung rumput laut yang mana kandungan utamanya adalah serat pangan. 1.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: (1) membuat tepung rumput laut dari jenis Kappaphycus alvarezii dan mengevaluasi karakteristiknya; (2) mempelajari pengaruh penambahan tepung rumput laut Kappaphycus alvarezii terhadap surimi ikan nila Oreochromis sp. dengan penekanan sifat fisik gel kamaboko yang dihasilkan.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Ikan Nila (Oreochromis sp.) Ikan nila merupakan salah satu ikan air tawar yang secara resmi didatangkan ke Bogor pada tahun 1969 oleh Balai Penelitian Perikanan Air Tawar. Selanjutnya ikan tersebut disebarluaskan ke berbagai propinsi di seluruh Indonesia sekitar tahun 1971. Ikan nila tahan terhadap perubahan lingkungan, bersifat omnivora, mampu mencerna pakan secara efisien, pertumbuhannya cepat dan tahan terhadap serangan penyakit. Klasifikasi ikan nila menurut Trewavas (1982) diacu dalam Suyanto (1994) adalah: Filum
: Chordata
Sub-filum : Vertebrata Kelas
: Osteichytes
Sub-kelas : Acanthopterigii Ordo
: Perchomorphi
Famili
: Chichlidae
Genus
: Oreochromis
Spesies
: Oreochromis sp. Ikan nila tergolong ke dalam famili Chichlidae dan genus Oreochromis.
Berdasarkan perilaku reproduksinya, famili Chichlidae dibagi menjadi tiga genus utama yaitu: Tilapia, Sorotherodon dan Oreochromis. Pada genus Tilapia, telur yang dibuahi biasanya menempel pada substrat dan dijaga oleh induknya sampai menetas. Pada genus Sorotherodon, telur yang dibuahi biasanya dierami dalam mulut induk jantan atau kedua induknya, sedangkan genus Oreochromis, telur yang biasanya dierami dalam mulut induk betina (Suyanto 1994). Ikan nila memiliki sirip punggung, sirip dubur dan sirip perut yang masing-masing mempunyai jari-jari lunak dan jari-jari keras yang tajam seperti duri. Sirip punggung memiliki lima belas jari-jari keras dan sepuluh jari-jari lunak, sedangkan sirip ekor mempunyai dua jari-jari keras dan enam jari-jari lunak. Sirip perut memiliki satu jari-jari keras dan enam jari-jari lemah. Sirip punggung berwarna hitam dan sirip dada menghitam, sirip pada ekor terdapat
5
enam buah jari-jari tegak sedangkan pada sirip terdapat delapan buah (Anonim 1991). Gambar ikan nila disajikan pada Gambar 1.
Batang ekor
Sirip dorsal mata
Sirip caudal Sirip anal
Sirip pektoral
Gambar 1 Ikan Nila (Oreochromis sp.) (Dokumentasi pribadi) Keunggulan yang dimiliki oleh ikan nila yaitu diantaranya adalah toleran terhadap lingkungan baik di air tawar maupun air payau pada kisaran pH 5 - 11, pertumbuhannya cukup cepat yaitu dalam jangka waktu 6 bulan benih sudah berukuran 30 g. Dapat tumbuh mencapai ukuran 300 - 500 g, dapat dipijahkan setelah berumur 5 - 6 bulan dan dapat dipijahkan kembali setelah 1 - 1,5 bulan kemudian, serta dapat tahan terhadap kekurangan oksigen dalam air (Suyanto 1994). Ikan nila hidup di sungai, danau, waduk dan sawah. Di daerah tropis ikan nila dapat hidup dan tumbuh dengan baik sepanjang tahun pada lokasi sampai ketinggian 500 meter di atas permukaan air laut. Ikan ini dipelihara dengan kepadatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan ikan-ikan dari golongan Cyprinidae lain seperti ikan mas, tetapi daging ikan nila kurang disukai oleh masyarakat (Anonim 1991).
6
2.2 Komposisi Kimia Ikan Komposisi kimia daging ikan umumnya terdiri dari 15 - 24% protein, 66 - 84% air; 0,1 - 22% lemak; 1 - 3% karbohidrat; dan 0,8 - 2% bahan anorganik. Komposisi kimia ikan terbesar adalah air. Kadar air ini dapat mempengaruhi kandungan lemak yang terdapat pada daging ikan tersebut. Makin tinggi kadar air ikan maka makin rendah kadar lemaknya (Suzuki 1981). Ikan banyak mengandung asam lemak yang berantai karbon lebih dari 18. Asam
lemak
ikan
lebih
banyak
mengandung
ikatan
rangkap
(PUFA = Poly-Unsaturated Fatty Acids) daripada mamalia. Adanya asam lemak tidak jenuh ini menyebabkan lemak pada ikan lebih mudah teroksidasi sehingga menimbulkan ketengikan. Ketengikan yang berlarut-larut akan membebaskan peroksida dan menurunkan mutu (Suzuki 1981). Lemak ikan mudah dicerna dan banyak mengandung asam lemak tidak jenuh. Banyak ahli gizi yang menekankan pentingnya mengkonsumsi daging ikan dalam makanan. Tetapi seperti semua asam lemak tidak jenuh yang lain, lemak ikan juga sangat mudah teroksidasi dan menyebabkan “off flavour” (Potter 1973). Penggolongan ikan berdasarkan kandungan lemak dan proteinnya dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Penggolongan ikan berdasarkan kandungan lemak dan proteinnya Golongan ikan
Kadar lemak (%)
Kadar Protein (%)
Lemak rendah-protein sedang
<5
15 - 20
Lemak sedang-protein sedang
5 - 15
15 - 20
Lemak tinggi-protein tinggi
> 15
> 15
Lemak rendah-protein tinggi
<5
> 20
Lemak rendah-protein rendah
<5
< 15
Sumber : Stansby dan Olcott (1963) diacu dalam Rumaniah (2002)
Ikan kaya akan vitamin. Dalam ikan ditemukan karoten yang merupakan prekursor vitamin A. Ikan juga mengandung provitamin D yang akan berubah menjadi vitamin D dengan bantuan sinar ultraviolet. Selain itu juga terdapat vitamin E yang larut dalam lemak. Selain vitamin-vitamin yang larut dalam lemak, ditemukan juga vitamin yang larut dalam air, seperti vitamin B. Daging
7
ikan juga ada yang mengandung vitamin C dalam jumlah yang sangat sedikit (Hadiwiyoto 1993). Pada daging ikan nila (Oreochromis sp.) sisi badannya cukup tebal sehingga baik untuk fillet (sayatan daging tanpa tulang). Fillet nila sangat disukai oleh konsumen di luar negeri karena rasanya mirip dengan daging ikan kakap merah. Fillet tersebut dapat dimasak menjadi berbagai macam produk (Suyanto 1994). Hasil penelitian Samsudin (2003) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan komposisi kimia dari daging ikan nila segar dan ikan nila goreng yang dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Komposisi kimia daging ikan nila segar (Oreochromis sp.) dan ikan nila (Oreochromis sp.) goreng Jumlah (% bb)
Senyawa kimia
Ikan nila segar
Ikan nila goreng
Air
83,99
26,59
Abu
0,78
2,78
Lemak
1,03
25,93
Protein
13,40
41,61
Sumber : Samsudin (2003)
2.3 Protein Ikan Protein ikan merupakan senyawa kimia utama dan merupakan bagian terbesar dari daging ikan dalam keadaan berat kering di samping lemak. Diperkirakan kandungannya mencapai 11 - 27% (Shahidi dan Botta 1994). Daging ikan juga mengandung metabolisme dari protein dan lemak, serta beberapa bahan khusus yang berpengaruh terhadap kerja tubuh sehari-hari, seperti fosfatida, sterol, vitamin, enzim serta hormon. Protein ikan dapat diklasifikasikan menjadi protein sarkoplasma, miofibril dan jaringan ikat (stroma) (Suzuki 1981). Protein ikan secara umum dapat digolongkan berdasarkan kelarutannya dalam air, lokasi terdapatnya, dan fungsinya. Berdasarkan kelarutannya dalam air, protein ikan dapat digolongkan menjadi tiga bagian, yaitu protein mudah larut dalam air, protein yang tidak larut dalam air dan protein yang sukar larut dalam air setelah diberi garam dalam konsentrasi tertentu. Berdasarkan lokasi terdapatnya
8
dalam daging ikan, protein ikan dapat digolongkan menjadi tiga macam, yaitu protein sarkoplasma, protein miofibril dan protein jaringan pengikat, sedangkan berdasarkan fungsinya, senyawa golongan protein dikelompokkan dalam dua macam, yaitu senyawa-senyawa pembentuk atau pembuat enzim, koenzim dan hormon (Hadiwiyoto 1993). 2.3.1 Protein miofibril Protein miofibril merupakan bagian terbesar dalam jaringan daging ikan, dimana protein ini larut dalam larutan garam. Protein ini terdiri dari aktin dan miosin yang membentuk aktomiosin. Protein miofibril sangat berperan dalam pembentukan gel dan proses koagulasi terutama dari fraksi aktomiosin (Suzuki 1981). Protein miofibril berfungsi untuk kontraksi otot. Protein ini dapat diekstrak dengan larutan garam netral yang berkekuatan ion sedang (> 0,5 M). Penampakan protein miofibril ikan mirip dengan otot hewan mamalia, tetapi lebih mudah kehilangan aktivitas ATP-asenya dan laju agregasinya lebih cepat. Pada umumnya protein yang larut dalam larutan garam, efisien sebagai pengemulsi dibandingkan dengan protein yang larut dalam air (Wilson et al. 1981). Miosin adalah protein yang paling penting dari semua protein otot, selain karena jumlahnya yang besar, miosin juga mempunyai sifat biologi khusus. Dengan adanya aktivitas enzim ATP-ase dan kemampuannya pada beberapa kondisi dapat bergabung dengan aktin membentuk kompleks aktomiosin. Sifat kontraksi pada proses pembentukan aktomiosin inilah yang menyebabkan terjadinya gerakan otot sewaktu ikan hidup dan selama terjadinya kekejangan setelah ikan mati. Miosin merupakan komponen protein miofibril terbesar di dalam daging ikan, yaitu sekitar 80% dari total protein miofibril (Shahidi dan Botta 1994). Menurut Chen (1995), miosin merupakan protein terpenting pada gelasi daging selama pemanasan dimana sisi aktifnya mengembang dan tidak menggulung setelah “setting” (50 - 90 oC). 2.3.2 Protein sarkoplasma Protein sarkoplasma merupakan protein yang larut dalam air dan secara normal ditemukan dalam plasma sel dan berperan sebagai enzim yang diperlukan untuk metabolisme anaerob sel otot (Mackie 1992) serta sebagai pembawa
9
oksigen (Hall dan Ahmad 1992). Jenis protein ini banyak terdapat dalam sel otot, karena jumlahnya 20 - 50% dari total protein. Protein sarkoplasma merupakan protein yang paling banyak larut dalam air dan sering disebut miogen. Kandungan miogen dalam otot ikan tergantung pada spesiesnya, namun pada umumnya kandungan miogen lebih tinggi pada ikan pelagis jika dibandingkan dengan ikan demersal (Suzuki 1981). Kontribusi protein ini terhadap keempukan daging sangat minimal (Pomeranz 1991). Protein sarkoplasma tidak berperan dalam pembentukan gel dan kemungkinan akan merusaknya, sebagai contoh misalnya beberapa protease yang merusak miofibril (Hall dan Ahmad 1992). Hal ini juga diperkuat oleh pernyataan Smith (1991) yang dikutip Haard et al. (1994) bahwa protein sarkoplasma akan menganggu “cross lingking” miosin selama pembentukan matriks gel karena protein ini tidak dapat membentuk gel dan mempunyai kapasitas pengikatan air yang rendah. Protein sarkoplasma dapat dikurangi atau bahkan dihilangkan dengan cara mengekstrak daging ikan dengan menggunakan air dingin. Pencucian dengan menggunakan suhu dingin ini bertujuan untuk mempertahankan protein khususnya protein miofibril agar tidak mengalami kerusakan seperti denaturasi (Santoso et al. 1997). 2.3.3 Protein jaringan ikat (stroma) Protein ini disusun dari kolagen dan elastin, dengan jumlah sekitar 3% dari total protein otot ikan teleostei dan sekitar 10% dalam ikan elasmobranchii, sedangkan pada mamalia sekitar 17%. Protein stroma ini tidak dapat diekstrak oleh larutan asam, alkali atau garam berkekuatan ion tinggi. Selain protein stroma, protein kontraktil seperti konektin dan desmin juga tidak dapat terekstrak (Hultin 1985). Dalam pengolahan surimi, protein stroma tidak dihilangkan karena mudah dilarutkan oleh panas (kolagen) dan merupakan komponen netral pada produk akhir (Hall dan Ahmad 1992). Protein stroma penting dalam proses pangan karena memiliki beberapa pengaruh yang merugikan terhadap sifat fungsional daging. Pengaruh tersebut antara lain dapat mengurangi keempukan daging atau
10
kelembutan daging (tenderness), tergantung jumlah dan tingkat “cross lingking” yang terjadi antara protein jaringan ikat (Goll et al. 1977 dalam Pomeranz 1991). 2.4 Pembentukan dan Sifat Gel Ikan Faktor yang sangat berperan terhadap rendahnya kekuatan gel yang terbentuk pada ikan yang berdaging merah adalah rendahnya pH daging. Hal ini disebabkan tingginya konsentrasi asam laktat yang berasal dari banyaknya jumlah glikogen dalam otot ketika ikan mati. Ikan berdaging gelap mempunyai cadangan glikogen yang banyak karena ikan jenis ini lebih aktif bergerak dan mengalami masa migrasi yang lama. Selain itu protein miofibril tidak stabil pada kondisi asam. Faktor yang kedua adalah tingginya kandungan protein sarkoplasma pada ikan daging merah. Sarkoplasma jumlahnya hampir sama dengan protein miofibril pada ikan berdaging putih yaitu sebesar 60 - 70%. Sarkoplasma tidak menghasilkan gel walaupun dipanaskan dan jika tidak dihilangkan akan menghambat pembentukan gel. Tercampurnya daging putih dan daging merah selama pemfilletan dari ikan berdaging gelap akan menyebabkan rendahnya gel secara keseluruhan. Faktor ketiga adalah adanya enzim protease yang dapat memecah miosin selama proses pemanasan untuk mengubah sol menjadi gel (Shimizu et al. 1976 dalam Lee et al. 1992). Gelasi protein daging terjadi dalam dua tahap. Tahap pertama adalah denaturasi protein (tidak menggulungnya rantai protein) dan tahap kedua adalah terjadinya agregasi protein membentuk struktur tiga dimensi (Niwa 1992). Mackie (1992) menyimpulkan bahwa ada dua hal yang diperlukan untuk menghasilkan produk gel, yaitu: (1) protein miofibril harus dilarutkan dalam larutan garam, dan (2) pemanasan untuk membentuk gel, protein harus terdenaturasi sehingga membentuk struktur jala yang teratur dan mampu menahan air yang terdapat dalam surimi. Selain garam, menurut Venugopal et al. (1994) asam lemah (asam asetat dan asam laktat) juga dapat menyebabkan denaturasi protein yang memudahkan proses pembentukan gel yang ditunjukkan dengan meningkatnya viskositas. Akan tetapi, yang terjadi adalah sebaliknya jika yang ditambahkan adalah asam kuat seperti HCl, asam sitrat dan asam tartat.
11
Penambahan garam dalam pembuatan surimi dapat memperbaiki sifat gel, dan kekuatan gel optimum tercapai pada konsentrasi garam 2 - 3%. Konsentrasi garam minimum yang ditambahkan untuk mengekstrak protein miofibril dan jaringan ikan adalah ± 2% dari berat daging pada pH 7. Bila pH diturunkan maka konsentrasi garam yang digunakan menjadi lebih besar (Suzuki 1981). Pembentukan gel ikan terjadi pada saat penggilingan daging mentah dengan penambahan garam. Aktomiosin (miosin dan aktin) sebagai komponen yang paling penting dalam pembentukan gel akan larut dalam larutan garam, membentuk sol (dispersi partikel padat dalam medium cair) yang sangat adhesif. Bila sol dipanaskan akan terbentuk gel dengan konstruksi seperti jala dan memberikan sifat elastis pada daging ikan. Sifat elastis ini disebut ashi atau suwari. Kekuatan ashi merupakan nilai mutu dari produk gel ikan misalnya kamaboko yang kekuatannya berbeda-beda menurut jenis dan kesegaran ikan (Tanikawa 1985; Cheng et al. 1979). Menurut Lee (1984), gel suwari terbentuk tidak hanya melalui hidrasi molekul protein saja, tetapi juga pembentukan struktur jaringan oleh ikatan hidrogen, ikatan hidrofobik dan molekul protein miofibril. Setting pada suhu rendah (20 - 40 oC) akan membentuk ikatan hidrogen dalam gel, sedangkan ikatan hidrofobik akan mendominasi gel yang dibentuk dengan setting pada suhu tinggi (50 - 90 oC). Konstruksi jala dapat terbentuk dari konjugasi molekul-molekul protein yang diikat oleh suatu jembatan seperti garam, atau ikatan hidrogen antara karbonil dengan radikal amino pada peptida atau oleh radikal disulfida yang terbentuk radikal sulfidhril. Apabila pasta daging ikan dibiarkan pada suhu kamar dalam waktu lama, maka sifat elastis akan hilang dan daging menjadi mudah patah, fenomena ini dikenal dengan modori. Fenomena modori ini juga dapat terjadi apabila daging dipanaskan pada suhu rendah dalam jangka waktu yang lama (Tanikawa 1985). Fenomena modori terjadi pada suhu sekitar 60 oC, karena pada suhu tersebut protease akan lebih aktif terhadap aktomiosin yang menyebabkan lemahnya gel yang dihasilkan (Haard et al. 1994). Fenomena perubahan elastisitas dapat dijelaskan dengan dispersi molekul molekul protein (Tanikawa 1985) sebagaimana disajikan pada Gambar 2, 3 dan Gambar 4.
12
Gambar 2 Hubungan antara ashi, suwari, modori (Tanikawa 1985)
Gambar 3 Alur proses pembentukan gel kamaboko dan surimi (Tanikawa 1985)
Gambar 4 Alur proses pembentukan gel surimi dan kamaboko (Tanikawa 1985)
13
2.5 Surimi Surimi adalah istilah yang berasal dari bahasa Jepang yang menunjukkan bentuk lumatan daging sebagai bahan dasar pengolahan produk tradisional Jepang “kamabako”. Saat ini surimi dikenal sebagai daging lumat yang telah mengalami proses pencucian. Salah satu keunggulan surimi adalah kemampuannya untuk diolah menjadi berbagai macam produk lanjutan (Okada 1992). Dua unsur utama yang harus diperhatikan untuk menghasilkan surimi berkualitas baik yaitu bahan baku berasal dari daging ikan berwarna putih dan berkadar lemak rendah. Faktor biologis seperti fase bertelur, musim dan ukuran juga dapat mempengaruhi kualitas dari surimi yang dihasilkan (Mitchell 1985). Menurut Haryati (2001) diacu dalam Mahdiah (2002), sebagai bahan baku produk lanjutan surimi (intermediate product) memiliki sifat-sifat khusus yaitu: a) Merupakan produk yang tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa, sehingga memungkinkan untuk dimodifikasi menjadi produk dengan berbagai sifat, rasa, warna dan aroma yang dikehendaki. b) Mempunyai kemampuan untuk mengikat bahan dengan baik, sehingga dapat bercampur dengan bahan lain tanpa merubah teksturnya. c) Mampu membentuk gel bila dipanaskan setelah ditambah garam. d) Memiliki tingkat elastisitas yang dapat dimodifikasi. e) Proses pemanasan surimi untuk membentuk gel dapat dilakukan dengan berbagai cara. Kriteria yang paling penting dalam menentukan mutu surimi adalah elastisitas produk yang dihasilkan karena hasil pembentukan gel ikan. Faktorfaktor yang berpengaruh terhadap elastisitas produk surimi diantaranya: jenis ikan, kesegaran ikan, pH, kadar air, pencucian, suhu dan waktu pemasakan dan jumlah zat penambah, seperti garam, gula, polipospat, monosodium glutamat, pati dan putih telur. Perlakuan pencincangan dan penggilingan juga menentukan tekstur (Heruwati et al. 1995). Suzuki (1981), mengklasifikasikan surimi kedalam dua tipe surimi, yaitu : 1. Mu-en Surimi, dibuat dengan menggiling hancuran daging ikan yang telah dicuci dan dicampur dengan gula dan fosfat tanpa penambahan garam (NaCl), serta telah mengalami proses pembekuan.
14
2. Ka-en Surimi, dibuat dengan menggiling hancuran daging ikan yang telah dicuci dan dicampur gula dan garam (NaCl) tanpa penambahan fosfat serta telah mengalami proses pembekuan. Selain surimi beku, terdapat tipe surimi lain yang disebut raw surimi yaitu surimi yang tidak mengalami proses pembekuan. 2.5.1 Surimi sebagai bahan baku produk Secara teknis semua jenis ikan dapat dibuat menjadi surimi. Daging ikan memiliki kemampuan untuk membentuk gel secara sempurna sehingga menghasilkan tekstur yang elastis, rasa yang enak dan penampakan yang putih. Namun untuk ikan yang berdaging putih tidak berbau lumpur, tidak terlalu amis serta memiliki kemampuan membentuk gel yang bagus, maka akan memberikan hasil tekstur surimi yang baik. Ikan air tawar seperti lele, nilem, tawes dapat diolah menjadi surimi. Untuk jenis ikan air tawar sebelum diolah terlebih dahulu dilakukan pemberokan agar bau lumpur pada produk akhir dapat dikurangi (Peranginangin et al. 1999). Komposisi otot atau daging dari ikan berlemak atau ikan berdaging gelap yang secara tradisonal digunakan untuk proses pembuatan surimi adalah sebagai berikut (Shimizu et al. 1976 dalam Lee et al. 1992): 1. Proporsi dari otot merah lebih besar dari otot putih dan otot putihnya sendiri lebih gelap dari ikan yang kurus. 2. Dagingnya lebih gurih dan enak. 3. Dagingnya banyak mengandung lemak (tergantung cuaca). 4. Otot putihnya sangat lembut tapi akan mengeras setelah dimasak. 5. pH akan turun setelah post mortem. 6. Daging lebih tahan lama. 7. Ukuran ikan biasanya kecil tapi komposisinya tergantung dari musim. 8. Dagingnya lebih stabil jika dibekukan. 9. Dagingnya dapat menghasilkan enzim protease yang tahan terhadap panas. Pada pembuatan surimi, penambahan garam selama proses leaching akan memudahkan penghilangan air dari daging ikan yang telah dilumatkan. Fungsi yang paling utama dalam penambahan garam ini adalah melepaskan miosin dari
15
serat-serat daging ikan sehingga memudahkan untuk berikatan dengan aktin membentuk aktomiosin yang berperan penting dalam pembentukan jelly yang kuat (Ditjen Perikanan 1990). Selama proses pembuatan surimi, faktor yang harus diperhatikan adalah suhu air pencucian dan penggilingan daging ikan. Jumlah protein larut air yang hilang selama pencucian tergantung pada suhu air pencucian karena akan berpengaruh pada kekuatan gel. Suhu air yang lebih tinggi akan lebih banyak melarutkan protein larut air. Kekuatan gel terbaik diperoleh bila hancuran daging ikan dicuci dengan air yang bersuhu 10 - 15 oC (Schwarz dan Lee 1988). 2.5.2 Karakteristik surimi Karakteristik fisik surimi terdiri dari penampakan, warna, tekstur, aroma, rasa, kekenyalan dan elastisitas gel. (a) Penampakan Penampakan merupakan karakteristik pertama yang dinilai oleh konsumen dalam mengkonsumsi suatu produk, kemudian akan melihat karakteristik lainnya (aroma, rasa dan seterusnya). Meskipun penampakan tidak menentukan tingkat kesukaan konsumen secara mutlak, tetapi penampakan juga mempengaruhi penerimaan konsumen. Produk yang bagus, rapih dan utuh pasti lebih disukai oleh konsumen dibandingkan dengan produk yang tidak utuh dan kurang rapi (Soekarto 1985). (b) Warna Surimi yang berwarna gelap akan menghasilkan nilai jual yang sangat rendah karena pada tahap pemrosesannya tidak menggunakan teknik-teknik tertentu. Pigmen heme pada ikan berdaging putih dapat dengan mudah dihilangkan selama proses pembuatan surimi meskipun jumlah yang terlarut lebih kecil dibandingkan dengan ikan segar yang telah mengalami deteriorasi dan denaturasi, sedangkan pada ikan berdaging gelap pigmen heme-nya sangat susah diekstrak karena bentuk atau strukturnya yang kuat dan kompak dibandingkan dengan ikan berdaging putih sehingga diperlukan teknik-teknik tertentu (Hashimoto 1976 dalam Lee et al. 1992).
16
(c) Tekstur Tekstur merupakan karakteristik yang sangat penting bagi produk gel ikan. Karena produk gel ikan bersifat elastis dan kenyal. Biasanya tekstur berhubungan dengan keempukan dan kekerasan produk. Pembentukan tekstur gel ikan terjadi ketika
molekul-molekul
protein
mengembang
pada
waktu
pemasakan
(Rompis 1998). (d) Aroma Aroma merupakan sesuatu yang berhubungan dengan indera penciuman manusia. Aroma dari suatu bahan akan mempengaruhi kesukaan panelis terhadap bahan tersebut. Pada umumnya aroma yang diterima oleh hidung dan otak lebih banyak dan merupakan campuran empat bau utama yaitu harum, asam, tengik dan hangus (Winarno 1997). (e) Rasa Faktor yang sangat menentukan suatu produk dapat diterima atau tidak oleh konsumen adalah rasa. Walaupun parameter penilaian yang lain baik, tetapi jika rasanya tidak disukai, maka produk tersebut akan ditolak (Soekarto 1985). Komponen-komponen yang bertanggung jawab atas rasa dan aroma pada masingmasing tipe ikan berbeda-beda. Pada ikan berdaging gelap aroma dan rasa berasal dari otot atau daging merah. Hal ini pula yang menyebabkan jumlah pigmen hemenya tinggi. Pigmen heme ini berperan sebagai prooksidan pada lemak dan menyebabkan pula besarnya jumlah fosfolipida yang tidak stabil. (f) Kekenyalan dan elastisitas gel Gel merupakan suatu sistem koloid antara fase cair yang terdispersi dalam medium padat sebagai fungsi kontinu. Gel ikan merupakan air yang terdispersi dalam fungsi kontinu protein aktomiosin. Beberapa faktor yang mempengaruhi tekstur gel adalah kandungan air surimi, jumlah garam yang ditambahkan, pH, waktu dan derajat pemanasan (Lee 1984). Kekerasan adalah gaya yang dibutuhkan untuk menekan suatu bahan atau produk sehingga terjadi perubahan produk yang diinginkan. Elastisitas adalah laju perubahan bentuk ke bentuk semula
setelah
(Rangganna 1986).
gaya
untuk
merubah
bentuk
tersebut
dipindahkan
17
2.6 Proses Pembuatan Tepung Rumput Laut Secara umum proses pembuatan tepung rumput laut meliputi pencucian, pengkondisian, pengeringan, penggilingan dan pengayakan. (a) Pembersihan dan pencucian Proses pencucian dengan air tawar dilakukan untuk menghilangkan kerikil, batu-batuan, lumpur, kerang dan benda-benda asing lainnya. Menurut Dewan Standar Nasional (SNI-01-2690-1998), benda asing adalah semua benda yang tidak termasuk rumput laut antara lain: garam, pasir, kayu, ranting dan rumput laut jenis lain. Rumput laut setelah dicuci harus segera dikeringkan sehingga kandungan airnya dapat mencapai 20%. Hal ini penting untuk dapat mencegah terjadinya proses fermentasi yang menurunkan mutu dan kandungan koloidnya (Winarno 1990). (b) Perendaman Pengkondisian rumput laut yaitu berupa perendaman atau pemucatan. Perendaman yang dilakukan bertujuan untuk melanjutkan pembersihan rumput laut dari kotoran-kotoran yang mungkin masih melekat dan mengurangi bau amis yang merupakan bau khas rumput laut. Pemucatan dimaksudkan untuk menghilangkan sisa-sisa kotoran dan mengoksidasi sebagian besar pigmen rumput laut sehingga berwarna keputih-putihan bersih dan lunak. Perendaman dalam alkali merupakan suatu cara yang dapat meningkatkan kualitas rumput laut, tetapi cara ini belum banyak diterapkan oleh masyarakat (Muljanah et al. 1992). Alkali dapat meningkatkan kualitas rumput laut karena setelah menjadi rumput laut kering memiliki penampakan yang lebih bersih, berwarna putih, cemerlang dan juga kadar airnya cukup rendah, sehingga dapat mencegah degradasi kimia dan biologi. (c) Pengecilan ukuran Setelah pencucian berkali-kali, dilakukan pengecilan ukuran rumput laut menggunakan alat grinder. Grinder digunakan apabila rumput laut yang akan digunakan dalam jumlah banyak. Pengecilan ukuran rumput laut bertujuan untuk mempermudah dalam pengeringan.
18
(d) Pengeringan Pengeringan merupakan metode mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan cara penguapan sehingga kadar air seimbang dengan kondisi udara normal atau kadar air setimpal dengan aktivitas air (aw) yang
aman
dari
kerusakan
mikrobiologi,
enzimatis
dan
kimiawi
(Wirakartakusumah et al. 1992). Tujuan pengeringan adalah untuk mengurangi kadar air bahan sampai batas dimana perkembangan mikroorganisme yang dapat menyebabkan pembusukan terhambat atau terhenti, demikian juga perubahanperubahan akibat kegiatan-kegiatan enzim, menjadikan bahan tidak mudah rusak sehingga mempunyai daya awet lebih lama dan memudahkan pengolahan lanjutan (Makfoeld 1982). Pengering drum (drum dryer) merupakan salah satu jenis pengering buatan. Keuntungan dari penggunaan pengering drum adalah kecepatan pengeringannya sangat tinggi serta penggunaan panas yang efisien sehingga proses menjadi lebih singkat, sedangkan kerugian dari penggunaan pengering drum adalah bahan harus tahan terhadap suhu tinggi dalam waktu yang singkat yaitu 2 - 30 detik (Taib et al. 1998). (e) Penggilingan Penggilingan merupakan pengecilan ukuran yang ekstrim. Proses penggilingan bertujuan untuk menghaluskan produk yang masih berbentuk kasar setelah pengeringan. Pada hakekatnya proses penggilingan melibatkan perusakan dan penghalusan materi dengan konsekuensi meningkatnya luas permukaan bahan. Suatu proses penggilingan melibatkan gaya tekan, gaya bentur, gaya gesek dan gaya geser (Voight 1995). (f) Pengayakan Pengayakan merupakan suatu cara pengelompokkan butiran, yang akan dipisahkan menjadi satu atau beberapa kelompok. Dengan demikian dapat dipisahkan antara partikel lolos ayakan (butir halus) dan yang tertinggal diayakan (butir kasar). Pada pengayakan konvensional, bahan dipaksa melewati lubang ayakan, umumnya dengan bantuan bilah kayu atau bahan sintesis atau dengan silikat (Voight 1995).
3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2006 sampai dengan Mei 2007 Pembuatan tepung rumput laut Kappaphycus alvarezii bertempat di Laboratarium Karakterisasi dan Pengolahan Hasil Perikanan, Departemen Teknologi Hasil Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB, serta Laboratarium Kimia Pangan dan Gizi Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian IPB.
Pembuatan surimi dan kamaboko bertempat di Laboratorium
Karakterisasi dan Pengolahan Hasil Perikanan, Departemen Teknologi Hasil Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Pengujian organoleptik mutu skoring,
folding test dan teeth cutting test dilakukan di Laboratarium
Organoleptik, Departemen Teknologi Hasil Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB; sedangkan analisis kimia tepung rumput laut Kappaphycus alvarezii, surimi dan kamboko bertempat di Laboratarium International Join Research Laboratory – Pusat Antar Universitas (PAU) Pangan dan Gizi IPB. 3.2 Bahan dan Alat Pada penelitian ini digunakan bahan-bahan dan alat dalam pembuatan tepung rumput laut Kappaphycus alvarezii, pembuatan surimi dan kamaboko ikan nila serta analisis sifat fisikokimianya sebagai berikut. 3.2.1 Bahan Bahan utama yang digunakan dalam pembuatan surimi adalah ikan nila (Oreochromis sp.) yang diperoleh dari kolam di daerah Parung- Bogor, garam dan air es. Bahan yang digunakan dalam pembuatan tepung rumput laut adalah rumput laut kering Kappaphycus alvarezii yang didapat dari Pulau Pari Kepulauan Seribu. Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisis adalah H2SO4, tablet Kjeltab, H3BO3, HCl 0,1 N, petroleum benzena, asbes, anti foaming agent, asam sulfat, NaOH, kalsium sulfat 10%, alkohol 95%, larutan buffer, NaCl 5%, barium klorida (BaCl2), HCl dan NaCl 3%.
20
3.2.2 Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat pembuat tepung rumput laut, alat pembuat surimi, alat pembuat produk kamaboko dan alat analisis sifat fisiko-kimia. Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan tepung rumput laut adalah timbangan, baskom, pisau, talenan, grinder, disc mill, pengering drum (drum dryer) dengan tipe double drum dryer, pengaduk dan ayakan. Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan surimi dan kamaboko ikan nila yaitu baskom, pisau, talenan, timbangan, grinder, kain blachu, food processor, pencetak kamboko (selongsong), panci, kompor dan termometer. Alat-alat yang digunakan untuk analisis sifat fisiko-kimia adalah oven, soxhlet, kondensor, pH-meter digital, erlenmeyer, kertas saring Whatmann no. 1, labu Kjehdahl, KETT Digital Whitenessmeter dan alat Rheoner jenis RE-3305, Scarsdale NY/Stable Microsystem. 3.3 Tahapan Penelitian Pelaksanaan penelitian dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama yaitu pembuatan tepung rumput laut dan analisis sifat fisiko-kimianya. Tahap kedua yaitu pembuatan surimi ikan nila (Oreochromis sp.) dan dilakukan analisis sifat fisiko-kimia surimi, termasuk pengaruh penambahan tepung rumput laut pada berbagai konsentrasi dalam pembuatan kamaboko. Terhadap kamaboko yang diberi perlakuan penambahan tepung rumput laut dilakukan uji organoleptik yaitu mutu skoring (penampakan, warna, tekstur, aroma dan rasa), uji lipat, dan uji gigit; dan analisis fisiko-kimia yang meliputi kekuatan gel, derajat putih dan pH. 3.3.1 Penelitian pendahuluan Pada penelitian pendahuluan ini dilakukan pembuatan tepung rumput laut mengacu pada metode yang pernah dilakukan Isbarni (2005) dengan modifikasi. Rumput laut kering dibersihkan dan dicuci menggunakan air tawar dan dilakukan perendaman selama 12 jam dengan perbandingan rumput laut dan air 1 : 8. Kemudian dilakukan pencucian kembali dengan air tawar hingga bersih. Rumput laut basah yang sudah bersih diperkecil ukurannya dengan menggunakan pisau lalu diperhalus dengan grinder, kemudian dilakukan pengeringan. Pengeringan
21
dilakukan dengan menggunakan drum dryer pada suhu 90 - 100 oC selama kurang lebih 2 jam. Rumput laut yang sudah kering digiling dengan menggunakan disc mill. Tepung rumput laut yang dihasilkan diayak dengan menggunakan saringan ukuran 32 mesh. Setelah menjadi tepung kemudian dilakukan analisis fisiko-kimia yang meliputi rendemen, derajat putih, kadar air, abu, protein, lemak, dan serat kasar. Diagram alir proses pembuatan tepung rumput laut dapat dilihat pada Gambar 5. Rumput laut Kappaphycus alvarezii (segar) (umur panen 3 bulan) Pencucian rumput laut dengan air tawar Penjemuran dengan sinar matahari (7 hari) Rumput laut kering Kappaphycus alvarezii Pembersihan dan pencucian dengan air tawar Perendaman rumput laut : air (1 : 8) ; 12 jam Pencucian hingga bersih dan tidak berbau Pengecilan ukuran dengan grinder Pengeringan dengan drum dryer (90-100 oC) Penggilingan dengan disc mill Pengayakan (32 mesh) Tepung rumput laut Analisis fisiko-kimia: rendemen, derajat putih, kadar air, abu, protein, lemak, dan serat kasar Keterangan
: proses modifikasi
Gambar 5. Diagram alir proses pembuatan tepung rumput laut (modifikasi Isbarni 2005)
22
3.3.2 Penelitian utama (a) Pembuatan surimi Jenis ikan yang digunakan dalam pembuatan surimi adalah ikan nila (Oreochromis sp.). Urutan dalam pembuatan surimi adalah ikan nila segar disiangi dengan cara membuang kepala, kulit dan isi perut. Kemudian dilakukan proses pemfilletan untuk memperoleh daging yang akan digunakan dalam pembuatan surimi. Daging fillet digiling dengan menggunakan grinder sehingga diperoleh daging lumat (minced fish) kemudian ditimbang. Selanjutnya daging lumat dicuci menggunakan air dingin dengan suhu 5 - 10 ºC dengan perbandingan air dan daging 3 : 1. Selama proses pencucian daging lumat dilakukan pengadukan selama ± 5 menit dengan frekuensi pencucian yang dilakukan sebanyak 1 dan 2 kali. Pada setiap pencucian terakhir ditambahkan garam 0,3% kemudian dilakukan pengepresan atau pemerasan untuk mengeluarkan sebagian air sehingga diperoleh surimi. Setelah menjadi surimi dilakukan pengujian yang meliputi penghitungan rendemen, pengukuran nilai pH, protein larut garam (PLG) dan uji derajat putih. Diagram alir proses pembuatan surimi dapat dilihat pada Gambar 6. (b) Pembuatan kamaboko dengan penambahan tepung rumput laut Pada tahap ini dilakukan pembuatan kamaboko dari surimi ikan nila dengan penambahan tepung rumput laut (Kappaphycus alvarezii). Masing-masing surimi yang dihasilkan dari perlakuan frekuensi pencucian surimi 1 dan 2 kali pencucian ditambahkan tepung rumput laut dengan konsentrasi 0%, 1%, 2%, 3% dan 4%. Dalam pembuatan kamaboko, surimi dan tepung rumput laut yang telah ditetapkan konsentrasinya, dicampur dengan menggunakan food processor selama 3 - 5 menit. Setelah itu dicetak dengan menggunakan alat pencetak kamaboko (selongsong) dan direbus pada suhu setting 40 oC selama 30 menit dan dilanjutkan dengan cooking pada suhu 90 oC selama 30 menit. Selanjutnya dilakukan pengujian organoleptik (mutu skoring), uji lipat dan uji gigit. Uji organoleptik dengan metode mutu skoring dilakukan dengan menggunakan panelis semi terlatih. Penilaiannya meliputi penampakan, warna,
23
tekstur, aroma dan rasa dengan menggunakan skala skoring. Selain itu dilakukan pengukuran uji kekuatan gel (gel strength), uji derajat putih dan nilai pH. Diagram alir proses pembuatan kamaboko dapat dilihat pada Gambar 6. Ikan nila (Oreochromis sp.)
Penyiangan (pembuangan kulit, kepala dan isi perut)
Pemfilletan
Penggilingan daging
Daging lumat (minced fish)
Pencucian dengan frekuensi 1 dan 2 kali
Penghilangan sebagian Tepung rumput laut (0, 1, 2, 3, 4%) SURIMI
Analisis: rendemen, pH, PLG, derajat putih
Penghomogenan
Pencetakan kamaboko
Perebusan I (40 0C ; 20 menit)
Perebusan II (90 0C ; 30 menit)
KAMABOKO
Analisis: organoleptik (uji skoring), uji lipat, uji gigit, kekuatan gel, pH dan derajat putih
Gambar 6. Diagram alir proses pembuatan surimi dan kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.)
24
3.4 Prosedur analisis (a) Rendemen daging dan surimi Rendemen daging dihitung dari ikan nila (Oreochromis sp.) utuh yang ditimbang sebagai berat awal ( a ). Kemudian dilakukan pengambilan daging tetapi tanpa pencucian lebih lanjut yang ditimbang sebagai berat akhir (b). Rendeman daging ikan nila dapat dihitung dengan rumus: Rendemen daging fillet (%) =
b x 100 % a
Rendemen surimi dapat dihitung dari ikan nila utuh pada setiap perlakuan yang ditimbang sebagai berat awal ( a ). Kemudian dilakukan pengambilan daging dan proses pencucian sehingga menjadi surimi, yang kemudian ditimbang sebagai berat akhir (c). Rendemen surimi ikan nila dapat dihitung dengan rumus: Rendemen surimi (%) =
c x 100 % a
(b) Uji Organoleptik (Soekarto 1985) Uji organoleptik merupakan cara pengujian yang bersifat subyektif dengan menggunakan indera manusia sebagai alat utama untuk menilai daya penerimaan konsumen terhadap makanan. Uji organoleptik yang dilakukan terhadap kamaboko meliputi uji penampakan, warna, tekstur, aroma dan rasa. Pengamatan dilaksanakan dengan skala skoring bernilai satu sampai tujuh yang bertujuan untuk mengetahui tanggapan panelis terhadap produk (Soekarto 1985). Pelaksanaan uji ini adalah dengan menyajikan produk kamaboko ikan nila yang telah diberi kode sesuai perlakuannya dan panelis diminta untuk memberikan penilaian pada score sheet yang telah disediakan (Lampiran 1). Penilaian dilakukan oleh 30 orang panelis semi terlatih. (c) Uji lipat (folding test) (Suzuki 1981) Pertama kali dilakukan persiapan sampel (cara persiapan sampel hampir sama dengan pengukuran kekuatan gel), namun menggunakan tebal sampel sebesar 4 - 5 mm, kemudian diletakkan diantara ujung ibu jari dan telunjuk. Selanjutnya sampel tersebut dilipat untuk diamati adanya keretakan gel. Kriteria mutu dalam hubungannya dengan uji pelipatan disajikan pada Tabel 3.
25
Tabel 3 Nilai mutu uji skala pelipatan Mutu
Kondisi sampel
5
Tidak retak jika dilipat seperempat lingkaran
4
Tidak retak jika dilipat setengah lingkaran
3
Retak jika dilipat menjadi setengah lingkaran
2
Putus menjadi dua bagian jika dilipat setengah lingkaran
1 Pecah menjadi bagian-bagian kecil jika ditekan dengan jari-jari tangan Sumber : Suzuki (1981) (d) Uji gigit (teeth cutting test) (Suzuki 1981) Uji gigit dilakukan dengan cara menggigit sampel antara gigi seri atas dan gigi seri bawah. Sampel yang diuji memiliki ketebalan 5 mm dan diameter 20 mm. Nilai (skor) sebagai atribut pengujian dalam hubungannya dengan uji potong ini sebagaimana disajikan pada Tabel 6. Tabel 4 Nilai mutu uji skala gigit (teeth cutting test) Nilai
Sifat kekenyalan
10
Amat sangat kuat
9
Sangat kuat
8
Kuat
7
Cukup kuat
6
Dapat diterima
5
Dapat diterima, sedikit kuat
4
Lemah
3
Cukup lemah
2
Sangat lemah
1 Tekstur seperti bubur, tidak ada kekuatan Sumber : Suzuki (1981) (e) Uji kekuatan gel (gel strength) (Shimizu et al. 1992 yang telah dimodifikasi) Sejumlah 300 g surimi ditambahkan NaCl sebesar 3% (b/b) dari berat surimi. Adonan tersebut diaduk hingga merata pada food processor, sampai dihasilkan pasta surimi. Kemudian dimasukkan kedalam stuffle dan dicetak pada selongsong dengan diameter 25 - 35 mm untuk direbus dengan dua tahap
26
perebusan yaitu tahap pertama pada suhu 40 ºC selama 30 menit dan tahap kedua pada suhu 90 ºC selama 30 menit. Selanjutnya sampel didinginkan pada suhu dingin (4 - 5 ºC) selama 5 menit lalu didiamkan pada suhu ruang (30 ºC) selama 12 - 24 jam sebelum diuji, dengan maksud untuk mendapatkan suhu yang sama dengan suhu ruang karena pengujian kekuatan gel dilakukan pada suhu ruang. Pengujian
kekuatan
gel
surimi
dilakukan
dengan
menggunakan
alat Rheoner jenis RE-3305, Scarsdale NY/Stable Microsystem, Godalmin, Surrey, UK). Alat diatur dengan jarak 600 x 0,01 mm, sensitivitas 0,5 V dan kecepatan 30 mm/min. Sampel dipotong dengan panjang 2,5 cm. Nilai kekuatan gel diukur menggunakan probe dengan diameter 8 mm yang terbuat dari bahan plastik dan kecepatan pengukuran sebesar 0,5 mm/s. Nilai kekuatan gel yang dihasilkan adalah hasil perkalian antara jumlah kotak pada chart dikalikan dengan 25. Nilai kekuatan gel dapat dihitung dengan rumus: Kekuatan gel (g.cm) = {jumlah kotak (grafik) x 25} x jarak (cm) (f) Derajat putih (whiteness) (Kett Electric Laboratory 1981) Pengujian yang dilakukan terhadap derajat putih surimi yaitu dengan menggunakan alat KETT Digital Whitenessmeter, model C-100. Prinsip pengujiannya adalah membandingkan derajat putih sampel dengan derajat putih standar yang telah ditentukan berdasarkan jenis sampel yang diuji. Hal yang pertama dilakukan adalah kalibrasi alat dengan cara meletakkan lempengan kalibrasi yang berwarna putih kedalam wadah berbentuk piring kecil, lempeng kalibrasi yang berwarna putih menghadap keatas. Kemudian dimasukkan kedalam kotak sampel dan ditutup dengan penutup. Kotak sampel yang berisi lempeng kalibrasi dimasukkan kedalam alat Whitenessmeter. Tombol ”on” ditekan dan ditunggu hingga enam menit sampai tanda peringatan ”wait” berhenti. Selanjutnya akan terbaca pada layar (LED) nilai kalibrasi dari lempeng kalibrasi tersebut. Nilai akan terbaca 100%. Perhitungan sampel dilakukan setelah proses kalibrasi selesai. Persiapan sampel yang dilakukan hampir sama seperti proses kalibrasi, namun yang diletakkan pada wadah berbentuk piring kecil adalah sampel berupa surimi. Kemudian sampel yang telah diisikan pada wadah berbentuk piring kecil yang selanjutnya dimasukkan kedalam kotak sampel dan
27
ditutup dengan cover penutup. Tombol ”on” ditekan dan akan muncul pada LED waktu pengujian dan nilai derajat putih dari surimi. (g) Kadar air (AOAC 1995) Penentuan kadar air didasarkan pada perbedaan berat contoh sebelum dan sesudah dikeringkan. Pengukuran kadar air dilakukan dengan menimbang sampel sebanyak 5 g lalu dimasukkan kedalam cawan penguapan bersih yang telah mencapai berat konstan. Cawan berisi sampel dimasukkan ke dalam oven bersuhu 105 ˚C selama 3 - 5 jam. Cawan dan sampel ditimbang setelah dimasukkan ke dalam desikator selama 10 - 15 menit, lalu dimasukkan kembali kedalam oven selama 1 jam. Penimbangan dilakukan kembali setelah cawan dan sampel dimasukkan ke dalam desikator. Hal tersebut dilakukan secara berulang-ulang sampai didapatkan berat yang konstan. Kadar air dihitung berdasarkan basis basah dengan rumus: Kadar air (%)=
(B − A) × 100 % berat sampel
Keterangan : A = Berat cawan + sampel kering B = Berat cawan + sampel basah (h) Kadar abu (AOAC 1995) Pengukuran kadar abu dilakukan dengan menimbang sampel sebanyak 5 g, kemudian dimasukkan ke dalam cawan pengabuan yang telah mencapai berat konstan. Cawan dan sampel dimasukkan ke dalam tanur untuk diabukan dengan dua tahap yaitu diabukan pada suhu 400 oC selama 1 jam dan pada suhu 550 oC selama 5 jam. Cawan dikeluarkan dari dalam tanur setelah suhu tanur dibawah 100 oC, kemudian dimasukkan ke dalam desikator dan dilakukan penimbangan sampai didapatkan berat yang konstan. Kadar abu sampel dapat dihitung dengan rumus: Kadar abu (%) =
Berat abu (g) Berat sampel (g)
× 100
(i) Kadar protein kasar (AOAC 1995) Prinsip penetapan protein kasar yaitu berdasarkan oksidasi bahan-bahan berkarbon dan konversi nitrogen menjadi amonia. Amonia bereaksi dengan asam
28
berlebih membentuk amonium sulfat. Larutan kemudian dibuat menjadi basa, dan amonia diuapkan untuk diserap dalam larutan asam borat. Nitrogen yang terkandung dalam larutan ditentukan melalui titrasi dengan HCl 0,02 N. Sebanyak 0,75 g daging lumat dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 30 ml. Lalu ditambahkan 6,25 g K2SO4, 0,525 HgO, 15 ml H2SO4 dan 3 ml H2O2 yang kemudian dididihkan hingga cairan menjadi jernih. Selanjutnya cairan dibiarkan hingga dingin, lalu ditambahkan aquades dan 10 ml NaOH sampai berwarna coklat kehitaman dan didestilasi. Destilat ditampung dalam erlenmeyer 150 ml yang berisi 25 ml H3BO3 dan indikator (campuran metil merah dan metilen blue) kemudian dititrasi dengan HCl 0,02 N sampai terjadi perubahan warna menjadi abu-abu. Kadar protein dapat dihitung dengan rumus: Kadar N (%) =
(ml HCl − ml blanko) × N HCl × 14,007 × 100 % mg sampel
Kadar protein (%) = % N × 6,25 (j) Kadar lemak (AOAC 1995) Labu lemak dikeringkan dalam oven, didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Sampel sebanyak 3 g ditimbang dan dibungkus dalam kertas saring, lalu ditutup dengan kapas bebas lemak. Setelah itu diletakkan ke dalam alat ekstraksi soxhlet, kemudian dipasang alat kondensor diatasnya dan labu lemak dibawahnya. Petroleum benzene ditambahkan ke dalam labu lemak, kemudian dilakukan ekstraksi selama 6 jam pada suhu sekitar 40 oC hingga pelarut yang turun kembali ke labu lemak menjadi jernih. Pelarut yang ada di dalam labu lemak didestilasi sehingga semua pelarut lemak menguap, selanjutnya labu lemak hasil ekstraksi dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC. Setelah itu labu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Perhitungan kadar lemak disajikan pada rumus berikut: Kadar lemak (%) =
Berat lemak (g) Berat sampel (g)
× 100%
(k) Kadar karbohidrat (SNI 01-2891-1992) Dilakukan dengan menghitung sisa (by difference): Kadar karbohidrat (%) = 100% - Kadar (air + protein + lemak + abu)
29
(l) Analisis kadar serat kasar (Sulaeman et al. 1995) Pengukuran kadar serat kasar dilakukan dengan menggunakan alat ekstraksi serat kasar dengan Fibertec System M. Sampel dihaluskan sehingga dapat lolos saringan berukuran diameter 1 mm (60 - 80 mesh). Dipindahkan kedalam erlenmeyer ukuran 500 ml, lalu ditambahkan 0,5 g asbes yang telah dipijarkan dan dua tetes anti buih (anti foaming agent). Kemudian ditambahkan 200 ml asam sulfat mendidih (1,25 g asam sulfat pekat/ 100 ml = 0,255 N), lalu ditutup dengan kondensor dan didihkan selama ± 30 menit sambil digoyanggoyangkan. Sampel disaring melalui kertas saring dan residu yang tertinggal dalam erlenmeyer dicuci dengan akuades mendidih sampai air cucian tidak bersifat asam lagi (diuji dengan kertas lakmus). Kemudian secara kuantitatif residu dari kertas saring dipindahkan kedalam erlenmeyer dengan spatula dan sisanya dicuci dengan larutan NaOH mendidih (1,25 g NaOH/100 ml = 0,131 N) sebanyak 200 ml hingga semua residu masuk kedalam erlenmeyer. Lalu dididihkan dengan kondensor sambil digoyang-goyangkan selama ± 30 menit. Selanjutnya sampel tersebut disaring melalui kertas saring yang diketahui beratnya sambil dicuci dengan larutan kalsium sulfat 10%. Dicuci lagi dengan akuades mendidih dan ditambahkan ± 15 ml alkohol 95%. Kertas saring dikeringkan dengan isinya pada suhu 110 °C hingga berat konstan (1 - 2 jam), setelah itu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Selanjutnya dimasukkan kedalam cawan porselen yang telah diketahui berat tetapnya. Dipanaskan dengan nyala api bunsen dan diabukan dalam tanur. Dimasukkan dalam desikator dan ditimbang. Perhitungan: Kadar serat kasar (%) =
(Berat kertas saring + residu) − Berat kertas saring x100% Berat bahan
(l) Protein larut garam (PLG) (Saffle dan Galberth 1964 diacu dalam Wahyuni 1992) Sampel sejumlah 5 g ditambahkan 59 ml larutan NaCl 5%, kemudian dihomogenkan dengan waring blender selama 2 - 3 menit, suhu dijaga agar tetap rendah. Setelah itu disentrifugasi pada 3400 × G selama 30 menit pada suhu
30
10 ºC. Kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring Whatmann no. 1, filtrat ditampung dalam erlenmeyer, selanjutnya disimpan pada suhu 4 ºC. Sebanyak 25 ml filtrat dianalisis kandungan proteinnya dengan menggunakan metode semi-mikro Kjeldahl. Perhitungan kadar protein larut garam adalah: Kadar PLG (%) =
(A − B) x N HCl x 14,007 x FP x 6,25 W (g) x 1000
x 100 %
Keterangan : A = ml titrasi HCl sampel B = ml titrasi HCl blanko (m) Pengukuran pH (Apriyantono et al. 1989) Sampel sejumlah 2 g ditimbang dan didispersikan ke dalam 20 ml akuades. Sampel dihomogenkan dengan homogenizer dan dibiarkan kira-kira 15 menit kemudian diukur pH-nya. Sebelumnya pH-meter dikalibrasi dengan buffer standar pH 4 dan pH 7. Kemudian elektroda dicelupkan pada larutan sampel, dibiarkan tercelup beberapa saat sampai diperoleh pembacaan yang stabil, kemudian pH sampel dicatat.
3.5 Rancangan Percobaan dan Analisis Data Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial dengan dua faktor yaitu frekuensi pencucian dan penambahan konsentrasi tepung rumput laut sebagai faktor perlakuan, dengan dua kali ulangan. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan analisis data
Anova microsoft excel dan perangkat lunak Statistical Package for Social Science (SPSS). Model matematika rancangan acak lengkap pola faktorial menurut Stell dan Torrie (1995) adalah sebagai berikut: Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk
Keterangan : Yijk = nilai pengamatan pada satuan percobaan ke-k (k= 1, 2) yang memperoleh kombinasi perlakuan faktor α (frekuensi pencucian) taraf ke-i (i= 1, 2) dan faktor β (konsentrasi penambahan tepung rumput laut) taraf ke-j (j= 1, 2, 3, 4) µ = nilai tengah populasi αi = pengaruh faktor frekuensi pencucian taraf ke-i βj = pengaruh faktor konsentrasi penambahan tepung rumput laut taraf ke-j (αβ)ij = pengaruh interaksi perlakuan frekuensi pencucian taraf ke-i dan perlakuan konsentrasi penambahan tepung rumput laut taraf ke-j εijk = pengaruh galat dari satuan percobaan ke-k yang memperoleh kombinasi perlakuan ij
31
Data yang diperoleh diolah dengan analisis ragam untuk mengetahui adanya pengaruh frekuensi pencucian dan penambahan konsentrasi tepung rumput laut dan interaksi keduanya. Apabila hasil yang diperoleh berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji lanjut beda nyata jujur (BNJ). Data hasil uji fisik secara subyektif yaitu uji organoleptik (mutu skoring), uji lipat dan uji gigit, dihitung dengan menggunakan statistik non-parametrik yaitu metode Kruskal-Wallis. Uji Kruskal Wallis ini bertujuan untuk mengetahui apakah antara perlakuan berbeda nyata dalam rangking. Apabila hasil analisis menunjukkan adanya pengaruh nyata maka dilanjutkan dengan uji Multiple
Comparison yang bertujuan untuk mengetahui perlakuan mana saja yang memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap parameter yang diukur atau dianalisis. Perhitungan statistik Kruskal Wallis dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Steel dan Torrie 1995): H=
Ri 2 12 ∑ − 3 (n+1) n (n + 1) ni
Keterangan : Ni = banyaknya pengamatan dalam perlakuan ke-i n = jumlah pengamatan Ri = jumlah pangkat bebas dalam contoh ke-i Jika hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan hasil yang berbeda nayata, selanjutnya dilakukan uji lanjut Multiple Comparison dengan rumus sebagai berikut: R i − R j >< Ζ α/2p
( n + 1)k / 6
Keterangan :
Ri = rata-rata nilai ranking perlakuan ke-i
Rj = rata-rata nilai ranking perlakuan ke-j k = banyaknya ulangan n = jumlah total data
k (k − 1) 2 α = 0,05 k = perlakuan p=
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Penelitian Pendahuluan Pada penelitian pendahuluan dilakukan pembuatan tepung rumput laut Kappaphycus alvarezii dan analisis sifat fisiko-kimianya. 4.1.1 Karakteristik fisiko-kimia tepung rumput laut Analisis fisiko-kimia yang dilakukan adalah rendemen, derajat putih, kadar air, abu, protein, lemak dan serat kasar. Hasil analisis sifat fisiko-kimia tepung rumput laut Kappaphycus alvarezii dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Karakteristik fisiko-kimia (Kappaphycus alvarezii)
tepung
rumput
laut
Nilai rata-rata (%)
Komposisi Isbarni (2005) (%)
Derajat putih
76,41 ± 0,20
44,33 ± 0,46
Kadar air
13,43 ± 0,16
1,42 ± 0,01
Kadar abu
13,91 ± 0,03
4,67 ± 0,02
Kadar lemak
0,81 ± 0,05
0,16 ± 0,02
Kadar protein
2,18 ± 0,08
2,15 ± 0,03
Kadar karbohidrat (by difference)
69,67 ± 0,32
91,61 ± 0,06
Kadar serat kasar
11,45 ± 2,37
-
29,55
37,5
Parameter
Rendemen (a) Derajat putih
Hasil analisis rata-rata derajat putih tepung rumput laut yang diperoleh adalah 76,41%. Jika dibandingkan dengan hasil penelitian Isbarni (2005), nilai derajat putih tepung rumput laut yang dihasilkan sebesar 44,33%, nilai tersebut sudah mendekati angka derajat putih tepung terigu pada kisaran 80 - 90% (Buckle et al. 1987). Walaupun dalam penelitian ini tidak digunakan pemutih untuk meningkatkan derajat putih tepung rumput laut, tetapi nilai derajat putih yang dihasilkan cukup tinggi. Hal ini disebabkan dalam proses pembuatannya, salah
33
satu tahapannya adalah perendaman dalam air selama 12 jam yang dilanjutkan dengan pencucian. Selama proses tersebut diduga zat warna (pigmen) dan komponen-komponen pengotor dapat larut dalam air. Warna putih merupakan salah satu atribut penting untuk produk tepung, sehingga tepung yang dijual komersial biasanya menggunakan pemutih karena konsumen lebih menyukai tepung yang berwarna putih (Buckle et al. 1987). (b) Kadar air Air merupakan komponen penting dalam bahan pangan yang dapat mempengaruhi penampakan, tekstur dan cita rasa makanan. Selain itu, kadar air juga mempengaruhi daya tahan suatu bahan dan menunjukkan kestabilan serta indeks mutu bahan pangan. Bahan dengan kadar air tinggi akan lebih mudah rusak dibandingkan dengan bahan yang berkadar air rendah (Winarno 1991). Kadar air tepung rumput laut yang diperoleh sebesar 13,43%. Nilai ini lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian Isbarni (2005), yaitu sebesar 1,42%. Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan acceptability, kesegaran dan daya tahan bahan itu (Winarno 2002). Semakin tinggi kadar air suatu bahan makanan maka daya terima, kesegaran dan daya tahan makanan itu semakin rendah. Hal ini merupakan salah satu sebab mengapa dalam pengolahan bahan pangan, air tersebut sering dikeluarkan dengan cara penguapan dan pengeringan (Winarno 1997). Selain itu air merupakan komponen penting dalam bahan makanan yang dapat mempengaruhi tekstur, penampakan, aroma dan cita rasa makanan. (c) Kadar abu Kadar abu merupakan zat yang tersisa bila suatu sampel dibakar sempurna di dalam suatu tungku pengabuan dan menggambarkan banyaknya mineral yang terkandung didalamnya. Pada proses pembakaran, bahan-bahan organik akan hilang terbakar, sedangkan zat anorganik tidak terbakar tetapi membentuk abu (Sediaoetama 1996; Winarno 1997). Rumput laut merupakan salah satu bahan pangan yang kaya akan kandungan mineral seperti Na, Ca, K, Cl, Mg, Fe, I, dan S (Ensminger et al. 1995), sehingga menyebabkan tingginya nilai kadar abu.
34
Nilai rata-rata kadar abu yang diperoleh dari penelitian ini adalah 13,91%, dan nilai ini jauh lebih besar dibandingkan dengan kadar abu yang diperoleh dari hasil penelitian Isbarni (2005) yaitu sebesar 4,67%. Perbedaan kadar abu selain dipengaruhi oleh bentuk penanganan dan pengolahan, juga disebabkan oleh habitat (lingkungan tempat tumbuhnya), umur panen, variasi musim, spesies dan variasi fisiologis (Nisizawa et al. 1987; Mabeau dan Fluerence 1993; Yoshie et al. 1994; Astawan et al. 2001). (d) Kadar protein Protein merupakan zat makanan yang amat penting bagi tubuh karena zat ini disamping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur (Winarno 1997). Kadar protein dalam bahan makanan merupakan pertimbangan tersendiri bagi konsumen. Kandungan protein pada rumput laut tidaklah terlalu besar. Hasil penelitian Arasaki and Arasaki, (1983); Nisizawa et al. (1987) menunjukkan bahwa kisaran kandungan protein rumput laut segar jenis Ulva sp., Porphyra sp., Porphyra yezoensis adalah 3,3 - 6,6%. Rumput laut Kappaphycus alvarezii segar yang tumbuh di perairan Pulau Pari Kepulauan Seribu mempunyai kandungan protein yang lebih rendah yaitu 0,7% (Santoso et al. 2002). Pada penelitian ini kandungan protein dalam tepung rumput laut diperoleh sebesar 2,18%, dan nilai ini jauh lebih besar jika dibandingkan dengan hasil data analisis tepung rumput laut yang diperoleh Isbarni (2005) sebesar 2,15%,. Semakin tinggi konsentrasi rumput laut maka kadar protein semakin rendah. Hal ini diduga karena adanya protein yang terdegradasi selama pengolahan, hal ini juga merupakan penyebab menurunnya kadar protein tepung rumput laut (Yuliarti 1999). Menurut Damayanthi dan Eddy (1995), proses pemanasan dengan menggunakan drum dryer pada saat pengolahan akan menyebabkan protein mengalami degradasi dan keadaan ini tidak hanya menyebabkan penurunan nilai gizinya tetapi aktivitas protein sebagai enzim dan hormon akan hilang. (e) Kadar lemak Lemak merupakan zat makanan yang sangat penting, karena lemak akan menghasilkan energi tinggi yang lebih efektif dibandingkan dengan karbohidrat
35
dan protein, menjaga kekebalan dan kesehatan manusia (Muchtadi 1989). Tetapi lemak juga dapat menyebabkan kerusakan dalam bahan pangan selama proses pengolahan dan penyimpanan karena kemungkinan terjadinya oksidasi. Sebagai bahan pangan rumput laut bukanlah merupakan sumber lemak, karena kandungannya yang sangat kecil. Meskipun demikian beberapa spesies rumput laut kaya akan asam lemak tidak jenuh jamak berantai panjang yaitu asam eikosapentaenoat (eicosapentaenoic acid) yang banyak ditemukan pada rumput laut jenis Porphyra yezoensis (susabi-nori) (Yoshie et al. 1993; Resources Council, Science and Technology Agency 2001). Nilai kadar lemak tepung rumput laut yang diperoleh sebesar 0,81%, sedangkan kadar lemak hasil penelitian Isbarni (2005) yang diperoleh sebesar 0,16%. Hal ini disebabkan karena pada saat proses pengolahan menjadi tepung rumput laut dengan menggunakan pengering drum dryer pada suhu tinggi yang dapat menurunkan kadar lemak. Hal ini sesuai dengan pendapat Muchtadi (1989), yang menyatakan bahwa pemanasan berkelanjutan menyebabkan kadar lemak terdegradasi. (f) Kadar karbohidrat Kadar karbohidrat tepung rumput laut yang dihasilkan sebesar 69,67%, kadar ini dihitung berdasarkan by difference. Bila dibandingkan dengan hasil data analisis tepung rumput laut yang diperoleh Isbarni (2005) sebesar 91,61%, maka nilai tersebut jauh lebih kecil. (g) Analisis kadar serat kasar Serat kasar, merupakan residu yang tidak dapat dihidrolisis oleh asam maupun basa kuat. Residu ini terutama terdiri atas fraksi selulosa, hemiselulosa dan lignin. Ada beberapa metode analisis serat kasar yang telah dikembangkan namun prinsipnya adalah hampir sama yaitu hidrolisis bahan disertai penyaringan sampai yang tersisa hanyalah serat kasar sebagai residu yang tidak dapat dihidrolisis (Sulaeman et al. 1995) Berdasarkan
hasil
analisis
kimia
terhadap
kadar
serat
kasar
tepung rumput laut diperoleh nilai 11,45%, sedangkan analisis kadar serat kasar hasil penelitian Isbarni (2005) memperoleh nilai 10,7%. Perlakuan rumput laut
36
sebelum pengolahan dan jumlah rumput laut yang digunakan akan mempengaruhi kadar serat suatu bahan. Jika rumput laut tidak dipotong (utuh), maka dinding sel tidak rusak dan permukaan bahan akan lebih kecil sehingga serat yang terkandung tidak mudah larut (Siregar 2001). Pada penelitian ini, rumput laut yang digunakan melalui perlakuan pengecilan ukuran yaitu dengan dipotong-potong dan diblender, sehingga menyebabkan dinding menjadi rusak dan akan mengakibatkan penurunan kadar serat dalam produk. Pamungkas (1987) dalam penelitiannya menyatakan bahwa
ekstrak
rumput
laut
yang
mengalami
pemotongan,
memiliki
kadar serat kasar yang lebih rendah dibandingkan dengan ekstrak rumput laut yang tidak dipotong terlebih dahulu. (h) Rendemen Rendemen merupakan prosentase antara produk akhir (tepung rumput laut) dengan produk awal (rumput laut kering). Rendemen dapat dijadikan parameter yang sangat penting guna mengetahui nilai ekonomis suatu produk. Semakin tinggi rendemennya, maka semakin tinggi pula nilai ekonomis produk tersebut dan demikian juga sebaliknya. Rendemen tepung rumput laut yang diperoleh dari berat kering sebesar 29,55% dari berat total. Nilai rendemen tersebut lebih rendah jika dibandingkan dengan hasil penelitian Isbarni (2005) dengan nilai rendemen yang diperoleh sebesar 37,5%. 4.2 Penelitian Utama Pada penelitian utama dilakukan pembuatan surimi dan analisis sifat fisiko-kimianya. Selain itu juga dipelajari pengaruh penambahan tepung rumput laut terhadap karakteristik fisik surimi. 4.2.1 Karakteristik fisiko-kimia surimi Analisis fisiko-kimia surimi meliputi rendemen, pH, protein larut garam (PLG) dan derajat putih sebagaimana disajikan pada Tabel 6. Pada proses pembuatan surimi dilakukan pencucian dengan air dingin dengan frekuensi 1 dan 2 kali.
37
Tabel 6 Sifat fisiko-kimia surimi ikan nila (Oreochromis sp.) dengan perlakuan pencucian Parameter
Frekuensi pencucian 1 kali
2 kali
Rendemen surimi (%)
15,54
15,14
pH
6,68
6,63
Protein larut garam (PLG) (%)
0,91
0,84
Derajat putih (%)
25,80
26,57
(a) Rendemen Menurut Hadiwiyoto (1993), rendemen ikan dapat diartikan sebagai rasio berat antara daging dengan berat ikan utuh. Penghitungan rendemen digunakan untuk memperkirakan berapa banyak dari tubuh ikan yang dapat digunakan sebagai bahan makanan. Pada Tabel 6 terlihat bahwa frekuensi pencucian berpengaruh terhadap rendemen surimi. Nilai rendemen surimi tertinggi diperoleh pada frekuensi pencucian 1 kali sebesar 15,54%, sedangkan nilai rendemen surimi terendah pada pencucian 2 kali sebesar 15,14%. Nilai rendemen daging ikan nila yang diperoleh 28,17 ± 6,85% untuk fillet ikan nila skin on (dengan kulit), serta 21,49 ± 5,64% untuk fillet ikan nila skinless (tanpa kulit). Dalam penelitian yang dilakukan, digunakan daging fillet ikan nila skinless (tanpa kulit). Semakin banyak frekuensi pencucian maka rendemen surimi yang diperoleh akan semakin turun. Hal ini disebabkan pada saat proses pencucian dengan air dingin (5 - 10 oC), komponen daging yang larut dalam air seperti darah, protein larut air (sarkoplasma), kotoran dan lemak dapat terlarut bersama air pencucian. Disamping itu, saat proses pemerasan, air yang berada dalam daging giling akan ikut tereduksi, yang menyebabkan berkurangnya bobot daging dari setiap pemerasan (Suzuki 1981). Penghilangan protein larut air termasuk enzim, hemeprotein dan komponen nitrogen non-protein lainnya dari produk berkisar 50 - 60% (Shahidi 1986 dalam Shahidi dan Botta 1994). Peningkatan frekuensi pencucian akan menyebabkan semakin banyak komponen-komponen yang terlarut bersama dengan air pencuci seperti protein sarkoplasma, darah, pigmen dan juga lemak yang terbuang selama pencucian (Venugopal et al. 1992).
38
(b) pH Nilai pH mempengaruhi kekuatan gel (ashi). Kekuatan gel akan tinggi jika pH daging berkisar antara 6,0 - 7,0; karena protein miosin mudah larut pada kisaran pH tersebut. Diluar kisaran pH tersebut, baik dalam keadaan lebih basa (pH > 7) ataupun dalam keadaan lebih asam (pH < 6) kekuatan gel akan lebih rendah (OFCF 1987; Shimizu 1992). Nilai pH surimi pada frekuensi pencucian 1 dan 2 kali berturut-turut sebesar 6,68 dan 6,63. Nilai tersebut masih dalam kategori penghasil gel yang baik, walaupun nilai pH menurun seiring dengan jumlah pencucian. Menurut Babji dan Kee (1994), tingginya nilai pH pada pencucian 1 kali disebabkan oleh hilangnya residu asam (berupa asam laktat sebagai hasil proses glikolisis anaerobik) dalam protein otot karena pengaruh pencucian. Ditegaskan juga bahwa nilai pH sangat penting dalam kaitannya dengan pembentukan gel, dimana proses pembentukan gel akan mengalami kesulitan apabila nilai pH berada di bawah 6 (Suzuki 1981). (c) Protein larut garam (PLG) Protein larut garam yaitu protein miofibril (kontraktil) yang terdiri dari aktin, miosin dan protein regulasi (tropomiosin, troponin dan aktinin). Gabungan aktin dan miosin membentuk aktomiosin yang sangat berperan dalam pembentukan gel. Pengukuran kadar PLG penting dilakukan untuk mengetahui kandungan protein miofibril dalam surimi yang berperan dalam pembentukan gel. PLG sangat berperan dalam proses pembentukan gel yang disebabkan karena adanya agregasi antara aktin dan miosin pada saat diekstrak (Suzuki 1981). Protein miofibril larut dalam garam, sehingga untuk mendapatkan efek elastisitasnya diperlukan penambahan garam hingga 3%. Seiring dengan meningkatnya frekuensi pencucian, maka nilai PLG surimi menurun dari 0,91% menjadi 0,84%. Hal ini menunjukkan bahwa selama pencucian selain komponen-komponen larut air seperti protein sarkoplasma yang terbuang dalam jumlah besar, ada juga sebagian kecil komponen protein yang larut garam yaitu protein miofibril, jumlah yang terlarut dan ikut terbuang meningkat bila pencucian dilakukan berulang-ulang. Menurut Astawan et al. (1996), nilai PLG untuk ikan air tawar cenderung menurun dengan semakin
39
banyaknya pencucian. Hal ini diduga karena jumlah PLG dalam daging ikan air tawar lebih sedikit jika dibandingkan dengan ikan air laut, sehingga dengan semakin banyaknya pencucian maka semakin menurun pula nilai PLGnya. Pada pencucian pertama komponen utama yang larut dalam air seperti darah, protein sarkoplasma, enzim protease dan lemak akan lebih mudah dan banyak terbuang (Hall dan Ahmad 1992; Lee 1996 dalam Benjakul 1996). Sehingga pada saat pencucian kedua dengan larutan garam 0,3 % pada penelitian ini akan menghasilkan kelarutan protein miofibril yang lebih banyak dan menghasilkan kekuatan gel yang lebih tinggi. Sementara menurunnya nilai kelarutan PLG pada frekuensi pencucian kedua diduga karena protein miofibril menjadi terlarut dan hanyut dalam air pencuci pada saat proses pencucian, sehingga menghasilkan nilai PLG dan kekuatan gel yang lebih rendah dibandingkan dengan frekuensi pencucian pertama. (d) Derajat putih Pengujian warna produk (derajat putih) dilakukan dengan menggunakan alat Whitenessmeter (Kett Electric and Laboratory). Alat ini merupakan analisis warna secara obyektif untuk mengukur refleksi warna permukaan produk yang dibandingkan dengan standar. Semakin tinggi nilai derajat putih berarti produk tersebut semakin mendekati standar (putih). Nilai derajat putih surimi yang dihasilkan pada 1 dan 2 kali pencucian masing-masing sebesar 25,80% dan 26,57%. Hal ini menunjukkan bahwa pencucian mampu meningkatkan nilai derajat putih surimi. Suzuki (1981) melaporkan bahwa proses pencucian selain berfungsi untuk menghilangkan protein sarkoplasma yang mengganggu pembentukan gel juga untuk mendapatkan warna putih. Hasil penelitian ini sejalan dengan yang dilaporkan Astawan et al. (1996) bahwa surimi yang diperoleh melalui tahap pencucian memberikan warna yang lebih putih. 4.2.2 Pengaruh penambahan tepung rumput laut terhadap mutu surimi Penelitian pada tahap ini dilakukan penambahan tepung rumput laut pada konsentrasi 0, 1, 2, 3 dan 4% kedalam surimi yang mengalami perlakuan pencucian 1 dan 2 kali. Selanjutnya surimi dibuat kamaboko. Tujuan utama dari
40
penambahan tepung rumput laut adalah untuk meningkatkan sifat fisik surimi (gel kamaboko) yang berkaitan dengan atribut utama mutu surimi yaitu kekuatan gel. Selain itu juga dilakukan uji sensori dengan metode uji skoring terhadap parameter penampakan, warna, tekstur, aroma dan rasa; uji lipat dan gigit, dan juga diukur nilai gel strength, derajat putih dan pH. 4.2.2.1 Uji organoleptik (uji skoring) Uji organoleptik dengan uji skoring dilakukan untuk mengetahui tingkat penerimaan panelis yang disertakan alasan atau tanggapan terhadap penilaian produk yang dihasilkan (Soekarto 1985). Uji ini dilakukan oleh panelis agak terlatih sebanyak 30 orang untuk masing-masing perlakuan. Parameter yang diuji meliputi penampakan, warna, tekstur, aroma serta rasa dengan skala penilaian dari 1 sampai 7. Lembar penilaian uji skoring terhadap surimi yang telah dibuat kamaboko dapat dilihat pada Lampiran 1contoh. (a) Penampakan Penampakan merupakan karakteristik utama yang dinilai konsumen dalam mengkonsumsi
suatu
produk.
Penampakan
merupakan
parameter
yang
menentukan penerimaan dari panelis karena banyak sifat mutu komoditas dinilai dengan penglihatan seperti bentuk, ukuran, warna dan sifat-sifat permukaan (halus, kasar, suram, mengkilap, homogen, heterogen dan datar bergelombang). Bila kesan penampakan baik atau disukai, maka konsumen baru akan melihat karakteristik lainnya (aroma, rasa dan seterusnya). Meskipun penampakan tidak menentukan tingkat kesukaan konsumen secara mutlak, tetapi penampakan juga mempengaruhi penerimaan konsumen. Produk dengan bentuk rapi, bagus dan utuh pasti lebih disukai oleh konsumen dibandingkan dengan produk yang kurang rapi dan tidak utuh (Soekarto 1985). Data nilai rata-rata parameter penampakan mutu skoring disajikan pada Lampiran 4. Uji skoring penampakan produk kamaboko ikan nila, diperoleh nilai ratarata berkisar antara 4,57 - 5,43 (utuh, rapi, permukaan rata, ketebalan kurang rata, sedikit berpori, agak mengkilat hingga utuh, kurang rapi, permukaan kurang rata, ketebalan kurang rata, berpori, kurang mengkilat). Nilai tertinggi terdapat pada perlakuan A2B4 (2 kali pencucian dengan penambahan tepung rumput laut pada
41
konsentrasi 3%); sedangkan nilai terendah terdapat pada A1B1 (1 kali pencucian, tanpa penambahan konsentrasi tepung rumput laut) (Gambar 7).
Nilai rata-rata penampakan
7.00 6.00 5.00
4.57 a
4.80 a
4.93 a
4.93 a
4.77 a
4.80 a
4.90 a
A1B5
A2B1
A2B2
5.30 a
5.43 a
A2B3
A2B4
4.87a
4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 A1B1
A1B2
A1B3
A1B4
A2B5
Kombinasi perlakuan Nilai-nilai pada diagram batang yang dikuti oleh huruf tidak berbeda (a) menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0,05) Keterangan: A1B1 = frekuensi pencucian 1 kali, tepung rumput laut 0% A1B2 = frekuensi pencucian 1 kali, tepung rumput laut 1% A1B3 = frekuensi pencucian 1 kali, tepung rumput laut 2% A1B4 = frekuensi pencucian 1 kali, tepung rumput laut 3% A1B5 = frekuensi pencucian 1 kali, tepung rumput laut 4%
A2B1 = frekuensi pencucian 2 kali, tepung rumput laut 0% A2B2 = frekuensi pencucian 2 kali, tepung rumput laut 1% A2B3 = frekuensi pencucian 2 kali, tepung rumput laut 2% A2B4 = frekuensi pencucian 2 kali, tepung rumput laut 3% A2B5 = frekuensi pencucian 2 kali, tepung rumput laut 4%
Gambar 7 Diagram batang nilai rata-rata uji skoring penampakan kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) Semakin bertambahnya pencucian akan meningkatkan penampakan produk kamaboko karena pada saat pencucian mengakibatkan berkurangnya pigmen, darah, lemak, enzim pencernaan terutama protease dan protein sarkoplasma yang dapat menghambat pembentukan gel (Nielsen dan Pigott 1994). Penambahan konsentrasi tepung rumput laut yang semakin meningkat menghasilkan penampakan yang jauh lebih baik. Hal ini disebabkan tepung rumput laut yang digunakan mempunyai nilai derajat putih yang cukup tinggi 76,41%, yang berarti warnanya cerah (cukup putih), namun semakin tinggi konsentrasi penggunaan tepung yang ditambahkan akan menurunkan penampakan pada produk kamaboko. Hasil analisis statistika dengan metode Kruskal-Wallis (Lampiran 5) menunjukkan bahwa semua perlakuan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap penampakan produk gel kamaboko ikan nila (p > 0,05).
42
Hal ini menunjukkan bahwa meskipun ada penambahan tepung rumput laut sampai dengan konsentrasi 4%, secara organoleptik tidak mempengaruhi penampakan kamaboko. (b) Warna Ada beberapa faktor yang menentukan mutu bahan pangan. Faktor-faktor tersebut antara lain cita rasa, tekstur, nilai gizi, mikrobiologis dan warna. Sebelum faktor lain dipertimbangkan secara visual, faktor warna akan tampil lebih dahulu. Faktor warna tersebut akan menjadi pertimbangan pertama ketika bahan makanan dipilih (Winarno 1997). Data nilai rata-rata parameter warna uji skoring disajikan pada Lampiran 6. Diagram batang nilai uji skoring warna produk kamaboko ikan nila dapat dilihat pada Gambar 8.
7.00
Nilai rata-rata warna
6.00 5.00
4.73 a
5.03 a
4.97 a
4.90 a
5.20 a
5.30a
5.27a
A2B1
A2B2
A2B3
4.53 a
5.03 a
4.97a
A2B4
A2B5
4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 A1B1
A1B2
A1B3
A1B4
A1B5
Kombinasi perlakuan Nilai-nilai pada diagram batang yang dikuti oleh huruf tidak berbeda (a) menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0,05) Keterangan: A1B1 = frekuensi pencucian 1 kali, tepung rumput laut 0% A1B2 = frekuensi pencucian 1 kali, tepung rumput laut 1% A1B3 = frekuensi pencucian 1 kali, tepung rumput laut 2% A1B4 = frekuensi pencucian 1 kali, tepung rumput laut 3% A1B5 = frekuensi pencucian 1 kali, tepung rumput laut 4%
A2B1 = frekuensi pencucian 2 kali, tepung rumput laut 0% A2B2 = frekuensi pencucian 2 kali, tepung rumput laut 1% A2B3 = frekuensi pencucian 2 kali, tepung rumput laut 2% A2B4 = frekuensi pencucian 2 kali, tepung rumput laut 3% A2B5 = frekuensi pencucian 2 kali, tepung rumput laut 4%
Gambar 8 Diagram batang nilai rata-rata uji skoring warna kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) Nilai rata-rata uji skoring terhadap warna kamaboko berkisar antara 4,53 - 5,30 yaitu putih kekuningan hingga agak putih. Nilai terendah terdapat pada
43
produk kamaboko dengan perlakuan A1B5 (1 kali pencucian dengan penambahan konsentrasi tepung rumput laut 4%); sedangkan nilai tertinggi terdapat pada gel kamaboko A2B2 (2 kali pencucian dengan penambahan konsentrasi tepung rumput laut 1%). Walaupun
hasil
analisis
statistika
dengan
metode
Kruskal-Wallis
(Lampiran 7) menunjukkan bahwa faktor pencucian surimi, penambahan tepung rumput laut dan interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai warna produk (p > 0,05), tetapi secara deskriptif terlihat bahwa kamaboko yang dihasilkan dari surimi dengan 2 kali pencucian mempunyai
nilai
rata-rata
warna
lebih
tinggi
dibandingkan
dengan
1 kali pencucian. Selain itu secara umum peningkatan konsentrasi penambahan tepung rumput laut akan menurunkan nilai warna kamaboko. Pengaruh penambahan pencucian pada surimi dapat menimbulkan warna produk kamaboko yang lebih cerah akibat berkurangnya berbagai materi yang dapat larut air, seperti darah, protein sarkoplasma yang dapat menghambat pembentukan gel, enzim pencernaan (lipase), garam inorganik (Ca
2+
dan Mg
2+
)
dan senyawa non protein seperti seperti trimetilamin oksida (TMAO) (Matsumoto dan Noguchi 1992). Warna produk kamaboko yang dihasilkan pada penelitian ini juga dipengaruhi oleh konsentrasi penambahan tepung rumput laut. Semakin meningkat konsentrasi tepung rumput laut yang ditambahkan, maka akan menghasilkan produk kamaboko berwarna semakin tidak cerah. Hal ini diduga warna putih kecoklatan pada tepung rumput laut karena adanya pigmen phycocantin yang akan berpengaruh terhadap warna produk kamaboko. Selain itu juga pengaruh suhu pemanasan pada saat perebusan yang menyebabkan air menguap yang mengakibatkan tingkat kecerahan pada produk berkurang. (c) Tekstur Tekstur adalah penginderaan yang dihubungkan dengan rabaan atau sentuhan. Tekstur merupakan karakteristik yang sangat penting bagi produk gel ikan karena sifat elastisitas dan kekenyalannya. Penilaian terhadap tekstur berasal dari sentuhan oleh permukaan kulit, biasanya menggunakan ujung jari tangan sehingga dapat dirasakan tekstur suatu bahan. Tekstur meliputi keras, halus, kasar, berminyak dan lembab (Soekarto 1985). Data nilai rata-rata parameter tekstur uji
44
skoring disajikan pada Lampiran 8. Diagram batang nilai uji skoring tekstur produk kamaboko ikan nila dapat dilihat pada Gambar 9.
7.00
Nilai rata-rata tekstur
6.00
5.33 a
5.40 a
5.47 a
5.40 a
5.20 a
5.03 a
5.03 a
5.10 a
5.23a
A2B1
A2B2
A2B3
A2B4
5.00
4.70 a
4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 A1B1
A1B2
A1B3
A1B4
A1B5
A2B5
Kombinasi perlakuan Nilai-nilai pada diagram batang yang dikuti oleh huruf tidak berbeda (a) menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0,05) Keterangan: A1B1 = frekuensi pencucian 1 kali, tepung rumput laut 0% A1B2 = frekuensi pencucian 1 kali, tepung rumput laut 1% A1B3 = frekuensi pencucian 1 kali, tepung rumput laut 2% A1B4 = frekuensi pencucian 1 kali, tepung rumput laut 3% A1B5 = frekuensi pencucian 1 kali, tepung rumput laut 4%
A2B1 = frekuensi pencucian 2 kali, tepung rumput laut 0% A2B2 = frekuensi pencucian 2 kali, tepung rumput laut 1% A2B3 = frekuensi pencucian 2 kali, tepung rumput laut 2% A2B4 = frekuensi pencucian 2 kali, tepung rumput laut 3% A2B5 = frekuensi pencucian 2 kali, tepung rumput laut 4%
Gambar 9 Diagram batang nilai rata-rata uji skoring tekstur kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) Nilai rata-rata uji skoring pada parameter tekstur yang diperoleh berkisar antara 4,70 - 5,47 (kenyal, kompak, agak padat hingga kenyal, agak kompak, agak padat). Nilai terendah dan tertinggi berturut-turut terdapat pada produk kamaboko dengan perlakuan A2B5 (2 kali pencucian dengan penambahan konsentrasi tepung rumput laut 4%) dan A1B3 (1 kali pencucian dengan penambahan konsentrasi tepung rumput laut 2%). Hasil analisis statistika dengan metode Kruskal-Wallis (Lampiran 9) menunjukkan bahwa faktor pencucian surimi, penambahan tepung rumput laut dan interaksi kedua faktor tersebut tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai uji skoring tekstur produk kamaboko ikan nila (p > 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa panelis memiliki tingkat penilaian yang relatif sama untuk semua tekstur gel kamaboko yang dihasilkan. Meskipun demikian ada
45
kecenderungan panelis untuk memberikan penilaian yang semakin rendah seiring dengan meningkatnya jumlah tepung rumput laut yang ditambahkan. Hal ini dikarenakan produk dengan penambahan tepung rumput laut yang semakin banyak mempunyai nilai kekerasan dan kekenyalannya yang lebih tinggi, sedangkan ada kecenderungan panelis untuk memilih dan menyukai produk kamaboko dengan sifat yang lebih elastis. (d) Aroma Aroma suatu makanan dalam banyak hal menentukan enak tidaknya makanan tersebut. Dengan indera penciumannya seseorang dapat mengenali enak atau tidaknya makanan dari kejauhan tanpa mencicipinya secara langsung. Bahkan industri pangan menganggap sangat penting terhadap uji bau, karena dapat dengan cepat memberikan hasil penilaian apakah suatu produk dapat disukai atau tidak oleh konsumen (Soekarto 1985). Data nilai rata-rata parameter aroma uji skoring disajikan pada Lampiran 10. Diagram batang uji skoring panelis terhadap parameter aroma kamaboko ikan nila disajikan pada Gambar 10.
7.00
Nilai rata-rata aroma
6.00
4.90 a
4.93 a
5.00
4.57 a
4.53 a
4.23 a
4.27 a
4.47 a
A1B5
A2B1
A2B2
4.13 a
4.13 a
4.03 a
A2B3
A2B4
A2B5
4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 A1B1
A1B2
A1B3
A1B4
Kombinasi perlakuan Nilai-nilai pada diagram batang yang dikuti oleh huruf tidak berbeda (a) menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0,05) Keterangan: A1B1 = frekuensi pencucian 1 kali, tepung rumput laut 0% A1B2 = frekuensi pencucian 1 kali, tepung rumput laut 1% A1B3 = frekuensi pencucian 1 kali, tepung rumput laut 2% A1B4 = frekuensi pencucian 1 kali, tepung rumput laut 3% A1B5 = frekuensi pencucian 1 kali, tepung rumput laut 4%
A2B1 = frekuensi pencucian 2 kali, tepung rumput laut 0% A2B2 = frekuensi pencucian 2 kali, tepung rumput laut 1% A2B3 = frekuensi pencucian 2 kali, tepung rumput laut 2% A2B4 = frekuensi pencucian 2 kali, tepung rumput laut 3% A2B5 = frekuensi pencucian 2 kali, tepung rumput laut 4%
Gambar 10 Diagram batang nilai rata-rata uji skoring aroma kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.)
46
Berdasarkan hasil uji skoring pada parameter aroma, nilai rata-rata penilaian panelis terhadap aroma berkisar antara 4,03 - 4,93 (agak tidak tercium aroma
ikan)
dengan
nilai
tertinggi
terdapat
pada
perlakuan
A1B2 (1 kali pencucian dengan penambahan konsentrasi tepung rumput laut 1%); sedangkan nilai terendah terdapat pada perlakuan A2B5 (2 kali pencucian dengan penambahan konsentrasi tepung rumput laut 4%). Secara statistik dengan menggunakan metode uji Kruskal-Wallis (Lampiran 11) menunjukkan nilai skoring parameter aroma produk kamaboko tidak dipengaruhi secara nyata oleh faktor pencucian surimi, penambahan tepung rumput laut dan interaksi keduanya (p > 0,05). Artinya tepung rumput laut mempunyai aroma yang netral, sehingga penambahan tepung rumput laut pada konsentrasi yang berbeda tidak memberikan pengaruh nyata terhadap aroma produk. Namun secara deskriptif penambahan konsentrasi tepung rumput laut dapat menurunkan nilai aroma pada produk kamaboko. Hal ini disebabkan karena pada rumput laut yang digunakan termasuk jenis alga merah yang masih banyak mengandung enzim-enzim yang tidak diinginkan seperti lipoxygenase (LOX), dimana enzim tersebut diduga masih aktif tanpa pengekstrasian terlebih dahulu yang dapat menimbulkan aroma bau pada produk (Moghaddan 1990). (e) Rasa Rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi dengan komponen rasa yang lain. Suhu mempengaruhi kemampuan kuncup cecapan untuk menangkap rangsangan rasa. Sensitivitas terhadap rasa berkurang bila suhu tubuh berada dibawah 20 oC atau diatas 30 oC (Winarno 1997). Data nilai rata-rata parameter rasa uji skoring disajikan pada Lampiran 12. Diagram batang uji skoring panelis terhadap parameter rasa kamaboko ikan nila disajikan pada Gambar 11. Nilai rata-rata uji skoring panelis terhadap parameter rasa berkisar antara 4,3 - 5,3 (terasa ikan, agak gurih hingga agak terasa ikan, gurih). Nilai tertinggi dan terendah dihasilkan oleh perlakuan A1B1 (1 kali pencucian, tanpa penambahan konsentrasi tepung rumput laut) dan A2B5 (2 kali pencucian dengan penambahan konsentrasi tepung rumput laut 4%) (Gambar 11).
47
7.00
Nilai rata-rata rasa
6.00
5.30 b
5.00
4.93 ab 4.83 ab 4.70 ab
4.37 ab
4.77 ab 4.83 ab 4.80 ab
4.43ab 4.30 a
4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 A1B1
A1B2
A1B3
A1B4
A1B5
A2B1
A2B2
A2B3
A2B4
A2B5
Kombinasi perlakuan Nilai-nilai pada diagram batang yang dikuti oleh huruf berbeda (a, b) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05) Keterangan: A1B1 = frekuensi pencucian 1 kali, tepung rumput laut 0% A1B2 = frekuensi pencucian 1 kali, tepung rumput laut 1% A1B3 = frekuensi pencucian 1 kali, tepung rumput laut 2% A1B4 = frekuensi pencucian 1 kali, tepung rumput laut 3% A1B5 = frekuensi pencucian 1 kali, tepung rumput laut 4%
A2B1 = frekuensi pencucian 2 kali, tepung rumput laut 0% A2B2 = frekuensi pencucian 2 kali, tepung rumput laut 1% A2B3 = frekuensi pencucian 2 kali, tepung rumput laut 2% A2B4 = frekuensi pencucian 2 kali, tepung rumput laut 3% A2B5 = frekuensi pencucian 2 kali, tepung rumput laut 4%
Gambar 11 Diagram batang nilai rata-rata uji skoring rasa kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) Hasil analisis statistika dengan metode Kruskal-Wallis (Lampiran 13) menunjukkan bahwa nilai skoring rasa dipengaruhi secara nyata oleh interaksi frekuensi pencucian dan penambahan tepung rumput laut (p < 0,05). Uji lanjut Multiple Comparison (Lampiran 14) menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan yang berbeda nyata adalah A1B1 dan A2B5, sedangkan yang lainnya tidak berbeda nyata. Secara umum semakin tinggi penambahan konsentrasi tepung rumput laut akan menurunkan nilai rasa pada produk kamaboko. Hal ini disebabkan karena pada rumput laut yang digunakan masih terkandung enzim-enzim seperti senyawa dimetil
sulfida
(DMS)
yang
merupakan
turunan
dari
senyawa
dimetil β-propiothetin (DMPT). Senyawa tersebut terhidrolisis pada saat penguraian oleh proses pengeringan dengan drum dryer pada suhu tinggi yang diduga masih aktif dan pengaruh senyawa-senyawa volatil lainnya yang dapat menimbulkan rasa pahit pada produk (Hashimoto 1976). Sedangkan penambahan
48
konsentrasi tepung rumput laut yang sedikit dapat mempengaruhi rasa asli kamaboko. 4.2.2.2 Analisis fisik Analisis fisik yang dilakukan pada produk kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) meliputi uji pelipatan (folding test), uji gigit (teeth cutting test), kekuatan gel (gel strength), derajat putih dan analisis derajat keasaman (pH). (a) Uji pelipatan (folding test) Uji lipat merupakan metode paling sederhana yang digunakan untuk menilai tingkat elastisitas produk berbentuk gel (kamaboko). Metode tersebut cocok untuk memisahkan antara gel yang bermutu tinggi dengan yang bermutu rendah, tetapi metode tersebut tidak sensitif untuk membedakan antara gel yang bermutu baik (good) dan bermutu sangat baik (excelent). Uji pelipatan ditentukan dengan penilaian panelis melalui uji skoring. Data nilai rata-rata uji lipat kamaboko ikan nila disajikan pada Lampiran 15. Diagram batang nilai rata-rata uji lipat kamaboko ikan nila dapat dilihat pada Gambar 12. Pada Gambar 12 dapat dilihat bahwa nilai uji pelipatan (folding test) gel ikan nila berkisar antara 4,53 - 4,70 dan termasuk kedalam kriteria “tidak retak setelah pelipatan pertama” sampai “tidak retak setelah pelipatan kedua”. Nilai tertinggi uji lipat gel kamaboko terdapat pada perlakuan A1B1 (1 kali pencucian, tanpa penambahan konsentrasi tepung rumput laut) dan A1B2 (1 kali pencucian dengan penambahan konsentrasi tepung rumput laut 1%); sedangkan nilai terendah terdapat pada perlakuan A1B3 (1 kali pencucian dengan penambahan konsentrasi tepung rumput laut 2%). Nilai uji lipat berdasarkan hasil analisis statistika dengan metode Kruskal-Wallis (Lampiran 16) tidak dipengaruhi secara nyata oleh frekuensi pencucian, penambahan tepung rumput laut dan interaksi keduanya (p > 0,05). Hal ini diduga karena yang lebih berperan adalah jenis ikan nila yang digunakan tergolong ikan yang mampu membentuk ashi yang baik dengan kandungan protein yang tinggi.
49
7.00
Nilai rata-rata lipat
6.00 5.00
4.70 a
4.70 a 4.53 a
4.60 a 4.63 a
4.63 a
4.63 a
4.67a
4.60 a
4.57a
A2B1
A2B2
A2B3
A2B4
A2B5
4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 A1B1
A1B2
A1B3
A1B4
A1B5
Kombinasi perlakuan Nilai-nilai pada diagram batang yang dikuti oleh huruf tidak berbeda (a) menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0,05) Keterangan: A1B1 = frekuensi pencucian 1 kali, tepung rumput laut 0% A1B2 = frekuensi pencucian 1 kali, tepung rumput laut 1% A1B3 = frekuensi pencucian 1 kali, tepung rumput laut 2% A1B4 = frekuensi pencucian 1 kali, tepung rumput laut 3% A1B5 = frekuensi pencucian 1 kali, tepung rumput laut 4%
A2B1 = frekuensi pencucian 2 kali, tepung rumput laut 0% A2B2 = frekuensi pencucian 2 kali, tepung rumput laut 1% A2B3 = frekuensi pencucian 2 kali, tepung rumput laut 2% A2B4 = frekuensi pencucian 2 kali, tepung rumput laut 3% A2B5 = frekuensi pencucian 2 kali, tepung rumput laut 4%
Gambar 12 Diagram batang nilai rata-rata uji lipat kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) (b) Uji gigit (teeth cutting test) Uji gigit memberikan taksiran secara subyektif terhadap sifat kekenyalan (springness) produk. Pengujian ini dilakukan dengan cara memotong (menggigit) sampel antara gigi seri atas dan gigi seri bawah, kemudian panelis memberikan penilaian terhadap tingkat kekenyalan produk tersebut sesuai dengan format yang sudah ditentukan. Data nilai rata-rata uji gigit kamaboko ikan nila disajikan pada Lampiran 17. Diagram batang nilai rata-rata uji gigit kamaboko ikan nila dapat dilihat pada Gambar 13. Berdasarkan
Gambar
13
dapat
diketahui
bahwa
nilai
uji
gigit
(teeth cutting test) gel kamaboko ikan nila berkisar antara 6,73 - 8,17 yang termasuk kriteria “dapat diterima” sampai dengan “kuat”. Nilai uji gigit tertinggi terdapat pada perlakuan A1B1 (1 kali pencucian, tanpa penambahan konsentrasi tepung rumput laut) dan A1B2 (1 kali pencucian dengan penambahan konsentrasi tepung rumput laut 1%); sedangkan nilai terendah berada pada perlakuan
50
A2B5 (2 kali pencucian dengan penambahan konsentrasi tepung rumput laut 4%) yaitu sebesar 6,73.
10.00
Nilai rata-rata gigit
9.00
8.17 b
8.17 b 8.13 b
8.13 b 7.80 ab
8.00 7.00
7.07 ab 7.07 ab 6.80 a
7.10 ab 6.73 a
A2B1
A2B4
6.00 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 A1B1
A1B2
A1B3
A1B4
A1B5
A2B2
A2B3
A2B5
Kombinasi perlakuan Nilai-nilai pada diagram batang yang dikuti oleh huruf berbeda (a,b) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05) Keterangan: A1B1 = frekuensi pencucian 1 kali, tepung rumput laut 0% A1B2 = frekuensi pencucian 1 kali, tepung rumput laut 1% A1B3 = frekuensi pencucian 1 kali, tepung rumput laut 2% A1B4 = frekuensi pencucian 1 kali, tepung rumput laut 3% A1B5 = frekuensi pencucian 1 kali, tepung rumput laut 4%
A2B1 = frekuensi pencucian 2 kali, tepung rumput laut 0% A2B2 = frekuensi pencucian 2 kali, tepung rumput laut 1% A2B3 = frekuensi pencucian 2 kali, tepung rumput laut 2% A2B4 = frekuensi pencucian 2 kali, tepung rumput laut 3% A2B5 = frekuensi pencucian 2 kali, tepung rumput laut 4%
Gambar 13 Diagram batang nilai rata-rata uji gigit kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) Hasil analisis statistika dengan metode Kruskal-Wallis (Lampiran 18) terhadap uji gigit menunjukkan bahwa interaksi antara faktor pencucian surimi dan penambahan tepung rumput laut berpengaruh nyata (p < 0,05). Uji lanjut Multiple Comparison (Lampiran 19) menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan A2B3 dan A2B5 berbeda nyata dengan perlakuan kombinasi perlakuan lainnya. Secara umum kamaboko yang dihasilkan dari surimi dengan 1 kali pencucian mempunyai nilai uji gigit yang lebih tinggi dibandingkan 2 kali pencucian. Hal ini dikarenakan pada frekeunsi pencucian surimi 1 kali mempunyai nilai PLG yang lebih tinggi dibandingkan dengan frekuensi pencucian 2 kali.
51
(c) Kekuatan gel (gel strength) kamaboko Gel merupakan suatu sistem koloid antara fase cair yang terdispersi dalam medium padat sebagai fungsi kontinyu. Gel ikan merupakan air yang terdispersi dalam fungsi kontinyu protein aktomiosin. Beberapa faktor yang mempengaruhi tekstur gel adalah kandungan air surimi, jumlah garam yang ditambahkan, pH, waktu dan derajat pemanasan (Lee 1984). Sifat kenyal pada produk gel disebabkan oleh pembentukan struktur 3 dimensi molekul aktomiosin saat didalamnya terdapat air yang terjerat (Muchtadi et al. 1998). Data nilai rata-rata kekuatan gel ikan nila dapat dilihat pada Lampiran 20a. Diagram batang nilai ratarata kekuatan gel kamaboko ikan nila dapat dilihat pada Gambar 14.
550.00
493.63 cde
540.63e 515.63e
Nilai rata-rata kekuatan gel (g.cm
500.00 450.00 400.00
350.00cde 340.63bd
350.00 bc
350.00 281.25 ab 300.00
265.63ab
250.00 171.88a 134.38a
200.00 150.00 100.00 50.00 0.00
A1B1 A1B2 A1B3 A1B4 A1B5 A2B1 A2B2 A2B3 A2B4 A2B5
Kombinasi perlakuan Nilai-nilai pada diagram batang yang dikuti oleh huruf berbeda (a,b,c, d, e) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05) Keterangan: A1B1 = frekuensi pencucian 1 kali, tepung rumput laut 0% A1B2 = frekuensi pencucian 1 kali, tepung rumput laut 1% A1B3 = frekuensi pencucian 1 kali, tepung rumput laut 2% A1B4 = frekuensi pencucian 1 kali, tepung rumput laut 3% A1B5 = frekuensi pencucian 1 kali, tepung rumput laut 4%
A2B1 = frekuensi pencucian 2 kali, tepung rumput laut 0% A2B2 = frekuensi pencucian 2 kali, tepung rumput laut 1% A2B3 = frekuensi pencucian 2 kali, tepung rumput laut 2% A2B4 = frekuensi pencucian 2 kali, tepung rumput laut 3% A2B5 = frekuensi pencucian 2 kali, tepung rumput laut 4%
Gambar 14 Diagram batang nilai rata-rata kekuatan gel (gel strength) kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) Berdasarkan Gambar 14 terlihat bahwa nilai kekuatan gel terendah kamaboko terdapat pada perlakuan A2B1 (2 kali pencucian, tanpa penambahan konsentrasi tepung rumput laut), yaitu 134,38 g.cm, sedangkan nilai kekuatan gel
52
kamaboko tertinggi terdapat pada perlakuan A1B4 (1 kali pencucian dengan penambahan konsentrasi tepung rumput laut sebesar 3%) yaitu 540,63 g.cm. Kisaran nilai kekuatan gel yang diperoleh masih termasuk standar gel yang cukup baik. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Eryanto (2006) yang memperoleh nilai kekuatan gel dari surimi ikan nila dari setiap frekuensi pencucian dengan kisaran sebesar 547,50 g.cm (tanpa pencucian), 615 g.cm (frekuensi pencucian 1 kali) dan 457,50 g.cm (frekuensi pencucian 2 kali). Nilai kekuatan gel tersebut lebih besar dibandingkan dari hasil penelitian yang diperoleh, hal ini dikarenakan ikan nila yang digunakan dalam 1 kg sebanyak 2 ekor dengan ukuran ± 500 g/ekor sedangkan dalam penelitian yang dilakukan digunakan ikan nila dengan kisaran ukuran ± 200 - 300 g/ekor dimana dalam 1 kg menggunakan 4 - 5 ekor ikan nila. Hasil analisis ragam Anova (Lampiran 20b) menunjukkan bahwa nilai kekuatan gel kamaboko dipengaruhi secara nyata oleh faktor frekuensi pencucian, konsentrasi penambahan tepung rumput laut dan interaksi keduanya (p < 0,05). Hasil uji lanjut Tukey (Lampiran 21) menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan A1B4 dan A1B4 mempunyai nilai kekuatan gel tertinggi dan berbeda nyata dengan kombinasi perlakuan lainnya, kecuali A1B3 dan A2B4. Proses pencucian memberikan hasil yang berbeda nyata terhadap nilai kekuatan gel dengan kata lain frekuensi pencucian berpengaruh terhadap nilai kekuatan gel ikan nila. Terlihat bahwa semakin banyak frekuensi pencucian, maka nilai kekuatan gel kamaboko semakin menurun. Menurut Reynolds et al. (1994) karena menurunnya konsentrasi protein larut garam pada pencucian berikutnya, ketegangan akan menurun dan kemampuan untuk membentuk gel juga akan ikut menurun pula. Manfaat terpenting dari pencucian dalam pembuatan surimi adalah meningkatkan kemampuan daging dalam membentuk gel dengan meningkatkan konsentrasi aktomiosin dan menurunkan protein sarkoplasma yang dapat menghambat pembentukan gel (Anonim 1981; Lee 1984 dalam Irianto 1990). Akan tetapi bila frekuensi pencucian tinggi juga akan melarutkan protein aktomiosin (Tabel 6). Secara umum penambahan tepung rumput laut dapat meningkatkan kekuatan gel kamaboko. Hal ini dikarenakan kandungan
53
hidrokoloid yang ada pada tepung rumput laut dalam hal ini karaginan yang mempunyai kemampuan sebagai gelling agent (Anggadiredja et al. 2006). Pada suhu 50oC protein miofibril diduga membentuk suwari yang bersifat elastis melalui pembentukan ikatan hidrogen dalam gel. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Lee (1984) bahwa gel suwari terbentuk tidak hanya melalui hidrasi molekul protein saja, tetapi juga pembentukan struktur jaringan ikatan hidrogen dan hidrofobik dari molekul protein miofibril. Setting pada suhu rendah (20oC - 40 oC) akan membentuk ikatan hidrogen dalam gel, sedangkan ikatan hidrofobik akan mendominasi gel yang dibentuk setting pada suhu tinggi (50oC - 90oC). (d) Derajat putih kamaboko Data nilai rata-rata derajat putih produk kamaboko ikan nila secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 22a. Diagram batang nilai derajat putih kamaboko ikan nila dapat dilihat pada Gambar 15. Hasil pengamatan terhadap nilai derajat putih menunjukkan bahwa nilai derajat putih berkisar antara 33,86 - 42,64%. Nilai tertinggi dihasilkan pada perlakuan A2B1 (2 kali pencucian, tanpa penambahan konsentrasi tepung rumput laut) sebesar 42,64% dan terendah pada perlakuan A1B4 (1 kali pencucian dengan penambahan konsentrasi tepung rumput laut 3%) dan A1B5 (1 kali pencucian dengan penambahan konsentrasi tepung rumput laut 4%) yaitu sebesar 33,86%. Hasil analisis ragam Anova (Lampiran 22b) menunjukkan bahwa faktor pencucian surimi, konsentrasi penambahan tepung rumput laut dan interaksi keduanya memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai derajat putih kamaboko (p < 0,05). Uji lanjut Tukey menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan A2B1 yaitu frekuensi pencucian 2 kali dan tanpa penambahan tepung rumput laut mempunyai nilai derajat putih tertinggi (42,64%) dan berbeda nyata dengan kombinasi perlakuan lain kecuali A2B2 dan A2B3.
54
50.00
Derajat puith (%)
45.00
38.61c
40.00
42.64 d 42.09 d 42.00 d 37.29 b
35.00
38.34 bc 38.36 bc
34.73 a 33.86 a 33.86 a
30.00 25.00 20.00 15.00 10.00 5.00 0.00 A1B1
A1B2
A1B3
A1B4
A1B5
A2B1
A2B2
A2B3
A2B4
A2B5
Kombinasi perlakuan Nilai-nilai pada diagram batang yang dikuti oleh huruf berbeda (a,b,c, d) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05) Keterangan: A1B1 = frekuensi pencucian 1 kali, tepung rumput laut 0% A1B2 = frekuensi pencucian 1 kali, tepung rumput laut 1% A1B3 = frekuensi pencucian 1 kali, tepung rumput laut 2% A1B4 = frekuensi pencucian 1 kali, tepung rumput laut 3% A1B5 = frekuensi pencucian 1 kali, tepung rumput laut 4%
A2B1 = frekuensi pencucian 2 kali, tepung rumput laut 0% A2B2 = frekuensi pencucian 2 kali, tepung rumput laut 1% A2B3 = frekuensi pencucian 2 kali, tepung rumput laut 2% A2B4 = frekuensi pencucian 2 kali, tepung rumput laut 3% A2B5 = frekuensi pencucian 2 kali, tepung rumput laut 4%
Gambar 15 Diagram batang nilai rata-rata derajat putih kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) Frekuensi pencucian 2 kali menghasilkan kamaboko dengan derajat putih yang lebih tinggi dibandingkan dengan 1 kali (Tabel 6). Hal ini disebabkan karena pada saat proses pencucian dan pemerasan berlangsung semua kotoran, lemak, haemoglobin dan protein sarkoplasma yang dapat menghambat pembentukan gel ikut terlarut bersama air pencuci, sehingga semakin banyak pencucian, zat-zat yang terlarut tersebut semakin banyak, yang mengakibatkan warna gel semakin bersih dan putih. Pencucian bertujuan selain untuk meningkatkan kekuatan gel juga meningkatkan derajat putih. Akan tetapi nilai derajat putih kamaboko menurun seiring dengan meningkatnya konsentrasi tepung rumput laut yang ditambahkan pada produk. 4.2.2.3 Analisis derajat keasaman (pH) kamaboko Derajat keasaman memiliki pengaruh yang cukup penting dalam proses kelarutan protein larut garam. Nilai pH optimum bagi kelarutan PLG adalah pH
55
yang berada pada kisaran pH sedikit dibawah netral hingga pH netral. Dimana kisaran nilai pH tersebut memiliki peranan penting dalam pembentukan gel yang kuat (Suzuki 1981). Nilai rata-rata pH kamaboko ikan nila secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 24a dan diagram batangnya dapat dilihat pada Gambar 16. 10.00 9.00 8.00
Nilai pH
7.00
6.45 a
6.68 ab 6.85ab
7.06 ab
7.29 ab 6.61ab
7.41b 6.96 ab 7.19 ab
7.18ab
A2B2
A2B5
6.00 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 A1B1
A1B2
A1B3
A1B4
A1B5
A2B1
A2B3
A2B4
Kombinasi perlakuan Nilai-nilai pada diagram batang yang dikuti oleh huruf berbeda (a,b) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05) Keterangan: A1B1 = frekuensi pencucian 1 kali, tepung rumput laut 0% A1B2 = frekuensi pencucian 1 kali, tepung rumput laut 1% A1B3 = frekuensi pencucian 1 kali, tepung rumput laut 2% A1B4 = frekuensi pencucian 1 kali, tepung rumput laut 3% A1B5 = frekuensi pencucian 1 kali, tepung rumput laut 4%
A2B1 = frekuensi pencucian 2 kali, tepung rumput laut 0% A2B2 = frekuensi pencucian 2 kali, tepung rumput laut 1% A2B3 = frekuensi pencucian 2 kali, tepung rumput laut 2% A2B4 = frekuensi pencucian 2 kali, tepung rumput laut 3% A2B5 = frekuensi pencucian 2 kali, tepung rumput laut 4%
Gambar 16 Diagram batang nilai rata-rata pH kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) Berdasarkan pengukuran nilai pH rata-rata produk kamaboko berkisar antara 6,45 - 7,41. Nilai pH kamaboko terendah terdapat pada perlakuan A1B1 (1 kali pencucian, tanpa penambahan konsentrasi tepung rumput laut) yaitu 6,45; sedangkan nilai pH kamaboko tertinggi terdapat pada perlakuan A2B4 (2 kali pencucian dengan penambahan konsentrasi tepung rumput laut sebesar 3%) dengan nilai 7,41. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa nilai pH kamaboko hanya dipengaruhi secara nyata oleh frekuensi pencucian, penambahan konsentrasi tepung rumput laut dan interaksi keduanya (p < 0,05 (Lampiran 24b). Hasil uji lanjut Tukey (Lampiran 25) menunjukkan kombinasi perlakuan yang berbeda nyata adalah A1B1 dan A2B4, sedangkan yang lainnya tidak berbeda nyata.
56
Semakin tinggi jumlah penambahan tepung rumput laut kedalam surimi akan semakin meningkatkan nilai pH. Hal ini dikarenakan adanya komponen mineral-mineral seperti Na, Ca, K, Cl, Mg, Fe, I, dan S dan gugus-gugus hidroksil seperti kappa (κ), iota (ι) dan lamda (λ), terutama kandungan kappa (κ) yang terbesar dari jenis rumput laut yang digunakan diduga berkontribusi dengan protein daging ikan dalam meningkatkan nilai pH. Sementara kemampuan pembentukan gel yang optimal ada pada daging ikan segar dengan pH netral dan akan menurun kemampuan pembentukan gelnya dengan menurunya pH. Oleh karena itu perlu adanya pengendalian terhadap pH selama pengolahan surimi untuk menjaga kemampuan pembentukan gel surimi serta untuk meningkatkan kekuatan gel ketika akan diolah lebih lanjut (Matsumoto dan Noguchi 1992).
57
5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Karakteristik fisiko-kimia tepung rumput laut Kappaphycus alvarezii menunjukkan bahwa nilai rendemen tepung rumput laut yang didapatkan sebesar 29,55%, nilai rata-rata derajat putih diperoleh sebesar 76,41%, kadar air 13,43%, kadar abu 13,91%, kadar lemak 0,81%, kadar protein 2,18%, kadar karbohidrat (by difference) 69,67% dan kadar serat kasar 11,45%. Ikan nila (Oreochromis sp.) memiliki nilai rendemen daging fillet skinless (tanpa kulit) 21,49 ± 5,64%, rendemen surimi 15,54 - 15,14%, nilai pH surimi 6,63 - 6,68, sedangkan PLG 0,84 - 0,91%. Nilai rendemen, pH dan PLG tertinggi terdapat pada pencucian 1 kali. Nilai derajat putih berkisar antara 25,80 - 26,57% dan nilai tertinggi terdapat pada perlakuan surimi 2 kali pencucian. Perlakuan pencucian dan penambahan tepung rumput laut Kappaphycus alvarezii pada pembuatan kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) berpengaruh nyata terhadap karakteristik produk kamaboko yang dihasilkan yaitu nilai kekuatan gel, derajat putih dan pH dengan nilai terbaik berturut-turut sebesar 540,63 g.cm (A1B4), 42,64% (A2B1) dan 7,41 (A2B4). Hasil uji organoleptik (uji skoring) menunjukkan bahwa faktor pencucian dan penambahan tepung rumput laut tidak mempengaruhi penilaian panelis terhadap produk kamaboko pada parameter penampakan, warna, tekstur, aroma dan hanya berpengaruh nyata terhadap parameter rasa dengan nilai sebesar 5,30 (A1B1). Sedangkan analisis fisik menunjukkan bahwa faktor pencucian dan penambahan tepung rumput laut tidak mempengaruhi penilaian panelis terhadap terhadap nilai lipat kamaboko, namun terdapat perbedaan yang nyata terhadap nilai gigit kamaboko, dan nilai terbaik berturut-turut sebesar 4,70 dan 8,17 (A1B1 dan A1B2). 5.2 Saran Dari hasil yang diperoleh selama penelitian disarankan perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh masa simpan surimi yang ditambahkan tepung rumput laut pada suhu dingin dan beku dalam kaitannya dengan perubahan sifat fisiko-kimianya. Serta perlu dilakukan analisis lebih lanjut mengenai kandungan serat pangan dan mineral terutama kandungan iodiumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Anggadiredja J, Zatnika A, Sujatmiko W, Ismail S, Noor Z. 1993. Teknologi Produk Perikanan dalam Industri Farmasi: Potensi dan Pemanfaatan Makro Alga Laut. Di dalam Teknologi dan Alternatif Produk Perikanan dalam Industri Farmasi. Makalah Stadium General. Bogor: Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Anggadiredja JT, Zatnika A, Purwoto H, Istini S. 2006. Rumput Laut: Pembudidayaan, Pengolahan, dan Pemasaran Komoditas Perikanan Potensial. Jakarta: Penebar Swadaya. Anonim. 1991. Petunjuk Teknis Budidaya Ikan Nila. Jakarta: Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian. AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of the Association of Official Analytical Chemist 16th Ed. Washington DC. Apriantono A, Fardiaz D, Puspitasari NL, Sedarnawati, Budiyanto S. 1989. Petunjuk Laboratarium Analisis Pangan. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Arasaki S, Arasaki T. 1983. Low Calorie, High Nutrition, Vegetables from the Sea, to Help You Look and Feel Better. Tokyo: Japan Publication Inc. Astawan M, Wahyuni M, Santoso J, Sarifah S. 1996. Pemanfaatan ikan gurame (Ospronemus gouramy Lae) dalam pembuatan gel ikan. Buletin Teknologi dan Industri Pangan. Vol VII (1): 9-15. Astawan M, Muchtadi D, Wresdiyati T. 2001. Pemanfaatan Rumput Laut pada Pembuatan Berbagai Makanan Jajanan untuk Mencegah Timbulnya Defisiensi Iodium dan Penyakit Degeneratif [laporan akhir penelitian dasar]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Babji AS, Kee GS. 1994. Changes in colour, pH, water holding capacity, protein extraction and gel strength during processing of chicken surimi (Ayami). Asean Food Journal. 9 (2): 63-68. Benjakul S, Seymour TA, Morrissey MT, Haejung AN 1996. Proteinase in pacific whiting surimi wash water: identification and characterization. Journal of Food Science. 61 (6): 1165-1170. Buckle KA, Edward RA, Fleet GH, Wootton N. 1987. Ilmu Pangan. Edisi Kedua. Penerjemah: Purnomo H, Adiono. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Bullens CW, Llianto MG, Lee CM, Modliszewski JJ. 1990. The function of carrageenan-based stabilizers to improve quality in fabricated seafood products. In Advances in Fisheries Technology and Biotechnology for Increased Profitability (M. Voight and R.Botta, eds), Technomic Pub. Co., Inc., Lancaster, Pennsylvania, Chap. 4, pp. 313-324. Chen HH. 1995. Thermal stability and gel forming ability of shark muscle as related to ionic strength. Journal Food Science. 60 (6): 1237-1240.
59
Cheng CS, Hamann DD, Webb NB, Sidwell V. 1979. Effect of species and storage time in mince fish gel texture. Journal Food Science. 44 (4): 1087-1092. Damayanthi E, Eddy SM. 1995. Teknologi Makanan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Dikdasmen. [DSN] Dewan Standarisasi Nasional. 1998. Standar Nasional Indonesia Rumput Laut Kering (SNI-01-2690-1998). Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. Direktorat Jenderal Perikanan. 1990. Buku Pedoman Pengenalan Sumber Perikanan Laut. Jakarta: Departemen Pertanian. Ditjen Perikanan Tangkap. 2007. Dari Segenggam Rumput laut Mendulang Rupiah Melalui Aplikasi Teknologi. Jakarta: Departemen Kelautan Perikanan RI. Ensminger AH, Ensminger ME, Konlande JE, Robson JRK. 1995. The Concise Encyclopedia of Foods and Nutrition. Boca Raton Florida: CRC Press. Eryanto I. 2005. Pengaruh penyimpanan dingin fillet ikan nila (Oreochromis sp.) terhadap karakteristik surimi yang dihasilkan. [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Haard NF, Simpson BK and Pan BS. 1994. Sarcoplasmic Proteins and Other Nitrogenous Compounds. Dalam Sikorski ZE (ed). Seafood Proteins. New York: Chapman and Hall. Hadiwiyoto S. 1993. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan Jilid I. Yogyakarta: Liberty. Hall GM, Ahmad NH. 1992. Surimi and fish mince products. Dalam Hall GM (ed). Fish Processing and Technology. New York: Blackie Academic and Professional. Hashimoto Y. 1976. Marine toxins and other bioactive marine metabolites. Hal 221-224. Tokyo: Japan Scientific Societies Press. Heruwati ES, Murtini JT, Rahayu S dan Suherman. 1995. Pengaruh jenis ikan dan zat penambah terhadap elastisitas surimi ikan air tawar. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. Vol 1. No. 1. Jakarta. Hultin HO. 1985. Characteristic of muscle tissue. Di dalam: Fennema OR (ed). Food Chemistry. New York: Marcel Dekker Inc. Isbarni NR. 2005. Pemanfaatan tepung rumput laut (Kappaphycus alvarezii) sebagai sumber serat dan iodium dalam pembuatan produk crackers [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Kett Electric Laboratory. 1981. Operating Instruction Kett Digital Whiteness Meter. Unpublished. Lee CM. 1984. Surimi process technology. Journal Food Technology. 38 (11): 69-80.
60
Lee CM, MC Wu dan M Okada. 1992. Ingredient and formulation technology for surimi-based products. Dalam Lanier TC, Lee CM (eds). Surimi Technology. New York: Marcel Dekker Inc. Mabeau S, Fleurence J. 1993. Seaweed in food products: Biochemical and nutrition aspects. Trends in Food Science and Technology. 4: 103-107. Mackie IM. 1992. Surimi from fish. Dalam Johnston DE, Knight MK, Ledward DA (eds). The Chemistry of Muscle-based Food. United Kingdom: Royal Society of Chemistry. Mahdiah E. 2002. Pengaruh penambahan bahan pengikat terhadap karakteristik fisik otak-otak ikan sapu-sapu (Liposarcus pardalis) [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Makfoeld D. 1982. Deskripsi Pengolahan Hasil Nabati. Cetakan 3. Yogyakarta: Agritech Fakultas Teknik Pertanian, Universitas Gadjah Mada. Matsumoto JJ, Noguchi SF.1992. Cryostabilization of protein in surimi. Di dalam: Surimi Technology. Lanier TC, Lee CM, editors. New York : Marcel Dekker. Mitchell C. 1985. Surimi: the American experience. Infofish. 5: 17-20. Moghaddan MF, Gerwick WH. 12-Lipoxygenase activity in the red marine alga Gracilariopsis lemaneiformis, phytochem 29 (8): 2457-2458. Muchtadi D, TR Purwiyanto dan A Basuki. 1988. Teknologi Pemasakan Ekstruksi. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Muchtadi D. 1989. Evaluasi Nilai Gizi Pangan. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Muljanah I, Suryaningrum TD, Rahayu U. 1992. Pengaruh cara pencucian rumput laut Eucheuma cottonii dalam larutan kapur tohor terhadap rendemen dan sifat-sifat karagenan yang dihasilkan. Jurnal Penelitian Pasca Panen Perikanan. 74: 23-26. Nielsen RG, Pigott GM. 1994. Gel strength increased in low grade heat set surimi with blended phosphates. J. Food Sci. 59(2): 285-298. Nisizawa K, Noda H, Kikuchi R, Watanabe T. 1987. The main seaweeds in Japan. Hydro-biologia. 151/152: 5-29. Niwa E. 1992. Chemistry of surimi gelation. Dalam Lanier TC, Lee CM, (eds) Surimi Technology. New York: Marcel Dekker Inc. OFCF. 1987. Handling of Fish. Overseas Fisheries Coorporation Foundation. Tokyo: Akasaka 2-chome Minatoku. Okada M. 1992. History of surimi technology in Japan. Dalam Lanier TC, Lee CM (eds). Surimi Technology. New York: Marcel Dekker Inc.
61
Pamungkas KT. 1987. Mempelajari Korelasi Antara Umur Panen dan Kandungan Karagenan dan Senyawa-senyawa lainnya pada Eucheuma spinosum dan Eucheuma cottonii. Karya Ilmiah. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Pipatsattayanuwong S, Park JW, Morrissey MT. 1995. Functional properties and shelf life of fresh surimi from pacific whitting. Journal of Food Science. 60: 1241-1244. Peranginangin R, Wibowo S, Nuri Y, Fawza. 1999. Teknologi Pengolahan Surimi. Jakarta: Balai Penelitian Perikanan Laut Slipi. Pomeranz, Y. 1991. Functional Properties of Food Components, Second Edition. New York: Academic Press. Potter NN. 1973. Food Science. Westport Connecticut: The AVI Publishing. Co. Inc. Ranganna. 1998. Handbook of Analysis and Quality Control for Fruit and Vegetable Product. Westport Connecticut: The AVI Publishing Company. Resources Council, Science and Technology Agency. 2001. Standard Tables of Food Composition in Japan 5th Revised Edition. Tokyo: Daiichi-Shuppan Publishing Co. Reynolds J, Park JW, Choi YJ. 2002. Physicochemical properties of Pacific Whiting surimi as affected by various freezing and storage conditions. J. Food Sci. 67(6): 2072-2078. Rompis JEG. 1998. Pengaruh kombinasi bahan pengikat dan bahan pengisi terhadap sifat fisik, kimia serta palatabilitas sosis sapi [tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Rumaniah. 2002. Kajian proses pembuatan fish nugget dari ikan mas (Cyprinus carpio) [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Samsudin R. 2003. Pengaruh penggorengan terhadap kualitas protein beberapa jenis ikan [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Santoso J, Trilaksani W, Nurjanah, Nurhayati T. 1997. Perbaikan mutu gel ikan mas (Cyprinus carpio) melalui modifikasi proses [laporan penelitian]. Bogor: Jurusan Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Santoso J, Suzuki T, Yoshie Y. 2002. The distribution and profile of nutrients and catechins of some Indonesian seaweeds. Fisheries Science. 68 (suppl.): 1647-1648. Schwarz MD, Lee CM. 1988. Comparison of the thermostability of red hake and Alaska pollack surimi during processing. Journal Food Science. Vol 53 (5): 1208-1211. Setyorini E. 2006. Pangan Laut: Belajar http://www.iptek.co.id. [7 Agustus 2007].
dari
Jepang.
Homepage:
62
Shahidi F, Botta JR. 1994. Seafood: Chemistry, Processing, Technology and Quality. Weser Cledden Road. Bishopbriggs. Glassgow. Publish by Blackie Academic and Proffessional and imprint of Chapman and Hall. Shimizu. 1992. Surimi production from fatty and dark fish species. Journal Food Technology. 38 (11): 69. Shimizu Y, Toyohara H, Lanier TC. 1992. Surimi Production from Fatty and dark Flesh sp. Dalam Lanier TC dan Lee CM (ed). Surimi Technology. New York: Marcel Dekker, Inc. Siregar BA.2001. Mempelajari aspek pengeringan dan mikrobiologis produk makanan semi basah “Tangkue” dari rumput laut Kappaphycus alvarezii [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Insitut Pertanian Bogor. Soekarto ST. 1985. Penilaian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Jakarta: Penerbit Bhratara Karya Aksara. Steel RGD, Torrie JH. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika. Penerjemah: Sumantri B. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Sulaeman A, Anwar F, Rimbawan, Marliyati SA. 1995. Metode Penetapan Zat Gizi. Bogor: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Depdikbud. Suradjuddin I. 2005. Pengaruh Penambahan Karageenan pada Produk Pangan. Homepage: http://www.jasuda.net/index_fre.php. [17 Agustus 2007]. Suyanto SR. 1994. Budidaya Ikan Nila. Cetakan ke-1. Jakarta: Penebar Swadaya. Suzuki T. 1981. Fish and Krill Protein in Processing Technology. London: Applied Science. Publishing. Ltd. Taib G, Said E, Wiraatmaja S. 1987. Operasi Pengeringan Pada Pengolahan Hasil Pengeringan. Jakarta: PT Mediatama Sarana Perkasa. Tanikawa E. 1985. Marine Product in Japan. Tokyo: Koseisha Koseikaku Co. Ltd. Venugopal V, Doke SN, Nair PM. 1994. Gelation of shark myofibrillar protein by weak organic acids. Food Chemistry. 50: 185-190. Venugopal. 1992. Mince from low-cost fish species. Trend in Food Science Technology. 3: 2-5. Voight R. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Penerjemah: Noerono S. Yogyakarta: Penerbit Universitas Gajah Mada. Wahyuni M. 1992. Sifat kimia dan fungsional ikan hiu lanyam (Charcarinus limbatus) serta penggunaannya dalam pembuatan sosis [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, IPB. Wilson NRP, Dyett EJ, Hughes RB, Jonas CRV. 1981. Meat and Meat Products. London: Applied Science Publishing. Ltd.
63
Winarno FG. 1990. Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. . 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Wirakartakusumah MA, Subarna, Anwar M, Syah D, Isyana BS. 1992. Petunjuk Laboratarium Peralatan dan Unit Proses Industri Pangan. Bogor: Pusat Antar Universitas (PAU) Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Yuliarti ES. 1999. Formulasi bahan penyusun dan daya awet dodol rumput laut. [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Yoshie Y, Suzuki T, Shirai T, Hirano T. 1993. Free amino acids and fatty acids composition in dried nori of various culture locations and prices. Nippon Suisan Gakkaishi. 59: 1769-1775. . 1994. Changes in the contents of dietary fibers, minerals, free amino acids and fatty acids during processing of dried nori. Nippon Suisan Gakkaishi. 60: 117-123.
65
Lampiran 1contoh Lembar penilaian uji organoleptik mutu skoring kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) Nomor
:
Tanggal pengujian
:
Nama panelis
:
Nama Produk
: Kamaboko ikan Nila (Oreochromis sp.)
Instruksi
: Nyatakan penilaian anda dengan memberi tanda (√) pada kolom yang sesuai dengan pilihan anda Kode Sampel
Parameter
Penampakan
Penilaian 7: utuh, rapi, permukaan rata, ketebalan rata, tidak berpori, sangat mengkilat 6: utuh, rapi, permukaan rata, ketebalan rata, tidak berpori, mengkilat 5: utuh, rapi, permukaan rata, ketebalan kurang rata, sedikit berpori, agak mengkilat 4: utuh, kurang rapi, permukaan kurang rata, ketebalan kurang rata, berpori, kurang mengkilat 3: utuh, kurang rapi, permukaan kurang rata, ketebalan kurang rata, sangat berpori, tidak mengkilat 2: kurang utuh, kurang rapi, permukaan kurang rata, ketebalan kurang rata, sangat berpori, tidak mengkilat 1: tidak utuh, tidak rapi, permukaan tidak rata, ketebalan tidak rata, sangat berpori, tidak mengkilat 7: sangat putih sekali 6: sangat putih 5: putih
Warna
4: agak putih 3: putih kekuningan 2: kuning 1: kuning kecokelatan 7: kenyal, kompak, padat sekali 6: kenyal, kompak,, padat 5: kenyal, kompak, agak padat
Tekstur
4: kenyal, agak kompak, agak padat 3: agak kenyal, agak kompak, agak padat 2:tidak kenyal, tidak kompak, agak padat 1: tidak kenyal, tidak kompak, tidak padat 7: sangat tercium aroma ikan 6: sangat agak tercium aroma ikan 5: tercium aroma ikan
Aroma
4: agak tidak tercium aroma ikan 3: sangat agak tidak tercium aroma ikan 2:kurang tercium aroma ikan 1:tidak tercium aroma ikan
Rasa
7: sangat terasa ikan, sangat gurih 6: terasa ikan, gurih 5: terasa ikan, agak gurih 4: agak terasa ikan, gurih 3: agak terasa ikan, agak gurih 2: tidak terasa ikan, agak gurih 1: tidak terasa ikan, tidak gurih
Sumber : Modifikasi Dwi Sulistyarini (2007)
66
Lampiran 2a Lembar penilaian uji lipat kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) Nama panelis
:
Tanggal pengujian
:
Jenis contoh
: Kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.)
Instruksi
: Nyatakan penilaian anda dengan memberi tanda (√) pada kolom yang sesuai dengan pilihan anda Skor
Kode sampel
5 = Tidak retak jika dilipat seperempat lingkaran 4 = Tidak retak jika dilipat setengah lingkaran 3 = Retak jika dilipat setengah lingkaran 2 = Putus menjadi dua bagian jika dilipat setengah lingkaran 1 = Pecah menjadi bagian-bagian kecil jika ditekan dengan jari tangan
Lampiran 2b Lembar penilaian uji gigit kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) Nama panelis
:
Tanggal pengujian
:
Jenis contoh
: Kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.)
Instruksi
: Nyatakan penilaian anda dengan memberi tanda (√) pada kolom yang sesuai dengan pilihan anda Skor
10 = daya lenting amat sangat kuat 9
= daya lenting amat kuat
8
= daya lenting kuat
7
= daya lenting agak kuat
6
= daya lenting diterima
5
= daya lenting agak diterima
4
= daya lenting agak lemah
3
= daya lenting lemah
2
= daya lenting amat lemah
1
= tidak ada daya lenting, seperti bubur
Kode sampel
67
Lampiran 3 Rendemen daging dan surimi, pH surimi, PLG surimi dan nilai derajat putih surimi pada berbagai frekuensi pencucian ikan nila (Oreochromis sp.)
Perlakuan pencucian
Berat (g)
Rendemen (%)
Ikan utuh
Daging
Surimi
Daging
Surimi
1
17500
3300
2719
18.86
15.54
2
17500
3300
2650
18.86
15.14
Perlakuan pencucian
pH surimi
Rataan pH surimi
Ulangan 1
Ulangan 2
1
6,69
6,66
6,67
2
6,61
6,64
6,63
Perlakuan pencucian
PLG surimi
Rataan PLG surimi
Ulangan 1
Ulangan 2
(%)
1
0,96
0,85
0,91
2
0,56
1,11
0,84
Perlakuan pencucian
Derajat putih surimi
Rataan derajat putih surimi
Ulangan 1
Ulangan 2
(%)
1
25,77
25,81
25,80
2
26,54
26,59
26,57
68
Lampiran 4 Data uji organoleptik penampakan kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) pada berbagai frekuensi pencucian dan penambahan konsentrasi tepung rumput laut (Kappaphycus alvarezii) Konsentrasi tepung rumput laut dengan frekuensi pencucian dan penambahan NaCl 2,5 % Ulangan
Penampakan A1B1
A1B2
A1B3
A1B4
A1B5
A2B1
A2B2
A2B3
A2B4
A2B5
0%
1%
2%
3%
4%
0%
1%
2%
3%
4%
1
5
5
5
4
4
5
3
5
6
4
2
3
4
6
3
2
5
4
4
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
5
5
4
6
5
6
6
5
6
6
5
5
4
5
3
6
5
5
5
4
3
6
6
3
6
6
6
6
6
5
5
6
6
6
5
7
3
6
5
5
3
5
6
6
6
5
8
3
6
5
6
5
6
6
6
5
6
9
6
7
6
7
7
5
5
7
5
7
10
6
5
6
5
5
6
6
5
5
5
11
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
12
5
5
5
6
7
6
5
6
6
6
13
5
5
4
5
5
5
5
5
6
4
14
6
5
5
5
6
4
4
6
5
4
15
5
5
5
6
6
3
4
6
6
6
16
3
3
3
3
3
4
3
6
5
5
17
5
5
4
4
5
4
6
6
6
5
18
5
4
5
6
6
6
5
5
5
5
19
6
6
5
6
6
5
5
5
5
4
20
5
3
6
5
3
6
3
6
6
6
21
3
6
3
4
5
3
4
4
6
3
22
5
5
3
5
5
6
6
6
6
6
23
7
4
7
3
3
6
6
6
6
5
24
5
4
6
5
6
6
6
6
5
4
25
3
6
5
5
6
4
6
6
6
6
26
6
6
6
6
6
6
6
6
5
5
27
3
3
6
6
3
2
6
3
6
5
28
3
3
3
4
4
6
6
7
7
6
29
4
3
4
4
4
3
4
2
4
4
30
3
4
4
4
4
3
3
3
4
4
Rata-rata
4,57
4,80
4,93
4,93
4,77
4,80
4,90
5,30
5,43
4,87
69
Lampiran 5 Uji Kruskal Wallis organoleptik penampakan kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) NPAR TESTS /K-W=Penampakan
BY Perlakuan(1 10)
NPar Tests Kruskal-Wallis Test Ranks Penampakan
Perlakuan A1B1 A1B2 A1B3 A1B4 A1B5 A2B1 A2B2 A2B3 A2B4 A2B5 Total
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 300
Mean Rank 126,98 140,02 149,03 148,45 139,60 143,63 151,02 180,78 184,12 141,37
Test Statistics(a,b)
Chi-Square df Asymp. Sig.
Penampakan 12,845 9 ,170
a Kruskal Wallis Test b Grouping Variable: Perlakuan
Hipotesis : Asymp sig < 0,05 berbeda nyata Asymp sig > 0,05 tdk berbeda nyata
70
Lampiran 6 Data uji organoleptik warna kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) pada berbagai frekuensi pencucian dan penambahan konsentrasi tepung rumput laut (Kappaphycus alvarezii) Konsentrasi tepung rumput laut dengan frekuensi pencucian dan penambahan NaCl 2,5 % Ulangan
Warna A1B1
A2B1
A3B1
A4B1
A5B1
A1B2
A2B2
A3B2
A4B2
A5B2
0%
1%
2%
3%
4%
0%
1%
2%
3%
4%
1
6
6
3
6
3
5
6
5
5
5
2
4
5
3
6
3
5
4
4
4
3
3
3
3
3
3
3
5
3
5
5
6
4
5
6
5
4
5
6
5
5
5
5
5
5
5
6
5
6
5
6
6
6
6
6
5
6
6
6
5
5
6
6
6
5
7
3
4
5
6
3
6
6
6
6
5
8
3
5
6
5
4
6
5
6
3
6
9
6
6
6
6
5
5
6
4
5
7
10
6
5
4
5
4
6
6
5
4
4
11
6
5
6
6
6
6
6
6
6
6
12
6
6
6
3
6
6
6
6
6
6
13
5
5
5
5
5
5
6
5
4
4
14
6
6
5
5
4
6
6
6
5
3
15
5
5
5
5
5
3
5
5
6
6
16
3
5
4
3
3
6
5
6
3
4
17
6
6
5
4
5
6
6
6
6
5
18
3
3
4
3
5
5
4
3
3
4
19
6
5
6
6
5
4
4
5
5
4
20
6
6
6
5
3
6
4
6
6
6
21
3
5
5
6
6
4
4
4
4
3
22
6
6
5
6
6
6
6
6
6
6
23
6
5
5
6
3
3
5
5
5
5
24
3
6
4
5
4
6
6
6
5
4
25
6
5
6
5
6
5
6
6
7
6
26
6
4
6
6
6
6
6
7
7
7
27
3
5
6
5
3
5
6
3
3
3
28
3
3
5
3
5
6
6
7
7
7
29
5
5
4
4
5
5
5
4
4
4
30
3
4
4
4
4
3
4
4
4
4
Rata-rata
4,73
5,03
4,97
4,90
4,53
5,20
5,30
5,27
5,03
4,97
71
Lampiran 7 Uji Kruskal Wallis organoleptik warna kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) NPAR TESTS /K-W=Penampakan
BY Perlakuan(1 10)
NPar Tests Kruskal-Wallis Test Ranks Warna
Perlakuan A1B1 A1B2 A1B3 A1B4 A1B5 A2B1 A2B2 A2B3 A2B4 A2B5 Total
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 300
Mean Rank 138,40 149,88 146,52 143,55 116,57 165,67 174,28 170,10 152,27 147,77
Test Statisticsa,b Chi-Square df Asymp. Sig.
Warna 11,154 9 ,265
a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Perlakuan
Hipotesis : Asymp sig < 0,05 berbeda nyata Asymp sig > 0,05 tdk berbeda nyata
72
Lampiran 8 Data uji organoleptik tekstur kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) pada berbagai frekuensi pencucian dan penambahan konsentrasi tepung rumput laut (Kappaphycus alvarezii) Konsentrasi tepung rumput laut dengan frekuensi pencucian dan penambahan NaCl 2,5 % Ulangan
Tekstur A1B1
A2B1
A3B1
A4B1
A5B1
A1B2
A2B2
A3B2
A4B2
A5B2
0%
1%
2%
3%
4%
0%
1%
2%
3%
4%
1
6
6
6
6
5
6
6
6
5
6
2
5
5
5
4
3
7
3
3
4
2
3
5
3
5
3
6
6
5
5
6
3
4
6
6
6
5
4
4
5
5
5
4
5
6
7
7
7
6
6
3
6
6
6
6
6
6
6
6
6
5
6
5
6
6
7
6
6
6
6
3
6
6
6
5
5
8
5
6
6
6
6
5
6
5
6
3
9
7
7
6
6
5
5
5
6
5
5
10
6
6
5
5
3
6
6
4
5
3
11
6
6
6
6
7
6
6
6
6
6
12
3
5
3
6
6
5
3
6
5
6
13
6
6
5
6
5
6
6
5
5
4
14
6
7
7
7
6
3
6
3
6
6
15
6
5
6
6
5
3
5
6
5
6
16
3
5
7
6
6
5
4
6
4
4
17
6
6
5
4
7
6
6
6
6
5
18
5
6
4
5
6
5
6
6
6
6
19
6
4
6
6
5
3
5
3
5
3
20
6
6
4
5
4
6
4
5
6
6
21
3
4
6
6
5
3
5
5
4
5
22
6
5
5
3
6
6
6
6
4
3
23
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
24
6
6
5
4
5
6
3
3
4
3
25
6
5
6
7
7
6
7
6
6
6
26
5
6
6
6
6
3
3
5
6
6
27
2
3
6
6
3
2
3
3
5
5
28
5
3
3
4
5
6
6
6
5
3
29
6
5
5
4
4
3
5
5
5
4
30
3
4
4
4
4
5
4
4
4
4
Rata-rata
5,33
5,40
5,47
5,40
5,20
5,03
5,03
5,10
5,23
4,70
73
Lampiran 9 Uji Kruskal Wallis organoleptik tekstur kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) NPAR TESTS /K-W=Penampakan
BY Perlakuan(1 10)
NPar Tests Kruskal-Wallis Test
Ranks Tekstur
Perlakuan A1B1 A1B2 A1B3 A1B4 A1B5 A2B1 A2B2 A2B3 A2B4 A2B5 Total
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 300
Mean Rank 164,87 164,60 167,57 165,60 149,87 143,83 140,63 142,83 143,93 121,27
Test Statisticsa,b Chi-Square df Asymp. Sig.
Tekstur 8,906 9 ,446
a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Perlakuan
Hipotesis : Asymp sig < 0,05 berbeda nyata Asymp sig > 0,05 tdk berbeda nyata
74
Lampiran 10 Data uji organoleptik aroma kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) pada berbagai frekuensi pencucian dan penambahan konsentrasi tepung rumput laut (Kappaphycus alvarezii) Konsentrasi tepung rumput laut dengan frekuensi pencucian dan penambahan NaCl 2,5 % Ulangan
Aroma A1B1
A2B1
A3B1
A4B1
A5B1
A1B2
A2B2
A3B2
A4B2
A5B2
0%
1%
2%
3%
4%
0%
1%
2%
3%
4%
1
4
4
3
3
3
3
3
3
3
5
2
3
5
5
2
2
5
3
4
3
4
3
5
6
3
5
4
3
3
3
5
3
4
4
4
4
5
4
5
5
4
4
3
5
4
7
7
4
4
2
5
6
4
3
6
4
4
3
4
4
4
4
4
4
3
7
6
5
6
6
6
3
6
5
6
6
8
3
5
5
5
4
6
5
5
5
4
9
6
6
5
5
5
6
4
4
6
5
10
6
6
4
3
2
6
5
3
2
4
11
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
12
6
3
4
3
3
4
4
3
2
4
13
6
6
5
5
5
5
6
4
4
5
14
5
5
5
5
4
5
5
4
3
4
15
3
5
6
6
6
5
4
6
6
3
16
4
4
5
4
4
2
3
3
4
3
17
5
5
4
4
7
4
6
6
5
6
18
5
3
3
4
4
6
5
6
7
5
19
6
5
6
6
5
4
5
5
3
5
20
6
6
5
6
3
6
5
3
2
5
21
4
4
6
5
6
3
5
5
4
5
22
6
4
2
5
4
4
6
4
5
1
23
5
6
4
5
4
3
3
3
4
3
24
4
6
5
5
4
3
3
4
3
4
25
5
6
3
3
3
5
4
3
5
5
26
5
4
4
4
4
4
4
3
3
3
27
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
28
6
4
5
5
4
5
5
5
5
5
29
5
4
5
4
4
4
5
3
4
2
30
6
6
5
5
5
3
3
3
3
3
Rata-rata
4,90
4,93
4,57
4,53
4,23
4,27
4,47
4,13
4,13
4,03
75
Lampiran 11 Uji Kruskal Wallis organoleptik aroma kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) NPAR TESTS /K-W=Penampakan
BY Perlakuan(1 10)
NPar Tests Kruskal-Wallis Test Ranks Aroma
Perlakuan A1B1 A1B2 A1B3 A1B4 A1B5 A2B1 A2B2 A2B3 A2B4 A2B5 Total
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 300
Mean Rank 185,65 186,33 161,08 160,20 135,23 140,35 153,65 127,05 129,88 125,57
Test Statisticsa,b Chi-Square df Asymp. Sig.
Aroma 19,779 9 ,019
a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Perlakuan
diperoleh nilai: x2 hitung = 19,779 ; x2 tabel = 16,91 Hipotesis : H0 : τi = 0 ; H1 : τ0 ≠ 0, untuk 2 arah hanya ada τi (perlakuan) H1 = terdapat pengaruh yang berbeda nyata antara perlakuan H0 = tidak terdapat pengaruh yang berbeda nyata antara perlakuan x2 hit > x2 tabel berbeda nyata → Tolak H0 (terima H1) x2 hit < x2 tabel tidak berbeda nyata → Gagal tolak H0 Maka kesimpulannya, menunjukkan bahwa nilai skoring parameter aroma produk kamaboko tidak dipengaruhi secara nyata oleh faktor pencucian surimi, penambahan tepung rumput laut dan interaksi keduanya.
76
Lampiran 12 Data uji organoleptik rasa kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) pada berbagai frekuensi pencucian dan penambahan konsentrasi tepung rumput laut (Kappaphycus alvarezii) Konsentrasi tepung rumput laut dengan frekuensi pencucian dan penambahan NaCl 2,5 % Ulangan
Rasa A1B1
A2B1
A3B1
A4B1
A5B1
A1B2
A2B2
A3B2
A4B2
A5B2
0%
1%
2%
3%
4%
0%
1%
2%
3%
4%
1
6
6
5
5
4
6
6
6
5
6
2
5
5
6
2
2
6
5
4
3
3
3
2
2
5
5
5
5
5
5
5
2
4
5
5
5
6
6
6
5
5
6
4
5
5
6
6
5
3
5
3
5
5
3
6
3
3
4
4
3
3
4
3
3
3
7
5
5
6
5
6
5
5
5
3
5
8
6
5
6
3
3
4
6
5
5
3
9
6
7
5
5
5
5
5
5
5
5
10
6
6
5
5
2
6
6
5
5
2
11
6
6
6
6
6
6
6
6
6
5
12
4
5
4
4
6
6
5
5
4
6
13
6
6
5
5
5
6
4
4
4
5
14
6
6
6
4
4
5
5
4
4
5
15
3
6
5
5
4
5
4
6
3
6
16
5
5
3
3
3
4
4
3
3
4
17
6
6
6
6
7
6
7
6
7
6
18
5
4
4
4
4
3
3
5
4
6
19
6
5
6
6
5
3
5
5
6
3
20
7
6
5
5
5
6
4
5
5
3
21
4
4
4
5
3
3
3
4
4
4
22
6
4
3
5
5
7
7
4
3
4
23
5
5
4
5
5
3
4
5
5
4
24
6
5
4
6
5
2
5
4
3
3
25
6
5
6
6
5
6
7
6
6
7
26
7
6
6
6
5
5
6
6
5
6
27
6
3
5
5
3
4
3
5
5
5
28
5
3
3
4
5
5
5
5
6
5
29
6
4
3
2
3
5
5
4
2
2
30
5
4
4
4
4
2
3
4
3
4
Rata-rata
5,30
4,93
4,83
4,70
4,37
4,77
4,83
4,80
4,43
4,30
77
Lampiran 13 Uji Kruskal Wallis organoleptik rasa kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) NPAR TESTS /K-W=Penampakan
BY Perlakuan(1 10)
NPar Tests Kruskal-Wallis Test Ranks Rasa
Perlakuan A1B1 A1B2 A1B3 A1B4 A1B5 A2B1 A2B2 A2B3 A2B4 A2B5 Total
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 300
Mean Rank 194,05 165,57 156,87 148,57 125,45 157,12 153,58 150,73 129,40 123,67
Test Statisticsa,b Chi-Square df Asymp. Sig.
Rasa 17,140 9 ,047
a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Perlakuan
Hipotesis : Asymp sig < 0,05 berbeda nyata Asymp sig > 0,05 tdk berbeda nyata
78
Lampiran 14 Uji lanjut Multiple Comparison organoleptik rasa kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) Dependent Variable: Rasa Tukey HSD (I) Perlakuan
A1B1
A1B2
A1B3
A1B4
Mean Difference (I-J)
Std. Error
A1B2
0,3667
0,3076
0,9731
A1B3
0,4667
0,3076
0,8845
-0,5141
1,4475
A1B4
0,6
0,3076
0,6344
-0,3808
1,5808
A1B5
0,9333
0,3076
0,0774
-0,0475
1,9141
A2B1
0,5333
0,3076
0,7753
-0,4475
1,5141
A2B2
0,4667
0,3076
0,8845
-0,5141
1,4475
(J) Perlakuan
Sig.
95% Confidence Interval Lower Upper Bound Bound -0,6141 1,3475
A2B3
0,5
0,3076
0,8348
-0,4808
1,4808
A2B4
0,8667
0,3076
0,1355
-0,1141
1,8475
A2B5
1*
0,3076
0,0416
0,0192
1,9808
A1B1
-0,3667
0,3076
0,9731
-1,3475
0,6141
A1B3
0,1
0,3076
1
-0,8808
1,0808
A1B4
0,2333
0,3076
0,999
-0,7475
1,2141
A1B5
0,5667
0,3076
0,7077
-0,4141
1,5475
A2B1
0,1667
0,3076
0,9999
-0,8141
1,1475
A2B2
0,1
0,3076
1
-0,8808
1,0808
A2B3
0,1333
0,3076
1
-0,8475
1,1141
A2B4
0,5
0,3076
0,8348
-0,4808
1,4808
A2B5
0,6333
0,3076
0,5581
-0,3475
1,6141
A1B1
-0,4667
0,3076
0,8845
-1,4475
0,5141
A1B2
-0,1
0,3076
1
-1,0808
0,8808
A1B4
0,1333
0,3076
1
-0,8475
1,1141
A1B5
0,4667
0,3076
0,8845
-0,5141
1,4475
A2B1
0,0667
0,3076
1
-0,9141
1,0475
A2B2
0
0,3076
1
-0,9808
0,9808
A2B3
0,0333
0,3076
1
-0,9475
1,0141
A2B4
0,4
0,3076
0,953
-0,5808
1,3808
A2B5
0,5333
0,3076
0,7753
-0,4475
1,5141
A1B1
-0,6
0,3076
0,6344
-1,5808
0,3808
A1B2
-0,2333
0,3076
0,999
-1,2141
0,7475
A1B3
-0,1333
0,3076
1
-1,1141
0,8475
A1B5
0,3333
0,3076
0,986
-0,6475
1,3141
A2B1
-0,0667
0,3076
1
-1,0475
0,9141
A2B2
-0,1333
0,3076
1
-1,1141
0,8475
A2B3
-0,1
0,3076
1
-1,0808
0,8808
A2B4
0,2667
0,3076
0,9973
-0,7141
1,2475
A2B5
0,4
0,3076
0,953
-0,5808
1,3808
*The mean difference is significant at the .05 level.
79
Lampiran 14 Uji lanjut Multiple Comparison organoleptik rasa kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) (Lanjutan) Dependent Variable: Rasa Tukey HSD (I) Perlakuan
A1B5
A2B1
A2B2
A2B3
Mean Difference (I-J)
Std. Error
A1B1
-0,9333
0,3076
0,0774
A1B2
-0,5667
0,3076
0,7077
-1,5475
0,4141
A1B3
-0,4667
0,3076
0,8845
-1,4475
0,5141
A1B4
-0,3333
0,3076
0,986
-1,3141
0,6475
A2B1
-0,4
0,3076
0,953
-1,3808
0,5808
A2B2
-0,4667
0,3076
0,8845
-1,4475
0,5141
(J) Perlakuan
Sig.
95% Confidence Interval Lower Upper Bound Bound -1,9141 0,0475
A2B3
-0,4333
0,3076
0,9238
-1,4141
0,5475
A2B4
-0,0667
0,3076
1
-1,0475
0,9141
A2B5
0,0667
0,3076
1,
-0,9141
1,0475
A1B1
-0,5333
0,3076
0,7753
-1,5141
0,4475
A1B2
-0,1667
0,3076
0,9999
-1,1475
0,8141
A1B3
-0,0667
0,3076
1
-1,0475
0,9141
A1B4
0,0667
0,3076
1
-0,9141
1,0475
A1B5
0,4
0,3076
0,953
-0,5808
1,3808
A2B2
-0,0667
0,3076
1
-1,0475
0,9141
A2B3
-0,0333
0,3076
1
-1,0141
0,9475
A2B4
0,3333
0,3076
0,986
-0,6475
1,3141
A2B5
0,4667
0,3076
0,8845
-0,5141
1,4475
A1B1
-0,4667
0,3076
0,8845
-1,4475
0,5141
A1B2
-0,1
0,3076
1
-1,0808
0,8808
A1B3
0
0,3076
1
-0,9808
0,9808
A1B4
0,1333
0,3076
1
-0,8475
1,1141
A1B5
0,4667
0,3076
0,8845
-0,5141
1,4475
A2B1
0,0667
0,3076
1
-0,9141
1,0475
A2B3
0,0333
0,3076
1
-0,9475
1,0141
A2B4
0,4
0,3076
0,953
-0,5808
1,3808
A2B5
0,5333
0,3076
0,7753
-0,4475
1,5141
A1B1
-0,5
0,3076
0,8348
-1,4808
0,4808
A1B2
-0,1333
0,3076
1
-1,1141
0,8475
A1B3
-0,0333
0,3076
1
-1,0141
0,9475
A1B4
0,1
0,3076
1
-0,8808
1,0808
A1B5
0,4333
0,3076
0,9238
-0,5475
1,4141
A2B1
0,0333
0,3076
1
-0,9475
1,0141
A2B2
-0,0333
0,3076
1
-1,0141
0,9475
A2B4
0,3667
0,3076
0,9731
-0,6141
1,3475
A2B5
0,5
0,3076
0,8348
-0,4808
1,4808
*The mean difference is significant at the .05 level.
80
Lampiran 14 Uji lanjut Multiple Comparison organoleptik rasa kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) (Lanjutan) Dependent Variable: Rasa Tukey HSD (I) Perlakuan
(J) Perlakuan A1B1
A2B4
A2B5
Mean Difference (I-J)
Std. Error
-0,8667*
0,3076
0,1355
-0,5
0,3076
0,8348
-1,4808
0,4808
A1B3
-0,4
0,3076
0,953
-1,3808
0,5808
A1B4
-0,2667
0,3076
0,9973
-1,2475
0,7141
A1B5
0,0667
0,3076
1
-0,9141
1,0475
A2B1
-0,3333
0,3076
0,986
-1,3141
0,6475
A2B2
-0,4
0,3076
0,953
-1,3808
0,5808
A2B3
-0,3667
0,3076
0,9731
-1,3475
0,6141
A2B5
0,1333
0,3076
1
-0,8475
1,1141
A1B1
-1
0,3076
0,0416
-1,9808
-0,0192
A1B2
-0,6333
0,3076
0,5581
-1,6141
0,3475
A1B3
-0,5333
0,3076
0,7753
-1,5141
0,4475
A1B4
-0,4
0,3076
0,953
-1,3808
0,5808
A1B5
-0,0667
0,3076
1
-1,0475
0,9141
A2B1
-0,4667
0,3076
0,8845
-1,4475
0,5141
A2B2
-0,5333
0,3076
0,7753
-1,5141
0,4475
A2B3
-0,5
0,3076
0,8348
-1,4808
0,4808
A2B4
-0,1333
0,3076
1
-1,1141
0,8475
Homogeneous Subsets Rasa Tukey HSD Subset for alpha = .05 N
1
2
30
4,30
A1B5
30
4,37
4,37
A2B4
30
4,43
4,43
A1B4
30
4,70
4,70
A2B1
30
4,77
4,77
A2B3
30
4,80
4,80
A1B3
30
4,83
4,83
A2B2
30
4,83
4,83
A1B2
30
4,93
4,93
A1B1
30
Sig.
95% Confidence Interval Lower Upper Bound Bound -1,8475 0,1141
A1B2
*The mean difference is significant at the .05 level.
Perlakuan A2B5
Sig.
5,30 ,558
,077
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a) Uses Harmonic Mean Sample Size = 30,000.
81
Lampiran 15 Data uji lipat kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) pada berbagai frekuensi pencucian dan penambahan konsentrasi tepung rumput laut (Kappaphycus alvarezii)
Ulangan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Rata-rata
Konsentrasi tepung Rumput laut dengan Formulasi Pencucian dan penambahan NaCl 2,5 % Uji Lipat A1B1 A1B2 A1B3 A1B4 A1B5 A2B1 A2B2 A2B3 A2B4 A2B5 0% 1% 2% 3% 4% 0% 1% 2% 3% 4% 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 5 5 5 5 4 3 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 3 5 5 4 4 3 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 5 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 5 4 4 5 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 3 3 5 3 5 5 5 5 4 5 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 5 5 5 4 5 5 5 5 5 4 5 5 3 5 5 5 4 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4,70 4,70 4,53 4,60 4,63 4,63 4,63 4,67 4,60 4,57
82
Lampiran 16 Uji Kruskal Wallis nilai lipat kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.)
NPAR TESTS /K-W=Penampakan
BY Perlakuan(1 10)
NPar Tests Kruskal-Wallis Test Ranks UjiLipat
Perlakuan A1B1 A1B2 A1B3 A1B4 A1B5 A2B1 A2B2 A2B3 A2B4 A2B5 Total
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 300
Mean Rank 157,62 157,62 139,00 143,97 152,65 152,65 152,65 153,07 148,10 147,68
Test Statisticsa,b Chi-Square df Asymp. Sig.
UjiLipat 3,211 9 ,955
a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Perlakuan
Hipotesis : Asymp sig < 0,05 berbeda nyata Asymp sig > 0,05 tdk berbeda nyata
83
Lampiran 17 Data uji gigit kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) pada berbagai frekuensi pencucian dan penambahan konsentrasi tepung rumput laut (Kappaphycus alvarezii)
Ulangan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Rata-rata
Konsentrasi tepung Rumput laut dengan Formulasi Pencucian dan penambahan NaCl 2,5 % Uji Gigit A1B1 A1B2 A1B3 A1B4 A1B5 A2B1 A2B2 A2B3 A2B4 A2B5 0% 1% 2% 3% 4% 0% 1% 2% 3% 4% 8 8 7 7 5 8 7 6 7 7 7 7 5 5 10 5 6 4 5 5 9 9 8 10 6 6 6 6 9 8 8 8 9 8 8 7 6 7 6 7 9 9 10 10 8 6 5 8 6 7 7 7 7 8 5 6 7 6 5 5 9 9 10 9 10 7 8 8 7 8 10 10 7 8 8 6 8 5 8 3 10 10 10 10 10 9 8 9 9 8 8 8 7 7 6 9 8 7 6 6 8 8 9 9 9 8 7 7 9 8 8 8 10 10 10 7 8 10 10 9 9 9 8 7 6 7 9 5 8 6 9 9 9 9 9 7 8 6 7 8 9 9 8 9 9 8 8 8 6 8 6 6 9 9 9 6 5 5 5 4 7 7 6 5 8 5 7 7 5 6 8 8 9 8 8 9 8 8 7 8 9 9 8 8 7 7 7 6 6 5 9 9 8 9 8 9 9 8 10 9 8 8 8 8 7 8 8 8 8 8 10 10 7 8 6 9 8 8 6 3 9 9 8 8 8 7 7 7 8 6 8 8 5 7 7 6 6 4 5 5 7 7 10 8 9 9 7 9 8 9 8 8 9 9 9 9 9 8 9 10 4 4 8 8 6 3 4 6 7 7 10 10 9 9 9 8 8 7 7 8 9 9 9 8 8 7 6 5 7 6 5 5 7 6 6 4 4 6 7 5 8,17 8,17 8,13 8,13 7,80 7,07 7,07 6,80 7,10 6,73
84
Lampiran 18 Uji Kruskal Wallis nilai gigit kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) NPAR TESTS /K-W=Penampakan
BY Perlakuan(1 10)
NPar Tests Kruskal-Wallis Test
Ranks UjiGigit
Perlakuan A1B1 A1B2 A1B3 A1B4 A1B5 A2B1 A2B2 A2B3 A2B4 A2B5 Total
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 300
Mean Rank 188,27 188,27 183,30 184,00 164,70 126,67 123,30 109,53 123,55 113,42
Test Statisticsa,b Chi-Square df Asymp. Sig.
UjiGigit 42,908 9 ,000
a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Perlakuan
Hipotesis : Asymp sig < 0,05 berbeda nyata Asymp sig > 0,05 tdk berbeda nyata
85
Lampiran 19 Uji lanjut Multiple Comparison nilai gigit kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) Dependent Variable: Uji Gigit Tukey HSD (I) Perlakuan
A1B1
A1B2
A1B3
A1B4
Mean Difference (I-J)
Std. Error
A1B2
0
0,3827
1
A1B3
0,0333
0,3827
1
-1,1870
1,2537
A1B4
0,0333
0,3827
1
-1,1870
1,2537
A1B5
0,3667
0,3827
0,9942
-0,8537
1,5870
A2B1
1,1
0,3827
0,1177
-0,1203
2,3203
A2B2
1,1
0,3827
0,1177
-0,1203
2,3203
A2B3
1,3667*
0,3827
0,0149
0,1463
2,5870
A2B4
1,0667
0,3827
0,1458
-0,1537
2,2870
A2B5
1,4333*
0,3827
0,0082
0,2130
2,6537
(J) Perlakuan
Sig.
95% Confidence Interval Lower Upper Bound Bound -1,2203 1,2203
A1B1
0
0,3827
1
-1,2203
1,2203
A1B3
0,0333
0,3827
1
-1,1870
1,2537
A1B4
0,0333
0,3827
1
-1,1870
1,2537
A1B5
0,3667
0,3827
0,9942
-0,8537
1,5870
A2B1
1,1
0,3827
0,1177
-0,1203
2,3203
A2B2
1,1
0,3827
0,1177
-0,1203
2,3203
A2B3
1,3667*
0,3827
0,0149
0,1463
2,5870
A2B4
1,0667
0,3827
0,1458
-0,1537
2,2870
A2B5
1,4333*
0,3827
0,0082
0,2130
2,6537
A1B1
-0,0333
0,3827
1
-1,2537
1,1870
A1B2
-0,0333
0,3827
1
-1,2537
1,1870
A1B4
0
0,3827
1
-1,2203
1,2203
A1B5
0,3333
0,3827
0,9972
-0,8870
1,5537
A2B1
1,0667
0,3827
0,1458
-0,1537
2,2870
A2B2
1,0667
0,3827
0,1458
-0,1537
2,2870
A2B3
1,3333*
0,3827
0,02
0,1130
2,5537
A2B4
1,0333
0,3827
0,1786
-0,1870
2,2537
A2B5
1,4*
0,3827
0,0111
0,1797
2,6203
A1B1
-0,0333
0,3827
1
-1,2537
1,1870
A1B2
-0,0333
0,3827
1
-1,2537
1,1870
A1B3
0
0,3827
1
-1,2203
1,2203
A1B5
0,3333
0,3827
0,9972
-0,8870
1,5537
A2B1
1,0667
0,3827
0,1458
-0,1537
2,2870
A2B2
1,0667
0,3827
0,1458
-0,1537
2,2870
A2B3
1,3333*
0,3827
0,02
0,1130
2,5537
A2B4
1,0333
0,3827
0,1786
-0,1870
2,2537
A2B5
1,4*
0,3827
0,0111
0,1797
2,6203
*The mean difference is significant at the .05 level.
86
Lampiran 19 Uji lanjut Multiple Comparison nilai gigit kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) (Lanjutan) Dependent Variable: Uji Gigit Tukey HSD (I) Perlakuan
A1B5
A2B1
A2B2
A2B3
Mean Difference (I-J)
Std. Error
A1B1
-0,3667
0,3827
A1B2
-0,3667
0,3827
0,9942
-1,5870
0,8537
A1B3
-0,3333
0,3827
0,9972
-1,5537
0,8870
A1B4
-0,3333
0,3827
0,9972
-1,5537
0,8870
A2B1
0,7333
0,3827
0,6581
-0,4870
1,9537
A2B2
0,7333
0,3827
0,6581
-0,4870
1,9537
(J) Perlakuan
Sig. 0,9942
95% Confidence Interval Lower Upper Bound Bound -1,5870 0,8537
A2B3
1
0,3827
0,2164
-0,2203
2,2203
A2B4
0,7
0,3827
0,7163
-0,5203
1,9203
A2B5
1,0667
0,3827
0,1458
-0,1537
2,2870
A1B1
-1,1
0,3827
0,1177
-2,3203
0,1203
A1B2
-1,1
0,3827
0,1177
-2,3203
0,1203
A1B3
-1,0667
0,3827
0,1458
-2,2870
0,1537
A1B4
-1,0667
0,3827
0,1458
-2,2870
0,1537
A1B5
-0,7333
0,3827
0,6581
-1,9537
0,4870
A2B2
0
0,3827
1
-1,2203
1,2203
A2B3
0,2667
0,3827
0,9995
-0,9537
1,4870
A2B4
-0,0333
0,3827
1
-1,2537
1,1870
A2B5
0,3333
0,3827
0,9972
-0,8870
1,5537
A1B1
-1,1
0,3827
0,1177
-2,3203
0,1203
A1B2
-1,1
0,3827
0,1177
-2,3203
0,1203
A1B3
-1,0667
0,3827
0,1458
-2,2870
0,1537
A1B4
-1,0667
0,3827
0,1458
-2,2870
0,1537
A1B5
-0,7333
0,3827
0,6581
-1,9537
0,4870
A2B1
0
0,3827
1
-1,2203
1,2203
A2B3
0,2667
0,3827
0,9995
-0,9537
1,4870
A2B4
-0,0333
0,3827
1
-1,2537
1,1870
A2B5
0,3333
0,3827
0,9972
-0,8870
1,5537
A1B1
-1,3667*
0,3827
0,0149
-2,5870
-0,1463
A1B2
-1,3667*
0,3827
0,0149
-2,5870
-0,1463
A1B3
-1,3333*
0,3827
0,02
-2,5537
-0,1130
A1B4
-1,3333*
0,3827
0,02
-2,5537
-0,1130
A1B5
-1
0,3827
0,2164
-2,2203
0,2203
A2B1
-0,2667
0,3827
0,9995
-1,4870
0,9537
A2B2
-0,2667
0,3827
0,9995
-1,4870
0,9537
A2B4
-0,3
0,3827
0,9988
-1,5203
0,9203
A2B5
0,0667
0,3827
1
-1,1537
1,2870
*The mean difference is significant at the .05 level.
87
Lampiran 19 Uji lanjut Multiple Comparison nilai gigit kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) (Lanjutan) Dependent Variable: Uji Gigit Tukey HSD (I) Perlakuan
A2B4
A2B5
Mean Difference (I-J)
Std. Error
A1B1
-1,0667
0,3827
0,1458
A1B2
-1,0667
0,3827
0,1458
-2,2870
0,1537
A1B3
-1,0333
0,3827
0,1786
-2,2537
0,1870
A1B4
-1,0333
0,3827
0,1786
-2,2537
0,1870
A1B5
-0,7
0,3827
0,7163
-1,9203
0,5203
A2B1
0,0333
0,3827
1
-1,1870
1,2537
A2B2
0,0333
0,3827
1
-1,1870
1,2537
A2B3
0,3
0,3827
0,9988
-0,9203
1,5203
A2B5
0,3667
0,3827
0,9942
-0,8537
1,5870
A1B1
-1,4333*
0,3827
0,0082
-2,6537
-0,2130
A1B2
-1,4333*
0,3827
0,0082
-2,6537
-0,2130
A1B3
-1,4*
0,3827
0,0111
-2,6203
-0,1797
A1B4
-1,4*
0,3827
0,0111
-2,6203
-0,1797
A1B5
-1,0667
0,3827
0,1458
-2,2870
0,1537
A2B1
-0,3333
0,3827
0,9972
-1,5537
0,8870
(J) Perlakuan
Sig.
A2B2
-0,3333
0,3827
0,9972
-1,5537
0,8870
A2B3
-0,0667
0,3827
1
-1,2870
1,1537
A2B4
-0,3667
0,3827
0,9942
-1,5870
0,8537
*The mean difference is significant at the .05 level.
Homogeneous Subsets Uji Gigit Tukey HSD Subset for alpha = .05 Perlakuan A2B5
N
1
2
30
6,73
A2B3
30
6,80
A2B1
30
7,07
7,07
A2B2
30
7,07
7,07
A2B4
30
7,10
7,10
A1B5
30
7,80
7,80
A1B3
30
8,13
A1B4
30
8,13
A1B1
30
8,17
A1B2
30
Sig.
95% Confidence Interval Lower Upper Bound Bound -2,2870 0,1537
8,17 ,146
,118
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30,000.
88
Lampiran 20a Nilai kekuatan gel (gel strength) kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) pada berbagai frekuensi pencucian dan penambahan konsentrasi tepung rumput laut (Kappaphycus alvarezii). Gel strength kamaboko (g.cm)
Perlakuan
Rataan gel strength kamaboko (g.cm)
Ulangan 1
Ulangan 2
A1B1
293,75
268,75
281, 25
A1B2
343,75
356,25
350,00
A1B3
493,75
493,50
493,63
A1B4
543,75
537,50
540,63
A1B5
525,00
506,25
515,63
A2B1
143,75
125,00
134,38
A2B2
168,75
175,00
171,88
A2B3
243,75
287,50
265,63
A2B4
362,50
537,50
350,00
A2B5
331,25
350,00
340,63
Lampiran 20b Analisis ragam kekuatan gel kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Kekuatan gel (gel strength) Source Corrected Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
368727,216(a)
9
40969,691
23,783
,000
Intercept
2511455,628
1
2511455,628
1457,894
,000
perlakuan
368727,216
9
40969,691
23,783
,000
Error
17226,594
10
1722,659
Total
2897409,438
20
385953,809
19
Corrected Total
a) R Squared = ,955 (Adjusted R Squared = ,915)
Hipotesis : p-value < 0,05 berbeda nyata p-value > 0,05 tdk berbeda nyata
89
Lampiran 21 Uji lanjut Tukey kekuatan gel (gel strength) kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) Dependent Variable: Gel strength Tukey HSD Mean (I) (J) Difference Perlakuan Perlakuan (I-J)
A1B1
A1B2
A1B3
A1B4
Std. Error
Sig.
95% Confidence Interval Lower Upper Bound Bound
A1B2
-68,75
41,504932
0,7965697
-233,05379
95,553791
A1B3
-212,375*
41,504932
0,0097804
-376,67879
-48,071209
A1B4
-259,375*
41,504932
0,0022231
-423,67879
-95,071209
A1B5
-234,375*
41,504932
0,004808
-398,67879
-70,071209
A2B1
146,875
41,504932
0,0912313
-17,428791
311,17879
A2B2
109,375
41,504932
0,3102905
-54,928791
273,67879
A2B3
15,625
41,504932
0,9999922
-148,67879
179,92879
A2B4
-168,75*
41,504932
0,0428762
-333,05379
-4,4462092
A2B5
-59,375
41,504932
0,8916282
-223,67879
104,92879
A1B1
68,75
41,504932
0,7965697
-95,553791
233,05379
A1B3
-143,625
41,504932
0,1019666
-307,92879
20,678791
A1B4
-190,625*
41,504932
0,0202465
-354,92879
-26,321209
A1B5
-165,625*
41,504932
0,0477669
-329,92879
-1,3212092
A2B1
215,625*
41,504932
0,008791
51,321209
379,92879
A2B2
178,125*
41,504932
0,0310362
13,821209
342,42879
A2B3
84,375
41,504932
0,5985682
-79,928791
248,67879
A2B4
-100
41,504932
0,4060982
-264,30379
64,303791
A2B5
9,375
41,504932
0,9999999
-154,92879
173,67879
A1B1
212,375*
41,504932
0,0097804
48,071209
376,67879
A1B2
143,625
41,504932
0,1019666
-20,678791
307,92879
A1B4
-47
41,504932
0,9685268
-211,30379
117,30379
A1B5
-22
41,504932
0,9998642
-186,30379
142,30379
A2B1
359,25*
41,504932
0,0001484
194,94621
523,55379
A2B2
321,75*
41,504932
0,0003835
157,44621
486,05379
A2B3
228*
41,504932
0,0058893
63,696209
392,30379
A2B4
43,625
41,504932
0,9799036
-120,67879
207,92879
A2B5
153
41,504932
0,0738978
-11,303791
317,30379
A1B1
259,375*
41,504932
0,0022231
95,071209
423,67879
A1B2
190,625*
41,504932
0,0202465
26,321209
354,92879
A1B3
47
41,504932
0,9685268
-117,30379
211,30379
A1B5
25
41,504932
0,9996222
-139,30379
189,30379
A2B1
406,25*
41,504932
4,984E-05
241,94621
570,55379
A2B2
368,75*
41,504932
0,000118
204,44621
533,05379
A2B3
275*
41,504932
0,0014001
110,69621
439,30379
A2B4
90,625
41,504932
0,5179772
-73,678791
254,92879
A2B5
200*
41,504932
0,0147549
35,696209
364,30379
*The mean difference is significant at the .05 level.
90
Lampiran 21 Uji lanjut Tukey kekuatan gel (gel strength) kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) (Lanjutan) Dependent Variable: Gel strength Tukey HSD Mean (I) (J) Difference Perlakuan Perlakuan (I-J)
A1B5
A2B1
A2B2
A2B3
Std. Error
Sig.
41,504932
0,004808
95% Confidence Interval Lower Upper Bound Bound
A1B1
234,375*
70,071209
398,67879
A1B2
165,625*
41,504932
0,0477669
1,3212092
329,92879
A1B3
22
41,504932
0,9998642
-142,30379
186,30379
A1B4
-25
41,504932
0,9996222
-189,30379
139,30379
A2B1
381,25*
41,504932
8,791E-05
216,94621
545,55379
A2B2
343,75*
41,504932
0,0002177
179,44621
508,05379
A2B3
250*
41,504932
0,0029554
85,696209
414,30379
A2B4
65,625
41,504932
0,8312715
-98,678791
229,92879
A2B5
175*
41,504932
0,0345594
10,696209
339,30379
A1B1
-146,875
41,504932
0,0912313
-311,17879
17,428791
A1B2
-215,625*
41,504932
0,008791
-379,92879
-51,321209
A1B3
-359,25*
41,504932
0,0001484
-523,55379
-194,94621
A1B4
-406,25*
41,504932
4,984E-05
-570,55379
-241,94621
A1B5
-381,25*
41,504932
8,791E-05
-545,55379
-216,94621
A2B2
-37,5
41,504932
0,9924655
-201,80379
126,80379
A2B3
-131,25
41,504932
0,1548331
-295,55379
33,053791
A2B4
-315,625*
41,504932
0,0004511
-479,92879
-151,32121
A2B5
-206,25*
41,504932
0,0119761
-370,55379
-41,946209
A1B1
-109,375
41,504932
0,3102905
-273,67879
54,928791
A1B2
-178,125*
41,504932
0,0310362
-342,42879
-13,821209
A1B3
-321,75*
41,504932
0,0003835
-486,05379
-157,44621
A1B4
-368,75*
41,504932
0,000118
-533,05379
-204,44621
A1B5
-343,75*
41,504932
0,0002177
-508,05379
-179,44621
A2B1
37,5
41,504932
0,9924655
-126,80379
201,80379
A2B3
-93,75
41,504932
0,4791857
-258,05379
70,553791
A2B4
-278,125*
41,504932
0,0012788
-442,42879
-113,82121
A2B5
-168,75*
41,504932
0,0428762
-333,05379
-4,4462092
A1B1
-15,625
41,504932
0,9999922
-179,92879
148,67879
A1B2
-84,375
41,504932
0,5985682
-248,67879
79,928791
A1B3
-228*
41,504932
0,0058893
-392,30379
-63,696209
A1B4
-275*
41,504932
0,0014001
-439,30379
-110,69621
A1B5
-250*
41,504932
0,0029554
-414,30379
-85,696209
A2B1
131,25
41,504932
0,1548331
-33,053791
295,55379
A2B2
93,75
41,504932
0,4791857
-70,553791
258,05379
A2B4
-184,375*
41,504932
0,0250509
-348,67879
-20,071209
A2B5
-75
41,504932
0,7205851
-239,30379
89,303791
*The mean difference is significant at the .05 level.
91
Lampiran 21 Uji lanjut Tukey kekuatan gel (gel strength) kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) (Lanjutan) Dependent Variable: Gel strength Tukey HSD Mean (I) (J) Difference Perlakuan Perlakuan (I-J)
Sig.
168,75*
41,504932
0,0428762
4,4462092
A1B2
100
41,504932
0,4060982
-64,303791
264,30379
A1B3
-43,625
41,504932
0,9799036
-207,92879
120,67879
A1B4
-90,625
41,504932
0,5179772
-254,92879
73,678791
A1B1
A2B4
A2B5
95% Confidence Interval Lower Upper Bound Bound
Std. Error
333,05379
A1B5
-65,625
41,504932
0,8312715
-229,92879
98,678791
A2B1
315,625*
41,504932
0,0004511
151,32121
479,92879
A2B2
278,125*
41,504932
0,0012788
113,82121
442,42879
A2B3
184,375*
41,504932
0,0250509
20,071209
348,67879
A2B5
109,375
41,504932
0,3102905
-54,928791
273,67879
A1B1
59,375
41,504932
0,8916282
-104,92879
223,67879
A1B2
-9,375
41,504932
0,9999999
-173,67879
154,92879
A1B3
-153
41,504932
0,0738978
-317,30379
11,303791
A1B4
-200*
41,504932
0,0147549
-364,30379
-35,696209
A1B5
-175*
41,504932
0,0345594
-339,30379
-10,696209
A2B1
206,25*
41,504932
0,0119761
41,946209
370,55379
A2B2
168,75*
41,504932
0,0428762
4,4462092
333,05379
A2B3
75
41,504932
0,7205851
-89,303791
239,30379
A2B4
-109,375
41,504932
0,3102905
-273,67879
54,928791
*The mean difference is significant at the .05 level.
Homogeneous Subsets Kekuatan gel Tukey HSD perlakuan
Subset
N
1
2
3
4
A2B1
2
134,3750
A2B2
2
171,8750
A2B3
2
265,6250
265,6250
A1B1
2
281,2500
281,2500
A2B5
2
340,6250
340,6250
A1B2
2
350,0000
350,0000
A2B4
2
450,0000
450,0000
A1B3
2
493,6250
493,6250
A1B5
2
515,6250
A1B4
2
540,6250
Sig.
,091
,599
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 1722,659. a) Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000. ; b) Alpha = ,05.
,074
,518
92
Lampiran 22a Nilai derajat putih kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) pada berbagai frekuensi pencucian dan penambahan konsentrasi tepung rumput laut (Kappaphycus alvarezii) Perlakuan
Derajat putih kamaboko (%)
Rataan derajat putih
Ulangan 1
Ulangan 2
kamaboko (%)
A1B1
38,59
38,64
38,61
A1B2
37,36
37,23
37,29
A1B3
34,68
34,77
34,73
A1B4
33,86
33,86
33,86
A1B5
33,23
34,50
33,86
A2B1
42,82
42,45
42,64
A2B2
42,05
42,14
42,09
A2B3
42,00
42,00
42,00
A2B4
38,55
38,14
38,34
A2B5
38,59
38,14
38,36
Lampiran 22b Analisis ragam derajat putih kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Derajat putih Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
Corrected Model
201,358(a)
9
22,373
Intercept
29230,658
1
29230,658
Perlakuan
201,358
9
22,373
Error
1,628
10
,163
Total
29433,644
20
Corrected Total 202,986 19 a) R Squared = ,992 (Adjusted R Squared = ,985)
Hipotesis : p-value < 0,05 berbeda nyata p-value > 0,05 tdk berbeda nyata
F 137,427 179549,49 6 137,427
Sig. ,000 ,000 ,000
93
Lampiran 23 Uji lanjut Tukey derajat putih kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) Dependent Variable: Derajat putih Tukey HSD (I) Perlakuan
Mean Difference (I-J)
Std. Error
Sig.
1,82*
0,4034848
0,0227355
A1B3
4,39*
0,4034848
1,906E-05
2,792742
5,987258
A1B4
5,255*
0,4034848
3,579E-06
3,657742
6,852258
A1B5
5,25*
0,4034848
3,611E-06
3,652742
6,847258
A2B1
-3,52*
0,4034848
0,0001385
-5,117258
-1,922742
A2B2
-2,98*
0,4034848
0,0005762
-4,577258
-1,382742
A2B3
-2,885*
0,4034848
0,0007539
-4,482258
-1,287742
A2B4
0,77
0,4034848
0,6663321
-0,827258
2,367258
A2B5
0,75
0,4034848
0,6930602
-0,847258
2,347258
A1B1
-1,82*
0,4034848
0,0227355
-3,417258
-0,222742
A1B3
2,57*
0,4034848
0,0019147
0,972742
4,167258
A1B4
3,435*
0,4034848
0,0001715
1,837742
5,032258
A1B5
3,43*
0,4034848
0,0001737
1,832742
5,027258
A2B1
-5,34*
0,4034848
3,077E-06
-6,937258
-3,742742
A2B2
-4,8*
0,4034848
8,352E-06
-6,397258
-3,202742
A2B3
-4,705*
0,4034848
1,006E-05
-6,302258
-3,107742
A2B4
-1,05
0,4034848
0,323132
-2,647258
0,547258
A2B5
-1,07
0,4034848
0,3039326
-2,667258
0,527258
A1B1
-4,39*
0,4034848
1,906E-05
-5,987258
-2,792742
A1B2
-2,57*
0,4034848
0,0019147
-4,167258
-0,972742
A1B4
0,865
0,4034848
0,5388801
-0,732258
2,462258
A1B5
0,86
0,4034848
0,5454688
-0,737258
2,457258
A2B1
-7,91*
0,4034848
7,082E-08
-9,507258
-6,312742
A2B2
-7,37*
0,4034848
1,408E-07
-8,967258
-5,772742
A2B3
-7,275*
0,4034848
1,596E-07
-8,872258
-5,677742
A2B4
-3,62*
0,4034848
0,0001083
-5,217258
-2,022742
A2B5
-3,64*
0,4034848
0,0001031
-5,237258
-2,042742
A1B1
-5,255*
0,4034848
3,579E-06
-6,852258
-3,657742
A1B2
-3,435*
0,4034848
0,0001715
-5,032258
-1,837742
(J) Perlakuan A1B2
A1B1
A1B2
A1B3
A1B4
95% Confidence Interval Lower Upper Bound Bound 0,222742 3,417258
A1B3
-0,865
0,4034848
0,5388801
-2,462258
0,732258
A1B5
-0,005
0,4034848
1
-1,602258
1,592258
A2B1
-8,775*
0,4034848
2,573E-08
-10,372258
-7,177742
A2B2
-8,235*
0,4034848
4,784E-08
-9,832258
-6,637742
A2B3
-8,14*
0,4034848
5,357E-08
-9,737258
-6,542742
A2B4
-4,485*
0,4034848
1,565E-05
-6,082258
-2,887742
A2B5
-4,505*
0,4034848
1,503E-05
-6,102258
-2,907742
* The mean difference is significant at the .05 level.
94
Lampiran 23 Uji lanjut Tukey derajat putih kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) (Lanjutan) Dependent Variable: Derajat putih Tukey HSD (I) Perlakuan
A1B5
A2B1
A2B2
A2B3
Mean Difference (I-J)
Std. Error
Sig.
A1B1
-5,25*
0,4034848
3,611E-06
A1B2
-3,43*
0,4034848
0,0001737
(J) Perlakuan
95% Confidence Interval Lower Upper Bound Bound -6,847258 -3,652742 -5,027258
-1,832742
A1B3
-0,86
0,4034848
0,5454688
-2,457258
0,737258
A1B4
0,005
0,4034848
1
-1,592258
1,602258
A2B1
-8,77*
0,4034848
2,587E-08
-10,367258
-7,172742
A2B2
-8,23*
0,4034848
4,812E-08
-9,827258
-6,632742
A2B3
-8,135*
0,4034848
5,389E-08
-9,732258
-6,537742
A2B4
-4,48*
0,4034848
1,582E-05
-6,077258
-2,882742
A2B5
-4,5*
0,4034848
1,518E-05
-6,097258
-2,902742
A1B1
3,52*
0,4034848
0,0001385
1,922742
5,117258
A1B2
5,34*
0,4034848
3,077E-06
3,742742
6,937258
A1B3
7,91*
0,4034848
7,082E-08
6,312742
9,507258
A1B4
8,775*
0,4034848
2,573E-08
7,177742
10,372258
A1B5
8,77*
0,4034848
2,587E-08
7,172742
10,367258
A2B2
0,54
0,4034848
0,9216581
-1,057258
2,137258
A2B3
0,635
0,4034848
0,8345116
-0,962258
2,232258
A2B4
4,29*
0,4034848
2,353E-05
2,692742
5,887258
A2B5
4,27*
0,4034848
2,456E-05
2,672742
5,867258
A1B1
2,98*
0,4034848
0,0005762
1,382742
4,577258
A1B2
4,8*
0,4034848
8,352E-06
3,202742
6,397258
A1B3
7,37*
0,4034848
1,408E-07
5,772742
8,967258
A1B4
8,235*
0,4034848
4,784E-08
6,637742
9,832258
A1B5
8,23*
0,4034848
4,812E-08
6,632742
9,827258
A2B1
-0,54
0,4034848
0,9216581
-2,137258
1,057258
A2B3
0,095
0,4034848
0,9999999
-1,502258
1,692258
A2B4
3,75*
0,4034848
7,921E-05
2,152742
5,347258
A2B5
3,73*
0,4034848
8,306E-05
2,132742
5,327258
A1B1
2,885*
0,4034848
0,0007539
1,287742
4,482258
A1B2
4,705*
0,4034848
1,006E-05
3,107742
6,302258
A1B3
7,275*
0,4034848
1,596E-07
5,677742
8,872258
A1B4
8,14*
0,4034848
5,357E-08
6,542742
9,737258
A1B5
8,135*
0,4034848
5,389E-08
6,537742
9,732258
A2B1
-0,635
0,4034848
0,8345116
-2,232258
0,962258
A2B2
-0,095
0,4034848
0,9999999
-1,692258
1,502258
A2B4
3,655*
0,4034848
9,945E-05
2,057742
5,252258
A2B5
3,635*
0,4034848
0,0001044
2,037742
5,232258
* The mean difference is significant at the .05 level.
95
Lampiran 23 Uji lanjut Tukey derajat putih kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) (Lanjutan) Dependent Variable: Derajat putih Tukey HSD (I) Perlakuan
A2B4
A2B5
Mean Difference (I-J)
Std. Error
Sig.
A1B1
-0,77
0,4034848
0,6663321
A1B2
1,05
0,4034848
0,323132
-0,547258
2,647258
(J) Perlakuan
95% Confidence Interval Lower Upper Bound Bound -2,367258 0,827258
A1B3
3,62*
0,4034848
0,0001083
2,022742
5,217258
A1B4
4,485*
0,4034848
1,565E-05
2,887742
6,082258
A1B5
4,48*
0,4034848
1,582E-05
2,882742
6,077258
A2B1
-4,29*
0,4034848
2,353E-05
-5,887258
-2,692742
A2B2
-3,75*
0,4034848
7,921E-05
-5,347258
-2,152742
A2B3
-3,655*
0,4034848
9,945E-05
-5,252258
-2,057742
A2B5
-0,02
0,4034848
1
-1,617258
1,577258
A1B1
-0,75
0,4034848
0,6930602
-2,347258
0,847258
A1B2
1,07
0,4034848
0,3039326
-0,527258
2,667258
A1B3
3,64*
0,4034848
0,0001031
2,042742
5,237258
A1B4
4,505*
0,4034848
1,503E-05
2,907742
6,102258
A1B5
4,5*
0,4034848
1,518E-05
2,902742
6,097258
A2B1
-4,27*
0,4034848
2,456E-05
-5,867258
-2,672742
A2B2
-3,73*
0,4034848
8,306E-05
-5,327258
-2,132742
A2B3
-3,635*
0,4034848
0,0001044
-5,232258
-2,037742
A2B4
0,02
0,4034848
1
-1,577258
1,617258
* The mean difference is significant at the .05 level.
Homogeneous Subsets Derajat putih Tukey HSD Perlakuan
Subset
N
1
2
3
4
A1B4
2
33,8600
A1B5
2
33,8650
A1B3
2
34,7250
A1B2
2
37,2950
A2B4
2
38,3450
38,3450
A2B5
2
38,3650
38,3650
A1B1
2
A2B3
2
42,0000
A2B2
2
42,0950
A2B1
2
Sig.
39,1150
42,6350 ,539
,304
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = ,163. a ) Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000. ; b) Alpha = ,05.
,666
,835
96
Lampiran 24a Nilai pH kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) pada berbagai frekuensi pencucian dan penambahan konsentrasi tepung rumput laut (Kappaphycus alvarezii)
Perlakuan
pH Kamaboko
Rataan
Ulangan 1
Ulangan 2
pH kamaboko
A1B1
6,46
6,44
6,45
A1B2
6,68
6,68
6,68
A1B3
6,85
6,84
6,85
A1B4
7,08
7,03
7,06
A1B5
7,30
7,28
7,29
A2B1
6,59
6,61
6,61
A2B2
6,98
6,94
6,96
A2B3
7,2
7,17
7,19
A2B4
7,41
7,39
7,41
A2B5
7,67
6,67
7,18
Lampiran 24b Analisis ragam pH kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: pH Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Corrected Model
1,775(a)
9
,197
3,918
,022
Intercept
969,807
1
969,807
19267,044
,000
1,775
9
,197
3,918
,022
Error
,503
10
,050
Total
972,085
20
2,278
19
Perlakuan
Corrected Total
a) R Squared = ,779 (Adjusted R Squared = ,580)
Hipotesis : p-value < 0,05 berbeda nyata p-value > 0,05 tdk berbeda nyata
97
Lampiran 25 Uji lanjut Tukey pH kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) Dependent Variable: pH Tukey HSD (I) Perlakuan
A1B1
A1B2
A1B3
A1B4
Mean Difference (I-J)
Std. Error
A1B2
-0,23
0,2243546
0,9828
A1B3
-0,395
0,2243546
0,7447505
-1,283143
0,493143
A1B4
-0,605
0,2243546
0,2873616
-1,493143
0,283143
A1B5
-0,84
0,2243546
0,0680296
-1,728143
0,048143
A2B1
-0,15
0,2243546
0,9991497
-1,038143
0,738143
A2B2
-0,51
0,2243546
0,4719109
-1,398143
0,378143
(J) Perlakuan
Sig.
95% Confidence Interval Lower Upper Bound Bound -1,118143 0,658143
A2B3
-0,735
0,2243546
0,1321953
-1,623143
0,153143
A2B4
-0,95*
0,2243546
0,0336816
-1,838143
-0,061857
A2B5
-0,72
0,2243546
0,1450958
-1,608143
0,168143
A1B1
0,23
0,2243546
0,9828
-0,658143
1,118143
A1B3
-0,165
0,2243546
0,9982555
-1,053143
0,723143
A1B4
-0,375
0,2243546
0,7893401
-1,263143
0,513143
A1B5
-0,61
0,2243546
0,2793708
-1,498143
0,278143
A2B1
0,08
0,2243546
0,9999951
-0,808143
0,968143
A2B2
-0,28
0,2243546
0,9456024
-1,168143
0,608143
A2B3
-0,505
0,2243546
0,4831769
-1,393143
0,383143
A2B4
-0,72
0,2243546
0,1450958
-1,608143
0,168143
A2B5
-0,49
0,2243546
0,5176805
-1,378143
0,398143
A1B1
0,395
0,2243546
0,7447505
-0,493143
1,283143
A1B2
0,165
0,2243546
0,9982555
-0,723143
1,053143
A1B4
-0,21
0,2243546
0,9904495
-1,098143
0,678143
A1B5
-0,445
0,2243546
0,625478
-1,333143
0,443143
A2B1
0,245
0,2243546
0,9746287
-0,643143
1,133143
A2B2
-0,115
0,2243546
0,9998967
-1,003143
0,773143
A2B3
-0,34
0,2243546
0,8592086
-1,228143
0,548143
A2B4
-0,555
0,2243546
0,3769852
-1,443143
0,333143
A2B5
-0,325
0,2243546
0,8851076
-1,213143
0,563143
A1B1
0,605
0,2243546
0,2873616
-0,283143
1,493143
A1B2
0,375
0,2243546
0,7893401
-0,513143
1,263143
A1B3
0,21
0,2243546
0,9904495
-0,678143
1,098143
A1B5
-0,235
0,2243546
0,9803294
-1,123143
0,653143
A2B1
0,455
0,2243546
0,6012056
-0,433143
1,343143
A2B2
0,095
0,2243546
0,9999788
-0,793143
0,983143
A2B3
-0,13
0,2243546
0,9997221
-1,018143
0,758143
A2B4
-0,345
0,2243546
0,8499932
-1,233143
0,543143
A2B5
-0,115
0,2243546
0,9998967
-1,003143
0,773143
* The mean difference is significant at the .05 level.
98
Lampiran 25 Uji lanjut Tukey pH kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) (Lanjutan) Dependent Variable: pH Tukey HSD (I) Perlakuan
A1B5
A2B1
A2B2
A2B3
Mean Difference (I-J)
Std. Error
Sig.
A1B1
0,84
0,2243546
0,0680296
A1B2
0,61
0,2243546
0,2793708
A1B3
0,445
0,2243546
0,625478
-0,443143
1,333143
A1B4
0,235
0,2243546
0,9803294
-0,653143
1,123143
A2B1
0,69
0,2243546
0,1744189
-0,198143
1,578143
(J) Perlakuan
95% Confidence Interval Lower Upper Bound Bound -0,048143 1,728143 -0,278143
1,498143
A2B2
0,33
0,2243546
0,8767748
-0,558143
1,218143
A2B3
0,105
0,2243546
0,9999512
-0,783143
0,993143
A2B4
-0,11
0,2243546
0,9999282
-0,998143
0,778143
A2B5
0,12
0,2243546
0,9998539
-0,768143
1,008143
A1B1
0,15
0,2243546
0,9991497
-0,738143
1,038143
A1B2
-0,08
0,2243546
0,9999951
-0,968143
0,808143
A1B3
-0,245
0,2243546
0,9746287
-1,133143
0,643143
A1B4
-0,455
0,2243546
0,6012056
-1,343143
0,433143
A1B5
-0,69
0,2243546
0,1744189
-1,578143
0,198143
A2B2
-0,36
0,2243546
0,8207431
-1,248143
0,528143
A2B3
-0,585
0,2243546
0,3210961
-1,473143
0,303143
A2B4
-0,8
0,2243546
0,0877831
-1,688143
0,088143
A2B5
-0,57
0,2243546
0,3482561
-1,458143
0,318143
A1B1
0,51
0,2243546
0,4719109
-0,378143
1,398143
A1B2
0,28
0,2243546
0,9456024
-0,608143
1,168143
A1B3
0,115
0,2243546
0,9998967
-0,773143
1,003143
A1B4
-0,095
0,2243546
0,9999788
-0,983143
0,793143
A1B5
-0,33
0,2243546
0,8767748
-1,218143
0,558143
A2B1
0,36
0,2243546
0,8207431
-0,528143
1,248143
A2B3
-0,225
0,2243546
0,9850342
-1,113143
0,663143
A2B4
-0,44
0,2243546
0,6376233
-1,328143
0,448143
A2B5
-0,21
0,2243546
0,9904495
-1,098143
0,678143
A1B1
0,735
0,2243546
0,1321953
-0,153143
1,623143
A1B2
0,505
0,2243546
0,4831769
-0,383143
1,393143
A1B3
0,34
0,2243546
0,8592086
-0,548143
1,228143
A1B4
0,13
0,2243546
0,9997221
-0,758143
1,018143
A1B5
-0,105
0,2243546
0,9999512
-0,993143
0,783143
A2B1
0,585
0,2243546
0,3210961
-0,303143
1,473143
A2B2
0,225
0,2243546
0,9850342
-0,663143
1,113143
A2B4
-0,215
0,2243546
0,9888454
-1,103143
0,673143
A2B5
0,015
0,2243546
1
-0,873143
0,903143
* The mean difference is significant at the .05 level.
99
Lampiran 25 Uji lanjut Tukey pH kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) (Lanjutan) Dependent Variable: pH Tukey HSD (I) Perlakuan
A2B4
A2B5
Mean Difference (I-J)
Std. Error
Sig.
A1B1
0,95*
0,2243546
0,0336816
A1B2
0,72
0,2243546
0,1450958
-0,168143
1,608143
A1B3
0,555
0,2243546
0,3769852
-0,333143
1,443143
A1B4
0,345
0,2243546
0,8499932
-0,543143
1,233143
A1B5
0,11
0,2243546
0,9999282
-0,778143
0,998143
A2B1
0,8
0,2243546
0,0877831
-0,088143
1,688143
A2B2
0,44
0,2243546
0,6376233
-0,448143
1,328143
A2B3
0,215
0,2243546
0,9888454
-0,673143
1,103143
A2B5
0,23
0,2243546
0,9828
-0,658143
1,118143
A1B1
0,72
0,2243546
0,1450958
-0,168143
1,608143
(J) Perlakuan
A1B2
0,49
0,2243546
0,5176805
-0,398143
1,378143
A1B3
0,325
0,2243546
0,8851076
-0,563143
1,213143
A1B4
0,115
0,2243546
0,9998967
-0,773143
1,003143
A1B5
-0,12
0,2243546
0,9998539
-1,008143
0,768143
A2B1
0,57
0,2243546
0,3482561
-0,318143
1,458143
A2B2
0,21
0,2243546
0,9904495
-0,678143
1,098143
A2B3
-0,015
0,2243546
1
-0,903143
0,873143
A2B4
-0,23
0,2243546
0,9828
-1,118143
0,658143
* The mean difference is significant at the .05 level.
Homogeneous Subsets pH Tukey HSD Perlakuan
Subset
N
1
2
A1B1
2
6,4500
A2B1
2
6,6000
6,6000
A1B2
2
6,6800
6,6800
A1B3
2
6,8450
6,8450
A2B2
2
6,9600
6,9600
A1B4
2
7,0550
7,0550
A2B5
2
7,1700
7,1700
A2B3
2
7,1850
7,1850
A1B5
2
7,2900
7,2900
A2B4
2
Sig.
95% Confidence Interval Lower Upper Bound Bound 0,061857 1,838143
7,4000 ,068
,088
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = ,050. a) Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000. ; b) Alpha = ,05.
100
Lampiran 26 Foto tepung rumput laut, kamaboko dan grafik nilai kekuatan gel
Tepung rumput laut (Kappaphycus alvarezii)
Kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.)
101
Lampiran 27 Foto grafik kekuatan gel kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) pada berbagai perlakuan faktor frekuensi pencucian dan penambahan konsentrasi tepung rumput laut (Kappaphycus alvarezii)
Grafik kekuatan gel kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) perlakuan A1B1
Grafik kekuatan gel kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) perlakuan A1B2
Grafik kekuatan gel kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) perlakuan A1B3
Grafik kekuatan gel kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) perlakuan A1B4
102
Grafik kekuatan gel kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) perlakuan A1B5
Grafik kekuatan gel kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) perlakuan A2B1
Grafik kekuatan gel kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) perlakuan A2B2
Grafik kekuatan gel kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) perlakuan A2B3
103
Grafik kekuatan gel kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) perlakuan A2B4
Grafik kekuatan gel kamaboko ikan nila (Oreochromis sp.) perlakuan A2B5
Keterangan: A1B1 = frekuensi pencucian 1 kali, tepung rumput laut 0% A1B2 = frekuensi pencucian 1 kali, tepung rumput laut 1% A1B3 = frekuensi pencucian 1 kali, tepung rumput laut 2% A1B4 = frekuensi pencucian 1 kali, tepung rumput laut 3% A1B5 = frekuensi pencucian 1 kali, tepung rumput laut 4% A2B1 = frekuensi pencucian 2 kali, tepung rumput laut 0% A2B2 = frekuensi pencucian 2 kali, tepung rumput laut 1% A2B3 = frekuensi pencucian 2 kali, tepung rumput laut 2% A2B4 = frekuensi pencucian 2 kali, tepung rumput laut 3% A2B5 = frekuensi pencucian 2 kali, tepung rumput laut 4%