STUDI KARAKTERISTIK BIOLOGI RUMPUT LAUT (Kappaphycus alvarezii) TERHADAP KETERSEDIAAN NUTRIEN DIPERAIRAN KECAMATAN BLUTO SUMENEP Eva Ari Wahyuni, Apri Arisandi, Akhmad Farid Program studi Ilmu Kelautan Fakultas Pertanian Universitas TrunojoyoMadura JL. Raya Telang PO.BOX 2 Kamal-Bangkalan 69162 E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Kualitas air menjadi parameter penting bagi ekosistem dan lingkungan laut. Kondisi ekosistem yang baik ditunjukkan, salah satunya, parameter kualitas air. Perairan laut di kecamatan Bluto, kabupaten Sumenep merupakan salah satu perairan yang menjadi sentra budidaya rumput laut. Sebagian besar masyarakat pesisir diwilayah studi memiliki mata pencaharian sebagai nelayan sekaligus pembudidaya. Rumput laut dipilih untuk dibudidayakan karena resikonya relatif kecil, mudah dan bernilai ekonomis. Jenis Kappaphycus alvarezii banyak dibudidayakan. Metode budidaya yang dipakai sederhana. Contoh rumput laut diambil dari lapang lalu diidentifikasi. Contoh air diambil untuk analisa nutrien. Parameter lingkungan juga diambil untuk deskripsi lapang. Hasil yang diperoleh karakteristik biologi Kappaphycus alvarezii relatif identik dengan daerah lain. Kandungan nutrien memadai. Diduga ada pengaruh ketersediaan nutrien terhadap pertumbuhan rumput laut. Kata kunci: kualitas air, karakter biologi rumput laut, nutrien PENDAHULUAN Kappaphycus alvarezii merupakan salah satu jenis rumput laut yang umum dibudidayakan. Rumput laut umumnya dibudidayakan dan dapat tumbuh dengan baik di daerah pasang surut atau di daerah yang selalu terendam air (subtidal) sampai batas kedalaman 200 meter dimana intensitas cahaya masih dapat tembus (Khan dan Satam, 2003). Jika lahan sudah memenuhi syarat untuk budidaya, teknologi budidaya dan kualitas bibit rumput laut sudah baik, maka penanaman pada bulan yang tepat merupakan cara untuk memaksimalkan produksi. Ketersediaan nutrien sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan rumput laut. Nitrat (NO3) adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan algae. Nitrat sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil. Senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan. Nitrifikasi yang merupakan proses oksidasi ammonia menjadi nitrit dan nitrat adalah proses yang penting dalam siklus nitrogen dan berlangsung pada kondisi aerob. Oksidasi ammonia menjadi nitrit dilakukan oleh bakteri Nitrosomonas,sedangkan oksidasi nitrit menjadi nitrat dilakukan oleh bakteri Nitrobacter. Kedua jenis bakteri tersebut merupakan bakteri kemotrofik, yaitu bakteri yang yang mendapatkan energi dari proses kimiawi (Effendi, 2003) Nitrat danamonium adalah sumber utama nitogen di perairan. Namun amonium lebih disukai oleh tumbuhan. Kadar nitrat-nitogen pada Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
perairan alami hampir tidak pernah lebih dari 0,1 mg/L. gerakan air yang cukup akan menghindari terkumpulnya kotoran pada thallus, membantu pengudaraan dan mencegah adanya fluktuasi yang besar terhadapsalinitas maupun suhu air. Arus dapat disebabkan oleh arus pasang surut, maupun karena angin dan ombak. Besarnya kecepatan arus yang baik antara 20-40 cm/detik. Indikator suatu lokasi yang memiliki arus yang baik adanya tumbuhan karang lunak dan padang lamun yang bersih dari kotoran dan miring ke satu arah (Mardi, 2011). Masuknya nitrat kedalam badan sungai dan laut disebabkan manusia yang membuang kotoran dalam air sungai, kotoran banyak mengandung amoniak. Kemungkinan lain penyebab konsentrasi nitat tinggi ialahpembusukan sisas tanaman dan hewan, pembuangan industri dan kotoran hewan. Pengotoran 1000 ternak sama dengankotorankota berpenduduk 5000 jiwa. Nitrat menyebabkan kualitas air menurun, menurunkan oksigen terlarut, penurunan populasi ikan, bau busuk dan rasa tidak enak (Effendi, 2003). Konsentrasi nitat dalam perairan memiliki kisaran otimal <0,3 mg/L. Konsentrasi nitrat sangat berperan terhadap tingkat penyerapan nutrien oleh rumput laut K.alvarezii baik pada varitas coklat mampun hijau. Hasil penelitian Herlina et al. (2009) yang dilaksanakan di Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau pada bulan juli 2008, dan sumber laut di Kabupaten Takalar menunjukkan bahwa pada konsentrasi nitrat 0,9 mg/L, laju penyerapan tertinggi oleh rumput laut adalah 21.323424.7684 g/g bobot kering/jam. Nilai ini bisa digunakan untuk melakukan estimasi luas hamparan budidaya rumput laut yang mampu menyerap beban limbah budidaya tambak. Oleh karena itu, dengan pengamatan parameter kualitas air, melalui ketersediaan nutrien pada satu periode budidaya diharapkan diketahui keterkaitannya. Hal tersebut dapat menjadi pertimbangan dalam mencari alternatif pemecahan masalah yang akhirnya dapat dijadikan sebagai acuan dalam penetapan pola tanam rumput laut. METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari-Juni 2011. Budidaya di lakukan di Desa Lobuk Kecamatan Bluto Kabupaten Sumenep. Rumput laut spesies Kappaphycus alvarezii, diperoleh dari hasil pembibitan nelayan di Kecamatan Bluto Kabupaten Sumenep. Rakit budidaya terbuat dari bambu berukuran 9 m x 12 m, sebanyak 3 unit serta menggunakan metode apung selama 60 hari untuk melihat perbedaan pertumbuhan rumput laut. Tahap pelaksanaan budidaya adalah sebagai berikut: 1) Menentukan unit pengamatan yaitu, populasi Kappaphycus alvarezii yang menunjukkan tanda-tanda terserang epifit, 2) Setiap 15 hari dilakukan pemantauan terhadap konsentrasi nitrat dan phosphat (kualitas air), 3) Identifikasi morfologi, 4) Hari ke 60 dilakukan panen dan data hasil pengamatan dianalisis secara deskriptif dan ditampilkan dalam bentuk tabel dan gambar. HASIL DAN PEMBAHASAN Konsentrasi nitrat tinggi pada hari ke-15 pada jarak tanam 300m, pada hari ke-0 dengan jarak tanam 600m dan 900m. Kisaran optimal nitrat <0,3 mg/l pada jarak 300m Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
(hari ke-0, 30, 45 dan 60), jarak 600 m (hari ke-30) dan jarak 900m(hari ke-15 dan 60). Hal ini serupa dengan hasi penelian di Okhamandal pada musim panas dengan nilai kandungan nitrat 19,2 µg/l dan phosphat 2,2 µg/l (Kotiya, 2011). Penelitian senada terhadap kandungan nitrat di perairan Tonyaman, Polewali sulawesi Barat yang dilakukan setiap 15 hari selama 75 hari menunjukkan kandungan nitrat tertinggi pada hari ke-15 (0,3748 mg/L) dan terendah pada hari ke-30 (0,0120 mg/L) (Sahrijanna dan Sutrisyani, 2009). Nitrat dengan kisaran optimal menyebabkan pertumbuhan rumput laut optimum. Berdasarkan hasil pengamatan di perairan Kecamatan Bluto biota pengganggu yang mendominasi adalah Chaetomorpha crassa, yang biasa hidup sebagai epifit pada rumput laut. Bentuk Chaetomorpha crassa menyerupai benang dan menggumpal, dapat dengan mudah menutupi hampir seluruh thallus sehingga menghalangi penetrasi cahaya dan menjadi kompetitor rumput laut dalam menyerap nutrien. Chaetomorpha crassa diduga juga menjadi habitat yang tepat untuk kehidupan bakteri. Thallus rumput laut juga menjadi sangat rapuh apabila telah ditempeli oleh epifit tersebut, sehingga mudah patah dan mati. Hal ini menunjukkan bahwa epifit sangat berperan terhadap penurunan daya tahan rumput laut terhadap penyakit (Djokosetyanto et al., 2008). Uyenco et al., (1981 dalam Lundsor (2002) mengemukakan bahwa adanya korelasi positif antara ice ice dengan banyaknya jumlah epifit pada rumput laut. Namun belum jelas apakah epifit penyebab dari ice ice, atau rumput laut yang lemah hanya menjadi substrat bagi epifit tersebut. Ikan baronang (Siganus spp) juga diduga merupakan salah satu hama yang mengganggu Kappaphycus alvarezii selama penelitian, walaupun sangat jarang ditemui sehingga keberadaannya hanya diketahui dari bekas gigitan yang ditinggalkan pada thallus rumput laut (Gambar 1b), sebagian malah yang tertinggal hanya kerangka thallus berwarna putih sehingga akan mudah terserang epifit. Indikasi serangan mulai terlihat pada saat Kappaphycus alvarezii berumur 15 hari. Diduga hal ini merupakan salah satu penyebab rendahnya nilai rata-rata pertumbuhan harian Kappaphycus alvarezii yang diteliti. Tingginya tingkat serangan epifit dimungkinkan karena suburnya perairan, ditambah dengan lambatnya arus sehingga tidak mampu mendistribusikan nutrien yang terkumpul di lokasi tersebut. Perairan yang terlalu subur dan kurang sirkulasi arusnya memicu peningkatan populasi Chaetomorpha crassa, serta memicu berkumpulnya predator (hama). Hasil kisaran kecepatan arus, konsentrasi total nitrogen dan ortophospat mengindikasikan hal tersebut (Tabel 1). Tabel 1. Kisaran parameter kualitas air laut selama 60 hari Perlakuan Jarak Waktu (meter) (hari) 300 0 15 30 45 60 600 0
Suhu (0C) 26-30 28-30 28-31 27-34 29-32 28-32
Salinitas (g/kg) 29-36 33-34 31-37 31-34 33-35 34-37
Kecerahan (cm) 74 61 60 80 76 60
Variabel Arus (cm/detik) 11,13 7,60 5,43 10,95 2,61 11,01
pH 7,2-7,4 7,4-7,5 7,4-7,6 8,1-8,4 7,3-8,1 7,4-7,5
DO (mg/l) 6,3-6,4 7,0-7,3 6,5-7,1 7,2-7,5 6,3-8,1 6,3-6,5
Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
N (mg/l) 0,28 1,96 0,14 0,28 0,14 3,22
P (mg/l) 1,66 0,38 0,17 1,88 0,09 1,2
15 30 45 60 900 0 15 30 45 60 Kisaran optimal
29-31 28-33 27-35 29-33 30-34 30-33 29-35 27-36 30-33 27-35
32-35 32-38 32-35 34-37 33-39 34-35 33-38 33-36 34-37 28-34
75 61 81 77 100 78 75 100 77 >100
7,56 5,40 10,89 2,59 10,88 7,51 5,36 10,82 2,56 50
7,5 7,4-7,6 8,2-8,6 7,4-8,3 7,4-7,5 7,5-7,6 7,5-7,8 8,2-8,7 7,4-8,3 7-8,5
6,9-7,8 6,9-7,2 7,4-7,5 6,1-8,0 5,8-6,6 6,8-7,8 6,9-7,5 7,2-7,4 7,3-8,0 >4
0,42 0,14 1,82 0,42 1,96 0,14 0,42 1,12 0,14 <0,3
Data kisaran parameter kualitas air yang disajikan dalam Tabel 1 menunjukkan bahwa; suhu, salinitas, kecerahan, pH, dan oksigen terlarut masih relatif sesuai dengan kisaran untuk kehidupan Kappaphycus alvarezii. Hasil pengukuran kecepatan arus, ternyata mempunyai kisaran yang kurang memenuhi syarat optimal bagi kehidupan dan pertumbuhan Kappaphycus alvarezii, sedangkan konsentrasi total nitrogen serta ortophospat mempunyai kisaran yang melebihi syarat optimal bagi kehidupan dan pertumbuhan Kappaphycus alvarezii. Keberadaan Chaetomorpha crassa jelas berpengaruh terhadap pertumbuhan rumput laut, karena rumput laut akan berusaha memulihkan bagian yang luka akibat penempelan. Hal tersebut menyebabkan terjadi pengalihan energi yang sedianya untuk tumbuh menjadi untuk pemulihan diri. Seperti yang diungkapkan oleh Mann (1994); Januar, Wikanta & Hastarini (2004) bahwa rumput laut akan memproduksi senyawa metabolit sekunder yang berfungsi untuk mempertahankan diri serta memulihkan bagian organnya yang terganggu akibat serangan hama. Metabolit sekunder merupakan suatu hasil samping metabolisme yang merupakan suatu bagian penting dalam pertahanan hidup oganisme tersebut, juga sebagai upaya proses adaptasinya terhadap lingkungan yang selalu berubah pada setiap musim. Hal tersebut karena musim membuat suatu keadaan lingkungan menjadi berbeda, misalnya: sifat fisika-kimia (pH, kelarutan oksigen, daya hantar panas, daya hantar listrik, intensitas sinar matahari, kuantitas dan kualitas nutrien) dan juga kuantiítas interaksi-organisme yang ada. KESIMPULAN Diduga ada pengaruh konsentrasi nitrat terhadap pertumbuhan rumput laut. UCAPAN TERIMAKASIH Penulis mengucapkan terimakasih kepada Direktorat Pendidikan Tinggi Kementerian Pedidikan Nasional yang telah memberikan dana Penelitian Hibah Bersaing sehingga penelitian ini dapat terselesaikan. DAFTAR PUSTAKA Djokosetiyanto, D., Effendi, I., Antara, K.I. 2008. Pertumbuhan Kappaphycus alvarezii Varitas Maumere, Varitas Sacol dan Eucheuma denticulatum di Perairan Musi, Buleleng. Jurnal Ilmu Kelautan. September 2008. Vol. 13 (3) : 171-176. Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
0,17 0,25 0,37 0,21 0,91 0,2 0,25 0,83 0,12 <0,1
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Bagi Pengelolaan Sumber daya dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta. 258 hal. Herlina, Rachmansyah dan Andi Indra Jaya Asaad. 2009. Tingkat Penyerapan Nitrat oleh Rumput Laut Kappaphycus Alvarezii. Balitbang Kelautan dan Perikanan. Januar, H. I., Wikanta, T., Hastarini, E. 2004. Hubungan antara Musim dengan Kadar Caulerpin dalam Caulerpa racemosa. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol. 10 (3) : 1-6. Khan, S.I., and Satam, S.B. 2003. Seaweed Marineculture. Scope and Potential in India. Aquaculture Asia. Vol. 8 (4): 26-29 pp. Kotiya A.S, Gunalan B, Parmar H.V, Jaikumar M, Dave Tushar, Solanki Jitesh B dan Nayan P Makwana. 2011. Growth comparison of the seaweed Kappaphycus alvarezii in nine different coastal areas of Gujarat coast India. Pelagia research library. Applied science research 2(3): 99-106. Lundsor, E. 2002. Eucheuma Farming in Zanzibar. Thesis for candidata scientiarum in marine biology. University of Bergen. 62 pp. Mann, J. 1994. Chemical Aspects of Biosynthesis. Oxford University Press. New York. p. 2,81. Mardi,Kasturi Suprihanto. 2011. Peranan Rumput Laut (Gracilaria verrucosa) dalam menjaga Kualitas Air pada Karamba Jaring Apung Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus). Tesis. Universitas Sumatera Utara Medan. Sahrijanna, Andi dan Sutrisyani. 2009. Pengamatan Kandungan Nitrat disekitar Perairan Lahan Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) di Tonyaman, Polewali, Sulawesi Barat. Tenisi Litkayasa pada Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau.
Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012