Jurnal Mina Laut Indonesia
Vol. 01 No. 01
(122– 132)
ISSN : 2303-3959
Uji Pertumbuhan Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) Strain Coklat dengan Metode Vertikultur Growth of Seaweed (Kappaphycus alvarezii) Brown Strain Using Verticulture Method Syahlun *), Abdul Rahman **), dan Ruslaini ***) Program Studi Budidaya Perairan FPIK Universitas Haluoleo Kampus Tridarma Kendari 93232, Telp (0401) 393782 e-mail:
[email protected] *),
[email protected] **),
[email protected] ***)
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menguji pertumbuhan rumput laut (K. alvarezii) khususnya strain coklat yang ditanam secara vertikultur di perairan Pulau Bawulu Kecamatan Lasolo Kabupaten Konawe Utara. Penelitian berlangsung selama lebih kurang 2 bulan (Maret-Mei 2012). Dalam penelitian ini digunakan dua faktor yaitu, Panjang tali vertikultur (100 cm, 200 cm dan 300 cm) dan Bobot bibit (40 g, 50 g, dan 60 g). Sebagai parameter uji pertumbuhan adalah Laju Pertumbuhan Spesifik (LPS), kadar karagenan (Kr) dan gangguan hama dan penyakit rumput laut dan dianalisis menggunakan ANOVA. Berdasarkan hasil penelitian ini, Laju Pertumbuhan Spesifik rata-rata pada faktor A diperoleh nilai tertinggi pada panjang tali vertikultur 100 cm taraf (A1) yaitu 3,911% dan untuk faktor B pada bobot bibit 40 g taraf (B1) yaitu 3,903%. Kadar karagenan tertinggi untuk faktor A diperoleh pada panjang tali vertikultur 100 cm taraf (A1) yaitu 44,068%, dan untuk faktor B nilai tertinggi diperoleh pada bobot bibit 50 g taraf (B2) yaitu 45,704%. Sedangkan nilai yang diperoleh untuk gangguan hama dan penyakit yang tertinggi pada masing-masing perlakuan ditemukan pada panjang tali vertikultur 100 cm taraf (A1) yaitu 6,802% dan hama dan penyakit yang tertinggi untuk bobot bibit 50 g taraf (B2) yaitu 6,943%. Interaksi kedua taraf faktor tidak menunjukkan perbedaan secara signifikan pada semua parameter uji. Kata Kunci : Rumput laut, K. alvarezii, pertumbuhan, karaginan, gangguan hama dan penyakit, panjang tali vertikultur, bobot bibit.
Abstract This study aimed to examine the growth of seaweed (K. alvarezii) brown strain planted using verticulture method in Bawulu island, Lasolo, North Konawe. The study was conducted for two months (March-May 2012) using two factors i.e. length of verticulture rope (LVR) consisted of three treatments (100 cm, 200 cm and 300 cm, respectively) and weight of seedlings (WS) (40 g, 50 g and 60 g, respectively). Parameters used Specific Growth Rate (SGR), carrageenan content and pests were analyzed using ANOVA. Pests and diseases during this study was also observed. Results showed that the highest SGR on LVR was 100 cm (3.911%) and the highest WS was 40 g (3.903%). In addition, the highest carrageenan content for LVR was 100 cm (44.068%), and the highest WS was 50 g (45.704%). A larger pests and diseases were dominantly in 100 cm LVR (6.802%) and for WS reaching 50 g (6.943%). Interaction factor of all parameters showed there was no significantly different. Key words: Growth, carrageenan content, length of verticulture rope (LVR), weights of seedlings (WR), pests and diseases.
Pendahuluan Budidaya rumput laut (Kappaphycus alvarezii) merupakan komoditas ekspor yang saat ini banyak dibudidayakan oleh masyarakat pesisisr karena pelaksanaan budidayanya mudah dan tidak memerlukan modal investasi yang tinggi serta memiliki nilai ekonomis penting yang mana sebagai komoditas hasil perikanan yang sumber utama penghasil karaginan yang banyak dimanfaatkan dalam industri makanan, kosmetik, farmasi, dan industri lainnya seperti industri kertas, tekstil, fotografi, pasta dan pengalengan ikan. Saat ini permintaan pasar akan rumput laut
semakin meningkat. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan pasar, diperlukan kesinambungan produksi rumput laut hasil budidaya dari pengembangan usaha budidaya yang berkelanjutan (Utojo, dkk., 2007). Metode budidaya juga sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan rumput laut. Hingga saat ini metode yang biasa diterapkan oleh masyarakat adalah metode long line. Namun seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi dalam budidaya rumput laut terdapat metode yang masih diteliti yaitu metode vertikultur. Metode vertikultur adalah metode budidaya dengan menggunakan tali, metode 122
Jurnal Mina Laut Indonesia, Januari 2013 @FPIK UNHALU
vertikultur ini dilakukan dengan mengikatkan bibit-bibit rumput laut dalam posisi vertikal (tegak lurus) pada tali-tali yang disusun berjajar, dengan vertikultur juga bisa memanfaatkan kolom perairan sampai batas kecerahan perairan (Pong-Masak, 2010). Salah satu permasalahan yang timbul dalam usaha budidaya rumput laut adalah belum adanya informasi mengenai penerapan budidaya rumput laut dengan metode vertikultur dan bobot awal bibit rumput laut yang tepat. Karena masyarakat yang melakukan budidaya rumput laut di pulau Bawulu pada umumnya menggunakan metode long line. Tujuan penelitian ini yaitu untuk menguji pertumbuhan rumput laut (K. alvarezii) khususnya strain coklat yang ditanam secara vertikultur di perairan Pulau Bawulu Kecamatan Lasolo Kabupaten Konawe Utara. Hasil yang diperoleh diharapkan dapat memberikan informasi baru tentang pengembangan budidaya rumput laut bagi masyarakat, khususnya para petani rumput laut dalam hal pembudidayaan guna meningkatkan produksi. Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga Mei 2012, di perairan Pulau Bawulu Kecamatan Lasolo Kabupaten Konawe Utara Provinsi Sulawesi Tenggara. Alat-alat yang digunakan di lapangan pada penelitian ini yaitu termometer, handrefraktometer, timbangan, Secchi Disk, modifikasi layangan arus, bola pelampung, perahu, pelampung utama, tali polythilen (nilon/ris), batu pemberat 200g dan jangkar batu. Sedangkan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rumput laut K. alvarezii strain coklat yang diperoleh dari petani budidaya rumput laut di Pasir Putih Kecamatan Lasolo dan dibawah ke perairan Pulau Bawulu Kecamatan Lasolo Kabupaten Konawe Utara Provinsi Sulawesi Tenggara untuk diteliti. 1.
Persiapan Lokasi
Pemilihan lokasi budidaya mempertimbangkan lokasi pesisir pantai yang tidak tercemar sampah industri, limbah rumah tangga dan lainnya yang dapat meningkatkan kekeruhan air, karena kondisi tersebut dikhawatirkan dapat menurunkan kualitas air laut, yang pada akhirnya akan menurunkan daya dukung lingkungan terhadap perkembangan rumput laut yang dikembangkan. Selain itu, lokasi harus terhindar dari aktifitas arus dan
gelombang, karena dapat merusak rumput laut yang dibudidayakan (Utojo, dkk 2007). 2.
Persiapan Bibit
Bibit rumput yang akan digunakan adalah strain coklat hasil budidaya petani rumput laut di Pasir Putih, Kecamatan Lasolo, Kabupaten Konawe Utara Provinsi Sulawesi Tenggara. Bibit yang digunakan adalah khusus strain coklat. Bibit rumput laut yang sudah disiapkan terlebih dahulu dibersihkan dari kotoran-kotoran atau organisme penempel. Kondisi rumput laut yang dipilih adalah yang muda, segar, bersih serta bebas dari jenis rumput laut lainnya. 3.
Metode Penanaman
Metode budidaya yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode vertikultur. Langkah-langkah yang dilakukan sebagai berikut : Persiapan wadah budidaya; Perlakuan yang diujikan pada penelitian ini terdiri dari 3 perlakuan dan 5 kali ulangan sehingga jumlah sampel di lapangan ada 45 unit satuan percobaan. Penanaman rumput laut pada metode vertikultur dengan panjang tali vertikultur dengan taraf 100 cm, 200 cm dan 300 cm untuk tiap perlakuan, sedangkan penanaman rumput laut pada metode vertikultur digunakan berat bibit yang berbeda yaitu 40 g, 50 g dan 60 g tiap perlakuan dengan perairan yang sama, sedangkan jarak tanam yang digunakan untuk setiap bibit rumpun yaitu 25 cm. Persiapan Metode Budidaya; Setiap unit penelitian akan dilengkapi dengan pelampung yang menggunakan teknik budidaya dimana spesimen uji yang telah tersedia ditimbang dengan berat masing-masing 40 g, 50 g dan 60 g, mengikat bibit rumput laut pada tali ris, mengikat tali dengan pemberat pada kedua tali utama dan pelampung utama yang dibawahnya sudah diikat pada jangkar atau batu pemberat dan untuk menenggelamkan rumput laut diikat dengan pemberat batu pada tali ris dengan berat 200 g. Pemasangan Tali Gantung; Tali gantung yang telah dipersiapkan sebelumnya diikatkan pada tali ris utama dengan interval (100, 200 dan 300) cm. Tali gantung berasal dari nilon. Pada ujung bawah tali gantung diberikan pemberat 200 g. Pemeliharaan budidaya; organisme rumput laut yang telah ditanam akan ditumbuhkan secara alami selama 45 hari. Selama masa pemeliharaan tersebut dilakukan pengontrolan organism uji, baik terhadap gangguan hama, kotoran yang melekat maupun 123
Jurnal Mina Laut Indonesia, Januari 2013 @FPIK UNHALU
terhadap kendornya ikatan-ikatan bibit dan tali bentang serta jangkar budidaya. Pengintrolan gangguan ini dilakuakan sedikitnya setiap 2 hari. 4.
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan Rancangan Faktorial yang terdiri dari 2 faktor A (Panjang tali vertikultur) faktor B (Bobot bibit) yang terdiri dari 3 perlakuan dan 5 ulangan. Masing-masing faktor dan tarafnya sebagai berikut : Faktor A (panjang tali vertikultur) adalah sebagai berikut : Taraf A1 = 100 cm Taraf A2 = 200 cm Taraf A3 = 300 cm Faktor B (bobot bibit) adalah sebagai berikut : Taraf B1 = 40 g Taraf B2 = 50 g Taraf B3 = 60 g Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan faktorial yang terdiri dari 3 perlakuan dan 5 kali ulangan sehingga jumlah sampel di lapangan ada 45 unit satuan percobaan. Model linier yang digunakan dalam Rancangan percobaan menurut Gasperz (1991) adalah sebagai berikut : Yijk= µ + ai+ βj + (aβ)ij + Eijk ..(1) dimana : Yijk = Nilai pengamatan pada satuan percobaan ke- k yang memperoleh kombinasi perlakuan i (taraf ke-i dari faktor A dan taraf ke-j dari faktor B); µ = Nilai tengah populasi (rata-rata yang sesungguhnya); ai = Pengaruh aditif taraf ke- i dari faktor A βj = Pengaruh aditif taraf ke-j dari faktor B (aβ)ij = Pengaruh interaksi taraf ke–i faktor A dan taraf ke–j faktor B; Eijk = Pengaruh galat dari suatu percobaan kek yang memperoleh kombinasi perlakuan uji. 5.
Parameter yang Diamati
1. Laju Pertumbuhan Spesifik LPS diukur selama 45 hari, terhitung dari awal penelitian hingga akhir penelitian. Menurut Dawes et al., (1994), LPS dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
dimana: SGR = Laju pertumbuhan spesifik (%) Wt = Bobot rumput laut pada waktu t (g) Wo = Bobot rata-rata bibit pada waktu awal (g) t = Periode pengamatan (hari)
2. Kadar Karaginan Untuk menentukan kadar karaginan digunakan rumus Munoz, et al., (2004) yaitu : Kr =
Wc X 100% Wm
dengan : Kr = Kadar karaginan (%) Wc = Berat karaginan ekstrak (g) Wm = Berat rumput laut kering (g) 3. Gangguan Hama dan Penyakit
Gangguan hama dan penyakit rumput laut dihitung berdasarkan jumlah rumpun rumput laut yang diganggu oleh faktor hama dan penyakit pada setiap tali vertikultur. Gangguan hama dan penyakit dapat berupa pemangsa oleh organisme herbivora laut, penyakit ice-ice. Dengan menghitung gangguan-gangguan tersebut digunakan petunjuk Rahman (2011). Rumus: G =
Rumpun Dimakan Hama/Penyakit X 100% Total Rumpun
dengan: G = Gangguan hama/penyakit Untuk mengetahui pengaruh setiap perlakuan terhadap variabel yang akan diamati maka dianalisis dengan analisis ragam (ANOVA). Jika analisis menunjukkan pengaruh nyata maka dilanjutkan uji beda nyata terkecil (BNT) dengan taraf kepercayaan 95%. Untuk memudahkan, digunakan software statistika (SPSS 16). Hasil 1. Laju pertumbuhan spesifik (LPS) LPS rumput laut berdasarkan pengaruh panjang tali vertikultur, dapat dilihat pada Gambar 1. Hasil LPS rata-rata pada faktor A tertinggi pada panjang tali vertikultur 100 cm (3,91%) kemudiaan pada perlakuan panjang tali vertikultur 200 cm (3,69%) dan terendah pada perlakuan panjang tali vertikultur 300 cm (3,32%).
SGR = Ln Wt - Ln Wo X 100% t 124 Jurnal Mina Laut Indonesia, Januari 2013 @FPIK UNHALU
LPS (%)
b
4.5 4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0
b
100
a
200
300
Panjang Tali Vertikultur (cm)
Gambar 1. Histogram laju pertumbuhan spesifik panjang tali vertikultur Hasil LPS rumput laut berdasarkan pengaruh bobot bibit dapat dilihat pada gambar 2. LPS rata-rata pada faktor B tertinggi pada bobot
bibit 40 g (3,90%) kemudiaan pada perlakuan bobot bibit 50 g (3,55%) dan yang terendah pada perlakuan bobot bibit 60 g (3,17%).
5
LPS (%)
4 3 2 1 0 40
50
60
Bobot Bibit (g)
Gambar 2. Histogram laju pertumbuhan spesifik bobot bibit Estimated Marginal Means of LPS Estimated Marginal Means KARAGENAN Interaksi faktor Aof dan B pada laju pertumbuhan spesifik rumput laut adalah sebagai Estimated Marginal Means offaktor LPS Estimated Marginal Means of LPS berikut: PANJANGTALIVERTIKULTUR PANJANGTALIVERTIKULTUR
BOBOTBIBIT
BOBOTBIBIT
47.00
BOBOT BIBIT 40 gr BOBOT BOBOT BIBITBIBIT 50 gr 40 gr BOBOT BIBITBIBIT 60 gr 50 gr BOBOT
44.00
3.900
3.600
3.300
3.000
43.00
PANJANG TALI PANJANG TALI PANJANG TALI VERTIKULTUR 100 CM VERTIKULTUR 200 CM VERTIKULTUR 300 CM
3.900
3.600
PANJANG TALI VERTIKULTUR 300 CM
3.900
3.600
3.300
3.000
3.300
BOBOT BIBIT 40 gr
3.000
PANJANGTALIVERTIKULTUR 42.00
4.200 Estimated Marginal Means
45.00
4.200 BOBOT BIBIT 60 gr
Estimated Marginal Means
46.00
Estimated Marginal Means
Estimated Marginal Means
4.200
PANJANG TALI PANJANG TALI VERTIKULTUR 100 CM VERTIKULTUR 100 CM PANJANG TALI VERTIKULTUR 200 CM PANJANG TALI PANJANG TALI VERTIKULTUR 200 CM VERTIKULTUR 300 CM
BOBOT BIBIT 50 gr
BOBOTBIBIT
BOBOT BIBIT 60 gr
5
Gambar 3. A. Grafik pengaruh interaksi laju pertumbuhan spesifik rumput laut K. alvarezii faktor A terhadap faktor B. B. Grafik pengaruh interaksi laju pertumbuhan K. alvarezii faktor B terhadap BOBOT BIBIT 40spesifik gr BOBOTrumput BIBIT 50 gr laut BOBOT BIBIT 60 gr PANJANG TALI PANJANG TALI PANJANG TALI faktor200 A.CM VERTIKULTUR 300 CM VERTIKULTUR 100 CM VERTIKULTUR BOBOTBIBIT PANJANGTALIVERTIKULTUR 125 Jurnal Mina Laut Indonesia, Januari 2013 @FPIK UNHALU
Berdasarkan Gambar 3, terlihat bahwa dengan meningkatnya panjang tali vertikultur dan menurunnya bobot bibit, grafik hasil LPS cenderung meningkat, demikian sebaliknya. Namun demikian hasil analisis ragam dari interaksi kedua faktor tersebut (panjang tali vertikultur dan bobot bibit) menunjukan adanya perbedaan secara signifikan.
Hasil yang diperoleh pada kandungan karaginan dapat dilihat pada Gambar 4. Hasil rata-rata kandungan karaginan yang tertinggi pada masing-masing perlakuan ditemukan pada panjang tali vertikultur 100 cm taraf (A1) yaitu 44,07%, kemudian panjang tali vertikultur 200 cm taraf (A2) 44,03% dan yang terendah pada panjang tali vertikultur 300 cm taraf (A3) yaitu 43,63%.
Karaginan (%)
2. Kadar Karaginan 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 100
200
300
Panjang Tali Vertikultur (cm)
Gambar 4. Histogram kadar karaginan berdasarkan panjang tali vertikultur
Karaginan (%)
Hasil yang diperoleh pada kandungan karaginan dapat dilihat pada Gambar 5. Kandungan karaginan yang tertinggi pada masing-masing perlakuan ditemukan pada bobot
bibit 50 g taraf (B2) yaitu 45,70%, kemudian bobot bibit 60 g taraf (B3) 43,02% dan yang terendah pada bobot bibit 40 g taraf (B1) yaitu berkisar 42,99%.
50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 40
50
60
Bobot Bibit (g)
Gambar 5. Histogram kadar karaginan berdasarkan bobot bibit rumput laut. Interaksi faktor A dan faktor B pada Kadar Karaginan berdasarkan Bobot Bibit rumput laut adalah sebagai berikut:
126 Jurnal Mina Laut Indonesia, Januari 2013 @FPIK UNHALU
EstimatedEstimated MarginalMarginal MeansMeans of KARAGENAN of KARAGENAN
45.00
44.00
46.00
45.00
44.00
43.00
43.00 42.00
PANJANG TALITALI PANJANG VERTIKULTUR 100100 CM CM VERTIKULTUR PANJANG TALI PANJANG TALI VERTIKULTUR 200 CM VERTIKULTUR 200 CM PANJANG TALI PANJANG TALI VERTIKULTUR 300 CM
46.00
46.00
VERTIKULTUR 300 CM
45.00
45.00
44.00
44.00
43.00
43.00
42.00
PANJANG TALI PANJANG TALI PANJANG TALI VERTIKULTUR 100 CM VERTIKULTUR 200 CM VERTIKULTUR 300 CM
42.00
Estimated Marginal Means
47.0047.00 BOBOT BIBIT 40 40 gr gr BOBOT BIBIT BOBOT BIBIT 50 50 gr gr BOBOT BIBIT BOBOT BIBIT 60 gr BOBOT BIBIT 60 gr Estimated Marginal Means
Estimated Marginal Means
PANJANG TALI
42.00
PANJANGTALIVERTIKULTUR PANJANG TALI PANJANG TALI
BOBOT BIBIT 40 gr
BOBOT BIBIT 40 gr
BOBOT BIBIT 50 gr
BOBOTBIBIT
BOBOT BIBIT 50 gr
BOBOT BIBIT 60 gr
BOBOT BIBIT 60 gr
VERTIKULTUR 100 CM VERTIKULTUR 200 CM VERTIKULTUR 300 CM Gambar 6. A. Grafik pengaruh interaksi kadar karaginan rumput laut K. alvarezii BOBOTBIBIT faktor A terhadap faktor B. PANJANGTALIVERTIKULTUR B. Pengaruh interaksi kadar karaginan rumput laut K. alvarezii faktor B terhadap faktor A.
3.
Hama dan Penyakit
Hasil yang diperoleh untuk hama dan penyakit dapat dilihat pada Gambar 7. Rata-rata hama dan penyakit yang tertinggi pada masingmasing perlakuan ditemukan pada panjang tali
Hama dan Penyakit (%)
Estimated Marginal Means
46.00
PANJANGTALIVERTIKULTUR PANJANGTALIVERTIKULTUR
BOBOTBIBIT BOBOTBIBIT
47.00
47.00
Estimated KARAGENAN EstimatedMarginal MarginalMeans Means of KARAGENAN
vertikultur 100 cm taraf (A1) yaitu 6,8025%, kemudian panjang tali vertikultur 300 cm taraf (A3) 6,6667% dan yang terendah pada panjang tali vertikultur 200 cm taraf (A2) yaitu 6,2500%.
8 7 6 5 4 3 2 1 0 100
200
300
Panjang Tali Vertikultur (cm)
Gambar 7. Histogram hama dan penyakit berdasarkan panjang tali vertikultur Hasil dari hama dan penyakit untuk bibit 50 g taraf (B2) yaitu 6,94%, kemudian pengaruh bobot bibit dapat dilihat pada Gambar bobot bibit 60 g taraf (B3) 6,57% dan yang 8. Hama dan penyakit yang tertinggi pada terendah pada bobot bibit 40 g taraf (B1) yaitu masing-masing perlakuan ditemukan pada bobot berkisar 6,38%.
127 Jurnal Mina Laut Indonesia, Januari 2013 @FPIK UNHALU
Hama dan Penyakit (%)
8 7 6 5 4 3 2 1 0 40
50
60
Bobot Bibit (g)
Gambar 8. Histogram hama dan penyakit berdasarkan bobot bibit rumput laut Interaksi of faktor A dan faktor B pada hama dan penyakit berdasarkan bobot bibit rumput laut Estimated Marginal HAMADANPENYAKIT EstimatedMeans Marginal Means of HAMADANPENYAKIT Estimated Marginal Means of HAMADANPENYAKIT Estimated Marginal Means of HAMADANPENYAKIT adalah sebagai berikut:
7.00
6.00
5.00
BOBOTBIBIT BOBOTBIBIT 10.00
9.00
BOBOT BOBOT BIBIT BIBIT 4040g g BOBOT g BOBOT BIBIT BIBIT 5050g9.00 BOBOT BIBIT 60 BOBOT BIBIT 60 g g
8.00
7.00
6.00
8.00
7.00
6.00
5.00
4.00
5.00
PANJANGTALIVERTIKULTUR
PANJANGTALIVERTIKULTUR
10.00
Estimated Marginal Means
8.00
10.00
Estimated Marginal Means
9.00
Estimated Marginal Means
Estimated Marginal Means
10.00
PANJANG TALI VERTIKULTUR PANJANG TALI 100 CM PANJANG TALI VERTIKULTUR 100 CM VERTIKULTUR 200 CM PANJANG TALI PANJANG TALI VERTIKULTUR 200300 CM CM VERTIKULTUR PANJANG TALI VERTIKULTUR 300 CM
9.00
8.00
7.00
6.00
5.00 BOBOT BIBIT 40 g
BOBOT BIBIT 50 g
BOBOT BIBIT 60 g
BOBOTBIBIT 4.00
4.00
PANJANG TALI PANJANG PANJANGPANJANG TALI TALI PANJANG TALI TALI PANJANG TALI VERTIKULTUR 100 CMVERTIKULTUR VERTIKULTUR CM VERTIKULTUR 300 CM300 CM 100 CM200 VERTIKULTUR 200 CM VERTIKULTUR
PANJANGTALIVERTIKULTUR PANJANGTALIVERTIKULTUR
4.00
Non-estimable means are not plotted
BOBOT BIBIT 40 g
BOBOT BIBIT 50 g
BOBOT BIBIT 60 g
BOBOTBIBIT
means arefaktor not plotted A terhadap faktor B. Non-estimable means are not plotted Non-estimable means are not plotted Gambar 9. A. Grafik pengaruh interaksi hama dan penyakit rumput lautNon-estimable K. alvarezii B. Pengaruh interaksi hama dan penyakit rumput laut K. alvarezii faktor B terhadap faktor A.
Pembahasan 1. Laju Pertumbuhan Spesifik (LPS) LPS rata-rata pada faktor A tertinggi adalah pada panjang tali vertikultur 100 cm (3,911%) kemudiaan pada panjang tali vertikultur 200 cm (3,691%) dan panjang tali vertikultur 300 cm merupakan LPS terendah yaitu (3,319%). Berdasarkan analisis ANOVA terhadap laju pertumbuhan spesifik rumput laut pada faktor A, menunjukan adanya pengaruh yang
nyata terhadap pertumbuhan rumput laut K. alvarezii. Hasil uji lanjut BNT menunjukkan perbedaan yang sangat nyata antar perlakuan. Penanaman rumput laut pada panjang tali vertikultur 100 cm akan lebih cepat tumbuh dibandingkan dengan panjang tali vertikultur 300 cm karena pada panjang tali vertikultur 100 cm, rumput laut dapat memanfaatkan sinar matahari lebih optimal sebagai sumber energi untuk proses fotosintesis dan dapat membantu rumput laut untuk memperoleh unsur hara atau nutrient, karena peningkatan fotosintesis dapat 128
Jurnal Mina Laut Indonesia, Januari 2013 @FPIK UNHALU
meningkatkan kemampuan rumput laut untuk memperoleh unsur hara atau nutrient, Serdiati dan Widiastuti (2010) Selain itu pada panjang tali vertikultur 100 cm masih terjadi pergerakan arus dan gelombang yang optimal untuk pertumbuhan rumput laut K. alvarezii sehingga memiliki peluang yang cukup besar dalam penyerapan unsur hara. Rumput laut K. alvarezii yang ditanam pada panjang tali vertikultur 300 cm pertumbuhannya lebih lambat dibandingkan dengan pada panjang tali vertikultur 100 cm dan 200 cm. Hal ini dikarenakan pergerakan air yang disebabkan arus dan gelombang hanya terjadi di permukaan sehingga unsur hara atau nutrient juga lebih sedikit daripada kedalaman yang lebih mendekati permukaan. Serdiati dan Widiastuti (2010) rumput laut yang ditanam terlalu dalam pergerakan airnya kurang sehingga menyebabkan proses masuknya nutrient ke dalam sel-sel tanaman dan keluarnya sisa-sisa metabolisme terhambat serta tertutupnya thallus oleh lumpur yang mengakibatkan terhalangnya proses fotosintesis sehingga pertumbuhannya menjadi lambat. LPS rata-rata pada faktor B tertinggi pada bobot bibit 40 g (3,903%) kemudiaan pada perlakuan bobot bibit 50 g (3,553%) dan yang terendah pada perlakuan bobot bibit 60 g (3,168%). Berdasarkan analisis ANOVA terhadap laju pertumbuhan spesifik rumput laut pada faktor B, menunjukan adanya pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan rumput laut K. alvarezii. Hasil uji lanjut BNT menunjukkan perbedaan yang sangat nyata pada semua perlakuan. Bobot bibit yang paling tinggi pada perlakuan penanaman dengan bobot bibit 40 g (3,903%) dan terendah pada bobot bibit 60 g (3,168%), disebabkan kondisi lingkungan yang sangat mendukung antara lain dengan adanya arus dan gelombang yang optimal yang dapat mempercepat tumbuhnya percabangan baru dan mempercepat penyerapan unsur hara/nutrien. Serdiati dan Widiastuti (2010) ombak diperlukan oleh rumput laut untuk mempercepat zat-zat makanan terserap ke dalam sel sedangkan arus diperlukan untuk pertumbuhan karena membawa zat-zat makanan bagi rumput laut dan menghanyutkan kotoran-kotoran yang melekat. Pada setiap perlakuan menunjukkan perbedaan yang sangat nyata, hal ini menunjukkan bahwa dengan bobot bibit penanaman yang berbeda akan menghasilkan
bobot bibit yang sangat berbeda dengan kemampuan masing-masing dalam pertumbuhannya. Hal ini disebabkan karena setiap perlakuan mempunyai kesempatan untuk memperoleh sinar matahari dan unsur hara yang berbeda sehingga pertumbuhannya juga berbeda, ada yang cepat dan ada yang lambat. Pengaruh interaksi kedua faktor tersebut panjang tali vertikultur dan Bobot Bibit (faktor A dan B) tidak berbeda nyata atau berkorelasi negatif. Hal ini disebabkan karena ketersediaan unsur hara dan intensitas cahaya yang menyebar secara merata Serdiati dan Widiastuti (2010). 2. Kadar Karaginan Kadar karaginan yang tertinggi pada masing-masing perlakuan ditemukan pada panjang tali vertikultur 100 cm (44,068%), kemudian panjang tali vertikultur 200 cm (44,028%) dan yang terendah pada panjang tali vertikultur 300 cm (43,625%). Berdasarkan analisis ANOVA terhadap Kadar karaginan rumput laut pada faktor A, tidak menunjukan adanya pengaruh nyata pada semua perlakuan. Kadar karaginan tertinggi pada penelitian ini yaitu panjang tali vertikultur 100 cm yaitu 44,068%. Asmawati (2010), mendapatkan hasil karagenan tertinggi pada rumput laut K. alvarezii varietas coklat yaitu (43,330%). Hasil ini juga berbeda dengan hasil yang diperoleh Lailah (2011), dimana karaginan rumput laut K. alvarezii varietas hijau tertinggi pada jarak tali gantung 100 cm (43,771%). Perbedaan kadar karagenan tersebut diduga disebabkan oleh perbedaan varietas dan metode budidaya yang berbeda. Hal ini didukung oleh pernyataan Hayashi et al., (2007) bahwa perbedaan kadar karagenan dapat disebabkan oleh perbedaan metode ekstraksi, varietas atau spesies serta bahan mentah ekstraksi. Menurut Syahputra (2005) bahwa karaginan menurut standar sebesar 40% sedangkan rumput laut yang kualitasnya rendah hanya memiliki kadar karaginan sebesar 30%. Dari data karaginan yang diperoleh masih dalam kategori baik. Selanjutnya Mendoza et al., (2006) bahwa jumlah dan kualitas karagenan yang berasal dari budidaya laut bervariasi, tidak hanya berdasarkan varietas, tetapi juga umur tanaman, sinar, nutrien, suhu dan salinitas. Kandungan karaginan yang tertinggi pada masing-masing perlakuan ditemukan pada bobot bibit 50 g taraf (B2) yaitu 45,704%, kemudian bobot bibit 60 g taraf (B3) 43,023% 129
Jurnal Mina Laut Indonesia, Januari 2013 @FPIK UNHALU
dan yang terendah pada bobot bibit 40 g taraf (B1) yaitu berkisar 42,995%. Tinggi rendahnya kadar karaginan dapat dipengaruhi oleh waktu pemeliharaan dan varietas. Hayashi dkk. (2007) menyatakan bahwa kondisi karaginan terbaik dapat dicapai bila rumput laut dibudidayakan selama 45 hari dan Freile-Pelegrin (2006), menyatakan bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kualitas karaginan adalah benda asing, musim, cahaya, nutrien, suhu dan salinitas yang dapat menurunkan kualitas dari rumput laut dan lokasi penanaman rumput laut. Jumlah dan kualitas karaginan yang berasal dari budidaya laut bervariasi, tidak hanya berdasarkan varietas, tetapi juga umur tanaman, sinar, nutrien, suhu dan salinitas Agar dan karaginan phycocolloids berasal dari galaktan polisakarida, unsur polisakarida paling utama dari dinding sel ganggang merah. Polisakarida memiliki peran penting dalam biologi alga ini, termasuk perlindungan dari gelombang, dukungan fisik sel, pertukaran ion, dan kandungan air pada saat pengeringan (West, 2001). Perbedaan kandungan karaginan ini juga diduga disebabkan oleh perbedaan pigmen yang terkandung pada rumput laut yang berperan penting dalam proses fotosintesis sehingga terbentuk karaginan.hal ini dikatakan pula oleh Soegiarto(1978) dalam Munaeni (2010), bahwa fotosintesis sebagai suatu proses penyerapan energi matahari oleh sel-sel tumbuhan yang mendukung pertumbuhan optimal tumbuhan rumput laut termasuk terbentuknya kandungan karaginan. Sedangkan pengaruh interaksi kedua faktor tersebut panjang tali vertikultur dan bobot bibit (faktor A dan B) tidak berbeda nyata atau berkorelasi negatif. Hal ini disebabkan karena ketersediaan unsur hara dan intensitas cahaya yang menyebar secara merata. Hayashi et al., (2007) mendapatkan jumlah kualitas karagenan ditentukan oleh jenis, varietas, metode budidaya dan teknik pengolahannya. 3. Gangguan Hama dan Penyakit Hama dan Penyakit yang tertinggi pada masing-masing perlakuan ditemukan pada panjang tali vertikultur 100 cm taraf (A1) yaitu 6,803%. Hal ini diduga karena hama rumput laut umumnya adalah organisme laut yang memangsa rumput laut sehingga akan menimbulkan kerusakan fisik terhadap thallus, dimana thallus akan mudah terkelupas, patah ataupun habis dimakan hama. Banyaknya gangguan hama
rumput laut yang ditanam secara vertikultur hingga kedalaman 3 m berhubungan dengan pola ruaya ikan-ikan pelagic dalam mencari makan. Selain itu, keberadaan rumput laut hingga pada kedalaman tersebut menjadi tempat berlindung bagi sebagian besar ikan-ikan pelagik dan ikan karang. Kenyataan ini akan membawa konsekuensi gangguan hama pemakan rumput laut pada kedalaman di bawah permukaan perairan (Rahman dan Sarita, 2011). Adanya penyakit ice-ice ini diduga berkaitan dengan adanya perubahan kondisi yang cukup lama dan tidak sesuai untuk pertumbuhan rumput laut, kondisi tersebut berkaitan dengan curah hujan tinggi yang berlangsung selama bulan Maret hingga April. Hasil pengukuran parameter kualitas air menunjukkan bahwa terjadi penurunan suhu hingga 22°C yang tidak sesuai dengan kondisi optimal menurut Anggadireja (2006) bahwa suhu yang optimal untuk pertumbuhan rumput laut berkisar antara 23°-26°C. Pengukuran salinitas juga menunjukkan penurunan mencapai 21‰. Hasil dari hama dan penyakit yang tertinggi pada masing-masing perlakuan ditemukan pada bobot bibit 50 g taraf (B2) yaitu 6,9433%. Hal ini juga diduga karena hama rumput laut umumnya adalah organisme laut yang memangsa rumput laut sehingga akan menimbulkan kerusakan fisik terhadap thallus, dimana thallus akan mudah terkelupas, patah ataupun habis dimakan hama. Penyakit terjadi di daerah-daerah dengan kecerahan tinggi, biasanya dikenal sebagai iceice dengan gejala timbulnya bintik-bintik/bercakbercak pada sebagian thallus, namun lama kelamaan akan menyebabkan kehilangan warna sampai menjadi putih dan mudah terputus. Salinitas yang tinggi akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan daya tahan terhadap penyakit. Sehingga pada salinitas rendah akan menyebabkan rumput laut mudah terkena penyakit (Anggadireja, 2006). Pengaruh interaksi kedua faktor tersebut panjang tali vertikultur dan bobot bibit (faktor A dan B) tidak berbeda nyata atau berkorelasi negatif. Hal ini disebabkan karena ketersediaan unsur hara dan intensitas cahaya yang menyebar secara merata. Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan rumput laut adalah adanya persaingan dalam memperoleh unsur hara, adanya hewan herbivora yang memakan thallus-thallus rumput laut, terdapatnya hewanhewan yang menempel. 130
Jurnal Mina Laut Indonesia, Januari 2013 @FPIK UNHALU
Simpulan Dari hasil penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa: Laju pertumbuhan spesifik pada panjang tali vertikultur menunjukkan adanya pengaruh yang nyata, sedangkan pada bobot bibit menunjukan adanya perbedaan yang signifikan atau berbeda nyata. Kadar karaginan rumput laut K. alvarezii pada panjang tali vertikultur tidak menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan atau tidak berbeda nyata pula, sedangkan bobot bibit menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan atau berbeda nyata. Hama dan penyakit pada panjang tali vertikultur rumput laut tidak menunjukkan pengaruh yang nyata atau tidak memiliki perbedaan yang signifikan sedangkan bobot bibit terhadap hama dan penyakit rumput laut tidak menunjukkan pula pengaruh yang nyata atau tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Persantunan Ucapan terimakasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. La Ode Muh. Aslan, M.Sc sebagai Dekan FPIK yang selalu memberikan motivasi dan dorongan demi kesuksesan penulis dan juga kepada Bapak Ir. Abdul Rahman, M.Si sebagai pembimbing I dan Ruslaini, S.Pi., M.P sebagai pembimbing II yang selalu ikhlas dalam memberikan petunjuk, arahan dan bimbingannya. Daftar Pustaka Anggadiredja, T.J., Achmad, E., Purwanto, H dan Sri, I., 2006. Rumput Laut Pembudidayaan, Pengolahan dan Pemasaran Komoditas Perikana. Penebar Swadaya, Jakarta. 274 hal. Asnawati, S., 2010. Pengaruh Jarak Kedalaman Tali Ris Yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan dan Kadar Rumput Laut Varietas Merah (Kappaphycus Alvarezii) Dengan Metode Long Line Di Desa ToliToli Kecamatan Lalonggasmeeto Kabupaten Konawe. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unhalu. Kendari. 49 hal. Dawes, C.J., Lluis, A.O. Trono, G.C., 1994. Laboratory and Field growth studies of commercial stains of Eucheuma denticulatus and Kappaphycus alvarezii in the Philippines. Applied Phycology. 6: 2124.
Freile-Pelegrin Y, Robledo D, Azamar J.A. 2006. Caragenan Of Eucheuma Isiforme Conditions. Botanica Marina 49:65-71. Gaspers, V. 1991. Metode Perancangan Percobaan : Untuk Ilmu-Ilmu Pertanian, Ilmu-Ilmu Tekhnik dan Biologi. CV. Armico. Bandung. 13 hal. Hayashi, L., Paula, E.J.D., Chow, F. 2007. Growth rate and carrageenan analyses in four strains of Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) farmed in the subtropical waters of Sao Paulo State Brazil. Applied Phycology. 19: 8 hal. Lailah, S., 2011. Pengaruh Jarak Tali Gantung dan Jarak Tanam Bibit Yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan Dan Kadar Karaginan Rumput Laut Kappaphycus alvareziiVarietas Hijau Dengan Metode Vertikultur. Desa Toli-Toli Kecamatan Lalonggasumeeto Kabupaten Konawe. Skripsi. Jurusan Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Haluoleo. Kendari. 70 hal. Mendoza W.G., Ganzon-Fortes. E.T., Villanueva R.D., Romero .J.B., Montano M.N.E., 2006. Tissue Age As Factor Affecting Carrageenan Quantity In Farmed Kappaphycus striatum. Bot Mar. 49: 5764. Munaeni, W. 2011. Pertumbuhan dan Kandungan Karaginan Beberapa Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Dengan Warna Thallus Berbeda Yang Dipelihara Pada Perairan Berkarang. Budidaya Perairan. Fakutas perikanan dan Ilmu Kelautan. Unhalu. 60 hal. Munoz J., Freile-Pelegrin, Y., Robledo, D., 2004. Mariculture of Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) Color Strains In Tropical Waters of Yucatan, Mėxico. Aquaculture 239: 161-171. Pong-masak, R.P., 2010. Panen 10 Kali Lipat dengan Vertikultur. Majalah TROBOS Edisi Juni 2010. Diakses 18-09-2010. Rahman,. 2010. Pengaruh jarak tanam dan bobot bibit yang berbeda terhadap pertumbuhan rumput laut varietas merah (Kappaphycus alvarezii) dengan metode lepas dasar. Aquahayati. 75:037-046. Rahman, A. dan Sarita, A.H. 2011. Studi Pertumbuhan Varietas Rumput Laut yang Dibudidayakan Secara Vertikultur. Laporan Penelitian Hibah Kompetensi Universitas Haluoleo. Kendari. hal 28-29. 131
Jurnal Mina Laut Indonesia, Januari 2013 @FPIK UNHALU
Serdiati, N., dan I.M., Widiastuti. 2010. Pertumbuhan dan Produksi Rumput Laut Eucheuma cottonii pada Kedalaman Penanaman yang Berbeda. Media Litbang Sulteng III (1): 21-26. Syahputra, Y. 2005. Pertumbuhan dan kandungan karaginan Budidaya Rumput Laut Eucheuma cattonii pada Kondisi Lingkungan yang Berbeda dan Perlauan Jarak Tanam di Teluk Lhok Seudu. Tesis (tidak di publikasikan). Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 102 hal. Utojo, Mansyur, A., Pantjara, B., Pirzan, A.M., dan Hasnawati. 2007. Kondisi Lingkungan Perairan Teluk Mallasora yang Layak Untuk Lokasi Pengembangan Budidaya Rumput Laut (Eucheuma sp.). J. Ris. Akua. Vol. 2: 243-255. West, J., 2001. Agarophytes and Carrageenophytes. University of California, Berkeley. 28:286-287.
132 Jurnal Mina Laut Indonesia, Januari 2013 @FPIK UNHALU