STUDI TRANSMISI GELOMBANG DAN STABILITAS ANCHOR PADA BUDIDAYA RUMPUT LAUT Agus Sufyan1*, Haryo Dwito Armono2 , Kriyo Sambodho3 Mahasiswa Pascasarjana Teknologi Kelautan, FTK – ITS, Surabaya, Indonesia 1* Staf Pengajar Pascasarjana Teknologi Kelautan, FTK – ITS, Surabaya, Indonesia 2 Staf Pengajar Pascasarjana Teknologi Kelautan, FTK – ITS, Surabaya, Indonesia 3 Email:
[email protected] 1*
ABSTRAK Alternatif ramah lingkungan dalam mencegah abrasi adalah dengan memanfaatkan budidaya rumput laut dengan menggunakan konstruksi rakit yang terbuat dari material high density polyenthilen (HDPE). Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh kemiringan gelombang (Hi/gT2), jarak tanam relatif (k/gT2), panjang puncak relatif (z/gT2), dan kerapatan relative (k/z) terhadap koefisien transmisi Kt serta pengaruh (Hi/gT2) dan kerapatan jarak tanam terhadap stabilitas anchor dari konstruksi rakit HDPE. Hasil penelitian menunjukkan Koefisien transmisi berbanding terbalik dengan (H/gT2), (k/ gT2), dan (z/gT2). Transmisi gelombang meningkat dengan berkurangnya (Hi/gT2), (k/ gT2), dan (z/gT2). Koefisien transmisi terendah (0,78 – 0,9) terdapat pada panjang struktur z = 3L = 3,6 m dengan (k) = 0,025 m dan dicapai pada (Hi/gT2) = 0,0059 – 0,0146, (k/gT2) = 0,0014 – 0,0042, (z/gT2) = 0,2 – 0,6. Korelasi antara ketiga parameter prediktor tersebut dengan Kt mengikuti persamaan sebagai berikut : Kt = 1,00 – 6,87 Hi/gT2 + 10,8 k/gT2 – 0,274 z/gT2. Berat anchor yang dibutuhkan untuk stabil pada (k) = 0,025 m lebih besar dari pada berat anchor untuk (k) = 0,05 m. Berat anchor minimum yang dibutuhkan untuk satu unit konstruksi rakit HDPE budidaya rumput laut dengan z = L = 1,2 meter untuk mendapatkan kestabilan dengan k = 0,05 m serta tinggi gelombang 0,062 m – 0,065 m sebesar 3kg, sedangkan untuk k = 0,025 m serta tinggi gelombang 0,127 m – 0,144 m sebesar 7kg. Kata Kunci : Rakit HDPE, Rumput Laut, Transmisi Gelombang, Stabilitas Anchor
1. Pendahuluan Permasalahan yang sering muncul di daerah pesisir adalah terjadinya abrasi pantai yang diakibatkan oleh aktivitas gelombang. Apabila abrasi seperti ini tidak ditangani secara efektif, kedepan akan merusak prasarana yang ada seperti jalan dan pemukiman. Metode yang umum digunakan untuk menanggulangi abrasi pantai adalah dengan menggunakan struktur penahan gelombang. Salah satu cara yang ramah lingkungan dalam mencegah abrasi adalah memanfaatkan budidaya rumput laut dengan menggunakan konstruksi rakit yang terbuat dari material high density polyenthilen (HDPE) sebagai pelindung garis pantai. Penelitian dan pemanfaatan kosntruksi rakit HDPE yang berbentuk floaton untuk budidaya rumput laut dalam meredam gelombang hingga saat ini belum pernah dilakukan. Sebelumnya, floaton yang terbuat dari material HDPE banyak digunakan untuk membuat keramba budidaya ikan dan dermaga terapung. Floaton relatif lebih ringan dan tahan terhadap korosi, serta mudah dalam mobilisasi dan demobilisasi selama pelaksanaan konstruksi di lapangan. Struktur ini, selain untuk budidaya ikan di atas juga bisa langsung diaplikasikan untuk meningkatkan pemenuhan kebutuhan infrastruktur dermaga/jetty apung dan pemecah gelombang untuk pengembangan pulau-pulau kecil yang
jumlahnya ribuan di berbagai pelosok Indonesia (Armono, Supriadi, dan Yuniardo, 2009). Rumput laut merupakan salah satu komoditas kelautan yang sekarang berkembang dengan cepat, karena banyaknya manfaat yang diperoleh dari rumput laut, diantaranya sebagai sumber makanan dan bahan obat herbal, bahan industry, seperti penggunaan rumput laut sebagai produk formulasi agar, farmasi, kosmetik, cetakan gigi dan foto grafis (Anggadiredja, Jana T. 2009). Dalam upaya merubah kebiasaan penduduk pesisir dari pengambilan sumber daya dalam seperti terumbu karang yang dapat merusak ekosistem laut perairan setempat, pemerintah melakukan rintisan budidaya rumput laut di Indonesia yang dimulai sejak tahun 1980-an. Upaya merubah kebiasaan penduduk dari pengambilan sumber daya alam ke arah budidaya rumput laut yang ramah lingkungan dan usaha budidaya rumput laut dapat meningkatkan pendapatan masyarakat pembudidaya serta dapat digunakan untuk mempertahankan/perlindungan terhadap kelestarian lingkungan perairan pantai, (Ditjenkan Budidaya, 2004). Budidaya rumput laut dengan kosntruksi rakit HDPE merupakan metode budidaya rumput yang baru di Indonesia, kosntruksi rakit HDPE juga bisa berfungsi untuk mereduksi gelombang
dan melindungi daerah pantai yang memang rentan terhadap abrasi. Untuk itu dirasa penting dilakukannya penelitian mengenai pengeruh kerapatan dan panjang konstruksi budidaya rumput laut dalam mereduksi gelombang. Selain meneliti fungsi peredaman gelombang, penelitian ini juga mengkaji stabilitas anchor kosntruksi rakit HDPE. Sebagaimana konstruski apung, diperlukan informasi mengenai bagaimana anchor dapat menjaga konstruksi budidaya rumput laut tetap pada tempatnya. 2. Dasar Teori 2.1 Transmisi Gelombang Transmisi adalah penerusan gelombang melalui suatu bangunan yang parameternya dinyatakan sebagai perbandingan antara tinggi gelombang yang ditransmisikan (Ht) dengan tinggi gelombang datang (Hi). 2.2 Penambatan dan Stabilitas Anchor Penambatan dalam percobaan ini dilakukan pada ujung diagonal tiap konstruksi model. Panjang tali tambat digunakan sama dengan kedalaman, sehingga panjang tali sama dengan kedalaman air. Penggunaan panjang tali yang sama dengan kedalaman dikarenakan lebih karena faktor kedalaman perairan yang tidak terlalu dalam dan bertujuan untuk mengetahui gaya angkat anchor secara langsung ketika terkena gelombang. Rumus menghitung berat anchor diperoleh dengan rumus pendekatan yang pernah dilakukan oleh Kim C. G. dkk, (2001), yaitu:
3. Metode Penelitian 3.1 Tahapan Penelitian Mulai
Perumusan
Studi literature pengumpulan data: Transmisi, stabilitas
Desain Experimen model : perancangan model dan kalibrasi alat laboratorium
Penyusunan Model 1. Transmisi : variasi kerapatan jarak tanam dan panjang konstruksi rakit ke dalam wave flume 2. Stabilitas : variasi kerapatan jarak tanam
Pelaksanaan Percobaan dan Pengambilan Data 1. Transmisi : Running model dengan variasi H dan T 2. Stabilitas : Running model dengan variasi H dan T hingga anchor stabil
Tidak Analisa Data Menghitung transmisi gelombang dan stabilitas anchor dari pengolahan data dan uji laboratorium
W ≥ Tm (Sf sin φ + µcosφ)/µ ((1‐w0/σG) 2.3 Pemodelan Fisik Konsep dasar pemodelan dengan bantuan skala model adalah membentuk kembali fenomena yang ada di prototipe dalam skala yang lebih kecil, sehingga fenomena yang terjadi di model akan sebangun (mirip) dengan yang ada di prototipe. Kesebangunan yang dimaksud adalah berupa sebangun geometrik, sebangun kinematik dan sebangun dinamik (Nur Yuwono, 1994). Studi model harus memperhatikan proses fisik yang akan dimodelkan sehingga kejadian yang ada di model sebangun dengan yang ada di prototip. Kesebangunan yang dimaksud meliputi sebangun geometric, sebangun kinematik dan sebangun dinamik (Hughes, 1993).
Ya
Ulangi dengan variasi k dan z rakit HDPE?
Perumusan Kt dan Analisa Regresi Perumusan Kt terhadap wave steepness; jarak tanam relatif; panjang puncak relatif; dan kerapatan relatif
Kesimpulan, pelaporan, dan publikasi Gambar 1. Bagan Alir Penelitian
3.2 Penentuan Skala dan Pembuatan Model Tabel 1: Dimensi Prototip dan Model Rakit HDPE Prototipe
Model
Panjang (P)
12 m
Panjang (P)
1,2 m
Lebar (L)
12 m
Lebar (L)
1,2 m
Diameter pipa
0,32 m
Diameter pipa
0,032 m
T conector (Ø)
50 mm
T konektor (Ø)
5 mm
Tali ris (Ø)
3 mm
Benang nilon (Ø) 0,3 mm
Tabel 2: Diameter Rumput laut dan Kerapatan tanam
Untuk model rumput laut digunakan bahan rumput laut jenis eucheuma cottoni yang diperkecil sesuai skala berat yaitu 1 : 1000. Skala model disesuaikan dengan kondisi saluran gelombang yang mempunyai ukuran dan kemampuan yang terbatas untuk membangkitkan gelombang, sehingga skala dapat berubah-ubah sesuai dengan kebutuhan. Dalam penelitian ini skala model yang digunakan ialah 1 : 10.
membesar dengan periode tertentu. Pengujian untuk transmisi dilakukan pada dua ukuran kerapatan jarak tanam yaitu 0,025 m dan 0,05 m dengan tiga ukuran panjang konstruksi, yaitu z = L = 1,2 m ; z = 2L = 2,4 m ; z = 3L = 3,6 m, sedangkan untuk pengujian stabilitas hanya di lakukan pada panjang konstruksi z = L = 1,2 m. Gelombang yang dibangkitkan dalam penelitian ini adalah gelombang irregular. Untuk tinggi gelombang yang ditentukan direncanakan berkisar antara 2,5 cm, 4 cm dani 6 cm dengan periode gelombang 1,1; 1,3 dan 1,5 detik dengan pengulangan pengujian sebanyak tiga kali untuk pengujian transmisi. Jumlah gelombang yang dibangkitkan pada setiap pengujian berkisar 60 sampai 110 gelombang dengan waktu untuk setiap pengujian sekitar dua menit.
3.3 Pelaksanaan Percobaan 3.3.1 Penyusunan Model Penyusunan model konstruksi rakit HDPE yang digunakan sebagai percobaan ada tiga model, dimana salah satu model dapat terlihat pada gambar di bawah. Untuk model yang lain hanya berbeda pada jumlah rangkaian dimana model 2 terdapat dua rangkaian dan model 3 terdapat tiga rangkaian.
4. Analisa dan Pembahasan 4.1 Hasil dan Pembahasan Transmisi 4.1.1 Pengaruh Wave Steepness Hi/gT2 Terhadap Koefisien Transmisi Gambar pengaruh Hi/gT2 terhadap Kt dibedakan tiga tipe model yaitu : panjang struktur satu unit z = L = 1,2 meter; z = 2L = 2,4 meter; dan z = 3L = 3,6 meter dengan ukuran jarak tanam (k) = 0,025 m dan 0,05 m.
Prototipe (m) Diameter (Ø)
0,01
Model (m) Diameter (Ø)
0,001
Kerapatan jarak 0,25 ; 0,5 Kerapatan jarak 0,025; 0,05 tanam (k) tanam (k)
HDPE
Pipa Benang
Tee Conector
Gambar 2. Model tipe 1 (1 rangkaian Rakit HDPE)
3.3.2 Penentuan Tinggi dan Periode pada Prototipe dan Model Dengan mengacu pada data gelombang dari BMKG di Perairan Pantai Utara Lombok diperoleh tinggi gelombang pada kisaran 0,04 – 1,38 meter dan periode gelombang 2,92 - 4,58 detik sehingga didapat nilai Hs/gT2 antara 0,0005 – 0,0075. Dengan mempertimbangkan kemampuan alat yang tersedia di laboratorium, maka pada penelitian ini digunakan rentang tinggi gelombang 0,25 – 0,6 meter atau 0,025 0,06 meter untuk skala lab dan rentang periode gelombang 1,1 - 1,5 detik dan Hs/gT2 antara 0,0011 – 0,0051. 3.3.3 Pengujian Transmisi Gelombang dan Stabilitas Anchor pada Model Model rumput laut konstruksi rakit HDPE disusun di dalam saluran gelombang, kemudian di isi air dengan kedalaman 0,8 m (80 cm). Model dikenai gelombang yang dibangkitkan dari pembangkit gelombang, mulai dari tinggi gelombang yang terkecil berangsur-angsur
Gambar 3. Pengaruh wave steepness dan Koefisien Transmisi pada z = L = 1,2 m
Gambar 4. Pengaruh wave steepness dan Koefisien Transmisi pada z = 2L = 2,4 m
Gambar 5. Pengaruh wave steepness dan Koefisien Transmisi pada z = 3L = 3,6 m
Nilai koefisien transmisi untuk ke tiga model di atas memiliki kecenderungan berbanding terbalik dengan kemiringan gelombang. Dengan kata lain nilai koefisien transmisi meningkat dengan berkurangnya kemiringan gelombang, sebaliknya nilai koefisien transmisi menurun dengan bertambahnya kemiringan gelombang. Dari gambar tersebut terlihat bahwa koefisien transmisi Kt yang paling kecil terdapat pada panjang struktur z = 3L = 3,6 m dengan kerapatan jarak tanam (k) = 0,025 m, yaitu berkisar 0,78 – 0,9, dan di capai pada kemiringan gelombang Hi/gT2 = 0,0059 – 0,0146. Koefisien transmisi paling besar terdapat pada panjang struktur z = L = 1,2 m dengan kerapatan jarak tanam (k) = 0,05 m, yaitu berkisar 0,89 – 0,98, dan di capai pada kemiringan gelombang Hi/gT2 = 0,0059 – 0,0147. Hal ini menunjukkan bahwa budidaya rumput laut dengan menggunakan konstruksi HDPE pada panjang struktur z = 3L = 3,6 m dan kerapatan (k) = 0,025 m, memiliki kemampuan reduksi yang lebih baik dibandingkan dengan model lain. 4.1.2 Pengaruh Jarak Tanam Relatif k/gT2 Terhadap Koeisien Transmisi Gambar pengaruh jarak k/gT2 terhadap Kt dibedakan tiga tipe model yaitu : panjang struktur satu unit z = L = 1,2 meter; z = 2L = 2,4 meter; dan z = 3L = 3,6 meter dengan ukuran jarak tanam (k) = 0,025 m dan 0,05 m.
Gambar 8. Pengaruh jarak tanam relatif dan Koefisien Transmisi pada z = 3L = 3,6 m
Nilai koefisien transmisi untuk ke tiga model di atas memiliki kecenderungan berbanding terbalik dengan jarak tanam relatif. Dengan kata lain nilai koefisien transmisi meningkat dengan berkurangnya jarak tanam relatif, sebaliknya nilai koefisien transmisi menurun dengan bertambahnya jarak tanam relatif. Dari gambar tersebut juga terlihat bahwa koefisien transmisi Kt yang paling kecil terdapat pada panjang struktur z = 3L = 3,6 m dengan kerapatan jarak tanam (k) = 0,025 m, yaitu berkisar 0,78 – 0,9, dan di capai pada jarak tanam relatif k/gT2 = 0,0014 – 0,0042. Koefisien transmisi paling besar terdapat pada panjang struktur z = L = 1,2 m dengan kerapatan jarak tanam (k) = 0,05 m, yaitu berkisar 0,89 – 0,98, dan di capai pada jarak tanam relatif k/gT2 = 0,0034 – 0,0084. Hal ini menunjukkan bahwa jarak tanam yang lebih pendek dan panjang struktur yang lebih panjang memiliki kemampuan reduksi yang lebih baik disbanding model lain yang jarak tanam dan panjang strukturnya berbeda. 4.1.3
Pengaruh panjang puncak relatif z/gT2 terhadap Koefisien Transmisi Gambar pengaruh z/gT2 terhadap Kt dibedakan tiga tipe model yaitu : panjang struktur satu unit z = L = 1,2 meter; z = 2L = 2,4 meter; dan z = 3L = 3,6 meter dengan ukuran jarak tanam (k) = 0,025 m dan 0,05 m. Gambar 6. Pengaruh jarak tanam relatif dan Koefisien Transmisi pada z = L = 1,2 m
Gambar 9. Pengaruh panjang puncak relatif z/gT2 terhadap Koefisien Transmisi pada z = L = 1,2 m Gambar 7. Pengaruh jarak tanam relatif dan Koefisien Transmisi pada z = 2L = 2,4 m
Gambar 10. Pengaruh panjang puncak relatif z/gT2 terhadap Koefisien Transmisi pada z = 2L = 2,4 m
Gambar 12. Pengaruh Kerapatan Relatif (k/z) terhadap Koefisien Transmisi pada k=0,025 m
Gambar 11. Pengaruh panjang puncak relatif z/gT2 terhadap Koefisien Transmisi pada z = 3L = 3,6 m
Nilai koefisien transmisi untuk ke tiga model di atas memiliki kecenderungan berbanding terbalik dengan panjang puncak relatif. Dengan kata lain nilai koefisien transmisi meningkat dengan berkurangnya panjang puncak relatif, sebaliknya nilai koefisien transmisi menurun dengan bertambahnya panjang puncak relatif. Dari gambar tersebut juga terlihat bahwa koefisien transmisi Kt yang paling kecil terdapat pada panjang struktur z = 3L = 3,6 m dengan kerapatan jarak tanam (k) = 0,025 m, yaitu berkisar 0,78 – 0,9, dan di capai pada panjang puncak relatif z/gT2 = 0,2 – 0,6. Koefisien transmisi paling besar terdapat pada panjang struktur z = L = 1,2 m dengan kerapatan jarak tanam (k) = 0,05 m, yaitu berkisar 0,89 – 0,98, dan di capai pada panjang puncak relatif z/gT2 = 0,08 – 0,2. Ini menunjukkan bahwa panjang struktur terpanjang (z lebih besar) dan memiliki kerapatan jarak tanam 0,025 m memiliki kemampuan reduksi yang lebih baik disbanding model lain yang panjang strukturnya lebih pendek dan kerapatan jarak tanammya lebih besar. 4.1.4 Pengaruh Kerapatan Relatif Dalam penyusunan grafik pengaruh k/z terhadap Kt ini yang dijadikan perbandingan adalah antara tiap panjang strukturnya, yaitu: pada panjang struktur satu unit (z = L = 1,2 m), (z = 2L = 2,4 m), (z = 3L = 3,6 m). Besarnya k/z pada kerapatan k = 0,05 m untuk satu unit; dua unit; dan tiga unit, berturut-turut adalah 0,0417; 0,02; dan 0,013. sedangkan besarnya k/z pada k = 0,025 m untuk satu unit; dua unit; dan tiga unit, berturut-turut adalah adalah 0,02; 0,01; dan 0,0069.
Gambar 13. Pengaruh Kerapatan Relatif k/z terhadap Koefisien Transmisi pada k = 0,05 m
Gambar 12 dan 13 memperlihatkan Kt menurun dengan berkurangnya nilai k/z, sebaliknya Kt meningkat dengan bertambahnya nilai k/z. Hal ini disebabkan karena reduksi gelombang yang semakin besar karena adanya gesekan antara panjang struktur budidaya rumput laut dengan gerak partikel gelombang. Semakin panjang struktur, maka reduksi gelombang makin besar. 4.2 Hasil dan Pembahasan Stabilitas 4.2.1 Hasil Percobaan Stabilitas Anchor Percobaan yang dilakukan diperoleh hasil yang dapat di lihat pada gambar di bawah.
Gambar 14. Stailitas Berat Anchor pada Case 1A dan Case 1B untuk z= L= 1,2 m
Gambar 14 memperlihatkan berat anchor untuk mendapatkan stabilitas untuk case 1B pada kerapatan k = 0,025 m dengan tinggi gelombang antara 0,057 m sampai 0,064 m lebih besar dari case 1A yang memiliki k = 0,05 m, hal ini karena k= 0,025 m secara keseluruhan memiliki
berat lebih besar daripada k= 0,05 m, sehingga akan mempengaruhi berat anchor minimal.
6. a.
b. Gambar 15. Stailitas Berat Anchor pada Case 2A dan Case 2B untuk z= L= 1,2 m
Gambar 15 memperlihatkan berat anchor untuk mendapatkan stabilitas untuk case 2B pada k = 0,025 m dengan tinggi gelombang antara 0,094 m sampai 0,096 m lebih besar dari case 2A yang memiliki k= 0,05 m, hal ini karena kerapatan 0,025 m secara keseluruhan memiliki berat lebih besar daripada kerapatan 0,05 m, sehingga akan mempengaruhi berat anchor untuk stabil.
Gambar 16. Stailitas Berat Anchor pada Case 3A dan Case 3B untuk z= L= 1,2 m
Gambar 16 memperlihatkan berat anchor untuk mendapatkan stabilitas untuk case 3B pada k = 0,025 m dengan tinggi gelombang antara 0,127 m sampai 0,144 m lebih besar dari case 2A yang memiliki kerapatan rumput laut 0,05 m, hal ini karena kerapatan 0,025 m secara keseluruhan memiliki berat lebih besar daripada kerapatan 0,05 m, yang mana akan mempengaruhi berat anchor minimal untuk stabil. 5. Analisa Regresi Setelah dilakukan analisa dengan menggunakan data-data eksperimen, dengan bantuan software MINITAB maka dapat diperoleh model regresi untuk Kt pada percobaan , yaitu: Kt = 1,00 – 6,87 Hi/gT2 + 10,8 k/gT2- 0,274 z/gT T2.
Kesimpulan Nilai Kt meningkat dengan berkurangnya (Hi/gT2) , (k/gT2), dan (z/gT2), sebaliknya. Kt menurun dengan bertambahnya (Hi/gT2) , (k/gT2), dan (z/gT2). Kt yang paling kecil terdapat pada panjang struktur z = 3L = 3,6 m dengan (k) = 0,025 m, yaitu berkisar 0,78 – 0,90 dan dicapai pada (Hi/gT2) = 0,0059 – 0,0146, (k/gT2) = 0,0014 – 0,0042, dan (z/gT2) = 0,2 – 0,6. Sedangkan Kt yang paling besar terdapat pada panjang struktur z = L = 1,2 m dengan (k) = 0,05 m, yaitu berkisar 0,89 – 0,98 dan di capai pada (Hi/gT2) = 0,0059 – 0,0147, (k/gT2) = 0,0034 – 0,0084, (z/gT2) = 0,08 – 0,2. Berat anchor yang dibutuhkan satu unit konstruksi rakit HDPE budidaya rumput laut dengan z = L = 1,2 m untuk mendapatkan kestabilan pada Case 1A dengan k = 0,05 m dan tinggi gelombang 0,062 m – 0,065 m sebesar 3 kg, sedangkan case 3B dengan k = 0,025 m serta tinggi gelombang 0,127 m – 0,144 m sebesar 7 kg. Kerapatan jarak tanam (k) berpengaruh terhadap stabilitas berat anchor pada konstruksi rakit HDPE budidaya rumput laut. Terlihat berat anchor untuk kerapatan = 0,025 m lebih besar dari pada berat anchor untuk kerapatan (k) = 0,05 m.
7. Daftar Pustaka Anggadiredja, Jana T. (2009), Rumput Laut. Penebar Swadaya. Jakarta Brando dan Sonu. (1987), Numerical analysis and field verification of floating breakwater (ASCE Proceedings, Coastal Hydrodynamics Conference), Newark, Delaware Armono. H.D., Supriadi. H., Yuniardo. R.K., (2009), “Pemakaian Floaton Untuk Pemecah Gelombang Terapung (Floating Breakwater)”, Prosiding Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan (SENTA). ITS, Surabaya. Ditjenkan Budidaya (2004), Prosiding Pertemuan Teknis Budidaya, Jakarta. Hughes (1993), Physical Models and Laboratory Techniques in Coastal Engineering, Coastal Engineering Research Center, USA. Kim, C.G. etc. (2001), Monitoring of Floating Fish Reef Installed in Koje Coastal Waters, Fisheries Engineering Division, National Fisheries Research & Development Institute, Shirang-ri, Kijang-up Kijang, Busan 619-900, Korea Yuwono, N. (1994), Model Hidraulik, PAU-ITUGM, Yogyakarta.