OPTIMALISASI PEMANFAATAN SUMBER DAYA EKONOMI HAYATI LAUT KASUS BUDIDAYA RUMPUT LAUT
Editor : Zarmawis Ismail
PUSAT PENELITIAN EKONOMI LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA 2009
LIPI
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd i
6/22/2010 6:35:30 PM
©2009 Indonesian Institute of Sciences (LIPI) Pusat Penelitian Ekonomi (LIPI)
KATALOG DALAM TERBITAN PUSAT DOKUMENTASI DAN INFORMASI ILMIAH LIPI
Optimalisasi Pemanfaatan Sumber Daya Ekonomi Hayati Laut: Kasus Budidaya Rumput Laut/editor Zarmawis Ismail. - [Jakarta] : Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, 2009.
i-xiv + 128 hlm: 15 cm x 21 cm
338 ISBN : 978-602-8659-23-9
Penerbit:
LIPI
LIPI Press, anggota Ikapi Pusat Penelitian Ekonomi (LIPI) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Widya Graha Lt. 4 - 5 Jalan Jenderal Gatot Subroto No. 10, Jakarta 12710 Telp: 021- 5207120 Fax: 021- 5262139
ii
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd ii
6/22/2010 6:35:35 PM
KATA PENGANTAR
Buku laporan penelitian dengan judul “Optimalisasi Pemanfaatan Sumber Daya Ekonomi Hayati Laut: Kasus Budidaya Rumput Laut” ini merupakan salah satu dari 6 (enam) kegiatan penelitian tematik tahun 2009 yang berada di bawah pengelolaan Pusat Penelitian Ekonomi (P2E)-LIPI. Penelitian dengan mengambil lokasi di Kabupaten Sukabumi, secara umum bertujuan untuk merumuskan konsep strategi optimalisasi pemanfaatan usaha budidaya rumput laut di suatu daerah yang diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan perumusan kebijakan pembangunan perekonomian daerah. Secara khusus, penelitian bertujuan: (1) mengkaji perkembangan potensi dan pemanfaatan budidaya rumput laut di suatu daerah; (2) mengkaji perdagangan komoditas rumput laut; (3) mengkaji kelembagaan dalam pengembangan budidaya rumput laut di suatu daerah; dan (4) mengkaji kebijakan pemerintah yang dapat mendorong pengembangan budidaya rumput laut di daerah. Laporan penelitian terdiri dari enam bab, yakni: (1) pendahuluan, (2) potensi dan pemanfaatan hasil budidaya rumput laut, (3) perdagangan komoditas hasil budidaya rumput laut, (4) kelembagaan usaha budidaya rumput laut, (5) kebijakan pemerintah dalam pengembangan budidaya rumput laut, dan (6) strategi optimalisasi pemanfaatan budidaya rumput laut. Berbagai temuan seperti diungkap dalam laporan penelitian ini, ternyata menarik untuk disimak, di mana selama ini Kabupaten Sukabumi dikenal sebagai sumber perikanan tangkap yang potensial di Jawa Barat, ternyata juga memiliki sumber daya rumput laut yang potensial.
iii
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd iii
6/22/2010 6:35:35 PM
Terlaksananya penelitian sesuai dengan waktunya sehingga menghasilkan laporan ini, adalah berkat kerja sama dan bantuan banyak pihak, terutama dinas/instansi di daerah, rekan-rekan peneliti, dan narasumber lainnya. Karena itu pada kesempatan ini, kepada pihak-pihak tersebut kami mengucapkan terima kasih. Ucapan yang sama juga kami sampaikan pada tim peneliti, karena dengan kerasnya dihasilkan laporan penelitian ini dengan baik. Harapan kami, semoga laporan penelitian ini dapat memberikan sumbangsih untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan dimanfaatkan secara maksimal bagi pengambil kebijakan dan keperluan praktis lainnya. Kami menyadari bahwa laporan penelitian ini tidak terlepas dari berbagai kekurangan, karena itu kepada para pembaca diharapkan komentar, kritik, dan saran konstruktif sebagai masukan bagi penyempurnaan laporan penelitian-penelitian P2E-LIPI selanjutnya.
Jakarta, Desember 2009 Kepala Pusat Penelitian Ekonomi-LIPI,
Drs. Darwin, M.Sc. NIP. 19551121 1983 1 003
iv
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd iv
6/22/2010 6:35:35 PM
ABSTRAK
Secara umum penelitian bertujuan untuk merumuskan konsep strategi optimalisasi pemanfaatan usaha budidaya rumput laut di suatu daerah yang diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan perumusan kebijakan pembangunan perekonomian daerah. Secara khusus, penelitian bertujuan: (1) mengkaji perkembangan potensi dan pemanfaatan budidaya rumput laut di suatu daerah; (2) mengkaji perdagangan komoditas rumput laut; (3) mengkaji kelembagaan dalam pengembangan budidaya rumput laut di suatu daerah; dan (4) mengkaji kebijakan pemerintah yang dapat mendorong pengembangan budidaya rumput laut di daerah. Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Sukabumi, di mana dengan menggunakan pendekatan ekonomi, sosial, dan lingkungan serta data/informasi yang diperoleh dianalisis dengan metode kuantitatif dan kualitatif menghasilkan temuan berikut: (1) dari panjang pantai Kabupaten Sukabumi 117 km, kurang lebih 20 % di antaranya atau sekitar 1404 Ha dapat dimanfaatkan untuk budidaya rumput laut, (2) dengan pengetahuan teknik budidaya masyarakat yang minimal, untuk setiap kg bibit rumput laut telah dihasilkan 8 kg basah rumput laut setiap kali panen; (3) hasil panen rumput laut basah tersebut dijual pada pedagang lokal dengan harga Rp 800,-/kg; dan (4) biaya usaha budidaya rumput laut mulai dari penanaman, panen, dan pemasaran disediakan oleh pedagang rumput laut/pemodal, yang mengindikasikan belum berfungsinya institusi/lembaga keuangan (BRI, koperasi, dan KUR) dalam penyediaan modal dan fasilitas lainnya pada petani/masyarakat untuk mengusahakan budidaya rumput laut.
v
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd v
6/22/2010 6:35:35 PM
Untuk pemanfaatan potensi budidaya rumput secara optimal, diperlukan intervensi pemerintah bekerja sama dengan swasta dan asosiasi/organisasi rumput laut di Kabupaten Sukabumi melalui penyusunan program-program yang implementatif yang terkait dengan aspek-aspek budidaya rumput laut, mulai dari teknik budidaya, tenaga kerja, permodalan, pemasaran, kelembagaan, kemitraan, komunikasi dan informasi, serta tata kelola usaha yang berkelanjutan. Kata kunci: optimalisasi, sumber daya, ekonomi, hayati laut, budidaya, rumput laut.
vi
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd vi
6/22/2010 6:35:35 PM
ABSTRACT
In general the research aims to formulate a concept on the optimization of seaweed culture utilization strategy in a region which is expected to be used as an input on the formulation of regional economic development policy. In particular, the research aims to: (1) explore the development of seaweed culture utilization and potentiality in a region; (2) explore seaweed trading; (3) explore the institutionalization in the development of seaweed culture in a region; and (4) explore government policy which can support the development of seaweed culture in a region. The research is undertaken in the Sukabumi Regency, where by using economic, social, and environmental approaches, and data and information obtained are analyzed quantitatively and qualitatively, produces findings as follow: (1) from 117 kms of Sukabumi Regency beach length, around 20 per cent of it, or approximately 1,404 hectares, could be utilized for seaweed culture, (2) with minimum community knowledge in culture technique, one kilogram of seaweed seeds could produce eight kilograms of wet seaweed every harvest time, (3) the crop is sold to local merchant for Rp. 800,-/ kilogram, and (4) the cost of the seaweed culture from planting, harvesting, and marketing, is provided by seaweed merchant/sponsor, indicating that financial institutions/agencies (BRI, Cooperation, and KUR) have not yet functionalized in providing the capital and other facilities to farmers/ community to develop seaweed culture. For optimizing the utilization of potential seaweed culture, government intervention is needed, cooperating with private sector and seaweed associations/organizations in the Sukabumi Regency through the formulation of implementative programs related to seaweed culture aspects, from culture techniques, human resource, financing, marketing, institutionalization, partnership, communication and information, and sustainable governance. Keywords: optimization, resource, economic, bio marine, culture, seaweed.
vii
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd vii
6/22/2010 6:35:36 PM
viii
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd viii
6/22/2010 6:35:36 PM
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................iii ABSTRAK ....................................................................................................................v ABSTRACT............................................................................................................... vii DAFTAR ISI ................................................................................................................ix DAFTAR TABEL ..................................................................................................... xiii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... xiv BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................1 Oleh: Zarmawis Ismail 1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1 1.2. Perumusan Masalah.................................................................................. 4 1.3. Tujuan dan Sasaran Penelitian .............................................................. 5 1.4. Lingkup Penelitian..................................................................................... 5 1.5. Kerangka Analitik ....................................................................................... 6 1.6. Alur Proses Penelitian ............................................................................11 1.7. Metodologi Penelitian ..........................................................................12 1.8. Sistematika Laporan ...............................................................................14 Daftar Pustaka ...........................................................................................15
BAB 2 POTENSI DAN PEMANFAATAN HASIL BUDIDAYA RUMPUT LAUT .............................................................. 17 Oleh: Endang Tjitroresmi 2.1 Pendahuluan .............................................................................................17 2.2 Potensi Budidaya Rumput Laut ..........................................................19 2.3 Pemanfaatan Hasil Budidaya Rumput Laut ...................................24 2.4 Masalah dan Tantangan Budidaya Rumput Laut .........................30 2.5 Peluang Pemanfaatan Potensi Budidaya Rumput Laut ............36 2.6 Penutup .......................................................................................................40 Daftar Pustaka ...........................................................................................42
ix
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd ix
6/22/2010 6:35:36 PM
BAB 3 PERDAGANGAN KOMODITAS RUMPUT LAUT ....................... 45 Oleh: Mochammad Nadjib 3.1 Pendahuluan .............................................................................................45 3.2 Perdagangan Rumput Laut ..................................................................49 3.3 Margin Harga Rumput Laut .................................................................61 3.4 Kendala dan Prospek Rumput Laut ...................................................64 3.5 Penutup .......................................................................................................67 Daftar Pustaka ...........................................................................................69
BAB 4 KELEMBAGAAN USAHA BUDIDAYA RUMPUT LAUT .......... 71 Oleh: Ernany Dwi Astuti 4.1 Pendahuluan ...........................................................................................71 4.2 Pengertian Kelembagaan dan Organisasi .....................................72 4.3 Kelembagaan Usaha Budidaya Rumput Laut di Kabupaten Sukabumi ............................................................................75 4.4 Kelembagaan Usaha Budidaya Rumput Laut di Beberapa Daerah .....................................................................................78 4.5 Penutup ......................................................................................................91 Daftar Pustaka ..........................................................................................93
BAB 5 KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PENGEMBANGAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT .............................................................. 97 Oleh: Zarmawis Ismail 5.1 Pendahuluan ...........................................................................................97 5.2 Kebijakan Pemerintah ...........................................................................98 5.3 Kebijakan Daerah ................................................................................. 105 5.4 Analisis Kebijakan Pengembangan Budidaya Rumput Laut 108 5.5 Penutup ................................................................................................... 111 Daftar Pustaka ....................................................................................... 113
x
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd x
6/22/2010 6:35:36 PM
BAB 6 STRATEGI OPTIMALISASI PEMANFAATAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT ............................................................115 Oleh: Zarmawis Ismail 6.1 Pendahuluan .......................................................................................... 115 6.2 Faktor Teknik Budidaya Rumput Laut ........................................... 116 6.3 Faktor Ekonomi Budidaya Rumput Laut ...................................... 121 6.4 Pemasaran Komoditas Rumput Laut............................................. 123 6.5 Faktor Sosial Budidaya Rumput Laut ............................................ 124 6.6 Penutup ................................................................................................... 126 Daftar Pustaka ....................................................................................... 128
xi
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd xi
6/22/2010 6:35:36 PM
xii
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd xii
6/22/2010 6:35:36 PM
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Produksi, Luas areal, dan Jumlah Rumah Tangga Petani Rumput Laut di Kabupaten Sukabumi Tahun 2006-2009 ....................................................... 25 Tabel 2.2 Produksi Rumput Laut Indonesia dari Budidaya Laut dan Tambak, serta Ekspor Komoditas Rumput Laut Tahun 1999-2007 ................................................. 27 Tabel 2.3 Produksi Budidaya Rumput Laut Menurut Wilayah, Tahun 1999-2007 (ton) ...............................................28 Tabel 2.4 Produksi, Nilai Produksi, dan Luas Budidaya Rumput Laut Menurut Wilayah Tahun 2006-2007 ..............29 Tabel 3.1 Perkembangan Produksi Rumput Laut Indonesia Tahun 2002-2006 ........................................................ 57 Tabel 3.2 Ekspor Rumput Laut Indonesia Tahun 2002-2007 .............. 58 Tabel 3.3 Impor Rumput Laut Indonesia Tahun 2000-2004 .............. 60 Tabel 3.4 Perkembangan Harga Ekspor Rumput Laut.......................... 62
xiii
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd xiii
6/22/2010 6:35:36 PM
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Diagram Alur Proses Penelitian ................................................11 Gambar 3.1 Rantai Perdagangan Rumput laut........................................... 50
xiv
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd xiv
6/22/2010 6:35:36 PM
Pendahuluan
BAB 1 PENDAHULUAN Zarmawis Ismail
1.1 Latar Belakang Sumber daya ekonomi kelautan terdiri dari sumber daya hayati (trutama perikanan, rumput laut, dan mutiara); dan sumber daya non hayati, seperti pertambangan, perhubungan laut, industri maritim, dan pariwisata bahari. Beragam sumber daya ekonomi kelautan ini merupakan andalan dalam menjawab tantangan dan peluang bagi pembangunan perekonomian Indonesia di masa kini dan masa depan. Kenyataan tersebut didasari mengingat potensi sumber daya ekonomi kelautan yang begitu besar yakni 75% wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah laut dan selama ini telah memberikan sumbangan yang sangat berarti bagi keberhasilan pembangunan nasional (Kusumastanto, 2003). Sumbangan yang sangat berarti dari sumber daya ekonomi kelautan tersebut, antara lain berupa penyediaan bahan kebutuhan dasar, peningkatan pendapatan masyarakat, kesempatan kerja, perolehan devisa dan pembangunan daerah. Dengan potensi wilayah laut yang sangat luas dan sumber daya alam serta sumber daya manusia yang dimiliki Indonesia, kelautan sesungguhnya memiliki keunggulan komparatif, keunggulan kooperatif dan keunggulan kompetitif untuk menjadi sektor unggulan dalam kiprah pembangunan nasional. Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki sekitar 17.480 buah pulau dengan luas laut 5,8 juta km2 dan bentangan pantai sepanjang 95.181 km, serta sumber daya ekonomi yang potensial (Idris Irwandi, dkk., 2007). Kontribusi ekonomi yang berasal dari industri berbasis pesisir dan lautan seperti perikanan, pariwisata, pertambangan, dan transportasi terhadap PDB Indonesia cukup besar yakni sekitar 24% (Irianto, 2005). Selain perikanan tangkap, 1
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 1
6/22/2010 6:35:36 PM
Zarmawis Ismail
kontribusi ekonomi terhadap PDB nasional tersebut juga berasal dari sumber daya ekonomi hayati laut yang cukup potensial yakni hasil budidaya rumput laut, tiram mutiara, dan budidaya ikan laut. Budidaya ketiga komoditi (rumput laut, tiram mutiara, dan ikan) sangatlah potensial yakni sebesar 20 % dari total lahan yang berjarak 5 km dari pantai, diperkirakan luasnya sekitar 2, 002 juta Ha. Dari potensi luas lahan tersebut, secara keseluruhan produksinya diperkirakan mencapai 46,73 juta ton per tahun. Luas lahan budidaya rumput laut sendiri, mencapai 222.180 Ha atau 20 % dari luas lahan potensial 1.110.900 Ha yang tersebar di 13 provinsi (Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, 2005). Ekspor rumput laut selama 5 tahun terakhir (20002004) telah mengalami peningkatan dari 23.073 ton pada tahun 2000 menjadi 51.010 ribu ton di tahun 2004 atau dengan peningkatan ratarata 22,73 % per tahun dengan lebih dari 11 negara tujuan, di mana porsi permintaan terbesar China, kemudian diikuti oleh Hongkong, Denmark, dan Philipina. Dari data Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya tersebut, diketahui bahwa ekspor rumput laut ini telah menghasilkan devisa negara dari US $ 15,670 juta pada tahun 2000 menjadi US $ 25,296 juta di tahun 2005 atau mengalami peningkatan sebesar 13,71% per tahun. Meskipun demikian, untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, Indonesia juga mengimpor rumput laut yang mengalami peningkatan rata-rata sebesar 26,19 % per tahun dalam priode tahun yang sama (2000-2004), dengan peningkatan nilai impor rata-rata 11,48 % pertahun dari US $ 737.706 pada tahun 2000 menjadi US $ 462.981di tahun 2004. Impor rumput laut ini pada umumnya dalam bentuk produk jadi, seperti agar-agar, jelly food dan bahan baku industri untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Terjadinya impor rumput laut tersebut kemungkinan disebabkan oleh belum mampunya industri dalam negeri memproduksi produkproduk turunan rumput laut yang akan digunakan sebagai bahan baku industri makanan, farmasi, kosmetik dan lain-lain. Rumput laut selain sebagai bahan baku industri makanan, seperti agar-agar, jelly food,
2
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 2
6/22/2010 6:35:36 PM
Pendahuluan
dan campuran makanan, juga sebagai bahan baku industri kosmetik, farmasi, tekstil, kertas, keramik, fotografi, dan insektisida (Aslan, 1991). Fungsi dan kegunaan rumput laut adalah sebagai penghasil keragian. Keragian dihasilkan oleh rumput laut Eucheuma spp. Agar dihasilkan oleh rumput laut Gracilaria dan Gelidium spp. Sedangkan alginat dihasilkan oleh rumput laut Turbinaria spp dan Hormophysa spp. Pengelompokkan rumput laut tersebut didasarkan pda komponen utama kimianya (Soegiarto A et.al, 1978). Fungsi utama polisakarida rumput laut dalam formulasi produk pangan dan non pangan adalah sebagai emulsifier, pensuspensi, pengental, dan stabilisator. Di samping itu rumput laut sangat bermanfaat untuk kesehatan manusia karena mengandung unsur zat bioaktif yang dapat digunakan sebagai bahan campuran obat. Kegunaan produk rumput laut dalam industri pangan dan non pangan dibagi ke dalam tiga kelompok (diversifikasi), yaitu kelompok farmasi: bahan pembuatan gigi, pelembab, tablet, shaving cream, sampo, pasta gigi, dan lotion; kelompok industri: karet sintetis, bahan campuran kertas, komponen tekstil, finishing kulit, bahan cat, ragam produk inovatif, dan pakan ternak; dan kelompok pangan: minuman ringan, produk coklat, ice cream, pudding, makanan beku, kerupuk, pengental sirup, produk jamu, dan saus tomat. Produk dasarnya agar, alginat, dan keraginan yang berasal dari jenis rumput laut Grasilaria spp, Eucheuma sp, dan Sargasum sp. (Pusat Riset Pengolahan Produk dan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan 2003). Dari gambaran mengenai potensi dan peranan sumber daya ekonomi budidaya rumput laut, dapat dikemukakan bahwa Indonesia masih memiliki peluang yang sangat besar untuk memanfaatkan dan mengembangkan budidaya rumput laut secara optimal, antara lain melalui peningkatan efisiensi ekonomi, pengembangan teknologi, dan produktivitas tenaga kerja sehingga akan meningkatkan kontribusi yang signifikan pada pembangunan perekonomian daerah. Meskipun demikian, kita masih dihadapkan pada impor rumput laut dalam 3
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 3
6/22/2010 6:35:36 PM
Zarmawis Ismail
jumlah dan nilai yang relatif besar. Hal ini menunjukkan ada faktorfaktor ekonomi atau non ekonomi yang tidak berfungsi/berjalan dengan benar sehingga menyebabkan pemanfaatan sumber daya ekonomi budidaya rumput laut tidak optimal. Berkenaan dengan hal ini, suatu penelitian mengenai optimalisasi pemanfaatan sumber daya ekonomi: Studi kasus budidaya rumput, laut penting untuk dilakukan. Pentingnya dilakukan penelitian tentang optimalisasi pemanfaatan sumber daya ekonomi budidaya rumput laut ini, paling tidak didasarkan pada empat hal, yakni (1) masih besarnya potensi budidaya rumput laut yang belum dimanfaatkan untuk memenuhi permintaan pasar (dalam negeri dan ekspor) yang terus meningkat; (2) terciptanya lapangan kerja sebagai sumber pendapatan masyarakat, pendapatan daerah, dan pendapatan nasional; (3) peningkatan pengetahuan dan kterampilan, karena pengelolaan (pemanfaatan) budidaya rumput laut bersifat pulih (renewable resources) sehingga memerlukan pemahaman dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (ip-tek) tertentu; dan (4) tersedianya data dan informasi mengenai budidaya rumput laut yang dapat digunakan oleh mereka yang berusaha pada komoditi ini.
1.2 Perumusan Masalah Pemanfaatan sumber daya ekonomi budidaya hayati rumput laut, secara optimal selain dipengaruhi oleh faktor-faktor teknis (sarana-prasarana dan teknologi), ekonomi (seperti pasar, sumber daya manusia, dan modal), faktor sosial (seperti kelembagaan dan kebijakan), juga sangat dipengaruhi oleh kondisi sistem lingkungan (ekosistem) perairan di daerah di mana rumput laut dibudidayakan. Atas dasar ini, maka masalah penelitian optimalisasi pemanfaatan sumber daya ekonomi hayati laut: studi kasus budidaya rumput laut, yang perlu memperoleh jawaban adalah: (1) bagaimana perkembangan potensi dan pemanfaatan budidaya rumput laut di suatu daerah?; (2) bagaimana perdagangan komoditas rumput laut; (3) bagaimana kelembagaan budidaya rumput laut di suatu daerah?;
4
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 4
6/22/2010 6:35:36 PM
Pendahuluan
(4) bagaimana kebijakan pemerintah dalam pengembangan budidaya rumput laut di daerah?; dan (5) bagaimana strategi optimalisasi dalam memanfaatkan budidaya rumput laut di suatu daerah?
1.3 Tujuan dan Sasaran Penelitian Secara umum penelitian bertujuan untuk merumuskan strategi optimalisasi pemanfaatan budidaya rumput laut di suatu daerah yang diharapkan dapat digunakan sebagai bahan kebijakan pembangunan perekonomian daerah. Secara khusus, penelitian bertujuan : (1) mengkaji perkembangan potensi dan pemanfaatan budidaya rumput laut di suatu daerah; (2) mengkaji perdagangan komoditas rumput laut; (3) mengkaji kelembagaan dalam pengembangan budidaya rumput laut di suatu daerah; dan (4) mengkaji kebijakan pemerintah yang dapat mendorong pengembangan budidaya rumput laut di daerah. Sasaran penelitian ialah: (1) menghasilkan gambaran tentang potensi dan pemanfaatan budidaya rumput laut di suatu daerah; (2) diketahuinya perdagangan komoditas rumput laut; (3) diketahuinya kelembagaan dalam pengembangan budidaya rumput laut di suatu daerah; dan (4) terungkapnya kebijakan pemerintah dalam mendorong pengembangan budidaya rumput laut di suatu daerah; dan (5) dihasilkannya konsep strategi optimalisasi pemanfaatan budidaya rumput laut di suatu daerah.
1.4 Lingkup Penelitian Secara substansial, lingkup penelitian meliputi aspek-aspek teknis dan lingkungan, ekonomis, dan sosial. Dalam aspek teknis dan lingkungan, kajian ditekankan lokasi (seperti landai, curam, dan berombak), bibit, dan teknik budidaya rumput laut; aspek ekonomi difokuskan pada kajian-kajian antara lain perkembangan potensi, pemanfaatan, tenaga kerja, modal, dan perdagangan komoditas rumput laut; Dari aspek sosial, lingkup penelitian mencakup kajian-kajian interaksi masyarakat (seperti petani-petani rumput 5
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 5
6/22/2010 6:35:36 PM
Zarmawis Ismail
laut, nelayan, pedagang, asosiasi rumput laut), kelembagaan, kebijakan, informasi dan komunikasi. Dari segi hasil, penelitian dibatasi pada kegiatan survei untuk menghasilkan konsep strategi pemanfaatan budidaya rumput laut yang optimal yang diharapkan sebagai masukan bagi perumusan kebijakan pembangunan daerah. Sedangkan dari batasan wilayah, penelitian difokuskan pada kawasan di suatu daerah, di mana terdapat kegiatan budidaya rumput laut. Penelitian dilakukan di Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan Kabupaten Sukabumi sebagai lokasi penelitian didasarkan pada pertimbangan bahwa selain wilayah ini merupakan salah satu perairan laut yang potensiil dan cocok untuk budidaya rumput laut di Jawa Barat, juga merupakan tempat uji coba usaha budidaya rumput laut.
1.5 Kerangka Analitik Potensi laut Indonesia termasuk wilayah pesisir dipandang dari segi pembangunan yang berasal dari sumber daya ekonomi hayati laut (yang dapat pulih) adalah rumput laut, tiram mutiara, ikanikan karang (dalam bentuk budidaya atau mariculture di samping tambak, perikanan tangkap, dan industri bioteknologi kelautan dengan total nilai sekitar US$ 71.935.651.400 per tahun. Dari potensi tersebut baru sempat digali sekitar atau 24,5 % atau dengan US$ 17.620.302.800 per tahun. Potensi tersebut belum termasuk pencurian ikan (illegal fishing), hutan mangrove, terumbu karang, dan energi terbarukan serta jasa seperti transportasi, pariwisata bahari yang memiliki peluang besar untuk dikembangkan (Kusumastanto, 2003). Perairan Indonesia sangat kaya dengan sumber daya ekonomi rumput laut, yakni sebanyak 555 jenis, di mana 55 jenis di antaranya diketahui bernilai ekonomis tinggi seperti Eucheuma sp, Garcilaria, dan Gelidium. Jenis rumput laut yang banyak dibudidayakan adalah Eucheuma sp dan Garcilaria dengan peluang pasar yang bagus serta potensi yang besar (http://id.wordpress.com/tag). Budidaya rumput laut 6
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 6
6/22/2010 6:35:36 PM
Pendahuluan
memberikan peluang usaha bagi petani/nelayan yang berminat dan memanfaatkan lahan perairan laut untuk usaha tani rumput laut. Dengan usaha ini akan dapat memberikan pendapatan keluarga dari hasil panen dan penjualan rumput laut. Pengembangan budidaya rumput laut menciptakan lapangan kerja bagi para nelayan dan penduduk pedesaan terutama yang tinggal di sepanjang pantai, dan memberi kesempatan bagi para tenaga kerja trampil, tenaga kerja ahli, dan tenaga kerja tetap (tenaga kerja kasar) baik yang terkait dengan subsektor hulu (penyediaan sarana produksi, peralatan dll), operasional, serta subsektor ekonomi di hilir. Salah satunya adalah akan meningkatkan ekspor dan membantu pemerintah dalam upaya peningkatan devisa dari subsektor perikanan. Dengan penyediaan rumput laut yang berkesinambungan dan pada lokasi yang relatif menyebar akan mendorong pula kemungkinan tumbuhnya industri rumput laut. Meskipun demikian, budidaya rumput laut menghadapi beragam masalah mulai dari pemilihan lahan/lokasi, bibit, hama dan penyakit, pengolahan, kelembagaan, pemasaran, dan SDM. Dalam pemilihan lokasi misalnya, terjadi ketidaktepatan lokasi yang dipilih dengan metode budidaya yang digunakan; bibit yang digunakan petani masih bersumber dari hasil pengem-bangan vegetatif; dalam pengolahan hasil panen, petani tidak melakukan penjemuran sehingga kadar air rumput laut masih tinggi, yakni 40 % menyebabkan rumput laut rusak pada waktu penyimpanan dan pengangkutan, akibatnya harga jual menjadi rendah; petani rumput laut dalam mengembangkan usahanya tidak berpijak pada PP No. 54 Tahun 2002 tentang Usaha Perikanan, tetapi dari segi kelembagaan, petani mengacu pada aturan lokal (adat istiadat dan hukum lokal) dan sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan yang ada, bahkan sebaliknya Undangpundang No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Sumberdaya Laut harus menghormati pengelolaan yang sudah dilakukan secara adat; dan dalam hal pemasaran, karena faktor kualitas yang rendah dan produksi rumput laut berlimpah sementara jumlah pembeli terbatas, akibatnya harga ditentukan oleh pembeli (Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, 7
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 7
6/22/2010 6:35:37 PM
Zarmawis Ismail
2005). Kondisi ini misalnya dihadapi oleh petani rumput laut di Rote dan Sabu, Nusa Tenggara Timur (NTT), di mana fluktuasi harga rumput laut sulit dikendalikan. Para pembeli memiliki organisasi yang solid, mereka bahu-membahu menguasai dan mendikte harga pasar yang tidak bisa dilawan oleh petani secara individual (Frits, 2002). Kegiatan budidaya rumput laut dilakukan hampir di seluruh perairan Indonesia. Di perairan pulau Sumatera, budidaya rumput laut dilakukan provinsi-provinsi Nanggro Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat, Lampung, dan Bengkulu. Di perairan Pulau Jawa, bididaya rumput laut menyebar mulai dari Provinsi Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, sampai Jawa Timur. Untuk wilayah timur, provinsi yang potensial budidaya rumput laut adalah Provinsi Bali, NTT, NTB, Sulawesi dan Maluku. Jenis rumput laut yang banyak dibudidayakan Eucheuma cotonii di laut dan Garcilaria di tambak (Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, 2005). Sumber daya ekonomi budidaya rumput laut adalah sumber daya yang dapat diperbaharui (renewable resources), di mana proses produksi dimulai dari tumbuh dan berkembangnya sumber daya tersebut sehingga siap dipanen. Rumput laut pada umumnya hidup dan berkembang di lingkungan perairan pesisir. Lingkungan pesisir pada dasarnya tersusun dari berbagai ekosistem baik alamiah maupun buatan. Ekosistem yang alami terdapat di lingkungan pesisir, antara lain hutan mangrove, terumbu karang (coral reefs), padang lamun (sea grass), pantai berpasir dan estuaria, Sedangkan eksosiem buatan adalah tambak, sawah pasang surut, kawasan industri, dan kawasan permukiman (Dahuri, et.al, 1996). Apabila terjadi gangguan atau kerusakan salah satu ekosistem tersebut sebagai akibat pemanfaatannya, maka pada gilirannya hal ini mengganggu atau merusak pula ekosistem lainnya. Undang-undang No.22Tahun 1999 yang kemudian disem-purnakan dengan Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, di mana dengan undang-undang ini peme-rintah daerah
8
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 8
6/22/2010 6:35:37 PM
Pendahuluan
memiliki kewenangan untuk mengelola sumber daya alam di wilayah laut. Kewenangan daerah tersebut meliputi (a) wewenang mengeksplorasi, mengeksploitasi, melakukan konservasi dan pengelolaan kekayaan laut, (b) membuat pengaturan tentang tata ruang, (c) melakukan pengaturan administrasi, (d) melaksanakan penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan daerah atau hasil limpahan kewenangan pusat, dan (e) ikut memelihara keamanan. Implementasi dari terbitnya undangundang tentang Otonomi Daerah tersebut merupakan peluang bagi daerah untuk mengatur mekanisme pengelolaan wilayah pesisir dan laut serta mekanisme perdagangan hasil budidaya rumput laut. Upaya pemerintah daerah dalam mengelola sumber daya termasuk sumber daya alam di daerahnya ternyata lebih ditekankan pada peningkatan pendapatan asli daerah (PAD), sehingga pemanfaatan sumber daya ini tidak optimal. Sumber daya ekonomi daerah terdiri dari sumber daya alam (natural resources), sumber daya buatan (man made resources), sumber daya manusia, dan sumber daya finansial (keuangan dan barang modal). Dalam memanfaatkan sumber daya daerah ini, ternyata terdapat perubahan paradigma seiring dengan tuntutan zaman (Adi, 2005). Sumber daya pada umumnya adalah dalam bentuk fisik (alami). Sumber daya ini digunakan oleh manusia untuk memuaskan kebutuhan dan keinginannya (Tisdell, 2000). Dalam hal ini perlu dikemukakan bahwa masalah kelangkaan memainkan peran penting, karena sumber daya yang tersedia dalam jumlah melimpah dibanding kebutuhan umumnya tidak memiliki harga pasar. Salah satu kesulitan dalam mengukur manfaat suatu sumber daya adalah kalau sumber daya tersebut tidak dapat diukur harga pasarnya. Karena masalah kelangkaan, maka sumber daya perlu dimanfaatkan secara efisien. Pertimbangan ekonomi menggunakan konsep efisiensi dalam kaitannya dengan penilaian atas suatu tindakan, sebab pemanfaatan sumber daya yang efisien mempunyai arti bahwa sumber daya tersebut telah dimanfaatkan sesuai dengan nilai maksimalnya. Secara umum agar pemanfaatan sumber daya dapat efisien adalah (Adi, 2005) : (1) suatu tindakan ekonomi dikatakan 9
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 9
6/22/2010 6:35:37 PM
Zarmawis Ismail
efisien kalau dapat memberikan manfaat lebih besar dibanding biaya yang harus dikeluarkan, dan (2) suatu tindakan ekonomi tidak efisien kalau biaya yang dikeluarkan lebih besar dari manfaat yang diperoleh. Dengan demikian jelas kemampuan dalam menumbuhkan dan mengembangkan komoditi-komoditi sumber daya hayati laut termasuk di dalamnya komoditi rumput laut sangat memegang peranan penting. Karena itu selain untuk menjaga kelestarian berbagai ekosistem dan memberi peluang serta meningkatkan hasil dari pemanfaatan sumber daya ekonomi hayati laut, maka dalam pemanfaatan sumber daya ini haruslah memperhatikan: (1) tidak merusak tata lingkungan hidup manusia, (2) dilaksanakan dengan kebijakan menyeluruh, dan (3) secara berkelanjutan harus memperhitungkan generasi yang akan datang (Reksohadiprodjo dan Brojonegoro, 1992). Hal ini berarti pemanfaatan komoditi sumber daya ekonomi hayati laut yang optimal tekannya pada pelestarian kualitas lingkungan, pemeliharaan cadangan, memberikan manfaat kepada masya-rakat, dan memberikan keuntungan kepada pengusaha (Adi, 2005). Sumber daya yang terbarukan, kalau pemanfaatannya dilakukan secara serampangan, bukannya tidak mungkin akan habis pula sumber daya tersebut. Karena itu dalam kaitannya dengan uapaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat maka pemanfaatan sumber daya harus memperhatikan kelangkaan sumber daya. Semakin langkanya sumber daya, menuntut perlunya sumber daya tersebut dimanfaatkan secara tidak boros. Dalam konteks inilah kemudian efisiensi memegang peranan penting. Pemanfaatan sumber daya harus pada tingkat yang paling efisien sebab sumber daya ekonomi bersifat terbatas. Karena itu pemerintah harus memberi landasan dalam memanfaatkan sumber daya, yakni efisiensi, kesinambungan, pelestarian lingkungan, dan keadilan.
10
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 10
6/22/2010 6:35:37 PM
Pendahuluan
1.6 Alur Proses Penelitian Dalam upaya memperoleh hasil yang optimal dari peman-faatan budidaya rumput laut, untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan luar negeri (ekspor), pada dasarnya dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor tersebut adalah faktor teknis dan lingkungan (lokasi, bibit, dan teknik budidaya), faktor ekonomis (tenaga kerja, modal, dan pemasaran), dan faktor sosial (a.l. hubungan antar-pelaku budidaya, nelayan, kelembagaan, kebijakan, dan komunikasi/informasi). Beragam faktor ini sangat berpengaruh terhadap optimalisasi pemanfaatan budidaya rumput laut tersebut, seperti tampak pada Diagram Alur Proses Penelitian (Gambar 1.1). Misalnya lokasi budidaya (salah satu faktor teknis dan lingkungan) yang berkaitan dengan topografi perairan (curam, datar atau bergelombang), sangat menentukan teknik budidaya rumput laut yang juga akan mempengaruhi produksi rumput laut. Evaluasi Substansi
Analisis
Output
Faktor Penentu: Teknis dan lingkungan ekonomis sosial
Strategi optimalisasi budidaya rumput laut
Potensi & pemanfaatan
Studi pustaka dan lapangan
Perdagangan Komoditas rumput laut Kelembagaan Kebijakan pemerintah
Gambar 1.1 Diagram Alur Proses Penelitian
11
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 11
6/22/2010 6:35:37 PM
Zarmawis Ismail
1.7 Metodologi Penelitian 1.7.1 Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan 3 (empat) pendekatan, yaitu pendekatan teknis/lingkungan, ekonomi, dan pen-dekatan sosial. Pendekatan teknis/lingkungan dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan bibit, teknik budidaya, dan zona/lokasi yang mendukung usaha budidaya rumput laut; pendekatan ekonomi digunakan untuk mengetahui potensi sumber daya ekonomi budidaya rumput laut, pemanfaatan, tenaga kerja, modal, pemasaran, kontribusinya terhadap pendapatan masyarakat dan pembangunan perekonomian daerah. Pendekatan ini diharapkan dapat mengungkapkan sejauhmana sumber daya ekonomi budidaya rumput laut ini telah dimanfaatkan secara optimal dan bagaimana prospeknya bila dikembangkan lebih lanjut bagi pening-katan pembangunan perekonomian daerah. Pendekatan sosial digunakan untuk mengetahui manfaat dan hubungan sosial kelompok sasaran (petani/nelayan) pedagang/ pengusaha, asosiasi dan dinas/instansi dalam pemanfaatan sumber daya ekonomi budidaya rumput laut. Termasuk di sini peranan kelembagaan, berbagai kebijakan dan komunikasi/informasi yang mendukung pe-manfaatan sumber daya ekonomi budidaya rumput laut secara optimal. Ketiga pendekatan tersebut saling terkait dan mendukung satu sama lain. Misalnya, kalau lokasi perairan, tempat di mana dilakukan budidaya rumput laut terganggu oleh kegiatan nelayan, dengan sendirinya terganggu pula kegiatan budidaya (penanaman, pemeliharaan, dan panen) yang akan berpengaruh pada jumlah dan kualitas produksi yang diperoleh. Dampak lebih lanjut tentu saja pendapatan dan kesejahteraan masyarakat (petani, pedagang, pengolah, bahkan eksportir) akan menurun.
12
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 12
6/22/2010 6:35:37 PM
Pendahuluan
1.7.2 Jenis, Sumber dan Teknik Pengumpulan Data Data penelitian terdiri dari data primer dan data sekunder. Data sekunder, seperti perkembangan jenis sumber daya, saranaprasarana pemanfaatan, variasi dan jumlah hasil budidaya rumput laut, kelembagaan, berbagai sarana-prasarana/pasar, dan kontribusi hasil terhadap PDRB dan PAD, serta berbagai kebijakan, dapat diperoleh dari berbagai dinas/instansi pemerintah. Di antara dinas/instansi tersebut adalah Dinas Kelautan dan Perikanan, kantor Badan Pusat Statistik (BPS), Pemerintah Daerah/Bappeda, asosiasi, dan koperasi. Data primer, seperti bibit, teknik budidaya, peme-liharaan, panen, modal usaha, dan pemasaran hasil diperoleh dari jawaban (respon) dari berbagai narasumber, seperti petani rumput laut, pedagang, asosiasi-asosiasi, dan pemuka masyarakat (key persons), di samping pejabat dinas/instansi terkait, serta pengamatan langsung di lapangan. Narasumber diharapkan akan dapat memberikan data dan informasi yang berkenaan dengan pengalamannya baik dalam kegiatan produksi, panen dan pasca panen, perdagangan maupun aktivitas lainnya yang berkaitan dengan budidaya rumput laut. Pengumpulan data primer dari narasumber dilakukan dengan menyusun panduan wawancara (interview guide), sehingga dengan cara ini diharapkan data dan informasi yang diperoleh dari narasumber lebih obyektif karena mereka mengetahui dan memahami permasalahan yang diteliti. 1.7.3 Teknik Analisis Data Hasil pengolahan data penelitian dianalisis dengan menggunakan metode kuantitatif dan metode kualitatif. Secara kuantitatif, dari data yang diperoleh dilakukan analisis pemanfaatan sumber daya ekonomi rumput laut dalam bentuk tabel distribusi. Analisis kuantitatif sederhana ini dimaksudkan untuk melihat kecenderungan-kecenderungan seperti potensi, tingkat pemanfaatan, perdagangan, dan kontribusinya terhadap pendapatan masyarakat dan pembangunan daerah. 13
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 13
6/22/2010 6:35:37 PM
Zarmawis Ismail
Secara kualitatif analisis dilakukan dalam bentuk deskriptif analitis, yaitu uraian yang menggambarkan po-tensi dan pemanfaatan sumber daya ekonomi budidaya rumput laut dan kemungkinan optimalisasi pemanfaatan pengembangannya dilihat dari perspektif pasar (dalam dan luar negeri) dengan dukungan faktor-faktor teknis/ lingkungan, ekonomi, dan sosial. Dengan analisis ini diha-rapkan dapat dirumuskan konsep strategi pemanfaatan budidaya rumput laut yang optimal untuk pembangunan perekonomian daerah.
1.8 Sistematika Laporan Buku laporan penelitian terdiri dari 6 (enam) bab, yakni Bab I Pendahuluan, memuat latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan sasaran, lingkup penelitian, kerangka analitik, alur proses penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II Potensi dan Pemanfaatan Budidaya Rumput Laut, menyajikan bahasan potensi budidaya rumput laut, pemanfaatan potensi budidaya rumput laut, masalah dan tantangan budidaya rumput laut, dan peluang pemanfaatan potensi budidaya rumput laut. Bab III Perdagangan Komoditas Rumput Laut, memuat kajian perdagangan rumput laut, margin harga komoditas rumput laut, serta kendala dan prospek komoditas rumput laut. Bab IV Kelembagaan Usaha Budidaya Rumput Laut, memuat bahasan pengertian kelembagaan dan organisasi, kelembagaan usaha budidaya rumput laut di Kabupaten Sukabumi, dan kelembagaan usaha budidaya rumput laut di beberapa daerah. Bab V Kebijakan Pemerintah Dalam Pengembangan Budidaya Rumput Laut dengan bahasan kebijakan pemerintah, kebijakan pemerintah daerah, dan analisis kebijakan dalam pengembangan usaha budidaya rumput. Strategi Optimalisasi Pemanfaatan Budidaya Rumput Laut, yang memuat bahasan faktor teknik budidaya rumput laut, faktor ekonomi budidaya rumput laut, dan faktor social budidaya rumput laut, disajikan pada Bab VI.
14
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 14
6/22/2010 6:35:37 PM
Pendahuluan
DAFTAR PUSTAKA
Adi, Wijaya (Penyunting) 2005. Otonomi Daerah dan Optimalisasi Pemanfaatan Sumber Daya Ekonomi. Jakarta.P2E-LIPI. Aslan Laode M. 1991. Budidaya Rumput Laut.. Penerbir Kanisius. Yogyakarta. Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah-DKI Jakarta, 2000. Profil Proyek Industri Rumput Laut di Jakarta Utara. Dahuri H. Rokhmin, Jacub Rais, Sapta Putra Ginting, dan M.J. Sitepu. 1996. Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Pradnya Paramita, Jakarta. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Departemen Kelautan, 2005. Profil Rumput Laut Indonesia. Frits, O Fanggida E. 2002. Ekonomi Kerakyatan di NTT: Antara Realitas dan Harapan. Artikel Th 1.No.10-Desemeber 2002. Idris Irwandi, Sapta Putra Ginting, dan Budiman, 2007. Membangun Raksasa Ekonomi: Sebuah Kajian Terhadap Perundang-undangan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. PT. Sarana Komunikasi Irianto, Agoes, 2005. Pengantar Ilmu Perikanan. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan. Kliping Dunia Ikan dan Mancing, 2008. Aspek Ekonomi Budidaya Rumput Laut.(Http://id.wordpress.com/tag rumput laut).
15
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 15
6/22/2010 6:35:37 PM
Zarmawis Ismail
Kusumastanto, Tridoyo, 2003. Pemberdayaan Sumberdaya Kelautan, Perikanan, dan Perhubungan Laut Dalam Abad 21. Pusat Kajian Sumber Daya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor (PKSPLIPB), Kampus IPB, Bogor. Reksohadiprodjo, S. Dan Andreas Budi Puwono Brojonegoro, 1992. Ekonomi Lingkungan Sebuah pengantar.BPFE Yogyakarta. Tisdell, J. 2000. The Neoclassical Economic View of Environmental Resource Problem, AES 7401 Environmental Economics.
16
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 16
6/22/2010 6:35:37 PM
Potensi dan Pemanfaatan Hasil Budidaya Rumput Laut
BAB 2 POTENSI DAN PEMANFAATAN HASIL BUDIDAYA RUMPUT LAUT Endang Tjitroresmi
2.1 Pendahuluan Dengan adanya kecenderungan semakin meningkatnya gejala kelebihan tangkap dan menurunnya kualitas lingkungan, maka pengembangan budidaya laut merupakan alternatif yang cukup menjanjikan. Selama periode lima tahun terakhir (2004-2008) produksi perikanan budidaya mengalami peningkatan rata-rata sebesar 2,43 % per tahun yaitu dari 1,45 juta ton pada tahun 2004 meningkat menjadi 3,53 juta ton pada tahun 2008. Peningkatan produksi perikanan budidaya terbesar terutama berasal dari komoditas rumput laut (53,33 %/tahun). Sementara untuk tahun 2009 ditargetkan produksi perikanan budidaya mencapai 5,17 juta ton atau meningkat sebesar 47,50 % dari tahun 2008. Peningkatan produksi perikanan budidaya tersebut akan dipacu utamanya dari komoditas rumput laut, patin, lele, dan nila yang dalam usaha budidayanya tidak terpengaruh oleh kenaikan harga BBM. Pengembangan usaha perikanan budidaya ini akan terus ditingkatkan mengingat potensi sumberdaya yang sangat besar, peluang pasar ekspor, dan konsumsi dalam negeri yang cenderung terus meningkat, serta dapat menyerap tenaga kerja. Dalam pembangunan di wilayah pesisir, salah satu pengembangan kegiatan ekonomi yang sedang digalakkan pemerintah adalah pengembangan budidaya rumput laut. Melalui program ini diharapkan dapat merangsang terjadinya pertumbuhan ekonomi wilayah akibat meningkatnya pendapatan masyarakat setempat. Pengembangan budidaya rumput laut di Indonesia dimulai sejak tahun 1980-an dalam upaya merubah kebiasaan penduduk pesisir dari 17
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 17
6/22/2010 6:35:37 PM
Endang Tjitroresmi
pengambilan sumberdaya alam ke arah budidaya rumput laut yang ramah lingkungan. Usaha budidaya ini selain dapat meningkatkan pendapatan masyarakat pembudidaya juga dapat digunakan untuk mempertahankan kelestarian lingkungan perairan pantai (DKP, 2005). Keberhasilan budidaya rumput laut dengan pemilihan lokasi yang tepat merupakan salah satu faktor penentu. Gambaran tentang biofisik air laut yang diperlukan untuk budidaya rumput laut penting diketahui agar tidak timbul masalah yang dapat menghambat usaha itu sendiri dan mempengaruhi mutu hasil yang dikehendaki. Lokasi dan lahan budidaya untuk pertumbuhan rumput laut jenis Eucheuma di wilayah pesisir dipengaruhi oleh berbagai faktor ekologi oseanografis yang meliputi parameter lingkungan fisik, biologi dan kimiawi perairan (DKP,2005). Cahaya matahari merupakan faktor penting untuk pertumbuhan rumput laut. Pada kedalaman tidak terjangkau cahaya matahari, maka rumput laut tidak dapat tumbuh. Demikian pula iklim, letak geografis dan faktor oceanografi sangat menentukan pertumbuhan rumput laut.Permintaan dunia akan rumput laut cenderung semakin meningkat seiring dengan peningkatan kebutuhan bahan baku untuk berbagai kepentingan industri. Pengembangan budidaya rumput laut jenis Euchema telah banyak dilakukan di beberapa wilayah Indonesia. Rumput laut ini merupakan penghasil karaginan yang banyak digunakan sebagai bahan tambahan dalam industri makanan, minuman, farmasi, keramik, tekstil dan kosmetik (Warta Pasar Ikan Agustus, 2003). Lebih lanjut, dari sisi potensi areal budidaya rumput laut, Indonesia memiliki potensi seluas 1,2 juta ha, dengan potensi produksi rumput laut kering rata-rata 16 ton per ha. Apabila seluruh lahan bisa dimanfaatkan maka akan dapat dicapai produksi rumput laut kering sebesar 17.774.400 ton per tahun. (BEI News Maret-April, 2005). Saat ini permintaan rumput laut ke Indoensia sudah mencapai 48 ribu ton rumput laut kering per tahun (World Bank Report, 2006). Berdasarkan data tersebut, maka masih terbuka peluang usaha budidaya dan 18
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 18
6/22/2010 6:35:37 PM
Potensi dan Pemanfaatan Hasil Budidaya Rumput Laut
industri pengolahan rumput laut, tidak terkecuali diwilayah Sukabumi. Komoditas rumput laut sangat potensial dikembangkan di pantai selatan Kabupaten Sukabumi. Komoditas ini juga bisa menjadi penghasilan sampingan para nelayan pada saat hasil tangkapan di laut sedikit. Berdasarkan latar belakang tersebut maka tulisan ini akan mengkaji potensi dan pemanfaatan hasil budidaya rumput laut, masalah dan tantangan budidaya rumput laut, serta peluang pemanfaatan potensi budidaya rumput laut di daerah penelitian.
2.2 Potensi Budidaya Rumput Laut Di Kabupaten Sukabumi, dari hasil kajian Pusat Sumberdaya Pesisir dan Kelautan IPB tahun 2003, menunjukkan bahwa karakteristik oseanografinya memiliki ciri-ciri ombak besar, dan tinggi gelombang dapat mencapai lebih dari 3 m. Arus pantai pada bulan Pebruari sampai Juni bergerak ke arah timur dan bulan Juli hingga Januari bergerak ke arah barat. Pada bulan Pebruari arus pantai mencapai 75 cm/detik kemudian melemah hingga kecepatan 50 cm/detik selama April hingga Juni. Pada kondisi arus sebesar ini budidaya rumput laut masih diperbolehkan. Pada bulan Agustus arus pantai berganti arah ke barat dengan kecepatan 75 cm/detik kemudian menurun hingga kecepatan 50 cm/detik sampai bulan Oktober (IPB,2003). Sementara, dari sumber yang sama menunjukkan bahwa salinitas di perairan ini berkisar antara 32,33‰ – 35,96‰ dengan tingkat tertinggi terjadi pada bulan Agustus, September, dan Oktober, dan terendah terjadi pada bulan Mei, Juni, Juli. Sementara kisaran suhu berkisar antara 27º C-30º C. Sedangkan kondisi kualitas air perairan laut di kabupaten Sukabumi tergolong bagus yang tercermin dari penampakan air. Meskipun demikian di beberapa muara sungai besar perairannya terlihat coklat terutama pada musim hujan. Panjang pantai yang termasuk wilayah Kabupaten Sukabumi adalah 117 km. Dari panjang pantai tersebut yang bisa dimanfaatkan 19
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 19
6/22/2010 6:35:37 PM
Endang Tjitroresmi
untuk budidaya rumput laut kurang lebih 20 % (23,4 km/2340 ha) dengan jarak 1 mil ke laut dari bibir pantai, maka luas potensial untuk budidaya rumput laut adalah sebesar 1404 ha. Dengan potensi lahan seluas ini apabila dimanfaatkan seluruhnya akan menghasilkan rumput laut basah sebesar 62.899, 2 ton sekali panen, dengan harga rumput laut basah sebesar Rp 800/kg, maka potensi pendapatan yang akan diperoleh adalah Rp 50,319 milyar sekali panen. Apabila dalam satu tahun dapat ditanam 4 kali saja maka, pendapatan dari rumput laut di wilayah ini dapat mencapai Rp 200 milyar. Namun potensi perairan seluas itu baru dimanfaatkan kurang dari 1 %nya. Untuk itu masih terbuka peluang pengembangannya seiring dengan meningkatnya permintaan rumput laut untuk berbagai keperluan industri dan makanan serta energi. Di Sukabumi, tidak optimalnya pemanfaatan perairan pantai untuk budidaya rumput laut disebabkan ombak di daerah tertentu yang cukup besar, banyaknya muara sungai sehingga salinitas kurang bagus, dan jalur kapal-kapal nelayan. Dengan demikian yang bisa dimanfaatkan untuk budidaya rumput laut adalah daerah-daerah yang tenang, merupakan daerah teluk, seperti di daerah Kertajaya, Surade, Mandrajaya. Daerah yang pertama kali melakukan budidaya rumput laut adalah wilayah Surade pada tahun 2005, namun daerah ini juga tidak kontinyu menanam karena berbagai kendala, di antaranya modal usaha untuk budidaya ini tergantung dari proyek pemerintah sehingga apabila tidak ada program kegiatan untuk budidaya, maka mereka juga tidak menanam. Padahal bibit pertama sudah dibagikan pada saat proyek pertama kali digulirkan. Dengan demikian sampai saat ini budidaya rumput laut yang benar-benar dari nelayan sendiri untuk menambah pendapatan mereka belum ditemukan di Kabupaten Sukabumi. Lain halnya di beberapa wilayah di Indonesia (Sulawesi Selatan, Bali, NTT, dan NTB) yang sudah sejak lama menekuni budidaya rumput laut. Pada wilayah ini potensi perairan yang ada sudah dimanfaatkan relatif besar sehingga menjadi daerah produsen utama rumput laut nasional.
20
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 20
6/22/2010 6:35:38 PM
Potensi dan Pemanfaatan Hasil Budidaya Rumput Laut
Secara nasional, potensi areal budidaya rumput laut sekitar 1,2 juta hektar. Potensi itu tersebar di 15 provinsi, terbesar di Papua 501.000 hektar, Maluku (206.000 hektar), Sulawesi Tengah (106.300 hektar), Aceh (104.100 hektar), Sulawesi Tenggara (83.000 hektar), dan provinsi lain (110.500 hektar) (DKP, 2007). Namun dari potensi tersebut, baru dimanfaatkan seluas 222.180 ha (20% dari luas potensial). Sementara dari 782 jenis rumput laut Indonesia, hanya 18 jenis dari 5 genus (marga) yang sudah diperdagangkan. Dari kelima marga tersebut hanya genus Euchema dan Gracilaria yang sudah dibudidayakan (Anggadiredja et al 2006). Daerah penghasil rumput laut utama di Indonesia di antaranya, Nusa Tenggara Timur (NTT), Gorontalo, Sulawesi Selatan, dan Bali. Rumput laut yang dihasilkan masyarakat pesisir Pulau Bali sebagian besar diperdagangkan antarpulau dengan tujuan Jawa maupun Sulawesi untuk diproses lebih lanjut sebelum diekspor. Hanya sebagian kecil produksi rumput laut tersebut diolah menjadi makanan ringan siap saji. Padahal jika rumput laut itu dapat diolah lebih lanjut harganya menjadi semakin mahal, sehingga mampu memberikan nilai tambah kepada petani. Di sisi lain, Industri Pengolahan rumput laut yang siap ekspor memerlukan investor yang mampu memanfaatkan po-tensi pengembangan rumput laut hingga pengolahan hasil. Bali memiliki potensi pengembangan rumput laut seluas 800 hektar, di mana baru dimanfaatkan 481 hektar atau 55%. Potensi tersebut tersebar di perairan lima kabupaten yang meliputi Nusa Penida Kabupaten Karangasem, Kabupaten Badung, Buleleng dan Kota Denpasar yang terhimpun dalam 109 kelompok beranggotakan 3.350 petani. Sementara di NTT potensi budidaya rumput laut sangat besar yang tersebar di 16 kabupaten/kota, tetapi sampai kini belum digarap secara optimal untuk peningkatan kemakmuran masyarakat setempat. Hal ini disebabkan terbatasnya akses terhadap sumber daya finansial yang ada, serta rendahnya akses terhadap teknologi dan informasi pasar 21
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 21
6/22/2010 6:35:38 PM
Endang Tjitroresmi
(Rasad, 2006). Dari lahan potensi budidaya rumput laut seluas 10,086 hektar, baru dimanfaatkan 2.014 hektar pada tahun 2005. Padahal, di Nusa Tenggara Timur (NTT) ini komoditas rumput laut sangat cocok ditanam karena berbagai keunggulan yang dimiliki daerah ini, antara lain iklim tropis dan suhu tinggi (sembilan bulan musim kemarau), sehingga pertumbuhan talus rumput laut sangat cepat dan frekwensi tanam makin banyak. Selain itu, perairan pantai juga terlindung oleh gugusan pulau-pulau kecil dan pergerakan arus yang baik, sehingga perairannya subur dan kaya akan nutrisi bagi pertumbuhan rumput laut. Dari segi sumber daya manusia (SDM), jumlah penduduk di desa pantai cukup besar dan potensi penyerapan tenaga kerja pada usaha budidaya rumput laut sangat besar. Per musim tanam, pada lahan seluas 1 ha dibutuhkan tenaga kerja tetap 2 orang yang bekerja penuh selama proses budidaya. Sedangkan tenaga kerja tidak tetap sebanyak 3 orang yang bekerja selama 6 hari secara bergiliran. Sementara di Gorontalo, berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Gorontalo, potensi pengembangan rumput laut meliputi wilayah Pantai Utara dan Pantai Selatan Gorontalo, seluas sekitar 14.250 hektar. Dari potensi tersebut yang sudah dimanfaatkan baru sekitar 1.100 hektar. Sehingga, masih ada sekitar 13.150 hektar potensi pengembangan rumput laut yang tersedia. Dengan potensi yang belum dimanfaatkan tersebut, maka peluang pengembangan rumput laut di Provinsi Gorontalo ini masih terbuka lebar. Untuk pengembangan budidaya rumput laut dalam hal ketersediaan bibit ternyata tidak ada masalah. Hal ini disebabkan gairah masyarakat nelayan untuk mengembangkan budidaya rumput laut dari tahun ke tahun semakin meningkat. Sehingga dari waktu ke waktu jumlah pembudidayaan rumput laut semakin bertambah banyak. Untuk pengembangan rumput laut di Gorontalo terbagi dalam dua model penanaman. Untuk wilayah pantai selatan penanaman dilaksanakan dari Januari-Juli, sedangkan wilayah pantai utara penanaman dilaksanakan dari Juli-Desember. Sehingga ketika di wilayah selatan kekurangan bibit maka dipasok dari wilayah utara, demikian sebaliknya. 22
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 22
6/22/2010 6:35:38 PM
Potensi dan Pemanfaatan Hasil Budidaya Rumput Laut
Selain di NTT dan Gorontalo, rumput laut juga merupakan salah satu komoditas ekspor andalan Propinsi Nusa Tenggara Barat. Selain memiliki potensi areal budidaya yang cukup luas sekitar 5.190 ha, juga karena permintaan pasar komoditas ini cukup baik dan teknologinya relatif mudah diterapkan oleh masyarakat nelayan dengan kondisi sosial ekonomi yang rendah. Budidaya rumput laut di Provinsi Nusa Tenggara Barat telah dimulai sejak tahun 1980-an dengan membudidayakan jenis E. spinosum dengan bibit lokal dan E. Cottoni dengan bibit asal Filipina. Saat ini, sesuai dengan perkembangan pasar yang paling banyak dibudidayakan adalah jenis E.cottoni. Walaupun kegiatan budidaya telah lama ditekuni masyarakat tetapi produktivitas yang dihasilkan masih relatif rendah (Salman, 2007). Lebih lanjut, Sulawesi Selatan, memiliki potensi pengembangan rumput laut pada areal seluas 250.000 hektar di sepanjang 1.973 km garis pantai provinsi ini. Dari 250.000 hektar tersebut, baru sekitar 10-20 persen saja yang dimanfaatkan. Oleh karena itu, masih terbuka peluang besar untuk mengembangkan budidaya rumput laut. Selain di laut, di tambakpun mempunyai potensi yang cukup menjanjikan dengan luas tambak potensial kurang lebih 58.000 hektar. Apalagi dengan adanya kemudahan yang didapatkan masyarakat dari pemerintah, di mana hampir seluruh masyarakat yang berdomisili di pesisir pantai, melakukan kegiatan budidaya. Seperti halnya di Kabupaten Takalar, Jeneponto, Bantaeng, Pangkep, Barru dan lainnya. Tidak salah jika produksi rumput laut di Sulsel mengalami peningkatan yang cukup tajam sejak tahun 2005. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kabupaten Sukabumi sebagai salah satu daerah penghasil rumput laut ternyata baru pada taraf uji coba di beberapa wilayah perairannya. Uji coba ini dilakukan sampai mendapatkan daerah yang benar-benar cocok untuk budidaya rumput laut. Untuk dapat menjadi salah satu produsen rumput laut utama Indonesia masih memerlukan waktu yang panjang. Untuk mempercepat proses adaptasi nelayan menjadi pembudidaya maka 23
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 23
6/22/2010 6:35:38 PM
Endang Tjitroresmi
sebaiknya bekerjasama dengan industri pengolah rumput laut, sebab kalau hanya menunggu proyek dari pemerintah terkadang pencariannya bertepatan dengan iklim yang tidak sesuai untuk kegiatan budidaya.
2.3 Pemanfaatan Hasil Budidaya Rumput Laut Di Kabupaten Sukabumi, budidaya rumput laut sangat potensial dikembangkan di pantai selatan kabupaten ini. Budidaya rumput laut ini juga akan bisa menjadi penghasilan sampingan para nelayan saat hasil tangkapan di laut sedikit. Dua pantai yang paling potensial menjadi media hidup rumput laut adalah Minajaya di Kecamatan Surade dan Ujunggenteng di Kecamatan Ciracap. Di dua wilayah ini, banyak nelayan memanen rumput laut yang tumbuh liar sepanjang pantai sejauh 10 meter hingga 50 meter dari bibir pantai. Di Minajaya dan Ujunggenteng, panjang pantai yang potensial menjadi media budidaya rumput laut bisa mencapai 4 kilometer. Pada tahun 2005, pemerintah melalui kelompok tani mencoba membudidayakan rumput laut jenis Cottonii di daerah ini. Oleh karena daerah ini gelombangnya tinggi, maka proyek dipindah ke Cikembang pada akhir 2006, dan pada tahun 2007 ke Pelabuhan Ratu dan Cisolok. Di Cikembang ini terbentuk 10 kelompok pembudidaya yang masing-masing beranggotakan 10 orang. Pemilihan setiap kelompok didasarkan pada minat dan kedekatan tempat tinggal mereka sehingga memudahkan dalam koordinasi saat perawatan/pemeliharaan. Selain budidaya rumput laut yang baru diperkenalkan kepada mereka, ternyata budidaya laut lainnya telah dilakukan masyarakat nelayan, seperti budidaya kerapu. Budidaya rumput laut di Kecamatan Cisolok menggunakan bibit dari Lampung. Teknis budidaya mereka dapatkan dari hasil studi banding ke luar daerah baik itu ke Bali, Kepulauan Seribu, Lampung maupun daerah sekitar Sukabumi. Mereka yang melakukan studi banding hanya ketua-ketua kelompok, yang kemudian pengetahuan yang mereka peroleh ditularkan kepada anggotanya. Namun ada beberapa daerah yang dapat mencapai hasil yang cukup 24
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 24
6/22/2010 6:35:38 PM
Potensi dan Pemanfaatan Hasil Budidaya Rumput Laut
bagus seperti di Kertajaya yaitu 1 kg bibit dapat menghasilkan 8 kg rumput laut, sementara di Cibanban hanya menghasilkan 3-4 kg dari 1 kg bibit yang ditanam. Di sini juga ada masalah, yaitu adanya gelombang pasang dan kapal-kapal kecil yang mendarat yang mengganggu dan merusak tanaman rumput laut. Kemudian lokasi dipindah lagi ke arah Simpenan, Desa Kertajaya, kemudian ke Ciemas Desa Mandrajaya (Pulau Botor/Pulau Manuk/ Pulau Kunti). Pada Tabel 2.1 terlihat bahwa produksi rumput laut di Kabupaten Sukabumi sebagian besar hanya untuk digunakan sebagai bibit, dan hanya sebagian kecil yang dijual dalam bentuk basah. Hal ini disebabkan pada awal uji coba tahun 2006, tanaman banyak yang hanyut diterjang ombak. Kemudian di tahun kedua, hanya menghasilkan untuk bibit, baru di tahun ketiga petani bisa menjual rumput laut ke pedagang pengumpul. Tabel 2.1 Produksi, Luas areal, dan Jumlah Rumah Tangga Petani Rumput Laut di Kabupaten Sukabumi Tahun 2006-2009 Tahun 2006 2007 2008 2009
Produksi (ton) 20,42 229,00 -
Luas Areal (Ha) 10 12 10
Jumlah RTP 12 101 100
Keterangan Uji coba Menghasilkan benih Dijual dan dikonsumsi Rencana tanam (Juli)
Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan, Kabupaten Sukabumi
Dengan demikian kontribusi rumput laut dari Sukabumi pada tingkat provinsi, (Jawa Barat) belum terlihat apalagi pada tingkat nasional. Produksi rumput laut secara nasional pada tahun 1999 mencapai 133.720 ton yang meningkat menjadi 1.728.475 ton pada tahun 2007. Peningkatan tajam produksi rumput laut ini terjadi sejak tahun 2004, di mana pemerintah gencar-gencarnya menyerukan revitalisasi pertanian termasuk di dalamnya sektor perikanan dan kelautan.
25
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 25
6/22/2010 6:35:38 PM
Endang Tjitroresmi
Rumput laut menjadi salah satu komoditas yang masuk dalam program revitalisasi perikanan dengan pertimbangan: pertama, pasar produk derivatif dalam bentuk food grade dan nonfood grade sangat bervariasi dan permintaan pasar dunia terhadap produk ini cukup tinggi (Anggadiredja, 2007); kedua, penguasaan teknologi budidaya (sistem rakit atau long line) mudah diadopsi oleh pembudidaya (Sukadi, 2007). Berbagai program dan proyek untuk meningkatkan produksi dan produktivitas sektor perikanan dan kelautan digulirkan. Termasuk di dalamnya program peningkatan kesejahteraan nelayan melalui budidaya rumput laut. Selain untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri yang terus meningkat untuk berbagai kepentingan, pasar luar negeri juga cukup menjanjikan dengan terus terjadinya peningkatan permintaan. Hal ini sejalan dengan terus meningkatnya jumlah penduduk dan pertumbuhan industri berbasis rumput laut serta kecenderungan masyarakat dunia untuk kembali kepada produk-produk hasil alam. Pada Tabel 2.2 terlihat bahwa produksi rumput laut dapat dihasilkan dari budidaya di laut maupun di tambak. Sulawesi Selatan merupakan produsen utama rumput laut yang dihasilkan dari budidaya tambak, dan ternyata budidaya di tambak ini kurang mendapat respon dari masyarakat karena nilai jualnya yang jauh lebih rendah dibanding budidaya di laut akibat kualitas yang rendah. Dari produk tambak ini peningkatan tajam terjadi pada tahun 2007.
26
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 26
6/22/2010 6:35:38 PM
Potensi dan Pemanfaatan Hasil Budidaya Rumput Laut
Tabel 2.2 Produksi Rumput Laut Indonesia dari Budidaya Laut dan Tambak, serta Ekspor Komoditas Rumput Laut Tahun 1999-2007 Tahun
Produksi (ton) Budidaya laut
Ekspor (ton)
Tambak
1999
133.720
----
2000
182.937
----
2001
212.478
----
2002
223,080
----
28,560
2003
231.927
----
40,162
2004
397.964
12,606
51,011
2005
866.383
44,253
69,264
2006
1.341.141
33,321
95,588
2007
1.485.654
242,821
94,073
Sumber: Statistik Perikanan Budidaya Indonesia, DKP, Tahun 2008
Sejak tahun 1999, Bali adalah produsen rumput laut terbesar di Indonesia, namun sejak tahun 2005 posisinya digeser Nusa Tenggara Timur sebagai produsen rumput laut terbesar di Indonesia (Tabel 2.3). Di Bali, rumput laut yang dibudidayakan terdiri dari dua jenis, yaitu jenis cottoni dan spinosum. Produksi rumput laut Bali adalah 152.226 ton pada 2007. Jumlah terbesar diperoleh dari Kabupaten Klungkung yang mewilayahi Nusa Lembongan, Nusa Penida, dan Ceningan yaitu 110 ton produksi rumput laut kering per tahun, dari jenis Cottonii dan Spinosum. Setiap minggunya, petani dapat memanen sekitar 500 kilogram rumput laut. Harga rumput laut yang sudah kering di pasaran berkisar antara 3 ribu sampai 4 ribu rupiah per kilogram pada tahun 2006. Pasarnya tidak hanya di dalam negeri tetapi juga diekspor ke berbagai negara, seperti Jepang, Korea Selatan, Hongkong, Cina, Jerman, Spanyol, dan Inggris. Untuk pasar dalam negeri, sebagian besar rumput laut hasil budidaya petani Bali dijual ke pedagang di Surabaya.
27
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 27
6/22/2010 6:35:38 PM
Endang Tjitroresmi
Tabel 2.3 Produksi Budidaya Rumput Laut Menurut Wilayah, Tahun 19992007 (ton) Wilayah Sumatra -Sumut -Riau -Lampung -lainnya
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
287 287 -
597 -588 9
3.004 436 2533 33 2
939 898 39 2
2.588 2569 17 2
1.342 19 1202 121
586 19 433 134
1.095 1062 33
2.762 102 1850 710
-
72 72 -
1.202 2 1200
-
3.756 3756 -
1.103 1084 19
32.363 1831 18 25984 4530 -
15.006 1050 22 2530 10217 1187
17.281 1281 1850 12916 1255
Bali & Nusa Tenggara -Bali -NTB -NTT
112.970
142.041
150.426
170.205
154.141
261.196
469.057
702.844
732.434
91.897 21.073 -
107.162 22.349 12.080
106.083 23.954 20.389
111.875 28.912 29.418
110.564 33.379 10.198
155.985 38.827 66.384
160.955 36.256 271.848
164.687 60.043 478.114
152.226 75.509 504.699
Kalimantan -Kalsel -Kaltim -lainnya
-
207 207 -
453 453 -
502 502 -
513 513 2 -
533 496 7 30
9.503 503 9000
4.117 2.408 1.547 164
23.681 6.058 17.562 42
Sulawesi -Sulut -Gorontalo -Sulbar -Sulteng -Sulsel -Sultra
20.463 5.651 14.812 -
43.348 5.966 13.250 14.912 9.320
55.645 5.995 8.900 13.250 19.158 6.442
51.411 6.087 4.266 13.250 19.366 8.442
72.144 7.997 5.020 14.250 34.991 9.886
131.000 7.323 5.22813.780 20.141 84.528
350.724 7.323 5.642 124.489 201.405 11.864
614.565 6.369 6.112 170.238 994 406.474 24.380
691.478 4.241 7.117 182.036 570 415.727 81.787
Maluku & Papua -Maluku -malut -Papua
-
1.106
1.748
23
14
2.790
4.150
3.516
18.038
-
1000 106 -
1000 748 -
23 -
14 -
2.279 507 4
121 598 3.431
2.845 663 8
16.830 563 645
133.720
187.471
212.478
223.080
233.156
397.964
866.383
1.341.141
1.485.654
Jawa -Jakarta -Jabar -Jateng -Jatim -Banten
Total
Sumber : Statistik Perikanan Budidaya Indonesia-DKP, Tahun 2008
Sementara produksi rumput laut di Sulawesi Selatan pada tahun 2004 baru sekitar 20.141 ton dan tahun 2007 terjadi peningkatan menjadi sekitar 42.000 ton. Dengan melihat perkem-bangan produksi salah satu komoditas ekspor andalan Sulawesi Selatan itu, maka pemda optimis pertumbuhan ekonomi di daerah ini akan semakin membaik dan peluang-peluang usaha dapat lebih dikembangkan lagi. Salah satu contoh di sepanjang pesisir pantai dari Takalar hingga Sinjai, Provinsi Sulawesi Selatan, nyaris tidak ditemukan lagi lokasi penjemuran ikan. Kawasan pantai itu telah berubah menjadi tempat penjemuran rumput laut. 28
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 28
6/22/2010 6:35:38 PM
Potensi dan Pemanfaatan Hasil Budidaya Rumput Laut
Tabel 2.4 Produksi, Nilai Produksi, dan Luas Budidaya Rumput Laut Menurut Wilayah Tahun 2006-2007 Wilayah Sumatra Jawa Bali & Nusa Tenggara Kalimantan Sulawesi Maluku & Papua
Produksi (ton)
Nilai Produksi (Rp juta)
Luas areal (ha)
2006 1.095 15.006 702.844
2007 2.762 17.281 732.434
2006 2007 2.923,4 11.841,3 45.357,6 72.401,9 981.879,9 2.171.081,4
2006 144,7 793,8 8.583,8
2007 1.460,6 1.282,9 14.267,4
4.117 614.585 3.918
23.681 691.478 18.038
9.382,8 838.782,8 3.311,2
404,2 84.140,7 505,3
778,9 65.826,7 864,7
42.416,1 957.344,4 9.544,6
Sumber: Statistik Perikanan Budidaya Indonesia-DKP, Tahun 2008
Di sisi lain, industri rumput laut menunjukkkan perkembangan yang cukup menggembirakan, walaupun produknya masih terbatas pada produk dasar (base products) bukan produk akhir yang langsung dapat dimanfaatkan oleh konsumen. Oleh karena itu, impor akan produk akhir rumput laut berupa senyawa hidrokoloidnya (karagenan, alginat, agar) masih terus berlanjut. Hal ini dikarenakan belum berkembangnya teknologi formulasi untuk menghasilkan produk akhir (end product). Kebutuhan senyawa hidrokoloid dalam negeri maupun luar negeri belum terpenuhi secara optimal. Hal ini tercermin dari masih tingginya impor ketiga hidrokoloid tersebut. Volume impor olahan rumput laut per tahun sekitar 596 ton agar-agar, 200 ton karaginan, dan 1.275 ton alginat (Anggadiredja et al 2006). Jadi prospek industri rumput laut di Indonesia cukup menjanjikan untuk produk akhir yang siap pakai dengan penguasaan teknologi dan pemasaran yang tepat agar mampu meningkatkan ekspor dan mensubstitusi impor. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa produksi rumput laut nasional terus menunjukkan peningkatan setiap tahunnya. Sementara industri pengolahan baru menghasilkan produk dasar belum menghasilkan produk akhir. Lebih lanjut, di Sukabumi karena baru tahap proyek yang diperkenalkan 29
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 29
6/22/2010 6:35:39 PM
Endang Tjitroresmi
sejak akhir tahun 2005, maka hasilnya belum terlihat nyata bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir/nelayan.
2.4 Masalah dan Tantangan Budidaya Rumput Laut Untuk dapat menjadi usaha yang mandiri yang ditekuni masyarakat nelayan/petani dalam pengembangan budidaya rumput laut di Kabupaten Sukabumi masih memerlukan waktu yang panjang. Dari sisi nelayan/pembudidaya sendiri harus siap dalam merubah cara pandang dalam kegiatan usahanya, di mana dari kegiatan tangkapan langsung mendapatkan hasil, dibandingkan usaha yang memerlukan proses dan waktu untuk mendapatkan hasil. Untuk mendukung usaha budidaya tersebut mereka jelas membutuhkan modal yang tidak sedikit. Apabila modal hanya mengandalkan dari proyek pemerintah, maka sering akan mengalami keterlambatan dalam usaha karena iklim yang sudah tidak menunjang lagi. Untuk itu diperlukan dukungan dari swasta dalam penyediaan modal sekaligus menampung hasilnya. Untuk dapat memperoleh harga jual yang tinggi (kering) maka diperlukan sarana dan prasarana. Untuk itu peran pemerintah daerah dalam menyediakan sarana dan prasarana pengolahan pasca panen sangat diperlukan. Demikian pula dalam hal penyuluh yang memberikan arahan dan bimbingan teknis budidaya dan kegiatan pasca penen. Sementara permasalahan yang dihadapi pada usaha budidaya rumput laut secara nasional di antaranya adalah masalah harga jual. Rumput laut, sebagai salah satu komoditas hasil perikanan Indonesia yang sebagian besar diekspor dalam bentuk kering dan produk setengah jadi, sampai saat ini di pasar internasional masih dihargai sangat rendah. Hal ini disebabkan mutunya yang rendah, yaitu kadar air yang belum memenuhi syarat dan kotoran (pasir, garam dan campuran jenis rumput lain) yang masih ada, serta rendahnya rendemen dan kekuatan gel yang dihasilkan. Selain masalah mutu yang rendah, persaingan dengan negara pengekspor lain dan monopoli perdagangan dunia untuk komoditas ini menyebabkan 30
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 30
6/22/2010 6:35:39 PM
Potensi dan Pemanfaatan Hasil Budidaya Rumput Laut
harga rumput laut sering tidak menentu. Seperti Filipina, yang dapat menghasilkan rumput laut berkualitas dengan kekuatan gel mencapai 750 gram per sentimeter persegi. Sedangkan di Indonesia hanya berkisar 200- 235 gram per sentimeter persegi. Artinya, mutu rumput laut di Indonesia masih sangat rendah. Penyebab utama adalah tidak adanya standar mutu sehingga semua pembudidaya dan pembeli tidak mempunyai pegangan standar kualitas yang ditetapkan. Apalagi, bentuk rumput laut yang berusia 30 hari dan 45 hari nyaris tak berbeda. Selain itu, menurut Direktur Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, di Madura Jawa Timur banyak pembudidaya yang setelah memanen, rumput laut itu direndamkan lagi ke dalam air laut selama semalam, baru dikeringkan (www.kompas.com). Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan berat komoditas tersebut. Jika rumput laut yang langsung dikeringkan biasanya dari setiap delapan kilogram basah dihasilkan satu kilogram kering. Sebaliknya, kalau direndam lagi dengan air laut, maka empat kilogram basah mampu menghasilkan satu kilogram kering, sebab kadar garam meningkat. Cara kerja seperti itu menguntungkan pembudidaya, tetapi sangat merugikan industri pengolahan, karena setelah diolah yang dominan adalah kadar garam bukan rumput laut. Setelah diselidiki, kesalahan bukan hanya dilakukan pembudidaya, tetapi juga pembeli. Bahkan, pembeli (eksportir/pedagang pengumpul) yang mewajibkan pembudidaya merendamkan rumput laut ke dalam air laut sebelum dikeringkan. Praktik buruk tersebut dilakukan guna memenuhi kuota penjualan kepada perusahaan pengolahan, baik di dalam maupun di luar negeri. Penampung/pedagang pengumpul biasanya sudah memberi jaminan kepada industri pengolahan guna menyuplai bahan baku rumput laut sekian ton per bulan. Untuk memenuhi kuota segala cara dipakai, termasuk memaksa pembudidaya merendamkan rumput laut ke dalam air laut setelah dipanen. Jika praktik seperti ini dibiarkan terus, otomatis dijadikan senjata bagi pesaing Indonesia guna melakukan kampanye negatif terhadap komoditas rumput laut di pasar dunia.
31
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 31
6/22/2010 6:35:39 PM
Endang Tjitroresmi
Kerugian Indonesia pasti akan lebih besar lagi. Oleh karena itu, harus segera dicegah sedini mungkin. Indonesia hanya kalah dari Filipina, sentra komoditas rumput rumput laut di dunia. Indonesia mampu memproduksi dua juta ton rumput laut basah dalam sebulan. Hanya, sayangnya, kualitas rumput laut Indonesia masih rendah. Penurunan kualitas ini terjadi karena pencemaran laut dan kinerja petani/ pembudidaya. Oleh karena itu, seiring maraknya usaha budidaya rumput laut di Indonesia harus segera diikuti dengan penetapan standar mutu produk. Langkah itu penting, sebab selain praktek perendaman untuk meningkatkan bobot, dalam banyak kasus para pembudidaya memanen komoditas tersebut pada usia 30 hari. Padahal, seharusnya pada usia 45 hari baru boleh dipanen. Akibatnya, kualitas rumput laut selalu rendah dan tidak laku dijual di pasar domestik dan internasional Berikut ini beberapa permasalahan dialami daerah penghasil rumput laut. Di Nusa Tenggara Timur (NTT) dalam kaitannya dengan pengembangan budidaya rumput laut, sudah terdapat 14 kabupaten yang mengembangkan budidaya rumput laut minimal 500 hektar per kawasan. Hanya saja masih diperlukan penguatan modal melalui mekanisme pinjaman modal dengan pola penjaminan pada perbankkan nasional, serta pengembangan mitra usaha dalam rangka pemasaran hasil produksi. Selama ini pembudidaya selalu berhadapan dengan tengkulak yang cenderung menekan harga dengan alasan biaya pengangkutan kapal yang mahal dari daerah penghasil (NTT) ke industri pengolah (Surabaya). Surabaya menjadi salah satu pusat distribusi, perdagangan dan industri pengolahan rumput laut yang sangat penting saat ini, karena pertama perdagangan tradisional rumput laut yang memerlukan sentra distribusi yang tepat waktu dan cepat ke pusat pengolahan di Jakarta dan Surabaya. Kedua, dekat dengan wilayah Indonesia Timur yang merupakan pusat budidaya rumput laut. Di Surabaya dan Jakarta, rumput laut tersebut diolah menjadi produk turunan: refined carragenan, semi refined carragenan (food grade dan pet food), alkali treated chips, atau diekspor dalam bentuk raw dried sea weed. Ekspor raw dried sea weed dalam bentuk chip lebih sering 32
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 32
6/22/2010 6:35:39 PM
Potensi dan Pemanfaatan Hasil Budidaya Rumput Laut
dilakukan karena dengan perlakuan sederhana akan memperoleh nilai tambah yang tinggi dipasar ekspor. Insentif ekspor dalam bentuk chip ini menurut Ma’ruf (2007), didorong oleh harga rumput laut dalam bentuk chip sekitar Rp. 35 ribu per kg, sementara harga rumput laut kering pada tingkat pengolah rata-rata sekitar Rp.5.300 per Kg. Hal itu terjadi karena industri pengolahan, baik setengah jadi maupun jadi hanya beroperasi di Pulau Jawa. Akibatnya, harga rumput laut kering berkualitas terbaik di tingkat pembudidaya (di NTT) dan sekitarnya masih rendah. Hal lain yang diperlukan adalah pendampingan teknis oleh tenaga pendamping baik dalam hal teknologi, kelembagaan, maupun dalam pengembangan kebun bibit dalam rangka penyediaan bibit unggul. Selanjudnya pemerintah perlu mendorong pihak swasta untuk mendirikan industri pengolahan rumput laut di sekitar lokasi produksi guna memutus mata rantai tengkulak dan meningkatkan harga di tingkat pembudidaya. Bahkan, pembudidaya tidak lagi dibebankan biaya transportasi. Lebih penting lagi, pembudidaya akan mengetahui secara transparan kualitas rumput laut seperti apa yang diinginkan industri. Di sisi lain tantangan dan kendala yang dihadapi dalam industri pengolahan rumput lautpun juga cukup banyak. Kendalanya antara lain kualitas bahan baku sering fluktuatif, teknologi formulasi untuk menghasilkan produk siap pakai bagi industri hilirnya belum dikuasai dan berkembang, konsumen yang masih lebih percaya pada produk impor daripada produk dalam negeri, belum terjaminnya kontuinitas dan kualitas produksi dalam negeri sehingga beberapa indusitri dalam negeri tidak mampu memproduksi sesuai kapasitas terpasang. Dengan adanya kendala seperti inilah yang merupakan tantangan bagi industri baru, untuk menentukan strategi yang tepat baik dalam meningkatkan kualitas bahan baku maupun dalam penguasaan teknologi. Selain itu para pembudidaya rumput laut terkadang kurang memperhatikan mutu atau kualitas dari pada rumput laut tersebut, sehingga tidak heran jika ada beberapa rumput laut yang dihasilkan 33
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 33
6/22/2010 6:35:39 PM
Endang Tjitroresmi
mutunya di bawah standar. Ini terjadi karena masyarakat kurang peduli dan terkesan hanya ingin mengejar kecepatan dalam produksi (panen), tapi tidak memperhitungkan mutu atau jangka waktu budidaya yang sesungguhnya. Misalnya, rumput laut yang ditanam tersebut belum sampai waktunya untuk dipanen, tapi mereka sudah memanennya karena hanya mengejar profit, sehingga kandungan atau kadarnya kurang baik tapi tetap mereka melakukan panen tanpa bisa menunggu batas waktu yang ditentukan. Bisa dibayangkan, rumput laut jenis Euchema cottonii kering yang dibudiayakan di laut harganya mencapai Rp 11.000-12.000 per kilogramnya, sehingga ini yang membuat masyarakat tergiur oleh harga yang melambung tinggi itu. Sedangkan jenis Gracilaria yang dibudidayakan di dalam tambak, harganya tidak terlalu bagus, bahkan hanya mencapai Rp 3.500 - 5.000 per kg sehingga masyarakat kurang ingin melakukan budidaya tersebut. Euchema cottonii yang lagi naik harganya, membuat masyarakat berlomba-lomba membudidayakannya, sehingga tidak heran jika pesisir pantai (laut) telah dikapling-kapling oleh masyarakat demi untuk mencari tempat budidaya. Akibat pengkaplingan laut ini nyaris menimbulkan konflik di antara masyarakat karena mengganggu nelayan yang melakukan penangkapan ikan di laut akibat tidak ada laginya tempat atau tambatan bagi perahu mereka. Chili merupakan saingan berat Indonesia dalam menghasilkan rumput laut. Negara ini dikenal sebagai produsen rumput laut yang berkualitas. Meskipun Indonesia sudah memasuki pasar dunia, namun apabila kualitas rumput laut yang dihasilkan tidak terjaga sesuai dengan standar internasional maka kemungkinan konsumen akan beralih ke produsen negara lain akan terjadi. Oleh karena itu kebijakan yang ingin mengembangkan budidaya rumput laut melalui sosialisasi dan uji coba ke masyarakat adalah salah satu langkah yang positif untuk memaksimalkan potensi perairan yang ada. Namun apabila hal ini diikuti seluruh masyarakat peisisr tanpa terkendali maka produksi akan melimpah sementara 34
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 34
6/22/2010 6:35:39 PM
Potensi dan Pemanfaatan Hasil Budidaya Rumput Laut
industri pengolahan belum menunjang untuk pengolahan lebih lanjut, maka harga akan jatuh yang akan membuat frustasi masyarakat bahkan mereka akan meninggalkan budidaya tersebut. Apalagi masyarakat kita yang gemar mengikuti keberhasilan orang lain tanpa berpikir panjang, misalnya saja melihat orang lain melakukan budidaya dan berhasil, maka tanpa ada perintah mereka berlomba melakukan hal yang sama, sehingga dalam waktu tidak terlalu lama akan terjadi produksi yang melimpah dan ini bisa menyebabkan harga anjlok akibat tidak adanya pasar yang bisa menampung. Mengantisipasi kenyataan ini, maka diperlukan langkahlangkah bagi penentu kebijakan dalam mengantisipasi sedini mungkin hal-hal yang dapat menyengsarakan petani rumput laut, karena kebiasaannya bila harga telanjur jatuh, maka tidak bisa lagi dipulihkan atau dikembalikan, sehingga masyarakat juga yang megalami kerugian, baik materil maupun tenaga. Di sinilah tantangan yang berat bagi penentu kebijakan dalam memberdayakan masyarakat ke arah yang lebih baik. Meskipun niatnya bagus, namun apabila itu semua dikerjakan, maka suatu saat hasil produksi akan berlimpah dan ini bisa membawa malapetaka bagi masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, langkah-langkah atau jurus-jurus strategis harus dicarikan sebelum harga rumput laut yang sekarang ini mencapai Rp 12.000 per kg jatuh seperti beberapa komoditas sebelumnya (cengkeh, lada, vanila, dan coklat). Ini merupakan sebuah tantangan yang harus diantisipasi mengingat gejolak perekonomian yang kian tidak menentu, sehingga bisa menimbulkan berbagai persoalan baru bila hal itu terjadi. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa berbagai permasalahan timbul dalam budidaya rumput laut, di antaranya masalah modal, bibit, kurang berperannya penyuluh lapangan, dan pemasaran. Di beberapa daerah peran tengkulak masih dominan (Sulawesi Selatan dan NTT) sehingga pembudidaya kurang mendapat harga jual yang baik. Di samping itu industri pengolahan yang jauh dari lokasi pembudidaya memerlukan biaya transportasi yang tinggi 35
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 35
6/22/2010 6:35:39 PM
Endang Tjitroresmi
sehingga mengurangi keuntungan pembudidaya. Di Sukabumi, karena produksi baru sedikit dan pedagang rumput laut siap membeli, sehingga tidak mengalami kesulitan dalam penjualannya.
2.5 Peluang Pemanfaatan Potensi Budidaya Rumput Laut Budidaya rumput laut yang pada umumnya dapat dilakukan oleh para pembudidaya/nelayan dalam pengembangannya memerlukan keterpaduan unsur-unsur subsistem, mulai dari penyediaan input produksi, budidaya sampai ke pemasaran hasil. Keterpaduan tersebut menuntut adanya kerjasama antara pihak-pihak yang terkait dalam bentuk kemitraan usaha yang ideal antara petani/usaha kecil yang pada umumnya berada di pihak produksi dengan pengusaha besar yang umumnya berada di pihak yang menguasai pengolahan dan pemasaran. Dalam pengembangan rumput laut, beberapa hal menjadi pertimbangan utama di antaranya adalah peluang ekspor terbuka luas, harga relatif stabil, belum ada quota perdagangan bagi rumput laut; teknologi pembudidayaannya sederhana, sehingga mudah dikuasai; siklus pembudidayaannya relatif singkat, sehingga cepat memberikan keuntungan; kebutuhan modal relatif kecil; merupakan komoditas yang tak tergantikan, karena tidak ada produk sintetisnya; usaha pembudidayaan rumput laut tergolong usaha yang padat karya, sehingga mampu menyerap tenaga kerja. Dengan berbagai keunggulan dan manfaat tersebut maka dengan potensi lahan budidaya yang masih cukup luas tersebut pengembangan budidaya rumput laut masih terbuka lebar, termasuk di dalamnya wilayah Kabupaten Sukabumi. Kondisi perairan di Kabupaten Sukabumi sangat memungkinkan untuk dilakukan usaha budidaya rumput laut, karena memiliki kejernihan air, salinitas, temperatur, nutrisi, dan kecepatan arus yang cocok untuk kehidupan rumput laut. Namun sayangnya pengembangan rumput laut di wilayah Kabupaten Sukabumi masih berorientasi proyek dan baru diperkenalkan pada akhir tahun 2005, dan belum merupakan 36
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 36
6/22/2010 6:35:39 PM
Potensi dan Pemanfaatan Hasil Budidaya Rumput Laut
usaha mandiri dari para nelayan/petani rumput laut. Dengan demikian belum terlihat secara nyata dampaknya terhadap peningkatan pendapatan dan kesejahteraan nelayan. Oleh karena bersifat proyek maka luas areal potensial yang dimanfaatkan juga masih terbatas, dan dengan demikian nelayan yang terlibat juga masih terbatas. Selain itu, produksi yang dihasilkan baru sebatas untuk bibit dan tidak banyak yang dijual. Perlu waktu untuk beradaptasi bagi pembudidaya yang berasal dari nelayan dibanding pola kerja yang langsung mengambil ikan tanpa melalui proses budidaya dan pemeliharaan menjadi pembudidaya yang memerlukan waktu untuk persiapan, budidaya, pemeliharaan, hingga pemanenan. Pengetahuan dan ketrampilan pembudidaya dalam menghasilkan rumput laut yang berkualitas masih belum memadai karena hanya beberapa orang/ketua kelompok yang magang ke daerah lain untuk mempelajari teknik budidaya rumput laut yang sesuai dengan kondisi lingkungan, biaya dan sarana prasarana yang dimiliki. Untuk pengembangan budidaya rumput laut di Kabupaten Sukabumi sehingga menjadi usaha nelayan/petani secara mandiri, masih memerlukan waktu yang panjang dan beberapa langkah harus ditempuh. Uji coba hendaknya terus dilakukan di berbagai wilayah di perairan tersebut sehingga tercapai produksi dan produktivitas yang ideal. Perlu dipersiapkan sarana dan prasarana pendukung budidaya maupun kegiatan pasca panen dan pengolahannya. Demikian juga kelembagaan yang menaungi pembudidaya rumput laut baik dalam hal kebutuhan sarana produksi, proses produksi, maupun pemasarannya sehingga tidak terjerat oleh pemodal/ tengkulak yang cenderung merugikan. Untuk itu diperlukan suatu lembaga keuangan mikro yang mampu menyediakan modal bagi kepentingan usaha budidaya rumput laut. Selain itu peran pemerintah dalam membina petani rumput laut melalui penyuluhan, teknik budidaya, maupun cara pengolahan lebih lanjut sangat diperlukan.
37
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 37
6/22/2010 6:35:40 PM
Endang Tjitroresmi
Sebagai gambaran, hasil dari pemanfaatan perairan laut untuk budidaya rumput laut dengan kasus di Nusa Tenggara Timur (NTT). Secara ekonomi usaha budidaya rumput laut di NTT tersebut menggunakan asumsi-asumsi analisis kelayakan sebagai berikut: untuk budidaya rumput laut 250 rakit apung ukuran 7x7 m oleh satu kelompok yang terdiri dari 5 orang petani plasma. Setiap rakit terdapat 500 titik tanaman rumput laut kali 250 rakit sama dengan 125.000 tanaman. Masa produksi sekitar 45 hari, di mana setiap titik tanaman akan menghasilkan 0,8 kg rumput laut basah sehingga total produksi untuk satu periode (45 hari) 100.000 kg rumput laut basah. Frekuensi produksi dalam satu tahun 6 kali, maka jumlah produksi rumput laut satu tahun 6x100.000 kg adalah 600.000 kg rumput laut basah atau 60.000 kg rumput laut kering asalan dengan rendemen sebesar 10 % dengan kadar air 30 %. Harga jual rumput laut kering di tingkat petani adalah Rp 4.000,- per kg, maka penghasilan kotor sebesar Rp 240.000.000/tahun. Investasi budidaya rumput laut untuk 250 rakit apung relatif besar yakni Rp 148.175.000 per tahun. Jumlah ini terdiri dari investasi yang akan digunakan untuk membiayai sarana (bambu, tali nilon, tali rapia, tali jangkar, jangkar, bibit, alat penjemuran, dan pondok tunggu) adalah Rp 72.875.000,- biaya tenaga kerja (pembuatan rakit, pengikatan bibit, merajut tali gantungan, memasang setting di laut, pemeliharaan tanaman, biaya operasi perahu, biaya panen, dan pasca panen) sebesar Rp 67.800.000; dan biaya perahu Rp 7.500.000,- (http://ikamania.wordpress.com/category(bisnis). Dari usaha budidaya rumput laut tersebut, petani/pembudidaya memperoleh pendapatan bersih sebesar Rp 91.825.000,- untuk 5 orang atau dengan rata-rata penghasilan mereka sebesar Rp 18.360.000,- per tahun. Dari wawancara dengan nelayan/pembudidaya rumput laut di Kabupaten Sukabumi, diketahui bahwa usaha budidaya rumput yang mereka lakukan adalah berkat bantuan dari pengusaha/pemilik modal. Dari usaha budidaya rumput laut oleh nelayan/pembudidaya tersebut, dilakukan analisis ekonomi dengan asumsi-asumsi sebagai berikut: Luas usaha budidaya rumput laut untuk setiap anggota kelompok 1.250 m2 (25 x 50m). Bibit untuk setiap 1 m2 adalah 1,6 kg (1,6x1.250) 38
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 38
6/22/2010 6:35:40 PM
Potensi dan Pemanfaatan Hasil Budidaya Rumput Laut
= 2.000 kg. Harga bibit Rp 3.000/kg maka total biaya bibit adalah Rp 6.000.000,-(2.000 x Rp 3.000). Modal yang diberikan pengusaha sebesar Rp 1,5 juta yang digunakan untuk membuat petakan tanaman dengan tambang, tali pengikat, jangkar, dan pelampung. Jumlah modal untuk mengusahakan 1.250 m2 rumput laut di luar upah tenaga kerja adalah Rp 7.500.000 (Rp 6.000.000 + Rp 1.500.000). Hasil usaha budidaya rumput laut satu kali panen (45 hari) adalah 8x2.000 kg = 16.000 kg rumput laut basah. Penerimaan kotor 16.000 x Rp 800,- = Rp 12.800.000,- Penghasilan pembudidaya/nelayan sekali panen (45 hari) adalah Rp 12.800.000 – Rp 7.500.000,- = Rp 5.300.000,- Penerimaan kotor dari mengusahakan 1 Ha rumput laut untuk satu kali panen (45 hari) adalah 10.000 : 1.250 x Rp 5.300.000 = Rp 42.400.000,- dengan asumsi faktor lingkungan dan harga tidak berubah. Dengan demikian, apabila 10 % saja (140,4 Ha) dari potensi perairan laut Kabupaten Sukabumi dapat dimanfaatkan untuk budidaya rumput laut, maka akan diperoleh penghasilan yang sangat menjanjikan, yakni untuk sekali panen 140,4 x Rp 42.400.000 = Rp 5.952.960.000,- Padahal panen rumput laut dapat dilakukan minimal empat kali, di mana hasil setiap kali panen, sebagian dijual dan sebagian lagi digunakan untuk bibit. Dengan asumsi pemanfaatan potensi perairan laut untuk budidaya rumput dengan hasil yang begitu besar, berbagai keterbatasan haruslah dapat diatasi. Karena itu untuk pengembangan budidaya rumput laut di Kabupaten Sukabumi ke depan, diperlukan langkah-langkah kebijakan, seperti penyediaan modal yang murah melalui lembaga keuangan mikro atau koperasi. Dengan keterbatasan penerapan alih teknologi budidaya rumput laut maka untuk meningkatkan produktvitas hasil panen yang berkualitas diperlukan penyuluhan lebih lanjut melalui percontohan, pelatihan, dan magang. Untuk itu diperlukan SDM yang terlatih melalui pendidikan dan pelatihan terstruktur sesuai segmen budidaya yang diminati pembudidaya rumput laut. Kurangnya pelaku usaha yang berperan sebagai pelaku pemasaran produksi rumput laut pada tingkat lokal sehingga harga rumput laut masih di bawah standar yang dapat mempengaruhi kemauan 39
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 39
6/22/2010 6:35:40 PM
Endang Tjitroresmi
pembudidaya untuk melaksanakan kegiatan budidaya rumput laut. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa meskipun usaha budidaya rumput oleh nelayan/pembudidaya menghadapi masalah dan tantangan karena berbagai keterbatasan (seperti teknik budidaya, modal, dan pemasaran), namun mengingat hasil yang begitu besar dari pemanfaatan perairan laut untuk budidaya rumput laut merupakan peluang dan tantangan bagi pemerintah Kabupaten Sukabumi untuk mengembangkannya. Upaya ini dapat dilakukan dengan berbagai kebijakan yang mendukung usaha budidaya rumput laut secara berkelanjutan.
2.6 Penutup Rumput laut merupakan komoditas yang mudah dibudidayakan di berbagai wilayah Indonesia tanpa terkecuali wilayah Kabupaten Sukabumi. Dari potensi perairan yang ada ternyata baru dimanfaatkan sekitar 1 %nya. Permintaan dunia akan rumput laut yang terus meningkat mengindikasikan adanya potensi dan peluang pasar yang besar. Potensi ini bisa dimanfaatkan karena ketersediaan sumber daya manusia, dan kemudahan penerapan teknik budidaya rumput laut serta biaya yang relatip murah apabila dibanding budidaya laut lainnya. Sebagai negara kepulauan, maka pengembangan rumput laut di Indonesia dapat dilakukan secara luas oleh para petani/nelayan. Namun adanya permasalahan dalam pembudidayaan rumput laut, seperti pengadaan benih, teknik budidaya, pengolahan pasca panen dan pemasarannya, maka untuk pengembangan usaha budidaya rumput laut ini para petani/nelayan perlu melakukan kerjasama dengan pengusaha besar rumput laut dengan pola PKT (Proyek Kemitraan Terpadu). Permasalahan lain adalah belum terjadinya pergeseran persepsi nelayan terhadap usaha budidaya rumput laut dari usaha sampingan menjadi usaha pokok. Selain itu skala usaha belum bisa ditentukan mengingat masih bersifat proyek bukan usaha mandiri.
40
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 40
6/22/2010 6:35:40 PM
Potensi dan Pemanfaatan Hasil Budidaya Rumput Laut
Lebih lanjut diupayakan agar industri pengolahan dekat dengan pembudidaya, sehingga pembudidaya mengetahui secara langsung kualitas yang dibutuhkan perusahaan. Hal ini dilakukan juga untuk memperkuat posisi tawar pembudidaya yang selama ini sangat tergantung pada pedagang pengumpul/tengkulak baik pada saat melakukan proses produksi maupun saat pemasaran. Oleh karena itu perlu ada kelembagaan yang menangani masalah sarana produksi, produksi, dan pemasaran, termasuk di dalamnya lembaga yang menagani permodalan. Masih banyak pengembangan rumput laut di daerah-daerah hanya berdasarkan proyek, sehingga pada saat proyek tidak berjalan karena tidak ada dana maka usaha budidaya juga terhenti (mandeg). Hal ini merupakan tantangan bagi pemerintah untuk dapat menciptakan sistem budidaya yang berkelanjutan dan mensinergikan seluruh usaha dari hulu hingga hilir, sehingga temu usaha dan pembudidaya yang selama ini telah dilakukan pemerintah dapat berjalan sesuai rencana dan berkelanjutan. Selain itu pemilihan lokasi untuk budidaya hendaknya didahului dengan penelitian yang mendalam tentang kecocokan dan keabsahan status lahan. Demikian juga peran penyuluh lapangan dalam menerapkan teknologi yang tepat untuk suatu wilayah guna meningkatkan produktivitas juga sangat diperlukan. Lebih lanjut, pengembangan budidaya rumput laut yang melibatkan nelayan memerlukan adaptasi yang cukup lama dari pola usaha yang lanngsung mendapatkan hasil tangkapan dengan pola yang memerlukan investasi, dan proses produksi. Untuk itu jiwa kewirausahaan (entrepenuership) sangat diper-lukan dalam pengembangan usaha. Untuk meningkatkan daya saing dan produktivitas dalam pengembangan industri rumput laut maka ketersediaan bibit unggul secara kontinyu sangat diperlukan, demikian pula peningakatan kemampuan dan ketrampilan pembudidaya untuk menghasilkan produk dengan kualitas yang memenuhi kebutuhan pasar global.
41
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 41
6/22/2010 6:35:40 PM
Endang Tjitroresmi
DAFTAR PUSTAKA
ADB, 2006. Project Number 35183 Proposed Loan Republic of Indonesia Sustainable Aquaculture Development for Food Security and Poverty Reduction Project. Asian Development Bank (ADB) Report and Recommendition of President to the Board of Director Angka, S. L. dan Suhartono, M. T. 2000. Bioteknologi Hasil- Hasil Laut. Bogor : PKSPL IPB. Anggadiredja, J. T., Zatnika, A., Purwoto, H. dan Istini, S. 2006. Rumput Laut. Jakarta : Penebar Swadaya BEI. News, 2005. Industri Perikanan Masih Kaya Protein. Edisi 25 Tahun V, Maret-April 2005 BPPT, 2006. Rumput Laut Alternatif Yang Menguntungkan. Kedai Iptek PKT-BPPT www.bppt.go.id/iptek Clarke, R. and M. Beveridge. 1989. Off ShoreFfish Farming. Infofish International, 3 (89) : 12 – 15. Dahuri, R. 2003. Paradigma Baru Pembangunan Indonesia Berbasis Kelautan. Orasi Ilmiah : Guru Besar Tetap Bidang Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Lautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. DKP, 2005. Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (RPPK) III-2, DKP DKP, 2007. Dari Segenggam Rumput Laut Mendulang Rupiah Melalui Aplikasi Teknologi
42
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 42
6/22/2010 6:35:40 PM
Potensi dan Pemanfaatan Hasil Budidaya Rumput Laut
Food and Agricultural Organization of the United Nations (FAO) 2006. State of World Aquaculture 2006, FAO Fisheries Technical Paper No. 500 (FAO Rome), 162 pp, FAO/WB Study. Food and Agricultural Organization of the United Nations (FAO),2007. Food Outlook 2007 Honma, A. 1993. Aquaculture in Japan. Japan FAO Association. Baji Chikusan-Kaikan, 1-2 Kanda Surugadai, CVhiyoda-Ku, Japan. Ismaradji Iskandar, 2006. Dukungan Prasarana Dalam Rangka Revitalisasi Rumput Laut. Forum Rumput Laut, Bali. Dirjen Perikanan Budidaya, DKP IPB, 2003. Kajian Kerusakan Kawasan Penyangga Teluk Pelabuhan Ratu Kabupaten Sukabumi. Laporan Akhir. Kerjasama Antara Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Sukabumi dan Pusat Kajian Sumber Daya Peisisir dan Lautan IPB Jaya Swastika, 2006. ”Peranan National Seaweed Centre Dalam Rangka Penyediaan Bibit Untuk Mendukung Program Revitalisasi Budidaya Rumput Laut” Forum Rumput Laut, Bali, Dirjen Perikanan Budidaya, DKP Jusuf, G.D.H. dan V.P.H. Nikijuluw. 1999. Arah kebijaksanaan dan strategi diseminasi teknologi dan penelitian budidaya laut dan pantai dalam A. Sudrajat, E. S.Heruwati, J. Widodo dan A. Poernomo (Penyunting). Prosiding Seminar Nasional Penelitian dan Diseminasi Teknologi Budidaya laut dan Pantai di Jakarta Tanggal 2 Desember 1999. Badan Litbang Pertanian, Puslitbang Perikanan bekerjasama dengan JICA Lee, C.S. 1997. Constraints and Government Intervention for the Development of Aquaculture in Developing Countries. Aquaculture Economics and Managements, 1(1) : 65 – 71.
43
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 43
6/22/2010 6:35:40 PM
Endang Tjitroresmi
Rasad, 2006. Strategi dan Pengalaman Pengembangan Rantai Nilai Rumput Laut di Desa Kewangko. Dalam prosiding seminar regional “Realita, Tantangan dan inovasi daerah mengurangi kemiskinan emlalui pengembangan ekonomi local. GTZ-Good Local Governance bekerjasama dengan Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Transform. Mataram. Hal 42-51 Suhendar Sulaeman, 2006. Pengembangan Agribisnis Komoditas Rumput Laut Melalui Model Kluster. Infokop No; 28 tahun XXII, 2006 Salman, 2007. Gerakan Pengembangan Budidaya Rumput laut Menuju Masyarakat Dompu Yang Maju dan Beriman (Gerbang darul Mutakin). Materi Persentasi dalam “Debat Akhir Tahun” diselenggarakan pada tanggal 8 Desember 2007, Dompu. World Bank, 2006. Project Number 35183 November 2006. Proposed Loan Republic of Indonesia Sustainable Aquaculture Development for Food Security and Poverty Reduction Project Warta Pasar Ikan , Agustus 2003 http://64.203.71.11/kompas-cetak/0512/09/ekonomi/2274100.htm Jangan Abaikan Mutu Rumput Laut. diakses 8 februari 2008
44
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 44
6/22/2010 6:35:40 PM
Perdagangan Komoditas Rumput Laut
BAB 3 PERDAGANGAN KOMODITAS RUMPUT LAUT Mochammad Nadjib
3.1 Pendahuluan Indonesia memiliki potensi wilayah pesisir dan lautan yang cukup kaya dengan perairannya relatif subur. Kondisi perairannya yang relatif subur, tentu saja mencerminkan potensi hasil laut yang dikandungnya cukup tinggi1. Di antara potensi hasil laut Indonesia, salah satu komoditas sumber daya laut yang bernilai ekonomi cukup tinggi adalah rumput laut. Rumput laut (sea weed) sudah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia, terutama yang tinggal di daerah pesisir. Berbagai pemanfaatan rumput laut antara lain untuk bahan makanan, obatobatan dan bahan baku industri. Sasaran pengembangan areal budidaya rumput laut di Indonesia pada tahun 2005 adalah seluas 11.985 ha dan pada tahun 2009 diperkirakan akan menjadi 25.000 ha (Ditjen Budidaya Perikanan DKP, 2007). Ada banyak jenis rumput laut yang tersebar di dunia, akan tetapi yang relatif ekonomis dapat dikembangkan di perairan Indonesia hanya sebanyak empat jenis yaitu jenis Gracilaria, Gelidium, Hypnea dan Eucheuma2 (Zatnika, 1999). Meskipun demikian hanya jenis Gracilaria dan Eucheuma yang paling banyak dibudidayakan di Indonesia. Jenis Eucheuma dibudidayakan di perairan pantai, sedangkan Gracilaria dapat dibudidayakan di tambak (Prabowa dan Farchan, 2008). Lokasi budidaya rumput laut adalah areal perairan yang memiliki kesesuaian dengan persyaratan lingkungan bagi kebutuhan biologis tumbuhan ini, yang menyebabkannya dapat hidup dan tumbuh secara optimal. Areal pantai yang potensial untuk 1 2
Potensi dan kekayaan wilayah pesisir dan lautan Indonesia dapat dilihat pada tulisan Bab I. Pemanfaatan jenis rumput laut telah diuraikan pada Bab I
45
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 45
6/22/2010 6:35:40 PM
Mochammad Nadjib
pengembangan rumput laut jenis Eucheuma adalah perairan laut yang berjarak sekitar 5 km dari pantai, relatif bersih dari limbah dengan ombak yang rata-rata tenang, lokasinya terlindung dari pengaruh angin dan gelombang yang besar. Tipologi semacam ini memungkinkan areal sekitar teluk atau perairan terbuka tetapi terlindung oleh adanya pulau di depannya relatif paling sesuai untuk menanam rumput laut. Rumput laut merupakan salah satu komoditas yang masuk dalam program revitalisasi perikanan pada Departemen Kelautan dan Perikanan. Dua alasan penting rumput laut tersebut menjadi salah satu pilihan utama adalah pertama, pasar produk derivatif dalam bentuk food grade dan non food grade sangat bervariasi dan permintaan pasar dunia terhadap produk ini cukup tinggi (Anggadiredja, 2007). Kedua, penguasaan teknologi budidaya (sistem rakit atau long line) relatif mudah diadopsi oleh para pembudidaya rumput laut (Sukadi, 2007). Sebagai komoditas komersial, bisnis rumput laut telah dan terus berkembang sampai saat ini pada banyak lokasi di Indonesia, seperti di Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur dan Gorontalo. Rumput laut Indonesia sebagian besar diekspor dalam bentuk kering (raw material) dan sebagian lagi untuk memenuhi kebutuhan perusahaan untuk dijadikan agaragar serta dikonsumsi langsung oleh masyarakat sebagai sayuran, di samping sebagai bahan baku industri dalam bentuk karagenan dan alginat. Peningkatan produksi rumput laut dalam negeri cenderung diikuti dengan kenaikan jumlah ekspor, meskipun demikian seringkali tidak diikuti oleh kenaikan harga di sentra-sentra produksi. Selain daripada itu nilai ekspor yang dinikmati eksportir dalam negeri masih sangat rendah dibandingkan dengan harga rumput laut di pasar internasional. Dalam hal ini faktor kualitas dan juga rantai pemasaran yang terlalu panjang sangat mempengaruhi penyebab kenapa harga yang diterima pemetik sangat rendah. Di pasar domestik rata-rata perdagangan komoditas rumput laut lebih banyak dalam bentuk kering. Hal ini dikarenakan hanya produk 46
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 46
6/22/2010 6:35:41 PM
Perdagangan Komoditas Rumput Laut
rumput laut kering yang dapat diproses menjadi berbagai produk turunan alginat. Meskipun demikian di beberapa daerah dikenal pula sistem perdagangan rumput laut dalam bentuk basah. Pembudidaya rumput laut tidak mengeringkannya terlebih dulu setelah panen, akan tetapi dari hasil panenan lang-sung dijual dalam kondisi basah. Kenyataan ini sangat tidak menguntungkan pembudidaya rumput laut, karena harga akan ditekan serendah mungkin oleh tengkulak yang membeli hasil panenan tersebut. Hal ini dikarenakan pabrik pengolahan hanya bersedia menerima produk rumput laut dalam keadaan kering, karena belum berkembangnya industri pengolahan rumput laut basah yang dapat diproses menjadi berbagai produk turunan alginat. Selain itu, pasar domestik tidak memiliki stándar mutu perdagangan rumput laut basah, yang ada di pasaran adalah rumput laut kering dengan stándar yang tidak sama. Di antara standar perdagangan yang dikenal adalah standar Gorontalo, Sumenep, Bali dan lain-lain. Adanya varian mutu yang berbeda-beda ini menyulitkan industri pengolahan lokal, karena biaya pengolahannya semakin meningkat. Pada tingkat pedagang besar mutu rumput laut kering ditentukan secara visual, termasuk dalam menilai kandungan kadar air (Zatnika, 2000). Di pasar domestik, Surabaya dan Jakarta dikenal sebagai salah satu pusat distribusi, perdagangan dan industri pengo-lahan rumput laut yang cukup penting. Pentingnya kedua kota tersebut adalah pertama, perdagangan tradisional rumput laut memerlukan sentra distribusi yang tepat waktu dan cepat ke pusat pengolahan di Jakarta dan Surabaya. Kedua, Surabaya dekat dengan wilayah Indonesia Timur yang merupakan pusat budidaya rumput laut yang cukup penting. Di Surabaya dan Jakarta, rumput laut tersebut diolah menjadi produk turunannya dan diekspor dalam bentuk raw dried sea weed yang berbentuk chip. Ekspor rumput laut dalam bentuk chip lebih sering dilakukan karena dengan perlakuan sederhana akan memperoleh nilai tambah yang tinggi di pasar ekspor.
47
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 47
6/22/2010 6:35:41 PM
Mochammad Nadjib
Pelabuhan Ratu selama ini dikenal sebagai salah satu sentra produksi ikan yang cukup terkenal untuk pesisir Jawa Barat bagian selatan. Jenis ikan yang memiliki nilai ekonomi tinggi didaratkan di Pelabuhan Ratu, di antaranya adalah marlin (jangilus), tuna, tongkol dan layur (Nadjib eds.. 2007). Pada tahun 2005 di Pelabuhan Ratu mulai diperkenalkan sub sektor budidaya hasil laut oleh Dinas Perikanan dan Kelautan setempat. Budidaya yang diperkenalkan adalah pemeliharaan lobster, ikan kerapu dan rumput laut. Budidaya rumput laut sejak diperkenalkan pada tahun 2005 menunjukkan perkembangan yang cukup baik dibandingkan dua komoditas lainnya. Perkembangan yang baik di daerah ini dikarenakan adanya intervensi pemerintah untuk mengembangkan industri rumput laut yang cukup besar. Peran pemerintah itu dimaksudkan untuk membuka lapangan kerja serta meningkatkan pendapatan dan devisa negara dari hasil ekspor komoditas tersebut. Rumput laut yang berkembang di daerah ini adalah jenis Eucheuma cottini dengan sentra-sentra pengembangannya di sekitar Teluk Pelabuhan Ratu, Surade, Cikembang, Teluk Botar dan Kertajaya, Simpenan. Meskipun daerah penyebarannya sudah cukup luas, akan tetapi volume yang dihasilkannya relatif masih kecil. Hal ini dikarenakan bagi masyarakat setempat, menanam rumput laut masih sebatas pekerjaan sampingan kalau hasil penangkapan ikan sedang jelek. Dengan demikian di sekitar Pelabuhan Ratu, rata-rata pembudidaya rumput laut berperan pula sebagai nelayan penangkap ikan. Tulisan ini mengupas permasalahan dinamika dan perdagangan rumput laut pada masyarakat di Pelabuhan Ratu. Tulisan ini didasarkan pada hasil survey yang dilaksanakan pada bulan Juli 2009, untuk melihat optimalisasi pemanfaatan ekonomi pada sumberdaya ekonomi laut. Beberapa aspek yang dibahas dalam penelitian ini adalah karakteristik perdagangan rumput laut, rantai pemasaran, marjin pemasaran dan resiko pedagang serta memberi alternatif rekomendasi kepada pemerintah jika pemerintah akan berperan dalam industri rumput laut. Kajian tidak hanya terfokus pada pembudidaya rumput laut di Pelabuhan Ratu semata, akan 48
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 48
6/22/2010 6:35:41 PM
Perdagangan Komoditas Rumput Laut
tetapi juga disandingkan dengan persoalan-persoalan daerah lain bahkan dengan permasalahan makro. Narasumber yang diwawancara adalah mereka yang terkait dengan bisnis rumput laut, seperti pembudidaya dan pedagang di level daerah setempat. Melalui metode snow ball dapat dirangkai potensi dan permasalahan yang berkaitan dengan perdagangan komoditas rumput laut.
3.2 Perdagangan Rumput Laut 3.2.1 Pasar Lokal Rantai pemasaran rumput laut mulai dari pemetik sampai eksportir di beberapa daerah di Indonesia pada umumnya relatif sama. Hal ini dikarenakan sampai saat ini pengelolaan rumput laut yang dilakukan oleh nelayan merupakan usaha sambilan yang diperoleh dari hasil panen langsung dari alam atau membudidayakan pada saat senggang. Produsen menjual rumput laut hasil panenan dari alam atau hasil budidaya kepada pedagang lokal, oleh pedagang lokal kemudian dijual lagi kepada pengumpul di kota. Untuk produsen yang menanam rumput laut di pulau-pulau kecil, maka biasanya mereka melakukan penjualan kepada para pedagang antar pulau. Pedagang antar pulau inilah yang selanjutnya menjual kepada pedagang pengumpul di kota. Pedagang pengumpul di kota selanjutnya menjual kembali kepada pedagang besar yang kadang-kadang merupakan perwakilan eksportir yang ditempatkan di sentra-sentra produksi rumput laut. Pedagang besar tersebut kemudian menjual rumput laut kering yang telah diolah ke pabrik-pabrik pengolah atau kepada eksportir. Pedagang besar ini juga merupakan pengumpul rumput laut, hanya saja biasanya mereka memiliki modal yang besar dan lebih kuat serta jaringan pemasaran yang lebih luas dibandingkan pengumpul di kota, di antaranya adalah para eksportir di kota-kota pelabuhan. Kota-kota pelabuhan di Indonesia yang menjadi pintu ekspor rumput laut adalah Jakarta, Surabaya, Denpasar, Ujung Pandang dan Bitung (Ditjen Perikanan Budidaya DKP, 2005).
49
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 49
6/22/2010 6:35:41 PM
Mochammad Nadjib
Gambar 3.1 Rantai Perdagangan Rumput laut
Gambar di atas menunjukkan skema tata niaga perdagangan rumput laut secara umum dengan rantai pasar yang terlihat cukup panjang. Tata niaga pemasaran yang cukup panjang ini umumnya sangat merugikan pihak pembudidaya yang menjadi produsen, dikarenakan harganya akan tertekan sangat rendah oleh para tengkulak atau para pedagang lokal. Laporan Ditjen Perikanan Budi-daya DKP (2005) menyebutkan, bahwa rantai pemasaran yang panjang ini sulit untuk dipangkas menjadi lebih pendek, dikarenakan lokasi yang menjadi areal produksi penanaman rumput laut dengan lokasi gudang eksportir ataupun pabrik pengolah umumnya relatif sangat jauh. Gudang eksportir dan pabrik pengolah rumput laut rata-rata ada di sekitar kotakota pelabuhan, untuk mendekatkan dengan prasarana angkutan. Adapun lokasi tempat budidaya rumput laut kebanyakan di pantaipantai yang relatif jauh dari sarana prasarana transportasi dan industri. Areal perairan yang terpencil (remote) tersebut bisanya masih bersih dan relatif terhindar dari polusi pencemaran, kondisi semacam itu relatif
50
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 50
6/22/2010 6:35:41 PM
Perdagangan Komoditas Rumput Laut
memiliki kesesuaian dengan persyaratan lingkungan bagi kebutuhan biologis tumbuh berkembangnya rumput laut. Meskipun demikian rantai pasar yang cukup panjang tersebut dapat memberikan peluang kesempatan kerja bagi lebih banyak pihak, meskipun jumlahnya hanya sedikit-sedikit, di samping produsen dapat memasarkannya ke banyak orang yang menjadi penampung. 3.2.2 Kasus Pelabuhan Ratu, Sukabumi Untuk kasus Kabupaten Sukabumi khususnya Pela-buhan Ratu, rata-rata pembudidaya rumput laut hanya berhubungan dengan pedagang lokal, itupun dilakukan secara tidak langsung. Dalam menjual rumput laut, lebih banyak dilakukan secara bersama-sama dalam suatu kelompok, dan ketua kelompok mendapatkan mandat mewakili anggotanya untuk berhubungan dengan pedagang desa. Di daerah setempat, pedagang lokal ini dikenal dengan istilah penyalur. Di sekitar Pelabuhan Ratu, Sukabumi termasuk dalam kategori pedagang lokal adalah pedagang yang beroperasi di wilayah sekitar Pelabuhan Ratu, dan biasanya pedagang ini mempunyai kaki tangan di setiap kecamatan atau kalau perlu mereka menempatkan orang di setiap desa yang menghasilkan budidaya rumput laut. Hal ini dikarenakan para pedagang rumput laut yang dikenal dengan istilah penyalur, adalah pihak yang memberi modal kepada pembudidaya untuk menanam rumput laut. Biasanya penyalur ini berhubungan dengan ketua kelompok yang membawahi sekitar 10 anggota dalam satu areal penanaman. Pembudidaya hanya mengetahui bahwa penyalur yang berhubungan dengan ketua kelompok merupakan salah satu pedagang di desa tersebut, dan dia menjadi perwakilan dari pedagang di kota sekitar wilayah Pelabuhan Ratu. Anggota penyalur di desa-desa penghasil ini mengirimkan hasil produksinya yang masih basah ke pedagang di ibu kota kabupaten yang terletak di Pelabuhan Ratu, selanjutnya setelah dikeringkan rumput laut tersebut dikirimkan kepada pedagang pengumpul langsung ke Jakarta. Rantai pasar yang agak berbeda dan memotong jalur pemasaran di tingkat provinsi sebagaimana yang 51
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 51
6/22/2010 6:35:41 PM
Mochammad Nadjib
umumnya terjadi pada rantai pasar secara nasional, dikarenakan letak Pelabuhan Ratu relatif dekat dengan kota besar yang menjadi lokasi pabrik pengolahan atau tempat eksportir. Dan pusat kota Kabupaten Sukabumi juga terletak di sentra daerah perikanan Pelabuhan Ratu. Hubungan antara penyalur di desa dengan para pembudidaya rumput laut diikat melalui perjanjian kerjasama untuk menentukan penetapan harga dasar dan patokan harga atas jika terjadi fluktuasi harga yang menyolok. Hubungan mereka seperti pola hubungan antara inti dan plasma. Hubungan seperti itu dikarenakan saat ini pedagang atau penyalur rumput laut sangat berperanan penting terhadap permodalan pembudidaya dan nelayan yang menanam rumput laut. Terjadinya ketergantungan hubungan tersebut dimulai pada sekitar tahun 2005, saat itu pemerintah mencanangkan program pengembangan budidaya rumput laut. Program ini berkaitan dengan kebijakan nasional meningkatkan produksi rumput laut guna menggalakkan ekspor nasional. Selanjutnya di setiap kawasan sekitar Sukabumi yang dianggap cocok untuk tanaman rumput laut dibentuk kelompok-kelompok pembudidaya yang terdiri dari nelayan-nelayan penangkap ikan. Maksud dan tujuan dilibatkannya nelayan dalam bidang budidaya rumput laut adalah sebagai alternatif pekerjaan sampingan bilamana hasil dari ikan yang ditangkapnya sedang sepi. Adanya pekerjaan sampingan ini memungkinkan nelayan tetap dapat memperoleh penghasilan atau bahkan dapat meningkatkan pendapatannya. Selain sebagai nelayan penangkap ikan, mereka masih mampu melakukan pekerjaan sampingan sebagai pembudidaya rumput laut. Sebagai nelayan, sebagaian besar nelayan di sekitar Pelabuhan Ratu adalah nelayan yang menangkap ikan dalam jangka waktu pendek yaitu mereka berangkat pagi hari dan pulang pada sore hari (one day fishing). Selain itu perawatan untuk budi daya rumput laut dapat dilakukan secara berkala dan tidak terlalu intensif. Untuk membersihkan lumpur pada tanaman rumput laut hanya perlu dilakukan sebanyak tiga kali dalam seminggu. Itupun dapat dilakukan pembersihan secara giliran di antara setiap anggota kelompok. Untuk 52
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 52
6/22/2010 6:35:41 PM
Perdagangan Komoditas Rumput Laut
seluruh areal yang dimiliki kelompok, setiap kali membersihkan rumput laut dari sebaran lumpur dan kotoran hanya diperlukan sebanyak 5 orang tenaga kerja. Itulah sebabnya dari sepuluh anggota kelompok dapat dilakukan aktivitas pembersihan secara bergantian. Anggota kelompok pembudidaya rumput laut ini awalnya adalah para nelayan yang hanya memahami permasalahan penangkapan ikan, mereka sama sekali belum tahu bagaimana cara membudidayakan rumput laut. Untuk itu para ketua kelompok diajarkan teknik budidaya rumput laut dengan melakukan studi banding ke Bali yang menjadi salah satu sentra produksi nasional. Hasil dari studi banding ini selanjutnya ditularkan kepada anggota kelompoknya di Sukabumi. Suatu hal yang cukup mengecewakan kelompok adalah, tidak ada keberlanjutan program sebagaimana yang direncanakan. Pelaksanaan kegiatan dilakukan hanya kepada 5 kelompok di Cisolok dan 5 kelompok di Ciemas. Menurut informasi dari petani rumput laut, dana stimulus yang diberikan kepada masing-masing daerah sebesar Rp 26,2 juta yang dibagikan kepada 5 kelompok. Dana tersebut diberikan untuk membeli peralatan membuat petakan tanaman, seperti membeli tambang, tali pengikat, pelampung, jangkar dan bibit. Adapun kelompok lain yang belakangan dibentuk tidak lagi mendapat dana stimulus dari pemerintah. Kelompok inilah yang mempelopori adanya kerjasama budidaya rumput laut dengan penyalur yang berfungsi pula sebagai pedagang di Sukabumi. Meskipun demikian hasil untuk setiap daerah daerah tidaklah sama, meskipun mereka mengerjakan dengan teknik dan bibit yang sama. Di desa Cibanban, Kecamatan Cisolok hasil panenan tidak sebagus yang ditanam di desa Kertajaya (Simpenan). Dari 1 kg bibit, di Cibanban hanya mampu menghasilkan sekitar 3-4 kg rumput laut basah, tetapi di Kertajaya mampu menghasilkan sekitar 8 kg basah. Bahkan di beberapa tempat, seperti di desa Cikembang sama sekali tidak menghasilkan karena sekitar 67 ton rumput laut yang siap panen hilang diterjang ombak besar. Menurut pengalaman nelayan pembudidaya rumput laut, bulan yang sangat rawan untuk menanam adalah saat angina barat yang berombak besar. Biasanya 53
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 53
6/22/2010 6:35:41 PM
Mochammad Nadjib
musim tersebut jatuh pada bulan September sampai awal November. Pertengahan November sampai April adalah saaat yang paling aman untuk menanam rumput laut. Bulan Mei sampai Agustus merupakan saat transisi, kadang-kadang laut tenang tetapi kadang-kadang muncul ombak besar. Bahkan saat ini nelayan setempat mengakui mulai kesulitan dalam memprediksi musim, yang seharusnya ombak kecil tetapi kenyataannya sering terjadi ombak besar demikian pula sebaliknya. Adanya aktivitas budidaya ini ternyata menarik pemodal untuk menginvestasikan dananya pada budidaya rumput laut ini. Adanya pemodal tersebut menjadikan penyebaran rumput laut semakin luas di Kabupaten Sukabumi di antaranya adalah desa Cibanban, Kecamatan Cisolok, desa Kertajaya (Simpenan) dan sekitar pulau Botor, pulau Manuk dan pulau Kunti di desa Mandrajaya (Ciemas). Mereka inilah yang selanjutnya memodali kelompok tersebut dalam membudidayakan rumput laut. Pada tahap awal juga dilakukan pendampingan teknis oleh dua orang pembimbing yang pelaksanaannya dikerjakan sebulan sekali selama enam bulan berturut-turut mulai dari penanaman sampai panen. Para investor ini juga tetap mempertahankan sistem kelompok. Modal yang diberikan kepada setiap kelompok harus dibagi kepada para anggota pembudidaya rumput laut. Untuk setiap anggota kelompok rata-rata areal yang dibudidayakan ukurannya sekitar 25 X 50 meter, dengan modal yang diberikan kepada masingmasing anggota sebesar Rp 1,5 juta. Modal ini diperlukan untuk membuat petakan tanaman yang terdiri dari tambang plastik, tali pengikat, jangkar, pelampung dan untuk membeli bibit. Bibit biasanya dibeli hanya sekali yang didatangkan dari Bali, akan tetapi panen selanjutnya bibit sudah dapat diambil dari hasil panenan sendiri. Pada saat penelitian dilakukan, harga bibit di pasaran setempat berkisar Rp 3000,- per-kg. Pada saat ini penyedia bibit berfungsi pula sebagai pedagang penyalur yang menerima hasil panenan pembudidaya di samping juga meminjamkan modal kepada pembudidaya rumput laut. Dalam hal ini modal yang dibutuhkan setiap kelompok adalah 54
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 54
6/22/2010 6:35:41 PM
Perdagangan Komoditas Rumput Laut
sebesar Rp 15 juta. Oleh karena modal usaha penanaman diberikan oleh pedagang penyalur yang juga berfungsi sebagai pedagang di desa, maka hasilnya wajib dijual kepada penyalur tersebut. Pada saat ini dikarenakan jumlah pembudidaya rumput laut relatif masih sedikit, maka tidak terjadi eksploitasi pedagang atas mereka. Akan tetapi pola tata niaga ini sangat rawan dengan terjadinya eksploitasi terhadap pembudidaya jika kelak produksi sudah semakin banyak. Dengan demikian pedagang yang berperan dalam perdagangan rumput laut di Pelabuhan Ratu adalah pedagang pengumpul desa atau setidaknya pedagang kecamatan. Meskipun demikian bisnis rumput laut di Pelabuhan Ratu didukung oleh pedagang besar. Untuk memperkecil resiko maka pedagang besar tersebut membangun jaringan bisnis kebelakang dengan mene-rima suplai rumput laut dari sentra budidaya rumput laut sehingga menerima pasokan rumput laut terjamin, sementara kaitan kedepan dibangun pedagang besar dengan pabrik pengolahan dan eksportir. Hubungan kedepan dan kebelakang tersebut dibangun oleh pedagang besar untuk menguasai pasar serta menghambat pedagang besar lain ikut serta berbisnis rumput laut di daerah tersebut dan sekaligus mendistribusikan resiko kepada pedagang pengumpul desa dan kecamatan. Jumlah pedagang pengumpul desa pada setiap lokasi berkisar antara 1 sampai 2 orang, sementara pedagang di kecamatan hanya satu orang, sedangkan jumlah pedagang besar yang menguasai perdagangan rumput laut setempat adalah 2 orang. Akses pedagang tersebut terhadap modal dapat dikatakan cukup baik, hanya akses pedagang pengumpul desa ke pasar yang terbatas, karena itulah pedagang desa hanya menjual rumput laut tersebut kepada pedagang besar tertentu saja. 3.2.3 Pasar Ekspor Prospek usaha budidaya rumput laut di masa men-datang cukup baik dan memberikan harapan. Hal ini dapat diketahui dari adanya permintaan dunia terhadap rumput laut jenis Eucheuma untuk bahan 55
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 55
6/22/2010 6:35:41 PM
Mochammad Nadjib
baku industri yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Permintaan tersebut masih belum dapat dipenuhi dari produksi rumput laut dunia. Pada tahun 2002 produksi rumput laut dunia mencapai 2,6 juta ton, jika dibandingkan dengan produksi tahun 1998 yang hanya sebesar 1,8 juta ton, maka dalam kurun waktu 1998-2002 produksi rumput laut dunia mengalami kenaikan sebesar 8,81% per tahun. Indonesia pada saat itu baru mampu memproduksi rumput laut dengan volume sebanyak 223.080 ton atau sekitar 8,66% dari produksi rumput laut dunia. Negara-negara yang dikenal mendominasi sebagai produsen rumput laut dunia adalah Philipina (34,34%), China (26,05%), Jepang (16,94%) dan Korea (8,69%) dari total produksi dunia. Dari produksi rumput laut tersebut menurut Doty (1973), permintaan dunia untuk jenis Eucheuma diperkirakan dapat mencapai 10 kali produksi alami. Tiga perusahaan industri carrageenan terbesar didunia (USA, Denmark dan Perancis) setiap tahunnya membutuhkan pasokan rumput laut sebanyak 20.000 ton sedangkan yang tersedia di pasaran dunia hanya sekitar 18.000 ton/tahun (Anggadiredja, 2000). Berdasarkan data dari sumber yang sama menunjukkan bahwa 10 tahun kemudian (1985) permintaan dunia terhadap rumput laut jenis Eucheuma meningkat menjadi 50.000 ton per tahun, akan tetapi suplai yang tersedia hanya mencapai 44.000 ton per tahun. Untuk memenuhi kebutuhan pasar dunia akan rumput laut jenis Eucheuma tersebut masih diperlukan pasokan sebanyak 6.000 ton per tahun. Pada tahun 2006 Indonesia hanya mampu memproduksi rumput laut jenis Eucheuma sebesar 1.079.850 ton atau sekitar 9% dari kebutuhan dunia (Ditjen Perikanan Budidaya, 2007). Meskipun Indonesia hanya mampu memenuhi sebagian kecil kebutuhan dunia terhadap permintaan rumput laut, akan tetapi perkembangan produksi rumput laut Indonesia menunjukkan peningkatan yang signifikan dari tahun ke tahun.
56
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 56
6/22/2010 6:35:41 PM
Perdagangan Komoditas Rumput Laut
Tabel 3.1 Perkembangan Produksi Rumput Laut Indonesia Tahun 2002-2006 Tahun Produksi (ton) 2002 223.080 2003 231.927 2004 410.570 2005 910.636 2006 1.079.850 Sumber: Ditjen Perikanan Budidaya, 2007
Tabel 3.1. di atas menunjukkan terjadi peningkatan produksi rumput laut yang cukup signifikan antara tahun 2002-2006. Kalau pada tahun 2002 Indonesia baru mampu menghasilkan rumput laut sebesar 223.080 ton, maka pada tahun 2006 telah terjadi peningkatan sangat tajam menjadi 1.079.850 ton atau rata-rata terjadi peningkatan sebesar 55,35% per tahun. Peningkatan produksi dalam negeri tersebut merupakan salah satu peluang bagi Indonesia untuk mengisi pasar rumput laut dunia, meskipun demikian tantangan yang perlu diperhatikan dari produksi rumput laut Indonesia adalah kualitas bahan baku dan produk rumput laut yang masih kurang bersaing dengan produk dari negara lain. Menurut data dari Ditjen Perikanan Budidaya (2005), persoalan yang menjadi titik lemah perdagangan rumput laut di Indonesia adalah adanya varian mutu yang berbeda-beda. Selain kadar air yang tidak memenuhi standar, banyak pula dijumpai usia panen yang masih muda dan belum cukup waktu panen, serta penjemuran yang seadanya. Perbedaan varian mutu ini sangat menyulitkan bagi industri pengolahan dalam negeri, karena dibutuhkan tambahan biaya pengolahan untuk mencapai standar mutu dan kualitas yang ditentukan. Kualitas rumput laut yang memenuhi persyaratan ekspor dan pabrikan dalam negeri adalah, untuk jenis Eucheuma kadar airnya maksimal 32%, kotoran dan garam tidak lebih dari 5% dan rendemen tidak kurang dari 25%. Untuk jenis Gracilaria maksimal kadar airnya tidak boleh lebih dari 25%, bahkan rumput laut jenis Gelidium tidak boleh lebih dari 15% dan kandungan kotoran serta garamnya maksimal adalah 5% dengan bau spesifik rumput laut (Zatnika dan Istini, 2000). 57
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 57
6/22/2010 6:35:41 PM
Mochammad Nadjib
Sasaran yang menjadi pasar utama rumput laut dari Indonesia adalah Jepang, Hongkong dan Denmark yang diperkirakan dapat menyerap sekitar 71% dari total produksi rumput laut Indonesia. Ekspor rumput laut dari Indonesia pada tahun 20022007 rata-rata menunjukkan peningkatannya dari tahun ke tahun. Tabel 3.2 Ekspor Rumput Laut Indonesia Tahun 2002-2007
Tahun 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Produksi Volume (ton) Nilai (US $ 1.000) 28.560 15.785 40.162 20.511 51.011 25.296 69.264 57.515 95.588 49.586 94.073 57.522
Sumber: Statistik Ekspor Hasil Perikanan 2007, DKP
Tabel 3.2 di atas menunjukkan volume ekspor rumput laut Indonesia dari tahun ke tahun terjadi peningkatan, demikian pula nilai ekspor yang diperoleh melalui devisa yang masuk ke negara. Pada tahun 2002 ekspor rumput laut dari Indonesia mencapai 28.560 ton dengan nilai US $ 15.785.000, dan tahun 2007 volume ekspor rumput laut Indonesia telah mencapai 94.073 ton dengan nilai US $ 57.522.000. Perkembangan ini menunjukkan adanya peningkatan volume ekspor dari tahun ke tahun. Rata-rata ada peningkatan per tahunnya sekitar 26%. Meskipun secara relatif nilai devisa yang diterima senantiasa menunjukkan peningkatannya, akan tetapi kalau diperhatikan nilai ekspor riil cenderung menurun. Ekspor rumput laut dilakukan melalui pintu pela-buhan ekspor utama, khususnya dari Tanjung Perak (Jawa Timur), Soekarno-Hatta (Sulawesi Selatan), Tanjung Priok dan Bandara Soekarno Hatta
58
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 58
6/22/2010 6:35:41 PM
Perdagangan Komoditas Rumput Laut
(Jakarta), Tanjung Emas (Jawa Tengah) dan Bitung (Sulawesi Utara). Ekspor rumput laut melalui pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya dilakukan secara rutin dalam jumlah besar dibandingkan dengan seluruh pelabuhan ekspor di Indonesia lainnya. Suplai terbesar ekspor rumput laut melalui pelabuhan Tanjung Perak dikontribusikan dari hasil pulau Bali yang merupakan salah satu sentra produksi rumput laut Indonesia (Ditjen Perikanan Budidaya DKP, 2005). 3.2.4 Pasar Impor Indonesia sebagai salah satu produsen rumput laut, telah melakukan ekspor ke banyak negara utamanya adalah Jepang, Hongkong dan Denmark. Meskipun demi-kian untuk kebutuhan pabrik pengolahan rumput laut di dalam negeri, secara ironis perusahaanperusahaan tersebut masih melakukan impor rumput laut dari negara lain, khususnya dari Philipina, China dan Korea Selatan. Berdasarkan laporan Ditjen Perikanan Budidaya DKP (2005), beberapa pabrik pengolahan rumput laut di dalam negeri masih kekurangan bahan baku yang menyebabkan mereka harus impor dari luar. Realita yang terjadi di lapangan mengindikasikan bahwa masyarakat pembudidaya rumput laut lebih menyukai menjual barangnya kepada pedagang yang bersedia memberi harga lebih tinggi. Rata-rata pabrik pengolahan rumput laut di Indonesia memberikan margin keuntungan relatif kecil. Selain daripada itu mereka juga melakukan pembayaran secara tempo, dengan demikian produsen lebih menyukai menjual kepada perantara yang bersedia membayarnya dengan tunai atau jangka waktu pembayaran yang tidak lama. Pedagang perantara ini merupakan kaki tangan eksportir rumput laut yang menjualnya ke pasar internasional.
59
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 59
6/22/2010 6:35:42 PM
Mochammad Nadjib
Tabel 3.3 Impor Rumput Laut Indonesia Tahun 2000-2004
Tahun 2000 2001 2002 2003 2004
Produksi Volume (kg) 215.890 246.054 382.936 338.852 497.018
Nilai (US) 737.706 178.151 294.951 299.021 462.981
Sumber: Statistik Ekspor Hasil Perikanan 2005, DKP
Tabel di atas menunjukkan terjadi peningkatan rata-rata impor rumput laut ke Indonesia, yaitu dari 215.890 kg pada tahun 2000 menjadi 497.018 kg pada tahun 2004. Adapun devisa yang dibayarkan untuk membeli rumput laut kering mengalami fluktuasi naik turun. Berbeda dengan besarnya volume impor rumput laut, besarnya biaya yang dikeluarkan untuk membeli rumput laut impor sangat dipengaruhi oleh harga rata-rata dari rumput laut impor tersebut. Hal yang cukup menarik adalah tingginya produksi rumput laut Indonesia masih terbatas pada produk dasar (base products), dan bukan pada produk akhir yang dapat langsung dimanfaatkan oleh konsumen. Oleh karena itu impor rumput laut, utama adalah pada produk akhir yang berupa senyawa hidrokoloid dalam bentuk produk karagenan, alginat ataupun agar. Tingginya impor produk akhir ini dikarenakan belum berkembangnya teknologi formulasi untuk menghasilkan produk akhir (end products), dengan demikian kebutuhan senyawa hidrokolid dalam negeri masih belum dapat terpenuhi secara optimal. Hal ini tercermin dari masih tingginya impor ketiga hidrokoloid tersebut. Volume impor rumput laut olahan ratarata setiap tahunnya sebesar 596 ton dalam bentuk agar-agar, 200 ton karaginan dan 1.275 ton alginat (Anggadiredja dkk, 2007).
60
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 60
6/22/2010 6:35:42 PM
Perdagangan Komoditas Rumput Laut
3.3 Margin Harga Rumput Laut Marjin harga pemasaran menunjukkan persentase harga jual yang diterima oleh masing-masing pelaku pemasaran dibandingkan dengan harga eceran dalam bentuk produk yang sama (Zulham, 2009). Sampai saat ini pengelolaan rumput laut oleh nelayan merupakan usaha sambilan yang diperoleh dari hasil panen langsung dari alam, selain itu juga dalam perkembangannya telah dilakukan pembudidayaan. Sebagian besar hasil panenan baik yang berasal dari alam maupun budidaya dijual untuk diekspor dan sebagian lagi untuk kebutuhan di dalam negeri, khususnya untuk memenuhi kebutuhan pabrik pengolahan rumput laut yang mengolahnya menjadi karaginan, agar-agar dan alginat. Di tingkat lokal harga rumput laut sangat ditentukan oleh para eksportir di kota-kota pelabuhan, karena rumput laut yang dibeli untuk diekspor rata-rata belum memenuhi standar ekspor. Eksportir masih harus melakukan penyortiran ulang karena rumput laut yang diterima masih tercampur dengan kotoran, pasir, jenis rumput laut lain, kayu, pecahan karang dan lain-lain. Karena harga masih ditentukan oleh eksportir, maka pedagang pengumpul di jaringan bawahnya yang membawa rumput laut dari sentra produksi menetapkan margin harga yang lebih rendah lagi. Margin harga ditentukan oleh biaya transportasi, dan upah tenaga kerja serta keuntungan, maka dapat dipastikan harga pada setiap pedagang lokal akan berbeda-beda tergantung dari jauh dekatnya sentra produksi atau sulit tidaknya daerah tersebut dijangkau oleh pedagang. Sentra produksi yang jauh letaknya ataupun yang tingkat kesulitannya tinggi akan menerima harga rumput laut paling rendah, akibatnya harga yang diterima pemetik rumput laut menjadi lebih rendah. Harga ekspor rumput laut dari Indonesia berbeda-beda di setiap kota pelabuhan, demikian pula sangat fluktuatif setiap tahunnya.
61
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 61
6/22/2010 6:35:42 PM
Mochammad Nadjib
Tabel 3.4 Perkembangan Harga Ekspor Rumput Laut
Tahun 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Harga (US $/ton) 552,69 510,70 495,89 830,37 518,74 611,46
Sumber: Statistik Ekspor Hasil Perikanan 2007, DKP
Perkembangan harga riil pasar ekspor rumput laut sangat fluktuatif. Dari tahun 2002-2004 harganya cenderung menurun, baru meningkat pada tahun 2005 dengan peningkatan yang spektakuler yaitu US $ 830,37/ton atau setara dengan Rp 8.304/kg. Selanjutnya terjadi penurunan yang tajam pada tahun 2006 menjadi US $ 518,74/ton atau setara Rp 5.187,-/kg, dan sedikit terjadi kenaikan pada tahun 2007 menjadi US $ 611,46/ton atau setara Rp 6.115/kg. Di pasar internasional, harga rumput laut juga ditentukan oleh para importir dunia yang menguasai perdagangan rumput laut. Menurut Zatnika dan Istini (2000) sampai saat ini ada tiga importir besar yang menguasai perdagangan rumput laut dunia yaitu Marine Colloids Inc. (USA), Pierrefitte Auby (Perancis) dan The Copenhagen Pectin Factory (Denmark). Ekspor rumput laut pada umumnya lewat agen-agen mereka di Singapura, sehingga memperpanjang lagi rantai pemasaran yang telah ada di Indonesia. Di Pelabuhan Ratu, harga rumput laut di tingkat produsen, yaitu nelayan dan pembudidaya rumput laut adalah Rp 800,-/kg basah. Nelayan dan pembudidaya langsung menjual rumput laut setelah dipanen kepada pedagang pengumpul di sekitar desa. Mereka lebih menyukai menjual rumput laut dalam kondisi apa adanya dan masih basah, karena dianggap tidak merepotkan. Untuk melakukan pengeringan dibutuhkan waktu rata-rata sekitar 3-4 hari dengan panas 62
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 62
6/22/2010 6:35:42 PM
Perdagangan Komoditas Rumput Laut
yang optimal, dan kalau malam hari harus ditutup atau dimasukkan ke gudang untuk mendapatkan kualitas yang baik. Meskipun akan diperoleh nilai tambah setelah produk tersebut dikeringkan, akan tetapi di Pelabuhan Ratu rata-rata pembudidaya yang juga berprofesi sebagai nelayan tidak ada yang bersedia melakukannya. Mereka merasa repot kalau harus melakukan pekerjaan pengeringan, karena waktunya harus dibagi antara pekerjaan sebagai nelayan yang menangkap ikan setiap harinya dengan pekerjaan sebagai pembudidaya rumput laut. Itulah sebabnya rata-rata kualitas rumput laut di Pelabuhan Ratu relatif buruk. Dari wawancara dengan pedagang terungkap bahwa seringkali kadar air yang terkandung dalam rumput laut setempat masih di atas 40%. Tingginya kadar air ini menyebabkan rumput laut akan mudah rusak pada saat dalam perjalanan atau saat sedang disimpan. Itulah alasan mengapa pembudidaya rumput laut di Pelabuhan Ratu harus segera menjual hasil panenannya secara cepat agar tidak lebih merugi karena terjadinya kerusakan. Proses ini menjadikan munculnya efek berganda tata niaga rumput laut yaitu dari pedagang kecil terhadap pedagang besar. Untuk melakukan perbaikan kualitas rumput laut tersebut, eksportir atau pabrik pengolah harus mengeringkan kembali dan membersihkan kotoran serta kandungan garam yang masih tinggi. Pengolahan kembali ini mengakibatkan terjadinya penyusutan volume rumput laut yang dibeli, dan konsekuensinya adalah dikeluarkannya biaya tambahan untuk perbaikan kualitas. Dari pengumpul di desa selanjutnya dijual kepada peda-gang pengumpul di kecamatan atau langsung ke Pelabuhan Ratu dengan harga Rp 1100,-/kg basah. Harga-harga tersebut relatif sama untuk seluruh kecamatan di Kabupaten Sukabumi karena pengumpul yang ada rata-rata bagian dari suatu sistem perdagangan yang berpusat di Pelabuhan Ratu. Ada kecenderungan permasalahan jarak dan perbedaaan infrastruktur yang membedakan harga yang diberikan pedagang kepada pembudidaya rumput laut. Daerah yang terpencil dengan infrastruktur yang kurang baik, seperti daerah Ciemas dan Teluk Botar akan menerima harga pembelian yang lebih rendah 63
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 63
6/22/2010 6:35:42 PM
Mochammad Nadjib
dibandingkan dengan daerah yang dekat dengan infrastruktur yang cukup baik, seperti Teluk Pelabuhan Ratu dan Simpenan. Dengan demikian faktor transportasi pada bisnis rumput laut merupakan risk neutrality, artinya pengusaha transportasi tersebut netral terhadap resiko dalam bisnis ini. Hal ini dapat terjadi karena pertama pengusaha tersebut hanya berfungsi sebagai penyedia jasa pemindahan barang dari lokasi ke pasar tujuan, dan kedua usaha transportasi tersebut bukan hanya mengangkut rumput laut tetapi yang diangkut adalah berbagai jenis barang. Pada lokasi terisolasi dengan akses jalan menuju lokasi budidaya sangat sulit maka pengusaha transportasi menetapkan biaya angkut lebih tinggi dari biaya pada lokasi akses yang baik. Oleh sebab itulah maka harga rumput laut yang dibayar pedagang pada lokasi yang terisolasi lebih rendah dibandingkan dengan harga rumput laut dari daerah yang tidak terisolasi. Dari pedagang di Pelabuhan Ratu atau di daerah kecamatan dijual ke pedagang di kota atau Jakarta dengan harga Rp 1500,-/kg basah.
3.4 Kendala dan Prospek Rumput Laut a) Kendala Pada umumnya para nelayan pembudidaya rumput laut di Pelabuhan Ratu memulai usahanya dengan tidak mengeluarkan modal, artinya dalam praktek para nelayan pembudidaya ini terikat kepada pedagang pengumpul yang bersedia memberikan modal dan keperluan keluarga sehari-hari untuk memulai usaha. Selain daripada itu ada pula sebagian yang telah mengijonkan hasil budidayanya, yaitu dengan menerima dana untuk kebutuhan hidup sehari-hari sebelum panen. Adanya sistem ijon ini mengakibatkan petani rumput laut sudah memanen produksinya pada usia yang lebih muda, yang menjadikan kualitas produksinya buruk. Hal ini yang mengakibatkan lemahnya posisi tawar bagi para petani nelayan, atau bahkan merugikannya.
64
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 64
6/22/2010 6:35:42 PM
Perdagangan Komoditas Rumput Laut
Lemahnya posisi tawar bagi produsen terhadap pembeli, juga diakibatkan oleh penanganan pasca panen yang masih tradisional. Ketidak fahaman terhadap penanganan pasca panen, menjadikan kualitas produksi kurang baik. Menurut tata cara yang dianjurkan (Ditjen Perikanan Budidaya DKP, 2005), bahwa panenan se-baiknya dilakukan pada cuaca yang cerah karena dapat meningkatkan kualitas rumput laut. Sebaliknya panenan dalam cuaca mendung akan mengakibatkan terjadinya fermentasi, yang mengakibatkan mutunya menurun. Persoalan waktu panenan ini sangat mempengaruhi mutu rumput laut kering. Petani rumput laut di Pelabuhan Ratu sangat sembarangan dalam menangani permasalahan pasca panen, bahkan sebagian besar enggan untuk mengolah hasil panenannya menjadi rumput laut kering. Kalaupun melakukan pengeringan mereka tidak melakukan penjemuran dengan baik, yang menyebabkan kadar airnya relatif masih tetap tinggi. Menurut informasi dari pedagang, seringkali kadar air yang dibeli dari petani masih di atas 40%, yang seharusnya maksimal kadar airnya adalah 35%. Tingginya kadar air yang dibeli menyebabkan kondisi rumput laut akan mudah rusak pada saat penyimpanan atau transportasi, itulah alasan mereka harus menjual lebih cepat. Dengan demikian nelayan pembudidaya rumput laut tersebut harus segera menjual hasil panenannya, agar supaya tidak menjadi rusak. Hal yang sama juga berlanjut untuk pedagang kecil terhadap pedagang besar. Untuk memperbaiki kualitas rumput laut tersebut, pabrik atau eksportir harus mengeringkan kembali dan membersihkan garam yang masih menempel pada rumput laut. Pengolahan kembali ini mengakibatkan terjadinya penyusutan volume yang dibeli, dan konsekuensinya adalah pada pengeluaran biaya. Di lain pihak tingkat pabrik pengolahan dalam negeri, terjadi kekurangan bahan baku. Ini diakibatkan oleh adanya orientasi ekspor terhadap hasil rumput laut menyebabkan industri pengolahan di dalam negeri senantiasa kekuarangan bahan baku. Selain daripada itu, tingginya produksi rumput laut Indonesia masih terbatas pada produk dasar (base products), dan bukan pada produk akhir yang dapat langsung dimanfaatkan oleh konsumen. Oleh karena itu impor 65
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 65
6/22/2010 6:35:42 PM
Mochammad Nadjib
rumput laut, utama adalah pada produk akhir yang berupa senyawa hidrokoloid dalam bentuk produk karagenan, alginat ataupun agar. Tingginya impor produk akhir ini dikarenakan belum berkembangnya teknologi formulasi untuk menghasilkan produk akhir (end products), dengan demikian kebutuhan senyawa hidrokolid dalam negeri masih belum dapat terpenuhi secara optimal. b) Prospek Komoditas rumput laut di Kabupaten Sukabumi memiliki prospek pasar yang cukup baik seiring dengan semakin meningkatnya kebutuhan nasional yang dipicu oleh kebutuhan dunia akan rumput laut. Diversifikasi pemanfaatan rumput laut pun terus dikembangkan, di samping karena adanya kejelasan pasar dengan harga yang cukup bagus. Area pesisir Kabupaten Sukabumi memiliki potensi perairan yang relatif luas, dengan wilayah pantainya yang relatif masih bersih dan di beberapa wilayah teluk yang cukup tenang memungkinkan budidaya rumput laut dapat dilakukan secara lebih besar dan lebih intensif. Dengan demikian jikalau kegiatan budidaya rumput laut ini mendapat dukungan dan dilakukan secara terkoordinasi dari hulu sampai hilir, maka dampaknya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat setempat serta perolehan devisa negara jauh lebih baik. Selama ini pembudidaya rumput laut setempat banyak menghadapi kendala dana dan kurangnya informasi teknologi baru yang dapat meningkatkan kualitas produksi dalam memulai mengusahakan budidaya rumput laut. Kendala dana dan peningkatan kualitas rumput laut harus terus diupayakan solusinya. Salah satu upaya yang dapat dilakukan, adalah mempertemukan antara petani, perbankan, dan lembaga penjamin. Adanya kesepakatan dalam pertemuan tersebut diharapkan dapat menjadi salah satu solusi dari masalah modal dan kualitas yang selama ini menjadi masalah dan kendala bagi masyarakat pembudidaya rumput laut. Dengan demikan akan dapat dibangun usaha budidaya dan industri pengolahan rumput laut yang menguntungkan serta memberi manfaat ekonomi bagi banyak pihak. 66
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 66
6/22/2010 6:35:42 PM
Perdagangan Komoditas Rumput Laut
3.5 Penutup Pelabuhan Ratu sebagai ibukota Kabupaten Sukabumi adalah suatu daerah yang sedang mengembangkan usaha budidaya rumput laut. Umumnya para pembudidaya dan nelayan di Pelabuhan Ratu ini memulai usaha budidaya rumput laut dengan tidak mengeluarkan modal, karena dalam praktek budidaya mereka terikat dengan pedagang pengumpul yang bersedia memberikan modal dan menyediakan keperluan sehari-hari untuk memulai usaha. Selain daripada itu, sebagian di antara mereka telah mengijonkan hasil budidayanya, yaitu dengan menerima dana untuk kebutuhan hidup sehari-hari sebelum panen. Adanya sistem ijon ini mengakibatkan pembudidaya rumput laut sudah memanen produksinya sebelum masanya, yang mengakibatkan kualitas produksinya buruk. Kenyataan inilah yang menjadikan lemahnya posisi tawar bagi para pembudidaya rumput laut di hadapan pedagang penerima. Lemahnya posisi tawar produsen rumput laut terhadap pembeli, juga diakibatkan oleh penanganan pasca panen yang masih tradisional. Selama ini pembudidaya rumput laut di Pelabuhan Ratu banyak yang kurang memahami penanganan pasca panen, hal inilah yang menyebabkan kualitas produksi menjadi kurang baik. Menurut tata cara yang dianjurkan, hasil panenan yang baik harus dilakukan pada saat cuaca cerah. Sebaliknya panenan pada saat cuaca mendung akan mengakibatkan terjadinya fermentasi, yang mengakibatkan mutu rumput laut menurun. Persoalan waktu panen ini sangat mempengaruhi mutu rumput laut kering. Pembudidaya rumput laut di Pelabuhan Ratu sangat sembarangan dalam menangani permasalahan pasca panen, bahkan sebagian besar tidak bersedia untuk mengolah hasil panenannya menjadi rumput laut kering. Kalaupun dilakukan pengeringan, mereka tidak melakukan penjemuran secara baik sehingga mengakibatkan kadar air relatif masih tinggi di samping masih banyaknya kandungan kotoran dan garam pada rumput laut.
67
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 67
6/22/2010 6:35:42 PM
Mochammad Nadjib
Di lain pihak, pada tingkatan pabrik pengolahan dalam negeri terjadi kekurangan bahan baku. Kekurangan ini diakibatkan oleh adanya orientasi ekspor rumput laut, sehingga industri pengolahan dalam negeri senantiasa mengalami keku-rangan bahan baku. Selain daripada itu, tingginya produksi rumput laut Indonesia masih terbatas pada produk dasar (base products), dan bukan pada produk akhir yang dapat langsung dimanfaatkan oleh konsumen. Oleh karena itu impor rumput laut, utamanya adalah pada produk akhir yang berupa senyawa hidrokoloid dalam bentuk produk karagenan, alginat ataupun agar. Tingginya impor produk akhir ini dikarenakan belum berkembangnya teknologi formulasi untuk menghasilkan produk akhir (end products), dengan demikian kebutuhan senyawa hidrokoloid dalam negeri masih belum dapat terpenuhi secara optimal. Komoditas rumput laut memiliki prospek pasar yang cukup baik, seiring dengan semakin meningkatnya kebutuhan dunia akan rumput laut. Diversifikasi pemanfaatan rumput laut juga terus berkembang, karena adanya kejelasan pasar dengan harga yang cukup bagus. Di dalam negeri, Indonesia memiliki potensi perairan yang relatif luas yang memungkinkan budidaya rumput laut dapat dilakukan secara lebih besar dan lebih intensif. Dengan demikian jikalau kegiatan budidaya rumput laut ini mendapat dukungan dan dilakukan secara terkoordinasi dari hulu sampai hilir, maka dampaknya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat serta perolehan devisa negara jauh menjadi lebih baik. Kendala dana dan peningkatan kualitas rumput laut harus terus diupayakan solusinya. Salah satu upaya yang dapat dilakukan, adalah mempertemukan antara pembudidaya, perbankan dan lembaga penjamin. Adanya kesepakatan dalam pertemuan tersebut diharapkan dapat menjadi salah satu solusi dari masalah modal dan kualitas yang selama ini menjadi masalah dan kendala masyarakat pembudidaya rumput laut. Dengan demikian akan dapat dibangun usaha budidaya dan industri pengolahan rumput laut yang menguntungkan serta memberi manfaat ekonomi bagi banyak pihak. 68
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 68
6/22/2010 6:35:42 PM
Perdagangan Komoditas Rumput Laut
DAFTAR PUSTAKA
Anggadiredja, Jana. 2000. Pemanfaatan Berkelanjutan Biota Laut Alga Makro: Tantangan memasuki Abad 21. Jakarta, BPP Teknologi. ____________, 2007. Potential and Prospect of Indonesia Seaweed Industry Development. Jakarta, The Indonesia Agency for the Assessment and Application of Technology – Indonesia Seaweed Society. Doty, M.S. 1973. “Farming the Red Seaweed, Eucheuma for Carrageenans”. Micronesica IX (1) : 59 - 73. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya-DKP. 2005. Profil Rumput Laut Indonesia. ___________, 2007. Kebijakan dan Program Prioritas Tahun 2008. Jakarta, Rapat Koordinasi Nasional Departemen Kelautan dan Perikanan tahun 2007. ___________, 2006. Statistik Ekspor Hasil Perikanan 2005. Jakarta, Departemen Kelautan dan Perikanan ___________, 2008. Statistik Ekspor Hasil Perikanan 2007. Jakarta, Departemen Kelautan dan Perikanan Nadjib, Mochammad eds. 2007. Pengembangan Potensi Ekonomi Perikanan Tangkap. Jakarta, Pusat Penelitian Ekonomi LIPI. Prabowo, Guntur dan Moch. Farchan, 2008. Teknik Budidaya Rumput laut. Serang, Bagian Administrasi Pelatihan Perikanan LapanganSekolah Tinggi Perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan.
69
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 69
6/22/2010 6:35:42 PM
Mochammad Nadjib
Sukadi, F. 2007. Pengembangan Budidaya Rumput Laut di Indonesia. Makalah disampaikan pada Seminar Kebijakan Investasi Bidang Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan 5 Juli 2007. Ditjen P2HP. Departemen Kelauatan dan Perikanan Zatnika, Achmad, 2000. Perkembangan Industri Rumput Laut Indonesia. Jakarta, Forum Rumput Laut Nasional, November _________dan Sri Istini. 2000. Produksi Rumput Laut dan Pemasarannya di Indonesia. Jakarta, Deputi Pengkajian Ilmu Dasar dan Terapan, BPP Teknologi Zulham, Armen. 2009. Marjin Pemasaran dan Resiko Pedagang: Kasus Pengembangan Rumput Laut di Propinsi Gorontalo. Jakarta, Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan.
70
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 70
6/22/2010 6:35:42 PM
Kelembagaan Usaha Budidaya Rumput Laut
BAB 4 KELEMBAGAAN USAHA BUDIDAYA RUMPUT LAUT Ernany Dwi Astuty
4.1 Pendahuluan Rumput laut cukup mudah dibudidayakan di perairan Indonesia. Rumput laut (sea-weed) merupakan salah satu komoditas yang potensial dan dapat menjadi andalan bagi uapaya pengembangan usaha skala kecil dan menengah (UMKM). Atas dasar alasan tersebut maka komoditas rumput laut merupakan salah satu komoditas yang masuk dalam program revitalisasi perikanan. Selain itu ada dua alasan penting lain mengapa rumput laut menjadi pilihan, yaitu pertama, pasar produk derivatif dalam bentuk food grade dan non food grade sangat bervariasi dan permintaan pasar dunia terhadap produk ini cukup tinggi (Anggadiredja, 2007); kedua, penguasaan teknologi budidaya (sistem rakit atau longline) mudah diadopsi oleh pembudidaya (Sukadi, 2007). Jenis rumput laut yang banyak dibudidayakan di Indonesia adalah jenis Euchema Spp dan Gracillaria Spp. (Prabowo dan Farchan, 2008). Jenis Euchema Spp dibudidayakan di perairan pantai/laut, sedangkan Gracillaria Spp dapat dibudidayakan di tambak. Ada beberapa manfaat yang dapat diambil pembudidaya dalam membudidayakan rumput laut antara lain: (1) menghasilkan devisa, (2) sebagai bahan baku industri, dan (3). menyediakan lapangan pekerjaan. Untuk mendukung keberhasilan usaha rumput laut maka pembudidaya dan industri pengolahan tidak dapat berdiri sendiri, tetapi harus mempunyai keterkaitan antara satu dengan yang lainnya. Artinya pembudidaya mensuplai rumput laut sebagai hasil kegiatannya dan sebaliknya perusahaan/industri memanfaatkan atau mengolah
71
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 71
6/22/2010 6:35:42 PM
Ernany Dwi Astuty
rumput laut tersebut menjadi produk setengah jadi atau produk jadi untuk memenuhi permintaan pasar dalam dan luar negeri (ekspor). Khusus untuk membantu pembudidaya dalam kelangsungan dan kesinam-bungan kegiatan produksinya, tampaknya sangat diperlukan kehadiran kelembagaan yang dapat membantu dalam kegiatan produksi. Bab ini akan membahas kelembagaan usaha budidaya rumput laut di Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi Jawa Barat, kinerja, dan permasalahan, di samping contoh kasus kelembagaan budidaya rumput laut di beberapa daerah. Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini bersifat diskriptif analitis, dengan data dan informasi diperoleh dari petani/nelayan (pembudidaya rumput laut), pedagang dan instansi terkait lainnya melalui wawancara yang terstruktur serta observasi lapangan.
4.2 Pengertian Kelembagaan dan Organisasi Yang dimaksud kelembagaan mencakup dua demarkasi penting, yaitu norma dan konvensi, dan aturan main (Arifien, 2005). Kelembagaan dapat berupa bersifat formal yang ditegakkan oleh aparat pemerintah, tetapi kelembagaan juga dapat bersifat tidak tertulis secara formal, seperti aturan adat dan norma yang dianut masyarakat. Kelembagaan ini diartikan sebagai seperangkat aturan main atau tata cara untuk kelangsungan sekumpulan kepentingan. Sehingga definisi kelembagaan adalah kegiatan kolektif dalam suatu kontrol atau jurisdiksi, pembebasan atau liberasi, dan perluasan atau ekspansi kegiatan individu. Menurut Arifin dan Rachbini (2001) kelembagaan diartikan sebagai kerangka acuan atau hak-hak yang dimiliki individu untuk berperanan dalam pranata kehidupan yang berarti perilaku dari pranata tersebut. Kelembagaan sering dibedakan dengan organisasi, yang juga memiliki struktur bagi interaksi antar-manusia. Organisasi justru mendapat ruh dari suatu institusi yang melingkupinya. Menurut North 72
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 72
6/22/2010 6:35:42 PM
Kelembagaan Usaha Budidaya Rumput Laut
yang disitir dalam bukunya Arifin (2005), kelembagaan dianalogikan sebagai aturan main, sedangkan organisasi adalah kumpulan pemain yang seharusnya memiliki tujuan sama, yaitu untuk memenangkan pertandingan. Organisasi dapat berdiri dan eksis karena terdapat suatu aturan main yang menentukan perjalanannya. Organisasi mencakup badan politik; badan ekonomi dapat berupa perusahaan, asosiasi, usahatani, koperasi. Sedangkan badan profesional dapat berbentuk asosiasi profesi, persatuan nelayan, dan bentuk-bentuk lainnya. Kelembagaan menjadi salah satu kunci penting dalam menelusuri aktivitas ekonomi yang dilakukan masyarakat, mulai dari kelas organisasi kecil atau kelompok masyarakat di pedesaan sampai pada organisasi besar suatu negara yang berdaulat. Ekonomi kelembagaan lahir dan berkembang sebagai salah satu cabang ilmu ekonomi karena sangat peduli terhadap bagaimana suatu sistem ekonomi disusun, dijalankan dan digerakkan, serta bagaimana struktur dalam sistem ekonomi itu berubah karena adanya respon terhadap kegiatan kolektif. Pendekatan ekonomi kelembagaan memperoleh perhatian yang meluas setelah Profesor Ronald Coase dari Universitas Chicago, Amerika Serikat memperoleh Hadiah Nobel bidang ilmu ekonomi pada tahun 1991. Coase berhasil menemukan suatu metodologi atau klarifikasi analisis ekonomi betapa pentingnya biaya transaksi dan hak kepemilikan dalam struktur kelembagaan dan proses bekerjanya perekonomian. Kemudian, pada tahun 1993 Hadiah Nobel kembali diberikan kepada pakar ekonomi kelembagaan Profesor Robert Fogel dari Universitas Chicago (AS) dan Profesor Douglas North dari Universitas Washington, St Louis (AS) atas kontribusinya dalam pembaruan penelitian sejarah ekonomi dengan cara mengaplikasikan teori ekonomi dan metode kuantitatif untuk menjelaskan proses perubahan ekonomi dan kelembagaan. Ekonomi kelembagaan terbagi ke dalam dua mazhab besar, yaitu (1) ekonomi kelembagaan lama (old institutional economics = OIE) dan (2) ekonomi kelembagaan baru (new institusional economics = NIE). Mazhab OIE muncul pada dekade 1930-an, seperti pemikiran 73
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 73
6/22/2010 6:35:43 PM
Ernany Dwi Astuty
John R. Commons, Thorstein Veblen, dan lain-lain, yang lebih banyak memfokuskan pada filosofi dan substansi dan sering dikritik karena minimnya strategi metodologi untuk studi-studi empiris. Mazhab ini menyatakan secara tegas bahwa kelembagaan bukan hanya suatu konstrain atau hambatan bagi aktivitas individu, tetapi merupakan leberasi dalam konteks sekumpulan kepentingan. Sementara mazhab OIE lebih merujuk generasi baru, yang muncul atau populer pada pasca-Perang Dunia II, walaupun tokoh yang membawanya telah mulai memperkenalkan pemikirannya sejak dekade 1930-an juga. Tokoh yang dimaksudkan di sini adalah Ronald Coase, Douglass North, Oliver Williamson. Mancur Olson, dan lain-lain yang telah mengembangkan prinsip biaya transaksi, kontrak, dan organisasi. Sementara menurut Direktorat Perikanan Budidaya Departemen Kelautan dan Perikanan (2005), kelembagaan yang terlibat dalam mendukung sistem usaha budidaya rumput laut yang berdaya saing, berkelanjutan adalah: (1) kelompok pembudidaya, (2) pengumpul/ koperasi, (3) lembaga keuangan, (4) lembaga permodalan, dan (5) institusi pembinaan/penyuluhan. Di sini pemerintah memegang peranan penting dalam pengembangan usaha budidaya rumput laut. Untuk mempermudah pelaksanaan pembinaan, pelayanan, dan pengaturan oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah, pembudidayaan rumput laut harus berhimpun di dalam kelompok yang dalam pengembangan selanjutnya diharapkan dapat membentuk Koperasi/Koperasi Unit Desa. Hal ini sejalan dengan Keppres No. 23 Tahun 1982 tentang Pengembangan Budidaya Laut di perairan Indonesia, yang menetapkan bahwa pengembangan usaha budidaya laut dilakukan oleh nelayan atau pembudidaya ikan anggota Koperasi atau Koperasi Unit Desa. Pembinaan yang dilakukan pemerintah bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kelompok dalam perencanaan , 74
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 74
6/22/2010 6:35:43 PM
Kelembagaan Usaha Budidaya Rumput Laut
pelaksanaan, pemupukan modal, penerapan teknologi anjuran dan peningkatan hubungan yang melembaga antara kelompok, Koperasi/ Koperasi Unit Desa denmgan mitra usahanya. Untuk meningkatkan dan memperkuat kapasitas kelembagaan kelompok, pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan, pelatihan dan penyuluhan bagi kelompok pembu-didaya rumput laut. Kegiatan tersebut meliputi upaya-upaya peningkatan produksi dan produktivitas serta efisiensi usaha di bidang pembudidayaan rumput laut dan penanganan hasil, kemudahan dalam melakukan usaha serta pengembangan jaringan usahanya. Secara rutin Pemerintah melakukan pula penilaian terhadap kemampuan kelompok pembudidaya rumput laut melalui penyelenggaraan lomba kelompok secara berjenjang mulai dari tingkat kabupaten/kota, provinsi dan nasional. Dalam perkembangannya, beberapa kelompok pembudidaya rumput laut dapat bergabung menjadi UPP (Unit Palayanan Pengembangan), yang merupakan embrio bagi pembentukan koperasi. Pembinaan UPP dilakukan oleh dinas yang membidangi kelautan dan perikanan di kabupaten/kota dan keberadaannya ditetapkan dengan Keputusan Bupati/Walikota. Keanggotaan UPP terdiri Kelompok Pembudidaya rumput laut, Tenaga Pendamping Teknologi (TPT) dan unsur dinas.
4.3 Kelembagaan Usaha Budidaya Rumput Laut di Kabupaten Sukabumi Di daerah Pelabuhanratu dan Cisolok, Kabupaten Sukabumi budidaya rumput laut mulai diperkenalkan kepada nelayan/ pembudidaya baru pada tahun 2007 melalui pemberian bantuan dari Dinas Kelautan dan Perikanan. Budidaya rumput laut ini hanya merupakan pekerjaan sampingan nelayan. Sebelum budidaya rumput laut diterapkan ke nelayan/pembudidaya, pihak Dinas Kelautan dan Perikanan mengajak ketua-ketua kelompok budidaya rumput laut 75
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 75
6/22/2010 6:35:43 PM
Ernany Dwi Astuty
tersebut melakukan studi banding ke Bali, Kepulauan Seribu, dan Lampung. Setelah melakukan studi banding, dinas memberikan pelatihan kepada kelompok sasaran. Adapun materi pelatihan meliputi 7 materi yang terdiri dari: teknik budidaya rumput laut, analisis usaha, manajemen kelompok, kebijakan pengembangan marikultur (rumput laut), pengawasan dan pengendalian mutu rumput laut; serta penanganan pasca panen. Pelatihan tersebut diikuti oleh 40 Kepala Keluarga (KK) dengan melibatkan 5 orang instruktur. Kelompok sasaran yang memperoleh bantuan terdiri dari pembudidaya rumput laut di Cisolok dan di Ciemas masing-masing sebanyak 50 orang. Bantuan dari dinas untuk kelompok sasaran berupa uang sebesar Rp. 26.200.000,- per kelompok yang terdiri dari 10 orang untuk pembelian sarana budidaya rumput laut yang terdiri dari tali Poliethyelen 8 mm dan 9-10 mm, jangkar, pelampung utama, jaring, masker (snorkel), timbangan, perahu 1 GT dan mesin 5 PK, benih rumput laut, botol air mineral, tali rafia, pisau dan karung. Pendampingan dilakukan sejak proses pengadaan sarana produksi hingga pemasaran hasil produksi oleh pelaksana teknis maupun tenaga ahli, dan bimbingan teknis masing-masing kegiatan dilakukan 6 kali (sebulan sekali) oleh 2 orang pembimbing. Dalam hal pemasaran, upaya Dinas Kelautan dan Perikanan adalah mengadakan temu bisnis rumput laut yang mempertemukan antara pembudidaya rumput laut dengan pengusaha (pihak pasar) untuk membuka peluang pemasaran yang baru. Bila mengacu dari keterangan di atas di mana disebutkan bahwa budidaya rumput laut baru dikenalkan dimasyarakat baru tahun 2007, tidak mengherankan kalau kelembagaan yang ada masih banyak kekurangan (baru memulai bagai masih bayi). Di sini pembudidaya rumput laut sangat tergantung pada stimulus modal dari pemerintah untuk modal bibit dan sarana produksi. Di samping itu, pelayanan penyuluh dari pemerintah sangat dibutuhkan agar petani rumput laut 76
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 76
6/22/2010 6:35:43 PM
Kelembagaan Usaha Budidaya Rumput Laut
benar-benar mengerti cara budidaya dan penanganan pasca panen. Demikian juga lembaga pemasaran masih sangat tergantung dengan pihak ketiga (pengumpul) sehingga harga sangat ditentukan oleh mereka. Ada beberapa hal yang diperlukan pembudidaya rumput laut dari aspek kelembagaan agar usaha ini dapat tumbuh dan berkembang bagi perekonomian masyarakat adalah: a.
Kinerja Institusi Dinas Perikanan akan program-program budidaya rumput laut lebih ditingkatkan seperti jaminan ketersediaan bibit rumput laut secara jangka panjang agar pembudidaya tidak kesulitan mencari bibit pada saat penanaman secara serempak. Pendampingan dari institusi ini penting untuk memberi arahan mengenai pengelolaan rumput laut pasca panen, antara lain cara pengeringannya, kadar pH yang memenuhi standar kualitas bagus (pH 7 – 6).
b.
Pemerintah bisa memfasilitasi masyarakat (pembudidaya rumput laut) melalui kelompok pembudidaya rumput laut mendirikan koperasi yang fungsinya antara lain: memberikan bantuan modal dan membeli seluruh hasil panen dari anggotanya.
c.
Dalam pengembangan kelembagaan formal adalah sistem rekruitmen pejabat harus memperhatikan kompetensinya, apabila tidak nantinya merupakan sumber kelemahan dari lembaga yang dipimpinnya tidak ada kemajuan atau program yang seharusnya berjalan akan stagnan, seperti kasus penelitian di Kota Pekalongan tahun 2008, kepala sub bidang perikanan dipimpin oleh pejabat yang diluar kompentensinya. Sehingga tampak jelas programprogram perikanan tidak diprioritaskan karena pejabat yang menduduki jabatan di Sub Dinas Perikanan tidak mengetahui seluk beluk perikanan.
d.
Penting dibentuk suatu lembaga pengembangan ekonomi lokal (PEL) yang menurut Kerstan et al, 2004; dan Ellwein et al,2006 77
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 77
6/22/2010 6:35:43 PM
Ernany Dwi Astuty
tujuannya menciptakan pertumbuhan ekonomi yang semakin tinggi dan berkelanjutan serta kesempatan kerja penuh melalui meningkatnya kegiatan investasi di daerah. Pengembangan ekonomi lokal tidak semata menekankan pada aspek ekonomi tetapi kepada pendekatan kemitraan dan kerjasama para pihak baik pemerintah, pengusaha dan organisasi masyarakat lokal. Kelembagaan lain yang dibutuhkan adalah kelembagaan yang mempunyai program pengembangan kerja sama pemerintah dan swasta (Public-Private Partnership). Fokus program ini adalah pengembangan pola kerjasama antara pemerintah dan dunia usaha dalam rangka melaksanakan program-program kelautan dan perikanan oleh pemerintah dengan dana bantuan dari dunia usaha sehingga tidak terlalu membebani APBN. Pola kelembagaan publicprivate partnership yang dapat menampung kepentingan-kepentingan pemerintah dan dunia usaha serta masyarakat dapat dilakukan secara win-win sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Di samping hal di atas, pemerintah daerah juga perlu mengatur pemanfaatan zona perairan agar tidak terjadi konflik antara pelaku budidaya rumput laut dengan aktivitas lain seperti parawisata, konservasi, dan nelayan tangkap.
4.4 Kelembagaan Usaha Budidaya Rumput Laut di Beberapa Daerah 4.4.1 Daerah Bali Usaha budidaya rumput laut di kawasan perairan Klungkung, Bali mulai dirintis sejak tahun 1980-an sebagai upaya mengubah kebiasaan penduduk mengambil dan menjual karang-karang laut, penggunaan (destructive fishing) guna memudahkan perolehan hasil laut. Usaha budidaya rumput laut di daerah ini banyak dikembangkan di kepulauan Nusa Penida (Nusa Lembongan, Nusa Ceningan, dan Nusa Penida), terutama untuk rumput laut jenis Euchema (Euchema Spinosum dan Euchema cottoni). 78
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 78
6/22/2010 6:35:43 PM
Kelembagaan Usaha Budidaya Rumput Laut
Budidaya rumput laut dijadikan solusi mata pencaharian penduduk yang tidak merusak lingkungan, yakni di tengah gencarnya pembangunan pariwisata Bali. Sejalan dengan peningkatan pendapatan masyarakat dari rumput laut, sekarang jenis tanaman pesisir ini menjadi sumber mata pencaharian utama penduduk. Di Bali, kepulauan Nusa Penida telah dikenal sebagai sentra utama produksi rumput laut dengan luas 164,3 ha atau 90 % dari total produksi rumput laut di Bali. Pada tahun 1988, Bali tercatat sebagai daerah produksi rumput laut yang paling besar, yakni 60 % dari total rumput laut di Indonesia. Dalam usaha budidaya rumput laut, kelembagaan yang ada dari pemerintah daerah terdapat pada Dinas Perikanan. Di sini dinas telah memberi pelatihan cara membudidayakan rumput laut, mulai dari pemilihan bibit, penanaman, pemeliharaan sampai pasca panen. Namun demikian dari segi teknis pengelolaan rumput laut di Nusa Penida masih menghadapi persoalan, mulai dari pengaturan penanaman, perawatan, dan pola pengeringan hasil panen. Sementara untuk aspek pemasaran, lembaga yang dimanfaatkan oleh pembudidaya adalah untuk menjual hasil panen rumput laut disalurkan kepada pedagang pengumpul setempat, dan untuk sampai kepada eksportir rumput laut, komoditas tersebut harus melewati mata rantai perdagangan yang cukup panjang. Pada tataran tata niaga pemasaran rumput Laut, khususnya Kabupaten Klungkung, Provinsi Bali, setelah dibeli oleh pedagang pengumpul tingkat desa, komoditas rumput laut kemudian dijual ke pedagang pengumpul tingkat kabupaten yang kemudian dijual lagi ke pedagang antar pulau/daerah (agen eksportir), selanjutnya dijual ke eksportir. Hanya sebagian kecil pedagang pengumpul tingkat kabupaten, yang bisa yang langsung ke eksportir. Sistem pemasaran tersebut berdampak pada harga rumput laut di tingkat pembudidaya menjadi rendah, yang terkadang fluktuasi penurunan harganya sangat anjlok. Di tahun 1990 misalnya, rumput
79
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 79
6/22/2010 6:35:43 PM
Ernany Dwi Astuty
laut dihargai Rp. 170/kg, sementara 1 tahun kemudian laku dengan harga Rp. 200/kg. Pada tahun 1998, harga untuk jenis rumput laut E. Spinosum Rp. 1000/kg-Rp.1.500/kg dan E. Cattoni Rp. 1500/kg – 2.000/ kg. Sampai pada (akhir 2000- Pebruari 2001), dari informasi harga yang dikumpulkan untuk jenis E. Cattoni berkisar antara Rp. 1500/ Kg-1700/kg) dan E. spinossum berkisar antara 2000/kg-Rp. 2500/kg. Adapun harga yang paling tinggi yang pernah diterima pembudidaya, yakni Rp. 4000/kg untuk jenis E. cottonii. Sebaliknya harga rumput laut di luar negeri yang pernah dikemukakan oleh berbagai sumber ternyata jauh lebih bahkan sangat tinggi, bisa mencapai Rp1 juta/ kg. Perbedaan harga yang sangat jauh di luar negeri dengan harga di dalam negeri (di tingkat pembudidaya) menjadi hal yang sangat aneh, ketika dihadapkan dengan globalisasi (yang dipandang sebagai arena memperpendek dan mempercepat akses hubungan antar-negara). Jumlah eksportir rumput laut yang tercatat dari Dinas Perikanan Propinsi Bali (tahun 2000) sebanyak 2 perusahaan eksportir, setingkat CV. Rendahnya volume perdagangan ekspor rumput laut yang langsung melalui Bali, merupakan salah satu penyebab dari rendahnya harga rumput laut di tingkat pembudidaya, karena panjangnya rantai perdagangan akan banyak terjadi inefsiensi, baik persoalan ongkos transportasi maupun dengan berbagai pungutan-pungutan. Dalam konteks pemasaran dan rantai pemasaran rumput laut dengan tujuan ekspor asal kepulauan Nusa Penida (Klungkung), beragam hambatan struktural, terutama dengan adanya birokratisasi perdagangan, menjadi perhatian berbagai pihak dan secara kreatif berupaya memotong hambatan-hambatan tersebut (IGA. Ketut Giantri, 1999) 4.4.2 Nusa Tenggara Barat Rumput laut merupakan salah satu komoditas ekspor andalan Propinsi Nusa Tenggara Barat. Selain memiliki potensi areal budidaya yang cukup luas sekitar 5.190 ha, juga karena permintaan pasar komoditas ini cukup baik dan teknologinya relatif mudah diterapkan oleh masyarakat nelayan dengan status sosial ekonomi rendah. 80
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 80
6/22/2010 6:35:43 PM
Kelembagaan Usaha Budidaya Rumput Laut
Di awal tanam, tidak semua pembudidaya rumput laut melakukan penanaman secara bersamaan, ini disebabkan karena sulitnya memperoleh bibit pada awal tanam, karena rata-rata bibit awal diperoleh dengan membeli bibit pada nelayan yang menanam lebih awal. Bagi nelayan yang menggunakan bibit sendiri, awal tanam tidak masalah, dan umumnya telah menyiapkan bibit sejak Januari. Bahkan beberapa nelayan di Batunampar menanam rumput laut sepanjang tahun. Dalam upaya mengembangkan usaha budidaya rumput laut yang sesuai dengan kondisi biofisik dan sosial ekonomi nelayan di NTB, lembaga yang mempunyai otoritas adalah Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian (IP2TP) Mataram yang melakukan pengkajian budidaya rumput laut E. cottonii selama 2 tahun, yaitu pada bulan Juli 1996 s/d Maret 1997 di Teluk Serewe dan April 1997 s/d Maret 1998 di Teluk Ekas, Kabupaten Lombok Timur. Pengkajian ini bertujuan mendapatkan komponen atau paket teknologi budidaya rumput laut (E. cottonii) yang mampu meningkatkan produksi pada kondisi biofisik dan sosial ekonomi spesifik lokasi. Hasil pengkajian di Teluk Serewe menunjukkan: budidaya rumput laut E. cottonii menggunakan rakit terapung ukuran 10 m x 10 m, memberikan laju pertumbuhan dan produktivitas tertinggi di lokasi tersebut. Waktu tanam yang optimal adalah bulan April s/d September. Sedangkan hasil pengkajian di Teluk Ekas menunjukkan: budidaya rumput laut menggunakan rakit terapung ukuran 5 m x 5 m dan 5 m x 10 m, memberikan laju pertumbuhan dan produktivitas tertinggi dengan waktu tanam yang optimal adalah April s/d September. Teknologi hasil pengkajian di kedua lokasi tersebut telah direkomendasikan oleh Komisi Teknologi Pertanian NTB, sesuai SK. Kepala Kanwil Departemen Pertanian NTB/ Ketua Komisi Teknologi Pertanian, Nomor 1687/LB.430/VI/98, tanggal 11 Juni 1998. Hasil pengkajian tersebut telah dikomunikasikan melalui berbagai media komunikasi, antara lain seminar, temu lapang, temu informasi, temu aplikasi teknologi pertanian dan media elektronik maupun media cetak. 81
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 81
6/22/2010 6:35:43 PM
Ernany Dwi Astuty
Dari hasil penelitian Nazam, M. et al, (2004) terungkap, bahwa kemampuan nelayan dalam penyediaan modal sendiri masih rendah (35%), sedangkan 65% masih tergantung dari pinjaman. Umumnya pinjaman modal diberikan oleh pedagang pengumpul dengan syarat harus menjual produksinya kepada pedagang pengumpul yang bersangkutan dengan harga sedikit lebih rendah dibanding yang lainnya. Penggunaan modal yang terbesar pada awal operasi terutama untuk pembelian bahan rakit dan bibit awal. Pada periode berikutnya pembudidaya sudah mampu menyediakan bibit sendiri. Umumnya pengembalian hutang sudah dapat dibayar setelah 1-2 musim tanam. Dari aspek pemasaran hasil dapat dikatakan cukup lancar, hampir tidak dijumpai hambatan yang berarti, karena di masing-masing lokasi terdapat pedagang pengumpul yang siap membeli hasil nelayan pada setiap saat dengan harga yang wajar dan sistem pembayaran kontan. Pendapatan dari rumput laut bervariasi, antara Rp.125.000 s/d Rp.800.000/musim tanam (satu musim = 40-45 hari), tergantung jumlah rakit atau luas usaha yang dikelola. Dalam satu tahun pertumbuhan rumput laut hanya berlangsung dalam 4-5 musim tanam. Sementara itu di Kabupaten Dompu, Provinsi Nusa Tenggara Barat tepatnya di Desa Kwangko, kegiatan budidaya rumput laut pertama kali pada tahun 1997. Pada awalnya jumlah kepala keluarga (KK) yang melakukan kegiatan pembudidayaan rumput adalah 200 KK. Pada awalnya budidaya rumput laut ditujukan sebagai usaha sampingan karena mereka belum memiliki keterampilan yang memadai termasuk kemampuan memasarkan produksinya. Seiring dengan berjalannya waktu, kini budidaya rumput menjadi mata pencaharian utama masyarakat di Desa Kwangko terutama masyarakat di Pulau Tua, Pulau Sicangkir, dan Kampung Baru. Beberapa faktor pendukung berkembangnya usaha rumput laut di Desa Kwangko, antara lain adalah topografi dari areal budidaya
82
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 82
6/22/2010 6:35:43 PM
Kelembagaan Usaha Budidaya Rumput Laut
rumput yang sangat cocok karena dikelilingi oleh beberapa pulau kecil (berbentuk cincin) sehingga relatif terlindungi dari ancaman gelombang besar. Lahan budidaya yang tersedia juga masih relatif luas dan tenaga kerja terampil tersedia dalam jumlah yang memadai. Selain itu, aksesibilitas juga cukup baik sehingga kegiatan pendistribusian produk menjadi lancar. Beberapa persoalan yang dihadapi pembudidaya rumput laut dalam mengembangkan skala usahanya adalah keterbatasan pengadaan bibit secara serentak sehingga kegiatan usaha tidak optimal (Afifi, M., 2007). Rendahnya tingkat produksi mengakibatkan ketidakmampuan pembudidaya dalam memenuhi permintaan eksportir. Demikian juga dengan keterbatasan pinjaman dana dari pihak luar, sehingga masyarakat sering mengalami kesulitan likuiditas. Bibit rumput laut pada umumnya didatangkan dari Kabupaten Sumbawa yaitu dari Teluk Santong dengan harga Rp. 1.000/kg untuk kualitas baik. Namun demikian bibit yang dibeli tidak serta-merta ditanam, tetapi dibudidayakan dulu agar diperoleh bibit dalam jumlah lebih besar, sehingga diperlukan waktu selama 2 bulan. Sejak tahun 2001 lembaga formal yang terkait dengan pembudidaya yaitu pemerintah daerah Kabupaten Dompu menugaskan pendamping bagi pembudidaya rumput laut di Desa Kwangko. Kegiatan ini dilakukan dalam rangka program kerjasama pemerintah Indonesia dengan pemerintah Jerman (PROMIS-NT). Dengan adanya kegiatan pendamping, petani mulai merintis dan mengembangkan jaringan pasar regional NTB. Sejak tahun 2002, pemerintah daerah melalui program PROMIS-NT memberikan bantuan berupa subsidi untuk pembangunan lantai jemur permanen dan gedung penyimpanan produksi rumput laut. Kegiatan pendampingan akhirnya berhasil memfasilitasi masyarakat untuk mendirikan koperasi usaha bersama (KUB) Permata Bahari pada tahun 2003. Koperasi tersebut
83
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 83
6/22/2010 6:35:43 PM
Ernany Dwi Astuty
berfungsi antara lain: (a) memberikan bantuan modal dan (b) membeli seluruh hasil panen dari para anggotanya. Adanya keterbukaan dan transparansi KUB kepada para anggotanya menyebabkan masyarakat mau mempertahankan hubungan bisnisnya dengan KUB. Adapun upaya pembinaan pengembangan kapasitas kelembagaan terus dilakukan dengan mengadakan pelatihan kewirausahaan dan manejem keuangan. Selain itu PROMIS-NT memberikan pelatihan administrasi, bantuan mesin ketinting, membangun lantai jemur, dan lain-lain. Sejak tahun 2005 kelompok tani memperoleh bantuan berupa pinjaman modal dari Lembaga Keuangan Pedesaan (LKP) tingkat kecamatan setelah adanya rekomendasi dari Dinas Koperasi Kabupaten Dompu. Dalam perkembangannya, berbagai instansi terkait seperti pemerintah daerah, pengusaha swasta, lembaga swadaya masyarakat, masyarakat dan instasi terkait lainnya membentuk forum ekonomi lokal (Tim Prospek). Pada tahun 2004, forum tersebut melakukan survei potensi rumput laut dan mengkaji berbagai persoalan yang melingkupi kegiatan usaha budidaya rumput laut di desa tersebut. Hasil kajian menyimpulkan bahwa peluang pasar rumput laut sesungguhnya sangat besar. Untuk dapat memanfaatkan peluang tersebut, Tim Prospek merekomendasikan strategi pengembangan skala usaha dan ketrampilan dengan melakukan pengorganisasian diri dalam kelompok masyarakat dengan membentuk koperasi, menjalin kemitraan dengan produsen dari desa lain, seperti pedagang bahan baku, pengumpul serta konsumen, lembaga keuangan, dinas/instansi terkait, Forum Pengembangan Ekonomi Lokal (FPEL) dan sebagainya. Bekerjasama denga koperasi, pada tahun 2006, Tim Prospek melakukan penjajakan peluang pasar ke Bali dan berhasil membangun kerjasama dengan perusahaan eksportir rumput laut yang berkedudukan di Bali, yaitu PT Indonesia Algaemas Prima. Perusahaan tersebut setiap bulanya memerlukan pasokan rumput
84
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 84
6/22/2010 6:35:43 PM
Kelembagaan Usaha Budidaya Rumput Laut
laut kering sebanyak 500 ton dengan syarat pH 7 – 6 dan tingkat kotoran sebesar 30%. Dalam kesepakatan kerjasma ini eksportir tersebut bersedia membeli produksi rumput laut pembudidaya Kabupaten Dompu (Desa Kwangko). Hanya saja kemampuan KSU Permata Bahari mensuplai rumput laut ke perusahaan tersebut baru mencapai 10 ton per bulan, padahal permintaannya adalah sebesar 300 ton per bulan. Pada tahun 2005 KSU telah menjalin kerjasama dengan pedagang pengumpul yang berada di Desa Soro, So Nggajah, dan Tolokalo dengan kesepakatan para pedagang pengumpul akan menjual komoditasnya kepada koperasi. Namun demikian, volume rumput laut yang berhasil dikumpulkan masih jauh dari kebutuhan pasar yang ada. Berbagai keberhasilan dan kemajuan yang dicapai oleh pembudidaya rumput laut di Desa Kwangko telah menginspirasikan pemerintah daerah Kabupaten Dompu untuk memberikan komitmen berupa dukungan dan bantuan dalam usaha pengembangan ekonomi lokal khususnya komoditas rumput laut. Pada tahun 2007 pemerintah daerah mewujudkan bentuk komitmennya dengan menyuntikkan bantuan dana operasional sebesar Rp.500 juta kepada KSU Permata Bahari. Dana tersebut dialokasikan dari dana Dinas Perikanan dan Kelautan. Pada tahun 2008, pemerintah daerah mencanangkan program Gerakan Pengembangan Budidaya Rumput Laut Menuju Masyarakat Dompu yang Maju dan Beriman (Gerbang Darul Muttakin). Dalam APBD 2008, pemerintah daerah menyediakan dana sebesar Rp. 2 milyar untuk kegiatan pemberdayaan dan tata kelola rumput laut. Pada tahun 2008 jumlah rumah tangga yang terlibat dalam kegiatan budidaya rumput laut adalah 2000 KK hingga tahun 2009. 4.4.3 Sulawesi Selatan Di Sulawesi Selatan para nelayan di Desa Empoang Selatan, Kecamatan Binamu, Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan umumnya selain memiliki pekerjaan utama mencari ikan, juga mempunyai pekerjaan 85
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 85
6/22/2010 6:35:44 PM
Ernany Dwi Astuty
sambilan yang sangat me-nguntungkan, yaitu membudidayakan rumput laut. Usaha budidaya rumput laut yang dilakukan selain dikerjakan para nelayan setelah pulang dari mencari ikan, juga dikerjakan oleh istri para nelayan dengan upah Rp.1.000,- setiap satu ikatan bibit rumput laut yang dibuatnya. Rata-rata mereka dapat mengerjakan 10 ikatan setiap harinya, sehingga diperoleh penghasilan tambahan Rp.10.000,- per orang. Para nelayan di desa tersebut mengikuti Sekolah Lapangan yang diselenggarakan SPFS – FAO yang dibina secara intensif, dan para nelayan tersebut tergabung dalam Kelompok Nelayan Mawar Berkembang yang mampu menjalin kebersamaan di dalam kelompok, dan meningkatkan kegiatan usahanya. Kelompok Nelayan Mawar Berkembang ini dibentuk tahun 2002 dengan anggota 40 orang. Pada tahun 2004 mendapat bantuan Mesin Tempel dari SPFS-FAO sebanyak 30 buah yang sangat membantu dalam meningkatkan usaha penangkapan ikan. Melalui pembinaan yang intensif, mesin tempel tersebut kini sudah berkembang menjadi 38 buah, sehingga 80 persen anggota kelompok menggunakan perahu mesin ketika akan melaut. (Baca: Skema Perguliran Bola Salju yang diterapkan Terhadap Bantuan SPFS (Mesin Motor Tempel) di Kelompok Tani Mawar Berkembang). Dalam budidaya rumput laut ada tiga metode yang digunakan yaitu: pertama, metode lepas dasar, di mana metode yang cocok digunakan pada dasar perairan berpasir atau berlumpur pasir, sehingga memudahkan menancapkan patok/tiang pancang; kedua, metode rakit apung, yaitu metode yang cocok dilakukan pada perairan berkarang, karena pergerakan air didominasi ombak, sehingga penanamannya dengan menggunakan rakit bambu/kayu; dan ketiga, metode long line, yaitu suatu metode dengan menggunakan tali panjang 50 – 100 meter yang dibentangkan, dan pada kedua ujungnya diberi jangkar serta pelampung besar. Setiap 25 meter diberi pelampung utama terbuat dari drum plastik.
86
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 86
6/22/2010 6:35:44 PM
Kelembagaan Usaha Budidaya Rumput Laut
Berhubung dasar perairan yang terdapat di Desa Empowang Selatan (Jeneponto) berpasir, maka metode lepas dasar adalah metode budidaya rumput laut yang dikembangkan oleh Kelompok Nelayan Mawar Berkembang dan jenis rumput laut yang dibudidayakan adalah jenis Eucheuma cottonii. Agar nilai jual rumput laut bisa dihargai tinggi, para kelompok tani sangat mengharapkan adanya bantuan mesin atau alat jemur rumput laut. Dengan alat tersebut diharapkan penjemuran bisa optimal, sehingga nilai jualnya tinggi. Hal ini dikarenakan pada saat ini para pembudidaya nelayan hanya mengandalkan penjemuran atau pengeringan rumput laut secara alami. Dukungan lain yang juga sangat penting adalah, adanya koperasi atau kelembagaan yang mau dan mampu menampung hasil rumput laut para nelayan, sehingga harga jualnya tidak jatuh karena dibeli para tengkulak sebagaimana terjadi sekarang ini. 4.4.4 Di Kabupaten Jepara Di kabupaten Jepara tepatnya di Karimun Jawa, budidaya rumput laut mulai dikenal masyarakat pantai sejak tahun 2000, tetapi sempat mengalami penurunan aktivitas budidaya antara tahun 2003 s/d 2004 yang disebabkan kendala penyerapan hasil produksi oleh pasar. Kegiatan tersebut bangkit kembali mulai tahun 2005 dan mengantarkan 2 kelompok pembudidaya rumput laut yaitu Bintang Laut dan Alga Jaya menjadi juara tingkat nasional, pada perjalanannya mencapai puncak peningkatan pemanfatan potensi lahan dan kapasitas produksi sampai dengan sekarang. Sementara itu, di pesisir Jepara Daratan aktivitas budidaya rumput laut secara masal mulai dilakukan sejak bulan Maret 2009 seiring dengan adanya program pengembangan kawasan budidaya rumput laut dari Ditjen Perikanan Budidaya DKP melalui alokasi Bantuan Pengembangan Usaha Kecil Perikanan Budidaya (BS-PUKPB). Sasaran awal tertuju kepada 9 kelompok pembudidaya yang terdiri dari 152 pembudidaya rumput laut pemula. 87
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 87
6/22/2010 6:35:44 PM
Ernany Dwi Astuty
Pola kemitraan pasar komoditas rumput laut yang saat ini berjalan di Karimun Jawa adalah pola inti plasma (bapak angkat), di mana pengepul lokal sekaligus bertindak sebagai pemodal yang memberikan dukungan sarana produksi budidaya rumput laut terhadap pembudidaya rumput laut binaan. Sedangkan hasil produksi budidaya rumput laut dijamin sepenuhnya oleh pengepul lokal atau pedagang antar pulau untuk kemudian di jual kembali ke pihak eksportir atau perusahaan pengolah. Untuk Karimun Jawa sendiri saat ini jaminan penyerapan pasar komoditas rumput laut di tingkat eksportir/perusahaan besar telah dilakukan pola kerjasama antara pengepul lokal dengan PT. Indo Carrageen di Surabaya sebagai pemasok bahan baku utama pada perusahaan Shanghai Brillian (sebuah group perusahaan yang bergerak dalam industri rumput laut). Dari pembicaraan awal dengan pihak perusahaan, bahwa ke depan direncanakan akan membangun pabrik pengolahan rumput laut di Indonesia. Untuk memenuhi rencana tersebut, maka pihaknya harus menguasai 20% bahan baku rumput laut di seluruh Indonesia. Diharapkan ke depan konsentrasi pengembangan budidaya rumput laut di Kabupaten Jepara, khususnya di Kepulauan Karimun Jawa akan dapat dilakukan guna mencapai target kapasitas produksi rumput laut tersebut. Dengan menguasai 20% bahan baku rumput laut di Indonesia, maka pengendalian harga tidak tergantung pada pabrik pengolahan rumput laut di Cina, namun dapat dengan mudah melakukan pengendalian terhadap stabilitas harga rumput laut di dalam negeri dengan begitu akan mempengaruhi terhadap peningkatan posisi tawar produksi dari pembudidaya. Di pesisir Jepara daratan, pola kemitraan masih pada tahap penjaminan akses pasar hasil produksi, sedangkan dukungan sarana produksi dari pihak pemodal belum ada. Kegiatan budidaya masih mengandalkan pemanfaatan bantuan dana stimulant dari pihak pemerintah. Namun demikian beberapa langkah pendekatan dan ekspose kegiatan budidaya rumput laut sedang dilakukan dalam 88
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 88
6/22/2010 6:35:44 PM
Kelembagaan Usaha Budidaya Rumput Laut
rangka menarik pihak investor untuk menjalin pola kemitraan dengan kelompok pembudidaya. Dalam rangka menjamin penyerapan produksi di tingkat pembudidaya/pokdakan secara fleksibel, transparan dan berkelanjutan, maka telah dilakukan upaya melalui pola kemitraan dengan UPP “Jepara makmur Sejahtera” sebagai fasilitator sekaligus penjamin akses pasar di tingkat pembudidaya/pokdakan Ada dua aspek yang merupakan kendala yang dihadapi pembudidaya rumput laut di kabupaten Jepara, Jawa Tengah adalah pertama aspek teknis dan kedua aspek non teknis (http://seaweed81jpr. blogspot.com). Aspek teknis tersebut, antara lain : 1. Perubahan iklim akhir-akhir ini yang susah diprediksi, sehingga mempengaruhi pola tanam rumput laut. 2. Perubahan lingkungan yang fluktuatif menyebabkan timbulnya hama dan penyakit (ice-ice) sehingga berpengaruh terhadap kapasitas produksi. 3. Belum adanya teknologi terhadap penanggulangan penyakit iceice, hal ini disebabkan kegiatan budidaya rumput laut bersifat terbuka (open culture) sehingga perlakuan (treatment) secara kimiawi akan sulit dilakukan. 4. Adanya gelombang musiman dan hama ikan predator yang mengancam aktivitas kegiatan usaha budidaya. 5. Minimnya sarana penunjang budidaya seperti perahu terutama di pesisir Jepara menyebabkan terhambatnya aktivitas budidaya. 6. Jaminan ketersediaan bibit rumput laut secara jangka panjang masih terbatas, di mana fakta menunjukkan bahwa di Indonesia terjadi degradasi kualitas bibit rumput laut yang secara langsung berpengaruh terhadap kualitas dan pertumbuhan rumput laut. Hal ini disebabkan bibit yang dipakai merupakan hasil vegetatif secara terus-menerus tanpa adanya pergantian terhadap varietas baru.
89
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 89
6/22/2010 6:35:44 PM
Ernany Dwi Astuty
Adapun aspek non-teknis, anata lain 1. Konflik kepentingan dalam pemanfaatan zona perairan, di mana seringkali terjadi konflik antara pelaku budidaya rumput laut dengan aktivitas lain seperti parawisata, konservasi, dan nelayan tangkap. 2. Kelembagaan kelompok yang masih lemah dan bahkan di Karimun Jawa banyak yang belum mempunyai wadah kelompok, hal ini berpengaruh terhadap efektivitas pola pendampingan dan kontrol terhadap aktivitas budidaya. 3. Pembudidaya pemula cenderung belum siap jika mengalami kegagalan, sehingga mempengaruhi animo dan motivasi mereka. 4. Harga yang cenderung fluktuatif (tidak stabil), disebabkan orientasi ekspor masih dalam bentuk bahan baku (kering asin) menyebabkan posisi tawar rendah, serta pengendali harga ditentukan oleh pabrik pengolah di luar negeri. 5. Keterbatasan permodalan, khususnya pembudidaya di Pesisir Jepara Daratan, sehingga menghambat proses pengembangan kawasan. Hal ini karena pembudidaya belum mampu untuk menabung (saving) dana hasil penjualan rumput laut mereka yang akan digunakan untuk kegiatan perluasan lahan dan meningkatkan kapasitas produksi. 6. Kurangnya jumlah pelaku Pembina yang mempunyai spesifikasi dan profesonalisme di bidang perikanan budidaya, sehingga mempengaruhi efektivitas alih teknologi. Besarnya Jumlah pelaku utama budidaya rumput laut tidak diimbangi dengan jumlah pelaku Pembina sehingga peran pendampingan belum menyentuh pada penguatan kelembagaan dan kemandirian pelaku utama. 7. Sulitnya pembudidaya rumput laut mendapatkan akses permodalan dari pihak lembaga keuangan mikro maupun pihak investor, hal ini karena kegiatan usaha budidaya rumput laut masih dianggap kegiatan yang berisiko tinggi (high-risk).
90
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 90
6/22/2010 6:35:44 PM
Kelembagaan Usaha Budidaya Rumput Laut
8.
Belum terwujudnya pola pengembangan kawasan yang terintegrasi dari hulu ke hilir (sistem kluster), hal ini terjadi karena kurang optimalnya peran seluruh stakeholders yang terlibat dalam usaha budidaya rumput laut.
Dari beragam kelembagaan usaha budidaya rumput di beberapa daerah tersebut dapat dicatat bahwa terdapat perbedaan yang cukup signifikan dalam mengembangkan usaha budidaya rumput laut di lihat dari kelembagaannya di antara daerah-daerah tersebut. Namun intinya, ada-nya kelembagaan tersebut adalah untuk mendorong pengembangan usaha budidaya rumput laut. Pemerintah dan masyarakat terutama pembudidaya rumput laut Kabupaten Sukabumi dapat mempelajari dan memahami berbagai kelembagaan usaha budidaya rumput tersebut untuk dipertimbangkan dan diacu bagi pembentukan lembaga usaha budidaya rumput laut di daerah mereka. Meskipun begitu, keberhasilan usaha budidaya rumput di masing-masing daerah, intervensi pemerintah dalam hal dinas terkait tetap menjadi penentu utamanya.
4.5 Penutup Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi sebagai lembaga formal yang bersentuhan langsung dengan penghidupan masyarakat nelayan, sebaiknya mengefektifkan koordinasi dengan instansi terkait, mitra usaha swasta, dan kelompok pembudidaya rumput laut yang ada di tingkat lokal maupun di luar lokasi usaha. Disamping itu, lembaga penyuluhan perlu diefektifkan untuk meningkatkan kesempatan nelayan atau petani rumput laut memperoleh layanan penyuluhan sesuai kebutuhan. Penyuluh dari instansi terkait diperlukan guna pendampingan bagi petani rumput laut mulai dari penanaman hingga pasca panen sehingga menghasilkan komoditas rumput laut yang berkualitas.
91
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 91
6/22/2010 6:35:44 PM
Ernany Dwi Astuty
Kelembagaan keuangan perlu direvilisasi guna memper-mudah petani rumput laut mengakses modal dari perbankan dalam rangka pengembangan usaha. Disamping itu, bantuan pengadaan bibit yang berkualitas sangat diperlukan sehingga tidak tergantung dengan pihak tertentu yang nantinya dapat menekan harga rumput laut saat panen. Teknologi sederhana untuk pengeringan rumput laut agar kualitas rumput laut dapat memenuhi standar harga jual yang tinggi, di mana pH yang dicapai pH 7 – 6. Di samping itu sistem pensortiran kotoran rumput laut harus bersih sehingga kotoran yang ada tidak melebih 30%.
92
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 92
6/22/2010 6:35:44 PM
Kelembagaan Usaha Budidaya Rumput Laut
DAFTAR PUSTAKA
Aceng Hidayat, Tragedi Bersama Sinarharapan.co.id/berita.
Perikanan
Indonesia.www.
Afifi, Mansur, 2007. Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pengembangan Ekonomi Lokal; Studi Kasus Pengembangan Budidaya Rumput Laut di Kabupaten Dompu Nusa Tenggara Barat. Pemberdayaan_ Masyarakat_PEL_Mansur_Afifi (1). Pdf. Anggadiredja, J.T. 2007. Potential and Prospect of Indonesia Seaweed Industry Development. The Indonesia Agency for the Assessment and Application of Technology- Indonesia Seaweed Society. Jakarta. Arifin, Bustanil, 2005. Ekonomi Kelembagaan Pangan. Jakarta. Penerbit Pustaka LP3ES Indonesia. Cetakan pertama. Arifin, B. dan Rachbini,D.J. 2001. Ekonomi Politik dan Kebijakan Publik. Jakarta. Grasindo Astuty, Ernany Dwi (py), 2006. Restrukturisasi Institusi Ekonomi. Pusat Penelitian Ekonomi-LIPI. Jakarta. Ayi Kusmayadi et al, (http://database.deptan.go.id/saims-indonesia ), Budidaya Rumput Laut dengan Metode Lepas Dasar Sebagai Pekerjaan Sambilan Nelayan yang Menguntungkan (Jeneponto, Sulawesi Selatan) Dahuri, R.2000. Pendayagunaan Sumberdaya Kelautan Untuk Kesejahteraan Rakyat. Lembaga Informasi dan Studi Pembangunan Indonesia, LISPI, Jakarta. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Departemen Kelautan dan Perikanan, 2005. Profil Rumput Laut Indonesia. Jakarta. 93
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 93
6/22/2010 6:35:44 PM
Ernany Dwi Astuty
Fauzi, Akhmad, 2004. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan: Teori dan Aplikasi. Jakarta.Gramedia Pustaka Utama. Ismail, W, 1992. Budidaya rumput laut jenis algae merah. Makalah Aplikasi Teknologi Kupang NTT, 2-3 Maret 1992. Moh.Nazam, Prisdiminggo dan Arief Surahman,2004. Dampak pengkajian budidaya rumput laut di Nusa Tenggara Barat. Http :// ntb.litbang.deptan.go.id/2004/SP/dampak pengkajian.doc. Mahyuddin, B dkk 2001. Makalah Kelompok Peranan Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhanratu Dalam Mendukung Pembangunan Perikanan. Bogor Menteri Departemen Kelautan dan Perikanan, 2001. Sambutan Menteri Kelautan dan Perikanan RI pada Semiloka Sumber Daya Ikan di Bandung pada Tanggal 11 September 2001. Nadjib, M, (Py), 2007. Pengembangan Potensi Ekonomi Perikanan Tangkap. Pusat Penelitian Ekonomi-LIPI. Jakarta. Nazam,M.,Prisdiminggo dan A.S. Wahid. 1999. Kajian Ukuran Rakit Pada Budidaya Rumput Laut (Eucheuma Cottonii) Pada Beberapa Waktu Tanam Di Teluk Ekas, Lombok Timur. Pros. Lokakarya Regional BPTP Naibonat.1999. Prabowo, G dan Farchan, M, 2008. Teknik Budidaya Rumput Laut. BAPPL – Sekolah Tinggi Perikanan. Serang. Prisdiminggo, M. Nazam, A.Salam Wahid dan Rohama Daud. 1998. Pengaruh Waktu Tanam Terhadap Produksi, Produktivitas dan Laju Pertumbuhan Harian Pada Budidaya Rumput Laut Eucheuma cottonii dengan Metode Rakit (Kasus di Dusun Serewe dan Batunampar, Kec. Keruak, Lombok Timur. Pros.Simposium Perikanan Indonesia. Ujung Pandang.1998.
94
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 94
6/22/2010 6:35:44 PM
Kelembagaan Usaha Budidaya Rumput Laut
Suboko, B, 2001. Program Pengendalian Penangkapan dan Pengembangan Budidaya dalam Industri Perikanan Sukadi, F. 2007. Pengembangan Budidaya Rumput Laut di Indonesia. Makalah disampaikan pada Seminar Kebijakan Investasi Bidang Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan 5 Juli 2007. Ditjen P2HP. DKP. Supriharyono, 2000. Pelestarian dan Pengelolan Sumber Daya Alam di Wilayah Pesisir Tropis. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. www.bi.go.id/NR/rdonlyres/AAD6A925, Pengembangan Budidaya Rumput Laut Melalui Klaster Gerbang Ekonomi Kerakyatan. Kantor Bank Indonesia Ambon. http://www.pantai.netfirms.com
95
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 95
6/22/2010 6:35:45 PM
Ernany Dwi Astuty
96
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 96
6/22/2010 6:35:45 PM
Kebijakan Pemerintah dalam Pengembangan Budidaya Rumput Laut
BAB 5 KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PENGEMBANGAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT Zarmawis Ismail
5.1 Pendahuluan Salah satu keberhasilan budidaya rumput laut di suatu perairan baik yang diusahakan oleh masyarakat ataupun pengusaha adalah sejauhmana kebijakan pemerintah dapat mendorong dan mengembangkan budidaya rumput laut tersebut. Pentingnya kebijakan pemerintah ini, karena menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan faktor-faktor teknis, ekonomis, sosial, dan lingkungan. Faktor teknis misalnya, tentang perairan laut yang diizinkan untuk budidaya rumput laut, ketersediaan bibit unggul, dan teknologi yang digunakan. Faktor ekonomi mencakup aspek yang lebih luas, seperti penyediaan modal dan pemasaran hasil. Sementara mengenai faktor lingkungan adalah terjaganya lingkungan perairan laut, dari berbagai gangguan baik oleh kegiatan manusia maupun karena faktor alam, di mana rumput laut dibudidayakan. Rumput laut merupakan salah satu sumber daya ekonomi kelautan dan perikanan yang cukup menjanjikan. Paling tidak terdapat enam keunggulan sumber daya ekonomi kelautan dan perikanan, yaitu : (1) laut dan pesisir memiliki potensi ekonomi dari kuantitas dan diversitasnya, (2) sumber daya ekonomi kelautan memiliki daya saing (competitive advantage) yang tinggi di sektor kelautan dan perikanan, (3) industri sektor kelautan dan perikanan memiliki keterkaitan (backward and forward lingkage) yang kuat dengan industri-industri lainnya, (4) sumber daya ekonomi kelautan dan perikanan dapat diperbaharui (renewable resources), (5) industri di sektor kelautan memiliki efisiensi dan daya serap tenaga kerja yang relatif tinggi, dan
97
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 97
6/22/2010 6:35:45 PM
Zarmawis Ismail
(6) produk sumber daya kelautan dan perikanan memiliki prospek pasar yang luas dan terus meningkat.(Http://www.sumbawa). Rumput laut sebagai salah satu sumber daya ekonomi kelautan mempunyai keunggulan komparatif karena tersedia dalam jumlah yang besar dan beraneka ragam serta dapat dimanfaatkan dengan biaya eksploitasi yang relatif murah sehingga mampu menciptakan kapasitas penawaran yang kompetitif (Syafikri, 2008). Di sisi lain kebutuhan pasar sangat besar karena kecendrungan permintaan pasar global yang terus meningkat. Untuk memenuhi hal tersebut, maka akselerasi pengembangan budidaya rumput laut sebagai salah satu sumber daya ekonomi kelautan dan perikanan di suatu daerah penting untuk dilakukan. Karena itu pula bagian ini mencoba mengkaji kebijakan pemerintah, kebijakan daerah, dan analisis kebijakan pengem-bangan budidaya rumput laut di Kabupaten Sukabumi. Dengan harapan berbagai kebijakan tersebut member peluang kepada masyarakat dan pengusaha untuk mengembangkan budidaya rumput laut di wilayah tersebut.
5.2 Kebijakan Pemerintah Budidaya rumput laut memiliki karakteristik ketergantungan terhadap alam yang masih besar campur tangan manusia, peningkatan produktivitas, dan kontinyuitas usaha. Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2002 tentang Usaha Perikanan belum mengatur izin usaha budidaya rumput laut yang dilakukan oleh masyarakat (industri rakyat). Pembudidaya rumput laut pada umumnya mengindahkan aturan yang berlaku secara lokal (adat-istiadat atau hukum lokal) ketika akan membuka usaha budidaya rumput laut. Beberapa aturan lokal di antaranya adalah adanya pengakuan kepemilikan kepada pembudidaya rumput laut yang pertama kali membuka usaha budidaya rumput laut di areal laut tertentu. Ketika pembudidaya tersebut tidak memanfaatkan lagi areal tersebut, maka pembudidaya 98
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 98
6/22/2010 6:35:45 PM
Kebijakan Pemerintah dalam Pengembangan Budidaya Rumput Laut
lain yang akan memanfaatkan diwajibkan membayar sejumlah uang sebagai pengakuan kepemilikan. Sedangkan secara formal (RUTD/ RUTW), kebijakan pembangunan, peraturan desa (perdes), tata ruang pemanfaatan perairan laut untuk keperluan budidaya laut dan khususnya budidaya rumput laut, umumnya belum dimiliki oleh pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Berdasarkan Undang-undang No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, dijelaskan bahwa Kawasan Budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk kegiatan budidaya dari jenis biota tertentu, atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan. Menurut Undangundang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 3 jo Pasal 10 ayat (3) menyatakan bahwa wilayah daerah provinsi terdiri dari wilayah darat dan wilayah laut sejauh 12 mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan. Kewenangan daerah kabupaten dan kota adalah sejauh sepertiga (1/3) dari batas wilayah laut provinsi. Batas wilayah laut dua daerah provinsi yang berhadapan kurang dari 24 mil, misalnya 20 mil, maka wilayah laut masing-masing provinsi menjadi hanya 10 mil dengan garis pantai berupa garis tengah (median line) antara dua provinsi. Dengan demikian semua kabupaten dan kota yang berhadapan dengan wilayah laut tersebut mempunyai wilayah laut sejauh 3,3 mil atau seperti dari 10 mil laut dari garis pantai. Penetapan suatu wilayah laut sebagai kawasan budidaya diatur dalam Keputusan Presiden No. 23 Tahun 1982 tentang Pengembangan Budidaya Laut di Perairan Indonesia didasarkan pada 2 (dua) ketetapan, yaitu: Pertama, penetapan bagian perairan yang akan dipergunakan sebagai lokasi untuk melakukan budidaya harus memenuhi syaratsyarat teknis dengan mem-perhatikan kepentingan sektor-sektor lainnya sehingga tidak menimbulkan kerugian bagi berlangsungnya kegiatan budidaya dan kegiatan sektor-sektor lainnya. Kedua, Gubernur Kepala Daerah Tingkat I menetapkan bagian perairan laut 99
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 99
6/22/2010 6:35:45 PM
Zarmawis Ismail
yang letaknya di daerah pantai dalam wilayah administrasinya sebagai lokasi untuk melakukan budidaya laut. Sehubungan dengan kedua butir di atas, dalam menen-tukan lokasi budidaya harus mempertimbangkan tata ruang/pembagian zonasi wilayah yang telah ditentukan, di samping daya dukung perairan, dan persyaratan teknis dan non teknis. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 34 Tahun 2002 tentang Pedoman Umum Tata Ruang Laut Pesisir dan Pulau-pulau Kecil yang berisi tentang perencanaan, pemanfaatan ruang, pengendalian, dan kelembagaan. Kepmen tersebut juga memuat ketentuan bahwa wilayah laut pesisir dibagi dalam beberapa zona penting, yaitu: 1.
2.
3.
4.
Zona Preserpasi (inti): merupakan wilayah yang memiliki nilai konservasi tinggi yang sangat rentan terhadap gangguan dari luar sehingga diupayakan intervensi manusia di dalamnya seminimal mungkin. Dalam pengelolaannya wilayah ini harus mendapat perlindungan yang maksimal. Kegiatan yang boleh dilakukan di wilayah ini adalah bersifat penelitian, pendidikan, dan rekreasi alam yang tidak merusak. Zona konservasi: merupakan wilayah perlindungan yang di dalamnya terdapat satu atau lebih zona/wilayah inti. Wilayah konservasi ini dapat dimanfaatakan secara terbatas yang didasarkan atas pengaturan yang ketat. Zona Penyangga: merupakan wilayah transisi antara zona konservasi dengan zona pemanfaatan. Pada wilayah ini dapat dilakukan pengaturan disinsentif bagi pemanfaatan ruang. Zona Pemanfaatan (kawasan budidaya); wilayah ini dapat dimanfaatkan secara intensif untuk kegiatan budidaya ikan dengan pertimbangan daya dukung lingkungan meru-pakan syarat utama. Namun limbah yang ditimbulkan dari kegiatan budidaya tersebut tidak melebihi kapasistas asimilasi kawasan perairan. Pada wilayah ini terdapat juga area-area yang merupakan zona perlindungan setempat. Untuk pengembangan budidaya rumput laut diarahkan pada zona ini.
100
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 100
6/22/2010 6:35:45 PM
Kebijakan Pemerintah dalam Pengembangan Budidaya Rumput Laut
5.
Zona tertentu: merupakan kawasan khusus yang diperun-tukkan terutama bagi kegiatan pertahanan dan militer.
Konsep perencanaan pemanfaatan menurut kepmen tersebut tidaklah kaku membagi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil pada zona-zona peruntukkannya, tetapi keberhasilannya sangat ditentukan oleh karakteristik wilayah pesisir dan tujuan perencanaan serta kesepakatan pemangku kepentingan di wilayah pesisir tersebut. Selain penetapan zonasi seperti diuangkap di atas, pengembangan budidaya rumput laut juga berkaitan dengan perizinan. Pemerintah melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. Kep.02./MEN/2004 tentang Perizinan Usaha Pembudidayaan Ikan telah mengatur usaha budidaya perikanan termasuk di dalamnya perizinan usaha budidaya rumput laut, sebagai pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2002 tentang Usaha Perikanan. Di dalam keputusan menteri tersebut, yang dimaksud dengan usaha pembudidayaan ikan meliputi kegiatan pembenihan, pembesaran, penanganan, dan/atau pengolahan yang dapat dilakukan secara terpisah maupun secara terpadu. Setiap warga negara RI atau badan hukum termasuk koperasi yang melakukan usaha pembudidayaan rumput laut yang dilakukan secara terpisah maupun terpadu, wajib me-miliki izin usaha perikanan (IUP) bidang pembudidayaan. IUP pembudidayaan rumput dapat dikeluarkan oleh : (1) Direktur Jendral Perikanan Budidaya, apabila usaha dilakukan di laut lepas dengan batas di atas 12 mil laut; (2) Gubernur, apabila usaha dilakukan di laut dengan batas antara 4 mil s/d 12 mil laut; dan (3) Bupati/Walikota, apabila usaha dilakukan dengan batas kurang dari 4 mil laut dari garis pantai. Selain dari ketentuan tersebut, IUP bidang pembudidayaan rumput laut diterbitkan oleh Dirjen Perikanan Budidaya, apabila berbentuk usaha penanaman modal asing (PMA) ataupun menggunakan tenaga kerja asing. Sementara usaha pembidudayaan rumput laut yang dibebaskan IUP, apabila: (1) usaha
101
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 101
6/22/2010 6:35:45 PM
Zarmawis Ismail
budidaya rumput laut menggunakan metoda lepas dasar dengan jumlah unit tidak lebih 8 unit, masing-masing berukuran 100x5m2; (2) usaha budidaya rumput laut menggunakan rakit apung dengan jumlah unit tidak lebih dari 20 rakit dan masing-masing rakit berukuran 5x2,5m2; dan usaha budidaya rumput laut menggunakan metoda long line dengan jumlah unit tidak lebih dari 2 unit, masing-masing unit berukuran 1 Ha. Setiap usaha budidaya rumput laut yang telah memiliki IUP wajib untuk: (1) melaksanakan ketentuan yang tercantum dalam IUP; (2) memohon persetujuan tertulis apabila akan memindahtangankan IUPnya; (3) menyampaikan laporan kegiatan usaha setiap 6 (enam) bulan sekali; dan (4) menysuaikan rencana usaha apabila melakukan perluasan usaha. IUP pem-budidayaan rumput laut berlaku selama perusahaan yang bersangkutan melakukan kegiatan usahanya. Mengingat pembudidayaan rumput laut pada umumnya dilakukan di tambak atau di laut dengan batas wilayah kurang dari 4 mil laut dari garis pantai, IUP nya dikeluarkan oleh Bupati/Walikota atau pejabat yang ditunjuk. Dari uraian mengenai kebijakan pemerintah tersebut dapat dicatat bahwa secara spesifik budidaya rumput laut belum diatur tersediri baik pada tingkat pemerintah pusat maupun di tingkat pemerintahan daerah. Meskipun demikian dalam hal lingkup wilayah/zona (tata ruang) dan perizinan, budidaya rumput laut secara implisit tercakup ke dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 34 Tahun 2002 tentang Pedoman Umum Tata Ruang Laut Pesisir dan Pulau-pulau Kecil; dan Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2002 tentang Usaha Perikanan. Selain kebijakan mengenai tata ruang/lokasi dan perizinan budidaya rumput laut tersebut, pemerintah juga sudah memberikan pedoman dalam hal kelembagaan, permodalan, dan kemitraan usaha budidaya rumput. Mengenai kelembagaan misalnya, yang terlibat untuk mendukung sistem usaha budidaya rumput laut yang berdaya saing dan berkelanjutan, adalah kelompok pembudidaya, (2) pengumpul/koperasi, (3) lembaga keuangan, (4) lembaga permodalan, (5) institusi pengembangan
102
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 102
6/22/2010 6:35:45 PM
Kebijakan Pemerintah dalam Pengembangan Budidaya Rumput Laut
sumber daya manusia (SDM), dan (6) institusi pembinaan/penyuluhan. Pemerintah memegang peran penting dalam pengembangan usaha budidaya rumput laut. Karena itu untuk mempermudah pelaksanaan pembinaan, pelayanan, dan pengaturan budidaya rumput laut oleh Pemerintah Pusat maupun pemerintah daerah, pembudidaya rumput laut harus berhimpun di dalam kelompok yang dalam pengembangan selanjutnya dapat membentuk koperasi/koperasi unit desa (KUD). Hal ini sejalan dengan Keppres No. 23 Tahun 1982 tentang Pengembangan Budidaya Laut dilakukan oleh nelayan atau pembudidaya ikan anggota koperasi atau KUD. Pembinaan yang dilakukan oleh pemerintah bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kelompok dalam perencanaan, pelaksanaan, pemupukan modal, penerapan teknologi anjuran dan peningkatan hubungan yang melembaga antara kelompok, koperasi/ KUD dengan mitra usahanya. Mengenai modal usaha, pemerintah memberi dukungan penguatan modal bagi kelompok pembudidaya yang berskala usaha kecil, tekanannya untuk mempercepat pembentukan kawasan budidaya rumput laut. Sesuai dengan kemampuannya, pemerintah melakukan upaya penguatan modal untuk mengembangkan usaha kelompok pembudidaya rumput laut yang dananya bersumber baik dari APBN, APBD maupun bantuan luar negeri. Di samping itu dilakukan pula fasilitasi untuk memperoleh kredit perbankan serta dukungan dari dunia usaha melalui pengembangan kemitraan usaha di bidang budidaya rumput laut. Hal ini sejalan dengan ketentuan dalam UU No. 31 Tahun 2004 Pasal 60 dan Pasal 62 yang menetapkan bahwa pemerintah melakukan pemberdayaan pembudidaya ikanikan kecil melalui: • •
Penyediaan skim kredit, bagi pembudidaya rumput laut usaha kecil dengan cara yang mudah dan dengan bunga rendah. Mengadakan pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan untuk
103
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 103
6/22/2010 6:35:45 PM
Zarmawis Ismail
• •
meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan. Menumbuh-kembangkan kelompok pembudidaya rumput laut usaha kecil dan koperasi perikanan. Memberikan dan mengusahakan dana untuk memberdayakan pembudidaya rumput laut usaha kecil.
Sementara dalam hal kemitraan usaha untuk mendukung pengembangan kawasan budidaya rumput laut, pola usaha yang direkomendasikan adalah Pola Kemitraan antara usaha besar (perusahaan pengumpul, pengolah, dan eksportir) dengan kelompok pembudidaya rumput laut. Penetapan pola kemitraan dilakukan mengingat nilai tambah rumput laut bagian terbesar terdapat pada industri pengolahnya. Saat ini industri yang mengolah rumput laut dari bahan baku menjadi bahan setengah jadi, belum begitu banyak di Indonesia. Dengan begitu sebagian besar produksi rumput laut masih diekspor sebagai bahan mentah yang nilai tambahnya belum dinikmati oleh pembudidaya sebagai produsen, pemerintah daerah, dan stakeholders lainnya di Indonesia. Di sisi lain keberadaan industri pengolah rumput belum didukung oleh penyediaan bahan baku yang memadai. Pola kemitraan usaha budidaya rumput laut yang dianjurkan untuk diterapkan adalah kemitraan usaha melalui pola perusahaan inti rakyat (PIR). Pola ini dilakukan oleh perusahaan besar termasuk koperasi/KUD yang bertindak sebagai perusahaan inti dengan kelompok pembudidaya yang telah maupun belum bergabung menjadi koperasi/KUD yang bertindak sebagai plasma. Perusahaan inti dapat berbentuk perusahaan penghela, pengelola, perusahaan pembina atau cluster bisnis. Pengembangan kemitraan usaha pembudidayaan ikan dengan pola PIR bertujuan untuk meningkatkan pendapatan, kesinambungan usaha, meningkatkan kualitas sumber daya plasma, meningkatkan skala usaha dalam upaya menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan usaha plasma yang mandiri. Kemitraan usaha pembudidayaan rumput laut dengan pola PIR dilakukan berdasarkan atas persamaan kedudukan, 104
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 104
6/22/2010 6:35:45 PM
Kebijakan Pemerintah dalam Pengembangan Budidaya Rumput Laut
keselarasan, dan peningkatan ketrampilan plasma oleh perusahaan inti melalui perwujudan sinergitas kemitraan, yaitu hubungan: saling membutuhkan yaitu perusahaan inti memerlukan pasokan bahan baku dan plasma memerlukan penampungan hasil dan bimbingan; sama-sama memperhatikan tanggung jawab moral dan etika bisnis dalam meningkatkan daya saing; dan saling menguntungkan baik perusahaan inti maupun plasma memperoleh peningkatan keuntungan/pendapatan dan kesinambungan usaha. Tentu dengan harapan, berbagai pedoman untuk meningkatkan keberhasilan usaha budidaya rumput laut tersebut, dapat dipahami oleh pemerintah daerah dalam hal dinas/instansi kelautan dan perikanan yang selanjutkan diimplementasikan pada pembudidaya rumput laut dan disesuaikan dengan kondisi sumber daya dan respon masyarakat di masing-masing daerah.
5.3 Kebijakan Daerah Visi Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi seperti terungkap dalam Peraturan Daerah No. 1 Tahun 2006 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Sukabumi Tahun 2006-2010, adalah mewu-judkan Dinas Kelautan dan Perikanan sebagai fasilitator yang akomodatif dalam upaya pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan yang produktif. Visi ini didasarkan pada potensi sumber daya pesisir yang potensial yang dimiliki Kabupaten Sukabumi, yang ditandai dengan panjang pantai 117 km tersebar di tujuh kecamatan yang memanjang dari wilayah kecamatan Cisolok, Pelabuhanratu, Ciemas, Ciracap, Surade, Cibitung, dan Tegalbuleud. Adapun potensi sumber daya pesisir dan kelautan yang dominan, antara lain perikanan tangkap, terumbu karang, hutan mangrove, rumput laut, penyu, bahan tambang, dan mineral, serta pariwisata. Untuk merealisasikan visi tersebut, maka misi Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi adalah memfasilitasi pemanfaatan potensi kelautan dan perikanan yang berorientasi pasar 105
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 105
6/22/2010 6:35:46 PM
Zarmawis Ismail
yang didukung oleh sarana, prasarana, dan teknologi tepat guna melalui pemberdayaan kelompok nelayan dan pembudidaya ikan yang dinamis dan inovatif. Untuk mewujudkan visi dan misi tersebut, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi mempunyai tujuan (1) mengatur pengelolaan sumber daya alam kelautan dan perikanan, (2) meningkatkan produksi dan produktivitas usaha kelautan dan perikanan, (3) meningkatkan kualitas produk perikanan, (4) meningkatkan diversifikasi produk perikanan, (5) meningkatkan penggunaan teknologi tepat guna, (6) meningkatkan volume ekspor komoditas perikanan, (7) meningkatkan nilai jual produk perikanan, (8) mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan, (9) pembinaan wilayah pesisir dan daerah pantai, (10) meminimalisir penurunan produksi perikanan akibat serangan hama dan penyakit, dan (11) memperbaiki kualitas lingkungan sumber daya kelautan dan perikanan. Dalam merealisasikan tujuan pembangunan kelautan dan perikanan, Kebijakan Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Sukabumi ditekankan pada: (1) pembangunan potensi ke-lautan dan perikanan; (2) peningkatan infrastruktur (sarana dan prasarana); dan (3) penanggulangan kemiskinan dengan fokus peningkatan pendapatan nelayan dan pembudidaya. Selain itu pesisir dan laut Kabupaten Sukabumi dimanfaatkan untuk pariwisata, sehingga saat ini wilayah Pelabuhanratu dan sekitarnya menjadi pusat kunjungan wisata dan merupakan titik tumbuh dalam pengembangan daerah wisata pantai di bagian selatan Kabupaten Sukabumi. Bertolak dari kebijakan pengembangan potensi kelautan dan perikanan tersebut, program pengembangan dan pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan Kabupaten Sukabumi difokuskan pada pengelolaan dan pendayagunaan potensi sumber daya laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil secara optimal, adil, dan lestari melalui keterpaduan antar berbagai pemanfaatan sumber
106
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 106
6/22/2010 6:35:46 PM
Kebijakan Pemerintah dalam Pengembangan Budidaya Rumput Laut
daya sehingga memberikan konribusi bagi pembangunan nasional, pembangunan daerah, dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Hal ini bisa dicapai apabila pengelolaan, pengembangan, dan pemanfaatan sumber daya perikanan tersebut dilakukan secara optimal, adil, dan berkelanjutan. Dengan cara ini diharapkan akan meningkatkan nilai tambah hasil perikanan, pendapatan nelayan dan pembudidaya ikan, nilai devisa, dan masyarakat pesisir lainnya. Sasaran program adalah berkembangnya pengelolaan potensi sumber daya kelautan dan perikanan yang berdaya guna dan berhasil guna. Dengan visi, misi, tujuan, dan kebijakan pengembangan pemanfaatan sumber daya kelautan dan pesisir Kabupaten Sukabumi, maka sesuai dengan Surat Keputusan Bupati Kabupaten Sukabumi No. 574 Tahun 2002, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi melaksanakan fungsi: (1) pengkajian dan penyiapan bahan perumusan kebijakan di bidang pembinaan usaha tani dan nelayan, (2) penyusunan rencana dan program kerja usaha tani dan nelayan, (3) pelaksanaan dan penyusunan petunjuk teknis pembinaan usaha tani dan nelayan, (4) pelaksanaan dan penyusunan petunjuk teknis pelayanan dan pengelolaan perijinan usaha kelautan dan perikanan, (5) pelaksanaan dan penyusunan petunjuk teknis pembinaan pengelolaan dan mutu serta pemasaran hasil kelautan dan perikanan, (6) pelaksanaan dan penyusunan kelembagaan tani dan nelayan, (7) pelaksanaan bimbingan usaha dan permodalan, (8) pelaksanaan monitoring dan evaluasi di bidang usaha tani dan nelayan, (9) pelaporan pelaksanaan tugas di bidang usaha tani dan nelayan kepada Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan, dan (10) pelaksanaan tugas lain yang diberikan Kepala Dinas Kalautan dan Perikanan sesuai dengan bidang tugasnya. Untuk merealisasikan beragam fungsi tersebut, program Dinas Kelautan dan Perikanan di antaranya adalah: (1) pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan secara optimal, seperti optimalisasi penangkapan ikan (optikapi), optimalisasi pelelangan ikan (optilankan), dan optimalisasi pemasaran ikan (optisarkan); (2) 107
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 107
6/22/2010 6:35:46 PM
Zarmawis Ismail
pemberdayaan masyarakat nelayan dan pembudidaya ikan melalui kegiatan-kegiatan pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir (PEMP), intensifikasi budidaya ikan (Inbudkan), koperasi usaha bersama (KUB), dan gabungan kelompok tani (Gapoktan); (3) pembangunan sarana dan prasarana penangkapan (TPI/PPI) terpadu di berbagai wilayah; (4) penegakan hukum di wilayah laut; dan (5) peningkatan kualitas sumber daya manusia perikanan (nelayan, pembudidaya ikan, pengolah dan pemasaran ikan, serta aparatur pembina).
5.4 Analisis Kebijakan Pengembangan Budidaya Rumput Laut Meskipun tidak secara eksplisit disinggung mengenai budidaya rumput laut, tetapi dari berbagai ketetapan peme-rintah dan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi, seperti tertuang dalam visi, misi, tujuan, kebijakan, program, fungsi, dan kegiatan dalam mengelola sumber daya kelautan dan pesisir di wilayah tersebut, pada dasarnya secara implisit sudah mencakup pula aspek-aspek yang terkait dengan pengembangan budidaya rumput laut. Hal ini didasarkan karena sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2002 tentang Usaha Perikanan, di mana dalam peraturan ini secara implisit termasuk juga rumput laut. Dengan ini berarti program dan kegiatan budidaya rumput laut di Kabupaten Sukabumi telah tercakup dalam berbagai fungsi Dinas Kelautan dan Perikanan wilayah ini. Pertanyaannya adalah seberapa besar pengaruh dari berbagai kebijakan pemerintah dan Dinas Kelautan dan Perikanan di Kabupaten Sukabumi itu terhadap usaha budidaya rumput laut di wilayah itu. Karena seperti diungkap pada bab-bab di depan, meskipun potensi rumput laut di wilayah perairan Kabupaten Sukabumi relatif besar, yakni sekitar 1404 ha, ternyata yang baru diusahakan relatif kecil, yakni kurang dari satu persen. Hal ini dapat dimaklumi, karena usaha budidaya rumput laut baru dimulai 2 atau 3 tahun yang lalu, itupun dilakukan atas prakarsa pemerintah, dalam hal ini Dinas Kelautan
108
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 108
6/22/2010 6:35:46 PM
Kebijakan Pemerintah dalam Pengembangan Budidaya Rumput Laut
dan Perikanan daerah setempat. Sungguhpun demikian, mengingat potensi rumput di Kabupaten Sukabumi begitu besar, apabila dikelola dengan menerapkan konsep-konsep perencanaan, efisien, adil, dan berkesinambungan, tentu hasilnya sangatlah besar dan menjanjikan. Hal tersebut berarti usaha budidaya rumput yang dilakukan masyarakat, di berbagai lokasi dalam wilayah Kabupaten Sukabumi tersebut, seperti diungkap dalam bab-bab di depan perlu mendapat perhatian pemerintah, terutama yang berkaitan dengan aspek-aspek keberhasilannya. Aspek-aspek tersebut antara lain lokasi, perizinan, teknologi, modal, pemasaran, kelembagaan, dan kemitraan usaha. Dalam hal penentuan lokasi atau zona/wilayah perairan laut dan perizinan usaha budidaya rumput laut sampai pada tingkat kabupaten/kota tentu tidak menjadi masalah, karena sudah diatur dalam Keputusan Menteri dan Peraturan Pemerintah, seperti dijelaskan di atas (Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 34 Tahun 2002 tentang Pedoman Umum Tata Ruang Laut Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, serta Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. Kep.02./ MEN/2004 tentang Perizinan. Kebijakan kedua aspek ini seyogianya diadopsi, dipelajari oleh pemerintah Kabupaten Sukabumi untuk selanjutnya disosialisasikan ke-pada masyarakat, sehingga masyarakat yang berminat untuk melakukan usaha budidaya rumput memiliki kepastian me-ngenai lokasi dan perizinan dalam mengusahakan budidaya rumput laut. Pentingnya penentuan lokasi misalnya, karena mencakup aspek yang luas, yakni tata ruang, tenaga kerja, transportasi, keamanan, kualitas air, dan indikator biologi. Untuk tata ruang wilayah misalnya, sebagai lokasi budidaya rumput laut haruslah mendapat perhatian khusus. Hal ini penting agar tidak terjadi konflik antar-kepentingan. Di beberapa tempat sering terjadi masalah dengan lokasi antara kepentingan budidaya rumput laut dengan pariwisata. Konflik kepentingan juga dapat terjadi pada kegiatan penangkapan ikan,
109
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 109
6/22/2010 6:35:46 PM
Zarmawis Ismail
pengumpul ikan hias, perhubungan laut, industri, taman nasional laut sehingga sangat berpengaruh pada keberlangsungan usaha budidaya rumput laut (Prabowo, Guntur dan Moch. Facrhan, 2008). Demikian pula dengan bibit mencakup aspek-aspek kriteria bibit (ciri-ciri bibit yang baik) dan penanganan bibit. Sementara dengan teknologi budidaya rumput laut, tekanannya adalah pemilihan jenis rumput laut yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak permintaan baik di dalam negeri maupun untuk ekspor, seperti Eucheuma dan Gracilaria Spp. Hal ini berarti pemerintah dalam hal ini Dinas Kelautan dan Perikanan selain berupaya mendatangkan bibit tersebut dari luar daerah, seperti Lampung, Bali dan lain-lain, tetapi juga harus membuat pembibitan sendiri yang selanjutnya pengetahuan ini ditularkan pada masyarakat pembudidaya rumput laut. Dalam jangka panjang demi keberhasilan usaha budidaya rumput laut, menuntut pemerintah daerah dalam hal ini Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi untuk merancang dan mengembangkan program pendidikan dan pelatihan (diklat) mengenai budidaya rumput laut. Karena memang selama ini diklat-diklat yang dikelola lebih kepada usaha perikanan baik perikanan tangkap maupun perikanan budidaya. Usaha budidaya rumput laut di Kabupaten Sukabumi seperti diuangkap pada bab-bab di depan, tentu saja masih dihadapkan pada beragam masalah. Selain masalah-masalah di atas, masalah yang dihadapi pembudidaya adalah kualitas rumput laut yang rendah sebagai akibat belum berkembangnya teknologi formulasi, tidak ada standar mutu, harga relatif rendah di sentra produksi, sebagai akibat belum seriusnya pembudidaya mengusahakan rumput laut karena hanya merupakan pekerjaan sampingan, ditambah lagi belum optimalnya intervensi peme-rintah menggalakkan usaha budidaya rumput laut dengan dukungan berbagai fasilitas yang diperlukan, menyebabkan hasil yang diperoleh pembudidaya termasuk nilai ekspor masih rendah. Karena itu untuk mendorong masyarakat lebih tertarik untuk mengusahakan budidaya rumput laut, berbagai kebijakan terkait dengan usaha ini, seperti kelembagaan, permodalan, dan kemitraan 110
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 110
6/22/2010 6:35:46 PM
Kebijakan Pemerintah dalam Pengembangan Budidaya Rumput Laut
perlu diterbitkan/dikeluarkan oleh pemerintah Kabupaten Sukabumi. Ketiga aspek pentingnya pada dasarnya sudah diberikan pedoman oleh instansi yang lebih tinggi, yakni Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, sebagaimana diuraikan di atas. Hal ini berarti, pemerintah daerah Kabupaten Sukabumi tinggal mengadopsi, menyesuaikan dengan kondisi daerah, dan mensosialisasikan kepada pembudidaya dan masyarakat yang berminat berusaha di bidang rumput laut. Agar program diklat, kelembagaan, permodalan, dan kemitraan dalam usaha budidaya rumput laut tersebut bisa direalisasikan, sehingga akan meningkatkan pengetahuan dan pemahaman petani/ pembudidaya atau masyarakat yang ingin berusaha rumput laut, maka sangat diperlukan landasan berupa peraturan. Hal ini dapat dilakukan dengan merancang peraturan baru untuk diusulkan pada lembaga legislatif/DPRD atau memasukannya ke dalam peraturan yang sudah ada dengan melakukan revisi. Misalnya Surat Keputusan Bupati Kabupaten Sukabumi No. 574 Tahun 2002, mengenai fungsi Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi, di mana di dalamnya secara eksplisit belum terungkap mengenai peran diklat, kelembagaan, permodalan, dan kemitraan yang lebih terinci dalam upaya pengembangan dalam pemanfaatan sumber daya ekonomi kelautan dan perikanan di Kabupaten Sukabumi.
5.5 Penutup Keberhasilan pengembangan usaha budidaya rumput di Kabupaten Sukabumiselain dipengaruhi oleh faktor teknis (lokasi, bibit dll), ekonomi (kelembagaan, permodalan, dan kemitraan), lingkungan, juga oleh kebijakan pemerintah. Secara substansial, aspek teknis, ekonomi, dan lingkungan tersebut secara nasional sudah ada baik dalam bentuk kebijakan maupun berupa pedoman. Karena itu untuk keberhasilan pengembangan usaha budidaya rumput laut di Kabupaten Sukabumi, berbagai kebijakan dan pendoman tersebut
111
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 111
6/22/2010 6:35:46 PM
Zarmawis Ismail
perlu diadopsi, dipelajari, dan bersama-sama dengan lembaga DPRD dirumuskan menjadi kebijakan daerah. Kebijakan ini kemudian disosialisasikan kepada pembudidaya, pengusaha, dan masyarakat yang berminat melakukan usaha budidaya rumput laut.
112
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 112
6/22/2010 6:35:46 PM
Kebijakan Pemerintah dalam Pengembangan Budidaya Rumput Laut
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jendral Perikanan Budidaya Departemen Kelautan dan Perikanan, 2005. Profil Rumput Laut Indonesia. Hal 112-123 Identifikasi Potensi dan Permasalahan Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut di Era Otoda di Kabupaten Sumbawa. Http:// www.sumbawa. News.com/berita. Prabowo, Guntur dan Moch. Farchan, 2008. Teknik Budidaya Rumput Laut. BAPPL-STP Serang. Banten. Syafikri, Dedi, 2008. Prospek Budidaya Rumput Laut Dalam Mendorong Pembangunan Ekonomi Berbasis Kelautan di Kabupaten Sumbawa.
113
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 113
6/22/2010 6:35:46 PM
Zarmawis Ismail
114
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 114
6/22/2010 6:35:46 PM
Strategi Optimalisasi Pemanfaatan Budidaya Rumput Laut
BAB 6 STRATEGI OPTIMALISASI PEMANFAATAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT Zarmawis Ismail
6.1 Pendahuluan Indonesia sebagai negara kepulauan yang terdiri dari sekitar 17 ribuan kepulauan besar dan kecil serta sekitar dua pertiga wilayahnya adalahlautan,seyogyanyamerencanakandanmelaksanakanharmonisasi pembangunan ekonominya di antara darat dan laut. Seharusnya sektor kelautan utamanya perikanan tangkap termasuk di dalamnya komoditas rumput laut, dapat dijadikan andalan sebagai poros kekuatan dan motor penggerak perekonomian nasional, selain sektor ekonomi daratan. Sayangnya sampai saat ini realisasinya masih jauh dari harapan. Meskipun demikian, sebagaimana diungkap oleh Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Departemen Kelautan dan Perikanan dalam profil rumput laut Indonesia (2005), rumput laut telah ditetapkan sebagai salah satu komoditas unggulan dari sektor perikanan. Hal ini dilakukan mengingat pengembangan budidaya rumput laut memiliki dampak yang luas terhadap peningkatan ekonomi masyarakat, pembudidaya, nelayan dan sebagai sumber penghasil devisa dari ekspornya yang terus meningkat. Oleh karena itu pengembangan budidaya rumput laut harus diarahkan pada peningkatan produksi, mutu, efisiensi usaha, peningkatan kesejahteraan pelaku usaha dengan menerapkan prinsipprinsip budidaya yang ramah lingkungan, berkeadilan, dan berkelanjutan. Kabupaten Sukabumi sebagai salah satu wilayah pesisir di Provinsi Jawa Barat dengan panjang 117 km, ternyata sekitar 20% nya atau sekitar 2.340 ha dapat dimanfaatkan untuk budidaya rumput laut. Seperti diungkap pada bab di depan (BAB II), budidaya rumput laut di 115
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 115
6/22/2010 6:35:46 PM
Zarmawis Ismail
Kabupaten Sukabumi sudah mulai diintrodusir oleh Dinas Kelautan dan Perikanan kepada masyarakat nelayan di wilayah itu pada tahun 2005. Sampai dengan tahun 2009, baru sekitar satu persen saja dari potensi perairan laut tersebut yang dimanfaatkan untuk budidaya rumput laut. Belum banyak dan beragamnya masyarakat tertarik untuk mengusahakan budidaya rumput laut di wilayah Kabupaten Sukabumi tersebut, tentu dapat dipahami, karena untuk melakukan suatu usaha budidaya rumput laut tidak hanya terkait dengan zona/ lokasi perairan laut yang cocok dan perizinan tidak ada masalah, tetapi lebih dari itu juga berkaitan dengan aspek-aspek sosial, ekonomi, dan teknis lainnya yang belum mendukung dan memotivasi masyarakat dan nelayan untuk melakukannya, seperti diuraikan pada uraian babbab di depan. Rumput laut merupakan sumber daya alam dapat pulih (renewable resources). Karena itu dalam pemanfatan budidaya rumput laut secara optimal dengan mengkaji faktor-faktor teknis, ekonomi, dan sosial tersebut, tekanannya tentu saja pada efisiensi, lestari/keberlanjutan, dan keadilan (Adi, Wijaya, 2005). Lestari/keberlanjutan artinya bahwa usaha budidaya rumput laut itu (1) tidak merusak tata lingkungan hidup manusia, (2) dilaksanakan dengan kebijakan menyeluruh, dan (3) harus memperhitungkan generasi yang akan datang. Karena itu bagian ini mengkaji strategi pemanfaatan budidaya rumput laut di Kabupaten Sukabumi secara optimal dilihat dari faktor-faktor teknis, ekonomi, dan sosial, dengan memperhatikan aspek-aspek efisiensi, lestari, dan keadilan.
6.2 Faktor Teknik Budidaya Rumput Laut Melakukan usaha budidaya rumput laut tampaknya sederhana, tetapi secara teknis mencakup pekerjaan yang banyak dan beragam. Perkerjaan tersebut mulai dari pemilihan lokasi, penyediaan bibit, metode budidaya (penanaman), pemeliharaan, sampai dengan pemanenan dan penanganan pasca panen. Jenis rumput laut yang 116
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 116
6/22/2010 6:35:46 PM
Strategi Optimalisasi Pemanfaatan Budidaya Rumput Laut
banyak dibudidayakan di perairan laut adalah Euchema sp dengan metode terapung, lepas dasar, dan di dasar laut (Prabowo, Guntur dan Moch. Farchan, 2008). Salah satu aspek penting dari usaha budidaya rumput laut ini adalah pemilihan lokasi. Pemilihan lokasi ini berkaitan dengan faktor-faktor resiko, kemudahan, dan ekologis. Faktor resiko berkaitan dengan masalah keterlindungan, masalah keamanan, dan masalah konflik. Masalah perlindungan dimaksudkan untuk menghindari kerusakan fisik sarana budidaya dan tumbuhan rumput laut, maka diperlukan lokasi yang terlindung dari pengaruh angin dan gelombang yang besar. Lokasi yang terlindung biasanya didapatkan di perairan teluk atau perairan terbuka tetapi terlindung oleh adanya penghalang atau pulau di depannya. Faktor ekologis berkaitan dengan parameter yang perlu diperhatikan antara lain, arus, kondisi dasar perairan, kedalaman, salinitas, kecerahan, pencemaran, ketersediaan bibit, dan tenaga kerja trampil. Sementara itu mengenai faktor kemudahan berkaitan dengan pemilik usaha budidaya rumput laut biasanya memilih lokasi yang berdekatan dengan tempat tinggal mereka, sehingga kegiatan monitoring dan penjagaan keamanan dapat dilakukan dengan mudah. Kemudian lokasi diharapkan berdekatan dengan sarana jalan karena akan mempermudah dalam pengangkutan bahan, sarana budidaya, bibit, dan hasil panen. Hal ini tentu tekanannya pada efisiensi, karena dekatnya lokasi dengan tempat tinggal mereka jelas akan mengurangi biaya pengangkutan. Mengenai lokasi tempat dilakukan usaha budidaya rumput laut di Kabupaten Sukabumi, dari wawancara dengan pembudidaya dan pengamatan lansung di lapangan, menunjukkan bahwa pada dasarnya pembudidaya/nelayan tidak ada masalah mengenai lokasi dan faktor-faktor lainnya itu dan sudah sesuai dengan konsep-konsep di atas. Bahkan untuk menjangkau lokasi usaha budidaya rumput laut tersebut dapat dilakukan dengan kendaraan roda empat sampai ke ibukota kabupaten, yaitu Pelabuhanratu. Hal ini terjadi karena didukung oleh jaringan jalan yang cukup memadai dan hal ini juga akan membantu kelancaran pengadaan sarana produksi (bibit, peralatan 117
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 117
6/22/2010 6:35:46 PM
Zarmawis Ismail
dll) serta penjualan hasil budidaya rumput laut. Meskipun demikian, Dinas Kelautan dan Perikanan setempat perlu mengantisipasi kondisi jalan ke lokasi budidaya rumput tersebut terutama pada waktu musim hujan, jalan tersebut sulit dilewati karena permukaannya hampir sama tingginya dengan permukaan air sawah di kiri kanan jalan. Solusinya, jaringan jalan itu harus ditinggikan, di mana di sini sangat diperlukan keterlibatan instansi lain, seperti Dinas Pekerjaan Umum. pembudidaya/nelayan. Suatu jaringan jalan adalah urat nadi kelansungan kegiatan perekonomian, apalagi sampai ke pelosokpelosok desa sebagai sentra produksi sumber daya alam termasuk usaha budidaya rumput laut. Karena itu sangat diperlukan intervensi dinas/instansi terkait (Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Pekerjaan Umum dll) secara terus-menerus mengajak/mengikutsertakan pemerintah kecamatan, pemerintahan desa, dan masyarakat untuk secara bersama-sama membangun dan menjaga jalan dari berbagai gangguan/kerusakan termasuk oleh kegiatan masyarakat sendiri, misalnya pembuatan saluran air melewati jalan. Di balik itu tidak kalah pentingnya ialah menjaga area perairan laut yang menjadi lokasi usaha budidaya rumput laut dari berbagai kegiatan, seperti pencemaran oleh limbah rumah tangga, industri, maupun limbah kapal laut, bahan cemaran dapat menghambat pertumbuhan rumput laut. Demikian pula kegiatan penangkapan ikan, pengumpul ikan hias, perhubungan laut, industri, taman nasional laut sehingga sangat berpengaruh pada budidaya rumput laut. Hal ini penting agar tidak terjadi konflik antarkepentingan. Di beberapa tempat sering terjadi masalah dengan lokasi antara kepentingan budidaya rumput laut, misalnya dengan pariwisata (Prabowo, Guntur dan Moch. Facrhan, 2008). Strategi untuk mengatasi hal ini antara lain adanya kesepakatan di antara dinas/instansi terkait, seperti Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Perhubungan, Dinas Industri dan Perdagangan, serta Dinas Pariwisata untuk bekerjasama yang saling mendukung dan menguntungkan yang dituangkan dalam suatu peraturan dan dijadikan pedoman dalam pelaksanaan program dan kegiatannya masing-masing. Peraturan ini harus disampaikan
118
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 118
6/22/2010 6:35:47 PM
Strategi Optimalisasi Pemanfaatan Budidaya Rumput Laut
kepada pemerintah kecamatan dan pemerintahan desa untuk selanjutnya disosialisasikan kepada masyarakat secara luas. Mengenai bibit rumput laut yang berkaitan dengan kriteria dan penanganannya, pada dasarnya belum banyak dipahami oleh pembudidaya/nelayan di Kabupaten Sukabumi. Karena sejak diperkenalkan usaha budidaya rumput laut kepada masyarakat terutama nelayan di wilayah itu, bibit rumput laut dipasok dari wilayahwilayah penghasil rumput laut, seperti Bali, Lampung, dan Kepulauan Seribu. Ketersediaan bibit rumput laut yang baik di setiap waktu dan mudah diperoleh pembudidaya, adalah merupakan syarat utama keberlangsungan usaha budidaya rumput di suatu daerah. Apabila di lokasi budidaya tidak tersedia sumber bibit, maka harus didatangkan dari lokasi lain. Jika bibit rumput laut tersebut selalu dipasok dari luar daerah, sementara kebutuhan mendesak dan dalam jumlah besar karena kendala musim tanam, tentu selain akan menghambat kelangsungan kegiatan budidaya rumput laut juga biaya lebih besar karena memerlukan pengangkutan. Karena itu Dinas Kelautan dan Perikanan dengan kewenangan yang dimilikinya, berupaya melakukan pengadaan bibit rumput laut untuk memenuhi kebutuhan pembudidaya yang terus meningkat. Langkah strategis yang dapat dilakukan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan adalah membuat pembenihan rumput laut sesuai dengan jenis-jenis rumput yang dibudidayakan masyarakat dan cocok dengan kondisi perairan laut wilayah setempat. Hal ini dapat dilakukan dengan mendatangkan tenaga ahli dari perguruan tinggi atau balai/lembaga penelitian, terutama yang berada di bawah Badan Riset Kelautan dan Perikanan, seperti Bagian Admnistrasi Pelatihan Perikanan Lapangan Sekolah Tinggi Perikanan (BAPP-STP) di Serang, Banten. Pengetahuan dan ketrampilan pembenihan budidaya tanaman rumput laut ini kemudian ditularkan pada masyarakat khususnya pembudidaya dan nelayan melalui ketua kelompok masingmasing, sehingga pada waktunya nanti mereka tidak selalu tergantung pada Dinas Kelautan dan Perikanan setempat. Dengan cara ini selain membantu kelancaran usaha budidaya rumput laut, tetapi juga biayanya lebih kecil dibanding mendatangkan bibit dari luar daerah.
119
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 119
6/22/2010 6:35:47 PM
Zarmawis Ismail
Selanjutnya pengetahuan mengenai teknik budidaya rumput laut (mulai dari penanaman s/d penanganan pasca panen) yang selama ini diterapkan pembudidaya dalam kegiatan usahanya, seperti disinggung pada bab di depan, diperoleh dari melakukan studi banding ketuaketua kelompok ke daerah-daerah penghasil rumput laut, seperti Bali, Lampung, dan Kepulauan Seribu. Pengetahuan ini kemudian ditularkan kepada para anggota kelompok mereka. Dalam waktu jangka pendek dalam arti kegiatan produksi dan permintaan rumput laut belum banyak, pengetahun dan keterampilan pembudidaya rumput laut tersebut tentu tidak ada masalah dan bisa dipertahankan. Tetapi karena permintaan komoditas rumput laut baik untuk memenuhi kebutuhan industri di dalam negeri dan permintaan luar negeri (ekspor) yang terus meningkat (Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, 2005), akan memicu pula peningkatan permintaan komoditas rumput pada wilayahwilayah sentra produksi rumput laut di Indonesia. Peluang ini perlu diantisipasi dari sekarang oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi dengan menginformasikannya kepada unit-unit dinas di tingkat kecamatan dan masyarakat terutama pembudidaya/nelayan. Implementasi lebih jauh dari hal ini adalah peningkatan pengetahuan dan keterampilan masyarakat mengenai teknik budidaya rumput laut, terutama pada wilayah-wilayah yang perairan lautnya cocok untuk budidaya rumput laut, seperti di Pantai Minajaya di Kecamatan Surade dan Ujunggenteng di Kecamatan Ciracap dalam wilayah Kabupaten Sukabumi. Hal ini berarti menuntut Dinas Kelautan dan Perikanan menyusun program dan kegiatan pendidikan dan pelatihan (diklat) teknik budidaya rumput laut secara berkala untuk menampung aspirasi masyarakat atau nelayan yang ingin melakukan usaha budidaya rumput laut di wilayah-wilayah tersebut. Tentu dalam jangka panjang mengingat perairan laut yang potensiil untuk pengembangan usaha budidaya rumput laut, Dinas Kelautan dan Perikanan perlu merancang suatu lembaga atau paling tidak unit diklat budidaya rumput, seperti halnya dengan BAPP-STP di atas. Keberadaan unit diklat ini sangat membantu dinas dalam meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
120
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 120
6/22/2010 6:35:47 PM
Strategi Optimalisasi Pemanfaatan Budidaya Rumput Laut
masyarakat/pembudidaya rumput laut di Kabupaten Sukabumi, bahkan dapat dimanfaatkan untuk masyarakat dari luar daerah secara komersial. Hal ini menuntut bahwa muatan atau substansi diklat tidak hanya terbatas pada teknik budidaya rumput laut saja, tetapi juga menyangkut aspek yang lebih luas yakni selain teknik budidaya, juga permodalan, pemasaran, manajemen, dan lain-lain.
6.3 Faktor Ekonomi Budidaya Rumput Laut Usaha budidaya rumput laut adalah salah satu kegiatan ekonomi. Keberhasilan usaha budidaya rumput laut ini sesuai dengan tujuannya, tentu sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor pendukungnya, seperti tenaga kerja, modal, pemasaran, dan manajemen/tata kelola. Mengenai tenaga kerja tentu disyaratkan paling tidak yang memiliki keterampilan dalam teknik budidaya rumput laut. Meskipun demikian, melaui pelatihan singkat, tenaga kerja baru dapat menguasai teknik budidaya rumput laut, seperti ketua-ketua kelompok yang melakukan studi banding di atas. Selain itu diharapkan tenaga kerja sebaiknya dipilih yang bertempat tinggal berdekatan dengan lokasi budidaya rumput laut terutama pembudidaya/nelayan lokal. Dengan adanya usaha di suatu lokasi/desa tertentu, seperti halnya budidaya rumput pada dasarnya dapat menciptakan lapangan/kesempatan kerja. Secara arif, tenaga kerja tersebut diharapkan berasal dari wilayah setempat. Dengan menggunakan tenaga lokal selain dapat menghemat biaya produksi, juga memberi peluang untuk memperoleh penghasilan pada masyarakat sebagai tenaga kerja pada usaha budidaya rumput laut. Modal usaha budidaya rumput laut yang dilakukan oleh nelayan/ pembudidaya di Kabupaten Sukabumi, pada mulanya (tahun 2005) berasal dari dana proyek pemerintah (Dinas Kelautan dan Perikanan setempat). Kemudian berlanjut pada tahun 2006, tetapi mengalami kegagalan karena gelombang besar. Selanjutnya, kegiatan usaha budidaya rumput laut dibiayai oleh pedagang pengumpul yang juga 121
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 121
6/22/2010 6:35:47 PM
Zarmawis Ismail
merupakan perpanjangan tangan eksportir komoditas rumput laut. Dengan jumlah produksi rumput yang terbatas, tentu masalah modal pembudidaya masih dapat ditalangi oleh pedagang pengumpul, dengan catatan hasil budidaya rumput laut harus dijual kepada mereka. Tetapi bila pembudidaya rumput laut meningkat sebagai akibat peningkatan permintaan pada komoditas itu, dikhawatirkan pedagang pengumpul melakukan penekanan pada pembudidaya rumput laut baik dalam hal penyediaan dana untuk biaya produksi maupun pembelian komoditas rumput laut hasil usaha budidaya mereka. Kasus di NTB misalnya, seperti diungkap pada bab di depan (BAB IV) biaya untuk usaha budidaya rumput laut disediakan oleh KUB (Koperasi Usaha Bersama), dan koperasi ini juga membeli semua hasil usaha budidaya rumput petani. Selain itu sejak tahun 2005, Sejak tahun 2005 kelompok tani memperoleh bantuan berupa pinjaman modal dari Lembaga Keuangan Pedesaan (LKP) tingkat kecamatan setelah adanya rekomendasi dari Dinas Koperasi Kabupaten Dompu. Di sini sangat diharapkan peranan dinas untuk memfungsikan lembaga/unit usaha, seperti KUD Perikanan. Sayangnya hasil penelitian Nadjib dkk. (2007), menunjukkan bahwa KUD Perikanan tersebut tidak berfungsi lagi. Misalnya untuk membayar ikan-ikan yang dilelang di TPI Pelabuhanratu seharusnya dilakukan oleh KUD tersebut, tetapi dalam kenyataannya dilakukan oleh pedagang bakul ikan yang banyak dan beragam di sana. Di sini tentu sangat diharapkan peranan Dinas Kelautan dan Perikanan untuk memfungsikan atau merevitalisasi KUD Perikanan tersebut dengan membentuk unit baru yang bergerak dalam penyediaan modal usaha perikanan termasuk usaha budidaya rumput laut. Salah satu cara yang dapat ditempuh oleh dinas, ialah menjajagi kemungkinan kerjasama dengan lembaga perbankan setempat, terutama dalam pemanfaatan keredit usaha rakyat (KUR). Selain itu tidak menutup kemungkinan bekerja sama dengan pihak swasta/BUMN untuk memanfaatkan keuntungan usaha mereka yang akan digunakan bagi pengembangan usaha budidaya rumput laut sesuai dengan persyaratan yang ada.
122
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 122
6/22/2010 6:35:47 PM
Strategi Optimalisasi Pemanfaatan Budidaya Rumput Laut
6.4 Pemasaran Komoditas Rumput Laut Komoditas rumput laut hasil usaha budidaya nelayan di Kabupaten Sukabumi pada umumnya dalam bentuk basah sebagian dijual ke pedagang pengumpul dan yang lainnya untuk bibit. Penjualan rumput laut ke pedagang pengumpul tersebut adalah sebagai konsekwensi dari modal yang dipinjamkan mereka kepada petani pembudidaya rumput laut. Meskipun hasil usaha budidaya rumput laut dijual pada pedagang pengumpul, namun harga yang dibayar sama dengan harga yang berlaku di wilayah itu. Misalnya rumput laut basah dihargai Rp. 800 per kg oleh pedagang pengumpul. Perlakuan pedagang pengumpul dalam membeli hasil usaha budidaya rumput laut petani tentu tidak akan mengalami perubahan dalam arti tidak merugikan pembudidaya, sepanjang jumlah produksi rumput laut tetap dan harga di tingkat pembudidaya rumput laut di sekitar Kabupaten Sukabumi tidak berubah. Tetapi jika jumlah pembudidaya rumput laut bertambah yang berimplikasi pada peningkatan produksi rumput laut, sehingga pedagang pengumpul mem-punyai banyak pilihan dalam membeli rumput laut. Kondisi ini dikhawatirkan dimanfaatkan oleh pedagang pengumpul menekan harga rumput laut terutama pada pembudidaya yang menggunakan modal mereka. Seperti kasus di NTB, hasil usaha budidaya rumput petani dibeli oleh KUB. Dengan peran KUB dan LKP tersebut, mempunyai kecendrungan tengkulak/pedagang pengumpul kurang memiliki peluang untuk mempermainkan pembudidaya rumput laut di NTB. Karena itu untuk mengurangi ketergantungan pembu-didaya rumput laut terhadap pedagang pengumpul dalam memasarkan hasil usaha budidaya rumput laut nya, ke depan perlu intervensi Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi yang lebih serius. Di antaranya dengan memfungsikan KUD Perikanan membeli hasil usaha budidaya rumput petani di samping, penyediaan dana untuk kegitan budidaya rumput laut. Untuk mengantisipasi peningkatan produksi usaha budidaya rumput laut di masa datang, 123
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 123
6/22/2010 6:35:47 PM
Zarmawis Ismail
tentu tidak menutup kemungkinan dari sekarang Dinas Kelautan dan Perikanan merancang program kerjasama dengan dinas/instansi lain, seperti Dinas Koperasi dan UKM, lembaga keuangan, dan pihak swasta/pemilik modal di Kabupaten Sukabumi untuk membiayai dan membeli hasil usaha pembudidaya rumput laut di wilayah itu.
6.5 Faktor Sosial Budidaya Rumput Laut Paling tidak terdapat tiga aspek yang berkaitan dengan faktor sosial dalam pengembangan usaha budidaya rumput laut, yakni kelembagaan, kebijakan, dan interaksi di antara pelaku. Adanya kelembagaan dari suatu usaha, seperti budidaya rumput ini pada dasarnya bertujuan untuk mendukung keberlanjutan usaha tersebut. Dalam usaha budidaya rumput, kelembagaan tersebut dapat berbentuk; (1) kelompok pembudidaya, (2) pengumpul/ koperasi, (3) lembaga keuangan, (4) lembaga permodalan, (5) institusi pengembangan SDM, dan (6) institusi pembinaan/penyuluhan (Direktorat Jenderal Perikanan Budi-daya, 2005). Keberadaan beragam lembaga tersebut tentu sangat tergantung pada besar atau kecilnya usaha budidaya rumput yang terdiri dari kelompok-kelompok pembudidaya. Pada saat ini kelompok pembudidaya rumput laut di Kabupaten Sukabumi relatif masih sedikit dan hasil rumput lautnya juga sedikit, sehingga masih mampu ditangani oleh pedagang pengumpul Tetapi dalam perjalanan waktu seiring dengan me-ningkatnya permintaan komoditas rumput laut dan hal ini didukung ketersediaan potensi perairan laut untuk usaha budidaya rumput laut, maka tidak ada salahnya Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi dari sekarang mulai merancang lembaga-lembaga yang akan menangani usaha budidaya rumput laut mulai dari penentuan zona/ lokasi, bibit, budidaya sampai dengan kegiatan ekspor. Seperti halnya beberapa profil kelembagaan yang terdapat di sentra-sentra produksi rumput laut (Bali, NTB, dan Sulawesi Selatan), seperti diungkap pada bab di depan (BAB IV), ternyata tidak semua kelembagaan 124
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 124
6/22/2010 6:35:47 PM
Strategi Optimalisasi Pemanfaatan Budidaya Rumput Laut
yang dikemukakan di atas diadopsi oleh masing-masing wilayah. Artinya pendirian/pembentukan lembaga untuk menangani usaha budidaya rumput laut di suatu daerah/wilayah tentu sangat tergantung pada kebutuhan dan kondisi geografi daerah. Meskipun demikian, terdapat kecendrungan bahwa keberhasilan usaha budidaya rumput di suatu daerah selain ditentukan oleh kemauan dan kegigihan masyarakatnya, juga sangat ditentukan oleh peranan pemerintah sebagai fasilitator dan dinamisator pembangunan. Untuk keberlangsungan usaha budidaya rumput secara efisien, lestari, dan adil, maka beragam aspek yang tercakup ke dalam tiga faktor tersebut (teknik budidaya, ekonomi, dan social) haruslah didasarkan pada peraturan-peraturan baik secara nasional maupun tingkat daerah. Bagi daerah untuk membuat peraturan yang dapat dijadikan pijakan dalam pemanfaatan budidaya rumput tentu tidak menjadi masalah. Karena sebagaimana dijelaskan dalam Undangundang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa daerah memiliki kewenangan untuk mengelola sumber daya alam di wilayah laut. Kewenangan daerah tersebut meliputi (a) wewenang mengeksplorasi, mengeksploitasi, melakukan konservasi dan pengelolaan kekayaan laut, (b) membuat pengaturan tentang tata ruang, (c) melakukan pengaturan administrasi, (d) melaksanakan penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan daerah atau hasil limpahan kewenangan pusat, dan (e) ikut memelihara keamanan. Dengan kewenangan yang dimiliki daerah tersebut, maka pemerintah daerah Kabupaten Sukabumi memiliki kekuasaan yang luas membuat peraturan yang berkaitan dengan keberhasilan usaha budidaya rumput di wilayah itu yang akan berimplikasi pada pendapatan daerah, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakatnya. Untuk menghasilkan ber-bagai peraturan yang menjadi dasar berpijak keberhasilan usaha budidaya rumput laut, strateginya adalah Kepala Daerah (Bupati) Kabupaten Sukabumi didampingi oleh Dinas Kelautan dan Perikanan melakukan pemaparan mengenai potensi, peranan, masalah, dan prospek pemanfaatan usaha budidaya rumput laut 125
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 125
6/22/2010 6:35:47 PM
Zarmawis Ismail
terhadap peningkatan perekonomian daerah di hadapan dinas/instansi, perguruan tinggi/lembaga penelitian, DPRD, pengusaha/pemilik, dan pembudidaya rumput laut yang ada di wilayah tersebut. Dari kegiatan ini diharapkan akan ada berbagai pemikiran sebagai masukan bagi perumusan kebijakan di bidang usaha budidaya rumput laut tersebut.
6.6 Penutup Keberhasilan pemanfaatan usaha budidaya rumput laut di Kabupaten Sukabumi tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor teknis/ lingkungan, ekonomi, dan sosial. Karena itu direkomendasikan langkah-langkah strategis berikut. Memperbaiki dan menjaga lingkungan utamanya eko-sistem rumput laut dari berbagai gangguan dan kerusakan dari berbagai kegiatan rumah tangga, industri, perikanan tangkap, perhubungan, pertambangan, pariwisata, dan lain-lain, serta mengindari konflik kepentingan di antara berbagai kegiatan ekonomi tersebut. Pengadaan bibit rumput laut secara kontinyu dengan kualitas baik, mudah diperoleh, dan cocok dikembangkan di lokasi-lokasi perairan laut di wilayah Kabupaten Sukabumi. Dalam kaitan ini peningkatan pengetahuan dan keterampilan masyarakat/pembudaya rumput laut mengenai teknik budidaya rumput laut perlu dilakukan secara terus-menerus termasuk mengintrodusir inovasi-inovasi baru. Pengadaan permodalan usaha budidaya rumput bagi pembudidaya dengan mengefektifkan institusi keuangan di wilayah pesisir, seperti koperasi/KUD dan KUR, di samping mengajak pemilik modal/swasta untuk ikut berperan dalam usaha ini. Langkah lebih lanjut adalah menciptakan harga rumput laut yang layak di tingkat pembudidaya, dengan memperpendek rantai tata niaga rumput melalui pendirian industri-industri pengolahan rumput dan mudah dijangkau oleh pembudidaya.
126
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 126
6/22/2010 6:35:47 PM
Strategi Optimalisasi Pemanfaatan Budidaya Rumput Laut
Tenaga kerja untuk mengelola usaha budidaya rumput laut termasuk industri pengolahannya, mengutamakan penduduk setempat sehingga memberi rasa keadilan bagi masyarakatnya. Perlu diciptakan lembaga-lembaga atau lebih memfungsi lembaga yang ada yang dapat mendorong peningkatan produksi usaha budidaya rumput laut baik yang berkaitan dengan faktor teknis/lingkungan, eknomi, dan sosial tetapi sebaliknya bukan sebagai penghambat pengembangan udaha yang dilakukan oleh pembudidaya. Meskipun demikian, keberhasilan fungsi lembagalembaga tersebut, sangat ditentukan oleh pemerintah dalam hal ini dinas kelauatan dan perikanan sebagai fasilitator dan dinamisastor usaha. Tidak kalah pentingnya membangun komunikasi dan informasi di antara pelaku usaha budidaya rumput laut (pembudidaya, pedagang pengumpul, perusahaan pengolah, dan eksportir), serta termasuk di dalamnya dinas/instanasi terkait, seperti Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Kopwerasi dan UKM, serta Dinas Industri dan Perdagangan.
127
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 127
6/22/2010 6:35:47 PM
Zarmawis Ismail
DAFTAR PUSTAKA Soegiarto A, Sulitijo, W.S Atmaja dan H. Mubarak. 1978. Rumput Laut (Algae) Manfaat, Potensi dan Usaha Budidaya. LON LIPI SDE 45. Jkt. Adi, Wijaya (Penyunting) 2005. Otonomi Daerah dan Optimalisasi Pemanfaatan Sumber Daya Ekonomi. Jakarta.P2E-LIPI. _____________ (Penyunting), 2007. Pembangunan Berkelanjutan. Tinjauan Teoritis dan Empiris. P2E-LIPI. Jakarta. Reksohadiprodjo, S. Dan Andreas Budi Puwono Brojonegoro, 1992. Ekonomi Lingkungan Sebuah pengantar.BPFE Yogyakarta. Tisdell, J. 2000. The Neoclassical Economic View of Environmental Resource Problem, AES 7401 Environmental Economics.
128
Laporan Budidaya Rumput laut- dipa - zarmawis.indd 128
6/22/2010 6:35:47 PM