1
TESIS
PEMANFAATAN BANGUNAN BERSEJARAH SEBAGAI WISATA WARISAN BUDAYA DI KOTA MAKASSAR
RAFIKA HAYATI NIM 1291061011
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI KAJIAN PARIWISATA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014
2
PEMANFAATAN BANGUNAN BERSEJARAH SEBAGAI WISATA WARISAN BUDAYA DI KOTA MAKASSAR
Tesis Untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister, Program Studi Kajian Pariwisata, Program Pascasarjana Universitas Udayana
RAFIKA HAYATI NIM 1291061011
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI KAJIAN PARIWISATA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014
3
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING TESIS
Lembar Pengesahan Tesis ini Telah Disetujui Pada Tanggal 3 Juli 2014
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Prof. Dr. I Nyoman Kutha Ratna, SU Nip. 194409231976021002
Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt Nip. 196112051986031004
Mengetahui
Ketua Program Studi Kajian Pariwisata Program Pascasarjana Universitas Udayana,
Direktur ProgramPascasarjana Universitas Udayana,
Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt Prof. Dr. dr. A. Raka Sudewi, Sp.S(K) Nip. 196112051986031004 Nip 195902151985102001
4
HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS
Tesis Ini Telah Diuji Pada Tanggal 3 Juli 2014
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana No: 1996/UN14.4/HK/2014 Tanggal: 30 Juni 2014
Ketua : Prof. Dr. I Nyoman Kutha Ratna, SU Anggota
:
1.
Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt
2.
Prof. Dr. I Nyoman Sirtha, SH.,MS,
3.
Dr. Ir. I Made Adhika, MSP
4.
Dr. I Nyoman Madiun, M.Sc
5
K ATA PENGANTAR Segala puji hanya milik Allah SWT serta shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya tesis ini dapat diselesaikan dengan judul “Pemanfaatan Bangunan Bersejarah sebagai Wisata Warisan Budaya di Kota Makassar”. Pada Kesempatan ini menghaturkan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD-KEMD Rektor Universitas Udayana atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister di Universitas Udayana. 2. Prof. Dr. dr. A.A Raka Sudewi, Sp.S(K) selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi karyasiswa Program Magister pada Program Pascasarjana Universitas Udayana. 3. Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt selaku Ketua Program Studi Magister Kajian Pariwisata sekaligus pembimbing II atas kesabaran, dorongan, arahan serta bimbingan yang diberikan kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini. 4. Prof. Dr. I Nyoman Kutha Ratna, SU selaku pembimbing I atas dukungan, masukan serta arahan kepada penulis untuk penyempurnaan tesis ini.
6
5. Para dosen penguji Prof. Dr. I Nyoman Sirtha, SH.,MS., Dr. I Nyoman Madiun, M.Sc dan Dr. Ir. I Made Adhika, MSP yang telah memberikan banyak masukan, saran dan koreksi untuk menyempurnakan tesis ini. 6. Seluruh dosen pengajar dan staf administrasi pada Program Studi Magister Kajian Pariwisata 7. Drs. Syarifuddin Rahim. M.Si selaku Sekretaris Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sulawesi Selatan atas waktu dan informasi yang diberikan untuk penyelesaian tesis ini. 8. Drs. Nuryadin selaku Kepala UPTD Museum La Galigo atas bantuan serta waktu yang diberikan sehingga mendapatkan informasi yang dibutuhkan untuk penyelesaian tesis ini. 9. Dra Hj. Nurul Chamisany selaku Kepala UPTD Museum Kota Makassar atas bantuan dan ijin yang diberikan untuk melaksanakan penelitian di Museum Kota Makassar. 10. Dr. Muslimin, M.Hum selaku Kapokja Dokumentasi dan Publikasi Balai Pelestarian Cagar Budaya Kota Makassar atas waktu, saran dan informasi yang telah diberikan untuk menyelesaikan tesis ini. 11. Arman Dewarti dan Sukma Sillanan selaku Seniman Pengelola Gedung Kesenian Kota Makassar atas bantuan dan informasi yang telah diberikan. 12. Yadi Mulyadi. S.S., MA selaku Anggota Ujung Pandang Heritage Society atas bantuan, waktu dan Informasi yang diberikan selama melakukan penelitian.
7
13. Seluruh Staff UPTD Museum La Galigo, Museum Kota Makassar dan Balai Pelestarian Cagar Budaya atas bantuannya selama melaksanakan penelitian ini. 14. Kedua orang tua tercinta dan seluruh keluarga atas doa dan dukungan yang telah diberikan selama ini. Hanya rasa syukur yang dapat dipanjatkan dapat lahir dan besar dalam kasih sayang kalian 15. Sahabatku tersayang Maryam Yusuf, SE, Putri Nabilla, Wulandari Lestari, Margareth Elisabeth, Restu Wijaya dan Emma Rejeki atas bantuannya selama melaksanakan penelitian ini. 16. Seluruh rekan-rekan Program Studi Magister Kajian Pariwisata, serta berbagai pihak yang telah membantu penelitian serta penyusunan tesis ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu Semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca dan mohon maaf apabila masih ada kekurangan dalam penulisan dan penyusunan tesis ini.
Denpasar, Juli 2014
Penulis
8
ABSTRAK PEMANFAATAN BANGUNAN BERSEJARAH SEBAGAI WISATA WARISAN BUDAYA DI KOTA MAKASSAR Masa kolonial di Indonesia mewariskan sejumlah bangunan seperti sekolah, bank dan perkantoran. Bangunan-bangunan yang kini menjadi warisan budaya itu memiliki nuansa arsitektur Belanda dan menjadi daya tarik wisata. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemanfaatan bangunan-bangunan bersejarah di Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan namun dalam penelitian ini hanya dipilih tiga yang sudah dikembangkan sebagai daya tarik wisata warisan budaya, yaitu Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian Makassar. Alasan pemilihan ketiga bangunan sebagai lokasi penelitian karena memiliki potensi fisik berupa arsitektur bangunan yang dilengkapi dengan potensi non fisik yaitu nilai sejarah dan budaya. Penelitian ini menggunakan teori manajemen daya tarik wisata, siklus hidup destinasi wisata oleh Butler dan pemasaran pariwisata untuk mengetahui tahap perkembangan masing-masing bangunan yang kemudian disusun strategi yang efektif untuk meningkatkan Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian sebagai wisata warisan budaya di Kota Makassar. Hasil penelitian menujukkan bahwa pemanfaatan Fort Rotterdam sebagai daya tarik wisata tergolong dalam tahap pengembangan. Fort Rotterdam telah beberapa kali direnovasi, ditambah pembangunan Museum La Galigo di dalamnya sehingga menambah daya tariknya dan telah dilakukan berbagai promosi oleh pemerintah daerah. Museum Kota Makassar dan Gedung Kesenian berada pada tahap eksplorasi, oleh karena kedua bangunan bersejarah ini memerlukan perbaikan fisik bangunan, penataan ruang pamer dan fasilitas perawatan koleksi untuk Museum Kota, kepastian pengelolaan gedung dan perawatan bagi Gedung Kesenian. Berdasarkan hasil penelitian Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian tidak hanya memiliki potensi secara fisik bangunan dan nilai sejarah akan tetapi untuk menjadi daya tarik wisata yang menarik diperlukan perbaikan dengan mempertahankan semaksimal mungkin identitas arsitekturnya, menyediakan fasilitas penunjang yang diperlukan wisatawan serta meningkatkan promosi oleh pemerintah daerah. Kata Kunci: Pemanfaatan, Bangunan Bersejarah, Wisata Warisan budaya.
9
ABSTRACT THE HISTORICAL BUILDINGS UTILIZATION AS HERITAGE TOURISM IN MAKASSAR CITY Colonial period in Indonesia bequeathed a number of buildings such as schools, bank and offices. The buildings have nuance of Dutch architecture, therefore becoming cultural heritages and tourist attractions. The aim of this research is to find out the historical buildings utilization in Makassar city, South Sulawesi Province, however in this research selected three bulidings which developed as heritage tourism, namely Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian Makassar. The three historical buildings were selected as research objects because of the physical potency is building architecture which completed with non physical potency is historical and cultural value. This research applied tourist attraction management, tourism area life cycle by Butler and tourism marketing theory to find out evolution life cycle of each buildings then arrange the effective strategy to develop Fort Rotterdam, Museum Kota and Gedung Kesenian as heritage tourism in Makassar city. The results of the research indicate that the utilization of Fort Rotterdam as a tourist attraction is classified into development phase. Fort Rotterdam has been renovated several times by developing La Galigo Museum inside to increase the attractiveness. Local government has also a lot of promotions. Museum Kota and Gedung Kesenian Makassar are classified into exploration phase since the two historical buildings need physical improvement, structuring showroom and facilities to handle collections of Museum Kota and the assurance of building management and maintenance of Gedung Kesenian. Based on the result of the research Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian Makassar do not only have physical potency of building and historical value but also to become interesting tourist attraction which need improvement by maintaining architecture identity as much as possible, providing supporting facilities needed by tourists and increasing promotion by local government. Key Word: utilization, historical buildings, heritage tourism.
10
RINGKASAN Sejarah panjang peninggalan masa kolonial di Indonesia berupa bangunan tua yang terdapat hampir di seluruh kota di Indonesia. Setelah Indonesia merdeka bangunan-bangunan tersebut mulai digunakan untuk kantor pemerintahan Republik Indonesia atau dihancurkan untuk pembangunan kota yang lebih modern. Bangunan tua kemudian disebut sebagai bangunan bersejarah dan beberapa bangunan ditetapkan sebagai benda cagar budaya karena memiliki kaitan erat dengan sejarah perkembangan manusia dan di dalamnya terdapat nilai-nilai budaya. Bangunan-bangunan bersejarah atau benda cagar budaya saat ini diatur melalui Undang-Undang Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya, mengatur bahwa pemerintah, pemerintah daerah dan setiap orang dapat memanfaatkan cagar budaya untuk kepentingan agama, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi, kebudayaan dan pariwisata. Pemanfaatan bangunan bersejarah merupakan bagian dari pengembangan pariwisata budaya yang merupakan salah satu faktor penarik wisatawan mengangkat karateristik budaya daerah sebagai daya tarik wisata. Keberadaan bangunan sejarah, situs atau monumen merupakan potensi terhadap pengembangan heritage tourism atau disebut sebagai wisata warisan budaya sebagai alternatif pengembangan pariwisata di perkotaan. Kota-kota di Indonesia memiliki bangunan bersejarah baik yang merupakan peninggalan masa kerajaan atau peninggalan masa kolonial. Salah satunya Kota Makassar merupakan ibukota Provinsi Sulawesi Selatan merupakan kota tua dengan cerita sejarah, budaya tradisional yang berpotensi sebagai sumber daya
11
pariwisata. Beberapa bangunan peninggalan Belanda yang masih berdiri saat ini yang kemudian difungsikan sebagai kantor pemerintah atau daya tarik wisata, antara lain Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian Makassar. Fort Rotterdam sebagai daya tarik wisata andalan di Kota Makassar telah banyak dikunjungi oleh wisatawan dan menjadi tempat berkumpul bagi organisasi masyarakat lokal dan himpunan pramuwisata Sulawesi Selatan. Museum Kota yang dulunya adalah Kantor Walikota Makassar sebagai museum lebih banyak dikunjungi oleh siswa sekolah sedangkan untuk wisatawan mancanegara masih terbatas. Gedung Kesenian seperti namanya merupakan tempat pertunjukan seni tradisional dan modern. Pada kenyataannya Gedung Kesenian memiliki kondisi yang cukup memprihatinkan puing-puing bangunan yang bertumpuk sisa perbaikan pada beberapa bagian bangunan yang belum diselesaikan. Dinyatakan oleh Meutia Hatta dalam sebuah seminar di Makassar bahwa jika ingin Kota Makassar menuju kota dunia, pemerintah daerah harus memelihara kultur budaya dan memiliki prinsip. Prinsip tersebut pemerintah harus memperhatikan kemiskinan, kesejahteraan rakyat dan menjaga nuansa-nuansa budaya salah satunya ialah bangunan yang dianggap sangat bersejarah. Dipandang perlu untuk melakukan kajian tentang pemanfaatan bangunan bersejarah yaitu Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian sebagai wisata warisan budaya yang dijabarkan melalui persepktif ruang, waktu dan sosial budaya. Kemudian, ditentukan tingkat keberhasilan sesuai dengan teori siklus hidup destinasi wisata dengan sebelumnya dijabarkan faktor penyebab keberhasilannya yang terdiri dari faktor atraksi wisata, aksesibilitas, fasilitas
12
penunjang pariwisata, ketersediaan paket wisata, kegiatan di daya tarik wisata, pelayanan pendukung dan promosi wisata. Pada akhirnya dapat ditentukan strategi yang sesuai untuk pengembangan Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian sebagai wisata warisan budaya. Penelitian ini menggunakan teknik observasi, wawancara dan dokumentasi dalam mengumpulkan data. Pemilihan informan berdasarkan pertimbangan bahwa informan memiliki pengetahuan tentang ketiga bangunan bersejarah dan banyak terlibat dalam pelestarian serta pemanfaatannya sebagai daya tarik wisata. Adapun informan berasal dari pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, Pemerintah Kota Makassar, Balai Pelestarian Cagar Budaya, akademisi pariwisata, pramuwisata, organisasi pencinta benda cagar budaya. Hasil penelitian menujukkan bahwa pemanfaatan Fort Rotterdam sebagai daya tarik wisata telah dimulai dari masa kolonial, salah satu gedung bekas tempat tinggal Cornelius Speelman difungsikan sebagai museum yang diberi nama Museum Celebes. Museum tersebut memiliki koleksi permainan rakyat, keramik, piring emas, destar tradisional dan beberapa mata uang. Masa kekuasaan Jepang di Makassar Fort Rotterdam dimanfaatakan sebagai Kantor Pusat Penelitian Ilmiah dalam Ilmu Pertanian dan Bahasa. Pada masa itu dibangun sebuah gedung dengan arsitektur yang sama. Setelah Indonesia merdeka,
pemerintah mengeluarkan keputusan resmi
tahun 1974 menjadikan Fort Rotterdam sebagai Pusat Kebudayaan Sulawesi Selatan. Sebelum keputusan tersebut dikeluarkan Fort Rotterdam dibenahi anatara lain pembangunan jalan setapak yang menghubungkan antar gedung, pemugaran beberapa gedung yang rusak, pembangunan arena terbuka yang berfungsi sebagai
13
tempat latihan dan pertunjukan tari serta pembukaan kembali Museum Celebes yang berganti nama menjadi Museum La Galigo. Pemanfaatan Fort Rotterdam yang menjadi daya tarik wisata sampai saat ini, telah banyak dilaksanakan langkah pelestarian antara lain revitalisasi tahun 2010-2011 pada seluruh bangunan di dalam kompleks Fort Rotterdam. Museum Kota Makassar pada awal pembangunannya oleh pemerintah kolonial dimanfaatkan sebagai Kantor Walikota (Gementeehuis) Makassar, sampai masa kekuasaan Belanda berakhir di Indonesia gedung ini tidak berubah fungsinya. Pemanfataan Gementeehuis setelah Indonesia merdeka sebagai kantor pemerintahan yaitu kantor BAPPEDA dan kantor catatan sipil kemudian tahun 2000 diresmikan menjadi Museum Kota Makassar. Museum Kota Makassar yang masih dalam status museum persiapan menyebabkan pemanfatan museum kota memiliki beberapa hambatan, antara lain: kerusakan pada atap yang menyebabkan kebocoran di salah satu bagian ruangan. Kelembapan pada dinding yang mengakibatkan timbulnya jamur, toilet bagi pengunjung yang tidak begitu terawat. Pembangunan awal gedung memiliki konsep garden city yang membuat areal depan Museum Kota di kelilingi oleh pohon besar sehingga halaman Museum Kota Makassar akhirnya dimanfaatkan sebagai lahan parkir dan terkadang mobil-mobil yang terparkir di depan museum menutupi pemandangan ke dalam bangunan. Museum Kota Makassar memiliki potensi untuk dimanfaatkan sebagai daya tarik wisata yang berkualitas. Bangunan bersejarah, koleksi benda cagar budaya secara keseluruhan memerlukan pengelolaan yang baik. Gedung Kesenian
14
Makassar
awal
pendiriannya
bertujuan
sebagai
gedung
yang
dapat
mengakomodasi acara-acara resmi pemerintah kolonial dengan mitra dagangnya. Pemanfaatan dengan tujuan tersebut oleh pemerintah Belanda berlangsung dari awal pembuatan Gedung Kesenian Makassar tahun 1980-an hingga pada tahun 1910 direnovasi menjadi bentuknya saat ini. Pemanfaatan sebagai tempat diselenggarakan acara resmi kemudian terhenti setelah masa kekuasaan Jepang tahun 1942-1953 yang memanfaatkan Gedung Kesenian sebagai Balai Pertemuan Masyarakat. Setelah Indonesia merdeka Gedung Kesenian beberapa kali menjadi kantor pemerintahan dari tahun 1953-2000 (Natsir dkk, 2010:40). Pemerintah memutuskan Gedung Kesenian kembali dimanfaatkan sebagai tempat pagelaran dan perkembangan seni sampai dengan saat ini. Selama proses pemanfaatan tersebut tidak banyak penambahan bangunan, hanya terdapat perubahan dan pembuatan beberapa ruangan sesuai dengan pemanfaatan bangunan pada saat tersebut. Pemanfaatan Gedung Kesenian sebagai pusat pengembangan kegiatan seni tradisional maupun kegiatan lainnya memiliki banyak kendala. Secara fisik bangunan tidak memadai, tampak depan bangunan Gedung Kesenian Makassar terlihat sudah usang termakan oleh megahnya beberapa bangunan-bangunan baru di sekitarnya. Sebelah timur aula terdapat ruangan yang di dalamnya banyak tumpukan kayu, bambu dan sampah. Sebelah barat aula terlihat lemari yang menyimpan buku-buku kesenian dan ruangan yang dijadikan kantin. Keberadaan Fort Rotterdam yang telah ditata dengan baik sebagai daya tarik wisata telah diakui oleh wisatawan dan menjadi wisata andalan Kota Makassar.
15
Museum Kota dan Gedung Kesenian Makassar masih terus tertatih di antara perkembangan daya tarik wisata lainnya oleh karena keadaan fisik dan fasilitasnya sebagai daya tarik wisata yang kurang memadai. Tingkat perkembangan Fort Rotterdam diklasifikasikan dalam tahap pengembangan, Museum Kota dan Gedung Kesenian pada tahap eksplorasi. Hal tersebut dikarenakan bahwa Fort Rotterdam telah ditata dengan apik dan Fort Rotterdam sebagai cagar budaya telah memiliki aturan zonasi tersendiri. Museum Kota walaupun sudah dilakukan perbaikan hanya saja masih memerlukan pentaan dan dilengkapi dengan fasilitas pendukung sebagai museum. Gedung Kesenian walaupun memiliki potensi tetapi kondisi fisik yang tidak memadai membuat pemanfaatannya sebagai daya tarik wisata menjadi terhambat. Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian Makassar terletak pusat kota dan dapat ditempuh dengan berjalan kaki dari anjungan Pantai Losari serta dapat ditempuh dengan angkutan umum pete-pete, taksi atau becak. Ketiga bangunan tersebut saling berdekatan karena dahulu daerah tersebut merupakan pusat pemerintahan dan pemukiman orang-orang Belanda. Fasilitas penunjang pariwisata di Kota Makassar telah tersedia lengkap, seperti akomodasi berbintang sampai dengan melati, restoran dengan kualitas yang baik dengan berbagai pilihan menu baik khas Makassar dan internasional, adanya pramuwisata dengan berbagai jenis pilihan bahasa dan tempat hiburan malam. Fort Rotterdam telah menjelma menjadi daya tarik wisata andalan Kota Makassar. Paket wisata yang ditawarkan biro perjalanan wisata baik itu berwisata di Sulawesi Selatan pasti mengunjungi Fort Rotterdam. Sayangnya, bagi Museum
16
Kota dan Gedung Kesenian masih menjadi konsumsi bagi beberapa kalangan tertentu. Dinyatakan oleh pramuwisata bahwa bagi Museum Kota dan Gedung Kesenian pramuwisata hanya menjelaskan sedikit ketika bangunan dilewati. Atraksi lainnya yang dilaksanakan di Fort Rotterdam adalah pagelaran tarian setiap akhir pekan oleh Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif selain itu kegiatan yang banyak dilaksanakan oleh pihak pengelola Museum La Galigo. Museum Kota yang berada dibawah Dinas Kebudayaan dan Pendidikan Kota Makassar lebih banyak aktivitas kunjungan oleh siswa sekolah dan pagelaran seni. Gedung Kesenian sesuai fungsinya menggelar pertujukan seni atau film akan tetapi kondisi gedung yang belum terselesaikan renovasinya menjadi kendala. Pelayanan pendukung berupa bank internasional, layanan kesehatan, penukaran uang, telekomunikasi dan tourist information telah tersedia. Promosi yang dilaksanakan pada masing-masing bangunan berbeda. Fort Rotterdam yang dibawahi oleh Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Sulawesi Selatan dipromosikan dalam buku informasi wisata, brosur peta wisata dan melalui event wisata atau travel mart internasional. Museum Kota promosi yang lebih banyak dilaksanakan berupa pembuatan brosur dan dibagikan kepada pengunjung, siswa sekolah serta berita Museum Kota dimuat pada beberapa harian online dan website
asosiasi
museum
Indonesia.
Gedung
Kesenian
tidak
banyak
dipromosikan, diakui oleh kalangan seniman bahwa mereka lebih banyak mempromosikan secara lisan bahwa Gedung Kesenian dan masih dapat digunakan setelah perbaikannya diselesaikan.
17
Perumusan strategi terhadap ketiga bangunan bersejarah berdasarkan pada kenyataan yang didapatkan selama melaksanakan observasi dan proses pengumpulan data penelitian. Strategi yang digunakan untuk penelitian ini adalah strategi intensif yang terdiri dari pengembangan produk, penetrasi pasar dan pengembangan pasar. Dirumuskan strategi bagi Fort Rotterdam tentang penegakan aturan zonasi, pengadaan atraksi budaya yang lebih intesif, peningkatan standarisasi pelayanan bagi wisatawan dan pembukaan target pasar baru bagi wisatawan kawasan Asia dengan meanfaatkan penerbangan langsung dari Malaysia dan Singapura. Bagi Museum Kota Makassar dirumuskan strategi pembenahan fisik bangunan, pembaharuan fasilitas museum, peningkatan kualitas pelayanan museum, melebarkan target pasar tidak hanya bangi siswa sekolah tapi juga wisatawan asing. Gedung Kesenian dirumuskan target berupa perbaikan menyeluruh pada bangunan tanpa meninggalkan keaslian arsitektur bangunan, pengadaan fasilitas galeri, pengelolaan yang lebih jelas, menjalin kerjasama dengan organisasi pariwisata dan biro perjalanan wisata dalam pengembangannya sebagai wisata warisan budaya dan pengadaan website khusus untuk memudahkan penyebaran informasi.
18
DAFTAR ISI SAMPUL DALAM .....................................................................................
i
PRASYARAT GELAR ...............................................................................
ii
LEMBAR PERSETUJUAN........................................................................
iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI ...........................................................
iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT............................................
v
KATA PENGANTAR ................................................................................
vi
ABSTRAK ..................................................................................................
ix
ABSTRACT ................................................................................................
x
RINGKASAN .............................................................................................
xi
DAFTAR ISI ...............................................................................................
xx
DAFTAR TABEL .......................................................................................
xxiv
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................
xxv
DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................
xxvi
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang ...................................................................................
1
1.2
Rumusan Masalah ..............................................................................
8
1.3
Tujuan Penelitian ...............................................................................
8
1.4
Manfaat Penelitian .............................................................................
9
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka ................................................................................... 10 2.2
2.3
Konsep ...............................................................................................
13
2.2.1 Bangunan Bersejarah ...............................................................
14
2.2.2 Wisata Warisan Budaya ...........................................................
16
2.2.3 Daya Tarik Wisata ...................................................................
18
2.2.4 Strategi ....................................................................................
20
Landasan Teori ..................................................................................
22
2.3.1 Teori Manajemen Daya Tarik Wisata.....................................
22
19
2.4
2.3.2 Teori Siklus Hidup Destinasi Wisata......................................
24
2.3.3 Teori Pemasaran Pariwisata ....................................................
27
Model Penelitian ................................................................................
32
BAB III METODE PENELITIAN 3.1
Pendekatan Penelitian ........................................................................
34
3.2
Lokasi Penelitian ...............................................................................
34
3.3
Jenis dan Sumber Data.......................................................................
35
3.4
Metode dan Teknik Pengumpulan Data ............................................
36
3.4.1 Teknik Observasi .....................................................................
36
3.4.2 Teknik Wawancara ..................................................................
37
3.4.3 Teknik Dokumentasi ................................................................
37
3.5
Metode dan Teknik Analisis Data .....................................................
37
3.6
Metode dan Teknik Penyajian Hasil Data .........................................
38
BAB IV KOTA MAKASSAR GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1
4.2
4.3
4.4
Sejarah Kota Makassar ......................................................................
40
4.1.1 Letak Geografis Makassar .......................................................
43
4.1.2 Pertumbuhan Ekonomi Kota Makassar ...................................
45
4.1.3 Visi dan Misi Kota Makassar ..................................................
49
4.1.4 Pariwisata Kota Makassar........................................................
50
Sejarah Fort Rotterdam ......................................................................
55
4.2.1 Konstruksi Bangunan Fort Rotterdam .....................................
57
Sejarah Museum Kota........................................................................
64
4.3.1 Konstruksi Bangunan Museum Kota .......................................
66
Sejarah Gedung Kesenian Makassar .................................................
68
4.4.1 Konstruksi Bangunan Gedung Kesenian Makassar .................
70
20
BAB V PEMANFAATAN FORT ROTTERDAM, MUSEUM KOTA GEDUNG KESENIAN SEBAGAI WISATA WARISAN BUDAYA DI KOTA MAKASSAR 5.1
Pemanfaatan Fort Rotterdam sebagai Wisata Warisan Budaya ........
5.2
Pemafaatan Museum Kota Makassar sebagai Wisata Warisan Budaya 77
5.3
Pemanfaatan Gedung Kesenian Makassar sebagai Wisata Warisan Budaya .................................................................................
73
78
BAB VI TAHAP PERKEMBANGAN FORT ROTTERDAM, MUSEUM KOTA, GEDUNG KESENIAN SEBAGAI WISATA WARISAN BUDAYA DI KOTA MAKASSAR 6.1
Faktor Atraksi Wisata ........................................................................
82
6.1.1 Fort Rotterdam .........................................................................
83
6.1.2 Museum Kota Makassar ..........................................................
88
6.1.3 Gedung Kesenian Makassar ....................................................
90
Faktor Aksesibilitas ...........................................................................
92
6.2.1 Fort Rotterdam ..........................................................................
93
6.2.2 Museum Kota Makassar ..........................................................
94
6.2.3 Gedung Kesenian Makassar ....................................................
94
6.3
Faktor Fasilitas Penunjang Pariwisata ...............................................
97
6.4
Faktor Ketersediaan Paket Wisata .....................................................
101
6.5
Faktor Aktivitas di Daya Tarik Wisata ..............................................
102
6.6
Faktor Pelayanan Pendukung ............................................................
106
6.7
Faktor Promosi Wisata ......................................................................
107
6.7.1 Fort Rotterdam .........................................................................
108
6.7.2 Museum Kota Makassar ..........................................................
110
6.7.3 Gedung Kesenian Makassar ....................................................
112
6.2
6.8
Tahap Perkembangan Bangunan Bersejarah Sebagai Wisata Warisan Budaya di Kota Makassar....................................................
112
6.8.1 Fort Rotterdam .........................................................................
113
6.8.2 Museum Kota Makassar ..........................................................
113
6.8.3 Gedung Kesenian Makassar ....................................................
114
21
BAB VII STRATEGI YANG EFEKTIF UNTUK MENINGKATKAN FORT ROTTERDAM, MUSEUM KOTA, GEDUNG KESENIAN SEBAGAI WISATA WARISAN BUDAYA DI KOTA MAKASSAR 7.1 Faktor Internal dari Tingkat Keberhasilan ...........................................
115
7.2 Faktor Eksternal dari Tingkat Keberhasilan ........................................
117
7.3 Strategi Pengembangan Wisata Warisan Budaya di Kota Makassar ...
119
7.3.1 Fort Rotterdam ...........................................................................
119
7.3.2 Museum Kota Makassar ............................................................
123
7.3.3 Gedung Kesenian Makassar .......................................................
124
BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN 8.1
Simpulan ............................................................................................
127
8.2
Saran ..................................................................................................
130
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................
133
LAMPIRAN ...............................................................................................
137
22
DAFTAR TABEL No.
Halaman
1.1
Daftarbenda/situs/kawasan cagar budaya di Kota Makassar
4.1
Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Makassar Berdasarkan
4
PDRB Harga Konstan Tahun 2001-2010 ........................
45
4.2
Daftar dan Jumlah Kamar Hotel Berbintang di Kota Makassar
47
4.3
Tingkat Hunian Kamar Hotel di Kota Makassar Tahun 2012-2013 .............................................................
4.4
48
Angka Kunjungan Wisatawan Mancanegara dan Nusantara Kota Makassar melalui Bandar Udara dan Pelabuhan Laut 2012-2013 ........................................................................
6.1
Jumlah Pengunjung Domestik dan Mancanegara ke Fort Rotterdam 2012-2013..........................................
6.2
84
Jumlah Pengunjung Domestik dan Mancangera ke Museum Kota Makassar 2013 ....................................
6.3
53
88
Kondisi Aktual Fort Rotterdam, Museum Kota, Gedung Kesenian Makassar tahun 2014..........................
91
6.4
Daftar Tetap Kapal Pelni Rute Ke Makassar Tahun 2014
95
6.5
Daftar Penerbangan Domestik dan Internasional dari Kota-Kota besar di Indonesia ke Makassar Tahun 2014 ................... 96 Kegiatan Pihak Pengelola Museum La Galigo 2008-2013 103
6.6
23
DAFTAR GAMBAR No
Halaman
2.1
Evolusi Destinasi Wisata .................................................
27
2.2
Model Penelitian ..............................................................
33
3.1
Lokasi Fort Rotterdam, Gedung Kesenian Museum Kota Makassar ..................................................
35
4.1
Lambang Kota Makassar saat ini .....................................
50
4.2
Lambang Kota Makassar 1932-1952 ...............................
50
4.3
Bandara Sultan Hasanuddin dan Trans Mall Makassar ...
51
4.4
Hotel Imperial Aryaduta dan Restoran Jepang di Makassar
54
4.5
Kompleks Fort Rotterdam ...............................................
59
4.6
Gerbang Fort Rotterdam dahulu dan saat ini ...................
60
4.7
Bagian Barat (Pintu Masuk) Fort Rotterdam ...................
61
4.8
Museum La Galigo (gedung M) ......................................
63
4.9
Bagian Timur Fort Rotterdan ..........................................
64
4.10 Gedung Gemeenthuis Tahun 1960 ..................................
65
4.11 Denah Museum Kota Makassar Lantai 1.........................
67
4.12 Denah Museum Kota Makassar Lantai 2.........................
68
4.13 Gedung Kesenian Makassar tahun 1890-an ....................
69
4.14 Gedung Kesenian Makassar sekitar tahun 1930 ..............
70
5.1
Arena Terbuka di bagian selatan Fort Rotterdam ............
75
5.2
Kondisi Gedung Kesenian Saat ini ..................................
79
6.1
Kawasan Zonasi Fort Rotterdam Makassar .....................
87
6.2
Komentar Wisatawan setelah Mengunjungi Fort Rotterdam
104
6.3
Tahap Perkembangan Fort Rotterdam, Museum Kota, Gedung Kesenian ............................................................
114
24
DAFTAR LAMPIRAN
Daftar Informan Penelitian ........................................................
137
Pedoman Wawancara I ..............................................................
138
Pedoman Wawancara II ............................................................
140
Pedoman Wawancara III ...........................................................
142
Pedoman Wawancara IV ...........................................................
144
Pedoman Wawancara V ............................................................
146
Pedoman Wawancara VI ...........................................................
148
Pedoman Wawancara VII .........................................................
150
Pedoman Wawancara VIII ........................................................
152
Gambar Lokasi Penelitian .........................................................
154
25
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Sejarah panjang peninggalan masa kolonial di Indonesia masih dapat dilihat
sampai dengan saat ini yang terdapat hampir di seluruh kota di Indonesia, berupa bangunan bbersejarah yang dibangun oleh pemerintah kolonial selama kurang lebih
350
tahun.
Dahulu
bangunan-bangunan
tersebut
berupa
kantor
pemerintahan, sekolah bangsawan atau penjara untuk para pemberontak. Setelah Indonesia merdeka bangunan-bangunan tersebut mulai digunakan untuk kantor pemerintahan Republik Indonesia atau dihancurkan untuk pembangunan kota yang lebih modern. Perkembangan ilmu pengetahuan dan pola pikir masyarakat saat ini membawa perubahan pandangan terhadap bangunan peninggalan kolonial atau masa kerajaan di Indonesia yang menganggap bangunan tersebut, merupakan bagian dari peradaban dan indentitas budaya suatu bangsa dan memiliki nilai sejarah. Bangunan-bangunan bersejarah atau yang disebut benda cagar budaya saat ini diatur melalui Undang-undang nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Dijelaskan bahwa Benda Cagar Budaya adalah benda alam dan/atau benda buatan manusia, baik bergerak maupun tidak bergerak, berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya, atau sisa-sisanya yang memiliki hubungan erat dengan kebudayaan dan sejarah perkembangan manusia. Lebih lanjut dijelaskan dalam pasal 88 ayat 1 bahwa
26
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan setiap orang dapat memanfaatkan Cagar Budaya untuk kepentingan agama, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi, kebudayaan, dan pariwisata. Dewasa ini benda cagar budaya banyak dimanfaatkan sebagai daya tarik wisata oleh karena meningkatnya kebutuhan akan kegiatan pariwisata budaya. Dinyatakan MacDonald (2004, dalam Pitana dan Diarta, 2009:32) Pada kenyataannya pariwisata telah berkembang menjadi sebuah mega bisnis. Jutaan orang mengeluarkan triliunan dollar Amerika, meninggalkan rumah dan pekerjaan untuk memuaskan atau membahagiakan diri (pleasure) dan untuk menghabiskan waktu luang (leisure). Pariwisata budaya merupakan salah satu faktor penarik wisatawan yang mengangkat karateristik budaya daerah sebagai daya tarik wisata. Sumber daya budaya yang dapat dikembangkan menjadi daya tarik wisata (Pitana dan Diarta, 2009:74) antara lain: Bangunan bersejarah, monumen, seni patung kontemporer, arsitektur, kerajinan tangan, pertujukan seni, peninggalan keagamaan, cara hidup dan kegiatan masyarakat lokal, perjalanan ke tempat-tempat bersejarah menggunakan alat transportasi unik dan mencoba serta membuat atau menyajikan kuliner masyarakat. Keberadaan bangunan sejarah, situs atau monumen merupakan potensi terhadap pengembangan heritage tourism atau wisata warisan budaya sebagai alternatif pengembangan pariwisata di perkotaan. Menurut Pederson (2002, dalam Southall dan Robinson, 2011:177) heritage tourism as embracing both eco tourism and cultural tourism, with an emphasis on conservation and cultural heritage. Melalui definisi tersebut dijelaskan bahwa wisata warisan budaya dapat merangkul ekowisata dan wisata budaya pada saat bersamaan dan menitikberatkan kepada konservasi dan warisan budaya itu sendiri. Pengembangan wisata warisan budaya di perkotaan sangat ideal dilaksanakan karena suatu kota tidak akan
27
kehilangan identitas lokal, serta memberikan pemahaman dan rasa kebanggaan terhadap sejarah kota dan kebudayaan lokal masyarakat setempat. Kota-kota di Indonesia memiliki bangunan bersejarah baik yang merupakan peninggalan masa kerajaan atau peninggalan masa kolonial. Salah satunya Kota Makassar merupakan kota tua dengan cerita sejarah, budaya tradisional yang berpotensi sebagai sumber daya pariwisata. Dahulu Kota Makassar dipimpin oleh Kerajaan kembar Gowa Tallo, kemudian pada tahun 1511 bangsa Portugis berlabuh di Makassar. Bangsa Portugis memiliki tujuan menyebarkan agama Kristen, berdagang dan membuktikan nama besar bangsa portugis sebagai pelaut yang hebat. Kedatangan bangsa Portugis akhirnya diikuti oleh beberapa bangsa lainnya, seperti Belanda, Inggris dan Cina dengan tujuan berdagang. Pada akhirnya Belanda memonopoli perdagangan dan merebut kekuasaan kerajaan Gowa Tallo di Makassar dengan politik adu domba (Tika dkk, 2013:17) Beberapa bangunan peninggalan Belanda yang masih berdiri saat ini yang kemudian difungsikan sebagai kantor pemerintah atau daya tarik wisata. Pada Tabel 1.1 adalah daftar benda atau situs cagar budaya di Kota Makassar. Bangunan-bangunan bersejarah di Kota Makassar menurut Tabel 1.1 adalah bangunan yang telah ditetapkan sebagai benda/bangunan/kawasan cagar budaya menurut
Peraturan
Menteri
PM.59/PW.007/MKP/2010.
Kebudayaan
dan
Pariwisata
Nomor
28
Tabel 1.1 Daftar benda/situs/kawasan cagar budaya di Kota Makassar No
Nama Bangunan
Tahun
Letak
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Benteng Rotterdam Klenteng Ibu Agung Bahari Gereja Immanuel Gereja Katedral Societiet de Harmonie Rumah Sarang Semut Kantor Direktorat Jendral Anggaran Kantor Pengadilan Negeri Makassar Asrama Lompobattang Rumah Tahanan Militer Museum Kota Makassar Kantor Polisi Militer Menara air PDAM Kantor Pos Divisi Paket Kantor Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Prov. Sulawesi Selatan Gedung MULO Rumah Jabatan Walikota Makassar Rumah Jabatan Gubernur Rumah Sakit Stella Maris Kantor Jemaat GPIB
1545/1673 1738 1885 1892 1896 awal abad ke-20 1910 1915 1915 1915 1918 1935 1920 1925 1927
Jalan Ujung Pandang Jalan Sulawesi Jalan Balai Kota Jalan Kajaolalido Jalan Riburane Jalan Ince Nurdin Jalan Riburane Jalan Kartini Jalan Rajawali JalanRajawali Jalan Balai Kota Jalan Jenderal Sudriman Jalan Ratulangi Jalan Balai Kota Jalan Jenderal Sudirman
1933 1937 1938 1885
Jalan Penghibur Jalan Jenderal Sudirman Jalan Penghibur Jalan Balai Kota
16 17 18 19
Bangunan yang ditandai huruf tebal: lokasi penelitian
Sumber: Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata. 2010 Beberapa
bangunan
pada
Tabel
1.1
difungsikan
sebagai
kantor
pemerintahan, rumah jabatan dan rumah sakit serta bangunan untuk tujuan keagamaan. Bangunan cagar budaya pada tabel 1.1 beberapa bangunan masih terlihat bentuk arsitektur aslinya sedangkan beberapa yang lainnya selain fungsinya yang telah berubah juga tidak lagi terlihat arsitektur aslinya atau telah ditambahkan bangunan baru dengan arsitektur moderen, antara lain Kantor Pos Divisi Paket. Lokasi keberadaan bangunan-bangunan bersejarah di Kota Makassar sebagian besar berada di pusat kota karena sebelumnya merupakan daerah pemukiman Belanda.
29
Meningkatnya pembangunan fasilitas modern berupa gedung pertemuan dengan kapasitas ribuan orang, perkantoran dengan belasan lantai, theme park serta perluasan kawasan reklamasi Pantai Losari bertujuan menjadikan Kota Makassar sebagai „kota dunia‟. Dalam salah satu seminar di Kota Makassar Meutia Hatta yang tampil sebagai pembicara menyatakan, Jika ingin Kota Makassar menuju kota dunia, pemerintah daerah harus memelihara kultur budaya dan jika pemerintah Kota Makassar mau memberikan yang terbaik seperti slogan menuju kota dunia harus memiliki prinsip. Prinsip tersebut pemerintah harus memperhatikan kemiskinan, kesejahteraan rakyat dan menjaga nuansa-nuansa budaya salah satunya ialah bangunan yang dianggap sangat bersejarah1. Pernyataan tersebut menegaskan bahwa slogan „kota dunia‟ tidak berupa fasilitas yang moderen, akan tetapi bagaimana kemajuan teknologi dapat diaplikasikan terhadap pemanfaatan bangunan bersejarah sehingga tidak memudarkan budaya dan sejarah serta membawa kesejahteraan bagi masyarakat. Pariwisata merupakan salah satu jalan dalam melestarikan bangunan bersejarah di Kota Makassar sehingga memiliki nilai ekonomi untuk membantu pelestariannya. Kota Makassar dalam pengembangan pariwisata patut mencontoh upaya Kota Surabaya dalam mewujudkan wisata warisan budaya sebagai pariwisata alternatif. Kota Surabaya memanfaatkan keberadaan bangunan bersejarah sebagai daya tarik wisata perkotaan. Kesadaran akan pentingnya mempertahankan bangunan bersejarah tidak hanya melibatkan pemerintah akan tetapi mahasiswa sebagai akademisi.
1
Borahim, Khaeruddin 2013. Mau Jadi Kota Dunia, Makassar Perlu Perhatikan Bangunan Sejarah dan Kemiskinan, [Diunduh 10 November 2013]. Sumber: URL: http://rri.co.id/index.php/berita/69514/Mau-Jadi-Kota-Dunia-Makassar-Perlu-PerhatikanBangunan-Sejarah-dan-Kemiskinan.
30
Bangunan-bangunan sejarah di Kota Surabaya difungsikan sebagai daya tarik
wisata
dengan
tema
Surabaya
heritage
trail.
Program
tersebut
diselenggarakan oleh karena kurangnya kesadaran masyarakat selaku pemilik gedung untuk mempertahankan bangunannya. Tingginya pajak serta tidak dirasakan adanya keuntungan oleh pemilik merupakan alasan
pemilik
membiarkan bangunan hancur atau dijual. Program Surabaya heritage trail yang diselenggarakan oleh mahasiswa universitas Petra, diharapkan menjadi acuan bagi pelaku pariwisata lainnya untuk mengembangkan kreatifitas mengemas produk wisata, baik yang serupa atau produk wisata warisan budaya yang lebih bervariatif (Indrianto, 2008:357-366). Penelitian ini bertujuan untuk mengangkat peran beberapa bangunan bersejarah di Kota Makassar sebagai daya tarik wisata. Bangunan yang difokuskan pada tiga bangunan bersejarah yaitu Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian. Alasan pemilihan ketiga bangunan sebagai fokus penelitian karena ketiga bangunan tersebut memiliki potensi fisik berupa arsitektur asli bangunan masih tampak yang dilengkapi dengan potensi non fisik berupa nilai sejarah dan budaya, lokasi ketiga bangunan yang berdekatan memungkinkan dikembangkan sebagai wisata kota lama. Semakin tingginya minat akan pariwisata budaya diharapkan Kota Makassar dapat berpartisipasi sebagai salah satu destinasi wisata warisan budaya di Indonesia. Fort Rotterdam sebagai salah satu daya tarik wisata andalan di Kota Makassar tidak hanya dikunjungi oleh wisatawan, akan tetapi menjadi tempat berkumpul bagi organisasi masyarakat lokal dan himpunan pramuwisata Sulawesi
31
Selatan. Bangunan-bangunan di dalam kompleks Fort Rotterdam difungsikan sebagai Museum La Galigo dan kantor Balai Pelestarian Cagar Budaya. Museum Kota yang dulunya adalah kantor walikota Makassar menawarkan berbagai koleksi bersejarah perkembangan Kota Makassar akan tetapi masih memerlukan penataan yang lebih baik serta dilengkapi fasilitas perawatan koleksi. Gedung Kesenian seperti namanya merupakan tempat pertunjukan seni tradisional dan modern. Pada kenyataannya Gedung Kesenian memiliki kondisi yang cukup memprihatinkan puing-puing bangunan yang bertumpuk sisa perbaikan pada beberapa bagian bangunan yang belum diselesaikan. Kenyataan tersebut berbanding terbalik dengan Undang-undang nomor 11 tahun 2010 pasal 59 ayat 3 yang menyatakan: Pemerintah, Pemerintah Daerah, atau setiap orang yang melakukan penyelamatan wajib menjaga dan merawat cagar budaya dari pencurian, pelapukan, atau kerusakan baru. Pemanfaatan bangunan bersejarah sebagai produk pariwisata merupakan salah satu jalan keluar bangunan-bangunan tersebut dapat terus bertahan dengan semakin banyaknya fasilitas modern di sekelilingnya. Bangunan bersejarah sebagai daya tarik wisata juga memiliki tantangan yang berat, karena selain harus membawa dampak ekonomi bagi masyarakat juga memerlukan langkah-langkah pelestarian. Hal serupa dinyatakan Nuryanti (2009:8) Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, sebagai salah satu muara akhir dari hasil keterkaitan simbiotik mutualistik antara kegiatan pengembangan arsitektur dan warisan budaya melalui pariwisata seringkali tidak bisa dimungkiri memiliki fungsi multidimensi. Fungsi tersebut terkait erat dengan persoalan pilihan mendasar di satu sisi ditujukan untuk memperkuat pelestarian, sedangkan di sisi lain harus pula berperan dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui penciptaan dampak pembangunan ekonomi dalam arti luas.
32
Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa tantangan dalam pengembangan bangunan bersejarah dalam industri pariwisata tidaklah mudah. Diperlukan kajian terlebih dahulu sehingga pemanfaatan yang telah dilakukan sebagai daya tarik wisata dengan alasan mensejahterakan masyarakat tidak mengesampingkan langkah-langkah
pelestarian
yang seharusnya diutamakan
dalam
proses
pemanfaatan bangunan-bangunan bersejarah di Kota Makassar sebagai daya tarik wisata.
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka penelitian ini mengangkat tiga
rumusan masalah, yaitu: 1.
Bagaimana pemanfaatan Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian sebagai wisata warisan budaya di Kota Makassar?
2.
Bagaimana tahap perkembangan Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian sebagai wisata warisan budaya di Kota Makassar?
3.
Apakah strategi yang efektif untuk meningkatkan Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian sebagai wisata warisan budaya di Kota Makassar?
1.3
Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
33
1.
Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini adalah mengetahui secara umum pemanfaatan Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian sebagai wisata warisan budaya di Kota Makassar
2.
Tujuan Khusus a.
Untuk mengetahui pemanfaatan Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian sebagai wisata warisan budaya di Kota Makassar
b.
Untuk mengetahui tahap perkembangan Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian sebagai wisata warisan budaya di Kota Makassar
c.
Untuk mengetahui strategi yang efektif untuk meningkatkan Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian sebagai wisata warisan budaya di Kota Makassar
1.4
Manfaat Penelitian 1.
Manfaat Akademik Manfaat akademik
yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah
sebagai pengembangan dan menambah khasanah ilmu pengetahuan kepariwisataan. 2.
Manfaat Praktis Manfaat praktis yang ingin dicapai dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada pemanfaatan Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian bagi pemerintah dan masyarakat sebagai wisata warisan budaya.
34
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN
2.1
Kajian Pustaka Kajian mengenai pariwisata sebelumnya telah banyak dilakukan oleh
peneliti sebagai bagian dari pengabdian terhadap ilmu pengetahuan dan menambah khasanah keilmuan pariwisata. Terdapat tiga penelitian yang dipandang memiliki keterkatitan dengan rumusan masalah yang sedang diteliti sehingga dapat menjadi rujukan terhadap penelitian ini. Penelitian pertama berjudul “Pentingnya Partisipasi Masyarakat dalam Pengembangan Kawasan Budaya Terpadu dan Kawasan Strategis Konservasi Warisan Budaya di Kota Makassar” (2007). Penelitian Mulyadi membahas bahwa pelestarian benda cagar budaya di Kota Makassar bukan lagi hak mutlak bagi kalangan terbatas saja. Memahami landasan hukum keberadaan benda cagar budaya serta kaidah-kaidah yang harus dipatuhi dalam pelestarian cagar budaya, yang terdiri dari piagam Burra, UNESCO, pedoman internasional, UndangUndang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1992 tentang cagar budaya. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 10 tahun 1993 tentang pelaksanaan Undang-undang RI No. 5/1992 pasal 22, 23 ayat (1), pasal 36 serta kewenangan pemerintah daerah dalam pemanfaatan benda cagar budaya sebagai objek wisata. Penelitian Mulyadi menjelaskan dalam pelaksanaan pemanfaatan dan pelestarian cagar budaya masih menyisakan beberapa persoalan sebagai obyek wisata yang harus dicarikan jalan keluar. Dibutuhkan adanya model pengelolaan
35
kawasan budaya yang melibatkan kalangan akademisi jurusan arkeologi, sejarah dan arsitektur serta instansi arkeologi terkait. Penelitian Mulyadi tidak berfokus pada satu bangunan sejarah akan tetapi mencakup keseluruhan bangunan bersejarah yang berada di Kota Makassar. Penelitian saat ini fokus pada tiga bangunan yang berada di Kota Makassar yaitu Fort Rotterdam, Gedung Kesenian dan Museum Kota Makassar. Penelitian ini mengkaji pemanfaatannya sebagai wisata warisan budaya sehingga hasil penelitian ini penting dilaksanakan karena dapat diterapkan terhadap bangunan lain yang memiliki potensi yang sama dan terwujud keberagaman daya tarik wisata di Kota Makassar. Penelitian Mulyadi dijadikan sebagai acuan karena terdapat data-data berupa bangunan bersejarah yang ada di Kota Makassar yang kemudian ditinjau lebih lanjut dalam penelitian ini apakah unsur-unsur bersejarah masih dipertahankan serta landasan hukum yang dibahas dalam penelitian Mulyadi dalam pengelolaan bangunan bersejarah juga dijadikan sebagai informasi tambahan dalam penelitian ini. Penelitian kedua oleh Rita Poedji Rahajoe (2007) dengan judul “Strategi Pengembangan Wisata Heritage Sebagai Daya Tarik Wisata di Kota Surabaya”. Penelitian Rita membahas kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman wisata heritage dan strategi yang tepat dalam pengembangan wisata heritage di Kota Surabaya. Teknik penelitian Rahajoe menggunakan analisis Matrik IFE (Internal Factor Evaluation) dan EFE (External Factor Evaluation) untuk mengetahui dan menganalisis kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. Penelitian Rahajoe berkonsentrasi pada Monumen Tugu Pahlawan dan Masjid Agung Sunan Ampel. Hasil penelitian Rahajoe menujukkan bahwa kedua daya tarik wisata tersebut
36
keberadaannya dapat digunakan sebagai icon dan starting point untuk mendukung bangunan kuno dan monumen bersejarah yang ada di Kota Surabaya dalam pengembangan wisata heritage. Penelitian Rahajoe memiliki kesamaan topik dengan penelitian ini yaitu tentang wisata heritage atau warisan budaya sehingga dijadikan sebagai acuan dalam penelitian saat ini. Selain itu, Kota Makassar dan Kota Surabaya memiliki potensi terhadap pengembangan wisata warisan budaya dengan adanya bangunan bersejarah yang masih berdiri. Perbedaan antara penelitian Rahajoe menggunakan analisa matrik untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan sedangkan penelitian ini menggunakan reduksi data, penyajian data serta proses penarikan kesimpulan dari data yang diperoleh selama penelitian untuk menjawab rumusan masalah. Penelitian ini menggunakan penelitian penelitian Rahajoe sebagai acuan di dalam mencari konsep dan teori yang memiliki keterkaitan dengan judul penelitian saat ini. Penelitian ketiga dengan judul “Pemanfaatan Puri Sebagai Objek dan Daya Tarik Wisata serta Implikasinya terhadap Desa Pakraman Ubud Gianyar Bali” (2008) oleh Ni Made Ary Widiastini. Penelitian ini mengangkat masalah perkembangan Puri Ubud menjadi objek dan daya tarik wisata, implikasinya terhadap kehidupan sosial, ekonomi, budaya, politik dan lingkungan Desa Pakraman Ubud dan sekitarnya. Penelitian Widiastini menggunakan analisis deskriptif kualitatif yang terdiri dari tiga langkah yaitu proses reduksi, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian Widiastini menyatakan bahwa keterlibatan Puri Ubud dalam pariwisata dimulai sejak kepemimpinan puri dipegang oleh Tjokorda Gede Raka Sukawati yang memperkenalkan seni budaya
37
Ubud ke dunia internasional. Didukung oleh adanya syarat-syarat perkembangan pariwisata yaitu attraction, accessibilities, amenities, ancillary service dan promosi menjadikan Ubud mampu berkembang menjadi objek dan daya tarik wisata budaya di Bali. Saat Puri Ubud berkembang menjadi objek wisata sehingga terjadi pergeseran fungsi puri dari ruang yang pribadi dan bersifat religius magis menjadi ruang publik yang bercorak desakralisasi. Penelitian Widiastini dan penelitian saat ini memiliki kesamaan metode analisis data yang digunakan yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Penelitian Widiastini dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran dan acuan bagi penelitian ini karena kesamaan metode penelitian serta konsep pemanfaatan terhadap bangunan yang memiliki nilai sejarah dan budaya di tengah-tengah masyarakat . Perbedaan antara penelitian saat ini dan Widiastini adalah membahas dampak dari berbagai segi terhadap Desa Pakraman Ubud terhadap pemanfaatan Puri sebagai daya tarik wisata yang telah berjalan. Penelitian saat ini membahas bentuk pemanfaatan serta strategi yang efektif untuk meningkatkan ketiga bangunan bersejarah di Kota Makassar setelah sebelumnya mengetahui tahap perkembangan masing-masing dari ketiga bangunan bersejarah sebagai wisata warisan budaya.
2.2
Konsep Agar tidak terjadi kesalahan tafsir dalam penelitian ini, dipandang perlu
menjelaskan batasan pengertian judul dengan mengedepankan beberapa istilah yang bersifat operasional. Konsep digunakan untuk menggambarkan secara
38
abstrak kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial. Sumber bacaan yang relevan untuk mendukung penelitian ini sangat diperlukan sebagai sumber kritik pagar nilai keilmuan penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan (credible) serta dapat diterima dan pantas (acceptable) sebagai karya ilmiah. Beberapa sumber kepustakaan yang relevan adalah sebagai berikut:
2.2.1 Bangunan Bersejarah Adanya bangunan sejarah kolonial di Indonesia tidak lepas dari pengaruh masa penjajahan yang berlangsung selama ratusan tahun di Indonesia. Bangunan tersebut dijadikan cagar budaya yang dilindungi oleh pemerintah melalui UndangUndang Nomor 11 tentang Cagar Budaya tahun 2010 pasal 1 ayat 3 menyatakan “Bangunan Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang berdinding dan/atau tidak berdinding, dan beratap”. Terdapat kriteria menurut Undang-undang nomor 11 tahun 2010 pada bab III bagian 1 bahwa suatu benda dapat dikategorikan sebagai benda cagar budaya apabila: (1) berusia 50 (lima puluh) tahun atau lebih (2) mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 (lima puluh) tahun (3) memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan dan memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa. Indonesia memiliki kekayaan budaya berupa tinggalan fosil di Sangiran yang merupakan salah satu sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan di
39
dunia, Candi Borobudur yang saat ini merupakan salah satu situs warisan budaya dunia. Bangunan-bangunan bersejarah tersebut merupakan saksi perkembangan kebudayaan dan memiliki nilai sejarah terhadap perjuangan bangsa Indonesia. Ditegaskan oleh Waterson (1998, dalam Nuryanti, 2009:5) bahwa Kombinasi antara kekayaan keanekaragaman arsitektur dengan bentang keindahan alam dan keunikan tradisi budayanya seabagai ekspresi budaya yang hidup di dalamnya adalah sumber motivasi mengapa wisatawan melakukan kunjungan perjalanan. Adanya permintaan dari wisatawan akan keberagaman daya tarik wisata budaya ikut memotivasi para pelaku pariwisata untuk memanfaatkan sumber daya budaya yang tersedia. Menurut kamus besar bahasa Indonesia manfaat berarti faedah, guna, laba, untung, sedangkan pemanfaatan adalah proses dan perbuatan memanfaatkan sesuatu (Chulsum dan Novia, 2006:446). Bangunan sejarah merupakan sumber daya budaya yang terdapat hampir seluruh wilayah Indonesia. Pemanfaatan bangunan bersejarah sebagai daya tarik wisata harus sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan. Menurut Undang-undang nomor 11 tahun 2010 bagian keempat pasal 85 bahwa: (1) Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan setiap orang dapat memanfaatkan Cagar Budaya untuk kepentingan agama, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi, kebudayaan, dan pariwisata (2) Pemerintah dan Pemerintah Daerah memfasilitasi pemanfaatan dan promosi Cagar Budaya yang dilakukan oleh setiap orang (3) fasilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat 2 berupa izin pemanfaatan, dukungan tenaga ahli pelestarian, dukungan dana, dan/atau pelatihan (4) dimaksud pada ayat 2 dilakukan untuk memperkuat identitas budaya serta meningkatkan kualitas hidup dan pendapatan masyarakat. Benda cagar budaya tidak ternilai harganya karena hanya dibuat sekali pada satu peristiwa di masa lalu dan tidak dapat diulang kembali. Diperlukan tenaga
40
ahli serta pengemasan produk yang menarik. Menurut Mundardjito (dalam Wahyudi, 2006:318) Benda cagar budaya setidaknya dapat dimanfaatkan dalam tiga nilai diantaranya: (1) nilai ideologis adalah hasil penelitian yang berasal dari kebudayaan masa lalu berguna untuk memperkuta jati diri bangsa (2) nilai akademis bahwa kegiatan penelitian terhadap benda-benda bersejarah dapat mendukung pengembangan ilmu pengetahuan (3) nilai ekonomis terhadap benda cagar budaya dapat dimanfaatkan sebagai sumber pariwisata. Pemanfaatan terhadap bangunan bersejarah juga lekat dengan pelestarian seperti yang dinyatakan Joedodibroto: Istilah pemanfaatan bangunan bersejarah erat kaitannya dengan konservasi atau pelestarian bangunan bersejarah. Dasar dari keterkaitan tersebut adalah bahwa memanfaatkan bangunan bersejarah, terlebih dahulu harus melakukan pelestarian bangunan tersebut dan upaya pelestarian bangunan2. Pernyataan tersebut memberi makna betapa pentingnya sebuah pelestarian terhadap bangunan bersejarah yang dimanfaatkan untuk nilai ekonomi. Potensi yang dimiliki oleh bangunan bersejarah tidak hanya arsitekturnya akan tetapi potensi non fisik yang melekat kepada bangunan, seperti cerita kesejarahan bangunan yang dirangkai dengan perjuangan masyarakat serta budaya yang melekat di dalamnya. 2.2.2 Wisata Warisan Budaya Peningkatan akan permintaan terhadap pariwisata dengan sumber daya budaya merupakan kesempatan bagi daerah tujuan wisata untuk menggali lebih
2
Bayu Artin. 2011. Konsep Pemanfaatan Bangunan bersejarah. [diunduh 2 November 2013]. Sumber: URL: http://artinbayu.blogspot.com/2011/03/konsep-pemanfaatan-bangunanbersejarah.html.
41
dalam potensi yang dimiliki. Indonesia sebagai negara berkembang berupaya memaksimalkan setiap sektor industri salah satunya adalah sektor pariwisata. tourism is a powerful economic development tool. Tourism creates jobs, provides new business opportunities and strengthens local economies. When cultural heritage tourism development is done right, it also helps to protect our nation’s natural and cultural treasures and improve the quality of life for residents and visitors alike3 Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa pariwisata merupakan alat pembangunan yang kuat. Pariwisata menciptakan lapangan kerja, menyediakan kesempatan bisnis baru dan memperkuat ekonomi lokal. Lebih lanjut dinyatakan ketika wisata warisan budaya dikembangkan dengan baik, dapat membantu melindungi harta kekayaan alam, budaya bangsa dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan pengunjung pada saat bersamaan. Kata warisan budaya atau heritage dalam pengertian luas mengandung arti sebagai warisan atau peninggalan bernilai sejarah atau benda cagar budaya. Dinyatakan (Nuryanti, 2009:8-9) Kata warisan sendiri seringkali diasosiasikan dengan sesuatu (nilai) yang diturunkan ("temurun")/ditransferkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Mengingat perannya sebagai pembawa nilai sejarah masa lalu, maka heritage atau warisan budaya dalam perkembangannya dipandang sebagai bagian penting dari tradisi kebudayaan suatu masyarakat baik menyangkut hal-hal yang sifatnya berwujud (tangible) maupun tak-berwujud (intangible). Dallen dan Boyd (2003, dalam Southall dan Carol, 2011:177) menyatakan heritage is not simply the past but the modern day use of elements of the past, pernyataan tersebut berarti warisan budaya tidak saja masa lalu tapi juga masa 3
Anonim. 2011. Getting Started: How to Succeed in Cultural Heritage Tourism. [Diunduh 2 November 2013]. Sumber: URL: http://www.culturalheritagetourism.org/howToGetStarted.htm.
42
kini yang memiliki elemen masa lalu. Dipaparkan oleh Ritcher (2001, dalam Indrianto, 2008:357) bahwa konsep dari wisata warisan budaya adalah istilah yang dapat diterapkan pada banyak objek yang dikunjugi dan berkenaan dengan masa lalu, termasuk museum, kawasan bersejarah, Pura, Patung dan juga peristiwa yang menggambarkan sejarah. Pengembangan wisata warisan budaya tidak bersifat mudah, pengemasan sebuah bangunan bersejarah menjadi daya tarik wisata harus dilakukan dengan baik. Diperlukan unsur pendukung baik berupa taman, museum atau fasilitas pendukung wisata pada area tertentu sehingga mampu menarik minat wisatawan untuk berkunjung tanpa melupakan tindakan pelestarian. Dinyatakan Wahyudi (2006:319) Pada dasarnya benda cagar budaya hanyalah merupakan benda-benda mati yang tidak dapat „berbicara apa-apa‟. Hal seperti ini tentu tidak dapat memberi daya tarik apapun bagi para wisatawan. Benda cagar budaya baru dapat berdaya guna tinggi bagi dunia pariwisata apabila dikemas dengan baik.
2.2.3 Daya Tarik Wisata Sebuah daya tarik wisata merupakan komponen yang tidak terpisahkan dari suatu perjalanan wisata. Dinyatakan oleh Page dan Brunt (2001:176) bahwa the atrraction at a destination are the reason for visiting pernyataan tersebut berarti atraksi pada destinasi wisata adalah alasan kunjungan dari wisatawan. Definisi daya tarik wisata pada awalnya terbatas pada “segala sesuatu yang menarik dan bernilai untuk dikunjungi dan dilihat” (Pendit, 1994:16). Kemudian lebih spesifik daya tarik wisata menurut Undang undang nomor 10 tahun 2009, Daya tarik wisata dijelaskan sebagai segala sesuatu yang memiliki keunikan, kemudahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan
43
alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau kunjungan wisatawan. Daya tarik wisata dapat diartikan sebagai produk dari industri pariwisata. Produk wisata berarti pelayanan-pelayanan yang didapatkan dan dirasakan oleh wisatawan selama melaksanakan kegiatan wisata sampai dengan kembali ke tempat asalnya. Dinyatakan oleh Marioti (dalam Yoeti, 1996:174-176) Tourism resources disebut dengan istilah attractive spontanee yaitu segala sesuatu yang terdapat di daerah tujuan wisata yang merupakan daya tarik agar orang-orang mau datang berkunjung ke suatu tempat daerah tujuan wisata. Daya tarik tersebut berupa benda-benda yang tersedia dan terdapat di alam semesta yang dalam istilah pariwisata disebut dengan istilah natural amenities, merupakan iklim, bentuk tanah, hutan belukar (the sylan elements), fauna dan flora dan pusat-pusat kesehatan (health centre). Selain itu, hasil ciptaan manusia (man made supply) yang terdiri dari benda bersejarah, tata cara hidup masyarakat. Sebuah daya tarik wisata selain memiliki potensi yang dapat menarik wisatawan untuk berkunjung juga bergantung pada bagaimana daya tarik wisata tersebut dipresentasikan dan disuguhkan kepada wisatawan. Mempresentasikan atraksi wisata dapat dilakukan dengan cara mengatur perspektif ruang, sosial dan budaya (Soekadijo, 1996:66-68). Mengatur perspektif ruang bermaksud agar daya tarik wisata lebih berkesan bagi wisatawan. Berkesan tersebut dapat dengan cara mengatur bentuk, warna dan posisi pada ruang tertutup dan terbuka. Mengatur bentuk dan warna berarti mengatur obyek-obyek yang ada di daya tarik wisata sehingga menarik perhatian.. Koleksi museum akan bertambah daya tariknya apabila dibuat sebuah dekorasi dan penataan yang sesuai dengan tema koleksi atau mengatur keserasian tanaman dengan obyek.
44
Mengatur perspektif waktu dijelaskan bahwa daya tarik wisata akan meninggalkan kesan lebih dalam bagi wisatawan apabila diketahui sejarahnya. Pengunjung Kebun Raya Bogor yang terkenal akan lebih menarik apabila diketahui bahwa kebun raya itu didirikan pada awal abad ke-19 oleh seorang berkebangsaan Jerman, C.G.Creinwardt. Perspektif pada waktu itu dapat dituangkan melalui lisan oleh pramuwisata atau secara tertulis serta secara visualisasi. Mengatur perspektif sosial budaya berarti mengangkat pesona daya tarik wisata melalui kedudukannya di dalam kehidupan sosial budaya masyarakat dari zaman dahulu hingga sekarang. Pengaturan perspektif waktu dan sosial budaya itu serta perspektif ruang seharusnya diserahkan kepada ahli-ahli yang bersangkutan. Diperlukan ialah ahli sejarah dan ahli sosial, sedang untuk visualisasi perlu ditambahkan tenaga seniman Permintaan akan daya tarik wisata budaya yang semakin meningkat oleh karena semakin beragamnya kebutuhan wisatawan. Kesadaran bahwa suatu daya tarik wisata tidak hanya bergantung pada keindahan alam atau keunikan bangunan bersejarah sehingga dibutuhkan pengelolaan yang baik sehingga wisatawan tidak pernah bosan berkunjung. Pembangunan daya tarik wisata menurut Suwatoro (1997 dalam Suwena dan Widyatmaja, 2010:85-86) harus dirancang dengan bersumber pada potensi daya tarik yang dimiliki objek tersebut dengan mengacu pada kriteria keberhasilan pengembangan.
2.2.4 Strategi Strategi merupakan alat pencapaian tujuan jangka panjang maupun jangka pendek sehingga diperlukan perencanaan strategi secara matang sehingga
45
menghasilkan pelaksanaan yang maksimal dan hasil yang diharapkan. Strategi menurut Rangkuti (2005:3) adalah Alat untuk mencapai tujuan perusahaan dalam kaitannya dengan tujuan perusahaan dalam kaitannya dengan tujuan jangka panjang, program tindak lanjut serta prioritas alokasi sumber daya. Jenis-jenis strategi akan dibagi dalam empat kelompok Menurut David (2004:231-256) antara lain: (1) strategi integrasi terdiri dari strategi ke depan (forward integration) bertujuan memiliki atau meningkatkan kendali atas distributor. Integrasi ke belakang (backward integration) merupakan strategi integrasi yang mencoba memiliki atau meningkatankan kendali atas perusahaan pemasok produk. Integrasi horisontal (horizontal integration)adalah strategi yang bertujuan mencoba memiliki dan meningkatkan kendali perusahaan pesaing. (2) strategi intensif merupakan strategi yang dibuat karena semuanya memerlukan usaha intensif. Strategi ini terdiri dari penetrasi pasar, strategi pengembangan pasar dan strategi pengembangan produk (3) strategi diversifikasi yang terdiri dari strategi diversifikasi konsentratsi, strategi deversifikasi horizontal dan konglomerat. (4) strategi defensif yang terdiri dari rasionalisasi biaya, divestasi, likuidasi dan joint venture strategy. Pembangunan pariwisata yang semakin meningkat menjadikan persaingan bisnis industri yang berhubungan dengan kegiatan pariwisata. Persaingan tidak hanya terjadi pada bisnis pariwisata tetapi destinasi wisata semakin beragam sehingga dalam pembangunan pariwisata dibutuhkan perencanaan strategis yang sesuai dengan potensi daerah tujuan wisata tersebut. Dinyatakan oleh Yoeti (2005:22) bahwa, Perencanaan strategis suatu daerah tujuan wisata dilakukan analisis lingkungan dan analisis sumber daya. Tujuan analisis ini tidak lain adalah mengetahui dan mengidentifikasi sumber daya utama, terutama mengenai kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness) organisasi atau lembaga yang bertanggung jawab terhadap pengembangan pariwisata di daerah tujuan wisata tersebut
46
Strategi yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan langkah-langkah yang disusun berdasarkan faktor-faktor internal dan eksternal suatu daya tarik wisata. Strategi sebagai alat pencapaian tujuan jangka panjang yang dibuat oleh pemangku kepentingan dalam pariwisata sehingga dalam perumusannya telah dipertimbangkan dampak-dampak yang mungkin akan terjadi secara fisik dan masyarakat di sekitar daya tarik wisata.
2.3
Landasan Teori Penelitian ini menggunakan teori yang relevan dalam menganalisis
pemanfaatan bangunan bersejarah di Kota Makassar sebagai wisata warisan budaya, adapun teori yang digunakan adalah teori manajemen daya tarik wisata, siklus hidup destinasi wisata dan pemasaran pariwisata
2.3.1 Manajemen Daya Tarik Wisata Manajemen atau pengelolaan menurut Leiper (1990, dalam Pitana dan Diarta, 2009:80) adalah seperangkat peranan yang dilaksanakan oleh seseorang atau sekelompok orang dan fungsi-fungsi yang merujuk pada peran tersebut. Fungsi tersebut berupa perencanaan, mengarahkan, pengorganisasian dan pengawasan. Manajemen daya tarik wisata merupakan pengelolaan sebuah destinasi wisata
sesuai
dengan
fungsi
manajemen,
mulai
dari
perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan. Pengelolaan daya tarik wisata tidak hanya memperhatikan aspek permintaan dari wisatawan tetapi juga nilai kelestarian dan nilai manfaatnya bagi masyarakat lokal. Fungsi dari pengelolaan
47
pariwisata menurut Liu (1994) dan Western (1993) (dalam Pitana dan Diarta, 2009:84) adalah (1) perlindungan terhadap sumber daya alam dan lingkungan. Pembangunan industri pariwisata yang terus menerus akan dibarengi dengan kerusakan lingkungan sehingga dibutuhkan pengelolaan yang baik bagi sisi ekonomi dan perlindungan sumber daya alam dan lingkungan. (2) Keberlanjutan ekonomi bagi masyarakat lapisan bawah. Pariwisata diharapkan mampu memberikan pendapatan yang lebih baik bagi masyarakat lokal pada destinasi wisata. (3) Peningkatan integritas budaya berarti adanya rasa saling menghormati dan tercipta dialog budaya antara wisatawan dan komunitas lokal. (4) Nilai pendidikan dan pembelajaran bagi semua pemangku kepentingan di bidang pariwisata. Keberlajutan dan kelestarian dapat diwujudkan dengan pemahaman terhadap perlindungan sumber daya pendukung pariwisata. Pengelolaan terhadap daya tarik wisata warisan budaya memiliki kesulitan tersendiri karena pembangunan sarana prasarana pendukung kegiatan wisata harus memperhatikan prinsip-prinsip pelestarian bangungan bersejarah. Menurut Liu (1994 dalam Pitana dan Diarta, 2009:90) bahwa terdapat strategi manajemen sumber daya antara lain, pertama adalah menggunakan sumber daya yang dapat diperbaharui. Sumber daya yang dimaksud matahari, pemanfaatan ikan dan sumber daya laut yang tidak langka dan tidak terlarang. Kedua yaitu pemanfaatan untuk berbagai kepentingan. Pemakaian sumber daya secara bersamaan seperti pantai dan kawasan pesisir yang dapat dijadikan kawasan budidaya ikan, terumbu karang dan rumput laut. Ketiga adalah penetapan daerah zona sebagai pembatasan kawasan tertentu dengan fungsi serta peruntukannya masing-masing. Pembagian
48
kawasan bertujuan meminimalisasi dampak terhadap adanya kegiatan wisata. Keempat adalah konservasi dan preservasi sumber daya yang berarti harus dilaksanakan kegiatan perlidungan serta pelestarian sumber daya yang mendekati kondisi aslinya.
2.3.2 Teori Siklus Hidup Destinasi Wisata Pengembangan daerah tujuan wisata bermaksud membuatnya menarik untuk dikunjungi oleh wisatawan. Faktor ketertarikan tersebut dinyatakan oleh Yoeti (1996:178) salah satunya harus memenuhi tiga syarat yaitu something to see, something to do dan something to buy (Yoeti, 1996:178). Potensi-potensi yang dimiliki oleh daerah tujuan wisata seharusnya dikembangkan secara maksimal. Menurut Cooper (1993, dalam 41 dkk, 2010:5) terdapat empat komponen dalam pengembangan sebuah destinasi wisata attractions, accessibility, amenities dan ancillary service. Lebih lanjut komponen tersebut dikembangkan oleh Buhalis (1999:98)4 dengan menambahkan activities, dan available package. Dijelaskan oleh Buhalis bahwa attraction atau atraksi merupakan daya tarik wisata yang dapat berupa daya tarik wisata alam, buatan berupa bangunan yang dibangun untuk tujuan tertentu, benda warisan budaya dan event khusus. Aksesibiltas atau accessibility merupakan keseluruhan sistem transportasi berupa rute jalan, terminal dan jenis kendaraan yang menunjang aktivitas pariwisata. Amenities berupa penunjang kegiatan wisata. Fasilitas
4
Buhalis, Dimitros. 1999. Marketing the Competitive destination of the Future. (Serial online), [Diunduh 24 November 2013]. Sumber: URL: http://www.academia.edu/164837/Marketing_the_competitive_destination_of_the_future.
49
tersebut berupa akomodasi, restoran dan pramuwisata. Available packages merupakan pengaturan serta kerjasama dalam mempromosikan suatu daya tarik wisata ke dalam bentuk sebuah paket perjalanan wisata oleh pihak biro perjalanan wisata. Activities adalah aktifitas yang tersedia di destinasi wisata selain dari daya tarik wisata utama. Kegiatan-kegiatan lain yang dapat dilakukan wisatawan selama waktu kunjungannya, seperi bersepeda saat mengunjungi pantai. Ancilary service
merupakan
pelayanan
pendukung
berupa
pelayanan
perbankan,
telekomunikasi, kesehatan dan penukaran uang di daerah tujuan wisata. Sebuah destinasi wisata tidak hanya harus memiliki sumber daya alam, budaya yang menarik akan tetapi komponen-komponen pendukung dalam proses kegiatan wisata sehingga dapat menahan wisatawan lebih lama serta meninggalkan kesan terhadap wisatawan tersebut. Destinasi wisata memiliki siklus evolusi perkembangan yang bertujuan memahami kelemahan dan kelebihan destinasi wisata. Salah satu model siklus hidup destinasi menurut Butler (2011:4) terdiri dari
tujuh tahap eksplorasi,
keterlibatan, pengembangan, konsolidasi, stagnasi, kemunduran dan peremajaan. Tahap pertama adalah eksplorasi (exploration) dimana sebuah destinasi wisata mulai diperkenalkan dan jumlah kunjungan wisatawan yang mulai berkunjung masih sedikit. Tahap kedua merupakan keterlibatan (involvement) adalah tahap destinasi wisata mulai merasakan dampak akan kunjungan wisatawan yang meningkat. Adanya musim dimana wisatawan ramai berkunjung dan sikap masyarakat secara ekonomi dan sosial mulai menyesuaikan dengan adanya
50
wisatawan. Tahap ketiga adalah pengembangan (development), ketika investor mulai menanamkan modalnya untuk fasilitas pariwisata di destinasi. Aksesibiltas mengalami perbaikan, periklanan yang semakin meningkat dan adanya atraksi wisata buatan serta kurangnya partisipasi masyarakat lokal Tahap
keempat
merupakan
konsolidasi
(consolidation)
dimana
peningkatan jumlah kunjungan wisatawan terus terjadi dengan rata-rata kenaikan yang menurun. Pada tahap ini ekonomi lokal telah bergantung pada pariwisata, usaha pemasaran diperluas untuk menarik wisatawan yang semakin jauh dari sebelumnya dan fasilitas sudah mulai kurang diominati wisatawan. Tahap kelima adalah stagnasi (stagnation), salah satu tahap dimana jumlah wisatawan yang telah mencapai batas maksimal menyebabkan daya tarik wisata tidak lagi begitu menarik. Daya tarik wisata buatan menggantikan daya tarik wisata alam dan budaya serta timbulnya masalah ekonomi, sosial dan lingkungan. Tahap keenam disebut kemunduran (decline) merupakan tahap wisatawan tertarik pada destinasi baru. Atraksi wisata menjadi semakin kurang menarik dan fasilitas pariwisata menjadi kurang bermanfaat. Tahap ketujuh adalah peremajaan (rejuvenation) terhadap daya tarik wisata yang telah mengalami kemuduran. Pada tahap ini jumlah wisatawan menurun yang menyebabkan perubahan terhadap penggunaan dan pemanfaatan sumber daya pariwisata. Terjadi penciptaan seperangkat atraksi wisata artifisial baru yang tidak tereksploitasi sebelumnya.
51
Peremajaan Stagnasi Area kritis untuk elemen daya tampung wisatawan Konsolidasi Kemunduran Pengembangan Keterlibatan Eksplorasi
Gambar 2.1 Evolusi Destinasi Wisata. 1980 Sumber: Tourism Area Life Cycle. 2011 Pengembangan suatu destinasi wisata dapat berdampak pada ekploitasi secara terus-menerus, dampak lingkungan, sosial masyarakat. Kaitannya dengan pemanfaatan terhadap bangunan bersejarah di Kota Makassar adalah bahwa melalui model siklus Butler dapat diketahui tahap perkembangan ketiga bangunan bersejarah di Kota Makassar sebagai wisata warisan budaya kemudian menentukan strategi yang efektif untuk meningkatkan ketiga bangunan bersejarah.
2.3.3 Teori Pemasaran Pariwisata Pemasaran secara umum diartikan sebagai kegiatan memperkenalkan suatu produk
kepada
konsumen.
Pemasaran
industri
pariwisata
tidak
hanya
memperkenalkan sebuah produk akan tetapi pemasaran juga meliputi bagaimana memotivasi dan memberikan kemudahan bagi konsumen mendapatkan informasi tentang produk yang ditawarkan. Pemahaman terhadap pemasaran dijelaskan melalui konsep yang saling berkaitan (Yoeti, 2003:22-23)
52
Marketing as an exchange dimana pemasaran pada dasarnya di anggap sebagai media pertukaran barang dan jasa yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan (needs) dan keinginan (wants) manusia pada umumnya dan konsumen pada khususnya. Pertukaran tersebut dapat berupa barang dan jasa yang diinginkan oleh konsumen untuk memenuhi kebutuhannya. Marketing as a system merupakan pengertian pemasaran sebagai suatu sistem dapat diartikan sebagai seluruh aktifitas bisnis untuk mencari keuntungan. Aktifitas tersebut berupa perencanaan dan menetapkan harga, promosi, distribusi barang dan jasa kepada konsumen. Bauran pemasaran adalah bukti perkembangan aktivitas pemasaran secara menyeluruh. Menurut Fuad dkk (2006:128) bauran pemasaran sebagai kegiatan pemasaran yang terpadu dan saling menunjang satu sama lain. Bauran pemasaran sering disebut sebagai konsep 4P yang terdiri dari produk (product), harga (price), saluran distribusi (place), promosi (promotion). Keempat unsur tersebut saling mendukung guna mewujudkan suatu kepuasan konsumen. Unsur pertama adalah produk (product) yang merupakan barang atau jasa yang bisa ditawarkan untuk mendapatkan perhatian, permintaan pemakaian, atau konsumsi dapat memenuhi keinginan dan kebutuhan (Fuad dkk, 2006:128). Produk seharusnya disesuaikan dengan kebutuhan konsumen yang diimbangi dengan kualitas dan kemasan. Produk pariwisata dalam hal ini daya tarik wisata tidak hanya memerlukan promosi tetapi fasilitas yang menunjang dan dapat menahan wisatawan lebih lama. Unsur kedua adalah harga (price) merupakan sejumlah kompensasi (uang maupun barang, kalau mungkin) yang dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah kombinasi barang atau jasa (Fuad dkk, 2006:129). Harga sampai saat ini masih merupakan salah satu penentu utama bagi konsumen dalam mengambil keputusan untuk membeli sebuah produk. Penetapan harga suatu produk harus mempertimbangkan biaya produksi serta laba yang ingin dihasilkan oleh produsen. Penetapan harga yang terlalu tinggi mengakibatkan
53
konsumen akan pindah ke produk yang lebih murah tetapi hal tersebut sesuai dengan daya beli masing-masing konsumen. Unsur ketiga adalah saluran distribusi (place) merupakan saluran yang digunakan oleh produsen untuk menyalurkan produk sampai ke konsumen atau berbagai aktivitas perusahaan yang mengupayakan agar agar produk sampai pada tangan konsumen. Kemudian unsur terakhir adalah promosi (promotion) sebagai bagian dari bauran pemasaran memiliki peran yang besar. Promosi bersifat informatif dan persuasi kepada konsumen untuk menggunakan suatu produk. Pemasaran
dalam
industri
pariwisata
tidak
hanya
bertujuan
memperkenalkan daya tarik wisata tetapi menilai kualitas, membuat kesan dan membujuk wisatawan untuk kembali berkunjung. Dinyatakan Middleton (1997:216) bahwa, Marketing in the travel and tourism industry is increasingly recognised for its significant contributions designing, delivering, and monitoring product quality and achieving visitor satisfaction and repeat visits Pernyataan tersebut bermakna bahwa pemasaran dalam industri perjalanan dan pariwisata semakin diakui dalam memberikan kontribusi yang signifikan merancang, mengirimkan dan memantau kualitas produk untuk mencapai kepuasan wisatawan dan kunjungan kembali. Pemasaran di dalam pariwisata berfungsi untuk mengetahui segmen pasar suatu destinasi wisata, menganalisa kebutuhan wisatawan dan mengetahui kemampuan sumber daya manusia. Demikian luas suatu kegiatan pemasaran dalam industri pariwisata sehingga di dalam penelitian ini pemasaran daya tarik
54
wisata warisan budaya akan dibatasi pada unsur promosi. Dinyatakan Bloom5 (2004) dibutuhkan empat langkah dalam perencanaan pemasaran wisata warisan budaya antara lain humas, periklanan, materi grafis dan promosi. Langkah pertama adalah public relation atau humas merupakan cara yang efektif untuk menyampaikan pesan melalui media. Menambah sisi “menjual cerita” tentang masyarakat, event, bangunan, makanan atau aktivitas baru dapat menjadi laporan pihak ketiga yang memiliki kredibilitas yang lebih baik untuk daerah tujuan wisata Mempersiapkan alat bantu promosi bagi media, seperti buku informasi yang berisi sejarah, Gambar dan tujuan dari promosi tersebut. Terdapat beberapa kegiatan tambahan yang dapat dilaksanakan untuk memperkenalkan suatu daya tarik wisata warisan budaya yaitu: mengorganisir sebuah educational tour bagi siswa, mahasiswa dan pegawai pemerintah setempat untuk memahami dan menghargai warisan budaya, merencanakan acara khusus untuk umum dengan tujuan membangun antusiasme dan dapat menambah jumlah sukarelawan dalam kegiatan dan membuka akses bagi masyarakat umum. Langkah kedua adalah advertising atau periklanan merupakan kegiatan pemasaran kepada target pasar yang memerlukan biaya tetapi efektif untuk dilaksanakan. Kegiatan periklanan membutuhkan ketelitian dalam menetukan jenis cara beriklan yang sesuai anggaran tetapi efektif dan frekuensi yang sesering mungkin untuk menyampaikan pesan. Kerjasama dalam periklanan layak untuk 5
Bloom, Susan dkk. 2004. Cultural Heritage Tourism Market for Success. [Diunduh 20 Desember 2013]. Sumber: URL: http://www.culturalheritagetourism.org/steps/step4.htm
55
dilaksanakan untuk meringankan biaya dan mendapatkan target pasar yang lebih banyak. Periklanan dapat dilaksanakan dengan organisasi pariwisata nasional atau daerah, majalah nasional atau daerah, dinas pariwisata pemerintah setempat, pusat perbelanjaan atau kerjasama dengan perusahaan lain. Selain itu dapat menggunakan media eletronik seperi radio, televisi dan internet Langkah ketiga adalah adalah penetapan graphic material yang merupakan Gambar-Gambar yang dimiliki setiap daerah yang dapat memperlihatkan kelebihan yang dimiliki daerah tersebut dan diolah menjadi sebuah materi grafis. Skema warna serta desain yang unik merupakan elemen yang harus diperlihatkan sebagai pengGambaran terhadap suatu daya tarik wisata warisan budaya. Pemilihan logo atau simbol grafis untuk mengidentifikasi program serta mengembangkan website yang merupakan komponen dalam memperkenalkan wisata warisan budaya kepada banyak orang. Membuat brosur yang menarik, akan tetapi harus mengetahui dimana brosur akan ditempatkan atau dibagikan dan siapa yang akan dipilih sebagai target pasar. Membuat brosur dan website perlu diperhatikan bahwa diperlukan staff yang dapat menangani permintaan langsung untuk kunjungan kepada daya tarik wisata. Selain itu perlu disiapkan juga penanganan terhadap wisatawan dalam kelompok besar dan kerjasama yang baik dengan biro perjalanan wisata sangat dibutuhkan. Langkah keempat adalah promotion dapat berupa keikutsertaan dalam sebuah pameran pariwisata. Pameran dapat membawa pesan langsung kepada wisatawan dan keuntungan ikut serta dalam pameran adalah dapat menjumpai banyak orang merupakan pelaku pariwisata dalam satu hari. Diperlukan pembelajaran terhadap
56
warisan budaya karena jenis pertanyaan oleh wisatawan akan sangat beragam sehingga memerlukan banyak permintaan melalui korespondensi elektronik atau telepon setelah pameran. Selain itu kegiatan sales mission kepada biro perjalanan wisata, jurnalis untuk berbagi informasi tentang wisata warisan budaya yang sedang dikembangkan penting untuk dilaksanakan.
2.4 Model penelitian Model penelitian menggambarkan langkah-langkah dalam penelitian untuk memecahkan
rumusan
masalah.
Bangunan
bersejarah
memiliki
potensi
dikembangkan menjadi wisata warisan budaya. Kota Makassar memiliki potensi sumber daya budaya berupa bangunan bersejarah yaitu Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian. Adanya kesenjangan keadaan fisik bangunan, fasilitas
penunjang
dan
pengelolaan
pada
akhirnya
menyebabkan
ketidakseimbangan jumlah kunjungan wisatawan sehingga pada akhirnya dapat berdampak pemeliharaan kelestarian ketiga bangunan bersejarah tersebut. Penelitian ini mengangkat pemanfaatan bangunan bersejarah di Kota Makassar dalam rangka pengembangan wisata warisan budaya dan diharapkan bahwa melalui kegiatan pariwisata pelestarian bangunan bersejarah mendapatkan perhatian dari pemerintah dan masyarakat lokal. Penelitian ini mengangkat tiga rumusan masalah, pertama bagaimana pemanfaatan ketiga bangunan bersejarah sebagai wisata warisan budaya di Kota Makassar. Masalah kedua adalah tahap perkembangan Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian Makassar, sehingga masalah ketiga diketahui strategi yang efektif untuk meningkatkan ketiga bangunan bersejarah sebagai wisata warisan budaya. Teori yang digunakan
57
dalam penelitian ini adalah teori manajemen daya tarik wisata, siklus hidup destinasi wisata dan pemasaran pariwisata yang dikombinasikan dengan penjabaran konsep sehingga didapatkan temuan penelitian untuk menjawab ketiga rumusan masalah.
Keadaan Fisik dan Pengelolaan bangunan bersejarah
Teori: Manajemen Daya Tarik Wisata Siklus Hidup Destinasi Wisata Pemasaran Pariwisata
Pemanfaatan Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian sebagai wisata warisan budaya
Wisata warisan budaya di Kota Makassar
Fort Rotterdam Museum Kota Gedung Kesenian
Tahap perkembangan Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian sebagai wisata warisan budaya
Temuan Penelitian
Gambar 2.2 Model Penelitian
Fasilitas Penunjang daya tarik wisata
Konsep: Bangunan Bersejarah Wisata warisan budaya Strategi Daya Tarik Wisata
Strategi yang efektif untuk meningkatkan Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian sebagai wisata warisan budaya
58
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif yang mendeskripsikan objek penelitian secara rinci dan mendalam dengan maksud mengembangkan konsep atau pemahaman dari suatu gejala (Sandjaja dan Heriyanto, 2006:49). Data diambil dari hasil observasi sistematik dan wawancara semi terstruktur kepada informan kemudian hasil penelitian dijabarkan secara deskriptif untuk mendapatkan jawaban dari rumusan masalah
3.2. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tiga bangunan bersejarah di Kota Makassar yaitu Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian. Ketiga bangunan bersejarah tersebut berlokasi tidak jauh satu satu sama lain karena dahulu kawasan tersebut adalah pusat pemerintahan Belanda. Jarak tempuh dari fasilitas umum seperti Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin sekitar 25 km, apabila menggunakan kendaraan pribadi sekitar 45 menit perjalanan dan dari Pelabuhan Soekarno Hatta sekitar 2 km. Lokasi ketiga bangunan sangat strategis karena dekat dengan landmark Kota Makassar yaitu anjungan Pantai Losari. Pada Gambar 3.1 merupakan lokasi Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian.
59
Gedung Kesenian Fort Rotterdam Museum Kota
Anjungan Pantai Losari
Gambar 3.1 Lokasi Fort Rotterdam, Gedung Kesenian dan Museum Kota Makassar Sumber: https://maps.google.co.id/
3.3 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian adalah data kualitatif dan data kuantitatif dan sumber data dibagi menjadi sumber data primer dan sekunder. Data kualitatif dalam penelitian ini berupa hasil wawancara kegiatan renovasi yang telah dilakukan pada ketiga bangunan, fasilitas yang dimiliki, bentuk promosi yang telah dilaksanakan seperti brosur atau media eletronik untuk Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian. Data kuantitatif adalah data yang didapatkan dari hasil perhitungan model statistik untuk menyelesaikan suatu rumusan masalah (Sandjaja dan Heriyanto, 2006:54). Dalam penelitian ini, data kuantitatif adalah data jumlah wisatawan
60
Kota Makassar. Jumlah wisatawan yang mengunjungi Fort Rotterdam dan Museum Kota, daftar benda-benda bersejarah di Museum Kota dan la galigo (Fort Rotterdam) beserta jumlahnya, jumlah kamar di hotel berbintang Makassar. Sumber data kualitatif dan kuantitatif diperoleh melalui informan yang dipilih secara purposif. Informan merupakan pemerintah yaitu Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Sulawesi Selatan, Balai Pelestarian Cagar Budaya Kota Makassar, Balai Pusat Statistik Kota Makassar, penhelola Museum Kota dan Gedung Kesenian. Informasi lainnya berasal dari akademisi pariwisata dan Ujung Pandang Heritage Society serta melalui studi kepustakaan tentang ketiga bangunan bersejarah. Alasan pemilihan informan tersebut adalah karena memiliki keterkaitan dengan kegiatan pemanfaatan, pengembangan dan pelestarian Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian sebagai gedung bersejarah serta bagian dari wisata warisan budaya.
3.4 Metode dan Teknik Pengumpulan Data Metode dan teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut: 3.4.1 Teknik Observasi Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi sistematik. Peneliti telah terlebih dahulu membuat dan mengatur kerangka yang memuat faktor-faktor dari subyek penelitian berupa pemanfaatan, tahap perkembangan Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian.
61
3.4.2 Teknik Wawancara Metode wawancara di dalam penelitian ini adalah wawancara semi terstruktur. Wawancara dimulai dengan isu bentuk pemanfaatan Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian sebagai wisata warisan budaya yang telah dicakup dalam pedoman wawancara. Pedoman wawancara berfokus pada subyek yang diteliti, tetapi dapat direvisi setelah wawancara karena ide yang baru muncul belakangan tetapi harus tetap berpusat pada tujuan penelitian serta topik yang telah dibuat. Penentuan informan di dalam penelitian ini menggunakan teknik purposif, yaitu sampling yang dilaksanakan pada cara ini berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu oleh peneliti (Sandjaja dan Heriyanto, 2006:183), adapun informan di dalam penelitian ini berjumlah sebelas orang dari pihak pemerintah, organisasi warisan budaya, pengelola Museum Kota, seniman dari Gedung Kesenian, himpunan pramuwisata dan akademisi pariwisata. Daftar informan terdapat pada lampiran. 3.4.3 Teknik Dokumentasi Teknik dokumentasi yang dilakukan dengan menelusuri kondisi bangunanbangunan di dalam kompleks Fort Rotterdam serta Museum La Galigo, Museum Kota dan Gedung Kesenian yang diabadikan dalam Gambar. Dokumentasi dilaksanakan beberapa kali selama melaksanakan penelitian.
3.5 Metode dan Teknik Analisis Data Terdapat tiga jalur analisis data di dalam penelitian kualitatif, yaitu teknik reduksi data, penyajian data dan proses penarikan kesimpulan (Miles dan Huberman dalam Agusta, 1998:29). Pertama adalah teknik reduksi data
62
merupakan proses pemilihan, pemusatan, perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan tertulis di lapangan. Data berupa hasil observasi pada ketiga bangunan bersejarah dan wawancara
terhadap
informan
dikumpulkan
dan
dikelompokan
untuk
memudahkan pemilihan data untuk menjawab rumusan masalah. Teknik penyajian data adalah langkah selanjutnya dalam proses analisis data yang telah didapatkan. Informasi atas rumusan masalah pemanfaatan yang dijabarkan secara bertahap dari awal pembangunan hingga saat ini terhadap Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian, tahap perkembangan masingmasing bangunan sebagai daya tarik wisata. Pembahasan tersebut disusun dalam bentuk naratif dengan memperhatikan kenyataan yang terjadi di lapangan kemudian disusun strategi yang efektif untuk meningkatkan Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian Makassar sebagai wisata warisan budaya.
3.6 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data Hasil analisis diuraikan dalam delapan bab secara naratif. Bab I berupa pendahuluan yang terdiri atas latar belakang masalah yang menjelaskan dasar dari penelitian ini. Bab I juga memuat rumusan masalah yaitu bentuk pemanfaatan, dan tahap perkembangan bangunan bersejarah yang dikembangkan menjadi strategi yang efektif untuk meningkatkan ketiga bangunan bersejarah sebagai wisata warisan budaya serta tujuan dan manfaat penelitian. Pada bab II terdiri dari kajian pustaka yang menguraikan penelitian sebelumnya yang memiliki keterkaitan dengan penelitian saat ini, dilanjutkan dengan konsep, teori serta model penelitian. Bab III merupakan metode penelitian
63
yang menjelaskan pendekatan penelitian ini secara kualitatif serta lokasi penelitian yaitu Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian Makassar serta pendekatan penelitian. Jenis data yaitu data kualitatif dan kuantitatif juga metode pengumpulan serta metode analisis data. Bab IV menguraikan sejarah, geografis, perkembangan ekonomi dan pariwisata Kota Makassar. Sejarah, konstruksi bangunan Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian sebagai daya tarik wisata. Bab V menjelaskan pembahasan tentang pemanfaatan ketiga bangunan sejarah yang diuraikan melalui perspektif ruang, waktu dan sosial budaya. Bab VI diuraikan tahap perkembangan Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian. Dijelaskan pada bab VII strategi yang efektif untuk memajukan Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian sebagai wisata warisan budaya. Pada bab VIII merupakan simpulan serta saran.
64
BAB IV KOTA MAKASSAR GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Bagian ini menguraikan Gambaran umum Kota Makassar serta lokasi penelitian yaitu Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian. Uraian ini dimaksudkan untuk menjabarkan sejarah Kota Makassar dan perkembangannya yang sangat berhubungan dengan keberadaan Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian. Ketiga bangunan juga sebagai lokasi penelitian diuraikan masing-masing sejarah, konstruksi bangunan dan fungsi banguanan sebagai daya tarik wisata saat ini.
4.1 Sejarah Kota Makassar Keberadaan Kota Makassar saat ini sebagai salah satu kota besar di Indonesia tidak terlepas dari sejarah panjang masa pemerintahan Kerajaan Majapahit yang telah memperluas wilayah kekuasaannya sampai ke timur Indonesia. Hal tersebut tertulis dalam buku Negarakartagama karangan Mpu Prapanca dinyatakan bahwa Selawesi Selatan merupakan daerah taklukan keenam Kerajaan Majapahit. Pada masa itu yaitu sekitar abad ke VI sampai dengan abad ke 15 Makassar belum dipimpin oleh kerajaan kembar Gowa Tallo. Nama Kota Makassar belum lahir akan tetapi yang tercatat adalah Suku Makassar, lebih lanjut dalam buku Negarakartagama wilayah Makassar berada di daerah pesisir yang kemudian saat ini bernama Kota Makassar. Buku tersebut juga menggambarkan bahwa wilayah
65
Makassar dihuni oleh jiwa-jiwa yang bersemangat, peramu dan pemburu yang pantang mundur dan mampu menghadapi tantangan berat sekalipun. Sejarah keberadaan nama Kota Makassar memiliki banyak versi cerita yang berkembang dari tulisan-tulisan ahli sejarah. Salah satu legenda yang berkembang pada suku bugis yang ditulis oleh Koro (2005, dalam Tika dkk, 2013:1-2) bahwa dulunya adalah seorang Raja yang memiliki dua orang anak tapi kedua anak lelaki tersebut memiliki sifat yang berbeda. Anak pertama memiliki sifat kasar kemudian diberi nama Makkasara sedangkan anak kedua yang memiliki sifat lemah lebut atau ugi kemudian diberi nama Maugi kemudian berkembang menjadi suku bugis. Anak pertama yaitu I Makkasara dan Maugi lari ke daerah utara Sulawesi Selatan yang kemudian anak cucunya berkembang menjadi suatu komunitas yang cukup besar. Kemudian keturunannya mengabadikan nama nenek moyangnya masing-masing menjadi makassar dan bugis dan dari legenda tersebut lahir suku makassar dan bugis yang berasal dari satu rumpun. Legenda lain menyebutkan bahwa agama Islam masuk ke kerajaan Gowa yang disebarkan oleh orang-orang melayu. Ketika raja Gowa XIV Manga‟rangi Daeang Manrabbia yang bergelar Sultan Alauddin bersama mengkubuminya I Mallingkaan Daeng Nyonri Sultan Awwalul Islam atau yang dikenal sebagai Karaeng Matowaya (1593-1639) memproklamirkan Islam sebagai agama kerajaan. Saat itu, timbul istilah Makkasaraki Nabiya ri Butta Gowa yang artinya semakin berkembang atau nyatalah ajaran Nabi Muhammad SAW (agama Islam) di bumi kerajaan Gowa. Kata Makkasaraki Nabiya ri Butta Gowa awal munculnya nama Makassar.
66
Kedatangan bangsa Portugis di Makassar pada tahun 1511 setelah mengusai wilayah Ternate karena mendengar adanya tambang emas di Pulau Makassar. Jendral Portugis Alfonso Albuquerque melakukan ekspedisi ke Pulau Makassar yang kemudian singgah di Manado dan menyangka Manado sebagai Makassar. Masa keemasan kerajaan Makassar (Gowa Tallo) terjadi pada masa pemerintahan Sultan Malikussaid dengan mangkunbuminya I Mangadacinna Daeng Sitaba Karaeng Pattingalloang. Saat itu Makassar menjadi kota dunia karena telah banyak berdiri kantor perwakilan dagang berbagai negara diantaranya Inggris, Denmark, Portugis, Cina, Belanda dan beberapa negara lainnya. Belanda menginginkan hak monopoli perdagangan sehingga dengan berbagai cara membujuk raja Gowa akan tetapi selalu ditolak. Puncak pertentangan Belanda dan Gowa pecah pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin yang dikenal sebagai perang Makassar. Belanda kemudian menerapkan politik adu domba antara kerajaan Gowa dan kerajaan Bone yang dipimpin oleh Aru Palakka. Pada masa itu walaupun kerajaan Gowa memiliki persenjataan yang lengkap dan prajurit yang gagah berani tetapi Sultan Hasanuddin akhirnya dikalahkan oleh bangsanya sendiri. Kemenangan kerajaan Bone ditandai dengan peledakan benteng induk somba opu yang akhirnya memaksa Sultan Hasanuddin menandatangani perjanjian bungaya pada tanggal 18 November 1667. Perjanjian Bungaya menjadikan Belanda sebagai pemegang otoritas dari perdagangan dan pemerintahan di Makassar. Salah satu dari isi perjanjian tersebut adalah menghancurkan benteng-benteng di Makassar kecuali benteng Ujung Pandang. Belanda tidak menghancurkan benteng tersebut adalah karena letak
67
benteng Ujung Pandang yang strategis berada di tepi laut kemudian menjadikannya sebagai tempat tinggal. Benteng Ujung pandang atau dikenal dengan nama benteng panyua karena bentuknya yang menyerupai penyu diubah namanya oleh Speelman menjadi Fort Rotterdam yang diambil dari nama kota kelahirannya di Belanda. Belanda terus berkuasa di tanah Makassar serta membangun banyak gedung untuk kepentingan pemerintahan Belanda. Bangsa Jepang datang pada tahun 1942 dan merebut kekuasaan pemerintahan di Indonesia termasuk di Makassar sampai dengan tahun 1945. Kemerdekaan yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945 tidak lantas membawa kebebasan bagi masyarakat Indonesia. Belanda yang membawa tentara NICA (Netherlands Indies Civil Administration) berusaha menjajah Indonesia kembali. Perlawanan dari bangsa Indonesia di masing-masing daerah akhirnya dapat mengusir Belanda dari tanah air. Makassar setelah penjajahan di bawah pemerintah Indonesia ditetapkan sebagai Daerah Tingkat II di Sulawesi Selatan melalui Undang-undang nomor 9 tahun 1959. Pada tahun 1971 nama Kota Makassar berubah menjadi Ujung Pandang, menyebabkan banyak kekecewaan bagi budayawan, sejarawan serta masyarakat. Perjuangan untuk mengembalikan nama Makassar melalui seminar, jurnal dan tulisan di media massa akhirnya membuahkan hasil. Pada tanggal 13 Oktober 1999, Presiden B.J Habibie mengeluarkan Peraturan Pemerintah tentang pengembalian nama Makassar sebagai ibukota Provinsi Sulawesi Selatan (Tika, 2013: 17-18 )
68
4.1.1
Letak Geografis Kota Makassar
Kota Makassar terletak di wilayah Sulawesi selatan dan merupakan ibukota dari Provinsi Sulawesi Selatan. Wilayah Kota Makassar berada koordinat 119 derajat bujur timur dan 5,8 derajat lintang selatan dengan ketinggian yang bervariasi antara 1-25 meter dari permukaan laut. Kota Makassar merupakan daerah pantai yang datar dengan kemiringan 0 - 5 derajat ke arah barat, diapit dua muara sungai yakni Sungai Tallo yang bermuara di bagian utara kota dan Sungai Jeneberang yang bermuara di selatan kota6. Luas wilayah daratan kota Makassar seluruhnya berjumlah kurang lebih 175,77 km2 dan termasuk 11 pulau di selat Makassar. Wilayah Kota Makasar berbatasan dengan Selat Makassar di sebelah barat, Kabupaten Kepulauan Pangkajene di sebelah utara, Kabupaten Maros di sebelah timur dan Kabupaten Gowa di sebelah selatan. Jumlah kecamatan di kota Makassar sebanyak 14 kecamatan dan memiliki 143 kelurahan. Jumlah penduduk di Kota Makassar pada tahun 2013 sebanyak 1.387.302 jiwa. Jumlah penduduk tersebut belum termasuk penduduk pendatang yang belum tercatat secara administratif di daerah pinngiran Kota Makassar. Peningkatan jumlah penduduk dalam kurun waktu 4 tahun sebesar 9,24%7. Iklim di Kota Makassar terdiri dari musim hujan dan kemarau seperti wilayah lainnya di Indonesia. Kota Makassar berada pada daerah khatulistiwa maka suhu udara berkisar antara 20º C - 36º C dengan curah hujan antara 2.000 - 3.000 mm,
6
Anonim. 2011. Geografis Makassar. [diunduh 1 Februari 2014]. Sumber: URL: http://bahasa.makassarkota.go.id/index.php/article/85-tentang-makassar/85-geografis-makassar. 7
Anonim. 2014. Waspadai Ledakan Penduduk. [diunduh 02 April]. Sumber: URL: http://www.fajar.co.id/kotadunia/3162146_6443.html
69
dan jumlah hari hujan rata-rata 108 hari pertahun. Musim hujan rata-rata berlangsung dari bulan Oktober sampai April yang dipengaruhi muson barat dan musim kemarau rata-rata berlangsung dari bulan Mei sampai dengan September yang dipengaruhi angin muson. 4.1.2 Pertumbuhan Ekonomi Kota Makassar Makassar tidak lagi hanya menjadi pusat perdagangan bagi kota-kota di kawasan Indonesia timur tetapi menjelma menjadi salah satu kota metropolitan. Hal tersebut ditandai dengan pesatnya pembangunan pusat perdagangan, perbelanjaan, pergudangan, industri makanan serta usaha kecil lainnya. Perkembangan ekonomi di Kota Makassar pada pada Tabel 4.1 menjelaskan laju pertumbuhan ekonomi Kota Makassar berdasarkan PDRB (Produk Domestik Regional Bruto dalam Milyar) atas dasar harga konstan selama periode 20012010. Tabel 4.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Makassar Berdasarkan PDRB Harga Konstan Tahun 2001-2010 Tahun PDRB Pertumbuhan Ekonomi (%) 2001 7.633.906.000 2002 8.178.880.000 7,14 2003 8.882.256.000 8,60 2004 9.785.333.000 10,17 2005 10.492.540.000 7,23 2006 11.341.848.000 8,09 2007 12.261.538.000 8,11 2008 13.561.827.000 10,52 2009 14.798.187.000 9,20 2010 16.252.451.000 9,83 Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS), Makassar dalam Angka berbagai edisi
70
Diperoleh Gambaran umum pertumbuhan ekonomi yang dicapai di Kota Makassar melalui Tabel 4.1 selama periode tahun 2001-2010. Pada tahun 2001 dan tahun 2002 PDRB meningkat dari 7,6 miliar meningkat menjadi 8.1 miliar dengan persentase pertumbuhan ekonomi sebesar 7,14%. Pada tahun-tahun berikutnya pertumbuhan ekonomi di Kota Makassar terus mengalami peningkatan dengan persentase tertinggi pada tahun 2008 yaitu sebesar 10,52%. Penurunan persentase pertumbuhan ekonomi terjadi pada tahun 2005 sebesar 7,23%. Pemberitaan media massa tentang aksi anarkis mahasiswa atau oknum yang tidak bertanggung jawab tidak lantas menghentikan kepercayaan investor untuk berinvestasi di Kota Makassar. Berbagai sektor industri banyak bermunculan meliputi industri makanan, minuman, tekstil, dan olahan kayu serta industri lainnya. Peningkatan juga terjadi pada sektor perhubungan berupa semakin banyaknya usaha penyedia transportasi umum (bus) yang melayani perjalanan antar kabupaten sampai dengan Provinsi Sulawesi Barat. Sektor perhubungan ini juga meliputi meningkatnya sarana pelabuhan bongkar muat. Pusat perbelanjaan merupakan salah satu usaha yang semakin menjamur. Pembangunan pusat perbelanjaan mall yang di dalamnya terdiri dari fasilitas seperti toko pakaian, tas, jam tangan, alat olahraga, bioskop dan restoran cepat saji serta pusat jajanan. Hal tersebut merupakan salah satu bukti dari peningkatan permintaan masyarakat terhadap suatu produk. Industri pariwisata juga semakin meningkat dengan dibukanya penerbangan internasional dari Malaysia dan Singapura ke Kota Makassar. Semakin banyaknya jumlah biro perjalanan wisata dan pembangunan hotel yang berlokasi di depan Pantai Losari
71
semakin banyak. Pada Tabel 4.2 adalah daftar dan jumlah kamar pada 17 hotel berbintang di Kota Makassar. Tabel 4.2 Daftar dan Jumlah Kamar Hotel Berbintang di Kota Makassar No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Hotel Klasifikasi Hotel Imperial Aryaduta ***** Hotel Quality Plaza *** Hotel Makassar Golden ** Hotel Pantai Gapura *** Hotel Kenari *** Hotel Banua *** Hotel Clarion ***** Hotel Sahid Jaya **** Hotel Singgasana *** Hotel Aston *** Hotel Mercure *** Hotel Santika *** Hotel Swiss Belinn *** Hotel Fave *** Hotel Colonial *** Hotel Best Western Makassar *** Hotel Amaris *** TOTAL Sumber: www.booking.com. Diunduh 8 Februari 2014
Jumlah Kamar 224 90 60 64 64 87 400 220 193 177 72 108 183 141 57 162 94 2.396
Jumlah ketersediaan kamar pada 17 hotel berbintang saat ini di Kota Makassar pada tahun 2014 sebanyak 2.396 kamar apabila dibandingkan dengan jumlah ketersediaan kamar hotel di Kota Makassar pada tahun 2010 sebanyak 3.661 yang berarti terjadi peningkatan 11% selama kurun waktu hampir 4 tahun. Pesatnya peningkatan pembangunan hotel di Kota Makassar merupakan potensi yang dimiliki Makassar sebagai destinasi wisata kota di Indonesia. Adapun jumlah perhitungan kamar yang terjual selama periode 2012-2013 pada Tabel 4.3
72
Tabel 4.3 Tingkat Hunian Kamar Hotel di Kota Makassar Tahun 2012-2013 Tipe Hotel berdasarkan bintang
2012
2013
Satuan
Hotel bintang 5 Hotel bintang 4 Hotel bintang 3 Hotel bintang 1 & 2 Hotel melati
126.592 242.931 159.130 110.509 50.529
122.057 233.654 149.328 115.598 52.703
Kamar/malam Kamar/malam Kamar/malam Kamar/malam Kamar/malam
Jumlah
689.691
673.340
Kamar/malam
Sumber: Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kota Makassar. 2014 Berdasarkan jenis hotel sesuai dengan bintang, maka hotel berbintang empat pada tahun 2012 menjadi pilihan oleh wisatawan, sebanyak 242.931 kamar terjual. Pada tahun 2013 jumlah kamar yang terjual pada hotel bintang lima, empat dan melati mengalami penurunan. Pada tahun 2012 hotel bintang lima terjual 126.057 kamar sedangkan tahun 2013 terjual 122.057 kamar terjadi penurunan sebesar 0,03%. Pada hotel bintang 1 dan 2 mengalami kenaikan sebesar 0,04%. Penurunan yang terjadi terhadap tingkat hunian kamar dari tahun 2012 ke tahun 2013 salah satu penyebabnya adalah peningkatan jumlah hotel dalam satu tahun sebesar 65% sedangkan tingkat hunian kamar hanya tidak mengalami banyak peningkatan. Alasan pembangunan hotel yang meningkat adalah untuk menyambut Kota Makassar sebagai Kota MICE akan tetapi pada kenyataannya event berskala nasional dan internasional dilaksanakan pada waktu tertentu sedangkan hunian kamar harus dipenuhi setiap harinya.
73
4.1.3 Visi dan Misi Kota Makassar Visi Kota Makassar disusun dengan memperhatikan kewenangan otonomi daerah serta merujuk pada visi jangka panjang Kota Makassar tahun 2005-2025. Maka ditetapkan visi Kota Makassar sebagai “kota dunia berlandaskan kearifan lokal (Walikota Makassar Ilham Arif Sirajuddin, 2008:3). Lebih lanjut disampaikan oleh Walikota Makassar bahwa Penyusunan visi tersebut oleh karena terinspirasi oleh kejayaan Kota Makassar di masa lalu sehingga untuk membangun Kota Makassar dibutuhkan pembangunan yang berkarakter. Adapun beberapa kriteria pembangunan berkarakter antara lain: (1) perlakukan pembangunan sesuai kebutuhan (2) mempergunakan potensi lokal (3) fokus dan penyelesaian masalah (4) terintegrasi (5) memiliki nilai pragmatis dan filosofis. Berdasarkan Visi Kota Makassar maka dirumuskan Misi Kota Makassar. Adapun misi tersebut adalah:) Tahun 2009 1. Mewujudkan kota bermartabat 2. Mewujudkan warga kota yang sehat, terdidik, produktif dan berdaya saing. 3. Mewujudkan warga kota yang demokratis berlandaskan hukum 4. Mewujudkan Makassar kota aman, lestari, maju dan kuat berbasis kemaritiman 5. Mewujudkan Kota Makassar yang berperan penting dalam dunia internasional yang berkarakter dalam dunia perniagaan, barang, jasa, industri, konvensi dan pendidikan. Melalui sejarah tersebut pula lambang Kota Makassar dibuat yang mewakili sejarah, budaya dan falsafah masyarakat Makassar. Lambang Kota Makassar pada
74
Gambar 4.1 terdiri atas enam bagian, pertama adalah perisai putih sebagai dasar melambangkan kesucian. Lambang kedua adalah perahu yang memiliki lima layar yang sedang terkembang melambangkan bahwa Kota Makassar sejak dahulu kala adalah salah satu pusat pelayaran di Indonesia. Lambang ketiga merupakan buah padi dan kelapa mengartikan kemakmuran. Benteng yang terbayang di belakang perisai merupakan lambang keempat yang menegaskan kejayaan Kota Makassar. Warna merah, putih dan jingga disepanjang tepi perisai melambangkan kesatuan dan kebesaran bangsa Indonesia. Tulisan “sekali layar terkembang, pantang biduk surut ke pantai mengartikan semangat kepribadian yang pantang mundur.
Gambar 4.1 Lambang Kota Makassar saat ini. Sumber: .http:// http://bahasa.makassarkota.go.id
Gambar 4.2 Lambang Kota Makassar 1932-1952 Sumber: .http:// http://bahasa.makassarkota.go.id
4.1.4 Pariwisata Kota Makassar Makassar dahulu dikenal sebagai kota maritim dan merupakan pintu masuk bagi kota-kota di Indonesia Timur. Pemerintah Kota Makassar bermaksud mengubah cara pandang tersebut menjadi Kota Makassar sebagai the family room of Indonesia atau ruang keluarga Indonesia. Kota Makassar tidak hanya sebagai pusat transit bagi kota-kota lain di Indonesia timur lebih dari itu Kota Makassar dapat menjadi sebagai tempat yang aman tenteram, damai sangat kondusif sebagai tempat tinggal dan berinvestasi serta melakukan berbagai aktivitas dan khususnya
75
pariwisata. Pengembangan pariwisata di Kota Makassar kenyataannya baru beberapa tahun mulai dikembangkan. Pembangunan bandara internasional Sultan
Gambar 4.3 Bandara Sultan Hasanuddin dan Trans Mall Makassar Sumber: http://static.panoramio.com/photos/large/28511848.jpg http://www.transstudioworld.com/images/ilus-ext.jpg
Hasanuddin merupakan salah satu bukti dari keseriusan pemerintah untuk menjadikan Makassar sebagai salah satu destinasi wisata utama di Indonesia. Pembangunan hotel, pusat perbelanjaan, taman bermain merupakan bukti nyata bahwa investor melihat peluang Kota Makassar sebagai tujuan wisata. Aksesibilitas dari kota-kota besar di Indonesia merupakan salah satu faktor yang mampu meningkatkan jumlah wisatawan. Penerbangan dari Jakarta dengan tujuan Makassar dapat menggunakan berbagai pilihan maskapai penerbangan yang sesuai dengan daya beli masyarakat. Maskapai penerbangan dengan rute ke Makassar antara lain Garuda Indonesia, Lion Air, Express Air, Sriwijaya Air dan Citilink. Penerbangan internasional yang beroperasi langsung dari bandara Sultan
76
Hasanuddin saat ini baru rute Makassar-Kuala Lumpur oleh Indonesia Air Asia dan Silk Airlines dengan rute Makassar-Singapura8 Pintu masuk melalui pelabuhan laut mulai tahun 2010 di Kota Makassar telah mulai disinggahi oleh kapal pesiar. Pada tahun 2009-2014 kapal pesiar Costa Allegra yang mampu menampung 753 pemumpang dan sekitar 453 kru kapal berlabuh sebanyak 12 kali mulai bulan September sampai dengan bulan April. Kemudian pada tahun 2010-2014 beberapa kapal pesiar yang singgah di pelabuhan Soekarno Hatta yaitu MV Costa Romantica, MV Orion II, MV Volendam, MV Artemis. Aksesibilitas melalui kapal pelni dengan tujuan Kota Makassar saat ini belum banyak dipergunakan sebagai transportasi bagi wisata ke Kota Makassar karena terbatasnya fasilitas serta lamanya waktu tempuh perjalanan. Pelayanan transportasi umum untuk wisatawan di dalam Kota Makassar Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Makassar telah berkerjasama dengan penyedia jasa taksi bosowa. Taksi bosowa akan dilengkapi oleh flyer peta Kota Makassar yang di dalamnya terdapat daftar lokasi wisata yang menarik baik wisata sejarah maupun wisata kulinernya sangat beranekaragam9. Transportasi umum lainnya yang ada di Kota Makassar yaitu pete-pete (angkutan umum) yang melayani berbagai rute hampir seluruh wilayah Kota Makassar, becak, bentor (becak motor) untuk perjalanan jarak dekat. Becak adalah salah satu angkutan
8
Anonim. 2013. Penerbangan Makassar ke Singapura Februari. [diunduh 6 Februari 2014]. Sumber: URL: http://www.skyscanner.co.id/transportasi/penerbangan/upg/sin 9
Radityo Yulia. 2013. Pemkot Makassar Gandeng Taksi Bosowa. [diunduh 5 Februari 2014]. Sumber: URL: http://infomoneter.com/pemkot-makassar-gandeng-taksi-bosowa.
77
tradisional yang biasa digunakan wisatawan asing akan tetapi karena kurang pemahaman bahasa yang digunakan maka seringkali terjadi perbedaan pendapat masalah harga dan rute perjalanan. Meningkatnya jumlah transportasi ke Makassar membawa peningkatan terhadap jumlah wisatawan di Kota Makassar. Tabel 4.4 menjabarkan jumlah wisatawan tahun 2012-2013. Tabel 4.4 Angka Kunjungan Wisatawan Mancanegara dan Nusantara Kota Makassar Melalui Bandar Udara dan Pelabuhan Laut 2012 – 2013 No 1
2
Keterangan Jumlah Wisatawan Kota Makassar melalui Pintu Masuk Bandara Sultan Hasanuddin Mancanegara Domestik Jumlah Wisatawan Kota Makassar melalui pintu masuk Pelabuhan Soekarno Hatta Mancanegara Domestik
Tahun
Satuan
2012
2013
57.836 3.361.671
46.121 3.123.274
orang orang
289.377
266.964
orang
Sumber: Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kota Makassar, 2014 Jumlah wisatawan pada Tabel 4.4 diambil melalui pintu masuk bandara dan pelabuhan dengan tujuan bahwa tidak ada wisatawan yang tidak terhitung. Wisatawan nusantara merupakan wisatawan yang mayoritas berkunjung ke Kota Makassar pada tahun 2012 sebanyak 3.361.671 orang, pada tahun 2013 mengalami penurunan walaupun tidak begitu signifikan sebanyak 3.123.274 orang. Wisawatan nusantara tersebut datang dengan berbagai tujuan tidak hanya untuk berwisata akan tetapi pada awalnya untuk tujuan bisnis seperti pertemuan, konfrensi kemudian dikombinasikan dengan kegiatan wisata. Wisatawan mancanegara yang berjumlah 57.836 orang pada tahun 2012 turut mengalami
78
penurunan pada tahun 2013 sebanyak 46.121. Penurunan jumlah wisatawan domestik dapat dikarenakan event yang diadakan dengan skala nasional dan internasional juga telah berkurang. Keberadaan fasilitas hotel yang saat ini mencapai 180 buah (Badan Pusat Statistik, 2013:227) juga disertai dengan meningkatnya bisnis kuliner. Perkembangan bisnis kuliner di Kota Makassar tidak hanya berupa makanan Indonesia tetapi sajian kuliner internasional semakin menjamur. Berbagai sudut kawasan Kota Makassar dibangun restoran mulai dari masakan western, Jepang, Korea serta perkembangan warung kopi (warkop) dengan fasilitas wi-fi sampai dengan kafe yang memiliki konsep pelayanan seperti starbucks. Perkembangan bisnis kuliner di Makassar mengisnpirasi media “Makassar Terkini” mengadakan Makassar most favourite culinary award setiap tahunnya.
Gambar 4.4 Hotel Imperial Aryaduta dan Restoran Jepang di Makassar Sumber: http://1.bp.blogspot.com/-UsKQHIg500c/UPEQCnh-III/AAAAAAAAROc.jpg
Kuliner tradisional Kota Makassar juga tidak kalah kreatif untuk menarik pengunjung. Pisang epe merupakan jajanan khas Kota Makassar terbuat dari pisang yang dibakar dan dipipihkan kemudian dicampur dengan gula merah cair serta dapat dicampur dengan coklat, keju atau durian. Penjual pisang epe banyak
79
ditemukan sepanjang jalan Pantai Losari. Penelitian Arsyad (2013) menyatakan bahwa banyak dari penjual pisang epe di Pantai Losari adalah pendatang dari desa ke Makassar untuk berjualan pisang epe. Kondisi yang dihadapi bahwa dengan tingkat pendidikan yang rendah dengan penghasilan sebagai penjual pisang epe telah mampu memenuhi kondisi pangan, pakaian, tempat tinggal dan air bersih. Fasilitas-fasilitas yang menunjang kehadiran pariwisata di Kota Makassar disiapkan dalam bentuk yang modern. Makassar masih kekurangan daya tarik wisata kota yang mewakili kesenian, kebudayaan suku bugis makassar. Salah satu contoh adalah Kota Bandung yang memiliki Saung Angklung Udjo (SAU) merupakan pertunjukan angklung paling terkenal di Kota Bandung. SAU menyajikan pertunjukan musik dengan alat musik tradisional Jawa Barat. Makassar juga memiliki kesenian dan alat musik tradisional yang dapat dibuat dalam suatu pertunjukan sehingga kesenian tersebut dapat dikenal oleh generasi muda.
4.2
Sejarah Fort Rotterdam Benteng Ujung Pandang atau yang saat ini dikenal sebagai Fort Rotterdam
merupakan lambang kemegahan dan kejayaan Raja Gowa pada abad ke 16 dan 17. Benteng Ujung Pandang pembuatannya dirintis oleh Raja Gowa IX Tumaparisi Kalonna yang kemudian diselesaikan oleh Raja Gowa X Tunipalangga Ulaweng pada tahun 1545. Benteng Ujung Pandang memiliki beberapa nama yang diberikan dari masa ke masa. Benteng panyua diberikan oleh rakyat Gowa karena bentuk benteng Ujung Pandang yang menyerupai penyu yang sedang merayap turun ke laut. Bentuk penyu tersebut mengandung makna tentang cita-cita
80
kerajaan Gowa yang ingin memegang hegemoni baik di darat dan di laut. Cita-cita tersebut mulai diwujudkan melalui usaha Raja Gowa IX Tumaparisi Kalonna dan Raja Gowa ke XI Manriwa Gau Daeng Bonto Karaeng Tinupalangga yang menguasai hampir seluruh daratan Pulau Sulawesi. Nama Fort Rotterdam diberikan kepada benteng Ujung Pandang ketika benteng ini dikuasai oleh pihak Belanda. Setelah ditandatanganinya perjanjian bungaya yang merupakan perjanjian perdamaian antara Belanda dan kerajaan Gowa yang dipimpin oleh Sultan Hasanuddin pada tanggal 18 November 1667 pada pasal 11 menyebutkan bahwa “benteng ujung pandang harus diserahkan kepada kompeni dalam keadaan baik bersama dengan desa dan tanah yang menjadi wilayahnya”10. Kota Rotterdam dipilih karena merupakan kota kelahiran dari Cornelius Speelman yang berhasil menaklukan kekuasaan kerajaan Gowa di Sulawesi. Fort Rotterdam dijadikan pusat kegiatan pemerintahan, militer dan kegiatan Belanda. Pada awal dibangun bahan dasar dari benteng ini hanya berupa tanah liat setelah itu dipugar oleh Sultan Alauddin dengan memasang batu sendimen dan batu merah untuk memperkuat bangunan dan menambah arsitektur Makassar. Cornelius Speelman yang diangkat sebagai gubernur mengubah secara total seluruh bangunan benteng. Pemugaran yang dilakukan Belanda terhadap bagian dalam benteng berjalan lambat yaitu selama kurang lebih 10 tahun disebabkan perang yang terus menerus. Fort Rotterdam selesai dipugar baru pada tahun 1677 dan bangunan kediaman gubernur baru berdiri pada tahun 1686. Masa penjajahan 10
Al Maruzy Amir. 2010. Isi Perjanjian Bungaya. [diunduh 9 Februari. 2014]. Sumber: URL: http://www.katailmu.com/2010/10/isi-lengkap-perjanjian-bungaya-i.html.
81
Jepang tahun 1942 Fort Rotterdam juga tidak luput dari pemugaran. Perang antara Jepang dan Belanda mengakibatkan rusaknya sebagian besar bangunan. Jepang menambahkan gedung berlantai satu di dalam benteng pada bagian selatan yaitu Bastion Mandarsyah dengan arsitektur Eropa (Masdoeki dkk, 1986:2-4).
4.2.1 Konstruksi Bangunan Fort Rotterdam Fort Rotterdam memiliki dua gerbang terdapat di sebelah barat menghadap ke laut dan pintu kecil terdapat di sebelah timur. Fort Rotterdam terdapat lima buah sudut yang disebut dengan bastion. Kelima sudut tersebut adalah (1) bastion bone terletak di sebelah barat yang merupakan kepala penyu (2) bastion bacan yang terletak di sudut barat daya yang merupakan kaki depan kiri penyu (3) bastion buton berada di barat laut benteng atau kaki kanan depan penyu (4) bastion mandarsyah berada di sudut timur laut atau kaki belakang kanan penyu (5) bastion amboina yang terletak di sudut tenggara atau kaki kiri belakang penyu. Bastion merupakan dinding yang lebih tinggi dari dinding lainnya dengan tebal sekitar 2 meter. Jalan dibuat menanjak yang disusun dari batu padas atau batu bata merah bertujuan untuk menarik atau menurunkan meriam. Bastion bacan dan mandarsyah adalah bastion ruang terbuka sehingga tidak dihubungkan dengan dinding. Terdapat 16 buah bangunan di dalam Fort Rotterdam, 15 dari bangunannya adalah peninggalan Belanda dan 1 bangunan peninggalan Jepang dengan arsitektur Belanda. Luas areal keseluruhan dari Fort Rotterdam sekitar 28.595,55 meter persegi. Masing-masing pada sisi benteng tidak memiliki ukuran yang sama karena pada saat dibangun disesuaikan dengan kebutuhan pertahanan. Dinding bagian barat panjangnya 225 meter, bagian utara panjangnya 164,2
82
meter, dinding bagian timur panjangnya 193,2 meter dan sebelah selatan yaitu jarak antara bastion amboina dan bacan 153,35 meter. Konstruksi bangunan dari Fort Rotterdam merupakan batu padas yang memiliki ukuran yang berbeda. Batu yang paling besar memiliki panjang sekitar 62 cm sedangkan yang terkecil memiliki panjang 44 cm. Proses pembangunan Fort Rotterdam pada masa Belanda berlangsung cukup lama. Pembangunan awal dimulai dengan cara timbun yaitu bagian dalam terlebih dahulu diberi batu karang dan tanah. Kemudian ditutup menggunakan balok-balok batu padas hingga rapi dan disatukan dengan menggunakan campuran semen kapur dan pasir. Ditemukan sejumlah batu-bata dengan berbagai ukuran sebagai bahan tambahan untuk pembuatan dinding. Bangunan yang pertama didirikan oleh Belanda adalah bangunan yang berada di tengah yang dulunya adalah sebuah gereja. Kemudian dibangun gedunggedung lain berlantai 2 dan 3. Proses pembangunan yang tidak menggunakan trasram menyebabkan perembesan air pada dinding sehingga mempercepat kerusakan bangunan. Fort Rotterdam dibangun dengan arsitektur Eropa yang mengadopsi gaya gotik dari abad XVII dengan ciri pilar teras bundar dan kastel. Beberapa pintu dan jendela tinggi yang melengkung bagian atasnya merupakan ciri bangunan Belanda di Indonesia pada masa itu (Masdoeki, 1986:16-20). Fort Rotterdam saat ini telah berkembang menjadi daya tarik wisata dan Balai Pelestarian Cagar Budaya Makassar menempati beberapa gedung sebagai perkantoran dan juga museum. Pada Gambar 4.5 dijabarkan fungsi masingmasing bangunan di dalam kompleks Fort Rotterdam saat ini.
83
Keterangan: A: Pintu Masuk sebelah Barat B: Pos Jaga C: Gedung Dewan Kesenian Makassar D: Museum La Galigo E: Kantor BPCB Makassar F: Gedung Laboratorium koleksi Museum La Galigo G: Gedung Sekretariat Kesultanan Tallo H: Penginapan I: Gedung Pengelolaan Teknis Permuseuman dan Musallah J: Kantor dan Perpustakaan BPCB Makassar K: Kantor Kepala BPCB Makassar L: Gudang dan Bengkel Peralatan Taman BPCB Makassar M: Museum La Galigo N: Kantor Pengelola Museum La Galigo O: Kantor Pengelola Museum La Galigo dan Ruang Pamer BPCB Makassar P: Aula
Gambar 4.5 Gambar Kompleks Fort Rotterdam saat ini Sumber: Balai Pelestarian Cagar Budaya Makassar. 2012
Kode huruf alfabet pada bangunan di Fort Rotterdam menjelaskan fungsi bangunan saat ini. Bangunan dengan kode A menujukkan gerbang barat yang merupakan bagian kepala penyu. Beberapa dokumen menyebutkan bahwa pintu masuk sebelah barat dulunya terdiri dari tiga gerbang sedangkan saat ini hanya ada dua gerbang dan di sebelah kiri sebelum memasuki kompoleks Fort Rotterdam terdapat pos penjagaan yang mengambil data pengunjung setiap harinya. Gambar Bangunan yang ditandai dengan huruf B pada Gambar 4.5 dulunya tempat perwakilan dagang dan bagian bawah berfungsi sebagai sel. Saat ini sebagian bangunan tersebut telah hancur dan yang tersisa saat ini adalah penjara yang difungsikan sebagai kantin dan tempat berkumpulnya polisi pariwisata serta
84
anggota HPI (Himpunan Pramuwisata Indonesia). Bangunan yang telah hancur tidak dilakukan renovasi karena bangunan tersebut tidak memiliki dokumentasi
Gambar 4.6 Gerbang Fort Rotterdam dahulu dan saat ini Sumber: Ujung Pandang Heritage Society dan Balai Pelestarian Cagar Budaya
sehingga tidak memungkinkan di revitalisasi. Bangunan C pada Gambar Gambar 4.5 terletak di sebelah selatan dekat dengan pintu gerbang bagian barat. Bangunan digunakan oleh Dewan Kesenian Makassar sebagai tempat berlatih dan berkumpul. Bangunan dengan luas 495 m2 dahulu ditempati oleh tamu-tamu Belanda dari kerajaan Buton. Gedung selanjutnya adalah gedung dengan kode D yang sekarang berfungsi sebagai Museum La Galigo. Bangunan yang dipergunakan sebagai Museum La Galigo adalah gedung kode D dan M. Dahulu gedung ini di bagian belakang merupakan rumah sakit bagi orang Belanda kemudian dirubah fungsinya sebagai wisma tentara. Bagian depan gedung ini sebagai tempat tinggal Cornelius Speelman, bagian depan dan belakang dihubungkan oleh selasar. Pada tahun 1938 didirikan sebuah museum di bekas tempat tinggal Cornelius Speelman yang bernama Celebes Museum merupakan asal muasal dari Museum La Galigo saat ini.
85
Museum La Galigo yang berlokasi di sebelah utara merupakan tempat pemeran peninggalan para penyebar agama islam di Makassar. Terdapat naskah riwayat Nabi dan Rasul dalam bahasa arab, kumpulan doa, peninggalan berupa baju, tasbih, stempel kerajaan Bone, mata uang kuno serta piring keramik dengan lafal arab.
Gambar 4.7 Bagian Barat (Pintu Masuk) Fort Rotterdam Sumber: www.nl.wikipedia.com
Gedung kode E pada Gambar 4.5 merupakan gedung perkantoran dari Balai Pelestarian Cagar Budaya Makassar. Dahulu gedung E digunakan sebagai kediaman bagi pimpinan perdagangan dan pendeta. Renovasi yang dilaksanakan pada tahun 1977 yang mengubah fungsi gedung ini menjadi museum untuk seni rupa dan auditorium. Bangunan dengan luas 2.554,7 m2 terdiri atas dua lantai yang sebenarnya terbagi atas dua gedung yang dipisahkan oleh dinding tanpa pintu penghubung. Gedung F merupakan laboratorium atau konservasi koleksi Museum La Galigo. Dahulu gedung dengan luas 556 m2 dahulu adalah tempat tinggal dokter-dokter Belanda.
86
Gedung G adalah sekertariat Kesultanan Tallo. Pada masa Belanda gedung ini digunakan sebagai gedung pertukangan yang kemudian berubah menjadi gudang. Gedung ini berukuran 171 m2 dan terdiri atas tiga lantai. Pada bagian bawah sebagai ruang bagi perkumpulan untuk pelukis dari tanah liat. Gedung H merupakan bangunan yang difungsikan sebagai penginapan bagi tamu Balai Pelestarian Cagar Budaya. Gedung dengan kode H memiliki luas 905,84 m2 dan dahulu sebagai tempat untuk menerima tamu dari Mandarsyah (Ternate). Gedung ini terdiri atas 4 lantai. Bangunan berkode I pada Gambar Gambar 4.5 adalah ruang pengelolaan teknis permuseuman sejarah dan pubakala dan mushallah. Bangunan dengan luas 426,4 m2 ini adalah bangunan yang dibuat pada oleh Jepang namun tetap memiliki arsitektur Belanda. Gedung lain yang berada di komplek Fort Rotterdam adalah gedung J yang berfungsi sebagai perpustakaan pada lantai dua dan perkantoran pegawai Balai Pelestarian Cagar Budaya Makassar. Fungsi bangunan ini pada masa Belanda adalah sebagai tempat bagi pemegang buku Germising yang direhabilitasi pada tahun 1976 dan memiliki luas 838,24 m2. Dahulu bangunan dengan kode K adalah balaikota dengan luas keseluruhan 556,5 m2. Bangunan ini sekarang adalah kantor bagi kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya Makassar. Awalnya bangunan dengan kode L pada Gambar 4.5 adalah tahanan bagi orang-orang yang menentang pemerintah Belanda. Bangunan ini terpisah oleh lorong menuju Bastion Amboina, sehingga terbagi menjadi dua bangunan dimana terdapat dua pintu persegi panjang dan sebuah jendela dengan terali. Bangunan ini sekarang menjadi gudang dan bengkel peralatan taman Balai Pelestarian Cagar
87
Budaya Makassar. Gedung M dahulu merupakan pusat perdagangan Belanda dengan luas 2.520 m2. Fungsi gedung M saat ini adalah sebagai Museum La Galigo yang terletak di sebelah selatan Fort Rotterdam. Museum La Galigo ini memiliki 3 lantai dan tersimpan benda-benda bersejarah dari berbagai daerah di Provinsi Sulawesi Selatan. Museum La Galigo pada gedung M memamerkan sejarah Sulawesi Selatan dari masa ke masa, terdapat ruangan dengan tema perkampungan adat ruangan dengan koleksi untuk tema agraris dan bahari.
Gambar 4.8 Museum La Galigo (Gedung M) Sumber: http://museumlagaligo.com/wp-content
Bangunan dengan kode N dengan luas 336 m2pada masa kolonial adalah tempat bagi tamu dari Ternate atau Bacan. Lantai dasar adalah ruang tahanan bagi Pangeran Diponegoro. Saat ini bangunan tersebut dipergunakan oleh pengelola Museum La Galigo. Rehabilitasi yang dilaksanakan pada tahun 1974 mengalihfungsikan gedung dengan kode O menjadi Kantor Pengelola Museum La Galigo dan ruang pamer Balai Pelestarian Cagar Budaya. Gedung O memiliki luas 962,17 m2 dan terdiri
88
atas dua lantai, bangunan ini dahulu adalah ruang kerja gubernur. Bangunan yang memiliki lantai dua dan terletak di tengah kompleks Fort Rotterdam berfungsi sebagai gereja pada zaman Belanda. Gereja ini adalah gereja yang pertama kali dibangun di Kota Makassar. Saat ini ruangan di lantai dua difungsikan sebagai aula dan ruang bawah sebagai ruang pamer akan tetapi telah ditutup untuk pengunjung.
Gambar 4.9 Bagian Timur Fort Rotterdam Sumber: www.utiket.com
4.3
Sejarah Museum Kota Makassar Usaha Belanda yang telah berhasil menaklukan Kerajaan Gowa Tallo
akhirnya menjadikan Makassar sebagai pusat pemerintahan kolonial untuk Indonesia timur. Belanda mulai membangun fasilitas untuk kepentingan kelancaran pemerintahan dan perdagangan. Gedung Gemeentehuis dibangun pada tahun 1906 dibarengi dengan peningkatan status Makassar sebagai kota besar dan selesai pada tahun 1918. Walikota pertama yang menempati gedung Gemeentehuis berkebangsaan Belanda adalah J.E Danbrik dengan masa jabatan
89
1918-1927.
Beberapa
walikota
selanjutnya
yang
menempati
gedung
Gemeentehuis adalah J.H De Groot (1927-1931), G.H.J Beikenkanp (1931-1932), Ir. F.C. Van Lier (1932-1933), Ch. H. Ter Laeag (1933-1934), J. Leewis (19341936), H.F Brune (1956-1942).
Gambar 4.10 Gedung Gemeentehuis tahun 1960 Sumber: Ujung Pandang Heritage Society
Pada masa Jepang berkuasa di Indonesia walikota Makassar yang berkebangsaan Jepang dan menempati Gemeentehuis adalah Yamazaki (19421945). Setelah Indonesia merdeka gedung Gemeentehuis ini tetap dijadikan sebagai kantor walikota tahun 1947-1993. Pada tahun 1993 kantor walikota dipindahkan ke kantor gubernur yang letaknya tidak jauh dari gedung Gemeentehuis di jalan Ahmad Yani, sedangkan kantor gubernur dipindahkan ke gedung baru di jalan Urip Sumoharjo. Setelah itu gedung Gemeentehuis sempat difungsikan menjadi kantor Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) dan Kantor Catatan Sipil. Prakarsa oleh H.B Amiruddin Maula yang merupakan walikota Makassar 1999-2004 akhirnya pada tanggal 7 Juni 2000
90
Museum Kota Makassar dibuka secara resmi. Museum Kota Makassar menyimpan berbagai benda bersejarah perkembangan Kota Makassar.
4.3.1 Konstruksi Bangunan Museum Kota Makassar Kondisi gedung Gemeentehuis saat ini cukup terawat. Bangunan ini menerapkan konsep garden city yaitu bangunan di kelilingi oleh halaman dari depan dan belakang. Dinyatakan oleh Asmunandar (2008:99) bahwa Ciri khas lain bangunan yang menggunakan konsep garden city adalah pintu, jendela, dan ventilasi yang berukuran lebar, yang mengelilingi keempat sisinya. Ciri bangunan tropis gedung Gemeentehuis dapat dilihat pada atapnya yang berbentuk limasan dengan kemiringan yang tajam. Luas bangunan Museum Kota Makassar adalah 2.108 meter2 sedangkan luas tanah 2.709 meter2. Konsep bangunan bergaya neo klasik campuran antara renaissance dan gotik yang terlihat pada dinding yang dibatasi oleh pilaster, jendela yang melengkung pada bagian atas dan hiasan pada kaki pilaster yang berupa molding. Ciri khas gotik juga tampil pada konsol tritisan dan hiasan lainnya pada gedung utama dan gedung pendukung. Gedung utama terletak di bagian depan, pada saat masuk terdapat ruangan besar dan untuk memberikan kesan simetris tangga utama menuju lantai 2 terletak di tengah ruangan. Museum Kota Makassar pada lantai dasar memiliki lima ruangan pada lantai dasar. Pada Gambar 4.11 merupakan denah dari Museum Kota Makassar pada lantai dasar.
91
U
G E
Keterangan: A: Ruang Pengelola Museum B: Ruang Pengelola Museum C: Aula Depan Pintu Masuk D: Ruang Pamer Sejarah Kota Makassar E: Ruang Pamer Foto dan Pemerintahan Kota Makassar F: Ruang Pamer Foto dan Pemerintahan Kota Makassar G: Ruang Pamer Seni Budaya Makassar
Gambar 4.11 Denah Museum Kota Makassar Lantai 1 Sumber: Mansyur. 2010
Gambar 4.11 adalah denah lantai satu Museum Kota Makassar. Ruangan A dan ruang B memiliki fungsi yang sama yaitu sebagai ruang bagi pengelola museum. Ruang C merupakan aula di depan pintu masuk yang memamerkan sepeda tua, piano yang dibuat pada tahun 1926 dan lukisan Sultan Hasanuddin. Pada bagian belakang ruang C di bawah tangga merupakan ruangan bagi Kepala Museum Kota Makassar. Pada ruang D adalah ruang pamer sejarah Kota Makassar yang terdapat foto Makassar dari udara yang tertempel di dinding, batu bata Benteng Somba Opu dan Perjanjian Bungaya. Ruang E dipamerkan koleksi numismatik baik mata uang koin maupun mata uang kertas dari masa kerajaan Gowa-Tallo, masa Pemerintahan Belanda dan setelah kemerdekaan. Pada ruang E juga dipamerkan foto pemerintahan di Kota makassar dari masa ke masa.
92
U Keterangan: H: Patompo Memorial Room I: Ruang Pertemuan
I
Gambar 4.12 Denah Museum Kota Makassar Lantai 2 Sumber: Mansyur. 2010
Pada lantai dua bangunan Museum Kota Makassar yaitu Gambar 4.12 fungsi ruangan dulu dan saat ini masih sama. Ruangan H diberi nama Patompo Memorial Room memiliki fungsi sebagai tempat pameran foto, seragam dan barang-barang Walikota Makassar H.M Daeng Patompo (1965-1978) selama masa jabatannya. Ruang I adalah ruang pertemuan yang dimanfaatkan bagi pengelola Museum Kota Makassar memberikan informasi kepada tamu rombongan.
4.4
Sejarah Gedung Kesenian Makassar Gedung Kesenian atau banyak dikenal dengan nama societiet de harmonie
adalah tempat pertemuan, perkumpulan, pesta pertunjukan sandiwara, dan acara resmi lainnya yang diselenggarakan oleh Belanda pada masa kolonial. Gedung ini menurut para ahli dibangun sekitar tahun 1896 yang kemudian direnovasi sekitar tahun 1910-an dan terletak di jalan Riburanne yang dulunya bernama jalan Prins Hendrik Pad (Nuraeda dkk, 2008:17).
93
Gambar 4.13 adalah bentuk Gedung Kesenian pada tahun 1890an, bentuk bangunan saat ini adalah bentuk bangunan tahun 1930 yang telah mengalami renovasi sebanyak tiga kali selama masa pemerintahan Belanda. Gedung Kesenian yang asli terbuat dari batu bata, kayu, sirap seng dan kaca
Gambar 4.13 Gedung Kesenian Makassar tahun 1890-an Sumber: Ujung Pandang Heritage Society
Pesta dan jamuan yang diadakan di Gedung Kesenian hanya diperuntukkan bagi bangsawan dan orang-orang Asia yang merupakan tamu penting bangsa Belanda. Setelah masa kedudukan Belanda di Kota Makassar usai tahun 19421953 oleh Jepang Gedung Kesenian dipergunakan sebagai Balai Pertemuan Masyarakat. Pada tahun 1953-1955 gedung ini digunakan khusus oleh keturunan orang-orang Belanda, Cina dan bangsawan yang bertempat tinggal di Kota Makassar sebagai tempat pertemuan. Gedung Kesenian mulai dapat dipergunakan oleh masyarakat pribumi pada tahun 1955. Pada tahun-tahun berikutnya gedung ini digunakan sebagai gedung perkantoran. Tahun 1960-1978 Gedung Kesenian difungsikan sebagai kantor DPRD tingkat I Priovinsi Sulawesi Selatan, tahun
94
1978-1980 sebagai Kantor KNPI (Komite Nasional Pemuda Indonesia) dan Dinas Pendapatan Daerah. Tahun 1980-1990 Gedung Kesenian menjadi kantor bagi perkumpulan seniman yaitu Dewan Kesenian Makassar, selanjutnya tahun 19902000 digunakan sebagai kantor pembantu gubernur wilayah III dan kantor badan kooordinasi penanaman modal daerah (BKPMD) Sulawesi Selatan. Pengembalian fungsi gedung ini menjadi Gedung Kesenian setelah era reformasi di Indonesia (Natsir dkk, 2012:40).
4.4.1 Konstruksi Bangunan Gedung Kesenian Makassar Gedung Kesenian Makassar memiliki luas 55,7 x 42,5 meter dan telah dipugar setelah diambil alih oleh pemerintah Indonesia. Gedung Kesenian yang telah dipugar pada Gambar 4.14 pada bagian depan gedung terdapat pilar-pilar besar dan menara tinggi dengan atap bersusun tiga yang adalah ciri dari bangunan Eropa abad XVII.
Gambar 4.14 Gedung Kesenian Makassar sekitar tahun 1930 Sumber: Ujung Pandang Heritage Society
95
Bentuk dari Gedung Kesenian menyerupai huruf L dan terdapat teras pada pintu masuk gedung di sisi sebelah barat gedung. Terdapat aula yang dulu digunakan sebagai tempat berdansa. Sebelah kiri aula dulu merupakan ruang terbuka, di sisi kiri aula yang disatukan dengan taman dipergunakan sebagai tempat bersantai, makan dan bermain bilyar. Saat ini sisi tersebut telah direnovasi dan dibangun beberapa ruangan sebagai kantor pengelola. Tempat pertunjukan terletak di tengah gedung yang berbentuk seperti auditorium dan terdapat panggung untuk menggelar teater atau pentas seni lainnya.
96
BAB V PEMANFAATAN FORT ROTTERDAM, MUSEUM KOTA, GEDUNG KESENIAN SEBAGAI WISATA WARISAN BUDAYA DI KOTA MAKASSAR
Pada zaman kolonial, Kota Makassar merupakan pusat pemerintahan Belanda untuk kawasan Indonesia Timur. Pembangunan berbagai gedung untuk mendukung pemerintahan Belanda pada saat itu banyak dilakukan. Gedung yang sampai saat ini masih dapat bertahan seperti dengan bentuk aslinya adalah Benteng Ujung Pandang yang kemudian berubah nama menjadi Fort Rotterdam, Gedung Kesenian dan Museum Kota Makassar, Pengadilan Negeri Kota Makassar, Gereja Katedral, Balaikota Makassar, Gedung MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs), Rumah Jabatan Gubernur Sulawesi Selatan. Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian memiliki keterkaitan sejarah satu sama lain dalam pembangunan Kota Makassar sendiri dan masih dapat digunakan untuk kepentingan umum. Ketiga bangunan bersejarah ini merupakan potensi dalam mengembangkan wisata warisan budaya karena keunikan arsitektur bangunan dan benda bersejarah yang tersimpan di dalamnya. Potensi non fisik (intangible) adalah nilai sejarah, perjuangan masyarakat makassar merupakan cerita dan menjadi ilmu pengetahuan bagi masyarakat. Menurut Nuryanti (2009:9) bahwa heritage atau warisan budaya dalam perkembangannya menjadi bagian penting dari tradisi masyarakat yang berwujud (tangible) dan tidak berwujud (intangible). Pemanfaatan bangunan bersejarah dalam industri pariwisata menjadi wadah pelestarian bangunan tersebut bersama dengan nilai budaya lokal yang terkandung
97
di dalamnya. Secara nyata memberikan manfaat secara ekonomi bagi masyarakat lokal di sekitarnya. Dinyatakan oleh Fletcher dalam Nuryanti. 2009:13-14) bahwa, Sebagai suatu sumber daya pariwisata, warisan budaya memiliki banyak sekali nilai kekuatan dan kelebihan dibandingkan dengan sumber daya lain, yaitu (1) kualitas atau nilai daya tarik (attractiveness) yang unik serta bersifat universal mampu menarik wisatawan dengan skala yang lebih luas (2) Tidak adanya ketergantungan terhadap musim kunjungan pariwisata tertentu. Keleluasaan kunjungan dapat dilakukan sepanjang waktu (3) Adanya kelompok yang memiliki ketertarikan terhadap wisata warisan budaya berasal dari wisatawan yang memiliki pendidikan yang lebih baik. Berkecenderungan memiliki ketertarikan pula terhadap produk lokal.
5.1
Pemanfaatan Fort Rotterdam sebagai Wisata warisan budaya Awal pemanfaatan bangunan pada abad 16 dan 17 Benteng Ujung Pandang
adalah sebagai benteng pertahanan dari Kerajaan Gowa, setelah direbut oleh Belanda pada tahun 1667 nama benteng diubah menjadi Fort Rotterdam. Setelah direbut oleh Belanda Fort Rotterdam mengalami pemugaran awal dengan dan berfungsi sebagai pusat petahanan, pemerintahan serta pusat kegiatan perdangan Belanda. Pembangunan gedung-gedung di dalam kompleks Fort Rotterdam dilaksanakan cukup lama dan keseluruhan bangunan selesai dibangun tahun 1686. Pemanfaatan Fort Rotterdam sebagai daya tarik wisata sebenarnya telah dimulai dari masa kolonial, setelah rumah kediaman Cornelius Speelman yang berada di luar Fort Rotterdam selesai dibangun bekas tempat tinggalnya di dalam kompleks Fort Rotterdam digunakan sebagai museum tahun 1937. Museum tersebut bernama Museum Celebes dan menyimpan beberapa benda antara lain peralatan permainan rakyat, keramik, piring emas, destar tradisional dan beberapa mata uang. Masa kekuasaan Jepang di Makassar Fort Rotterdam dimanfaatakan
98
sebagai Kantor Pusat Penelitian Ilmiah dalam Ilmu Pertanian dan Bahasa. Dibangun sebuah gedung berlantai satu dengan arsitektur yang sama. Pemanfaatan Fort Rotterdam untuk kepentingan kebudayaan dan dapat dikunjungi oleh masyarakat adalah setelah Indonesia Merdeka. Dinyatakan oleh Masdoeki dkk (1986:22) bahwa seluruh pemanfaatan dari Benteng Ujung Pandang harus dikaitkan dengan usaha pembinaan dan pengembangan kebudayaan bangsa. Sebelum pemerintah mengeluarkan keputusan resmi tentang pemanfaatan Fort Rotterdam terlebih dahulu telah dibuat beberapa perbaikan terhadap bangunan dengan tujuan sebagai sarana kebudayaan dan pengembangan wisata. Pemugaran beberapa gedung yang hancur dan pembangunan jalan setapak yang menghubungkan antar gedung. Pada tahun 1962 atas prakarsa Kepala Inspeksi Kebudayaan Daerah Sulawesi Selatan dan Tenggara Abdul Rahim Mone, disertai dukungan pemerintah daerah dan budayawan di Makassar yang merintis kembali pendirian Museum Celebes dengan koleksi sumbangan dari beberapa budayawan, antara lain mata uang kuno, gelang perak, pakaian adat pengantin, keris, badik dan beberapa koleksi Yayasan Mathes, Yayasan Pusat Kebudayaan Indonesia Timur, dan milik Inspeksi Kebudayaan Daerah Sulawesi Tenggara. Museum Celebes diakui sebagai museum daerah setelah delapan tahun sebagai museum dengan status persiapan. Pada tanggal 1 Mei 1970 museum Celebes diresmikan dan berganti nama dengan Museum La Galigo. Pada tahun yang sama juga pemanfaatan salah satu gedung yang terletak di sebelah Utara Fort Rotterdam sebagai Taman Budaya Ujung Pandang. Kemudian tahun 1972 dibangun sebuah
99
arena terbuka di bagian selatan Fort Rotterdam. Arena tersebut difungsikan sebagai tempat untuk berlatih pada para kelompok seni dan setiap malam minggu digunakan oleh Dinas Pariwisata Provinsi Sulawesi Selatan untuk menampilkan kegiatan seni tradisional. Ramainya masyarakat mengembangkan Fort Rotterdam sebagai pusat kegiatan seni dan pengembangan kebudayaan, tahun 1974 pemerintah meresmikan Fort Rotterdam sebagai Pusat Kebudayaan Sulawesi Selatan.
Gambar 5.1 Arena terbuka di bagian selatan Fort Rotterdam Sumber: Dokumentasi Penulis
Hingga saat ini pemanfaatan Fort Rotterdam telah berkembang menjadi daya tarik wisata andalan Kota Makassar serta sebagai objek bagi penelitian bidang arkeologi, arsitektur dan pariwisata. Pemanfaatan tersebut sejalan dengan beberapa usaha pelestarian antara lain membuat taman pada lahan terbuka di tengah-tengah bangunan Fort Rotterdam. Pada tahun 2010 dilaksanakan pelestarian berupa revitalisasi yang merupakan salah satu jalan untuk melestarikan Fort Rotterdam. Pelaksanaan revitalisasi berdasarkan pertimbangan bahwa struktur bangunan yang rapuh seperti pengelupasan plester dinding karena
100
rembesan air serta kandungan garam. Seluruh bangunan yang terletak di dalam benteng diperbaiki mulai dari dinding, atap dan cat. Keseluruhan kegiatan revitalisasi bangunan Fort Rotterdam berkonsep pada pelestarian cagar budaya karena sesuai dengan Undang-undang nomor 11 tahun 2010 pasal 1 menyatakan bahwa Pengembangan adalah peningkatan potensi nilai, informasi, dan promosi cagar budaya serta pemanfaatannya melalui penelitian, revitalisasi, dan adaptasi secara berkelanjutan serta tidak bertentangan dengan tujuan pelestarian. Melalui revitalisasi Fort Rotterdam kanal tersebut berusaha dikembalikan tetapi baru pada bagian selatan Fort Rotterdam karena banyaknya bangunan baru yang telah dibangun di sekeliling Fort Rotterdam. Sentuhan modern yang ditambahkan pada kanal adalah penataan sisi kiri kanal dilengkapi dengan taman kecil dan tempat duduk bagi pengunjung. Fort Rotterdam saat ini berada dibawah pengelolaan Balai Pelestarian Cagar budaya pemanfaatannya sebagai daya tarik wisata oleh Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Sulawesi Selatan. Revitalisasi dilaksanakan Museum La Galigo berupa penambahan fasilitas di dalamnya. Pemanfaatan Fort Rotterdam sebagai daya tarik wisata merupakan jalan bagi Fort Rotterdam untuk tetap berdiri di tengah derasnya arus pembangunan bangunan-bangunan modern. Fort Rotterdam setelah tidak lagi difungsikan oleh pemerintah kolonial secara perlahan difungsikan sebagai pusat kebudayaan yang berkembang menjadi daya tarik wisata oleh karena keunikan arsitektur dan nilai kesejaharaannya.
101
5.2
Pemanfaatan Museum Kota Makassar sebagai Wisata warisan budaya Museum Kota Makassar pada awal pembangunannya oleh pemerintah
kolonial dimanfaatkan sebagai Kantor Walikota (Gementeehuis) Makassar, sampai masa kekuasaan Belanda berakhir di Indonesia gedung ini tidak berubah fungsinya. Pemanfataan Gementeehuis setelah Indonesia merdeka sebagai kantor pemerintahan yaitu kantor BAPPEDA dan kantor catatan sipil kemudian tahun 2000 diresmikan menjadi Museum Kota Makassar yang saat ini berada di bawah pengelolaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Makassar. Meskipun bangunannya tidak seluas Fort Rotterdam akan tetapi koleksi benda bersejarah menjelaskan sejarah Kota Makassar dengan lebih rinci. Pemanfaatan Museum Kota sebagai wisata warisan budaya adalah salah satu jalan dalam melestarikan bangunannya dan dilengkapi dengan fasilitas penunjang fungsi museum. Melalui pemanfaatannya museum kota dalam memamerkan koleksinya dilengkapi dengan beberapa fasilitas seperti lemari yang menyimpan benda-benda bersejarah sesuai dengan tema ruang pamer. Museum Kota Makassar yang masih dalam status museum persiapan menyebabkan pemanfatan museum kota memiliki beberapa hambatan, antara lain: kerusakan pada atap yang menyebabkan kebocoran di salah satu bagian ruangan. Kebocoran tersebut dapat menyebabkan kerusakan pada koleksi karena proses kelembapan pada dinding yang mengakibatkan timbulnya jamur. Toilet bagi pengunjung yang berlokasi di ruangan pameran pemerintahan dari masa ke masa tidak begitu terawat (Gambar 1 pada lampiran). Pembangunan awal gedung memiliki konsep garden city yang membuat areal depan Museum Kota di kelilingi oleh pohon besar sehingga
102
halaman Museum Kota Makassar akhirnya dimanfaatkan sebagai lahan parkir dan terkadang mobil-mobil yang terparkir di depan museum menutupi pemandangan ke dalam bangunan. Museum Kota dalam pemanfaatannya sebagai tempat menyimpan juga memamerkan koleksi benda bersejarah sehingga nilai kesejarahaan yang dimiliki diinformasikan kepada masyarakat umum melalui berbagai sarana. Sarana yang saat ini dipergunakan oleh pengelola Museum Kota Makassar adalah brosur yang berisi informasi sejarah dan koleksi Museum Kota Makassar. (Gambar 3 pada lampiran). Pramuwisata adalah pihak yang memberikan informasi tentang keberadaan suatu daya tarik wisata. Museum Kota dalam hal ini belum memiliki kerjasama dengan pihak pramuwisata dan menurut salah satu pramuwisata bahwa kunjungan ke bangunan-bangunan bersejarah merupakan wisata minat khusus yang masih cukup jarang di Kota Makassar. Museum Kota Makassar memiliki potensi untuk dimanfaatkan sebagai daya tarik wisata yang berkualitas. Bangunan bersejarah, koleksi benda cagar budaya secara keseluruhan memerlukan pengelolaan yang baik. Potensi-potensi tersebut hanya akan tersimpan sebagai milik pemerintah apabila tidak banyak langkah dalam meperbaiki kualitas secara fisik terhadap bangunan serta penataan di dalamnya.
5.3
Pemanfaatan Gedung Kesenian Makassar sebagai Wisata Warisan Budaya Gedung Kesenian Makassar awal pendiriannya bertujuan sebagai gedung
yang dapat mengakomodasi acara-acara resmi pemerintah kolonial dengan mitra
103
dagangnya. Pemanfaatan dengan tujuan tersebut oleh pemerintah Belanda berlangsung dari awal pembuatan Gedung Kesenian Makassar tahun 1890-an hingga pada tahun 1910 direnovasi menjadi bentuknya saat ini. Pemanfaatan sebagai tempat diselenggarakan acara resmi kemudian terhenti setelah masa kekuasaan Jepang tahun 1942-1953 yang memanfaatkan Gedung Kesenian sebagai Balai Pertemuan Masyarakat. Setelah Indonesia merdeka Gedung Kesenian beberapa kali menjadi kantor pemerintahan dari tahun 1953-2000. Setelah itu pemerintah memutuskan Gedung Kesenian kembali dimanfaatkan sebagai tempat pagelaran dan perkembangan seni sampai dengan saat ini. Selama proses pemanfaatan tersebut tidak banyak penambahan bangunan, hanya terdapat perubahan dan pembuatan beberapa ruangan sesuai dengan pemanfaatan bangunan pada saat tersebut.
Gambar 5.2 Kondisi Gedung Kesenian Makassar saat ini Sumber: Dokumentasi Penulis
Pemanfaatan Gedung Kesenian sebagai pusat pengembangan kegiatan seni tradisional maupun kegiatan lainnya memiliki banyak kendala, kendala tersebut
104
antara lain secara fisik bangunan tidak memadai, tampak depan bangunan Gedung Kesenian Makassar menggambarkan kesan usang yang termakan oleh megahnya beberapa bangunan-bangunan baru di sekitarnya. Kendala lainnya adalah pengelolaan Gedung Kesenian yang belum jelas, tidak adanya pihak yang menjembatani harapan seniman terhadap
dengan pemerintah selaku pemiliki
Gedung Kesenian. Renovasi pertama Gedung Kesenian dilaksanakan pada tahun 2000 yang difokuskan pada mengembalikan kondisi gedung teater tertutup, pendirian beberapa kantor di sebelah barat gedung serta perbaikan aula. Renovasi kedua pada tahun 2002 pada area terbuka dimanfaatkan sebagai teater arena dan pengadaan beberapa fasilitas di dalam ruangan. Renovasi terakhir pada akhir tahun 2008 sampai dengan 2009 merupakan perbaikan bertahap dan pengecatan. Pengecatan gedung berkerjasama dengan Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) dan perhimpunan arsitektur bangunan-bangunan bersejarah sehingga warna gedung mendekati warna aslinya. Pada tahun 2014 penanganan renovasi Gedung Kesenian Makassar diambil alih oleh Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Sulawesi Selatan. Kesan terabaikan dapat terlihat mulai dari aula gedung, sebelah timur aula terdapat ruangan yang di dalamnya banyak tumpukan kayu, bambu dan sampah. Sebelah barat aula terlihat lemari yang menyimpan bukubuku kesenian dan ruangan yang dijadikan kantin. Pemanfaatan Gedung Kesenian Makassar sebagai wisata warisan budaya memiliki potensi, dinyatakan oleh seniman pengelola bahwa setelah tidak
105
beroperasi terlihat beberapa wisatawan yang berniat untuk berkunjung ke Gedung Kesenian. (Arman. 2014) Tidak ada event sering wisatawan datang untuk melihat bangunannya tapi saya tidak tau pendapatnya mungkin kecewa yah, karena tidak ada apa-apa, tidak ada semacam galeri”. Pariwisata merupakan salah satu jalan pelestarian terhadap Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian, akan tetapi memerlukan usaha dan kerjasama dari berbagai pihak karena pengembangan daya tarik wisata menuntutnya tidak hanya memiliki keunikan akan tetapi layak untuk dikunjungi bagi wisatawan. Daya tarik wisata moderen seperti Trans Studio yang diresmikan tahun 2009 dan dilengkapi dengan mall serta pembangunan wahana permainan air, antara lain Bugis Waterpark dan Gowa Discovery Park yang beroperasi tahun 2012 dan pembangunan beberapa pusat perbelanjaan lainnya. Keberadaan daya tarik wisata moderen tersebut dengan penataan yang apik, bersih serta hiburan sehingga pengunjung merasa betah menghabiskan waktu lama di lokasi-lokasi tersebut. Pada kenyataannya adanya daya tarik wisata moderen tidak memberikan dampak penurunan atau kenaikan pada kunjungan di Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian Makassar. Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian merupakan daya tarik wisata khusus bagi beberapa kalangan yang memiliki ketertarikan khusus kepada sejarah dan kebudayaan suatu daerah. Trans Studio, Bugis Waterpark dan Gowa Discovery Park lebih banyak digemari oleh pengunjung dengan tipe keluarga oleh karena dalam satu tempat dapat mencakup seluruh kebutuhan wisata keluarga.
106
BAB VI TAHAP PERKEMBANGAN FORT ROTTERDAM, MUSEUM KOTA, GEDUNG KESENIAN SEBAGAI WISATA WARISAN BUDAYA DI KOTA MAKASSAR
Penelusuran terhadap pemanfaatan ruang, waktu serta sosial budaya terhadap Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian pada bab sebelumnya menjadi acuan menjabarkan tahap perkembangan masing-masing bangunan. Tahap perkembangan Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian Makassar ditentukan melalui siklus hidup destinasi wisata oleh Butler. Sebelum menentukan tahap perkembangan masing-masing bangunan sebagai daya tarik wisata terlebih dahulu dijabarkan faktor attraction, accessibility, amenities, available packages, activities, ancilary service yang ditambah dengan faktor promosi wisata.
6.1
Faktor Atraksi Wisata Keberadaan bangunan bersejarah yang telah ditetapkan sebagai bangunan
cagar budaya dalam pengembangannya, telah diatur sebagai dalam Peraturan Daerah Kota Makassar nomor 6 tahun 2006 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Makassar tahun 2005-2015. Pasal 10 ayat 5 menyatakan bahwa salah satu dari kawasan pengembangan khusus adalah kawasan khusus konservasi budaya yang letak posisinya tersebar di beberapa titik di Kota Makassar. Lebih lanjut misi kawasan pengembangan khusus konservasi warisan budaya adalah Merivitalisasi kawasan-kawasan budaya (heritage) Makassar, Merenovasi bangunan-bangunan yang ditetapkan sebagai heritage Makassar, melarang
107
pembongkaran bangunan-bangunan yang telah ditetapkan sebagai heritage Makassar. Memanfaatkan kemungkinan memproduktifkan kawasankawasan dan atau bangunan-bangunan yang ditetapkan sebagai heritage Makassar dan mewujudkan kawasan-kawasan dan bangunan-bangunan heritage Makassar sebagai motor dan inti dari kegiatan wisata budaya dan sejarah Kota Makassar. Faktor atraksi wisata akan menguraikan kondisi aktual dan langkah-langkah pengembangan yang telah dilaksanakan oleh pengelola Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian sebagai daya tarik wisata.
6.1.1 Fort Rotterdam Potensi daya tarik wisata alam, buatan manusia dan masyarakatnya yang memliki keunikan dan keindahan merupakan faktror penarik wisatawan untuk melakukan perjalanan wisata. Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian adalah daya tarik wisata warisan budaya buatan manusia yang memiliki keunikan arsitektur serta kesejarahan. Dinyatakan (Southall dan Robinson, 2011:177) bahwa peninggalan arkeologi industri, rumah megah, Gedung Kesenian, medan perang, kastil, gereja katedral, situs sejarah dan prasejarah serta museum merupakan bentuk fisik dari wisata warisan budaya. Perkembangan daya tarik wisata dapat diukur melalui peningkatan jumlah wisatawan harus didukung pula dengan penataan daya tarik wisata yang baik. Fort Rotterdam sebagai bangunan bersejarah kondisinya saat ini terawat dengan baik, penataan di dalam kompleks bangunan Fort Rotterdam memiliki taman bunga sehingga memungkinkan pengunjung atau wisatawan untuk berlama-lama menghabiskan waktu di dalam kompleks Fort Rotterdam. Menurut salah satu akademisi bidang pariwisata di Kota Makassar (Farid. 2014) bahwa,
108
Wisatawan dan beberapa teman dari Asia seperti Singapura, Malaysia, Cina, Jepang yang datang ke Kota Makassar menyatakan Fort Rotterdam adalah satu-satunya obyek wisata yang tertata apik, rapi dan layak jual lainnya belum layak jual. Pada Tabel 5.1 dijabarkan jumlah pengunjung domestik dan nusantara di Fort Rotterdam. Pada kenyataannya jumlah wisatwan belum tercatat dengan baik di Fort Rotterdam. Jumlah wisatawan dihitung dari wisatawan yang mencatatkan dirinya melalui pos penjagaan di gerbang sebelah barat. Penjaga pos akan menghitung dan melaporkan jumlah wisatawan pada bagian pemeliharaan Balai Pelestarian Cagar Budaya Makassar. Tabel 6.1 Jumlah Pengunjung Domestik dan Mancanegara ke Fort Rotterdam 2012-2013
Bulan
2012 Pegunjung Pegunjung Domestik Mancanegara
2013 Pegunjung Domestik
Januari 10.878 Februari 12.793 Maret 19.935 April 15.301 Mei 18.194 Juni 19.131 Juli 17.710 296 10.230 Agustus 13.204 794 13.790 September 11.565 816 14.722 Oktober 11.565 816 16.161 November 14.408 544 19.585 Desember 3.390 425 16.389 Sumber: Balai Pelestarian Cagar Budaya Makassar. 2014
Pegunjung Mancanegara 791 739 584 501 397 576 1.134 1.334 842 913 567 345
Data pada Tabel 6.1 menujukkan bahwa tahun 2012 tercatat selama bulan Januari-Juni data jumlah pengunjung yang masuk ke Fort Rotterdam tidak tercatat
109
pada laporan Bulan Januari-Desember 2012. Jumlah pengunjung tertinggi pada bulan Juli 2012 yaitu 18.006. Pengunjung domestik merupakan akumulasi dari total kunjungan dari pelajar atau mahasiswa dan wisatawan umum. pengunjung mancanegara dengan jumlah tertinggi pada bulan September yaitu 816 orang. Tahun 2013 pencatatan jumlah kunjungan wisata lengkap setiap bulannya sepanjang tahun. Terjadi lonjakan pengunjung dari bulan Juni sebanyak 576 wisatawan menjadi 1.134 wisatawan pada bulan Juli dan Agustus. Besaran jumlah kunjungan tersebut terjadi karena adanya pada bulan Juli dan Agustus high season bagi wisatawan asing juga dapat terjadi karena adanya wistawan kapal pesiar yang berkunjung. Wisatawan kapal pesiar dalam satu kali kunjungannya di Kota Makassar dapat membawa ratusan wisatawan mancanegara serta lokasi Fort Rotterdam yang dekat dari Pelabuhan Laut Soekarno Hatta. Keberadaan Fort Rotterdam sebagai daya tarik wisata yang ramai dikunjungi oleh wisatawan merupakan potensi perkembangan bisnis di sekitar Fort Rotterdam. Kerusakan yang terjadi pada fisik bangunan Fort Rotterdam tidak hanya karena usia bangunan yang sudah tua dan rapuh tetapi juga dapat disebabkan ramainya pembangunan gedung-gedung baru disekitarnya.
Balai
Pelestarian Cagar Budaya telah menetapkan aturan zonasi terhadap Fort Rotterdam, pembagian zonasi untuk kawasan cagar budaya Fort Rotterdam dibagi menjadi zona inti dan zona pengendalian (Yusriana, 2011:74-82). Zona tersebut antara lain, zona inti merupakan zona yang batas dan luasnya mengikuti luas lahan situs itu sendiri. Komplek Fort Rotterdam serta kawasan disekitarnya pada kenyataannya merupakan areal cagar budaya. Zona inti oleh Balai Pelestarian
110
Cagar Budaya dibagi menjadi beberapa zona cagar budaya. Zona cagar budaya I adalah seluruh bangunan di dalam Fort Rotterdam. Zona cagar budaya II adalah kawasan sekitar benteng Jl. Riburane, Jl. Slamet Riadi, Jl. W.R Supratman, Jl. Ujung Pandang. Zona cagar budaya II meliputi bagian barat benteng hingga garis pantai selat makassar. Saat ini kawasan ini sudah berdiri ruko yang menjadi milik perseorangan dan di depan pintu masuk Fort Rotterdam juga terdapat bangunan permanen kafe serta penjual makanan lainnya. Zonasi selanjutnya disebut zona pengendalian luas dan batas pengendalian Fort Rotterdam disesuaikan untuk kepentingan masyarakat dan pembangunan di sekitar situs bersejarah. Zona pengendalian dibagi menjadi empat antara lain zona pengendalian I meliupti wilayah pecinan Makassar terletak di sebelah utara Fort Rotterdam. Zona pengendalian II meliputi area sebelah timur dan sebagian dari sebelah selatan Fort Rotterdam. Bagian timur Fort Rotterdam meliputi bangunan bersejarah lainnya yaitu Museum Kota, kantor pos bagian ekspedisi dan balaikota Makassar. Zona pengendalian III adalah lapangan karebosi yang merupakan natural landscape. Zona pengendalian IV adalah areal pengendalian laut dengan luas 245 Ha, dimulai dari tepi pantai sampai kearah barat Pulau Kayangan dan Lae Lae. Gambar 6.1 adalah kawasan zonasi Fort Rotterdam.
111
Gambar 6.1 Kawasan zonasi Fort Rotterdam Makassar Sumber Balai Pelestarian Cagar Budaya Makassar dalam Yusriana. 2011
Pembangunan ruang-ruang di Kota Makassar yang pesat dengan bangunan modern, pusat perbelanjaan terbesar semakin menggusur ruang-ruang terbuka bagi masyarakat. Fort Rotterdam tidak hanya sebagai bangunan bersejarah akan tetapi lebih dari pada itu, taman bunga di dalam Fort Rotterdam menjadi ruang terbuka hijau yang butuhkan masyarakat lokal. Dinyatakan oleh Kapokja bagian Dokumentasi dan Publikasi Balai Pelestarian Cagar Budaya Makassar (Muslimin. 2014) Banyak pengunjung di benteng Ujung Pandang yang sebenarnya tidak hanya ingin menikmati koleksi museum tapi bangunannya, contohnya pengunjung datang untuk sekedar melihat bangunan benteng Ujung Pandang, berfoto, diskusi, anjangsana, bersenda gurau, plesiran atau hanya untuk menikmati suasana keaslian dan kelamaan bentengnya. Penataan yang tertata baik memiliki ruang terbuka hijau yang rindang menjadi salah satu faktor yang dapat menahan pengunjung atau wisatawan lebih lama. Fort Rotterdam juga telah dilengkapi dengan sebuah tempat pembelian
112
souvenir yang terletak di pintu keluar Museum La Galigo. Fasilitas umum yang tersedia seperti toilet saat ini menggunakan toilet yang sama dengan pegawai. Kondisinya cukup bersih akan tetapi pihak pengelola tentu saja tetap harus meningkatakan pelayanan terhadap kebutuhan fasilitas umum dan menyediakan fasilitas umum bagi wisatawan di sekitar kompleks Fort Rotterdam.
6.1.2 Museum Kota Makassar Bangunan bersejarah di Kota Makassar yang saat ini masih dapat disaksikan keutuhannya adalah Museum Kota Makassar. Museum sebagai salah satu daya tarik wisata selain memamerkan koleksi benda cagar budaya juga memerlukan pengaturan yang baik sehingga pengunjung tidak merasa bosan. Pada Tabel 6.2 adalah jumlah pengunjung domestik dan mancanegara di Miseum Kota Makassar. Tabel 6.2 Jumlah Pengunjung Domestik dan Mancanegara ke Museum Kota Makassar 2013 2013 Bulan Pengunjung Pengunjung Domestik Mancanegara Januri 28 2 Februari 134 1 Maret 189 13 April 142 3 Mei 286 9 Juni 173 6 Juli 51 4 Agustus 11 1 September 382 10 Oktober 125 3 November 404 8 Desember 108 Total 2.033 60 Sumber: UPTD Museum Kota Makassar. 2014
113
Pada Tabel 6.2 dijabarkan jumlah pengunjung tahun 2013 pada Museum Kota, pengunjung domestik tertinggi pada bulan November 2013 sebanyak 404 orang. Akumulasi kunjungan di dominasi oleh kegiatan siswa sekolah dasar sampai dengan menengah pertama. Pengunjung mancanegara selama tahun 2013 hanya sebanyak 60 orang. Lokasi yang berada di pusat kota, dekat dengan beberapa tempat wisata terkenal lainnya tidak memberikan jaminan bahwa hal tersebut membawa pengaruh terhadap peningkatan jumlah kunjungan wisatawan di Museum Kota Makassar. Penataan ruang pamer pada Museum Kota memerlukan fasilitas yang mendukung tidak hanya menunjang kenyamanan bagi pengunjung tapi koleksi yang disimpan. Kondisi museum yang tidak memiliki pendingin ruangan dengan suhu yang sesuai untuk suatu barang yang berusia lama serta pencahayaan yang hanya mengandalkan cahaya matahari dapat membawa kerusakan bagi bendabenda bersejarah. Menurut Khasirun bahwa merawat koleksi museum membutuhkan ketelatenan, pengetahuan dan memahami tentang museum. Koleksi di museum membutuhkan suhu dan kelembapan tertentu yang termasuk sebagai aktifitas perawatan terhadap koleksi. Agar koleksi di dalam museum tetap terawat, diperlukan pengaturan suhu, kelembaban dan penyinaran yang tepat. "Biasanya suhunya 20-25 derajat, kelembabannya 65, penyinarannya 50 lux, ultraviolet nya 30," katanya. Jika suhu, kelembapan, dan penyinaran museum tidak sesuai dengan standar, atau berlebih, maka kata Khasirun, dampaknya sangat beresiko11.
11
Anonim. Rumitnya Merawat Museum. [diunduh 15 April 2014]. Sumber: http://travel.kompas.com/read/2010/05/30/17052138/Rumitnya.Merawat.Museum.
URL:
114
Atraksi wisata buatan seperti museum, istana, candi atau bangunan bersejarah lain membutuhkan modernitas baik segi fisik bangunan, pengelolaan yang membawa kesan dan pengalaman bagi wisatawan. Museum tidak hanya dipergunakan sebagai wadah penyimpanan benda bersejarah dan budaya akan tetapi museum juga diharapkan sebagai daya tarik wisata yang mampu menarik wisatawan. Menurut Ardika (2007:64) “promosi dan publikasi tentang berbagai koleksi benda-benda budaya yang dimiliki oleh suatu museum dapat dipakai sebagai media untuk menarik wisatawan”. Museum Kota Makassar merupakan salah satu wadah bagi wisatawan dan masyarakat untuk mengenal sejarah panjang Kota Makassar.
6.1.3 Gedung Kesenian Makassar Bangunan bersejarah lainnya yang masih dapat dilihat di Kota Makassar adalah Gedung Kesenian (societiet de harmonie) yang terletak tidak jauh dari Fort Rotterdam dan Museum Kota Makassar. Gedung Kesenian dengan kondisi saat ini dapat dikatakan belum layak sebagai daya tarik wisata atau pusat pertunjukan seni di Kota Makassar. Kondisi bangunan yang terbengkalai, kurangnya data-data event yang pernah dilaksanakan dan pengelolaan yang masih belum jelas merupakan kendala utama. Tahun 2014 Gedung Kesenian Makassar direncanakan direvitalisasi oleh Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Sulawesi Selatan. Dinyatakan oleh Sekretaris Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sulawesi Selatan (Syafruddin. 2014) bahwa “di Gedung Kesenian sementara penataan di sana, memperbaiki gedung dan pengelolaan, seperti gedung pertunjukan indoor, lighting”.
115
Rancangan bagian depan Gedung Kesenian setelah revitalisasi akan mengembalikan beberapa bentuk asli bangunan tahun 1930. Jendela bagian depan bangunan akan dihilangkan juga pintu masuk ke aula akan diganti dengan pintu kaca yang saat ini menggunakan pintu teralis besi. Dilaksanakan pula pengecatan bangunan sesuai dengan rancangan yang telah disetujui oleh pihak seniman dan pemerintah (Gambar 4 pada lampiran). Dinyatakan pula oleh Sekretaris Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sulawesi Selatan bahwa setelah direvitalisasi tidak menutup kemungkinan kegiatan seni yang diselenggarakan pada Gedung Kesenian Makassar menjadi bagian dari calender event pariwisata Sulawesi Selatan. Pada tabel 6.3 dijabarkan rangkuman dari kondisi Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian Makassar sebagai atraksi wisata. Tabel 6.3 Kondisi Aktual Fort Rotterdam, Museum Kota, Gedung Kesenian Makassar tahun 2014 Atraksi
Jumlah Kunjungan
Fort Rotterdam
Peningkatan dari tahun 20122013
Terdiri dari 15 bangunan dengan arsitektur gaya gotik XVII masih dipertahankan
Kunjungan masih rendah dan didominasi oleh siswa sekolah Tidak terdata
Bangunan Lantai 2 dan Cukup masih mempertahankan terawat arsitektur gaya gotik
Museum Kota
Gedung Kesenian
Tata Bangunan
Bangunan dengan gaya Eropa abad XVII yang tersisa pada bagian depan
Sumber: Hasil Observasi Penulis. 2014
Kondisi Bangunan Terawat
Proses Perbaikan
Fasilitas umum di dalam DTW - Museum La Galigo - Tourist Information (Pengelolaan HPI Sulawesi Selatan) - Souvenir Shop Ruang Pamer Koleksi
Tidak ada
Pengelola - Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sulawesi Selatan - Balai Pelestarian Cagar Budaya Makassar Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Makassar
Revitalisasi di bawah Pengawasan Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sulawesi Selatan
116
Melalui faktor atraksi wisata sebagai salah satu penyebab dalam penentuan tahap perkembangan dinyatakan bahwa Fort Rotterdam telah ditata dengan baik dan mendapatkan perawatan fisik bangunan serta telah dimanfaatkan tidak hanya sebagai daya tarik wisata, tapi sebagai tempat penyelenggaraan kegiatan seni dan event internasional. Museum Kota dari beberapa fungsinya antara lain menyimpan, merawat dan memamerkan koleksi telah berjalan. Fasilitas yang belum memadai dalam hal memamerkan koleksi dan perawatan serta adanya kerusakan pada beberapa bagian museum sehingga pengunjung ke Museum Kota hanya kalangan tertentu yaitu siswa sekolah atau mahasiswa. Gedung Kesenian sebagai bangunan bersejarah dengan kondisi fisiknya yang belum memadai sehingga pemanfaatannya sebagai daya tarik wisata masih terhambat. Atraksi wisata tidak hanya dapat harus memiliki daya tarik terhadap fisik bangunan tetapi selama wisatawan berkunjung memberikan rasa nyaman dan pada akhirnya memberikan kesan. Ketiga bangunan bersejarah memiliki perbedaan dalam penataannya sebagai daya tarik wisata sehingga menyebabkan perbedaan jumlah kunjungan wisatawan serta perbedaan kegiatan pelestarian pada masingmasing bangunan.
6.2
Faktor Aksesibilitas Pada masa Makassar telah jatuh ke tangan VOC (Vereenigde Ootindische
Compagnie) Fort Rotterdam adalah pemukiman awal VOC yang dikenal dengan istilah intramuros yaitu kota di dalam benteng. Setelah kondisi perlawanan dari kerajaan Gowa telah berkurang dan kondisi mulai aman, pemukiman mulai bergeser ke luar Fort Rotterdam. Dibangun rumah jabatan gubernur Belanda,
117
gemeentehuis (kantor walikota), dan bangunan daerah pecinan termasuk Gedung Kesenian. pemerintah Belanda saat itu membagi pemukiman melayu atau masyarakat lokal berada di sebelah Selatan dan pemukiman Belanda berada di bagian Utara Fort Rotterdam, oleh karena itu Museum Kota dan Gedung Kesenian berada tidak jauh dari Fort Rotterdam.
6.2.1 Fort Rotterdam Fort Rotterdam terletak di jalan Ujung Pandang nomor 1 Makassar, jarak dari Anjungan Pantai Losari ke Fort Rotterdam sekitar 1 km dan dapat ditempuh dengan berjalan kaki atau menggunakan angkutan umum seperti becak dan petepete. Fort Rotterdam terletak tidak jauh dari Pelabuhan Soekarno Hatta Makassar sehingga ketika kapal pesiar singgah, Fort Rotterdam merupakan daya tarik wisata yang paling sering dikunjungi. Mencapai Fort Rotterdam dari pelabuhan cukup dekat akan tetapi karena jalan satu arah sehingga harus memutar melalui jalan Sulawesi dan Pasar Butung Makassar. Hal tersebut memberi nilai tambah oleh karena wisatawan dapat melihat kegiatan masyarakat lokal di pasar kemudian melewati Jalan Sulawesi yang merupakan daerah pecinan dan cukup banyak Klenteng dengan arsitektur khas Tionghoa dan salah satu klenteng yang ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya adalah Klenteng Ibu Agung Bahari yang terletak di jalan tersebut. Keberadaan hotel-hotel di Pantai Losari juga menjadi salah satu nilai tambah oleh karena wisatawan dapat mencapai Fort Rotterdam dengan mudah.
118
6.2.2 Museum Kota Makassar Museum Kota Makassar terletak di jalan Balaikota Makassar tepat di sebelah timur Fort Rotterdam. Mencapai Museum Kota sangat ideal apabila berjalan kaki dari Fort Rotterdam karena lokasinya yang tidak begitu jauh dan sepanjang jalan dapat melihat beberapa bangunan bersejarah lainnya. Museum Kota bersebelahan dengan Kantor Walikota Makassar yang juga bangunan bersejarah, Gereja Immanuel dan Kantor Pos Ekspedisi. Museum Kota Makassar dapat pula ditempuh dengan menggunakan taksi atau becak. 6.2.3 Gedung Kesenian Makassar Gedung Kesenian Makassar terletak di jalan Riburane Makassar sebelah utara Fort Rotterdam dan di samping pintu masuk ke Kawasan Pecinan Makassar. Letak Gedung Kesenian yang berada di pinggir jalan membuatnya mudah ditemukan. Terdapat bus yang melayani perjalanan dari Bandara Sultan Hasanuddin Makassar ke pusat kota yang halte terakhir bus tersebut terletak di depan Gedung Kesenian Makassar. Jarak Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung kesenian Makassar dari fasilitas umum seperti pelabuhan kapal laut tidak begitu jauh sekitar sekitar 2 kilometer. Pelabuhan Soekarno Hatta Makassar melayani kapal penumpang dari berbagai daerah yang dioperasikan oleh PT. Pelayaran Nasional Indonesia (PELNI). Pada Tabel 6.4 merupakan daftar tetap kapal Pelni yang beroperasi dari beberapa kota di Indonesia ke Makassar.
119
Tabel 6.4 Daftar Tetap Kapal Pelni Rute Ke Makassar Tahun 2014 Nama Kapal
Rute Kapal
Siguntang Tarakan-Balikpapan-Pare pare- Makassar Nggapulu Fak-fak-Ambon-Namlea-Baus-Makassar Labobar Surabaya – Makassar Umsini Tanjung Priuk-Surabaya-Makassar Ciremai Surabaya-Makassar Sinabung Bau bau-Makassar Sirimau Batu Licin – Makassar Tilong Kabila Gorontalo-Kolonedale-Raha-Makassar Dobonsolo Manokwari-Sorong-Bau bau-Makassar Tidar Banda-bau bau-Makassar Wilis Selayar-Makassar Gunung Dempo Jayapura-Biak-Sorong-Ambon-Makassar Sumber: Agus Travel Makassar. 2014 Moda transportasi dengan kapal laut di Indonesia masih belum menjadi transportasi utama bagi wisatawan. Perjalanan yang cukup lama serta fasilitas yang terdapat di dalam kapal nasional Indonesia masih kurang memadai. Makassar sebagai pintu masuk bagi kota-kota lain di Indonesia timur sehingga jadwal pelayaran lebih banyak ke daerah di Indonesia timur, seperti Ternate, Ambon atau Jayapura. Pelabuhan Soekarno Hatta Makassar juga merupakan pelabuhan persinggahan kapal pesiar yang merapat di pagi hari dan berangkat kembali sore hari menjelang malam. Transportasi udara adalah jenis transportasi yang banyak diminati oleh wisatawan karena meminimalisasi waktu perjalanan serta cukup nyaman selama perjalanan. Ketersediaan berbagai jenis transportasi menuju daerah tujuan wisata adalah satu dari sekian faktor penunjang peningkatan wisatawan. Dinyatakan Cooper dkk (2005: 462) bahwa transportasi di dalam pariwisata tidak hanya
120
sebagai alat untuk mencapai daerah tujuan wisata. Transportasi juga berarti perpindahan wisatawan di dalam destinasi wisata dan dapat dikategorikan sebagai daya tarik wisata itu sendiri. Pada Tabel 6.5 adalah daftar penerbangan domestik dan internasional dari kota-kota besar di Indonesia ke Makassar. Tabel 6.5 Daftar Penerbangan Domestik dan Internasional dari Kota-Kota besar di Indonesia ke Makassar Tahun 2014 Maskapai Penerbagan Garuda Indonesia
Citilink Lion Air
Sriwijaya Air Air Asia Silk Air
Jakarta-Makassar Denpasar –Makassar Surabaya-Makassar Medan-Makassar Manado-Makassar Jakarta-Makassar
Jumlah Penerbangan setiap hari* Setiap hari (8x) Setiap Hari (2x) Setiap hari (4x) Setiap hari (1x) Setiap hari (1x) Setiap hari (2x)
Jakarta-Makassar Denpasar Makassar Surabaya-Makassar Yogyakarta-Makassar Manado – Makassar Jakarta-Makassar Surabaya-Makassar Kuala Lumpur-Makassar Singapura-Makassar
Setiap hari (13x) Setiap hari (1x) Setiap hari (8x) Setiap hari (1x) Setiap hari (3x) Setiap hari (4x) Setiap hari (4x) Setiap hari (1x) 3x Seminggu
Rute
*Penerbangan Langsung
Sumber: www.utiket.com. 2014 Tabel 6.5 menjelaskan bahwa aksesibilitas menuju Kota Makassar khususnya melalui transportasi udara tidaklah sulit saat ini. Beberapa kota besar di Indonesia antara lain Jakarta, Surabaya, Medan, Denpasar, Yogyakarta, Manado telah melayani penerbangan langsung ke Makassar. Ketersediaan harga promo tiket pesawat dan mudahnya akses melalui internet merupakan faktor meningkatnya jumlah penumpang pesawat saat ini. Jarak dari Bandara internasional Sultan Hasanuddin pusat Kota Makassar dimana Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian berlokasi sekitar 25 kilometer. Lokasi ketiga
121
bangunan bersejarah sangatlah strategis yaitu terletak di pusat Kota Makassar. Mencapai Kota Makassar dari berbagai kota besar di Indonesia dan dari Malaysia serta Singapura tidaklah sulit karena tersedianya penerbangan langsung dengan jarak tempuh yang tidak begitu lama. Faktor aksesibilitas saat ini tidak lagi menjadi hambatan dalam pengembangan Kota Makassar sebagai destinasi wisata.
6.3
Faktor Fasilitas Penunjang Pariwisata Pembangunan industri pariwisata berawal dari adanya permintaan (demand)
sehingga hadir produsen untuk memenuhi permintaan tersebut. Kebutuhan wisatawan tidak hanya berupa daya tarik wisata tetapi juga kebutuhan akan jasa. Dinyatakan Soekadijo (1996:26) Permintaan lain dari konsumen wisata yang harus dipenuhi terletak di bidang jasa, yang berupa kegiatan-kegiatan dan fasilitas-fasilitas untuk memenuhi kebutuhan hidup wisatawan selama ia dalam perjalanan. Misalnya yang berupa kawan perjalanan, fasilitas hotel, restoran, pramuwisata, dan sebagainya. Keberadaan jasa akomodasi adalah bagian yang tidak terpisahkan dalam pariwisata. Alasan peningkatan jumlah akomodasi baik berbintang atau dengan taraf melati salah satunya adalah karena menyambut Kota Makassar sebagai kota MICE. Pilihan akomodasi kemudian meningkat dan sangat beragam mulai dari hotel berbintang sampai dengan penginapan dengan budget rendah. Beberapa tahun terakhir, puluhan hotel berbintang menjulang tinggi dan menawarkan kemewahan. Kondisi real dapat dilihat dari trend pertambahan jumlah kamar yang terus meningkat dalam tiga tahun terakhir. Jika pada 2011 hanya 5.525 kamar, bertambah 1.393 kamar atau tumbuh 25% pada 2012. Untuk 2013, jika mengacu pada jumlah hotel yang sudah terbangun
122
dan sedang dalam proses sebanyak 33 hotel maka akan ada tambahan 4.468 kamar atau terjadi peningkatan 65%.12 Peningkatan hotel di Kota Makassar sebagian besar adalah hotel dengan jenis hotel bisnis dengan klasifikasi pada bintang tiga. Hotel dengan bangunan tinggi serta memiliki ruang meeting atau ballroom dengan kapasitas ratusan bahkan ribuan orang sedangkan hotel dengan jenis resort jumlahnya belum cukup banyak. Beberapa hotel yang terletak tepat di depan Pantai Losari menawarkan pemandangan indahnya matahari terbenam. Hotel imperial aryaduta adalah satusatunya hotel berbintang empat terletak tepat di depan Pantai Losari dan hotel pantai gapura dengan istilah hotel terapung karena dibangun diatas perairan Pantai Losari dengan arsitektur kamar rumah adat Suku Bugis Makassar. Kedua hotel tersebut berlokasi tidak jauh dari Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian. Hotel atau penginapan yang telah tersedia adalah salah satu bukti dari kesiapan Kota Makassar sebagai daerah tujuan wisata di kawasan Indonesia timur. Selain kebutuhan akan akomodasi komponen lainnya merupakan keberadaan pramuwisata yang tidak hanya teman perjalanan bagi wisatawan tetapi lebih dari itu pramuwisata sebagai pihak yang membawa image Kota Makassar. Pramuwisata di Kota Makassar sendiri dihimpun dalam asosiasi himpunan pramuwisata Makassar Sulawesi Selatan (HPI). Keberagaman bahasa yang dikuasai oleh pramuwisata di Kota Makassar bagi kebutuhan akan wisatawan asing cukup lengkap. Pramuwisata yang tersedia di Makassar adalah bahasa 12
Dammar, Suwarny. Booming Hotel Di Makassar-Bencana atau Peluang?. [diunduh 18 April 2014]. Sumber: URL: http://m.koran-sindo.com/node/321586.
123
Italia, Inggris, Spanyol, Jepang, Arab, Perancis, Mandarin, Jerman, Belanda. Dinyatakan oleh Sekretaris HPI Sulawesi Selatan Mukhtar bahwa di Sulwesi Selatan terdapat 280 pramuwisata yang mempunyai lisensi madya (menengah) menurut data dari HPI Sulawesi Selatan13. Pramuwisata sebagai kebutuhan dalam perjalanan wisata di Kota Makassar telah tersedia dan dalam berbagai bahasa. Hal tersebut melengkapi berbagai fasilitas akomodasi yang telah tersedia. Fasilitas lainnya dalam mendukung kegiatan pariwisata yaitu berbagai tempat pilihan kuliner dan hiburan. Perkembangan bisnis kuliner dan hiburan di Kota Makassar beberapa tahun ini mengalami perkembangan yang cukup pesat. Dimuat dalam salah satu harian online bahwa “bisnis usaha restoran di Kota Makassar tampaknya semakin menjanjikan. Hal itu dapat dilihat dari perkembangan jumlah usaha tersebut. Jumlah restoran yang ada saat ini sekitar 600 wajib pajak. Geliat bisnis sektor ini juga memberikan pengaruh cukup signifikan terhadap pendapatan pajak perkotaan Kota Makassar14. Jenis restoran atau kafe yang mulai bermunculan di Makassar juga beragam baik makanan internasional, khas daerah Makassar dan berbagai daerah di Provinsi Sulawesi Selatan. Restoran waralaba internasional yang banyak diminati oleh masyarakat lokal adalah masakan Italia dan Jepang sedangkan makanan daerah
juga
terus
berbenah
mengembangkan
kualitas
yang
dimiliki.
13
Anonim. Sulsel miliki 280 pemandu wisata berlisensi. [diunduh 21 April 2014]. Sumber: URL: http://antara-sulawesiselatan.com/berita/24076/sulsel-miliki-280-pemandu-wisata-berlisensi. 14
W, Ronald. Bisnis Restoran Makin Menjanjikan. [diunduh 21 April 2014]. Sumber: URL: http://beritakotamakassar.com/index.php/more/arsip-berita-kota-makassar/15844-bisnis-restoranmakin-menjanjikan.html.
124
Perkembangan kuliner di Kota Makassar tidak banyak disebabkan oleh adanya kegiatan pariwisata melainkan masyarakat di Kota Makassar telah mengadopsi gaya hidup metropolitan. Kafe dan tempat hiburan malam telah menjadi kebutuhan bagi beberapa kalangan sebagai bagian kebutuhan hidup sehari-hari. Di samping itu, ketersediaan restoran, kafe ataupun tempat hiburan malam lainnya akhirnya dapat menjadi nilai tambah bagi kegiatan wisata di Kota Makassar, dinyatakan oleh Sekretaris Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Syafruddin. 2014) bahwa Entertainment itu kan pariwisata wisatawan datang ke sini pagi sampai sore mereka tour dan malamya biasanya mencari hiburan, tetapi itu pun sebenarnya memang satu ciri kota metropolitan, hiburan itu selalu ada, kota harus itu hidup 24 jam. Kampung Popsa adalah restoran dengan pemandangan Pantai Losari yang berada tepat di depan Fort Rotterdam. Pembangunannya mendapatkan tentangan dari para arkeolog karena berada di daerah zona cagar budaya II Fort Rotterdam dan Zona Cafe adalah salah satu tempat hiburan malam yang berlokasi tidak jauh dari Kampung Popsa. (Gambar 5 pada lampiran). Fasilitas penunjang wisata sebagai salah satu landasan dalam penentuan tahap perkembangan Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian sebagai wisata warisan budaya tidak menjadi kendala. Secara umum Kota Makassar telah berbenah dengan membangun fasilitas hotel, restoran, tempat hiburan malam dan penyediaan pramuwisata.
125
6.4
Faktor Ketersediaan Paket Wisata Industri pariwisata tidak bisa lepas dari adanya biro perjalanan wisata
sebagai salah satu pihak yang mendatangkan wisatawan ke daerah tujuan wisata. Wisatawan baik itu mancanegara atau nusantara membutuhkan biro atau agen perjalanan wisata untuk memudahkan wisatawan mendapatkan informasi dan mendapatkan pelayanan terhadap kebutuhan akan perjalanan wisata. Biro atau agen perjalanan wisata dapat dikatakan sebagai perantara untuk wisatawan mencapai daerah tujuan wisata. Perantara yang dimaksud sebagai pihak yang mengurus kebutuhan akomodasi, transportasi, pramuwisata, dokumen perjalanan serta asuransi bagi wisatawan. Terdapat tiga jenis perantara antara lain biro perjalanan wisata, agen perjalanan wisata, dan yang disebut agen penyalur khusus termasuk perusahaan-perusahaan insentif, perencana rapat dan konvensi, perwakilan hotel, kantor pariwisata, asosiasi atau organisasi pariwisata (Vellas dan Becherel, 2008:353-354) Bisnis biro perjalanan wisata di Kota Makassar beberapa tahun ini semakin meningkat, jumlahnya sudah mencapai sekitar 325 buah saat ini. Kebutuhan akan tiket pesawat udara yang semakin tinggi karena murahnya harga tiket tersebut dan penawaran paket wisata memberikan pelayanan lengkap kepada wisatawan. Pelayanan tersebut mulai dari akomodasi, makan, transportasi dan pramuwisata selama kegiatan perjalanan wisata berlangsung. Paket wisata Makassar di yang ditawarkan oleh biro perjalanan wisata dengan target pasar wisatawan mancanegara merupakan paket wisata adventure yang mengunjungi beberapa provinsi di Pulau Sulawesi. Perjalanan dimulai dari Makassar sampai ke
126
Tanjung Karang di Sulawesi Tengah selama 12 hari/11 malam (Gambar 6 pada lampiran). Daya tarik wisata di Kota Makassar yang banyak ditawarkan oleh wisatawan antara lain, Fort Rotterdam, taman anggrek dan koleksi kerang, pelabuhan tradisional paotere. Paket wisata lainnya yang ditawarkan kepada wisatawan oleh biro perjalanan wisata adalah perjalanan di Makassar selama 4 hari/3 malam dengan mengujungi beberapa tempat bersejarah antara lain benteng somba opu, istana Raja Gowa Balla Lompoa, masjid katangka yang merupakan mesjid tertua di Makassar. Daya tarik wisata alam seperti bantimurung berlokasi sekitar 1 jam berkendara dari Kota Makassar. (Gambar 7 pada lampiran) Fort Rotterdam sebagai daya tarik wisata yang lebih banyak ditawarkan kepada wisatawan oleh biro perjalanan wisata. Keberadaan beberapa bangunan bersejarah dekat dengan Fort Rotterdam kenyataannya belum dimanfaatkan sebagai wisata kota lama. Museum Kota dan Gedung Kesenian memiliki potensi yang sama seperti Fort Rotterdam untuk dimaksimalkan sebagai daya tarik wisata, akan tetapi untuk ditawarkan sebagai daya tarik wisata diperlukan pembenahan dan peningkatan pengelolaan.
6.5
Faktor Aktivitas di Daya tarik wisata Aktivitas pada suatu daya tarik wisata adalah sisi lain yang menambah
minat wisatawan untuk mengunjungi daya tarik wisata tersebut. Menurut Soekadijo (1996:71) bahwa pembangunan obyek wisata juga harus meliputi usaha untuk menahan wisatawan selama mungkin. Obyek penangkap wisatawan (tourist catcher) harus ditingkatkan atau dilengkapi sehingga menjadi atraksi penahan
127
wisatawan. Keramahtamahan pramuwisata, tata kelola daya tarik iwsata yang asri dan ditambah aktivitas
yang menarik sehingga wisatawan betah dan
meninggalkan kesan terhadap daya tarik wisata tersebut. Aktivitas yang saat ini dapat dilakukan oleh pengunjung di sekitar Fort Rotterdam tidak begitu banyak, pengunjung yang sebagian besar mahasiswa atau organisasi pemuda duduk dan menikmati waktu sore atau sekedar mencari sudut gambar yang menarik di beberapa sisi bangunan. Museum La Galigo yang berada di dalam Fort Rotterdam sebagai selain tugas utamanya yaitu memamerkan dan menginformasikan benda bersejarah terdapat pula aktivitas lain yang dilaksanakan oleh pengelola. Pada tabel 6.5 adalah kegiatan yang dilaksanakan pihak pengelola Museum La Galigo yang umum dilaksanakan bagi pelajar dan mahasiswa dengan tujuan mengenal dan mengajak untuk mengunjungi museum. Tabel 6.5 Kegiatan Pihak Pengelola Museum La Galigo 2008 -2013 Tahun Nama kegiatan -
Lomba rekonstruksi Gambar koleksi museum 2010 Ceramah museum Sosialisasi museum Lomba cerdas cermat museum 2011 Sosialisasi museum untuk guru-guru SD, SMP, SMA bidang studi IPS, sejarah se Kota Makassar - Pemilihan duta museum‟ - Sosialisasi museum pada usia remaja 2012 - Lomba mewarnai Gambar koleksi dan rekonstruksi Gambar koleksi museum - Sosialisasi dan ceramah museum 2013 - Pameran temporer Museum La Galigo - Focus group discussion Sumber: Museum La Galigo Makassar. 2014 Salah satu tugas museum sebagai sarana pembelajaran bagi siswa sekolah sehingga kegiatan-kegiatan tersebut bermanfaat bagi keikutsertaan generasi muda
128
untuk datang mengunjungi dan turut serta melestarikan keberadaan museum. Pada kenyataannya Museum La Galigo sebagai bagian dari Fort Rotterdam membutuhkan aktivitas yang dapat dinikmati oleh wisatawan setiap harinya. Pagelaran seni yang diselenggarakan oleh Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Sulawesi Selatan setiap akhir pekan efektif akan tetapi tidak dapat dinikmati oleh wisatawan yang datang setiap harinya.
Gambar 6.2 Komentar wisatawan setelah mengunjungi Fort Rotterdam Sumber: http://www.tripadvisor.com/Attraction_Review-g297720-d1599792-Reviews-or20Fort_Rotterdam-Makassar_South_Sulawesi_Sulawesi.html#REVIEWS
Gambar 6.2 adalah kesan yang ditinggalkan wisatawan mancanegara yang telah berkunjung ke Fort Rotterdam melalui situs tripadvisor. Wisatawan dari Belanda menyatakan bahwa Fort Rotterdam merupakan bangunan bersejarah yang terawat akan tetapi hambar kemudian wisawatawan lainnya menyatakan bahwa lokasi Fort Rotterdam dapat mudah dijangkau, kondisinya bangunannya bagus dan tidak dimanfaatkan secara maksimal sebagai atraksi wisata juga bahwa Fort
129
Rotterdam satu-satunya tempat yang menginformasikan sejarah Kota Makassar. Pernyataan dari wisatawan tersebut tentunya bertolak belakang dengan kenyataan bahwa ada dua bangunan bersejarah lainnya yang dapat menceritakan sejarah Kota Makassar. Museum Kota Makassar selain memamerkan benda-benda bersejarah belum banyak memiliki aktivitas tambahan yang dapat dilakukan di museum. Pengunjung hanya melihat koleksi museum melalui lemari kaca dan foto Kota Makassar zaman kolonial dan pejabat daerah dari masa ke masa. Dinyatakan oleh salah satu staff Museum Kota Makassar bahwa pada awal-awal berdirinya museum tahun 2001 kegiatan tarian tradisional diadakan setiap minggu oleh pihak pengelola museum dan pihak biro perjalanan wisata membawa penumpang kapal yang transit untuk melihat kegiatan tersebut. Kegiatan lainnya adalah Pagelaran seni budaya oleh siswa sekolah di Museum Kota Makassar. Kegiatan berupa pagelaran musik angklung, tarian empat etnis dalam rangka gerakan cinta budaya15. Kegiatan-kegiatan tersebut yang dibutuhkan bagi museum bahwa ada aktivitas yang dapat disaksikan oleh wisatawan sehingga memberikan kesan bagi wisatawan tersebut. Kegiatan berkesenian para seniman lokal adalah satu-satunya kegiatan yang dapat menghidupkan Gedung Kesenian Makassar. Aktivitas yang banyak dilakukan di gedung tersebut tentunya kegiatan yang berhubungan dengan kegiatan seni berupa teater atau pemutaran film.
15
Anonim. Musik Angklung Bergema di Museum Kota. [diunduh 25 April 2014]. Sumber: URL: http://www.kabarmakassar.com/wisata-budaya/item/13963-musik-angklung-bergema-di-museumkota.html.
130
Aktivitas wisata di Gedung Kesenian Makassar belum banyak yang dapat dilakukan karena kondisi gedung yang masih proses perbaikan yang belum terselesaikan. Potensi aktivitas seni di Gedung Kesenian tentunya juga dapat menarik wisatawan untuk berkunjung karena keunikan seni tradisional merupakan sumber daya budaya di dalam industri pariwisata. Faktor aktivitas di daya tarik wisata memiliki keterkaitan dengan faktor atraksi wisata. Penentuan aktivitas harus berdasarkan pertimbangan bahwa aktivitas tersebut memiliki keterkaitan serta mendukung atraksi wisata itu sendiri. Aktivitas yang dilaksanakan di Fort Rotterdam telah dilaksanakan berupa kegiatan seni tradisional, Museum Kota menyelenggarakan kegiatan untuk siswa sekolah sedangkan Gedung Kesenian pertunjukan seni tidak lagi dapat dilaksanakan oleh karena kondisi bangunan yang sudah tidak layak.
6.6
Faktor Pelayanan Pendukung Ancillary service merupakan pelayanan tambahan yang dibutuhkan
wisatawan selama berada di daerah tujuan wisata. Pelayanan tambahan berupa layanan telekomunikasi, perbankan, pos, penukaran uang dan layanan lainnya. Kota Makassar dikenal sebagai pusat bisnis Indonesi Timur sehingga keberadaan bank jumlahnya cukup banyak. Bank nasional yaitu BNI, Mega, Panin, Danamon, BRI, Mandiri, Permata, BCA, Sinarmas. Pelayanan oleh bank internasional yaitu BII, HSBC, ANZ, Commonwealth. Untuk pengambilan uang dengan ATM (Automatic Teller Machine) bagi wisatawan asing dapat menggunakan beberapa bank yang bekerjasama dengan Visa atau Master. Pelayanan penukaran mata uang dapat dilakukan pada beberapa money changer seperti BMC, H. La Tunrung,
131
Marazavalas. Lokasi ketiga penukaran uang tersebut terletak di pusat kota sehingga memudahkan bagi wisatawan untuk mengakses. Pelayanan kesehatan di Kota Makassar saat ini telah berdiri rumah sakit internasional Siloam yang berlokasi di sebelah selatan Pantai Losari. Pelayanan rumah sakit setempat juga telah memiliki fasilitas yang cukup lengkap, beberapa rumah sakit besar di Kota Makassar antara lain RS Awal Bros, RS Pendidikan, RS Wahidin Sudirohusodo, RS Pelamonia. Pelayanan lainnya adalah telekomunikasi seperti hal di kota-kota besar lainnya, Makassar sendiri pelayanan telekomunikasi bagi wisatawan internasional dengan nomor telefon dari negaranya secara otomatis akan tersambung dengan Telkomsel sehingga nomor asing dapat tetap di hubungi dari negaranya. Bagi wisatawan untuk mencari informasi wisata di Sulawesi Selatan dan Pulau Sulawesi tersedia Sulawesi Tourist Information Centre (STIC) di kantor Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Sulawesi Selatan yang menyediakan pelayanan internet, brosur wisata dari berbagai kabupaten di Sulawesi Selatan dan Tourist Information juga terdapat di Fort Rotterdam yang dikelola oleh Himpunan Pramuwisata Indonesia. Pelayanan pendukung yang telah tersedia di Kota Makassar bagi wisatawan dapat dikatakan cukup lengkap akan tetapi peningkatan justru harus dilakukan pada daya tarik wisata sehingga dapat meninggalkan kesan pada wisatawan.
6.7
Faktor Promosi Wisata Promosi merupakan salah satu bagian dari langkah pemasaran yang
diperlukan bagi daya tarik wisata untuk memperkenalkan tetapi membuat kesan bagi wisatawan untuk kembali berkunjung. Promosi wisata terhadap ketiga
132
bangunan bersejarah akan dijabarkan melalui komponen humas (public relation), periklanan (advertising), penetapan graphic material, promosi (promotion).
6.7.1 Fort Rotterdam Fort Rotterdam sebagai destinasi wisata unggulan di Kota Makassar telah banyak dipromosikan. Alat bantu promosi seperti brosur yang dicetak oleh Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sulawesi Selatan setiap tahunnya baik dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris yang memuat destinasi wisata utama berbagai
daerah
di
Provinsi
Sulawesi
Selatan.
Brosur-brosur
tersebut
diperuntukan bagi kegiatan promosi Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Sulawesi Selatan di dalam atau luar negeri. Beberapa kegiatan promosi Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sulawesi Selatan adalah MATTA (Malaysia’s Premiere Travel Extravaganza) di Kuala Lumpur dan NATAS (National Association Of Travel Agents Singapore) Travel Fair di Singapura dan Pameran Pariwisata International Tourism Bourse (ITB) Berlin, Jerman oleh Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kota Makassar. Kegiatan MATTA dan NATAS travel fair dipilih karena semakin mudah akses dari Malaysia dan Singapura ke Kota Makassar dengan adanya penerbangan langsung serta disampaikan oleh Sekretaris Kepala Dinas (Syarifuddin. 2014) di Malaysia dan Afrika Selatan terdapat sekitar 10 juta warga keturunan Sulawesi Selatan yang tergabung dalam Perhimpunan Keluarga Sulawesi Selatan. sehingga potensial Pengembangan wisata mudik. Brosur-brosur pariwisata yang dibuat saat ini masih secara umum belum memiliki pembagian sesuai minat wisatawan.
133
Lebih lanjut dinyatakan oleh Sekretaris Dinas Pariwisata dan Ekonomi kreatif Sulawesi Selatan (Syarifuddin, 2014) bahwa tahun 2014 sudah ada rencana untuk mengelompokkan pembuatan alat bantu promosi seperti brosur sesuai minat wisatawan, seperti wisata alam, budaya atau sejarah. Brosur yang saat ni dimiliki berupa peta wisata untuk wilayah Makassar dan Toraja, brosur visit South Sulawesi yang memuat informasi tentang daya tarik wisata di seluruh kabupaten, alamat hotel, biro perjalanan wisata, toko oleh-oleh, alamat kantor maskapai penerbangan, restoran, bioskop dan pemesanan taxi. Kemudian terdapat pula buku informasi dengan judul Potential Tourism of South Sulawesi. Kegiatan lain berupa kunjungan oleh jurnalis dari luar negeri dalam rangka mempromosikan pariwisata di Kota Makassar. Kunjungan 12 Jurnalis wisata dari Malaysia baik media cetak dan eletronik serta sebanyak 50 jurnalis dari seluruh Indonesia berkunjung ke makassar untuk meliput berbagai daya tarik wisata. Kegiatan lainnya yang dapat dilakukan dalam komponen public relation adalah mengadakan educational tour bagi siswa sekolah. Pengorganisasian educational tour ini dilaksanakan oleh pengelola Museum La Galigo, beberapa kegiatan tersebut antara lain dari tahun 2008-2013 pameran gerakan sayang museum, ceramah museum di Kabupaten Bone dan Kabupaten Sinjai, sosialisasi museum pada usia remaja, lomba mewarnai, pameran temporer Museum La Galigo. Kegiatan periklanan saat ini
kerjasama dengan pihak lain yaitu
perusahaan sido muncul akan membuat iklan dengan latar budaya Sulawesi Selatan. Kita sudah lihat beberapa iklan Kuku Bima Energi dengan latar wisata di Indonesia. Kami juga akan buat iklan yang bisa angkat wisata Sulawesi
134
Selatan,” ujar Irwan, ini komitmen kami dalam hal ikut membantu pembangunan, disamping kegiatan sosial yang sering kami gelar. Kami akan buat apa saja bisa untuk membantu masyarakat dan pembangunan Indonesia16 Pemilihan materi grafis untuk bahan promosi pariwisata untuk bangunan bersejarah seperti Fort Rotterdam merupakan bagian dari program Visit South Sulawesi oleh Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Sulawesi Selatan dan program visit Makassar great expectation and beyond 2011-2014. Hal tersebut dituangkan dalam website pariwisata masing-masing lembaga. Website kedua lembaga pariwisata tersebut bersama-sama memuat Fort Rotterdam sebagai destinasi wisata di Kota Makassar.
6.7.2 Museum Kota Makassar Kegiatan humas yang banyak dilakukan oleh Museum Kota sendiri adalah kerjasama untuk educational tour. Siswa-siswa dari berbagai sekolah di Kota Makassar banyak melalukan kunjungan secara rombongan atau individu. Alat promosi seperti brosur yang menginformasikan koleksi yang dimiliki Museum Kota dan melalui media sosial yang digunakan oleh pihak pengelola. Museum Kota juga menjadi salah satu daya tarik wisata melalui website Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kota Makassar, selain itu terdapat beberapa website yang memuat tentang Museum Kota Makassar17. Kunjungan beberapa jurnalis lokal
16
Anonim. 2013. Sido Muncul Akan Buat Iklan Latar Budaya Sulawesi Selatan. [Diunduh 25 April 2014]. Sumber URL: http://www.celebesonline.com/index/2014/04/12/sido-muncul-akan-buatiklan-latar-budaya-sulawesi-selatan. 17
Anonim. 2014. Website yang menginformasikan tentang Museum Kota Makassar. [Diunduh 25 April 2014]. Sumber URL: www.indonesia.travel.com, www.asosiasimuseumindonesia.org, www.museumku.wordpress.com dan www.wisatamelayu.com.
135
dan nasional ke Museum Kota merupakan sarana yang membantu promosi dari pihak pengelola. Sebuah bangunan bergaya art deco berdiri dengan tegak di Jalan Balaikota nomer 11, Makassar, Sulawesi Selatan. Bangunan itu adalah museum yang mengoleksi benda-benda bersejarah di kota Anging Mamiri (julukan Makassar), karena itulah diberi nama Museum Kota Makassar18. Adapun berita lainnya dimuat dalam berita online oleh detik travel bahwa tidak sah apabila ke Makassar belum kelima tempat yaitu Pantai Losari, Fort Rotterdam, Museum La Galigo, Museum Kota dan china town19. Selain berita yang ditulis oleh jurnalis beberapa komunitas di Kota Makassar juga turut membantu dalam usaha promosi Museum Kota. Blogger Anging Mammiri menggelar tudang sipulung dengan mengunjungi Museum Kota, Jl Balai Kota, Makassar. Kunjungan ini mereka sebut sebagai „menjenguk‟ lantaran museum ini terbilang sepi dikunjungi warga kota. Ahmad mengajak 20 orang anggota komunitasnya, dan sejumlah komunitas-komunitas lain di Makassar seperti JJS Makassar, Akademi Berbagi (Akber) dan KPAJ. Dengan kunjungan ini ia berharap temantemannya bisa mempromosikan Museum Kota dengan menuliskannya di blog20. Kegiatan promosi lainnya yang dilaksanakan oleh pihak pengelola adalah keikutsertaan dalam pameran di luar daerah sehingga dapat memperlihatkan
18
Anonim. Berwisata Edukasi dan Sejarah Museum Kota Makassar. [diunduh 25 April 2014]. Sumber: URL: http://destindonesia.com/2013/12/09/berwisata-edukasi-dan-sejarah-di-museumkota-makassar. 19 Ramadhanny, Fitraya. 2013. Belum Sah ke Makassar Sebelum ke 5 Tempat ini. [diunduh 25 April 2014] Sumber: URL: http://travel.detik.com/read/2013/03/21/090943/2199654/1383/3/belum-sah-ke-makassar-sebelumke-5-tempat-ini. 21
Untung, Muhaimin A. 2014. Blogger Anging Mammiri „Jenguk‟ Museum Kota Makassar. [diunduh 25 April 2014]. Sumber: URL: http://klikmakassar.com/2014/03/01/blogger-angingmammiri-jenguk-museum-kota-makassar/.
136
koleksi yang dimiliki dan diharapkan dapat merangsang wisatawan untuk berkunjung ke Makassar.
6.7.3 Gedung Kesenian Makassar Belum banyak kegiatan promosi bagi Gedung Kesenian Makassar dalam usahanya sebagai salah satu destinasi wisata di Kota Makassar. Gedung Kesenian selama ini masih menjadi rumah bagi para seniman lokal untuk mengembangkan karyanya. Kegiatan promosi yang dilakukan lebih banyak datang dari jurnalis dan masyarakat yang menulis dalam blog, salah satu website panduan wisata dari Yogyakarta menulis tentang sejarah dan fungsi dari Gedung Kesenian serta kegiatan pagelaran film pendek karya sutradara dari Makassar juga dimuat pada harian online. Kegiatan lainnya yang pernah diselenggarakan adalah festival jalan ribura‟ne yang menggelar pameran foto-foto Makassar tempo dulu yang bekerjasama dengan sanggar seni serta Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kota Makassar. Kegiatan promosi dari pihak seniman lebih banyak informasi dari mulut ke mulut bahwa Gedung Kesenian masih beroperasi dan dapat digunakan sebagai tempat pagelaran seni.
6.8
Tahap perkembangan Bangunan Bersejarah di Kota Makassar Melalui enam komponen antara lain activities, accessibilty, amenities,
available package, activities, ancillary service ditambah dengan komponen promosi wisata, disimpulkan tahap perkembangan Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian sebagai wisata warisan budaya di Kota Makassar.
137
6.8.1
Fort Rotterdam Fort Rotterdam sebagai bangunan bersejarah merupakan salah satu daya
tarik wisata andalan di Kota Makassar. Fort Rotterdam tidak hanya banyak dikunjungi oleh wisatawan melainkan masyarakat lokal. Fort Rotterdam telah direnovasi beberapa kali setelah masa kemerdekaan dan revitalisasi secara besarbesaran baru saja dilakukan tahun 2010-2011. Lokasi strategis berada tepat di depan Pantai Losari, hotel-hotel berbintang serta fasilitas umum lainnya menjadikan Fort Rotterdam salah satu landmark wisata Kota Makassar. Melalui siklus hidup destinasi wisata oleh Butler, Fort Rotterdam diklasifikasikan dalam tahap development (pengembangan). Fort Rotterdam dalam pengelolaannya dan perbaikan telah melibatkan tidak hanya kalangan pemerintah tapi pihak luar. Di sekitar area luar kompleks Fort Rotterdam telah banyak dibangun restoran, hotel dan tempat hiburan dan juga banyak dipromosikan sebagai daya tarik wisata baik oleh Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sulawesi Selatan juga oleh biro perjalanan wisata.
6.8.2 Museum Kota Makassar Museum Kota Makassar sebagai bagian dari sejarah Kota Makassar merupakan sarana edukasi serta wisata. Keberadaannya membantu pengunjung untuk lebih memahami sejarah Kota Makassar sehingga dibutuhkan tidak hanya pelestarian tapi juga memaksimalkan potensi yang dimiliki di dalamnya. Melalui siklus hidup destinasi wisata Museum Kota Makassar dapat di klasifikasikan ke dalam tahap exploration (eksplorasi). Jumlah wisatawan yang tidak begitu besar, aksesibilitas sudah sangat baik dan faktor eksternal lainnya telah mendukung akan
138
tetapi daya tariknya sendiri harus banyak melakukan pembenahan baik secara fisik dan non fisik sehingga daya tariknya dapat lebih ditonjolkan kepada wisatawan.
6.8.3 Gedung Kesenian Makassar Gedung Kesenian Makassar merupakan peninggalan sejarah yang telah lama difungsikan sebagai Gedung Kesenian bagi masyarakat lokal akan tetapi pemanfaatannya sebagai daya tarik wisata cenderung masih baru. Oleh karena itu, Gedung Kesenian dapat klasifikasikan sebagai daya tarik yang masih bersifat exploration (eksplorasi) karena jumlah wisatawan yang masih sangat minim, secara fisik dan pengelolaan membutuhkan banyak perbaikan sehingga layak dikunjungi oleh wisatawan serta difungsikan untuk kegiatan berkesenian. Gambar 6.3 merupakan tahap perkembangan Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian pada evolusi destinasi wisata yang dikembangkan oleh Butler. Peremajaan AREA KRITIS UNTUK ELEMEN DAYA TAMPUNG WISATAWAN
Stagnasi
Konsolidasi Kemunduran
Fort Rotterdam
Keterlibatan Museum Kota & Gedung Kesenian Tahap Eksplorasi
Tahap Pengembangan
Gambar 6.3 Tahap Perkembangan Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian Sumber: Tourism Area Life Cycle Butler yang disesuaikan dengan Penelitian ini. 2014
139
BAB VII STRATEGI YANG EFEKTIF UNTUK MENINGKATKAN FORT ROTTERDAM, MUSEUM KOTA, GEDUNG KESENIAN SEBAGAI WISATA WARISAN BUDAYA DI KOTA MAKASSAR
Strategi
merupakan
keseluruhan
gagasan
yang
berkaitan
dengan
perencanaan sampai dengan pelaksanaan gagasan tersebut. Strategi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah gagasan-gagasan yang diperuntukkan bagi masing-masing bangunan bersejarah dalam pemanfaatannya sebagai wisata warisan budaya. Terlebih dahulu telah dijabarkan tahap perkembangan ketiga bangunan bersejarah sebagai wisata warisan budaya yang diuraikan melalui konsep 6A ditambah dengan faktor promosi pariwisata. Konsep 6A tersebut kemudian dikelompokkan menjadi faktor internal dan eksternal dari tahap perkembangan Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian yang bertujuan memudahkan penentuan strategi yang efektif dalam peningkatan ketiga bangunan sebagai wisata warisan budaya .
7.1
Faktor Internal dari Tahap perkembangan Faktor internal terhadap tahap perkembangan Fort Rotterdam, Museum
Kota dan Gedung Kesenian Makassar sebagai wisata warisan budaya dirangkum dari faktor atraksi dan kegiatan di daya tarik wisata. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa Fort Rotterdam merupakan bangunan bersejarah yang paling terawat dibandingkan dengan Museum Kota dan Gedung Kesenian. Kondisi bangunan Fort Rotterdam yang telah mengalami revitalisasi di seluruh bangunannya, perawatan area terbuka hijau yang terletak di dalam kompleks Fort
140
Rotterdam, revitalisasi Museum La Galigo sebagai bagian dari daya tarik Fort Rotterdam sehingga lebih nyaman dan terlihat lebih modern. Fort Rotterdam juga difungsikan sebagai tempat perkumpulkan beberapa organisasi mahasiswa, aktivitas seni dan budaya baik dari pemerintah dan penyelenggara kegiatan lainnya sehingga Fort Rotterdam semakin dikenal oleh masyarakat dan wisatawan. Pada kenyataannya masih terdapat kekurangan interaksi yang dapat membangun hubungan secara emosional wisatawan dengan benda bersejarah serta budaya lokal. Kondisi bangunan Museum Kota yang masih terlihat terawat adalah satu nilai tambah bagi keberadaan bangunan bersejarah di antara pesatnya pembangunan Kota Makassar. Memasuki bagian dalam museum dan melihat kekayaan koleksi yang dimiliki sangat kontras terlihat kekurangan fasilitas bagi perawatan benda bersejarah. Ruang pamer pada lantai bawah tidak dilengkapi dengan pendingin ruangan yang suhunya sesuai serta pencahayaan yang mengandalkan cahaya seadanya dari alam serta kebocoran di tempat memamerkan foto-foto sejarah pemerintahan Kota Makassar sehingga dapat berbahaya bagi koleksi yang disimpan. Aktivitas yang banyak dilaksanakan di Museum Kota adalah kegiatan kunjungan dari siswa sekolah atau mahasiswa yang merupakan target pengunjung dan penampilan alat musik tradisional oleh siswa. Gedung Kesenian sebagai tempat perkembangan seni di Kota Makassar adalah bangunan dengan kondisi yang cukup memprihatinkan. Perbaikan bertahap yang belum terselesaikan menjadi kendala bagi seniman untuk mengadakan kegiatan seni. Banyak ruangan di dalam gedung sudah tidak layak digunakan,
141
panggung ruang pertunjukan tertutup masih dalam proses perbaikan dan tumpukan sisa bangunan yang dibiarkan begitu saja di ruang pertunjukan tertutup. Atraksi seni yang dulunya menghidupkan bangunan ini sudah lama tidak lagi dapat diselenggarakan karena kondisi bangunan.
7.2
Faktor Eksternal dari Tahap perkembangan Faktor eksternal terhadap tahap perkembangan ketiga bangunan bersejarah
diambil dari faktor aksesibilitas, fasilitas penunjang pariwisata, ketersediaan paket wisata, pelayanan pendukung dan promosi wisata. Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian terletak di pusat kota dan berdekatan satu sama lain sehingga mudah dijangkau menggunakan angkutan umum dan fasilitas umum seperti bandar udara. Nilai tambah lainnya bahwa ketiga bangunan bersejarah terletak dekat dengan fasilitas penunjang seperti sarana akomodasi yang terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2013 peningkatan jumlah hotel di Kota Makassar mencapai 65% ditambah dengan peningkatan restoran dengan berbagai jenis pilihan menu western, Japanese dan masakan lokal Indonesia dan khas Makassar. Ketersediaan pramuwisata dengan pilihan berbagai bahasa Jerman, Italia, Spanyol, Belanda, Perancis, Arab, Inggris, Jepang dan Mandarin. Paket wisata ke Kota Makassar yang ditawarkan oleh biro perjalanan wisata bagi wisatawan mancanegara dan nusantara pasti mengunjungi Fort Rotterdam. Gedung Kesenian dan Museum Kota belum banyak ditawarkan sehingga menjadi konsumsi bagi kalangan tertentu. Secara umum pelayanan pendukung dalam kegiatan pariwisata di Kota Makassar telah tersedia. Pelayanan bank internasional, penukaran uang, pelayanan kesehatan berstandar internasional,
142
saran telekomunikasi serta tourist informaion centre telah tersedia seiring dengan pesatnya perkembangan kota. Fort Rotterdam dan Gedung Kesenian sebagai pemanfaatannya dalam pariwisata berada di bawah pengelolaan Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Sulawesi Selatan. Kegiatan promosi Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Sulawesi Selatan memperkenalkan secara umum seluruh daya tarik wisata di Provinsi Sulawesi Selatan dengan keikutsertaan dalam MATTA di Kuala Lumpur, NATAS travel fair di Singapura. Brosur, tourist map, buku informasi wisata dibuat untuk mempermudah wisatawan dan bagian dari alat pembantu promosi. Selain itu, dibuat website khusus untuk pariwisata di Sulawesi Selatan. Adanya kunjungan jurnalis dari dalam dan luar negeri ke beberapa daya tarik wisata termasuk Fort Rotterdam. Museum La Galigo sebagai bagian dari Fort Rotterdam memiliki program sendiri berupa educational tour bagi siswa sekolah, pemilihan duta museum dan keikutsertaan dalam pameran temporer di berbagai kota. Museum Kota pengelolaannya di bawah Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Makassar. Promosi yang banyak dilaksanakan lebih menargetkan kunjungan siswa sekolah dan mahasiswa. Brosur dibuat sebagai salah satu alat bantu promosi, kunjungan dari jurnalis lokal dan organisasi pemuda serta Museum Kota menjadi salah satu destinasi wisata pada website Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kota Makassar. Kegiatan promosi yang dilaksanakan oleh seniman pengelola Gedung Kesenian tidak banyak, promosi lebih mengandalkan informasi yang beredar
143
antara sesama seniman. Promosi yang banyak dilakukan oleh pihak lain seperti jurnalis majalah wisata dari Yogyakarta menulis tentang Gedung Kesenian serta kegiatan seni yang dilaksanakan di Gedung Kesenian kemudian dimuat pada beberapa harian online.
7.3
Strategi Pengembangan Wisata warisan budaya di Kota Makassar Perumusan strategi terhadap ketiga bangunan bersejarah berdasarkan pada
kenyataan yang didapatkan selama melaksanakan observasi dan proses pengumpulan data penelitian. Strategi yang efektif untuk penelitian ini adalah strategi intensif yang terdiri dari pengembangan produk, penetrasi pasar dan pengembangan pasar. Strategi intesif dipilih sebagai strategi pengembangan Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian karena ketiga bangunan bersejarah tersebut memiliki potensi sebagai produk pariwisata sehingga memerlukan usaha-usaha intensif untuk dapat bersaing dengan daya tarik wisata lainnya di berbagai daerah di Indonesia.
7.3.1 Fort Rotterdam Langkah-langkah dalam implementasi strategi pengembangan produk pada Fort Rotterdam antara lain: 1.
Fort Rotterdam yang terletak di pusat kota dan berlokasi di depan Pantai Losari sehingga banyak pengusaha melihat potensi bisnis baik berupa akomodasi, restoran dan kafe. Perlu adanya penegakan aturan yang telah dibuat oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya tentang zonasi di areal Fort Rotterdam sehingga pembangunan fasilitas kota dan usaha penunjang
144
pariwisata tidak mengganggu keberadaan bangunan bersejarah. Selain itu, dinyatakan dalam Peraturan Daerah Kota Makassar nomor 6 tahun 2006 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Makassar bahwa strategi pengembangan kawasan khusus konservasi budaya adalah mendukung program pelestarian budaya (lingkungan dan bangunan) melalui penataan kembali kawasan konservasi budaya yang bisa tetap bersinergi dengan pertumbuhan lingkungan sekitarnya. Pernyataan terebut seharusnya menjadi landasan dalam pengembangan kawasan sekitar Fort Rotterdam oleh karena terdapat beberapa bangunan cagar budaya di sekitar Fort Rotterdam. 2.
Kota Makassar kaya akan budaya dari beberapa suku yaitu suku makassar, bugis, mandar dan Toraja sehingga benda-benda bersejarah yang tersimpan di dalam Museum La Galigo sangat beragam. Perlu adanya atraksi yang dapat bersentuhan langsung dengan wisatawan yang mengunjungi museum seperti peragaan terhadap alat musik yang juga bisa dipraktekan oleh wisatawan. Baju adat yang dapat dikenakan dan diabadikan dalam sebuah foto sehingga meninggalkan kesan. Hal tersebut dapat memberdayakan masyarakat sekitar sebagai pengusaha fotografi dengan regulasi yang tegas dari pengelola sehingga terkesan tidak memaksa wisatawan.
3.
Meningkatan standarisasi kualitas pelayanan yang telah ada, yaitu pelayanan mulai dari wisatawan masuk ke kompleks Fort Rotterdam dan Museum La Galigo. Memberikan informasi yang tepat, harga tiket yang sesuai dengan peraturan daerah yang diberlakukan pemerintah, penguasaan bahasa asing seperti bahasa inggris. Pembaharuan terhadap sumber daya manusia pada
145
pengelola Museum La Galigo yang diharapkan dapat memberi ide-ide baru dalam mengembangkan Fort Rotterdam dan Museum La Galigo. 4.
Peningkatan fasilitas umum seperti toilet yang berstandar internasional sehingga nyaman digunakan bagi wisatawan asing dan perpustakaan untuk menyimpan buku-buku tentang sejarah Kota Makassar, Sulawesi Selatan dan hasil penelitian.
5.
Peningkatan perawatan terhadap kebersihan lingkungan di sekitar kompleks Fort Rotterdam. Adanya sampah yang awalaupun terdapat dibeberapa sudut yang tak terlihat, seperti parit kecil di sisi bangunan akan tetapi memerlukan perhatian sehingga tidak mengurangi keindahan sekeliling bangunan.
6.
Memberikan pemahaman dan sanksi yang tegas kepada pengunjung sehingga aksi vandalisme yang masih banyak terjadi pada dinding-dinding bangunan Fort Rotterdam dapat diminimalisasi.
7.
Pengembangan wisata kota lama yang sampai saat ini belum dikembangkan pada wilayah di sekitar Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian dengan target pasar bagi siswa sekolah dan mahasiswa pada awalnya. Setelah fasilitas mulai ditingkatkan kemudian target pasar dikembangkan kepada wisatawan. Langkah-langkah implementasi pada strategi penetrasi dan pengembangan
pasar terhadap Fort Rotterdam tertuju pada Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sulawesi Selatan selaku pihak pengelola dalam pemanfaatan Fort Rotterdam sebagai daya tarik wisata, antara lain:
146
1.
Wisatawan dari Belanda adalah jumlah wisatawan dari Eropa yang terbanyak mengunjungi Kota Makassar, sedangkan untuk wisatawan asing dari Asia sebagian besar berasal dari Jepang dan Malaysia. Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sulawesi Selatan hampir setiap tahun telah turut serta dalam Tong-Tong Fair di Belanda untuk mempromosikan daya tarik wisata di Kota Makassar yang memiliki arsitektur Belanda. Promosi yang telah dilaksanakan tidak hanya berhenti setelah selesainya travel fair akan tetapi kegiatan promosi yang telah ada ditingkatkan dengan perbaikan terhadap pelayanan informasi website yang tersedia dalam berbagai bahasa, pengelompokan daya tarik wisata sesuai dengan jenis, seperti wisata warisan budaya, alam atau minat khusus dan informasi tentang event pariwisata tahunan yang selalu diperbaharui.
2.
Menjalin kerjasama dengan mitra kerja dari berbagai travel fair yang telah dihadiri. Dibuat sebuah newsletter yang dikirimkan melalui email sehingga kegiatan promosi yang terus-menerus dapat dilakukan dan memberikan informasi terbaru tentang wisata di Sulawesi Selatan dan event yang diselenggarakan.
3.
Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sulawesi Selatan saat ini mengembangkan wisata mudik terhadap warga negara Malaysia dan Singapura keturunan Sulawesi Selatan. Pembukaan penerbangan langsung dari Malaysia dan Singapura ke Kota Makassar merupakan salah satu alasan wisatawan Malaysia termasuk dalam wisatawan asing terbanyak urutan ketiga setelah
Belanda
dan
Jepang
yang
mengunjungi
Kota
Makassar.
147
Pengembangan wisata mudik dapat dilakukan di beberapa negara lainnya seperti Australia dan negara-negara Asia tenggara lainnya. Hal tersebut dapat menjadi peluang untuk menambah penerbangan internasional langsung ke Makassar. 4.
Pengadaan website tersendiri bagi Fort Rotterdam yang memuat tidak hanya informasi, lokasi dan jadwal event yang akan berlangsung di Fort Rotterdam dan Museum La Galigo.
5.
Meningkatkan kerjasama yang telah ada dengan sekolah-sekolah dari berbagai tingkatan sekolah dasar, menegah pertama dan menengah atas untuk mengunjungi Fort Rotterdam dan menanamkan kecintaan kepada bangunan bersejarah.
7.3.2 Museum Kota Makassar Hasil dari temuan yang didapatkan selama observasi menghasilkan penyusunan langkah-langkah strtaegi pengembangan produk terdiri dari: 1.
Perbaikan fisik bangunan Museum Kota Makassar berupa perbaikan terhadap kerusakan langit-langit, pengelupasan cat pada dinding yang meninggalkan kesan tidak terawat pada bangunan. Perbaikan tentunya harus sesuai dengan aturan dan Undang-undang nomor 11 tahun 2010 tentang cagar budaya.
2.
Pembaharuan fasilitas museum berupa lemari atau kotak yang digunakan untuk memamerkan koleksi, pencahayaan dan suhu ruangan yang sesuai untuk benda-benda bersejarah, dibutuhkan storage yang memadai bagi penyimpanan koleksi museum yang tidak dipamerkan.
148
3.
Peningkatan kualitas pelayanan kualitas sumber daya manusia berupa penguasaan bahasa asing dan penyediaan ahli perawatan koleksi museum.
4.
Pengadaan website khusus bagi Museum Kota sehingga pengelola memiliki keleluasaan dalam memberikan informasi terhadap event yang akan diadakan, pelayanan program edukasi yang disediakan serta koleksi yang dimiliki.
5.
Guna meningkatkan kontribusi pendapatan, diperlukan penjualan tiket masuk museum setelah adanya perbaikan Museum Kota Makassar. Dengan adanya pendapatan akan terdapat pula anggaran perawatan dan perbaikan. Implementasi pada strategi penetrasi dan pengembangan pasar terhadap
Museum Kota Makassar, antara lain: 1.
Museum Kota Makassar yang target utama kunjungannya oleh siswa sekolah melalui strategi perbaikan fisik bangunan dan pembenahan kualitas museum dapat meningkatkan tingkat kunjungan wisatawan mancanegara dan nusantara dengan mengadakan kerjasama terhadap pihak HPI, ASITA, PHRI serta organisasi pariwisata lainnya.
2.
Target pasar untuk siswa sekolah yang telah dilaksanakan saat ini, dikembangkan kepada siswa sekolah di luar Kota Makassar seperti kabupaten Gowa, Maros, Pangkep, Takalar dan Malino yang waktu jarak tempuhnya sekitar 1-2 jam ke Kota Makassar.
7.3.3 Gedung Kesenian Makassar Terdapat beberapa langkah yang perlu dilaksanakan dalam rangka pengembangan Gedung Kesenian sebagai produk wisata di Kota Makassar, antara lain:
149
1.
Perbaikan
terhadap
tampilan
fisik
Gedung
Kesenian,
mulai
dari
menghilangkan kesan kumuh terhadap warna dinding, perbaikan panggung ruang pertunjukan tertutup, perbaikan ruang pertunjukan terbuka, perbaikan langit-langit yang telah mengalami kebocoran. Perbaikan Gedung Kesenian bertujuan membuatnya menjadi layak untuk dikunjungi dan sebagai pusat perkembangan seni di Kota Makassar. 2.
Penambahan fasilitas modern tanpa meninggalkan keaslian dan tetap mempertahankan arsitektur bangunan. Fasilitas yang dimaksud adalah pencahayaan panggung, tata suara dan fasilitas lain yang mendukung pertunjukan seni.
3.
Adanya fasilitas galeri yang bertujuan memberikan pemahaman sejarah bangunan, perkembangan seni dan perpustakaan.
4.
Pengembangan Gedung Kesenian sebagai pusat pengembangan seni tradisional dengan adanya pengelola yang lebih jelas. Pengelola dapat merangkul sanggar seni untuk datang dan melaksanakan latihan dan pertunjukan di Gedung Kesenian. event musik jazz dan teater yang berskala internasional juga dapat dilaksanakan di Gedung Kesenian. Langkah-langkah bagi strategi penetrasi pasar dan pengembangan pasar untuk
Gedung Kesenian yaitu: 1.
Gedung Kesenian merupakan bagian dari sejarah Kota Makassar sehingga memiliki potensi yang dapat dikembangkan bagi produk wisata. Revitalisasi sangat diperlukan untuk mengembangkan target pasar pengunjung Gedung
150
Kesenian, dari hanya penggiat seni menjadi wisatawan mancanegara dan nusantara. 2.
Menjalin kerjasama dengan biro perjalanan wisata dan organisasi pariwisata seperti ASITA, PHRI dan HPI sehingga informasi tentang pertunjukan seni dapat informasikan kepada wisatawan.
3.
Adanya website khusus bagi Gedung Kesenian yang menyajikan jadwal pertunjukan seni, pemutaran film dan pertunjukan tarian tradisional sehingga mudah diakses oleh wisatawan.
151
BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya maka akan diuraikan simpulan dan saran terkait dengan bentuk pemanfaatan, tahap perkembangan serta strategi yang efektif untuk meningkatkan ketiga bangunan bersejarah sebagai wisata warisan budaya di Kota Makassar.
8.1
Simpulan Berdasarkan pembahasan terhadap ketiga rumusan masalah yang diangkat
di dalam penelitian ini, maka dapat ditarik simpulan, sebagai berikut: Pemanfaatan beberapa bangunan bersejarah di Kota Makassar saat ini berfungsi sebagai daya tarik wisata. Beberapa bangunan bersejarah tersebut adalah Fort Rotterdam dan Museum Kota yang dahulu sebagai pusat pemerintahan dan Gedung Kesenian Makassar sebagai lambang kehidupan sosial pemerintahan kolonial. Pemanfaatan Fort Rotterdam pada awalnya adalah sebagai benteng bagi Kerajaan Gowa kemudian oleh pemerintah Belanda difungsikan sebagai pusat pemerintahan, pemukiman dan perdagangan. Pemanfaatan Fort Rotterdam setelah Indonesia merdeka adalah sebagai daya tarik wisata, pemerintah kemudian melaksanakan banyak perbaikan dalam usaha pelestarian serta menjadikan Fort Rotterdam layak dikunjungi oleh wisatawan. Pemanfaatan Museum Kota (Gementeehuis) awalnya merupakan kantor walikota yang dibangun pemerintah Belanda. Gementeehuis setelah beberapa kali berubah fungsi pada tahun 2000 dijadikan Museum Kota yang menyimpan koleksi bersejarah
152
yang menceritakan sejarah awal dan perkembangan Kota Makassar. Pemanfaatan Gedung Kesenian Makassar pada awal perkembangannya merupakan tempat penyelenggaraan acara resmi, pertunjukan sandiwara, dansa bagi pemerintah kolonial. Selama beberapa tahun setelah Indonesia merdeka Gedung Kesenian dimanfaatakan sebagai kantor pemerintahan, setelah masa reformasi Gedung Kesenian Makassar dimanfaatkan kembali sebagai pusat berkesenian. Tahap perkembangan Fort Rotterdam sebagai daya tarik wisata warisan budaya digolongkan pada tahap pengembangan (development). Fort Rotterdam telah ditata apik dengan adanya ruang terbuka hijau, perawatan bangunan dan keberadaan Museum La Galigo yang berlokasi di dalam kompleks Fort Rotterdam menambah daya tariknya. Museum Kota Makassar sebagai daya tarik wisata warisan budaya berada pada tahap eksplorasi (exploration) selain karena status museum yang masih dalam tahap persiapan, keadaan fisik bangunan serta fasilitas ruang pamer museum masih memerlukan peningkatan. Gedung Kesenian Makassar dikelompokkan dalam tahap eksplorasi (exploration) karena saat ini kondisi gedung yang masih dalam proses perbaikan menyebabkan beberapa ruangan masih dalam kondisi rusak. Keberadaan daya tarik wisata moderen seperti Trans Studio, Bugis Waterpark dan Gowa Discovery Park tidak memberi peningkatan dan penurunan terhadap kunjungan ketiga bangunan bersejarah, oleh karena kunjungan terhadap Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian memiliki pengunjung dengan minat khusus terhadap sejarah dan budaya sedangkan Trans Studio, Bugis Waterpark dan Gowa Discovery Park lebih banyak diminati oleh pengunjung,
153
khususnya pengunjung domestik karena dalam satu tempat telah terdapat fasilitas lengkap bagi kebutuhan wisata keluarga. Strategi yang efektif untuk meningkatkan ketiga bangunan bersejarah sebagai wisata warisan budaya adalah dengan strategi intensif yang terdiri dari strategi pengembangan produk, penetrasi pasar dan pengembangan pasar. Strategi pada pengembangan Fort Rotterdam yang telah dilaksanakan pihak pengelola kemudian memerlukan peningkatan antara lain peningkatan pelayanan melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia, fasilitas umum, kebersihan di dalam dan sekitar Fort Rotterdam, penegakan aturan zonasi dan perda tentang rencana tata ruang wilayah, memperbaharui dan meningkatkan informasi di dalam website pariwisata Kota Makassar kemudian pengembangan target pasar wisata mudik ke beberapa negara Asia dan Australia. Strategi baru yang perlu serta dilaksanakan adalah Pemahaman dan sanksi tegas terhadap aksi vandalisme, menjalin kerjasama secara terus menerus dengan mitra kerja dari travel fair yang telah dihadiri sehingga informasi serta event wisata dapat diketahui. Strategi pengembangan pada Museum Kota yang telah dilaksanakan dan perlu di tingkatkan dengan serius adalah perbaikan dan penataan terhadap bangunan Museum Kota, fasilitas pencahayaan dan suhu ruangan serta museum dilengkapi dengan storage yang memadai. Strategi baru yang dapat diterapkan pada antara lain pengembangan target pasar yaitu dari pengunjung siswa sekolah diperluas menjadi wisatawan dengan kerjasama intensif kepada BPW dan organisasi pariwisata lainnya serta sarana pendukung seperti website khusus bagi Museum Kota Makassar. Strategi pengembangan bagi Gedung Kesenian
154
Makassar yang telah ada saat ini dan memerlukan perhatian dari pihak pengelola adalah perbaikan terhadap fisik bangunan, pengadaan fasilitas galeri yang memberikan penjelasan tetang sejarah Gedung Kesenian, dan adanya kejelasan struktur pengelola gedung sehingga terdapat jembatan komunikasi antara seniman dan pemerintah selaku penanggung jawab benda cagar budaya. Strategi baru yang dapat diterapkan yaitu kerjasama dengan BPW dan organisasi pariwisata serta pengadaan website khusus bagi Gedung Kesenian Makassar.
8.2
Saran Optimalisasi terhadap pemanfaatan ketiga bangunan bersejarah sebagai
wisata warisan budaya di Kota Makassar yang mengacu pada data yang didapatkan selama penelitian, maka dapat disarankan anatara lain: Bagi Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dan Kota Makassar bahwa penerapan tentang aturan tata ruang pengembangan pariwisata dan kawasan cagar budaya seharusnya dapat berjalan bersinergi. Bangunan bersejarah seperti Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian adalah potret perkembangan Kota Makassar serta mengandung nilai sejarah, budaya dan perjuangan masyarakat terdahulu. Pembangunan fasilitas wisata sangat diperlukan dalam menyukseskan pariwisata tetapi tidak boleh dilupakan bahwa kelestarian bangunan bersejarah menjadi tanggung jawab bersama. Bagi pengelola Fort Rotterdam dalam hal ini Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sulawesi Selatan beserta unit pelaksanan teknik dinas Museum La Galigo perlunya perekrutan sumber daya manusia baru di museum sehingga terdapat ideide baru dalam mengembangkan museum sebagai daya tarik wisata. Keberadaan
155
aktivitas pertunjukan seni tradisional di Fort Rotterdan sangat baik akan tetapi perlu kaji kembali tentang keberadaan panggung moderen yang berlokasi di tengah-tengah bangunan karena mengurangi nilai kesejaharaan Fort Rotterdam. Pertunjukan seni dapat diselenggarakan di arena kecil sebelah selatan kompleks Fort Rotterdam sehingga lebih menyatu dengan atmosfer sejarah di sekelilingnya. Pengembangan wisata warisan budaya tidak hanya melibatkan akademisi pariwisata tetapi juga arkeolog dan ahli sejarah sehingga dapat menghasilkan pariwisata yang berkelanjutan. Bagi Pengelola Museum Kota dalam hal ini Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Makassar bahwa Museum Kota yang menyimpan benda dengan nilai sejarah dan budaya Kota Makassar sangat memerlukan perbaikan, pembenahan dan penataan. Peningkatan kualitas museum akan menjadi acuan dan semangat baru bagi pengelola museum setempat dalam membuat kegiatan yang lebih baik dan menarik pengunjung lebih banyak. Bagi Pengelola Gedung Kesenian yang saat ini dipegang oleh Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sulawesi Selatan bahwa Gedung Kesenian dapat menjadi destinasi wisata baru bagi Kota Makassar setelah adanya revitalisasi. Gedung Kesenian dimanfaatkan sebagai pusat kegiatan dan pementasan seni tradisional dan modern sehingga wisatawan tentunya tidak hanya akan menghabiskan satu malam di Makassar setelah perjalanan dari Toraja melainkan beberapa hari di Kota Makassar Bagi Pelaku pariwisata bahwa dukungan terhadap peningkatan wisata warisan budaya di Kota Makassar merupakan salah satu tanggung jawab pelaku
156
industri pariwisata. Kota Makassar tidak hanya dapat menjadi daerah tujuan wisata kedua setelah Toraja bagi wisatawan asing tetapi juga menjadi destinasi wisata utama yang melengkapi kekayaan budaya di Sulawesi Selatan.
157
DAFTAR PUSTAKA Agusta Ivanovich. 1998. Metode Kualitatif. Lokakarya Metode Kualitatif. Bogor 11 Oktober 2005 Anonim. 2005. Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 6 Tahun 2006 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Makassar 2005-2015. Pemerintah Republik Indonesia. Anonim. 2007. Pengelolaan Koleksi Museum. Jakarta: Direktorat Museum, Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. Anonim. 2009. Undang-Undang Kepariwisataan Nomor 10 Tahun 2009. Pemerintah Republik Indonesia Anonim. 2010. Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor: PM.59/PW.007/MKP/2010. Pemerintah Republik Indonesia Anonim. 2010. Undang-undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya. Pemerintah Republik Indonesia Anonim. 2011. Indikator Ekonomi Sulawesi Selatan Tahun 2000-2010. Makassar: Badan Pusat Statistik. Anonim. 2011. Museum La Galigo. Makassar: Gramajapa Bersaudara Mandiri. Anonim. 2013. Makassar dalam Angka 2013. Makassar: Badan Pusat Statistik Kota Makassar. Ardika, I Wayan. 2007. Pusaka Budaya dan Pariwisata. Denpasar: Pustaka Larasan Arysad Nurul Ifada. 2013. “Penjual Pisang Epe di Kota Makassar (Suatu Studi Antropologi
Perkotaan)”.
(Skripsi
Jurusan
Antropologi).
Makassar:
Universitas Hasanuddin Asmunandar. 2008. “Membangun Identitas Makassar Melalui Kota Kuna Makassar”. (Tesis Program Studi Arkeologi). Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada
158
Butler, R.W. 2011. Tourism Area Life Cycle. Dalam: Cooper Chris, editor. Contemporary Tourism Reviews. Oxford: Goodfellow Publisher Limited. Hal: 6-7 Chulsum, Umi dan Novia Windy. 2006. “Kamus Besar Bahasa Indonesia” Jakarta: Kashiko. Cooper, Chris dkk. 2005. Tourism: Principles and Practice. England: Prentice Hall. David, Fred R. 2009. Manajemen Strategi Konsep. Jakarta: Salemba Empat Fuad M dkk. 2000. Pengantar Bisnis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Heriyanto Albertus dan B. Sandjaja. 2006. Panduan Penelitian. Jakarta: Prestasi Pustaka. Indrianto Agoes. 2007. Interpreting the Past-Creating Surabaya Heritage Trail. Dalam: Janet Cochrane, editor. Asian Tourism: Growth and Change. United Kingdom: Elsevier. Hal: 357-368 Mansyur, Syahruddin. 2010. “Konstruksi Baru Pameran Museum Kota Makassar”. (Tesis Program Studi Arkeologi). Jakarta: Universitas Indonesia Masdoeki, Abdul Muttalib dan Bahru Kallupa. 1986. Benteng Ujung Pandang (Fort Rotterdam). Makassar: Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Sulawesi Selatan. Middleton, Victor TC. 1996. Marketing Issues in Heritage Tourism: an International Persepctive. dalam: Nuryanti Wiendu. 1997. Tourism and Heritage Management. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal: 216 Mulyadi,
Yadi.
Pengembangan
2007.
Pentingnya
Kawasan
Budaya
Partisipasipasi Terpadu
dan
Masyarakat Kawasan
dalam Strategis
Konservasi Warisan Budaya di Kota Makassar. (Serial online), [Diunduh 08 November 2013]. Sumber: URL: http://repository.unhas.ac.id/PentingnyaPartisipasi.html Natsir, Mohammad, Syahrawi Mannan dan Nurbuayh Abubakar. 2010. Bangunan Bersejarah di Kota Makassar. Makassar: Balai Pelestarian Cagar Budaya.
159
Nuraeda, Siti, Muhammad Masrury dan Agung Mokobombang. 2008. Album Sejarah dan Kepurbakalaan Sulawesi Selatan (Wisata Kultural Historis). Makassar: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sulawesi Selatan. Nuryanti, Wiendu. 2009. Sinergi Arsitektur dan Pariwisata dalam Membangun Indonesia Kreatif. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta 8 Juni 2009. Page, Stephen J, Paul Brunt, Graham Busby, Jo Connell 2001. Tourism a Modern Synthesis. First Edition. Cengage Learning. Pendit, S Nyoman. 1994. Ilmu Pariwisata Sebuah Pengantar Perdana. Jakarta: Pradnya Paramita. Pitana, I Gede dan Ketut Surya Diarta. 2009. Pengantar Ilmu Pariwisata. Cetakan Pertama. Yogyakarta: Andi Offset. Pitana, I Gede dan Putu G. Gayatri. 2005. Sosiologi Pariwisata. Yogyakarta: Andi offset. Rahajoe, Rita Poedji. 2007. “Strategi Pengembangan Wisata Heritage Sebagai Daya Tarik wisata di Kota Surabaya” (Tesis Program Studi Kajian Pariwisata). Denpasar: Universitas Udayana Rangkuti Freedy. 2005. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Rukendi Cecep dkk. 2010. Destination Management of Urban Cultural Heritage Tourism from Stakeholders‟ Perspective: A case Study of Jakarta Old Town, Indonesia.
[Diunduh
23
November
2013].
Sumber:
URL:
storage.globalcitizen.net/.../2012012816531870 Sirajuddin, Ilham Arief. 2008. Penyampaian Visi dan Misi Calon Walikota Makassar 2009-2014. Makassar 12 Oktober 2008. Soekadijo, R.G. 1996. Anatomi Pariwisata Memahami Pariwisata Sebagai “systemic linkage”. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Southall, Carol dan Peter Robinson. 2011. Heritage Tourism. Dalam Robinson Peter, Heitmann Sine, Dieke Dr Peter. Research Theme for Tourism. CAB International: Library of Congress Cataloging-in-Publication Data. Hal: 177
160
Suwena, I Ketut dan I Gusti Ngurah Widyatmaja. 2010. Pengetahuan Dasar Ilmu Pariwisata. Denpasar: Udayana University Press. Tika, Zainuddin dkk. 2013. Makassar Tempo Doeloe. Makassar: Kantor Arsip, Perpustakaan dan Pengolahan Data Pemerintah Kota Makassar bekerjasama dengan Lembaga Kajian dan Penulisan Sejarah Budaya Sulawesi Selatan. Vellas Francois dan Lionel Becherel. 2008. Pemasaran Pariwisata Internasional: Sebuah Pendekatan Strategis. (Indriati, Penerjemah). Jakarta: Yayasan Obor. Wahyudi, Wanny Rahardjo 2006. Pengemasan Benda cagar Budaya Sebagai Aset Pariwisata. dalam: Yoeti Oka A, editor. Pariwisata Budaya Masalah dan Solusinya. Jakarta: Pradnya Paramita. Hal: 315-321 Widiastini, Ni Made Ary. 2008. “Pemanfaatan Puri sebagai Objek dan Daya Tarik Wisata serta Implikasinya terhadap Desa Pakraman Ubud Gianyar Bali”. (Tesis Program Studi Kajian Pariwisata). Denpasar: Universitas Udayana. Yoeti, Oka A. 1996. Pengantar Ilmu Pariwisata. Edisi Revisi. Bandung: Angkasa. Yoeti, Oka A. 2003. Tours and Travel Marketing. Jakarta: Pradnya Paramitha. Yoeti, Oka A. 2005. Perencanaan Strategis Pemasaran Daerah Tujuan Wisata. Jakarta: Pradnya Paramitha Yusriana. 2011. “Arahan Kebijakan Revitalisasi Kawasan Benteng Ujung Pandang”. (Tesis Program Studi Arkeologi). Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
161
DAFTAR INFORMAN PENELITIAN Nama Peneliti Judul Peneltian Waktu Penelitian Lokasi Penelitian No
: Rafika Hayati :Pemanfaatan Bangunan Bersejarah sebagai Wisata Warisan Budaya di Kota Makassar : Januari – Februari 2014 : Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian
Nama Informan
Jabatan
1.
Drs. Syarifuddin Rahim. M.Si
Sekretaris Kepala Dinas
2.
Drs. Abdul Rahim. M.Si
Kasi Sejarah dan Nilai Tradisional
3.
Maryam Yusuf. SE
Pegawai
4.
Drs. Mohammad Natsir, M.Pd
5.
Dr. Farid Said, S.Pd., M.Pd
6.
Dr. Muslimin, M.Hum
7. 8. 9.
Drs. Nuryadin Dra. Hj. Andi Sainarwana Muhammad Nasir
10. 11. 12. 13.
Dra. Nurharlah Dahlan, M.Hum Arman Dewarti Sukma Sillanan Yadi Mulyadi. S.S., MA
Kapokja Pemanfaatan dan Pengembangan Ketua Jurusan Manajemen Perjalanan Kapokja Dokumentasi dan Publikasi Kepala Museum Kasubag Tata Usaha Staff Seksi Koleksi dan Pemberdayaan Museum Pengelola Kurator Manajer Artistik Staff Anggota
14.
Suhardi. S.Pd
Ketua
Instansi Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Sulawesi Selatan Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Sulawesi Selatan Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Sulawesi Selatan Balai Pelestarian Cagar Budaya Kota Makassar Akademi Pariwista Makassar Balai Pelestarian Cagar Budaya Kota Makassar UPTD Museum La Galigo UPTD Museum La Galigo UPTD Museum La Galigo
UPTD Museum Kota Gedung Kesenian Gedung Kesenian Ujung Pandang Heritage Society Himpunan Pramuwisata Sulawesi Selatan
162
PEDOMAN WAWANCARA I Judul Penelitian: Pemanfaatan Bangunan Bersejarah Sebagai Wisata Warisan Budaya di Kota Makassar Informan: Sekretaris Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Sulawesi Selatan Identitas Informan (ditanyakan secara lisan oleh pewawancara) Nama
:
Jabatan
:
Jenis Kelamin : Umur
:
Pertanyaan (ditanyakan secara lisan oleh pewawancara) Pemanfaatan bangunan bersejarah dalam bentuk Perspektif ruang 1. Bagaimana peran Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Sulawesi Selatan dalam rekonstruksi/perbaikan Fort Rotterdam dan Gedung Kesenian bertujuan untuk pemanfaatannya sebagai wisata warisan budaya? 2. Apakah Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Sulawesi Selatan memiliki peran dalam penentuan benda-benda bersejarah yang akan disimpan di dalam musem La GaligoFort Rotterdam? Pemanfaatan bangunan bersejarah dalam bentuk Perspektif Waktu 3. Apakah Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Sulawesi Selatan pernah mengadakan pertemuan berupa pelatihan untuk pramuwisata tentang sejarah Fort Rotterdam dan Gedung Kesenian? 4. Apakah pihak Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Sulawesi Selatan memiliki brosur/buku informasi wisata untuk Fort Rotterdam dan Gedung Kesenian yang berguna untuk memberikan informasi kepada wisatawan? 5. Apakah Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Sulawesi Selatan memiliki atraksi pendukung dalam menyampaikan sejarah bangunan dari masa ke masa kepada wisatawan?
163
Pemanfaatan bangunan bersejarah dalam bentuk Perspektif Sosial Budaya 6.
Apakah mitos atau legenda yang melekat pada Fort Rotterdam menjadi salah satu nilai tambah pada saat dipromosikan oleh Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Sulawesi Selatan?
Tahap perkembangan Fort Rotterdam sebagai wisata warisan budaya 7.
Bagaimana pelaksanaan kawasan zonasi terhadap kegiatan wisata di Apakah Fort rotterdam?
8.
Apakah Fort Rotterdam, pernah dijadikan sebagai tempat terselenggaranya event pariwisata?
9.
Apakah Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Sulawesi Selatan memiliki program pemberdayaan bagi transportasi umum untuk memudahkan wisatawan berkunjung ke Fort Rotterdam?
10. Apakah terdapat peningkatan jumlah hotel atau jenis akomodasi lainnya di sekitar Fort rotterdam? 11. Apakah Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Sulawesi Selatan memiliki tourist information service di area publik untuk memperkenalkan Fort rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian? 12. Apakah pemerintah memiliki kerjasama dengan biro perjalanan wisata, hotel atau organisasi pariwisata lainnya untuk memperkenalkan Fort rotterdam? 13. Apakah Gedung Kesenian telah dipromosikan sebagai daya tarik wisata di Kota Makassar? 14. Langkah-langkah apa saja serta yang dilakukan oleh Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Sulawesi Selatan
dalam mempromosikan Fort
Rotterdam? (Humas, Periklanan, Material grafis dan promosi) 15. Bagaimana langkah kedepannya Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Sulawesi Selatan untuk pengembangan Fort Rotterdam dan Gedung Kesenian sebagai wisata warisan budaya di Kota Makassar?
164
PEDOMAN WAWANCARA II Judul Penelitian: Pemanfaatan Bangunan Bersejarah Sebagai Wisata Warisan Budaya di Kota Makassar Informan: Pengelola Kurator UPTD Museum Kota Makassar Identitas Informan (ditanyakan secara lisan oleh pewawancara) Nama
:
Jabatan
:
Jenis Kelamin : Umur
:
Pertanyaan (ditanyakan secara lisan oleh pewawancara) Pemanfaatan bangunan bersejarah dalam bentuk Perspektif ruang 1.
Apakah gedung Museum Kota pernah diperbaiki/revitalisasi/renovasi sebelumnya? Apabila pernah, sudah berapa kali?
2.
Bagaimana pengelola Museum Kota menata koleksi museum? Apakah terdapat tema tertentu di setiap ruangan?
Pemanfaatan bangunan bersejarah dalam bentuk Perspektif Waktu 3.
Apakah pengelola pernah mengadakan pertemuan untuk pramuwisata tentang sejarah Museum Kota Makassar dan memperkenalkan koleksi di dalamnya?
4.
Apakah Museum Kota memiliki brosur/buku winformasi yang berguna untuk memberikan informasi kepada wisatawan?
5.
Apakah pengelola Museum Kota memiliki atraksi pendukung dalam menyampaikan sejarah bangunan dari masa ke masa kepada wisatawan?
Pemanfaatan bangunan bersejarah dalam bentuk Perspektif Sosial Budaya 6.
Apakah mitos atau legenda yang melekat pada Museum Kota menjadi salah satu nilai tambah pada saat dipromosikan?
165
Tahap perkembangan Museum Kota Makassar sebagai wisata warisan budaya 7.
Apakah terdapat aturan terhadap pengembangan gedung-gedung di sekitar Museum Kota oleh karena bangunan merupakan benda cagar budaya?
8.
Apakah Museum Kota Makassar, pernah dijadikan sebagai tempat terselenggaranya event pariwisata?
9.
Apakah pengelola bekerjasama dengan instansi terkait memiliki program pemberdayaan bagi transportasi umum untuk memudahkan wisatawan berkunjung ke Museum Kota Makassar?
10. Apakah peningkatan jumlah hotel atau jenis akomodasi lainnya di sekitar Museum Kota Makassar memberikan pengaruh terhadap jumlah kunjungan? 11. Apakah pengelola Museum Kota memiliki kerjasama dengan biro perjalanan wisata, hotel atau organisasi pariwisata lainnya? 12. Langkah-langkah apa saja serta yang dilakukan oleh pengelola dalam mempromosikan Museum Kota Makassar sebagai wisata warisan budaya? (Humas, Periklanan, Material grafis dan promosi) 13. Apa harapan pengelola dalam pengembangan Museum Kota Makassar sebagai wisata warisan budaya?
166
PEDOMAN WAWANCARA III Judul Penelitian: Pemanfaatan Bangunan Bersejarah di Kota Makassar Sebagai Wisata Warisan Budaya Informan: - Kapokja Pemanfaatan dan Pengembangan Balai Pelestarian Cagar Budaya Makassar - Kapokja Dokumentasi dan Publikasi Balai Pelestarian Cagar Budaya Makassar Identitas Informan (ditanyakan secara lisan oleh pewawancara) Nama
:
Jabatan
:
Jenis Kelamin : Umur
:
Pertanyaan (ditanyakan secara lisan oleh pewawancara) Pemanfaatan bangunan bersejarah dalam bentuk Perspektif ruang 1. Bagaimana
peran
Balai
Pelestarian
Cagar
Budaya
dalam
rekonstruksi/perbaikan bangunan bersejarah di Kota Makassar yang bertujuan untuk pemanfaatannya sebagai wisata warisan budaya? Fort rotterdam, Gedung Kesenian dan Museum Kota 2. Bagaimana peran balai pelestarian cagar budaya terhadap perawatan atau penentuan benda-benda bersejarah yang ada di Museum Lagaligo? 3. Bagaimana penerapan aturan zonasi Fort Rotterdam dalam rangka pelestarian banguan Fort Rotterdam dan bangunanbersejarah lain di area Fort Rotterdam? Pemanfaatan bangunan bersejarah dalam bentuk Perspektif Waktu 4. Apakah Balai Pelestarian Cagar Budaya memiliki kegiatan pelatihan atau pertemuan dengan pramuwisata dalam rangka pengenalan terhadap Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian? 5. Apakah Balai Pelestarian Cagar Budaya dilibatkan dalam penyusunan informasi terhadap brosur atau buku informasi wisata berkaitan dengan Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian?
167
Pemanfaatan bangunan bersejarah dalam bentuk Perspektif Sosial Budaya 6. Apakah mitos atau legenda yang melekat di dalam Fort Rotterdam saat ini banyak
dipublikasikan
sehingga
mengundang
semakin
banyak
pengunjung? Tahap perkembangan Fort Rotterdam sebagai wisata warisan budaya 7. Apakah terdapat kerjasama pemerintah, Balai Pelestarian Cagar Budaya sebagai pengelola serta pihak stakeholder pariwisata dalam pengembangan Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian sebagai wisata warisan budaya? 8. Apakah terdapat dampak negatif dari wisatawan pada area Fort Rotterdam Museum Kota dan Gedung Kesenian? 9. Apa harapan dari Balai Pelestarian Cagar Budaya terhadap pengembangan Fort Rotterdam sebagai wisata warisan budaya di Kota Makassar?
168
PEDOMAN WAWANCARA IV Judul Penelitian: Pemanfaatan Bangunan Bersejarah Sebagai Wisata Warisan Budaya di Kota Makassar Informan: Pengelola Museum Kota Makassar Identitas Informan (ditanyakan secara lisan oleh pewawancara) Nama
:
Jabatan
:
Jenis Kelamin : Umur
:
Pertanyaan (ditanyakan secara lisan oleh pewawancara) Pemanfaatan bangunan bersejarah dalam bentuk Perspektif ruang 1. Apakah terdapat rekonstruksi/perbaikan gedung Museum Kota Makassar? 2. Bagaimana kriteria pemilihan benda-benda yang terdapat di Museum Kota Makassar? 3. Bagaimana pihak pengelola menata benda-benda yang terdapat di Museum Kota? Apakah terdapat cerita atau alur yang ingin ditonjolkan oleh pengelola? 4. Bagaimana perawatan terhadap benda-benda bersejarah di Museum Kota Makassar? Pemanfaatan bangunan bersejarah dalam bentuk Perspektif Waktu 5. Apakah pihak pengelola mengadakan pertemuan dan kerjasama dengan pramuwisata dalam rangka pengenalan terhadap Museum Kota? 6. Apakah pihak pengelola dilibatkan dalam penyusunan informasi terhadap brosur atau buku informasi wisata berkaitan dengan benda-benda bersejarah yang tersimpan di Museum Kota Makassar? 7. Apakah pihak pengelola memiliki buku atau brosur yang memuat bendabenda yang disimpan di Museum Kota Makassar?
169
Pemanfaatan bangunan bersejarah dalam bentuk Perspektif Sosial Budaya 8. Apakah mitos atau legenda yang melekat di dalam Museum Kota saat ini banyak dipublikasikan sehingga mengunda semakinbanyak pengunjung? Tahap perkembangan Museum Kota Makassar sebagai wisata warisan budaya 9. Apakah terdapat kerjasama pemerintah atau stakeholder dengan pihak pengelola Museum Kota Makassar? 10. Apakah terdapat aktivitas lainnya di Museum Kota yang mendukung nilainilai sejarah yang tersimpan didalamnya? 11. Bagaimana pihak pengelola menangani dampak negatif yang mungkin terjadi dari pemanfaatannya menjadi wisata warisan budaya? 12. Apa harapan pengembangan Museum Kota Makassar sebagai wisata warisan budaya di Kota Makassar?
170
PEDOMAN WAWANCARA V
Judul Penelitian: Pemanfaatan Bangunan Bersejarah sebagai Wisata Warisan Budaya di Kota Makassar Informan: Pengelola Gedung Kesenian Makassar (Societiet de harmonie) Identitas Informan (ditanyakan secara lisan oleh pewawancara) Nama
:
Jabatan
:
Jenis Kelamin : Umur
:
Pertanyaan (ditanyakan secara lisan oleh pewawancara) Pemanfaatan bangunan bersejarah dalam bentuk Perspektif ruang 1.
Apakah terdapat rekonstruksi/perbaikan Gedung Kesenian Makassar? Sudah berapa kali dilakukan?
2.
Bagaimana fungsi bangunan kesenian saat ini? Bagaimana sistem penggunaannya sebagai tempat pertunjukan seni?
Pemanfaatan bangunan bersejarah dalam bentuk Perspektif Waktu 3.
Apakah pengelola memiliki kerjasama dengan pramuwisata dalam rangka pengenalan terhadap sejarah di Gedung Kesenian Makassar?
4.
Apakah pengelola memiliki brosur atau buku tentang sejarah Gedung Gedung Kesenian Makassar?
Pemanfaatan bangunan bersejarah dalam bentuk Perspektif Sosial Budaya 5.
Apakah mitos atau legenda yang melekat di dalam Gedung Kesenian saat ini banyak dipublikasikan sehingga mengundang semakin banyak pengunjung?
171
Tahap perkembangan Gedung Kesenian sebagai wisata warisan budaya 6.
Bagaimana sistem pengelolaan dan perlindungan terhadap Gedung Kesenian makassar sebagai benda cagar budaya dan bagian dari wisata warisan budaya?
7.
Bagaimana pengelolaan Gedung Kesenian Makassar (SDM, biaya masuk gedung, penggunaan gedung untuk pagelaran, dana dari pemerintah)
8.
Apakah Gedung Kesenian memiliki aktivitas yang dapat dilakukan oleh pengunjung selain untuk fungsi utamanya sebagai tempat pertunjukkan seni?
9.
Apakah terdapat langkah promosi yang dilakukan oleh pihak pengelola?
10. apakah bentuk kerjasama pihak pengelola dengan pihak stakeholder? 11. Apa harapan bagi pengembangan Gedung Kesenian sebagai wisata warisan budaya di Kota Makassar?
172
PEDOMAN WAWANCARA VI
Judul Penelitian: Pemanfaatan Bangunan Bersejarah
sebagai Wisata Warisan Budaya di Kota
Makassar
Informan: Ketua HPI Sulawesi Selatan/Pramuwisata
Identitas Informan (ditanyakan secara lisan oleh pewawancara) Nama
:
Jabatan
:
Jenis Kelamin : Umur
:
Pertanyaan (ditanyakan secara lisan oleh pewawancara) Pemanfaatan bangunan bersejarah dalam bentuk Perspektif ruang 1. Bagaimana menurut anda secara fisik bangunan Fort Rotterdam, Museum Kota Makassar dan Gedung Keseniandikatakan layak untuk menjadi wisata warisan budaya? 2. Bagaimana pendapat anda dengan kondisi ketiga bangunan bersejarah Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian Makassar? Pemanfaatan bangunan bersejarah dalam bentuk Perspektif waktu 3. Apakah terdapat pengarahan/pelatihan tentang sejarah ketiga bangunan bersejarah kepada pramuwisata yang dilaksanakan oleh pemerintah/Balai Pelestarian Cagar Budaya/pengelola bangunan? 4. Apakah anda memiliki alat bantu selama memberikan informasi kepada wisatawan berupa buku, brosur tentang ketiga bangunan bersejarah di Kota Makassar?
173
Pemanfaatan bangunan bersejarah dalam bentuk Perspektif Sosial Budaya 5. Apakah mitos atau cerita yang dikenal oleh masyarakat lokal juga diceritakan oleh pramuwisata kepada wisatawan? apakah hal tersebut memberi kesan kepada wisawatan? Tahap perkembangan Gedung Kesenian sebagai wisata warisan budaya 6. Bagaimana menurut anda tanggapan wisatawan yang anda tangani dan bawa untuk berkunjung ketiga bangunan bersejarah di Kota Makassar? 7. Bagaimana pendapat anda sebagai pelaku pariwisata sistem pengelolaan (SDM, kebersihan, biaya masuk) di Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian sebagai daya tarik wisata? 8. Apakah menurut wisatawan fasilitas yang dimiliki di Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian telah memadai dalam menjamin kenyamanan wisatawan selama berada di sana? 9. Apakah terdapat aktivitas lain yang dapat dilakukan oleh wisatawan selama berada di Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian yang dapat menahan wisatawan lebih lama berkunjung? 10. Apa harapan pramuwisata terhadap keberadaan Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian Makassar sebagai wisata warisan budaya kedepannya?
174
PEDOMAN WAWANCARA VII
Judul Penelitian: Pemanfaatan Bangunan Bersejarah Sebagai Wisata Warisan Budaya di Kota Makassar
Informan: Akademisi bidang Pariwisata Identitas Informan (ditanyakan secara lisan oleh pewawancara) Nama
:
Jabatan
:
Jenis Kelamin : Umur
:
Pertanyaan (ditanyakan secara lisan oleh pewawancara) Pemanfaatan bangunan bersejarah dalam bentuk Perspektif ruang 1. Apakah dalam rekonstruksi/perbaikan Fort Rotterdam, Gedung Kesenian dan Museum Kota Makassar yang bertujuan untuk pemanfaatannya sebagai wisata warisan budaya melibatkan akademisi pariwisata? 2. Bagaimana pendapat anda tentang kondisi pemanfaatan ketiga bangunan tersebut saat ini? Kondisi secara fisik dan desainnya sebagai daya tarik wisata? Pemanfaatan bangunan bersejarah dalam bentuk Perspektif waktu 3. Apakah terdapat peran pihak akademisi pariwisata berupa bentuk pelatihan/seminar dalam memperkenalkan sejarah sebagai potensi non fisik dari daya tarik wisata warisan budaya ketiga bangunan bersejarah? 4. Apakah dalam pembuatan brosur/buku petunjuk tentang sejarah/cerita ketiga bangunan sejarah mengadakan kerjasama dengan akademisi pariwisata? 5. Apakah menurut anda diperlukan satu kegiatan atau aktivitas lain yang berhubungan dengan benda-benda bersejarah yang dapat menahan wisatawan di tempat tersebut?
175
Pemanfaatan bangunan bersejarah dalam bentuk perspektif sosial budaya 6. Apakah mitos atau cerita yang dikenal oleh masyarakat dapat menambah daya tarik Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian? Tahap perkembangan ketiga bangunan bersejarah di Kota Makassar sebagai wisata warisan budaya 7. Apakah terdapat kerjasama dalam pelaksanaan aturan zonasi pihak balai pelestarian cagar budaya dan akademisi pariwisata? 8. Bagaimana menurut anda promosi yang dilakukan pemerintah dan pihak pengelola telah maksimal? Apakah pihak akademisi diikut sertakan dalam langkah-langkah promosi yang dilakukan? 9. Menurut anda hal-hal apa saja yang harus di tingkatkan baik dalam pengelolaan dan bentuk fisik serta pengelolaan dari Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian saat ini? 10. Apa saran bagi pengembangan Fort Rotterdam, Museum Kota Makassar dan gedung Kesenian Makassar sebagai wisata warisan budaya di Kota Makassar?
176
PEDOMAN WAWANCARA VIII
Judul Penelitian: Pemanfaatan Bangunan Bersejarah Sebagai Wisata Warisan Budaya di Kota Makassar
Informan: Ujung Pandang Heritage Society Identitas Informan (ditanyakan secara lisan oleh pewawancara) Nama
:
Jabatan
:
Jenis Kelamin : Umur
:
Pertanyaan (ditanyakan secara lisan oleh pewawancara) Pemanfaatan bangunan bersejarah dalam bentuk Perspektif ruang 1. Apakah dalam rekonstruksi/perbaikan Fort Rotterdam, Gedung Kesenian dan Museum Kota Makassar melibatkan organisasi Ujung Pandang Heritage Society? 2. Apakah peran dan bentuk keterlibatan Ujung Pandang Heritage Society dalam pemanfaatan dan pengembangan Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian sebagai wisata warisan budaya? Pemanfaatan bangunan bersejarah dalam bentuk Perspektif waktu 3. Apakah pihak Ujung Pandang Heritage Society berperan berupa pelatihan/seminar dalam memberikan pemahaman secara rinci kepada pramuwisata tentang Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian? 4. Apakah pernah dilaksanakan kegiatan oleh Ujung Pandang Heritage Society dalam menumbuhkan kecintaan masyarakat terhadap Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian?
177
Pemanfaatan bangunan bersejarah dalam bentuk perspektif sosial budaya 5. Bagaimana pandangan anda tentang mitos atau cerita yang dikenal oleh masyarakat dapat menambah daya tarik Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian diberikan kepada wisatawan? Tahap perkembangan ketiga bangunan bersejarah di Kota Makassar sebagai wisata warisan budaya serta 6. Apakah terdapat kerjasama dalam pelaksanaan aturan zonasi pihak balai pelestarian cagar budaya dan Ujung Pandang Heritage Society? 7. Bagaimana menurut anda promosi yang dilakukan pemerintah dan pihak pengelola telah maksimal? Apakah pihak Ujung Pandang Heritage Society diikut sertakan dalam langkah-langkah promosi yang dilakukan? 8. Apakah Ujung Pandang Heritage Society memiliki cara promosi tersendiri terhadap Fort Ritterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian? 9. Menurut anda hal-hal apa saja yang harus di tingkatkan baik dalam pengelolaan dan bentuk fisik serta pengelolaan dari Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian saat ini? 10. Apa harapan bagi pengembangan Fort Rotterdam, Museum Kota dan gedung kesenian Makassar sebagai wisata warisan budaya?
178
GAMBAR LOKASI PENELITIAN
Gambar 1 Brosur yang berisi informasi Fort Rotterdam Sumber: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sulawesi Selatan. 2014
Gambar 2 Toilet dan Kebocoran salah satu ruang pamer di Museum Kota Makassar Sumber: Dokumentasi Penulis
179
Gambar 3 Brosur Museum Kota Makassar Sumber: Dokumentasi Penulis
Gambar 4 Gambar Rancangan Revitalisasi Gedung Kesenian Makassar (Bagian Depan) Sumber: Anggota Seniman Pengelola Gedung Kesenian Makassar
180
Gambar 5 Kampung Popsa dan Zona Cafe Makassar Sumber: http://gohitzz.com/assets/media/KampungPopza dan http://4.bp.blogspot.com
Gambar 6 Paket wisata Makassar sampai ke Sulawesi tengah 12 hari/11 malam Sumber:http://www.alfaprimatours.com/packagescelebesdetail.php?id=3&title=SOUTH%20T O%20CENTRAL%20SULAWESI%20OVERLAND%20TOUR%2012%20DAYS%20/11%2 0NIGHTS
181
ffcx
Gambar 7 Paket Wisata Makassar 4 hari/3 malam Sumber:http://www.pakemtours.com/index.php?option=com_content&view=article&id=85:pak et-tour-makassar