SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 | KASUS STUDI
Pelestarian Bangunan Bersejarah Di Kota Lhokseumawe Cut Azmah Fithri(1), Sisca Olivia(1), Nurhaiza(1)
[email protected] (1)
Dosen Tetap Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Malikussaleh Lhokseumawe, Aceh
Abstrak Kota Lhokseumawe merupakan salah satu kota di Aceh yang memiliki bangunan bersejarah. Pada masa penjajahan Belanda ada beberapa bangunan yang berdiri di masanya seperti rumah sakit, kantor, benteng, stasiun kereta api, bioskop dan perumahan. Bangunan bersejarah tersebut tidak terekspos karena saat itu kota Lhokseumawe merupakan ibukota dari Kabupaten Aceh Utara. Bangunan bersejarah yang terekspos adalah makam-makam peninggalan kerajaan Pasai yang terkenal. Perlu dilakukan pelestarian bangunan bersejarah untuk melindungi, merawat dan memanfaatkan kembali bangunan tersebut. Dalam kajian ini ada empat bangunan bersejarah yang akan dikaji yaitu Rumah Sakit, Stasuin kereta Api, Rumah Dinas Manteri Hewan dan Bioskop Puspa. Beberapa bangunan sudah berubah fungsi, ada bangunan yang masih terawat, dan ada yang sudah tidak terawat lagi. Kata-kunci : bangunan bersejarah, Lhokseumawe, pelestarian.
Pendahuluan Bangunan bersejarah merupakan peninggalan dan hasil karya dari orang-orang yang pernah tinggal/menetap di suatu tempat. Mereka membangun dengan menggunakan metode struktur sederhana. Bukan saja bangunan yang direncanakan pada masa itu, tetapi ada peninggalan lain seperti jembatan, makam, patung, dan kawasan. Bangunan berdiri tegak dengan menggunakan material yang sederhana berasal dari daerah sendiri. Kota Lhokseumawe merupakan kawasan pesisir yang pada zaman dahulu merupakan tempat persinggahan pedagang dari Cina, Arab, Eropah dan Hindia. Sekitar tahun 670-an Kota Lhokseumawe mempunyai pelabuhan tempat bersandarnya kapal-kapal pendatang. Pelabuhan Lhokseumawe telah menjadi pelabuhan hubungan utama di kawasan ini selama lebih dari 150 tahun sebelum fungsi ini diambil alih oleh Pelabuhan Pulau Pinang pada tahun 1790-an dan kemudian oleh Pelabuhan Singapura pada tahun 1820-an. Pada akhir masa penjajahan Belanda pada tahun 1904 ada beberapa bangunan masih berdiri sampai saat ini, seperti rumah sakit, kantor, benteng, goa, stasiun kereta api, bioskop dan perumahan. Bangunan bersejarah tersebut tidak terekspos karena saat itu kota Lhokseumawe merupakan ibukota dari Kabupaten Aceh Utara. Saat itu yang terekspos bangunan bersejarah adalah makammakam peninggalan kerajaan Pasai yang terkenal. Kawasan makam-makam ini direnovasi dan dijadikan tempat wisata sejarah, dapat dikunjungi oleh masyarakat Aceh maupun masyarakat luar. Pada tahun 2001 Kabupaten Aceh Utara melakukan pemekaran, Kabupaten Aceh Utara beribukota Lhoksukon sedangkan Kota Lhokseumawe beribukota Lhokseumawe. Pada saat itu masih belum terekam peninggalan bersejarah di Kota Lhokseumawe. Sementara peninggalan bersejarah seperti makam-makam raja Kerajaan Pasai masih terpelihara baik pada masyarakat aceh dan luar Aceh. Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 | 419
Pelestarian Bangunan Bersejarah di Kota Lhokseumawe
Pada tahun 2013 bangunan-bangunan bersejarah di Kota Lhokseumawe mulai di kenal satu persatu keberadaannya. Kondisi bangunan ada yang sudah rusak, sebagian ruang ada yang sudah musnah, tetapi ada beberapa bangunan yang masih di pakai dan dirawat. Tujuannya untuk melestarikan bangunan bersejarah dengan memelihara bangunan dan memanfaatkan seoptimal mungkin, mengingatkan kembali bangunan lama ke tengah masyarakat, meningkatkan kualitas bangunan. Hal ini menjadi warisan bagi masyarakat Kota Lhoksemawe dengan perwujudan bentuk fisik bangunan bersejarah tersebut. Tinjauan Pustaka Pelestarian adalah upaya untuk melestarikan dan melindungi bangunan bersejarah yang bertujuan untuk memahami masa lalu dan memperkaya masa kini sehingga bermanfaat bagi perkembangan kota dan generasi masa datang melalui penerapan berbagai metode pelestarian (Antariksa 2016:82). Sedangkan pelestarian menurut Undang-Undang Cagar Budaya No. 11 Tahun 2010, pelestarian adalah upaya dinamis untuk mempertahankan keberadaan cagar budaya dan nilainya dengan cara melindungi, mengembangkan dan memanfaatkan. Tujuan dan arah pelestarian menurut Budihardjo dalam Pontoh (1992: 37) yaitu antara lain: 1. 2. 3. 4. 5.
Mengembalikan wajah objek konservasi; Menampilkan sejarah pertumbuhan lingkungan kota dalam wujud tiga dimensi; Menjaga keutuhan elemen pembentuk citra dan estetika kota; Memanfaatkan objek pelestarian untuk menunjang kehidupan masa kini; Mengarahkan perkembangan masa kini yang diselaraskan dalam perencanaan masa lalu yang tercermin dalam objek pelestarian.
Dalam pelestarian bangunan lama,perlu dilakukan kajian dengan cara menentukan kriteria penilaian menurut Fuady (1999: 22) kriteria penilaian pelestarian ialah: a. Peran sejarah, berkaitan dengan peristiwa bersejarah sebagai ikatan simbolis dulu dan sekarang,baik yang terkait dengan perjuangan 1945, sejarah perkembangan kawasan, maupun sejarah perkembangan kota; b. Keluarbiasaan, terkait dengan kekhususan atau keunikan yang dimiliki objek pelestarian dibandingkan dengan objek disekitarnya berdasarkan unsur-unsur seperti terlangka, tertua, terbesar, terpanjang, pertama dan sejenisnya; c. Memperkuat citra, berkaitan dengan peran kehadiran objek pelestarian yang dapat meningkatkan citra dan kualitas kawasan, atau bangunan menjadi acuan bagi warga kota atau sebagai tetenger kawasan; d. Estetika, berkaitan dengan nilai estetika dan arsitektural dalam hal bentuk, struktur, tata ruang, dan ornamen; e. Keaslian, terakit dengan seberapa besar perubahan yang terjadi terhadap bentuk asli bangunan, fasade, warna dan atap bangunan; f. Keterawatan terkait dengan kondisi bangunan yang ditempati dalam keadaan terawat, kosong/tidak ditempati namun kondisinya baik, ataupun rusak dan terabaikan. Menurut Nurmala (2003:78) dasar-dasar pertimbangan objek pelestarian dalam bentuk non fisik yaitu: a. Ekonomi, keberadaan bangunan tua/bersejarah dengan kondisi yng baik akan menjadi daya tarik bagi para wisatawan dan investor untuk mengembangkannya sehingga dapat digali potensi ekonominya; b. Sosial dan budaya, bangunan tua/sejarah tersebut memiliki nilai agama dan spiritual, memiliki nilai budaya dan tradisi yang penting bagi masyarakat. 420 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017
Cut Azmah Fithri
Pada Undang-Undang Cagar Budaya No. 11 Tahun 2010 bab III pasal 5 menjelaskan tentang kriteria cagar budya yang meliputi benda, bangunan, dan struktur yang memnuhi kriteria sbb: a. berusia 50 (lima puluh) tahun atau lebih; b. mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 (lima puluh) tahun; c. memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan; d. memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa. Bangunan bersejarah yang masih bertahan di Kota Lhokseumawe peninggalan penjajahan Belanda masih berdiri sampai sekarang sbb: a. Rumah Sakit (1935), sejak tahun 1959 s/d sekarang berfungsi sebagai sekolah SMP Negeri I milik DISDIKPORA; b. Stasiun Kereta Api (1930), sejak 1951 s/d sekarang menjadi Kantor Pos Taktis Sispam milik POLRES Aceh Utara; c. Rumah Dinas Dokter Hewan (1929), sejak tahun 1963 s/d sekarang merupakan rumah tinggal, kepemilikan pribadi; d. Bioskop Puspa (1963), sejak 1993 bangunan ini tidak difungsikan lagi, kepemilikan pribadi. Oleh karena itu pelestarian bangunan bersejarah di Kota Lhokseumawe akan diuraikan melalui kriteria penilaian pelestarian untuk melihat keadaan bangunan bersejarah yang sebenarnya. Metode Penelitian Penelitian ini memakai ragam penelitian rasionalistik dengan pendekatan kualitatif, (Moehadjir 1989:) sebuah metode yang dilakukan dengan cara peneliti bertindak sebagai instrumen utama. Analisis mengacu pada landasan teori serta bertolak dari kerangka teoritik. Metode yang digunakan adalah observasi dan metode survai. Cara yang digunakan dalam memperoleh data adalah: (1) telaah pustaka, (2) penelitian lapangan melalui wawancara verbal. Variabel yang dipakai berupa variabel kendali dimana aspek yang berkaitan dengan data dilandasi oleh teori yang dipakai. Variabel yang digunakan pada pelestarian bangunan bersejarah di Kota Lhokseumawe terkait dengan kriteria penilaian pelestarian sebagai berikut: Tabel 1. Variabel Kriteria Penilaian Pelestarian Sumber: Fuady (1992: 22) No
Kriteria Peran Sejarah
1 2
Keluarbiasaan Memperkuat Citra
3 Estetika 4 5 6
Keaslian Keterawatan
Definisi Berkaitan dengan sejarah, perkembangan kawasan, maupun sejarah perkembangan kota Terkait kekhususan atau keunikan kawasan atau bangunan Peran kehadiran objek pelestarian yang dapat meningkatkan citra dan kualitas kawasan Berkaitan dengan nilai estetika dan arsitektural dalam bentuk, struktur, tata ruang dan ornamen Terkait dengan seberapa besar perubahan yang terjadi Terkait dengan kondisi bangunan
Tolak Ukur Mengalami perubahan /tidak
Menggunakan langgam yang terkait pada masanya Memiliki nilai signifikan
Memiliki nilai estetika
Terkait perubahnan bentuk Terawat, tidak terawat
Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 | 421
Pelestarian Bangunan Bersejarah di Kota Lhokseumawe
Menurut pendapat Arikunto (2002: 108 -109) populasi adalah keseluruhan subjek kajian, dibagi dua yaitu: populasi bangunan, bangunan yang sudah diperkiraan merupakan “bangunan bersejarah” di wilayah kajian dan populasi masyarakat yaitu pemilik dan pengelola yang berada pada kawasan penelitian. Pembahasan Hasil dari penelitian penelusuran bangunan bersejarah di Kota Lhokseumawe bahwasanya bangunan bersejarah masih berdiri tegak dengan kondisi yang sudah rusak, kurang terawat, masih berfungsi dan terawat dan akan dijelaskan dengan menggunakan kriteria penilaian pelestarian. Dalam penelitian ini akan dibahas empat bangunan bersejarah dengan penilaian kondisi sebagai berikut: a. Rumah Sakit kondisinya terawat; b. Stasiun Kereta Api kondisinya terawat; c. Rumah Dinas Dokter Hewan kondisinya kurang terawat; d. Bioskop Puspa kondisinya tidak terawat. 1.
Rumah Sakit
Gambar 1. Tampak Depan Bangunan Rumah Sakit, sekarang menjadi Gedung Sekolah SMP Negeri I Lhokseumawe
Gambar 2. Salah satu Sudut Koridor Bangunan masih terawat dengan baik, bukaan (pintu dan jendela) pada bangunan masih bentuk yang lama hanya warna dinding sudah diganti.
422 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017
Cut Azmah Fithri
Bangunan SMP Negeri 1 Lhokseumawe ini merupakan bangunan peninggalan Zaman Belanda, saat itu berfungsi sebagai rumah sakit dan dibangun sekitar tahun 1935. Mempunyai tujuh ruang dan sekarang berfungsi sebagai ruang kelas. Sudah mengalami perehaban pada atap dan pengecatan pada dinding.
No
2.
Tabel 2. Kriteria Penilaian Rumah Sakit Analisa Merupakan bangunan peninggalan zaman Belanda Bangunan rumah sakit pertama di Kota Lhokseumawe yang menggunakan struktur dan langgam arsitektur kolonial Kondisi bangunan yang tidak berubah dan bentuk berbeda dari bangunanbangunan baru dikawasan tersebut. Bentuk denah simetris, beranda sepanjang bangunan, dan langit-langit yang tinggi. Bentuk denah, struktur dan langgam bangunan tidak mengalami perubahan. Bangunan ini mengalami perubahan pada atap (pergantian material penutup atap) dan perubahan warna cat (dari coklat ke biru) Bangunan ini terawat sehingga tingkat kerusakannya kecil
Kriteria
1
Peran Sejarah
2
Keluarbiasaan
3
Memperkuat Citra
4
Estetika
5
Keaslian
6
Keterawatan
Tolak Ukur Perubahan fungsi dari bangunan Menjadi Landmark Kawasan Menjadi landmark kawasan pendidikan Bentuk dan strukturnya memiliki ciri khas tersendiri. Mengalami perubahan pada atap dan warna bangunan
Terawat
Stasiun Kereta Api
Gambar 3. Gedung Lama dan Gedung setelah Renovasi
Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 | 423
Pelestarian Bangunan Bersejarah di Kota Lhokseumawe
Sekitar tahun 1912 dibangun jalur kereta api Kutaraja, Lhokseumawe sampai ke Medan. Pada tahun 1930 mulai beroperasi kereta api dari Kutaraja sampai Medan. Stasiun kereta api yang ada di Lhokseumawe merupakan tempat persinggahan kereta api pada sore hari. Pada tahun 1951 Kereta Api Aceh resmi tidak beroperasi lagi, tidak mampu bersaing dengan sarana transportasi darat yang sudah semakin baik dan suku cadang kereta api yang semakin sulit dicari. Mulai tahun 1951 s/d sekarang stasiun kereta api berubah fungsi menjadi kantor Pos Taktis Sispam milik Polres Aceh Utara.
No
Kriteria Peran Sejarah
1 Keluarbiasaan 2 Memperkuat Citra 3
4
Estetika Keaslian
5 6
3.
Keterawatan
Tabel 3. Kriteria Penilaian Stasiun Kereta Api Analisa Tolak Ukur Merupakan bangunan peninggalan zaman Mengalami perubahan fungsi Belanda. bangunan. Bangunan stasiun kereta api pertama yang menggunakan struktur dan langgam arsitektur kolonial Kehadirannya menjadikan tempat pengingat peristiwa masa lalu karena berada di persimpangan jalan di tengah kota Bentuk denah simetris, langgam arsitektur kolonial. Bangunan ini mengalami perubahan pada bagian belakang (ruang bagian belakang dijadikan teras) Bangunan ini terawat sehingga tingkat kerusakannya kecil
Menjadi Landmark di tengah kota Menjadi landmark kawasan kota
Bentuk dan strukturnya memiliki ciri khas tersendiri. Mengalami perubahan pada bagian belakang gedung Terawat
Rumah Dinas Manteri Hewan
Gambar 4 Bentuk bangunan, struktur dan interior
Luas bangunan rumah dinas ini adalah 80 m2. Fungsi bangunan rumah ini berubah seiring dengan pergantian kepemilikan rumah. Fungsi bangunan rumah dari masa ke masaTahun sebelum 60-an Pada awal kepemilikan rumah merupakan Rumah Dinas Manteri hewan Belanda, dan berfungsi sebagai rumah tinggal dari Manteri hewan tersebut. Tahun 1960-1963 424 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017
Cut Azmah Fithri
-
Bangunan ini dialihkan fungsi menjadi rumah dinas kepala polisi. Tahun 1963-sekarang Bangunan ini diganti rugi menjadi rumah huni warga sebagai rumah tinggal. Beberapa tahun belakangan ini, pemilik rumah menggunakan bangunan tersebut menjadi tempat kos putri.
No
Kriteria Peran Sejarah
1 Keluarbiasaan
Salah satu bangunan rumah tinggal yang menggunakan struktur dan langgam arsitektur kolonial.
Memperkuat Citra
Bangunan ini berada di samping bangunan eks rumah sakit.
2
3
Tabel 4. Kriteria Penilaian Rumah Dinas Manteri Hewan Analisa Tolak Ukur Bangunan ini Merupakan bangunan Mengalami perubahan peninggalan zaman Belanda kepemilikan
Estetika 4 Keaslian 5
6
4.
Keterawatan
Penggunaan struktur dan langgam arsitektur kolonial. Bentuk denah bangunan ini mengalami perubahan pada bagian belakang (ruang bagian belakang) dinding kamar mandi sudah tidak ada. Hanya bagian depan yang terawat, pada bagian belakang sudah ada yang rusak
Keunikan langgam arsitektur kolonial yang membedakan dengan rumah-rumah di kawasan tersebut. Hanya bagian dari bangunan eks rumah sakit Bentuk, struktur, langgam arsitektur kolonial menjadi ciri khas dari bangunan. Mengalami perubahan pada bagian belakang gedung
Terawat sebagian, sebagiannya lagi rusak
Bioskop Puspa
Gamba 4: Bioskop Puspa
Pada tahun 1963, sebuah gedung dengan penerapan konsep Arsitektur Modern yang didirikan di Jalan Sukaramai Kota Lhokseumawe ini menjadi saksi dunia perfiliman Indonesia saat itu sedang tumbuh dan berkembang pasca kemerdekaan Indonesia dari penjajahan kolonial Belanda. Pada saat awal berdiri bangunan Bioskop Puspa merupakan milik seorang pengusaha bernama Ibrahim yang Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 | 425
Pelestarian Bangunan Bersejarah di Kota Lhokseumawe
kemudian dibeli oleh warga keturunan Tionghoa. Ketika konflik bersenjata melanda Aceh, Bioskop Puspapun redup hingga tutup.
No
1
2
3
Tabel 5. Kriteria Penilaian Eks Gedung Bioskop Puspa Analisa Tolak Ukur Bangunan ini merupakan bangunan Pentingnya dilestarikan arsitektur modern yang berada di bangunan sebagai satukawasan perdagangan dan merupakan satunya bangunan bioskop bangunan bioskop satu-satunya yang ada dengan ciri arsitektur di Kota Lhokseumawe. arsitektur modern di Kota Lhokseumawe. Keluarbiasaan Merupakan bangunan bioskop pertama di Bioskop Kota Lhokseumawe dengan bentuk bangunan arsitektur modern Memperkuat Citra Bangunan arsitektur modern ini berada di Bentuk bangunan yang khas kawasan perdagangan. dan membedakan dengan pertokoan yang berada di sekitar bangunan Kriteria Peran Sejarah
Estetika 4
5 6
Keaslian Keterawatan
Langgam arsitektur modern pada fasade bangunan dan penggunaan material kaca. Bangunan tidak mengalami perubahan. Tidak terawat dengan kondisi interior bangunan rusak berat.
Bentuk dan strukturnya semi arsitektur modern tidak mengalami perubahan Tidak ada perubahan bentuk, langgam, struktur bangunan. Rusak berat
Kesimpulan Dari hasil analisa dapat disimpulkan bahwa pelestarian yang dilakukan pada bangunan Rumah Sakit dan Stasiun Kereta Api hanya merawat dengan cara pengecatan dan mengganti material yang rusak,Perawatan ini dilakukan oleh DisdikPORA Kota Lhokseumawe dan POLRES Aceh Utara. Rumah Dinas Manteri Hewan kurang perawatan karena pemiliknya berada di luar daerah dan Bioskop Puspa sudah tidak terawat lagi karena pemiliknya juga di luar daerah. Tulisan ini merupakan awal pendataan dari empat bangunan bersejarah di Kota Lhokseumawe, diharapkan untuk penelitian ke depan dapat merangkum dan mendata seluruh bangunan bersejarah yang ada di Kota Lhokseumawe. Daftar Pustaka Antariksa. (2016). Teori dan Metode Pelestarian Kawasan Pecinan. Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka Arikunto, S. (2002). Prosedur Suatu Penelitian: Pendekatan Praktek. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta Fuady, M. (1999). Peremajaan Kawasan Segi Empat Tunjungan, Tesis. Tidak dipublikasikan. Surabaya: ITS [dalam pembahasan ditulis: Fuady] Muhadjir, N. (2001). Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasin Nurmala. (2003). Panduan Pelestarian Bangunan Tua/ Bersejarah di Kawasan Pecinan Pasar Baru, Bandung. Tugas Akhir Tidak Dipublikasikan. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Pontoh, N.K. (1992). Preservasi dan Konsentrasi Suatu Tinjauan Teori. Jurnal PWK IV (6): 34-39 Undang-Undang Cagar Budaya No.11 Tahun 2010
426 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017