TESIS
PEMAKAIAN ALAT KONTRASEPSI DALAM RAHIM TIPE Cu T 380 A SEBAGAI RISIKO ANEMIA DEFISIENSI BESI DAN LESI SERVIKS
I PUTU KUSUMA YUDASMARA
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015
TESIS
PEMAKAIAN ALAT KONTRASEPSI DALAM RAHIM TIPE Cu T 380 A SEBAGAI RISIKO ANEMIA DEFISIENSI BESI DAN LESI SERVIKS
I PUTU KUSUMA YUDASMARA NIM 1014038104
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015
TESIS
PEMAKAIAN ALAT KONTRASEPSI DALAM RAHIM TIPE Cu T 380 A SEBAGAI RISIKO ANEMIA DEFISIENSI BESI DAN LESI SERVIKS
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik Program Pasca Sarjana Universitas Udayana
I PUTU KUSUMA YUDASMARA NIM 1014038104
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015
Lembar Persetujuan Pembimbing
TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 26 JANUARI 2015
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Prof. Dr. dr. Ketut Suwiyoga, SpOG(K) NIP. 19530715 198003 1 009 001
dr. I Gusti Putu Mayun Mayura, SpOG NIP.19540502 198301 1
Mengetahui
Ketua Program Studi Ilmu BiomedikCombined Degree Program Pascasarjana Universitas Udayana,
Prof. Dr. dr. Wimpie I. Pangkahila, Sp.And.FAACS (K) NIP. 19461213 197107 1 001
Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana
Prof.Dr.dr. A.A. Raka Sudewi, SpS NIP. 19590215 198510 2 001
Tesis Ini Telah Diuji Tanggal 26 JANUARI 2015
Berdasarkan SK Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana No.: 029/UN14.4/HK/2015 Tanggal 02 JANUARI 2015
Panitia Penguji Tesis : Ketua
: Prof. DR. dr. Ketut Suwiyoga, SpOG (K)
Anggota
:
1. dr. I Gusti Putu Mayun Mayura, Sp OG 2. Prof. DR. dr. Wimpie I. Pangkahila, SpAnd., FAACS 3. Prof. dr. N. Tigeh Suryadhi, MPH,Ph.D 4. Dr. dr. I Dewa Made Sukrama, M.Si., Sp.MK (K)
UCAPAN TERIMA KASIH
Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya oleh berkatNya tesis yang berjudul “Pemakaian Alat Kontrasepsi Dalam Rahim Tipe Cu T 380A Sebagai Risiko Anemia Defisiensi Besi dan Lesi Serviks” ini dapat berjalan lancer sesuai waktu yang direncanakan. Tesis ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan tugas akhir belajar untuk meraih gelar Magister pada Program Magister Program Studi Ilmu Kedokteran Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana. Pada kesempatan ini perkenankan penulis mengucapkan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. dr. Ketut Suwiyoga, SpOG(K) selaku pembimbing I dan Kepala Program Studi Obstetri dan Ginekologi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar, dr.I Gusti Putu Mayun Mayura, Sp.OG selaku pembimbing II, dan kepada dr. Tjokorda Gde Agung Suwardewa, SpOG(K) selaku Kepala Bagian Obstetri dan Ginekologi FK UNUD/RSUP Sanglah. Ucapan yang sama juga ditujukan kepada Rektor Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. I Ketut Suastika, Sp.PD (KEMD), Direktur Program Pascasarjana yang dijabat oleh Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K), Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. Putu Astawa, Sp.OT.,M.Kes, serta Direktur Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah, dr. Anak Ayu Sri Saraswati, M.kes, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan untuk mengikuti dan menyelesaikan PPDS I dan Program Magister Program Studi Ilmu Biomedik Kekhususan Kedokteran Klinik (Combined Degree) di Universitas Udayana. Ucapan terima kasih penulis ucapkan juga kepada Ketua Program Studi Ilmu Biomedik, Prof. Dr. dr. Wimpie I Pangkahila, SpAnd, FAACS atas segala bimbingan dan dorongan yang diberikan selama penulis mengikuti pendidikan spesialis. Ucapan terima kasih yang tulus dan penghargaan kepada para penguji tesis ini, yaitu Prof. Dr. dr. Wimpie I. Pangkahila, Sp.And., FAACS, Prof. dr. N. Tigeh Suryadhi, MPH,Ph.D dan Dr. dr. I D Made Sukrama, M.Si., Sp.MK(K) yang memberikan berbagai masukan dan saran dalam penyempurnaan tesis ini. Pasien-pasien yang telah menjadi guru dan banyak memberikan pengetahuan dan pengalaman, rekan-rekan residen Obstetri dan Ginekologi, serta rekan-rekan paramedis RSUP Ucapan terimakasih juga penulis haturkan kepada Bapak Drs. Ketut Tunas, Msi selaku pembimbing statistik, serta yang telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan dan saran selama penulis mengikuti Program Pendidikan Spesialis I (PPDS I) dan Program Magister Program Studi Ilmu Biomedik Kekhususan Kedokteran Klinik (Combined Degree), khususnya dalam penyelesaian tesis ini. Ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya juga saya sampaikan kepada Para dosen dan pengajar Ilmu Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, dan seluruh karyawan bagian Ilmu Biomedik serta semua pihak yang telah membantu selama pendidikan, penelitian dan penulisan tesis ini. Tidak lupa penulis haturkan ucapan terima kasih yang dalam kepada orangtua yaitu I Made Budaya dan Ika Hartiani yang selalu memberi dukungan moril maupun materiil selama masa pendidikan, dan Ayu Reza Dhiyantari yang selalu memberi dukungan moril selama masa pendidikan. Penulis juga mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada temanteman di Program Magister Program Ilmu Kedokteran Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana atas motivasi, semangat, dan kebersamaannya.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu memberikan wara nugraha kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini, Astungkara.
Penulis
ABSTRAK
PEMAKAIAN AKSEPTOR ALAT KONTRASEPSI DALAM RAHIM TIPE Cu T 380 A SEBAGAI RISIKO ANEMIA DEFISIENSI BESI DAN LESI SERVIKS
Laju pertambahan penduduk merupakan masalah diseluruh belahan dunia, hal ini terkait dengan keberhasilan keluarga berencana lestari salah satu AKDR Cu T 380 A mampu menurunkan Total fertility rate dari 6,4 menjadi 3,2. Pada pemakaian Cu T 380 A terjadi angka diskontinuitas yang tinggi sebesar 15 persen yang disebabkan oleh perdarahan dan infeksi pada pemakaiannya hal ini menjadi latar belakang penelitian. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui risiko terjadinya anemia defisiensi besi dan lesi serviks pada pemakaian AKDR Cu T 380 A selama minimal satu tahun. Penelitian dilakukan dengan metode penelitian menggunakan rancangan studi case-control analitik di bagian Obstetri dan Ginekologi RSUP Sanglah Denpasar yang dilakukan pada tanggal 1 Juli 2011 sampai 15 Juli 2014. Sampel penelitian adalah Pasangan usia subur berusia 15-45 tahun yang datang berkunjung ke Poliklinik Obstetri dan Ginekologi RSUP Sanglah Denpasar, random sampling dari populasi terjangkau setelah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Pada sampel dilakukan pengambilan sampel darah untuk diperiksa kadar haemoglobin dan profil besi dengan teknik ELISA di laboratorium Prodia, serta dilakukan pemeriksaan inspekulo di Poliklinik Obstetri dan Ginekologi RSUP Sanglah Denpasar. Dilakukan uji normalitas dengan Shapiro – Wilk, uji homogenitas dengan uji T independent dan uji komparatif dengan chi-square menggunakan bantuan SPSS 17 for windows® version. Hasil yang diperoleh pada deskripsi rerata umur, pendidikan, dan pekerjaan pada kedua kelompok adalah homogen. Didapatkan Odds Ratio 4,80 pada kelompok Akseptor AKDR Cu T 380 A Pemakaian AKDR tipe Cu T 380 A merupakan faktor risiko terjadinya anemia sebesar 4 kali (RO = 4,80; IK 95% = 1,04-22,10; p =0,036) dibandingkan tidak memakai AKDR tipe Cu T 380 A. Didapatkan Odds Ratio 7,65 . Pemakaian AKDR tipe Cu T 380 A merupakan faktor risiko terjadinya lesi serviks sebesar 7 kali (RO = 7,65; IK 95% = 1,3742,71; p =0,012) dibandingkan tidrak memakai AKDR tipe Cu T 380 A. Kesimpulan yang dapat ditarik adalah terdapat peningkatan risiko terjadinya anemia defisiensi besi sebesar 4 kali dan lesi serviks sebesar 7 kali pada akseptor AKDR tipe Cu T 380 A minimal 1 tahun. . Kata Kunci : Anemia defisiensi besi, lesi serviks, AKDR tipe Cu T 380 A.
ABSTRACT
RISK OF IRON DEFICIENCY ANEMIA AND CERVICAL LESIONS IN INTRAUTERINE DEVICE TYPE Cu T 380 A APPLICATION
Background of the study were expansion of population number that became the global issue, where contraception programme had primary role, one contraception methods was IUD Cu T 380 A, that succesfully reduce total fertility rate from 6,4 to 3,2. In application of IUD Cu T 380 were found high rate of discontinuity as 15 percent, bleeding and infection were the main reason of discontinuity. The study objective was to know risk of iron deficiency anemia and cervical lesion on IUD Cu T 380 A application at least one year. The Methods were Case-Control analytic study at the Obstetrics and Gynaecology Department of Sanglah Hospital was conducted on Jully 1, 2011 until July 15, 2015. Research samples were obtained from women who were reproductive age and attended Obstetrics Gynecology Outpatient clinic of Sanglah Hospital, Denpasar. Samples were selected based on the random sampling of the reachable population after fulfilled the inclusion and exclusion criteria. Peripheral blood sampling of haemoglobin and profile iron level conducted by ELISA technique at Prodia laboratory and done gynecology examination at Obstetrics Gynecology Outpatient clinic of Sanglah Hospital to obtained cervical lession. Data was statistically analyzed with Shapiro Wilk test for normality, homogeneity test with the T independent test and comparative test with the Chi-Square , by using the SPSS 17 for windows® version. From the analysis founds that the average age, education and economic on both groups were homogeneous. The odds ratio was 4,8 in IUD Cu T 380 A group for iron deficiency anemia, Aplication of Intrauterine device type Cu T 380 A increase risk of iron deficiency anemia 4 time (OR = 4,80; CI 95% = 1,04-22,10; p =0,036) than non user. The odds ratio was 7,65 in IUD Cu T 380 A group for cervical lession, Aplication of Intrauterine device type Cu T 380 A increase risk of cervical lession 7 time (OR = 7,65; CI 95% = 1,37-42,71; p =0,012) than non user. The study were conclude that risk of iron deficiency anemia was four times greater and cervical lesions was seven times greater after Intraterine device type Cu T 380 A application in one year. Keywords: Iron deficiency anemia, cervical lesion, type Cu T 380 A IUD
DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM .........................................................................................
i
PRASYARAT GELAR ……………………………………………………….
ii
LEMBAR PERSETUJUAN.............................................................................
iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI ...............................................................
iv
SUAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ..................................................
v
UCAPAN TERIMA KASIH ………………………………………………….
vi
ABSTRAK DALAM BAHASA INDONESIA...............................................
viii
ABSTRAK DALAM BAHASA INGGRIS............................................... .....
ix
DAFTAR ISI ...................................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
xiii
DAFTAR TABEL ...........................................................................................
xiv
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................
xv
BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................
1
1.1 Latar Belakang ..............................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah .........................................................................
5
1.3 Tujuan Penelitian ..........................................................................
5
1.3.1 Tujuan umum ......................................................................
5
1.3.2 Tujuan khusus .......................................................................
5
1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................
6
1.4.1 Manfaat bagi pengetahuan ..................................................
6
1.4.2 Manfaat bagi pelayanan .......................................................
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................
7
2.1 Anemia Defisiensi Besi ..................................................................
7
2.1.1 Definisi Anemia Defisiensi Besi ...........................................
7
2.1.2 Patogenesis Anemia Defisiensi Besi ....................................
8
2.1.3 Penyebab Anemia Defisiensi Besi ........................................
10
2.1.4 Gejala Klinis Anemia Defisiensi Besi ..................................
11
2.1.5 Komplikasi Anemia Defisiensi Besi .....................................
12
2.1.6 Diagnosis Anemia Defisiensi Besi ........................................
14
2.1.4 Penatalaksanaan Anemia Defisiensi Besi ...............................
18
2.2 Lesi Serviks.....................................................................................
23
2.2.1. Definisi Lesi Serviks …………….. .......................................
23
2.2.2. Patogenesis Lesi Serviks……………………………………
25
2.2.3. Penyebab Lesi Serviks ..........................................................
26
2.2.4. Diagnosis Lesi Serviks ………………………………. .........
26
2.3 AKDR Cu T 380 A ........................................................................
27
2.3.1. Definisi AKDR Cu T 380 A .................................................
27
2.3.2. Mekanisme Kerja AKDR Cu T 380 A .................................
27
2.3.3. Keunggulan AKDR Cu T 380 A ..........................................
29
2.3.4. Kekurangan AKDR Cu T 380 A ..........................................
30
2.3 Hubungan Pemakaian AKDR Cu T 380 A Dengan Anemia ...... ..
33
2.4 Hubungan Pemakaian AKDR Cu T 380 A Dengan Lesi Serviks...
34
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN ..................................................................................
35
3.1 Kerangka Berpikir ........................................................................
35
3.2 Konsep Penelitian ........................................................................
36
3.3 Hipotesis Penelitian......................................................................
37
BAB IV METODE PENELITIAN ...............................................................
38
4.1 Rancangan Penelitian ..................................................................
38
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian .....................................................
38
4.3 Populasi Penelitian ......................................................................
39
4.4 Sampel Penelitian .........................................................................
40
4.4.1 Kriteria Inklusi ...................................................................
40
4.4.2 Kriteria Eksklusi ................................................................
40
4.4.2 Besar Sampel ......................................................................
41
4.5 Identifikasi Variabel Penelitian ....................................................
42
4.6 Definisi Operasional Variabel Penelitian ....................................
42
4.7 Bahan Dan Materi Penelitian ......................................................
44
4.8 Alat Dan Instrumen Penelitian ....................................................
44
4.9 Prosedur Penelitian......................................................................
45
4.10 Alur Penelitian ............................................................................
46
4.11 Analisis Data ...............................................................................
47
BAB V HASIL PENELITIAN ......................................................................
48
5.1 Distribusi Prevalensi Umur, Pendidikan, dan Pekerjaan pada Kedua Kelompok ............................................................................................
48
5.1.1 Kasus Anemia .......................................................................
49
5.1.2 Kasus Lesi Serviks ................................................................
50
5.2 Risiko Anemia pada Pemakaian AKDR tipe Cu T 380 A ..........
51
5.3 Risiko Lesi Serviks pada Pemakaian AKDR tipe Cu T 380 A ...
52
BAB VI PEMBAHASAN ..............................................................................
53
6.1 Distribusi Prevalensi Umur, Pendidikan, dan Pekerjaan pada Kedua Kelompok ............................................................................................
53
6.2 Hubungan Pemakaian AKDR Cu T 380 A dengan Anemia .......
54
6.3 Hubungan Pemakaian AKDR Cu T 380 A dengan Lesi Serviks .
56
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ...........................................................
59
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
61
LAMPIRAN .....................................................................................................
64
Lampiran 1 Ethical Clearance …………………………………………….. ..
65
Lampiran 2 Informasi Pasien ………………………………………………. .
66
Lampiran 3 Informed Consent ... …………………………………………….
67
Lampiran 4 Kuesioner Penelitian……………………………………… .........
68
Lampiran 5 Anggaran Dana Penelitian ............................................................
69
Lampiran 6 Hasil Analisis Statistik .................................................................
70
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1 Perjalanan Defisiensi Besi ............................................................
10
Gambar 2.2 Leukoplakia ..................................................................................
23
Gambar 2.3 Eritroplakia ................................. .................................................
24
Gambar 2.4 Ulkus ................................. ..........................................................
24
Gambar 2.5 Papiloma ................................. .....................................................
25
Gambar 2.6 AKDR Cu T 380 A ......................................................................
27
Gambar 2.7 Perbandingan Jumlah Perdarahan Antara AKDR Cu T 380 A.....
33
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian……. ...............................................
36
Gambar 4.1 Rancangan Penelitian ..................................................................
39
Gambar 4.2 Alur Penelitian .............................................................................
46
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Penyebab Anemia Defisiensi Besi .................................................
10
Tabel 2.2 Kriteria Anemia Pada Wanita .......................................................
14
Tabel 2.3 Diagnosis Anemia Mikrositer ........................................................
18
Tabel 5.1 Distribusi Prevalensi Pekerjaan dan Pendidikan Pada kedua Kelompok Kasus Anemia ................................................................
49
Tabel 5.2 Distribusi Prevalensi Pekerjaan dan Pendidikan Pada kedua Kelompok Kasus Lesi Serviks.........................................................
50
Tabel 5.3 Risiko Anemia pada Pemakaian AKDR tipe Cu T 380 A ...............
51
Tabel 5.4 Risiko Lesi Serviks pada Pemakaian AKDR tipe Cu T 380 A ........
52
DAFTAR SINGKATAN
AKDR
:
Alat Kontrasepsi Dalam Rahim
ELISA
:
Enzyme-Linked Immunosorbent Assay
IL
:
Interleukin
IL-6
:
Interleukin-6
IUD
:
Intra Uterine Device
IRD
:
Instalasi Rawat Darurat
IMB
:
Index Massa Tubuh
KB
:
Keluarga Berencana
PID
:
Pelvic Inflamatory Disease
PRC
:
Packed Red Cells
SI
:
Serum Iron
SDKI
:
Survey Demografi Kesehatan Indonesia
TIBC
:
Total Iron Binding Capacity
TRP
:
Transferrin Receptor
WHO
:
World Health Organization
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS UDAYANA PROGRAM PASCASARJANA PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK Alamat: Sekretariat Pascasarjana Universitas Udayana- Jl Panglima Sudirman Denpasar, Bali
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Nama
: dr. I Putu Kusuma Yudasmara
NIM
: 1014038104
Program Studi
: Magister Ilmu Biomedik
Judul
: Pemakaian Akseptor Alat Kontrasepsi Dalam Rahim Tipe Cu T 380 A Sebagai Faktor Risiko Anemia Defisiensi Besi dan Lesi Serviks
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat. Apabila dikemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No 17 tahun 2010 dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
Denpasar,…………………….. Yang membuat pernyataan,
(dr. I Putu Kusuma Yudasmara)
BAB I
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laju pertambahan penduduk merupakan salah satu masalah dalam perkembangan dunia saat ini, terutama berkaitan dengan target millennium development goal, dimana salah satu targetnya yang pertama, yaitu eradikasi kemiskinan dan kelaparan, dalam pencapaian tujuan tersebut maka pengendalian laju penduduk adalah merupakan hal yang menjadi perhatian utama. Laju pertambahan penduduk Indonesia adalah sebesar 1,79% berdasarkan sensus penduduk 1990 pada kurun waktu tahun 1980 - 1990, sedangkan pada periode 1990-2000 laju penduduk Indonesia adalah 1,49% (Biro Pusat Statistik, 2010). Keluarga Berencana adalah salah satu program yang dijalankan sejak tahun 1970, dalam pelita I indonesia telah mampu menurunkan angka mempunyai anak rata-rata dari 6,4 menjadi 3,2 orang dalam satu keluarga, salah satu tujuan pembangunan gerakan KB adalah mewujudkan keluarga kecil bahagia sejahtera melalui penurunan tingkat kelahiran secara bermakna. Keberhasilan penurunan tingkat kelahiran tersebut ditentukan oleh meningkatnya pemakaian kontrasepsi secara lestari dan meningkatnya peran serta tanggung jawab masyarakat dan keluarga dalam kegiatan KB (Suwiyoga, 2001). Sehingga pada saat itu ,tahun 2000-2005 diharapkan rata-rata setiap keluarga mempunyai dua anak atau Total Fertility Rate sekitar 2 dan diharapkan mampu menurunkan laju pertambahan penduduk di Indonesia, sedangkan pada kenyataannya Total Fertility Rate pada tahun 2003 adalah 2,4 dan pada tahun 2007 menjadi 2,3 (SDKI, 2007).
Dalam survey tahun pertama program nasional keluarga berencana di Indonesia, sebagian besar akseptor memilih AKDR (55%), kondom dan cara lain (18%), dalam tahun 1977 - 1978 keadaan berubah, akseptor pil merupakan persentase tertinggi (72%), AKDR (19%), kondom dan cara lain (9%), (Suwiyoga, 2001), Berdasarkan hasil survai Demografi dan Kesehatan tahun 1994, pemakai AKDR yang tertinggi adalah Bali (41,1%) disusul Yogyakarta dan Sulawesi Utara. Metode kontrasepsi AKDR tipe Cu T 380 A memiliki efektivitas tinggi dalam jangka waktu panjang, reversible, dan memiliki tingkat kegagalan yang rendah yaitu 0,8% dalam pemakaian tahun pertama, sedangkan pada studi pemakaian jangka panjang selama 12 tahun angka kegagalan AKDR Cu T 380 A ini adalah 2,2%, dalam hal ini sama efektifnya dengan metode kontrasepsi mantap steril pada wanita (Trussel, 2007). Masalah utama dari penggunaan AKDR dalam tahun pertama adalah masalah bertambahnya jumlah darah haid/spotting, meningkatnya risiko infeksi sebesar 15%. ekspulsi setelah pemasangan sebesar 10% (Speroff, 2001). Perdarahaan menstruasi meningkat dua kali lipat pada pemakaian Cu T 380 A, dan mungkin sangat banyak sehingga menyebabkan anemia defisiensi besi, sebagian besar penyedia layanan kesehatan melakukan pengukuran hemoglobin dan hematokrit setiap tahun bagi wanita pemakai AKDR serta setiap saat apabila pemakai mengeluh menstruasinya banyak. Sekitar10 - 15% wanita pemakai AKDR tembaga berhenti menggunakan kontrasepsi ini atas alasan tersebut (Hatcher, dkk.,1998) sedangkan penelitian lainnya menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan pada tingkat
haemoglobin atau terjadinya anemia meskipun terdapat peningkatan kehilangan darah saat menstruasi sekitar 50 % (Task force for Epidemiological Research on Reproductive Health, 1998), sehingga AKDR dapat digunakan pada wanita dengan anemia (World Health Organization, 2004). Telah dilakukan penelitian sebelumnya Tali IUD dapat menimbulkan perlukaan pada portio uteri sehingga menyebabkan lesi serviks. Fiorino (2006) menyebutkan terdapat peningkatan insiden Actinomyces pada hapusan sitologi pada wanita pemakai AKDR jangka panjang sebesar 7% dibandingkan 1% pada wanita bukan pemakai, AKDR menyebabkan reaksi inflamasi yaitu peningkatan IL-2, IL-2SR, granulocyte macrofage CSF pada pemeriksaan mukus serviks (Shobokhsi dan Shaarawy, 2002). Akseptor AKDR yang telah menikah dan setia pada pasangan seksual tidak memperlihatkan risiko terjadi lesi serviks dibandingkan kelompok kontrol setelah 4 bulan pemakaian (Lee dan Rubin, 1998) Pemakai jangka panjang AKDR yang mengandung tembaga dan hormon menunjukkan angka infeksi panggul yang setara dengan mereka yang menggunakan kontrasepsi oral. Dengan berkembangnya kontroversi maka peneliti ingin melakukan kajian lebih lanjut mengenai hubungan pemakaian metode kontrasepsi IUD dan lesi serviks dalam jangka waktu 1 tahun, karena belum terdapat penelitian yang ditujukan khusus membahas kedua hal ini sebelumnya dalam jangka waktu 1 tahun di Indonesia, untuk menjawab berbagai kontroversi yang ada mengenai efek samping penggunaan AKDR dan untuk memperkaya kajian yang telah ada, sehingga diharapkan hasil penelitian ini berguna bagi pihak klinisi dalam kegiatan
pelayanan KB dan pemakai dalam mempertimbangkan pemilihan metode kontrasepsi.
1.2. Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang tersebut dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut, yaitu: 1. Apakah risiko terjadinya anemia defisiensi besi pada akseptor alat kontrasepsi dalam rahim type Cu T 380 A selama 1 tahun lebih besar dibandingkan dengan bukan akseptor ? 2. Apakah risiko terjadinya lesi serviks pada akseptor alat kontrasepsi dalam rahim type Cu T 380 A selama 1 tahun lebih besar dibandingkan dengan bukan akseptor ? 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui hubungan antara anemia defisiensi besi dan lesi serviks pada akseptor AKDR tipe Cu T 380 A minimal 1 tahun.
1.3.2
Tujuan Khusus
1. Mengetahui risiko terjadinya anemia defisiensi besi pada akseptor AKDR tipe Cu T 380 A minimal 1 tahun. 2. Mengetahui risiko terjadinya lesi serviks pada akseptor AKDR tipe Cu T 380 A minimal 1 tahun.
1.4. Manfaat Penelitian 1.
Manfaat terhadap pengembangan ilmu, dapat menambah khasanah pengembangan pengetahuan tentang AKDR, sehingga data yang didapatkan oleh penelitian ini dapat digunakan sebagai penelitian lanjutan sebagai pengembangan ilmu.
2. Manfaat terhadap pelayanan kesehatan, dapat digunakan sebagai tambahan acuan pemilihan metode kontrasepsi lestari, sehingga diharapkan calon akseptor dapat memperoleh informasi lebih baik tentang metode kontrasepsi lestari yang akan dipilih.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anemia Defisiensi Besi 2.1.1 Definisi Anemia Defisiensi Besi Anemia defisiensi besi adalah anemia yang terjadi karena kekosongan cadangan besi tubuh (depleted iron store) sehingga penyediaan besi untuk eritripoesis berkurang,
sehingga
(Adamson, 2005).
berakibat
berkurangnya
pembentukan
hemoglobin
Defisiensi besi menyebabkan konsentrasi hemoglobin
menurun dibawah tingkatan yang optimal, saat penurunan hemoglobin terjadi dibawah dua standar deviasi (-2SD) dari distribusi rata-rata hemoglobin pada populasi normal, usia, dan gender yang sama, maka telah terjadi anemia. Anemia defisiensi besi merupakan tahapan defisiensi besi yang paling berat, yang ditandai dengan anemia hipokromik mikrositer, penurunan cadangan besi, konsentrasi serum iron, saturasi transferin yang rendah, TIBC (total iron binding capacity) meningkat, konsentrasi hemoglobin dan nilai hematokrit yang menurun. Pada tahapan ini terjadi penyesuaian yang dilakukan untuk
mengkompensasikan kekurangan besi oleh tubuh, yaitu dengan meningkatkan reseptor transferin pada seluruh permukaan sel dan sirkulasi. Anemia defisiensi besi merupakan anemia yang terjadi pada sepertiga penduduk dunia yang memberikan dampak kesehatan yang sangat merugikan serta dampak sosial yang cukup serius (Bakta, 2007). 2.1.2 Patogenesis Anemia Defisiensi Besi Anemia defisiensi besi adalah suatu kondisi dimana terdapat anemia dan defisiensi besi terbukti dengan jelas. Defisiensi besi terjadi secara bertahap, yaitu dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah keseimbangan besi negatif, yaitu keadaan dimana kebutuhan (atau kehilangan) besi melebihi kemampuan tubuh untuk menyerap besi dari makanan. Tahap ini dapat disebabkan dari beberapa mekanisme fisiologis termasuk perdarahan, kehamilan (kebutuhan besi untuk pembentukan sel darah merah fetus melebihi kemampuan ibu untuk menyediakan besi), percepatan pertumbuhan pada remaja, atau asupan besi yang tidak memadai. Penyebab umum adalah kebutuhan pertumbuhan janin yang tumbuh dengan cepat melebihi kemampuan individu (ibu) untuk menyerap zat besi yang diperlukan untuk sintesis hemoglobin dari makanan. Perdarahan lebih dari 10 sampai 20 mL sel darah merah per hari melebihi kemampuan usus untuk menyerap besi dari diet normal. Dalam keadaan ini, defisit besi
dikompensasi dengan melakukan
mobilisasi besi dari tempat-tempat penyimpanan besi. Selama periode ini, pengukuran tingkat simpanan besi (iron storages) seperti tingkat feritin serum atau tampilan pengecatan besi (stainable iron) pada aspirasi sumsum tulang-akan menurun. Selama masih ada cadangan besi dan cadangan tersebut dapat
dimobilisasi, serum iron, total iron-binding capacity (TIBC), dan level protoporphyrin darah merah akan tetap berada didalam batas normal. Pada tahap ini, morfologi sel darah merah dan indikator lainnya masih normal. Ketika cadangan besi mulai berkurang, level serum iron mulai turun secara perlahan, TIBC meningkat, demikian juga level protoporphyrin. Secara definisi, cadangan besi dalam sumsum tulang telah habis pada level serum feritin 15 g/L. Selama serum iron masih dalam batas normal, sintesis hemoglobin tidak terpengaruh meskipun simpanan besi semakin berkurang. Saat nilai saturasi transferrin turun 15 sampai 20%, sintesis hemoglobin mulai terganggu. Dimana tahap kedua dimulai, yaitu iron deficient erythropoiesis. Evaluasi yang teliti terhadap hapusan darah tepi memperlihatkan penampakan pertama sel-sel mikrositik, dan dapat ditemukan retikulosit hipokromik pada sirkulasi jika teknologi laboratorium tersedia. Hemoglobin dan hematokrit mulai turun secara perlahan merefleksikan status anemia defisiensi besi. Saturasi transferin pada fase ini adalah 10 sampai 15%. Ketika ada anemia moderat (Hb 10-13g/dL), sumsum tulang masih hipoproliferatif. Dengan status anemia berat (Hb 7-8 g/dL), hipokromia dan mikrositosis terlihat lebih prominen, sel-sel darah merah dengan bentuk tidak sempurna (poikilosit) terlihat pada hapusan darah sebagai target sel atau berbentuk
pensil,
dan
eritroid
sumsum
tulang
semakin
tidak
efektif.
Konsekuensinya, dengan anemia defisiensi besi yang berat dan dalam jangka waktu panjang, hipoproliferasi eritroid berubah menjadi hyperplasia eritroid (Adamson, 2005).
Gambar 2.1 Perjalanaan Defisiensi Besi (Adamson, 2005) 2.1.3 Penyebab Anemia Defisiensi Besi Kondisi-kondisi yang mengakibatkan kebutuhan besi meningkat, meningkatnya kehilangan besi tubuh, atau berkurangnya asupan besi atau absorpsi besi dapat menyebabkan defisiensi besi.
Tabel 2.1 Penyebab Defisiensi Besi Kategori
Contoh
Peningkatan kebutuhan
1. Pertumbuhan yang cepat/ infant / usia
besi/hematopoesis
remaja 2. Kehamilan 3. Terapi eritropoetin
Peningkatan kehilangan darah
1. Perdarahan kronis 2. Menstruasi 3. Perdarahan akut 4. Donor darah 5. Plebotomy pada terapi polisitemia vera
Penurunan intake besi/absorbsi
1. Diet yang inadekuat 2. Malabsorbsi
oleh
karena
penyakit
(penyakit crohn, celiac sprue) 3. Malabsorbsi oleh karena pembedahan (post gastrectomy) 4. Inflamasi akut/kronis
(Sumber : Adamson, 2005) 2.1.4 Gejala Klinis Anemia Defisiensi Besi Kondisi klinis tertentu membawa kemungkinan peningkatan kekurangan zat besi. Kehamilan, remaja, masa pertumbuhan yang cepat, dan sejarah perdarahan intermitten apapun harus membuat klinisi waspada terhadap kemungkinan defisiensi besi. . Tanda terkait dengan kekurangan zat besi tergantung pada tingkat keparahan dan kronisitas anemia di samping tanda-tanda biasa anemia-kelelahan, pucat, dan kapasitas aktivitas berkurang. Cheilosis (fisura pada sudut mulut) dan koilonychia (kuku sendok) adalah tanda-tanda kekurangan zat besi pada jaringan yang sudah parah. Diagnosis defisiensi besi umumnya ditegakkan berdasarkan hasil laboratorium. 2.1.5 Komplikasi Anemia Defisiensi Besi
1. Gangguan kognitif Defisiensi besi dapat menyebabkan gangguan kognitif pada setiap golongan usia, pada eksperimen yang dilakukan pada hewan coba, defisiensi besi menunjukkan gangguan pada otak, terutama pada neurotransmitter dan gangguan tingkah laku, dimana gangguan itu tidak berespon pada penggantian besi yang kemudian dilakukan. Ada korelasi yang kuat diantara percobaan pada hewan dengan manusia, anemia defisiensi besi menyebabkan hambatan perkembangan psikomotor dan kognitif pada anak di mesir, india, Indonesia, Thailand dan amerika. Anak-anak
dengan defisiensi besi ini setelah mengalami hambatan
perkembangan psikomotor dan kognitif, saat memasuki usia sekolah akan mengalami gangguan pada tes bahasa,tes motorik, dan koordinasi sebanding dengan deficit 5 sampai 10 pada IQ. Pada wanita yang pada dietnya diberikan suplementasi besi menyatakan tidak mengalami kelelahan, dan kemampuan untuk berkonsentrasi dalam studi meningkat dan terdapat perbaikan mood (Balin, 2002), Gangguan Neurologis pada anak, remaja , dan dewasa yang diperiksa dengan pemeriksaan elektropsikologikal telah dianalisa dan berhubungan dengan defisiensi besi. 2. Gangguan imunitas Morbiditas infeksi meningkat pada populasi dengan defisiensi besi , karena adanya efek negative defisiensi besi pada system imun. Pada situasi ini, kemampuan leukosit berkurang dalam membunuh mikrooganisme, dan
limfosit mengalami penurunan kemampuan replikasi meskipun dirangsang oleh mitogen. Pada anemia defisiensi besi terjadi penurunan konsentrasi sel yang berperan dalam imunitas seluler(Joyson, 2002). 3. Kemampuan dan produktivitas kerja Terdapat hubungan linear antara anemia defisiensi besi dengan kapasitas kerja pada pekerja pertanian yang dilaporkan di Indonesia, Kolumbia, Guatemala, Kenya dan Srilanka. Pada penelitian di cina, pekerja dengan anemia memiliki kemampuan kerja 15% lebih rendah dibandingkan dengan pekerja normal, mereka menggunakan energi 6% lebih rendah, dan kemampuan maksimal lebih rendah sebanyak 4% dan kemampuan produktivitas 12% lebih rendah(Li, 2003). Kemampuan kerja dapat kembali normal dengan pemberian suplementasi besi.
4. Endokrin dan Neurotransmiter Defisiensi besi menyebabkan gangguan pembentukan triiodotironin (T3) ,gangguan fungsi tiroid secara umum, gangguan pembentukan dan metabolisme
katekolamin
dan
neurotransmitter
lainnya.
Sehingga
penderita defisiensi besi mengalami gangguan dalam penyesuaian temperature tubuh terhadap suhu lingkungan yang dingin. 2.1.6 Diagnosis Anemia Defisiensi Besi Diagnosis defisiensi besi ditegakan berdasarkan pada hasil laboratorium, antara lain : Tabel 2.2 Kriteria Anemia pada wanita pada berbagai tingkat reproduksi
Tingkat Reproduksi
Hemoglobin
Hematokrit
(
(<%)
12-14 tahun
11,8
35,7
15-17 tahun
12,0
35,9
≥ 18 tahun
12,0
35,7
Trimester pertama
11,0
33,0
Trimester kedua
10,5
32,0
Trimester ketiga
11,0
33,0
Tidak hamil dan menyusui
Wanita hamil
(Sumber : CDC, 2000)
a. Serum Iron dan Total Iron-Binding Capacity(TIBC) Tingkat serum iron merupakan jumlah sirkulasi besi terikat pada transferin. TIBC adalah ukuran tidak langsung dari transferin yang beredar. Rentang normal untuk serum iron 50 sampai 150 g / dL. Nilai normal untuk TIBC adalah 300-360 g / dL. Saturasi transferin, nilai normalnya adalah 25 sampai 50%, diperoleh dengan rumus berikut: serum besi/100 /TIBC.
Status defisiensi besi
berhubungan dengan tingkat kejenuhan di bawah 18%.
b. Serum Ferritin Besi bebas bersifat toksik terhadap sel tubuh, sehingga tubuh memiliki mekanisme perlindungan untuk mengikat besi dalam kompartemen di
dalam jaringan. Didalam sel, besi disimpan dengan membentuk kompleks terhadap protein sebagai ferritin atau hemosiderin. Apoferritin terikat pada ion besi ferro dan menyebabkan ion tersebut tetap tersimpan sebagai ion ferri. Besi pada ferritin atau hemosiderin dapat diekstraksi dari retikulum endoplasma, Tingkat feritin serum berkorelasi dengan simpanan besi total tubuh. Dengan demikian, tingkat feritin serum adalah tes laboratorium yang paling baik dan mudah untuk memperkirakan simpanan besi. Nilai normal untuk ferritin bervariasi tergantung umur dan jenis kelamin dari individu. Pria dewasa memiliki nilai serum ferritin rata-rata 100g/L, sementara wanita mempunyai level rata-rata 30g/L. Nilai serum ferritin dapat jatuh sampai 15 g/L saat simpanan besi mulai berkurang. Level tersebut hampir selalu digunakan sebagai diagnosis untuk tidak adanya (hilangnya) simpanan besi tubuh. c. Pemeriksaan Cadangan Besi Sumsum Tulang Cadangan besi pada Retikulum Endoplasma sel dapat diperkirakan dari pengecatan besi pada aspirat sumsum tulang atau biopsy, pengukuran serum ferritin telah banyak menggantikan aspirat sumsum tulang untuk menentukan simpanan besi. Level serum ferritin merupakan indikator yang lebih baik untuk kelebihan besi daripada pengecatan aspirat sumsum tulang. Bagaimanapun, sebagai tambahan terhadap simpanan besi, pengecatan pada aspirat sumsum tulang memberikan informasi mengenai efektivitas distribusi besi pada eritroblas. Nilai normalnya adalah 20% sampai 40% eritroblas yang sedang berkembang (sideroblas) memiliki granul ferritin yang terlihat pada sitoplasmanya.
d. Protoporfirin Sel Darah Merah Protoporfirin adalah bentuk antara dalam jalur sintesis heme. Dalam kondisi dimana sintesis heme terganggu, protoporfirin akan terakumulasi dalam sel daram merah. Hal ini dapat menunjukkan bahwa pasokan besi untuk prekursor eritroid tidak memadai dalam proses sintesis hemoglobin. Nilai normal adalah kurang dari 30 g/dL sel darah merah. Pada defisiensi besi biasanya nilai protoporfirin melebihi 100 g/dL. Peningkatan level protoporfirin sel darah merah paling sering disebabkan oleh defisiensi besi dan keracunan timah.
e. Protein Reseptor Transferrin / Transferrin Receptor Protein Sel eritroid memiliki reseptor transferrin terbanyak pada permukaan selnya daripada sel-sel lain dan protein reseptor transferrin (transferrin receptor protein = TRP) tersebut juga dilepaskan oleh sel ke dalam sirkulasi. Dari ciri tersebut maka masa eritroid total pada sumsum dapat diketahui dari level serum TRP. Kondisi lain yang menyebabkan meningkatnya level TRP adalah defisiensi besi. Nilai normal serum TRP adalah 4 sampai 9 g/L ditentukan dengan immunoassay. Tes laboratorium ini telah banyak tersedia dan telah digunakan untuk tujuan pengukuran serial dari ekspansi eritroid sumsum sebagai respon terhadap terapi eritropoietin rekombinan.
Tabel 2.3 Diagnosis Anemia Mikrositer Test
Defisiensi besi
Inflamasi
Thalassemia
Anemia Sideroblastik
Smear
Micro/hypo
Normal Micro/hypo
Micro/hypo
Variabel
dengan sel target
SI
<30
<50
Normal
Normal sampai
sampai tinggi
tinggi
TIBC
>360
<300
Normal
Normal
% saturasi
<10
10-20
30-80
30-80
Ferritin
<15
30-200
50-300
50-300
Pattern
Normal
Normal
Abnormal
Normal
Hemoglobin
(Sumber: Adamson, 2005) 2.1.7 Penatalaksanaan Anemia Defisiensi Besi
Penyebab dan tingkat keparahan anemia defisiensi besi menentukan pendekatan yang tepat terhadap penatalaksanaan. Pada sebagian besar kasus defisiensi besi (pada wanita hamil, anak dan remaja dalam masa pertumbuhan, penderita dengan episode perdarahan berulang, dan penderita dengan asupan besi yang tidak adekuat) terapi dengan tablet besi cukup adekuat. Pada penderita dengan perdarahan yang tidak biasa atau malabsorpsi, prioritas ditempatkan pada tes diagnostic spesifik dan terapi yang tepat. Setelah diagnosis anemia defisiensi besi dan penyebabnya ditentukan, terdapat tiga pendekatan utama untuk penatalaksanaan terapeutik. a. Transfusi Sel Darah Merah Terapi transfusi diindikasikan kepada individu yang memiliki keluhan anemia, instabilitas
kardiovaskular,
dan
perdarahan
eksesif
dan
terus-menerus
darimanapun asalnya, dan yang memerlukan intervensi segera. Penatalaksanaan penderita-penderita tersebut lebih berkaitan dengan konsekuensi anemia berat daripada dengan defisiensi besinya. Transfusi tidak hanya memperbaiki status anemia secara akut, sel darah merah yang ditransfusikan juga menyediakan sumber besi untuk digunakan kembali dengan asumsi sel-sel tersebut tidak hilang karena perdarahan yang berlanjut. Terapi transfusi dapat menstabilkan penderita sementara pilihan terapi lain dapat ditinjau kembali. b. Terapi Tablet Besi Pada penderita dengan anemia defisiensi besi asimptomatik, biasanya pemberian tablet besi sudah memadai. Sediaan tersedia bervariasi dari garam besi sederhana sampai senyawa besi kompleks yang dibuat khusus untuk mempermudah penyerapan di usus halus. Sediaan tersebut memiliki kandungan besi yang
berbeda-beda,dan dapat diabsorpsi dengan baik dan efektif sebagai terapi. Beberapa memiliki senyawa tambahan untuk meningkatkan absorpsi besi, (asam askorbat). Untuk terapi sulih besi diberikan besi elemental sampai 300 mg per hari, sama dengan tiga atau empat tablet besi (masing-masing mengandung 50 sampai 65 mg besi elemental) diberikan selama satu hari. Sediaan besi diminum pada saat perut kosong (sebelum makan) karena makanan dapat menghambat penyerapan besi. Beberapa penderita dengan penyakit saluran pencernaan atau yang sebelumnya pernah menjalani pembedahan saluran pencernaan memerlukan perlakuan khusus dengan larutan (solusi) besi karena kapasitas retensi lambung mungkin
berkurang.
Kapasitas
retensi
diperlukan
untuk
melarutkan
salut/pembungkus tablet besi. Dosis 200 sampai 300 mg besi elemental per hari menghasilkan absorpsi besi sampai 50 mg per hari. Jumlah ini dapat mendukung produksi sel darah merah dua atau tiga kali normal pada individu dengan sumsum tulang yang berfungsi baik dan stimulus eritropoietin yang sesuai. Bersamaan dengan naiknya level hemoglobin, stimulasi eritropoietin akan berkurang dan jumlah besi yang diserap juga akan berkurang. Tujuan terapi pada individu dengan anemia defisiensi besi tidak hanya untuk menyembuhkan anemia, tapi juga menyediakan simpanan besi sedikitnya 0.5 sampai 0.1 g besi. Terapi jangka panjang dalam periode 6 sampai 12 bulan dapat mencapai nilai tersebut. Gangguan gastrointestinal adalah komplikasi terapi tablet besi yang paling sering tampak dan ditemukan pada 15 sampai 20% penderita. Pada penderitapenderita tersebut nyeri abdomen, mual, muntah, atau konstipasi sering kali mengakibatkan ketidakpatuhan (noncompliance). Walaupun sediaan besi dosis kecil atau sediaan dengan pelepasan besi yang lebih lambat dapat mengurangi
munculnya komplikasi, efek samping gastrointestinal adalah penghambat utama terhadap keefektifan terapi pada sebagian penderita. Respon terhadap terapi besi bervariasi tergantung pada stimulus eritropoietin dan laju absorpsi. Hitung retikulosit secara tipikal akan mulai meningkat pada 4 sampai 7 hari setelah inisiasi dan memuncak pada hari ke-11 atau setelah 2 minggu. Tidak adanya respon terhadap terapi dapat disebabkan oleh absorpsi yang buruk, ketidaktaatan (yang sering terjadi), atau kesalahan diagnosis. Jika defisiensi besi menetap, diperlukan alih terapi ke sediaan besi parenteral. c. Terapi Perenteral Besi intravena dapat diberikan kepada penderita yang tidak dapat mentoleransi tablet besi, pada penderita yang membutuhkan penanganan relatif akut, atau pada penderita yang membutuhkan asupan besi secara terus menerus dan dalam jumlah tetap, biasanya karena perdarahan gastrointestinal yang persisten. Keamanan pemberian besi parenteral adalah menjadi perhatian, khususnya pada penggunaan besi dextran. Tingkat reaksi efek samping serius terhadap pemberian besi dextran intravena adalah 0.7%. Kompleks besi baru yang lebih aman dan memiliki tingkat reaksi efek samping lebih rendah. Contoh sediaan adalah sodium ferri glukonat intravena (Ferrlecit) dan besi sukrosa (Venofer). Besi parenteral diberikan dengan dua cara: pertama yaitu dengan pemberian dosis besi total sebanyak yang diperlukan untuk memperbaiki defisit hemoglobin dan menyediakan simpanan besi sedikitnya 500 mg untuk penderita. Cara kedua yaitu dengan memberikan dosis kecil berulang untuk jangka waktu panjang. Cara kedua ini sering digunakan di pusat-pusat dialisis, dimana
pemberian 100 mg besi elemental perminggu selama 10 minggu untuk augmentasi respon terhadap terapi eritropoietin rekombinan jarang dilakukan. Jumlah besi yang diperlukan seorang penderita dihitung dengan formula berikut: Berat badan (kg) x 2,3 x (15-Hb pasien, g/dl) + 500 atau 1000 mg (untuk cadangan besi)
Reaksi anafilaksis merupakan perhatian utama dalam administrasi sediaan besi dextran intravena. Anafilaksis hampir tidak pernah ditemukan dengan pemberian sediaan generasi baru. Faktor-faktor yang berkorelasi dengan reaksi anafilaktoid termasuk riwayat alergi multiple atau riwayat reaksi alergi terhadap dextran (pada kasus besi dextran). Gejala sistemik muncul beberapa hari setelah infuse besi dosis tinggi dapat mencakup arthralgia, eritema kulit atau urtika, dan demam ringan. Gejala-gejala tersebut mungkin berkaitan dengan dosis, namun tidak perlu menghentikan pemberian dosis besi parenteral selanjutnya (Adamson, 2005).
2.2 Lesi Serviks 2.2.1 Definisi Lesi Serviks Adalah lesi inflamasi pada mukosa vagina dan serviks yang disertai dengan discharge yang banyak, berbau maupun tidak berbau, berbusa maupun tidak berbusa, berwarna hijau atau kuning kehijauan atau putih dan disertai gejala seperti nyeri perut bawah, sakit pinggang, gatal, dan dispareunia (Sankaranarayan dan Sellors, 2003). Lesi serviks meliputi salah satu kriteria dibawah : a.
Leukoplakia adalah daerah berwarna putih,berbatas tegas dengan tepi ireguler.
Gambar 2.2 Leukoplakia b.
Eritroplakia adalah daerah berwarna merah, datar atau dengan peninggian ringan tanpa menunjukkan tanda-tanda peradangan, biasanya ditemukan mengelilingi ostium uteri eksternum.
Gambar 2.3 Eritroplakia c.
Ulkus adalah diskontinuitas permukaan porsio terdiri dari tepi dinding, dasar dan isi, akibat hilangnya epitel permukaan melewati stratum basalis.
Gambar 2.4 Ulkus
d.
Papiloma adalah pertumbuhan eksofitik yang berwarna putih, merah muda atau merah dan kadang-kadang berbentuk seperti bunga kol.
Gambar 2.5 Papiloma
2.2.2 Patogenesis Lesi Serviks Inflamasi yang mengenai epitel skuamous dan kolumner serviks menyebabkan terjadinya kongesti pada jaringan penunjang, terjadi deskuamasi sel dan ulserasi dengan discharge yang mucopurulen. Inflamasi yang berulang menyebabkan membentuk epitel baru dan proliferasi jaringan penunjang menghasilkan fibrosis).
2.2.3 Penyebab Lesi Serviks Penyebab lesi serviks antara lain (Sankaranarayan dan Sellors, 2003): 1. Benda asing (IUD,tampon) 2. Trauma
3. Iritasi & Inflamasi kronis (bahan kimia) 4. Infeksi a. Neisseria gonorrhoeae b. Clamydia trachomatis c. Herpes simplex virus d. Trichomonasvcaginalis e. Candida albicans f. Kuman penyebab lainnya : Mycoplasma genitalium, Ureaplasma urelyticum, virus, Treponema pallidum, Bacteroides, Gardenella vaginalis. 2.2.4 Diagnosis Lesi Serviks Diagnosis dari mucopurulent endocervitis ditegakan melalui pemeriksaan klinis adanya discharge purulen berwarna kuning kehijauan disebut sebagai mucopus dan ditegakkan dengan pemeriksaan inspekulo, yakni dengan ditemukannya lesi berupa leukoplakia, eritroplakia, ulkus, dan papiloma pada serviks.
2.3 AKDR Cu T 380A 2.3.1 Definisi AKDR Cu T 380A
AKDR merupakan alat kontrasepsi yang terbuat dari bahan plastik yang halus berbentuk spiral atau berbentuk lain yang dipasang di dalam rahim dengan memakai alat khusus oleh dokter atau bidan/ paramedik lain yang sudah dilatih
(Irianto, 2007).
AKDR Cu T 380A memiliki mirip huruf “T”. Bentuk ini
sangat efektif, aman,dan mudah beradaptasi.
Gambar 2.6 AKDR Cu T 380 A (Berek, Jonathan, 2007) 2.3.2 Mekanisme Kerja AKDR Cu T 380 A Penelitian menunjukkan bahwa Alat kontrasepsi dalam rahim Cu T 380 A dapat mencegah kehamilan dengan cara mencegah fertilisasi, beberapa studi menunjukkan adanya penurunan sperma yang viable yang mampu mencapai tuba fallopi, dimana proses fertilisasi terjadi. Terdapat inflamasi steril yang disebabkan benda asing, dalam hal ini Cu T 380 A dalam cavum uterus sehingga terjadi perubahan biokimia dan selular yang menjadikan suasana toksik kepada sperma (WHO, 1987), ion Cu ditemukan pada cairan cavum uterus dan tuba fallopi sehingga menyebabkan perubahan sensitivitas terhadap fertilisasi (Ortiz., 2007)
Mekanisme kerja IUD adalah sebagai berikut:
1. Perubahan pada endometrium yang disebabkan reaksi inflamasi steril oleh AKDR Cu T 380 A pada endometrium dan inflamasi steril tersebut menyebabkan hambatan pada spermatozoa dan ovum. 2. Reaksi inflamasi yang ditimbulkan oleh ion Cu yang terkandung pada AKDR Cu T380 A menyebabkan peningkatan IL-2, IL-2SR, granulocyte macrofage CSF menghambat kemampuan sperma untuk masuk ke tuba falopii 3. Receptivitas endometrium rendah terhadap implantasi telur dalam uterus (BKKBN, 2002). Reaksi inflamasi yang ditimbulkan oleh AKDR Cu T 380 A menyebabkan kaskade inflamasi berupa peningkatan IL-2, IL-2SR, granulocyte macrofage CSF sehingga kemampuan reseptivitas endometrium menjadi lemah untuk menerima hasil konsepsi.
2.3.3 Keunggulan AKDR Cu T 380 A 1. Efektivitas Alat kontrasepsi dalam rahim Cu T 380A adalah efektif dalam pemakaian jangka panjang, dengan angka kegagalan sebesar 0,8% pada tahun pertama pemakaian (Trussell, 2007). Pada pemakaian jangka panjang selama 12 tahun, IUD Cu T 380 A memiliki angka kegagalan sebesar 2,2%, dan angka ini sebanding dengan efektivitas metode kontrasepsi sterilisasi . 2. Reversibel
Setelah pengambilan dari Cu T 380 A, maka kesuburan akan segera kembali seperti semula (Skjeldestad, 2008) 3. Lama pemakaian Pada studi pemakaian jangka panjang menunjukkan bahwa Cu T 380 A masih memiliki efektivitas selama 12 tahun pemakaian dan terdapat studi yang menyatakan efektivitas metode ini sampai 20 tahun pemakaian (Sivin, 2007) 4. Tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI 5. Tidak ada efek samping hormonal 6. Tidak bersifat karsinogen (BKKBN, 2002)
2.3.4 Kekurangan AKDR Cu T 380 A 1. Nyeri/kram/gangguan menstruasi Selama pemasangan AKDR, beberapa wanita mengeluh rasa tidak nyaman atau kram (Grimmes, 2004). Keluhan ini seringkali muncul beberapa hari setelah pemasangan dan akan menghilang dalam beberapa bulan kemudian. Informed consent dan konseling tentang efek samping ini sangat penting dikarenakan gangguan menstruasi (irregularitas) adalah alasan medis tersering untuk pengambilan metode kontrasepsi ini. 2. Perdarahan/anemia
Tidak ada perbedaan konsentrasi hemoglobin yang signifikan atau kejadian anemia yang disebabkan oleh Cu T 380 A, namun terdapat peningkatan
kehilangan
darah
sampai
50%
(Task
Force
for
Epidemiological Research on Reproductive Health, 2000) 3. Perforasi Perforasi pada dinding uterus selama pemasangan Alat kontrasepsi dalam rahim adalah sangat jarang, kejadian perforasi lebih rendah dari 1,5 per 1000 pemasangan AKDR pada studi pemakaian klinis yang besar. Keterampilan dan pengalaman dari provider adalah faktor yang paling penting dalam meminimalisasikan risiko perforasi (Harrison-Woolrych, dkk., 2003) 4. Ekspulsi Ekspulsi dari Alat kontrasepsi dalam rahim sangat jarang, pengetahuan dan pengalaman provider merupakan faktor paling penting dalam meminimalisasikan ekspulsi. Angka ekspulsi kumulatif adalah sebesar 2,4% pada satu tahun,pemakaian 3,4% pada tahun kedua, dan 4,4% pada tahun ketiga pemakaian. Meskipun angka ekspulsi lebih tinggi pada wanita nulipara dibandingkan dengan primipara (Hubacher, 2007) dan pemakaian post partum dibandingkan dengan pemakaian berinterval waktu (Grimes, dkk., 2001), WHO tetap memperbolehkan pemakaian pada setiap kondisi. 5. Kehamilan Ektopik Alat kontrasepsi dalam rahim memiliki kemampuan proteksi terhadap kehamilan ektopik. Wanita pengguna AKDR Cu generasi kedua memiliki 91% lebih rendah dari risiko mengalami kehamilan ektopik dibandingkan
dengan wanita yang tidak menggunakan kontrasepsi, namun jika terjadi kehamilan pada wanita pemakai AKDR, kehamilan yang terjadi memiliki risiko ektopik dibandingkan dengan kelompok wanita bukan pengguna, dengan angka kejadian sebesar 1 per 13 - 16 kehamilan atau 6 sampai 8% (Furlong, 2002).
6. Infeksi/PID Pada studi multinasional oleh WHO dari 23.000 insersi AKDR yang dilakukan follow up, ditemukan angka kejadian PID sebesar 1,6 kasus dari 1000 wanita per tahun Risiko PID pada pemakai Alat kontrasepsi dalam rahim meningkat hanya pada 3 - 4 minggu pertama setelah pemasangan, dimana diemukan 7 kasus per 1000 wanita per tahun yang memakai AKDR, setelah 3 - 4 minggu pemasangan, risiko PID kembali ke turun sehingga sama dengan wanita bukan pemakai AKDR. PID yang terjadi pada wanita akseptor AKDR disebabkan oleh kuman (dikenali atau tidak dikenali) sexual transmitted infections (STI) , antara lain Clamydia trachomatis dan N.gonnorrhea, bukan oleh AKDR itu sendiri (Grimes, 2000).
Studi yang dilakukan pada wanita pemakai AKDR dengan STI, kemungkinan untuk terjadi PID adalah rendah, yaitu 0 sampai 5%, sedangkan grup lainnya yang tidak memiliki STI risiko terjadinya PID adalah 0 sampai 2% (Mohllaje dkk, 2006).
2.4 Hubungan Pemakaian AKDR Cu T 380 A dengan Anemia AKDR Cu T 380 A diperkirakan meningkatkan perdarahan selama menstruasi, sehingga menyebabkan terjadinya deplesi dari besi sampai menyebabkan terjadinya anemia. Terdapat peningkatan kehilangan darah sampai 50% pada pemakaian AKDR dan penambahan lama menstruasi selama 1 hari, serta adanya hambatan oleh Cu 380 A pada pemulihan endometrium pasca menstruasi, pada studi yang dilakukan di Turkmenistan terdapat peningkatan prevalensi anemia pada wanita usia 15-49 tahun tingkat sedang sampai berat sebesar 12%, dibandingkan prevalensi wanita bukan pengguna AKDR sebesar 9% (Kariyeva dkk, 2000).
Gambar 2.7 Perbandingan jumlah perdarahan antara AKDR tipe Cu T 380 A dengan LNG-IUS (Kariyeva, 2000 ) 2.5 Hubungan Pemakaian AKDR Cu T 380 A dengan Lesi Serviks AKDR menyebabkan reaksi inflamasi yaitu peningkatan IL-2, IL-2SR, granulocyte macrofage CSF pada pemeriksaan mukus serviks (Shobokhsi, Shaarawy, 2002). Terdapat peningkatan insiden lesi serviks (Speroff,2001). Tali IUD dapat menimbulkan perlukaan pada portio uteri (Manuaba, 2001), Tali IUD menyebabkan timbulnya mikrolesi, mikrobruishes, sampai dengan terjadinya lesi serviks yang dapat diamati secara makroskopis dengan pemeriksaan inspekulo. Terdapat peningkatan risiko infeksi oleh Actinomycosis yang dilaporkan pada wanita pengguna AKDR.
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1. Kerangka Berpikir Alat kontrasepsi dalam rahim tipe Cu T 380 A, merupakan benda asing yang bersifat sebagai antigen yang dapat menimbulkan reaksi inflamasi pada endometrium, endometritis, dan servisitis minimal pemakaian satu tahun. Alat kontrasepsi dalam rahim tipe Cu T 380 A terdiri atas dua bagian yaitu badan dan tali AKDR. Badan AKDR Tipe Cu T 380 A dapat mengakibatkan reaksi inflamasi. Inflamasi pada endometrium ini dapat mengakibatkan hipofiremia, penumpukan zat besi dalam makrofag, pemendekan usia eritrosit, penurunan eritropoesis, gangguan utilisasi zat besi, perdarahan dalam bentuk menorhagia, metrorhagia, dan menometrorhagia. Hal ini mengakibatkan anemia
defisiensi besi etika hal tersebut terjadi minimal satu tahun pemakaian AKDR tipe Cu T 380 A. Ekor AKDR tipe Cu T 380 A terdiri atas 2 utas tali poli etilin yang dapat berperan sebagai micro ulcerator dan micro brigde. Sebagai micro ulcerator, tali AKDR berada dalam kanalis servikalis. Mukosa kanalis servikalis yang terdiri atas satu lapis epithelial silindris dan zona transisional merupakan lapisan tipis dan rentan. Satu lapis epithelial ini mudah teriritasi dan tergerus oleh gerakan pasif tali AKDR tipe Cu T 380 A yang relatif kaku. Jadi tali AKDR tipe Cu T 380 A ini dapat mengakibatkan lesi serviks. Sebagai micro bridge, tali AKDR tipe Cu T 380 A berperan sebagai jembatan mikro organisme dari vagina ke serviks. Sementara, terjadi erosi epithelial mukosa serviks yang merupakan pintu masuk mikro organisme sehingga terjadi servisitis. 3.2 Kerangka Konsep Penelitian Kerangka konsep penelitian dapat dilihat pada bagan 3.1 dibawah ini
Akseptor AKDR tipe Cu T 380 A
Badan AKDR Tipe Cu T 380 A
Inflamasi dan Infeksi Mukosa Endometrium dan Serviks
Menometrorhagia, Menorhagia, Metrorhagia Asupan Gizi, Kehamilan Pertumbuhan
Ekor AKDR Tipe Cu T 380 A
Erosi Serviks
Anemia Defisiensi Besi Gambar 3.1
Lesi Serviks
Kerangka Konsep Penelitian 3.3 Hipotesis Penelitian 1. Risiko terjadinya anemia defisiensi besi pada akseptor AKDR tipe Cu T 380 A lebih besar dibandingkan bukan akseptor AKDR Cu T 380 A. 2. Risiko terjadinya lesi serviks pada akseptor AKDR tipe Cu T 380 A lebih besar dibandingkan bukan akseptor AKDR Cu T 380 A.
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan Kasus-kontrol untuk memperoleh risiko anemia defisiensi besi dan lesi serviks pada pemakaian AKDR Cu T 380 A minimal 1 tahun.
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dikerjakan di Polklinik dan IRD Kebidanan dan Penyakit Kandungan RS Sanglah Denpasar, dilakukan pada tanggal 1 Juli 2010 sampai sampel terpenuhi.
pemakai AKDR Cu T 380 A
1.1.1.1 A
Bukan pemakai AKDR Cu T 380 A
1.1.1.2 A
pemakai AKDR Cu T 380 A
1.1.1.3 Le si Bukan pemakai AKDR Cu T 380 A
1.1.1.4 Le si
Gambar 4.1 Rancangan Penelitian
4.3 Populasi Penelitian Adapun populasi target penelitian adalah Wanita usia subur. Populasi terjangkau penelitian adalah Akseptor AKDR dan non Akseptor AKDR yang memeriksakan kesehatan dirinya ke Poliklinik dan IRD Kebidanan dan Penyakit Kandungan RS Sanglah Denpasar. 4.4 Sampel Penelitian Sampel penelitian ini adalah Akseptor AKDR dan bukan akseptor AKDR yang memeriksakan kesehatan dirinya ke Poliklinik dan IRD Kebidanan dan Penyakit Kandungan RS Sanglah Denpasar dan memenuhi kriteria inklusi penelitian.
4.4.1 Kriteria Inklusi Kriteria Inklusi dari penelitian adalah sebagai berikut: 1. Pasangan usia subur (15 - 45 tahun) 2. Akseptor AKDR Cu 380 A minimal 1 tahun (kelompok kasus) 3. Memiliki tingkat pendidikan setidaknya SLTP 4. Bersedia ikut penelitian ini 4.4.2 Kriteria Eksklusi Kriteria Eksklusi dari penelitian adalah sebagai berikut: 1. Riwayat anemia sebelumnya 2. Riwayat lesi serviks sebelumnya 3. Status gizi kurang baik (IMB < 19 kg/m2) 4. Sedang hamil 5. AKDR Tipe lainnya (selain CuT 380 A) 4.4.3. Perhitungan Besar Sampel Penelitian Besar sampel pada penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (dikutip dari Madiyono, 2008): 2
Z α 2 + Z β √ PQ n= (1)
............................................ ...................
(P-1/2)
Keterangan : Z α = 1,96 (α = 0,05) Z β = 0,10 P
= 3/4
Q = 1-P =1/4 N
= 38
OR = 3 Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan rumus di atas, diperoleh besar sampel penelitian adalah 38 sampel. Dengan faktor koreksi maka diperlukan sampel sebesar 42, dan diambil secara random sampling. 4.5 Identifikasi Variabel Penelitian Identifikasi variable penelitian adalah sebagai berikut : a. variabel tergantung: anemia dan lesi serviks b. variabel bebas: pemakaian AKDR tipe Cu T 380 A minimal selama 1 tahun c. variabel kendali: umur, pendidikan, pekerjaan, paritas, riwayat medis, status gizi, pasangan Dilakukan matching dalam hal : umur 4.6 Definisi Operasional Variabel Penelitian
1. Anemia defisiensi besi: anemia defisiensi besi adalah anemia yang terjadi karena kekosongan cadangan besi tubuh (depleted iron store) sehingga penyediaan besi untuk eritripoesis berkurang, sehingga berakibat berkurangnya pembentukan hemoglobin (Adamson, 2005), diperoleh dari pembuluh darah vena dengan diambil 7 cc dengan menggunakan sspuit pada vena cubiti dan diperiksa pada laboratorium prodia dengan metode pemeriksaan ELISA, dan menggunakan kriteria CDC tahun 2000, yaitu pada sampel yang diuji (kelompok usia subur) kadar Hemoglobin dibawah 12 g/dl adalah positif untuk anemia. Dengan profil besi Serum iron dibawah 30 mg/dl dan TIBC lebih dari 360 IU maka memenuhi criteria untuk anemia defisiensi besi (Adamson, 2005) 2. Lesi serviks: lesi inflamasi pada mukosa vagina dan serviks yang disertai dengan discharge yang banyak, berbau maupun tidak berbau, berbusa maupun tidak berbusa, berwarna hijau atau kuning kehijauan atau putih dan disertai gejala seperti nyeri perut bawah, sakit pinggang, gatal, dan dispareunia (Sankaranarayan dan Sellors, 2003). diperiksa melalui pemeriksan inspekulo. Termasuk diantaranya: a. Leukoplakia adalah daerah berwarna putih,berbatas tegas dengan tepi ireguler. b. Eritroplakia adalah daerah berwarna merah, datar atau dengan peninggian ringan tanpa menunjukkan tanda-tanda peradangan, biasanya ditemukan mengelilingi ostium uteri eksternum.
c. Ulkus adalah diskontinuitas permukaan porsio terdiri dari tepi dinding, dasar dan isi, akibat hilangnya epitel permukaan melewati stratum basalis. d. Papiloma adalah pertumbuhan eksofitik yang berwarna putih, merah muda atau merah dan kadang-kadang berbentuk seperti bunga kol. 3. Umur adalah perhitungan usia berdasarkan tahun lahir yang tercantum pada KTP. 4. Pendidikan adalah ijazah pendidikan yang terakhir. 5. Pekerjaan adalah kegiatan yang mendatangkan penghasilan bagi penderita setiap bulan. 6. Paritas adalah jumlah anak yang pernah dilahirkan viabel. 7. Riwayat medis adalah keterangan yang berisikan informasi kesehatan pada masa lampau diperoleh dari anamnesis, dalam penelitian ini yang dimaksud
adalah
penyakit
gangguan
darah,
thalasemia,
anemia
sideroblastik, gangguan pencernaan, gangguan pada serviks yang pernah ada. 8. Status gizi adalah keadaan tubuh yang merupakan hasil akhir dari keseimbangan antara asupan zat gizi dan utilisasinya diukur melalui Index Massa Tubuh (IMB). 9. Pasangan adalah suami dari sampel dalam hal ini yang tercantum didalam KTP.
4.7 Bahan dan Materi Penelitian
Materi sampel berupa darah tepi wanita yang diambil menggunakan spuit 3 cc dan kemudian dilakukan analisa darah lengkap. 4.8 Alat dan Instrument Penelitian 1. Lembar pengumpulan data & informed consent 2. Spuit dan tabung darah 3. Speculum cocor bebek 4.9 Prosedur Penelitian 1. Wanita yang terpilih menjadi sampel akan diberikan penjelasan tentang penelitian ini, begitu juga dengan keluarganya. Setelah dicapai pengertian dan bersedia menjadi sampel, maka dilakukan penandatanganan informed consent. 2. Identitas dan data pemeriksaan klinis dicatat pada formulir pengumpulan data. 3. Pemeriksaan Inspekulo: a. Penderita berbaring dimeja ginekologi dalam posisi litotomi b. Kenakan sarung tangan steril dan lakukan asepsis di labia, jangan melakukannya sampai bagian dalam vagina c. Pasang speculum cocor bebek (Grave) d. Perlihatkan cervik dengan baik e. Dilakukan penilaian terhadap serviks 4. Pengambilan darah vena: a. Penderita berbaring di meja periksa b. Kenakan sarung tangan steril dan lakukan asepsis di vena cubiti
c. Dengan spuit 10 cc, diambil darah vena sebanyak 7 cc d. Masukkan sediaan darah ke tabung darah tepi e.
Tabung digoyang-goyangkan selama 30 detik agar darah tidak mengendap
f. Sediaan dikirim ke Laboratorium
4.10 Alur penelitian Akseptor AKDR Cu T 380 A dan non akseptor yang datang ke poliklinik dan Instalasi Gawat Darurat RSUP Sanglah Inspekulo
Lesi Serviks (+)
Lesi Serviks (-)
Pemeriksaan Lab
Anemia Defisiensi Besi (+)
Anemia Defisiensi Besi (-)
-Anamnesis Kriteria Inklusi dan Kriteria Eksklusi
-Pemeriksaan fisik Sampel
Akseptor AKDR Cu T 380 A
Non Akseptor AKDR Cu T 380 A
Gambar 4.2 Alur Penelitian
3.11 Analisis Data a. Data yang diperoleh akan dianalisa secara deskriptif yang hasilnya akan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. b. Uji Shapiro-wilk untuk mengetahui normalitas data. c. Uji komparasi dengan menggunakan uji Chi-square.
BAB V
HASIL PENELITIAN
Studi kasus kontrol pada 19 kasus anemia dan lesi serviks sebagai kelompok kasus dan 19 non anemia dan tanpa lesi serviks sebagai kelompok kontrol yang dilaksanakan di Poliklinik dan IRD Kebidanan dan Penyakit Kandungan RSUP Sanglah Denpasar, dilakukan pada bulan Juli 2010 sampai dengan Juli 2014. Hasil penelitian disajikan sebagai berikut. 5.1
Distribusi Prevalensi Umur, Pendidikan, dan Pekerjaan pada Kedua Kelompok
Pada studi kasus kontrol ini dilakukan uji t-independent terhadap variabel umur, sedangkan pendidikan dan pekerjaan diuji dengan Chi-square. Hasil analisis disajikan pada Tabel 5.1 dan Tabel 5.2.
5.1.1 Kasus anemia Tabel 5.1 Distribusi Prevalensi Pendidikan dan Pekerjaan pada Kedua Kelompok
Faktor risiko
Kelompok Kasus (n=19)
Kelompok Kontrol (n=19)
N
%
n
%
SD
4
21,1
2
10,5
SLTP
7
36,8
3
18,8
SLTA
5
26,3
11
57,9
PT
3
15,8
3
15,8
IRT
9
47,4
8
42,1
Buruh
1
5,3
1
5,3
Pegawai Swasta
8
42,1
6
31,6
Petani
1
5,3
0
0,0
PNS
0
0,0
3
15,8
Pelajar
0
0,0
1
5,3
P
Pendidikan
0,211
Pekerjaan
0,375
Seperti terlihat pada Table 5.1 di atas, pada variabel pendidikan dan pekerjaan didapatkan nilai p untuk masing-masing faktor risiko adalah > 0,05, yang menyatakan bahwa tidak adanya perbedaan antara kedua kelompok. Berdasarkan umur pada kelompok kasus rerata umurnya adalah 30,89±9,87 tahun dan pada kelompok kontrol rerata umurnya adalah 32,68±8,77 tahun. Hasil analisis munujukkan bahwa tidak terdapat perbedaan rerata umur antara kelompok kasus dengan kelompok kontrol (p>0,05).
5.1.2 Kasus lesi serviks Tabel 5.2
Distribusi Prevalensi Pendidikan dan Pekerjaan pada Kedua Kelompok
Faktor risiko
Kelompok Kasus (n=19)
Kelompok Kontrol (n=19)
n
%
n
%
SD
2
10,5
1
5,3
SLTP
2
10,5
4
21,1
SLTA
9
47,4
10
52,6
PT
6
31,6
4
21,1
IRT
6
31,6
8
42,1
Buruh
1
5,3
1
5,3
Pegawai Swasta
9
47,4
8
42,1
PNS
3
15,8
2
10,5
P
Pendidikan
0,693
Pekerjaan
0,909
Seperti terlihat pada Table 5.2 di atas, pada variabel pendidikan dan pekerjaan didapatkan nilai p untuk masing-masing faktor risiko adalah > 0,05, yang menyatakan bahwa tidak adanya perbedaan antara kedua kelompok. Berdasarkan umur pada kelompok kasus rerata umurnya adalah 38,11±6,77 tahun dan pada kelompok kontrol rerata umurnya adalah 34,74±7,07 tahun. Hasil analisis munujukkan bahwa tidak terdapat perbedaan rerata umur antara kelompok kasus dengan kelompok kontrol (p>0,05)
5.2
Risiko Anemia pada Pemakaian AKDR tipe Cu T 380 A
Untuk mengetahui peran pemakaian AKDR tipe Cu T 380 A terhadap risiko terjadinya anemia digunakan uji Chi-Square. Hasil analisis disajikan pada Tabel 5.3.
Tabel 5.3 Risiko Anemia pada Pemakaian AKDR tipe Cu T 380 A
Kelompok
pemakaian AKDR tipe Cu T 380 A
Ya Tidak
Kasus
Kontrol
9
3
10
RO
IK 95%
P
4,80
1,04-22,10
0,036
16
Tabel 5.3 di atas menunjukkan bahwa pemakaian AKDR tipe Cu T 380 A merupakan faktor risiko terjadinya anemia sebesar 4 kali (RO = 4,80; IK 95% = 1,04-22,10; p =0,036) dibandingkan tidak memakai AKDR tipe Cu T 380 A.
5.3
Risiko Lesi Serviks pada Pemakaian AKDR tipe Cu T 380 A
Untuk mengetahui peran pemakaian AKDR tipe Cu T 380 A terhadap risiko terjadinya lesi serviks digunakan uji Chi-Square. Hasil analisis disajikan pada Tabel 5.4. Tabel 5.4 Risiko Lesi Serviks pada Pemakaian AKDR tipe Cu T 380 A
Kelompok
pemakaian AKDR tipe Cu T 380 A
Ya Tidak
Kasus
Kontrol
9
2
10
RO
IK 95%
p
7,65
1,37-42,71
0,012
17
Tabel 5.4 di atas menunjukkan bahwa pemakaian AKDR tipe Cu T 380 A merupakan faktor risiko terjadinya lesi serviks sebesar 7 kali (RO = 7,65; IK 95% = 1,37-42,71; p =0,012) dibandingkan tidak memakai AKDR tipe Cu T 380 A.
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Distribusi Prevalensi Umur, Pendidikan, dan Pekerjaan pada Kedua Kelompok Pada penelitian ini didapatkan bahwa pada kasus anemia, rerata umur kelompok kasus adalah 30,89±9,87 tahun dan rerata umur kelompok kontrol adalah 32,68±8,77 kedua hal ini menunjukkan bahwa kejadian anemia berada pada median 30 tahun dari kelompok usia reproduksi, dimana tidak ada perbedaan bermakna diantara kedua kelompok (p>0,05). Pada kelompok lesi serviks, rerata umur kelompok kasus adalah 38,11±6,77 tahun dan rerata umur kelompok kontrol adalah 34,74±7,07 tahun, kedua hal ini menunjukkan bahwa kasus lesi serviks terjadi pada kelompok usia lebih tua yaitu median 35 tahun dan hasil analisis menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan rerata umur antara kedua kelompok (p>0,05). Sedangkan pendidikan dan pekerjaan pada kelompok anemia dan kelompok lesi serviks juga tidak terdapat perbedaan antara kelompok kasus dengan kelompok kontrol (p>0,05), sehingga dapat disimpulkan distribusi kedua kelompok penelitian adalah homogen.
6.2 Hubungan Pemakaian AKDR Cu T 380 A dengan Anemia Defisiensi Besi
Anemia defisiensi besi merupakan anemia yang terjadi pada sepertiga penduduk dunia yang memberikan dampak kesehatan yang sangat merugikan serta dampak sosial yang cukup serius (Bakta, 2007). Anemia defisiensi besi adalah suatu kondisi dimana terdapat anemia dan defisiensi besi terbukti dengan jelas, ditandai dengan anemia hipokromik mikrositer, penurunan cadangan besi, konsentrasi serum iron, saturasi transferin yang rendah, TIBC (total iron binding capacity) meningkat, konsentrasi hemoglobin dan nilai hematokrit yang menurun. Defisiensi besi terjadi secara bertahap, yaitu dalam tiga tahap.
Tahap pertama adalah keseimbangan besi
negatif, yaitu keadaan dimana kebutuhan (atau kehilangan) besi melebihi kemampuan tubuh untuk menyerap besi dari makanan. Tahap ini dapat disebabkan dari beberapa mekanisme fisiologis termasuk perdarahan, kehamilan (kebutuhan besi untuk pembentukan sel darah merah fetus melebihi kemampuan ibu untuk menyediakan besi), atau asupan besi yang tidak memadai. Perdarahan lebih dari 10 sampai 20 mL sel darah merah per hari melebihi kemampuan usus untuk menyerap besi dari diet normal Alat kontrasepsi dalam rahim tipe Cu T 380 A terdiri atas dua bagian yaitu badan dan tali AKDR. Badan AKDR Tipe Cu T 380 A dapat mengakibatkan reaksi inflamasi. Inflamasi pada endometrium ini dapat mengakibatkan hipofiremia, penumpukan zat besi dalam makrofag, pemendekan usia eritrosit, penurunan eritropoesis, gangguan utilisasi zat besi, perdarahan dalam bentuk menorhagia, metrorhagia, dan menometrorhagia.. Milsom menyatakan adanya peningkatan kehilangan darah sampai 50% pada pemakaian AKDR dan penambahan lama menstruasi selama 1 hari, serta adanya hambatan oleh Cu 380
A pada pemulihan endometrium pasca menstruasi, hal ini didukung oleh penelitian Kariyeva pada tahun 2000 Adanya peningkatan risiko anemia pada wanita usia 15-49 tahun pada tingkat sedang sampai berat sebesar 12%, dibandingkan prevalensi wanita bukan pengguna AKDR sebesar 9%. Keadaan defisit besi dikompensasi dengan melakukan mobilisasi besi dari tempat-tempat penyimpanan besi. Selama periode ini, pengukuran tingkat simpanan besi (iron storages) seperti tingkat feritin serum atau tampilan pengecatan besi (stainable iron) pada aspirasi sumsum tulang-akan menurun. Ketika cadangan besi mulai berkurang, level serum iron mulai turun secara perlahan, TIBC meningkat, demikian juga level protoporphyrin. Secara definisi, cadangan besi dalam sumsum tulang telah habis pada level serum feritin 15 g/L. Selama serum iron masih dalam batas normal, sintesis hemoglobin tidak terpengaruh meskipun simpanan besi semakin berkurang. Saat nilai saturasi transferrin turun 15 sampai 20%, sintesis hemoglobin mulai terganggu. Dimana tahap kedua dimulai, yaitu iron deficient erythropoiesis. Dari penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa anemia defisiensi besi yang terjadi oleh karena pemakaian AKDR Cu T 380 A adalah melalui pathogenesis yang kompleks yaitu melalui gangguan utilisasi dan metabolisme zat besi dan melalui pathogenesis loss (kehilangan darah) secara kronis melalui proses metrorhagia, menorhagia maupun metromenorhagia. Yang kemudian memulai kaskade terjadinya kondisi anemia defisiensi besi. Pada penelitian kami didapatkan 9 kasus anemia defisiensi besi pada akseptor dan 3 kasus pada kelompok kontrol, pada kelompok kontrol 3 kasus yang
terjadi ini dapat merupakan buyes dan merupakan kelemahan pada penelitian kami, dikarenakan tidak ada kriteria kontrol atau kriteria eksklusi terhadap jenis kontrasepsi pada kontrol (1 kasus adalah akseptor pil, 1 kasus adalah bukan akseptor kontrasepsi, dan 1 lainnya adalah akseptor pantang berkala) sedangkan 16 sampel kontrol lainnya adalah non akseptor kontrasepsi. Telah diketahui bahwa akseptor pil yang mengandung hormon dapat mempengaruhi siklus menstruasi, terutama terjadinya metrorhagia, namun risiko terjadinya anemia defisiensi besi tidak pernah dilaporkan (Univercity Health Services, 2009). Hasil analisis pada penelitian kami menunjukkan sesuai dengan hasil analisis penelitian terdahulu dimana menunjukkan bahwa pemakaian AKDR tipe Cu T 380 A merupakan faktor risiko terjadinya anemia sebesar 4 kali (RO = 4,80; IK 95% = 1,04-22,10; p =0,036) dibandingkan tidak memakai AKDR tipe Cu T 380 A.
6.3 Hubungan Pemakaian AKDR Cu T 380 A dengan Lesi Serviks Hubungan pemakaian AKDR Cu T 380 A dengan lesi serviks telah banyak diteliti oleh para peneliti, hal ini banyak dihubungkan pada bagian ekor dari ADKR Cu T 380 A. Ekor AKDR tipe Cu T 380 A terdiri atas 2 utas tali poli etilin yang dapat berperan sebagai micro ulcerator dan micro brigde. Sebagai micro ulcerator, tali AKDR berada dalam kanalis servikalis. Mukosa kanalis servikalis yang terdiri atas satu lapis epithelial silindris dan zona transisional merupakan lapisan tipis
dan rentan. Satu lapis epithelial ini mudah teriritasi dan tergerus oleh gerakan pasif tali AKDR tipe Cu T 380 A yang relatif kaku. Jadi tali AKDR tipe Cu T 380 A ini dapat mengakibatkan lesi serviks. Penelitian sebelumnya telah menyatakan terdapat peningkatan risiko lesi serviks pada pemakaian AKDR Cu T 380 A (Speroff,2001), disebabkan perlukaan yang disebabkan oleh Tali AKDR Cu T 380 A pada portio uteri (Manuaba, 2001). Mikrolesi, mikrobruishes, yang disebabkan oleh tali AKDR dapat menyebabkan terjadinya lesi serviks yang dapat diamati secara makroskopis dengan pemeriksaan inspekulo berupa leukoplakia, eritrema, ulkus, maupun papiloma dan menimbulkan keluhan berupa discharhe mukopurulen.
Sebagai micro bridge, tali AKDR tipe Cu T 380 A berperan sebagai jembatan mikro organisme dari vagina ke serviks. Sementara, terjadi erosi epithelial mukosa serviks yang merupakan pintu masuk mikro organisme sehingga terjadi inflamasi. Proses Inflamasi ditandai dengan peningkatan IL-2, IL2SR, granulocyte macrofage CSF pada epitel skuamous dan kolumner serviks (Shobokhsi, Shaarawy, 2002). Proses inflamasi menyebabkan terjadinya spongiosis (edema intrasel) epitel dan edema submukosa sehingga menyebabkan terjadinya kongesti. Selain kongesti terjadi deskuamasi sel dan proses ini berlanjut pada deskuamasi seluruh lapisan epitel sehingga menyebabkan ulserasi dengan discharge yang mukoid atau purulen, adanya diskontinuitas menyebabkan peningkatan risiko infeksi oleh Actinomyces yang dilaporkan pada wanita pengguna AKDR.
Fiorino (2006) menyebutkan terdapat peningkatan insiden Actinomyces pada hapusan sitologi pada wanita pemakai AKDR jangka panjang sebesar 7% dibandingkan 1% pada wanita bukan pemakai. Hasil penelitian yang didapat, pada kasus kontrol didapatkan 2 kasus lesi serviks dan pada kelompok kasus didapatkan 9 kasus dengan pemeriksaan inspekulo yang dilakukan pada 42 sampel, pada analisis data diperoleh pemakaian AKDR tipe Cu T 380 A merupakan faktor risiko terjadinya lesi serviks sebesar 7 kali (RO = 7,65; IK 95% = 1,37-42,71; p =0,012) dibandingkan tidak memakai AKDR tipe Cu T 380 A. BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian di atas maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Risiko terjadinya anemia defisiensi besi pada akseptor AKDR tipe Cu T 380 A, 4 kali lebih besar dibandingkan bukan akseptor AKDR Cu T380 A. 2. Risiko terjadinya lesi serviks pada akseptor AKDR tipe Cu T 380 A, 7 kali lebih besar dibandingkan bukan akseptor AKDR Cu T 380 A. 7.2 Saran Berdasarkan simpulan di atas maka dapat disarankan sebagai berikut: 1. Perlu dilakukan pemeriksaan fisik terlebih dahulu sebagai skrining pada calon akseptor AKDR, apabila terdapat kecurigaan adanya anemia, maka disarankan untuk melakukan pemeriksaan laboratorium darah lengkap.
2. Diperlukan adanya penambahan asupan gizi pada akseptor AKDR Cu T 380 A dan suplementasi preparat besi. 3. Dilakukan pemotongan terhadap tali AKDR Cu T 380 A yang terbukti merupakan microulcerator dan microbridge pada penelitian ini. 4. Adanya jadwal berkala bagi akseptor AKDR untuk memeriksakan diri ke dokter kandungan atau bidan minimal setiap 6 bulan, terutama untuk mengetahui posisi AKDR Cu T 380 A, apabila tali telah dipototong, maka evaluasi
dapat
ultrasonografi
dikerjakan dapat
dengan
dikerjakan
pemeriksaan
secara
trans
tambahan
abdominal
yaitu
maupun
transvaginal. 5. Adanya proses seleksi pada proses konseling, deteksi dini pada calon akseptor yang memiliki risiko untuk terjadi infeksi dan risiko perdarahan, terutama pada faktor sosial dan perilaku seksual calon akseptor maupun pasangan. 6. Untuk pengembangan ilmu, diperlukan penelitian lanjutan mengenai pemakaian yang berjangka, oleh karena itu diperlukan penelitian dengan desain prospektif.
DAFTAR PUSTAKA
Adamson, J. 2005. Iron Deficiency and Other Hypoproliferative Anemias. In: John,W. A, editor. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 16th .Ed. United States of America: McGraw-Hill. p. 616-619. Bakta, 2007. Anemia Hipokromik Mikrositer dengan gangguan metabolik besi. In : khastrifah, Purba, D, editors. Hematologi klinik ringkas. Jakarta: EGC. P.26-39 Balin. Iron state in female adolescents. American Journal of Diseases of Children. (serial online), 20022, [cited 2011 Mar 10]. Avaiable from : URL:http/www.who.int/nutrition/en/ida_assessment_prevention_control.pdf BKKBN. Buku Saku Pelayanan Kontrasepsi IUD. Konvgtrasepsi IUD. (serial online), 2002, [cited 2011Apr 7]. Avaiable from: http/ mulandari.wordpress.com/2010/12/08/kontrasepsi-iud Centers for Disease Control and Prevention. 2002. CDC Criteria for Anemia. In : Rachimhadi, T, Wiknjosastro, G, editors. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. 4th. Ed. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. P. 776. Centers for Disease Control and Prevention. 2002. Sexually transmitted disease treatment guidelines. National Network of STD HIV Prevention Training Centers. (serial online), [cited 2011 Apr 7]. Avaiable from: http: www.cdc.gov/std/treatment/rr5106.pdf Fiorino, A. 2006. Intrauterine Contraceptive Device-associated actinomycotic abscess and Actinomyces Detection on Cervical Smear. In : Bradshaw, K, Cunningham, G, Hoffman, B, editors. Williams Gynecology. 1st . Ed. Dallas: McGraw-Hill. P. 119-120.
Furlong LA. 2002. Ectopic pregnancy risk when contraception fails: a review. Essential Knowledge about Cu T 380A IUD. (serial online), [cited 2011 Mar 10]. Avaiable from : http/www.iudtoolkit.org Gibson. 2000. Nutritional status. Public health education. (serial online), {cited 2011 June 29]. Avaiable from : http/www.nutritionalstatus.org Grimes,D.A. 2004. Intrauterine devices (IUDs). Essential Knowledge about Cu T 380A IUD. (serial online), [cited 2011 Mar 10]. Avaiable from : http/www.iudtoolkit.org Harrison-Woolrych,M.,Ashton.J, Coulter D. 2003. Uterine perforation on intrauterine device insertion: is the incidence higher than previously reported? .Contraception. (serial online), [cited 2011 Mar 10]. Avaiable from : http/www.iudtoolkit.org Hatcher, R.A, Trussel, J., Stewart, F. Contraceptive Technology. In : Davis, Kalen, Loeb, Marsha, editors. Williams Gynecology. 1st . Ed. Dallas: McGraw-Hill. P.119-120. Hubacher,D. 2007. Cu intrauterine device use by nulliparous women: Review of side effects. Contraception Essential Knowledge about Cu T 380A IUD. (serial online), [cited 2011 Mar 10]. Avaiable from : http/www.iudtoolkit.org Irianto, 2007. Struktur dan Fungsi Tubuh Manusia Untuk Paramedis. Kontrasepsi IUD. (serial online), [cited 2011 Apr 7]. Avaiable from: http/ mulandari.wordpress.com/2010/12/08/kontrasepsi-iud Joyson, 2002. Defect of cell mediated immunity in patients with iron deficiency anaemia. Lancet. (serial online), [cited 2011 Mar 10]. Avaiable from : URL:http/www.who.int/nutrition/en/ida_assessment_prevention_control.pdf Kariyeva, 2000. Anemia among women by Nutritional Status, Reproductive history,and IUD use. Anemia. (serial online), [cited 2011 Mar 10]. Avaiable from : http/rochr.qrc.com/bitstream/Chapter12.pdf Kowal,D., (eds). In: Contraceptive Technology. 19th rev. ed. New York: Ardent Media, 2007. Li, R. 2003.” Functional consequences of iron deficiency in chinese female workers”(tesis). Wageningen: University of Wageningen. Luukkainen, T., Toivonen. J., Progestin, IUD—its benefit for women’s health. In: Sitruk-Ware R, Bardin CW, eds. Contraception: Newer Pharmacological Agents, Devices, andDelivery Systems. New York, NY: Marcel Dekker; 1992:91-100.
Manuaba, I.B.G., 2001. Intra Uterine Device. In :Daniele Letare Purba,. Editor. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri, Ginekologi, dan KB. Jakarta: EGC.
Mohllajee, A.P., Curtis, K.M. Peterson, H.B., 2006. Does insertion and use of an intrauterine device increase the risk of pelvic inflammatory disease among women with sexually transmitted infection? A systematic review. Contraception . (serial online), [cited 2011 Mar 10]. Avaiable from : http/www.iudtoolkit.org Ortiz, M. 2007. Cu-T Intrauterine Device and Levonogestrel Intrauterine System. Contraception. (serial online), [cited 2011 Mar 10]. Avaiable from : http/www.iudtoolkit.org Sankaranarayan,R., Sellors. 2003. Inflammatory lessions of the uterine cervix. In : Sankaranarayan, R, Sellors, J,. Editor. Colposcopy and Treatment of Cervical Intraepithelial Neoplasia : A Beginner’s Manual. Lyon :IARS press. P.79-83. SDKI. 2007. Total Fertility Rate. Fertility Estimates of Indonesia for Provinces Adjusting Under-Recording of women in 2002-3 and 2007IDHS. (serial online), [cited 2011 Apr 12]. Avaiable from : http://indonesia.unfpa.org/application/assets/publications/Provincial_fertility_ Adjusted.pdf Skjeldestad, F.E. 2008. The impact of intrauterine devices on subsequent fertility. Curr Opin Obstet Gynecol . (serial online), [cited 2011 Mar 10]. Avaiable from : http/www.iudtoolkit.org Shobokhsi, Shaarawy. 2002. Cervical mucus granulocyte macrophage colony stimulating factor and interleukin-2 soluble receptor in women using Cu intrauterine contraceptive devices. Contraception. (serial online), [cited 2011 June 28]. Avaiable from :http/www.elsevier.org Speroff, L. 2001. A Clinical Guide for Contraception. In : Bradshaw, K, Cunningham, G, Hoffman, B, editors. editors. Williams Gynecology. 1st . Ed. Dallas: McGraw-Hill. P. 119-120. Suwiyoga, K. 2001. Inti Pendidikan dan Pelatihan Gerakan Keluarga Berencana Nasional. In : Putra, Harya, editors. Buku Ajar Keluarga Berencana. 1st ed. Denpasar: Universitas Udayana, p. 4-5. Suwiyoga, K. 2002. Keluarga Berencana. In : Putra, Harya, Suparwa, N, editors. Buku Ajar Obstetri dan Ginekologi Sosial. 1st ed. Denpasar:Universitas Udayana, p. 30.
Task Force for Epidemiological Research on Reproductive Health. 2000. Effects of contraceptives on hemoglobin and ferritin. Contraception. (serial online), Essential Knowledge about Cu T 380A IUD. (serial online), [cited 2011 Mar 10]. Avaiable from : http/www.iudtoolkit.org
Trussell J, Nelson AL, Cates W, Stewart FH, and Tucker DM, Sandstead HH. 1982. Body iron stores and cortical arousal. In:Pollitt E, Leibel RL, editors. Iron deficiency: brain biochemistry and behavior.New York: Raven Press Ltd. p. 161-181. World Health Organization(WHO). 1987. Scientific Group on Mechanism of Action, Safety and Efficacy of Intrauterine Devices. Essential Knowledge about Cu T 380A IUD. (serial online), [cited 2011 Mar 10]. Avaiable from : http/www.iudtoolkit.org World Health Organization (WHO). 2004. Medical Eligibility Criteria for Contraceptive Use. Essential Knowledge about Cu T 380A IUD. (serial online), [cited 2011 Mar 10]. Avaiable from : http/www.iudtoolkit.org
Lampiran 2
“RISIKO ANEMIA DEFISIENSI BESI DAN LESI SERVIKS PADA AKSEPTOR ALAT KONTRASEPSI DALAM RAHIM TIPE Cu T 380 A” Ibu-ibu yang terhormat, Program Keluarga Berencana merupakan program yang telah dijalankan sejak tahun 1970 dan telah berhasil menurunkan angka mempunya anak rata-rata dari 6,4 menjadi 2,3 orang dalam satu keluarga pada tahun 2007, keberhasilan program tersebut tidak terlepas dari meningkatnya pemakaian kontrasepsi secara lestari dan meningkatnya peran serta tanggung jawab masyarakat. Masih adanya perbedaan pendapat diantara peneliti bahwa metode kontrasepsi AKDR Cu T 380 A dapat meningkatkan risiko terjadinya anemia defisiensi besi dan lesi serviks, kontroversi ini masih harus diteliti. Peneliti ingin mengetahu adakah hubungan anemia defisiensi besi dan lesi serviks pada pemakaian AKDR Cu T 380 A pada pemakaian minimal selama 1 tahun, Pemeriksaan kadar serum besi dilakukan dengan laboratorium, dengan mengambil darah vena sebanyak 7 cc dilakukan oleh dokter /petugas laboratorium. pemeriksaan lesi serviks dilakukan dengan pemeriksaan kandungan dilakukan oleh dokter supervisor/dokter peneliti. Segala biaya pemeriksaan ini akan kami tanggung, dengan turut serta menjadi sampel penelitian ini, maka saudari telah berperan dalam pemngembangan ilmu pengetahuan yang nantinya akan bermanfaat dalam pengembangan Keluarga Berencana dan pengendalian laju penduduk di Indonesia umumnya dan Bali khususnya. Demikian penjelasan kami dan terima kasih atas peran partisipasi ibu dalam penelitian ini. Seandainya ada yang ingin ibu tanyakan, silahkan menghubungi peneliti langsung atau melalui telpon di 081231161984.
Hormat kami, dr. I Putu Kusuma Yudasmara Peneliti
Lampiran 3 FORMULIR PERNYATAAN PERSETUJUAN IKUT SERTA DALAM PENELITIAN
Yang bertanda tangan dibawah ini : 1. Nama : 2. Umur : 3. Alamat : 4. Nama Suami (Wali) : 5. Pekerjaan : 6. Pendidikan : Setelah mendapatkan penjelasan tentang maksud, tujuan, dan manfaat dari penelitian : “RISIKO ANEMIA DEFISIENSI BESI DAN LESI SERVIKS PADA AKSEPTOR ALAT KONTRASEPSI DALAM RAHIM TIPE Cu T 380 A” Menyatakan bersedia ikut serta sebagai sampel/responden dalam penelitian dan mengikuti prosedur penelitian seperti yang telah disampaikan.
Denpasar, Saksi
(
Responden
)
(
Suami/Wali
)
Peneliti
(dr. I Putu Kusuma Yudasmara)
(
)
Lampiran 4 KUESIONER PENELITIAN RISIKO ANEMIA DEFISIENSI BESI DAN LESI SERVIKS PADA AKSEPTOR ALAT KONTRASEPSI DALAM RAHIM TIPE Cu T 380 A IDENDITAS 1. Nama 2. Umur 3. Pendidikan 4. Pekerjaan 5. Alamat 6. Nama Suami 7. Paritas
: : : : : : :
ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN 1. DIAGNOSIS KLINIK : 2. RIWAYAT MEDIS : 3. RIWAYAT GINEKOLOGI : PEMERIKSAAN LABORATORIUM : 1. Hemoglobin : 2. Hematokrit : 3. Serum iron : 4. TIBC : 5. Ferittin : PEMERIKSAAN INSPEKULO 1. Lesi serviks a. Leukoplakia b. Eritroplakia c. Ulkus d. Papiloma
Lampiran 5 ANGGARAN DANA PENELITIAN
No
Nama
Satuan (Rp)
Jumlah
Total (Rp)
1
Profil besi
300.000
21
6.300.000
2
ATK
1.150.000
1
1.150.000 7.450.000
Lampiran 6 HASIL ANALISIS DATA
Uji Normalitas Data Umur pada Kasus Anemia dan Lesi Serviks Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Kelompok
Statistic
df
Shapiro-Wilk Sig.
Statistic
df
Sig.
Umur
Kasus
.180
19
.107
.906
19
.063
Kontrol Kasus
.165
19
.188
.907
19
.065
Umur2
.162
19
*
.200
.894
19
.037
Kontrol
.112
19
.200*
.946
19
.335
a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.
Distribusi Prevalensi Umur, Pendidikan, dan Pekerjaan pada Kedua Kelompok Group Statistics Kelompok Umur Umur2
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
Kasus
19
30.89
9.865
2.263
Kontrol
19
32.68
8.769
2.012
Kasus
19
38.11
6.765
1.552
Kontrol
19
34.74
7.070
1.622
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
F
Sig.
t-test for Equality of Means
t
Umu Equal variances assumed r Equal variances not assumed
1.242 .273 -.591
Umu Equal variances assumed r2 Equal variances not assumed
.058 .811 1.501
df
Mean Std. Error Sig. (2- Differenc Differenc tailed) e e
95% Confidence Interval of the Difference Lower
Upper
36
.558
-1.789
3.028
-7.931
4.352
-.591 35.512
.558
-1.789
3.028
-7.934
4.355
36
.142
3.368
2.245
-1.184
7.921
1.501 35.930
.142
3.368
2.245
-1.185
7.922
Pekerjaan2 * Kelompok Crosstab Count Kelompok Kasus Pekerjaan2
Kontrol
Total
IRT
6
8
14
Buruh
1
1
2
Pegawai Swasta
9
8
17
3 19
2 19
5 38
PNS Total Chi-Square Tests Value
df a
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
.545 .547 .520 38
Asymp. Sig. (2-sided) 3 3 1
.909 .908 .471
a. 4 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.00.
Pendidikan2 * Kelompok Crosstab Count Kelompok Kasus Pendidikan2
Kontrol
Total
SD
2
1
3
SLTP
2
4
6
SLTA
9
10
19
6 19
4 19
10 38
PT Total
Chi-Square Tests Value
df
Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square
a
1.453
3
.693
Likelihood Ratio
1.475
3
.688
.140
1
.709
Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
38
Chi-Square Tests Value
df
Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square
a
1.453
3
.693
Likelihood Ratio
1.475
3
.688
Linear-by-Linear Association
.140
1
.709
a. 4 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.50.
Pekerjaan * Kelompok Crosstab Kelompok Kasus Pekerjaan
Kontrol
Total
IRT
9
8
17
Buruh
1
1
2
Pegawai Swasta
8
6
14
Petani
1
0
1
PNS
0
3
3
0 19
1 19
1 38
Pelajar Total
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
df
Asymp. Sig. (2-sided)
a
5.345 7.277 1.312 38
5 5 1
.375 .201 .252
a. 8 cells (66.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .50.
Pendidikan * Kelompok Crosstab Kelompok Kasus Pendidikan
Total
SD
4
2
6
SLTP
7
3
10
SLTA
5
11
16
3 19
3 19
6 38
PT Total
Kontrol
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
df
Asymp. Sig. (2-sided)
a
4.517 4.631 1.873 38
3 3 1
.211 .201 .171
a. 4 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.00.
Risiko Anemia pada Pemakaian AKDR tipe Cu T 380 A Crosstab Count Kelompok Kasus Akseptor_AKDR_Cu_T
Ya Tidak
Total
Kontrol
Total
9
3
12
10 19
16 19
26 38
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square
Asymp. Sig. (2sided)
df
4.385a
1
.036
Continuity Correction
3.045
1
.081
Likelihood Ratio
4.537
1
.033
b
Exact Sig. (2sided)
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Casesb
Exact Sig. (1sided)
.079 4.269
1
.039
.039
38
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.00. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value
Lower
Upper
Odds Ratio for Akseptor_AKDR_Cu_T (Ya / Tidak)
4.800
1.043
22.100
For cohort Kelompok = Kasus For cohort Kelompok = Kontrol N of Valid Cases
1.950 .406 38
1.086 .146
3.503 1.133
Risiko Anemia pada Pemakaian AKDR tipe Cu T 380 A Crosstab Count Kelompok Kasus Akseptor_AKDR_Cu_T
Ya Tidak
Total
Kontrol
Total
9
2
11
10 19
17 19
27 38
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correctionb Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Casesb
Asymp. Sig. (2sided)
df
6.269a 4.606 6.654
1 1 1
Exact Sig. (2sided)
Exact Sig. (1sided)
.012 .032 .010 .029
6.104 38
1
.015
.013
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.50. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for Akseptor_AKDR_Cu_T (Ya / Tidak) For cohort Kelompok = Kasus For cohort Kelompok = Kontrol N of Valid Cases
7.650 2.209 .289 38
Lower
Upper 1.370 1.255 .080
42.713 3.888 1.045