perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HUBUNGAN PEMAKAIAN ALAT KONTRASEPSI DALAM RAHIM DENGAN KEJADIAN KEHAMILAN EKTOPIK
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
Rosalina Pradana Ayu G0009193
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET Surakarta 2012
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK
Rosalina Pradana Ayu, G0009193, 2012.Hubungan Pemakaian Alat Kontrasepsi Dalam Rahim dengan Kejadian Kehamilan Ektopik. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Latar Belakang: Kehamilan ektopik merupakan masalah di bidang ginekologi di dunia yang menimbulkan morbiditas dan mortalitas maternal yang tinggi. Pemakaian AKDR atau Alat Kontrasepsi Dalam Rahim merupakan salah satu faktor risiko terjadinya kejadian kehamilan ektopik. Kandungan progesteron yang ada dalam AKDR dapat meningkatkan implantasi tuba. Perubahan suasana endometrium, infiltrasi leukosit ke dalam rahim, dan akumulasi makrofag yang ditimbulkan oleh AKDR dapat menimbulkan kehamilan ekstrauterin ketika ovulasi terjadi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui risiko kejadian kehamilan ektopik yang dihubungkan dengan pemakaian AKDR. Subyek dan Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan studi kasus kontrol. Subjek penelitian adalah 30 pasien dengan kehamilan ektopikdan 60 pasien dengan kehamilan normaldi RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Subyek dipilih dengan teknik fixed disease sampling. Pengambilan data dilakukan dengan melihat rekam medik. Data dianalisis menggunakan analisis regresi logistik ganda serta diolah dengan menggunakan SPSS 17.00 for Windows. Hasil: Wanita pemakai AKDR memiliki risiko untuk mengalami kehamilan ektopik 9.33 kali lebih besar daripada tidak memakai AKDR (OR=9.33; CI=95% 1.01 s.d. 86.36; p=0.049). Analisis yang digunakan sudah mengontrol umur sebagai faktor perancu. Simpulan: Terdapat hubungan yang secara statistik signifikan antara pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim dengan risiko kejadian kehamilan ektopik. Kata Kunci: AKDR, Kehamilan Ektopik
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT
Rosalina Pradana Ayu, G0009193, 2012.The relationship between IUD Use and the Risk for Ectopic Pregnancy. Mini Thesis. Faculty of Medicine, Sebelas Maret University, Surakarta. Background: Ectopic pregnancy is a problem in gynecologic area in the world that cause high maternal morbidity and mortality. The use of IUD or intrauterine device is one of the risk factors for the incidence of ectopic pregnancy. The content of progesterone in the IUD can increase tubal implantation.Changes in the condition of the endometrium, leukocyte infiltration into the uterus, and the accumulation of macrophages induced by the IUD can cause extrauterine pregnancy when ovulation occurs. This study aimed determine the relationship between IUD use and the risk for ectopic pregnancy.. Subject and Methods:This was an analytic observational study with case-control design appoarch. Thirty patients with ectopic pregnancy and were compared with 60 patients with normal pregnancy at the Dr. Moewardi Hospital Surakarta. This sampel was taken by fixed disease sampling techniques. The data were collected by medical records. The data were analyzed using multiple logistic regression model, and processed usingSPSS 17.00for Windows. Results:Women who used IUD had 9.33 times higher risk of ectopic pregnancy than women who did not use IUD(OR=9.33; CI=95% 1.01 to 86.36; p=0.049). The analysis has controlled for age as a confounding factor. Conclusion:There is relationship between IUD use and the risk for ectopic pregnancy.
Keywords: IUD, Ectopic Pregnancy
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PRAKATA Puji syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan YME, yang telah memberikan nikmatnya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan penelitian ini yang berjudul Hubungan Pemakaian Alat Kontrasepsi Dalam Rahim dengan Kejadian Kehamilan Ektopik. Penelitian tugas karya akhir ini merupakan salah satu persyaratan dalam menyelesaikan Program Sarjana Pendidikan Dokter di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa penelitian tugas karya akhir ini tidak akan berhasil tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu dengan penuh rasa hormat ucapan terima kasih yang dalam saya berikan kepada: 1. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Darto, dr., Sp.OG selaku Pembimbing Utama yang telah menyediakan waktu untuk membimbing hingga terselesainya skripsi ini. 3. Prof Bhisma Murti, dr., MPH, MSc, PhD selaku Pembimbing Pendamping yang tak henti-hentinya bersedia meluangkan untuk membimbing hingga terselesainya skripsi ini. 4. Tri Budi Wiryanto, dr., Sp.OG (K) selaku Penguji Utama yang telah memberikan banyak kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini. 5. Andy Yok Siswosaputro, drg., M.Kes selaku Penguji Pendamping yang telah memberikan banyak kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini. 6. Ari Probandari, dr., MPH, Ph.D dan Muthmainah, dr., M.Kes selaku Tim Skripsi FK UNS, atas kepercayaan, bimbingan, koreksi dan perhatian yang sangat besar sehingga terselesainya skripsi ini. 7. Yang tercinta kedua orang tua saya, Ayahanda Prasstya dan Ibunda Maria Endah Prasadja, serta adik-adik saya, Catharina Berla Berliana dan Rufina Nisita Kirana tersayang dan seluruh keluarga besar yang senantiasa mendoakan tiada henti, dan memberikan support dalam segala hal sehingga terselesaikannya penelitian ini. 8. Kakak tingkat saya, Jesslyn M. Sanusi yang selalu memberikan saya semangat dan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini. 9. Sahabat-sahabat saya yang terbaik, Dympna Prameilita, Caesaria Christ, Irene Ardiani, Ardelia Kurniawan, Medika Putri, Prisca Priscilla, Vasa Adi, David Kurniawan, dan Prabuwinoto yang selalu memberikan saya semangat dan bantuan dalam penyelesaian skripsi ini. 10. Sahabat-sahabat terdekat, Monica Ponpon, Irene Yunita, Antonius Bagus, Gagat Ragil, teman-teman kelompok AX dan angkatan 2009 atas semangat dan bantuan yang tak henti-henti dan waktu yang selalu tersedia. 11. Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung membantu proses penelitian tugas karya akhir ini yang tidak mungkin disebutkan satu persatu. Meskipun tulisan ini masih belum sempurna, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Saran, koreksi, dan tanggapan dari semua pihak sangat diharapkan. Surakarta, Oktober 2012 commit to user vi
Rosalina Pradana Ayu
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
PRAKATA ................................................................................................................ DAFTAR ISI ............................................................................................................. DAFTAR TABEL ..................................................................................................... DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................. ......... A. Latar Belakang ..................................................................................... B. Rumusan Masalah ................................................................................ C. Tujuan Penelitian ................................................................................. D. Manfaat Penelitian ............................................................................... BAB II. LANDASAN TEORI ......................................................................... ........ A. Landasan Teori ...................................... ............................................. 1. Kehamilan ...................................... ................................................ a. Pengertian Kehamilan ............................................ .................... b. Proses Kehamilan ................. .................................................. … c. Tanda dan Gejala Kehamilan ....................... .............................. d. Endrokinologi Kehamilan ......................................... ................. 2. Keluarga Berencana ....................................... ................................. a. Pengertian.......................................... .......................................... b. Kontrasepsi ............................................................................. … 3. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)/IUD ................................ a. Pengertian ........................................................................... ........ b. Jenis AKDR ........................................................................ ....... c. Mekanisme Kerja AKDR ...................................................... ..... d. Efektivitas AKDR ................................................................ ...... e. Efek Menguntungkan ........................................................... ...... f. Efek Merugikan ................................................................... ....... g. Indikasi dan Kontraindikasi .................................................. ..... h. Prosedur Pemasangan ................................................................. 4. Kehamilan Ektopik .................................................................. ....... a. Pengertian ........................................................................... ........ b. Etiologi dan Patogenesis ...................................................... ...... c. Epidemiologi ....................................................................... ....... d. Lokasi Tersering Kejadian Kehamilan Ektopik ....................... .. e. Tanda dan Gejala ................................................................. ....... f. Diagnosis ............................................................................. ...... g. Tata Laksana ....................................................................... ....... 5. Hubungan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim dengan Kejadian Kehamilan Ektopik ......................................................................... commit to user vii
vi vii ix x xi 1 1 3 4 4 5 5 5 5 5 7 7 8 8 9 11 11 12 15 16 17 18 22 23 24 24 26 28 28 29 31 31 33
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
B. Kerangka Berpikir ............................................................................... C. Hipotesis ............................................................................................. BAB III. METODE PENELITIAN ........................................................................... A. Jenis Penelitian ................................................................................... B. Lokasi Penelitian ................................................................................. C. Subjek Penelitian ................................................................................ D. Teknik Sampling .................................................................................. E. Besar Sampel ...................................................................................... F. Identifikasi Variabel Penelitian .......................................................... G. Definisi Operasional Variabel Penelitian .......................................... H. Instrumen Penelitian ............................................................................ I. Cara Kerja .................................................................................. ......... J. Rancangan Penelitian ........................................................................... K. Teknik Analisis Data ………………………………………… ........... BAB IV. HASIL PENELITIAN ................................................................................ A. Karakteristik Sampel Penelitian .......................................................... B. Hasil Analisis Bivariat ........................................................................ C. Hasil Analisis Regresi Logistik Ganda ............................................... BABV. PEMBAHASAN ....................................................................................... BABVI. PENUTUP .................................................................................................. A. Simpulan ............................................................................................. B. Saran ................................................................................................... DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... LAMPIRAN
commit to user viii
35 35 36 36 36 36 37 37 37 37 39 39 40 40 42 42 44 45 47 49 49 49 50
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang tidak lepas dari masalah kependudukan. Secara garis besar masalah-masalah pokok di bidang kependudukan yang dihadapi Indonesia adalah jumlah penduduk yang besar dengan laju pertumbuhan penduduk yang relatif tinggi, penyebaran yang tidak merata, struktur usia muda, dan kualitas penduduk yang masih harus ditingkatkan. Oleh karena itu, berbagai program kependudukan telah dilaksanakan yang bertujuan mengurangi beban kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan akibat tekanan kependudukan dan meningkatnya upaya mensejahterakan
penduduknya
melalui
dukungan
program-program
pembangunan termasuk Keluarga Berencana (Winkjosastro, 2002). Keluarga Berencana secara hakiki adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, penundaan kehamilan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil, bahagia, dan sejahtera (Hartanto, 2003). Di Indonesia program KB telah dirintis oleh masyarakat baik para dokter secara pribadi dalam melaksanakan tugasnya maupun masyarakat (Suwardjono, 2005). Paradigma baru program Keluarga Berencana Nasional, telah diubah visinya dari mewujudkan Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS) menjadi visi untuk mewujudkan “Keluarga Berkualitas Tahun 2015” (Saifuddin, 2006). Untuk mewujudkan visi tersebut diperlukan adanya metode kontrasepsi. Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan (Suwardjono, 2005). Kontrasepsi merupakan metode untuk menghindari atau mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan antara sel telur yang matang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dengan sperma (Hartanto, 2003). Salah satu alat kontrasepsi yang rasional adalah Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) (Saifuddin, 2006). Beberapa lembaga epidemiologi melaporkan bahwa pada tahun 1994 dari 100 juta wanita yang dihitung menggunakan AKDR; 4,5% pengguna berasal dari Indonesia (Tinelli, 2006). Menurut SDKI 2003, metode kontrasepsi yang banyak digunakan di masyarakat adalah KB suntik (49,1%), pil (23,3%), AKDR/spiral (10,9%), implant (7,6%), MOW (6,5%), kondom (1,6%), dan MOP (0,7%) (Kusumaningrum, 2009). Sedangkan berdasarkan data statistik Indonesia pada tahun 2005 didapatkan data pemakai AKDR adalah sebesar 5,20% (BPS, 2010). Menurut Handayani (2010), Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) atau lebih dikenal Intrauterine Device (IUD)adalah suatu benda kecil yang terbuat dari plastik yang lentur, mempunyai lilitan tembaga atau juga mengandung hormon dan dimasukkan ke dalam rahim melalui vagina dan mempunyai benang. AKDR merupakan pilihan kontrasepsi yang efektif, reversibel dan berjangka panjang, dapat dipakai oleh semua perempuan usia reproduktif (Maryati, 2009). Selain memiliki berbagai keuntungan, menurut Sarwono (1999) AKDR juga memiliki efek samping seperti perdarahan, rasa nyeri dan kejang di perut, gangguan pada suami, ekspulsi/pengeluaran sendiri. Sedangkan salah satu komplikasi dari penggunaan AKDR adalah kehamilan ektopik disamping komplikasi lainnya seperti infeksi dan perforasi (Rabe, 1996). Menurut WHO (2002), kehamilan ektopik merupakan masalah besar di bidang ginekologi di dunia, menimbulkan morbiditas dan mortalitas maternal yang tinggi mencapai 2,5% sedangkan untuk di Asia mencapai 0,1%. Tingkat kehamilan ektopik sendiri adalah 0,6-1,1% per tahun (Beltman dan DeGroot, 2009). Di Amerika Serikat sendiri, insidensi kehamilan ektopik meningkat signifikan dibeberapa tahun terakhir. Pada tahun 1948 insidensi kehamilan ektopik sekitar 0,37%, sekarang insidensi kehamilan ektopik menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC)meningkat menjadi 1,9% (Ling dkk., 2001). Di negara-negara berkembang, khususnya Indonesia, pada commit to user kehamilan ektopik adalah 1:139, RS Pirngadi Medan (1979-1981) frekuensi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dan di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta (1971-1975) frekuensi kehamilan ektopik adalah 1:24 (Mochtar, 1998). Kehamilan ektopik/ectopic pregnancy/ectopic gestation/eccecyesis adalah kehamilan yangberkembang setelahimplantasiblastokista dimana pun selainendometriumyang melapisirongga rahim (Katz dkk., 2007). Salah satu faktor risiko yang menyebabkan terjadinya kehamilan ektopik adalah riwayat penggunaanIntrauterine Device(IUD)atau lebih dikenal Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) (Shiafkou, 2007). Penelitian di Prancis menunjukkan, dari 503 kehamilan ektopik (EP) yang ditangani dengan pembedahan menggunakan teknik laparoskopi konservatif, 153(30,4%) terjadi pada pasiendengan perangkatintra-rahim (AKDR) (Pouly dkk., 1991). Mekanisme kerja IUD yang menyebabkan perubahan suasana endometrium, infiltrasi leukosit ke rahim, dan akumulasi makrofag diduga menyebabkan timbulnya kehamilan ektrauterin ketika ovulasi terjadi (Yuce dkk., 2005). Berdasarkan hal tersebut, kehamilan ektopik merupakan masalah kependudukan yang juga harus menjadi perhatian, apalagi dewasa ini banyak wanita yang menggunakan AKDR. Oleh karena itu, penulis tertarik melakukan
penelitian
untuk
mengetahui
hubungan
pemakaian
alat
kontrasepsi dalam rahim dengan kejadian kehamilan ektopik pada perempuan. Hal ini diharapkan dapat mengurangi prevalensi kejadian kehamilan ektopik terutama yang disebabkan oleh faktor risiko riwayat pemakaian Intrauterine Device (IUD).
B. Rumusan Masalah 1. Adakah hubungan pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim dengan kejadian kehamilan ektopik? 2. Apakah pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim dapat meningkatkan kejadian kehamilan ektopik? commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
C. Tujuan Penelitian 1. Menganalisis hubunganpemakaian alat kontrasepsi dalam rahim dengan kejadian kehamilan ektopik. 2. Menganalisis apakah pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim dapat meningkatkan kejadian kehamilan ektopik. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan informasi dan bahan kajian dalam bidang obstetri ginekologi mengenai hubungan pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim dengan kejadian kehamilan ektopik. 2. Manfaat Aplikatif a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim kepada masyarakat. b. Penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai bahan acuan untuk penelitian lebih selanjutnya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Kehamilan a. Pengertian Kehamilan Kehamilan atau gestasi adalah kondisi maternal yang memiliki fetus di dalam tubuhnya (DeCherney dkk., 2003). Kehamilan adalah masa dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin (Saifuddin, 2006). Periode antepartal mencakup waktu kehamilan mulai dari hari pertama periode terlambat menstruasi sampai dimulainya periode intrapartal. Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) dihitung dari hari pertama haid terakhir (Saifuddin, 2006). Usia gestasi adalah lamanya kehamilan sejak Hari Pertama Menstruasi Terakhir (HPMT) yang mendahului ovulasi dan fertilisasi sekitar 2 minggu sebelumnya. Dari fertilisasi sampai usia gestasi 10 minggu (8 minggu pasca konsepsi), konseptus disebut embrio. Dari 10 minggu sampai lahir, disebut janin atau fetus (Norwitz dkk., 2006). Namun pada kenyataannya, kehamilan tidak selama ini karena fertilisasi terjadi pada saat ovulasi yaitu 14 hari setelah akhir masa menstruasi. Ini menjadikan kehamilan mendekati 266 hari atau 38 minggu lamanya. Periode antepartal dibagi ke dalam trimester, tiap trimester setidaknya 13 minggu atau 3 bulan kalender. Pada prakteknya, trimester pertama umumnya dihitung mulai minggu 1-12 (12 minggu), trimester kedua minggu 13-27 (15 minggu) dan trimester ketiga minggu 28-40 (13 minggu) (Varney, 2004). b. Proses Kehamilan Mulai masa pubertas dan selanjutnya, folikel tertentu membesar dan setiapcommit bulan to matang user satu untuk melepaskan sebuah
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ovum (Salmah, 2006). Pelepasan ovum hanya terjadi satu kali setiap bulan, sekitar hari ke-14 pada siklus menstruasi normal 28 hari. Saat berhubungan, sekitar 300 juta sperma tersimpan pada forniks vagina. Lebih banyak mati pada perjalanan di sepanjang uterus dan hanya seribu yang dapat mencapai tuba uterina dan bertemu dengan ovum, biasanya di ampula. Banyak sperma yang dibutuhkan pada saat ini tapi hanya satu yang dapat memasuki ovum. Setelahnya, membran ditutup untuk mencegah masuknya sperma yang lain dan inti dari dua sel ini bersatu (Salmah, 2006). Pertemuan terlaksana setelah sel telur lepas sekitar 12 jam dan spermatozoa melalui proses kapasitasi disebut
fertilisasi,
pembuahan,
“konsepsi”,
atau
impregnancy
(Manuaba, 1999). Konsepsi didefinisikan sebagai pertemuan antara sperma dan sel telur yang menandai awal kehamilan. Peristiwa ini merupakan rangkaian kejadian yang meliputi pembentukan gamet (telur dan ovum), ovulasi (pelepasan telur), penggabungan gamet dan implantasi embrio di dalam uterus (Kusmiyati, 2008). Sperma dan ovum disebut sebagai gamet laki-laki dan perempuan dan ovum yang dibuahi disebut zigot (Salmah, 2006). Dalam beberapa jam setelah pembuahan terjadi, mulailah pembelahan zigot
(Winkjosastro,
2005).
Nidasi
adalah
peristiwa
tertanamnya/bersarangnya sel telur yang telah dibuahi ke dalam endometrium (Kusmiyati, 2008). Implantasi biasanya terjadi di bagian atas uterus dan lebih sering terjadi di dinding posterior uterus (Norwitz, 2006). Jika nidasi ini terjadi, barulah dapat disebut adanya kehamilan (Winkjosastro, 2005). Sejak saat terjadi konsepsi, fertilisasi, impregnancy sampai mampu menanamkan diri diperlukan waktu sekitar 6–7 hari. Untuk menyuplai darah dan zat-zat makanan bagi mudhigah dan janin dipersiapkan uri (plasenta) (Manuaba, 1999). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
c. Tanda dan Gejala Kehamilan Tanda-tanda kehamilan menurut DeCherney dkk. (2007) sebagai berikut: 1) Peningkatan suhu basal tubuh secara persisten selama 3 minggu. 2) Muncul chloasma atau topeng kehamilan yaitu penggelapan kulit di atas dahi, hidung dan tulang pipi. 3) Muncul linea nigra yakni penggelapan pada puting susu dan garis tengah yang lebih rendah dari abdomen mulai dari umbilikus sampai pubis (penggelapan linea alba). 4) Muncul striae pada payudara dan perut. 5) Muncul spider teleangiektasi. Sedangkan gejala kehamilan menurut Cunningham dkk. (2006) adalah sebagai berikut: 1) Mual dengan atau tanpa muntah. 2) Gangguan berkemih selama trimester pertama. 3) Fatique (rasa mudah lelah). 4) Persepsi gerakan janin. d. Endokrinologi Kehamilan Dari segi endokrinologi, Jacoeb (2005) membagi kehamilan atas tiga masa, yaitu: 1) Kehamilan muda Masa ini ditandai oleh meningkatnya pembentukan hCG dari sel-sel trofoblas dan perubahan korpus luteum menjadi korpus luteum graviditatis yang memproduksi estrogen dan progesteron. 2) Kehamilan pertengahan triwulan pertama Pada masa ini produksi hCG yang semula meningkat mulai menurun. Estrogen dan progesteron tidak dihasilkan lagi commit to usermelainkan oleh plasenta. oleh korpus luteum graviditatis,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3) Kehamilan triwulan kedua dan ketiga Pada masa ini plasenta menghasilkan steroid seks dalam jumlah yang sangat besar. Selain itu terjadi pula peningkatan sekresi hormon PRL dari hipofisis anterior. Plasenta juga membentuk human chorionic somatomammotropin (hCS), human placental lactogen (hPL), atau human chorionic thyrotropin (hCt). Pembentukan hCG meningkat pada awal kehamilan dan mencapai puncaknya pada hari ke-50 hingga hari ke-80 kehamilan. Hormon khorionik ini memicu sintesis steroid seks tidak hanya di korpus luteum, melainkan juga di plasenta. Jumlah progesteron yang dibentuk oleh plasenta mencapai 200ng sehari atau lebih. Pada pihak lain, produksi estrogen meningkat perlahan-lahan dan mencapai puncaknya pada akhir kehamilan. Uterus bertambah besar di bawah pengaruh steroid seks. Pada kehamilan 36 minggu beratnya mencapai 1000 gram (20 kali lipat). Pembesaran uterus itu sementara dipicu oleh estrogen. Progesteron menyebabkan relaksasi otot-otot uterus. 2. Keluarga Berencana a. Pengertian Keluarga Berencana adalah program yang bertujuan membantu pasangan suami istri untuk menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang diinginkan, mengatur interval diantara kehamilan, mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami dan istri, dan menentukan jumlah anak dalam keluarga (Hartanto, 2004). Sedangkan menurut McKenzie (2007) keluarga berencana sebagai proses penetapan jumlah dan jarak anak yang diinginkan dalam keluarga seseorang dan pemilihan cara yang tepat untuk mencapai keinginan tersebut. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. Kontrasepsi Kontrasepsi berasal dari dua kata yakni kontra dan konsepsi. Kontra berarti menolak, konsepsi berarti pertemuan antara sel telur wanita (ovum) yang sudah matang dengan sel mani pria (sperma) sehingga terjadi pembuahan dan kehamilan. Dengan demikian kontrasepsi adalah metode untuk mencegah bertemunya sel telur yang matang dengan sel mani pada waktu bersenggama, sehingga tidak akan terjadi pembuahan dan kehamilan (Farrer, 2001). 1) Macam-macam kontrasepsi Menurut Saifuddin (2006) terdapat beberapa macam alat kontrasepsi yang dapat digunakan, antara lain : a) Metode kontrasepsi sederhana (1)Metode kalender Metode
kalender
dilakukan
dengan
wanita
mendeteksi masa suburnya, yang biasanya 12-26 hari sebelum hari pertama menstruasi berikutnya. Metode ini didasarkan pada perhitungan mundur siklus menstruasi wanita selama 6-12 bulan siklus yang tercatat (Everett, 2007). (2)Metode Amenorea Laktasi (MAL) Menyusui
ekslusif
merupakan
suatu
metode
kontrasepsi sementara yang cukup efektif, selama klien belum mendapat haid dan waktunya kurang dari enam bulan pasca persalinan. Efektifnya dapat mencapai 98%. MAL efektif bila menyusui lebih dari delapan kali sehari dan bayi mendapat cukup asupan per laktasi (Saifuddin, 2006). (3)Metode suhu tubuh Metode suhu tubuh dilakukan dengan mengukur suhu tubuhnya setiap hari untuk mengetahui suhu tubuh commit ovulasi, to user suhu tubuh basal (BBT/Basal basalnya. Setelah
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Body Temperature) akan sedikit turun, kemudian naik sebesar 0,2oC-0,4oC dan menetap sampai masa ovulasi berikutnya(Everett, 2007). (4)Senggama terputus (Coitus interuptus) Coitus interuptus adalah saat pria menarik penisnya dari vagina sebelum ejakulasi selama koitus(Everett, 2007). b) Metode Barrier (1)Kondom Kondom merupakan selubung atau sarung karet yang dapat dibuat dari berbagai bahan diantaranya lateks (karet), plastik (vinil), atau bahan alami (produksi hewan) yang
dipasang
pada
penis
saat
berhubungan
seksual(Saifuddin, 2006). (2)Diafragma Diafragma adalah kap berbentuk bulat cembung, terbuat dari lateks (karet) yang diinsersikan ke dalam vagina sebelum berhubungan seksual dan menutup serviks (Saifuddin, 2003). (3)Spermisida Spermisida adalah bahan kimia (non oksinol-9) digunakan untuk menonaktifkan atau membunuh sperma. Dikemas dalam bentuk aerosol (busa), tablet vaginal suppositoria, atau dissolvable film, dan dalam bentuk krim (Saifuddin, 2006). c) Metode kontrasepsi modern (1)Kontrasepsi pil Kontrasepsi pil merupakan jenis kontrasepsi oral yang harus diminum setiap hari yang bekerja mengentalkan lendir serviks sehingga sulit dilalui oleh sperma. Terdapat commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dua macam yaitu kontrasepsi kombinasi dan kontrasepsi pil progestrin (Saifuddin, 2006). (2)Kontrasepsi implan Kontrasepsi implant adalah alat kontrasepsi plastik berisi hormon jenis progesteron levonogestrol yang ditanamkan di bawah kulit, yang bekerja mengurangi transportasi sperma (Saifuddin, 2006). (3)Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) Alat
Kontrasepsi
Dalam
Rahim
adalah
alat
kontrasepsi yang dimasukkan ke dalam rongga rahim wanita yang bekerja menghambat sperma untuk masuk ke tuba fallopii (Saifuddin, 2006). (4)Kontrasepsi Mantap (KONTAP) Kontrasepsi mantap merupakan suatu cara permanen baik pada pria dan pada wanita, dilakukan dengan tindakan operasi kecil untuk mengikatsaluran telur perempuan, atau menutup saluran mani laki-laki (Depkes RI, 2006). (5)Kontrasepsi suntikan Kontrasepsi suntikan adalah kontrasepsi yang diberikan dengan cara disuntikkan secara intramuskuler di daerah otot pantat (gluteus maximus) (Siswosudarmo, 2001). 3. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)/Intrauterine Device (IUD) a. Pengertian AKDR adalah bahan inert sintetik (dengan atau tanpa unsur tambahan untuk sinergi efektivitas) dengan berbagai bentuk yang dipasang ke dalam rahim untuk menghasilkan efek kontraseptik (Saifuddin,
2002).
Sedangkan
menurut
American
Pregnancy
Association (2003) IUD adalah sebuah alat kontrasepsi yang to user berbentuk T, terbuat commit dari plastik dan ditempatkan di dalam rahim,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
potongan plastik berisi tembaga atau hormon progesteron sintetis yang mencegah kehamilan. b. Jenis AKDR Saat ini AKDR ada yang termasuk dalam tiga golongan utama yakni inert, mengandung tembaga, dan melepaskan hormon. Semua alat yang saat ini tersedia memiliki satu atau dua benang nilon yang melekat ke ujung bawah untuk mempermudah pengeluaran (Kishen, 2002). 1) Alat inert (tanpa obat) World Health Organization(WHO) tidak menganjurkan pemasangan AKDR inert, karena AKDR yang mengandung tembaga atau melepaskan hormon jauh lebih efektif (Kishen, 2002). 2) Alat yang mengandung tembaga AKDR yang mengandung tembaga umumnya dilisensi untuk digunakan 5 sampai 10 tahun. Nova-T 380 dilisensikan untuk pemakaian 5 tahun dan Copper-T 380 untuk pemakaian kontinyu sampai 10 tahun di Eropa Barat. Semua alat tersebut terdiri dari sebuah rangka plastik dengan kawat tembaga melingkari batang dan sebagian memiliki sarung tembaga di lengannya (Kishen, 2002). 3) Alat yang melepaskan hormon Sistem
intrauterus
levonorgestrel(levonorgestrel-releasing
penghasil intrauterine
system;
LNG-IUS). LNG-IUS terdiri dari sebuah rangka Nova-T dengan sebuah kolom LNG di dalam suatu membran (yang berfungsi membatasi pengeluaran zat) yang membungkus batang vertikal alat. Alat ini mengandung 52 mg LNG yang dilepaskan dengan kecepatan 20 µg/hari. Di Eropa LNG-IUS mendapat lisensi untuk commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pemakaian 5 tahun tetapi pengujian membuktikan bahwa tidak terjadi penurunan efektivitas setelah pemakaian 7 tahun (Kishen, 2002). Menurut Hartanto (2004), AKDR dibagi menjadi dua, yakni bentuk terbuka (open device) dan bentuk tertutup (closed device). 1) Bentuk terbuka (open device) Yakni Lippes loop, Cu T, Cu 7, Margulies, Spring Coil, Multiload,Nova T. 2) Bentuk tertutup (closed device) Yakni Ota ring, Antigon, Grafenberg ring, Hall stonering. Dan menurut tambahan obat atau metal, IUD dibagi menjadi 2 yakni medicated IUD dan unmedicated IUD (Mochtar, 1998) : 1) Medicated IUD Yakni Cu T -200, Cu T -220, Cu T -300, Cu T -380 AKDR, Cu 7, Nova T, ML – Cu 375, Progesterone. 2) Unmedicated IUD YakniLippes loop, Salf T coil, Antigon. Sedangkan menurut Cunningham dkk. (2006), secara umum AKDR terdiri dari 2 jenis. Jenis yang secara kimiawi inert terdiri dari bahan tidak terserap, terutama polietilen dan dibubuhi oleh barium sulfat agar radioopak. Pada AKDR yang aktif secara kimiawi, terjadi elusi tembaga atau zat progestasional secara terus menerus. Ilustrasi bentuk jenis-jenis AKDR dapat dilihat pada Gambar 2.1. 1) Progestasert Ko-polimer etilen vinil asetat berbentuk T ini memiliki batang vertikal yang mengandung 38 mg progesteron dan barium sulfat dalam dasar silikon. Alat ini mengeluarkan progesteron sekitar 65 µg/hari ke dalam rongga uterus selama 1 tahun. Jumlah ini tidak mempengaruhi kadar progesteron plasma. Alat ini commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
memiliki panjang 36 mm dan lebar 32 mm, dan terdapat benang hitam atau biru tua yang melekat ke pangkal batang. Untuk memasang harus digunakan teknik penarikan (Cunningham dkk., 2006). 2) AKDR Levonorgestrel (AKDR-LNg) Alat ini serupa dengan progestasert, tetapi mengandung levonorgestrel.
Keunggulan
utamanya
adalah
keharusan
mengganti yang hanya setiap 5 tahun, dibandingkan dengan progestasert
yang
setiap
tahun.
Alat
ini
membebaskan
levonorgestrel ke dalam uterus dengan kecepatan relatif konstan 20 µg/hari, yang secara nyata menguragi efek sistemik progestin. AKDR ini adalah polietilen yang berbentuk huruf T yang batangnya terbungkus oleh campuran polidimetilsiloksan atau levonorgestrel. Campuran ini dilapisi oleh suatu membran permeabel yang mengatur kecepatan pembebasan hormon (Cunningham dkk., 2006). 3) Cooper T 380 A Alat ini terdiri dari polietilen dan barium sulfat. Batangnya dibalut oleh 314 mm2 kawat tembaga halus, dan kedua lengan masing-masing mengandung 33 mm2 gelang tembaga, sehingga total tembaga adalah 380 mm2. Dari pangkal batang menjulur dua helai benang. Pada awalnya, benang-benang tersebut
berwarna
biru,
tetapi
sekarang
warnanya
kekuningan (Cunningham dkk., 2006).
commit to kontrasepsi user Gambar 2.1 Jenis-jenis alat dalam rahim
putih
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sumber: (Albar, 2005) Keterangan : a) Lippes loop b) Salf T coil c) Dana super d) Cooper-T (Gyne-T) e) Cooper-7 (Gravigard) f) Multiload g) Progesterone IUD c. Mekanisme Kerja AKDR Semua AKDR menimbulkan reaksi benda asing di endometrium, disertai peningkatan produksi protaglandin dan infiltrasi leukosit. Reaksi ini ditingkatkan oleh tembaga, yang memperngaruhi enzim-enzim endometrium, metabolisme glikogen dan penyerapan estrogen serta menghambat transportasi sperma. Pada pemakai AKDR yang mengandung tembaga, jumlah spermatozoa yang mencapai saluran genitalia atas berkurang. Perubahan cairan uterus dan tuba mengganggu viabilitas gamet, baik sperma maupun ovum yang diambil
dari
pemakai
AKDR
yang
mengandung
tembaga
memperlihatkan degenerasi mencolok. Pengawasan hormon secara dini memperlihatkan bahwa tidak terjadi kehamilan pada pemakai AKDR modern yang mengandung tembaga. Dengan demikian, pencegahan implantasi bukan merupakan mekanisme kerja terpenting kecuali apabila AKDR yang mengandung tembaga digunakan untuk kontrasepsi pascakoitus. LNG-IUS menginduksi atrofi dan produksi mukus serviks antagonis, yang akan meningkatkan efektifitasnya (Kishen, 2002). Mekanisme kerja belum diketahui pasti. Gangguan pada implantasi ovum yang sudah dibuahi, yang pernah dianggap sebagai cara kerja, merupakan efek yang paling kurang penting (Mishell dan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sulak, 1997). Respons peradangan lokal intens yang terjadi, terutama oleh alat yang mengandung tembaga, akan memicu aktivasi lisosom dan peradangan yang bersifat spermisidal (Alvares dkk., 1988; Ortiz dan Croxatto, 1987). Apabila akhirnya terjadi pembuahan, reaksi peradangan yang sama akan ditunjukkan kepada blastokista. Untuk AKDR yang secara kimiawi inert, efektivitas kontrasepsi umumnya meningkat
seiring
dengan
ukuran
dan
luas
kontak
dengan
endometrium (Cunningham dkk., 2006). Mekanisme lain yang mungkin bekerja adalah perlambatan motilitas tuba yang diperkirakan ditimbulkan oleh respons peradangan di uterus. Endometrium juga menjadi sangat tidak ramah bagi implantasi sekalipun pembuahan dan transport tuba sudah berhasil. Pada pemakai progestasert jangka panjang terjadi atrofi endometrium (Cunningham dkk., 2006). Pembuahan kemungkinan dicegah oleh efek spermisidal atau percepatan transport ovum melalui tuba fallopi, atau keduanya (Alvares dkk., 1988; Ortiz dan Croxatto, 1987). Akhirnya, AKDR yang mengandung progestrin mungkin mengganggu penetrasi
sperma
melewati
mukus
serviks
yang
mengental
(Cunningham dkk., 2006). d. Efektivitas AKDR Efektivitas alat ini serupa dengan efektivitas kontrasepsi oral. Meski demikian, angka kegagalan lima tahun untuk progestasert adalah dua kali lipat dibandingkan dengan angka untuk Cu T 380A (2,0 versus 0,8 persen). Cu T 380A adalah salah satu cara kontrasepsi paling efektif yang tersedia. Yang utama, angka kehamilan yang tidak diinginkan menurun secara progresif setelah tahun pertama pemakaian (Vessey dkk., 1983). Kegagalan ini sebagian disebabkan oleh kegagalan metode dan bukan kegagalan pemakai (Cunningham dkk., 2006). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
e. Efek Menguntungkan Menurut Albar (2005) AKDR mempunyai keunggulan terhadap cara kontrasepsi yang lain karena: 1) Umumnya hanya memerlukan satu kali pemasangan dan dengan demikian satu kali motivasi. 2) Tidak menimbulkan efek sistemik. 3) Ekonomis dan cocok untuk penggunaan massal. 4) Efektivitas cukup tinggi dan reversibel. Alat
kontrasepsi
dalam
rahim
yang
mengandung
progesteron dan levonorgestrel mengurangi pengeluaran darah saat menstruasi dan bahkan dapat digunakan untuk mengobati menoragia. Selain itu, berkurangnya darah menstruasi sering dilaporkan disertai oleh penurunan dismenorea. Wanita yang dikontraindikasikan untuk kontrasepsi oral kombinasi dan norplant sering dapat menggunakan alat ini. AKDR-LNg pun dapat digunakan karena alat ini mengeluarkan hormon dalam jumlah sangat kecil secara lokal (Cunningham dkk., 2006). AKDR-LNg juga dilaporkan mengurangi insidensi infeksi panggul dan bermanfaat bagi wanita dengan fibroid uteri (Toivonen dkk., 1991; Van Den Hurk dan O’Brien, 1999). Setelah penghentian, kesuburan tidak terganggu (Sivin dkk., 1992). Sedangkan menurut Kishen (2002), keuntungan dari penggunaan AKDR dibagi menjadi beberapa aspek, yakni: 1) Kepatuhan dan kelanjutan Agar berhasil, AKDR tidak membutuhkan kepatuhan. AKDR merupakan metode kontrasepsi yang sama sekali tidak berkaitan dengan koitus. 2) Biaya commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
AKDR modern bersifat efektif dan bekerja lama sementara AKDR tembaga harganya sangat murah. Alat-alat ini menghasilkan kontrasepsi sampai 10 tahun sehingga sangat efektif dari segi biaya. 3) Manfaat ginekologi LNG-IUS memiliki manfaat tambahan selain sabagai alat kontrasepsi yakni mengurangi secara nyata jumlah darah menstruasi dan dismenore serta dapat bermanfaat dalam terapi menoragia. 4) Reversibilitas AKDR
umumnya
sangat
mudah
dikeluarkan
dan
pemulihan kesuburan berlangsung cepat (angka konsepsi 78-88% setelah 12 bulan dan 92-97% pada 3 tahun setelah pengeluaran). Kesuburan cepat pulih setelah pengeluaran LNG-IUS. 5) Keganasan Pada AKDR tidak terdapat kekhawatiran mengenai peningkatan risiko penyakit keganasan. f. Efek Merugikan Beragam penyulit pernah dilaporkan pada pemakaian alat-alat kontrasepsi dalam rahim. Namun, efek samping umumnya tidak serius (Cunningham dkk., 2006). Berikut ini adalah efek merugikan dari penggunaan AKDR: 1) Perforasi Uterus dan Abortus Efek merugikan paling awal adalah yang berkaitan dengan pemasangan. Efek tersebut adalah perforasi uterus yang secara klinis atau tersamar, baik pada saat memasang sonde uterus maupun memasukkan alat, serta abortus kehamilan yang tidak diketahui sebelumnya. Frekuensi penyulit-penyulit ini bergantung pada keterampilan operator dan tindakan-tindakan pencegahan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yang diambil agar tidak terjadi interupsi suatu kehamilan (Cunningham dkk., 2006). Insiden perforasi untuk Cu T 380A adalah 0,6 per 1000 insersi, dan untuk progestasert insidennya 1,1 per 1000 insersi (WHO, 1987). Walaupun alat dapat bermigrasi secara spontan ke dalam dan menembus dinding uterus, sebagian besar perforasi terjadi, atau paling tidak dimulai, pada saat pemasangan (Cunningham dkk., 2006). 2) Kram dan Perdarahan Uterus Kram
atau
kejang
uterus
dan
perdarahan
kecil
kemungkinan terjadi segera setelah pemasangan, dan keluhan ini menetap untuk waktu yang bervariasi. Kram ini dapat dikurangi dengan memberikan obat anti-inflamasi nonsteroid sekitar 1 jam sebelum pemasangan (Cunningham dkk., 2006). 3) Menoragia Pengeluaran darah saat menstruasi sering meningkat dua kali lipat pada pemakaian Cu T 380A, dan mungkin sangat banyak sehingga menyebabkan anemia defisiensi besi. Ini adalah efek samping yang menganggu, dan sekitar 10-15% wanita pemakai AKDR tembaga berhenti menggunakan kontrasepsi ini atas alasan tersebut (Hatcher dkk., 1998). Progestasert, karena efek progesteronnya yang lokal, jarang menyebabkan menoragia dan anemia. Sebagai contoh, menstruasi normal menyebabkan pengeluaran darah sekitar 35 ml. Rata-rata pengeluaran darah pada sebagian besar AKDR yang mengandung tembaga adalah sekitar 50 sampai 60 ml per daur, tetapi mungkin lebih (Guillebaud dkk., 1979). Rata-rata pengeluaran darah pada pemakai progestasert adalah sekitar 25 ml per siklus. Pengeluaran darah pada pemakai AKDR-LNg bahkan mungkin lebih sedikit dibandingkan dengan pemakai progestasert (Cunningham commit todkk., user 2006).
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4) Infeksi Infeksi panggul, termasuk abortus septik, dapat terjadi pada pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim. Abses tuboovarium, yang mungkin unilateral juga pernah dilaporkan. Apabila dicurigai ada infeksi, alat harus dikeluarkan, dan wanita yang bersangkutan diterapi dengan antibiotik yang efektif. AKDR juga meneyebabkan peningkatan infertilitas akibat faktor tuba. Efek ini hanpir tidak ada pada alat yang mengandung tembaga, tetapi lebih nyata pada wanita nulipara, terutama apabila wanita memiliki banyak pasangan seksual (Cunningham dkk., 2006). Selama beberapa hari setelah pemasangan AKDR, bakteri dapat ditemukan di rongga uterus, tetapi dengan frekuensi yang jauh lebih jarang dibandingkan dengan 24 jam pertama (Mishell dkk., 1966). Sampai 20 hari pertama setelah pemasangan terjadi peningkatan kecil risiko infeksi panggul (Farley dkk., 1992). Karena itu, risiko utama infeksi disebabkan oleh pemasangan dan tidak meningkat pada pemakaian jangka panjang. 5) Kehamilan a) Kehamilan intrauterus Walaupun jarang, wanita yang sedang memakai AKDR dapat hamil, dalam hal ini, wanita memiliki risiko yang lebih tinggi mengalami aborsi spontan dini atau mid-trimester (yang mungkin berkaitan dengan sepsis), partus prematur, dan peningkatan mortalitas perinatal apabila AKDR dibiarkan in situ
(Kishen,
2002).
DislokasiIUDadalah
signifikanmempengaruhikehamilanIUD. bahwadislokasipaling
sering
commit to user
faktor
yang Fakta
terjadi
padatahun
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pertamamengungkapkanperlunyakontrolyang
lebih
seringdalam periode ini (Inal, 2005).
b) Kehamilan ektopik Apabila seorang wanita yang sedang menggunakan AKDR dicurigai hamil maka kemungkinan kehamilan ektopik harus selalu dipertimbangkan. AKDR modern sangat efektif dan mengurangi risiko segala jenis kehamilan termasuk kehamilan ektopik, terutama bila dibandingkan dengan wanita yang tidak menggunakan kontrasepsi. Namun, apabila terjadi kehamilan dengan AKDR in utero, maka risiko kehamilan itu menjadi
kehamilan
memberikan kehamilan
ektopik
perlindungan intrauterus
meningkat yang
daripada
lebih
karena besar
kehamilan
AKDR terhadap
ekstrauterus
(Kishen, 2002). Selain hal tersebut di atas menurut Albar (2005) ada beberapa efek samping atau kerugian dari pemakaian AKDR, yakni sebagai berikut: 1) Gangguan pada suami Kadang-kadang suami dapat merasakan adanya benang AKDR sewaktu bersenggama. 2) Ekspulsi (Pengeluaran sendiri) Ekspulsi AKDR dapat terjadi untuk sebagian atau seluruhnya. Ekspulsi biasanya terjadi waktu haid dan dipengaruhi oleh: a) Umur dan paritas: Pada paritas rendah, kemungkinan ekspulsi dua kali lebih besar daripada pada paritas tingi, demikian pula pada wanita, ekspulsi lebih sering terjadi pada wanita yang umurnya lebih tua. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b) Lama pemakaian: Ekspulsi paling sering terjadi pada tiga bulan pertama setelah pemasangan, setelah itu angka kejadian menurun dengan tajam. c) Ekspulsi sebelumnya: Pada wanita yang pernah mengalami ekspulsi,
maka
pada
pemasangan
kedua
kalinya,
kecenderungan terjadinya ekspulsi lagi ialah kira-kira 50%. d) Jenis dan ukuran: Jenis dan ukuran AKDR yang dipasang sangat mempengaruhi frekuensi ekspulsi. e) Faktor psikis: Oleh karena motilitas uterus dapat dipengaruhi oleh faktor psikis, maka frekuensi ekspulsi lebih banyak dijumpai pada wanita-wanita emosional dan ketakutan, yang psikis labil. g. Indikasi dan Kontraindikasi Menurut Rabe (1996) indikasi pemakaian AKDR sebagai berikut: 1) Untuk kontrasepsi a) Sebagai
alternatif
kontrasepsi
oral,
yang
mungkin
dikontraindikasikan karena ketaatan yang buruk atau alasanalasan pribadi, medis, atau keuangan. b) Sebagai alternatif metode kontrasepsi barier. c) Setelah terminasi kehamilan. d) Sebagai suatu kontrasepsi pascakoitus. 2) Untuk alasan lain a) Untuk menghindari perlekatan setelah koreksi bedah uterus yang abnormal. b) Pengobatan pada pasien Sindrom Ashermann. Berikut ini adalah rangkuman kontraindikasi pemakaian AKDR lebih lanjut: 1) Perdarahan abnormal yang belum diselidiki. 2) Sedang mendapat terapi antikoagulan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3) Sepsis pelvis. 4) Keganasan traktus genitalia.
5) Kelainan kavum uteri yang mempermudah perforasi. a) Malformasi kongenital. b) Stenosis serviks. c) Deformitas kavum uteri karena fibroid atau retrofleksi dan retroversi uterus menetap. 6) Hamil atau diduga hamil. 7) Riwayat kehamilan ektopik sebelumnya (Rabe, 1996) Untuk lebih jelasnya, kontraindikasi pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim dapat dilihat pada Tabel 2.1. h. Prosedur Pemasangan Teknik pemasangan adalah sebagai berikut: 1) Tentukan apakah terdapat kontraindikasi, berikan penyuluhan kepada wanita yang bersangkutan tentang berbagai masalah yang berkaitan dengan pemakaian AKDR, serta minta persetujuan medik. 2) Berikan aspirin atau kodein prainsersi untuk menghilangkan kram. 3) Lakukan pemeriksaan dalam untuk mengetahui posisi dan ukuran uterus dan adneksa. 4) Perlihatkan serviks dan pegang dengan tenakulum. Gunakan instrumen steril dan AKDR steril. Usap serviks dan dinding vagina dengan suatu larutan antiseptik. Kanalis servikalis dan rongga uterus mula-mula diluruskan dengan melakukan tarikan lembut dengan tenakulum, dan uterus di sonde untuk mengetahui arah dan kedalaman rongga uterus. “Flange” yang dapat digerakkan pada inserter harus disesuaikan dengan kedalaman alat commit to user dengan AKDR. yang harus dimasukkan.Inserter
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5) Terpasang di bagian yang paling distal, kemudian secara hati-hati dimasukkan ke fundus. Setelah memutar inserter sedemikian sehingga AKDR terletak tinggi di bidang transversal uterus, inserter dikeluarkan sementara AKDR ditahan di fundus dengan batang plastik di dalam inserter. Jadi, AKDR tidak didorong keluar dari inserter, tetapi ditahan di tempatnya dengan batang pendorong sementara tabung inserter ditarik keluar. 6) Potong benang penanda 2 cm dari ostium uteri eksternum, keluarkan tenakulum, amati ada tidaknya perdarahan dari tempat pungsi tenakulum, dan apabila tidak ada perdarahan, keluarkan spekulum. 7) Nasehati wanita yang bersangkutan untuk segera melapor apabila muncul efek samping (Cunningham dkk., 2006). Pemeriksaan sesudah AKDR dipasang, dilakukan 1 minggu sesudahnya, pemeriksaan kedua 3 bulan kemudian, dan selanjutnya tiap 6 bulan. Sedangkan mengeluarkan AKDR biasanya dilakukan dengan jalan menarik benang AKDR yang keluar dari ostium uteri eksternum dengan dua jari, dengan pinset, atau dengan cunam (Albar, 2005). Untuk ilustrasi pemasangan dapat dilihat pada Gambar 2.2. 4. Kehamilan Ektopik a. Pengertian Kehamilan ektopik ialah kehamilan dengan ovum dibuahi, berimplantasi dan tumbuh tidak di tempat yang normal yakni dalam endometrium kavum uteri. Istilah kehamilan ektopik lebih tepat daripada istilah ekstrauterin,oleh karena terdapat beberapa jenis kehamilan ektopik yang berimplantasi dalam uterus tetapi tidak pada tempat yang normal (Prawirohardjo, 2005). Sedangkan menurut Saifuddin (2006) kehamilan ektopik adalah kehamilan dimana setelah fertilisasi, implantasi terjadi di luar endometrium kavum uteri. Hampir 90% kehamilan ektopik terjadi di tuba uterina. Kehamilan ektopik commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dapat mengalami abortus atau ruptura apabila masa kehamilan berkembang melebihi kapasitas ruang implantasi (misalnya tuba) dan peristiwa ini disebut sebagai kehamilan ektopik terganggu. Tabel 2.1 Kontraindikasi pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim Copper T 380A a. Hamil atau dicurigai hamil. b. Kelainan uterus yang menyebabkan distorsi rongga uterus. c. Penyakit Radang Panggul (PRP) akut atau riwayat PRP. d. Endometritis pascapartum atau abortus terinfeksi dalam 3 bulan terakhir. e. Diketahui atau dicurigai terdapat keganasan uterus atau serviks, termasuk kelainan hasil Pap Smear yang belum diatasi. f. Perdarahan genital yang sebabnya tidak diketahui. g. Servisitis atau vaginitis akut yang tidak diobati, termasuk vaginosis bakterialis, sampai infeksi teratasi. h. Penyakit Wilson. i. Alergi terhadap tembaga. j. Pasien atau pasangannya memiliki banyak pasangan seksual. k. Keadaan-keadaan yang menyebabkan peningkatan kerentanan terhadap infeksi oleh mikroorganisme yang mencakup-tetapi tidak terbatas padaleukimia, sindrom imunodefisiensi didapat (AIDS), dan penyalahgunaan obat intravena. l. Aktinomikosis genital. m. Riwayat menjalani pemasangan AKDR yang belum dikeluarkan. Progestasert a. Hamil atau dicurigai hamil. b. Riwayat kehamilan ektopik atau keadaan yang merupakan predisposisi kehamilan ektopik. c. Adanya atau riwayat PRP atau faktor yang merupakan predisposisi PRP. d. Pasien atau pasangannya memiliki banyak pasangan seksual. e. Adanya atau riwayat satu atau lebih infeksi menular seksual termasuk, tetapi tidak terbatas pada, gonorea atau infeksi klamidia. f. Endometritis pascapartum atau abortus terinfeksi. g. Involusi uterus yang tidak sempurna setelah abortus atau kelahiran anak. h. AKDR yang sebelumnya terpasang belum dikeluarkan. i. Riwayat bedah panggul yang mungkin berkaitan dengan peningkatan risiko kehamilan ektopik, mis. Pembedahan tuba fallopii atau pembedahan untuk perlekatan di panggul atau endometriosis. j. Kelainan uterus yang menyebabkan distorsi rongga uterus atau uterus yang berukuran <6cm atau >10cm dengan sonde. k. Diketahui atau dicurigai terdapat keganasan uterus atau serviks, termasuk kelainan hasil Pap Smear yang belum diatasi. l. Perdarahan genital yang sebabnya tidak diketahui. m. Vaginitis atau servisitis kecuali apabila dan sampai infeksi telah diberantas dan terbukti bukan gonokokus atau klamidia. n. Aktinomikosis genital. o. Keadaan atau pengobatan yang menyebabkan peningkatan kerentanan terhadap infeksi oleh mikroorganisme yang mencakup, tetapi tidak terbatas pada, leukimia, diabetes, riwayat endokarditis atau penyakit jantung tipe commit to user risiko endokarditis, AIDS, dan tertentu yang menyebabkan peningkatan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
keadaan-keadaan yang memerlukan terapi kortikosteroid jangka panjang. p. Penyalahgunaan obat intravena.
Sumber: (Cunningham dkk., 2006)
Gambar 2.2 Cara pemasangan IUD Sumber: (Cunningham dkk., 2006) b. Etiologi dan Patogenesis Terdapat sejumlah faktor risiko kehamilan ektopik (seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.2) yang menyebabkan kerusakan dan disfungsi tuba (Cunningham dkk., 2006). Tabel 2.2 Faktor risiko kehamilan ektopik Faktor risiko
OR
Risiko tinggi Bedah korektif tuba Sterilisasi tuba Riwayat kehamilan ektopik Pajanan DES (Dietilstilbestrol) in utero AKDR Patologi tuba yang tercatat Risiko sedang Infertilitas Riwayat infeksi genital Banyak pasangan Risiko ringan Riwayat bedah panggul/abdomen Merokok Vaginal douche Hubungan seks < 18 tahun
21,0 9,3 8,3 5,6 4,5-45 3,8-21 2,5-21 2,5-3,7 2,1 0,93-3,8 2,3-2,5 1,1-3,1 1,6
Sumber: (Cunningham dkk., 2006) 1) Faktor Mekanis commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Faktor-faktor
ini
menghalangi
atau
memperlambat
perjalanan ovum yang telah dibuahi menuju ke rongga uterus. Bedah tuba yang dilakukan sebelumnya, baik untuk memulihkan patensi maupun melakukan sterilisasi, mempunyai risiko yang tertinggi (Ankum, 1966; Hendrix, 1998; Mol, 1995). Peningkatan risiko ini kemungkinan disebabkan oleh salpingitis yang terjadi sebelumnya sehingga menyebabkan aglutinasi lipatan-lipatan mukosa
yang
bercabang-cabang
seperti
pohon
disertai
penyempitan lumen atau pembentukan kantong-kantong buntu (Sherman dkk., 1990). 2) Faktor Fungsional Beberapa faktor tuba memperlambat perjalanan ovum yang telah dibuahi ke dalam rongga uterus. Perubahan motilitas tuba dapat terjadi setelah terdapat perubahan kadar estrogen dan progesteron serum, kemungkinan akibat upregulation reseptor adrenergik pada otot polos (Jacobson dkk., 1987). Meningkatnya insiden kehamilan ektopik telah dilaporkan telah dilaporkan pada penggunaan kontrasepsi oral yang hanya berisi progestin (Ory, 1981); pada pengunaan AKDR-dengan dan tanpa progesteron (Sivin, 1991). 3) Reproduksi dengan Bantuan Peningkatan kehamilan ektopik pada reproduksi dengan bantuan kemungkinan berkaitan dengan faktor tuba yang menyebabkan infertilitas. Kehamilan di tuba meningkat setelah transfer gamet intrafallopii (GIFT) dan fertilisasi In Vitro (IVF) (Coste dkk., 1991; Guirgis dan Craft, 1991). 4) Kegagalan Kontrasepsi Jumlah kehamilan ektopik sebenarnya menurun, dengan bentuk kontrasepsi apapun karena kehamilan akan lebih jarang commit to user kegagalan kontrasepsi, terdapat terjadi. Namun, pada beberapa
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
peningkatan insiden kehamilan ektopik dibandingkan dengan kehamilan intrauterin (Sivin, 1991).
c. Epidemiologi Jumlah kehamilan ektopik telah meningkat secara dramatis dalam beberapa dekade terakhir. Berdasarkan data yang dikeluarkan Hospital Discharge, kejadian kehamilan ektopik telah meningkat dari 4,5 kasus per 1.000 kehamilan di 1970 menjadi 19,7 kasus per 1.000 kehamilan di 1992. Kenaikan sebagian dapat dikaitkan dengan peningkatan faktor risiko tertentu. Kehamilan ektopik lebih sering dideteksi pada wanita di atas 35 tahun dan wanita bukan kulit putih. Angka fatalitas kasus telah menurun dari 35,5 kematian ibu per 10.000 kehamilan ektopik pada tahun 1970 menjadi hanya 3,8 kematian ibu per 10.000 kehamilan ektopik pada 1989. Meskipun kelangsungan hidup secara keseluruhan telah meningkat, risiko kematian yang berhubungan dengan kehamilan ektopik tetap lebih tinggi di kalangan wanita kulit hitam dan perempuan minoritas berkulit bukan putih lainnya (Tenore, 2000). Gabungan faktor ras dan peningkatan usia sekurangkurangnya merupakan faktor tambahan. Sebagai contoh, wanita bukan kulit putih berusia 35 sampai 44 tahun lima kali lebih mungkin mengalami kehamilan ektopik daripada warna kulit putih berusia 15 sampai 24 tahun (Cunningham dkk., 2006). d. Lokasi Tersering Kejadian Kehamilan Ektopik Berikut ini adalah lokasi dimana sering terjadi kehamilan ektopik (Manuaba, 2001): 1) Kehamilan tuba a) Interstitial
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b) Ampula tuba c) Isthmus tuba d) Kehamilan pada osteum tuba eksternum: (1)Tubair abortus terjadi hematokel
2) Kehamilan servikal 3) Kehamilan Ovarium 4) Kehamilan Abdomen a) Primer implantasi b) Sekunder implantasi 5) Kehamilan Intraligamenter 6) Diligamentum rotundum Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Lokasi kejadian kehamilan ektopik Sumber: (Katz dkk., 2007) e. Tanda dan Gejala Berikut ini adalah tanda dan gejala kehamilan ektopik: 1) Nyeri Gejala kehamilan ektopik yang paling sering dialami adalah nyeri panggul dan abdomen (95%) dan amenore disertai spotting atau perdarahan per vaginam dalam derajat tertentu (60% sampai 80%) (Cunningham dkk., 2006). Dengan semakin berlanjutnya kehamilan, Dorfman dkk. (1984) melaporkan bahwa commit to user gejala gastrointestinal (80%) dan pusing atau perasaan mau
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pingsan (58%) sering terjadi. Pada ruptur, nyeri dapat terjadi di daerah abdomen manapun. 2) Menstruasi Abnormal Seperempat wanita tidak melaporkan amenore, wanita hanyalah mengartikan perdarahan uterus yang sering terjadi pada kehamilan tuba sebagai menstruasi yang sebenarnya,ketika dukungan hormon endokrin untuk endometrium menurun, perdarahan biasanya sedikit, berwarna coklat tua, dan intermiten atau kontinyu (Cunningham dkk., 2006). 3) Nyeri Tekan Abdomen dan Pelvis Nyeri tekan hebat pada pemeriksaan abdomen dan pervaginam, terutama bila serviks digerakkan, dapat ditemukan pada lebih dari tiga perempat wanita dengan kehamilan tuba yang telah atau sedang mengalami ruptur (Cunningham dkk., 2006). 4) Perubahan Uterus Uterus tumbuh dengan ukuran yang hampir sama besar dengan pada kehamilan normal karena adanya hormon-hormon plasenta, selama 3 bulan pertama kehamilan tuba.(Stabile dan Grudzinskas, 1990). 5) Tekanan Darah dan Denyut Nadi Sebelum ruptur, tanda-tanda vital umumnya normal. Respons dini terhadap perdarahan sedang dapat berkisar dari tanpa perubahan tanda vital hingga sedikit peningkatan tekanan darah, atau respons vasovagal disertai bradikardi dan hipotensi. Tekanan darah akan turun dan denyut nadi meningkat hanya jika perdarahan
berlanjut
dan
hipovolemianya
(Cunningham dkk., 2006). 6) Suhu commit to user
menjadi
nyata
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Setelah peradangan akut, suhu dapat normal atau bahkan rendah. Suhu dapat mencapai 380C, tetapi suhu yang lebih tinggi jarang bila tidak ada infeksi (Cunningham dkk., 2006).
f. Diagnosis Anamnesis dan pemeriksaan fisik menyeluruh sangat penting. Luasnya anamnesis dan pemeriksaan fisik harus ditentukan berdasarkan keparahan gejala pada saat pasien datang. 1) Kadar kuantitatif serial subunit β dari gonadotropin korionik manusia (human chorionic gonadotropin, β-hCG) sangat penting. Pada kehamilan awal normal, kadar β-hCG serum harus meningkat dua kali lipat setiap 48 jam (Norwitz dkk., 2006). 2) Sonografi
transvaginal
dapat
mendeteksi
kantung
gestasi
intrauterin pada kadar β-hCG serum 1000-1200 mIU/mL (sekitar 5 minggu setelah menstruasi terakhir). Kadar ≥ 6000 mIU/mL diperlukan untuk melihat kantung gestasi intrauterin dengan menggunakan sonografi trans-abdominal (Norwitz dkk., 2006). 3) Kuldosentesis mungkin dilakukan di tempat praktik atau di unit gawat darurat dan dapat dengan cepat mengkonfirmasi adanya darah bebas di dalam rongga peritoneum. Ketika 10 mL darah yang tidak membeku diaspirasi, maka hasil tesnya adalah positif (Norwitz dkk., 2006). 4) Kuretase uterus dapat secara efektif menyingkirkan keberadaan kehamilan ektopik dengan memperlihatkan bukti patologis produk konsepsi jika kehamilan tidak diinginkan (Norwitz dkk., 2006).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5) Laparoskopi merupakan cara pemeriksaan yang sangat penting untuk diagnosis kehamilan ektopik pada umumnya dan kehamilan ektopik tidak terganggu (Prawirohardjo, 2005). g. Tata Laksana Akibat diagnosis yang lebih awal, maka tujuan pengobatan telah bergeser dari mencegah kematian menjadi mengurangi morbiditas dan mempertahankan kesuburan.
1) Terapi Medikamentosa a) Metotreksat (MTX) (injeksi intramuskular 50 mg/m2) merupakan pengobatan efektif untuk pasien-pasien yang memenuhi kriteria. Dosis diberikan pada hari ke-1, tetapi kadar β-hCG mungkin akan terus meningkat selama beberapa hari. Respons yang dapat diterima didefinisikan sebagai penurunan ≤ 15% kadar β-hCG serum dari hari ke-4 sampai 7. Dengan demikian, kadar β-hCG harus dipantau setiap minggu (Norwitz dkk., 2006). b) Sebagian besar kasus akan dapat berhasil diobati dengan menggunakan satu dosis MTX, tetapi 25% kasus akan memerlukan dosis dua kali lipat atau lebih jika kadar β-hCG pada akhirnya tidak memperlihatkan perubahan yang meningkat. Pasien dengan kantung gestasi > 3,5 cm, β-hCG > 6000 mIU/mL, atau memperlihatkan adanya gerakan jantung janin memiliki risiko yang lebih tinggi untuk kegagalan MTX dan
harus
dipertimbangkan
untuk
ditangani
dengan
menggunakan pembedahan (Norwitz dkk., 2006). c) Efek samping MTX (mual, muntah, rasa penuh, transaminitis sementara) pada umumnya ringan (Norwitz dkk., 2006). 2) Terapi Pembedahan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Terapi pembedahan definitif (salpingektomi) adalah terapi pilihan untuk wanita yang secara hemodinamik tidak stabil. Pembedahan konservatif sepenuhnya sesuai untuk pasien yang secara hemodinamik stabil. a) Salpingostomi linear laparoskopik adalah prosedur yang paling sering digunakan. Suntikan vasopresin sebelum melakukan insisi linear dapat sangat mengurangi perdarahan. Kadar β-hCG serum harus dipantau sampai tidak terdeteksi pada pasien yang ditata laksana secara konservatif karena 510% di antaranya akan berkembang menjadi kehamilan ektopik persisten yang mungkin memerlukan terapi lebih lanjut dengan menggunakan MTX (Norwitz dkk., 2006). b) Salpingektomi parsial mencakup pengangkatan bagian tuba fallopi yang rusak dan diindikasikan ketika terdapat kerusakan yang luas atau perdarahan lanjutan setelah salpingostomi. Prosedur ini tidak boleh dilakukan kecuali anastomosis ulang telah direncanakan. Indikasi satu-satunya untuk ooforektomi adalah untuk mencapai hemostasis (Norwitz dkk., 2006). 5. Hubungan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) dengan Kehamilan Ektopik Terdapat beberapa penelitian yang menunjukkan hubungan pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim dengan kejadian kehamilan ektopik. Menurut Cunningham (2006), AKDR memang dapat mencegah sebagian besar kehamilan intrauterus, tetapi AKDR sendiri kurang memberi perlindungan terhadap nidasi ekstrauterus. Pada kegagalan kontrasepsi, risiko kehamilan ektopik meningkat secara bermakna dan bahkan lebih tinggi lagi pada wanita yang menggunakan progestasert. Hal senada juga diungkapkan oleh Tenore (2000) yang mengungkapkan bahwa IUD lebih efektif dalam mencegah kehamilan intrauterin daripada commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kehamilan ektopik karena apabila terjadi implantasi kemungkinan besar implantasi terjadi di lokasi ektopik. Penelitian yang dilakukan oleh Xiong dkk. (1998) juga menyimpulkan bahwa kehamilan yang terjadi dengan AKDR in situ lebih sering
menjadi kehamilan ektopik daripada
kehamilan tanpa menggunakan AKDR. Penggunaan AKDR di masa lalu sedikit banyak juga bisa meningkatkan risiko terjadinya kehamilan ektopik. The Population Council's Center for Biomedical Research menunjukkan hubungan antara IUD dan kehamilan ektopik dengan menemukan bahwa IUD yang hanya mengandung progestin adalah satusatunya IUD yang tidak melindungi (dalam hal kehamilan ektopik). IUD yang mengandung progestasert mengeluarkan 65 mcg progesteron setiap hari.
Ada
sebuah
teori
yang
menyatakan
bahwa
progesteron
meningkatkan implantasi tuba (Daiter, 2007). Yuce dkk. (2005) menjelaskan mekanisme kerja IUD yang menyebabkan perubahan suasana endometrium, infiltrasi leukosit ke rahim, dan akumulasi makrofag diduga menyebabkan timbulnya kehamilan ekstrauterin ketika ovulasi terjadi. Dalam uji coba besar yang dilakukan secara acak oleh Weir (2003), tembaga IUD ditemukan memiliki tingkat kegagalandari1,26per 100wanitadan per100perempuan
dikaitkandengantingkatkehamilanektopikdari0,25 per
tahun;
besarnya
persentaseuntuk
sistemlevonorgestreladalah0,09dan 0,02per 100perempuan per tahun.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
B. Kerangka Berpikir Kontrasepsi
AKDR/IUD
GAGAL Reaksi peradangan lokal memicu aktivasi lisosom dan bersifat spermisidal
Tidak memiliki sifat spermisidal
Iritasi pada dinding endometrium
Tidak terjadi reaksi peradangan pada blastokista Reaksi peradangan ditujukan pada blastokista
Blastokista tidak dapat melakukan implantasi pada dinding endometrium
Blastokista tetap dapat implantasi
Blastokista implantasi di luar endometrium
Kehamilan Ektopik
Dinding endometrium tidak bersahabat untuk tempat implantasi Faktor Risiko: 1.Bedah korektif tuba 2.Sterilisasi tuba 3.Riwayat KE 4.Pajanan DES in utero
5.AKDR 6.Patologi tuba cacat
Mencegah Kehamilan
Gambar 2.4 Kerangka pemikiran hubungan AKDR commit to userektopik dengan kehamilan
perpustakaan.uns.ac.id
Keterangan ( ) ( )
digilib.uns.ac.id
: : Diteliti : Tidak diteliti
C. Hipotesis Terdapat hubungan antara pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim dan kejadian kehamilan ektopik. Pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim meningkatkan risiko kejadian kehamilan ektopik.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan studi kasus kontrol. Penelitian observasional karena peneliti hanya mengambil (mengukur) variabel yang diteliti, tidak memberikan intervensi
(perlakuan).
Penelitian
analitik
karena
menganalisis
hubungan/pengaruh paparan (pemakaian AKDR) terhadap terjadinya penyakit (kehamilan ektopik). Penelitian merupakan studi kasus kontrol karena peneliti memulai penelitian dengan menentukan subyek penelitian berdasarkan status penyakit (Murti, 2010).
B. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
C. Subjek Penelitian 1. Populasi Penelitian a. Kasus
: Ibu dengan diagnosis kehamilan ektopik
b. Kontrol : Ibu dengan diagnosis kehamilan normal 2. Kriteria Sampel Sampel penelitian diambil dari populasi sumber yang memenuhi kriteria-kriteria berikut: a. Kasus
: Ibu yang pernah didiagnosis menderita kehamilan ektopik
b. Kontrol : Ibu yang mengalami kehamilan normal
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
D. Teknik Sampling Teknik pengambilan sampel yang dipakai dalam penelitian ini adalah fixed disease sampling yaitu pemilihan subyek berdasarkan status paparan subyek meliputi terpapar atau tidak terpapar oleh faktor yang diduga mempengaruhi terjadinya penyakit, sedangkan status penyakit subyek bervariasi mengikuti status paparan subyek. Fixed disease sampling memastikan jumlah subyek penelitian cukup dalam kelompok terpapar dan tidak terpapar, sehingga merupakan keuntungan bagi peneliti ketika prevalensi paparan faktor yang diteliti rendah atau langka (Murti, 2010).
E. Besar Sampel Penelitian ini menggunakan analisis multivariat untuk mengontrol pengaruh faktor perancu (confounding factor) yang dapat menurunkan validitas penelitian. Rasio yang dianjurkan antara ukuran sampel dan jumlah variabel independen (Murti, 2010) : n : 15 hingga 20 subyek per variabel independen Penelitian ini menggunakan dua variabel independen yaitu kehamilan ektopik dan alat kontrasepsi dalam rahim. Dengan demikian sampel yang dibutuhkan untuk penelitian ini sebesar 30 hingga 40 subyek.
F.
Identifikasi Variabel Penelitian 1. Variabel bebas
: AKDR
2. Variabel terikat
: Kehamilan Ektopik
3. Variabel perancu
: Umur ibu
G. Definisi Operasional Variabel 1. AKDR a. Definisi: AKDR adalah bahan inert sintetik (dengan atau tanpa unsur tambahan untuk sinergi efektivitas) dengan berbagai bentuk yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dipasang ke dalam rahim untuk menghasilkan efek kontraseptik (Saifuddin, 2002). Saat ini AKDR ada yang termasuk dalam tiga golongan utama yakni inert, mengandung tembaga, dan melepaskan hormon. Semua alat yang yang saat ini tersedia memiliki satu atau dua benang nilon yang melekat ke ujung bawah untuk mempermudah pengeluaran (Kishen, 2002). b. Alat bantu: Data sekunder dan lembar pengumpul data c. Skala pengukuran: Kategorikal 2. Kehamilan Ektopik a. Definisi: Kehamilan ektopik ialah kehamilan, dengan ovum dibuahi, berimplantasi dan tumbuh tidak di tempat yang normal yakni dalam endometrium kavum uteri. Istilah kehamilan ektopik lebih tepat daripada istilah ekstrauterin, oleh karena terdapat beberapa jenis kehamilan ektopik yang berimplantasi dalam uterus tetapi tidak pada tempat yang normal, misalnya kehamilan pada pars interstisialis tuba dan kehamilan pada serviks uteri (Prawirohardjo, 2005). b. Alat bantu: Data sekunder dan lembar pengumpul data c. Skala pengukuran: Kategorikal 3. Usia ibu a. Definisi: Usia adalah jumlah tahun hidup subyek sejak lahir sampai dengan penelitian dilakukan. 1) Kasus : Usia ibu saat kehamilan ektopik 2) Kontrol: Usia ibu saat kehamilan normal b. Alat bantu: Data sekunder dan lembar pengumpul data c. Skala pengukuran: Kategorikal dikotomi, terdiri dari usia tua (≥35 tahun) dan usia muda (<35 tahun).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
H. Instrumen Penelitian 1. Alat tulis 2. Data ibu penderita kehamilan ektopik dari RSUD Dr. Moewardi 3. Lembar persetujuan keikutsertaan dalam penelitian 4. Lembar pengumpul data
I.
Cara Kerja Data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan data retrospektif, yaitu dengan melihat catatan medik pasien dalam hal ini ibu yang pernah menderita kehamilan ektopik dan ibu yang mengalami kehamilan normal pada tanggal 1 Januari 2011-1 Januari 2012, kemudian dikonfirmasi ulang dengan menggunakan lembar pengumpul data. Adapun cara pengambilan data dalam penelitian ini adalah: 1. Ijin penelitian diajukan kepada Direktur RSUD Dr. Moewardi. 2. Setelah ijin didapatkan, catatan medik pasien diamati untuk mendapatkan data yang diperlukan. 3. Dengan menggunakan rumus sampel, diambil jumlah sampel yang diperlukan. 4. Sampel yang memenuhi kriteria dipilih dan dilakukan pencatatan data sesuai dengan data yang dibutuhkan. 5. Data yang telah didapat, dikonfirmasi ulang dengan menggunakan lembar pengumpul data.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
J.
digilib.uns.ac.id
Rancangan Penelitian Populasi Ibu dengan Kehamilan Ektopik
Populasi Ibu dengan Kehamilan Normal
Sampel Ibu dengan Kehamilan Ektopik di RSUD Dr. Moewardi
Sampel Ibu dengan Kehamilan Normal di RSUD Dr. Moewardi
IUD
Non IUD
Lembar Pengumpul Data
Data Penelitian
IUD
Non IUD
Data Penelitian
Analisis Regresi Logistik Ganda Simpulan
Gambar 3.1 Rancangan penelitian hubungan pemakaian AKDR dengan kehamilan ektopik K. Teknik Analisis Data Penelitian ini menggunakan model analisis regresi logistik ganda dengan program Statistical Package for Social Science (SPSS)versi 17.0 for Windowsuntuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara pemakaian AKDR dengan kejadian kehamilan ektopik. Karakteristik sampel data kontinu dideskripsikan dalam n, mean, StandarDeviasi (SD), minimum dan maksimum. Karakteristik sampel data kategorikal dideskripsikan dalam n dan persen. Hubungan antara pemakai AKDR dan kehamilan ektopik dengan mengontrol pengaruh faktor perancu usia, dianalisis dengan analisis regresi logistik ganda. Ln
𝑝 1−𝑝
= a + b1X1 + b2X2
a = Konstanta p = Probabilitas untk mengalami kehamilan commit to user ektopik
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1-p = Probabilitas untuk tidak mengalami kehamilan ektopik X1 = Riwayat penggunaa AKDR (0 = Tidak, 1 = Ya) X2 = Umur ( 0 : <35 tahun; 1 : ≥ 35 tahun) Ln= Logaritma natural Kekuatan hubungan antara pemakai AKDR dan kehamilan ektopik maupun umur ditunjukkan oleh Odds Ratio (OR) = exp (b) Intepretasi OR = 1
Tidak ada hubungan antara AKDR dengan kehamilan ektopik
OR > 1
Ada hubungan antara AKDR dengan kehamilan ektopik, penggunaan AKDR meningkatkan risiko terjadinya kehamilan ektopik
1 ∞
< 𝑂𝑅 < 1 Tidak ada hubungan antara AKDR dengan kehamilan
ektopik. Pemakaian AKDR menimbulkan risiko terjadinya kehamilan ektopik Kemaknaan statistik hubungan tersebut (OR) diuji dengan Uji Wald, hasilnya ditunjukkan oleh nilai p.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN
Penelitian mengenai hubungan pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim dengan kejadian kehamilan ektopik telah dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2012 dan pengambilan data dilakukan di RSUD Dr. Moewardi. Sampel penelitian berjumlah 90 yang tediri dari 30sampel ibu dengan riwayat kejadian kehamilan ektopik sebagai kelompok kasus dan 60 kontrol sampel ibu dengan riwayat kehamilan normal sebagai kelompok kontrol. A. Karakteristik Sampel Penelitian Tabel 4.1 menunjukkan sebagian besar sampel penelitian berusia kurang dari 35 tahun. Tabel 4.1 Distribusi sampel berdasarkan umur Kelompok Umur
Frekuensi 54 36 90
<35 tahun ≥35 tahun Jumlah
Tabel 4.2 menunjukkan jumlah pengguna AKDR dalam penelitian ini adalah 8 wanita. Tabel 4.2 Distribusi sampel berdasarkan status penggunaan AKDR Status Penggunaan AKDR
Frekuensi 8 82 90
Pengguna AKDR Bukan pengguna AKDR Jumlah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.3 menunjukkan bahwa jumlah sampel yang tidak mengalami kehamilan ektopik lebih banyak daripada sampel yang mengalami kehamilan ektopik. Tabel 4.3 Distribusi sampel berdasarkan status kehamilan ektopik Status Kehamilan Ektopik
Frekuensi 30 60 90
Hamil ektopik Tidak hamil ektopik Jumlah
Tabel 4.4 menunjukkan umur perempuan mempunyai rata-rata (mean) 32.51 tahun, dengan umur perempuan yang paling muda 20 tahun dan paling tua berumur 45 tahun. Tabel 4.4 Distribusi sampel (Data kontinyu) Variabel
n 90
Umur (th)
Mean 32.51
SD 5.01
Min 20
Maks 45
Tabel 4.5 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan dari sampel penelitian paling banyak adalah SMA dengan jumlah 64 orang (71.10%) Tabel 4.5 Distribusi sampel berdasarkan tingkat pendidikan Jenis Pendidikan SD SMP SMA S1 Total
N 1 13 64 12 90
commit to user
% 1.1 14.4 71.1 13.3 100.0
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.6 menunjukkan bahwa sebagian besar sampel penelitian bekerja sebagai ibu rumah tangga dengan jumlah 79 orang (87.80%). Tabel 4.6 Distribusi sampel berdasarkan jenis pekerjaan Jenis Pekerjaan
N 6 79 1 1 1 2 90
Buruh Pabrik Ibu Rumah Tangga Pegawai Penari Penjahit Wiraswasta Total
% 6.7 87.8 1.1 1.1 1.1 2.2 100.0
B. Hasil Analisis Bivariat Tabel 4.7 dan Gambar 4.1 menunjukkan jumlah pengguna AKDR yang mengalami kehamilan ektopik berjumlah 7 orang (87.5%). Tabel 4.7 Status penggunaan AKDR dengan kejadian kehamilan ektopik
Pengguna AKDR Bukan pengguna AKDR
Kehamilan Ektopik ya Tidak n(%) n(%) 7(87.5) 1(12.5)
Total
OR
p
n(%) 8(100)
17.95
0.01
23(28)
82(100)
59(72)
100% 80% 60% 40%
Tidak Hamil Ektopik
20%
Hamil Ektopik
0% Tidak Pakai pakai AKDR AKDR
Gambar 4.1 Persentase status penggunaan AKDR dengan kejadian kehamilancommit ektopikto user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.8 dan Gambar 4.2 menunjukkan kejadian kehamilan ektopik lebih banyak terjadi pada umur ≥35 tahun dengan jumlah 19 orang (52.8%). Tabel 4.8 Umur dengan kejadian kehamilan ektopik
<35 tahun ≥35 tahun
Status Kehamilan normal EP n(%) n(%) 43(79.6) 11(20.4) 17(47.2) 19(52.8) 100% 80% 60% 40% 20% 0%
Total
OR
p
n(%) 54(100) 36(100)
4.37
0.01
Tidak Hamil Ektopik Hamil Ektopik
Gambar 4.2 Persentase umur dengan kejadian kehamilan ektopik
C. Hasil Analisis Regresi Logistik Ganda Data dalam penelitian ini dianalisis dengan uji analisis regresi logistik ganda, dengan uji tersebut maka dapat diketahui apakah hubungan antara kedua variabel secara statistik bermakna. Tabel 4.9 menunjukkan terdapat hubungan positif dan secara statistik signifikan antara pemakaian AKDR dengan risiko kejadian kehamilan ektopik. Wanita pemakai AKDR memiliki risiko untuk mengalami kehamilan ektopik 9.33 kali lebih besar daripada tidak memakai AKDR (OR=9.33; CI 95% 1.01 s.d. 86.36; p=0.049). Analisis ini sudah mengontrol pengaruh umur sebagai faktor perancu.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.9 Hasil analisis regresi logistik ganda tentang hubungan pemakaian AKDR dengan risiko kejadian kehamilan ektopik dengan mengontrol pengaruh umur Variabel independen
OR
Memakai AKDR Umur ≥ 35 th N Observasi= 90
9.33 2.93
CI 95% Batas bawah Batas atas 1.01 86.36 1.08 7.97
P 0.049 0.035
-2 loglikelihood = 98.87 Nagelkerke R2
= 22.2%
Hasil analisis menunjukkan Negelkerke R2= 22.2%. Artinya model analisis regresi logistik dengan 2 variabel independen, AKDR dan umur, secara bersama dapat menjelaskan terjadinya kehamilan ektopik sebesar 22.2%, variabel lain yang juga menyebabkan terjadinya kehamilan ektopik tidak diteliti dalam penelitian ini. Hasil analisis -2 loglikelihood sebesar 98.87 menunjukkan adanya kesesuaian antara model regresi logistik yang digunakan dengan data sampel.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V PEMBAHASAN
Pemasangan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) atau yang lebih dikenal dengan Intrauterine Device (IUD) merupakan salah satu risiko terjadinya kejadian kehamilan ektopik. Hal ini dibuktikan dari beberapa penelitian yang telah dilakukan, diantaranya adalah penelitian Xiong dkk. (1998) yang menyatakan bahwa wanita yang menggunakan IUD memiliki risiko mengalami kehamilan ektopik 10.63 kali lebih tinggi daripada wanita yang tidak menggunakan IUD (OR=10.63, 95% CI=7.66-14.74). Penelitian serupa juga dilakukan oleh Karaer dkk. (2006) yang menunjukkan wanita yang memakai IUD 3.2 kali lebih tinggi mengalami kehamilan ektopik daripada yang tidak memakai IUD (OR=3.2, 95% CI=1.9-5.5). Karaer dkk. (2006) juga menyebutkan bahwa penggunaan IUDmenurunkan risiko terjadinya kehamilan intrauterin maupun kehamilan ekstrauterin. Namun, IUD tidak mencegah ovulasi dan lebih efektif untuk mencegah kehamilan intrauterin daripada kehamilan ekstrauterin sehingga risiko kehamilan ektopik lebih tinggi pada pengguna IUD daripada bukan pengguna (OR=3.2, 95% CI=1.9-5.5). Hal senada juga diungkapkan oleh Kishen (2002) yang menyebutkan bahwa AKDR modern sangat efektif dan mengurangi risiko segala jenis kehamilan termasuk kehamilan ektopik, terutama bila dibandingkan dengan wanita yang tidak menggunakan kontrasepsi. Namun, apabila terjadi kehamilan dengan AKDR in utero, maka risiko kehamilan itu menjadi kehamilan ektopik meningkat. Mekanisme kerja IUD yang menyebabkan perubahan suasana endometrium, infiltrasi leukosit ke rahim, dan akumulasi makrofag diduga menyebabkan timbulnya kehamilan ektrauterin ketika ovulasi terjadi (Yuce dkk., 2005). Pada penelitian ini menunjukkan adanya hubungan pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim dengan kejadian kehamilan ektopik. Pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim meningkatkan kejadian kehamilan ektopik 9.33 kali commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dibandingkan dengan bukan pemakai, hal ini berdasarkan Odds Ratio sebesar 9.33. Dengan tingkat keyakinan 95% pemakaian alat kontrasepsi dalam rahimdapat meningkatkan kejadian kehamilan ektopik mulai dari 1 hingga 86 kali dibanding tanpa menggunakan alat kontrasepsi dalam rahim. Nilai probabilitas 0.049 dalam penelitian ini begitu dekat dengan batas yang ditentukan yakni p<0.005, hal ini menunjukkan kurangnya sampel dalam penelitian ini (OR=9.33; CI 95% 1.01 s.d. 86.36; p=0.049). Confidence Interval(CI) yang terlalu lebar 1.01 hingga 86.36 kali menunjukkan kurangnya presisi dari penelitian ini. Gabungan faktor ras dan peningkatan usia sekurang-kurangnya merupakan faktor tambahan. Sebagai contoh, wanita bukan kulit putih berusia 35 sampai 44 tahun lima kali lebih mungkin mengalami kehamilan ektopik daripada warna kulit putih berusia 15 sampai 24 tahun (Cunningham dkk., 2006). Penelitian kali ini didapatkan jumlah penderita kehamilan ektopik yang berusia lebih dari sama dengan 35 berjumlah 19 orang dan kurang dari 35 berjumlah 11 orang. Dari hasil analisis statistik, umur menunjukkan signifikansi, sehingga variabel umur mempengaruhi kejadian kehamilan ektopik (OR=2.93; CI 95% 1.08 s.d. 7.97; p=0.035). Kekurangan dari penelitian ini adalah jumlah sampel yang digunakan terlalu kecil sehingga dapat terjadi perkiraan yang berlebihan. Kurangnya presisi dari penelitian ini dikarenakan terlalu sedikitnya jumlah sampel.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB VI PENUTUP
A. Simpulan Penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang secara statistik signifikan antara pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim dan risiko kejadian kehamilan ektopik. Wanita pengguna alat kontrasepsi dalam rahim memiliki risiko mengalami kehamilan ektopik 9.33 kali lebih besar daripada tidak menggunakan alat kontrasepsi dalam rahim (OR=9.33; p=0.049). B. Saran 1. Edukasi kepada wanita untuk sering kontrol ketika menggunakan segala jenis alat kontrasepsi, termasuk ketika menggunakan alat kontrasepsi dalam rahim. 2. Mengadakan penelitian lanjutan mengenai efek pemakaian alat kontrasepsi dalam rahimterhadap kejadian kehamilan ektopik dengan jumlah sampel yang representatif, populasi yang lebih luas serta lebih mengontrol variabel perancu.
commit to user