HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN PEMAKAIAN ALAT KONTRASEPSI DALAM RAHIM (AKDR) PADA PASANGAN USIA SUBUR (PUS) DI BPS INSULAMI DESA NGUWOK KEC. MODO KAB. LAMONGAN TAHUN 2009 Ellik Widyaningsih*, Umuronah**, Virgianti Nur Faridah***
…………......……….…… ……
. .….ABSTRAK…… … ......………. …… …… . .….
KB adalah suatu program pemerintah yang bertujuan untuk mengatur jarak kelahiran. Banyak macam alat kontrasepsi yang digunakan salah satunya yaitu AKDR. Metode AKDR merupakan salah satu cara kontrasepsi yang sangat efektif, reversibel dan berjangka panjang karena tingkat kegagalannya sangat kecil. Penting sekali bagi para pasangan usia subur yang masih berpotensi aktif dalam sistem reproduksi yaitu dengan cara mengikuti program KB AKDR. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Pemakaian AKDR pada PUS di BPS Insulami Desa Nguwok Kec. Modo. Desain penelitian ini menggunakan studi korelasi dengan pendekatan cross sectional, dengan populasi semua pasangan usia subur (PUS) yang memakai alat kontrasepsi di BPS Insulami Desa Nguwok Kec. Modo. Sampelnya sebagian PUS yang memakai alat kontrasepsi di BPS Insulami Desa Nguwok Kec. Modo dengan teknik sampling menggunakan probability sampling tipe simple random sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden berpendidikan tinggi yaitu 29 (56,86%) dan sebagian kecil responden mempunyai pendidikan rendah 22 (43,14%) dan hampir seluruh responden tidak memakai AKDR yaitu 34 (66,67%). Setelah dilakukan uji chi-square dan di perkuat dengan uji exact fisher dengan hasil uji P = 0,689 > 0,05 sehingga H1 ditolak yang artinya tidak terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan pemakaian AKDR. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah tidak terdapat Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Pemakaian AKDR pada PUS, yang mana seseorang memilih AKDR dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu umur, pengetahuan, pekerjaan, ekonomi dan faktor konseling kesehatan. Kata kunci : Pendidikan, pemakaian AKDR pada PUS.
PENDAHULUAN. …… .
adalah penjarangan kehamilan mengunakan metode kontrasepsi dan menciptakan kesejahteraan ekonomi dan sosial bagi seluruh masyarakat melalui usaha-usaha perencanaan dan pengendalian penduduk. (BKKBN, 2004) Keluarga Berencana adalah perencanaan kehamilan, sehingga kehamilan hanya terjadi pada waktu yang diinginkan. Jarak antara kelahiran diperpanjang, dan kelahiran selanjutnya dapat dicegah apabila jumlah anak telah mencapai yang dikehendaki, untuk membina kesehatan seluruh anggota keluarga dengan sebaik– baiknya, menuju Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS). Sedangkan
… ….
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan berbagai jenis masalah. Masalah utama yang dihadapi di Indonesia adalah dibidang kependudukan yang masih tingginya pertumbuhan penduduk. Keadaan penduduk yang demikian telah mempersulit usaha peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat. Semakin tinggi pertumbuhan penduduk semakin besar usaha yang dilakukan untuk mempertahankan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu Pemerintah terus berupaya untuk menekan laju pertumbuhan dengan Program Keluarga Berencana. Program ini salah satu tujuannya SURYA
13
Vol.02, No.VI, Agst 2010
Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Dengan Pemakaian Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (Akdr) Pada Pasangan Usia Subur (Pus) paradigma baru Program KB sekarang adalah mewujudkan ”keluarga yang berkulitas tahun 2015 ”. Untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas adalah keluarga sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan kedepan, bertanggung jawab, harmonis dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. (Suara Pembaharuan, 2004) Metode Keluarga Berencana sangat banyak jenisnya yaitu : pil kombinasi/ suntikan kombinasi, kontrsepsi progestin ( implan, suntikan progestin, kontrasepsi pil progestin, AKDR dengan progestin, AKDR Cu, Kondom, Kontrasepsi mantap yaitu : MOP dan MOW (Saifuddin,2003 : U-42). AKDR merupakan alat kontrasepsi yang terbuat dari bahan plastik yang halus berbentuk spiral (Lippes Loop) atau berbentuk lain (Copper T Cu 200 , Copper T 220 atau ML Cu 250) yang dipasang di dalam rahim (Saifuddin 2006 : 497) Banyak sekali faktor yang mempengaruhi pasangan usia subur (PUS) menggunakan AKDR yaitu faktor lingkungan, pengetahuan, ekonomi, pendidikan serta penyuluhan dari bidan. Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah pendidikan karena pendidikan merupakan salah satu faktor penentu pada gaya hidup dan status kehidupan seseorang dalam masyarakat.. Penelitian menunjukkan bahwa tingkat pendidikan yang dimiliki mempunyai pengaruh yang kuat pada perilaku reproduksi dan penggunaan alat kontrasepsi. (EPRINTS.UMS, 2009) Menurut data dari BKKBN Propinsi Jawa Timur di Kabupaten Lamongan pencapaian peserta KB pada bulan april 2008 yaitu : Suntik 5.886 (66,10%), pil 2.057 (23,10%), Implant 726 (8,10%), IUD 109 (1,20%), MOW 103 (1,20%), kondom 26 (0,30%), MOP 2 (0,00%). Dari data tersebut menunjukkan bahwa pemakaian AKDR masih rendah. (BKKBN, 2008). Berdasarkan survei awal yang dilakukan pada bulan juli 2009 di BPS Insulami Desa Nguwok Kec Modo, dari 15 orang pasangan usia subur (PUS) didapatkan 5 orang dengan tingkat pendidikan SMU
SURYA
yang memakai KB suntik sebanyak 4 orang (26,7 %) dan yang menggunakan AKDR sebanyak 1 orang (6,7 %). Untuk tingkat pendidikan SLTP sebanyak 2 orang (13,3 %) menggunakan pil dan 3 orang (20 %) menggunakan suntik. Sedangkan pada tingkat pendidikan SD terdapat 3 orang (20 %) yang menggunakan pil dan 2 orang (13,3 %) yang menggunakan suntik dengan tingkat pendidikan SMU yang menggunakan AKDR. Dari uraian data tersebut di atas menunjukkan bahwa akseptor KB yang memilih AKDR mempunyai pendidikan yang lebih tinggi dari akseptor KB lainnya, tetapi pemakaian AKDR di BPS Insulami masih rendah. Berbagai alasan dikemukakan oleh akseptor KB suntik antara lain malu karena harus dipasang melalui organ intim wanita dan takut mengenai dampaknya seperti rasa sakit saat pemasangan, perdarahan dan lepasnya AKDR. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki, sebaliknya tingkat pendidikan yang kurang akan mempersulit dalam menerima informasi sehingga makin rendah pula pengetahuan yang dimiliki. Salah satu upaya yang harus dilakukan untuk meningkatkan keikutsertaan pasangan usia subur (PUS) untuk mengikuti program KB maka bidan perlu memberikan penyuluhan, pendidikan kesehatan, konseling awal dan konseling lanjutan untuk pasangan usia subur (PUS) yang mengikuti KB sehingga mau menggunakan AKDR. Dengan fenomena tersebut di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang” Hubungan antara tingkat pendidikan dengan pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) pada pasagan usia subur (PUS) di BPS Insulami Desa Nguwok Kec Modo”.
METODE PENELITIAN.…
… .… Desain penelitian adalah merupakan suatu strategi untuk mencapai tujuan penelitian yang telah ditetapkan dan berperan sebagai pedoman atau penuntun peneliti pada seluruh proses penelitian. (Nursalam,2003).
14
Vol.02, No.VI, Agst 2010
Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Dengan Pemakaian Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (Akdr) Pada Pasangan Usia Subur (Pus) Dalam penelitian ini meggunakan studi korelasi dengan pendekatan Cross Sectional yaitu suatu penelitian yang dilakukan untuk menentukan hubungan antar variabel menurut permintaan tanpa intrvensi dari peneliti, dimana pengambilan atau pengumpulan data pada tiap subyek penelitian hanya diobservasi sekali saja (Nursalam, 2003). Dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Pemakaian AKDR pada PUS di BPS Insulami Desa Nguwok Kecamatan Modo.
HASIL .PENELITIAN
Dari tabel 2 dapat dijelaskan bahwa sebagian besar responden tidak bekerja (IRT) sebanyak 31 responden (60,78%) dan yang sebagian kecil bekerja sebagai PNS sebanyak 3 responden (5,88%). 2. Data Khusus 1) Pendidikan Tabel 3 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan PUS di BPS Insulami Desa Nguwok Kec. Modo No. Pendidikan 1. Dasar 2. Menengah 3. Tinggi Jumlah
…
1. Data Umum 1) Umur PUS Distribusi responden berdasarkan umur PUS di BPS Insulami desa Nguwok Kecamatan Modo disajikan sebagai berikut : Tabel 1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur PUS di BPS Insulami Desa Nguwok Kec. Modo No. 1. 2. 3.
Umur < 20 th 20 – 30 th > 30 th Jumlah
N 2 27 22 51
No. Pendidikan 1. Rendah 2. Tinggi Jumlah
Prosentase (%) 3,92% 52,94% 43,14% 100%
SURYA
N 31 7 10 3 51
N 22 29 51
Prosentase (%) 43,14% 56,86% 100%
Dari tabel 3 dapat dijelaskan sebagian besar responden berpendidikan tinggi (SMA dan PT) sebanyak 29 responden (56,86%). Sedangkan yang berpendidikan rendah (SD dan SMP) sebanyak 22 responden (43,14%). 2) Pemakaian AKDR pada PUS Tabel 4 Distribusi Responden Berdasarkan Pemakaian AKDR pada PUS di BPS Insulami Desa Nguwok Kec. Modo
2) Pekerjaan PUS Tabel 2 Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan PUS di BPS Insulami Desa Nguwok Kec. Modo Pekerjaan Ibu rumah tangga Swasta Wiraswasta PNS Jumlah
Prosentase (%) 43,14% 47,05% 9,81% 100%
Karena kebutuhan perhitungan statistik, skor pendidikan di reduksi menjadi 2 yaitu tinggi dan rendah, sehingga peneliti menggunakan uji chi-square (fisher’s Exact).
Dari tabel 1 dapat dijelaskan bahwa umur responden terbanyak berusia 20 – 30 tahun sebanyak 27 responden (52,94%) dan yang terendah berusia < 20 tahun sebanyak 2 responden (3,92%).
No. 1. 2. 3. 4.
N 22 24 5 51
Prosentase (%) 60,78% 13,73% 19,61% 5,88% 100%
No. 1. 2. Jumlah
15
Pemakaian Alat kontrasepsi Non AKDR AKDR
N 34 17 51
Prosentase (%) 66,67% 33,33% 100%
Vol.02, No.VI, Agst 2010
Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Dengan Pemakaian Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (Akdr) Pada Pasangan Usia Subur (Pus) Sumber : Data primer penelitian Agustus – September 2009
AKDR sebanyak 34 responden (66,67%). Sedangkan yang memakai AKDR sebanyak 17 responden (33,33%).
Berdasarkan tabel 4 dapat dijelaskan bahwa sebagian responden tidak memakai Tabel 5 Tabulasi Silang Tingkat Pendidikan dengan Pemakaian AKDR Pada PUS di BPS Insulami Desa Nguwok Kec. Modo No.
Pendidikan
1. Rendah 2. Tinggi Jumlah
N 15 19 34
Pemakaian Alat kontrasepsi Non AKDR AKDR % N % 68,18% 7 31,82% 65,52% 10 34,48% 133,7% 17 66,3%
Dari hasil tabulasi silang pada tabel di atas menunjukkan bahwa dari responden yang bertingkat pendidikan rendah sebagian kecil memakai AKDR sebanyak 7 orang (31,82%). Sedangkan yang bertingkat pendidikan tinggi sebagian besar tidak memakai AKDR sebanyak 19 orang (65,52%). Berdasarkan hasil perhitungan ChiSquare (fisher’s Excat) Antara Tingkat Pendidikan Dengan Pemakaian AKDR pada PUS diperoleh hasil nilai P = 0,689 dimana P > 0,05, maka Ho di terima dan H1 ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Dengan Pemakaian AKDR pada PUS.
PEMBAHASAN .…
N
Prosentase (%)
22 29 51
100% 100% 100%
tinggi pendidikan suatu masyarakat semakin tinggi pula harapan mereka memperoleh informasi. Pendidikan merupakan suatu proses perubahan pada diri seseorang yang dihubungkan dengan pencapaian tujuan kesehatan individu. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, makin mudah pula mencerna informasi sehingga mudah dimanifestasikan sebagai dasar untuk memilih alat kontrasepsi atau KB yang digunakan khususnya AKDR. Hal Ini disebabkan karena keadaan ekonomi yang tinggi dan tuntutan dari masyarakat bahwa setiap individu harus berpendidikan minimal SMA sehingga banyak akseptor yang sekolah daripada yang tidak sekolah, disamping itu Desa Nguwok sudah banyak berdiri sekolah tinggi baik SMA atau PT.
.…
1.
Pendidikan Fakta menunjukkan hasil penelitian pada tabel 3 dapat dijelaskan bahwa di BPS Insulami Desa Nguwok Kec. Modo sebagian besar 29 akseptor (56,86%) berpendidikan tinggi serta sebagian kecil 22 akseptor (43,14%) berpendidikan rendah. Pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti di dalam pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan atau perubahan ke arah yang leih dewasa, lebih baik, dan lebih matang pada diri individu, kelompok, atau masyarakat. (Soekidjo Notoatmodjo . 2003:97). Faktor tersebut di atas sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Suliha, U (2002) yang menyatakan bahwa semakin SURYA
2.
Pemakaian AKDR Fakta menunjukkan hasil penelitian pada tabel 4 yaitu pemakaian AKDR di BPS Insulami Desa Nguwok Kec. Modo, dapat dijelaskan bahwa sebagian besar 34 akseptor (66,67 %) tidak memakai AKDR dan sebagian kecil 17 akseptor (33,33 %) memakai AKDR. Dengan bertambahnya umur perkembangan emosi seseorang makin kontruktif dalam menggunakan koping dalam menghadapi sesuatu dalam kehidupan. Apabila seseorang masih berada dalam usia produktif maka mereka akan memikirkan jumlah anak atau jarak anak yang pertama dan selanjutnya. Dengan kematangan fisik
16
Vol.02, No.VI, Agst 2010
Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Dengan Pemakaian Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (Akdr) Pada Pasangan Usia Subur (Pus) maupun psikologis, seseorang akan bersikap sesuai dengan perkembangan teknologi modern dalam hal ini keikutsertaan wanita menjadi akseptor KB (Friedman, 1998). Pasangan Usia Subur di BPS Insulami Desa Nguwok Kec. Modo sebagian besar berumur 20 - 30 tahun sehingga lebih memilih metode kontrasepsi non AKDR yaitu suntik, disamping mudah mendapatkan pelayanan, masyarakat juga lebih banyak mendapatkan informasi tentang mestode kontrasepsi suntik dari sesame akseptor sehingga tidak mau memakai AKDR. Keuntungan AKDR adalah tidak banyak membutuhkan kepatuhan. Terlepas dari kunjungan awal untuk konseling dan pemasangan tidak banyak yang dituntut dalam hal waktu atau usaha dari pihak wanita untuk mencapai efektifitas kontraseptif. Kerugian Pemakaian AKDR adalah Sinkop vasovagal atau pusing saat pemasangan AKDR, Bercak darah dan kram abdomen sesaat setelah pemasangan AKDR, Kram atau nyeri punggung bagian bawah atau kedua keadaan tersebut terjadi secara bersamaan selama beberapa hari setelah pemasangan AKDR, Dismenorea terutama yang terjadi selama satu sampai tiga bulan pertama setelah pemasangan AKDR, Anemia, AKDR terlepas spontan, Kehamilan, baik AKDR masih tertanam dalam endometrium atau setelah AKDR lepas spontan tanpa diketahui, Kehamilan ektopik, (Glasier Anna, 2005:120). Faktor konseling kesehatan merupakan aspek yang sangat penting dalam pelayanan KB dan kesehatan reproduksi. Dengan melakukan konseling berarti petugas (bidan) membantu PUS dalam memilih dan memutuskan jenis kontrasepsi yang akan digunakan sesuai dengan pilihanya yaitu AKDR. Hal ini dimungkinkan semakin mengetahui tentang AKDR baik keuntungan maupun kerugian, maka calon akseptor KB akan meningkatkan pemahamannya sehingga akseptor memutuskan tidak ikut AKDR karena takut efek samping dan komplikasi yang terjadi.
SURYA
3.
Hubungan Antara Tingkat Pendidikan dengan Pemakaian AKDR Pada PUS di BPS Insulami Desa Nguwok Kec. Modo Fakta menunjukkan di BPS Insulami Desa Nguwok Kec. Modo tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan pemakaian AKDR. Dari hasil tabulasi silang pada tabel 5 dapat dijelaskan bahwa dari PUS yang tingkat pendidikannya rendah sebagian kecil 7 (31,82 %) memakai AKDR dan yang tingkat pendidikannya tinggi sebagian besar 10 (34,48 %) tidak memakai AKDR. Hal ini dibuktikan dengan menggunakan uji Chi-Square (fisher’s Exact) Antara Tingkat Pendidikan Dengan Pemakaian AKDR pada PUS diperoleh hasil P = 0,689 dimana P > 0,05, maka Ho diterima dan H1 ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada Hubungan Antara Tingkat Pendidikan dengan pemakaian AKDR pada PUS. Dari data tersebut membuktikan bahwa akseptor yang mempunyai pendidikan tinggi belum tentu mempunyai pengetahuan yang tinggi tentang AKDR sehingga akseptor KB lebih memilih Non AKDR (suntik). Menurut Suliha (2002), semakin tinggi pendidikan suatu masyarakat semakin tinggi pula harapan mereka dalam memperoleh informasi. Pendidikan merupakan suatu proses perubahan pada diri seseorang yang dihubungkan dengan pencapaian tujuan kesehatan individu. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, makin mudah pula mencerna informasi sehingga mudah dimanifestasikan sebagai dasar untuk memilih alat kontrasepsi atau KB yang digunakan. Tetapi akseptor lebih memilih metode kontrasepsi lain dibandingkan dengan AKDR, adapun sebagian kecil akseptor yang memakai AKDR dikarenakan takut BBnya bertambah, sehingga mereka tidak mau menggunakan alat kontrsepsi Non AKDR (suntik), karena KB suntik mengandung hormonal yang dapat menyebabkan BB bertambah Tingkat pendidikan PUS di BPS Insulami Desa Nguwok Kecamatan Modo termasuk mempunyai pendidikan tinggi
17
Vol.02, No.VI, Agst 2010
Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Dengan Pemakaian Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (Akdr) Pada Pasangan Usia Subur (Pus) karena sebagian besar PUS berpendidikan SMA, hal tersebut tidak menjadi faktor utama dalam pemakaian AKDR tetapi disebabkan minimnya informasi pengetahuan tentang metode AKDR yang akhirnya meningkatkan perasaan takut dan malu untuk menggunakan AKDR karena dipasang melalui organ intim (kemaluan), serta mengingat pemakaian AKDR tidak bisa dilakukan mandiri dan butuh tenaga terlatih baik mengenai pemasangan maupun pencabutannya. Selama ini masyarakat diwilayah BPS Insulami hanya paham atau mengerti tentang metode kontrasepsi suntik dan pil sehingga sebagian besar KB yang digunakan adalah suntik dan pil yang saat ini mendapat peringkat teratas dari hasil rekpitulasi pencapaian cakupan di BPS Insulami Desa Nguwok Kecamatan Modo.
KESIMPULAN DAN SARAN.
. . .DAFTAR PUSTAKA . . . Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta. Baziad, Ali (2002), Kontrasepsi Hormonal dan Tehnik Analisa, Jakarta : Yayasan Bina Pustaka BKKBN, (2004). Informasi Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta : (http//www.bkkbn.go.id/download.p hp) Diakses : tanggal 14 juli 2009 BKKBN, (2008). Pencaapaian Peserta KB baru . (http//www.jatim.go.id/dbfile/Bidlaht a) Diakses : tanggal 16 juli 2009 BKKBN, (2004). Buku Panduan Praktis Memilh Kontrasei. Surabaya : Plan Indonesia
…
1. Kesimpulan 1) Sebagian besar pasangan usia subur (PUS) berpendidikan tinggi dan sebagian kecil berpendidikan rendah. 2) Sebagian besar pasangan usia subur (PUS) tidak memakai AKDR. 3) Tidak ada Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Dengan Pemakaian AKDR pada PUS. P = 0,689
Diknas, (2003) Undang-undang RI Nomor :20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta : DepDikNas Friedman, (1998). Keperawatan Keluarga Teori dan Praktek, Jakarta : EGC Glasier, Ana dan Ailsa Gebbie, (2005) Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi, Edisi 4. Jakarta : EGC.
2. Saran 1) Diharapkan lebih mampu melakukan Konseling tentang AKDR sehingga dapat meningkatkan jumlah pemakaian AKDR di wilayah tempat kerja 2) Hendaknya penelitian ini dapat dijadikan data awal untuk penelitian berikutnya dengan sampul dan tempat yang berbeda sehingga hasilnya dapat digeneralisasikan dengan hasil yang lebih representatif.
Gunarsa, (2001) Dasar pendidikan dan Sistem pendidikan. (www.gunarsa.com email :
[email protected] /www.gunarsa.com Oktober 2001 di akses tanggal 14 juli 2009. Hartanto,H. (2004). Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan. Hidayat.A, (2007).Metode Penelitian Keperawatan dan Tehnik Analisis Data.Jakarta : Salemba Medika
SURYA
18
Vol.02, No.VI, Agst 2010
Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Dengan Pemakaian Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (Akdr) Pada Pasangan Usia Subur (Pus) ,(2003), Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika. _________ , S. (2003). Ilmu Kesehatan masyarakat Prinsip-prinsip Dasar. Jakarta :. Rineka Cipta.
032004/074) di akses tanggal 14 juli 2009. Suliha, U (2002). Pendidikan Kesehatan dalam Keperawatan, Jakarta : EGC
Nursalam, (2003), Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Varney. Helen Jan M Kriebs. Carolyn L.Gegor. (2006). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4 volume 1 Jakarta : EGC
Saifuddin, AB. 2003. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroraharjo, Jakarta
eprints.ums (2007) Faktor-faktor yang mempengruhi ibu dalam memilih alat kontrasepsi. http://www.google.etd.eprints.ums.ac .id/2738/2/J210040069.pdf di akses : tanggal 10 juli 2009
Soekidjo Notoadmojo. (2003). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Suara
SURYA
Wiji, S (2002). Pengantar Ekonomi, Bogor : Yudistira
pembaharuan.2004 (http//www.freelist.org/archives/ppi/
19
Vol.02, No.VI, Agst 2010