PELUANG DAN TANTANGAN PENGEMBANGAN PRODUK VALAS DI PT. BANK MUAMALAT INDONESIA, Tbk
Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk memenuhi salah satu syarat meraih gelar Sarjana Ekonomi Islam (S.E.I)
Oleh: Amla Eva Nadya NIM : 204046102892
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT NON REGULER FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2009 M/1430 H
PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul “PELUANG DAN TANTANGAN PENGEMBANGAN PRODUK VALAS DI PT. BANK MUAMALAT INDONESIA, Tbk” telah diujikan dalam Sidang Munaqashah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal Maret 2009. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Islam (S.E.I) pada program Studi Muamalat (Ekonomi Islam).
Jakarta, Maret 2009 Mengesahkan, Dekan Fakulats Syariah dan Hukum
Prof. DR . KH. Muhammad Amin Suma, S.H, M.A, M.M. NIP. 150 210 422
PANITIA UJIAN Ketua
: Drs. Djawahir Hejazziey, SH, MA
(....................................)
NIP. 130 789 745 sekretaris
: Drs. H. Ahmad Yani, MA
(....................................)
NIP. 150 269 678 Pembimbing : Prof. Dr. H. Fathurrahman Djamil, MA
(....................................)
NIP. 150 222 824 Penguji I
: Drs. H. Husni Thoyyar, M.Ag
(....................................)
NIP. 150 050 919 Penguji II
: H. Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag, M.H NIP. 150 318 308
(....................................)
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, Maret 2009
Amla Eva Nadya
KATA PENGANTAR
ا اا Al-Hamdulillahi Rabb al-‘Alamin, segala puja-puji syukur penulis panjatkan hanya kepada Allah Subhanahu Wata’ala atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik, kemudian semoga shalawat dan salam hanya tercurah kepada manusia mulia ialah Nabi Muhammad SAW. Atas perjuangan beliaulah kita dapat saling kenal-mengenal dan menjalin tali ukhuwah Islamiyyah. Selanjutnya, berkaitan dengan penyelesaian skripsi ini, secara pribadi penulis mengucapkan terima kasih kepada segenap civitas akademika Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta baik secara
kelembagaan
maupun
perorangan. Ucapan terima kasih terutama penulis sampaikan kepada: 1. Prof. Dr. KH. Muhammad Amin Suma S.H., M.A., MM. selaku Dekan Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Ibu Euis Amalia M.Ag selaku Ketua Jurusan Muamalat, dan Bapak H. Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag, M.H. selaku Sekretaris Jurusan Muamalat. 3. Bapak Drs. Djawahir Hejazziey, SH, MA. Selaku Ketua Program Teknis Non Reguler, dan Bapak Drs. H. Ahmad Yani, M.Ag selaku Sekretaris Program Teknis Non Reguler Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam penyelesaian skripsi ini. 4. Bapak Prof. Dr. H. Fathurrahman Djamil, MA. Selaku Dosen Pembimbing, yang telah membimbing penulis sehingga skripsi ini bisa diselesaikan dengan baik. 5. Para dosen Fakultas Syari'ah dan Hukum, serta para pengurus Perpustakaan Umum maupun Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah,
yang telah memberikan bantuannya berupa pinjaman buku-buku baik selama penulisan skripsi maupun selama penulis menjalankan perkuliahan. 6. Direksi PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk., Bapak Brilyano selaku Kabag. Treasury Officer, dan para staf perpustakaan Muamalat Institute, yang telah meluangkan waktu dan memberikan data-data yang penulis butuhkan. 7. Kepada bapak Agustianto, penulis haturkan terimakasih atas bantuannya dalam proses penyelesaian skripsi ini. 8. Orang tuaku tercinta Ibunda Djuhaeriah dan Ayahanda Djaini Soufian atas do’a restunya baik spiritual maupun material,
karena
setiap
tetes
air
matanya adalah doa, dan setiap tetes keringatnya adalah semangat juangku; untuk tidak menyerah pada keadaan. 9. Kakak-kakakku tercinta Aa Nanang, Aa Azhar, Aa Ubbum, Alma dan Mba ku Dewi Rachmawati nan jauh di Dubai serta Adikku Emma, yang telah memberikan perhatian dan dukungan moriil dan materiil yang tulus serta ikhlas yang tak ternilai harganya. 10. Untuk sahabat-sahabatku Enung, Fitriah, Mbak Ida, Mba Iing, Devi, Naras, Eva, Tia, Rizka dan seluruh teman-teman mahasiswa Perbankan Syariah angkatan 2004 terutama kelas C. Akhirnya hanya kepada Allah Subhanahu Wata’ala jualah penulis berdo’a semoga mereka mendapat balasan yang mulia. Dengan segala kelemahan, kekurangan dan kelebihan yang ada semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca umumnya. Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi setiap langkah kita, Amiin Yaa Rabb al-‘Alamiin. Jakarta, Maret 2009 Penulis Amla Eva Nadya
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR…………………………………………………… i DAFTAR ISI……………………………………………………………… iii BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah……………………………………… 1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah………………………… 7 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian………………………………… 7 D. Review Studi Terdahulu……………………………………… 8 E. Metodologi Penelitian………………………………………… 10 F. Sistematika Penulisan………………………………………… 12 BAB II. TINJAUAN UMUM TRANSAKSI VALUTA ASING A. Pengertian Transaksi Valuta Asing…………………………… 14 B. Tujuan dan Fungsi Transaksi Valuta Asing…………………… 16 C. Prinsip Transaksi Valuta Asing……………………………… 27 D. Jenis-jenis Transaksi Valuta Asing…………………………… 28 BAB III. KONSEP TRANSAKSI VALAS DALAM TINJAUAN SYARIAH A. Pengertian Bai’ al-Sharf…………………………………….… 27 B. Dasar Hukum Bai’ al-Sharf ……………………..................… 28 C. Syarat-syarat Bai’ al-Sharf………………………………….… 33
D. Macam-macam Bai’ al-Sharf dalam Perspektif Syariah............ 39 BAB IV. PELUANG DAN TANTANGAN PENGEMBANGAN PRODUK VALAS DI PT. BANK MUAMALAT INDONESIA, Tbk A. Praktik Transaksi Valas di Bank Muamalat……………… 45 B. Peluang dan Tantangan Pengembangan Produk Valas di Bank Muamalat…………............................................... 52 C. Peluang pengembangan Islamic Swap di Bank Muamalat… 56 D. Analisis Penulis.................................................................... 59 BAB V. PENUTUP A. Kesimpulan………………………………………………… 61 B. Saran……………………………………………………… 66 DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………… 69 LAMPIRAN……………………………………………………………… 72
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Islam sangat menganjurkan penggunaan uang dalam pertukaran. Salah satu bentuk pertukaran di zaman dahulu adalah barter, dimana barang saling dipertukarkan. Rasulullah SAW. menyadari kesulitan-kesulitan dan kelemahankelemahan sistem pertukaran barter ini. Beliau kemudian menggantinya dengan sistem pertukaran melalui uang. Oleh karena itu, Beliau menekankan kepada para sahabat untuk menggunakan uang dalam transaksi-transaksi mereka. 1 Dalam konsep Islam tidak dikenal money demand for speculation. Hal ini karena spekulasi tidak diperbolehkan. Uang pada hakekatnya adalah milik Allah SWT. yang diamanahkan kepada kita untuk dipergunakan sebesar-besarnya bagi kepentingan kita dan masyarakat. Oleh karenanya, menimbun uang dibawah bantal (dibiarkan tidak produktif) tidak dikehendaki karena berarti mengurangi jumlah uang yang beredar. Dalam pandangan Islam, uang adalah flow concept, karenanya harus selalu berputar dalam perekonomian. Semakin cepat uang berputar dalam perekonomian, akan semakin tinggi tingkat pendapatan masyarakat dan akan semakin baik perekonomian. 1
Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam, Jilid 2, Terjemahan Drs. Soeroyo, M.A dan Drs. Nastangin (Yogyakarta: Penerbit dana Bhakti Wakaf, 1995), h. 73
8
Bagi mereka yang tidak dapat memproduktifkan hartanya, Islam menganjurkan untuk melakukan musyarakah atau mudharabah, yaitu bisnis dengan sistem bagi hasil. Bila ia tidak ingin mengambil resiko yang mungkin timbul karena ber-musyarakah atau ber-mudharabah, Islam sangat menganjurkan untuk melakukan qardh, yaitu meminjamkannya tanpa imbalan apapun, karena meminjamkan uang untuk memperoleh imbalan adalah riba. 2 Suku bunga atau riba sangat berpengaruh terhadap ketidakstabilan ekonomi dunia saat ini. Menurut Friedman (dalam Chapra, 1996): attributed the unprecedentedly erratic behavior of the US economy to the erratic behavior of interest rates. Tingginya volatilitas dari suku bunga mengakibatkan tingginya tingkat ketidakpastian (uncertainty) dalam financial market sehingga investor tidak berani untuk melakukan investasi-investasi jangka panjang. Akibat dari ketidakpastian ini menggiring borrower maupun lender lebih mempertimbangkan pinjaman maupun investasi jangka pendek, yang pada gilirannya membuat investasi-investasi jangka pendek yang berbau spekulasi lebih menarik, sehingga masyarakat lebih senang mengambil keuntungan pada pasar-pasar komoditi, saham, valuta asing dan keuangan. Keadaan tersebut membuat pasar-pasar tersebut semakin aktif dan memanas yang merupakan salah satu penyebab ketidakstabilan ekonomi dunia saat ini. Berdasarkan survey yang dilaksanakan oleh Bank for International Settlement (BIS), total turnover perdagangan valuta
2
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, Cet.I, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), h. 186
asing mencapai $1,230 milliar per hari kerja pada bulan April 1995, yang berbeda jauh dibandingkan turnover pada bulan April 1989 yang masih $620 milliar per hari kerja. Meningkatnya turnover terutama disebabkan meningkatnya derivatives contract (futures and options). Diperkirakan sampai dengan akhir Maret 1995, volume harian sebesar $839 milliar yang jauh lebih besar dibandingkan volume harian ekspor dan impor yang hanya mencapai $26.3 milliar. Allais (1993) juga menemukan bahwa speculative cash flow dari Negara-negara G-7 adalah 34 kali dibandingkan flows untuk transaksi perdagangan barang maupun jasa.3 Meskipun tidak menyebut secara eksplisit, undang-undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan sebenarnya telah cukup memberikan keleluasaan bagi bank syariah untuk mengembangkan sendiri produknya, sebab undang-undang itu hanya mengikat sistem perbankan konvensional. Hal itu dapat dilihat, baik dari sisi teoritis maupun praktis, perbankan syariah telah mendapat tempat khusus. Sebagai contoh dalam perpajakan ada ketentuan yang tidak mengenakan pajak jual-beli atas penjualan oleh sebuah bank syariah, sepanjang penjualan itu merupakan bisnis murni bank syariah, karena memang prinsip operasinya mengharuskan seperti itu. Oleh karena itu secara teoritis semestinya produk bank syariah telah berkembang karena Bank Muamalat telah didirikan sejak tahun 1992. Tetapi mengapa hanya Murabahah dan Bai’ Bitsaman Ajil (jual beli secara
3
Mulya E. Siregar Peneliti Bank Senior, Tim Penelitian & Pengembangan Bank Syariah, DPNP, Bank Indonesia, Manajemen Moneter Alternatif dan Penerapannya di Indonesia, h. 6, Artikel di akses pada 23 Januari 2008 dari http://
[email protected]
kredit) saja yang terus-menerus dipergunakan, seperti tidak ada produk lain yang bisa dikembangkan? Nampaknya karena kritik tersebut, pada tahun 1997 Bank Muamalat melakukan workshop interen untuk mengembangkan sendiri produknya, dan tidak lagi “mengekor” kepada produk-produk Bank Islam Malaysia Berhad. Para narasumber didatangkan dan berbagai sumber digali, baik dalam bidang fiqih, ekonomi, perbankan maupun akuntansi. Semua kemungkinan dijajaki dan diuji, paling tidak dalam tataran teori. Hasilnya lumayan mengejutkan. Dari lokakarya itu ditemukan bahwa selama ini apa yang diterapkan dalam produk-produk, baik liabilitas, aset maupun jasa ternyata telah mengambil jalan yang lumayan berbeda dari produk asli syariah. Manajemen kemudian bertekad untuk memperbaiki yang ada dan mengembangkan produk-produk syariah yang selama ini tidak “tersentuh.” Ternyata pengembangan produk syariah ke perbankan tidak semudah yang diduga. Perdebatan yang tadinya hanya berkisar tentang hal-hal kecil seperti penentuan harga terhadap nasabah, berkembang menjadi masalah berat seperti time value of money, economic cycle, posisi harta dalam Islam, peran hakim syariah, dan sebagainya. Selain itu sumber daya manusia juga bukan masalah kecil. Dengan beragam latar belakang pendidikan, pengalaman dan bidang kerja
para karyawan, pengembangan produk tidak lagi menjadi tanggung jawab sebuah divisi, tetapi inter-divisi dan bahkan bank secara keseluruhan.4 Salah satu pendekatan yang juga mempengaruhi pengembangan produk bank syariah adalah ambivalensi bank syariah yang berada diantara sektor riil dan moneter. Disatu sisi, kata “bank” sendiri sudah menunjukkan bahwa lembaga ini memang bergerak di bidang finansial alias moneter. Adalah logis jika kemudian produk-produknya, termasuk dalam hal ini produk bank syariah, mengikuti perkembangan produk finansial. Disisi lain para penulis ekonomi Islam umumnya menggariskan bahwa Islam tidak mengenal perbedaan antara sektor moneter dan sektor riil. Sektor moneter merupakan bayangan atau cermin dari sektor riil. Jika sektor riilnya tidak ada maka bagaimana ada sektor moneter? Oleh karena itu penciptaan produk finansial yang terlepas dari produk riil akan mengakibatkan derivasi yang menyebabkan timbulnya bubble economics. Ambivalensi seperti ini mengakibatkan pengembangan produk, terutama derivative, menjadi lambat jika tidak terhenti sama sekali. Ada dua kutub yang sama-sama dipelajari bank syariah di Indonesia dan masing-masing memiliki pengaruhnya, yaitu Bank Islam Malaysia Berhad (BIMB) dan bank-bank Islam Timur Tengah. BIMB, meskipun banyak dikritik karena sikap akomodatifnya terhadap produk derivatif, berhasil merekayasa banyak produk sektor perbankan
4
Cecep Maskanul Hakim, Tim Penelitian dan Pengembangan Bank Syariah-DPNP, Problem Pengembangan Produk dalam Bank Syariah, h. 1-2, Artikel di akses pada 23 Januari 2008 dari http://www.vibiznews.com
dan keuangan Islam. Misalnya ada Pasar Uang Antar Bank Islam, Obligasi Islam, Islamic Futures, Islamic Option, Islamic Swap, Islamic Securitization dan sebagainya. Sementara bank-bank di Timur Tengah, meskipun mengklaim sebagai pelaksana produk syariah secara konsisten, lambat mengembangkan pasar uangnya.5 Bank Muamalat saat ini masih terbatas dan masih kaku. Hal ini disebabkan di Bank Muamalat hanya menerapkan transaksi spot dalam transaksi valas, sedangkan transaksi valas yang bukan spot seperti transaksi forward, swap, dan option tidak diperbolehkan. Karena mengacu pada fatwa MUI No.28/DSNMUI/III/2002 bahwa seluruh transaksi valuta asing yang bukan spot adalah haram, maka forward transaction dan swap adalah haram. Namun banyak pendapat yang membenarkan transaksi swap secara Islam. Seperti halnya di Malaysia, Bahrain, Qatar, dan di negara-negara Arab lainnya yang menerapkan Islamic Swap dalam transaksi valas guna meng-hedging kekayaan perusahaan terhadap penurunan nilai tukar valuta asing dalam perdagangan internasional. Saat ini, nilai transaksi harian yang ada di pasar uang mencapai US$1miliar-US$2miliar. Dari jumlah itu, sekitar 30%-40% diperkirakan merupakan transaksi yang bersifat spekulatif. Direktur Direktorat Pengendalian Devisa Bank Indonesia (BI) Rasmo Samiun mengatakan itu di Jakarta, kemarin.
5
Cecep Maskanul Hakim, Tim Penelitian dan Pengembangan Bank Syariah-DPNP, Problem Pengembangan Produk dalam Bank Syariah, h. 12
Menurutnya, Peraturan Bank Indonesia No.7/14/2005 mengenai transaksi rupiah dan pemberian kredit valuta asing (valas) dikeluarkan dengan tujuan yang sejalan dengan tujuan utama BI, yaitu menjaga kestabilan nilai tukar rupiah dengan cara meminimalisasi transaksi yang bersifat spekulatif. 6 Berdasarkan dari latar belakang masalah diatas, maka penulis tertarik untuk mengadakan pengkajian lebih dalam tentang praktik valas dalam dunia perbankan dilihat dari perspektif Islam kedalam sebuah skripsi yang berjudul PELUANG DAN TANTANGAN PENGEMBANGAN PRODUK VALAS DI PT. BANK MUAMALAT INDONESIA, Tbk. Dengan tujuan agar dapat diperoleh gambaran tentang permasalahan tersebut, hingga nantinya dapat dimanfaatkan dalam rangka memperluas khazanah kajian mengenai Bank Syariah. B. Pembatasan dan Perumusan Masalah Agar penelitian ini lebih terarah, maka perlu membatasi masalah hanya pada: 1. Jenis produk valas dalam pembahasan ini adalah produk sharf yang diberikan Bank Muamalat kepada masyarakat. 2. Peluangnya berupa permintaan nasabah yang semakin meningkat, dan tantangannya berupa fluktuasi valas yang cukup tinggi.
6
Media Indonesia, Peraturan BI Diharap Tekan Spekulasi, Koran Media Indonesia pada tanggal 21 Juni 2005 dari http://els.bappenas.go.id/upload/other/Transaksi%20valas%20capai-MI.htm
Adapun yang menjadi perumusan masalah dalam penulisan skripsi ini adalah: 1. Bagaimana operasionalisasi jual beli valas di Bank Muamalat? 2. Bagaimana peluang dan tantangan pengembangan produk valas di Bank Muamalat? 3. Manakah di antara jenis produk valas yang berpeluang untuk dikembangkan di Bank Muamalat? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuannya adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui operasionalisasi jual beli valas di Bank Muamalat. 2. Untuk mengetahui peluang dan tantangan dalam mengembangkan produk valas di Bank Muamalat. 3. Untuk mengetahui jenis produk valas yang berpeluang dikembangkan di Bank Muamalat. Adapun manfaatnya yaitu: a. Bagi penulis sendiri, hal ini bermanfaat untuk menambah wawasan dan pengetahuan mengenai produk sharf yang diberikan Bank Muamalat. b. Bagi pihak Bank Muamalat, sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan suatu kebijakan mengenai operasionalisasi jual beli valas. c. Bagi pihak lain, merupakan sumber referensi dan saluran pemikiran bagi kalangan akademisi dan praktisi di dalam menunjang penelitian selanjutnya yang akan bermanfaat sebagai bahan perbandingan bagi penelitian yang lain.
D. Review Studi Terdahulu Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap beberapa sumber kepustakaan, telah banyak judul penelitian yang telah membahas topik ini antara lain sebagai berikut: Judul skripsi “Analisis Risiko Pasar Sharf (Foreign Exchange Rate) pada Bank Syariah Mandiri” studi kasus di Bank Syariah Mandiri cabang Pondok Indah Jakarta Selatan. Oleh: Syatria Rahman, (No. skripsi 2 SJM 2008). Permasalahan yang diteliti dalam skripsi ini mengenai konsep manajemen risiko di dalam pasar sharf (foreign exchange rate), praktek pemberlakuan manajemen risiko tersebut di Bank Syariah Mandiri, dan sejauhmana kesesuaian antara konsep dan praktek manajemen risiko pasar sharf di Bank Syariah Mandiri. Judul skripsi “Valuta Asing Menurut Hukum Ekonomi Islam” Oleh: Syamsul Rizal, (No. Skripsi 59 SJM 2005). Permasalahan yang diteliti dalam skripsi ini mengenai pandangan hukum ekonomi konvensional terhadap valuta asing, pandangan hukum ekonomi Islam terhadap praktek atau operasionalisasi valuta asing dalam perekonomian antar negara, dan pandangan hukum ekonomi Islam terhadap valuta asing. Judul skripsi “Teori Al-Sharf dan Aplikasinya pada Bank syariah Mandiri” Oleh: Epo Pringadi Butar-butar, (No. skripsi 83 SJM 2003). Permasalahan yang diteliti dalam skripsi ini mengenai konsep Al-Sharf dalam tinjauan Fiqh Muamalah, tata cara dan persyaratan pemberlakuan Al-Sharf pada Bank Syariah
Mandiri, serta kendala atau hambatan yang dialami oleh Bank Syariah Mandiri dalam proses pemberlakuan dan persyaratan Al-Sharf. Namun dalam penelitian ini penulis buat sangat berbeda dengan ketiga penelitian di atas, disini penulis membahas tentang bagaimana operasionalisasi jual beli valas di Bank Muamalat, bagaimana peluang dan tantangan pengembangan produk valas di Bank Muamalat, manakah diantara jenis produk valas yang berpeluang untuk dikembangkan di Bank Muamalat. Artinya dalam skripsi ini penulis ingin menjelaskan upaya mengantisipasi fluktuasi mata uang khususnya bagi para pelaku pasar domestik. E. Metodologi Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah penelitian deskriptif yang bertujuan untuk membuat deskripsi, yaitu gambaran secara sistematis, faktual, dan akurat yang berkenaan dengan hubungan antar fenomena yang diteliti. Disini penulis menggambarkan permasalahan dengan didasari pada data yang ada. 2. Pendekatan Penelitian Pendekatan penelitian yang dilakukan penulis adalah melakukan studi kasus di Bank Muamalat Indonesia yang berlokasi di Gedung Artha loka Lt. 5 Jl. Jendral Sudirman No. 2 Jakarta. 3. Jenis Data
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan dua jenis sumber data, yaitu: a. Data Primer Sumber pokok data penulisan ini diperoleh langsung dari perusahaan yang penulis pilih baik dokumen ataupun informasi dari wawancara. b. Data Sekunder Sumber data lainnya penulis ambil dari literatur kepustakaan seperti buku, majalah, media tulis serta media elektronik yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini. 4. Teknik Pengumpulan Data a. Wawancara, penulis menggunakan wawancara untuk memperoleh informasi yang berkenaan dengan hal yang berkaitan dengan transaksi valas. Wawancara ini dilakukan dengan kepala bagian Treasury Officer di Bank Muamalat. b. Studi Pustaka, yaitu mengadakan kajian dengan menelaah dan menelusuri literatur yang berkenaan dengan masalah yang diteliti baik berupa buku, majalah, artikel, dan lain sebagainya. Langkah-langkah yang dilakukan dalam melaksanakan studi kepustakaan ini adalah dengan cara membaca, mengutip dan menganalisa serta merangkum hal-hal yang diperlukan. 5. Teknik Analisa Data
Dalam mengolah dan menganalisa data, penulis menggunakan metode content analysis, yaitu teknik penelitian untuk membuat inferensi-inferensi yang dapat ditiru (replicable),7 dan shahih data dengan memperhatikan konteksnya. Selain itu, penulis juga menggunakan metode komparatif, jadi penulis akan membandingkan kedua batasan masalah setelah dilakukan analisis isi. 6. Teknik Penulisan Laporan Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan buku “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, UIN Press, 2007”. F. Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan skripsi yang merupakan laporan hasil penelitian, terdiri atas : BAB I
PENDAHULUAN Bab ini menguraikan tentang Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian, dan Sistematika Penulisan.
BAB II
TINJAUAN UMUM TRANSAKSI VALUTA ASING Bab ini merupakan bab yang membahas tentang Tinjauan umum Transaksi Valuta Asing, yang mencakup pengertian Transaksi Valuta
7
h.173
Burhan Bungin, Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2004),
Asing, Tujuan dan Fungsi Transaksi Valuta Asing, Prinsip Transaksi Valuta Asing, serta Jenis-jenis Transaksi Valuta Asing. BAB III KONSEP TRANSAKSI VALAS DALAM TINJAUAN SYARIAH Pada bab ini membahas tentang Pengertian Bai’ al-Sharf, Dasar Hukum Bai’ al-Sharf, Syarat-syarat Bai’ al-Sharf, dan Macam-macam Bai’ al-Sharf dalam perspektif syariah. BAB IV
PELUANG DAN TANTANGAN PENGEMBANGAN PRODUK VALAS DI PT. BANK MUAMALAT INDONESIA, Tbk Pada bab ini menjelaskan hasil dari penelitian yaitu Praktik Transaksi Valas di Bank Muamalat, Peluang dan Tantangan Pengembangan Produk Valas di Bank Muamalat, dan Peluang Pengembangan Islamic Swap di Bank Muamalat.
BAB V
PENUTUP Bab ke 5 ini menjelaskan tentang Kesimpulan, Saran–saran.
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
BAB II TINJAUAN UMUM TRANSAKSI VALUTA ASING
A. Pengertian Transaksi Valuta Asing Adapun yang dimaksud dengan transaksi dalam kamus istilah ekonomi, adalah suatu perjanjian antara dua pihak atau lebih yang menimbulkan hak atau kewajiban menurut hukum, misalnya transaksi jual-beli, sewa-menyewa, dan sebagainya.8 Dalam Ensiklopedi Umum, valuta diambil dari bahasa Italia yang berarti nilai uang, kurs wesel, devisa atau alat-alat pembayaran luar negeri. 9 Dalam kamus besar bahasa Indonesia pengertian valas adalah nilai uang, alat pembayaran yang dijamin oleh cadangan emas atau perak yang ada di bank pemerintah.10 Sedangkan dalam Kamus Ekonomi Bisnis dan Perbankan, valuta asing adalah mata uang (currency) negara lain atau kertas dagang (commercial paper) yang dibayarkan dengan mata uang lain atau valuta asing disebut juga Foreign
8
Wien’s Anorga, Kamus Istilah Ekonomi, Ed. Pertama, (Bandung: M2S Bandung, 2004), h.
9
Yayasan Kanisius, Valuta, (Yogyakarta: Ensiklopedi Umum, 1997), h. 146
516
10
Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Depdikbud-Balai Pustaka), h. 1001
14
Exchange, yaitu suatu pertukaran (exchange) mata uang dan atau kertas dagang suatu negara dengan mata uang negara lain. 11 Adapun transaksi valuta asing dapat diartikan sebagai kesepakatan atau perjanjian antara dua pihak untuk mempertukarkan (jual/beli) mata uang yang dimilikinya. Istilah yang lebih umum dalam pertukaran dalam valuta tersebut adalah jual beli valuta asing.12 Nilai tukar (exchange rate) atau kurs valuta asing itu sendiri adalah harga relatif mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lain. 13 Forex kependekan dari Foreign Exchange, atau pertukaran dari nilai mata uang yang berbeda, kegiatan forex tanpa disadari maupun sadar, sering dilaksanakan oleh semua orang didunia, bila seseorang berpergian keluar negeri pasti ia menukarkan mata uangnya dengan mata uang negara yang ia tuju. Atau contoh lain akibat dari kegiatan ekspor-impor, kebutuhan pasar serta institusi bank, pasti melakukan kegiatan tukar-menukar mata uang. Perbandingan nilai mata uang antar negara terkumpul dalam suatu bursa atau pasar yang bersifat internasional dan terikat dalam suatu kesepakatan bersama yang saling menguntungkan. Nilai mata uang suatu negara dengan negara lainnya ini berubah (berfluktuasi) setiap saat sesuai volume permintaan 11
Gurtno, Kamus Ekonomi Bisnis dan Perbankan, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1996), h. 161 12
Heli Charisma Berlianta, Mengenal Valuta Asing, Cet. I, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2004), h. 37 13
Yoopi Abimanyu, Ph.D., Memahami Kurs Valuta Asing, (Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2004), h. 6
dan penawarannya. Adanya permintaan dan penawaran inilah yang menimbulkan transaksi mata uang. Yang secara nyata hanyalah tukar-menukar mata uang yang berbeda nilai. Yang dimaksud dengan valuta asing adalah mata uang luar negeri seperti dolar Amerika, poundsterling Inggris, ringgit Malaysia dan sebagainya. Apabila antara negara terjadi perdagangan internasional maka tiap negara membutuhkan valuta asing untuk alat bayar luar negeri yang dalam dunia perdagangan disebut devisa. Misalnya eksportir Indonesia akan memperoleh devisa dari hasil ekspornya, sebaliknya importir Indonesia memerlukan devisa untuk mengimpor dari luar negeri.14 Dengan demikian akan timbul penawaran dan permintaan di bursa valuta asing. Setiap negara berwenang penuh menetapkan kurs uangnya masing-masing (kurs adalah perbandingan nilai uangnya terhadap mata uang asing) misalnya 1 dolar Amerika = Rp. 10.000. Namun kurs uang atau perbandingan nilai tukar setiap saat bisa berubah-ubah, tergantung pada kekuatan ekonomi negara masingmasing. Pencatatan kurs uang dan transaksi jual beli valuta asing diselenggarakan di Bursa Valuta Asing B. Tujuan dan Fungsi Transaksi Valuta Asing Tujuan transaksi valuta asing terbagi dua, yaitu:
14
A. W. J. Tupanno, et. al. Ekonomi dan Koperasi, (Jakarta: Depdikbud, 1982), h. 76
1. Tujuan transaksi valuta asing bagi bank adalah sebagai berikut:15 a. Memberikan alternatif (kemungkinan-kemungkinan) yang paling baik kepada nasabah sehubungan dengan adanya penyeberangan suatu mata uang kepada mata uang yang lain, misalnya memberikan rate yang kompetitif, bersedia melakukan transaksi dalam jumlah dan jatuh tempo yang diinginkan nasabah. b. Untuk memelihara posisi bank terhadap atas mata uang asing. c. Menghasilkan laba bagi bank. 2. Sedangkan tujuan dari transaksi valuta asing bagi nasabah atau investor adalah untuk mencari keamanan dan likuiditas disamping peluang untuk memperoleh pendapatan bunga. Hal tersebut karena dana yang diinvestasikan adalah kelebihan dana sementara dan biasanya dibutuhkan dalam waktu singkat untuk membayar pajak, gaji, dividen, dan sebagainya. Dengan alasan ini, maka investor pasar uang sangat sensitif terhadap risiko.16 Adapun fungsi transaksi valas adalah sebagai berikut:17 1. Transfer daya beli Transfer daya beli (transfer of purchasing power) sangat diperlukan terutama dalam perdagangan internasional dan transaksi modal yang biasanya 15
Jopie Jusuf, Panduan Dasar Untuk Account Officer, Cetakan Pertama, (Jakarta: Intermedia Jakarta, 1992), h. 80 16
Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan, Ed. Kedua, (Jakarta: Fakultas Ekonomi UI, 1999), h. 137 17
439-440
Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan, Cet. I, (Jakarta: Intermedia, 1995), h.
melibatkan pihak-pihak yang tinggal di negara yang memiliki mata uang yang berbeda. 2. Penyediaan kredit Pengiriman barang antar negara dalam perdagangan internasional membutuhkan waktu. Oleh karena itu, harus ada suatu cara untuk membiayai barang-barang dalam perjalanan pengiriman tersebut termasuk setelah barang sampai ketempat tujuan yang biasanya memerlukan beberapa waktu untuk kemudian dijual kepada pembeli. Salah satu contoh sumber alternatif yang pertama dalam penyediaan kredit adalah dalam hal transaksi mobil Toyota, eksportir Jepang memberikan kredit kepada importir Australia dengan atau tanpa dikenakan bunga. Sumber yang kedua adalah importir Australia membayar tunai biaya pengapalan dari Jepang dan membiayai mobil-mobil importir tersebut
dengan perpanjangan
pembayaran yang normal. Sumber yang ketiga adalah pasar valas menyediakan sumber kredit ketiga seperti banker’s acceptance dan L/C untuk membiayai perdagangan. 3. Mengurangi risiko valas Importir Australia dan eksportir Jepang dalam transaksi tersebut tidak akan bersedia mengambil risiko terhadap fluktuasi kurs. Kedua-duanya mengharapkan memperoleh keuntungan dalam usaha perdagangan mobil dalam kondisi normal dari kemungkinan risiko yang tidak diperkirakan,
misalnya terjadi perubahan kurs yang tiba-tiba sehingga mempengaruhi besarnya keuntungan yang telah diperkirakan. C. Prinsip Transaksi Valuta Asing Prinsip pokok dalam transaksi valas adalah sebagai berikut:18 a. Pengertian kurs jual dan kurs beli selalu dilihat dari kepentingan atau kepentingan pihak bank atau Money Changer atau pedagang valas. b. Kurs jual selalu lebih tinggi daripada kurs beli atau sebaliknya, kurs beli selalu lebih rendah dari kurs jual. c. kurs jual/kurs beli suatu mata uang (valas) adalah sama dengan kurs beli/kurs jual mata uang (valas) lawannya. Dengan kata lain, kurs jual/kurs beli USD sama dengan kurs beli/kurs jual Rupiah. D. Jenis-jenis Transaksi Valuta Asing a. Transaksi Spot Transaksi spot (spot transaction) adalah jual/beli valuta untuk penyerahan yang dilakukan dua hari kerja setelah tanggal kontrak (persetujuan). Contoh: bila kontrak ditutup pada tanggal 18 Desember 1991 maka penyerahan dana dilakukan pada tanggal 20 Desember 1991. Bila dua hari setelah tanggal kontrak jatuh pada hari libur, maka tanggal penyerahan diundurkan sampai hari pertama kerja setelah hari libur tersebut. Misalnya
18
Hady Hamdy, Manajemen Keuangan Internasional, Cet. Pertama, (Jakarta: Yayasan Administrasi Indonesia, 2005), h. 205
kontrak tanggal 7 Maret 1991 (Kamis), tanggal penyerahan adalah 11 Maret 1991 (Selasa), karena tanggal 9 Maret adalah hari Sabtu dimana pasar valuta tidak beroperasi, dan tanggal 10 Maret 1991 merupakan hari Minggu. 19 b. Transaksi Forward Transaksi forward (forward transaction/transaksi berjangka) adalah jual beli valuta untuk penyerahan beberapa saat di masa yang akan datang di mana harga untuk penyerahan di masa yang akan datang tersebut telah ditentukan pada saat kontrak dibuat. Tujuan dilakukannya forward transaction antara lain untuk:20 a. Hedging/covering, adalah suatu usaha untuk menghindari risiko yang ditimbulkan dari fluktuasi nilai tukar valuta (hedging risk). Contoh: PT. X memiliki kewajiban dalam mata uang USD 90 hari yang akan datang (katakanlah untuk keperluan negosiasi L/C impor). Saat ini terjadi kecenderungan nilai tukar USD makin kuat (Rupiah makin melemah). Untuk itu, PT. X dapat melakukan pembelian USD forward 90 hari. Misalnya harga spot sekarang adalah 1797 dan kurs forward-nya adalah 1837. Dengan menutup forward contract saat ini, PT. X tidak perlu khawatir terhadap kenaikan USD yang terus-menerus, karena pada saat tanggal penyerahan tiba, PT. X tetap hanya membayar kurs 1837 untuk
19
Jopie Jusuf, Panduan Dasar untuk Account Officer, h. 87
20
Ibid., h. 90-91
mendapatkan USD-nya. Walaupun disebut “menghindari risiko”, tindakan hedging ini belum tentu menguntungkan. Misalnya PT. X telah menutup transaksi forward USD 90 hari dengan kurs 1837. Bila pada saat jatuh tempo ternyata kurs USD adalah 1900 maka PT. X untung sebesar 63 point per USD (sebab PT. X tetap membayar 1837), tetapi bila ternyata kurs USD pada saat itu adalah 1800, maka PT. X sebenarnya rugi sebesar 37 point karena ia tetap harus membayar 1837 setiap USD yang dibeli. b. Spekulasi, yaitu untuk memperoleh keuntungan dari kenaikan nilai tukar dua mata uang. Contoh: Tuan A memperkirakan bahwa akan terjadi devaluasi (penurunan nilai tukar satu mata uang domestik terhadap mata uang asing tertentu yang disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang berlaku dalam sistem nilai tukar tetap) dalam waktu 90 hari lagi. Ia dapat mengambil untung dari hal tersebut jika perkiraannya memang menjadi kenyataan dengan membeli USD forward selama 90 hari. Misalnya ia menutup forward contract dengan kurs 1850, bila benar-benar terjadi devaluasi dan kurs menjadi 2000, tuan A akan memperoleh laba sebesar 150 (2000-1850) per USD. c. Transaksi Swap Transaksi swap diartikan sebagai pertukaran dua valuta dalam satu periode tertentu melalui mekanisme pembelian dengan tanggal valuta spot sekaligus penjualan kembali valuta tersebut di waktu yang akan datang (tanggal valuta forward) atau penjualan valuta di tanggal valuta spot sekaligus
pembelian kembali valuta tersebut di waktu yang akan datang (tanggal valuta forward).21 Hal yang terpenting dalam transaksi swap adalah posisi transaksi spot harus berlawanan dengan posisi transaksi forwardnya. Sebagai contoh dalam transaksi swap, apabila transaksi spotnya berupa transaksi spot beli maka posisi transaksi forwardnya haruslah transaksi forward jual. Sebaliknya apabila posisi transaksi spotnya adalah berupa transaksi spot jual, maka posisi transaksi forwardnya harus berupa transaksi forward beli. Dilihat dari posisi transaksi spot dan posisi transaksi forward maka transaksi swap ada dua macam:22 a. Transaksi Swap Jual/Beli atau transaksi Swap Sell/Buy, adalah transaksi swap dimana transaksi spotnya berupa transaksi spot jual dan transaksi forwardnya berupa transaksi forward beli. Transaksi swap ini dapat juga disebut dengan transaksi Swap S/B. b. Transaksi Swap Beli/Jual atau transaksi Swap Buy/Sell, adalah transaksi swap dimana transaksi spotnya berupa transaksi spot beli dan transaksi forwardnya berupa transaksi forward jual. Transaksi swap ini dapat juga disebut dengan transaksi Swap B/S. Kegunaan transaksi swap antara lain:
21
Heli Charisma Berlianta, Mengenal Valuta Asing, h. 138
22
Ibid., h. 140-141
a. Hedging/lindung nilai merupakan kegiatan untuk melindungi kekayaan perusahaan dari gejolak harga yang terjadi di pasar. Misal PT. Titan Internasional mendapat utang luar negeri sebesar USD 1.000.000,- jangka waktu utang tersebut adalah satu tahun. Jadi tahun depan PT. Titan Internasional harus mengembalikan utang tersebut dalam bentuk USD tentunya. Utang tersebut rencana digunakan untuk memperkuat modal kerja PT. Titan Internasional. Modal kerja yang diperlukan adalah dalam valuta Rupiah, maka PT. Titan Internasional harus menukar dana pinjaman yang diterimanya dalam bentuk USD ke dana Rupiah. PT. Titan Internasional dapat menjual USD yang diterima sekarang dan digunakan untuk modal kerja, satu tahun kemudian saat PT. Titan Internasional harus membayar utangnya, dia bisa membeli USD untuk membayar utangnya. Jika cara ini digunakan oleh PT. Titan Internasional, maka dia akan menghadapi risiko kenaikan kurs USD/IDR pada saat membeli kembali valuta USD satu tahun yang akan datang. Pada saat itu kurs USD/IDR dapat naik sehingga mengakibatkan PT. Titan Internasional dapat menanggung kerugian karena selisih kurs pada saat dia menjual USD-nya dengan kurs pada saat dia membeli kembali USD tersebut untuk membayar utang. Untuk menghindari hal tersebut, PT.Titan Internasional dapat melakukan transaksi swap. Pada saat PT.Titan Internasional menerima utang tersebut dia melakukan transaksi swap sell/buy dengan jangka satu
tahun. Dengan melakukan transaksi swap sell/buy berarti PT.Titan Internasional menjual USD yang diterimanya sekarang sehingga dapat digunakan sebagai tambahan modal kerja sekaligus dia membeli USD tersebut satu tahun yang akan datang dengan kurs yang telah ditentukan sekarang. Karena kurs sudah ditentukan sekarang maka apabila kemudian satu tahun yang akan datang ternyata kurs USD/IDR naik tinggi maka hal ini
tidak
merugikan
PT.Titan
Internasional.
Tindakan
PT.Titan
Internasional melakukan transaksi swap ini dapat dikategorikan sebagai tindakan hedging atau lindung nilai yaitu tindakan melindungi posisinya yang muncul dari utang dari kemungkinan kerugian akibat pergerakan kurs di pasar valuta asing. b. Trading atau mencari keuntungan, dimana transaksi swap dapat juga digunakan sebagai salah satu sarana dalam mencari keuntungan karena pergerakan kurs di pasar valuta asing. c. Alat penyediaan dana dalam valuta tertentu, contohnya PT.Titan Internasional saat ini kelebihan dana USD yang didapat dari hasil ekspor barang. Dana USD ini sebulan yang akan datang digunakan untuk melunasi impor mesin produksi baru dari luar negeri. Saat ini pula PT.Titan Internasional memerlukan dana Rupiah untuk membeli salah satu bahan baku dari dalam negeri. Diperkirakan dana rupiah ini akan kembali ke kas PT.Titan Internasional pada satu bulan yang akan datang. Dengan melihat kondisinya tersebut PT.Titan Internasional dapat
melakukan transaksi swap sell/buy untuk mendapatkan dana rupiah dan memanfaatkan kelebihan dana USD yang ada padanya. d. Transaksi Option Option secara umum dapat diartikan sebagai suatu instrumen keuangan yang memberi pemegangnya hak untuk membeli atau menjual sesuatu yang diperjanjikan (undelying assets) dalam jumlah tertentu pada satu waktu tertentu di masa yang akan datang dan atau sebelumnya (exercise date) dengan harga yang sudah ditentukan (exercise price/strike price). 23 Beberapa point penting yang menggambarkan transaksi option yaitu: a. Option memberi pemegangnya hak bukan kewajiban untuk membeli atau menjual sesuatu. Pemegang option tidak bisa dipaksa untuk membeli atau menjual satu barang yang diperjanjikan tersebut. b. Hak untuk membeli atau menjual satu barang tersebut hanya bisa dilaksanakan pada satu waktu tertentu di masa yang akan datang atau sebelumnya. Tergantung dari jenis option yang dipegang, ada option yang mengatur bahwa hak untuk membeli atau menjual satu barang bisa dilaksanakan pada satu waktu tertentu di masa yang akan datang tidak dapat dilaksanakan sebelum waktu yang ditentukan tersebut. Ada pula jenis option yang hak untuk membeli atau menjualnya dapat dilaksanakan sebelumnya.
23
Heli Charisma Berlianta, Mengenal Valuta Asing, h. 186
c. Apabila pemegang option melaksanakan haknya untuk membeli atau menjual satu barang tertentu maka barang yang dibeli atau dijual tersebut sudah ditentukan sebelumnya (biasanya ditentukan pada saat transaksi option dilakukan) tidak peduli berapa harga pasar barang tersebut saat pelaksanaan hak. Jadi harga yang dipakai saat pelaksanaan hak sudah ditentukan sebelumnya dan bukan harga pasar barang tersebut saat itu. Contoh
1:
Bank
A
mengeluarkan
option
yang
memberikan
pemegangnya hak untuk membeli (Call Option) USD/IDR sebesar USD 1.000.000,- dengan kurs 10.000,- pada satu tahun yang akan datang. Dengan memegang option yang dikeluarkan oleh Bank A tersebut maka satu tahun yang akan datang orang yang memegang option tersebut berhak (bukan keharusan) membeli USD 1.000.000,- ke Bank A dengan harga atau kurs 10.000,- tidak perduli harga atau kurs USD/IDR yang berlaku di pasar saat itu. Contoh 2: Bank B mengeluarkan option yang memberikan pemegangnya hak untuk menjual (Put Option) USD/IDR sebesar USD 1.000.000,- dengan kurs 10.000,- pada satu tahun yang akan datang. Dengan memegang option yang dikeluarkan oleh Bank B tersebut maka satu tahun yang akan datang orang yang memegang option tersebut berhak (bukan keharusan) menjual USD 1.000.000,- ke Bank B dengan harga atau kurs 10.000,- tidak perduli harga atau kurs USD/IDR yang berlaku di pasar saat itu.24
24
Heli Charisma Berlianta, Mengenal Valuta Asing, h. 186-187
BAB III KONSEP TRANSAKSI VALAS DALAM TINJAUAN SYARIAH
A. Pengertian Bai’ al-Sharf Arti harfiah dari sharf25 adalah penambahan, pertukaran, penghindaran, pemalingan, atau transaksi jual beli. Sharf adalah perjanjian jual beli suatu valuta dengan valuta lainnya. Transaksi jual beli mata uang asing (valuta asing), dapat dilakukan baik dengan sesama mata uang yang sejenis (misalnya rupiah dengan rupiah) maupun yang tidak sejenis (misalnya rupiah dengan dolar atau sebaliknya). Sharf yaitu pertukaran/jual beli mata uang yang berbeda dengan penyerahan segera/spot berdasarkan kesepakatan harga sesuai dengan harga pasar pada saat pertukaran.26 Ulama fikih mendefinisikan sharf adalah sebagai memperjualbelikan uang dengan uang yang sejenis maupun tidak sejenis. Dalam literatur fikih klasik, pembahasan ini ditemukan dalam bentuk jual beli dinar dengan dinar, dirham dengan dirham, atau dinar dengan dirham. Satu dinar menurut Syauqi Isma'il
25
Dewan Redaksi Ensiklopedi Hukum Islam, Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid 5, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Houve, 1997), h. 1610-1612 26
Achmad Baraba, Prinsip Dasar Operasional Perbankan Syariah, h. 6, Artikel di akses pada 23 Januari 2008 dari http://www.vibiznews.com
27
Syahatah (ahli fikih dari Mesir), bernilai 4,51 gram emas. Menurut jumhur ulama, 1 dinar adalah 12 dirham dan menurut ulama mazhab Hanafi, 10 dirham. Perbedaan harga dinar tersebut terjadi karena fluktuasi mata uang pada zaman mereka masing-masing.27 Pada masa kini, bentuk jual beli ini banyak dijumpai dilakukan oleh bankbank devisa atau para money changer, misalnya jual beli rupiah dengan dollar Amerika Serikat atau dengan mata uang asing lainnya. B. Dasar Hukum Bai’ al-Sharf Dasar hukum keabsahan melakukan jual beli uang (sharf) terdapat dalam al- Qur’an. Firman Allah SWT:
Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. (QS.Al- Baqarah:275) Ayat ini menegaskan halalnya akad jual beli dan haramnya riba. Berdasarkan ketentuan ini, jual beli mata uang (al-sharf) adalah dapat dibenarkan dan telah mendapatkan pengakuan dari syara’ selama dalam jual beli tersebut tidak ada unsur riba dan oleh karena itu lembaga keuangan syariah dapat menerapkan dalam operasionalnya.28
27
Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam Tata hukum Perbankan Indonesia, Cet. III, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2007), h. 88 28
576
Tim Penulis DSN-MUI, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 28 Tahun 2002, h.
Jual beli mempunyai rukun dan syarat yang harus dipenuhi, sehingga jual beli itu dapat dikatakan sah oleh syara’. Jumhur ulama menyatakan bahwa rukun jual beli ada empat, yaitu:29 a. ada orang yang berakad (penjual dan pembeli) b. ada ijab qabul c. ada barang yang dibeli d. ada nilai tukar pengganti barang Dan syarat-syarat jual beli adalah sebagai berikut: a. Syarat orang yang berakad, yaitu berakal dan yang melakukan akad itu adalah orang yang berbeda. Artinya, seseorang tidak dapat bertindak dalam waktu yang bersamaan sebagai penjual sekaligus pembeli. Misalnya, Ahmad menjual sekaligus membeli barangnya sendiri. Jual beli seperti ini adalah tidak sah. b. Syarat yang terkait dengan ijab qabul, yaitu dengan melakukan ijab qabul maka ada kerelaan kedua pihak dalam bertransaksi. c. Syarat barang yang dijualbelikan: 1. barang itu ada, atau tidak ada di tempat, tetapi penjual menyatakan kesanggupannya untuk mengadakan barang itu. Misalnya, barang di gudang dan dalam proses pabrik ini dihukumkan sebagai barang yang ada.
29
Nasroen Harun, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000), h. 115
2. Dapat dimanfaatkan dan bermanfaat bagi manusia. oleh sebab itu, bangkai, khamar dan darah tidak sah menjadi obyek jual beli karena dalam pandangan syara’ benda-benda seperti itu tidak bermanfaat bagi muslim. 3. Milik seseorang. Barang yang sifatnya belum dimiliki seseorang tidak boleh dijualbelikan, seperti memperjualbelikan ikan di laut atau emas dalam tanah, karena ikan dan emas itu belum dimiliki penjual. 4. Boleh diserahkan saat akad berlangsung, atau pada waktu yang disepakati bersama ketika transaksi berlangsung. d. Syarat-syarat nilai tukar (harga barang): 1. Harga yang disepakati kedua belah pihak, harus jelas jumlahnya. 2. Boleh diserahkan pada waktu akad, sekalipun secara hukum, seperti pembayaran dengan cek atau kartu kredit. Apabila harga barang itu dibayar kemudian (berutang), maka waktu pembayarannya harus jelas. 3. Apabila jual beli itu saling mempertukarkan barang, maka barang yang dijadikan nilai tukar bukan barang yang diharamkan syara’, seperti babi dan khamar, karena kedua jenis benda initidak bernilai dalam syara’. Dasar hukum keabsahan jual beli mata uang (sharf) juga terdapat pada hadis Nabi SAW. sebagai berikut:30
30
Muhammad Nashhiruddin Al Albani, Mukhtashar Shahih Muslim Buku 1, Cet.I, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2003), h. 666
ُ َلَ رَ ُْ لُ اِ ﺹََ ا: َ َْ َُدَةَ اِْ اِِ رَِ َ اُ َ ُْ َل ُ$ْ#ِ%&'وَا$ِِ ($ِِ*)ِ وَا+ِ ُ)*ِ+ِ وَا,َه.ِ ُ,َه. ا: َ!َ َِْ و#ََ
ٍ3َ#ِ ًا3َََاءٍ ی7ِ ً ََاء، ٍ9ْ:ِ0ِ ً;َ:ِ ِ/ِْْ0ِ ُ/ْ0ِِ وَا$َ01ِ ُ$َ01ِ وَا$ْ#ِ%&ِ (ْ!ِْ7ُ ُEٍ )رَوَا3َ#ِ ًا3َُ!ْ اِذَاآَنَ ی1ْ?َِ ﺵAْ#َُْا آ%ْ#َِB َُﺹْ َفDِْ اEِ.ََْ ه+ََ1ْFِذَاGَB Dari Ubadah bin Shamit r.a. beliau berkata: Rasulullah saw. bersabda: emas ditukar dengan emas, perak ditukar dengan perak, gandum ditukar dengan gandum, padi ditukar dengan padi, kurma ditukar dengan kurma, dan garam ditukar dengan garam dalam jumlah yang sama dan serah terimanya pada saat itu juga. Apabila jenisnya berbeda-beda, maka juallah sesuka hatimu asalkan dengan tunai dan langsung serah terimanya. Diriwayatkan oleh muslim. (Muslim:5/45) Jelas sekali penegasan dengan sabdanya, ”harus sama ukurannya, dan sama nilainya” itu. Dalam hadits tersebut terdapat dalil yang menunjukkan pengharaman lebih sesuatu yang sama jenisnya dari enam macam yang disebutkan dalam nash hadits tersebut. Adapun haramnya riba bagi semuanya itu menjadi pendapat ulama seluruhnya. Jual beli antara barang-barang ribawi sejenis hendaklah dilakukan dalam jumlah dan kadar yang sama, dan harus diserahkan pada saat transaksi. Misalnya, antara mata uang rupiah lembaran Rp 50.000 (lima puluh ribu rupiah) ditukar dengan uang rupiah lembaran Rp 5.000 (lima ribu rupiah). Atau uang kertas ditukar dengan uang logam atau sebaliknya.
Adapun jika barang yang dijualbelikan tersebut berlainan jenis, maka diperbolehkan dengan jumlah dan kadar yang berbeda dengan syarat barang diserahkan pada saat akad, misalnya jual beli mata uang Rupiah dengan mata uang Dollar dengan kurs yang berlaku pada saat transaksi dilakukan dan diserahkan pada akad berlangsung. Sedangkan jual beli antara barang ribawi dengan barang yang bukan ribawi tidak disyaratkan untuk diserahkan pada saat akad. Hadis Nabi riwayat Muslim dari Abu Hurairah r.a.:31
ِْ#ََ ُ َلَ رَ ُْ لُ اِ ﺹََ ا: ََةَ رَِ َ اُ َ ُْ َل$َْی$ُ َْ أَِ ْ ه ٍِ*)ِ وَزْﻥً َِزْن+ِ ُ)*ِ+ وَا،ٍ9ْ:ِ0ِ ً;ْ:ِ ٍِ وَزْﻥً َِزْن,َه.ِ ُ,َه.وَ َ!َ ا (ْ!ِْ7ُ ُE)رَوَا.ًَُِ رMَB ََادNَ1ْ َْ زَادَ اَوِا0َB ٍ9ْ:ِ0ِ ً;ْ:ِ Dari Abu Hurairah r.a. beliau berkata: Rasulullah saw. bersabda:”emas dengan emas, yang sama timbangannya, yang sama jenisnya, perak dengan perak yang sama timbangannya dan sama jenisnya. Barangsiapa yang melebihkannya atau meminta tambah, maka itu adalah riba.” Diriwayatkan oleh Muslim. Dalam hadits tersebut terdapat dalil yang menunjukkan kepada penentuan kadar dengan penimbangan bukan dengan kira-kira dan penafsiran saja. Akan tetapi, harus penentuannya dengan penimbangan itu. Sabdanya, “barangsiapa yang menambah” yaitu memberikan tambahan atau kelebihan atau
31
130-131
Drs. Abubakar Muhamad, Terjemahan Subulussalam III, (Surabaya: Al Ikhlas, 1995), h.
minta tambah, maka dia sudah berbuat riba yaitu mengerjakan perbuatan yang diharamkan dan sama-sama berdosa baik yang mengambil riba itu maupun yang memberinya. Landasan hukum positif atas akad al-Sharf dalam praktik perbankan syariah ini dapat kita lihat dalam ketentuan pasal 37 ayat (1) huruf a PBI No. 6/24/PBI/2004 tentang Bank Umum yang melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah, yang intinya menyatakan bahwa bank syariah dapat pula melakukan kegiatan dalam valuta asing berdasarkan akad sharf.32 Akad sharf dipraktikkan oleh bank syariah dalam produk jasa berupa tukar menukar mata uang asing dengan mendasarkan pada akad kurs jual dan kurs beli suatu mata uang. Pihak bank akan mendapatkan imbalan berupa selisih antara kurs jual dan kurs beli yang ada, ditambah dengan biaya-biaya administrasi yang besarnya ditentukan sesuai dengan kebijakan bank yang bersangkutan. 33 C. Syarat-syarat Bai’ al Sharf Menurut Syaikh 'Isa bin Ibrahim ad-Duwaisy, syarat-syarat sahnya jual beli sharf adalah sebagai berikut:34 1. Adanya Taqabudh, yaitu kedua belah pihak harus melakukan transaksi secara langsung pada tempat akad sebelum berpisah. Yang dimaksud taqabudh ialah
32
Abdul Ghofur Anshori, Perbankan syariah di Indonesia, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2007), h. 163 33
34
Ibid., h. 165
Syaikh 'Isa bin Ibrahim ad-duwaisy, Jual beli yang Dibolehkan dan yang Dilarang, Cet. Pertama, (Bogor: Pustaka Ibnu Katsir, 2005), h. 28-30
kedua belah pihak harus bertransaksi (menerima barang) secara langsung sebelum keduanya berpisah. Hal ini untuk mencegah terjadinya riba nasi'ah, yaitu riba yang timbul karena adanya penangguhan penyerahan dan penerimaan barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Dalam perbankan konvensional, riba nasi'ah dapat ditemui dalam pembayaran bunga kredit dan pembayaran bunga deposito, tabungan, dan giro. 2. Kadar atau ukurannya harus sama. Yang dimaksud dengan kadarnya harus sama adalah apabila satu jenis dijual dengan jenis yang sama, seperti emas dijual dengan emas atau perak dijual dengan perak, sehingga adanya tamatsul (kesamaan kadar) disyaratkan dalam jual beli ini, karena jual beli ini tidak boleh dilakukan kecuali jika kadarnya sama dan timbangannya pun sama. Adapun mata uang-mata uang yang ada pada saat ini seperti Riyal, Dinar dan Junaih ataupun lainnya, maka ini bertingkat-tingkat sesuai dengan harga tukarnya. Misalnya Riyal ditukar dengan harga yang lebih sedikit atau lebih banyak dari mata uang lainnya dengan syarat pembeli menerima barang secara langsung di tempat transaksi (qabadh). 3. Tidak ada khiyar (menentukan pilihan lebih tinggi atau lebih rendah), yaitu tidak boleh memberi syarat khiyar antara dua orang yang bertransaksi dalam jual beli ini, karena sudah ada qabadh yang merupakan syarat mutlak sahnya jual beli ini.
Menurut ulama fikih, persyaratan yang harus dipenuhi dalam jual beli mata uang adalah sebagai berikut:35 1. Nilai tukar yang diperjualbelikan harus dikuasai langsung oleh masingmasing pihak. Nilai tukar yang diperjualbelikan harus telah dikuasai, baik oleh pembeli maupun penjual, sebelum keduanya berpisah badan. Penguasaan itu dapat berbentuk penguasaan secara material maupun secara hukum. Penguasaan secara material, misalnya pembeli langsung menerima dollar Amerika Serikat yang dibeli dan penjual langsung menerima uang rupiah. Sedangkan penguasaan secara hukum, misalnya pembayaran dengan menggunakan cek. Menurut para ahli fikih, syarat ini diperlukan untuk menghindari terjadinya riba An-nasi'ah (penambahan pada salah satu alat tukar). Apabila keduanya berpisah sebelum menguasai masing-masing uang penukaran berdasarkan nilai tukar yang diperjualbelikan, maka menurut mereka, akadnya batal karena syarat penguasaan terhadap obyek transaksi sharf itu tidak terpenuhi. Berpisah badan dalam hal ini harus benar-benar berpisah sebagaimana layaknya perpisahan antara seorang yang pergi dan yang tinggal. Apabila perpisahan itu dilakukan dengan pulang bersama, menurut ahli fikih, perpisahan belum dianggap sempurna, karena masih memungkinkan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan oleh syara' (hukum Islam).
35
Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Islam dan kedudukannya dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia, Cet.III, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2007), h. 89-90
2. Kualitas dan kuantitas valuta yang diperjualbelikan harus sama bagi penukaran valuta yang sejenis. Apabila mata uang atau valuta yang diperjualbelikan itu dari jenis yang sama, maka jual beli mata uang itu harus dilakukan dalam mata uang sejenis yang kualitas dan kuantitasnya sama, sekalipun model dari mata uang itu berbeda. Misalnya, antara mata uang rupiah lembaran Rp 50.000 (lima puluh ribu rupiah) ditukar dengan uang rupiah lembaran Rp 5.000 (lima ribu rupiah). Atau uang kertas ditukar dengan uang logam atau sebaliknya. 3. Khiyar syarat dilarang diperjanjikan dalam akad sharf; syarat itu menjadi batal bila diperjanjikan. Khiyar ru'yah dan khiyar 'aib tidak dilarang diperjanjikan. Dalam Sharf, tidak boleh dipersyaratkan dalam akadnya adanya hak khiyar syarat (khiyar) bagi pembeli. Yang dimaksudkan dengan khiyar syarat itu adalah hak pilih bagi pembeli untuk dapat melanjutkan jual beli mata uang tersebut setelah selesai berlangsungnya jual beli yang terdahulu atau tidak melanjutkan jual beli itu, yang syarat itu diperjanjikan ketika berlangsungnya transaksi terdahulu tersebut. Alasan tidak diperbolehkannya khiyar syarat itu adalah selain untuk menghindari riba, juga karena hak khiyar membuat hukum akad jual beli menjadi belum tuntas. Sedangkan salah satu syarat jual beli sharf adalah penguasaan valuta yang dipertukarkan sesuai dengan nilai tukar keduanya oleh masing-masing pihak. Dalam hal pada akad sharf diperjanjikan suatu khiyar syarat, maka syarat tersebut tidak sah. Berbeda halnya dengan khiyar ru'yah (hak pilih bagi pembeli untuk
membatalkan jual beli ketika pembeli telah melihat barang yang akan dibeli, sedangkan ketika akad berlangsung ia belum melihat barang tersebut sama sekali), dan khiyar 'aib (hak pilih bagi pembeli untuk membatalkan akad jual beli karena adanya cacat tersembunyi pada barang yang dibeli). Kedua bentuk khiyar yang disebut terakhir ini tidak menimbulkan hal-hal yang dilarang syara' (hukum Islam), karena tidak menghambat pemilikan dan penguasaan terhadap objek jual beli. Oleh sebab itu, apabila salah satu pihak menggunakannya, maka akad sharf itu tetap sah. 4. Penguasaan objek akad harus dilakukan secara tunai. Dalam akad sharf tidak boleh terdapat tenggang waktu antara penyerahan mata uang yang saling dipertukarkan, karena bagi sahnya sharf penguasaan objek akad harus dilakukan secara tunai (harus dilakukan seketika itu juga dan tidak boleh diutang) dan perbuatan saling menyerahkan itu harus telah berlangsung sebelum kedua belah pihak yang melakukan jual beli valuta itu berpisah badan. Akibat hukumnya, apabila salah satu pihak mensyaratkan tenggang waktu, maka akad sharf tersebut tidak sah, karena berarti terjadi penanggguhan pemilikan dan penguasaan objek akad sharf yang saling dipertukarkan itu. Menurut Mustafa Ahmad Az-Zarqa (ahli fikih) dua syarat terakhir terkait erat dengan syarat pertama atau dalam hal terjadi tenggang waktu penyerahan.
Oleh sebab itu, ada beberapa akibat hukum yang ditimbulkan oleh syarat penguasaan objek akad secara tunai tersebut adalah sebagai berikut:36 Pertama, ibra (pengguguran hak) atau hibah. Apabila seseorang menjual dollarnya dengan rupiah, kemudian setelah pembeli menerima dollarnya, penjual menyatakan ibra atau menghibahkan haknya (rupiah dari pembeli), maka dalam hal ini terdapat dua kemungkinan, yaitu: 1.) Apabila pembeli menerima ibra atau hibah tersebut, maka gugurlah kewajibannya untuk menyerahkan rupiah sebagai alat untuk membeli dollar tersebut dan akad sharf pun menjadi batal. Karena salah satu objek sharf tidak bisa dikuasai, sehingga syarat akad sharf tidak terpenuhi. 2.) Apabila pembeli tidak mau menerima ibra atau hibah tersebut, maka ibra atau hibahnya tidak sah, sedangkan hukum sharf-nya tetap berlaku. Artinya, pihak pembeli wajib menyerahkan uang rupiahnya untuk membayar dollar tersebut. Namun, bila penjual enggan untuk menerima haknya tersebut, ulama fikih sepakat menyatakan bahwa ia harus dipaksa menerimanya. Kedua, apabila salah satu pihak memberikan sesuatu yang melebihi kewajibannya dalam pertukaran objek sharf, menurut ulama fikih hal itu tidak boleh, karena merupakan riba. Ketiga, apabila terjadi pengalihan utang kepada orang lain (hiwalah), misalnya salah satu pihak menunjuk orang lain menerima dan menguasai objek
36
Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Islam dan kedudukannya dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia, h. 91-92
sharf secara langsung di majelis akad, menurut ulama fikih, hukumnya boleh karena penguasaan terhadap objek sharf tersebut memenuhi syarat secara sempurna. Demikian juga hukumnya, apabila dalam menerima dan menguasai objek sharf yang menjadi hak salah satu pihak, dilakukan melalui seorang kafil (penanggung jawab utang). Keempat, terjadi saling pengguguran hak atau utang (Al Muqasah). Misalnya, seseorang menjual uang US$106 kepada pembeli dengan Rp 220.000. tetapi penjual tidak menerima uang sebesar Rp 220.000 tersebut, karena ia berutang kepada pembeli sejumlah itu. Dalam kasus seperti ini, apabila keberadaan utang penjual itu terjadi sebelum akad sharf, maka menurut jumhur ulama, hukumnya boleh bila disetujui oleh kedua belah pihak. Akan tetapi, Zufar Bin Qais, ulama fikih mazhab Hanafi, menyatakan tidak sah, karena unsur penguasaan terhadap objek sharf tidak nyata dan tidak terpenuhi. Namun, apabila utang terjadi setelah akad sharf, misalnya penjual menarik kembali uangnya secara paksa dan mengklaimnya sebagai utang kepada pembeli, maka menurut ulama fikih mazhab Hanafi, seperti Imam Sarakhsi (ahli ushul fikih), akad sharf menjadi tidak sah karena pengguguran hak atau utang hanya berlaku bagi hak atau utang yang telah ada. Berbeda dengan pendapat tersebut, kebanyakan ahli fikih membolehkan pengguguran hak atau utang dalam akad sharf, seperti tersebut di atas, dengan cara memperbarui akad sharf, karena pada dasarnya akad sharf telah batal akibat tidak terpenuhinya objek sharf, dan pembayaran dilakukan
dengan cara saling menggugurkan hak atau utang sesuai dengan kesepakatan yang telah diambil kedua belah pihak. D. Macam-Macam Bai’ al-Sharf dalam Perspektif Syariah 1. Transaksi Option Transaksi option hukumnya haram, karena mengandung unsur maisir (spekulasi). Contoh dari transaksi option, misalnya A dan B membuat kontrak pada 1 Januari 1999. A memberikan hak kepada B untuk membeli dollar AS dengan kurs Rp 7.500 per dollar pada tanggal atau sebelum 30 Juni 1999, tanpa B berkewajiban membelinya. A mendapat kompensasi sejumlah uang untuk hak yang diberikannya kepada B tanpa ada kewajiban pada pihak B. Transaksi ini disebut call option, sebaliknya, bila A memberikan hak kepada B untuk menjual tanpa B berkewajiban menjualnya disebut put option. Ulama kontemporer memandang hal ini sebagai janji untuk melakukan sesuatu (menjual atau membeli) pada kurs tertentu, dan ini tidak dilarang syariah. Namun, jelas saja transaksi ini bukan transaksi jual beli. Yang menjadi persoalan secara fiqih adalah adanya sejumlah uang sebagai kompensasi untuk melakukan janji tersebut. Transaksi option dapat menjadi lebih rumit. Misalnya, A dan B membuat kontrak pada 1 Januari 1999. Perjanjiannya A menjual US$ 1 juta dengan kurs Rp 7.500 per dollar kepada B. Transaksi ini lunas. Pada saat yang sama, A juga memberikan hak kepada B untuk menjual kembali US$ 1 juta pada tanggal atau
sebelum 30 Juni 1999 dengan kurs Rp 8.500 per dollar dan tetap demikian dalam 21 hari kerja berturut-turut sebelum 30 Juni 1999. Ulama kontemporer juga menolak hal ini. Pertama, karena ada kompensasi utang sebagaimana telah dijelaskan terdahulu. Kedua, karena jual beli yang pertama dikaitkan dengan option untuk menjual kembali. Dalam kaidah fiqih ini disebut jual beli bersyarat yang tidak lazim. B belum tentu bersedia untuk menjual US$ 1 juta pada kurs Rp 7.500 per dollar bila A tidak memberinya option berikutnya menjual kembali pada kurs Rp 8.500 per dollar, itupun bila syarat berikutnya terpenuhi.37 2. Transaksi Forward Dalam transaksi sharf, penyerahan valuta harus dilakukan secara tunai (naqdan) dan tidak dapat dilakukan secara tangguh. Terkait ini, maka transaksi forward tidak dapat dibenarkan. Hal ini dikarenakan transaksi forward mirip dengan jual beli kali bi kali/nasi’ah bi nasi’ah/dain bi dain, yaitu menjual barang yang belum ada, karena jual beli dengan pembayaran dan penyerahan barang tertunda yang disebut juga dengan jual beli hutang dengan hutang. 38 3. Transaksi Swap Transaksi swap hukumnya haram. Singkatnya, swap dapat dikatakan gabungan antara transaksi spot dan transaksi futures atau forward. Salah satu
37
Adiwarman Karim, Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer, Cet.1, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), h.133 38
Adiwarman Karim, Fikih Ekonomi Keuangan Islam, (Jakarta: Darul Haq, 2004), h. 137
transaksi swap adalah bila bank A dan bank B membuat kontrak untuk bertukar deposito rupiah terhadap dollar pada kurs Rp 7.500 per dollar pada 1 Januari 1999. Bank B menempatkan US$ 1 juta. Bank A menempatkan Rp 7,5 milyar. Pada 30 Juni 1999 (enam bulan kemudian) A membayar kembali US$ 1 juta, B membayar kembali Rp 7,5 milyar, terlepas dari kurs pasar saat itu. Ulama kontemporer juga menolak transaksi ini karena kedua transaksi ini terkait dan merupakan satu kesatuan. Bila yang satu dipisahkan dari orang lain, namanya bukan lagi swap. Di Malaysia,
transaksi swap
dibolehkan.
Tentunya swap
yang
berlandaskan syariah. Bahkan kebolehannya dianggap telah demikian jelas sehingga tidak diperlukan lagi fatwa. Alasannya adalah, bila spot boleh dilakukan dan futures (sebagai suatu janji) juga boleh, tentunya swap pun boleh dilakukan. Namun paling tidak, masih ada dua hal yang dapat dipertanyakan dalam praktek ini. Pertama, bagaimana dengan keberatan sebagian ulama akan adanya kompensasi uang untuk transaksi futures. Kedua, transaksi spot dan futures dalam transaksi swap itu haruslah tidak terkait satu sama lain. Kontra argumen dari alasan kedua ini adalah dua transaksi dapat saja disyaratkan terkait, selama syarat sahnya adalah syarat shahih lazim.Bukan hanya swap saja yang dibolehkan, di negeri Jiran ini juga dikembangkan Islamic Futures Contract.39
39
Adiwarman Karim, Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer, hal.133-134
Mengenai pasar uang dan bursa valuta asing, dapat dibenarkan oleh Islam, karena sama halnya seperti jual beli barang lain. Harganya sewaktu-waktu naik dan sewaktu-waktu turun. Lain halnya dengan memonopoli saham, valuta asing untuk tujuan tertentu, sehingga pada suatu ketika orang yang bersangkutan memainkan harganya di bursa efek atau valuta asing. Spekulasi dalam bursa valuta asing adalah melakukan transaksi valas dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan dari turun naiknya kurs suatu mata uang asing. Kerugian dapat terjadi akibat salah antisipasi terhadap ketidakpastian kurs suatu valuta asing tertentu. Dari penjelasan diatas, dapat dipahami bahwa melakukan kegiatan valas hanya bertujuan untuk memperoleh keuntungan yang tidak mengandung riba, karena dalam naik turunnya mata uang telah ada kesepakatan dari beberapa negara. Dalam perkembangannya, transaksi valas makin jauh dari kaidah fiqih. Contoh pertama adalah transaksi margin trading yang merupakan transaksi jual beli valas tanpa pergerakan dana dengan menggunakan sejumlah dana (cash margin) dalam persentase tertentu (misalnya 10%) sebagai jaminan. Contohnya dengan margin 10% untuk transaksi US$ 1 juta, pembeli harus menyediakan dana US$ 100.000. Dalam sehari, bank dapat melakukan transaksi berulangulang. Adapun penyelesaian pembayaran dan perhitungan untung-ruginya dilakukan secara netto saja. Jadi, jual beli valas yang dilakukan bukan untuk memilikinya, melainkan semata-mata untuk spekulasi.
Contoh kedua adalah transaksi futures. Misalnya, A dan B membuat kontrak pada 1 Januari 1999. A akan menjual US$ 1 juta dengan kurs Rp 7.500 per dollar pada 30 Juni 1999, tidak perduli berapa kurs pasar saat itu. Di satu sisi, transaksi ini dapat dipandang sebagai spekulasi, namun di sisi lain dapat dipandang sebagai hedging (melindungi dari gejolak kurs). Ulama kontemporer menolak transaksi ini karena bai’ ad-dayu bi daya (jual beli uang rupiah dengan uang dollar) hanya dapat dilakukan secara tunai. Oleh karena itu, transaksi futures tidak dapat dianggap sebagai transaksi jual beli, tetapi dapat dianggap sebagai janji untuk melakukan transaksi jual beli. Implikasinya, hal dan kewajiban A dan B tidak dapat ditransfer kepada pihak lain. Alasan kedua penolakannya adalah hampir semua transaksi futures tidak dimaksudkan untuk memilikinya, hanya nettonya saja seperti transaksi margin trading.40
40
Adiwarman Karim, Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer, h. 133
BAB IV PELUANG DAN TANTANGAN PENGEMBANGAN PRODUK VALAS DI PT. BANK MUAMALAT INDONESIA, Tbk
A. Praktik Transaksi Valas di Bank Muamalat PT.Bank Muamalat Indonesia Tbk didirikan pada tahun 1991, diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Pemerintah Indonesia, dan memulai kegiatan operasinya pada 1 Syawal 1412 H atau tanggal 27 Mei 1992. Didukung oleh sekelompok pengusaha dan cendikiawan muslim, pendirian Bank Muamalat juga menerima dukungan masyarakat, terbukti dari komitmen pembelian saham Perseroan senilai Rp 84 miliar pada saat penandatanganan akta pendirian Perseroan. Selanjutnya, pada acara silaturahmi pendirian di Istana Bogor, diperoleh tambahan komitmen dari masyarakat Jawa Barat yang turut menanam modal senilai Rp 106 miliar. Pada tanggal 27 Oktober 1994, hanya dua tahun setelah didirikan, Bank Muamalat berhasil menyandang predikat sebagai Bank Devisa. Pengakuan ini semakin memperkokoh posisi Perseroan sebagai Bank Syariah pertama dan terkemuka di Indonesia dengan beragam jasa maupun produk yang terus dikembangkan.41
41
Bank Muamalat Indonesia, Bank Muamalat Laporan Tahunan 2005 Annual Report, (Jakarta: Muamalat Institute, 2006) h.4, t.d
Pada akhir tahun 1990-an, Indonesia dilanda krisis moneter yang memporakporandakan sebagian
besar perekonomian Asia Tenggara. Sektor
perbankan nasional tergolong oleh kredit macet disegmen korporasi, Bank Muamalat pun terimbas dampak krisis. Di tahun 1998, rasio pembiayaan macet (NPF) mencapai lebih dari 60%. Perseroan mencatat rugi sebesar Rp 105 miliar. Ekuitas mencapai titik terendah, yaitu Rp 39,3 miliar, kurang dari sepertiga modal setor awal. Dalam upaya memperkuat permodalannya, Bank Muamalat mencari pemodal yang potensial, dan ditanggapi secara positif oleh Islamic Development Bank (IDB) yang berkedudukan di Jeddah, Arab Saudi. Pada RUPS tanggal 21 Juni 1999 IDB secara resmi menjadi salah satu pemegang saham Bank Muamalat. Oleh karenanya, kurun waktu antara 1999 dan 2002 merupakan masa-masa yang penuh tantangan sekaligus keberhasilan bagi Bank Muamalat. Dalam kurun waktu tersebut, Bank Muamalat berhasil membalikkan kondisi dari rugi menjadi laba berkat upaya dan dedikasi setiap kru Muamalat, ditunjang oleh kepemimpinan yang kuat, strategi pengembangan usaha yang tepat, serta ketaatan terhadap pelaksanaan perbankan syari’ah secara murni. Melalui masa-masa sulit ini, Bank Muamalat berhasil bangkit dari keterpurukan. Diawali dari pengangkatan kepengurusan baru dimana seluruh anggota Direksi diangkat dari dalam tubuh Muamalat, Bank Muamalat kemudian menggelar rencana kerja lima tahun dengan penekanan pada: (i) Restrukturisasi 45
aset dan program efisiensi, (ii) tidak mengandalkan setoran modal tambahan dari para pemegang saham, (iii) tidak melakukan PHK satupun terhadap sumber daya insani yang ada, dan dalam hal pemangkasan biaya, tidak memotong hak kru Muamalat sedikitpun, (iv) pemulihan kepercayaan dan rasa percaya diri kru Muamalat menjadi prioritas utama di tahun pertama kepengurusan Direksi baru, (v) peletakan landasan usaha baru dengan menegakkan disiplin kerja Muamalat menjadi agenda utama di tahun kedua, dan (vi) pembangunan tonggak-tonggak usaha dengan menciptakan serta menumbuhkan peluang usaha menjadi sasaran Bank Muamalat pada tahun ketiga dan seterusnya, yang akhirnya membawa Bank kita, dengan rahmat Allah Rabbul Izzati, ke era pertumbuhan baru memasuki tahun 2005 dan seterusnya. Bahkan hingga akhir tahun 2005, Bank Muamalat tetap merupakan Bank Syariah terkemuka di Indonesia dengan jumlah aktiva sebesar Rp 7,43 triliun, modal disetor sebesar Rp 492,79 miliar serta perolehan laba bersih sebesar Rp 106,66 miliar pada tahun 2005.42 Jasa valuta asing (Bank Notes) merupakan uang kartal asing yang dikeluarkan dan diterbitkan oleh bank di luar negeri. Bank notes dikenal juga dengan istilah “devisa tunai” yang mempunyai sifat-sifat seperti uang tunai. Tidak semua bank notes dapat diperjualbelikan, hal ini tergantung daripada peraturan devisa di negara asal bank notes diterbitkan.
42
Bank Muamalat Indonesia, Bank Muamalat Laporan Tahunan 2005 Annual Report, (Jakarta: Muamalat Institute, 2006), h. 5
Dalam transaksi jual beli bank notes, bank mengelompokkan bank notes ke dalam dua klasifikasi, yaitu bank notes yang lemah dan bank notes yang kuat. Bank biasanya lebih menyukai bank notes yang nilainya kuat ketimbang yang lemah.43 Pengelompokkan bank notes yang kuat berdasarkan kategori sebagai berikut: 1. Bank notes tersebut mudah diperjualbelikan. 2. Nilai tukar terkendali/stabil. 3. Frekuensi penjualan sering terjadi. 4. Dan pertimbangan lainnya. Sedangkan kelompok bank notes yang lemah adalah kebalikan dari bank notes yang kuat. Dalam praktiknya bank tidak selalu menerima penjualan dan pembelian bank notes. Hal ini disebabkan oleh beberapa alasan yaitu:44 1. Kondisi bank notes cacat/rusak. 2. Tergolong dalam valuta lemah. 3. Tidak memiliki persediaan. 4. Diragukan keabsahannya. Penjualan bank notes juga dilakukan antar bank dan juga diperjualbelikan di travel, autorizhed money changer (pedagang valuta asing) dan tempat lainnya. Contoh bank notes yang tergolong dalam kategori kuat adalah sebagai berikut:
43
Kasmir, Manajemen Perbankan, Ed. I, Cet. 7, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2007),
44
Ibid.
h. 120
1. USD: United State Dollar (Amerika) 2. GBP: Great Britain Poundsterling (Inggris) 3. DEM: Deutsche Mark (Jerman) 4. JPY: Japanese Yen (Jepang) 5. HKD: Hongkong Dollar (Hongkong) Sedangkan bank notes yang masuk dalam kategori golongan lemah antara lain: 1. ITL: Italian Lira (Itali) 2. NLG: Netherlands Guilder (Belanda) 3. FRF: French Franc (Perancis) 4. CAD: Canadian Dollar (Canada) 5. NZD: New Zealands Dollar (Selandia Baru) 6. MYR: Malaysian Ringgit (Malaysia) 7. THB: Thailand Baht (Thailand) Di Bank Muamalat sendiri, jenis mata uang yang paling umum digunakan adalah USD, karena hampir semua transaksi import menggunakan mata uang ini. Selain itu, jenis mata uang lainnya yang digunakan di Bank Muamalat Indonesia adalah Euro, Dollar Singapura, Malaysian Ringgit, Real, kemudian jenis mata uang lainnya relatif kecil.45 Dalam transaksi jual beli bank notes bank menggunakan kurs. Kurs ini setiap hari diperoleh dari kurs konversi yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, dimana isinya perbandingan antara nilai tukar mata uang rupiah dengan valuta 45
Brilyano, Kabag. Treasury Officer, Wawancara Pribadi, (Jakarta: 18 November 2008)
asing. Kurs yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia oleh perbankan dijadikan patokan harga mata uang asing tersebut. Dalam transaksi jual beli bank notes ada dua macam kurs yaitu kurs beli (buying rate) dan kurs jual (selling rate). Penggunaan kurs beli dan kurs jual dalam transaksi bank notes adalah sebagai berikut:46 1. Kurs jual pada saat bank menjual, artinya dalam hal ini nasabah membeli. 2. Kurs beli pada saat bank membeli, artinya dalam hal ini nasabah menjual. Transaksi valas di Bank Muamalat dilakukan ketika ada nasabah yang datang ke Teller, kemudian mereka melakukan transaksi, sedangkan penentuan kurs yang berlaku pada hari itu dilakukan oleh Treasury. Bila terjadi fluktuasi valas yang cukup tinggi, maka kita ambil posisi lebar, dimana harga menjadi mahal untuk nasabah.47 Oleh karena itu dalam penerapannya, Bank Muamalat hanya menggunakan transaksi valas dengan akad jual beli untuk sharf-nya adalah sebagai berikut: 1. Transaksi Spot: deal-nya atau kesepakatannya hari ini dan delivery-nya atau pengirimannya (penyerahannya) dua hari. 2. Transaksi Tomorrow (Transaksi Tom): deal-nya atau kesepakatannya hari ini dan delivery-nya atau pengirimannya (penyerahannya) esok hari.
46
47
2009)
Kasmir, Manajemen Perbankan, h. 121-122 Brilyano, Kabag. Treasury Officer, Wawancara Pribadi via telepon, (Jakarta: 3 Maret
3. Transaksi Today (Transaksi Tod): deal-nya atau kesepakatannya hari ini dan delivery-nya atau pengirimannya (penyerahannya) hari ini. Adapun transaksi Today dan Tomorrow merupakan satu kesatuan dari transaksi spot itu sendiri. Transaksi ini dipisahkan dikarenakan tergantung dari valas yang tersedia di Bank Muamalat. Misalnya, jika nasabah membutuhkan dollar saat ini dan di Bank Muamalat belum tersedia maka menggunakan transaksi Tomorrow atau transaksi Spot, dimana penyerahannya dilakukan keesokan harinya atau dua hari setelah tanggal kontrak (persetujuan).48 Dalam pelaksanaan jual beli mata uang, Bank Muamalat juga mengacu kepada Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.32/34/KEP/DIR tentang Bank Umum berdasarkan Prinsip Syariah, dimana transaksi jual beli mata uang boleh dilakukan oleh lembaga keuangan syariah dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Motif transaksi jual beli tersebut harus jelas yaitu untuk mendukung transaksi komersial, seperti transaksi perdagangan barang dan jasa antarnegara. 2. Transaksi jual beli mata uang dilakukan bukan
untuk memperoleh
keuntungan dari naik turunnya nilai suatu mata uang. 3. Apabila transaksi jual beli tersebut dilakukan terhadap mata uang sejenis, maka harus sama nilainya dan dilakukan dengan cara tunai.
48
2009)
Brilyano, Kabag. Treasury Officer, Wawancara Pribadi via telepon, (Jakarta: 3 Maret
4. Apabila berlainan jenis, maka harus dilakukan sesuai dengan market rate yang berlaku pada saat transaksi dan dilakukan dengan cara tunai. B. Peluang dan Tantangan Pengembangan Produk Valas di Bank Muamalat Peluang transaksi valas di Bank Muamalat adalah karena adanya permintaan dari nasabah. Ketika nasabah membutuhkan valas maka pihak Bank Muamalat membelikan atau menyediakannya kemudian dijual kepada nasabah. 49 Karena Bank Muamalat sendiri tidak mengambil keuntungan dari kenaikan atau penurunan dari nilai valas. Penentuan kurs ini mengacu pada kurs yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia. Sedangkan margin keuntungan yang ditetapkan di Bank Muamalat merupakan kompensasi dari berapa biaya yang dibutuhkan untuk menyimpan mata uang tadi, atau dengan kata lain, yaitu dilihat dari segi biaya
perawatan,
pengamanannya,
dan
pemeliharaannya.
Guna
untuk
mengantisipasi perubahan harga.50 Adapun tantangan yang dihadapi Bank Muamalat dalam transaksi valas adalah ketika terjadi fluktuasi valas yang cukup tinggi, maka kita mengambil ‘posisi lebar’, yaitu harga atau kurs yang ditetapkan menjadi mahal untuk nasabah.51
49
Brilyano, Kabag. Treasury Officer, Wawancara Pribadi via telepon, (Jakarta: 3 Maret
2009) 50
51
2009)
Brilyano, Kabag. Treasury Officer, Wawancara Pribadi, (Jakarta: 18 November 2008) Brilyano, Kabag. Treasury Officer, Wawancara Pribadi via telepon, (Jakarta: 3 Maret
Wawancara lapangan menunjukkan, meski resiko negara tampaknya tidak menjadi persoalan besar bagi investor Islam sekaligus investor yang lain, resiko mata uang merupakan masalah penting. Untuk melindungi diri dari resiko mata uang, transaksi seringkali dilakukan dengan mata uang dolar, ataupun nilai mata uang dijamin oleh pihak ketiga. Membatasi resiko mata uang jauh lebih sulit bagi para investor Islam daripada investor lain, karena langkah untuk menekan resiko yang umumnya digunakan dalam keuangan konvensional secara teoritis tidak tersedia bagi para investor Islam. Kontrak mata uang berjangka dilarang karena harga sekaligus pertukaran moneternya ditangguhkan di kemudian hari. Opsi put dan call dilarang karena keduanya mengandung spekulasi. Suku bunga dan tukar menukar mata uang dilarang karena mengandung bunga (riba). 52 C. Peluang Pengembangan Islamic Swap di Bank Muamalat Terakhir, mungkin akan timbul pertanyaan dengan demikian adakah alternatif untuk pihak-pihak yang ingin melakukan lindung nilai. Diperlukan adanya instrumen lindung nilai yang islami, lepas dari riba dan gharar yang berlebihan. Ada beberapa instrumen islami yang ada dan mulai dikembangkan oleh beberapa negara. Semisal, bai’ salam, bai’ istisna’ dan swap syariah (islamic
52
Frank E. Vogel dan Samuel L. Hayes, III, Hukum Keuangan Islam: Konsep, Teori dan Praktik, Cet.I, (Bandung: Nusamedia, 2007), h. 238-239
swap). Tentunya diperlukan pengembangan lebih jauh terhadap kontrak-kontrak ini sehingga ramah pasar, tetapi tetap berlandaskan syariah.53 Menurut Rifki Ismail, M.A, Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia, bahwa mekanisme currency swap islami adalah dimana A yang saat ini mempunyai rupiah menukarkan rupiahnya tersebut dengan dollar yang dimiliki oleh B untuk jangka waktu tertentu. di akhir masa transaksi, A akan kembali mendapatkan rupiahnya demikian pula B kembali mendapatkan dollarnya dalam jumlah yang sama seperti saat mereka melakukan swap di awal periode tanpa adanya pembayaran premi. Berbeda dengan transaksi swap seperti contohnya currency swap (pertukaran mata uang). currency swap adalah suatu transaksi yang menukarkan mata uang domestik dengan mata uang asing di saat ini untuk periode tertentu ke depan (6 bulan, 12 bulan, dan sebagainya) dan memperoleh kembali mata uang domestik di akhir periode transaksi. Hal ini dilakukan dalam rangka mengantisipasi perubahan nilai tukar ke depan (rupiah semakin melemah terhadap dollar) dan tentunya terdapat premi yang harus dibayar oleh pihak yang melakukan transaksi swap tersebut. Dalam konsep ekonomi Islam, mekanisme transaksi swap konvensional di atas tidak diperbolehkan, karena terdapat unsur spekulasi dan keharusan pembayaran premi swap. Adanya unsur spekulasi, apabila rupiah ditukar dengan
53
Muhammad Gunawan Yasni, Ekonomi Sufistik: Adil dan Membahagiakan, Cet.I, (Bandung: Mizan, 2007), h. 140
dollar untuk mendapatkan rupiah yang lebih banyak di akhir periode transaksi swap, yaitu ketika rupiah diyakini akan semakin melemah terhadap dollar. Sedangkan premi swap antara lain merepresentasikan selisih tingkat bunga investasi kedua mata uang, perkiraan apresiasi/depresiasi nilai tukar ke depan dan biaya lain-lain.54 a) Selisih tingkat bunga investasi kedua mata uang; sebagai contoh, apabila bunga simpanan rupiah per tahun 7% sedangkan bunga simpanan dollar per tahun hanya 3%, maka pihak yang diberikan rupiah harus membayar selisih 4% kepada pihak yang diberikannya dollar. b) Perkiraan apresiasi/depresiasi nilai tukar ke depan; sebagai contoh, apabila kurs awal 1 USD=Rp 10.000 dan diperkirakan kurs ke depan menjadi 1 USD=Rp 10.050 maka perhitungan premi adalah: (Rp 50/Rp 10.000) x (360/jangka waktu swap) x 100%. c) Sementara itu biaya lain-lain mencakup biaya administrasi. Dalam hal ini Islam melarang transaksi yang memastikan perolehan keuntungan (return) di masa datang yang berwujud suku bunga. Adapun yang dimaksud dengan depresiasi adalah turunnya nilai tukar Rupiah terhadap mata uang asing (Dollar). Misalnya tadinya 1 USD=Rp 10.000 menjadi 1 USD=Rp 10.050, dengan kata lain, depresiasi Rupiah menyebabkan semakin banyak Rupiah yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan 1 unit Dollar.
54
Rifki Ismail, Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia, Islamic Cerrency Swap, artikel diakses dari http://www.rifkiismail.com/ pada tanggal akses, 23 Januari 2008
Sedangkan apresiasi adalah kebalikan dari depresiasinya Rupiah, yaitu naiknya nilai tukar Rupiah terhadap mata uang asing (Dollar).55 Aplikasi dalam transaksi ekspor impor dapat diilustrasikan sebagai berikut: eksportir A yang berkedudukan di Indonesia pada tanggal 1 Mei 2005 mengekspor kerajinan tangan ke Amerika sebesar 1000 USD atau dengan kurs 1 USD =Rp 10.000 setara dengan Rp 10.000.000. Sementara itu, eksportir B yang berkedudukan di Amerika juga mengekspor elektronik ke Indonesia pada hari yang sama senilai 2000 USD atau setara dengan Rp 20.000.000. A yang mendapatkan hasil ekspor 1000 USD khawatir akan fluktuasi (perubahan) nilai tukar dollar terhadap rupiah 6 bulan ke depan (khawatir rupiah menguat) demikian pula si B yang mendapatkan hasil ekspor senilai Rp 20.000.000 (khawatir dollar menguat). Oleh karena itu, pada 1 Mei 2005 mereka sepakat untuk melakukan Islamic currency swap agar nilai mata uang yang mereka pegang saat ini tetap berada pada kurs 1 USD=Rp 10.000 pada tanggal 1 November 2005 nanti dan terhindar dari risiko perubahan kurs rupiah terhadap dollar. Caranya yaitu A memberikan 1000 USD kepada B, dan B memberikan Rp 10.000.000 kepada A. Pada 1 November nanti A berjanji akan memberikan kembali Rp 10.000.000 kepada B, demikian pula B akan memberikan 1000 USD milik A tanpa adanya kewajiban membayar premi oleh kedua pihak.
55
Aris Budi Setiawan, Perekonomian Indonesia, Ed. Pertama, Cet. Pertama, (Jakarta: Universitas Gunadarma, 1997), h. 69
Oleh A, perolehan Rp 10.000.000 digunakan sebagai modal operasional usahanya 6 bulan ke depan, demikian pula B, sehingga proses produksi tetap berjalan dan mereka secara otomatis telah melakukan hedging terhadap pendapatan mereka ke depan. Apabila A memperoleh keuntungan yang besar dalam usahanya, A dapat saja memberikan hadiah uang tambahan kepada B, misalnya mengembalikan sebesar Rp 11.000.000 tanggal 1 November nanti. Namun hal ini bersifat sukarela dan tanpa paksaan sehingga berbeda sifatnya dengan premi swap. Selain itu, A dan B dapat pula melakukan perjanjian bagi hasil usaha sebagai kesepakatan bersama dalam transaksi Islamic Currency Swap sehingga di akhir periode transaksi mereka tidak akan hanya mendapatkan kembali uang mereka namun juga pendapatan ekstra bagi hasil usaha.56 Selain dalam kasus ekspor-impor di atas, kasus yang marak terjadi selama ini adalah currency swap konvensional di bidang perbankan. Sebagai ilustrasi, perusahaan A di Jakarta memperoleh dana dari investor senilai Rp 100.000.000 dari hasil menerbitkan obligasi yang jatuh tempo 2 tahun ke depan dengan tingkat bunga obligasi 5% per tahun atau Rp 5.000.000 per tahun. Perusahaan A kemudian melakukan transaksi swap konvensional 2 tahun dengan bank C yaitu dengan menukarkan Rp 100.000.000 miliknya tersebut dengan USD 10.000 (kurs USD 1= Rp 10.000) dari bank C. Oleh karena bank C dapat mendepositokan Rp 100.000.000 dengan bunga 7% per tahun, sementara A yang memegang dollar
56
Rifki Ismail, Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia, Islamic Cerrency Swap, artikel diakses dari http://www.rifkiismail.com/ pada tanggal akses, 23 Januari 2008
hanya akan memperoleh bunga 3% dari deposito dollar maka, bank C akan membayar premi sebesar 4% kepada A (asumsi kurs tetap dan tidak ada biaya lain-lain). Oleh A, dana USD 10.000 tersebut didepositokan ke bank asing di LN (Luar Negeri) mengingat suku bunga deposito dollar di LN lebih besar daripada di dalam negeri antara lain karena naiknya Fed Fund Rate (suku bunga Bank Sentral Amerika). Apabila suku bunganya 10% per tahun maka perolehan A setahun dari bunga deposito adalah USD 1000 atau senilai Rp 10.000.000. selain itu, A memperoleh pembayaran premi swap dari bank C sebesar Rp 4.000.000 (4% dari Rp 100.000.000). Sehingga total penerimaan A adalah Rp 14.000.000 sedangkan biaya bunga obligasi hanya Rp 5.000.000 per tahun sehingga A memperoleh keuntungan senilai Rp 9.000.000 per tahun. Beberapa nilai lebih dari penerapan Islamic swap antara lain: 1. Merupakan hedging (lindung nilai) terhadap penghasilan 2. Mendukung proses produksi sehingga meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan menyerap tenaga kerja 3. Pertambahan asset finansial (dana) akan sejalan dengan pertambahan jumlah asset riil (barang) karena diterapkannya sistem bagi hasil sehingga tentunya hal ini tidak menimbulkan inflasi 4. Mendukung perkembangan ekonomi dan perbankan Islam
5. Tidak ada pihak yang dirugikan bahkan saling diuntungkan serta sesuai dengan syariah Islam.57 Bila ditinjau dari penjelasan diatas, kita telah memahami bahwa praktek dan keberadaan valuta asing di pasar dunia dibolehkan dan tidak menjadi persoalan. Asalkan tidak melanggar aturan yang telah ditetapkan dewan syariah. Dengan adanya kegiatan dalam valuta asing ini, negara-negara menjadi lebih terbantu melancarkan usahanya antar negara yang mempunyai kepentingan. D. Analisis Penulis Bank Muamalat saat ini masih terbatas dan masih kaku. Hal ini disebabkan di Bank Muamalat hanya menerapkan transaksi spot dalam transaksi valas, sedangkan transaksi valas yang bukan spot seperti transaksi forward, swap, dan option tidak diperbolehkan. Karena mengacu pada fatwa MUI No.28/DSNMUI/III/2002 bahwa seluruh transaksi valuta asing yang bukan spot adalah haram, maka forward transaction dan swap adalah haram. Namun banyak pendapat yang membenarkan transaksi swap secara Islam. Seperti halnya di Malaysia, Bahrain, Qatar, dan di negara-negara Arab lainnya yang menerapkan Islamic Swap dalam transaksi valas guna meng-hedging kekayaan perusahaan terhadap penurunan nilai tukar valuta asing dalam perdagangan internasional. Hal ini dikarenakan Bank Muamalat memegang prinsip kehati-hatian dalam menjalankan transaksi valas agar tidak berlawanan dengan prinsip Islam 57
Rifki Ismail, Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia, Islamic Cerrency Swap, artikel diakses dari http://www.rifkiismail.com/ pada tanggal akses, 23 Januari 2008
atau kaidah fiqh itu sendiri. Dimana dengan adanya ‘bunga’ sudah membuat transaksi valas menjadi ‘haram’ jika transaksi tersebut lewat dari 1 hari. Akibatnya trader muslim harus membatasi diri dengan melakukan transaksitransaksi ‘intraday’ (spot) saja untuk menghindarkan adanya swap. Akan tetapi dalam transaksi Islamic Swap tidak ada keharusan membayar premi
swap,
dimana
dalam
perhitungan
premi
swap,
yaitu
dengan
merepresentasikan selisih tingkat bunga investasi kedua mata uang. Islamic Swap jelaslah bukan gharar, sebab dalam kontrak berjangkanya, jenis komoditi yang dijual-belikan sudah ditentukan. Begitu juga dengan jumlah, mutu, tempat dan waktu penyerahannya. Semuanya berjalan di atas rel resmi yang ketat, sebagai antisipasi terjadinya praktek penyimpangan berupa penipuan, satu hal yang sebetulnya bisa juga terjadi pada praktik jual-beli konvensional. Pada intinya, sesuatu yang dilarang oleh Islam adalah sesuatu yang cenderung mendatangkan kerugian atau mudharat. Penyelenggaraan perdagangan berjangka, bisa memberikan manfaat yang luas, baik terhadap individu maupun pertumbuhan ekonomi sebuah negara. Antara lain, lantaran ia mempunyai fungsi pembentukan harga (price discovery) yang transparan.Disisi lain, kegiatan perdagangan berjangka bisa dikatakan beresiko tinggi. Tapi, tidak tepat jika lantas disimpulkan bahwa hal itu mengundang praktik spekulasi yang berbau judi. Ada banyak perbedaan fundamental antara perdagangan berjangka dengan judi, paling tidak jika dilihat dari manfaat ekonomi, penguasaan terhadap pengetahuan (kemampuan analisis) yang harus dimiliki, serta eksistensi risiko itu sendiri.
Kalau soal risiko, seperti kata orang bijak, kehidupan manusia tidak bisa dilepaskan dengan risiko. Persoalannya, bagaimana mengantisipasi atau meminimalisir kemungkinan terjadinya risiko itu dalam perdagangan berjangka, justru itulah yang dilakukan, tepatnya melalui hedging.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Dari keterangan pada bab sebelumnya, dapat penulis simpulkan bahwa: 1. Operasionalisasi jual beli valas di Bank Muamalat adalah untuk memenuhi kebutuhan bank sendiri dan nasabah. Jika nasabah membutuhkan valas, maka bank akan membelikan atau menyediakannya kemudian dijual kepada nasabah. Karena Bank Muamalat Indonesia tidak mengambil posisi atau mengambil keuntungan dari kenaikan atau penurunan dari nilai valas. Jadi kalau hari ini kebutuhannya besar, kita beli hari ini. Contohnya, ada nasabah yang akan import barang ke luar negeri dimana ia membutuhkan mata uang USD, maka kita menyediakan USD dengan cara membeli USD di Market atau pasar uang kemudian kita jual lagi kepada nasabah. Dimana akad yang digunakan di Bank Muamalat Indonesia adalah akad jual beli (sharf), dengan transaksi-transaksi sebagai berikut: a. Transaksi Spot: deal-nya atau kesepakatannya hari ini dan delivery-nya atau pengirimannya (penyerahannya) dua hari. b. Transaksi Tomorrow (Transaksi Tom): deal-nya atau kesepakatannya hari ini dan delivery-nya atau pengirimannya (penyerahannya) esok hari.
61 c. Transaksi Today (Transaksi Tod): deal-nya atau kesepakatannya hari ini dan delivery-nya atau pengirimannya (penyerahannya) hari ini. 2. Peluang transaksi valas di Bank Muamalat adalah karena adanya permintaan dari nasabah. Ketika nasabah membutuhkan valas maka pihak Bank Muamalat membelikan atau menyediakannya kemudian dijual kepada nasabah. Adapun tantangan yang dihadapi Bank Muamalat dalam transaksi valas adalah ketika terjadi fluktuasi valas yang cukup tinggi, maka kita mengambil ‘posisi lebar’, yaitu harga atau kurs yang ditetapkan menjadi mahal untuk nasabah. 3. Islamic Swap atau swap secara Islami merupakan salah satu produk syariah dalam transaksi valas, selain daripada spot. Swap Islami adalah dimana A yang saat ini mempunyai rupiah menukarkan rupiahnya tersebut dengan dollar yang dimiliki oleh B untuk jangka waktu tertentu. di akhir masa transaksi, A akan kembali mendapatkan rupiahnya demikian pula B kembali mendapatkan dollarnya dalam jumlah yang sama seperti saat mereka melakukan swap di awal periode tanpa adanya pembayaran premi. Peluang pengembangan produk Islamic Swap antara lain: 1. Merupakan hedging (lindung nilai) terhadap penghasilan. 2. Mendukung proses produksi sehingga meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan menyerap tenaga kerja.
3. Pertambahan asset finansial (dana) akan sejalan dengan pertambahan jumlah asset riil (barang) karena diterapkannya sistem bagi hasil sehingga tentunya hal ini tidak menimbulkan inflasi. 4. Mendukung perkembangan ekonomi dan perbankan Islam. 5. Tidak ada pihak yang dirugikan bahkan saling diuntungkan serta sesuai dengan syariah Islam. Bila ditinjau dari penjelasan di atas, kita telah memahami bahwa praktek dan keberadaan valuta asing di pasar dunia dibolehkan dan tidak menjadi persoalan. Asalkan tidak melanggar aturan yang telah ditetapkan dewan syariah. Dengan adanya kegiatan dalam valuta asing ini, negara-negara menjadi lebih terbantu melancarkan usahanya antar negara yang mempunyai kepentingan. B. Saran Bank Muamalat saat ini masih terbatas dan masih kaku. Hal ini disebabkan di Bank Muamalat hanya menerapkan transaksi spot dalam transaksi valas. Karena mengacu pada fatwa MUI No.28/DSN-MUI/III/2002 bahwa seluruh transaksi valuta asing yang bukan spot adalah haram, maka forward transaction dan swap adalah haram. Namun banyak pendapat yang membenarkan transaksi swap secara Islam. Seperti halnya di Malaysia, Bahrain, Qatar, dan di negaranegara Arab lainnya yang menerapkan Islamic Swap dalam transaksi valas guna meng-hedging kekayaan perusahaan terhadap penurunan nilai tukar valuta asing dalam perdagangan internasional.
Jadi, meskipun pada waktu akad barangnya tidak ada, namun ada kepastian diadakan pada waktu diperlukan sehingga bisa diserahkan kepada pembeli, maka jual beli tersebut sah. Sebaliknya, kendati barangnya sudah ada tapi karena satu dan lain hal, tidak mungkin diserahkan kepada pembeli, maka jual beli itu tidak sah. Perdagangan berjangka, jelas, bukan garar. Sebab, dalam kontrak berjangkanya, jenis komoditi yang dijual-belikan sudah ditentukan. Begitu juga dengan jumlah, mutu, tempat dan waktu penyerahannya. Semuanya berjalan di atas rel aturan resmi yang ketat, sebagai antisipasi terjadinya praktek penyimpangan berupa penipuan satu hal yang sebetulnya bisa juga terjadi pada praktik jual-beli konvensional. Kita sebagai umat Islam yang juga merupakan warga Negara Indonesia sudah selayaknya untuk dapat berhijrah dari sistim konvensional kepada sistim ekonomi yang berlandaskan syariah Islam untuk dapat memajukan nilai-nilai Islam dalam kehidupan yang ada pada ajaran agama Islam. Diharapkan produk Islamic swap ini dapat diterima dan dapat dikembangkan di bank-bank syariah di Indonesia karena kebutuhan masyarakatnya dalam melakukan transaksi valas di dalam hubungan perdagangan internasional agar tidak berpengaruh terhadap perubahan nilai tukar valuta asing. Pengembangan produk dalam bank syariah seringkali terjebak diantara kedua aturan yang saling tarik menarik, yaitu syariah dan hukum positif. Perlu ada upaya bersama untuk mencari jalan keluar, misalnya menyusun undang-undang
bank syariah tersendiri. Hal ini amat penting agar bank syariah dapat menunjukkan ciri khas produknya dari yang dimiliki bank konvensional. Pengembangan produk dalam perbankan syariah dapat mengikuti arah perbankan konvensional, tetapi asas-asas produk syariah tidak boleh ditinggalkan. Semua produk syariah dapat diterapkan untuk semua jenis kategori, tetapi harus mengikuti konsekwensinya. Perlu adanya usaha terus menerus mengembangkan teknis keuangan untuk memberikan alternatif bagi perbankan syariah terhadap produk keuangan di dunia konvensional. Rujukan (benchmark) keuangan merupakan contoh yang paling jelas dalam hal ini. Pengembangan produk bukan saja melibatkan sumber daya yang ada dalam penelitian dan pengembangan, tetapi juga sumber daya yang mengerti dan mendalami syariah, karena sumber daya manusia yang ada di bank syariah sekarang ini belum memiliki pengetahuan di kedua bidang itu secara simultan.
DAFTAR PUSTAKA
Terjemahan Al Qur’an dan Al Hadits. Anshori, Abdul Ghofur. Perbankan Syariah di Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2007. Antonio, Muhammad Syafi’i. Bank Syariah dari Teori ke Praktek. Cet.I. Jakarta: Gema Insani Press, 2001. Abimanyu Ph.D., Yoopi. Memahami Kurs Valuta Asing. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2004. Achmad Baraba, Prinsip Dasar Operasional Perbankan Syariah. Ad-Duwaisy, Syaikh ‘Isa bin Ibrahim. Jual Beli yang Dibolehkan dan yang Dilarang. Cet.Pertama. Bogor: Pustaka Ibnu Katsir, 2005.. Bank Muamalat Indonesia. Bank Muamalat Laporan Tahunan 2005 Annual Report. Jakarta: Muamalat Institute, 2006. Berlianta, Heli Charisma. Mengenal Valuta Asing. Cet.I. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2004. Brilyano, Kabag.Treasury Officer, Wawancara Pribadi, (Jakarta: 18 November 2008). Cecep Maskanul Hakim, Tim Penelitian dan Pengembangan Bank Syariah-DPNP. Problem Pengembangan Produk dalam Bank Syariah. 66
Dewan Redaksi Ensiklopedi Hukum Islam. Ensiklopedi Hukum Islam. Jilid 5. Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Houve, 1997. Gurtno, Kamus Ekonomi Bisnis dan Perbankan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1996. Hamdy, Hady. Manajemen Keuangan Internasional. Cet.Pertama. Jakarta: Yayasan Administrasi Indonesia, 2005. Jusuf, Jopie. Panduan Dasar untuk Account Officer. Cet.Pertama. Jakarta: Intermedia Jakarta, 1992. Karim, Ir.H.Adiwarman A. S.E.,M.B.A, M.A.E.P. Ekonomi Islam Kajian Kontemporer. Cet.I. Jakarta: Gema Insani Press, 2001. Karim, Ir.H.Adiwarman A. S.E.,M.B.A, M.A.E.P. Fikih Ekonomi Keuangan Islam. Jakarta: Darul Haq, 2004 Kasmir. Manajemen Perbankan. Ed.I. Cet.7. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2007. Muhammad, Drs.Abubakar. Terjemahan Subulussalam III. Surabaya: Al Ikhlas, 1995. Rahman, Afzalur. Doktrin Ekonomi Islam. Jilid 2, Terjemahan Drs. Soeroyo,M.A dan Drs.Nastangin. Yogyakarta: Penerbit Dana Bhakti Wakaf, 1995. Setiawan, Aris Budi. Perekonomian Indonesia. Ed.Pertama. Cet.Pertama. Jakarta: Universitas Gunadarma, 1997.
Siregar, Mulya E. Peneliti Bank Senior, Tim Penelitian dan Pengembangan Bank Syariah, DPNP, Bank Indonesia. Manajemen Moneter Alternatif dan Penerapannya di Indonesia. Siamat, Dahlan. Manajemen Lembaga Keuangan. Ed.Kedua. Jakarta: Fakultas Ekonomi UI, 1999. Siamat, Dahlan. Manajemen Lembaga Keuangan. Jakarta: Intermedia, 1995. Sjahdeini, Sutan Remy. Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia. Cet.III. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2007. Soehartono, Irawan. Metode Penelitian Sosial. Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1992. Soedarsono, Heri. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Ed.II. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004. Tupanno, A. W. J. et. al. Ekonomi dan Koperasi. Jakarta: Depdikbud, 1982. Tim Penulis DSN-MUI. Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional. Jakarta: DSNBI, 2003. Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Depdikbud-Balai Pustaka, 2002. Vogel, Frank E., dan Samuel L. Hayes, III. Hukum Keuangan Islam: Konsep, Teori dan Praktik. Cet.I. Bandung: Nusamedia, 2007. Yasni, Muhammad Gunawan. Ekonomi Sufistik: Adil dan Membahagiakan. Cet.I. Bandung: Mizan, 2007.
BERITA ACARA WAWANCARA ANALISIS TRANSAKSI VALAS DI BANK MUAMALAT INDONESIA
Nama
: Brilyano
Jabatan
: Kabag. Treasury Officer
Tanggal
: Selasa, 18 November 2008
Tempat wawancara
: Bank Muamalat Indonesia Gedung Artha loka Lt. 5 Jl. Jendral Sudirman No. 2 Jakarta
PERTANYAAN
Tanya : Bagaimana penerapan transaksi valas di Bank Muamalat Indonesia? Jawab : Bank Muamalat Indonesia dalam hal penerapannya melakukan transaksi valas untuk memenuhi kebutuhan bank sendiri dan kebutuhan nasabah. Jika nasabah butuh valas maka kita menyediakannya atau membelinya kemudian kita jual kepada nasabah. Karena kita bank syariah tidak mengambil posisi, artinya kita tidak mengambil keuntungan dari kenaikan atau penurunan dari nilai valas. Contohnya, jika ada nasabah akan import barang ke luar negeri, dimana ia membutuhkan USD, maka kita menyediakan USD dengan membeli USD ke market atau pasar kemudian kita jual lagi ke nasabah. Tanya : Akad apa saja yang digunakan?
Jawab : Akad yang digunakan di Bank Muamalat Indonesia adalah dengan akad jual beli untuk sharf-nya dengan transaksi-transaksi sebagai berikut: 4. Transaksi Spot: transaksi pembelian atau penjualan valas dengan penyerahan dua hari kerja setelah tanggal transaksi, yaitu deal-nya atau kesepakatannya
hari
ini
dan
delivery-nya
atau
pengirimannya
(penyerahannya) dua hari. 5. Transaksi Tomorrow (Transaksi Tom): transaksi pembelian atau penjualan valas dengan penyerahan satu hari kerja setelah tanggal transaksi, yaitu deal-nya
atau
kesepakatannya
hari
ini
dan
delivery-nya
atau
pengirimannya (penyerahannya) esok hari. 6. Transaksi Today (Transaksi Tod): transaksi pembelian atau penjualan valas dengan penyerahan pada saat hari yang sama, yaitu deal-nya atau kesepakatannya
hari
ini
dan
delivery-nya
atau
pengirimannya
(penyerahannya) hari ini. Tanya : Berapa omzet transaksi valas? Jawab : Tergantung kebutuhan atau permintaan akan pertukaran valas, jika hari ini kebutuhan akan transaksi valas besar maka barulah kita beli. Tanya : Mata uang apa saja yang digunakan dalam transaksi valas, dan berapa hari proses riilnya? Jawab : Jenis mata uang yang paling umum digunakan adalah USD, karena hampir semua transaksi import menggunakan mata uang ini. Selain itu, jenis mata uang lainnya yang digunakan di Bank Muamalat Indonesia adalah Euro, Dollar Singapura, Malaysian Ringgit, kemudian jenis mata uang lainnya relatif kecil. Sedangkan untuk proses riilnya, Bank Muamalat Indonesia menggunakan transaksi spot, today, dan tomorrow. Tanya : Kapan lahirnya produk sharf di Bank Muamalat Indonesia?
Jawab : Sejak tahun 1991 didirikan, dari kita menjadi bank devisa maka selanjutnya pada tahun 1992-1994 barulah ada produk sharf yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan karena kita sudah menjadi bank devisa. Tanya : Apa yang mendasari lahirnya produk sharf di Bank Muamalat Indonesia? Jawab : Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, yang mendasari lahirnya produk sharf adalah
untuk
memenuhi kebutuhan.
Jika butuh barulah kita
menyediakan mata uang asing, baik kita simpan di bank sendiri ataupun di bank lain seperti di citybank, JP Morgan dan bank-bank lainnya.
Tanya : Bagaimana prosedur Bank Muamalat Indonesia untuk dapat mengeluarkan suatu produk sharf? Jawab : Prosedur yang berlaku di Bank Muamalat Indonesia untuk dapat mengeluarkan suatu produk sharf diawali dengan melalui analisa oleh Devisi Pengembangan Produk (Bussines Development) yang hasilnya diserahkan ke Direksi, dan jika analisa tersebut disetujui oleh Direksi, maka diteruskan ke Dewan Pengawas Syariah (DPS) Bank Muamalat Indonesia. Di DPS inilah yang menentukan apakah suatu produk dapat diaplikasikan atau tidak. Tanya : Bagaimana Bank Muamalat Indonesia menentukan kurs yang akan dipakai dalam transaksi sharf? Jawab : Adapun cara yang dilakukan Bank Muamalat Indonesia dalam menentukan kurs yang dipakai dalam transaksi sharf adalah dengan terus memantau perkembangan harga valas yang ada di bank-bank devisa maupun institusi yang bergerak dalam valas baik dalam negeri maupun luar negeri. Dari nilai harga yang ada, Bank Muamalat Indonesia menentukan nilai relevan yang dipakai untuk transaksi sharf. Hal ini dilakukan agar Bank Muamalat Indonesia dapat bersaing dengan bank-bank devisa lain.
Tanya : Bagaimana Bank Muamalat Indonesia mengambil margin keuntungan di dalam transaksi sharf? Jawab : Margin keuntungan merupakan kompensasi dari berapa biaya yang kita butuhkan untuk menyimpan mata uang tadi, dimana kita harus menyimpan dollarnya, brankas yang aman dan rapi. Atau dengan kata lain, yaitu dilihat dari segi biaya perawatan, pengamanannya dan pemeliharaannya. Guna untuk mengantisipasi perubahan harga. Tanya : Karakteristik apa saja dalam transaksi valas yang ada di Bank Muamalat Indonesia? Jawab : Karakteristik transaksi valas yang ada di Bank Muamalat Indonesia adalah sebagai berikut: 1. Transaksi jual beli ini menggunakan akad sharf. 2. Menggunakan kurs jual beli yang ditetapkan oleh Bank Muamalat Indonesia. 3. Perhitungan kurs jual beli valas harus didasarkan pada valuta rupiah. 4. Jual beli valas dapat dilakukan dengan tunai atau pendebetan rekening. 5. Bank note yang diperjualbelikan harus tanpa cacat dan sesuai ketentuan Bank Muamalat Indonesia.
Jakarta, 18 November 2008 Narasumber
Brilyano Kabag. Treasury Officer
FATWA MUI TENTANG PERDAGANGAN VALAS58 Fatwa Dewan Syari'ah Nasional Majelis Ulama Indonesia no: 28/DSN-MUI/III/2002, tentang Jual Beli Mata Uang (Al-Sharf). Menimbang : a. Bahwa dalam sejumlah kegiatan untuk memenuhi berbagai keperluan, seringkali diperlukan transaksi jual-beli mata uang (al-sharf), baik antar mata uang sejenis maupun antar mata uang berlainan jenis. b. Bahwa dalam 'urf tijari (tradisi perdagangan) transaksi jual beli mata uang dikenal beberapa bentuk transaksi yang status hukumnya dalam pandang ajaran Islam berbeda antara satu bentuk dengan bentuk lain. c. Bahwa agar kegiatan transaksi tersebut dilakukan sesuai dengan ajaran Islam, DSN memandang perlu menetapkan fatwa tentang al-Sharf untuk dijadikan pedoman. Mengingat : " Firman Allah, QS. Al-Baqarah[2]:275: "...Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba..." " Hadis nabi riwayat al-Baihaqi dan Ibnu Majah dari Abu Sa'id al-Khudri:Rasulullah SAW bersabda, 'Sesungguhnya jual beli itu hanya boleh dilakukan atas dasar kerelaan (antara kedua belah pihak)' (HR. al-baihaqi dan Ibnu Majah, dan dinilai shahih oleh Ibnu Hibban). " Hadis Nabi Riwayat Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, Nasa'i, dan Ibn Majah, dengan teks Muslim dari 'Ubadah bin Shamit, Nabi s.a.w bersabda: "(Juallah) emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, sya'ir dengan sya'ir, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam (denga syarat harus) sama dan sejenis serta secara tunai. Jika jenisnya berbeda, juallah sekehendakmu jika dilakukan secara tunai.". " Hadis Nabi riwayat Muslim, Tirmidzi, Nasa'i, Abu Daud, Ibnu Majah, dan Ahmad, dari Umar bin Khattab, Nabi s.a.w bersabda: "(Jual-beli) emas dengan perak adalah riba kecuali (dilakukan) secara tunai.". " Hadis Nabi riwayat Muslim dari Abu Sa'id al-Khudri, Nabi s.a.w bersabda: Janganlah kamu menjual emas dengan emas kecuali sama (nilainya) dan janganlah menambahkan sebagian atas sebagian yang lain; janganlah menjual perak dengan perak kecuali sama (nilainya) dan janganlah menambahkan sebagaian atas sebagian yang lain; dan janganlah menjual emas dan perak tersebut yang tidak tunai dengan
58
http://www.mui.or.id , tanggal akses 23 Januari 2008
yang tunai. " Hadis Nabi riwayat Muslim dari Bara' bin 'Azib dan Zaid bin Arqam : Rasulullah saw melarang menjual perak dengan emas secara piutang (tidak tunai). " Hadis Nabi riwayat Tirmidzi dari Amr bin Auf: "Perjanjian dapat dilakukan di antara kaum muslimin, kecuali perjanjian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram." " Ijma. Ulama sepakat (ijma') bahwa akad al-sharf disyariatkan dengan syarat-syarat tertentu. Memperhatikan : 1. Surat dari pimpinah Unit Usaha Syariah Bank BNI no. UUS/2/878 2. Pendapat peserta Rapat Pleno Dewan Syari'ah Nasional pada Hari Kamis, tanggal 14 Muharram 1423H/ 28 Maret 2002. MEMUTUSKAN Dewan Syari'ah Nasional Menetapkan : FATWA TENTANG JUAL BELI MATA UANG (AL-SHARF). Pertama : Ketentuan Umum Transaksi jual beli mata uang pada prinsipnya boleh dengan ketentuan sebagai berikut: a.Tidak untuk spekulasi (untung-untungan). b.Ada kebutuhan transaksi atau untuk berjaga-jaga (simpanan). c.Apabila transaksi dilakukan terhadap mata uang sejenis maka nilainya harus sama dan secara tunai (at-taqabudh). d.Apabila berlainan jenis maka harus dilakukan dengan nilai tukar (kurs) yang berlaku pada saat transaksi dan secara tunai. Kedua : Jenis-jenis transaksi Valuta Asing a.Transaksi SPOT, yaitu transaksi pembelian dan penjualan valuta asing untuk penyerahan pada saat itu (over the counter) atau penyelesaiannya paling lambat dalam jangka waktu dua hari. Hukumnya adalah boleh, karena dianggap tunai, sedangkan waktu dua hari dianggap sebagai proses penyelesaian yang tidak bisa dihindari dan merupakan transaksi internasional. b.Transaksi FORWARD, yaitu transaksi pembelian dan penjualan valas yang nilainya ditetapkan pada saat sekarang dan diberlakukan untuk waktu yang akan datang, antara 2x24 jam sampai dengan satu tahun. Hukumnya adalah haram, karena harga yang digunakan adalah harga yang diperjanjikan (muwa'adah) dan penyerahannya dilakukan di kemudian hari, padahal harga pada waktu penyerahan tersebut belum tentu sama dengan nilai yang disepakati, kecuali dilakukan dalam bentuk forward
agreement untuk kebutuhan yang tidak dapat dihindari (lil hajah). c.Transaksi SWAP yaitu suatu kontrak pembelian atau penjualan valas dengan harga spot yang dikombinasikan dengan pembelian antara penjualan valas yang sama dengan harga forward. Hukumnya haram, karena mengandung unsur maisir (spekulasi). d.Transaksi OPTION yaitu kontrak untuk memperoleh hak dalam rangka membeli atau hak untuk menjual yang tidak harus dilakukan atas sejumlah unit valuta asing pada harga dan jangka waktu atau tanggal akhir tertentu. Hukumnya haram, karena mengandung unusru maisir (spekulasi). Ketiga : Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya. Ditetapkan di : Jakarta Tanggal : 14 Muharram 1423 H / 28 Maret 2002 M DEWAN SYARI'AH NASIONAL MAJELIS ULAMA INDONESIA