PELANGGARAN TERHADAP NILAI EDUKATIF DAN RELIGIUS DALAM CERITA PENDEK ANAK
Saptono Hadi Mahasiswa Magister Pendidikan Bahasa Indonesia
Abstrak: Cerpen sebagai salah satu karya fiksi hakikatnya menawarkan sebuah dunia dengan model-model kehidupan yang diidealkan, dunia imajiner dibangun melalui berbagai unsur intrinsik seperti peristiwa, tokoh dan penokohan, latar yang bersifat imajiner, dan ekstrinsik yang bersifat rekaan serta sengaja dikreasikan pengarang dengan dunia nyata, lengkap dengan peristiwa dan latar aktualnya sehingga tampak sunguhsunguh ada dan terjadi. Anak adalah seseorang yang memerlukan segala fasilitas, perhatian, dorongan, dan kekuatan untuk membuatnya bisa bertumbuh sehat menjadi mandiri dan dewasa. Cerpen anak dengan segala kisah mempesona secara tidak langsung berdampak pada sikap memaksa, bertindak, dan merubah, membawa anak kepada proses pola pikir untuk mengenal diri, sesama, lingkungan, dan berbagai permasalahan kehidupan. Cepen anak sebagai sastra anak, merupakan salah satu wujud dari bentuk penyampaian nilai moral dan budi pekerti yang diamanatkan pencipta lewat tokoh cerita. Pelanggaran akibat penyajian yang tampak selalu penuh dengan insiden-insiden, kejadian-kejadian, tampak kekurangan penggambaran watak-watak tokoh yang jelas pada keteladanan nilai-nilai edukatif dan religius berdampak pada revolusi mental pada anak sebagai pembaca. Revolusi mental melibatkan semacam strategi budaya atau kebiasaan berupa transformasi etos, yaitu perubahan mendasar dalam mentalitas anak yang meliputi cara berpikir, cara merasa, cara mempercayai yang semuanya ini menjelma dalam perilaku dan tindakan seharihari. Dari cerpen anak bisa belajar mengenai hakikat hidup dan kehidupan. Kata kunci: Pelanggaran, Nilai, Edukatif, Religius, Cerpen Anak. PENDAHULUAN Karya sastra merupakan suatu bentuk karya sangat indah dapat menyentuh jiwa pembaca karena di dalam karya sastra memuat cerita-
cerita yang mampu membuat hati pembaca ikut larut dan merasakan sesuai dengan perasaan yang sedang dialami oleh tokoh yang ada dalam cerita. Nurgiyantoro (2010:321) menjelaskan karya fiksi ditulis oleh
pengarang untuk antra lain menawarkan model kehidupan yang diidealkan dengan isyarat bahwa karya sastra mengandung unsur nilainilai kehidupan. Aminudin (2013:47) bahwa karya sastra mengandung gagasan, tanggapan, maupun sikap pengarang dalam kehidupan. Gagasan-gagasan tersebut terwujud dalam suatu pandangan etis, filosofi, maupun agamis sehingga akan mengandung nilai-nilai yang mampu memperkaya kehidupan rohani pembacanya. Secara sederhana Quinn (1992:43) mengatakan sastra tulisan yang khas, memanfaatkan kata yang khas, tulisan yang beroperasi dengan cara khas menuntut pembacaan khas pula. Membaca karya sastra dengan segala kisah mempesona, mengharukan, secara tidak langsung perilaku itu berdampak pada sikap memaksa bertindak dan berubah. Karya sastra membawa pembaca kepada proses pola pikir untuk mengenal diri, sesama, lingkungan, dan berbagai permasalahan kehidupan (Sarumpaet, 2010:1). Pengenalan diri, sesama, lingkungan, dengan berbagai permasalahan akan terjadi jika ada keterlibatan yang baik antara bacaan sastra dengan pembacanya. Terdapat keterlibatan dan pemahaman atas kualitas dalaman setiap karya sastra yang terbaca. Artinya, pengalaman membaca yang melahirkan pengetahuan tersebut merupakan tuntutan bagi keterlibatan antara karya sastra dan pembaca. Sastra merupakan cerita mengenai kehidupan yang memampukan manusia menjadi manusia (Sarumpaet, 2010:2).
Anak adalah seseorang yang memerlukan segala fasilitas, perhatian, dorongan, dan kekuatan untuk membuatnya bisa bertumbuh sehat dan menjadi mandiri dan dewasa. Keterlibatan dan tanggung jawab penuh oranng dewasa untuk membimbing anak. Pemahaman atas diri anak dari pengalaman, pengetahuan umum, pemahaman psikologis, pedagogis, sosial, hukum, adat atau etika, budaya, bahkan agama atau kereligiusan dapat memperkaya pemahaman pengetahuan anak ke arah pertumbuhan dan perkembangannya. Untuk itu, dalam berpikir mengenai anak, kehidupan, bacaan, serta bermacam persoalan yang berkaitan dengan anak, secara sadar meletakkan semuanya dalam konteks budaya anak-anak (Sarumpaet, 2010:4). Pada masa anak diharapkan memperoleh pengetahuan dasar yang dipandang sangat penting bagi persiapan dan penyesuaian diri terhadap kehidupan di masa dewasa. Anak diharapkan mendapatkan keterampilan-keterampilan tertentu seperti keterampilan membantu diri sendiri, keterampilan sosial, keterampilan sekolah, dan keterampilan bermain (Iskandarwassid, 2013:140). Dengan mengacu perkembangan anak secara kognitif, sosial, dan moral dikatakan anak adalah manusia untuh yang memerlukan perkembangan. Dengan buku cerita yang mereka baca, sesungguhnya telah menyediakan pengetahuan, mendidik mereka yang dapat diterjemahkan sebagai pembekalan hidup dan masa depannya (Sarumpaet, 2013:7).
Menurut Sulchan (2011:5.55.6) terdapat tiga hal ciri sastra anak yang membedakan dengan sastra orang dewasa, berupa unsur pantangan, sajian yang dilakukan dengan gaya secara langsung, adanya fungsi terapan. Secara umum, sastra anak harus menghindari tema atau amanat yang tidak menyangkut permasahan seks, cinta yang erotis, dendam yang menimbulkan kebencian, kekejaman, prasangka buruk, dan kematian. Penyajian dengan gaya secara langsung dimaksudkan cerita dideskripsikan secara singkat dan langsung menuju sasaran. Pemaparan bersifat dinamis dan dalam ruang lingkup permasalahan yang tetap satu jalinan. Sedangkan fungsi terapan dikatakan sastra anak sajian cerita yang ditampilkan harus bersifat informatif dan mengandung unsur-unsur yang bermanfaat, baik secara edukatif maupun religiusnya. Nurgiyantoro (2010:10), cerpen sesuai dengan namanya adalah cerita pendek. Akan tetapi, berapa ukuran panjang pendek tidak terdapat aturannya, tidak ada satu kesepakatan di antara pengarang dan para ahli. Hasanudin (2007:158) cerpen adalah cerita rekaan yang memusatkan diri pada satu tokoh dalam dalam satu situasi pada satu saat, hingga memberikan kesan tunggal terhadap pertikaian yang mendasari cerita. Selanjutnya Nugiyantoro menjelaskan bahwa Edgar Allan Poe (Jassin, 1961:72) sastrawan kenamaan Amerika mengatakan bahwa cerpen adalah sebuah cerita yang selesai dalam sekali duduk, kira-kira berkisar antara setengah sampai dua jam. Walaupun sama-sama pendek,
panjang cerpen bervariasi. Cerpen pendek (short short story), pendek sekali berkisar 500-an kata, cerpen yang panjangnya cukupan (midle short story), dan cerpen panjang (long short story) terdiri dari puluhan kata. Pengarang membuat cerpen berdasarkan pengalaman dan pengamatanya terhadap kehidupan. Namun hal itu dilakukan secara selektif dan dibentuk sesuai dengan tujuannya yang sekaligus memasukan unsur hiburan dan penerangan terhadap pengalaman kehidupan manusia. Apalagi dalam menulis cerpen anak, pengarang membutuhkan pemilihan alur cerita dan pemilihan kata yang lebih selektif, lebih sesuai dengan usia pembaca yang umumnya adalah anak-anak. Selain faktor ketelitian dalam pemilihan alur dan pemilihan kata cerpen anak juga harus memberikan kontribusi dalam pendidikan anak, sarat akan nilainilai dan pesan-pesan positif bagi anak. Cerpen anak sebenarnya ditulis dengan maksud untuk menunjukkan nilai-nilai kehidupan. Setidaktidaknya mempersoalkan nilai-nilai yang dipandang kurang sesuai dengan kebutuhan zaman atau kebutuhan manusia umumnya. Nilai kehidupan yang ditawarkan dapat berupa nilai keagamaan, budaya, moral, budi pekerti, pendidikan maupun nilai sosial. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa cerita pendek anak sebagai sastra anak, merupakan salah satu wujud dari bentuk penyampaian nilai moral dan budi pekerti yang diamanatkan pencipta lewat pencitraan tokoh cerita. Bagi anak-
anak khususnya, mereka membutuhkan sastra anak dengan sajian cerita yang ditampilkan bersifat informatif dan mengandung unsur-unsur yang bermanfaat, baik sebagai pengetahuan umum, maupun keterampilan khusus yang dapat mendidik dari bacaan yang mereka baca, khususnya sastra yang mengandung nilai-nilai pendidikan. Dengan sastra diharapkan anak-anak terbentuk kepribadiannya, menjadi penyeimbang emosi secara wajar, menanamkan konsep harga diri, menemukan kemampuan yang realistis, membekali anak untuk memahami kelebihan atau kekurangan diri, serta membentuk sifat-sifat kemanusiaan pada anak (Sulchan, 2010: 5.8-5.9). Cerita pendek anak yang tampak selalu penuh dengan insideninsiden, kejadian-kejadian, yang tampak kekurangan penggambaran watak-watak tokoh pada keteladanan edukatif dan religius ini berdampak pada revolusi mental kepada anak sebagai pembaca. Revolusi mental ke arah yang kurang baik dan terarah berdampak pada sikap dan perilaku anak menyimpang dari karakter budi pekerti luhur akhlak mulia. Revolusi mental ini melibatkan semacam strategi kebudayaan berupa transformasi etos, yaitu perubahan mendasar dalam mentalitas yang meliputi cara berpikir, cara merasa, cara mempercayai yang semuanya ini menjelma dalam perilaku dan tindakan sehari-hari. Hal inilah salah satu penyebab terjadinya pelanggaran-pelanggaran terhadap nilai-nilai edukatif dan religius yang seharusnya didapat oleh anak setelah membaca cerpen anak (Supelli, 2015:05).
Penceritaan lakuan tokoh yang diarahkan pada pola berpikir tindakan dari pada lakuan bersifat teoritis pada deskripsi tokoh cerita pendek anak akan memberikan proses revolusi mental pada pola pikir anak pada budaya yang lebih nyata. Artinya, membentuk etos (pandangan hidup) bukanlah pada pembicaraan teori-teori etika yang abstrak, tetapi bagaimana membuat teori-teori tersebut tergambarkan dalam lakuan harian tokoh pada cerita pendek anak yang dicipta. Sehingga anak akan mengalami perkembangan pribadi dan pembentukan kepribadian, transmisi kultural, integrasi sosial, inovasi moral dengan nilai edukatif dan religius yang baik. Karakter yang baik itu akan membawa anak menjadi bagian yang utuh dalam dirinya yang meliputi pikiran yang kuat dan anak yang berpikiran kuat, hati dan kemauan yang berkualitas (Karma, 2014:25). Rangkaian alur cerita secara keseluruhan merupakan suatu kejadian berkarakter yang membentuk keutuhan dan penciptaan ini dimaksudkan untuk menghibur, mendidik, dan wahana ajaran moral yang mengena. Sifat kayal yang terbentuk dan koherensi pada cerita memberikan kekuatan magis yang mudah mempengaruhi perilaku anak didik. Maka sangatlah perlu, dengan pemahaman atas problematik edukatif dan religius yang ada, akan memudahkan memberikan arahan yang tepat atas konsep yang dimiliki anak. Selanjutnya cerita sebagai tuturan yang membentangkan bagaimana terjadinya sesuatu hal (peristiwa, kejadian, dsb)”,
dibacakan kepada anak-anak dalam suasana yang penuh kesenangan, topik sesuai dengan usia mereka dan suasana kelas yang kondusif akan menjadi sebuah wahana pembelajaran yang baik. Dengan membaca cerita akan mudah memberikan pengetahuan tentang benda-benda, tempat-tempat, atau orang-orang yang memiliki keberbedaan dengan keberadaan anak didik dan mereka akan mendapatkan kesan yang kuat dalam benaknya. Berdasarkan pada sikap dan problematik cerita pendek anak maka, dilakukan analisis pelanggaran terhadap nilai edukatif dan religius cerita anak-anak pada Majalah Bobo, Mentari, Mc Kids, DAR! Mizan, dan Kompas. Tindak lebih lanjut, dilakukan kajian serius untuk menemukan pelanggaran terhadap nilai edukatif dan religius pada cerpen anak, serta solusinya. Kajian cerita pendek yang memberikan nilai pendidikan edukatif dan religius berbudi pekerti luhur akhlak mulia akan membantu anak pada perkembangan dan pertumbuhan pola pikir positif yaitu dapat membantu, mendorong pertumbuhan, perkembangan, peningkatan pembelajaran dan tingkat pemerolehan ilmu pengetahuan anak didik serta dalam menghadapi kehidupan sehari-hari. Melalui penelitian diharapkan dapat menemukan cara atau tindakantindakan nyata yang dapat meningkatkan pembentukan akhlak, karakter generasi muda yang hebat dan dewasa sesuai usianya, sehingga dapat mewujudkan manusia yang berilmu, berakhlak agamis, dan
berbudaya tinggi dengan konsep Islami yang benar terarah. METODE PENELITIAN Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan penggunaan tertentu (Sugiyono, 2009:1). Pada dasarnya penelitian sastra memanfaatkan dua macam penelitian, yaitu penelitian lapangan dan penelitian perpustakaan. Jenis penelitian yang akan digunakan pada penelitian ini adalah penelitian perpustakaan. Ratna (2009:39) penelitian perpustakaan adalah penelitian yang secara khusus meneliti teks, baik lama maupun baru. Teks yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah cerita pendek anak pada majalah Bobo, Mentari, Mc Kids, DAR! Mizan, Mombi, Media Kompas diterbitkan pada tahun 2015. Pendekatan yang akan digunakan dalam menganalisis cerita pendek anak ini adalah pendekatan analitis dan didaktis dengan penafsiran hermeneutika. Pendekatan analitis menurut Aminuddin (2013:44) adalah suatu pendekatan yang berusaha memahami gagasan, cara pengarang menampilkan gagasan atau mengimajinasikan ideidenya, sikap pengarang dalam menampilkan gagasan-gagasannya, elemen intrinsik dan mekanisme hubungan dari setiap elemen intrinsic itu sehingga mampu membangun adanya keselarasan dan kesatuan dalam rangka membangun totalitas bentuk maupun totalitas maknanya. Pendekatan analitis ini bertujuan untuk mengenali unsur-unsur intrinsik sastra yang secara aktual
telah berada dalam suatu cipta sastra dan bukan dalam rumusan-rumusan atau definisi seperti yang terdapat dalam kajian teori sastra. Selain itu, peneliti juga dapat memahami bagaimana fungsi setiap elemen cipta sastra dalam membangun keseluruhannya. Sedangkan pendekatan didaktis adalah suatu pendekatan yang berusaha menemukan dan memahami gagasan, tanggapan evaluatif maupun sikap pengarang terhadap kehidupan (Aminuddin, 2013:47). Gagasan, tanggapan maupun sikap itu dalam hal ini akan mampu terwujud dalam suatu pandangan etis, filosofis, maupun agamis sehingga akan mengandung nilai-nilai yang mampu memperkaya kehidupan rohaniah pembaca. Data penelitian ini diambil dari data alamiah, yaitu pada cerpen pendek anak “Toko Penjual Awan” karya Ayla Rifaya Falisha & Bulik Nina, “Menunggu Ibu” karya Indah Yuli &Vanda Arie, “Bobi Berkeliling Indonesia” karya Fifadila, “Nenek Sirih” karya Chris Oetoyo, dan “Kembali ke Sekolah” karya Elliza Permatasari yang digunakan sebagai acuan dalam komunikasi dengan pembacanya (anak-anak). Batas yang ditentukan dalam fokus dimaksudkan bahwa dalam pengkajian penelitian ini hanya memfokuskan pada masalah pelanggaran nilai edukatif dan religius yang ditentukan. Fokus pelanggaran nilai edukatif yaitu pelanggaran etika sopan santun yang menekankan pada pelanggaran adab makan, pelanggaran adab bepergian, pelanggaran adab memasuki rumah, pelanggaran ketertiban atau disiplin, dan pelanggaran etika kesehatan
dalam kehidupan sehari-hari. Fokus pelanggaran nilai religius yang ditentukan lebih menekankan pada pelanggaran nilai unsur religius mengucapkan salam dan pelanggaran nilai berdoa sebagai implementasi keyakinan dan kepercayaan anak terhadap Tuhan Yang Mahaesa. Dalam pelaksanaannya, penggunaan pendekatan didaktis ini diawali dengan upaya pemahaman satuan-satuan pokok pikiran yang terdapat dalam suatu cipta sastra. Satuan pokok pikiran itu pada dasarnya disarikan dari paparan gagasan pengarang, baik berupa tuturan ekspresif, komentar, dialog, lakuan, maupun deskripsi peristiwa dari pengarang, kemudian mengaevaluasi pelanggaran nilai edukatif dan religius yang muncul pada persoalan nilai edukatif dan religius pada cerpen. Pernyataan di atas memperkuat pendapat Aminuddin (2010:14) bahwa penelitian kualitatif merupakan penelitian untuk menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata atau tulisan tentang orangorang dan perilaku yang dapat diamati. Data yang dihasilkan berupa kata-kata, kalimat atau dialog dan bukan berupa angka. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pelanggaran Terhadap Nilai Edukatif Pendidikan nilai-nilai karakter berbudi pekerti luhur akhlak mulia yang dikembangkan dunia pendidikan di antaranya adalah karakter berbudi pekerti luhur religius dan edukatif seperti etika nilai-nilai keimanan, ketaqwaan,
kejujuran, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab. Pendidikan budi pekerti luhur dan akhlak mulia terutama merupakan suatu pembelajaran yang berisi pembiasaan untuk hidup bersopan santun, bertatakrama secara benar, baik dalam perkataan maupun dalam perbuatan, berdisiplin, dan memiliki rasa hormat yang tinggi. Pelanggaran terhadap nilai edukatif dalam cerita pendek anak kajian penelitian terungkapkan dalam kutipan berikut. Setelah mandi Dudu Tikus buru-buru duduk di meja makan dan langsung melahap sarapan yang sudah tersedia. “Cepat habiskan sarapanmu, nanti kamu bisa telat,” kata Mama Tikus. Setelah menyelesaikan sarapannya, Dudu Tikus bergegas menuju ke kamar mengambil tas sekolahnya dan menuju pintu depan tak lupa ia mencium tangan Mama Tikus, pamit pergi ke sekolah (1/KKS-E(2) PEAM, 2015:08) Dalam kutipan itu terpapar penyajian pengarang yang menekankan pada deskripsi kejadian saja. Tidak terlihat deskripsi watak tokoh dalam sikap dan perilaku etika makan yang baik sebagai teladan bagi anak. Pelanggaran etika makan yang seharusnya dapat dijadikan contoh lakuan anak dalam etika makan dalam kehidupan sehari-hari tidak nampak. Terpapar sikap dan perilaku tokoh Dudu tikus yang
makan sambil berbicara, langsung melahapnya, selesai makan bergegas begitu saja ke kamar mengambil tas sekolah, dan berangkat. Bahkan dari deskripsi tokoh orang tua (Mama Tikus) terlihat tidak terdapatnya pembelajaran etika makan yang baik. Terpapar dari kalimat, “Cepat habiskan sarapanmu, nanti kamu bisa telat,” kata Mama Tikus. Pelanggaran terhadap nilai edukatif fokus pembiasaan etika berkunjung juga terpapar pada cerita pendek karya Ayla Rifaya Falisha & Bulik Nina pada kutipan berikut. Penasaran, Jerrell pun mengendap-endap ke sana. Dari jendela toko, Jerrell melihat Pak Lode yang kebingungan. Ia ada di antara tumpukan gumpalan-gumpalan putih yang mirip awan sungguhan. Toko biasanya boleh dimasuki siapa saja, kan?” guman Jerrell ragu saat ia melangkah memasuki toko Penjual awan. Penasaran, ia pun mencoba memeluk sebuah awan sebesar bantal. “Hmmm, empuk, lembut....” (2/TPA-A (2) PEBB, 2015,49). Dalam kutipannya Ayla memapaparkan lakuan tokoh Jerrel dengan kata-kata mengendap-endap kemudian memasuki toko Pak Lode dengan diam-diam. Jika anak dalam kondisi tidak terdapat kematangan emosional dan intelektuaknya dalam memahami cerita sudah tentu akan menjadi teladan yang tidak tepat bagi perkembangan dan pertumbuhan mereka. Pembiasaan melalui membaca sudah tentu akan memberi pengaruh bagi psikologi anak dalam kehidupannya sehari-hari.
Pembelajaran yang tidak baik bagi anak yang membaca. Pelanggaran terhadap pembudayaan lakuan edukatif dalam norma berkunjung ke rumah orang lain yang perlu dihindari dalam penyajian cerita pendek untuk anak. Walaupun dari sebuah cerita, anak bukan saja dapat mengetahui perkara-perkara baru dan meningkatkan minat terhadap hal-hal yang baru, tetapi nilai edukatif dalam lakuan tindakan yang mengarahkan anak pada revolusi mental negatif yang menimbulkan makna ganda perlu diperhatikan. Edukatif ini akan memberikan wacana yang baik bagi keteladanan anak dalam menghadapi atau bersikap ketika mereka selesai pulang sekolah itu tahu apa yang harus dikerjakan. Apakah melepas dan menempatkan seragam sekolah pada tempatnya, kemudian cuci tangan, dilanjutkan makan dan beristirahat sejenak untuk menjaga kesehatan, atau kegiatan menyiapkan materi pelajaran utnuk bersekolah esok hari. Tidak langsung saja mendeskripsikan tokoh sepulang sekolah bermain. Keteladanan yang tidak tepat bagi pertumbuhan dan perkembangan anak dalam kesehariannya. Jika anak mendapatkan rubrik bacaan dengan wacana yang selalu demikian, sudah tentu akan menyebabkan revolusi mental bagi kepribadiaannya. Revolusi mental ini berkaitan dengan budaya. Proses transformasi etos, yaitu perubahan mendasar dalam mental anak didik dalam cara berpikir, cara merasa, cara mempercayai yang kesemuanya akan menjelma dalam perilaku anak dan
tindakan sehari-harinya 2015: 05-08).
(Supelli,
Pelanggaran Terhadap Nilai Religius Nilai religius itu berkaitan dengan sebuah konsep yang dimiliki manusia terhadap kepercayaan dan keyakinan terhadap Tuhan dalam kehidupan yang terkait dengan hubungan antara manusia dengan Tuhan serta hubungan perilaku antarsesama manusia dan lingkungan. Kemendiknas (2010:9) indikator nilai religius adalah sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agam yang dianutnya. Nilai religius yang dimaksud terkandung nilai keimanan, ketaqwaan, ketauhidan dan akidah akhlak. Sedangkan pelanggaran terhadap nilai religius yang dimaksud adalah sebuah pengertian tentang sebuah sikap, dialog, dan deskripsi yang digunakan pengarang dengan sengaja atau tidak sengaja akan menimbulkan atau mengarahkan pembaca, anak-anak, kepada sikap dan tingkah laku yang mengarahkan menyimpang atau tidak diajarkannya nilai-nilai itu dalam cerpennya. Keteladanan merupakan salah satu kunci dalam pembudayaan budi pekerti (Basuki, 2013: 8-9). Pelanggaran terhadap nilai religius dalam kajian ini, cerpen anak, terpilah dalam tiga hal, yaitu (1) berkaitan dengan pembiasaan budaya mengucapkan kata-kata religius (salam) sebagai bentuk kepatuhan, (2) taat menjalankan ibadah sholat sebagai bentuk kepatuhan kepada Tuhan, dan (3) tawakal (berdoa) sebagai bentuk kepatuhan kepada Tuhan.
Kebiasaan mengucapkan katakata yang religius merupakan cerminan seseorang memiliki sikap yakin adanya Tuhan yang dianutnya (keimanan dan ketaqwaan). Keimanan dan ketaqwaan sangat mempengaruhi perilaku seseorang. Keimanan dan ketaqwaan sebaiknya diranamkan sejak dini, dibina dan ditumbuhkembangkan sesuai keyakinan agamanya. Pada dasarnya kualitas manusia ditentukan oleh keimanan dan ketaqwaan yang tercermin melalui sikap dan perilaku yang terwujud dalam menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya (Basuki, 2013:7). Pelanggaran religius mengucapkan salam sebagai bentuk kepatuhan kepada Tuhan YME terpapar pada data temuan berikut. Penasaran, Jerrell pun mengendap-endap ke sana. Dari jendela toko, Jerrell melihat Pak Lode yang kebingungan. Ia ada di antara tumpukan gumpalan-gumpalan putih yang mirip awan sungguhan (5/ TPA-A(5) PRMS, 2015:49). “Toko biasanya boleh dimasuki siapa saja, kan?” guman Jerrell ragu saat ia melangkah memasuki toko Penjual awan. Penasaran, ia pun mencoba memeluk sebuah awan sebesar bantal. “Hmmm, empuk, lembut....” (5/TPA-A(6) PRMS, 2015:49). Berdasarkan kutipan data temuan tersebut dapat diperoleh gambaran bahwa cerita pendek anak “Toko Penjual Awan” karya Ayla Rifaya Falisha & Bulik Nina terindikator pelanggaran pada
budaya pembiasaan mengucapkan kalimat tayibah seperti taawuz, bismillah, salam sebagai bentuk kepatuhan tokoh kepada Tuhan. Terdeteksi darai deskripsi tokoh Jerrel yang mengendap-endap ketika akan memasuki ruko Pak Lode (kutipan A(5)). Dan dipertajam pada kutipan A(6) dengan kalimat, “Toko biasanya boleh dimasuki siapa saja, kan?” guman Jerrell ragu saat ia melangkah memasuki toko Penjual awan. Indikator pelanggaran seorang anak memasuki rumah tanpa mengucapkan salam, ucapan religius sebagai kepatuhan kepada Tuhan. Pembelajaran yang tidak patut dalam cerita pendek anak Islami. Dalam kutipan cerita pendek anak, “Menunggu Ibu” karya Indah Yuli &Vanda Arie, pelanggaran terhadap nilai religius kebiasaan mengucapkan salam sebagai bentuk religius kepatuhan kepada Tuhan tampak pada kutipan berikut. “Ibu, buka pintunya! Ibu, ke mana, sih? Bukaian pintunya!” Ameera dan adiknya, Akhtar, bergantian mengetuk pintu rumah. Namun pintu tak kunjung terbuka. Bahkan tak ada jawaban dari dalam rumah. Namun pintu tak kunjung terbuka. Bahkan tak ada jawaban dari dalam rumah, meski telah berkali-kali memanggil ibunya (5/MI-B(7) PRMS, 2015:59). Kutipan ini terlihat Ameera yang berteriak-teriak kepada Ibunya untuk membukakan pintu sepulang anak itu bermain dengan Akhtar adiknya dari rumah Syifa. Karakter perwatakan anak yang patuh kepada Tuhan dengan cerminan lakuan mengucapkan salam ketika
memasuki rumah tidak terdeskripsikan. Sebagai cerita pendek anak Islam jelas hal semacam ini merupakan pelanggaran religius yang seharusnya menjadi pembelajaran budaya pembiasaan anak dalam kesehariannya. Nilai religius dapat tergambarkan dari ucapan sesorang yang selalu menyebutkan kata-kata atau kalimat-kalimat religi sebagai bentuk kepatuhan kepada Tuhan dan sebagai bentuk keagamisan lakuannya. Pada lakuan deskripsi perwatakan cerita pendek anak karya Elliza permatasari ini pada tokoh Arik tidak tampak pembelajaran kepada anak kepada makna kereligiusan atau keagamisan. Tampak tokoh Arik ketika bertatap muka bertemu dengan orang lain, sapaan salam sebagai kata religius penanda keyakinan keagamaan tidak terdeskripsikan. Salam sebagai cerminan keimanan, sebuah periku yang terwujud dalam menjalankan perintah agama, dan merupakan cara bertindak bertutur kata yang religius tidak tergambarkan. Wacana semacam ini jelas akan membawa anak pada revolusi mental berkaitan dengan sikap dan perilaku religius. Revolusi mental yang menyangkut cara hidup anak, cara berpikir, merasa, dan bertidak (budaya) religius tidak akan tertanamkan pada diri anak sebagai pembaca cerpen. Anak yang sering mendapatkan wacana semacam itu, lambat laun akan bersikap dan berperilaku seperti yang pernah dibacanya. Bagi anak, itu sudah biasa seperti apa yang pernah dibaca sebagai pemerolehan wawasan. Keimanan dan ketaqwaan sangat mempengaruhi perilaku
seseorang. Keimanan dan ketaqwaan sebaiknya diranamkan sejak dini, dibina dan ditumbuhkembangkan sesuai keyakinan agamanya. Pada dasarnya kualitas manusia ditentukan oleh keimanan dan ketaqwaan yang tercermin melalui sikap dan perilaku yang terwujud dalam menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya (Basuki, 2013:7). Patuh beribadah merupakan salah satu bentuk indikator nilai religius, sebagaimana disampaikan Kemendiknas (2010:9) bahwa indikator religius sebagai sikap dan perilaku patuh dalam menjalankan ajaran agama yang dianutnya. Nilai agama (religion), religius merupakan ajaran-ajaran yang memegang vital sebagai pedoman dalam menjalani kehidupan secara benar, mengajarkan hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan antarmanusia, hubungan manusia dengan makhluk lain (sanksinya didunia dan akhirat). Penegasan pentingnya melaksanakan salat fardhu dalam ajaran Islam sesuai dengan Al-quran surat Al-A’raf:170 dan surat Yunus:87 sebagai berikut. Dan orang-orang yang berpegang teguh dengan kitab (Taurat) serta mendirikan salat, (akan diberi pahala). Karena sesungguhnya kami tidak mentia-nyiakan pahala orang-orang yang mengadakan perbaikan (Q.S. Al-A’araf:170) Dan kami wahyukan kepada Musa dan saudaranya: “Ambillah olehmu berdua beberapa buah rumah di Mesir untuk tempat tinggal bagi kaummu dan jadikanlah
olehmu rumah-rumahmu itu tempat salat dan dirikanlah olehmu sembahyang serta gembirakanlah orang-orang yang beriman” (Q.S. Yunus:87). Pelanggaran terhadap nilai religius taat menjalankan salat sebagai bentuk kepatuhan kepada Tuhan Yang Mahaesa tampak pada data temuan sebagai berikut. Jerrel lalu membuat rencana. Di hari Minggu, ia tidur siang lebih lama agar malamnya bisa mengintip tanpa mengantuk. Rencana Jerrel berhasil! (6/TPA-A (4) PRIS, 2015:48). Kutipan ceria pendek anak karya Ayla Rifaya ini tidak tergambarkan dan memberikan gambaran perilaku anak yang bernuansa agamis. Perilaku ibadah salat sebagai cerminan pembiasaan religius kepatuhan anak kepada Tuhan Pencipta Alam Semesta tidak tampak tergambarkan. Deskripsi perwatakan Jerrel sama sekali tak terbentuk cerminan anak atau keluarga yang agamis. Dari kutipan itu, “...ia tidur siang lebih lama agar malamnya bisa mengintip tanpa mengantuk....”. tidak terdapat pembelajaran religius pada diri anak untuk melaksanakan salat sebagai cerminan agamis. Apalagi, mereka baru saja pulang sekolah karena mengikuti les pelajaran tambahan. “Ini sudah terlalu siang, lebih baik kalian beristirahat,” perintah ibunya. “Akhtar kuajak dech, Bu, biar enggak gangguin Ibu,” Ameera memberi alasan agar diizinkan bermain ke rumah Syifa,
sahabatnya. Ibu yang sedang tidak enak badan dan malas berdebat dengan Ameera, hanya berkata,” Terserah kamu, deh. Pokoknya, jangan sampai kesorean!” (6/ MI-B(8) PRIS, 2015:59). Tak terasa, sudah satu jam mereka berada di luar rumah. Mahgrib hampir tiba. Pintu rumah belum terbuka, ibu pun tak terlihat. Tante Nisa yang tinggal di sebelah kanan rumah mereka, datang menghampiri kedua anak yang terlihat sedih itu. “Ibu kalian tidak memberi tahu pergi ke mana?” Ameera amenggeleng (6/ MI-B(9) PRIS, 2015:60). Cerpen anak karya Indah Yulli, kutipan B(8), tampak tidak menampilkan nuansa religius ketika tokoh Ameera pulang sekolah terus menggambarkan alur ke arah keinginan bermain ke rumah sahabatnya Syifa. Sebagai cerita pendek anak Islam, nuansa religius sepulang sekolah lebih baik pada deskripsi melaksanakan ibadah salat. Lakuan watak tokoh seperti ini akan memberi dampak yang baik bagi anak. Begitu juga pada kutipan B(9), terlihat pada deskripsi, “Tak terasa, sudah satu jam mereka berada di luar rumah. Mahgrib hampir tiba. Pintu rumah belum terbuka, ibu pun tak terlihat. Tante Nisa yang tinggal di sebelah kanan rumah mereka, datang menghampiri kedua anak yang terlihat sedih itu...”. Indah Yulli sudah menyentuh nuansa religius dengan penggunaan kata mahgrib. Namun sangat disayangkan, penjelasan perwatakan pada tokoh
anak, Ameera, tidak tersentuh pengarahan pada anak yang tersentuh jiwa agamis. Perwatakan anak yang mengerti tentang waktunya melaksanakan sholat mahgrib. Dalam cerpen anak karya Fifadilla pelanggaran terhadap nilai religius taat menjalankan sholat terpapar pada kutipan berikut. (9): Sampai di rumah, aku belari ke kamar tanpa memberi salam. Kulempar tas ke kasur dan memukul guling. Lebih enak di sekolah lamaku. Teman-teman sangat baik. Di sini anakanaknya jahat, tak ramah, suka mengejek pula ........ Di tengah lamunanku, Mama masuk. “eh, kebetulan, kamu sudah pulang, Bobi! Tolong ambilkan kue kering di atas lemari, ya. Setelah itu, tolong antarkan ke Bude Ida. Aku ganti baju dengan bibir masih senyum. Mama yang mengerti, menghibur aku dengan es krim cokelat. Langkahku menuju rumah Bude Ida pun menjadi ringan (6/BBI-C(9) PRIS, 2015:10). Kutipan (9) tersebut mendeskripsikan bahwa sebenarnya tokoh Bobi ini anak yang agamis. Terlihat dari deskripsi “...aku berlari ke kamar tanpa memberi salam”. Namun, deskripsi lanjut terpaparkan tokoh Bobi, pulang sekolah tanpa sentuhan nuansa ketaatan salat. Ganti baju dan mengantar kue sebagai kepatuhan kepada orang tua saja. Nuansa sentuhan anak akan atau selesai melaksanakan sholat tidak tergambarkan. Dalam sentuhan orang tua pun tidak mengarahkan kepada
perwatakan lakuan anak pada menjalankan salat. Cerita pendek anak karya Fifadhilla pelanggaran religius taat menjalankan salat sebagai bentuk kepatuhan kepada Tuhan YME terpaparkan pada data temuan sebagai berikut. Kutipan (3) Sepulang sekolah, Arik mencoba untuk membuktikan misteri si Hantu Nenek Sirih itu. Ia mengajak Danu, teman sebangkunya untuk pergi ke tepi hutan. Kabarnya, di sana orang sering mencium bau daun sirih, kemudian melihatpenampakan sosok misterius itu (6/ NS-D(3) PRIS, 2015:23). Cerita pendek anak karya Elliza Permatasari, pelanggaran religius taat menjalankan salat sebagai bentuk kepatuhan kepada Tuhan YME terpaparkan pada data temuan sebagai berikut. Kutipan E (13) “Bagaimana kelas kamu, menyenangkan tidak?” tanya Olly Burung Hantu. “Yah...lumayan. Pak Cusa Badak jadi guru wali kelasku, tapi rasanya sedih tidak sekelas dengan kalian,” kata Miumiu Kucing. “Tenang saja, pasti nanti kamu bisa mendapatkan teman-teman baru,” kata Pipy Burung. “Iya, di kelas 2B ada Mia Domba, Deri Anjing, dan Sofi Kucing,” kata Miumiu Kucing. “Wali kelas kita Pak Edi Gajah dong,” kata Ruffy Anjing dengan senang. “Kelas kalian kedengarannya menyenangkan ya,” kata Miumiu Kucing
dengan sedih. “Nanti setelah makan siang kita bermain layangan yuk di padang rumput!” kata Dudu Tikus (6/ KKS-E(12) PRIS, 2015:08). Setelah bunyi bel pulang sekolah Miumiu Kucing membereskan bukunya dan langsung ke pohon apel menunggu kawan-kawan yang lain. “Bagaimana kelas kamu, menyenangkan tidak?” tanya Olly Burung Hantu. “Yah...lumayan (6/ KKS-E(13) PRIS, 2015: 08-09). Setelah bunyi bel pulang sekolah Miumiu Kucing membereskan bukunya dan langsung ke pohon apel menunggu kawan-kawan yang lain. “Bagaimana kelas kamu, menyenangkan tidak?” tanya Olly Burung Hantu. “Yah...lumayan (6/ KKS-E(13) PRIS, 2015: 08-09). Berdasarkan kutipan E(13) dapat dikaji pelanggaran religius taat menjalankan salat terletak pada kriteria pengarang yang lebih menekankan pada asupan cerita pada insiden-insiden atau kejadiankejadian saja. Sehingga tampak kekurangan deskripsi perwatakan tokoh yang agamis taat menjalankan salat bagi anak. Terpapa penggambaran bahwa setelah pulang sekolah Miumiu Kucing membereskan bukunya dan langsung ke pohon apel menunggu temanteman. Dari deskripsi itu dapat terbaca bahwa anak tidak mendapatkan pembelajaran lakuan dari tokoh menjalankan salat dhuhur sepulang sekolah. Begitu pula pada
kejadian kutipan E(14) pada tokoh Dudu Tikus yang diperkuat pada deskripsi kutipan E(15) Dudu Tikus sepulang sekolah langsung ke garasi untuk bermain layang-layang. Cerita pendek anak karya Elliza Permatasari ini terasa miskin pada pembelajaran relegius pada diri anak. Elliza dalam deskripsinya lebih banyak memberikan kejadiankejadian peristiwa pada tokohnya. Perwatakan lakuan yang seharusnya dapat dijadikan keteladan pada diri anak sebagai contoh dalam kehidupan sehari-harinya tidak tampak. Sebagai cerpen anak Islam sangatlah tidak layak untuk pembelajaran bagi anak sebagai pembaca. SIMPULAN DAN SARAN Mengkaji pelanggaran terhadap nilai edukatif dalam cerita pendek anak tidak terlepas pada pemahaman bahwa manusia adalah mahkluk sosial dan individu. Sebagai makhluk sosial dan individu, manusia selalu bergaul dengan sesamanya dan dengan Tuhan pencipta alam. Pergaulan manusia dapat berlangsung di lingkungan rumah, sekolah, masyarakat, dan dengan Tuhan. Dalam bergaul manusia selalu menaati aturan atau tata tertib yang dikatakan norma. Sebagai pedoman bertingkah laku untuk menciptakan keadaan baik, damai, aman, harmonis dalam kehidupan manusia. Pelanggaran edukatif pembiasaan adab makan sebagai bagian akhlak terpuji. Pelanggaran terhadap nilai edukatif pembiasaan dalam etika atau adab makan berupa terdiskrisipkan kebiasaan makan
sambil berbicara, tidak mencuci tangan, makan dengan lahap atau tergesa-gesa, dan tidak tergambarkannya deskripsi etika makan yang beradab Islam bagi keteladan diri anak sebagai pembaca. Pelanggaran edukatif pembiasaan bepergian atau bertamu sebagai bagian akhlak terpuji. Pelanggaran terhadap nilai edukatif pembiasaan dalam adab bertamu atau bepergian sebagai bagian akhlak terpuji ini berupa kebiasaan ke luar rumah tanpa izin, ke luar rumah sampai larut malam, tidak mengucapkan salam ketika bertamu atau berkunjung, tidak mengetok pintu, mengendap-endap, mengintip, menggunakan atau mempermainkan barang yang bukan miliknya tanpa izin, menggedor pnitu dan dengan berteriak-teriak. Pelanggaran edukatif pembiasaan bertemu atau bertatap muka sebagai bagian akhlak terpuji. Pelanggaran terhadap nilai edukatif pembiasaan adab bertemu atau bertatap muka berupa sikap dan perilaku keteladanan tidak mengucapkan salam, menyapa, dan berjabat tangan. Tingkah laku orang Islam khususnya hal semacam ini mencerminkan akhlak terpuji. Mengucapkan salam, menyapa, dan berjabat tanngan dalam setiap pertemuan atau bertemu merupakan teladan yang baik bagi anak. Pelanggaran edukatif ketertiban atau kedisiplinan sebagai bagian adab Islami. Pelanggaran terhadap nilai edukatif budaya tertib dan disiplin tergambar pada deskripsi sikap dan perilaku tokoh pada norma budaya tertib dan disiplin cara bertindak dan bertutur, tertib pada waktu seperti untuk beristirahat,
belajar dan menyiapkan pelajaran besok, maupun tertib dan disiplin beribadah. Pelanggaran religius pembiasaan mengucapkan kata-kata religius. Pelanggaran terhadap nilai religius budaya mengucapkan katakata religius sebagai bentuk kepatuhan kepada Tuhan ini berkaitan pada adab mengucapkan kalimat tayibah. Kalimat-kalimat baik yang mengagungkan asma Allah sebagai keberimanan dan kepatuhan kepada-Nya. Pelanggaran itu seperti tidak mengucapkan salam (assalamu’alaikum warahmatullaahi wabarokaatuh), (a’uudzubillaahi minashsyaithoonirrojiim) ta’awudz, subhanallah, bismillaahi rrahmaanirrahiim, alhamdulillaahi rabbil ’aalamiin. Pelanggaran religius pembiasaan beribadah salatberupan pelanggaran nilai religius pembiasaan (budaya) pada perwatakan tokoh dalam setiap cerpen anak pada perilaku dan sikap menjalankan ibadah salat sebagi bentuk kepatuhan Tuhan. Keseluruhan cerpen tampak tidak terdeskripsikan pada perwatakan tokohnya perilaku religius dalam ketaatan menjalankan ibadah salat sebagai bentuk kepatuhan kepada Tuhan. Pelanggaran religius pembiasaan berdoa. Doa berarti menunjukkan bahwa kita selalu ingat kepada Allah Pencipta Alam semesta. Selalu ingat akan keberadaan Tuhan, seperti mengucapkan salam ketika berkunjung merupakan akhlak terpuji yang menyatakan karakter sikap dalam keadaan apap pun selalu mengingat Allah. Jelas sikap ini
merupakan penanda akan keimanan, ketaqwaan, dan ketauhidan sebagai perilaku religius yang harus dimiliki oleh setiap anak. Pelanggaran terjadi akibat cerpen anak kajian miskin perwatakan pada tokohnya dalam berdoa dalam melakukan kegiatan atau menghadapi persoalan. Pembelajaran pembiasaan tawakal (berdoa) sebagai keteladanan bagi anak sebagai bagian kepatuhan kepada Tuhan tidak terdeskripsikan. Pelanggaran terhadap nilai edukatif dan religius dalam cerita pendek anak itu terjadi akibat sebagai berikut: (a) cerita pendek anak yang tampil sebagai rekaman masalah sosial tampak selalu penuh dengan insiden-insiden, kejadiankejadian, sehingga cerita pendek anak tampak kekurangan penggambaran watak-watak tokoh edukatif dan religius yang jelas, (b) cerita pendek seringkali semata-mata menyajikan cerita dengan menangkap kejadian-kejadian saja yang seharusnya cerita pendek lebih memperbanyak laku tindakan edukatif dan religius melalui penggambaran watak-watak edukatif dan religius tokoh yang dapat memberikan keteladanan bagi anak sebagai pembaca, (c) keterkaitan dengan cerita pendek anak dapat diformulaikan bahwa cerita pendek anak lebih menyuguhkan suatu peristiwa saja, merupakan karya sastra yang berusaha menghubungkan ceritanya dengan suatu peristiwa tertentu. cerita yang lebih memindahkan suatu peristiwa kepada suatu peristiwa fiktif (memfiktifkan peristiwa), cerita yang lebih memberikan reaksi terhadap suatu keadaan sehingga pengarang menentukan sendiri arahnya, cerita
yang dihasilkan melalui proses imajinasi sehingga lahir peyajian peristiwa yang seakan-akan berhubungan dengan peristiwa yang menjadi sumber cerita, Saran Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak. Oleh sebab itu, peneliti memberikan saran kepada beberapa pihak sebagai berikut. Hasil penelitian ini dapat dijadikan tolok ukur dalam pembelajaran kajian apresiasi cerita pendek anak kajian pelanggaran terhadap nilai edukatif dan religius ke arah pembelajaran sastra anak yang menarik, kreatif, dan inovatif. Hasil penelitian ini sebagai contoh atau model apresiasi cerita pendek anak dengan pendekatan analitik dengan sampel cerita pendek anak pada pelanggaran terhadap nilai-nilai edukatif dan religius serta solusinya. Pendidik lebih berhati-hati dan selektif dalam pemilihan bahan ajar cerita pendek anak dalam pembelajaran apresiasi sastra khususnya analisis terhadap pelanggaran yang terdapat pada pesan moral edukatif dan relligius dalam cerita pendek anak. Hasil penellitian ini diharapkan memberi masukan dalam memahami analisis problematik pelanggaran terhadap nilai edukatif dan religius yang terdapat pada cerita pendek anak dan mengambil kemanfaatannya; Hasil penelitian ini memberikan deskripsi kepada pembaca bahwa dalam setiap cerita pendek anak yang disajikan pada media terdapat pelanggaran nilai edukatif dan religius akibat
penyajian cerita menekankan pada insidena atau kejadian, sehingga tampak kekurangan perwatakan tokoh yang jelas. Hasil penelitian ini membuka pembaca untuk lebih berhati-hati memilih bahan bacaan (cerita pendek untuk anak) yang dapat memberikan keteladanan karakter berbudi pekerti luhur akhlak mulia yang tidak hanya menekankan pada konsep berpikir teoritis tetapi lebih kepada cerita pendek anak yang mengandung ajaran moral edukatif dan religius yang berkarakter berbudi pekerti luhur akhlak mulia pada konsep berpikir praktis yang mampu ditiru anak dalam kehidupan sehariharinya; Hasil penelitian ini mampu menjadi pendorong pembaca dalam memberikan pembelajaran keteladan pembinaan anak sebagai sumber daya manusia yang berkarakter bangsa. DAFTAR RUJUKAN Adnan, Wasito. 2015. Pendidikan Kewarganegaraan. Solo: PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri Aminudin. 2013. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algesindo. Aryani, Ine Kusuma, dkk.. 2010. Pendidikan Kewarganegaraan Berbasis Nilai. Bogor: Ghalia Indonesia. Bakry, Oemar. 2010. Tafsir Rahmat. Bandung: Mutiara. Basuki, dkk.. 2013. Pedoman Penciptaan Susana Sekolah Yang Kondusif Dalam Rangka Pembudayaan Budi Pekerti Luhur Bagi Warga Sekolah.
Jakarta: Ditjen Dikdasmen Depdiknas. Depdiknas. 2007. (KBBI) Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Balai Pustaka. Endraswara, Suwardi. 2008. MetodologiPenelitianSastra. Epistemologi, Model, Teori, danAplikasi (EdisiRevisi). Yogyakarta: Medpres. Falisha, Ayla Rifaya. 2015. Toko Penjual Awan. Surabaya: Bobo. Fifadila. 2015. Bobi Berkeliling Indonesia. Surabaya: Mentari. Gani, Rizanur. 2007. Pengajaran Sastra Indonesia. Respon dan Analisis. Jakarta:P2LPTK. Hasanuddin, T., dkk. 2009. Kesastraan. DepartemenPendidikanNasional . DirektoratJenderalPeningkatanMutu danTenagaKependidikan.PusatP engembangandanPemberdayaan PendidikdanTenagaKependidika nBahasa. Jakarta:PPPPTK Bahasa. Imron, D. Zawawi, 2013. Mulia. Berbagi Kemuliaan Hidup. Jaksel: BMH. Iskandarwassid, 2013. Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Juli, Indah. 2015. DAR! Mizan. Kristal Kasih Sayang. Kumpulan Dongeng Tentang Kecintaan Anak Kepada Ayah dan Bunda. Bandung:PT Mizan Pustaka. Karma, Lewa.2014. Info. Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Timur. Sebagai Sarana Informasi dan Komunikasi.Volume 13, Edisi
12. Surabaya: UPT Tekkomdik Dinas Pendidikan Prov. Jatim. KementrianPendidikanNasional. 2010. Pengembangan Budaya dan Karakter Bangsa. Jakarta: BadanPenelitiandanPengembang anPusatKurikulum. Kosasih, E. 2012.Dasar-dasar Keterampilan Bersastra. Bandung: YramaWidya. Maslikatin, Titik. 2007. KajianSastra: Prosa, Puisi, Drama. Jember: UNEJ Press. Minderop, Albertine. 2013. Psikologi Sastra.Karya Sastra, Metode, Teori, dan Contoh Kasus. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Muslich, Masnur, dkk. 2013. Latihan Apresiasi Sastra. Penunjang Pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Surabaya: Triana Media. Mustari, Mohammad. 2014. Pelangi. Membangun Manajemen Mutu, Inovasi &Kreativitas dalam Pendidikan. Jakarta: Direktorat Pembinaan SMP. Nurgiyantoro, Burhan. 2010. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Nugraha, P. Sidik. Sketsa. Penerapan Apresiasi Pada Mata Pelajaran Seni Budaya Di Sekolah Dasar.Edisi V Maret. Surabaya: Sejahtera Mandiri Teknik. Oetoyo, Chris. 2015. Kompas. Hiburan.NenekSirih.Jakarta: Kompas Permatasari, Elisa. 2015. Kembali ke Sekolah. Petualangan Si DuduTikus. Jakarta: Mc Kids. Pradopo, RachmatDjoko.2013. Beberapa Teori Sastra, Metode
Kritik, dan Penerapannya.Yogyakarta: PustakaPelajar. Priandana, YanuIrdianto. 2014.Hubungan Sastra dan Budaya (Online). (http:// www. Info.com/2013/03/hubungansastra-budaya.html, diakses 12 April 2015). Ratna, NyomanKutha. 2008. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra dari Strukturalisme hingga Posstrukturalisme Perspektif Wacana Naratif. Yogyakarta: PustakaPelajar. Rosdiana, Yusi,dkk. 2009. Bahasadan Sastra Indonesia di SD. Jakarta: Universitas Terbuka. Sarumpaet, Riris K. Toha. 2010. Pedoman Penelitian Sastra Anak. Edisi Revisi. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan: PendekatanKuantitatif, kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta Sugono, Dendy. 2013. KamusBesarBahasa Indonesia. Departemen PendidikanNasional. Jakarta: Gramedia. Supelli, Karlina. Sketsa. 2015. Pendidikan Dari Dan Untuk Pendidikan. Edisi V Maret. Surabaya: Sejahtera Mandiri Teknik. Suranto, dkk. 2013. Sosisologi. Klaten: Cempaka Putih. T.W., Sulchan. 2010. BahasadanSastra di SekolahDasar/PDGK4109. Bandung: Universitas Terbuka
Wiyadi. 2013. Membina Akidah dan Akhlak. Solo: Aqila-PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri WS, Hasanudin. 2007. Ensiklopedi Sastra Indonesia. Bandung: Titian Ilmu Bandung. W.S., Titik., dkk. 2003. Teknik Menulis Cerita Anak. Yogyakarta: Pinkbooks.