PENDAHULUAN Sampah atau limbah, selalu saja menjadi permasalahan. Masalah selalu timbul sebagai akibat dari tidak mampunya masyarakat melakukan tata kelola terhadap sampah atau limbah yang dihasilkan baik oleh rumah tangga maupun oleh industri. Pemerintah sesungguhnya telah mengatur masalah pengelolaan sampah yang dituangkan dalam UU no. 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, walaupun kewenangan tersebut telah didistribusikan kepada semua pihak, dan pihak-pihak tersebut seharusnya sudah memiliki tanggung jawab terhadap pengelolaan sampah, namun hal ini selalu tidak dapat terselesaikan secara tuntas. Seperti yang terjadi di Kota Pekalongan, dimana berdasarkan hasil pemetaan daerah-daerah penghasil tahu, khususnya di 70 unit usaha tahu di Kelurahan Duwet, yang masyarakatnya bergantung penghidupan dari penghasilan mereka memproduksi tahu, dan dari produksi tahulah mereka mendapat kecukupan kesejahteraan, namun disisi lain, tanpa disadari tahu memiliki limbah yang sudah tak terpakai lagi. Limbah dari tahu ini terdiri atas dua jenis limbah padat yang disebut dengan ampas tahu dan limbah cair. Limbah tahu di buang begitu saja bukan pada tempatnya, dan menyebabkan lingkungan sekitar menjadi kotor dan menimbulkan bau yang tidak sedap, bahkan tanah pun ikut terkena imbasnya, yaitu tanah menjadi rusak dan tidak subur lagi. Ada pula unit usaha tahu yang membuang ampas tahu ke Sungai Baros, sehingga sungai menjadi kotor dan tercemar.
Limbah tahu ternyata jika dikelola kurang tepat akan berakibat pula terhadap pemanasan global. Emisi gas yang dihasilkan oleh ampas tahu memiliki potensi penghasil emisi gas rumah kaca, yang jika dibiarkan secara terus menerus akan berakibat pada peningkatan emisi gas rumah kaca yang menyebabkan pemanasan global dan berdampak pada perubahan iklim. Kota Pekalongan adalah kota yang memiliki visi mewujudkan kota jasa yang berwawasan lingkungan. Sebagaimana laiknya kota, masyarakat Kota Pekalongan menggunakan energy sebagai pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari. Seperti untuk keperluan rumah tangga yang digunakan untuk keperluan memasak, masyarakat masih menggantungkan energy gas yang tersedia, baik itu yang disediakan oleh pihak swasta maupun pemerintah. Namun bagaimana jika terjadi kelangkaan energy, jika tidak tersedia enelgi alternative, maka masyarakat akan kembali menggunakan kayu bakar untuk keperluan memasak,.
Adapun dampak yang akan ditimbulkan adalah pencemaran udara dan penebangan liar. Jika hal ini terjadi maka visi yang sedang diwujudkan oleh Pemerintah Kota Pekalongan tidak tercapai. Berangkat dari permasalah di atas, maka sebagai upaya menciptakan kota jasa yang berwawasan lingkungan Pemerintah Kota Pekalongan membuat terobosan baru melalui revitalisasi ampas tahu menjadi energy alternative dengan nama program Energi Ampas Tahu Kota Pekalongan.
INOVASI Penyelesaian permasalahan lingkungan hidup tidak terlepas dari bagaimana kita menemukan cara dalam pengelolaan masalah limbah. Kelurahan Duwet Kota Pekalongan, berdasarkan hasil pemetaan daerahdaerah penghasil tahu di Kota Pekalongan saat itu telah memiliki limbah tahu sebanyak 192m³ yang langsung dibuang ke tanah, sehingga menimbulkan dampka pencemaran lingkugan.
Adapun factor lain yang mempengaruhi pencemaran lingkunganpun terjadidi saat pemerintah kota tidak mampu lagi menyediakan energy alternative disaat terjadinya kelangkaan energy. Ampas tahu yang semula barang yang sangat tidak berguna kini dengan kolaborasi pemerintah, masyarakat dan swasta, dapat dimanfaatkan sebagai energy alternative untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari. Energi ampas tahu Kota Pekalongan merupakan terobosan baru yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Pekalongan, melalui program mengajak masyarakat untuk mengelola kembali limbah tahu yang sudah tidak terpakai menjadi energy alternative, yang bertujuan menjaga lingkungan agar terpelihara dengan menjaga kadar air limbah serta memanfaatkan biogas yang dihasilkan dari limbah tahu menjadi alternatif energi untuk masyarakat sekitarnya.
STRATEGI Program Energi ampas tahu Kota Pekalongan, merupakan program yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Pekalongan dalam rangka mengurangi tingkat pencemaran lingkungan dan menciptakan lingkungan yang asri dan terpelihara. Adapun strategi yang dilakukan sebagai berikut: 1. Pemerintah Kota Pekalongan merancang konsep energy alternative yang berasal dari limbah tahu. Rancangan konsep dilakukan dengan melakukan konsultasi dengan beberapa universitas;
2. Mengidentifikasi daerah-daerah penghasil tahu yang tersebar di Kota Pekalongan, seperti di beberapa Kelurahan Kota Pekalongan, yaitu Kelurahan Duwet, Kertoharjo, Kuripan Kidul, Banyurip Ageng, dan Banyurip Alit; 3. Membuat dokumen perencanaan, yang dalam prosesnya pemerintah mendengarkan pendapat masyarakat serta berkonsultasi pada para akademisi; 4. Mengintegerasikan program dalam program kerja Pemerintah Kota Pekalongan, untuk ditindaklanjuti dengan proses pengadaan instalasi dan fasilitas; 5. Melakukan kolaborasi antar semua pihak, pemerintah, masyarakat dan swata. Perlibatan pihak swasta adalah untuk pembangunan desain, instalasi dan fasilitasnya; 6. Melakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai proses penggunaan dan proses perawatan instalasi; 7. Implementasi program pada industry-industri tahu yang telah ditetapkan. Konsep energy ampas tahu Kota Pekalongan diperoleh melalui cara prkonsultasian dengan bebrapa universitas, hal ini ditujukan untuk memperoleh gambar bagaimana model yang akan dikembangkan dalam pengelolaan ampas tahu. Selanjutnya mengidentifikasi industry kecil penghasil tahu, dimana dari hasil idenfikasi daerah di Kota Pekalongan, Kelurahan Duwet, Kertoharjo, Kuripan Kidul, Banyurip Ageng, dan Banyurip Alit menjadi lokus yang tepat untuk menerapkan program ini. Selanjutnya Untuk mewujudkan ide tersebut Kantor Lingkungan Hidup Kota Pekalongan mencoba mengajukan pendanaan melalui penggunaan Dana Alokasi Khusus bidang Lingkungan Hidup, mengakses dana hibah dari AUSAID, dan mempergunakan APBD Kota Pekalongan. Selain itu, pemerintah kota juga menggandeng lembaga pemerintahan lain untuk membangun jaringan dan reaktor pengolahan limbah tahu. Sebagai contoh, untuk membangun sebuah instalasi pengolahan limbah tahu beserta jaringannya di Kelurahan Duwet, Kecamatan Pekalongan Selatan, dana pembangunan IPAL diperoleh dari DAK sebesar 99 juta rupiah dan Dana Hibah sebesar 150 juta rupiah. Adapun pengadaan lahan tempat instalasi diperoleh melalui sumbangan dari warga setempat. Adapun proses energy ampas tahu ini adalah dengan melakukan pemisahan limbah tahu. Limbah tahu terdiri dari 2 jenis, ada limbah cair dan ada pula limbah padat atau yang biasa disebut ampas tahu. Limbah cair industri tahu sendiri sebenarnya sebagian dimanfaatkan kembali untuk membuat nata de coco sedangkan sisanya dibuang. Sisa yang dibuang ini yang kemudian mencemari air dan tanah karena mengandung metana. Perombakan (degradasi) limbah cair organik akan menghasilkan gas metana, karbondioksida, dan gas-gas lain serta air. Air limbah yang dibuang dari para pengrajin kemudian ditampung pada bak pengurai yang kedap udara anaerob. Dari bak tersebut air dialirkan beberapa kali ke bak pengolahan lanjutan yang kemudian memisahkan air dan gas. Gas yang terkumpul dialirkan ke rumah penduduk melalui pipa-pipa gas. Di tiap rumah penduduk dilengkapi dengan pengukur tekanan gas. Jika tekanan gas di alat pengukur tersebut mencapai 7 bar penduduk dapat memanfaatkan gas dari reactor. Sampai saat ini gas dapat dimanfaatkan secara cuma- cuma oleh masyarakat yang berada di sekitar industri tahu. Sebagian digunakan untuk memasak dalam proses pembuatan tahu bagi
pelaku produksi tahu, sedangkan bagi warga bukan pengolah tahu, gas dimanfaatkan untuk kebutuhan rumah tangganya
KENDALA Kurangnya kesadaran masyarakat dalam pemeliharaan lingkungan dan kurangnya pemahaman ilmu tentang pengelolaan limbah menjadi kendala berlangsungnya program energy ampas tahu Kota Pekalongan.
HASIL YANG DICAPAI Selama program energy ampas tahu Kota Pekalongan, adapun manfaat yang dapat diperoleh adalah: 1. Berkurangnya tingkat pencemaran lingkungan akibat limbah tahu bagi masyarakat sekita; 2. Dihasilkannya biogas dari sumur IPAL sebagai bahan bakar alternatif untuk keperluan memasak; 3. Penataan lingkungan sekitar IKM menjadikan tidak lagi kumuh sehingga meningkatkan tingkat kesehatan dan kenyamanan bagi masyarakat sekitar; 4. Dihasilkannya 28,32 - 30 m 3 gas setiap harinya untuk memenuhi kebutuhan memasak bagi 18 - 24 rumah warga sekitar; 5. Penghematan sebesar rata-rata Rp 60.000/bulan untuk pengeluaran memasak bagi rumah tangga yang dialiri biogas dari ampas tahu, sehingga membantu meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar; 6. Proses ini mampu mengurangi penggunaan kayu bakar, minyak tanah, maupun LPG sehingga dapat mengurangi emisi GRK yang dihasilkan; 7. Saat ini telah terbangun IPAL biogas industri tahu sejumlah 4 (empat) unit yang sudah dimanfaatkan secara maksimal oleh masyarakat sekitar; 8. Dengan inovasi bidang pemanfaatan limbah menjadi energi yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat otomatis dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemerintah daerah mengingat terjadi penghematan terhadap konsumsi bahan bakar untuk kebutuhan energinya, sekaligus menyumbang upaya mengurangi emisi GRK Kota Pekalongan; 9. Berkat proses yang dikembangkan, Pemerintah Kota Pekalongan dapat menjaring pendanaan dari pusat atau yang dimasukkan dalam kegiatan untuk memperbaiki sanitasi perkotaan (setiap tahun pembiayaan untuk pembangunan instalasi biogas melalui DAK-LH dan tahun 2011 mendapatkan bantuan dana hibah AUSAID).
KEBERLANJUTAN Untuk menjamin keberlanjutan Program Ampas Tahu Kota Pekalongan, Pemerintah melakukan kerjasama yang ditindaklanjuti dengan MoU pada tiap-tiap daerah yang belum memanfaatkan ampas tahu sebagai energy alternative.
LESSON LEARN Program Taling Siswa Kota Tarakan dapat berjalan sesuai rencana disebabkan oleh adanya komitmen kuat dan kolaborasi antar semua pihak.