Available online at: http://ejournal.undip.ac.id/index.php/teknik
Teknik, 37 (2), 2016, 88-93
Implementasi dan Pendampingan Pemberdayaan Masyarakat Industri Kecil Menengah Tahu Dalam Perbaikan Pemanfaatan Limbah Tahu untuk Produksi Biogas I. Istadi, Nani Harihastuti*, H. Hadiyanto, P. Purwanto, R. Rahayu, Tri Retnaningsih Soeprobowati, Agus Hadiyarto Sekolah Pascasarjana, Universitas Diponegoro, Jl. Imam Bardjo, SH, Kampus Undip Tembalang, Semarang, Indonesia 50275
Abstrak Penelitian penerapan teknologi tepat guna ini berfokus kepada aspek implementasi dan pendampingan teknologi, pemberdayaan industri kecil menengah tahu, dan peningkatan penghematan energi mandiri. Tujuan dari artikel ini adalah: (1) mengkaji aspek teknis pendampingan pada implementasi teknologi tepat guna pengolahan limbah cair industri tahu menjadi biogas dan pemurniannya sebagai sumber energi; (2) peningkatan kapasitas dan pemberdayaan industri kecil menengah tahu; dan (3) peningkatan penghematan energi mandiri dari hasil implementasi teknologi. Objek implementasi teknologi adalah biogas hasil dari pemrosesan limbah industri tahu Sentra Sumber Rejeki di Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo, Provinsi Jawa Tengah. Biogas yang dihasilkan dari digester konvensional dimurnikan di unit pemurnian biogas yang terdiri dari dua tahapan, yaitu: (1) proses kondensasi untuk mengembunkan uap air yang terbawa oleh biogas; dan (2) proses penjerapan menggunakan adsorben karbon aktif. Potensi pembentukan biogas sebesar 1350650 liter/hari dapat digunakan sebagai sumber energi insitu. Pemrosesan biogas melalui proses terintegrasi kondensasi-adsorpsi dapat meningkatkan kualitas biogas cukup signifikan. Biaya operasional yang dapat dihemat dengan pemanfaatan biogas sebagai sumber energi sebesar Rp 127.680.000,00 dari peniadaan serbuk gergaji dan Rp 57.960.000,00 dari substitusi pembelian solar. Pemanfaatan air limbah industri tahu sebagai sumber energi terbarukan dapat memberi nilai tambah pada pengrajin tahu, baik dari segi ekonomi maupun lingkungan. Kata kunci: biogas; kondensasi-adsorpsi; karbon aktif; air limbah tahu
Abstract [Title: Implementation and Assistance for Community Empowerment of Small and Medium Tofu Industries In Improvement of Tofu Waste Utilization for Biogas Production] Research application of appropriate technology was focused on implementation aspects and technological assistance, empowerment of small and medium industries know, and increased energy savings independently. The purpose of this article were: (1) assess the technical aspects of assistance to the implementation of appropriate technology for industrial wastewater treatment and purification out into biogas as an energy source; (2) capacity building and empowerment of small and medium tofu industries ; and (3) increase energy savings as the results of the implementation of the technology. Objects implementation of biogas technology is the result of the processing of industrial wastes from Tofu Industri of Sumber Rejeki, District of Kartasura, County of Sukoharjo, Central Java Province. Biogas feed was processed according to biogas purification process unit which consisting of two steps, namely: (1) the condensation process for condensing water vapor carried by biogas; and (2) the process of adsorption or entrapment using the activated carbon adsorbent. The potential of biogas formation of 1350650 L/day can be used as an in situ energy source. Processing biogas through the integrated process of condensation-adsorption can improve the quality of biogas significantly. Operational costs can be saved by the use of biogas as an energy source in amount of Rp 127,680,000.00 of annihilation sawdust and Rp 57,960,000.00 from the substitution of diesel purchases. Utilization of industrial waste water out as a renewable energy source can add value to tofu small industries, both economically and environmentally. Keywords: biogas; condensation-adsorption; active carbon; tofu waste water -----------------------------------------------------------------*)
Penulis Korespondensi. E-mail:
[email protected]
doi:10.14710/teknik.v37n2.13183
Copyright © 2016, TEKNIK, p-ISSN 0852-1697, e-ISSN: 2460-9919
Teknik, 37 (2), 2016, 89
1. Pendahuluan Kebutuhan energi alternatif di Indonesia sudah mendesak untuk mencari dan menggunakan energi baru dan terbarukan. Biogas merupakan salah satu sumber energi terbarukan yang bersumber dari bahan-bahan organik yang didegradasi secara anaerobik oleh bakteri dalam lingkungan bebas oksigen (Soerawidjaja, 2006). Biogas terdiri dari komponen penyusun utama CH4 (5470%vol) dan CO2 (20-45%vol), serta gas lain dalam jumlah relatif kecil, yaitu H2S, NH3, H2, N2, dan H2O. Untuk memaksimalkan potensi-potensi dari nilai kalori biogas dan menghilangkan kerugian yang dapat ditimbulkan oleh adanya gas pengoto, maka harus dilakukan proses pemurnian dengan cara menghilangkan gas-gas pengotor dari biogas. Pemanfaatan energi biogas memiliki banyak keuntungan antara lain: mengurangi efek terjadinya gas rumah kaca, mengurangi bau tidak sedap, mencegah penyebaran penyakit, menghasilkan panas dan daya (mekanik/listrik) serta memperoleh hasil samping berupa pupuk padat dan cair (Hozairi dkk., 2012). Kegiatan yang berpotensi sebagai sumber biogas antara lain: rumah potong hewan, tempat pemrosesan akhir (TPA), industri peternakan, industri makanan (tahu, tempe, susu, restoran), sampah organik pasar, limbah domestik/tinja, pengolahan limbah industri, dan sebagainya (Arsana, 2005). Jumlah industri tahu yang ada di Indonesia mencapai 84.000 unit usaha dengan produksi lebih dari 2,56 juta ton per hari pada tahun 2010. Jumlah limbah cair yang dihasilkan oleh industri tahu sebesar 1520 liter/kg bahan baku kedelai, dan kandungan zat organiknya sangat tinggi dengan nilai COD (Chemical Oxygen Demand) berkisar antara 7500-14000 mg/L (Herlambang, 2002). Apabila air limbah tersebut dibuang langsung ke sungai, maka dapat menimbulkan pencemaran lingkungan perairan, sehingga perlu dilakukan upaya pengendalian atau pemanfaatan limbah sebelum dibuang, antara lain untuk pemanfaatan sebagai sumber energi berupa biogas. Pada proses degradasi secara anaerob, setiap 1 kg COD akan menghasilkan 350 liter CH4 (Benfield dan Randall, 1980), sehingga limbah cair industri tahu memiliki potensi yang sangat besar sebagai bahan baku pembentukan biogas. Nilai kalori biogas berkisar antara 500-700 BTU/ft3 atau 4500-6300 kcal/m3 atau 17900-25000 kJ/m3 (Polprasert, 2007). Energi yang terkandung dalam biogas tergantung dari konsentrasi metana (CH4). Semakin tinggi kandungan metana maka semakin besar pula kandungan energi atau nilai kalor pada biogas. Kualitas biogas yang dihasilkan dapat ditingkatkan dengan memberikan perlakuan khusus terhadap komponen-komponen biogass, misalnya pemurnian biogas melalui sistem adsorpsi. Uap air yang terkandung dalam biogas dapat menyebabkan korosi pada peralatan logam dan menyebabkan nilai kalor biogas menurun, sehingga uap air ini perlu dihilangkan. Proses pemurnian biogas juga memegang peranan penting untuk peningkatan kualitas biogas yang
dihasilkan dari industri tahu. Proses pemurnian biogas ini dapat dilakukan dengan sistem kondensasi atau sistem adsorpsi atau sistem kombinasi kondensasi-adsorpsi (Harihastuti, 2016; Harihastuti dkk., 2015; Biernat dan Samson-Brek, 2011). Namun demikian, pada umumnya proses pemurnian biogas yang telah dilakukan hanya bersifat menyisihkan salah satu atau beberapa gas pengotor saja. Berkaitan dengan pemberdayaan air limbah industri tahu, masih belum banyak kajian yang menjelaskan potensi pemberdayaan pemanfaatan limbah cair industri tahu dalam rangka peningkatan efisiensi energi, mengurangi dampak lingkungan, dan penghematan biaya energi di tingkat industri kecil menengah. Kebanyakan kajian sebelumnya hanya fokus kepada pengolahan limbah cair industri tahu, tetapi belum menyentuh besarnya penghematan biaya energi. Oleh karena itu penelitian penerapan teknologi tepat guna ini berfokus kepada aspek-aspek implementasi dan pendampingan teknologi, pemberdayaan industri kecil menengah tahu, dan peningkatan penghematan energi mandiri. Adapun tujuan dari artikel ini adalah: (1) mengkaji aspek-aspek teknis pendampingan pada implementasi teknologi tepat guna pengolahan limbah cair industri tahu menjadi biogas dan pemurniannya sebagai sumber energi; (2) peningkatan kapasitas dan pemberdayaan industri kecil menengah tahu; dan (3) peningkatan penghematan energi mandiri dari hasil implementasi teknologi. 2. Bahan dan Metode 2.1. Bahan dan Peralatan Bahan yang digunakan di dalam penelitian implementasi teknologi tepat guna ini adalah limbah industri tahu Sentra Sumber Rejeki di Dukuh Purwogondo, Kelurahan Kartasura, Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo, Provinsi Jawa Tengah. Jumlah anggota dari sentra industri tahu ini adalah 35 pengrajin tahu dengan kebutuhan kedelai per hari 10630 kg. Limbah yang terdapat di IKM tersebut adalah limbah padat berupa ampas tahu yang dimanfaatkan untuk pakan ternak. Limbah cair dari IKM tersebut berupa dadih (whey) dan air dari proses pembersihan kedelai dan pencucian peralatan. Air limbah industri tahu inilah yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan biogas. Beberapa peralatan yang sudah dihibahkan untuk dimanfaatkan IKM tersebut adalah berupa serangkaian alat pemurnian biogas yang terdiri dari proses kondensasi dan proses adsorpsi yang terintegrasi (lihat Gambar 1 dan Gambar 2). Gambar 1 adalah skema rangkaian peralatan untuk proses pemurnian biogas dalam rangka peningkatan kualitas biogas yang dihasilkan. Gambar 2 merupakan foto-foto kegiatan berupa digester untuk pengolahan limbah cair industri tahu menjadi biogas dan peralatan pemurnian biogas serta pendampingan implementasi teknologinya.
Copyright © 2016, TEKNIK, p-ISSN 0852-1697, e-ISSN: 2460-9919
Teknik, 37 (2), 2016, 90
2.2. Prosedur Implementasi Teknologi Tepat Guna Karakteristik limbah cair industri tahu yang diproses adalah BOD 4685 mg/L, COD 7441 mg/L, dan TSS 1438 mg/L. Spesifikasi karbon aktif (karbon aktif komersial) sebagai adsorben adalah ukuran partikel 0,9 mm, densitas 500 kg/m3, luas permukaan 1150 m2/g, koefisien ketidakseragaman 1,7, bilangan Iodine >950 mg/g, kandungan air 5%, kadar abu 12%, dan pH bersifat basa. Biogas yang dihasilkan dari digester konvensional dimurnikan di unit proses pemurnian biogas yang terdiri dari dua tahapan, yaitu: (1) proses kondensasi untuk mengembunkan uap air yang terbawa oleh biogas; dan (2) proses adsorpsi atau penjerapan menggunakan adsorben karbon aktif tersebut. Pengukuran konsentrasi moisture menggunakan metode gravimetri berdasarkan SNI 197117.4-2005, sedangkan pengukuran konsentrasi H2S menggunakan metode spektrofotometri methylene blue berdasarkan SNI 19.711.7-2005, dan pengukuran kandungan NH3 menggunakan metode spektrofotometri indophenols.
Sumber Rejeki. Komposisi biogas tersebut disajikan di Tabel 1 dengan BOD 4685 mg/L, COD 7441 mg/L, dan TSS 1438 mg/L. Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa konsentrasi CH4 yang merupakan komponen utama biogas dapat ditingkatkan dengan menghilangkan komponen-komponen gas pengotor (H2S, NH3, CO2, dan H2O). Kandungan H2S dan NH3 yang terdapat pada hasil biogas (sebelum dimurnikan) tersebut dapat membahayakan manusia dan lingkungan. Kandungan CO2 pada biogas memungkinkan untuk bereaksi dengan air membentuk H3CO3 dan (NH4)HCO3, sehingga moisture atau air harus dihilangkan dari biogas.
3. Hasil dan Pembahasan 3.1. Karakteristik Biogas Umpan dan Tahapan Proses Kondensasi Biogas yang dimurnikan adalah dikumpulkan dari bagian keluaran digester dari Sentra Industri Tahu
Proses kondensasi pada teknologi ini dimaksudkan sebagai penanganan awal sebelum dilakukan proses adsorpsi atau penjerapan dengan tujuan mengkondensasikan kandungan air atau moisture yang
Tabel 1. Komposisi biogas yang dihasilkan dari digester sentra tahu Parameter Satuan Nilai Terukur CH4 %vol 45,89 CO2 %vol 29,69 H 2S %vol 0,33 NH3 %vol 0,001 H 2O %vol 24,09
CH4, CO2
BIOGAS
A D S O R B E R
WATER CONDENSOR
TOFU WASTE WATER
BIOGAS DIGESTER
BIOGAS EFFLUENT WATER TRAP COMPRESSOR WATER TANK
Gambar 1. Skema rangkaian alat pemurnian biogas (kondensasi dan adsorpsi terintegrasi) Copyright © 2016, TEKNIK, p-ISSN 0852-1697, e-ISSN: 2460-9919
ACTIVATED CARBON
Teknik, 37 (2), 2016, 91
merupakan komponen pengotor biogas yang harus dihilangkan. Karbon aktif sebagai adsorben bersifat hidrofobik sehingga kurang afinitas terhadap air, sehingga metode kondensasi sebelum penjerapan adalah paling sesuai. Keuntungan lain dari kondensasi tersebut adalah peningkatan efisiensi pada penggunaan biogas sebagai bahan bakar, mencegah terjadinya korosi, dan meningkatkan masa pakai dari adsorben karbon aktif pada proses selanjutnya. Suhu biogas yang keluar dari digester adalah sekitar 38-39 oC, sehingga suhu air sebagai media pendingin adalah suhu kamar, sehingga dapat dipastikan proses kondensasi dapat terjadi. 3.2. Tahapan Proses Penjerapan dengan Adsorben Karbon Aktif Karakteristik karbon aktif yang dipakai sebagai adsorben telah dijelaskan di sub-bab sebelumnya. Luas permukaan karbon aktif yang digunakan pada teknologi ini (1150 m2/g) adalah baik. Parameter lainnya yang penting adalah bilangan iodin yang menunjukkan keaktifan dari adsorben. Hasil kinerja teknologi proses pada pemurnian biogas tersebut disajikan di Tabel 2. Prosentase
penghilangan air yang paling baik diperoleh pada laju air biogas 0,3 m3/s. Pada waktu alir yang lebih lama maka waktu kontak antara adsorben dan biogas pada laju alir yang sama menjadi lebih lama dan lebih banyak gas yang dapat teradsorpsi. Pengurangan kandungan H2S dari biogas setelah melalui proses terintegrasi disajikan di Tabel 3. Pada laju alir biogas 0,15 m3/s, proses adsorpsi terhadap komponen H2S menunjukkan kinerja terbaik pada rentang variabel yang dicoba pada waktu alir 1-3 jam. Pada waktu alir lebih dari 3 jam konsentrasi H2S malah lebih tinggi dari waktu alir yang lain. Hal ini disebabkan oleh pori-pori karbon aktif yang sudah terisi oleh komponen pengotor setelah waktu alir 3 jam sehingga kemampuan adsorpsi H2S menurun. Hal ini sesuai dengan penelitian Alwathan dkk. (2013), namun hasil penelitian ini menunjukkan hasil yang lebih baik dari pada hasil Alwathan dkk. tersebut. Dengan kata lain adsorben sudah mendekati kejenuhan dan perlu diregenerasi. Hal ini juga bersesuaian dengan pernyataan Choo dkk. (2013) bahwa kapasitas adsorpsi karbon aktif akan menurun dengan naiknya laju alir biogas.
Gambar 2. Foto digester dan implementasi peralatan pemurnian biogas dan pendampingan teknologinya
Copyright © 2016, TEKNIK, p-ISSN 0852-1697, e-ISSN: 2460-9919
Teknik, 37 (2), 2016, 92
Tabel 2. Kinerja penghilangan air pada proses terintegrasi pada berbagai laju alir biogas Waktu alir (jam) 1 2 3 4 5
Prosentase Pengurangan Air/Moisture (%) Laju alir Laju alir 0,21 Laju alir 0,15 m3/s m3/s 0,3 m3/s 99,42 95,70 99,78 96,54 91,39 98,29 95,70 87,50 97,53 78,48 82,78 96,83 52,65 48,35 89,54
Tabel 3. Kinerja penghilangan H2S pada proses terintegrasi pada berbagai laju alir biogas
Waktu alir (jam) 1 2 3 4 5
Prosentase penghilangan (%) Laju alir Laju alir Laju alir biogas 0,15 biogas 0,21 biogas 0,3 m3/s m3/s m3/s 100 93,75 98,74 97,97 91,14 97,02 95,72 79,94 87,76 52,58 65,90 73,18 20,08 44,19 39,37
Pada proses adsorpsi untuk komponen NH3 (Tabel 4), laju alir biogas 0,15 m3/s menunjukkan kemampuan adsorpsi yang paling baik pada rentang variabel yang dipelajari hingga waktu alir 2 jam. Laju alir biogas yang lebih lambat memberikan kemampuan adsorpsi NH3 yang lebih baik. Namun demikian, semakin banyak gas yang dapat teradsorpsi tentunya akan mempercepat kejenuhan dari adsorben. Dengan penghilangan gas-gas pengotor seperti H2S, NH3, CO2 dan air, maka konsentrasi CH4 sebagai komponen utama hasil biogas meningkat dari 45,80% menjadi konsentrasi sebagaimana dituliskan di Tabel 5. Hal ini berarti kualitas biogas yang dihasilkan dari digester di Sentra Tahu Sumber Rejeki dapat dinaikkan kualitasnya. Hasil ini memang belum memuaskan sekali karena masih terdapatnya CO2 di dalam biogas yang belum dapat teradsorpsi. Tabel 4. Kinerja penghilangan gas NH3 dari biogas melalui proses terintegrasi pada berbagai laju alir biogas
Waktu alir (jam) 1 2 3 4 5
Prosentase penghilangan (%) Laju alir Laju alir Laju alir biogas 0,15 biogas 0,21 biogas 0,3 m3/s m3/s m3/s 100 100 99,06 100 97,00 86,12 90,81 92,87 72,05 75,24 89,31 82,74 45,03 58,72 72,98
Tabel 5. Konsentrasi CH4 sesudah proses adsorpsi terintegrasi pada berbagai laju alir biogas Konsentrasi Gas CH4 keluaran (%) Laju alir Laju alir Laju alir biogas 0,15 biogas 0,21 biogas 0,3 m3/s m3/s m3/s 58,38 67,45 74,49 60,10 76,42 78,42 71,53 81,94 67,45 73,47 72,64 69,80 68,19 64,45 63,88
Waktu alir (jam) 1 2 3 4 5
Penurunan BOD dan COD juga cukup signifikan pada proses terintegrasi kondensasi-adsorpsi dengan adsorben karbon aktif. BOD dari hasil biogas dapat diturunkan dari 4865 mg/L menjadi sekitar 134,4 mg/L, sedangkan COD dapat diturunkan dari 7441 mg/L menjadi 382,7 mg/L. Penurunan BOD dan COD ini cukup signifikan selain dari peningkatan konsentrasi komponen utama biogas (CH4). Peningkatan kualitas biogas ini dapat membawa dampak positif bagi IKM Sentra Tahu Sumber Rejeki di daerah Kabupaten Sukoharjo Provinsi Jawa Tengah. Tabel 6. Penurunan BOD dan COD biogas pada proses adsorpsi terintegrasi Parameter
Biogas dari Digester
Biogas setelah Proses Terintegrasi
BOD (mg/L)
4685
134,4
COD (mg/L)
7441
382,7
TSS (mg/L)
1438
294
pH
4,7
7,4
45,3
33,2
o
Suhu ( C)
3.3. Potensi Ekonomi Penerapan Teknologi pada Sentra IKM Tahu Sumber Rejeki Dengan asumsi bahwa proses produksi sama, maka apabila seluruh pengrajin tahu dapat mempunyai digester dan berfungsi dengan baik, maka CH4 yang dihasilkan adalah sebagai berikut: jumlah kebutuhan kedelai per hari = 10.630 kg; setiap 350 kg kedelai menghasilkan 18.000 L air limbah, maka jumlah air limbah yang dihasilkan = (10.630 kg : 350 kg) x 18.000 L = 546.686 L; nilai COD diasumsikan sama, sehingga COD yang terdegradasi = 7.058,3 mg/L x 546.686 L = 3.858.673,8 mg = 3.859 kg COD; potensi yang terbentuk = 3.859 kg COD x 350 L CH4/kg COD = 1.350.650 L CH4/hari; serbuk gergaji yang digunakan 1 IKM (bahan baku kedelai 350 kg) = 20 sak/hari; serbuk gergaji yang dibutuhkan 35 IKM = (10.630 kg : 350 kg) x 20 sak/hari = 608 sak/hari; biaya
Copyright © 2016, TEKNIK, p-ISSN 0852-1697, e-ISSN: 2460-9919
Teknik, 37 (2), 2016, 93
pembelian serbuk gergaji per hari = 608 sak x Rp 7.000,00 = Rp 4.256.000,00; maka biaya pembelian serbuk gergaji per bulan = 30 x Rp 4.256.000,00 = Rp 127.680.000,00. Apabila biogas digunakan untuk menggantikan serbuk gergaji, maka biaya operasional yang dapat dihemat di satu sentra Rp 4.256.000,00 per hari atau Rp 127.680.000,00 per bulan; kebutuhan solar per hari 1 IKM = 8 liter; biaya pembelian solar per hari 1 IKM = 8 x Rp 6.900,00 = Rp 55.200,00; biaya penggunaan solar per hari 35 IKM = 35 x Rp 55.200,00 = Rp 1.932.000,00; biaya penggunaan solar per bulan 35 IKM = Rp 1.932.000,00 x 30 = Rp 57.960.000,00. Oleh karena itu, biaya operasional yang dapat dihemat dari penggunaan biogas sebagai pengganti solar adalah sebesar Rp 1.932.000,00 per hari atau Rp 57.960.000,00 per bulan. 4. Kesimpulan Potensi pembentukan biogas sebesar 1.350.650 liter/hari dapat digunakan sebagai sumber energi insitu. Pemrosesan biogas melalui proses terintegrasi kondensasi-adsorpsi dapat meningkatkan kualitas biogas cukup signifikan. Biaya operasional yang dapat dihemat dengan pemanfaatan biogas sebagai sumber energi sebesar Rp 127.680.000,00 dari peniadaan serbuk gergaji dan Rp 57.960.000,00 dari substitusi pembelian solar. Pemanfaatan air limbah industri tahu sebagai sumber energi terbarukan dapat memberi nilai tambah pada pengrajin tahu, baik dari segi ekonomi maupun lingkungan. Industri tahu yang belum mempunyai digester agar dapat segera membuat digester secara berkelompok untuk mengolah air limbahnya sehingga dapat dihasilkan biogas. Kapasitas digester yang didesain dapat bersifat komunal untuk beberapa pengrajin yng letaknya berdekatan agar dapat dihasilkan biogas secara kontinyu dengan jumlah yang cukup dan menghemat biaya Ucapan Terima Kasih Ucapan terima kasih disampaikan kepada Sekolah Pascasarjana Universitas Diponegoro yang telah membiayai penerapan teknologi hasil penelitian ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Sentra IKM Sumber Rejeki Kabupaten Sukoharjo Provinsi Jawa Tengah sebagai objek implementasi teknologi.
Daftar Pustaka Alwathan, A., Mustafa, M., Thahir, R. (2013). Pengurangan Kadar H2S dari Biogas Limbah Cair Rumah Sakit dengan Metode Adsorpsi. Konversi, 2(1), 1-6. Arsana, I.M.Y. (2005). Pemanfaatan Biogas sebagai Energi Alternatif. http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2005/7/11/ op2.htm (diakses pada 12 November 2016) Benfield, L.D., Randall, C.W. (1980). Biological processing Design for Wastewater Treatment. Prentice-Hall, Inc., New Jersey. Biernat, K., Samson-Brek, I. (2011). Review of Technology for Cleaning Biogas to Natural Gas Quality. Chemik. 65(5), 435-444. Choo, H.S., Lau, L.C., Mohamed, A.R., Lee, K.T. (2013). Hydrogen sulfideadsorption by alkaline impregnated coconut shell activated carbon, Journal of Engineering Science and Technology, 8, 741-753. Harihastuti, N. (2016). Pemurnian Biogas untuk Mencapai Pipeline Quality Gas Sebagai Sumber Energi Terbarukan yang Ramah Lingkungan. Disertasi Doktor. Doktor Ilmu Lingkungan. Universitas Diponegoro. Harihastuti, N., Purwanto, P., Istadi, I. (2015). Separation of H2S and NH3 gases from tofu waste water-based biogas using activated carbon adsorption. AIP Conference Proceedings, 1699, art. no. 060012 Hozairi, H., Bakir, B., Buhari, B. (2012). Pemanfaatan Kotoran Hewan menjadi Energi Biogas untuk Mendukung Pertumbuhan UMKM di Kabupaten Pamekasan, Prosiding InSINAS, hal. 93-98 Polprasert, C. (2007). Organic Waste Recycling Technology and Management. 3rd Edition. IWA Publishing. London Soerawidjaja, T.H. (2006). Potensi Sumber Daya Hayati Indonesia dalam Penyediaan Berbagai Bentuk Energi. http://www.dikti.org/biogas.
Copyright © 2016, TEKNIK, p-ISSN 0852-1697, e-ISSN: 2460-9919