Gulo, dkk., Kebijakan dalam Upaya Memerangi Kemiskinan di Nias
PELAKSANAAN PELAYANAN PUBLIK BIDANG PEMERINTAHAN DI KECAMATAN PADA PEMERINTAH KOTA MEDAN
Hadeli, M. Ridwan Rangkuti, Robinson Sembiring
Abstract: This is a result of opinion of society in execution of public service in governance area which still highlighted for this time, because the quality of still griped many by societies. Also is found by some resource conditions executor of service of public covering: condition of building physical and equipments condition for the management of service of adequate public, that way also in the case of freshmen and security in management of balmy enough and peaceful service. Later then found also the amount of personals to serve society quite a lot, but decisions of management time hang in doubt. Personnel attitude in serving enough society also friendliness, whereas sincerity and justice of executor not yet less open and optimal, so that society less know clauses in management of which can pursue fluency in course of service. To overcome lacking of facilities and basic facilities service of public require to be conducted by same activity of outside party, at the same time readily practice and peripheral to improve ability of executors, so that government officer responsibility and response will progressively grow and expand. Reposition in this is to: repair of service of public will improve trust to government which in turn will grow to develop society participation in development. Keywords: public services and participation PENDAHULUAN Sejak diberlakukannya UU. No.22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, dan UU. No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah, menyebabkan perubahan pada penyelenggaraan pemerintahan dari Sentralisasi menjadi Desentralisasi, dan perubahan sistem baru bagi pembangunan di daerah. Perubahan kebijakan dan peraturan perundang-undangan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah tidak terlepas dari upaya untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas pelayanan. Perubahan tersebut juga didasari pergeseran paradigma yang berisikan perubahan prilaku pelayanan dari yang bersifat Sentralistis ke Desentralistis. Selain itu, salah satu upaya untuk mendorong terwujudnya akuntabilitas pelayanan dan terjadinya revitalisasi fungsi pelayanan aparatur pemerintah adalah dengan adanya keharusan setiap instansi pemerintah untuk menyusun rencana stratejik masing-masing. Hakekat dari pembangunan daerah dinyatakan sebagai upaya yang sistematis dalam menggali dan meningkatkan pembangunan Hadeli adalah Dosen Universitasmasyarakat Islam Sumatera disegala aspek kehidupan di Utara daerah
yang lebih baik dan terus menerus. Dengan demikian Pemerintah Kota dituntut untuk dapat melaksanakan pembangunan itu disertai dengan dukungan organisasi/kelembagaan yang handal dan dapat menginovasikan sektor-sektor yang dapat meningkatkan tuntutan masyarakat tersebut. Untuk meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat, berbagai sumber daya digali dan dicari baik yang selama ini sudah ada atau sumber daya baru, baik yang merupakan sumber daya manusia, sumber financial maupun sumber daya kelembagaan dalam upaya meningkatkan peranannya di dalam kegiatan sosial ekonomi. Meningkatkan pelayanan kepada masyarakat juga merupakan upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Salah satu bidang pelayanan masyarakat adalah bidang pelayanan pemerintahan yang merupakan tugas Pemerintah Kota Medan untuk menyelenggarakannya. Namun sampai saat ini kualitasnya masih dikeluhkan oleh masyarakat. Untuk melakukan perbaikan dan sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan publik dibidang pemerintahan yang sangat terkait dengan sebagian besar masyarakat Kota Medan, maka diperkenalkan kepada masyarakat suatu bentuk program pelayanan publik dibidang
M. Ridwan Rangkuti & Robinson Sembiring adalah Dosen MSP SPs USU
44
Jurnal Studi Pembangunan, Oktober 2005, Volume 1, Nomor 1
pemerintah, yakni program pelayanan prima dengan motto:”cepat, tepat, murah dan mudah.” Sebagian dari pelaksanaan pelayanan prima ini diserahkan wewenangnya kepada Kecamatan dan Kelurahan sebagian lagi kepada Dinas-dinas di dalam unit kerja Pemko Medan. Di Kecamatan program pelayanan yang sudah dikenal oleh masyarakat yaitu : program pelayanan KK/KTP gratis, pelayanan PBB, pelayanan Pencatatan Akte Tanah, pelayanan ganti rugi tanah, dan pelayanan kebersihan sampah. Pengutipan PBB saat ini masih merupakan pajak pusat namun, dalam pengutipannya Kecamatan mempunyai tanggung jawab untuk melaksanakannya. Pelayanan Pencatatan Akte Tanah sekarang ini dapat dilakukan di dua tempat masing-masing di kantor Kecamatan dan di Kantor Notaris. Meskipun Camat sebagai Kepada PPAT, tidak semua masyarakat yang tinggal di pusat kota mengurus surat Pencatatan Akte Tanah di Kecamatan, sebagian besar masyarakat mengurus Akte Tanah pada Notaris, tetapi masyarakat yang tinggal di daerah pinggiran kota lebih suka mengurus di Kecamatan dengan menggunakan Surat Keterangan Ganti Rugi Tanah. Pelayanan kebersihan sampah yang pada mulanya retribusinya dikutip langsung oleh Dinas Kebersihan Kota Medan, pada saat ini dilimpahkan tanggungjawabnya kepada Kecamatan. Dalam pelaksanaan pelayanan ini maka seluruh aparatur Pemerintah Kota Medan, khususnya aparatur Pemerintah di Kecamatan diberi dukungan spirit dan motivasi agar secara sungguh-sungguh melaksanakan pelayanan sebaik dan semudah mungkin kepada masyarakat tanpa diskriminasi. Meskipun dalam pelaksanaannya masih dirasakan adanya kendala dalam upaya peningkatan pelayanan seperti adanya pelayanan KK/KTP yang masih menggunakan jasa pihak ketiga sehingga sering kali menimbulkan asumsi sebagai kegiatan pelayanan yang dikenakan pungutan biaya, dan kurangnya kesadaran masyarakat yang lebih tinggi untuk melaporkan pendataan dan pencatatan penduduk terutama melaporkan KTP yang telah habis waktu. Disamping itu masih terbatasnya mutu SDM dalam memberikan pelayanan. Demikian pula dari hasil pengamatan di lapangan, proses pengelolaan data dan informasi pada tiga unit kerja Pemko Medan tersebut,
sebagian besar masih menggunakan sistem konvensional seperti catatan-catatan dalam buku, dokumen-dokumen yang disimpan dalam file atau surat menyurat dengan menggunakan mesin ketik. Komputerisasi data hanya digunakan dalam sistem pelayanan KK/KTP sedangkan dalam pengolahan data/informasi yang lain masih menggunakan cara-cara manual. Kondisi ini bisa terjadi karena terbatasnya kemampuan SDM dalam pengolahan dan pengelolaan data dengan menggunakan dukungan mesin komputer, padahal seharusnya penanganan proses pengolahan data dan informasi saat ini sudah menjadi kebutuhan pokok organisasi. Sejalan dengan itu pula oleh Pemerintah Kota Medan telah dilaksanakan kegiatan Program Pemberdayaan Kelurahan (PPK). Program ini diharapkan menjadikan kelurahan dan masyarakat mampu menggali potensi sosial yang besar dilingkungannya dalam rangka pembangunan kelurahan. Dalam pelaksanannya Program Pemberdayaan Kelurahan ini dilakukan pembinaannya oleh Kecamatan yang meliputi : bidang kebersihan, bidang keamanan, bidang ketertiban, bidang pembinaan masyarakat dan pelayanan masyarakat. Program ini dilaksanakan sebagai prioritas utama Pemerintah Kota Medan karena disadari bahwa pelaksanaan penyelenggaraan pemerintah tidak dapat berjalan dengan sukses tanpa dukungan dan partisipasi luas dari masyarakat kota Medan, sehingga diharapkan Pemerintah/Kecamatan Kelurahan mampu menjadi ujung tombak (front liner) dalam pelaksanaan pelayanan publik. Oleh sebab itu pembinaan dan kelembagaan Pemerintah Kecamatan menjadi sangat penting dalam rangka penguatan sistem pemerintahan di Kecamatan/Kelurahan. Untuk itu, penelitian ini mengangkat masalah bagaimana pelaksanaan sumber daya pelaksana pelayanan publik bidang pemerintahan di kecamatan pada Pemerintah Kota Medan, yang meliputi Pelayanan KK/KTP, Pelayanan pengutipan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pelayanan Pencatatan Akte Tanah (PPAT), Pelayanan Ganti Rugi Tanah, Pelayanan Surat Keterangan, Pelayanan Kebersihan dan Retribusi Sampah.
45
Hadeli, dkk., Pelaksanaan Pelayanan Publik Bidang Pemerintahan…
METODE Penelitian ini menggunakan metode deskriptif yang bertujuan untuk membuat gambaran dan memaparkan bagaimana Pelaksanaan Pelayanan Publik di Bidang Pemerintahan pada Pemerintah Kota Medan. Lokasi penelitian ini mengambil tempat di tiga daerah Kecamatan yaitu 2 Kecamatan yang terletak di pinggiran kota antara lain Kecamatan Medan Marelan yang merupakan salah satu Kecamatan yang mendapat juara I dalam perlombaan Kecamatan Terbaik/ Teladan tingkat Propinsi Sumatera Utara tahun 2002. Kecamatan Medan Tuntungan yang potensi daerahnya sedang berkembang. Kecamatan Medan Petisah yang berada di pusat kota Medan dengan potensi kegiatan ekonomi perdagangan yang semakin laju pesat. Populasi dalam penelitian ini adalah terdiri dari elemen masyarakat yang mempunyai keterkaitan langsung ataupun tidak langsung dalam menerima pelayanan publik di bidang pemerintahan. Penarikan sampel dilakukan dengan cara purposive sampling dengan jumlah sampel pada masing-masing Kecamatan diambil sebanyak 25 orang. Data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder yang dikumpulkan melalui penyebaran kuisioner, observasi langsung di tiga kantor Kecamatan tersebut, selain itu data sekunder diperoleh dari berbagai dokumen, catatan dan arsip yang berhubungan dengan kegiatan pelayanan publik di bidang pemerintahan. Teknik analisis yang digunakan adalah dengan analisis deskriptif kuantitatif. PEMBAHASAN Kota Medan lahir dari sebuah kampung kecil yang bernama Kampung Medan Putri sekitar 415 tahun yang lalu, tepatnya 1 Juli 1590. Sebagai salah satu kota terbesar di Indonesia yang luasnya 256,10 Km2, kota Medan memiliki potensi perdagangan dan jasa domestik terutama jalan masuk untuk perdagangan Internasional, maupun untuk perdagangan lintas regional di kawasan Indonesia bagian Barat. Disamping potensi perdagangan dan jasa domestik, Kota Medan yang akan menuju kota metropolitan dikenal pula dengan potensi geografis, demografis dan cultural yang dapat dikelola untuk menghasilkan devisa daerah.
46
Wilayah kota Medan sebagian besar adalah dataran rendah. Menurut data statistik, sampai dengan 31 Desember 2003 jumlah penduduk kota Medan tercatat sebanyak 1.993.601 jiwa. Jumlah ini meningkat sebesar 1,51 % atau bertambah sebanyak 21.353 orang dibandingkan dengan posisi pada 31 Desember 2002, yakni 1.972.248 jiwa. Peningkatan jumlah penduduk diindikasikan banyak dipengaruhi oleh semakin meningkatnya pelayanan kesehatan masyarakat, namun begitu program Keluarga Berencana juga ikut berhasil. Ini dapat dilihat dari meskipun jumlah kematian bayi berkurang, namun jumlah kelahiran bayi juga semakin berkurang. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1992 tentang pembentukan beberapa Kecamatan di Kotamadya daerah Tingkat II Medan, Wilayah Administrasi Pemerintah Kota Medan saat ini mempunyai 21 Kecamatan dan 151 Kelurahan. Kebijakan Umum Pemerintah Kota Medan dalam rangka penyelenggaraan Pelayanan Umum berpedoman pada Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000, tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai daerah otonom. Bintoro Tjokroaminodjojo dan Mustopadidjaja (2002) menyatakan Kebijakan publik sebagai suatu keputusan yang dimaksud untuk mengatasi masalah tertentu atau untuk mencapai tujuan tertentu yang dilaksanakan oleh instansi yang berwenang dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara dan pembangunan. Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan apabila dipandang dari sudut manajemen dapat dibagi atas tiga jenis yang memiliki keterkaitan satu sama lain, yaitu: 1. Kebijakan Umum (Stratejik) 2. Kebijakan Manajerial 3. Kebijakan Teknis Operasional Menurut Lubis (1996), Kebijakan Publik dalam ilmu politik dikenal mempunyai makna yang sama dengan ”strategi”. Di mana kebijakan publik adalah merupakan seperangkat tindakan oleh pemerintah dengan suatu tujuan dalam rangka mencapai sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan atau untuk mengatasi masalah yang harus ditangani oleh pemerintah. Menurut Anderson dalam Budi Winarno (2002), ”Kebijakan merupakan arah tindakan
Jurnal Studi Pembangunan, Oktober 2005, Volume 1, Nomor 1
yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu persoalan”. Konsep Anderson dianggap tepat karena memusatkan perhatian pada apa yang sebenarnya dilakukan dan bukan apa yang diusulkan atau dimaksudkan. Selain itu juga membedakan kebijakan dari keputusan yang merupakan pilihan diantara berbagai alternatif yang ada. Dari beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik adalah ketetapan sejumlah keputusan yang diambil pemerintah atau lembaga awasta untuk menyelesaikan suatu masalah yang timbul di dalam masyarakat atau merupakan adanya suatu keinginan terhadap perubahan yang lebih baik, di mana para pelaku, lembaga dan alat yang digunakan serta mekanismenya telah ditetapkan dalam keputusan tersebut. Bentuk pelayanan publik yang diberikan kepada masyarakat menurut Lembaga Administrasi Negara (1998) dapat dibedakan ke dalam beberapa jenis pelayanan yaitu: 1. Pelayanan Pemerintahan, yaitu merupakan pelayanan masyarakat yang erat dengan tugas-tugas umum pemerintahan, seperti pelayanan KK/KTP, IMB, Pajak, Retribusi dan imigrasi. 2. Pelayanan Pembangunan, merupakan pelayanan masyarakat yang terkait dengan penyediaan sarana dan prasarana untuk memberikan fasilitas kepada masyarakat dalam aktifitasnya sebagai warga masyarakat, seperti penyediaan jalan, jembatan, pelabuhan, dan lainnya. 3. Pelayanan Utilitas, merupakan penyediaan utilitas seperti lisrik, air, telepon dan transportasi. 4. Pelayanan Kebutuhan Pokok, merupakan pelayanan yang menyediakan bahan-bahan kebutuhan pokok masyarakat dan kebutuhan perumahan, seperti penyediaan beras, gula, minyak, gas, tekstil dan perumahan murah. 5. Pelayanan Kemasyarakatan, merupakan pelayanan yang berhubungan dengan sifat dan kepentingan yang lebih ditekankan kepada kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan seperti pelayanan kesehatan, pendidikan dan ketenagakerjaan, penjara, rumah yatim piatu dan lainnya. Selanjutnya, masih menurut LAN, beberapa kriteria Pelayanan Publik yang baik antara lain:
1. Sederhana, mengandung arti prosedur/ tatacara pelayanan diselenggarakan secara mudah, cepat, tepat, tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan oleh masyarakat yang memintah pelayanan. 2. Kejelasan dan kepastian (transparan), mengandung arti adanya kejelasan dan kepastian mengenai: (1) prosedur/tatacara pelayanan, (2) persyaratan pelayanan, baik persyaratan teknis maupun persyaratan administrasi, (3) unit kerja atau pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan, (4) rincian biaya/tarif pelayanan dan tatacara pembayarannya, (5) jadwal waktu penyelesaian pelayanan. 3. Keterbukaan, mengandung arti prosedur/ tatacara persyaratan satuan kerja/pejabat penanggung jawab pemberi pelayanan, waktu penyelesaian, rincian waktu/tarif serta hal-hal yang berkaitan dengan proses pelayanan wajib diinformasikan secara terbuka agar mudah diketahui dan dipahami oleh masyarakat, baik diminta maupun tidak diminta. 4. Effisiensi, mengandung arti (1) persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada hal-hal berkaitan langsung dengan pencapaian sasaran pelayanan dengan memperhatikan keterpaduana antara persyaratan dengan produk pelayanan, (2) pencegahan adanya pemenuhan syarat yang berulang, dalam hal ini proses pelayanan masyarakat yang bersangkutan memenuhi adanya kelengkapan persyaratan dari satuan kerja/ instansi pemerintah lain yang terkait. 5. Ketetetapan waktu, mengandung arti pelaksanaan pelayanan terhadap masyarakat dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan. 6. Responsif, lebih mengarah pada daya tanggap dan cepat menanggapi apa yang menjadi masalah, kebutuhan dan aspirasi masyarakat yang dilayani. 7. Adaptif, adalah cepat menyesuaikan terhadap apa yang menjadi tuntutan, keinginan dan aspirasi masyarakat yang dilayani yang cendrung cepat berubah. 8. Ekonomis, artinya biaya pelayanan ditetapkan secara wajar dengan memperhatikan (1) nilai barang dan jasa pelayanan, dan tidak terlalu tinggi diluar kewajaran, (2) kondisi dan kemampuan masyarakat untuk
47
Hadeli, dkk., Pelaksanaan Pelayanan Publik Bidang Pemerintahan…
membayar (ability to pay), (3) ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 9. Keadilan yang merata, artinya jangkauan/ cakupan pelayanan diupayakan merata dan diberlakukan secara adil bagi seluruh lapisan masyarakat. 10. Kriteria Kuantitatif, antara lain: (1) trend jumlah warga/masyarakat yang meminta pelayanan perbulan/tahun, meningkat/ tidak, (2) lama waktu pelayanan rata-rata, (3) penggunaan teknologi modern, dan (4) frekuensi keluhan atau pujian masyarakat. Nurmandi (1999) mencirikan pelayanan kepada publik yang antara lain tidak dapat memilih konsumen, peranannya dibatasi oleh peraturan perundang-undangan, politik menginstitusionalkan konflik, pertanggungjawaban yang kompleks, sangat seting diteliti, semua tindakan hatus mendapat justifikasi, tujuan dan output sulit diukur atau ditentukan. Dalam hal kebijakan dibidang pelayanan umum, Pemerintah Kota Medan menetapkan sebagai berikut: 1. Penyerahan urusan (kewenangan) lebih banyak dari Pemerintah Kota kepada Kecamatan dan Kelurahan di bidang pelayanan umum 2. Penetapan Retribusi Pelayanan Umum berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, kebutuhan pengembangan inflastruktur pelayanan dan kemampuan masyarakat yang dilayani 3. Membuka kontrol publik terhadap pelaksanaan, monitoring dan evaluasi jasa pelayanan yang diberikan instansi Pemerintah Kota. 4. Penghapusan hambatan-hambatan perdagangan dan berinvestasi yang berada da;am kewenangan Pemerintah Kota. 5. Pengembangan profesionalisme pelayanan yang dikaitkan dengan keterseiaan sarana dan prasarana pelayanan. Peningkatan kualitas pelayanan perlu dilakukan terus menerus agat keleluasan konsumen semakin bertambah besar. Inovasi pelayanan perlu dilakukan sesuai dengan masukan dari masyarakat pelanggan dan dengan kemampuan unit pelayanan dalam memenuhi keinginan pelanggan tersebut. Oleh karena itu, upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan dapat diukur dengan kepuasan pelanggan yang hasilnya dapat dibandingkan untuk bahan masukan bagi perbaikan selanjutnya.
48
Fokus dari kepuasan pelanggan ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. Fungsi peraturan melalui berbagai kebijakan yang memfasilitasi untuk berkembangnya secara kondusif berbagai kegiatan pelayanan masyarakat. 2. Pemberdayaan masyarakat sehingga masyarakat mempunyai rasa memiliki yang tinggi terhadap fasilitas pelayanan yang telah dibangun bersama. 3. Menerapkan sistem kompetisi dalam hal penyediaan pelayanan publik tertentu sehingga masyarakat memperoleh pelayanan yang berkualitas. 4. Pencapaian visi, misi, tujuan dan sasaran yang berorientasi pada hasil dan sesuai dengan input yang digunakan. 5. Lebih mengutamakan apa yang diinginkan oleh masyarakat. 6. Pada hal tertentu, pemerintah juga berperan untuk memperoleh pendapatan dari pelayanan yang dilaksanakan. 7. Lebih mengutamakan antisipasi terhadap permasalahan pelayanan. 8. Lebih mengutamakan desentralisasi dalam pelaksanaan pelayanan. 9. Menerapkan sistem pasar dalam memberikan pelayanan. Dari beberapa pendapat diatas, kualitas pelayanan publik menunjukkan bahwa, organisasi penyedia pelayanan harus memberikan kualitas pelayanan yang baik, tidak menimbulkan keluhan masyarakat yang dilayani. Brown (1992) menyatakan kualitas layanan dimata masyarakat meliputi ukuran sebagai berikut: 1. reability, yakni kemampuan untuk memproduksi jasa sesuai dengan yang diinginkan. 2. responsiveness, yaitu kemampuan untuk membantu pelanggan dan pemberian pelayanan yang tepat. 3. tangible, yaitu penyediaan fasilitas fisik dan perlengkapan serta penampilan pribadi. Menurut Badan Diklat Prop. Jawa Timur (2003), bahwa dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan, digunakan beberapa prinsip dalam penyediaan pelayanan sektor publik, meliputi : Menetapkan standar pelayanan, terbuka terhadap segala kritik dan saran maupun keluhan dan menyediakan seluruh informasi yang diperlukan dalam pelayanan, memperlakukan seluruh masyarakat sebagai pelanggan secara
Jurnal Studi Pembangunan, Oktober 2005, Volume 1, Nomor 1
adil, mempermudah akses kepada seluruh masyarakat pelanggan, menggunakan semua sumber-sumber yang digunakan secara efisien dan efektif yang merupakan kriteria dasar pelayanan publik, berusaha mencari pembaruan dan mengupayakan peningkatan kualitas pelayanan. Toha (1998) berpendapat bahwa untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik, organisasi publik (birokrasi publik) hatus mengubah posisi dan peran (revitalisasi) dalam memberikan layanan publik. Dari yang suka mengatur dan memerintah berubah menjadi suka melayani, dari yang suka menggunakan pendekatan kekuasaan berubah menjadi suka menolong menuju kearah yang fleksibek kolaboratis dan dialogis, dan dari cara0cara yang sloganis menuju cara-cara kerja yang realistik pragmatis. Sejalan dengan pendapat diatas, di mana perkembangan manajemen penyelenggaraan negara dan dalam usaha mewujudkan pelayanan prima yang berkualitas, maka paradigma pelayanan publik telah berkembang kepada fokus pengelolaan yang berorientasi kepada kepuasan pelanggan. Dari beberapa pendapat yang ada tentang kualitas publik, menunjukkan bahwa, organisasi penyedia pelayanan harus memberikan kualitas pelayanan yang baik, tidak menimbulkan keluhan masyarakat yang dilayani. Penyebab ketidakpuasan masyarakat pelanggan terhadap pelayanan yang diberikan organisasi penyedia pelayanan dapat disebabkan oleh empat hal, yaitu : 1. Penyedia pelayanan tidak mengetahui apa yang diharapkan masyarakat pelanggan. 2. Penetapan standar pelayanan yang kurang tepat. 3. Kinerja pelayanan yang rendah. 4. Apa yang disajikan tidak sesuai dengan apa yang diberikan. Dalam penerapan penyelenggaraan pemerintah Indonesia dalam era otonomi daerah, konsep untuk menerapkan pelayanan berkualitas dilakukan dengan konsep pelayanan prima. Konsep ini dijabarkan dalam berbagai sistem seperti pelayanan satu atap dan pelayanan satu pintu. Dalam rangka peningkatan pelayanan umum, Pemerintah Kota Medan melaksanakan Program Pemberdayaan Kelurahan (PPK). Hal ini dilakukan mengingat Kelurahan dan Kecamatan merupakan ujung tombak (front liner)
yang secara langsung melaksanakan berbagai bentuk pelayanan yang dibutuhkan masyarakat. Pemberdayaan Kelurahan dilakukan dalam bentuk Pengembangan Kelurahan, untuk dapat melaksanakan pembinaan terhadap peningkatan peran aktif masyarakat di bidang kebersihan, keamanan, ketertiban, pembinaan masyarakat dan pelayanan. Untuk membina serta mengawasi Program Pemberdayaan Kelurahan di Kota Medan diserahkan tugas dan tanggung jawabnya kepada Camat melalui Instruksi Walikota Medan Nomor 141/141/Ins. Kemudian untuk menjamin efektifitas pelaksanaannya kepada Kepala Kelurahan dan Kecamatan diberikan dukungan biaya operasional dan biaya pembangunan yang terus diupayakan peningkatan jumlahnya, termasuk pemberian honor kepada Kepala Lingkungan dalam jumlah yang dianggap memadai. Sebagai bagian dari Pemerintah Kota Pembinaan Kecamatan dan Kelurahan dilakukan dalam bentuk Pembinaan administrasi dan aparatur Kecamatan, Monitoring dan evaluasi serta penilaian prestasi kerja Camat. Pembinaan ini dimaksudkan untuk dapat memberikan penilaian kinerja Kecamatan sekaligus untuk kebutuhan alih tugas, mutasi dan promosi. Pembinaan lainnya terhadap Pemerintah Kecamatan dan Kelurahan dikhususkan kepada aspek perencanaan pembangunan Kecamatan dan Kelurahan. Media pembinaan selain dengan kunjungan, rapat, juga dengan menggunakan modul pembangunan yang didistribusikan kepada masing-masing Kecamatan dan Kelurahan. Hal ini dimaksudkan agar pembangunan kecamatan dan kelurahan dapat lebih optimal dengan dukungan partisipasi penuh masyarakat dan dunia usaha yang ada di masingmasing Kecamatan dan Kelurahan. Konsep pembangunan dalam praktek administrasi publik telah berkembang sejak lama. Pada masa yang lalu ada yang disebut dengan paradigma pertumbuhan, paradigma pemerataan, paradigma stabilitas atau yang dikenal dengan konsep trilogi pembangunan. Menurut Todaro (2000), pembangunan bukan hanya fenomena semata, tetapi lebih jauh daripada itu. Pembangunan harus bisa menjangkau sisi lain dari kehidupan manusia, yakni materi dan keuangan. Seharusnya, pembangunan itu dipahami sebagai suatu proses dalam berbagai dimensi yang meliputi tentang
49
Hadeli, dkk., Pelaksanaan Pelayanan Publik Bidang Pemerintahan…
masalah pengorganisasian serta meninjau kembali semua sistem ekonomi dan sistem sosial dengan membahas seluruh komponen-komponen ekonomi maupun non ekonomi. Pembangunan sampai hari ini lebih banyak dipahami sebagai sebuah momen politis dan sejarah pembangunan daripada momen manajemen. Pembangunan lebih diberikan pemahaman sebagai suatu proses politik yang berupa isme-isme daripada sebuah proses yang melibatkan pemanfaatan optimalisasi aset-aset atau sumber-sumber daya yang tersedia. Seharusnya pembangunan itu dipahami sebagai suatu proses dalam berbagai dimensi yang meliputi tentang masalah pengorganisasian serta meninjau kembali semua sistem ekonomi dan sistem sosial dengan membahas seluruh komponen-komponen ekonomi maupun non ekonomi. Sebaiknya pembangunan diselenggarakan dan berlangsung dalam sebuah kontinuitas, sekalipun terjadi pergantian kekuasaan dan pergantian aliran politik penguasa. Kegagalan yang terjadi di dalam pembangunan bukan karena gagal membangun, tetapi karena gagal mempertahankan kesinambungan keberhasilan pembangunan. Menurut Sumarwoto (1999) untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan harus menggunakan konsep ramah lingkungan, baik secara fisik maupun dalam lingkungan sosial budaya. Pembangunan adalah merubah lingkungan yang tujuannya untuk mendukung kepada tingkat yang lebih sejahtera. Jadi pembangunan yang berwawasan lingkungan mengandung arti, melestarikan lingkungan menjadi lebih baik bagi kehidupan masyarakat secara keseluruhan. Rostow dalam Jhingan (1993) menyatakan bahwa pengertian pembangunan tidak hanya pada output yang dihasilkan, tetapi kesinambungan daripada output yang dihasilkan sebelumnya. Pembangunan itu berkembang melalui tahapan-tahapan yang dimulai dari masyarakat tradisional, pra tinggal landas, tinggal landas, selanjutnya berkembang menuju kematangan, sampai kepada masyarakat konsumtif. Kunci daripada tahapan itu adalah tahap tinggal landas yang didorong oleh berbagai sektor yang menyebabkan pesatnya pertumbuhan sektor utama, tetapi bersamaan dengan itu menumbuhkan pula sektor ekonomi yang kurang dinamis.
50
Uraian-uraian diatas dapat diambil pengertian bahwa pembangunan itu tidak hanya sekedar menaikkan pendapatan masyarakat (income per kapita), bukan pula sekedar untuk mengembangkan ekonomi rakyat dan meningkatkan taraf hidup rakyat. Namun memang pada umumnya definisi pembangunan selalu mengarah kepada pembangunan ekonomi yakni suatu proses yang menyebabkan pendapatan penduduk meningkat dalam jangka waktu panjang. Dari lokasi penelitian didapatkan bahwa dari jumlah kepala keluarga yang wajib memiliki Kartu Keluarga, 89% sudah memperolehnya. Dan dari jumlah penduduk yang wajib memiliki KTP, 84% sudah menerimanya. Namun, masih ada kendala di dalam pelaksanaan pelayanan KK/KTP gratis ini, penyebabnya antara lain dalam pengurusannya meminta jasa orang ketiga sehingga terkesan program KK/KTP gratis ini, oleh masyarakat dianggap tidak diperoleh dengan gratis. Kendala dari sisi masyarakat pada program pelayanan ini adalah kurangnya intensitas masyarakat memberikan informasi pendataan baru dan pendataan ulang bagi KTP yang telah habis waktu. Dari sisi personil pelayanan masih terbatasnya mutu SDM dalam memberikan pelayanan. Selain itu dari penelitian dapat dilihat bahwa masyarakat yang tinggal di daerah pinggiran kota Medan lebih senang mengurus Surat Ganti Rugi Tanah sebagai sertifikat tanahnya, sementara masyarakat yang tinggal di daerah pusat kota Medan lebih suka mengurus sertifikat tanah dengan Pencatatan Akte Tanah melalui Notaris. Dalam hal penerimaan retribusi sampah, walaupun pengutipannya sejak tahun 2001 diserahkan tanggungjawabnya kepada Kecamatan, namun didalam pelaksanaannya belum optimal. Menurut Buku Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Kota Medan (2003), masalah yang paling utama dibidang kebersihan adalah: 1. Relatif tingginya volume timbunan sampah yang dihasilkan masyarakat. 2. Kurangnya prasarana dan sarana kebersihan yang dimiliki, belum optimalnya penerimaan distribusi pelayanan kebersihan. 3. Kurangnya partisipasi/kesadaran masyarakat memelihara kebersihan lingkungan. Untuk menangani masalah kebersihan tersebut, Pemko Medan melalui Dinas
Jurnal Studi Pembangunan, Oktober 2005, Volume 1, Nomor 1
Kebersihan Kota Medan selama tahun 2003 melakukan upaya-upaya antara lain melakukan kerjasama dengan pihak ketiga dalam pengangkutan sampah dari sumbernya ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA), termasuk penyedotan/pembersihan abu di jalan-jalan protokol. Selain itu, Pemko Medan juga merancang kerjasama dengan pihak ketiga dalam penanganan volume sampah di TPA, untuk membuat enerji pembangkit listrik di TPA Terjun (Kecamatan Medan Marelan). Kebijakan lain yang diambil oleh Pemko Medan dalam mengatasi kekurangan sarana dan prasarana persampahan yang dimiliki Dinas Kebersihan meliputi: 1. Pendelegasian beberapa bidang tugas yang ada ke tingkat Kelurahan/Kecamatan 2. Sosialisasi, penyuluhan kepada masyarakat tentang bagaimana mengelola sampah yang dihasilkan sejak mulai dari rumah tangga. 3. Untuk meningkatkan penerimaan retribusi sampah dilakukan intensifikasikan dan ekstentifikasikan wajib retribusi sampah. Dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) menunjukkan peningkatan yang signifikan. Dari target yang telah ditentukan kenaikannya telah mencapai 127%. Sayangnya PBB ini masih merupakan pajak pusat, seharusnya upaya yang dilakukan Pemerintah Daerah untuk meningkatkan PAD tanpa membebani masyarakat adalah dengan cara menjadikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebagai pajak daerah. Menurut Devas dalam Mardiasmo (2002), dikebanyakan negara property tax menyumbangkan lebih dari separuh Pendapatan Asli Daerah. Justifikasi perlunya PBB dijadikan pajak daerah antara lain: 1. hasil dari PBB memberikan nilai yang substansial (besar) bagi daerah. 2. hasil yang diperoleh dari PBB dapat diprediksikan dan relatif stabil. 3. ada rasa keadilan (equitable) dalam pungutan PBB, di mana yang memiliki tanah dan bangunan yang bernilai tinggi akan dikenakan pajak yang tinggi pula, sebaliknya yng mempunyai bangunan dan tanah yang bernilai kurang tinggi dikenakan pajak dengan nilai yang rendah. 4. tidak mengganggu efisiensi ekonomi (perekonomian), karena pungutan PBB tidak berpengaruh besar terhadap harga-harga.
5. bagi pembayar pajak dasar pengenaan pajak dapat dipahami dengan jelas dan mudah. 6. objek PBB selalu tetap tidak berpindahpindah (immovable), sehingga tidak dapat disembunyikan. 7. pelaksanaan dan proses administrasi relatif mudah. 8. pemerintah daerah dapat dengan jelas mengetahui tentang daerah mana yang berhak menerima pendapatan pajak atas PBB. Salah satu tolak ukur kualitas pelayanan publik adalah kondisi fisik bangunan yang dilakukan dalam pengurusan pelayanan. Menurut pendapat sebagian besar responden, kondisi fisik bangunan sudah memadai, namun ada juga sebagian kecil yang menyebutkan masih kurang memadai. Dengan demikian, untuk kondisi fisik bangunan yang digunakan dalam pengurusan pelayanan publik bidang pemerintahan ini masih perlu dilakukan renovasi atau bila perlu dibuat bangunan baru menyesuaikan kondisi pelayanan masyarakat yang kian hari semakin harus ditingkatkan. Dimensi lain yang tidak kalah pentingnya adalah kondisi peralatan yang digunakan dalam pengurusan pelayanan publik. Sebagian respoden menyatakan sudah memadai. Namun cukup banyak juga yang mengatakan kurang memadai. Karena itu, peralatan yang digunakan dalam pengurusan pelayanan publik masih perlu ditambah atau diperbaharui, artinya masih perlu adanya keseimbangan antara kondisi gedung dan kondisi peralatan dalam pengurusan pelayanan publik. Responden pada umumnya berpendapat jumlah personil yang melayani pengurusan pelayanan publik sudah cukup. Namun perlu diperhatikan, jumlah personil yang banyak belum tentu menghasilkan pelayanan yang baik. Oleh karena itu perlu menyesuaikan penempatan personil dan proporsinya, karena bisa saja jumlah yang besar dengan alokasi yang kurang tepat dapat mendorong kepada kualitas yang tidak baik. Menurut Sadu Wasistiono (2003) bahwa, kualitas pelayanan publik yang diberikan oleh Kecamatan akan ditentukan oleh kualitas unit terdepannya (front line officer), artinya peningkatan kualitas SDM aparatur di tingkat Kecamatan harus dimulai dari unsur lini, dengan lebih banyak memberi pelatihan mengenai pekerjaan teknis yang ditandatangani seperti
51
Hadeli, dkk., Pelaksanaan Pelayanan Publik Bidang Pemerintahan…
Diklat teknis fungsional dan disertai dengan pendidikan tentang manajemen pelayanan. Ketepatan waktu dalam pengurusan pelayanan publik menurut sebagian besar pendapat responden menyatakan sudah pasti/jelas. Ketepatan waktu mengandung pengertian bahwa pelaksanaan pelayanan terhadap masyarakat dalam waktu yang telah ditetapkan. Dalam hal ketepatan waktu pengurusan pelayanan publik ini oleh Pemko Medan telah mengeluarkan komitmen untuk memberikan pelayanan prima kepada masyarakat terutama dalam pengurusan pembuatan atau perpanjangan KK/KTP dengan ketentuan ”selesai dalam masa empat hari kerja”. Namun yang terjadi masih terdapat ketidakpastian dalam ketepatan waktu pengurusan. Berdasarkan hasil wawancara di lapangan ternyata hal ini bisa terjadi karena antara lain disebabkan petugas dari kelurahan mengumpulkan berkas pengurusan KTP setelah lewat 4 hari baru menyampaikannya ke Kecamatan, apabila terjadi klaim oleh masyarakat bisa saja petugas kelurahan menyatakan bahwa proses pembuatannya lambat di kantor Kecamatan. Mengenai tanggungjawab pelaksana pengurusan pelayanan publik, sebagian besar responden mengatakan cukup bertanggung jawab. Dimensi tanggungjawab merupakan misi dari Pemko Medan yang menjadi komitmen untuk dilaksanakan oleh setiap Kecamatan di Kota Medan, namun sampai saat ini belum dapat direalisasikan sesuai dengan misi dan komitmen tersebut. Dalam hal kompetensi personil pengurusan pelayanan publik sebagian besar responden menyatakan cukup mampu. Menurut Sedarmayanti (2003) mengutip Mendiknas bahwa, kompetensi adalah adanya pengetahuan dan keterampilan yang harus dipunyai aparat dalam memberikan pelayanan. Selain itu kompetensi merupakan suatu tindakan cerdas yang didasati rasa penuh tanggungjawab yang dimiliki oleh seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugasotugas dibidang pekerjaan tertentu. Sikap ramah dan bersahabat merupakan kebutuhan dasar manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Demikian pula halnya dalam pengurusan pelayanan publik sikap ramah dan bersahabat dari personil pelaksana sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Apabila keadaan ini
52
dapat dimunculkan maka akan menghilangkan kekakuan diantara pemberi pelayanan dengan penerima pelayanan. Hal ini akan menimbulkan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah terhadap revitalisasi (mengubah posisi dan peran) dati yang suka mengatur dan memerintah menjadi suka melayani. Walaupun dari sebagian besar responden menyatakan sudah cukup ramah, namun masih ada yang berpendapat kurang ramah. Sikap jujur merupakan prinsip dasar dalam upaya untuk menarik kepercayaan masyarakat. Adanya kepercayaanmasyarakat terhadap pemerintah akan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Sebagian besar responden menyatakan personil pelaksana sudah cukup jujur dan adil. Proses dari hasil layanan harus dapat memberikan keamanan dan kenyamanan serta dapat memberikan kepastian hukum bagi masyarakat. Walaupun masih ada responden yang menyatakan kurang aman, tapi sebagian besar menilai sudah mendapatkan rasa aman dalam pengurusan pelayanan publik. Begitu juga dengan masalah keamanan yang bagi sebagian besar responden sudah merasa nyaman dalam pengurusan pelayanan publik. Masalah kenyamanan dalam pengurusan pelayanan publik ini sangat erat kaitannya dengan kondisi fisik bangunan tempat dilaksanakannya pengurusan dan suasana kerja yang nyaman. Artinya dalam proses penyelesaian pengurusan seperti fasilitas fisik, loket-loket yang tersedia, meja-meja kerja yang diatur sedemikian rupa, ruang tunggu yang nyaman perlu disempurnakan, sehingga tidak menimbulkan rasa jemu bagi masyarakat dalam pengurusan pelayanan publik. Selain kenyamanan dalam pengurusan pelayanan dibutuhkan pula adanya hubungan dan kontak person untuk memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam pengurusan pelayanan. Dari hasil penyebaran kuisioner dapat diketahui sebagian besar responden menyatakan mudah berhubungan walaupun tidak sedikit yang mengatakan kurang berhubungan. Disamping kemudahan akses dalam pengurusan pelayanan publik, tak kalah pentingnya tentang komunikasi dan informasi, karena masyarakat selalu merasa awam atau tidak paham tentang persyaratan maupun cara-cara untuk mengurus pelayanan. Dari pendapat responden diketahui bahwa masalah komunikasi
Jurnal Studi Pembangunan, Oktober 2005, Volume 1, Nomor 1
dan informasi yang diterima masih pada kondisi antara kurang terbuka dan jelas terbuka. Hal ini dapat terlihat bahwa yang menyatakan kurang terbuka cukup banyak, tetapi yang mengatakan jelas dan terbuka masih yang terbanyak, sementara hanya beberapa orang saja yang mengatakan tertutup. Keterbukaan mengandung arti keterbukaan dalam prosedural dan persyaratan, satuan kerja yang melaksanakan pelayanan serta siapa pejabat yang bertanggung jawab dalam pemberian pelayanan. Termasuk juga waktu penyelesaian, rincian tarif atau biaya proses pengurusan wajib diinformasikan kepada masyarakat pelanggan secara terbuka agar mudah diketahui dan dapat dipahami sejelas-jelasnya oleh masyarakat. Pendapat responden tentang pemahaman/respons pelaksana pengurusan pelayanan publik sebagian besar menyatakan tanggap dan paham. Namun begitu banyak juga yang mengatakan kurang tanggap. Untuk itu, dalam pemberian pelayanan respons terhadap masyarakat perlu ditingkatkan melalui pemahaman terhadap apa yang diperlukan masyarakat agar keterbatasan pengetahuan dalam pengurusan yang berhubungan dengan pelayanan publik dibidang pemerintahan dapat diketahui dengan baik. KESIMPULAN Kondisi fisik bangunan sudah memadai, dan kondisi peralatan yang digunakan dalam pelaksanaan pelayanan publik juga sudah memadai. Komitmen untuk melaksanakan pelayanan prima dalam ketepatan waktu pengurusan belum pasti /jelas meskipun personil yang melayani pelayanan cukup banyak bahkan ada kecenderungan sangat banyak. Disamping itu kompetensi personil dalam memberikan pelayanan terutama dalam hal pengetahuan dan keterampilan belum maksimal. Sikap personil dalam pelayanan cukup rama dan bersahabat, namun kejujuran personil untuk menarik kepercayaan masyarakat dalam pengurusan pelayanan publik belum optimal.
Keamanan dan kenyamanan dalam pengurusan jasa pelayanan publik cukup menjamin rasa aman dan bahkan dapat memberikan rasa nyaman pada masyarakat. Kemudahan dalam akses dengan pelaksana pengurusan untuk melakukan kontak dan pendekatan kurang dapat berhubungan namun, kemauan dari pemberi pelayanan untuk mendengarkan suara, keinginan atau aspirasi pelanggan, maupun kesediaan untuk menyampaikan informasi baru sudah mengarah kepada kejelasan dan keterbukaan. Reposisi dalam penelitian ini adalah perbaikan pelayanan umum akan meningkatkan kepercayaan kepada pemerintah yang pada gilirannya akan menumbuh kembangkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan. SARAN Dari temuan-temuan hasil penelitian ini, dapat diberikan saran-saran dalam rangka peningkatan sumberdaya pelaksana pelayanan publik bidang pemerintahan di Kecamatan pada Pemerintah Kota Medan, antara lain pelaksanaan pelayanan publik bidang pemerintahan di Kecamatan pada Pemerintah Kota Medan dapat ditingkatkan kualitasnya dengan menerapkan karakteristik sumberdaya pelaksana pelayanan publik. Kontinuitas komitmen yang kuat dari Pemko Medan, yakni untuk melaksanakan pelayanan prima kepada aparaturnya, terutama kepada aparat di Kecamatan yang merupakan ujung tombak dalam pelaksanaan pelayanan publik bidang pemerintahan harus terus menerus dilakukan. Koordinasi unit kerja Pemko Medan antara Dinas dan Kecamatan yang melaksanakan pelayanan publik bidang pemerintahan, maupun kerjasama dengan pihak lain dalam penyediaan peralatan dalam rangka meningkatkan ketrampilan dan kemampuan aparat pelaksana pelayanan perlu dibuka dan ditata untuk meningkatkan peran kelembagaan agar menghasilkan produktifitas pelayanan publik.
53
Hadeli, dkk., Pelaksanaan Pelayanan Publik Bidang Pemerintahan…
DAFTAR PUSTAKA Bintoro, Tjokroamidjojo dan Mustopadidjaja, AR, 1988. Kebijaksanaan dan Administrasi Pembanguna., Jakarta : LP3ES. Brown, S.A, 1994. A Total Quality Service, Otario : Prentice Hall Canada Inc. Jhingan, M.L, 1993. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta : Raja Grafindo Perkasa. LAN-RI, 2003. Paradigma-Paradigma Pembangunan, Jakarta: LAN-RI Lubis, M.S, 1996. Dimensi-Dimensi Manajemen Pembangunan. Bandung : Mandar Maju. Mardiasmo, 2002. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta : Andi. Nurmandi, A., 1999. Manajemen Perkotaan, Aktor, Organisasi dan Pengelolaan Daerah Perkotaan di Indonesia. Yogyakarta : Lingkungan Bangsa. Sadu Wasistiono, 2003. Kapita Selecta Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Bandung, Fokus Media. Sedarmayanti, 2000. Restrukturisasi dan Pemberdayaan Organisasi Untuk Menghadapi Dinamika Perubahan Lingkungan, Bandung, Mandar Maju. Sumarwoto, O., 1999. Atur Diri Sendiri: Paradigma Baru Pengelolaan Lingkungan Hidup. Yogyakarta : Gajah Mada University Press. Toha, Miftah, 1996. Prilaku Organisasi. Jakarta : Rajawali Press. Winarno Budi, 2002. Teori dan Proses Kebijakan Publik, Media Pressindo: Jogjakarta. Badan Diklat Propinsi Jawa Timur, 2003. Perwujudan Kompetensi Aparatur dan Good Governance Dalam Rangka Peningkatan Efektivitas Pelayanan Publik di Kota Medan, Surabaya: Diklat. Keputusan Walikota Medan, 2001. Tentang Tugas Pokok dan Fungsi Kecamatan di Lingkungan Pemerintah Kota Medan. Pemerintah Kota Medan, 2004. Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Kota Medan tahun 2004.
54