PELAKSANAAN ASURANSI PENDIDIKAN MITRA IQRA DI ASURANSI BUMIPUTRA SYARIAH SURAKARTA
TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Ilmu Hukum Minat Utama : Hukum Ekonomi Syariah
Oleh : IHSAN WAHYUDI NIM. S. 340908011
PROGRAM PASCA SARJANA ILMU HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010 i
PELAKSANAAN ASURANSI PENDIDIKAN MITRA IQRA DI ASURANSI BUMIPUTRA SYARIAH SURAKARTA
DISUSUN OLEH : IHSAN WAHYUDI NIMB. S. 340908011
Telah disetujui oleh Tim Pembimbing
Jabatan
Nama
Tandatangan
tanggal
Pembimbing I : Prof. Dr. Adi Sulistyono, SH.,MH NIP. 196302091988031003
-----------------
-----------
Pembimbing II : Dr. H. Abdurrahman, SH.MH
-----------------
-----------
Mengetahui : Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum
Prof. Dr. H. Setiono, SH., MS NIP. 194405051969021001
ii
PELAKSANAAN ASURANSI PENDIDIKAN MITRA IQRA DI ASURANSI BUMIPUTRA SYARIAH SURAKARTA
DISUSUN OLEH : IHSAN WAHYUDI NIMB. S. 340908011
Telah disetujui oleh Tim Penguji
Jabatan
Nama
Tandatangan
tanggal
Ketua
Prof. Dr. Hartiwiningsih, SH.,M.Hum NIP. 195702031985032001
-----------------
----------
Sekretaris
Dr. Supanto, SH., M.Hum NIP. 196011071986011001
-----------------
----------
Anggota
Prof. Dr. Adi Sulistyono, SH, MH NIP. 196302091988031003
----------------
-----------
Dr. H. Abdurrahman, SH.MH
-----------------
-----------
----------------
-----------
Mengetahui :
Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum
Prof. Dr. H. Setiono, SH., MS NIP. 194405051969021001
Direktur Program
Prof. Drs. Suranto, M.Sc., Ph.D. ---------------NIP. 195708201985031004 iii
-----------
PERNYATAAN
Nama
: IHSAN WAHYUDI
NIM
: S. 340908011
Menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa tesis berjudul : PELAKSANAAN ASURANSI PENDIDIKAN MITRA IQRA DI ASURANSI BUMIPUTRA SYARIAH SURAKARTA adalah benar-benar karya saya sendiri. Hal yang bukan karya saya, dalam tesis tersebut, diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tersebut di atas tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik, yang berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis tersebut.
Surakarta,
April 2010
Yang memberi pernyataan
IHSAN WAHYUDI
iv
MOTTO
Bismillahirrahmaanirrahiim
“Sesungguhnya Allah SWT tidak akan merubah keadaan suatu kaum, kecuali jika mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri” (QS. Ar Ra’du : 11) “Barang siapa yang bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan keluar dan memberinya rizqi dari arah Yang tiada disangka-sangka” (QS. Ath-Tholaaq) “Tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran” (QS. Al-Maidah) Rasulullah SAW bersabda, “Setiap perbuatan yang tidak dimulai dengan Bismillaahirrahmaanirrahim maka akan ditolak” (Al-Hadist) Untuk memahami hati dan pikiran seseorang, jangan melihat apa yang telah dia raih, lihatlah apa yang telah dia lakukan untuk menggapai cita-citanya (Kahlil Gibran)
Hidup adalah perjuangan Penyesalan selalu datang belakangan (Penulis)
v
KATA PENGANTAR
Bismillaahirrahmaanirrahim
Alhamdulillaahirabbil’alamin. Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul : “PELAKSANAAN ASURANSI PENDIDIKAN MITRA IQRA DI ASURANSI BUMIPUTERA SYARIAH SURAKARTA” Tesis ini disusun dan diajukan untuk melengkapi persyaratan guna meraih gelar Magister dalam ilmu hukum konsentrasi ekonomi syariah Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta Banyak pihak yang berperan besar dalam memberikan bantuan sampai selesainya tesis ini baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak Prof. Dr. H. Much. Syamsulhadi, dr.SP.KJ(K) selaku Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Bapak Moh. Jamin, SH., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Bapak Prof. Dr. H. Setiyono, SH., M.S, selaku Ketua Program Study Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin penelitian. 4. Segenap dosen pengajar Program Study Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. 5. Bapak Prof. Dr. Adi Sulistyono, SH., MH dan bapak Dr. H. Abdurrahman, SH., MH., selaku pembimbing tesis yang telah memberikan waktu, tenaga, bimbingan dan doa dalam menyusun tesis ini. 6. Bapak M. Khoiri Syukur, selaku pimpinan cabang asuransi Bumiputera Syariah Surakarta dan Ibu Enny Kusmayawati selaku pimpinan cabang yang baru.
7. Ibu Afi Raziatun, selaku Kepala Urusan Administrasi dan Keuangan asuransi syariah cabang Surakarta. 8. Ibu tercinta, terima kasih atas doa yang terucap tanpa henti, ketulusan memberi tanpa meminta dan menyayangku. 9. Istriku
tercinta
Atik
Dyah
Sri
Afidati,
anak-anakku
tersayang
dan
membanggakan, Fahmi, Fikri, Mila dan Khusna.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tesis ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan. Semoga tesis ini bermanfaat bagi yang membutuhkan.
Surakarta,
April 2010
Penulis
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ------------------------------------------------------------------------- i HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ----------------------------------------- ii HALAMAN PENGESAHAN TESIS ---------------------------------------------- ------ iii HALAMAN PERNYATAAN ------------------------------------------------------------- iv MOTTO --------------------------------------------------------------------------------------- v KATA PENGANTAR ---------------------------------------------------------------------- vi DAFTAR ISI -------------------------------------------------------------------------------- viii DAFTAR LAMPIRAN --------------------------------------------------------------------- ix ABSTRAK ----------------------------------------------------------------------------------- xi ABSRACT ----------------------------------------------------------------------------------- xii BAB I PENDAHULUAN --------------------------------------------------------------- 1 A.
Latar Belakang Masalah ------------------------------------------------- 1
B.
Rumusan Masalah -------------------------------------------------------- 5
C.
Tujuan Penelitian --------------------------------------------------------- 5
D.
Manfaat Penelitian -------------------------------------------------------- 5
BAB II LANDASAN TEORI ----------------------------------------------------------- 7 A.
Kerangka Teori ------------------------------------------------------------ 7
B.
Kajian Umum Tentang Asuransi -------------------------------------- 19
C.
Konsep Islam tentang Asuransi Syariah ------------------------------ 37
D.
Pengertian Hukum Ekonomi Syariah ---------------------------------- 56
E.
Kerangka Pemikiran ----------------------------------------------------- 57
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ---------------------------------------------- 62 A.
Metode Penelitian ------------------------------------------------------- 62
B.
Sistematika Laporan ---------------------------------------------------- 65
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN --------------------------- 67
A.
Hasil Penelitian ---------------------------------------------------------- 67
B.
Pembahasan -------------------------------------------------------------- 95
BAB V PENUTUP ---------------------------------------------------------------------- 101 A.
Kesimpulan --------------------------------------------------------------- 101
B.
Implikasi ------------------------------------------------------------------ 102
C.
Saran-saran --------------------------------------------------------------- 102
DAFTAR PUSTAKA --------------------------------------------------------------------- 103
ABSTRAK
IHSAN WAHYUDI, S.340908011, 2010, PELAKSANAAN ASURANSI PENDIDIKAN MITRA IQRA DI ASURANSI BUMIPUTERA SYARIAH SURAKARTA, Tesis : Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana Pelaksanaan Asuransi Pendidikan Mitra Iqra di Asuransi Bumiputera Syariah Surakarta. Penelitian ini termasuk penelitian empiris atau penelitian non doktrinal, karena dalam penelitian ini hukum dikonsepsikan sebagai manifestasi makna-makna simbolik para perilaku sosial sebagai tampak dalam interaksi antar mereka dengan mengambil lokasi penelitian di AJB Bumiputera Syariah 1912 Surakarta. pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara dan dokumentasi guna mendapatkan data primer dan data skunder. Analisis datanya menggunakan metode kwalitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pelaksanaan Asuransi Pendidikan Mitra Iqra di Asuransi Bumiputera Syariah Surakarta belum dilaksanakan sesuai dengan prinsipprinsip syariah sebagaimana diatur dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional dan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah disebabkan oleh faktor-faktor (1) Komponen pembuat Undangundang, Prinsip-prinsip syariah dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 21/DSNMUI/X/2001 dan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, telah mewajibkan investasi asuransi syariah dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, (2) Komponen Lembaga pelaksana, Prinsip-prinsip syariah belum dilaksanakan, hal ini disebabkan karena Asuransi Bumiputera Syariah dan Pendidikan Mitra Iqra merupakan produk yang masih baru, kepengurusan Asuransi Bumiputera di pusat masih satu antara yang konvensional dan yang syariah, dan tenaga yang ahli dibidang ekonomi syariah masih terbatas, serta AJB Bumiputera sendiri belum mempunyai lembaga atau proyek-proyek yang syariah. (3) Komponen Penegak Hukum, Dewan Pengawas Syariah belum bekerja secara maksimal, hal ini terbukti bahwa AJB Bumiputera Syariah telah/masih menginvestasikan dana yang terkumpul dari para peserta asuransi ke 18 anak perusahaan AJB Bumiputera yang kesemuanya masih konvensional.
xi
ABSTRACT
IHSAN WAHYUDI, S.340908011, 2010, The Enforcement Against Sharia Insurance Educational Mitra Iqra In Sharia Insurance Bumiputera Surakarta, Thesis : The Postgraduate Program Sebelas Unversity Eleven March Surakarta. This research aims to Implementation Insurance Mitra Iqra in sharia Insurance Bumiputera Surakarta. This research is empirical or non-doctrinal research, because in this research conceptualized law as a manifestation of symbolic meanings of social behavior as evident in their interactions with the research takes place in AJB Bumiputera 1912 Sharia Surakarta. The data collected by observation, interview and documentation in order to abtain primary data and secondary data. The analysis data using qualitative methods. Based on the result showed that the implementation of Education Insurance Mitra Iqra in sharia Insurance Bumiputera Surakarta not yet implemented in accordance with sharia principles as stipulated in the National Fatwa Council of Islamic Economics and Sharia Law Compilation caused by factors (1) Component makers Laws, Principles Islamic principles of Shariah Board of the National Fatwa Number : 21/DSN-MUI/X/2001 and Economic Law Compilation Sharia, sharia has been requiring insurance investments made in accordance with sharia principles, (2) components implementing institutions, sharia principles has not been implemented, this was due to Buniputera Insurance Shariah and Education Mitra Iqra is a product that was new, managerial Insurance Bumiputera in the center is still one between the conventional and the sharia, and energy experts in the field of Islamic economics is still limited, and AJB Bumiputera it self does not have an institution or projects that sharia. (3) Law Enforcement Components, Sharia Supervisory Board is not working optimally, it is evident that AJB Bumiputera Sharia has been / still invest the funds collected from the participants to the 18th insurance subsidiaries AJB Bumiputera all of which are still conventional.
xii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Islam adalah agama Allah yang memberikan pedoman kepada umat manusia, yang menjamin akan mendatangkan kebahagiaan hidup perseorangan dan kelompok, jasmani dan rohani, material dan spiritual, di dunia kini dan akhirat kelak.1 Islam diajarkan kepada umat manusia dengan perantaraan para rasul Allah silih berganti, sejak nabi Adam A.S hingga yang terakhir Nabi Muhammad SAW. memberikan pedoman hidup yang menyeluruh meliputi bidang akidah, ibadah, akhlak dan muamalah. Muamalat merupakan hal sangat penting dalam kehidupan manusia, sebab dengan muamalat, manusia dapat berhubungan satu sama lain yang akhirnya menimbulkan hak dan kewajiban. Asuransi sebagai perjanjian, dimana seorang penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu,
merupakan kegiatan ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Asuransi tidak dikenal pada masa awal Islam, akibatnya banyak para ulama terjadi perbedaan pendapat tentang asuransi, sebagian menganggap bahwa asuransi adalah boleh, sebagian lagi tidak membolehkannya dan bahkan sebagaian lagi mengambil jalan tengah yakni membolehkan asuransi, karena akad dalam asuransi dilakukan secara suka sama suka . alasan ini mengacu kepada salah satu prinsip akad dalam muamalah, bahwa
1
Ahmad Azhar Basyir, Garis Besar Sistem Ekonomi Islam, cet. Ketiga, BPFE-UGM, Yogyakarta, 1987, hlm. 1
akad dalam muamalah itu baru sah apabila dilakukan oleh pihak-pihak secara suka sama suka.2 Perbedaan ini disebabkan karena mereka tidak mempunyai gambaran yang utuh tentang asuransi itu sendiri. Disamping itu para ulama juga tidak memahami secara utuh bagaimana konsep dan system operasional dan format kontrakkontrak asuransi baik asuransi konvensional maupun asuransi syariah.3 Kegiatan asuransi di Indonesia sudah lama dilakukan, namun asuransi yang berdasar hukum Islam belum lama berkembang. oleh karenanya kegiatanya masih berdasar peraturan perundang-undangan yang selama ini berlaku sepanjang peraturan mengenai asuransi syariah belum dibuat. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian Bab 1 Ketentuan Umum Pasal 1 (1) menyebutkan bahwa : “Asuransi atau perasuransian adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang diperetanggungkan”. Sedang Dewan Syariah Nasional mendefinisikan Asuransi Syariah (ta’min, takaful atau tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong diatara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan/atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.4 Dasar asuransi bukanlah ditiadakannya resiko atau kerugian, walaupun organisasi asuransi mungkin merasa beruntung untuk melakukan kegiatan ini 2
Yadi Janwari, Asuransi Syariah, Cet. Pertama, Pustaka Bani Quraisy, Bandung, 2005, hlm. 35 Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life and General) Konsep dan Sistem Operasional, Gema Insani, Jakarta , 2004, hlm. XVII. 4 Ahmad Kamil dan Fauzan, Kitab Undang-undang Hukum Perbankan dan Ekonomi Syariah, cet. Pertama, Kencana, Jakarta, 2007, hlm. 499 3
namun yang sesungguhnya adalah suatu kerugian kecil yang diketahui untuk sesuatu kerugian besar yang tidak pasti.5 Hidup dan mati adalah takdir, seperti juga adanya musibah atau bencana adalah merupakan sunatullah. Asuransi tidak bermaksud mengingkari hal-hal tersebut, tetapi asuransi bermaksud memberi jaminan yang dapat mengurangi penderitaan nasabah jika hal tersebut benar-benar terjadi. sesuatu yang dimiliki, barang atau jiwa
Mengasuransikan
untuk mendapatkan jaminan adalah
merupakan ikhtiar atau usaha untuk mendapatkan kesejahteraan hidup disamping tetap percaya pada takdir Allah, karena sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib seseorang sehingga seseorang tersebut mengubah keadaan mereka sendiri. Asuransi Bumi Putra Syariah, merupakan anak cabang dari Asuransi Bumi Putra, yang kegiatannya diantaranya adalah memasarkan asuransi pendidikan mitra iqra.
Mitra Iqra sendiri merupakan produk dari asuransi jiwa yang
dirancang untuk memprogram pendidikan anak secara syariah mulai dari tingkat Taman Kanak-kanak sampai dengan anak menjadi Sarjana S1, sekaligus berfungsi untuk menata kesejahteraan keluarga agar kelak apabila orang tua meninggal tidak sampai kesejahteraan dan pendidikan anak terabaikan. Mitra iqra sendiri merupakan gabungan antara unsur tabungan dan unsur tolong menolong (ta’awun).6 Dalam menjalankan kegiatannya selain berdasar Undang-undang Nomor 2 tahun 1992, tentang usaha asuransi, yang sebenarnya kurang mengakomodasi asuransi syariah. Asuransi bumiputera syariah, juga menggunakan pedoman yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor : 21/DSN-MUI/X/2001. Meskipun fatwa Majelis Ulama Indonesia tersebut tidak
5
Abdul Manan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, Dana Bhakti Prima Yasa, Yogyakarta, hlm.
302 6
Bumiputra, 2009, Pemahaman Produk Asper & Askum Syariah, Semarang : Kanwil Syariah, Hal. 27
diakui oleh sebagian kalangan, karena statusnya yang tidak jelas dari sudut kelembagaan Negara.7 Dalam kegiatan asuransi pendidikan mitra iqra, pihak asuransi memberikan dana manfaat bagi pendidikan. Dimana pemegang polis berkewajiban membayar premi dan pihak perusahaan asuransi berkewajiban mengelola premi serta memberikan manfaat asuransi menurut ketentuan yang berlaku. Sehingga program asuransi pendidikan mitra iqra’ ini merupakan solusi bagi sebagian masyarakat yang ingin anak atau keluarganya lebih maju dalam pendidikan. Dengan mengikuti program pendidikan mitra iqra diharapkan kelangsungan pendidikan anak akan terjamin, ketika pihak peserta mencapai usia lanjut dan tidak lagi mampu memberi biaya pendidikan, atau pihak peserta meninggal sebelum anaknya menyelesaikan pendidikan. Pendidikan Mitra Iqra yang dibentuk
pada tanggal 12 Maret 2003 dan
dipasarkan bersamaan dengan berdirinya asuransi bumiputera syariah Surakarta pada tanggal 1 Januari 2007, sampai akhir tahun 2009 telah mempunyai nasabah sebanyak 749 nasabah, dan 288 nasabah diantaranya tidak melanjutkan atau berhenti membayar premi. Premi asuransi pendidikan mitra iqra yang dibayar oleh nasabah, selain masuk ke rekening tabungan, masuk ke rekening tabarru’ sebagai kumpulan dana yang diniatkan untuk tujuan tolong menolong sesama peserta asuransi bila terjadi musibah. Dari premi yang terkumpul tersebut oleh perusahaan asuransi bumiputera di investasikan atau di reasuransikan, dan hasil dari investasi tersebut keuntungan dibagi antara perusahaan dengan peserta asuransi dengan system pembagian bagi hasil (mudharabah) yaitu dengan pembagian 70 % untuk peserta asuransi dan 30 % untuk perusahaan asuransi bumiputera syariah.
7
Rifyal Ka’bah, Mimbar Hukum dan Peradilan, dalam Lembaga Fatwa di Indonesia dalam Kajian Politik Hukum, hlm. 65
Berangkat dari hal-hal tersebut diatas, penulis tertarik untuk meneliti asuransi bumi putra syariah dengan judul “PELAKSANAAN ASURANSI PENDIDIKAN MITRA IQRA DI ASURANSI BUMIPUTRA SYARIAH SURAKARTA”
B. Rumusan Masalah.. Dari latar belakang masalah tersebut diatas, maka permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pelaksanaan asuransi pendidikan
Mitra Iqra di Asuransi
Bumiputra Syariah Surakarta, apakah telah sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, sebagaimana diatur dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional dan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah ? 2. Mengapa tidak sesuai dengan fatwa Dewan Syariah dan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah ? 3. Hambatan atau kedepan seharusnya bagaimana ?
C. Tujuan Penelitian. Berpijak pada permasalahan tersebut diatas, maka tujuan penelitian adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan asuransi pendidikan mitra iqra’ di Asuransi Bumiputra Syariah di Surakarta . 2. Untuk mengetahui sebab-sebab tidak dilaksanakannya prinsip-prinsip syariah dalam asuransi pendidikan Mitra Iqra di Asuransi Bumiputra syariah Surakarta, sebagaimana dimaksud dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional dan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah
D. Manfaat Penelitian. 1. Manfaat Teoritis.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran secara ilmiah bagi ilmu pengetahuan asuransi, khususnya di bidang asuransi pendidikan mitra iqra. 2. Manfaat Praktis Untuk memberi kontribusi terhadap pemecahan masalah khususnya dalam pelaksanaan asuransi pendidikan mitra iqra di Asuransi Bumi Putra Syariah Surakarta.
BAB II LANDASAN TEORI
A. Kerangka Teori. 1. Definisi Asuransi Syariah. Dalam penyusunan tesis ini, penulis mencoba menelaah buku-buku yang berkaitan dengan asuransi.
1.1
Wahbah Az- Zuhaili dalam bukunya Khairil Anwar yang berjudul Asuransi Syariah Halal dan Maslahah, halaman 19, mendefinisikan : “ Asuransi syariah sebagai at-ta’min at-ta’awuni (asuransi yang bersifat tolong menolong), yaitu kesepakatan beberapa orang untuk membayar sejumlah uang sebagai ganti rugi ketika salah seorang diantara mereka ditimpa musibah”8
1.2
Muhaimin Iqbal dalam bukunya
Asuransi Umum Syariah dalam
Praktek Upaya menghilangkan Gharar, Maisir dan Riba, mengatakan : “Asuransi syariah adalah suatu pengaturan pengelolaan resiko yang memenuhi ketentuan syariah, tolong menolong secara mutual yang melibatkan peserta dan operator”9 1.3
Kuat Ismanto dalam bukunya
Asuransi Syariah Tinjauan Asas-asas
Hukum Islam, menjelaskan sebagai berikut : “ Asuransi syariah (Ta’min, takaful atau Tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan/atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah”10
8
Khoiril Anwar, Asuransi Syariah, Halal & Maslahat, ctk, Pertama, PT.Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, Solo, 2007, hlm. 19 9 Muhammad Iqbal, Asuransi Umum Syariah dalam Praktek Upaya menghilangkan Gharar, Maisir dan Riba, ctk. Pertama, Gema Insani, Jakarta, 2005, hlm. 2 10 Kuat Ismanto, Asuransi Syariah Tinjauan Asas-asas Hukum Islam, ctk. Pertama, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2009, hlm. 50
1.4
Fatwa
Dewan
Syariah
Nasional
Nomor
21/DSN-MUI/X/2001,
mendefinisikan sebagai berikut : “Asuransi syariah (Ta’min, takaful atau Tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan/atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah”11 1.5
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Pasal 20 (26). “ Ta’min/asuransi adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih yang pihak penanggung mengikatkan diri kepada pihak tertanggung dengan menerima premi ta’min untuk menerima penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti” 12
2. Teori Bekerjanya Hukum Hukum pada hakekatnya mengandung ide atau konsep-konsep yang abstrak. Sekalipun abstrak, hukum dibuat untuk diimplementasikan dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Oleh karena itu untuk mewujudkan ide atau konsep-konsep tersebut perlu adanya kegiatan. Rangkaian kegiatan tersebut menjadi kenyataan merupakan proses penegakan hukum. Masalah penegakan hukum dan pelaksanaan hukum tidak bisa lepas dari pemikiran-pemikiran tentang efektifitas hukum. Sistem hukum tidak lain merupakan cerminan dari nilai-nilai standar elit masyarakat yang masing-masing mempunyai kepentingan sendiri-sendiri sesuai dengan kepentingan kelompok mereka. Berbicara masalah hukum pada dasarnya membicarakan fungsi hukum di dalam masyarakat.
11
Ahmad Kamil dan Fauzan, Kitab Undang-undang Hukum Perbankan dan Ekonomi Syariah, cet.Pertama, Kencana, Jakarta, 2007, hlm. 499 12 Mahkamah Agung RI, Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, Jakarta , 2008, hlm. 13
Untuk memahami bagaimana fungsi hukum, ada baiknya dipahami terlebih dahulu bidang pekerjaan hukum. Sedikitnya ada 4 (empat) bidang pekerjaan yang dilakukan oleh hukum (dalam Satjipto Rahardjo) yaitu : a. Merumuskan hubungan-hubungan diantara anggota masyarakat dengan menunjukkan perbuatan-perbuatan apa saja yang dilarang dan yang boleh dilakukan. b. Mengalokasikan dengan menegaskan siapa saja yang boleh melakukan kekuasaan atau siapa saja berikut prosedurnya. c. Menyelesaikan sengketa yang timbul di dalam masyarakat. d. Mempertahankan kemampuan adaptasi masyarakat dengan cara mengatur kembali
hubungan-hubungan
dalam
masyarakat
manakala
ada
.
Merumuskan hubungan-hubungan diantara anggota masyarakat dengan menunjukkan perbuatan-perbuatan apa saja yang dilarang dan yang boleh dilakukan. Dari 4 (empat) pekerjaan hukum tersebut diatas, menurut Satjipto Rahardjo secara sosiologis dapat dilihat dari adanya 2 (dua) fungsi utama hukum yaitu: 1. Sebagai Social Control (Kontrol Sosial). Kontrol sosial merupakan fungsi hukum yang mempengaruhi warga masyarakat agar bertingkah laku sejalan dengan apa yang telah digariskan sebagai aturan hukum, termasuk nilai-nilai yang hidup didalam masyarakat. Adapun yang termasuk dalam lingkup social control antara lain : a. Perbuatan norma-norma hukum, baik yang memberikan peruntukan maupun yang menentukan hubungan antara orang dengan orang b. Penyelesaian sengketa di dalam masyarakat. c. Menjamin kelangsungan kehidupan masyarakat, yaitu dalam hal terjadi perubahan-perubahan sosial. 2. Social Engineering (Rekyasa sosial)
Penggunaan keadaan masyarakat sebagaimana diinginkan oleh pembuat hukum. Berbeda dengan fungsi control social, yang lebih praktis yaitu untuk kepentingan waktu sekarang, maka fungsi rekayasa sosial dari hukum lebih mengarah pada pembahasan sikap dan perilaku masyarakat dimasa mendatang sesuai dengan keinginan pembuat undang-undang. Perubahan-perubahan yang dikehendaki itu apabila berhasil pada akhirnya akan melembaga sebagai pola-pola tingkah laku yang baru di masyarakat.13 Selanjutnya dikatakan bahwa pelaksanaan penegakan hukum atau keefektifan hukum bersangkutan dengan 5 faktor pokok yaitu : a. Faktor hukum itu sendiri, yaitu semua peraturan perundang-undangan yang mengatur suatu hal yang berkaitan dengan pokok permasalahan. b. Faktor penegak hukum, yaitu pihak-pihak yang membentuk maupun yang menerapkan hukum. c. Faktor prasarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum. d. Faktor masyarakat atau adresat hukum, yakni lingkungan dimana hukum berlaku atau diterapkan. e. Faktor budaya, yaitu sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup. Menurut WJ. Chambliss & Robert B. Seidman14 (dalam Esmi Warassih, 2005 : 11-12) dengan teori bekerjanya hukum, disebutkan bahwa untuk memfungsikan peraturan-peraturan dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan sosial, baik terhadap pembuat undang-undang, lembaga-lembaga pelaksana, maupun pemegang peran. Adanya pengaruh kekuatan sosial ini dalam bekerjanya hukum secara jelas dapat digambarkan sebagai berikut : 13
Satjipto Rahardjo, 2002, Sosiologi Hukum : Perkembangan, Metode dan Pilihan Masalah,, Muhammadiyah University Press, Surakarta, hlm. 119-120 14 Esmi Warassih, Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologis, PT. Suryandaru Utama, Semarang, 2005, hlm. 11-12.
Kekuatan-kekuatan personal dan kekuatan sosial
Pembuat Undang-undang
Ub
Ub Nrm
Prn
Penegak hukum
Pemegang peran
penerapan
Umpan balik Bekerjanya kekuatan Kekuatan personal dan Sosial
Bekerjanya kekuatan kekuatan personal dan sosial
Dari bagan tersebut diatas, maka dapat diuraikan di dalam dalil-dalil sebagai berikut : a. Setiap peraturan hukum memberitahukan tentang bagaimana seorang pemegang peranan itu diharapkan bertindak; b. Bagaimana seorang pemegang peranan itu bertindak sebagai suatu respon terhadap peraturan hukum merupakan fungsi peraturan-
peraturan yang ditujukan kepadanya, sanksi-sanksinya, aktivitas dari lembaga-lembaga pelaksana serta keseluruhan kompleks kekuatan sosial, politik dan lain-lainnya mengenai dirinya; c. Bagaimana lembaga-lembaga pelaksana itu akan bertindak sebagai respon terhadap peraturan hukum merupakan fungsi peraturanperaturan hukum yang ditujukan kepada mereka, sanksi-sanksi, keseluruhan kompleks kekuatan-kekuatan sosial, politik dan lainlainnya yang mengenai diri mereka serta umpan-umpan balik yang datang dari para pemegang peranan; d. Bagaimana para pembuat undang-undang itu akan bertindak merupakan fungsi peraturan-peraturan yang mengatur tingkah laku, sanksi-sanksinya, keseluruhan kompleks ketentuan-ketentuan sosial politik, idiologis dan lain-lainnya yang mengenai diri mereka serta umpan-umpan balik yang datang dari para pemegang peranan serta birokrasi.15 Selo Soemardjan, berpandangan bahwa efektifitas hukum berkaitan erat dengan faktor-faktor sebagai berikut : 1. Usaha-usaha menanamkan hukum didalam masyarakat, yaitu pembinaan tenaga manusia, alat-alat, organisasi dan metode agar warga-warga masyarakat mengetahui, menghargai, mengakui dan mentaati hukum. 2. Reaksi masyarakat yang didasarkan pada system nilai-nilai yang berlaku. Artinya masyarakat mungkin menolak atau menentang atau mungkin mematuhi hukum untuk menjamin kepentingan mereka. 3. Jangka waktu menanamkan hukum, yaitu panjang pendeknya jangka waktu dimana usaha-usaha menanamkan hukum itu dilakukan dan diharapkan memberi hasil.16 15
Ibid, hlm 11-12 Soerjono Soekanto, Tatacara Penyusunan Karya Tulis Ilmiah Bidang Hukum, Ghalia Indonesia Jakarta, 1982, hlm 45 16
Kaidah hukum berlaku secara sosiologis, apabila kaidah tersebut efektif, artinya kaidah tersebut dapat dipaksakan berlakunya oleh penguasa, walaupun tidak diterima oleh warga masyarakat (teori kekuasaan), atau kaidah berlaku kalau diterima dan diakui oleh masyarakat (teori pengakuan) maka kaidah hukum tersebut menjadi aturan pemaksa dan kalau berlaku secara filosofis akan merupakan hukum yang dicita-citakan. Selain itu Lon F Fuller (principles of legality) berpendapat bahwa untuk mengenal hukum sebagai sistem, maka harus dicermati apakah ia memenuhi 8 (delapan) asas di antaranya : 1. Sistem hukum harus mengandung peraturan-peraturan, tidak boleh mengandung sekedar keputusan-keputusan yang bersifat ad hoc. 2. Peraturan yang dibuat itu harus diumumkan. 3. Tidak boleh ada peraturan yang berlaku surut. 4. Peraturan harus disusun dalam rumusan yang bisa dimengerti. 5. Suatu system tidak boleh mengandung peraturan-peraturan yang bertentangan satu sama lain. 6. Perturan tidak boleh mengandung tuntutan yang melebihi apa yang dapat dilakukan. 7. Tidak boleh ada kebiasaan untuk sering merubah-rubah peraturan sehingga menyebabkan seseorang akan kehilangan orientasi. 8. Harus ada kecocokan antara peraturan yang diundangkan dengan pelaksanaan sehari-hari.17 Sedang menurut Dias, ada lima syarat bagi efektif tidaknya suatu sistem hukum (dalam Esmi Warassih) yaitu : 1. Mudah tidaknya makna atau isi aturan-aturan hukum itu ditangkap. 2. Luas tidaknya kalangan di dalam masyarakat yang mengetahui isi aturanaturan yang bersangkutan.
17
Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, ctk. Kelima, Rineka Cipta, Jakarta, 2007 hlm. 6
3. Efisien dan efektif tidaknya mobilisasi aturan-aturan hukum yang dicapai dengan bantuan : a. Aparat administrasi yang menyadari kewajibannya untuk melibatkan dirinya kedalam usaha mobilisasi yang demikian. b. Para warga masyarakat yang merasa terlibat dan merasa harus berpartisipasi di dalam proses mobilisasi hukum. c. Adanya mekanisme penyelesaian sengketa yang tidak hanya harus mudah dihubungi dan dimasuki oleh setiap warga masyarakat, akan tetapi juga harus cukup efektif menyelesaikan sengketa. d. Adanya anggapan dan pengakuan yang merata di kalangan warga masyarakat, bahwa aturan-aturan dan pranata-pranata hukum itu memang sesungguhnya berdaya mampu efektif.18 Sedang hubungannya hukum dengan ekonomi (asuransi), ekonomi adalah bertujuan untuk menyediakan kebutuhan yang diperlukan bagi kelangsungan hidup masyarakat dan anggota-anggotanya. Perbuatan ekonomi dalam memenuhi kebutuhan didasarkan pada asas rasionalitas.19 Akan tetapi manusia dalam memenuhi kebutuhannya dapat melakukan dengan cara berkelompok maupun secara individu dengan melakukan interaksi dengan yang lainnya, sehingga dapat menghasilkan secara optimal pemanfaatan sumber daya dalam masyarakat. Dengan demikian muncullah masalah aturan sebagai kebutuhan ekonomi, karena tanpa aturan, orang tidak bisa bicara mengenai penyelenggaraan kegiatan ekonomi dalam masyarakat. Ekonomi tidak bisa mendesain sendiri peraturan-peraturan atau sistem peraturan yang nantinya harus mengikat tingkah lakunya.20
18
Ibid. hlm. 106 Satjipto Rahardjo, Beberapa Pemikiran Tentang Rancangan Antar Disiplin Dalam Pembinaan Hukum Nasional, Sinar Baru, Bandung, 1985, hlm. 55 20 Ibid, hlm. 57 19
3. Teori Ekonomi Islam (Syariah) Tujuan pembangunan nasional Indonesia adalah untuk mencapai terciptanya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan demokrasi ekonomi, untuk mencapai tujuan tersebut dikembangkanlah sistem ekonomi yang berdasar pada nilai keadilan, kebersamaan, pemerataan dan kemanfaatan yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Ekonomi Islam merupakan ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam.21 Peraturan dalam ekonomi
Islam mencakup dua macam pelajaran-
pelajaran dan hukum-hukum, pertama bagian yang muhkam, yang di dalamnya sudah tidak terdapat lagi peluang untuk berijtihad. Kebakuan hukum ini menjadikan Islam memiliki kesatuan pemikiran, rasa dan perbuatan bagi umat, dan menjadikan umat
dalam satu arah, satu tujuan dan satu
persepsi. Seperti larangan mengambil riba dalam bermuamalah, memakan harta dengan cara yang tidak halal. Kedua kedudukan hukum yang bisa berubah atau bersifat temporal, bisa berubah menurut situasi dan kondisi serta bertujuan untuk tercapainya kemaslahatan umat manusia. Yusuf Qardhawi (dalam Norma dan Etika Ekonomi Islam) ada 4 (empat) ciri khas dalam ekonomi Islam di antaranya : a. Ekonomi bercirikan ketuhanan. Sistem ekonomi ini bertolak, bertujuan akhir hanya kepada Allah SWT., dan menggunakan sarana yang tidak lepas dari syariat Allah. Aktivitas ekonomi seperti produksi, distribusi, konsumsi tidak lepas dari titik tolak ketuhanan dan bertujuan akhir hanya untuk Allah SWT. Islam memandang bahwa
materi adalah titipan Allah, sehingga
manusia dalam mengelola dan membelanjakannya hanya diniatkan karena Allah tidak semata-mata hanya mencari keuntungan. Kalau seorang 21
Mustafa Edwin Nasution, at.al. Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, Cet. Pertama, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2006, hlm. 15
muslim bekerja dalam bidang produksi maka ketika berinvestasi seorang muslim harus merasa bahwa yang ia kerjakan adalah karena Allah. (Q.S. Al-Baqarah 284)
°! $tB ’Îû ÏNºuq»yJ¡¡9$# $tBur ’Îû ÇÚö‘F{$# 3 bÎ)ur (#r߉ö7è? $tB þ’Îû öNà6Å¡àÿRr& ÷rr& çnqàÿ÷‚è? Nä3ö7Å™$yÛムÏmÎ/ ª!$# ( ã•Ïÿøóu‹sù `yJÏ9 âä!$t±o„ Ü>Éj‹yèãƒur `tB âä!$t±o„ 3 ª!$#ur 4’n?tã Èe@à2 &äóÓx« 핃ωs% Artinya : Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehandaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. b. Ekonomi berlandaskan Etika (Moral). Dalam lapangan ekonomi, Islam memberi kebebasan kepada umatnya untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya, namun di sisi lain manusia terikat dengan iman dan etika, sehingga meskipun bebas tetapi tidak bebas mutlak yang akhirnya justru tidak memperhatikan terhadap lingkungannya. Dalam pandangan ekonomi sekuler, selalu memperhatikan materi, bahkan materi diletakkan pada posisi yang begitu penting dalam kehidupan ekonomi, semua aktivitas ekonomi senantiasa diukur dengan materi, yang akhirnya menimbulkan dampak kerusakan dan ketidak seimbangan dalam kehidupan semua makhluk. Islam mendorong umatnya agar banyak memberikan jasa kepada masyarakat, atas dasar itu seorang pedagang harus melandasi dirinya dengan niat memberi jasa untuk kehidupan masyarakat di samping motif
mencari kecukupan nafkah diri dan keluarganya yang menjadi tanggungannya, bukan hanya melulu mencari untung. Sebagaimana firman Allah (Q.S. At-Taubah. 34) yang berbunyi :
$pkš‰r'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä ¨bÎ) #ZŽ•ÏWŸ2 šÆÏiB Í‘$t6ômF{$# Èb$t7÷d”•9$#ur tbqè=ä.ù'u‹s9 tAºuqøBr& Ĩ$¨Y9$# È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ šcr‘‰ÝÁtƒur `tã È@‹Î6y™ «!$# 3 šúïÏ%©!$#ur šcrã”É\õ3tƒ |=yd©%!$# spžÒÏÿø9$#ur Ÿwur $pktXqà)ÏÿZム’Îû È@‹Î6y™ «!$# Nèd÷ŽÅe³t7sù A>#x‹yèÎ/ 5OŠÏ9r& Artinya : Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benarbenar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalanghalangi (manusia) dari jalan Allah. dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih, Dalam kegiatan
ekonomi (dalam Ahmad Azhar Basyir) agar
kegiatan manusia memenuhi landasan moral, maka diperlukan syaratsyarat etis sebagai berikut : 1. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan harus termasuk hal-hal yang halal dan bukan yang haram. 2. Kegiatan-kegiatan yang pada dasarnya halal harus dilakukan dengan cara-cara yang tidak mengakibatkan kerugian atau madharat dalam kehidupan masyarakat. Misal : Berdagang barang yang halal dibolehkan tetapi apabila perdagangan tersebut dilakukan dengan menipu, memeras maka moral.
sudah tidak memenuhi landasan-landasan
3. Nilai keadilan harus senantiasa dipelihara, dengan akibat bahwa setiap kegiatan yang bertentangan dengan nilai-nilai keadilan tidak dapat dibenarkan.22. Misal : Tidak boleh memberi upah kepada buruh amat kecil hanya karena ingin memperoleh keuntungan yang lebih besar.
c. Ekonomi bercirikan kemanusiaan Selain berciri ketuhanan dan moral, ekonomi Islam juga berkarakter kemanusiaan. Allah-lah yang memuliakan manusia
dan
menjadikanNya manusia sebagai khalifah di bumi. Tujuan ekonomi Islam adalah menciptakan kehidupan manusia yang aman dan sejahtera, baik manusia yang sehat, sakit, kaya, miskin, kuat atau lemah, susah atau senang baik manusia sebagai individu atau sebagai anggota kelompok masyarakat. Allah telah memberi kepada manusia kekuatan dan alat sehingga manusia bisa melaksanakan tugasnya. Dalam ekonomi Islam manusia dan kemanusiaan merupakan unsur utama.
Faktor kemanusiaan meliputi etika, kebebasan, kemuliaan,
keadilan, sikap moderat, dan persaudaraan sesama manusia, etika Islam mengajarkan manusia untuk saling bekerjasama, tolong menolong dan manjauhkan diri dari sikap iri, dengki dan dendam. Islam juga mengajarkan kasih sayang sesama manusia terutama kaum lemah, anak yatim, orang miskin dan orang yang tidak sanggup bekerja.
d. Ekonomi bersifat pertengahan (Keseimbangan). Salah satu sendi utama ekonomi Islam ialah sifatnya yang pertengahan (keseimbangan), Islam tidak memisahkan antara kehidupan
22
Ahmad Azhar Basyir, Garis Besar Sistem Ekonomi Islam, Cet. Ketiga, BPFE, Yogyakarta, 1987, hlm. 14
dunia dengan kehidupan akhirat. Setiap aktifitas manusia didunia akan berdampak kepada kehidupan di akhirat kelak.23 Islam juga menjaga keseimbangan sosial, tidak mengakui adanya hak mutlak, tetapi mempunyai batasan-batasan tertentu, termasuk dalam bidang hak milik. Islam melarang kapitalis, menumpuk harta kekayaan, mengembangkan
dan
membelanjakan
yang
sama
sekali
tidak
memperhatikan kepentingan orang lain, bahkan merampas hak milik individu.
Ekonomi Islam bersifat tengah-tengah, tidak mendhalimi
masyarakat khususnya kaum lemah, juga tidak mendhalimi hak individu, Islam mengakui hak individu dan masyarakat.
B. Kajian Umum Tentang Asuransi 1. Pengertian Asuransi a. Pengertian menurut KUH Perdata. Kata asuransi berasal dari bahasa Belanda, assurantie, yang dalam hukum Belanda disebut Verzekering yang artinya pertanggungan.24 Dalam asuransi ada dua pihak yang terlibat yaitu, yang satu sanggup menanggung atau menjamin, dan yang lain akan mendapatkan penggantian suatu kerugian, yang mungkin akan dideritanya sebagai akibat dari suatu peristiwa yang semula belum tentu akan terjadi atau semula belum dapat ditentukan saat akan terjadinya. Asuransi diatur dalam bagian kesatu ketentuan umum Pasal 1774 KUH Perdata, yang bunyinya sebagai berikut : “Suatu persetujuanan untung-untungan adalah suatu perbuatan yang hasilnya mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak, maupun bagi sementara pihak, bergantung kepada suatu kejadian yang belum tentu. Demikian adalah : Perjanjian pertanggungan; 23
Mustafa Edwin Nasution, Op.cit. hlm. 23 Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life and General) Konsep dan Sistem Operasional, ctk.Pertama, Gema Insani, Jakarta, 2004, hlm. 26 24
Bunga cagak hidup; Perjudian dan pertaruhan. Perjanjian yang pertama diatur di dalam kitab Undang-undang Hukum Dagang”.25 Jika dilihat dari pasal tersebut, maka perjanjian pertanggungan dapat dikategorikan dalam kelompok perjanjian untung-untungan. Sedang untuk asuransi syariah, Pasal 1774 KUH Perdata tidak dapat dijadikan dasar hukum karena adanya unsur judi (maisir) yaitu adanya unsur untung rugi yang digantungkan pada kejadian yang belum tentu. Asuransi syariah tidak didasarkan untung rugi tetapi didasarkan pada konsep tanggung jawab dan tolong menolong..26
b. Pengertian menurut KUH Dagang. Dalam kitab Undang-undang Hukum Dagang Bab Kesembilan Pasal 246 disebutkan: “Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu” Dari definisi tersebut diatas, dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Pihak pertama sebagai pihak yang ditanggung, mengalihkan beban atau resiko kepada pihak penanggung. 2. Pihak yang ditanggung membeli hak untuk menerima ganti rugi, atau jaminan dari yang menjualnya, yaitu pihak penanggung menerima sejumlah uang yang disebut dengan premi.
25
R. Subekti dan R.Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Cet. kedua puluh dua, Pradnya Paramita, Jakarta, 1990, hlm.380 26 Gemala Dewi, Aspek-aspek Hukum Dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di Indonesia, ctk. Ketiga, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2005, hlm. 197
3. Pihak penanggung mengharapkan keuntungan dari pembelinya, dan dengan keuntungan ini ia bersedia menanggung kerugiannya yang mungkin ditimbulkan akibat bahaya-bahaya yang menjadi pokok pertanggungan. 4. Kerugian yang timbul harus merupakan suatu hal yang tak terdugaduga, dan merupakan suatu bahaya yang tidak dapat diharapkan atau dinantikan dengan pasti, dengan kata lain tidak disengaja.27 Dengan melihat pengertian asuransi diatas, maka seperti halnya dalam KUHPerdata, asuransi disini dapat dipersamakan dengan perjanjian tukar- menukar dengan pertimbangan untung-rugi. Berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Dagang, tertanggung yang memutuskan kontrak sebelum habis masa kontraknya akan kehilangan seluruh atau sebagian besar premi yang telah dibayarkan. Hal ini dirasakan sebagai suatu kerugian bagi tertanggung dan di lain pihak merupakan keuntungan bagi penanggung. Sedang dalam asuransi syariah, perjanjian yang terjadi adalah perjanjian tolong-menolong, bukan perjanjian tukar menukar. Disini bukan untungrugi yang dipikirkan melainkan tolong – menolong. Sehingga dalam asuransi syariah tidak mengenal adanya dana hangus atau hilang, peserta asuransi yang baru masuk sekalipun karena satu dan lain hal ingin mengundurkan diri atau karena sesuatu sehingga tidak mampu melanjutkan atau tidak mampu membayar premi, maka dana atau premi yang sebelumnya sudah dibayarkan dapat diambil kembali kecuali sebagian kecil saja yang sudah diniatkan untuk dana tabarru’ yang tidak dapat diambil.28 Begitu pula peserta asuransi yang berhenti sebelum pertanggungannya berakhir peserta dapat menarik kembali seluruh iuran 27
Ibid, hlm. 197 Mustafa Edwin Nasution, et.al, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam,,ctk. Pertama, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2006, hlm. 300 28
yang dibayarkan. Bahkan jumlah tersebut
masih ditambah dengan
keuntungan yang diperoleh selama uangnya dikelola perusahaan.29
c. Pengertian menurut Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992. Dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian, disebutkan
bahwa yang dimaksud dengan
asuransi atau pertanggungan itu adalah : “Perjanjian antara dua pihak atau lebih dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri dengan tertanggung dengan menerima premi asuransi untuk memberi pergantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggungjawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti atau untuk memberikan sesuatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan”. Berdasar Undang-undang ini, perjanjian yang terjadi adalah antara pihak penanggung (perusahaan asuransi) dengan tertanggung (peserta asuransi) dimana terjadi konsep peralihan resiko dari tertanggung kepada penanggung.30 Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa dalam asuransi terdapat lima unsur yaitu : 1. Perjanjian yang mendasari terbentuknya perikatan antara dua pihak, yang sekaligus terjadinya hubungan keperdataan; 2. Premi sejumlah uang yang sanggup dibayarkan oleh tertanggung kepada penanggung; 3. Adanya ganti rugi dari penanggung kepada tertanggung jika terjadi klaim atau masa perjanjian selesai; 4. Adanya suatu peristiwa yang tidak tertentu yang adanya suatu resiko yang memungkinkan datang atau tidak ada resiko; 29 30
Gemala Dewi, op.cit., hlm. 198 Ibid, hlm. 199
5. Pihak-pihak yang membuat perjanjian, yakni penanggung dan tertanggung.31 Selain itu, dari pengertian diatas dapat dipahami pula bahwa dalam asuransi itu terdapat dua puhak yang terlibat. Pertama, adalah pihak yang mempunyai kesanggupan untuk menanggung atau menjamin, yang selanjutnya disebut “Penanggung” kedua, adalah pihak yang akan mendapatkan ganti rugi jika menderita suatu musibah sebagai akibat dari suatu peristiwa yang belum tentu akan terjadi, yang selanjutnya disebut dengan “Tertanggung”. Pihak pertama bisa berupa perseorangan, badan hukum atau lembaga seperti perusahaan, sedang pihak kedua adalah masyarakat luas.32 Sedang Robert, I Mehr., mendefinisikan asuransi sebagai berikut : ‘’ A device for reducing risk by combining a sufficienent number of exposure units make their individuallosses collectively predictable, The predictable loss is them sharid by ordistributed proportionately among all units in the combination’’ 33 Suatu alat untuk mengurangi resiko dengan menggabungkan sejumlah unit-unit yang beresiko agar kerugian individu secara kolektif dapat diprediksi. Kerugian yang dapat diprediksi tersebut kemudian dibagi dan didistribusikan secara proporsional diantara semua unit-unit dalam gabungan tersebut
2. Jenis-jenis asuransi. Apabila mengamati perusahaan asuransi, maka ditemukan 2 (dua) macam jenis asuransi antara lain :
31
Yadi Janwari, Asuransi Syariah, ctk.Pertama, Pustaka Bani Quraisy, Bandung, 2005, hlm. 2 Ibid, hlm. 2 33 Robert I Mehr, Life Insurance Theory and Practice, Business Publication, Inc, 1985, hlm. 26 32
a. Asuransi umum, yaitu jenis perlindungan yang dikaitkan dengan kerugian atau kerusakan/kehilangan harta benda yang dimiliki oleh seseorang. b. Asuransi jiwa, yaitu jenis perlindungan yang dikaitkan dengan hidup matinya seseorang . Bila memperhatikan definisi asuransi yang termaktub dalam Pasal 246 Kitab Undang-undang Hukum Dagang, maka tampak bahwa jenis asuransi hanya terdiri satu jenis yakni asuransi kerugian, sedang dalam Pasal 247 Kitab Undang-undang Hukum Dagang disebutkan, ada 5 macam asuransi antara lain yaitu : 1. 2. 3. 4. 5.
Asuransi terhadap kebakaran, Asuransi terhadap bahaya hasil-hasil pertanian, Asuransi terhadap kematian orang (asuransi jiwa), Asuransi terhadap bahaya laut dan perbudakan, Asuransi terhadap bahaya pengangkutan di darat dan di sungai-sungai. 34 Djoko Prakoso, membagi asuransi kedalam dua jenis yaitu :
a. Asuransi kerugian, yang meliputi asuransi kebakaran, asuransi pertanian, asuransi laut serta asuransi pengangkutan. b. Asuransi Jiwa.35 Perbedaan pokok dari dua jenis asuransi tersebut adalah : 1. Pada asuransi jiwa “Peristiwa yang tak tentu” terjadi bila kematian dalam tenggang waktu yang lebih singkat daripada waktu yang disebutkan dalam polis. Pada waktu yang tersebut dalam polis terjadi hal-hal yang mengakibatkan kerugian, misalnya
pada asuransi
kerugian “peristiwa yang tak tertentu” terjadi bila masa tenggang waktu yang tersebut dalam polis terjadi hal-hal yang mengakibatkan
34
Djoko Prakoso, dan I. Ketut Murtika, Hukum Asuransi di Indonesia, Bina Aksara, Jakarta 1989 , hlm. 35 35 Ibid, hlm. 55
kerugian,
misalnya
pada
asuransi
kebakaran
gudang
yang
diasuransikan. 2. Pada asuransi jiwa jumlah uang ganti kerugian telah ditetapkan lebih dahulu. Pada asuransi kerugian jumlah ganti kerugian dihitung dengan membandngkan
harga
hilang/terbakar
dengan
barang harga
yang
rusak
barang
sebagai sebelum
akibat timbul
kehilangan/kebakaran.36 Asuransi dilihat dari bentuk obyeknya adalah sebagai berikut37 : 3. Asuransi kerugian, adalah asuransi yang akan diterima oleh peserta ketika
ia ditimpa suatu kerugian yang disebabkan oleh peristiwa-
peristiwa tertentu. Bentuk asuransi kerugian ini ada dua yaitu : a. Asuransi kerugian harta yang disebabkan karena kebakaran, kebanjiran, kecurian dan b. Asuransi yang menjamin kerugian yang timbul akibat tanggung jawabnya, seperti menabrak orang, atau pegawainya mengalami kecelakaan kerja. 4. Asuransi jiwa, adalah asuransi dimana peserta akan memperoleh sejumlah uang jika ia mendapat suatu kerugian, baik ia masih hidup maupun meninggal. Asuransi jiwa ini ada dua yakni : a. Asuransi yang berkaitan dengan kehidupan peserta, yang terdiri atas tiga bentuk yaitu : 1. Asuransi kematian, berupa transaksi yang mewajibkan peserta membayar sejumlah uang secara periodik kepada perusahaan, dan pihak perusahaan wajib memberikan sejumlah uang ketika peserta meninggal, kepada orang yang ditunjuk oleh peserta atau ahli warisnya. 36
Ibid, hlm. 55 Abdul Aziz Dahlan, Insiklopedi Hukum Islam I,Cet. Kelima, PT. Ikhtiar Baru Van Hove, 7 Jakarta, 2001, hlm. 138 37
2. Asuransi dalam jangka waktu tertentu, berupa transaksi yang mewajibkan kepada peserta untuk membayar sejumlah uang secara
periodik
kepada
perusahaan
asuransidan
pihak
perusahaan wajib membayar sejumlah uang kepada peserta jika tenggang waktunya telah datang dan peserta masih hidup. Peserta asuransi tidak mendapatkan uang ganti rugi jika ia meninggal sebelum tenggang waktu datang. 3. Asuransi yang sifatnya peserta menerima sejumlah uang dari pihak perusahaan asuransi pada waktu-waktu tertentu jika ia masih hidup atau diberikan kepada orang yang ditunjuk peserta atau ahli warisnya jika ia meninggal dunia. Dalam asuransi bentuk terakhir ini uang yang dibayarkan peserta secara periodik lebih besar daripada kedua bentuk asuransi sebelumnya. b. Asuransi kecelakaan apabila peserta menderita kecelakaan badan atau cacat tubuh.
3. Pengertian Asuransi Jiwa. Asuransi jiwa pada hakekatnya adalah suatu pelimpahan resiko (Risk Shifting) atas kerugian kauangan (Financial Loss) oleh tertanggung kepada Penanggung. Resiko yang dilimpahkan kepada penanggung bukanlah resiko hilangnya jiwa seseorang, melainkan kerugian keuangan sebagai akibat hilangnya jiwa seseorang atau karena mencapai umur tua sehingga tidak produktif lagi. Dalam kehidupan, manusia mempunyai nilai sosial, agama, ekonomi dan lainlain. a. Nilai hidup manusia dari segi sosial dan agama tidak dapat diukur tetapi dari segi ekonomi dapat diukur.
b. Nilai ekonomi hidup manusia mempunyai relevansi dengan perasuransian jiwa. Yang paling berkepentingan dengan nilai ekonomi itu ialah manusia itu sendiri, istri/suami dan anak-anak atau sanak keluarganya. c. Nilai ekonomi hidup seorang kepala keluarga sama dengan kapasitas penghasilannya. Jika nilai ekonomi hidup seorang kepala keluarga hilang atau berkurang, maka sanak keluarganya atau yang berkepentingan langsung akan menderita kerugian.38 Untuk lebih memahami, penulis perlu menukilkan beberapa pendapat tentang asuransi jiwa dan bagaimana ketentuan hukumnya. Poerwosoetjipto, dalam Hukum Asuransi Indonesia mendifinisikan asuransi jiwa sebagai berikut : “Perjanjian timbal balik antara penutup (pengambil) asuransi dengan penanggung, dengan mana penutup asuransi mengikatkan diri selama jalannya pertanggungan membayar uang premi kepada penanggung, sedangkan penanggung sebagai akibat langsung dari meninggalnya seseorang yang jiwanya dipertanggungkan atau telah lampaunya jangka waktu yang diperjanjikan, mengikatkan diri untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada orang yang ditunjuk oleh penutup asuransi sebagai penikmatnya.39 Sedang definisi yuridis tentang asuransi terdapat dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992, Tentang Usaha Perasuransian Pasal (1). Di dalam Pasal 1 angka (6) Undang-undang nomor 2 tahun 1992, kaitannya dengan asuransi jiwa disebutkan bahwa : “Perusahaan asuransi jiwa adalah perusahaan yang memberikan jasa dalam penanggulangan resiko yang dikaitkan dengan hidup atau maninggalnya seseorang yang dipertanggungkan”.
38
Panduan Materi Pendidikan dan Latihan Agen Asuransi (financial Advisor Syariah) Bumiputera, Semarang, hlm. 4 39 Abdul Kadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia, cet. Keempat, Citra Aditya Bakti, Jakarta, 2006, hlm. 195.
Dari pengertian diatas, maka obyek pertanggungan adalah jiwa, hal ini sesuai dengan bunyi Pasal 302 Kitab Undang-undang Hukum Dagang yang menyebutkan bahwa : “Jiwa
seseorang
dapat,
guna
keperluan
yang
berkepentingan,
dipertanggungkan, baik untuk selama hidupnya, maupun untuk sesuatu yang ditetapkan dalam perjanjian” Sehingga secara yuridis, untuk sesuatu kepentingan, jiwa seseorang dapat dipertanggungkan, baik untuk selama hidupnya maupun untuk jangka waktu tertentu. Dari beberapa pengertian asuransi tersebut diatas, maka pada prinsipnya satu sama lain terdapat persamaan.
Meskipun ada perbedaan dalam
penyampaian akan tetapi kesemuannya tidak terlepas dari tiga unsur yang tercakup dalam asuransi jiwa, yaitu : a. Pihak yang mengikatkan diri untuk membayar premi (pemegang polis). b. Pihak
yang
mengikatkan
diri
untuk
membayar
sejumlah
uang
(penanggung). c. Pembayaran sejumlah uang yang digantungkan pada peristiwa tertentu (meninggalnya tertanggung) yang belum diketahui kapan terjadinya. Dengan ketiga unsur tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa asuransi jiwa adalah : “Perjanjian timbal balik antara penutup asuransi (pemegang polis) dengan penanggung, dengan mana pemegang polis mengikatkan diri untuk membayar premi
kepada
penanggung
selama
jalannya
pertanggungan,
sedang
penanggung berkewajiban membayar sejumlah uang kepada ahli waris atau penerima faedah yang ditunjuk dalam polis, sebagai akibat jatuhnya peristiwa yang belum pasti, yang dikaitkan dengan hidup atau meninggalnya seseorang yang dipertanggungkan”.
Asuransi jiwa saat ini mengalami kemajuan yang sangat pesat data per akhir 2008 menunjukkan pendapatan premi enam kali lipat dibandingkan pendapatan tahun 2000.40 Meskipun awalnya asuransi dilakukan dengan cara yang sangat sederhana, kini asuransi dilaksanakan dengan cara modern, hal ini karena perkembangan peradaban manusia dari tahun ketahun. Sebagai akibat semakin majunya peradaban manusia, maka bertambah pula keinginan manusia untuk mengadakan penjagaan-penjagaan terhadap harta, diri dan keluarganya guna menghadapi kemungkinan-kemungkinan yang akan timbul yang sulit diprediksikan. Menyadari adanya ancaman bahaya terhadap harta kekayaan miliknya atau terhadap jiwanya, jika bahaya tersebut menimpa hartanya atau jiwanya dia akan menderita kerugian atau kurban jiwa atau cacat raga yang akan mempengaruhi perjalanan hidupnya atau ahli warisnya. Sebagai pihak yang terancam bahaya merasa berat memikul beban resiko yang
sewaktu-waktu
dapat
terjadi,
maka
menghilangkan beban resiko tersebut seseorang
untuk
mengurangi
atau
berusaha atau berupaya
mencari jalan, kalau ada pihak lain yang bersedia atau sanggup mengambil alih beban resiko ancaman bahaya dan dia sanggup membayar kontra prestasi yang disebut premi. Sejak itu pulalah resiko beralih kepada penanggung. Apabila sampai jangka waktu tertentu ternyata tidak terjadi peristiwa yang merugikan, penanggung beruntung dapat memiliki dan menikmati premi yang telah diterimanya dari tertanggung. Lain halnya dengan pertanggungan jiwa, kalau sampai jangka waktu tertentu ternyata tidak terjadi kurban jiwa atau kematian atau kecelakaan yang menimpa tertanggung, maka tertanggung akan akan memperoleh pengembalian sejumlah uang dari penanggung sesuai dengan isi perjanjian. Premi yang dibayar tertanggung itu seolah-olah sebagai tabungan pada penanggung.41 40
Harian Kompas, Edisi Senin 26 Oktober 2009 Abdul Kadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia, Cet. Keempat, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hlm. 13 41
Asuransi kini telah ada dan terus berkembang bersamaan dengan tingkat kebutuhan dan buah peradaban manusia, diadakannya asuransi adalah guna mengatasi kesulitan dan memenuhi kebutuhan hakikinya, yaitu kebutuhan akan rasa aman dan terlindung dari kemungkinan-kemungkinan yang tidak pasti, selain juga untuk investasi.
4. Jenis-jenis Asuransi Jiwa. Menurut jenisnya, asuransi jiwa dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) golongan42 yaitu : a. Asuransi Jiwa Biasa (Ordinary life insurance) Yaitu asuransi jiwa, yang biasanya polis diterbitkan dalam suatu nilai tertentu dengan premi yang dibayar secara periodic (bulanan, triwulan dan tahuanan). Asuransi jiwa biasa (ordinary life insurance) ini terdiri atas beberapa jenis diantaranya : 1. Asuransi Eka waktu (Term Life Insurance). Adalah asuransi dimana manfaat diberikan apabila peserta meninggal dunia. Jika tertanggung meninggal dunia selama kurun waktu asuransi berjangka itu berlaku, santunan polis dapat dibayarkan. Dan diakhir masa kontrak kecuali polis tersebut diperbaharui maka asuransi tersebut tidak berlaku lagi. Asuransi
ini merupakan suatu bentuk pertanggungan yang
mempunyai jangka waktu tertentu. Misal 2 tahun, 5 tahun 20 tahun dan seterusnya, dan pembayaran preminya lebih murah dibanding dengan jenis pertanggungan jiwa yang lainnya. Asuransi jiwa eka waktu memberikan faedah berupa pembayaran sejumlah uang pertanggungan, apabila tertanggung meninggal dunia dalam masa
42
Abas Salim, Asuransi & Manajemen Resiko, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hlm. 52
asuransi sebagai akibat sakit atau kecelakaan. Program asuransi ini tidak mengandung unsur tabungan, oleh karena itu tidak ada nilai tebus maupun pembayaran kembali kepada pemegang polis pada masa akhir masa asuransi.43
2. Asuransi Jiwa Seumur Hidup (Whole Life Insurance). Adalah asuransi secara permanen dimana pembayaran premi setiap tahun sama besarnya. Untuk pembayaran premi ini ditetapkan sekali dan berlaku untuk seumur hidup. Saat ini praktek pembayaran premi ini sudah jarang digunakan oleh perusahaan asuransi karena tidak menguntungkan perusahaan asuransi yang bersangkutan.
3. Asuransi Dwiguna (Endowment Life Insurance) Asuransi Dwiguna adalah (1) asuransi yang menyediakan sejumlah jaminan (model) bagi pemegang polis/tertanggung berupa uang sebesar uang pertanggungan apabila tertanggung masih hidup sampai masa kontrak berakhir, dan (2) adalah asuransi yang memberi jaminan kepada ahli waris tertanggung yang ditunjuk berupa uang sebesar pertanggungan apabila tertanggung meninggal dunia sebelum habis jangka waktu kontrak asuransinya.44 Pada asuransi ini dibayarkan apabila dalam jangka waktu tertentu seseorang meninggal dunia atau ia tetap hidup. Dan pembayaran premi lebih mahal bila dibandingkan dengan asuransi Eka waktu. Asuransi ini mengandung unsur sebagai berikut : a. Asuransi eka waktu (Term Insurance)
43 44
Supardjono, Perasuransian di Indonesia, CV. Amalia Bakti Jaya, Jakarta 1999, hlm.155 Ibid, hlm. 155
b. Alat untuk menabung (Pure Endowment) Misal. Digunakan untuk biaya pendidikan anak di kemudian hari.45 Berbeda dengan eka waktu, asuransi ini bila kontraknya telah habis waktu, maka jumlah uang pertanggungan tidak akan hilang. Dan lamanya kontrak tergantung kepada perjanjian yang dimuat oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
4. Anuitas (Annuity). Annuity
adalah
merupakan
salah
satu
asuransi
jiwa
yang
menitikberatkan kepada cara pembayaran uang pertanggungan, yaitu dengan cara berkala, tidak sekaligus, contoh asuransi jenis ini adalah asuransi beasiswa dan asuransi pensiun. Pada prinsipnya anuitas berbeda dengan asuransi biasa, anuitas bertujuan untuk membentuk dana (funds) agar bisa digunakan pada waktu hari tua, sedang pada asuransi tujuannya untuk memperkecil resiko, yaitu resiko keuangan yang mungkin timbul pada masa yang akan datang.46
b. Asuransi Jiwa Secara Kolektif (Group Life Insurance) Asuransi jiwa kolektif adalah asuransi yang biasanya dikeluarkan tanpa ada pemeriksaan medis atas suatu kelompok orang-orang dibawah satu polis induk dan masing-masing anggota kelompok menerima sertifikat partisipasi. Asuransi jenis ini dapat dibedakan menjadi dua yaitu : 1. Contributory, artinya premi asuransi tersebut ditanggung bersama antara pengambil asuransi dan tertanggung (biasanya antara karyawan dan perusahaan) 45 46
Abas Salim, op.cit, hlm. 35 Ibid. hlm. 36
2. Non contributory, artinya premi asuransi sepenuhnya menjadi tanggung jawab dari pengambil asuransi (perusahaan atau majikan)
c. Asuransi Rakyat (Industrial Life Insurance) Asuransi rakyat adalah asuransi jiwa yang dibuat dengan jumlah nominal tertentu, premi umumnya dibayar mingguan yang dibayarkan dirumah pemilik polis kepada agen yang disebut debit agent. Asuransi ini timbul karena asuransi ini awalnya dijual kepada pekerja-pekerja industri, dimana mereka menerima gaji kecil dan dibayar secara mingguan47 Ciri-ciri asuransi ini adalah sebagai berikut : 1. Memberi jaminan kepada rakyat kecil dengan uang pertanggungan dan pembayaran premi dalam batas-batas kemampuan peserta yang bersangkutan. 2. Cara pembayaran premi diatur sedemikian rupa sehingga tidak membebani peserta. 3. Tanpa pemeriksaan kesehatan. 4. Asuransi ini memberi kesempatan kepada mereka yang tidak bisa ikut asuransi biasa.48
5. Berakhirnya Perjanjian Asuransi Jiwa. Secara garis besar, perjanjian asuransi jiwa dapat berakhir disebabkan karena dua hal yaitu : Pertama, Masa perjanjian telah habis. Apabila masa perjanjian telah habis, maka pertanggungan (kontrak asuransi) dengan sendirinya berakhir, dan kepada pihak penanggung berkewajiban untuk membayar uang pertanggungan kepada pihak penerima faedah.
47 48
Abas Salim, op.cit. hlm. 55 Ibid. hlm. 55
Biasanya
pihak
penerima
faedah
dalam
polis
ini
adalah
tertanggung/pemegang polis itu sendiri. Kedua, terjadi evenemen atau pihak tertanggung meninggal dunia dalam masa pertanggungan. Apabila pihak tertanggung meninggal dunia dalam masa pertanggungan, dalam hal ini ada dua macam penyebab terjadinya peristiwa kematian tersebut, yaitu : a. Peristiwa yang timbul dari dalam, yaitu peristiwa hilangnya nyawa atau meninggalnya tertanggung karena adanya unsur kesengajaan yang dikehendaki oleh tertanggung, seperti bunuh diri. Apabila hal ini terjadi, maka perjanjian dengan sendirinya gugur. Dalam Pasal 307 KUHDagang ditentukan “Apabila orang yang mengasuransikan jiwanya bunuh diri atau dijatuhi hukuman mati, maka asuransi jiwa gugur”. Poerwosutjipto dalam Abdul Kadir Muhammad berpendapat, bahwa Pasal 307 KUHD ini dapat disimpangi, sebab kebanyakan asuransi jiwa itu ditutup dengan sebuah klausul yang membolehkan penanggung melakukan prestasinya dalam hal ada peristiwa bunuh diri dari badan tertanggung asalkan peristiwa itu terjadi sesudah lampau 2 (dua) tahun sejak diadakan asuransi.49 b. Peristiwa yang timbul dari luar, yaitu peristiwa hilangnya nyawa atau meninggalnya tertanggung karena suatu sebab yang tidak dikehendaki oleh pihak tertanggung. Apabila peristiwa ini terjadi, maka pihak penanggung wajib membayar uang pertanggungan kepada pihak penerima faedah setelah berkas-berkas persyaratannya dipenuhi.
49
Abdul Kadir Muhammad, Op.cit. hlm. 202
Dalam Pasal 307 KUHD, hukuman mati juga mengakibatkan gugurnya pertanggungan, sehingga pihak penanggung bebas dari kewajiban untuk membayar uang pertanggungan, meskipun peristiwa timbulnya dari luar. Namun dalam hal ini, dianggap sebagai ketentuan yang tidak wajar, karena peristiwa hukuman mati adalah peristiwa yang tidak diperkirakan terjadinya. Apabila uang pertanggungan tidak dibayarkan maka sangat merugikan ahli waris yang tidak tahu menahu atau turut serta dalam tindak pidana. 50 Selain itu dalam perjanjian asuransi ada masa leluasa. Apabila peserta tidak dapat melanjutkan membayar premi, ada masa yang disebut dengan masa leluasa, yaitu pihak perusahaan asuransi memberikan batas waktu (grace period) kepada peserta untuk membayar premi lanjutan selama 30 hari kalender. Misal : Jatuh tempo pemayaran premi lanjutan setiap bulan tanggal 2 Pebruari, maka masa leluasanya sampai tanggal 1 Maret. Jika dalam masa leluasa tersebut peserta tidak atau belum membayar premi, maka masih ada proteksi. Artinya pihak asuransi masih akan membayarkan manfaat asuransi kepada ahli waris atau pihak yang berkepentingan terhadap asuransi setelah dikurangi premi yang belum dibayar. Namun jika sampai lewat batas waktu ternyata peserta belum juga membayar premi lanjutan, maka polis menjadi batal sementara dan proteksi menjadi tidak ada. Artinya pihak perusahaan asuransi tidak memiliki kewajiban apa-apa untuk membayar manfaat asuransi. Masa leluasa berlaku untuk semua premi lanjutan baik dengan cara bayar system bulanan, tri wulan, semesteran maupun tahunan. Dalam konsep hukum, peserta asuransi yang tidak dapat melanjutkan membayar premi tidak dapat dipaksa untuk membayar oleh pihak perusahaan asuransi, peserta asuransi memiliki kebebasan apakah dia mau membayar premi atau tidak, jika premi tidak dibayar, maka pihak perusahaan tidak terikat lagi dengan janji untuk membayar manfaat, namun jika premi terus
50
Djoko Prakoso, Op.cit, hlm. 269
dibayar, maka pihak perusahaan asuransi secara hukum terikat oleh janjijanjinya.51
6. Fungsi/peran Asuransi jiwa. Perusahaan asuransi jiwa sebagai lembaga pertanggungan memberi perlindungan atas nilai ekonomi hidup manusia, keluarga dan siapa saja yang mempunyai kepentingan atas hidup seseorang tertanggung. Di samping itu asuransi jiwa juga memberikan jaminan atas hal-hal sebagai berikut : a. Sebagai proteksi. Asuransi jiwa memberikan proteksi terhadap nilai ekonomi hidup untuk perseorangan, keluarga ataupun kepada siapa saja yang mempunyai kepentingan asuransi atas hidup seseorang tertanggung. b. Sebagai tabungan.(Saving).Asuransi jiwa sebagai suatu cara untuk menabung yang sekaligus menjamin bahwa jumlah nominal seluruh tabungan yang diinginkan pasti tercapai dan akan diterima walaupun tabungannya terpaksa tidak dapat dilanjutkan sebagai akibat meninggal. c. Sebagai Agunan (Collateral). Polis asuransi jiwa yang telah mempunyai nilai tunai, dapat dipergunakan sebagai agunan untuk meminjam sejumlah uang dari perusahaan asuransi jiwa yang bersangkutan. d. Sebagai Warisan. Polis asuransi jiwa dapat meyakinkan orang tua bahwa dia akan meninggalkan warisan pada anak cucunya bila sewaktu-waktu meninggal dunia. e. Memiliki polis asuransi jiwa dapat memberikan rasa tenteram dan menambah percaya diri. Hal ini akan memberikan pengaruh positif terhadap kehidupan keluarganya 52
51
Khoiril Anwar, Asuransi Syariah Halal & Maslahat, Cet. Pertama, Tiga Serangkai, Solo, 2007, hlm 69 52 Bumiputera, op.cit., hlm. 10
C. Konsep Islam Tentang Asuransi Syariah. 1. Pengertian Asuransi Syariah. Asuransi dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah At-ta’min. Penanggung disebut mu’ammin, sedangkan tertanggung disebut mu’amman lahu atau musta’min. At-ta’min diambil dari kata amana yang berarti memberi perlindungan, ketenangan, rasa aman dan bebas dari rasa takut. Sebagaimana tersebut dalam Al Qur’an surat Quraisy (106) ayat (4) yang berbunyi :
¤$öqyz `ÏiB NßgoYtB#u äur Artinya : Dialah Allah yang mengamankan mereka dari ketakutan Pengertian at-ta’min sendiri adalah seseorang membayar/ menyerahkan uang cicilan untuk agar ia atau ahli warisnya mendapatkan sejumlah uang sebagaimana yang telah disepakati atau untuk mendapatkan ganti terhadap hartanya yang hilang.53 Musthafa Ahmad Zarqa dalam Muhammad Syakir Sula memaknai istilah asuransi dengan kejadian. Yaitu cara atau metode untuk memelihara manusia dalam menghindari resiko (ancaman) bahaya yang beragam yang akan terjadi dalam hidupnya, dalam perjalanan kegiatan hidupnya atau dalam aktivitas ekonominya. Husain Hamid Hisan mengatakan bahwa asuransi adalah sikap ta’awun yang telah diatur dengan sistem yang rapi, antara sejumlah besar manusia. Semuanya telah siap mengantisipasi suatu peristiwa. Jika sebagian dari mereka mengalami peristiwa tersebut, maka semuanya saling menolong dalam menghadapi peristiwa tersebut dengan sedikit pemberian (derma) yang 53
Muhammad Syakir Sula, op.cit., hlm. 28
diberikan oleh masing-masing peserta. Dengan pemberian (derma) tersebut, mereka dapat menutupi kerugian-kerugian yang dialami oleh peserta yang tertimpa musibah. Dengan demikian , asuransi adalah ta’awun yang terpuji, yaitu saling menolong dalam berbuat kebajikan dan takwa. Dengan ta’awun mereka saling membantu antara sesama. Dan mereka takut dengan bahaya yang mengancam mereka.54 Sedang Wahbah Az- Zuhaili dalam Khairil Anwar mendefinisikan asuransi syariah sebagai berikut : “ Asuransi syariah sebagai at-ta’min at-ta’awuni (asuransi yang bersifat tolong menolong), yaitu kesepakatan beberapa orang untuk membayar sejumlah uang sebagai ganti rugi ketika salah seorang diantara mereka ditimpa musibah”55 Muhaimin Iqbal, mengatakan : “Asuransi syariah adalah suatu pengaturan pengelolaan resiko yang memenuhi ketentuan syariah, tolong menolong secara mutual yang melibatkan peserta dan operator”56 Sedang Kuat Ismanto mendefinisikan pengertian asuransi syariah sama dengan difinisi yang disampaikan oleh Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 21/DSN-MUI/X/2001, yaitu sebagai berikut : “Asuransi syariah (Ta’min, takaful atau Tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan/atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah”57
54
Ibid. hlm. 29 Khoiril Anwar, Asuransi Syariah, Halal & Maslahat, cet. Pertama, PT.Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, Solo, 2007, hlm. 19 56 Muhammad Iqbal, Asuransi Umum Syariah dalam Praktek Upaya menghilangkan Gharar, Maisir dan Riba, ctk.Pertama, Gema Insani, Jakarta, 2005, hlm. 2 57 Ahmad Kamil dan Fauzan, Kitab Undang-undang Hukum Perbankan dan Ekonomi Syariah, cet.Pertama, Kencana, Jakarta, 2007, hlm. 499 55
Dari pengertian tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa asuransi syariah (ta’min, takaful, tadhamun) adalah transaksi perjanjian antara dua pihak yaitu pihak perusahaan asuransi dan pihak peserta asuransi, dimana pihak peserta berkewajiban membayar iuran (premi) dan pihak perusahaan berkewajiban memberikan jaminan kepada peserta asuransi jika terjadi sesuatu yang menimpa pihak peserta sesuai dengan perjanjian yang dibuat. Para ahli hukum Islam (Fuqaha) menyadari sepenuhnya bahwa status hukum asuransi belum pernah ditetapkan oleh para pemikir hukum Islam, pemikiran asuransi muncul ketika terjadi akulturasi budaya antara Islam dengan budaya Eropa, namun bila dicermati, melalui kajian yang mendalam maka dalam asuransi itu terdapat maslahat sehingga para ahli hukum Islam mengadopsi
manajemen
asuransi berdasar prinsip-prinsip syariah.58 Lembaga
asuransi
sebagaimana
dikenal
sekarang
ini
sesungguhnya tidak dikenal pada masa awal Islam, akan tetapi terdapat beberapa aktivitas dari kehidupan pada masa Rasulullah yang mengarah pada prinsip-prinsip asuransi. Misalnya konsep tanggung jawab bersama yang disebut sistem aqilah. Sistem tersebut telah berkembang pada masyarakat Arab sebelum lahirnya Rasulullah SAW. Kemudian pada jaman Rasulullah hal tersebut dipraktekkan oleh kaum Muhajirin dan Anshar. Sistem Aqilah adalah menghimpun anggota untuk menyumbang dalam suatu tabungan bersama yang dikenal sebagai “kunz”. Tabungan ini bertujuan untuk memberikan pertolongan kepada keluarga korban yang
58
Zainuddin Ali, Hukum Asuransi Syariah, :Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm. 24
terbunuh secara tidak sengaja dan untuk membebaskan hamba sahayanya. 59 Asuransi merupakan sesuatu yang baru dikalangan muslim. Sesuatu yang baru tidak berarti tidak baik atau tidak sah, terutama dibidang muamalah, yang tidak ditetapkan perinciannya sebagaimana dalam bidang ibadah. Bentuk-bentuk muamalah yang baru itu, yang dapat diterima oleh kaum muslimin ialah yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip muamalah yang ditetapkan oleh syara’. Syari’ah Islam telah mengatur prinsip-prinsip muamalah, sejauh muamalah tersebut tidak beretentangan atau tidak mengandung unsur maysir
(perjudian),
juga
gharar
(penipuan),
riba,
dzulum
(penganiayaan), risywah (suap), barang haram dan maksiat. Lembaga asuansi sebagaimana dikenal sekarang sesungguhnya tidak dikenal pada masa awal Islam, akibatnya dalam berijtihad para ulama berbeda pendapat tentang hukum asuransi. Adapun hasil ijtihad para ulama tersebut dapat klasifikasikan sebagai berikut : Pertama. Pendapat yang menyatakan bahwa asuransi dalam segala aspeknya adalah haram. Pendapat ini didukung oleh kalangan ulama seperti Sayid Sabiq, Muhammad Yusuf Qardawi. Kedua. Pendapat yang membolehkan bahwa asuransi dengan segala bentuknya boleh, termasuk asuransi jiwa dalam praktiknya sekarang. Pendapat ini didukung oleh ulama seperti Abdul Wahab Khallaf, Muhammad Yusuf Musa. Ketiga. Bahwa asuransi bersifat syubhat, dengan alasan bahwa tidak ada dalildalil syar’i yang secara jelas mengharamkan atau menghalalkan. Ulama yang mengharamkan asuransi dengan alasan bahwa : 1. Asuransi sama atau serupa dengan judi; 2. Asuransi mengandung ketidak pastian; 59
Gemala Dewi, op.cit., hlm. 137
3. Asuransi mengandung riba; 4. Asuransi bersifat ekploitasi karena jika peserta tidak sanggup melanjutkan pembayaran premi sesuai dengan perjanjian maka premi hangus/hilang atau dikurangi secara tidak adil (peserta di dzalimi); 5. Premi yang diterima oleh perusahaan diputar atau ditanam pada investasi yang mengandung bunga/riba; 6. Asuransi termasuk akad sharfi, artinya jual beli atau tukar menukar uang dengan tidak tunai; 7. Asuransi menjadikan hidup atau mati seseorang sebagai obyek bisnis yang berarti mendahului takdir Allah.60 Sedang ulama yang membolehkan asuransi, dengan alasan sebagai berikut : 1. 2. 3. 4.
Tidak ada nas dalam Al-Qur’an dan Hadits yang melarang asuransi; Ada kesepakatan dan kerelaan kedua belah pihak; Saling menguntungkan kedua belah pihak; Asuransi dapat menanggulangi kepentingan umum, sebab premipremi yang terkumpul dapat diinvestasikan untuk proyek-proyek yang produktif dan pembangunan; 5. Asuransi termasuk hukum akad mudharabah (bagi hasil); 6. Kegiatan asuransi sama dengan koperasi (syirkah ta’awuniyah); 7. Asuransi dapat diqiaskan dengan sistem pensiun seperti Taspen.61 Adapun yang menganggap asuransi syubhat, ini disebabkan karena perjanjian asuransi tidak dinyatakan secara jelas tentang kebolehan dan ketidak bolehannya di dalam Al-Quran maupun hadis.62 Ada pandangan yang berbeda-beda tentang status asuransi konfensional dari sudut pandang Islam, mayoritas ulama syariah, percaya bahwa, merupakan pelanggaran hukum karena keterlibatan riba (bunga), maisir (judi) dan gharar (ketidak pastian). Dan Takaful merupakan alternatif Islam untuk asuransi, karena didasarkan pada 60
Khoiril Anwar, Op.cit., hlm. 25 Kuat Ismanto, Asuransi Syariah Tinjauan asas-asas Hukum Islam, Pustaka Pelajar, Yogyakarta,, 2009, hlm. 54. 62 Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian dalam Islam, Sinar Grafika, Jakarta, 1996, hlm. 88 61
konsep solidaritas sosial, kerjasama dan saling ganti kerugian sesama anggota “(Different views have been expressed about the status of conventional insurance from the point of view of Islam. Sn overwhelming majority of the syariah scholars believe that it is unlawful due to involvement of Riba (Interest), Maisir (Gambling) and Gharar (uncertainty). Takaful, the Islamic alternative to insurance, is based on the concept of social solidarity, cooperation and mutual indemnification of losses of members)” 63 . Ahmad Azhar Basyir (dalam Chairuman dan Suhrawardi K. Lubis), Konsep asuransi yang sesuai dengan Islam adalah asuransi yang dilakukan dengan perjanjian tolong menolong, bukan perjanjian tukar menukar. Dengan demikian bukannya untung rugi yang dipikirkan melainkan bagaimana hubungan tolong menolong itu ditegakkan. Tertanggung yang memutuskan kontrak sebelum habis waktunya dan kehilangan seluruh atau sebagian premi yang telah dibayarkan tidak dirasakan sebagai kerugian, lebih-lebih dalam asuransi kesehatan, iuran yang tidak akan kembali dan tidak dinikmati oleh tertanggung yang selalu sehat, tidak dirasakan sebagai kehilangan, karena dapat digunakan tertanggung yang lain yang mengalami sakit. Kemudian pihak asuransi umumnya dan asuransi jiwa khususnya benar-benar merupakan lembaga yang mengorganisasi perjanjian gotong royong yang memperoleh jasa dari jerih payahnya secara seimbang, bukan perusahaan yang justru memperoleh keuntungan besar. Dan nama asuransi jiwa itu sendiri jangan sampai disalah mengertikan. Bukannya jiwa itu yang diasuransikan yang dipandang sebagai intervensi terhadap takdir Tuhan. Padahal yang dimaksud adalah asuransi sebagai akibat dari kematian seseorang bagi ahli waris tertanggung atau yang ditunjuk. Apabila bisa
63
Muhamma d Ayub, An Introduction to Takaful- An Alternative to Insurance, hlm. 1
dicari istilah lain yang lebih pas dan akhirnya tidak menimbulkan keraguan terhadap status hukumnya. Para ahli hukum Islam mengakui bahwa asuransi konvensional masih terdapat kelemahan, unsur ketidak pastian atau untung-untungan dalam perjanjian asuransi dipandang tidak sejalan dengan syarat sahnya suatu perjanjian. Disamping itu, ketidak seimbangan antara premi dan ganti rugi, serta invetasi dengan jalan riba, menjadi alasan untuk tidak membenarkan perjanjian asuransi ditinjau dari hukum Islam. Untuk mencari jalan keluar atas berbagai persoalan asuransi yang tidak sesuai dengan Islam, maka adalah dengan mengupayakan asuransi yang menekankan sifat saling menanggung, saling tolong menolong diantara tertanggung yang bernilai kebajikan menurut ajaran Islam. Hal ini perlu agar kehidupan bersama, saling tolong menolong, dan ukhuwah Islamiyah akan semakin erat melalui aktivitas muamalah lewat asuransi. Ada dua konsep dasar yang dipakai dalam perusahaan asuransi syariah, yaitu al-takaful (konsep perlindungan) dan al-mudharabah (konsep bagi hasil). Konsep takaful sendiri adalah konsep pertanggungan yang sejalan dengan Islam, karena pada hakekatnya merupakan kesepakatan bersama antara sejumlah orang untuk saling menjamin berbagi resiko antara yang satu dengan yang lainnya dalam menghadapi kemungkinan terjadinya bencana atau musibah. Sedang konsep mudharabah yang diterapkan pada asuransi syariah mempunyai tiga unsur, yaitu sebagai berikut : 1. Dalam perjanjian antara peserta dengan perusahaan asuransi, perusahaan
diamanahkan
untuk
menginvestasikan
dan
mengusahakan pembiayaan ke dalam proyek-proyek dalam bentuk musyarakah, mudharabah, murabahah, dan wadiah yang dihalalkan syara’.
2. Perjanjian antara peserta dan perusahaan asuransi berbentuk perkongsian untuk bersama-sama menanggung resiko usaha dengan prinsip bagi hasil yang porsinya masing-masing telah disepakati bersama. 3. Dalam perjanjian antara peserta dengan perusahaan asuransi telah ditetapkan bahwa sebelum bagian keuntungan yang diperoleh dari hasil usaha dan investasi, terlebih dahulu diselesaikan klaim manfaat takaful dari para peserta yang mengalami musibah.64
2. Jenis-jenis asuransi syariah. Menurut Undang-undang Nomor 2 tahun 1992 tentang usaha perasuransian, maka asuransi syariah ada dua jenis yaitu: a. Asuransi jiwa syariah (Takaful keluarga) adalah bentuk asuransi syariah yang memberikan perlindungan dalam menghadapi musibah kematian dan kecelakaan atas diri peserta asuransi takaful. Produk asuransi jiwa syariah (Takaful keluarga) meliputi : 1. Takaful Berencana. 2. Takaful pembiayaan. 3. Takaful pendidikan. 4. Takaful dana haji 5. Takaful berjangka 6. Takaful kecelakaan siswa 7. Takaful kecelakaan diri 8. Takaful khairat keluarga b. Asuransi kerugian syariah (Takaful Umum) adalah bentuk asuransi syariah yang memberikan perlindungan financial dalam
64
menghadapi
Wirdyaningsih, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, Cet. Kedua, Kencana Prenada Media, Jakarta, 2006, hlm. 211
bencana atau kecelakaan atas harta benda milik peserta takaful, seperti rumah bangunan dan sebagainya. Produk asuransi kerugian syariah (Takaful Umum) meliputi antara lain : 1. Takaful kendaraan bermotor 2. Takaful kebakaran 3.
Takaful kecelakaan diri
4.
Takaful pengangkutan laut
5.
Takaful rekayasa/engineering
6.
Dan lain-lain.65
3. Asuransi Pendidikan Mitra Iqra ( MI ). Asuransi Pendidikan mitra iqra adalah asuransi yang memberikan kesempatan kepada peserta untuk mempersiapkan dana pendidikan bagi anakanaknya.66 Produk asuransi ini dirancang untuk merencanakan pendidikan anak secara syariah mulai dari sejak tingkat Taman Kanak-kanak sampai dengan anak tersebut menjadi seorang Sarjana Strata 1 (S1), sekaligus berfungsi juga untuk menata kesejahteraan keluarga agar kelak anak tersebut, apabila orang tuanya meninggal dunia, kesejahteraan dan pendidikannya tidak sampai terabaikan. Dinamakan pendidikan mitra iqra karena terkandung maksud, agar anak-anak yang diambilkan program pendidikan lewat asuransi bumiputera syariah kelak bisa mengikuti sifat-sifat dan keteladanan Nabi besar Muhammad SAW.67 Ada beberapa ciri spesifik dan manfaat dari asuransi pendidikan mitra iqra antara lain adalah : 65
Gemala Dewi, Opcit, hlm. 153 Wawancara dengan Afi Roziatun, Kepala Urusan Adminitrasi dan Keuangan pada tanggal 10 Desember 2009 67 Panduan Materi Pendidikan dan Latihan, opcit, hlm 27 66
a. Produk mitra iqra merupakan gabungan antara unsur tabungan dan unsur tolong menolong. b. Premi mitra iqra terdiri dari premi tabungan, premi tabarru dan premi biaya. c. Umur calon peserta asuransi pendidikan mitra iqra, -
Minimal 17 tahun (dan dikenakan table premi tabarru saat mencapai usia 2 tahun).
-
Umur saat mulai asuransi ditambah masa asuransi maksimal = 65 tahun
d. Usia peserta Non Medical maksimal berumur 53 tahun dan dalam keadaan kondisi sehat. e. Cara pembayaran biaya premi dibagi menjadi 4 cara yaitu : -
Triwulan dengan jumlah premi minimal Rp. 250.000,- (dua ratus lima puluh ribu rupiah)
-
Setengah tahun dengan jumlah premi minimal Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah).
-
Tahunan dengan jumlah premi minimal Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah)
-
Sekaligus yaitu minimal manfaat awal sebesar Rp. 5000.000,- (lima juta rupiah)
f. Masa pembayaran premi, minimal 2 tahun dan maksimal 17 tahun. g. Masa observasi Non Medical selama dua tahun yaitu : -
Tahun I sebesar Nilai Tunai + (60% X Santunan Kebajikan)
-
Tahun II sebesar Nilai Tunai + (80% X Santunan Kebajikan)
-
Tahun III dan seterusnya sebesar (100% X Klaim Meninggal).
h. Pembagian keuntungan hasil Investasi (mudharabah) adalah sebagai berikut -
Untuk peserta (shahibul mal) memperoleh keuntungan sebesar 70%,
-
Untuk pengelola (mudharib) memperoleh bagian sebesar 30%
i. Penerimaan dana tahapan asuransi Pendidikan Mitra Iqra adalah sebagai berikut : ·
Bagi peserta yang diberikan panjang umur sampai berahirnya akad, maka akan diberikan dana tahapan sebagai berikut : -
TK usia 4 tahun peserta menerima tahapan 10% X Manfaat
Awal, -
SD usia 6 tahun peserta menerima tahapan 10% X Manfaat
Awal, -
SLTP usia 12 tahun peserta menerima tahapan 20% X Manfaat
Awal, -
SLTA usia 15 tahun peserta menerima tahapan 25 % X Manfaat
Awal, -
PT. 1 usia 18 tahun peserta menerima tahapan 35 % X Manfaat
Awal, -
PT. 2 usia 19 tahun peserta menerima tahapan 25 %X Sisa Nilai
Tunai, -
PT. 3 usia 21 tahun peserta menerima tahapan 35% X Sisa Nilai
Tunai, -
PT. 4 usia 21 tahun peserta menerima tahapan 50% X Sisa Nilai
Tunai, -
PT. 5 usia 22 tahun peserta menerima tahapan 100% XSisa Nilai
Tunai Mulai usia 19 tahun 22 tahun, kewajiban peserta untuk membayar premi berhenti. ·
Bagi peserta yang ditakdirkan meninggal dunia sebelum akad asuransi berakhir, maka peserta akan diterimakan: -
Santunan Kebajikan,
-
Nilai Tunai (Premi Tabungan + Mudharabah),
-
Dana Tahapan Pendidikan tetap diberikan sesuai aturan yaitu :
-
TK usia 4 tahun peserta menerima 10% X Manfaat Awal,
-
SD usia 6 tahun peserta menerima 10% X Manfaat Awal,
-
SLTP usia 12 tahun peserta menerima 20% X Manfaat Awal,
-
SLTA usia 15 tahun peserta menerima 25 % X Manfaat Awal,
-
PT. 1 usia 18 tahun peserta menerima 35 % X Manfaat Awal,
-
PT. 2 usia 19 tahun peserta menerima 15 % X Manfaat Awal,
-
PT. 3 usia 20 tahun peserta menerima 20% X Manfaat Awal,
-
PT. 4 usia 21 tahun peserta menerima 20% X Manfaat Awal,
-
PT. 5 usia 22 tahun peserta menerima 25 % X Manfaat Awal.
Apabila peserta berhenti sebelum akad berakhir, maka peserta bisa mengambil nilai tunai (Premi Tabungan + Mudharabah) Peserta asuransi pendidikan mitra iqra boleh berhenti untuk sementara waktu atau mengambil cuti bayar premi : ·
Apabila dalam rentang waktu cuti mendapatkan Tahapan Pendidikan, maka peserta wajib melunasi premi yang belum terbayar terlebih dahulu baru kemudian bisa mendapatkan Tahapan Pendidikan.
·
Apabila peserta meninggal dunia saat cuti bayar, selama masih ada premi Tabarru, maka : -
Ahli waris akan menerima santunan kebajikan,
-
Nilai tunai (bila masih ada), dan
-
Tahapan pendidikan tidak berlaku.
4. Prinsip-prinsip Asuransi Syariah. Sebuah bangunan akan kuat apabila dibangun diatas pondasi atau dasar yang kuat, begitu pula asuransi harus dibangun diatas fondasi dan prinsip dasar yang kuat serta kokoh.
Ada beberapa prinsip dalam asuransi syariah dalam AM. Hasan Ali.68 antara lain : a. Prinsip Katauhidan (unity). Prinsip tauhid adalah dasar utama dari setiap bentuk bangunan yang ada dalam syariah Islam, setiap bangunan atau aktivitas kehidupan manusia harus didasarkan pada nilai ketauhidan, artinya setiap langkah atau bangunan hukum termasuk didalamnya bermuamalah harus mencerminkan nilai ketuhanan. Sebagaimana firman Allah dalam Surat Al Hadid ayat
4 yang
berbunyi :
uqèdur óOä3yètB tûøïr& $tB öNçGYä. 4 --Artinya : ---dan Dia (Allah) selalu bersamamu dimanapun kamu berada Dalam berasuransi yang harus diperhatikan adalah bagaimana menciptakan kondisi bermuamalah yang tertuntun nilai ketuhanan. Paling tidak dalam melakukan asuransi ada keyakinan bahwa Allah SWT selalu mengawasi, sehingga dalam berasuransi akan selalu melakukan sesuatu yang terbaik, karena merasa diawasi oleh Allah SWT.
b. Prinsip Tolong menolong. Prinsip utama dalam asuransi syariah adalah ta’awanu ‘ala albirri wa al-taqwa (tolong menolonglah kamu sekalian dalam kabikan dan takwa) dan al-ta’min (rasa aman). Prinsip ini menjadikan para anggota atau para peserta asuransi sebagai sebuah keluarga besar yang satu dengan yang lain saling menjamin dan menanggung resiko. Hal ini disebabkan transaksi yang dibuat dalam asuransi syariah adalah akad takaful (saling menanggung), bukan akad tabaduli (saling menukar) yang selama ini 68
AM. Hasan Ali, Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam, Edisi pertama, cet. Kedua, Kencana, Jakarta, 2005, hlm.125-136
digunakan oleh asuransi konvensional, yaitu pertukaran pembayaran premi dengan uang pertenggungan.
Seseorang yang masuk menjadi
anggota asuransi sejak awal harus mempunyai niat dan motivasi untuk membantu meringankan beban teman (anggota) yang lain yang pada suatu saat mendapatkan musibah atau kerugian. Hal ini seseuai dengan firman Allah yang berbunyi :
¢( Artinya : Tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebaikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.
c. Prinsip saling bertanggung jawab. Para peserta asuransi setuju untuk saling bertanggung jawab antara satu sama lain, yang berarti bahwa para peserta asuransi syariah memiliki rasa tanggung jawab bersama untuk saling membantu dan saling menolong terhadap peserta lain yang mengalami musibah atau kerugian dengan niat ikhlas, karena memikul tanggung jawab dalam hal kebaikan dengan niat ikhlas, adalah termasuk ibadah. Dengan prinsip ini, maka asuransi syariah merealisir perintah Allah SWT dalam Al-Qur’an dan Rasulullah SAW., dalam As-Sunnah tentang kewajiban untuk tidak memperhatikan kepentingan diri sendiri semata tetapi juga mesti mementingkan orang lain atau masyarakat.
d. Prinsip saling bekerja sama atau saling membantu. Yang berarti diantara peserta asuransi syariah yang satu dengan yang lain saling bekerja sama dan saling tolong menolong dalam mengatasi kesulitan yang dialami karena sebab musibah yang diderita.
Prinsip kerjasama merupakan prinsip universal yang selalu ada dalam leteratur ekonomi Islam. Manusia sebagai makhluk yang mendapat mandat dari khaliknya untuk mewujudkan perdamaian dan kemakmuran dimuka bumi mempunyai dua wajah yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya, yaitu sebagai mahluk individu dan sebagai mahluk sosial. Sebagai mahluk sosial manusia tidak akan dapat hidup sendiri tanpa adanya bantuan dari yang lain. Sebagai apresiasi dari posisinya sebagai mahluk sosial, nilai kerjasama adalah suatu norma yang tidak dapat ditawar. Hanya dengan kerjasama antara sesama manusia baru dapat merealisasikan kedudukannya sebagai mahluk sosial. Kerjasama dalam asuransi dapat berwujud dalam bentuk akad yang dijadikan acuan antara perusahaan dengan peserta (nasabah) yaitu mudharabah atau musyarakah. Mudharabah adalah bentuk kerjasama antara dua orang atau lebih yang mengharuskan
pemilik
modal
(dalam hal
ini
peserta
asuransi)
menyerahkan sejumlah dana (premi) kepada perusahaan asuransi (mudharib) untuk dikelola. Dana yang terkumpul tersebut oleh perusahaan asuransi diinvestasikan agar memperoleh keuntungan (profit) yang nantinya keuntungan tersebut akan dibagi antara perusahaan dan peserta sesuai dengan kesepakatan sejak awal (yang tertuang dalam polis)
e. Prinsip saling melindungi penderitaan satu sama lain. Yang berarti bahwa para peserta asuransi syariah akan berperan sebagai pelindung bagi peserta yang lainnya yang mengalami gangguan keselamatan berupa musibah yang dideritanya, yaitu dengan cara memberikan dana tabarru atau kebajikan yang sudah diniatkan sejak awal.
f. Prinsip menghindari Unsur gharar, maysir dan riba.69 Dalam Islam setiap kegiatan muamalah, termasuk asuransi tatacara dan operasinya harus berdasarkan pada Al Quran dan As Sunah. Prinsipprinsip tersebut tidak boleh dilanggar, oleh karenanya salah satu ketentuan Al Quran dan As Sunah yang menjadi landasan setiap kegiatan yang bersifat muamalah harus menghilangkan unsur-unsur
sebagai berikut
yaitu : gharar, maysir, dan riba. Sebagai gantinya Islam selalu menekankan bahwa setiap bentuk usaha dan investasi pada aspek keadilan, suka sama suka dan kebersamaan dalam menghadapi setiap resiko. 1. Gharar (uncertainty) atau ketidak pastian Artinya adanya ketidak pastian sumber dana yang dipakai untuk membayar klaim dari pemegang polis asuransi Ada dua bentuk gharar dalam asuransi, (dalam Wirdyaningsih, 2005 : 257) yaitu : a. Bentuk akad syariah yang
melandasi penetapan pola. Secara
Konvensional kontrak atau perjanjian dalam asuransi jiwa dapat dikatagorikan sebagai akad tabaduli atau akad pertukaran, pembayaran premi dengan uang pertanggungan. Secara harfiah dalam akad pertukaran harus jelas berapa yang dibayarkan dan berapa yang diterima. Keadaan ini menjadi rancu (gharar) karena kita
tahu
berapa
yang
akan
diterima
(sejumlah
uang
pertanggungan) tetapi tidak tahu berapa yang akan dibayarkan (sejumlah seluruh premi) karena hanya Allah yang tahu kapan seseorang akan meninggal. Dalam konsep syariah, keadaan ini akan lain karena akad yang digunakan adalah akad takaful atau
69
Gemala Dewi, Aspek-aspek Hukum Dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di Indonesia, ctk. Ketiga, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2006, hlm 148
tolong menolong dan saling menjamin, dimana semua peserta asuransi menjadi penolong dan penjamin satu sama lain. b. Sumber dana pembayaran klaim dan keabsahan syar’i penerima klain itu sendiri. Dalam konsep asuransi konvensional, peserta tidak mengetahui darimana dana pertanggungan yang diberikan perusahaan asuransi berasal. Peserta
hanya tahu jumlah
pembayaran klaim yang akan diterimanya. Dalam konsep takaful, setiap pembayaran premi sejak awal akan dibagi dua, satu masuk ke rekening pemegang
polis, dan satu lagi dimasukkan ke
rekening khusus peserta yang harus diniatkan tabarru’ atau derma untuk membantu saudaranya yang lain. Dengan kata lain, dana klaim dalam konsep takaful diambil dari dana tabarru’ yang merupakan kumpulan dana shadaqah yang diberikan oleh para peserta asuransi. 2. Maysir (gambling). Artinya bahwa ada salah satu pihak yang mendapat untung, namun di lain pihak justru mengalami kerugian. Unsur ini dalam asuransi konvensioanal terlihat apabila selama masa perjanjian peserta tidak mengalami musibah atau kecelakaan, maka peserta tidak berhak mendapatkan apa-apa termasuk premi yang disetornya. Sedangkan, keuntungan diperoleh ketika peserta yang belum lama menjadi anggota (jumlah premi yang disetor masih sedikit) justru menerima dana pembayaran klaim yang jumlahnya jauh lebih besar. Dalam konsep takaful, apabila peserta tidak mengalami kecelakaan atau musibah selama menjadi anggota/ peserta asuransi, maka ia tetap berhak mendapatkan premi yang disetor kecuali dana yang dimasukkan ke dalam dana tabarru’ 3. Riba.
Unsur riba tercermin
dalam cara perusahaan asuransi
konvensional melakukan usaha dan investasi, dimana perusahaan asuransi meminjamkan dana premi yang terkumpul atas dasar bunga. Dalam konsep takaful dana premi yang terkumpul dinvestasikan dengan prinsip bagi hasil, terutama mudharabah dan musyarakah.70
g. Prinsip Amanah (al-Amanah). Didalam asuransi, amanah sangat menentukan untuk terwujudnya nilai-nilai akuntabilitas (pertanggung jawaban) yaitu peserta asuransi dan perusahaan asuransi harus saling memberikan informasi yang benar dan tidak memanipulasi data.71 Dalam perusahaan asuransi amanah dapat terwujud dalam nilainilai akuntabilitas (pertanggungjawaban) perusahaan melalui penyajian laporan keuangan tiap periode. Dalam hal ini pihak perusahaan asuransi harus memberi kesempatan kepada peserta untuk mengakses laporan keuangan perusahaan. Laporan keuangan yang dikeluarkan
oleh
perusahaan asuransi harus mencerminkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan dalam bermuamalah. Prinsip amanah juga harus berlaku pada diri peserta asuransi. Seseorang yang menjadi anggota asuransi wajib menyampaikan informasi yang benar berkaitan dengan pembayaran dana iuran (premi) dan tidak memanipulasi kerugian yang menimpa dirinya. Jika peserta asuransi tidak memberikan informasi yang benar dan memanipulasi data kerugian yang menimpa dirinya, berarti peserta tersebut tidak amanah.
5. Landasan Operasional Asuransi Syariah. 70
Ibid, hlm. 150 Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life and General) Konsep dan Sistem Operasional, ctk. Pertama, Gema Insani, Jakarta, 2004, hlm. 738 71
Keberadaan asuransi syariah di Indonesia secara konstitusional belum begitu kuat. Hal ini terlihat dengan belum adanya peraturan setingkat undangundang yang secara khusus mengatur tentang asuransi syariah di Indonesia. Secara struktural, landasan operasional asuransi syariah masih menginduk kepada peraturan yang mengatur usaha perasuransian secara umum (konvensional) yaitu Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian. Peraturan Pemerintah Nomor 73 tahun 1992 Tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian, Dan baru ada peraturan yang secara tegas menjelaskan asuransi syariah pada Surat keputusan Dirjen Lembaga Keuangan No. Kep. 4499/LK/2000, tentang Jenis, Penilaian dan Pembatasan Investasi Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dengan system Syariah. Untuk mengantisipasi hal tersebut diatas, Majelis Ulama Indonesia (MUI) dengan Dewan Syariah Nasional (DSN) telah mengeluarkan fatwa dengan Nomor : 21/DSN-MUI/X/2001 Tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah yang secara umum memberikan penjelasan sebagai berikut :
1. Asuransi syariah (ta’min, takaful atau tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk asset dan atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah. 2. Akad yang sesuai dengan syariah yang dimaksud pada poin (1) adalah yang tidak mengandung gharar (penipuan) maysir (perjudian), riba, dzulum (penganiayaan), riswah (suap), barang haram, dan maksiat. 3.
Akad tijarah adalah semua bentuk akad yang dilakukan untuk tujuan komersial.
4. Akad tabarru’ adalah semua bentuk akad yang dilakukan dengan tujuan kebajikan dan tolong menolong, bukan semata untuk tujuan komersial.
5. Premi adalah kewajiban peserta asuransi untuk memberikan sejumlah dana kepada perusahaan asuransi sesuai dengan kesepakatan dalam akad. 6. Klaim adalah hak peserta asuransi yang wajib diberikan oleh perusahaan asuransi sesuai dengan dalam akad.72
D. Pengertian Hukum Ekonomi Syariah. Hukum secara sederhana adalah merupakan pola-pola perilaku sosial yang terlembagakan, eksis sebagai variabel sosial yang empirik; atau hukum adalah manifestasi makna-makna simbolik para perilaku sosial sebagai tampak dalam interaksi antar mereka.73 Sedang Ekonomi Syariah adalah suatu usaha atau kegiatan yang dilakukan oleh orang perorang, kelompok orang, badan usaha yang berbadan hukum atau tidak berbadan hukum dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat komersial dan yang tidak komersial menurut prinsip syariah.74 Sedang prinsip-prinsip syariah, adalah prinsip-prinsip sebagaimana yang dimaksud
Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor
21/DSN-MUI/X/2001, dalam Ketentuan Umum angka (2) yaitu bahwa akad yang sesuai dengan prinsip syariah adalah akad yang tidak mengandung Gharar (ketidakjelasan), maysir (perjudian), riba, dzulum (penganiayaan) risywah (suap), barang haram dan maksiat.75 Meskipun fatwa Majelis Ulama Indonesia
tidak diakui oleh sebagian
kalangan karena statusnya yang belum jelas dari sudut kelembagaan Negara, namun kenyataannya sampai saat ini fatwa tersebut masih merupakan satu-
72
Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia, Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah 73 Setiono, Pemahaman terhadap Metodologi Penelitian Hukum, Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2005, hlm. 21 74 Mahkamah Agung RI, Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, Jakarta. 2008, hlm. 1 75 Fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia tentang Asuransi Syariah, hlm. 127
satunya sumber hukum untuk masalah ekonomi syariah di Indonesia.76 Meskipun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah telah melahirkan Undangundang Nomor 19 Tahun 2008 Tentang Surat Berharga Syariah dan Undangundang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah, tetapi substansi hukum ekonomi syariah masih belum tersedia dalam bentuk undang-undang sebagian fatwa ini telah dipositifkan melalui Peraturan Bank Indonesia dan Surat Edaran Bank Indonesia Dan yang dimaksud dengan Hukum Ekonomi Syariah
adalah Buku
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) yang ditetapkan oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia untuk keperluan intern di lingkungan Peradilan Agama dalam rangka penyelesaian sengketa ekonomi syariah, yang menjadi lampiran dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Mahkamah Agung Nomor 02 tahun 2008, tanggal 1 September 2008. yang secara sistematis memuat prinsip-prinsip syariah dari ekonomi syariah yang terbagi dalam 4 buku masing-masing : 1. Tentang Subyek Hukum dan Amwal yang terdiri atas 3 bab (pasal 1-19). 2. Tentang Akad yang terdiri atas 29 bab (pasal 20-673). 3. Tentang Zakat dan Hibah yang terdiri atas 4 bab (pasal 674-734), dan 4. Tentang Akuntansi Syariah yang terdiri atas 7 bab (pasal 735-796). Dalam pengertian hukum, Kompilasi tidak lain adalah sebuah “buku hukum” atau “buku kumpulan” yang memuat uraian atau bahan hukum tertentu, pendapat hukum atau juga aturan hukum.77 Sehingga ketika bicara Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah maka Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah tersebut harus dinilai sebagai sebuah buku hukum.78 Dan ketika bicara prinsip-prinsip syariah dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah adalah prinsip-prinsip syariah 76
Rifyal Ka’bah, Mimbar Hukum dan Peradilan, Pusat Pengembangan Hukum Islam dan Masyarakat Madani (PPHIM), hlm.65 77 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Pedoman Hakim Agama dalam Menyelesaikan Sengketa Ekonomi Syariah, Mahkamah Agung RI, Jakarta, 2008, hlm. 1 78 Ibid , hlm. 2
sebagaimana dimaksud dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 21/DSNMUI/X/2001 Tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah.
E. Kerangka Pemikiran. Asuransi adalah salah satu praktek muamalah yang tidak dikenal pada jaman Nabi Muhammad SAW, sehingga dasar hukumnya secara tekstual tidak ditemukan dalam Al-Quran dan Al-Hadits. Untuk menemukan dasar hukum asuransi tersebut para ulama berijtihad sendiri dengan berdasar pada Maqashid al-syar’iah. Keberadaan asuransi yang bersifat Ijtihadi ini mengakibatkan perbedaan pendapat diantara para ulama tentang dasar hukumnya. Sebagaian ulama ada yang membolehkan, namun sebagian ada yang mengharamkan dan sebagaian lagi ada yang mengambil jalan tangah. Yakni membolehkan asuransi yang bersifat sosial dan mengharamkan asuransi yang bersifat komersial.79 Asuransi Bumiputera Syariah, adalah sebuah perusahaan anak cabang dari (AJB) Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912 yang didalamnya terdapat program ungggulan yang ditawarkan kepada masyarakat berupa Asuransi Pendidikan Mitra Iqra’. Asuransi Pendidikan Mitra Iqra di Asuransi Bumiputera syariah yang dalam perjanjiannya harus tunduk pada prinsip-prinsip asuransi syariah yang mendasarinya, diantaranya adalah tidak mengandung unsur gharar (ketidak jelasan), maysir (perjudian), riba, zhulm (penganiayaan), risywah (suap), barang haram dan maksiat, diharapkan prinsip-prinsip tersebut dimengerti, dipahami serta diterapkan oleh pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak asuransi, sehingga tujuan ikut program asuransi
Pendidikan Mitra Iqra akan tercapai yaitu
pendidikan tercapai dan lebih sejahtera lahir dan batin. Dengan prinsip-prinsip tersebut diatas, asuransi Bumiputera syariah program pendidikan Mitra Iqra Surakarta dengan premi yang terdiri dari premi 79
293
Hamzah Yaqub, Kode Etik Dagang menurut Islam, CV. Diponegoro, Bandung, 1984, hlm.
tabungan, premi tabarru’ dan premi biaya telah dikelola diinvestasikan, dan dari hasil investasi tersebut, keuntungan dibagi antara perusahaan asuransi dengan peserta asuransi untuk menjamin pendidikan anak mulai dari tingkat (TK) Taman Kanak-kanak sampai dengan anak menjadi Sarjana strata satu (S1). Dan dengan mengikuti program asuransi pendidikan Mitra Iqra’ ini diharapkan masa depan dan kesejahteraan serta kelangsungan pendidikan anak akan terjamin. Namun kenyataannya masih banyak pertanyaan dari masyarakat, apakah status hukum maupun cara aktivitas asuransi syariah secara keseluruhan dari cara memperoleh polis, membayar premi sampai kepada klaim sudah benar-benar sejalan dengan prinsip-prinsip syariah. Di asuransi pendidikan mitra iqra asuransi Bumiputera syariah Surakarta, dalam mengelola dana yang terkumpul dari premi para peserta, baik itu premi biaya, premi tabarru, maupun premi tabungan yang terkumpul, oleh perusahaan Asuransi AJB Bumiputera selaku induk dari asuransi Bumiputera Syariah Surakarta, telah direasuransikan ke perusahaan reasuransi yaitu ke Maskapai asuransi Indonesia, dan oleh perusahaan Maskapai Asuransi Indonesia, dana tersebut diinvestasikan ke 18 (delapan belas) anak perusahaan AJB Bumiputera 1912 yang kesemuannya masih dikelola secara konvensional atau tidak melaksanakan prinsip-prinsip syariah. Meskipun
Undang-undang tentang asuransi syariah belum ada, namun
Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia dan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) untuk menjawab pertanyaan, apakah status hukum maupun cara aktivitas asuransi syariah sudah
sejalan dengan prinsip-prinsip
syariah, telah mengeluarkan fatwa dan aturan serta membentuk Dewan Pengawas Syariah (DSN) yang bertugas mengawasi dan memastikan agar asuransi syariah benar-benar melakukan kegiatannya berdasar prinsip-prinsip syariah yang telah difatwakan oleh Dewan Syariah Nasional Nomor 21/DSN-MUI/X/2001. Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 21/DSN-MUI/X/2001 Tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah, dan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah
(KHES) telah mengatur dengan jelas tentang investasi dan reasuransi yang harus dilakukan oleh perusahaan asuransi syariah. Dalam angka delapan nomor (1) Fatwa Dewan Syariah Nasional disebutkan, bahwa Perusahaan selaku pemegang amanah wajib melakukan investasi dari dana yang terkumpul, sedang nomor (2) investasi wajib dilakukan sesuai dengan syariah. Angka sembilan disebutkan tentang reasuransi, bahwa Asuransi syariah hanya dapat melakukan reasuransi kepada perusahaan reasuransi yang berlandaskan prinsip syariah. Sedang dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) pasal 564 ayat (1) disebutkan Perusahaan asuransi selaku pemegang amanah wajib melakukan investasi dari dana yang terkumpul. Ayat (2) Investasi sebagaimana dalam ayat (1) wajib dilakukan sesuai dengan prinsip syariah. Atas dasar kerangka berpikir tersebut diatas, penulis mencoba mencari jawaban tentang permasalahan dalam tesis ini. Untuk memperjelas kerangka pemikiran, maka dapat digambarkan dalam bentuk bagan sebagai berikut :
BAGAN KERANGKA PEMIKIRAN Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) dan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES)
Ub
Ub Nrm
Prn
Dewan Pengawas Syariah (DPS)
Pengelola Asuransi Pendidikan Mitra Iqra Bumiputera Syariah
penerapan
Umpan balik Bekerjanya kekuatan Kekuatan personal dan sosial
Bekerjanya kekuatan kekuatan personal dan sosial
Dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional dan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) telah jelas disebutkan, perusahaan selaku pemegang amanah wajib menginvestasikan dana yang terkumpul sesuai dengan prinsip syariah. Namun pihak pengelola asuransi Bumiputera syariah selaku penanggung jawab tidak melaksanakan fatwa Dewan Syariah Nasional dan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, padahal sebagian fatwa Dewan Syariah Nasional selama ini telah dipositifkan melalui Bank Indonesia dan Surat Edaran Bank Indonesia, pihak asuransi dalam menginvestasikan dana yang terkumpul berprinsip aman dan menguntungkan, sebagaimana ketentuan Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992. Dalam hal ini Dewan Pengawas Syariah dipertanyakan apa dan bagaimana tugasnya selama ini.
BAB III METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian. Penelitian merupakan terjemahan dari research yang berarti mencari, mencari jawab, penelitian bermakna pencarian yaitu pencarian jawab mengenai suatu masalah. Metode adalah alat untuk mencari, jadi menggunakan suatu metode (alat) harus jelas dulu apa yang akan dicari. Dengan demikian apa yang disebut metode penelitian itu pada asasnya akan merupakan metode (atau cara/prosedur) yang harus ditempuh agar orang bisa menemukan jawabannya. Dalam rangka menjawab masalah, untuk mencapai tujuan dan menunjang kerangka teori maka penelitian ini ditulis sebagai berikut: 1. Tempat Penelitian Tempat pelaksanaan penelitian ini dilakukan di Kantor Cabang Asuransi Bumi Putra Syariah Surakarta. Jalan Slamet Riyadi No. 12 Surakarta. 2. Jenis Penelitian. Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris atau penelitian yang non doktrinal. Dalam penelitian hukum, metode yang dipakai tergatung pada konsep apa yang dimaksud dengan hukum.
Mengikuti pendapat Soetandyo Wignyosoebroto, ada lima konsep hukum (Setiono, 2005 : 20). yaitu : a. Hukum adalah asas kebenaran dan keadilan yang bersifat kodrati dan berlaku universal; b. Hukum adalah norma-norma positif di dalam system perundang-undangan hukum nasional; c. Hukum adalah apa yang diputuskan oleh hakim inconcreto, dan tersistimatisasi sebagai judge made law; d. Hukum adalah pola-pola perilaku sosial yang terkembangkan, eksis sebagai variable social yang empiric; e. Hukum adalah manifestasi makna-makna simbolik para perilaku sosial sebagai tampak dalam interaksi antar mereka.80 Dalam penelitian tesis ini penulis menggunakan konsep kelima, yaitu hukum dikonsepkan sebagai regularitas yang terjadi dalam kehidupan seharihari atau dalam alam pengalaman.81 Sehingga dalam penelitian ini mengutamakan data lapangan sebagai data utamanya karena kajian diarahkan pada Tinjauan Hukum Ekonomi Syariah dan pelaksanaan asuransi mitra iqra di Asuransi Bumi Putra Syariah, maka guna menunjang dan melengkapi data dilakukan penelitian pustaka, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara studi pustaka untuk memperoleh data skunder.
3. Sumber Data a. Data Primer Data primer adalah data yang berkaitan langsung dengan yang diteliti, yang diperoleh penulis langsung dari tempat penelitian dengan cara 80
Setiono, Pemahaman Terhadap Metodologi Penelitian Hukum, Program Studi Ilmu Hukum Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2005, Hlm. 20 81 Ibid, Hlm. 22
observasi dan dicatat untuk pertama kalinya oleh penulis sendiri melalui pengamatan, wawancara atau tanya jawab dengan pihak terkait yaitu dengan pengelola asuransi pendidikan Mitra Iqra dalam hal ini Kepala Cabang dan Kepala Urusan
Administrasi dan Keuangan Asuransi
Bumiputra Syariah Cabang Surakarta, serta beberapa orang peserta Asuransi pendidikan Mitra Iqra. b. Data Sekunder Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari sumber lain, diantaranya berbagai leteratur seperti : 1. Kitab Undang-undang Hukum Perdata 2. Kitab Undang-undang Hukum Dagang 3. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian. 4. Peraturan
Pemerintah
Nomor
73
Tahun
1992,
Tentang
Penyelenggaraan Usaha Perasuransian. 5. Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 1992 Tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 73 tahun 1992. 6. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2008 Tentang Perubahan kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992. 7. Keputusan Dirjen Lembaga Keuangan Nomor Kep.4499/LK/2000, Tentang Jenis, Penilaian dan Pembatasan Investasi Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dengan Sistem Syariah. 8. Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor : 21/DSN-MUI/X/2001, Tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah. 9. Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 02 Tahun 2008 Tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES).
4. Teknik Pengumpulan Data a. Wawancara
Wawancara yaitu pengumpulan data-data dengan cara melakukan tanya jawab secara langsung dengan pihak yang bersangkutan yang terkait dengan masalah tersebut. b. Studi Dokumentasi Studi dokumentasi yaitu suatu metode pengumpulan data yang menggunaan bahan-bahan tertulis yang dapat berupa arsip, dan lain-lain yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti. c. Observasi Observasi
yaitu pengumpulan data-data dengan cara
melakukan
pengamatan langsung di lapangan yaitu di Asuransi Bumi Putra Syariah Surakarta.
5. Metode Analisis Data Penelitian ini bersifat deskriptif analisis karena penelitian yang dilakukan ini bermaksud untuk memberikan gambaran mengenai Pelaksanaan Asuransi Mitra Iqra’ Di Asuransi Bumiputra Syariah Surakarta yang dikomparasikan dengan teori, dan Fatwa Dewan Syariah Nasional No.21/DSN-MUI/X/2001 Tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah, dan Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 02 Tahun 2008 Tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) Penulis menggambarkan dalam penelitian ini dengan menggunakan langkah-langkah penelitian yaitu pengumpulan datadata yang diperoleh dari Asuransi Bumi Putra Syariah Surakarta, kemudian diolah sehingga menjadi kesimpulan. Penelitian deskriptif yang berhasil baik merupakan bahan yang sangat diperlukan untuk penelitian analisis. Penelitian analisis tentulah akhirnya untuk membuat deskripsi baru yang lebih sempurna. Selain itu penulis juga menggunakan kombinasi penelitian deskriptif dan analitis. Setiap penelitian dapat merupakan kombinasi dari penelitian deskriptif dan analitis, karena analisis baru dapat dijalankan setelah diperoleh
gambaran dari ciri-ciri variabel yang terkumpul dan sebaliknya hasil akhir suatu penelitian adalah berupa uraian atau gambaran tentang suatu keadaan atau kesimpulan.
B. Sistematika Laporan Penulisan. Untuk memberikan gambaran menyeluruh mengenai sistematika penulisan, maka penulis menyiapkan sistematika sebagai berikut : Bab pertama tentang pendahuluan, meliputi uraian tentang latar belakang permasalahan yang diangkat, dilanjutkan dengan rumusan masalah yang menjadi titik pokok penelitian, kemudian dilengkapi dengan tujuan dan manfaat penelitian sebagai titik pencapaian dari penelitian ini. Bab kedua, membahas landasan teori yang menguraikan tentang kerangka teori yang berisi pendapat ulama tentang pengertian asuransi syariah, kemudian dilanjutkan dengan teori bekerjanya hukum, dan kajian umum tentang asuransi, konsep Islam tentang asuransi syariah, pengertian Hukum Ekonomi Syariah serta kerangka pemikiran. Bab ketiga, merupakan metode penelitian yang membahas tentang metode yang dipakai dalam penelitian, dan sistematika laporan penulisan. Bab keempat merupakan hasil penelitian dan pembahasan tentang pelaksanaan asuransi mitra iqra’ di Asuransi Bumiputra Syariah Surakarta. Bab kelima, merupakan bagian penutup, menguraikan tentang kesimpulan yang diperoleh penulis dari pembahasan tersebut, implikasi dan saran-saran yang berkaitan dengan penulisan tesis.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian. 1. Pelaksanaan Asuransi Pendidikan Mitra Iqra di Asuransi Bumiputra Syariah Surakarta. a. Sejarah berdirinya Asuransi Bumiputera. Asuransi Bumiputra 1912 didirikan pada tanggal 12 Pebruari 1912 di Magelang oleh suatu Perkumpulan Guru-guru Hindia Belanda (PGHB). Usaha
asuransi
jiwa
tersebut
dinamakan
dengan
Onderlinge
Levensverzekering Maatschappij atau OLMij PGHB. Adapun para perintisnya pada waktu itu adalah terdiri dari tiga orang guru masing-masing yaitu Mas Ngabei Dwidjosewojo sebagai Komisaris, kemudian Mas Karto Hadi Soebroto sebagai Direktur, dan Mas Adimidjojo sebagai Bendaharawan. Pada awalnya pendirian ini didasari adanya niat yang tulus ikhlas serta iktikat baik untuk turut serta meningkatkan kesejahteraan para anggota Persatuan Guru-guru Hindia Belanda (PGHB).
Dengan
semakin
berkembangnya
perkumpulan
Onderlinge
Levensverzekering Maatschappij ini, kamudian namanya berubah menjadi Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 dengan Akta Notaris De Hondt yang berkedudukan di Yogyakarta sah menurut hukum sejak berdirinya sebagai suatu bentuk usaha untuk melakukan perbuatan hukum perdata sebagaimana hak dan kewajiban Perseroan Terbatas yang sah sebagai badan hukum berdasarkan Pasal 10 Keputusan Kerajaan Belanda tanggal 28 Maret 1870 Nomor 2 Stb 64 sesuai Surat Sekretaris Gubernur Jendral Hindia Belanda tanggal 6 April 1915. Namun pada awal berdirinya, ternyata perkumpulan asuransi jiwa ini mengalami kesulitan-kesulitan dalam biaya, karena pemasukan uang premi tidak mencukupi untuk biaya aktivitas, baik dibidang administrasi maupun operasional, lebih-lebih dana cadangan, sehingga timbul problema, dari mana dan bagaimana pembiayaan usaha ini harus dilakukan agar dapat berjalan terus. Dengan dalih atau alasan untuk usaha sosial, maka pengurus mengajukan suatu permintaan subsidi kepada Pemerintah Hindia Belanda. Setelah diadakan pemeriksaan pembukuan dan administrasi dengan hasil yang memuaskan, maka pada bulan Oktober 1913, oleh Pemerintah Hindia Belanda diberi bantuan (subsidi) berupa uang setiap bulannya sebesar 30 Golden, pemberian bantuan ini disertai ketentuan agar OLMij PGHB tidak hanya menerima anggota dari kalangan Guru Sekolah Negeri, tetapi juga para Pegawai Gubernemen dan Pegawai Swapraja, serta nama OLMij PGHB di ubah namanya menjadi OLMij Bumiputera. Namun ternyata bantuan tersebut oleh Pemerintah Hindia Belanda diberikan hanya sampai akhir tahun 1923.82 Karena OLMij Bumiputera mulai terkenal di masyarakat, maka banyak permintaan dari berbagai golongan swasta untuk menjadi anggota pada
82
Bumiputera Syariah, Syarat-syarat khusus Polis dan Anggaran Dasar Bumiputera 1912, hlm.19
badan usaha asuransi jiwa ini. Dan untuk menampung minat dari masyarakat tersebut, maka dibentuk suatu maskapai bayangan yang bernama OLMij Bumiputera Merdiko. Dengan pecahnya perang Asia Timur Raya pada tahun 1942, yang melibatkan Indonesia, maka Bumiputera mengalami masa suram. Kehadiran Jepang di Indonesia, akibat perang tersebut membawa iklim perekonomian semakin buruk, akibatnya keberhasilan yang dicapai perusahaan asuransi jiwa nasional mulai mengalami kemunduran. Untuk menyesuaikan dengan suasana pendudukan Jepang, maka OLMij Bumiputera pada tahun 1943 dirubah namanya menjadi Perseroan Tanggung Djiwa (PTD), Perseroan Tanggung Djiwa (PTD) ini merupakan satu-satunya perusahaan asuransi jiwa nasional yang tetap bertahan. Pada masa revolusi kemerdekaan, untuk sementara Bumiputera dalam keadaan non aktif karena tidak sedikit para petugas Bumiputera turut serta mengambil bagian dalam mempertahankan kemerdekaan sebagai bagian patriot-patriot bangsa. Setelah mengalami pasang surut pada masa perang dan revolusi maka pada tahun 1950 sebagai langkah pertama dalam merehabilitasi kembali Bumiputera adalah pemeriksaan kembali tentang kekayaan, organisasi, administrasi baik kantor pusat maupun cabangcabangnya. Dan dibawah kepemimpinan R Notohamiprodjo, sebagai ketua planning Bord disusunlah rencana kerja riil menuju modernisasi Bumiputera. Secara historis bentuk usaha perusahaan Bumiputera 1912 mempunyai dasar-dasar idialisme sebagai berikut : 1. O.L.MIJ PGHB didirikan untuk bersatu demi meningkatkan kesejahteraan bersama. 2. Persatuan lebih ditekankan pada persatuan orang-orang bukan pada modal. 3. Keadaan sosial ekonomi para guru Bumiputera pada saat itu tidak
memungkinkan mampu untuk memiliki saham. 4. Naluri kekeluargaan para pendiri lebih tebal daripada naluri mendapatkan keuntungan secara pribadi. 5. Mengandung makna perjuangan untuk meningkatkan kesejahteraan orang-orang Bumiputera secara umum. Dilatar belakangi alasan-alasan tersebut, maka proses kelahiran Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 berbeda dengan perusahaan mutual di negara lain. Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera berbentuk mutual sejak didirikan (Mutual Company) dan telah dikukuhkan oleh Pemerintah melalui Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 1250/KMK.013/1988 tanggal 2 Desember 1989, atau lebih di kenal dengan pakDe 20.83
b. Sejarah berdirinya Asuransi Bumiputera Syariah Surakarta. Asuransi sistem syariah atau takaful berasal dari umat Islam yang menginginkan untuk melaksanakan kegiatan mereka berlandaskan hukum Islam. Konsekwensi dari usaha kaum mujaddid abad 19 dan 20 yang mengemukakan bahwa Islam tidak melarang membentuk aturan dan kewajiban yang berdasarkan pada ibadah dan munakahat tetapi juga untuk tujuan hidup yang komplit, termasuk dalam transaksi bisnis, salah satunya berkenaan dengan asuransi. Para ulama tidak berada dalam satu pendapat dimana asuransi itu dijinkan (halal) atau dilarang (haram). Para ulama yang berpendapat bahwa asuransi itu haram, mereka menyarankan agar asuransi tunduk pada ketentuan syariah.84 Berdasar hal tersebut maka kemudian dipikirkan dan dirumuskan bentuk asuransi yang bisa terhindar dari ketiga unsur yang diharamkan Islam yaitu gharar, maysir dan riba. 83
Panduan Materi Pendidikan dan Latihan Agen Asuransi (Funansial Advisor Syariah) Bumiputera Asuransi Syariah Semarang, Kanwil Syariah, hlm. 7 84 Ibid, hlm.19
Gagasan dan pemikiran didirikannya asuransi syariah sebenarnya sudah muncul tiga tahun sebelum berdirinya Takaful dan makin kuat setelah diresmikannya Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1991.85 Dengan beroperasinya Bank-bank syariah, ternyata dirasakan pula kebutuhan akan hadirnya jasa asuransi yang bardasarkan syariah. Berdasar pemikiran tersebut, maka Ikatan Cendekiawan Muslim se Indonesia (ICMI) pada tanggal 27 Juli 1993 melalui Yayasan Abdi Bangsa bersama Bank Muamalat Indonesia dan Perusahaan Asuransi Tugu Mandiri sepakat memprakarsai pendirian asuransi takaful dengan menyusun Tim Pembentukan Asuransi Takaful Indonesia. Seperti telah disebutkan sebelumnya, bahwa ide membentuk takaful adalah karena keinginan kaum muslimin untuk mempraktekan Islam secara menyeluruh (kaffah), dan hal ini telah menghasilkan beberapa bentuk perusahaan takaful (Asuransi Islam) yang berdiri, diantaranya adalah AJB Bumiputera 1912 Devisi Syariah. Dan Asuransi Bumiputera syariah juga telah mempunyai Dewan Pengawas Syariah yang bertugas antara lain : 1. Memastikan dan mengawasi kesesuaian kegiatan operasionalnya sesuai dengan ketentuan-ketentuan dan prinsip-prinsip syariah yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional. 2. Menilai aspek syariah terhadap pedoman
operasional dan produk
yang dikeluarkan. 3. Memberikan
opini
dari
aspek
syariah
terhadap
pelaksanaan
operasional asuransi secara keseluruhan dalam laporan publikasi perusahaan asuransi. 4. Mengkaji produk dan jasa baru yang belum ada fatwanya untuk dimintakan kepada Dewan Syariah Nasional.
85
Gemala Dewi, opcit. Hlm. 140
5. Menyampaikan laporan hasil pengawasan syariah sekurang-kurangnya setiap 6 (enam) bulan kepada direksi, komisaris, Dewan Syariah Nasional dan Bank Indonesia.86 Selain tugas, Dewan Pengawas Syariah juga mempunyai fungsi, pertama sebagai penasehat dan pemberi saran kepada direksi, pimpinan unit usaha syariah dan pimpinan kantor cagang syariah mengenai hal-hal yang terkait dengan aspek syariah, kedua, sebagai mediator antara Lembaga Keuangan Syariah dengan Dewan Syariah Nasional dalam mengkomunikasikan usul dan saran pengembangan produk dan jasa dari Lembaga Keuangan Syariah yang memerlukan kajian dan fatwa dari Dewan Syariah Nasional. Adapun susunan Dewan Pengawas Syariah di Asuransi Bumiputera 1912 untuk Periode 1 Agustus 2002 sampai dengan
31 Juli
2006 adalah
sebagai berikut : DR. KH.MA. Sahal Mahfudh sebagai Ketua, Prof. Dr.H. Ahmad Sukardja, SH sebagai anggota, Drs. H.A. Fatah Wibisono, MA sebagai anggota. Sedang untuk periode 1 Agustus 2006 sampai dengan 31 Juli 2010 susunan Dewan Pengawas Syariah sebagai berikut : DR.KH.MA. Sahal Mahfudh sebagai Ketua Dr. H. Endy M. Astiwara, MA. Sebagai anggota, Drs. H.A. Fatah Wibisono, MA sebagai anggota.87 Asuransi Bumiputera Syariah Surakarta berdiri pada tanggal 1 Januari 2007, berkantor pertama kali di Ruko Pabelan depan Kampus Universitas Muhammadiyah Surakarta, kemudian pada bulan September tahun 86
2007, Bumiputera Syariah Surakarta pindah alamat ke gedung
Wirdyaningsih et al, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, cet, kedua, Kencana Prenada Media, Jakarta 2005, hlm 84. 87 Panduan Materi, opcit. Hlm. 19
milik sendiri di Jalan Slamet Riyadi No. 12 Surakarta. Sedang produk asuransi pendidikan Mitra Iqra mulai dibentuk pada tanggal 12 Maret 2003 dalam Rapat Direksi sesuai dengan SK No. 10/DIR/TEK/2003, dan mulai dipasarkan tahun 2005, waktu itu masih dipasarkan melalui asuransi bumiputera konvensional, karena devisi syariah belum terbentuk. Di Surakarta, asuransi pendidikan Mitra Iqra mulai dipasarkan kepada masyarakat Surakarta dan sekitarnya pada tahun 2005 melalui asuransi Bumiputera konvensinal, kemudian dialihkan ke Syariah bersamaan dengan berdirinya asuransi bumiputera syariah Surakarta, yaitu pada tanggal 1 Januari 2007. sejak berdirinya sampai dengan akhir tahun 2009 telah memiliki nasabah sebanyak 749 peserta.88
c. Struktur Organisasi Asuransi Bumiputera Syariah Surakarta. Sebagai organisasi yang berbentuk Mutual, kekuasaan tertinggi di Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera1912, terletak ditangan anggota, yang dalam hal ini adalah para pemegang polis Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 itu sendiri. Kedudukan pemegang polis asuransi jiwa bersama (AJB) Bumiputera 1912 selain sebagai pembeli jasa asuransi (klien) juga berarti sebagai pemilik perusahaan. Perwujudan kekuasaan anggota disalurkan melalui wakil-wakilnya pada lembaga tertinggi perusahaan yakni Badan Perwakilan Anggota (BPA). Adapun susunan selengkapnya mengenai struktur organisasi yang ada di Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera Syariah Surakarta adalah sebagai berikut : Ibu Eny Kusmayawati, S.Sos. sebagai Kepala Cabang menggantikan Bapak M. Khoiri Sukur, Ibu Afi Roziatun sebagai Kepala Unit Administrasi dan Keuangan merangkap kasir, Ibu Rahma 88
Wawancara dengan Afi Raziatun, Kepala Urusan Administrasi dan Keuangan pada tanggal 10 Desember 2009
Chairiyah Radi sebagai Staf layanan, sedang jabatan Kepala Unit Operasional dan Supervisor sampai saat ini masih kosong. Adapun struktur organisasi AJB Bumiputera sebagai berikut :
STRUKTUR ORGANISASI AJB BUMIPUTERA 1912 Sidang Badan Perwakilan Anggota
Sekretariat BPA/DEKOM
Dewan Komisaris
Aktuaris Perusahaan
Dev.Mng Dana
Dep. Keuangn
Dep. Umum
Direksi
Sekretariat Perusahaan
Dvs.As.Jwa Syariah
Dep.Pengn dl Intern
Dep. Pertanggun gan
Dep. Keagenan
Devisi Properti
Dep. Akuntansi
Dep. SDM
Dev. As Jw Perorangan
Dep. Konservasi
Dep. Mngm Resiko
Dvs As Jw Perkumpln
Dep. Prncn Perusahaan
Dep. Aktuaria
Dep. Klaim
Dep. Hukum
Kantor Wilayah Asuransi Jiwa Perorangan
Kantor Wilayah Asuransi Jiwa Syariah
Dep. Teknologi Informasi
Kantor Wilayah Asuransi Jiwa Kumpulan
STRUKTUR ORGANISASI KANTOR WILAYAH ASURANSI BUMIPUTERA SYARIAH Kepala Wilayah
Kabag Pemasaran
Kabag. Admntrs dan Keuangan
Kabag. PSDM
Staf TOA
Staf. Markt Intelegent
Staf. Keagenan
Staf .TTA
Staf. Instr rktur
Staf. T.I
Kepala Cabang
Kasir
Sekretaris
Staf . SPP
Staf. Produksi
Sumber data : Panduan Materi Pendidikan dan Latihan Agen Asuransi Bumiputera Syariah
STRUKTUR ORGANISASI ASURANSI BUMIPUTERA SYARIAH CABANG SURAKARTA Kepala Cabang
Kepala Unit Adm dan Keuangan
Kasir
Staf. Layanan
Kepala Unit Operasional
Supervisor
Agen Produksi/Debit
Sumber data : Panduan Materi Pendidikan dan Latihan Agen Asuransi Bumiputera Syariah
d. Pelaksanaan Asuransi Pendidikan Mitra Iqra. Asuransi pendidikan Mitra Iqra adalah salah satu produk dari
asuransi Bumiputra Syariah Surakarta yang diperuntukkan untuk membantu pendidikan anak yang direncanakan lebih awal.89 Asuransi pendididkan mitra iqra dirancang untuk memprogram pendidikan anak secara syariah mulai dari tingkat Taman Kanak-kanak sampai dengan anak menjadi Sarjana Strata 1 (S1), sekaligus berfungsi untuk menata kesejahteraan keluarga agar kelak apabila orang tua si anak meninggal dunia, anak tersebut pendidikan dan kesejahteraannya tidak akan terlantar atau terabaikan.90 Didalam asuransi pendidikan mitra iqra, peserta memiliki dua kemungkinan, yakni kemungkinan pertama, peserta hidup sampai masa kontrak berakhir, dan kemungkinan kedua, peserta meninggal dunia sebelum masa kontrak berakhir. Apabila peserta asuransi mitra iqra mengalami seperti kemungkinan pertama, yaitu hidup atau diberi umur panjang sampai masa kontrak berakhir dan pembayaran preminya lancar, maka pembayaran klaim yang berasal dari rekening tabungan peserta dan porsi bagi hasil, akan diterima oleh peserta yang bersangkutan kemudian digunakan untuk membiayai pendidikan anak. Akan tetapi apabila peserta mengalami kemungkinan yang kedua, yaitu meninggal dunia sebelum masa kontrak berakhir, maka pembayaran klaim berupa rekening tabungan peserta, porsi bagi hasil dan dana kebajikan yang diambil dari tabungan tabarru akan diterima oleh ahli warisnya untuk biaya pendidikan setelah ditinggal mati orang tuanya. Adapun pelaksanaan asuransi pendidikan Mitra Iqra sebagai berikut :
1. Akad dalam asuransi Mitra Iqra’. Akad menurut Muslehuddin (dalam Khoiril Anwar) yaitu 89
Wawancara dengan Afi Raziatun, Kepala Urusan Administrasi dan Keuangan, tanggal 10 Desember 2009 90 Panduan Materi Diklat Asuransi Syariah, op.cit. hlm. 27
perpaduan antara penawaran (ijab) dan penerimaan yang merupakan suatu cara yang efektif untuk melakukan akuisisi terhadap kepemilikan dan pemindahan harta benda.91 Sedang akad yang digunakan dalam asuransi pendidikan mitra iqra Surakarta dalam pembagian keuntungan adalah akad bagi hasil (mudharabah) yang menggabungkan antara unsur tabungan dan unsur tolong menolong (ta’awun).92 Yaitu tolong menolong pada sesama peserta asuransi. Ketika ada peserta yang terkena musibah (meninggal dunia), maka peserta lain akan ikut membantu dengan cara memberikan derma atau iuran kebajikan atau dana tabarru kepada keluarga, seperti yang telah dialami oleh keluarga Bambang Heru Winarno, peserta dengan Nomor polis 2063013653, masa kontrak 17 tahun, berakhir 30 April 2023, yang meninggal pada bulan Agustus 2009, telah memperoleh klaim pada tanggal 19 Februari 2010. Dan keluarga L. Lilik Eko Purwanto, peserta dengan Nomor polis 2053048388, masa kontrak 17 tahun, berakhir 30 Mei 2022, meninggal pada bulan Mei 2009, dan telah memperoleh klaim pada tanggal 30 September 2009. (Sumber data : Kantor Cabang Syariah Surakarta)
2. Premi. Premi adalah kewajiban pihak tertanggung kepada pihak penanggung yang berupa pembayaran uang dengan jumlah tertentu secara periodik. Pembayaran premi pada dasarnya adalah kewajiban pemegang polis, pembayaran bisa dilakukan dengan cara melalui, lewat agen, peserta langsung datang ke kantor asuransi, ataupun 91
Khoiril Anwar, opcit, hlm 33 Panduan Materi Diklat, op.cit. hlm 27, (wawancara dengan M. Khoiri Sukur, Kepala Cabang Asuransi Syariah Surakarta, tanggal 8 Desember 2009) 92
dikirim lewat rekening Bank yang telah ditunjuk. Premi dalam asuransi pendidikan mitra iqra Surakarta terdiri dari :
a. Premi Tabarru’. Yaitu sejumlah premi yang dihibahkan oleh peserta (dana shadaqah, dana infaq) untuk saling tolong menolong (ta’awun) menanggulangi musibah kematian (resiko meninggal) diantara sesama peserta apabila ada yang meninggal dunia dalam masa asuransi.93 Tabarru merupakan bagian premi yang diikhlaskan, atau disumbangkan untuk tujuan tolong menolong kepada sesama peserta asuransi.94
b. Premi Tabungan. Adalah besarnya bagian premi setelah dikurangi premi tabarru dan premi biaya yang digunakan oleh perusahaan untuk diinvestasikan secara syariah dan hasil keuntungan dari investasi akan dibagi antara peserta (shahibul mal) dengan perusahaan
(mudharib)
dengan perbandingan keuntungan 70% untuk peserta dan 30% untuk perusahaan asuransi.95 c. Premi Biaya. Adalah sejumlah premi yang dialokasikan oleh peserta kepada mudharib/pengelola atau perusahaan untuk mengelola keuangan peserta agar aman, menguntungkan dan halal sehingga peserta tidak rugi.96 Premi yang harus disetor di asuransi pendidikan mitra iqra 93
Panduan Materi Pendidikan dan Latihan, hlm 26 Wawancara dengan Afi Raziatun, Kepala Urusan Administrasi dan Keuangan, tanggal 10 Desember 2009 95 Panduan Materi, op.cit., hlm. 25 96 Ibid. hlm. 26 94
Surakarta
besarnya
minimal
Rp.
250.000,-/triwulan
sedang
maksimalnya tidak terbatas.97 Contoh perincian preminya sebagai berikut : - Masa asuransi
: 6 Juli 2005 s/d 5 Juli 2022.
- Manfaat Awal
: Rp. 17.000.000,-
- Jumlah premi
:
Rp. 250.000,-
- Premi tabungan tahun I
Rp. 115.500,-
- Premi biaya tahun I
Rp. 97.500,-
- Premi tabarru
Rp. 37.000,-
(Sumber data kantor cabang syariah Surakarta) Di asuransi pendidikan mitra iqra Surakarta, premi peserta yang disetor ke perusahaan asuransi paling rendah Rp. 250.000,- (dua ratus lima puluh ribu rupiah)/ tri wulan, dan paling tinggi Rp. 3.000.000,(tiga juta rupiah)/ tri wulan atas nama pemegang polis Icha Nur Hanna (Nomor polis 2,093E+11), dengan Manfaat Awal sebesar Rp. 204.000.000,- dengan pengecekan kesehatan Medical chek up (MDC), dengan masa kontrak 17 tahun berakhir tanggal 12 Februari 2026. (Sumber data daftar portofolio Kantor Cabang Syariah Surakarta) Bagi peserta yang ikut asuransi pendidikan mitra iqra di Surakarta dengan Manfaat Awal sampai dengan Rp. 50.000.000,-(lima puluh juta rupiah), maka akan dilakukan pengecekan atau direcek oleh pihak supervisor, sedang sampai dengan Rp. 100.000.000,-(seratus juta rupiah) dilakukan pengecekan oleh Kepala Cabang, dan
yang
besarnya diatas Rp. 100.000.000,-(seratus juta rupiah) pengecekan dilakukan oleh Kepala Wilayah, sedang diatas Rp. 1.000.000.000,(satu milyar), pengecekan dilakukan oleh Kepala Devisi atau
97
Wawancara dengan Afi Roziatun, Kepala Urusan Administrasi dan Keuangan, pada tanggal 10 Desember 2009
diwakilkan yang setingkat.98 Dan bagi peserta asuransi pendidikan mitra iqra yang panjang umur sampai berahirnya akad, akan memperoleh Dana Tahapan Pendidikan yang diberikan sesuai dengan jadwal yang telah tertera dalam Polis sebagai berikut : -
Taman Kanak-kanak (TK) usia 4 tahun, peserta akan menerima 10% x Manfaat Awal,
-
Sekolah Dasar (SD), usia 6 tahun, peserta menerima 10% x Manfaat Awal,
-
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), usia 12 tahun, peserta akan menerima sebesar 20% x Manfaat Awal.
-
Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SMA) usia 15 tahun peserta akan menerima 25% x Manfaat Awal.
-
Perguruan Tinggi (PT.1), usia 18 tahun menerima 35% x Manfaat Awal.
-
Perguruan Tinggi (PT.2) usia 19 tahun menerima Dana Tahapan Pendidikan 25% x Sisa Nilai Tunai.
-
Perguruan Tinggi (PT.3) usia 20 tahun memperoleh 35% x Sisa Nilai Tunai.
-
Perguruan Tinggi (PT.4) usian 21 tahun menerima 50% x Sisa Nilai Tunai.
-
Perguruan Tinggi (PT.5) usia 22 tahun menerima 100% x Sisa Nilai Tunai. Sedang bagi peserta yang meninggal dunia sebelum berahirnya
akad atau kontrak, peserta akan menerima dana sebagai berikut : a. Santunan kebajikan. b. Nilai Tunai (Premi tabungan + Mudharabah)
98
Ibid
c. Dana Tahapan Pendidikan sebagai berikut : -
Taman Kanak-kanak (TK) usia 4 tahun menerima 10% x Manfaat Awal.
-
Sekolah Dasar (SD) usia 6 tahun menerima 10% x Manfaat Awal.
-
Sekolah Lanjutan Pertama (SLTP) usia 12 tahun menerima 20% x Manfaat Awal.
-
Sekolah Lanjutan Atas (SLTA) usia 15 tahun menerima 25% x Manfaat awal.
-
Perguruan Tinggi. 1 (PT.1) usia 18 tahun menerima 35% x Manfaat Awal.
-
Perguruan Tinggi 2 (PT.2) usia 19 tahun menerima 15% x Manfaat Awal.
-
Perguruan Tinggi 3 (PT.3) usia 20 tahun menerima 20% x Manfaat Awal.
-
Perguruan Tinggi 4 (PT.4) usia 21 tahun menerima 20% x Manfaat Awal.
-
Perguruan Tinggi 5 (PT.5) usia 22 tahun menerima 25% x Manfaat Awal. 99
Dan apabila peserta berhenti sebelum akad berahir, maka peserta hanya bisa mengambil Nilai Tunai (Premi tabungan + Mudharabah) apabila masih ada. Peserta boleh berhenti sementara (cuti) untuk membayar premi dengan syarat : -
Apabila dalam rentang waktu atau masa cuti, ternyata peserta mendapatkan dana Tahapan endidikan, maka peserta wajib melunasi terlebih dahulu premi yang belum terbayar, baru
99
Panduan Materi Pendidikan dan latihan, opcit, hlm 28
kemudian bisa mendapatkan dan Tahapan Pendidikan. -
Apabila peserta saat cuti bayar premi ternyata meninggal dunia, selama masih ada premi tabarru’ maka : -
Ahli waris menerima Santunan Kebajikan.
-
Nilai Tunai (bila masih ada).
-
Dana Tahapan Pendidikan tidak berlaku.100
Adapun cara pembayaran premi di Pendidikan Mitra Iqra, dari jumlah peserta 749 dibagi menjadi 4 kelompok yaitu : 1. Tri wulan sebanyak 622 orang peserta, 2. Setengah tahunan sebanyak 58 orang peserta, 3. Tahunan sebanyak 68 orang peserta, dan 4. Bayar sekaligus dimuka 1 orang peserta. (Sumber data : Daftar Portofolio Kantor cabang Syariah Surakarta). Di Mitra Iqra Surakarta, dana tahapan pendidikan yang sudah diterimakan kepada peserta, sejak berdiri hingga akhir tahun 2009, adalah dana tahapan pendidikan untuk tingkat Taman Kanak-kanak (TK) dan tingkat Sekolah Dasar ( SD). (Sumber data : Kantor cabang syariah Surakarta)
3. Masa Kontrak. Masa kontrak yang telah ditetapkan dalam asuransi pendidikan mitra iqra adalah minimal 2 tahun dan maksimal 17 tahun, dengan usia pemegang polis maupun peserta minimal 17 tahun, atau kurang dari 17 tahun tetapi sudah menikah. Sedang umur saat mulai asuransi ditambah masa asuransi maksimal 65 tahun. Sedang usia peserta non medical maksimal 53 tahun dan dalam kondisi sehat. Mitra iqra Surakarta sampai akhir tahun 2009 telah memiliki nasabah sebanyak
100
Ibid
749 peserta, ternyata yang masih aktif membayar premi sampai akhir 2009 sebanyak 461 peserta, sedang yang tertunda atau sudah tidak membayar premi meskipun sudah diingatkan melalui surat peringatan, tetap tidak membayar sebanyak 288 orang peserta. Dari 749 peserta masa kontrak yang dilakukan berbeda-beda, dengan perincian sebagai berikut : -
2 tahun sebanyak
1
peserta.
-
3 tahun sebanyak
7
peserta.
-
4 tahun sebanyak
-
peserta.
-
5 tahun sebanyak
2 peserta.
-
6 tahun sebanyak
9 peserta.
-
7 tahun sebanyak
1 peserta.
-
8 tahun sebanyak
12
peserta
-
9 tahun sebanyak
7
peserta
-
10 tahun sebanyak 21 peserta
-
11 tahun sebanyak 12 peserta
-
12 tahun sebanyak 19 peserta
-
13 tahun sebanyak 8
-
14 tahun sebanyak 105 peserta
-
15 tahun sebanyak 28 peserta
-
16 tahun sebanyak 265 peserta
-
17 tahun sebanyak 252 peserta
peserta
(Sumber data : Daftar portofolio Kantor cabang syariah Surakarta)
4. Penerbitan Polis. Polis adalah perjanjian asuransi yang dilakukan antara penanggung resiko (perusahaan) dengan tertanggung (peserta) yang dilakukan secara tertulis, yang memuat hak dan kewajiban masing-masing pihak. Polis sebagai dasar perjanjian antara pemegang polis dengan
perusahaan asuransi, polis dapat diterbitkan apabila kelengkapan syarat sahnya perjanjian asuransi sudah terpenuhi, dan dengan diterbitkannya polis berarti pemegang polis sudah resmi menjadi peserta dan sudah mendapatkan proteksi dari pihak perusahaan Persyaratan diterbitkannya polis asuransi pendidikan mitra iqra tersebut antara lain : b. Surat permintaan telah ditandatangani dan diisi dengan lengkap, c. Titipan premi pertama telah dibayar, d. Menyerahkan copy identitas diri seperti KTP, e. Mengisi dan menandatangani daftar pertanyaan mengenai data diri, riwayat pekerjaan, riwayat kesehatan, pada formulir yang telah disediakan (Surat Pernyataan Tambahan), f. Sudah
dilakukan
rechek
oleh
pejabat
yang
berwenang
(supervisor/Pimpinan operasional/Pimpinan Cabang/Wilayah), g. Apabila uang pertanggungan yang disepakati melebihi batas UP Non Medical atau usia tertanggung diatas 50 tahun maka surat permintaan harus dilengkapi dengan hasil medical chek up.101 5. Klaim. Klaim dibayarkan setelah persyaratan telah lengkap diterima dan disetujui oleh perusahaan. Pembayaran klaim dilakukan di kantor pusat, kantor cabang, perwakilan yang ditunjuk oleh perusahaan. Untuk pembayaran klaim Dana Tahapan Pendidikan (Manfaat Awal) asuransi pendidikan Mitra Iqra Surakarta, apabila pembayaran premi lancar, maka otomatis Dana Tahapan Pendidikan akan diberikan sesuai jadwal, bagi peserta yang setor preminya lewat agen, maka pembayarannya dengan cara pihak perusahaan memberi informasi kepada peserta (melalui agen) bahwa dana tahapan pendidikan sudah 101
Wawancara dengan Afi Raziatun, pada tanggal 10 Desember 2009
jatuh tempo, agar peserta melengkapi persyaratan yang telah ditentukan. Bagi peserta yang membayar langsung ke kantor, maka akan diberitahu langsung dan peserta diperintahkan untuk melengkapi data-data yang diperlukan, dan tidak sampai satu minggu dana tahapan bisa diterima. Kecuali peserta yang mutasi dari debit lain harus dilakukan pencocokan data dan konfirmasi lebih dulu, sehingga pambayarannya bisa terlambat.102 Dan apabila dana tahapan pendidikan terlambat diambil atau tidak diambil, maka dana tersebut oleh perusahaan dimasukkan ke utang piutang milik perusahaan sebagai dana titipan dan tidak ikut diinvestasikan, sehingga dana tersebut tidak memiliki keuntungan, (hal ini terjadi (tidak ikut diinvestasikan) karena memang seharusnya dana tersebut harus sudah dikeluarkan). Di Mitra Iqra Surakarta dana tahapan pendidikan yang belum / tidak diambil sampai akhir tahun 2009 kurang lebih ada 10 peserta.103 Klaim (meninggal) dibayar dari rekening tabarru (dana kebajikan) dari seluruh peserta yang terkumpul, yang sejak awal sudah diikhlaskan oleh peserta untuk kesepakatan tolong menolong jika terjadi musibah pada salah satu anggota. Syarat pengajuan klaim asuransi pendidikan mitra iqra adalah sebagai berikut: a. Syarat secara umum. -
Polis asli.
-
Mengisi formulir pengajuan klaim yang disediakan oleh perusahaan.
102 103
Ibid Ibid
-
Foto copy identitas diri.
-
Melampirkan atau menunjukkan surat pemberitahuan jatuh
tempo tahapan b.
Syarat khusus klaim meninggal dunia -
Mengisi formulir daftar pernyataan untuk klaim yang disediakan oleh perusahaan
-
Surat kematian yang dikeluarkan dari instansi yang berwenang
-
Surat dari dokter yang berisi keterangan sebab-sebab meninggal dunia
-
Melampirkan surat keterangan dari Polisi apabila meninggal dunia karena kecelakaan.104
Perusahaan asuransi berhak untuk meminta diberikan dokumendokumen lain yang dianggap perlu dalam pengajuan klaim, dalam hal peserta meninggal dunia, jangka waktu pengajuan berikut bukti-bukti yang diperlukan selambat-lambatnya 6 bulan sejak tanggal meninggal dunia.105 Contoh klaim penerimaan Dana Tahapan Pendidikan sebagai berikut : PEMBAYARAN KLAIM DANA TAHAPAN PENDIDIKAN Telah terima dari Asuransi Jiwa Syariah Bumiputera Kantor Cabang Syariah Surakarta uang sebesar Rp. 1. 679.000,-(satu juta enam ratus tujuh puluh sembilan ribu rupiah) sebagai pembayaran klaim Dana Pendidikan dengan perincian sebagai berikut : 1. DATA POLIS. Nomor Polis : 2053038278 Macam Asuransi : MITRA IQRA Nama Pemegang polis : IHSAN WAHYUDI, Drs. Alamat : Jl. Slamet Riyadi 12 Lt. II Surakarta Jawa Tengah. Mulai Asuransi : 06/07/2005 Premi Tabarru : Rp. 37.000,Habis Kontrak : 05/07/2022 Premi Biaya : Rp. 97.000,Usia peserta : 43 Tahun Premi Tabungan : Rp.115.500,Masa asuransi : 17 Tahun Bayar premi s/d : 05/04/2010 Cara bayar premi : Triwulan Masa Pemb.premi : 17 tahun Jenis pertanggungan : Non Medical Sisa Nilai Tunai : Rp.0,104 105
Ibid Ibid
Mata uang : IDR. Kurs saat ini :1 Manfaat Awal : Rp.17.000.000,- Tanggal Meninggal : Usia Polis : 4 Thn 4 Bln. Tanggal Pengajuan : 17/11/2010 2. HAK PEMEGANG POLIS/ YANG DITUNJUK Dana Pendidikan Rp. 1.700.000,Jumlah Rp. 1.700.000,3. POTONGAN Pajak Rp 0,Biaya Asministrasi Rp 15.000,Meterai Rp 6.000,Jumlah Rp 21.000,Diterimakan Rp 1.679.000,SURAKARTA, 13 Januari 2010. Yang menerima Perhitungan disetujui/disahkan Pemegang polis/yang ditunjuk ( ) ( ) Catatan : Nilai Dana Pendidikan yang tercantum pada kwitansi ini : TK = 10% MA. KLAIM INI DIMUTASI DENGAN KODE : 1 (Sumber data : Asuransi Bumiputera Syariah Surakarta). Contoh penerimaan dana tahapan tersebut diatas sebenarnya dalam daftar polis tertera, bahwa seharusnya dana tahapan pendidikan tersebut jatuh temponya dan harus diterimakan kepada peserta pada tanggal 06/07/2008 sebesar 10% MA, namun oleh perusahaan hal tersebut baru diinformasikan kapada peserta satu minggu sebelum diterimakan kepada peserta yaitu pada tanggal 13 Januari 2010, dengan alasan bahwa peserta adalah merupakan pindahan atau mutasi dari luar wilayah daerah Nusa Tenggara Timur, sehingga harus diadakan pengecekan ulang, yang akhirnya mengalami kemunduran hampir 2 tahun.
6. Mekanisme Pengelolaan dana Mitra Iqra. Dari jumlah 749 peserta, ternyata yang masih aktif melakukan
pembayaran premi sampai akhir 2009 sebanyak 461 orang peserta, sedang yang tertunda atau sudah tidak melakukan pembayaran premi meskipun sudah diingatkan untuk melakukan pembayaran melalui surat peringatan, namun tetap tidak membayar, dan jumlahnya sebanyak 288 orang peserta. Dan dari 281 orang peserta yang masih aktif melakukan pembayaran premi, mereka akan memperoleh dana tahapan pendidikan sebagaimana yang tertera di dalam polis. Dalam asuransi pendidikan mitra iqra, akad atau perjanjian yang dipakai adalah akad atau perjanjian bagi hasil (mudharabah), dengan perbandingan keuntungan 70% untuk peserta asuransi, dan 30% untuk perusahaan asuransi. (ini sesuai dengan Pasal 562 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah) Berdasar
kontrak
bagi
hasil
(mudharabah)
mekanisme
pengelolaan dananya ada dua cara. Pertama pengelolaan dana yang memiliki unsur tabungan, dan kedua pengelolaan dana yang tidak memiliki unsur tabungan. Mekanisme pengelolaan dana yang memiliki unsur tabungan adalah, setiap premi yang dibayarkan oleh peserta oleh perusahaan akan dimasukkan kedalam dua rekening yaitu : a. Rekening tabungan. Adalah rekening milik peserta untuk menampung seluruh tabungannya dari hasil bagi keuntungan yang menjadi hak milik peserta. Rekening tabungan ini dapat diambil oleh peserta apabila perjanjian berakhir, peserta mengundurkan diri, atau peserta meninggal dunia. b. Rekening khusus. Adalah rekening yang menampung seluruh dana tabarru (iuran kebajikan) dari para peserta yang telah diniatkan untuk dana tolong menolong kepada sesama peserta, ketika ada peserta lain yang
ditimpa musibah. Dana tabarru ini akan dibayarkan kepada peserta, jika peserta meninggal dunia atau perjanjian asuransi telah berakhir dengan catatan ada bahwa kelebihan atau surplus dana. Akan tetapi jika peserta tidak lagi melanjutkan, atau berhenti melakukan pembayaran premi sebelum perjanjian asuransi berakhir, maka dana tabarru tersebut tidak dapat diambil. Sedang mekanisme pengelolaan dana tanpa unsur tabungan adalah, setiap dana (premi) yang diserahkan peserta kepada perusahaan asuransi hanya berupa dana tabarru’ (iuran kebajikan) semata yang akan dimasukakan kedalam rekening khusus. Kumpulan dana tabarru’ ini juga akan di investasikan oleh pihak perusahaan asuransi. Dan hasil dari investasi tersebut akan dimasukkan ke dalam dana peserta. Dan dana peserta yang terkumpul setelah dikurangi klaim dan beban asuransi, jika masih ada surplus atau kelebihan, maka peserta asuransi akan memperoleh bagian keuntungan dengan nisbah yang ditetapkan, yaitu 70% untuk peserta asuransi dan 30% untuk pihak perusahaan asuransi.106 Setelah dana tersebut terkumpul dari premi peserta asuransi pendidikan mitra iqra, maka dana tersebut, oleh kantor cabang akan disetorkan ke kantor wilayah yang berkedudukan di Semarang sebagai setoran, kemudian dari kantor
wilayah cabang Semarang, dana
tersebut selanjutnya dikirim ke devisi syariah (kantor pusat), dan dari devisi syariah dana tersebut selanjutnya dikirim ke departeman menejemen dana (sehingga dana tersebut bercampur menjadi satu antara dana yang berasal dari asuransi syariah dengan dana yang berasal dari asuransi konvensional), dan dari departemen menejemen
106
Ibid
tersebut, kemudian oleh perusahaan asuransi Bumiputera dana tersebut di reasuransikan ke Perusahaan ReAs (Maskapai Reasuransi Indonesia), dan selanjutnya oleh Perusahaan ReAs (Maskapai Reasuransi Indonesia) dana tersebut diinvestasikan untuk bisnis ke 18 anak perusahaan milik AJB Bumiputera 1912 sendiri107 yang terdiri antara lain : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
PT. Percetakan dan Penerbitan Mardi Mulyo. PT. Asuransi BUMIDA 1967. PT. Wisma Bumiputera (bergerak dibidang bisnis Property) PT. Eurasia Wisata (bergerak dibidang bisnis Tour and Travel) PT. Bumiwisata (bergerak dibidang bisnis perhotelan) PT. Bumi Usaha Bandung (bergerak dibidang bisnis property) PT. Bumi Usaha Surabaya (bergerak dibidang bisnis property) PT.Bumi Dharma Aktuaria (bergerak dibidang jasa konsultan aktuaria) 9. PT. Bank Bumiputera 10. PT. Informatics OASE (bergerak dibidang teknologi informasi) 11. PT. Bumiputera Mitra Sarana (bergerak dibidang jasa kontraktor) 12. PT. Bumiputera Capital Indonesia (bergerak dibidang sekuritas) 13. Yayasan Dana Pensiun Bumiputera 14. Yayasan Bumiputera Sejahtera 15. Yayasan Dharma Bumiputera 16. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Dharma Bumiputera 17. Koperasi Masyarakat Bumiputera (KOMAS) 18. Koperasi Karyawan Bumiputera (KARBUMI)108 Menurut Wirdyaningsih, dalam hal melakukan investasi, pihak perusahaan asuransi syariah dapat melakukan investasi sesuai ketentuan perundang-undangan, sepanjang investasi yang dilakukan tersebut tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah Islam.109 Dari mekanisme pengelolaan dana tersebut dapat digambarkan dengan bagan sebagai berikut : MEKANISME PENGELOLAAN DANA MITRA IQRA 107
Ibid Panduan Materi Pendidikan dan Pelatihan, opcit, hlm. 11 109 Wirdyaningsih, et.al, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, Kencana, Jakarta, 2005, hlm.186 108
Biaya Operasional
18 Anak Perusahaan Bumiputera
Hasil Investasi
Investasi
Mudharabah Premi Asuransi Pend. Mitra Iqra
Rek. Tabungan
Rek. Tabarru’
Total dana
30%
70% Rek. Tabungan
Byr pada Peserta
Rek. Tabarru’ Byr pada Peserta
Dari bagan tersebut diatas, maka menunjukkan bahwa mekanisme pengelolaan dana asuransi pendidikan mitra iqra pada asuransi bumiputera syariah Surakarta, telah diinvestasikan tidak sesuai dengan prinsip-prinsip syariah karena masih dikelola sendiri oleh AJB Bumiputera 1912 untuk 18 anak perusahaannya yang kesemuanya masih konvensional
2. Hasil Wawancara Dalam melakukan penelitian ini penulis juga menghimpun data dengan melalui wawancara terhadap pihak-pihak yang dianggap mengetahui tentang pelaksanaan asuransi pendidikan mitra iqra di Asuransi Bumiputera Syariah Surakarta, beberapa orang peserta asuransi yang masih aktif sebagai nasabah, dan juga bebarapa orang peserta yang sudah berhenti membayar premi : 1. M. Khoiri Sukur ( Kepala Cabang Bumiputera Syariah Surakarta ), Selasa 8 Desember 2009.
o Asuransi pendidikan mitra iqra seluruhnya telah dilaksanakan dan dikelola
secara syariah, pembayaran preminya peserta dapat
menentukan sendiri minimal Rp. 250.000,-/ triwulan maksimal tidak terbatas. Premi yang terkumpul diinvestasikan dengan sistem mudharabah dengan pembagaian keuntungan 70% untuk nasabah dan 30% untuk perusahaan. o Jumlah peserta asuransi pendidikan mitra iqra di Bumiputera Surakarta seluruhnya berjumlah 749 peserta, yang masih aktif membayar premi sebanyak 461 peserta dan yang berhenti sebanyak 288 peserta. o Alasan mereka berhenti macam-macam, awalnya ikut asuransi karena bujuk rayu dari oknum agen, masalah ekonomi karena usahanya macet, dan tidak lagi ditagih oleh pihak agen. o Pihak perusahaan asuransi sudah melakukan peneguran secara tertulis kepada nasabah yang macet agar mereka melakukan pembayaran premi, namun itu hak nasabah apakah mereka akan membayar lagi atau tidak pihak perusahaan tidak dapat memaksa. o Rata-rata peserta yang berhenti membayar premi, sudah membayar premi satu kali. o Kepengurusan organisasi di pusat antara yang asuransi syariah dengan yang konvensional masih menjadi satu, sedang di kantor cabang dan kantor wilayah sudah terpisah. o Dana yang terkumpul bercampur dengan yang konvensional karena pengurus pusat masih menjadi satu dan dana dikelola/diinvestasikan oleh perusahaan Re As (Maskapai Reasuransi Indonesia) ke 18 anak perusahaan AJB Bumiputera 1912 sendiri karena selain aman, keuntungan, tenaga yang ahli dibidang ekonomi syariah masih terbatas, juga sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 73 tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian. 2. Afi Raziatun (Kepala Urusan Administrasi dan Keuangan), Kamis 10
Desember 2009. o Asuransi pendidikan mitra iqra dipersiapkan untuk memprogram pendidikan anak. o Para peserta rata-rata telah memperoleh klaim dana tahapan pendidikan satu kali yaitu ketika anaknya masuk TK atau SD. o Pengurusan klaim dana tahapan pendidikan cepat dan mudah dan diberikan kepada peserta tepat waktu (saat jatuh tempo) o Peserta pendidikan mitra iqra kebanyakan mencairkan dana tahapan pendidikan melalui agen, o Ada beberapa agen yang tidak lagi melakukan penagihan premi kepada peserta karena sudah beralih profesi, sehingga nasabah tidak membayar premi. o Pihak perusahaan tidak melakukan penagihan langsung kepada nasabah karena kebanyakan alamatnya jauh dan tidak ada tenaga untuk itu. o Peserta yang tidak melanjutkan bayar premi, maka premi yang sudah ada dikonfirmasi, yang nilai tunainya tidak minus bisa diambil (klaim penebusan). o Pengurus di pusat masih satu antara yang konvensional dengan yang syariah, sehingga dana yang terkumpul disatukan dan di reasuransikan ke Maskapai Reasuransi Indonesia dan oleh perusahaan resuransi baru dinvestasikan. o Dana yang terkumpul di mitra iqra belum dikelola secara syariah, karena masih dikelola sendiri oleh perusahaan milik AJB Bumiputera 1912 untuk usaha macam-macam yang jumlahnya ada 18 perusahaan, hal ini mengacu pada Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992, karena demi keamanan, dan lebih banyak untung bila dikelola sendiri, tenaga yang ahli dalam hal ekonomi syariah masih terbatas, dan proyek atau lembaga yang syariah belum dimiliki oleh AJB
Bumuputera 1912, rencana tahun 2010 ini asuransi bumiputera syariah semuanya akan dikelola secara syariah sehingga betul betul syariah. 3. Peserta yang masih aktif melakukan pembayaran premi (Sabtu 12 dan 19 Desember 2009) o Awalnya ikut asuransi karena dikelola secara syariah, dan sering didatangi oleh petugas agen, meskipun tidak tahu apakah benar-benar dikelola secara syariah apa tidak. o Awalnya setor lewat agen, dan sempat terlambat bayar, dan sekarang setor langsung lewat transfer kadang bayar ke kantor. o Pihak perusahaan dalam mengirformasikan jatuh tempo pembayaran premi kadang terlambat, sehingga pembayaran premi juga terlambat, Tahu ada dana tahapan karena diberitahu oleh perusahaan, dalam mengurus dana tahapan mudah, tidak ada potongan, kecuali biaya administrasi yang jumlahnya kecil. o Tahu waktu jatuh tempo pembayaran premi dan menerima klaim dana tahapan pendidikan karena melihat di polis. o Pernah menerima klaim dana tahapan pendidikan sekali ketika anaknya masuk SD, tidak ada potongan kecuali biaya administrasi yang jumlahnya kecil. 4. Peserta yang berhenti melakukan pembayaran premi.(Sabtu 19 dan 26 Desember 2009) o Ikut asuransi karena selalu didatangi agen dan karena dikelola secara syariah, setelah setor sekali agen tidak datang lagi. o Tidak membayar premi lagi karena selain tidak ditagih pihak agen, karena usahanya tidak lancar, dan alamat jauh serta untuk kebutuhan yang lain, belum pernah menerima dana tahapan, premi yang pernah disetor tidak / belum diambil lagi. o Tidak tahu menahu apakah asuransi tersebut dikelola secara syariah apa tidak.
B. Pembahasan Dari hasil penelitian tersebut diatas, menunjukkan bahwa
pelaksanaan
asuransi pendidikan mitra iqra di asuransi bumiputera syariah Surakarta, terutama dalam pengelolaan investasi dana (premi) belum dilaksanakan secara syariah, karena belum sesuai dengan prinsp-prinsip syariah sebagaimana maksud pasal 564 ayat (1) dan (2) Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, hal ini disebabkan:
1. Dari Pembuat Undang-undang. .
Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 73 tahun 1992 tentang
Penyelenggaraan Usaha Perasuransian, Pasal 13 (1) disebutkan
bahwa investasi perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi wajib dilakukan pada jenis investasi yang aman dan menguntungkan serta memiliki tingkat likuiditas yang sesuai dengan kewajiban yang harus dipenuhi. (2) Menteri menetapkan jenis-jenis investasi yang tidak boleh dilakukan oleh Perusahaan asuransi dan Perusahaan Reasuransi. Sedang dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) Pasal 564 ayat (1)
Perusahaan ta’min (asuransi) selaku pemegang amanah wajib
melakukan investasi dari dana yang terkumpul. (2) Investasi sebagaimana dalam ayat (1) wajib dilakukan sesuai dengan prinsip syariah. Prinsip-prinsip syariah sendiri adalah prinsip-prinsip
sebagaimana
dimaksud dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor : 21/DSN-MUI/X/2001. tanggal 17 Oktober 2001, angka 2, yaitu tidak mengandung gharar (ketidak jelasan), maysir (perjudian), riba, dzulum (penganiayaan), risywah (suap), barang haram dan maksiat. Dan di dalam Keputusan Fatwa Dewan Syariah Nasional
Nomor
21/DSN-MUI/X/2001, tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah, bagian kedelapan, tentang Investasi, disebutkan pada angka (1) Perusahaan selaku pemegang amanah wajib melakukan investasi dari dana yang terkumpul. (2)
Investasi wajib dilakukan sesuai dengan syariah. Sedang bagian kesembilan disebutkan bahwa asuransi syariah hanya dapat melakukan reasuransi kepada perusahaan reasuransi yang berlandaskan prinsip syariah. Dari hasil temuan tersebut diatas, ternyata dalam fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 21/DSN-MUI/X/2001, yang dijadikan dasar operasional asuransi syariah selama ini telah mewajibkan kepada perusahaan asuransi syariah, agar dan yang terkumpul dari para peserta di investasikan, dan investasi tersebut dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, tetapi tidak ada sanksi bagi perusahaan asuransi yang tidak menginvestasi dana secara syariah, lagi pula sifatnya hanya fatwa Majelis Ulama Indonesia
yang
statusnya belum jelas dari sudut kelembagaan Negara, sehingga pelaksanaan asuransi pendidikan mitra iqra di asuransi Bumiputera syariah belum sesuai dengan prinsip syariah sebagaimana diatur dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, sebab dana atau premi yang terkumpul dari para peserta asuransi pendidikan mitra iqra, oleh perusahaan asuransi dana tersebut dinvestasikan ke 18 anak perusahaan AJB Bumiputera 1912 yang kesemuanya masih konvensional, dan ini bertentangan dengan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah pasal 564 ayat (1) Perusahaan ta’min (asuransi) selaku pemegang amanah wajib melakukan investasi dari dana yang terkumpul, dan ayat (2) Investasi sebagaimana dalam ayat (1) wajib dilakukan sesuai dengan prinsipprinsip syariah.
2. Dari lembaga pelaksana. Perusahaan asuransi pendidikan mitra iqra Asuransi Bumiputera Syariah Surakarta adalah perusahaan yang memberikan jasa dalam penanggulangan resiko yang dikaitkan dengan hidup atau meninggalnya seseorang yang dipertanggungkan. Sedang peserta asuransi pendidikan mitra iqra adalah perorangan yang mempertanggungkan jiwanya kepada pihak penanggung (perusahaan)
Dari hasil penelitian yang penulis lakukan di Asuransi Syariah Bumiputera Surakarta, hingga ahir tahun 2009, asuransi pendidikan mitra iqra telah memiliki sebanyak 749 orang peserta dengan jumlah premi bayar per tri wulan terendah Rp. 250.000,- sedang yang paling tinggi Rp. 3000.000,- dari jumlah tersebut yang masih aktif membayar premi sebanyak 461 peserta, sedang yang 288 tidak aktif lagi atau berhenti. Dari premi atau dana yang terkumpul, oleh perusahaan Asuransi Bumiputera Syariah Surakarta premi atau dana tersebut dikelola dan mekanisme
pengelolaan dana asuransi
pendidikan mitra iqra. Menurut penjelasan dari Bapak M Koiri Sukur Kepala Cabang yang lama dan Ibu Afi Raziatun Kepala Unit Administrasi dan Keuangan, bahwa dana yang telah terkumpul dari premi peserta asuransi pendidikan mitra iqra disetorkan ke Kantor Wilayah yang berkedudukan di Semarang sebagai setoran, kemudian dari kantor wilayah, dana tersebut dikirim ke devisi syariah, dan dari devisi syariah dana tersebut dikirim ke departeman menejemen dana (menjadi satu antara konvensional dengan yang syariah), dan dari departemen menejemen dana, dana tersebut di reasuransikan ke Perusahaan ReAs (Maskapai Reasuransi Indonesia), dan oleh Perusahaan ReAs (Maskapai Reasuransi Indonesia) dana tersebut diinvestasikan ke 18 anak perusahaan AJB Bumiputera 1912 sendiri yang terdiri antara lain : PT. Percetakan dan Penerbitan Mardi Mulyo, PT. Asuransi BUMIDA 1967, PT. Wisma Bumiputera (bergerak dibidang bisnis Property), PT. Eurasia Wisata (bergerak dibidang bisnis Tour and Travel), PT. Bumiwisata (bergerak dibidang bisnis perhotelan), PT. Bumi Usaha Bandung (bergerak dibidang bisnis property), PT. Bumi Usaha Surabaya (bergerak dibidang bisnis property), PT.Bumi Dharma Aktuaria (bergerak dibidang jasa konsultan aktuaria), PT. Bank Bumiputera, PT. Informatics OASE (bergerak dibidang teknologi informasi), PT. Bumiputera Mitra Sarana (bergerak dibidang jasa kontraktor), PT. Bumiputera Capital Indonesia (bergerak dibidang sekuritas), Yayasan Dana Pensiun Bumiputera, Yayasan Bumiputera Sejahtera, Yayasan
Dharma Bumiputera, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Dharma Bumiputera,
Koperasi
Masyarakat
Bumiputera
(KOMAS),
Koperasi
Karyawan Bumiputera (KARBUMI), sehingga investasinya belum syariah, hal ini dikarenakan selain Bumiputera syariah masih baru dibentuk, kepengurusannyapun masih satu antara yang syariah dan yang konvensional, juga AJB Bumiputera belum memiliki proyek atau perusahaan yang murni syariah, dan demi keamanan dana yang terkumpul serta lebih untung kalau dikelola sendiri. Hal
ini mengacu pada Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 73 tahun 1992 tentang
Penyelenggaraan Usaha
Perasuransian, Pasal 13 (1) bahwa investasi perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi wajib dilakukan pada jenis investasi yang aman dan menguntungkan serta memiliki tingkat likuiditas yang sesuai dengan kewajiban yang harus dipenuhi. (2) Menteri menetapkan jenis-jenis investasi yang tidak boleh dilakukan oleh Perusahaan asuransi dan Perusahaan Reasuransi. Sedang dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) Pasal 564 (1) Perusahaan ta’min (Asuransi) selaku pemegang amanah wajib melakukan investasi dari dana yang terkumpul. (2) Investasi sebagaimana dalam ayat (1) wajib dilakukan sesuai dengan prinsip syariah. Keputusan Fatwa Dewan Syariah Nasional
Nomor 21/DSN-
MUI/X/2001, tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah, bagian kedelapan, tentang Investasi, disebutkan pada angka (1) Perusahaan selaku pemegang amanah wajib melakukan investasi dari dana yang terkumpul. (2) Investasi wajib dilakukan sesuai dengan syariah. Sedang bagian kesembilan disebutkan bahwa Asuransi syariah hanya dapat melakukan reasuransi kepada perusahaan reasuransi yang berlandaskan prinsip syariah. Meskipun pengelolaan asuransi syariah telah ada peraturannya, walaupun masih sebatas Fatwa atau Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, namun dikalangan pengelola asuransi syariah ada kendala diantaranya Asuransi
Bumiputera Syariah masih baru, kepengurusan yang masih satu antara yang syariah dan yang konvensional, masih kekurangan tenaga ahli yang menguasai bidang ekonomi syariah, juga pihak perusahaan AJB Bumiputera sendiri juga belum memiliki proyek atau lembaga yang mengurusi khusus syariah, sehingga akan lebih aman dan menguntungkan kalau dikelola sendiri.
3. Dari penegak hukum Meskipun AJB Bumiputera syariah telah mempunyai Dewan Pengawas Syariah yang bertugas diantaranya memastikan dan mengawasi kesesuaian kegiatan operasional sesuai dengan ketentuan-ketentuan dan prinsip-prinsip syariah yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional, namun dari hasil penelitian ternyata pihak perusahaan AJB Bumiputera syariah dalam mengelola dana yang terkumpul dari para peserta asuransi pendidikan mitra iqra tidak melakukan sesuai dengan ketentuan dan prinsip syariah. Hal ini bertentangan dengan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah pasal 564 ayat (1) dan (2) serta Keputusan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomo 21/DSNMUI/X/2001, tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah, bagian kedelapan tentang investasi disebutkan pada angka (1) Perusahaan selaku pemegang amanah wajib melakukan investasi dari dana yang terkumpul. Angka (2) Investasi wajib dilakukan sesuai dengan syariah. Sedang bagian kesembilan disebutkan bahwa asuransi syariah hanya dapat melakukan reasuransi kepada perusahaan reasuransi yang berlandaskan prinsip-prinsip syariah, hal ini terjadi karena fungsi dari Dewan Pengawas Syariah (DPS) belum dilakukan secara maksimal.
BAB V PENUTUP
C. Kesimpulan Dari pembahasan tersebut diatas maka dapat disimpulkan sebagai berikut bahwa : a. Pelaksanaan Asuransi Pendidikan Mitra Iqra di Asuransi Bumiputera Syariah Surakarta, tidak sesuai dengan prinsip-prinsip syariah sebagaimana dimaksud dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 21/DSN-MUI/X/2001 Tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah dan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) Pasal 564 ayat (1) dan (2). Dalam ayat (1) disebutkan, perusahaan asuransi (ta’min) selaku pemegang amanah wajib melakukan investasi dari dana yang terkumpul., ayat (2) investasi sebagaimana dalam ayat (1) wajib dilakukan sesuai dengan prinsip syariah. b. Asuransi pendidikan mitra iqra pada asuransi Bumiputera syariah tidak sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional dan Kompilasi Hukum Ekonomi
Syariah, karena AJB Bumiputera dalam menginvestsikan dana masih berpatokan pada Pasal 13 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 Tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian, yaitu investasi dilakukan pada jenis investasi yang aman dan menguntungkan. c. Hambatannya karena perusahaan AJB Bumiputera tidak memiliki lembaga khusus yang mengelola dana investasi yang berdasar prinsip syariah. Kedepan AJB Bumiputera harus memiliki lembaga investasi yang khusus syariah, dan memisahkan dana yang terkumpul, sehingga dana yang dari asuransi syariah di investasikan ke lembaga yang syariah, dan dana yang terkumpul dari konfensional di investasikan ke lembaga yang konfensional.
D. Implikasi. Berdasarkan kesimpulan tersebut diatas, maka implikasi dari tidak dilaksanakannya prinsip-prinsip syariah sebagaimana diatur dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor : 21/DSN-MUI/X/2001 Tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah dan Pasal 564 ayat (1) dan (2) Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES), maka pelaksanaan asuransi Pendidikan Mitra Iqra di Asuransi Bumiputera Syariah Surakarta implikasinya menjadi tidak sah.
E. Saran 1 Agar perusahaan AJB Bumiputera sesegera mungkin mengelola asuransi pendidikan mitra iqra dari polis sampai pengelolaan dananya secara syariah, hal ini karena memang sudah menjadi kewajiban sebagai perusahaan yang menggunakan lebel syariah, dan segera diadakan pemisahan kepengurusan antara yang syariah dan yang konvensional. 3. Segera dibuat Undang-undang tentang asuransi syariah untuk menggantikan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 21/DSN-MUI/X/2001 yang selama ini dijadikan dasar operasional asuransi syariah
4. Perusahaan AJB Bumiputera agar mengangkat tenaga-tenaga yang ahli dan menguasai ekonomi syariah 5. Kepada masyarakat agar dalam ikut asuransi syariah, selektif dan harus tahu betul apakah asuransi yang memakai lebel syariah tersebut benar-benar telah dikelola secara syariah