PEDOMAN PENYULUHAN SOSIAL MELALUI DANA DEKONSENTRASI TAHUN 2016
A. LATAR BELAKANG Kementerian Sosial sebagai bagian dari Kabinet Kerja yang mengurusi bidang sosial turut serta berkontribusi dalam upaya memenuhi agenda tersebut dengan berusaha mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera dan mandiri. Sesuai dengan arah kebijakan pembangunan kesejahteraan sosial, terwujudnya masyarakat yang sejahtera dan mandiri hanya bisa dicapai dengan terpenuhinya hak dasar masyarakat itu sendiri. Dalam memenuhi kebutuhan dasarnya ternyata tidak semua masyarakat memiliki daya aksesibilitas yang sama. Ada beberapa kondisi masyarakat yang tergolong rentan dalam upaya memenuhi hak dasarnya yaitu kemiskinan, keterlantaran, kecacatan, keterpencilan, ketunaan sosial dan penyimpangan perilaku, korban bencana, lalu yang terakhir adalah korban tindak kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi. Ketujuh kondisi tersebut harus mendapat pelayanan sosial berupa Rehabilitasi Sosial, Jaminan Sosial, Pemberdayaan Sosial dan Perlindungan Sosial. Hal ini sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 BAB IV Pasal 21 pada poin (a) dikatakan salah satu bentuk penanggulangan kemiskinan dilaksanakan dalam kegiatan penyuluhan dan bimbingan sosial. Selanjutnya pada Undang-Undang No. 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin Bagian Keempat Paragraf 7 Pelayanan sosial Pasal 28 terdapat pada poin (b) dan (c) tersirat peran dan tugas penyuluhan sosial
Penyuluhan sosial adalah elemen penting dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial agar proses penyelenggaraan kesejahteraan sosial berjalan efisien dan efektif sehingga program-program penyelenggaraan kesejahteraan sosial yang memiliki dampak sosial, ekonomi, budaya dan lingkungan dapat diminimalisir. Penyuluhan sosial sebagai entry point, atau bagian dari proses yang terintegrasi secara komprehensif dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial merupakan langkah awal sebagai momentum bagi titik masuk pencapaian keberhasilan program-program yang diusung jajaran unit teknis di Kementerian Sosial hingga jajaran pelaksana dan pemangku kepentingan di daerah.
Tahun 2016 sebagai tindak lanjut dari program 2015 dimana permasalahan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainya (Napza) dan Pornografi masih menjadi
prioritas utama sasaran Pusat Penyuluhan Sosial, maka saat ini dalam menanggapi permasalahan tersebut, Pusat Penyuluhan Sosial mempunyai peran dan fungsi dalam mencegah terjadinya berbagai permasalahan sosial yang terkait dengan penyalahgunaan Napza dan Pornografi.
Masalah Napza akhir-akhir ini telah menjadi momok yang menakutkan bagi generasi penerus bangsa. Berdasarkan Laporan Akhir Survei Nasional Perkembangan Penyalahgunaan Narkoba tahun anggaran 2014, jumlah penyalahguna narkoba diperkirakan ada sebanyak 3,8 juta sampai 4,1 juta orang yang pernah memakai narkoba dalam setahun terakhir (current users) pada kelompok usia 10-59 tahun di tahun 2014 di Indonesia. Jadi, ada sekitar 1 dari 44 sampai 48 orang berusia 10-59 tahun masih atau pernah pakai narkoba pada tahun 2014. Angka tersebut terus meningkat dengan merujuk hasil penelitian yang dilakukan Badan Narkotika Nasional (BNN) dengan Puslitkes UI dan diperkirakan pengguna narkoba jumlah pengguna narkoba mencapai 5,8 juta jiwa pada
tahun
2015.
Menurut data dari BNN bahwa tidak ada satu pun wilayah Indonesia yang luput dari pengedaran Napza sehingga sebanyak 40-50 orang hampir setiap hari meninggal karena narkoba. Narkoba juga telah merambah pada anak-anak sekolah mulai dari SMA, SMP bahkan anak SD. Pengguna narkoba dengan tingkat kecanduan yang tinggi membutuhkan proses rehabilitasi di panti, sedangkan keterbatasan panti yang tersedia menjadi masalah untuk menampung dan menyelesaikan permasalah ini. Oleh karena itu masalah ini perlu mendapatkan perhatian khusus dan seksama mulai dari pusat hingga tingkat desa untuk bersama memberikan dan kontrol masyarakat antar sesama warga lingkungan desa.
Sama halnya dengan masalah Napza, masalah pornografi juga semakin merambah luas seiring bertambah modernnya teknologi dan dunia maya. Anak-anak remaja dan pemuda dapat mudah mengakses situs-situs pornografi melalui internet, vcd porno, media massa, komik, majalah dan tontonan televisi yang mengarah pada pornografi. Dampak yang ditimbulkan dari pornografi ini dapat sangat merusak akhlak dan kepribadian penerus bangsa sehingga dapat menimbulkan tindak kejahatan/kriminal, pemerkosaan, pencabulan, pelecehan seksual dan lain-lain.Hal ini mendukung data bahwa berdasarkan riset pornografi di 12 kota besar di Indonesia terhadap 4.500 siswa-siswi SMP, ditemukan sebanyak 97,2 persen dari mereka pernah membuka situs porno. Data selanjutnya juga
menambahkan bahwa 91 persen dari mereka sudah pernah melakukan kissing, petting atau oral sexs. Bahkan, data tersebut juga menyebutkan 62,1 persen siswi SMP pernah berzina dan 22 persen siswi SMU pernah melakukan aborsi.Indonesia merupakan negara pada urutan pertama terbesar pengakses pornografi di internet pada tahun 2013 (data dari Kementerian komunikasi dan Informatika). Jumlah yang terjadi di jenjang SMP dan SMA, yaitu 97 persen siswanya dinyatakan pernah menonton atau melihat konten berbau pornografi. Masalah ini yang apabila tidak ditangani secara intensif maka akan dapat berdampak pada rusaknya moral anak-anak bangsa dan menimbulkan permasalahan sosial yang lebih kompleks lagi.
Permasalahan tersebut perlu dikoreksi bersama, peran-peran mana yang sangat berpengaruh terhadap berkembangnya dan meluasnya masalah tersebut, maka perlu langkah dan tindak lanjut yang segera melalui sikap budaya restorasi sosial yaitu sikap mental untuk mengembalikan nilai-nilai luhur masyarakat Indonesia yang sedikit demi sedikit terkikis di era moderinisasi seperti nilai gotong royong, kepedulian, berbagi, dan tolong menolong. Oleh karena itu Pusat Penyuluhan Sosial berperan penting dalam mengembalikan kepercayaan masyarakat, mengubah cara pandang dan prilaku mereka sehingga masyarakat dapat mencegah berperilaku menyelesaikan permasalahan sosial yang di hadapinnya termasuk permasalahan Napza dan Pornografi. Pengembangan Masyarakat (community development) melalui base family dan base comunity perlu diterapkan pada lingkup masyarakat terkecil yakni lingkup desa/kelurahan. Kemampuan keluarga dalam menjaga anggota keluargannya serta peran masyarakat dalam memberikan kontrol sosial antar komunitas di masyarakat sangat dibutuhkan untuk mencegah berbagai permasalahan sosial yang ada. Indikator keberhasilan yang menjadi tujuan Pusat Penyuluhan Sosial adalah menghidupkan kembali partisipasi dan peran sosial masyarakat sehingga tercipta sosial kontrol dalam melakukan pengubahan prilaku masyarakat
Dengan alasan tersebut Pusat Penyuluhan Sosial Kementerian Sosial RI pada tahun anggaran 2016, menitikberatkan penyuluhan sosial masyarakat dengan tujuan akhir yang ingin dicapai sebagai upaya meminimalisir masyarakat sosial dengan menciptakan budaya restorasi sosial yaitu 1) mengaktifkan kembali pertemuan masyarakat di tingkat desa; 2) mengaktifkan kegiatan gotong royong secara rutin di masyarakat: 3) mengaktifkan kembali Swadaya sosial masyarakat; 4) mengaktifkan kembali peran dan fungsi lembaga adat. Oleh karena itu untuk mensosialisasikan ke empat indikator tersebut
maka diperlukan bantuan PSKS (Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial) untuk menyebarluaskan informasi kepada masyarakat, Keempat unsur ini diharapkan dapat kembali memperkuat ketahanan sosial masyarakat dalam mencegah penyalahgunaan napza dan pornografi.
B. DASAR HUKUM 1. Undang-Undang Kesejahteraan Sosial Nomor 11 Tahun 2009. 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Penanganan Fakir Miskin. 3. Undang-Undang Republik Indoneia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika 4. Undang-Undang Republik Indoneia Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi 5. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 Tentang Dekonsentrasi dan Pembantuan. 6. Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2015-2019. 7. Peraturan Presiden Nomor Nomor 47 Tahun 2009 Tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara. 8. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 Tentang Kedudukan, Tugas dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara. 9. Intruksi Presiden Nomor I Tahun 2010 Tentang Program Pecepatan Penanggulangan Kemiskinan. 10. Instruksi Presiden Nomor I Tahun 2010 Tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan. 11. Peraturan
Menteri
Keuangan
Nomor
156/PMK.07/2008
Tentang
Pedoman
Pengelolaan Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan. 12. Peraturan Menteri Sosial RI Nomor 86 /HUK/2015 Tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Sosial RI. 13. Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 76/HUK/2009 Tentang Pedoman Pengelolaan Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan di Lingkungan Kementerian Sosial RI. 14. Peraturan Menteri Sosial Nomor 10 Tahun 2014 tentang Penyuluhan Sosial.
C. MAKSUD DAN TUJUAN 1. Maksud Memberikan panduan/pedoman kepada Dinas Sosial Provinsi se-Indonesia untuk melakukan penyuluhan sosial tentang “Memperkuat Budaya Restorasi Sosial Melalui Pencegahan Napza dan Pornografi.”
2. TujuanUmum a. Mendukung program-program penyelenggaraan kesejahteraan sosial. b. Meningkatkan budaya kesetiakawanan sosial melalui semangat peduli, berbagi dan toleransi c. Mencegah Penyalahgunaan Napza dan Pornografi di lingkungan masyarakat d. Memperkuat Peran dan fungsi Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) dalam menciptakan budaya restorasi di lingkungan masyarakat e. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan PSKS tentang bahaya Napza serta Pencegahan penyalahgunaan Napza dan Pornografi f. Penyebarluasan informasi bahaya Napza dan Pornografi kepada masyarakat melalui PSKS g. Menguatkan peran pemerintah pusat, pemerintah daerah dan berbagai unsur masyarakat dalam upaya pencapaian restorasi sosial di lingkungan masyarakat. h. Meningkatkan jaringan kerja (sistem sumber) PSKS dalam menyelesaikan permasalahan sosial
3. Tujuan Khusus Tujuan khusus yang diharapkan yaitu memberikan pemahaman kepada sasaran tentang pembuatan Rencana Tindak Lanjut (RTL) yang bisa diaplikasikan di lingkungan masyarakat a. Mengaktifkan kembali pertemuan sosial masyarakat secara rutin b. Mengaktifkan kembali gotong royong secara rutin c. Mengaktifkan kembali jimpitan sosial Mengaktifkan kembali peran dan fungsi lembaga adat
D. SASARAN Sasaran kegiatan ini adalah masyarakat yang merupakan PSKS (Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial) terdiri dari TKSK, PSM, Karang Taruna dan Organisasi Sosial.
E. LOKASI PELAKSANAAN Pelaksanaan penyuluhan sosial dilaksanakan di 32 Provinsi. Lokasi penyuluhan ditentukan oleh daerah masing-masing sesuai dengan prioritas permasalahan Napza dan Pornografi terbanyak.
F. WAKTU PELAKSANAAN Waktu pelaksanaan penyuluhan yang dilakukan pada bulan Juni diatur oleh masingmasing Dinas Sosial Provinsi dengan batas waktu penyerahan laporan pada bulan Oktober Tahun 2016.
G. BENTUK KEGIATAN Kegiatan
dilaksanakan
dalam
bentuk
“Temu
Kelompok
Potensi
Sumber
Kesejahteraan Sosial”. Temu Kelompok Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial ini merupakan pertemuan tingkat Kabupan/kota yang diikuti oleh PSKS (Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial) terdiri dari TKSK, PSM, Karang Taruna dan Organisasi Sosial. Kegiatan Temu Kelompok Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial ini dilaksanakan selama 2 (dua) hari dengan rincian kegiatan berupa: 1. Pemberian materi tentang permasalahan Napza dan Pornografi; 2. Penyampaian program-program Kementerian Sosial menyangkut permasalahan PMKS; 3. Dinamika Kelompok; 4. Pembentukan rencana Tindak Lanjut (RTL). -
Mengaktifkan kembali Pertemuan Sosial
-
Mengaktifkan kembali gotong royong
-
Mengaktifkan kembali Swadaya sosial (Jimpitan Sosial)
-
Mengaktifkan kembali peran dan fungsi Lembaga Adat
Penyuluhan sosial dilaksanakan berbasis penguatan Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial dengan tujuan merangsang masyarakat untuk terlibat langsung dalam proses penyuluhan secara meluas tentang permasalahan sosial khususnya pencegahan permasalahan Napza dan Pornografi. Penguatan PSKS ini diharapkan dapat menjadi
motor penggerak bagi masyarakat untuk memberikan motivasi, inovasi serta pemahaman masyarakat terhadap berbagai masalah sosial yang ada. Selain itu penguatan kelembagaan masyarakat yang menjadi bagian dari struktur sosial masyarakat ini akan menciptakan daya tahan masyarakat (resiliensi) dalam bingkai kepedulian, berbagai dan toleransi. Masyarakat berperan sebagai kontrol sosial yang mengawasi, mengontrol, dan menyelesaikan permasalahan sosial yang dihadapi masyarakatnya.
H. TEKNIS PELAKSANAAN KEGIATAN 1. Tema Penyuluhan “Penyuluhan melalui dana dekonsentrasi yang akan dilakukan oleh Dinas/Instansi Sosial Provinsi adalah “Melalui Penyuluhan sosial kita ciptakan budaya Restorasi Sosial sebagai kontrol sosial dalam pencegahan penyalahgunaan Napza dan Pornografi”.
2. Sasaran Penyuluhan Sasaran kegiatan ini yaitu PSKS (Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial) terdiri dari TKSK, PSM, Karang Taruna, dan Organisasi Sosial.
3. Narasumber Narasumber Temu Kelompok Sosial Masyarakat ini terdiri dari narasumber dari Pusat, Provinsi dan Praktisi.
4. Mekanisme Penyuluhan a. Persiapan Pelaksanaan Kegiatan 1) Melakukan koordinasi dengan Dinas Sosial Provinsi/Kota/Kabupaten untuk persiapan pelaksanaan kegiatan 2) Mempersiapkan dokumen administrasi dan surat menyurat 3) Koordinasi dengan Dinas Sosial Kabupaten/Kota untuk menetapkan calon peserta dan tempat pelaksanaan kegiatan 4) Menyusun acara pelaksanaan penyuluhan sosial b. Pelaksanaan Kegiatan Hari Pertama 1) Pembukaan: a) Menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Mars Penyuluhan Sosial; b) Pembacaan doa; c) Sambutan-sambutan
2) Ice breaking dipandu oleh fasilitator 3) Paparan narasumber Pusat I tentang penyalahgunaan Napza dan Pornografi 4) Dinamika Kelompok yang dipandu oleh fasilitator 5) Paparan materi dari narasumber Pusat II Tentang Penyalahgunaan Napza dan Pornografi 6) Paparan materi dari narasumber Kabupaten
Hari Kedua
Paparan materi dari narasumber lokal I
Paparan materi dari narasumber lokal II
Dinamika Kelompok
Testimoni dari penerima program
Pembuatan Komitmen
Rencana Aksi/Rencana Tindak Lanjut (RTL) oleh
fasilitator bersama peserta tentang: -
Membentuk jadwal Pertemuan sosial masyarakat di tingkat desa
-
Merencanakan jadwal gotong royong secara rutin di masyarakat
-
Membentuk Jimpitan Sosial (Swadaya Masyarakat)
-
Mengaktifkan kembali peran dan fungsi Lembaga Adat
7) Penutupan
c. Pelaporan Laporan pelaksanaan penyuluhan sosial disampaikan setelah kegiatan berakhir dengan melampirkan berbagai dokumen yang terkait dengan pelaksanaan penyuluhan sosial. Petugas Pelaksana kegiatan segera membuat laporan pelaksanaansetelah kegiatan selesai dilaksanakan dan disampaikan kepada Pusat Penyuluhan Sosial antara lain: 1) Gambaran Umum 2) Maksud dan Tujuan 3) Waktu dan Tempat Pelaksanaan 4) Sasaran 5) Narasumber 6) Proses Kegiatan 7) Hasil yang dicapai a. Hasil kegiatan penyuluhan
b. Hasil Penerapan Rencana Tindak Lanjut (RTL) 8) Kesimpulan dan Rekomendasi 9) Lampiran-lampiran: Foto-foto, materi yang disampaikan, daftar peserta, jadwal kegiatan
5. Pemaparan Strategi Budaya Restorsi Sosial a. Mengaktifkan kembali Pertemuan Sosial Untuk mengembalikan peran serta masyarakat untuk terlibat langsung dalam pembangunan desa bermula dari pertemuan-pertemuan kecil di lingkup desa. Dengan adannya kesadaran masyarakat untuk ikut serta dalam pertemuan sosial masyarakat secara rutin, masyarakat dapat terlibat dalam mengeluarkan ide dan pemikiran dalam pembangunan desa. Selain itu masyarakat juga akan dapat bertukar informasi dan mengetahui segala macam kondisi yang sedang dialami oleh masyarakat terutama terkait dengan permasalahan sosial yang sedang terjadi di lingkungannya. Pertemuan Sosial ini juga berfungsi untuk menanggapi segala bentuk persoalan yang sedang dialami masyarakat dan berdiskusi untuk membantu menyelesaikan permasalahan tersebut secara bersama-sama.
Pertemuan sosial ini perlu mendapatkan kesadaran secara nyata dari masyarakat dan perlu dilakukan secara rutin. Perlu adannya jadwal pertemuan sosial masyarakat baik dilakukan oleh golongan pemuda melalui karang taruna, ibu-ibu melalui pertemuan PKK, pertemuan kepengurusan RT/RW dan tokoh masyarakat, pertemuan Majelis Taqlim, dan lain-lain. Jadwal pertemuan hendaknnya dibuat secara berkala dan rutin dilaksanakan serta diawasi oleh kepala desa/lurah. Jadwal pertemuan juga dibuat dengan melibatkan seluruh unsur masyarakat
dengan
komitmen
bersama
dan
menjadi
program
rutinan
kepengurusan desa/RW/RT.
b. Mengaktifkan kembali Gotong royong secara rutin Kegiatan gotong royong sangat perlu diperhatikan untuk meningkatkan interaksi sosial masyarakat dan meningkatkan rasa toleransi kebersamaan antar masyarakat. Kegiatan Gotong royong perlu dilakukan dengan jadwal rutin setiap minggunnya atau setiap bulannya. Kegiatan gotong royong dapat berupa perbaikan infrastruktur umum, kebersihan dan gotong royong pembangunan fasilitas bersama. Gotong royong juga dapat dilakukan untuk membantu sesama warga
yang membutuhkan pertolongan. Jadwal gotong royong ini juga perlu menjadi komitmen bersama dan mendapat dukungan dari pihak yang bertanggung jawab (RT/RW/kepala desa/lurah) sehingga mendapatkan kontrol dalam pelaksanaan secara rutin.
c. Mengaktifkan kembali Swadaya Sosial Swadaya sosial sebagai salah satu nilai yang tertanam dan mengakar di masyarakat Indonesia. Swadaya Sosial adalah kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama yang melibatkan patisipasi masyarakat baik secara materian maupun non material mulai dari tahapan persiapan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi untuk kepentingan bersama. Swadaya sosial dapat berupa uang ataupun barang yang diperuntukan untuk kegiatan bersama atau untuk membantu warga yang terkena musibah. Banyak istilah swadaya sosial Jimpitan yang bisa dikenal dengan istilah “Pereleg” dikumpulkan atas kesepakatan bersama sebagai bentuk toleransi dan berbagi masyarakat antar sesama. Besaran jimpitan dan waktu pengumpulannya pun disesuaikan dengan komtmen bersama.
d. Meningkatkan peran dan fungsi kelembagaan Adat/informal masyarakat Kelembagaan adat/informal masyarakat serta organisasi lokal masyarakat menjadi peranan penting sebagai lembaga yang bertugas melayani segala permasalahan masyarakat. Kelembagaan informal ini seperti RT, RW, lembaga adat, serta perkumpulan-perkumpulan masyarakat lokal memiliki kontribusi besar terhadap Prilaku
massyarakat.
Kepercayaan
masyarakat
terhadap
kelembagaan
adat/informal ini akan membantu meningkatkan solidaritas dan ketahanan sosial masyarakat. Kelembagaan adat ini merupakan sistem sumber pertama dan terdekat yang bisa diakses masyarakat untuk melayani berbagai keperluan atau masalah yang dihadapi masyarakat. Oleh sebab itu, perlu adannya peningkatan kapasitas peran dan fungsi kelembagaan adat/informal masyarakat dalam menyelesaikan segala keperluan dan masalah masyarakat sehingga kepercayaan masyarakat pun akan tinggi terhadap tokah-tokoh lokal dalam kelembagaan adat/informal. Dampak yang dapat dirasakan langsung adalah interaksi antar masyarakat akan semakin tinggi dengan memegang prinsip kebersamaan, toleransi, berbagi, dan peduli.
6. Tabel Rencana Aksi RENCANA AKSI KEGIATAN
NO
TANGGAL
KEGIATAN
1
KEGIATAN
: …………
DESA/DUKUH
: ………...
BULAN
: ………...
URAIAN KEGIATAN
SASARAN KEGIATAN
JUMLAH
TEMPAT
BIAYA
-
2
3
1. Catatan : Bila memungkinkan dilengkapi foto kegiatan
………………, 2016
Mengetahui, Camat
Pembuat Laporan Kepala Desa
(………………………………….)
(……………………….)
KET
I.
METODE DAN TEKNIK 1. Metode Metode yang digunakan adalah a) Metode Lisan. Metode ini berupa pidato/ceramah yang berisi tentang informasi,buktibukti yang rasional serta ajakan (bujukan) kepada potensi sumber untuk mengubah prlaku/keyakinan, mempengaruhi orang serta menyatukan satu ide/gagasan. Metode ini juga dilakukan untuk memberikan pemahaman kepada kelompok sasaran untuk mengenai materi pencegahan penyalahgunaan Napza dan Pornografi serta pemahaman peserta tentang upaya membentuk budaya restorasi sosial b) Metode Tulisan. Metode ini dilakukan dalam bentuk tulisan yaitu melalui Rencana Aksi Kegiatan/Rencana Tindak Lanjut (RTL) untuk menetapkan jadwal rutin pelaksanaan kegiatan yang meliputi membuat jadwal pertemuan sosial, membuat jadwal gotong royong secara rutin, membuat kesepakatan swadaya sosial (jmpitan sosial) c) Metode Peragaan. Metode ini dilakukan dengan cara demonstrasi menggunakan alat bantu berupa orang atau benda serta menyajikan tontonan/pertunjukan dari video.
2. Teknik Teknik yang digunakan dalam kegiatan ini meliputi wawancara, diskusi, FGD (Focus Group Discussion), MPA (Metode Partisipasi asesmen) dan TOP (Teknologi Of Partisipatory). a. FGD adalah teknik yang digunakan dalam kelompok Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial untuk membahas secara mendalam tentang permasalahan NAPZA dan Pornografi. FGD ini merupakan diskusi kelompok terarah dengan didampingi oleh pendamping atau fasilitator. b. MPA adalah teknik penggalian potensi sumber dan masalah yang dihadapai masyarakat melalui bertanya dan diskusi langsung dengan masyarakat. Masalah-masalah yang dikemukakan oleh masyarakat akan dikelompokan dan diambil prioritas masalah yang penting. Dari hasil MPA maka akan diketahui seberapa besar pengaruh yang dirasakan masyarakat dari permasalahan NAPZA dan Pornografi. c. TOP adalah teknik yang digunakan dalam menentukan rencana aksi kegiatan atau program-program yang disepakati bersama oleh masyarakat untuk dilaksanakan. Penentuan Rencana Aksi ini berdasarkan hasil MPA dan FGD yang dilakukan bersama masyarakat.
J. MEDIA YANG DIGUNAKAN 1. Media Cetak meliputi penyampaian pesan/informasi melalui majalah, poster, pamflet, brosur dan undangan. 2. Media Elektronik meliputi Penyampaian pesan/informasi melalui saluran radio, televisi, dan internet
K. INPUT, OUTPUT, OUTCOME DAN IMPACT INPUT
OUTPUT
Adanya alokasi dana Laporan efektifitas DIPA
Pusat
Penyuluhan Sosial
OUTCOME
IMPACT Pelaksanaan Penyuluhan
Memperkenalkan
pelaksanaan kegiatan
program-program
melalui pengisian
kesejahteraan sosial di penyalahgunaan Dinas Sosial Provinsi, NAPZA dan Pornografi
Sosial
Adanya lokasi yang
instrument Pre Test dan
menjadi daerah rawan
Post Test tentang materi
Kota/Kabupaten
penyalahgunaan
penyuluhan yang
Kementerian Sosial RI
diberikan.
yang bisa diakses oleh
NAPZA
dan
Terbentuknya komitmen
Pornografi Adanya lintas terkait
kerjasama sektoral
yang
peserta untuk menjadi
dan
masyarakat Menggali potensi dan sumber
di
generasi penerus bangsa yang sehat, cerdas, dan
lingkup masyarakat
masyarakat
tentang bahaya dan
menyelesaikan
pencegahan Napza dan
permasalahan sosial di terciptannya
Pornografi
masyarakat
dalam berdedikasi tinggi dalam
pembangunan
serta budaya
restorasi sosial melalui
Meningkatkan
peran perubahan sikap mental
fungsi
struktur & perilaku. sosial/kelembagaan masyarakat
dalam
menyelesaikan permasalahan sosial di masyarakat. Memberikan pemahaman
kepada
masyarakat
tentang
Pornografi
akan
membantu menciptakan
sistem
bahaya
lingkungan
masyarakat
agen perubahan di
dan
masalah
Napza
dan
Mencegah
meluasnya
peredaran Napza dan Pornografi Meningkatkan koordinasi
anggota
masyarakat
dalam
penanggulangan Napza dan Pornografi
L. PENUTUP Demikian Pedoman ini dibuat untuk digunakan sebagai acuan dan atau panduan dalam pelaksanaan kegiatan dimaksud.
Jakarta,
Januari 2016
Kepala Pusat Penyuluhan Sosial
ttd Tati Nugrahati