Pecahan 1 HARI YANG MENENTUKAN “Aku akan menjadi pelangi…… bagi semua orang di sekelilingku………” ****** Cuaca panas siang hari ini seakan menembus tulang belulang . Entah mengapa matahari begitu panas pada siang hari ini. 38 derajat celcius....!!!! Bisa bayangin sendiri panasnya kayak gimana. Belum lagi ditambah sumpek dengan suara hingar bingar para pedagang bakso menjajakan dagangannya yang dari tadi pagi cuma dapat amit-amit 500 perak. Itupun dengan cara mengibuli anak ingusan dengan diiming-imingi hadiah mobil-mobilan dari luar angkasa, hadiah dari para alien katanya. Lagian tuh anak geblek banget. Kok mau-maunya ditipu mentah-mentah sama tuh penjual bakso gak tau adat. Yah... klo dipikir-pikir sih, mana ada bakso berhadiah di jaman kayak gini.... Geblek. Kok malah ngelantur? Ya udah, daripada ngikutin alur yang nggak jelas, atau masih memusingkan diri dengan kefrustasian penjual bakso hingga beratnya turun 5 kg, lebih baik jika kita ikutin langkah-langkah gegap gempita 3 orang penghuni kuburan, atau lebih tepatnya setan-setan kesiangan, berusia kurang lebih 21 tahunan, berasal dari desa, masih perjaka, mengayunkan kaki-kaki mereka dengan gontai, tak peduli walaupun banyak orang yang memperhatikan gerakgerik ketiga pemuda ini. Dalam kasus ini, mereka memperhatikan bukan berarti mengagumi. Sebaliknya. Hal tersebut dikarenakan Gerak-gerik ketiga orang yang masih menjadi tanda tanya umat manusia ini dicap sebagai sesuatu yang diluar nalar manusia waras. Maka nggak heran jika setiap orang yang memperhatikan gerak-gerik mereka, langsung mengucap kata-kata sumpah serapah sembari
mengelus dada serta gejala perut mules.. Amit-amit jabang bayi.....!!!! sebut saja mereka dengan nama Maman atau yang biasa dikenal sebagai “Mbah Gimbal”. Kuriawan atau yang biasa disebut “Gendut”, dan seorang yang macho standart orang kampung dengan nama Didik ajah karena nggak ada sebutan lain buat dia. “Eh Ndut, lihat cewek-cewek cakep itu...kau liat nggak mereka sedang merhatiin diriku?” Maman memang anaknya sok ganteng, padahal... Buih...!!! noraknya minta ampun... dilirik sama kucing kerempeng pemakan sayur di pasar-pasar tradisional aja sudah mengucap beribu syukur ke hadirat Tuhan YME. “Najis…. Mana ada cewek yang mau sama kamu…..”. Kuri ananaknya emang suka resek, suka menghina dan sering ngeselin, tapi semangatnya luar biasa dan juga baik banget sama temen. Gak salah jika pria gendut setengah botak ini dinobatkan sebagai nominator “Sahabat Setengah Mati” versi majalah “Aneka Satwa” dan majalah “Time To Go Hell” yang terbit seumur hidup sekali. “Sialan….” “Yah... jangan salahkan aku dong... salah sendiri sok ganteng.. nyadar mbah ingat tampang burukmu itu lo...” “Eh... tuh mulut gak pernah disekolahin ya... nyorocos aja kayak kereta api express nabrak ayam.. tiru neh mulutku.. udah dapat gelar doctor honorer causal....!!!”. Maman mulai bertambah kesal karena dari tadi terus-terusan diolok-olok. “Ah gak masalah gak disekolahin, yang penting kan selalu berbicara jujur, apa adanya, gak suka bohong atau mencela sesama atau juga memfitnah orang atau.....” “Udah-udah, knapa sih kok bertengkar melulu... gak capek apa...?” Didik yang dari tadi diem aja mulai angkat bicara. Barangkali ia sudah mulai merasakan gejala penyakit ayan yang diakibatkan oleh pertengkaran kedua orang makhluk-makhluk asing yang gak jelas asal-usulnya itu. “Kok 2
masih ada makhluk kayak gitu...”. barangkali itu yang selalu menjadi pikiran Didik. Mungkin Didik pun sempat mengira dua orang temennya itu adalah makhluk luar angkasa atau spesies sejenis yang tersesat di bumi pertiwi Indonesia tercinta ini. Gak salah lagi....!!! Tidak seperti kedua orang temen anehnya itu. Didik adalah seorang yang pendiam dan jarang ngomong. Ia juga seorang pemuda yang baik hati tidak sombong, dan suka menabung. Jiwa pemimpin selalu berkobar dalam dirinya. Mungkin karena dulu ibunya pas lagi hamil ngidam pengen banget motong rumput di halaman rumah Bung Karno. Tapi, itu tidak ada hubungannya sama sekali. Jadi mari kita kesampingkan dan lanjut ke alur… Emang gak ada asyiknya jika kita masih membicarakan ketidak jelasan status dan asal-usul dua orang yang telah mendapat sertifikat sarap dan yang satu masih perlu diperdebatkan satus kewarasannya itu. Mending kita ikuti saja kisah kasih di sekolah dengan si dia... (maaf ngelantur). Maksud saya kisah pertemanan tiga orang laki-laki yang masih untung bisa menyandang predikat sebagai Mahasiswa di UNS (Universitas Negeri Setengah), sebuah universitas terkemuka di Surabaya. Mungkin sebagai tuntutan jaman atau mungkin dengan terpaksa orang tua mereka menguliahkan mereka, setelah mendapat penyuluhan dari pejabat pemerintahan yang baik hati yang sudi mampir ke kampung-kampung demi menggalakkan motto “Maju terus pantang mundur, jangan maju perut pantat mundur”.. “Eh kita ke kantin aja... ngecengin cewek-cewek cakep di sana... gimana?” Maman dengan lagak sok ganteng yang gak tahu diri, padahal tuh rambut gimbalnya minta ampun dan udah untung juka dikeramasin satu minggu sekali itu ngajakin Didik dan Kuri yang dari tadi ngelamun nggak jelas.. atau lebih tepatnya ngantuk nggak tahu adat.
3
“Yah... mending raimu1 ngaca dulu lah.... lihat tuh kecoa masih bersarang di rambut kamu apa udah nggak…” “Ndasmu Sempal2…Eh keong racun... kok ngomongnya kayak gitu sih... harusnya kamu dukung temen kamu yang ganteng ini...!!! ya kan Dik?” “ No comment...... udah ah aku laper, kita cepetan deh ke kantin.............” ujar Didik tanpa banyak pertimbangan menyangkut perasaan Maman yang lagi dongkol. ****** Seperti pepatah, “Ada gula ada semut”. Atau “Ada asap pasti ada api” atau juga ada pepatah yang bilang “ada musuh di balik selimut” atau juga pepatah lain seperti “berakit-rakit ke hulu, brenang-renang ke tepian”. Atau peribahasa lain yang kalo disebut semuannya bakalan makan 2 halaman buat menggambarkan ketiga orang mahasiswa ini. Tak ada satupun yang mampu membatasi mereka untuk berekspresi, walaupun mereka berbeda jurusan. Maman yang nongkrong di Fakultas Sastra jurusan Sastra Indonesia demi membahagiakan hati ibunya yang bercita-cita agar kelak anaknya nanti bisa menjadi seorang sastrawan kondang seperti Chairil Anwar atau Taufiq Ismail. Padahal nih klo dilihat-lihat, dengan mata terpejam pun kita akan tahu bahwa nggak ada potongan Sastrawan sama sekali dalam diri Maman, Mirip jempol kakinya sastrawan pun nggak. Amitamit....!!! atau Kuriawan, si gendut gak tahu aturan dan juga semakin bertambah botak sejak salah pilih jurusan di fakultas MIPA jurusan Fisika. Atau si Didik yang lebih parah lagi..... Ia lebih memilih jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi,
1
wajahmu
2
Kepala lu peyang
4
hanya untuk bisa mengkalkulasi berapa seharusnya pengeluaran ibunya saat belanja sayur di pasar tradisional dekat rumahnya. Tapi itu sedikit lebih baik dibanding Kuri dan Maman. Didik tetap memiliki etos belajar yang tinggi dan integritas yang tidak bisa dinilai dengan kata-kata. Mereka adalah tiga orang yang seiya sekata sebagai sahabat dan merasa sebagai saudara senasib dan sepenanggungan. Ada tiga hal mengapa mereka memilih berteman hingga kini. Pertama : karena mereka bertiga adalah tipikal orang yang suka akan persahabatan dan menjunjung tinggi persaudaraan. Kedua : karena mereka adalah pemuda-pemuda yang sejak kelas 1 SD selalu bersama-sama dan satu kelas. Ketiga : karena nggak da satupun orang yang mau berteman ma mereka.. najis tralala. Ketiga hal itulah yang yang menyebabkan mereka memilih untuk berikrar setia untuk menjadi seorang sahabat. Ikrar yang mereka kumandangkan sejak kelas 4 SD di kandang kambing Pak Wiro tersebut berbunyi: “Dengan disaksikan oleh tumpukan kotoran kambing ini, kami berikrar bahwa kami tidak akan meminum es cendol pak samin sebelum benar-benar menjadi seorang sahabat sejati. Sumpah.... gak bohong.... Klo bohong biar kami makan tuh kotoran kambing ampek ludes.” Hari 07 boelan 07 tahoen 1997 Atas nama es cendol pak samin Maman- Kuri - Didik
5
Ah.. manisnya janji yang mereka buat... apakah janji tersebut akan terus bertahan? Kita lihat aja di hari yang menentukan yang akan segera tiba. ***** “Eh kur, kalo aku pakek kacamata gini ganteng nggak?” “Hmmmm.... lumayan... lumayan ancur....hahahahaha” “Kampret... aku serius nih...“ “Emang kelihatannya kata-kataku ini ndak serius......? Tobat Mbah.... ingat tampang burukmu itu. Nggak baik kalo kamu suka menfitnah diri sendiri kayak gitu......... hahahahaha” “Dengkulmu cepot3…......” “Udah-udah... gak bertengkar sehari aja napa...” Didik mencoba melerai pertengkaran yang setiap hari rutin mereka lakukan 3 kali sehari. Kalo aja Didik gak ikutan karate sejak usia sepuluh tahun, bisa-bisa ia dimangsa oleh bencongbencong perempatan..(lho?) “Lagian kalian berdua sadar gak kalo bagian ni gak nyambung banget... masak judulnya “hari yang menentukan” isinya kayak ginian..?” “Iya ya... emang penulisnya neh yang amatiran... gak bisa nulis novel.. masak ngelantur kayak gini..?” “Eh... jangan menghina penulisnya dong walaupun Cuma amatiran... bisa-bisa entar Endingnya dibikin buruk lho... perasaanku gak enak..” timpal Kuri. “Iya ya... waduh gimana neh klo endingku menyedihkan... gak seru ah.. “ “Ya gimana ya enaknya?... kita minta maaf aja deh ma penulis cerita ini... gak baik tau ngatain penulisnya kayak
3
6
Makian yang artinya “Lututmu lepas”
gitu... yah walaupun Cuma penulis yang masih amatiran, kita harus bisa menaghargai jerih payahnya dong.. bayangin... tiap hari begadang buat nulis nih cerita.. kalian gak kasian apa..?”emang Didik ini orangnya bijak banget. Gak kayak dua orang tikus got tuh... awas ntar.. endingnya tak bikin menyedihkan..... lihat aja ntar….!!!! “Jangan..!!! mas penulis, plis... endingnya jangan dibikin menyedihkan ya mas.. pliss. Maafin kami deh mas penulis. Jangan marah lo? Kita kan Cuma bercanda? Ya..ya..ya.. mumpung masih lebaran neh mas penulis.. ya?”kata ketiga orang ini kompak. Yah... kita liat aja deh entar kayak gimana ceritanya. Tetapi tetap... keputusan terakhir ada di tangan saya. Yang jelas bagi para pembaca yang budiman, dimohon untuk tidak mual-mual saat baca cerita ini. Terima kasih atas partisipasinya dan kita akhiri untuk bagian ini.. kita bertemu lagi di bagian selanjutnya. Terima kasih. ********
7
Pecahan 2 PELANGI….. J “Pelangi.. kau indah… berwarna-warni.. dan warna itu bisa dinikmati oleh berjuta-juta orang di dunia…” ***** Masa SMA…… Hujan gerimis….. “Ayo cepetan kita kabur….” Maman menginstruksikan kepada kedua temannya agar segera meloncat dari pagar belakang sekolah. “Ke mana kita… entar kita dikeluarin dari sekolah gimana ??” Didik bingung. ia tidak biasa melakukan kejahatan kecuali hanya 5 kali saja seumur hidupnya, dan itupun bukan kejahatan–kejahatan berat, dengan perincian: 3 kali menyembunyikan sepatu kepala sekolah, 1 kali menyembunyikan kacamata kepala sekolah dan 1 kali membuat kepala sekolah terpeleset, terjembab dan tak sadarkan diri, hingga mengalami gegar otak dan gangguan pada saraf motorik. hari ini bolos. Itu berarti ia melakukan kejahatan yang ke enam, dan ini merupakan kejahatn yang paling berat. “Udah ikut aja, sekali-kali kita bolos” Kuri menimpali. “WOOOOII.. ANAK ANAK SABLENG…. KEMBALI KALIAN…..” suara bingar Pak Satpam yang memergoki mereka menggema di telinga mereka. “Ayo.. ayo kita kabur….” Demi mendengar suara Pak Satpam yang menggema itu, mereka segera mempercepat gerak mereka meloncati pagar….. “Buruan….. ah Maman… kenapa…..? “Aku… aku nyangkut….” Maman merasa ada sesuatu yang tersangkut kawat… rambutnya.. Pak Satpam semakin dekat….. “Buruan…” Kuri tak sabar “Bentar masih nyangkut nih…..” 8
“Potong aja pakek gunting taman…..” “Dikit lagi dik… ah… lepas….” Segera mereka bertiga meloncat…. Dan…mereka berhasil melarikan diri dari sekolahan “KEMBALI………….” Pak Satpam yang berusaha mengejar mereka pun harus rela melihat buruannya kabur setelah dia tak mampu meloncati pagar dan tersangkut pada pagar tersebut. Diduga pak hansip tersebut memiliki berat badan setara kuda nil yang sedang hamil sehingga dia tak sangup untuk melewati pagar tersebut. Dan… Pak Satpam itupun terjembab akibat salah perhitungan saat ingin membebaskan diri dari pagar yang membuatnya tersangkut. Mau tak mau ia harus rela menggigit jari dan mengerang menahan sakit sembari melihat ketiga tuyul tersebut lari menyusuri jalan dibelakang sekolahan. “Haha… kita berhasil…” mereka bergembira setelah berhasil lolos dari kuda nil yang mengejar mereka… “ Ke mana sih kita…?” Didik masih bingung “Hehehe.. nggak ke mana-mana Dik…. Cuma penegn bolos aja… habis di sekolah suntuk…… …” “Iya Dik… sekali-sekali kita nyari sesuatu yang beda…. Sekolah terus bosan aku… “ “Hah….Kurang ajar. kita kan hari ini ada ulangan…?” “Ya udah… kita ngulang minggu depan.. yang penting kita senang-senang hari ini…” Didik hanya bisa pasrah mengikuti dua anak keparat itu melangkah…. Menyusuri gedung-gedung tinggi yang pembangunannya terbengkalai…. mereka semakin jauh dari 9
sekolahan. Mereka beregas menaiki salah satu bangunan itu. menuju atap gedung itu. Di sana suasana benar-benar sepi. Dari atap gedung, serasa berada di atas awan. Semua bangunan di bawahnya terlihat kotak-kotak kecil seperti korek api. Perumahan kumuh tersaji di depan mata mereka. Tak beraturan, namun menciptakan seuah system keindahan yang utuh. Jemuran ibu-ibu PKK yang lupa diangkat juga tersaji di depan mata mereka. Melengkapi keindahan dari ketidakberaturan yang utuh. Perumahan kumuh itu sangat kontras dengan gedung-gedung di sebelahnya. Memperlihatkan kesenjangan social yang tinggi. Tapi itu bukanlah bahasan utama mereka ke gedung terbengkalai ini. “Lihat… indah kan….?” Didik dan Kuri hanya terdiam melihat pemandangan itu. Hujan yang mengguyur mereka biarkan jatuh dan membasahai badan mereka yang lusuh. Titik-titik air hujan lama kelamaan membuat mereka basah kuyub. Mereka menggigil kedinginan. Tapi mereka seakan tak merasakan itu sebagai sesuatu yang harus dikhawatirkan. “Gilaa……. Kau tahu aja tempat yang indah kayak gini… tapi kenapa kita ke sini pas hujan-hujan gini…? Adem….. brrrrr” Kuri hanya geleng-geleng kepala….. dan menggigil kedinginan. Didik hanya teridam… dalam hati ia tak menyesal kenapa Maman mengajaknya bolos sekolah…. “Hmmm…. bentar lagi kalian lihat, kenapa kalian kuajak ke sini hujan-hujan gini…” 10