Partisipasi Politik Informal di Amerika Serikat: Studi Kasus Gerakan Occupy Wall Street (2011-2014) Ika Kartika Febriana dan Yolanda Panjaitan Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok, 16424, Indonesia E-mail:
[email protected]
Abstrak Skripsi ini membahas tentang partisipasi politik informal di Amerika Serikat, dengan studi kasus gerakan Occupy Wall Street (OWS). Tujuannya adalah untuk mengetahui bagaimana OWS dapat berkembang menjadi salah satu bentuk partisipasi informal di Amerika Serikat. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Data diambil dengan melakukan penelitian kepustakaan. Sebagai bentuk dari new social movement (NSM), OWS melakukan kegiatan-kegiatan yang termasuk ke dalam bentuk partisipasi informal seperti demonstrasi dan boikot. Faktor utama yang memicu OWS adalah krisis finansial yang terjadi di AS pada tahun 2007. Sementara itu, terdapat tiga faktor pendukung yang juga turut memicu kemunculan OWS, yaitu perubahan sosial ekonomi masyarakat, munculnya network society, dan stratifikasi suara politik.
Informal Political Participation in the United States: A Case Study of the Occupy Wall Street Movement (2011-2014) Abstract The focus of this study is informal political participation in US, with OWS as a case study. The purpose of this study is to understand how OWS developed into a form of informal political participation. This study is a qualitative research. The data were gathered by conducting library research. As a form of NSM, OWS execute activities included in the form of informal political participation, such as demonstrations and boycotts. Financial crisis that occurred in late 2007 was a major factor in the emergence of OWS. However, there are three supporting factors driving Occupy Wall Street movement: socio-economic improvement, the emergence of network society, and stratification of political voice. Key words: informal political participation, New Social Movement, stratification of political voice, socioeconomic status, network society, financial crisis.
Pendahuluan AS disebut-sebut sebagai negara yang paling demokratis karena pemilihan umum (pemilu) diselenggarakan untuk hampir seluruh jabatan publik yang menyangkut kepentingan masyarakat banyak, seperti pekerjaan sebagai juri dan kepala polisi daerah1. Namun, pemilu nasional untuk memilih presiden dan anggota kongres di AS selalu menghasilkan tingkat 1
Lester W. Milbrath and M. L. Goel, “Political Participation” di dalam Kenneth Janda, Jeffrey M. Berry, Jerry Goldman, et.al, The Challenge of Democracy, (USA: Wadsworth, 2008), hlm. 170.
Partisipasi Politik..., Ika Kartika Febriana, FISIP UI, 2014
kehadiran pemilih yang rendah. Persentase rata-rata jumlah pemilih di dalam pemilu nasional di AS hanya sebesar 40,4%2. Stephen Macedo menyatakan hal ini sebagai pertanda bahwa masyarakat AS telah berpaling dari ruang publik. Russell J. Dalton menolak pendapat akademisi seperti Macedo ini. Menurut Dalton, pendapat tersebut hanya terpaku pada partisipasi politik formal atau berkisar pada keikutsertaan di dalam pemilu saja. Menurutnya, telah terjadi perubahan pola partisipasi dari masyarakat pemilih menjadi masyarakat yang lebih terlibat pada aksi-aksi protes dan kegiatan sukarela lainnya3. Dalton menyebutnya sebagai masyarakat yang lebih terlibat (engaged citizenship). Perubahan pola partisipasi ini dapat dilihat melalui peningkatan persentase keikutsertaan masyarakat dalam hampir semua bentuk partisipasi politik, kecuali dalam pemilu. Persentase masyarakat yang ikut serta dalam pemilu pada pertengahan tahun 2000-an hanya sebesar 55%, turun dari yang sebelumnya sebesar 60% pada pertengahan tahun 1960an. Bahkan, terdapat bentuk partisipasi politik baru yang dilakukan masyarakat pada pertengahan tahun 2000-an, yaitu partisipasi melalui internet. Salah satu bentuk partisipasi informal yang muncul di AS pada tahun 2011 adalah OWS. OWS sendiri merupakan sebuah gerakan protes yang direncanakan oleh Kalle Lasn dan Micah M. White, pendiri Adbusters Media Foundation dan mantan redaktur majalah Adbusters dari Kanada. Meskipun berkedudukan di Kanada, majalah Adbusters beredar di seluruh dunia, kira-kira memiliki 60.000 tempat sirkulasi. Oleh karena itu, Adbusters mengangkat banyak permasalahan penting yang terjadi di seluruh dunia, termasuk permasalahan kesenjangan yang terjadi di AS. Melalui media sosial, sejak tanggal 9 Juni 2011 mereka mengajak warga masyarakat untuk berkumpul di Distrik Finansial Manhattan pada tanggal 17 September 2011. Tujuannya adalah untuk menduduki Wall Street selama beberapa bulan dengan mendirikan tenda, dapur, serta barikade damai. Wall Street sendiri sebenarnya merupakan sebutan bagi distrik finansial di New York yang memuat lembaga dan perusahaan besar yang bergerak di bidang jasa keuangan, seperti New York Stock Exchange, World Trade Center, dan Federal Reserve Bank of New York. Akibat dari krisis finansial yang terjadi sejak tahun 2007, masyarakat AS memiliki pandangan negatif terhadap lembaga finansial besar, terutama yang terletak di Wall Street. Pandangan negatif terhadap Wall Street ini terlihat jelas dalam survei yang dirilis oleh
2
Ibid, hlm. 172. Russell J. Dalton, The Good Citizen: How Young People are Transforming American Politics, (Washington, DC: CQ Press, 2007), hlm. 4.
3
Partisipasi Politik..., Ika Kartika Febriana, FISIP UI, 2014
Harris Interactive4. Sebanyak 51% masyarakat pada tahun 1997 merasa bahwa orang-orang yang memiliki hubungan dengan Wall Street memiliki kejujuran dan moral yang sama baiknya dengan warga masyarakat lainnya. Pada tahun 2011, hanya 26% masyarakat yang merasa demikian5. Sejak tanggal 2 Agustus 2011, sekelompok masyarakat yang sering melakukan protes, anggota Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), serta aktivis dan akademisi mengadakan pertemuan. Pertemuan selama kurang lebih enam minggu ini biasa dilakukan di Tompkins Square Park, Manhattan East Village. Pada akhirnya, sebanyak 2.000 demonstran berkumpul di Taman Zuccotti, Manhattan, pada tanggal 17 September 2011. Jutaan orang juga turut berpartisipasi dalam mendukung gerakan ini. Ethan Earle menyatakan bahwa gerakan OWS ini diterima dalam cara yang masif dan bermakna karena untuk pertama kalinya sebuah gerakan di New York mampu merangkul jutaan orang untuk berpartisipasi6. Dengan demikian, pertanyaan penelitian dalam skripsi ini adalah sebagai berikut: bagaimana gerakan OWS dapat berkembang menjadi salah satu saluran partisipasi politik informal di AS?.
Tinjauan Teoritis Partisipasi politik adalah segala usaha dan tindakan masyarakat yang dilakukan untuk mempengaruhi pemerintah7. Masyarakat melakukan partisipasi dalam rangka meraih status sebagai seorang warga negara yang aktif. Beberapa akademisi memiliki sebutan yang berbeda untuk partisipasi formal atau partisipasi yang sah untuk dilakukan. Kenneth Janda menyebutnya sebagai partisipasi konvensional, sementara Ekman dan Amna menyebutnya sebagai partisipasi formal atau konvensional. Namun, ketiga akademisi ini sama-sama membagi partisipasi politik ke dalam dua bentuk, yaitu formal/konvensional dan tidak formal/tidak konvensional atau partisipasi politik tambahan (extra-parliamentary) menurut Ekman dan Amna. Penulis memutuskan untuk menggunakan sebutan partisipasi formal bagi partisipasi yang sah untuk dilakukan, dan partisipasi tidak formal bagi partisipasi politik tambahan di luar yang sah untuk dilakukan. Pengertian sah di sini dalam arti bahwa bentuk dari partisipasi politik yang dilakukan oleh masyarakat, didesain dan disadari oleh pemerintah 4
Harris Interactive didirikan pada tahun 1975 oleh Gordon S. Black, dosen ilmu politik di Rochester University, New York. Harris Interactive merupakan lembaga riset pasar dan jasa konsultasi perusahaan-‐perusahaan dunia. 5 Karlyn Bowman, “Five Years After the Crash: What Americans Think about Wall Street, Banks, Business, and Free Enterprise,” American Enterprise Institute, 2008, hlm. 26. 6 Ethan Earle, “A Brief History of Occupy Wall Street,” Rosa Luxemburg Stiftung, New York, November 2012, hlm. 15. 7 Kenneth Janda, Jeffrey M. Berry, Jerry Goldman, et.al, Op.Cit, hlm. 155.
Partisipasi Politik..., Ika Kartika Febriana, FISIP UI, 2014
sebagai bentuk yang dapat dilakukan masyarakat dalam mempengaruhi pemerintah8, seperti yang dikatakan Margaret Conway. Ada lima contoh partisipasi formal yang disebutkan Ekman dan Amna, yaitu ikut serta dalam referendum, dengan sengaja membuat surat suara tidak sah, menyumbang dana untuk kampanye, menjadi anggota dan sukarelawan partai politik. Contoh-contoh tindakan yang digolongkan Ekman dan Amna sebagai partisipasi formal ini memenuhi kriteria yang disebutkan oleh Conway, bahwa partisipasi tersebut disadari pemerintah sebagai bentuk yang dapat dilakukan masyarakat dalam menyampaikan aspirasi. Oleh karena itu, pemerintah tidak dapat melarang atau menangkap seseorang karena melakukan tindakan-tindakan tersebut, bahkan pemerintah memberikan saluran resmi agar masyarakat dapat melakukan partisipasi formal. Inilah perbedaan antara partisipasi formal dan informal. Dalton memberikan empat batasan mengenai kegiatan yang dapat digolongkan sebagai partisipasi informal. “[Pertama, partisipasi informal adalah semua kegiatan transisi antara partisipasi politik formal dan informal, seperti menandatangani petisi dan melakukan demonstrasi. Kedua, kegiatannya mencakup hal yang semi-legal, seperti boikot. Ketiga, partisipasi informal bisa melibatkan tindakan yang ilegal namun tanpa kekerasan, seperti pemogokan tidak resmi atau menduduki bangunan milik pemerintah. Keempat, partisipasi informal dapat juga meliputi kegiatan yang disertai kekerasan9]” Pengelompokkan partisipasi politik ini menunjukkan bahwa partisipasi tidak hanya berkisar pada pemilu. Akademisi seperti Russell J. Dalton, Manuel Castells, dan Gustavo Cardoso melihat adanya kecenderungan perubahan pola partisipasi yang dipilih oleh masyarakat saat ini. Seperti yang dikatakan oleh Dalton, telah terjadi perubahan pola partisipasi dari masyarakat pemilih menjadi masyarakat yang lebih terlibat terhadap bentuk partisipasi yang informal. Cardoso menyatakan bahwa masyarakat sudah mulai tidak percaya terhadap partai politik dan institusi pemerintahan, sehingga hal ini menyebabkan peningkatan keterlibatan masyarakat dalam bentuk ekspresi yang lebih otonom10. Castells dan Cardoso menjelaskan bahwa perubahan pola partisipasi ini disebabkan oleh tingkat sosial ekonomi masyarakat yang lebih baik, serta perkembangan teknologi dan infrastruktur. Tingkat kesejahteraan masyarakat yang lebih baik serta perkembangan teknologi mendorong terciptanya apa yang disebut Castells 8
Leonel Perez Exposito, “The Notion of Political Participation in the Curriculum of Ethics and Civic Education in Mexico,” University of London, (n.d), hlm. 2. 9 Russell Dalton, Alix Van Sickle, Steven Weldon, Op.Cit, hlm. 62. 10 Castells, Manuel, Gustavo Cardoso (Ed.). The Network Society: From Knowledge to Policy, (Washington, DC: Johns Hopkins Center for Transatlantic Relations, 2005), hlm. 64.
Partisipasi Politik..., Ika Kartika Febriana, FISIP UI, 2014
dan Cardoso sebagai network society, yaitu masyarakat yang komunikasinya saat ini bergantung pada jaringan internet. Dalton menyatakan bahwa terdapat enam perubahan kondisi sosial di tengah masyarakat yang mendorong perubahan pola partisipasi, yaitu perubahan generasi, standar hidup, pendidikan, pengalaman kerja, peran gender, dan keragaman etnis di tengah warga masyarakat. Saat ini, kesempatan bagi perempuan dan kaum minoritas lebih terbuka dalam berbagai bidang, termasuk dalam hal pendidikan dan kesempatan kerja. Sehingga, lebih banyak masyarakat mendapatkan kesempatan untuk belajar di perguruan tinggi dan menjadi pekerja kerah putih yang lebih profesional. Kedua hal ini membuka kesempatan bagi masyarakat untuk menikmati pendapatan dan standar hidup yang lebih baik. Sementara perubahan generasi, membuat orang-orang yang hidup saat ini menjadi lebih liberal dari generasi sebelumnya. Semakin muda umur seseorang, semakin kecil kemungkinan mereka untuk memilih. Keenam perubahan sosial dan ekonomi ini membuat masyarakat memiliki sumber daya yang diperlukan dalam melakukan sebuah protes. Dalton menyebutnya sebagai protes yang berbasis sumber daya. Seperti yang dinyatakan Dalton, sumber daya seperti pendidikan dan pendapatan sangat penting perannya dalam partisipasi politik. Masyarakat yang memiliki pendapatan tinggi, status pekerjaan yang baik, dan terutama berpendidikan jauh lebih mungkin untuk ambil bagian dalam politik praktis dibandingkan mereka yang memiliki sumber daya sosial dan ekonomi kurang baik11. Schlozman, Verba, Page, dan Fiorina menyebutnya sebagai stratifikasi suara politik (stratification of political voice). Stratifikasi suara politik ini lebih sering terjadi pada bentuk partisipasi informal dan sukarela, seperti menghadiri protes dan demonstrasi. Tidak seperti pada bentuk partisipasi formal, pemilu misalnya, tidak ada prinsip kesetaraan seperti yang tertera dalam peraturan (baik secara tertulis ataupun tidak). Nelson A. Pichardo menyatakan bahwa NSM merupakan teori sosial yang menjelaskan gerakan protes yang terjadi pada tahun 1960-an ketika protes tidak lagi digerakkan oleh kelas pekerja, seperti yang dinyatakan dalam teori gerakan sosial yang mengacu pada pola pemikiran Marxisme. Pichardo menyatakan bahwa perkembangan dari teori gerakan sosial inilah yang dapat menjelaskan gerakan protes yang diinisiasi oleh kelompok kelas menengah dan berpendidikan, seperti gerakan mahasiswa yang terjadi di AS
11
Kay L. Schlozman, Benjamin I. Page, Sidney Verba, Morris Fiorina, “Inequalities of Political Voice,” American Political Science Association, hlm. 3.
Partisipasi Politik..., Ika Kartika Febriana, FISIP UI, 2014
pada tahun 1960-an12. Ada dua klaim utama dari paradigma NSM yang dinyatakan oleh Pichardo. Pertama, NSM adalah akibat buruk dari postindustrial economy. Keith Boeckelman menyatakan bahwa akibat yang paling terlihat dari munculnya postindustrial economy adalah ketidaksetaraan di tengah masyarakat13. Hal ini menunjukkan adanya keluhan dari warga masyarakat. Mereka berusaha menyampaikan keluhan tersebut melalui keikutsertaannya dalam aksi-aksi protes. Pendapat tersebut bertentangan dengan pendapat akademisi seperti Inglehart dan Falik. Mereka menyatakan bahwa terjadinya postindustrial economy membuat pergeseran nilai di tengah masyarakat. Peningkatan sosial dan ekonomi membuat mereka dapat memenuhi kebutuhan ekonomi dan politik, sehingga mereka berusaha mengaktualisasi dirinya melalui tindakan-tindakan seperti protes. Pichardo menolak pendapat tersebut karena menurutnya pendapat Inglehart dan Falik membutuhkan stabilitas ekonomi yang sebenarnya tidak dapat dijamin. Klaim kedua Pichardo mengenai NSM adalah NSM dianggap memiliki keunikan yang berbeda dengan gerakan sosial yang muncul pada masa-masa industri. Keunikan NSM dinyatakan Pichardo terlihat pada tujuan, taktik, struktur, dan partisipan. Dalam hal tujuan, NSM berfokus pada kepedulian masyarakat terhadap lingkungannya secara keseluruhan. Dalam hal struktur, NSM menghindari terjadinya oligarki. Oleh karena itu, mereka cenderung sering mengganti pemimpin, melakukan musyawarah dalam memutuskan suatu isu, dan tidak memiliki organisasi yang permanen. Sementara dalam hal partisipan, mereka adalah kelompok kelas menengah yang cenderung bergantung pada anggaran belanja negara, seperti akademisi, pekerja seni, dan lembaga pelayanan14. Mereka juga cenderung berpendidikan tinggi.
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian ini termasuk ke dalam penelitian studi kasus, dengan OWS sebagai studi kasusnya. Penelitian dengan studi kasus mengeksplorasi suatu proses, aktivitas, dan peristiwa. John W. Creswell menyatakan bahwa karakteristik utama dari penelitian kualitatif adalah penempatan peneliti sebagai instrumen utama. Sementara penelitian menggunakan pendekatan kualitatif, metode penelitian yang 12
Nelson A. Pichardo, “New Social Movements: A Critical Review,” Annual Review of Sociology, Vol. 23, 1997, hlm. 412. 13 Ibid, hlm. 186. 14 Claus Offe, “New Social Movements: Challenging the Boundaries of Institutional Politics,” Social Research, Vol. 52, No. 4, 1985, dikutip dalam Ibid, hlm. 417.
Partisipasi Politik..., Ika Kartika Febriana, FISIP UI, 2014
dipilih adalah dengan melakukan penelitian kepustakaan. Skripsi ini akan dibantu dengan hasil-hasil penelitian yang telah dipublikasi. Oleh karena itu, pengumpulan data akan diperoleh melalui data sekunder. Data sekunder akan didapat melalui buku, jurnal, dan berita dari surat kabar serta media online di AS. Perubahan Sosial Ekonomi Masyarakat Strajfikasi Suara Polijk
Krisis Finansial
Parjsipasi Polijk Informal
OWS
Network Society
Gambar 1. Alur Berpikir
Hasil Penelitian Standar hidup masyarakat AS telah semakin baik dari tahun ke tahun. Mereka yang dikategorikan miskin saat ini hampir memiliki standar hidup yang sama dengan masyarakat yang dikategorikan kaya pada beberapa dekade lalu15. Dijelaskan oleh Rector dan Sheffield, pengamat kebijakan dalam negeri AS, bahwa 80% rumah tangga miskin memiliki AC, sementara pada tahun 1970 hanya 36% dari seluruh populasi AS yang memiliki AC. Standar hidup masyarakat di AS ini berbeda dengan yang ada di negara lain. Hal ini disebabkan tingkat kesejahteraan di AS yang lebih baik dari negara lainnya. Berdasarkan indeks yang dikeluarkan oleh OECD pada tahun 2014, AS berada di peringkat teratas dari 33 negara lainnya dalam hal standar hidup masyarakat. Indeks yang dikeluarkan oleh OECD ini mengukur standar hidup 34 negara berdasarkan beberapa kriteria, di antaranya perumahan, pendapatan, lapangan pekerjaan, pendidikan, partisipasi politik, dan keterlibatan masyarakat dalam komunitas. AS tidak unggul dalam semua kriteria apabila dibandingkan dengan 33 negara lainnya, namun AS berada di peringkat paling atas dari rata-rata seluruh kriteria tersebut. AS mengungguli 33 negara industri dan maju lain seperti Australia, Kanada, Swiss, Inggris, Swedia, dan lain-lain16. 15
Robert Rector, Rachel Sheffield, “Understanding Poverty in the United States: Surprising Facts About America's Poor,” Heritage 13 September 2011, diperoleh dari http://www.heritage.org/research/reports/2011/09/understanding-‐poverty-‐in-‐the-‐united-‐states-‐surprising-‐ facts-‐about-‐americas-‐poor; diakses 10 April 2014. 16 OECD Better Life Index, diunduh dari http://www.oecdbetterlifeindex.org/#/11111010000; diakses 11 April 2014.
Partisipasi Politik..., Ika Kartika Febriana, FISIP UI, 2014
Peningkatan standar hidup juga dapat dilihat melalui peningkatan pendidikan dan semakin terbukanya lapangan kerja di AS. Sejak tahun 1940 sampai dengan tahun 2013, persentase masyarakat yang memiliki gelar sarjana melonjak hampir dua kali lipat. Menurut data Biro Sensus AS, pada tahun 1940 terdapat 4,6% orang yang memiliki gelar sarjana atau lebih tinggi. Perempuan saat ini juga memiliki kesempatan yang lebih besar untuk memasuki lapangan kerja. Pada tahun 1950, hanya sekitar 20% perempuan yang dapat bekerja. Jumlahnya meningkat pada tahun 2009 ketika hampir 50% perempuan dapat memasuki dunia kerja. Peningkatan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat AS ini terganggu dengan adanya krisis finansial yang terjadi sejak tahun 2007. Krisis finansial inilah yang dianggap sebagai salah satu faktor pendorong munculnya gerakan OWS. Justin Yifu Lin dan Volker Treichel, Kepala Ekonom dan Wakil Presiden Bank Dunia, menjelaskan bahwa krisis finansial di AS terjadi karena kebijakan yang dijalankan oleh pemerintahnya sendiri dalam bidang moneter, fiskal, dan perumahan. Kebijakan tersebut mendorong konsumsi berlebihan yang berkelanjutan, sehingga memicu ketidakseimbangan global dan memicu apa yang disebut sebagai gelembung properti (real estate bubble)17. Akibatnya, seluruh institusi finansial yang mempertaruhkan investasi dalam bidang properti banyak yang mengalami kejatuhan pada tahun 2008, seperti Bear Stearns, Merrill Lynch, dan Lehman Brothers. Bahkan, kejatuhan Lehman Brothers dinilai sebagai kebangkrutan lembaga keuangan terbesar dalam sejarah AS18. Menanggapi kejatuhan institusi keuangan ini, pemerintahan George W. Bush memberikan dana talangan sebesar 700 miliar dolar AS untuk menyelamatkan ekonomi negara19. Robert Kuttner20, jurnalis dan penulis liberal AS, menyatakan bahwa dana talangan yang jumlahnya sangat besar tersebut hanya digunakan untuk membantu institusi finansial yang termasuk dalam jajaran lembaga keuangan besar di Wall Street. Sementara itu, institusi finansial kecil yang berjasa bagi masyarakat seperti Shore Bank of Chicago dibiarkan
17
Justin Yifu Lin, Volker Treichel, “The Unexpected Global Financial Crisis Researching Its Root Cause,” Policy Research Working Paper, The World Bank, 2012, hlm. 25. 18 Ibid, hlm. 12. 19 Andrew Clark , “Bush signs $700bn economic bail-‐out plan approved by Congress,” The Guardian 3 Oktober 2008, diperoleh dari http://www.theguardian.com/business/2008/oct/03/creditcrunch.useconomy2; diakses 3 April 2014. 20 Robert Kuttner adalah jurnalis dan penulis liberal, lulusan Universitas Berkeley. Kuttner mengamati perekonomian AS dan mendirikan The American Prospect pada tahun 1990.
Partisipasi Politik..., Ika Kartika Febriana, FISIP UI, 2014
bankrut21. Lin dan Treichel menyatakan bahwa kecenderungan lembaga keuangan besar untuk mendapatkan dana talangan dari pemerintah ini menyebabkan pola pikir yang buruk bagi para pekerja yang bergerak di bidang jasa keuangan tersebut. Institusi finansial menyadari kemungkinan besar untuk diselamatkan oleh pemerintah karena adanya kecenderungan resiko yang semakin besar, seiring dengan semakin besar bisnis yang mereka jalankan22. Hal inilah yang menjadi salah satu alasan munculnya pandangan negatif masyarakat terhadap Wall Street. Lembaga keuangan besar yang dianggap sebagai penyebab krisis mendapatkan dana talangan dan bantuan dari pemerintah, sementara warga masyarakat yang harus menanggung akibat buruk dari krisis. Krisis mengacaukan perekonomian AS secara keseluruhan. Hutang AS melonjak dari yang hanya 62,2% dari total Produk Domestik Bruto (PDB23) sebelum tahun 2007, menjadi 93,5% dari total PDB AS pada tahun 201024. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi AS melambat dan bahkan terjadi defisit PDB di AS sebesar 4,5% pada tahun 200825. Daya beli masyarakat juga ikut terpengaruh akibat munculnya inflasi bahan pangan sejak tahun 2007-2008. Inflasi meningkat menjadi 4% pada tahun 2007 dan 5,5% pada tahun 2008, yang mana merupakan inflasi tertinggi di AS sejak tahun 199026. Krisis juga menimbulkan dampak sosial, yaitu angka pengangguran meningkat tajam. Peningkatan pengangguran ini terutama berasal dari sektor yang memiliki kaitan dengan usaha properti. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Bureau of Labor Statistics, persentase pengangguran di AS pada tahun 2008 untuk pertama kalinya naik mencapai 10% sejak tingkat pengangguran menurun sejak tahun 1980-an. Krisis finansial yang terjadi inilah yang merupakan faktor pendorong utama munculnya gerakan OWS. Gerakan OWS ini pertama kali direncanakan oleh Kalle Lasn dan Micah M. White, pendiri Adbusters Media Foundation dan mantan redaktur majalah Adbusters. Adbusters merupakan majalah nirlaba yang ide dan pemikirannya dekat dengan kelompok liberal. Mereka menolak konsumsi berlebih, kapitalisme, dan berpihak kepada pelestarian lingkungan. Beberapa kali Adbusters melalui situs webnya mengajak masyarakat melancarkan aksi protes dan boikot, seperti Buy Nothing Day dan aksi boikot terhadap 21
Robert Kuttner, “Zillions for Wall Street, Zippo for Barack's Old Neighborhood,” Huffington Post 22 Agustus 2010, diperoleh dari http://www.huffingtonpost.com/robert-‐kuttner/zillions-‐for-‐wall-‐street-‐_b_690541.html; diakses 3 April 2014. 22 Justin Yifu Lin, Volker Treichel, Op.Cit, hlm. 53. 23 PDB adalah salah satu metode untuk menghitung total pendapatan nasional suatu negara, dengan menjumlahkan total konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah, serta ekspor dan impor negara. 24 Justin Yifu Lin, Volker Treichel, Op.Cit, hlm. 15. 25 Ibid, hlm. 48. 26 Randy Schnepf, “Consumers and Food Price Inflation,” Congressional Research Service, 13 September 2013, hlm. 1.
Partisipasi Politik..., Ika Kartika Febriana, FISIP UI, 2014
Starbucks. Meskipun berkedudukan di Kanada, majalah Adbusters beredar di seluruh dunia, kira-kira memiliki 60.000 tempat sirkulasi. Oleh karena itu, Adbusters mengangkat permasalahan penting yang terjadi di seluruh dunia, termasuk permasalahan kesenjangan yang terjadi di AS. Tidak seperti gerakan protes lain yang tidak dapat bertahan lama dan memiliki pengaruh yang kecil, OWS memiliki pengaruh yang lebih besar dan berlangsung cukup lama, baik dalam bidang sosial, politik, dan ekonomi. Dalam bidang sosial, OWS memiliki pengaruh dalam mengangkat isu ketidaksetaraan di tengah masyarakat. Jeffrey Born, dosen keuangan di Northeastern University, mendukung pendapat tersebut. Born menyatakan bahwa OWS memberikan pemahaman baru mengenai realitas dari ketidaksetaraan yang telah terjadi. Hal ini memunculkan kesadaran masyarakat AS untuk lebih mempertimbangkan bentuk partisipasi politik informal sebagai sarana penyaluran aspirasi. Steven Cohen, Direktur Eksekutif Columbia University Earth Institute, menyatakan bahwa hal ini juga terjadi karena masyarakat sudah mulai termotivasi dengan bentuk komunikasi secara langsung satu sama lain dengan media selain media kabel27. Martha C. White, jurnalis TIME dalam bidang finansial, bisnis, dan ekonomi, menyatakan bahwa terdapat beberapa kebijakan yang secara tidak langsung dipengaruhi oleh OWS28. Kebijakan ini disahkan bertepatan dengan kemunculan gerakan tersebut. Dua kebijakan yang kurang lebihnya dipengaruhi oleh OWS antara lain kebijakan pembayaran kartu kredit (debit-card fees) dan pinjaman biaya pendidikan mahasiswa (student-loan). Pada musim gugur (Agustus-September) tahun 2012 lalu, beberapa bank nasional dan daerah berniat menerapkan biaya tambahan dari setiap transaksi yang dilakukan melalui kartu kredit. Diberitakan oleh Time bahwa konsumen menolak keras rencana kebijakan tersebut, terlebih kepada Bank Nasional Amerika (Bank of America) yang akan menerapkan biaya tambahan sebesar lima dolar AS, setelah sebelumnya mendapatkan keuntungan sebesar 6,2 milyar dolar AS. Protes yang dilancarkan oleh masyarakat kemudian membuat bank mengurungkan niatnya untuk menerapkan kebijakan tersebut. Kebijakan lainnya yang kurang lebih dipengaruhi oleh gerakan protes OWS adalah pinjaman biaya pendidikan mahasiswa. Beban dari pinjaman mahasiswa pada tahun 2012 lalu 27
Steven Cohen, “The Political Impact of Occupy Wall Street,” Huffington Post 17 Oktober 2011, diperoleh dari http://www.huffingtonpost.com/steven-‐cohen/the-‐political-‐impact-‐of-‐o_b_1015253.html; diakses 14 April 2014. 28 Martha C. White, “Occupy Wall Street, One Year Later: Did It Make a Difference?,” Time 17 September 2012, diperoleh dari http://business.time.com/2012/09/17/occupy-‐wall-‐street-‐one-‐year-‐later-‐did-‐it-‐make-‐a-‐ difference/; diakses 14 April 2014.
Partisipasi Politik..., Ika Kartika Febriana, FISIP UI, 2014
mencapai satu triliun dolar AS, dan disebut-sebut akan menjadi penyebab krisis finansial selanjutnya29. Beban pinjaman yang besar ini diakibatkan oleh tingginya beban bunga dan panjangnya masa pembayaran. Pemerintahan Obama berinisiatif untuk menurunkan tingkat bunga dan pemotongan masa pembayaran sebulan setelah OWS berlangsung. Masyarakat maksimal harus membayar bunga sebesar 10% dari pendapatan mereka, turun dari yang tadinya sebesar 15%. Masa pembayaran juga dipersingkat menjadi 20 tahun, dari yang sebelumnya selama 25 tahun. OWS memang berhasil mengangkat wacana mengenai ketidaksetaraan di tengah masyarakat AS. Martha C. White juga menyatakan bahwa OWS dapat mempengaruhi kebijakan pemerintah. Namun, pengaruh dari OWS ini sebenarnya sulit diukur secara pasti. Salah satu alasan yang menyebabkan hal ini adalah OWS tidak memiliki perwakilan di pemerintahan seperti yang dilakukan Tea Party. Oleh karena itu, sulit untuk menilai bahwa suatu kebijakan benar-benar dipengaruhi secara langsung oleh OWS. Theda Skocpol, Daron Acemoglu, dan James A. Robinson menjelaskan bahwa sulitnya mengukur tingkat keberhasilan OWS disebabkan oleh dua hal. Pertama, OWS dianggap tidak memiliki tujuan yang jelas berkaitan dengan fokus kebijakan tertentu. Menurut Majalah Adbusters seperti yang dirilis dalam situs internetnya, hal ini justru sengaja dilakukan agar seluruh masyarakat AS dapat berpartisipasi tanpa harus merasa tersisihkan karena gerakan tersebut tidak dapat mengakomodir isu yang dibawanya. Kedua, gerakan OWS sering dibandingkan dengan Tea Party, dan dianggap kurang berpengaruh karena tidak memiliki representasi di dalam pemerintahan. Skocpol menyatakan bahwa politisi memberikan perhatian kepada masyarakat yang memilih, mengorganisasi dan memberikan donasi pada pemilu. Hal inilah yang dilakukan oleh Tea Party, namun tidak dilakukan oleh OWS30. Dua penelitian yang dilakukan oleh The Murphy Institute31 dan Fast Company32 menemukan bahwa rata-rata demonstran OWS merupakan anggota masyarakat dengan pendidikan tinggi dan memiliki pendapatan menengah. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh The Murphy Institute dan Fast Company pada seluruh demonstran OWS, 76% dan 29
Ibid. Andrew Tangel, “Occupy Movement Turns 1 Year Old, Its Effect Still Hard to Define,” Los Angeles Times 15 September 2012, diperoleh dari http://articles.latimes.com/2012/sep/15/business/la-‐fi-‐occupy-‐anniversary-‐ 20120915; diakses 14 April 2014. 31 The Murphy Institute adalah lembaga penelitian yang telah berdiri selama 20 tahun di bawah naungan The City University of New York. Lembaga ini didirikan untuk memenuhi kebutuhan akademik dan anggota serikat pekerja di wilayah New York. 32 Fast Company adalah sebuah media bisnis dunia yang focus pada inovasi dalam bidang teknologi, ekonomi, kepemimpinan dan desain. Fast Company diluncurkan pada tahun 1995 oleh Alan Webber dan Bill Taylor, mantan editor Harvard Business Review. 30
Partisipasi Politik..., Ika Kartika Febriana, FISIP UI, 2014
60,7% memiliki gelar sarjana atau lebih tinggi sementara hanya 17% dan 29,4% yang merupakan lulusan SMA atau sederajat. Menurut survei The Murphy Institute juga, 64% demonstran OWS memiliki pendapatan kurang dari 100.000 dolar AS per tahun, dan 36% memiliki pendapatan lebih besar dari 100.000 dolar AS. Sementara itu, survei yang dilakukan oleh Fast Company menemukan bahwa 23,3% memiliki pendapatan antara 25.000-49.999 dolar AS, 30,1% memiliki pendapatan 50.000 dolar AS atau lebih tinggi, sementara 46,5% memiliki pendapatan kurang dari 25.000 dolar AS33. Berdasarkan The Murphy Institute dan Fast Company, rata-rata demonstran adalah laki-laki, kulit putih, dan kelompok umur sekitar 30 tahun. Menurut data The Murphy Institute, 55% demonstran adalah laki-laki, 42% perempuan, 62%
kulit putih, 38%
masyarakat kulit berwarna, 63% berumur 30 tahun ke atas, 37% di bawah 30 tahun. Meskipun terlihat dalam persentase bahwa sebagian besar demonstran berusia 30 tahun ke atas, The Murphy Institute menyimpulkan bahwa rata-rata demonstran OWS merupakan kelompok umur dewasa muda (20-40 tahun). Sementara itu, survei yang dilakukan oleh Fast Company memperlihatkan bahwa 23,5% demonstran berumur di bawah 24 tahun, 32% di atas 45 tahun, dan 44,5% berumur 25-44 tahun. Menurut Fast Company juga, 47% demonstran OWS memiliki pekerjaan purna waktu, 19,9% memiliki pekerjaan paruh waktu, dan 12,3% tidak memiliki pekerjaan. Demonstran OWS yang memiliki pekerjaan rata-rata bekerja sebagai tenaga profesional di bidangnya masing-masing, hanya 8% yang merupakan pekerja tidak terdidik. Namun, banyak dari demonstran OWS juga memiliki beban pinjaman biaya pendidikan, hutang biaya kesehatan, dan kartu kredit lebih dari 1.000 dolar AS. Lebih dari separuh atau 53,8% demonstran OWS berumur 30 tahun ke bawah memiliki beban pinjaman biaya pendidikan lebih dari 1.000 dolar AS. Selain itu, 29,4% demonstran OWS baru mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). Pada 8 Desember 2011, gerakan Occupy ini telah menyebar ke 143 kota di seluruh AS34. Penyebaran gerakan OWS ini ke seluruh negara bagian AS ini dibantu oleh perkembangan media sosial. Caren dan Gaby menyatakan bahwa Facebook merupakan media sosial yang paling besar perannya dalam OWS. Saat ini, gerakan Occupy telah memiliki 400 akun di Facebook dengan jumlah pendukung sebanyak 2,7 juta orang35. Masing-masing 33
Sean Captain, “Infographic: Who Is Occupy Wall Street?,” Fast Company 2 November 2012, diperoleh dari http://www.fastcompany.com/1792056/infographic-‐who-‐occupy-‐wall-‐street; diakses 26 April 2014. 34 Todd Gitlin, Occupy Nation: the Roots, the Spirit, and the Promise Of OWS, (New York: itbooks, 2012), hlm. 75. 35 Jennifer Preston, “Protesters Look for Ways to Feed the Web,” New York Times 24 November 2011, diperoleh dari http://www.nytimes.com/2011/11/25/business/media/occupy-‐movement-‐focuses-‐on-‐staying-‐ current-‐on-‐social-‐networks.html?_r=1&; diakses 14 Mei 2014.
Partisipasi Politik..., Ika Kartika Febriana, FISIP UI, 2014
negara bagian di AS paling sedikit memiliki satu akun gerakan Occupy yang dilakukan di daerahnya. Gerakan ini menjadi mudah terjangkau karena masyarakat yang ingin berpartisipasi dalam OWS tidak perlu harus pergi ke Manhattan. Menurut Caren dan Gaby, 90% individu yang aktif di dalam akun Facebook Occupy di tingkat lokal, menjadi aktif dalam kegiatan Occupy di daerahnya36. Meskipun begitu, tidak semua negara bagian memiliki intensitas partisipasi yang sama masifnya. Partisipasi online dari masyarakat paling masif berada di luar wilayah selatan AS, di area metropolitan, dan di kota yang memiliki perguruan tinggi di dalamnya. Massachusetts, Washington, dan Iowa memiliki tingkat partisipasi online yang paling tinggi.
Pembahasan Partisipasi politik adalah tindakan atau usaha yang dilakukan masyarakat untuk mempengaruhi pemerintah. Ada dua bentuk partisipasi politik yang dapat dilakukan oleh setiap individu atau kelompok, yaitu partisipasi formal dan informal. Partisipasi formal adalah partisipasi yang memang disadari pemerintah sebagai bentuk yang dapat dilakukan warga masyarakat dalam menyalurkan aspirasi. Artinya, masyarakat terbiasa menggunakan bentuk partisipasi tersebut. Oleh karena itu, partisipasi formal ini sering disebut sebagai partisipasi konvensional atau yang biasa dilakukan. Salah satu contoh dari bentuk partisipasi ini adalah pemilihan umum (pemilu). Oleh karena disadari pemerintah sebagai bentuk yang lazim dilakukan dalam penyampaian aspirasi, pelaksanaan partisipasi formal ini tidak dapat dilarang atau dibubarkan oleh pemerintah. Sementara itu, partisipasi informal memiliki kemungkinan untuk dibubarkan. Hal inilah yang menjadi salah satu perbedaan antara partisipasi formal dan informal. Berdasarkan pengertian akan bentuk partisipasi tersebut, OWS dapat digolongkan sebagai salah satu bentuk partisipasi informal. Kegiatan dalam OWS mencakup demonstrasi, pendudukan bangunan atau tempat umum, dan aksi long march. Menurut Ekman dan Amna, ketiga kegiatan ini termasuk dari kegiatan yang biasa dilakukan dalam partisipasi politik informal atau yang mereka sebut sebagai partisipasi politik tambahan (extra-parliamentary). OWS juga dapat digolongkan sebagai bentuk dari partisipasi informal karena memenuhi tiga dari empat ciri partisipasi informal yang dikatakan Dalton. Pertama, demonstrasi yang dilakukan di dalam OWS ini merupakan transisi antara partisipasi politik formal dan informal 36
Neal Caren, Sarah Gaby, “Occupy Online: Facebook and the Spread of Occupy Wall Street,” University of North Carolina, 24 Oktober 2011, hlm. 7.
Partisipasi Politik..., Ika Kartika Febriana, FISIP UI, 2014
karena masyarakat dan pemerintah terbiasa dengan penyampaian aspirasi melalui demonstrasi atau protes. Kedua, kegiatan dari OWS yang menduduki Taman Zuccotti selama dua bulan, merupakan tindakan yang semi-legal. Taman Zuccotti adalah taman milik swasta yang memang dibuka selama 24 jam, tidak seperti taman milik pemerintah. Oleh karena itu, kegiatan yang dilakukan demonstran di Taman Zuccotti ini sebenarnya legal, walaupun ada beberapa orang yang menganggapnya menganggu lingkungan dan penduduk sekitar taman. Ketiga, kegiatan demonstran yang mendirikan tenda dan tidur di bangku taman sejak tanggal 15 November 2011 sampai saat ini merupakan kegiatan yang ilegal atau melanggar hukum. Sejak hari itu, pemilik Taman Zuccotti memasang tanda dilarang tidur dan mendirikan tenda yang sebelumnya tidak ada. Ciri keempat menurut Dalton adalah bahwa partisipasi informal dapat juga meliputi kegiatan yang disertai kekerasan. Gerakan OWS sama sekali tidak menggunakan kekerasan karena gerakan tersebut dijalankan secara damai. Kekerasan justru datang dari aparat kepolisian terhadap beberapa demonstran, bahkan aksi kekerasan ini berhasil direkam dan disebar melalui media sosial. Media sosial memang menjadi sarana penyebaran informasi yang utama bagi demonstran OWS. Dapat dilihat dari penelitian yang dilakukan oleh Cordero, 73,9% pendukung gerakan mengaku sebagai pengguna YouTube secara teratur, 66,4% mengaku sebagai pengguna Facebook, dan 28,9% mengaku sebagai pengguna Twitter. Oleh karena itu, rata-rata demonstran OWS adalah kelompok umur muda yang lebih akrab dengan media sosial. The Murphy Institute menyimpulkan bahwa rata-rata demonstran OWS merupakan kelompok umur dewasa muda (20-40 tahun). Demonstran OWS juga memiliki tingkat pendidikan dan pendapatan yang memungkinkan untuk mengakses media sosial secara teratur. Menurut Castells dan Cardoso, penyebaran informasi melalui media sosial ini dipermudah dengan kemunculan network society. Internet mempermudah orang-orang yang tinggal berjauhan untuk berkomunikasi. Kegiatan-kegiatan di dalam OWS memang termasuk ke dalam bentuk partisipasi informal. Namun, gerakan OWS yang muncul pada tanggal 17 September 2011 ini sebenarnya merupakan salah satu contoh dari gerakan sosial baru (New Social Movement). NSM pertama kali muncul di AS pada tahun 1960-an, ketika sekelompok mahasiswa mengadakan protes menolak perang. Kemunculan dari NSM ini dimulai ketika gerakan sosial tidak lagi diinisiasi oleh kelas pekerja, melainkan masyarakat kelas menengah dan berpendidikan tinggi. Oleh karena itu, Pichardo menjelaskan bahwa teori NSM lahir untuk menjelaskan gerakan sosial yang tidak lagi dapat dijelaskan melalui teori gerakan sosial yang terpaku pada pemikiran Marxisme.
Partisipasi Politik..., Ika Kartika Febriana, FISIP UI, 2014
Ada dua pandangan utama mengenai NSM yang dinyatakan oleh Pichardo. Pertama, NSM merupakan produk dari terjadinya postindustrial economy. Boeckelman menyatakan bahwa salah satu akibat dari terjadinya postindustrial economy adalah munculnya ketidaksetaraan di tengah masyarakat. Hal inilah yang terjadi dan kemudian menjadi salah satu alasan beberapa kelompok masyarakat untuk ikut serta dalam OWS. Gerakan OWS dapat dikatakan muncul sebagai respon atas ketidaksetaraan yang terjadi di AS selama bertahuntahun. Sejak tahun 1970-an, distribusi kekayaan di AS terpusat pada 1% kelompok masyarakat terkaya. Pada tahun 1976, 1% masyarakat menguasai 19.9% kekayaan di AS. Persentasenya meningkat pada tahun 2010 ketika 1% masyarakat terkaya dapat menguasai 35.4% kekayaan di AS. Pandangan kedua mengenai NSM yang dinyatakan Pichardo adalah NSM memiliki keunikan yang berbeda dengan gerakan sosial yang muncul pada masa industri. Keunikan tersebut dapat dilihat pada tujuan, taktik, struktur, dan partisipan gerakan. Dalam hal tujuan, NSM berfokus pada kepedulian masyarakat terhadap lingkungannya secara keseluruhan. Hal ini terlihat dalam gerakan OWS. Gerakan OWS yang mendorong kemunculan gerakan Occupy di seluruh negara bagian AS muncul dalam merespon keadaan yang terjadi di daerahnya masing-masing. Mereka memberikan makanan, tempat berlindung, buku, pakaian, donor darah, dan kebutuhan-kebutuhan lain yang dibutuhkan oleh orang-orang di sekitar mereka. Dalam hal taktik, OWS berusaha untuk berada di luar saluran politik yang formal/tradisional. Mereka mencoba memberikan pengaruh dengan mengubah opini publik di tengah masyarakat. OWS sejak awal gerakan mencoba menggunakan taktik ini. Demonstran OWS mencoba mengubah opini publik dan mengangkat isu ketidaksetaraan di tengah masyarakat. Sementara itu dalam hal struktur, NSM memiliki struktur yang terbuka dan tidak hierarkis. OWS juga menerapkan struktur seperti itu. Gerakan ini terbuka untuk seluruh lapisan masyarakat. Seluruh pendukung gerakan dapat menyampaikan pendapatnya. Prinsip kesetaraan sangat diperhatikan. Bahkan, terdapat fasilitator yang bertugas untuk memastikan agar kebijakan progressive stack berhasil diterapkan. Kebijakan ini menjamin kelompok minoritas, perempuan, dan kulit hitam, untuk memberikan pendapatnya. Dalam hal partisipan, partisipan NSM adalah kelompok kelas menengah yang cenderung bergantung pada anggaran belanja negara, seperti akademisi, pekerja seni, dan lembaga pelayanan. Partisipan NSM juga merupakan orang-orang yang terkena dampak dari krisis finansial, namun tetap memiliki sumber daya untuk melancarkan gerakan. Oleh karena itu, rata-rata partisipan OWS berpendidikan tinggi. Pichardo bahkan menilai bahwa sedikit
Partisipasi Politik..., Ika Kartika Febriana, FISIP UI, 2014
dari kelompok minoritas yang ikut serta dalam NSM, kecuali mereka memiliki motivasi dan keluhan, serta ditunjang dengan keadaan geografis yang memungkinkan. Partisipan OWS sama seperti ciri-ciri partisipan dalam NSM. Koordinator-koordinator dalam gerakan ini didominasi oleh kelompok kelas menengah. Micah M. White, Priscilla Grim, Justine Alexandra Roberts Tunney, dan David Graeber merupakan inisiator dari OWS. Mereka merupakan pekerja kerah putih, lulusan dari universitas ternama, dan memiliki gelar pendidikan yang lebih tinggi dari sarjana. Grim menempuh pendidikan S2 di Columbia University. Graeber merupakan dosen di University of London. Bahkan, Tunney merupakan insinyur perangkat lunak di Google, yang rata-rata pendapatannya bisa mencapai 128.336 dolar AS pada tahun 2012. Demonstran OWS memang didominasi oleh kelompok tertentu, seperti kelompok masyarakat dengan pendidikan tinggi dan kelompok kulit putih. Hanya 17% demonstran yang merupakan lulusan SMA atau lebih tinggi dari perguruan tinggi, sementara 76% demonstran merupakan lulusan perguruan tinggi atau lebih tinggi. 38% demonstran yang berasal dari ras selain kulit putih, sementara 62% demonstran merupakan kulit putih. Apabila melihat dari konsep perubahan pola partisipasi politik yang dinyatakan Dalton, hal ini tidak disebabkan karena kelompok tertentu lebih aktif atau lebih apatis dari kelompok lainnya. Hal ini justru disebabkan oleh perbedaan tingkat sosial ekonomi suatu kelompok. Kelompok dengan sosial ekonomi yang lebih tinggi memiliki kesempatan yang lebih besar untuk berpartisipasi dan menyampaikan aspirasi. Mereka juga cenderung lebih didengar oleh politisi. Hal ini terlihat dalam proses pembuatan kebijakan Voter-ID dan upah minimum pekerja. Oleh karena itu, kelompok kulit putih yang memiliki tingkat sosial ekonomi yang lebih tinggi, lebih banyak yang berpartisipasi. Terbukti bahwa sumber daya juga membatasi masyarakat untuk berpartisipasi. Masyarakat yang memiliki pendapatan tinggi, pekerjaan yang lebih baik, pendidikan yang lebih tinggi, lebih mungkin untuk aktif di dalam semua bentuk partisipasi politik, baik formal maupun non-formal. Schlozman, Verba, Page, dan Fiorina menyebutnya sebagai stratifikasi suara politik. Akademisi seperti Pichardo, Cohen, Offe, dan Boggs, percaya bahwa NSM merupakan usaha masyarakat dalam merespon akibat buruk dari terjadinya postindustrial economy, seperti ketidaksetaraan dan kerusakan lingkungan. Masyarakat memiliki keluhan mengenai hal-hal tersebut dan menyalurkannya melalui NSM, seperti yang terjadi pada demonstran OWS. Mereka menyalurkan keluhan atas keadaan ekonomi dan sosial buruk yang mereka alami, terutama setelah krisis finansial terjadi di AS pada tahun 2007. Krisis finansial menimbulkan dampak ekonomi seperti kenaikan hutang AS, melambatnya pertumbuhan
Partisipasi Politik..., Ika Kartika Febriana, FISIP UI, 2014
ekonomi, defisit pendapatan negara, dan berkurangnya daya beli masyarakat. Bahkan, inflasi di AS meningkat sampai dengan 5,5%, yang mana merupakan inflasi tertinggi di AS sejak tahun 1990. Krisis finansial juga menimbulkan dampak sosial. Angka pengangguran meningkat tajam. Persentase pengangguran di AS untuk pertama kalinya sejak tahun 1980-an mencapai 10% pada tahun 2008. Dapat dilihat dalam profil demonstran OWS, banyak dari mereka yang memiliki beban pinjaman lebih besar dari 1.000 dolar AS. 53,8% warga di bawah umur 30 tahun memiliki beban pinjaman biaya pendidikan lebih besar dari 1.000 dolar AS. Orang-orang memiliki keluhan dan tuntutan. Oleh karena itu, gerakan protes tidak terjadi sebagai sarana aktualisasi diri seperti yang dinyatakan oleh Inglehart dan Falik. Seperti yang dinyatakan oleh Pichardo, demonstran OWS tidak memiliki ekonomi yang stabil. Penjelasan di atas juga menunjukkan bahwa masyarakat dengan tingkat sosial ekonomi tinggi tidak cenderung terdorong untuk melakukan bentuk partisipasi yang informal. Memang benar terjadi bahwa keadaan sosial ekonomi warga AS menjadi lebih baik, terutama sebelum krisis finansial terjadi. Namun, hal ini tidak serta merta mendorong orang-orang untuk lebih memilih menyalurkan aspirasinya melalui saluran partisipasi informal. Tingkat sosial ekonomi masyarakat yang lebih baik hanya membuka kesempatan bagi mereka untuk memilih saluran partisipasi lain selain pemilu. Terdapat faktor pendorong utama yang menyebabkan kemunculan OWS, yaitu krisis finansial.
Kesimpulan Penelitian mengenai gerakan OWS ini berangkat dari pertanyaan penelitian: “bagaimana gerakan OWS dapat berkembang menjadi salah satu saluran partisipasi politik informal di AS?.” Dalam menjawab pertanyaan penelitian tersebut, penulis menggunakan kerangka teori partisipasi politik dan NSM. Selain itu, penulis juga menggunakan konsep-konsep seperti network society, perubahan pola partisipasi, dan stratifikasi suara politik. Berdasarkan kerangka teori dan konsep yang digunakan, kegiatan dalam gerakan OWS seperti demonstrasi dan boikot memang merupakan salah satu bentuk dari partisipasi politik informal yang berkembang di AS sejak pertengahan tahun 2000-an. Melalui sarana media sosial, gerakan ini mampu menjangkau masyarakat di seluruh negara bagian AS. Tercatat 143 gerakan Occupy di tingkat lokal, dan 400 akun Facebook yang dibuat untuk mendukung gerakan ini. Tujuan dari seluruh gerakan ini tetap sama, yaitu memberikan apa yang dibutuhkan oleh warga dengan turun tangan secara langsung. Hal inilah yang disebut Dalton
Partisipasi Politik..., Ika Kartika Febriana, FISIP UI, 2014
sebagai peralihan dari citizen duty ke engaged citizenship. Masyarakat mulai meninggalkan kewajibannya dalam memilih, dan lebih terlibat dalam aksi-aksi langsung di lingkungannya. Berdasarkan teori NSM juga, gerakan OWS sebagai salah satu bentuk NSM merupakan gerakan yang unik apabila dibandingkan dengan gerakan lain, terutama yang muncul pada masa industri. Keunikan gerakan terletak pada tujuan, taktik, struktur, dan partisipan. Tujuan utama OWS adalah memberikan secara langsung hal-hal yang dibutuhkan oleh masyarakat dan lingkungan sekitar. Mereka memutuskan untuk turun tangan secara langsung karena kecewa terhadap penerapan sistem demokrasi di AS. Kekecewaan ini membuat demonstran OWS memilih taktik untuk berada di luar saluran politik yang formal. Struktur dari gerakan OWS juga dianggap unik karena tidak memiliki hierarkis seperti organisasi pada umumnya. Dalam hal partisipan, demonstran OWS merupakan kelompok kelas menengah. Rata-rata demonstran OWS berkulit putih, berpendidikan tinggi, dan berumur 20-40 tahun. Mereka merupakan kelompok masyarakat yang paling terkena dampak dari krisis finansial yang terjadi di AS pada akhir tahun 2007. Kelompok umur muda banyak yang memiliki beban pinjaman biaya pendidikan lebih dari 1.000 dolar AS. 53,8% warga di bawah umur 30 tahun memiliki beban pinjaman biaya pendidikan lebih dari 1.000 dolar AS. Meskipun begitu, mereka tetap memiliki sumber daya yang dibutuhkan untuk melancarkan gerakan. Mereka adalah kelompok sosial ekonomi menengah yang memiliki rata-rata pendapatan sekitar 50.000 dolar AS dan berpendidikan tinggi. Koordinator-koordinator gerakan seperti Grim dan Graeber bahkan berafiliasi dengan perguruan tinggi. Berdasarkan data-data yang ada, gerakan OWS tidak digerakkan oleh orang-orang dengan sumber daya yang paling tinggi. Demonstran OWS bukan berasal dari kelompok masyarakat dengan sosial ekonomi tinggi. Kelompok sosial ekonomi tinggi memiliki kesempatan yang lebih besar untuk menyalurkan aspirasinya melalui saluran partisipasi politik formal. Schlozman, Verba, Page, dan Fiorina menyebutnya sebagai stratifikasi suara politik. Oleh karena itu, kelompok sosial ekonomi tinggi tidak membutuhkan saluran aspirasi seperti OWS. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan sosial ekonomi masyarakat tidak mendorong mereka untuk memilih bentuk partisipasi politik informal. Peningkatan sosial ekonomi hanya membuka kesempatan yang lebih besar bagi mereka untuk memilih bentuk partisipasi tersebut.
Partisipasi Politik..., Ika Kartika Febriana, FISIP UI, 2014
Daftar Referensi Buku : Castells, Manuel, Gustavo Cardoso (Ed.). The Network Society: From Knowledge to Policy. Washington, DC: Johns Hopkins Center for Transatlantic Relations, 2005. Dalton, Russell J. The Good Citizen: How Young People are Transforming American Politics. Washington, DC: CQ Press, 2007. Gitlin, Todd. Occupy Nation: The roots, the spirit, and the promise of OWS. New York: itbooks, 2012. Janda, Kenneth, Jeffrey M. Berry, Jerry Goldman, et.al. The Challenge of Democracy. USA: Wadsworth, 2008. Jurnal : Bowman, Karlyn. “Five Years After the Crash: What Americans Think about Wall Street, Banks, Business, and Free Enterprise.” American Enterprise Institute, 2008. Caren, Neal, Sarah Gaby. “Occupy Online: Facebook and the Spread of Occupy Wall Street.” University of North Carolina, 24 Oktober 2011. Dalton, Russell J, Alix Van Sickle, Steven Weldon. “The Individual-Institutional Nexus of Protest Behavior.” British Journal of Political Science, 2010, hlm. 51-74. Earle, Ethan. “A Brief History of Occupy Wall Street.” Rosa Luxemburg Stiftung, New York, November 2012. Exposito, Leonel Perez. “The Notion of Political Participation in the Curriculum of Ethics and Civic Education in Mexico.” University of London, (n.d). Lin, Justin Yifu, Volker Treichel. “The Unexpected Global Financial Crisis Researching Its Root Cause.” Policy Research Working Paper, The World Bank, 2012. Pichardo, Nelson A. “New Social Movements: A Critical Review.” Annual Review of Sociology, Vol. 23, 1997. Rector, Robert, Rachel Sheffield. “Understanding Poverty in the United States: Surprising Facts About America's Poor.” Heritage 13 September 2011. Diperoleh dari http://www.heritage.org/research/reports/2011/09/understanding-poverty-in-the-unitedstates-surprising-facts-about-americas-poor; diakses 10 April 2014. Schlozman, Kay L, Benjamin I. Page, Sidney Verba, Morris Fiorina. “Inequalities of Political Voice.” American Political Science Association, 2005. Schnepf, Randy. “Consumers and Food Price Inflation.” Congressional Research Service, 13 September 2013. Publikasi Elektronik : Captain, Sean. “Infographic: Who Is Occupy Wall Street?.” Fast Company 2 November 2012. Diperoleh dari http://www.fastcompany.com/1792056/infographic-who-occupy-wallstreet; diakses 26 April 2014. Clark, Andrew. “Bush signs $700bn economic bail-out plan approved by Congress.” The Guardian 3 Oktober 2008. Diperoleh dari http://www.theguardian.com/business/2008/oct/03/creditcrunch.useconomy2; diakses 3 April 2014.
Partisipasi Politik..., Ika Kartika Febriana, FISIP UI, 2014
Cohen, Steven. “The Political Impact of Occupy Wall Street.” Huffington Post 17 Oktober 2011. Diperoleh dari http://www.huffingtonpost.com/steven-cohen/the-political-impactof-o_b_1015253.html; diakses 14 April 2014. Kuttner, Robert. “Zillions for Wall Street, Zippo for Barack's Old Neighborhood.” Huffington Post 22 Agustus 2010. Diperoleh dari http://www.huffingtonpost.com/robertkuttner/zillions-for-wall-street-_b_690541.html; diakses 3 April 2014. OECD Better Life Index. Diunduh dari http://www.oecdbetterlifeindex.org/#/11111010000; diakses 11 April 2014. Preston, Jennifer. “Protesters Look for Ways to Feed the Web.” New York Times 24 November 2011. Diperoleh dari http://www.nytimes.com/2011/11/25/business/media/occupy-movement-focuses-onstaying-current-on-social-networks.html?_r=1&; diakses 14 Mei 2014. Tangel, Andrew. “Occupy Movement Turns 1 Year Old, Its Effect Still Hard to Define.” Los Angeles Times 15 September 2012. Diperoleh dari http://articles.latimes.com/2012/sep/15/business/la-fi-occupy-anniversary-20120915; diakses 14 April 2014. White, Martha C. “Occupy Wall Street, One Year Later: Did It Make a Difference?.” Time 17 September 2012. Diperoleh dari http://business.time.com/2012/09/17/occupy-wall-streetone-year-later-did-it-make-a-difference/; diakses 14 April 2014.
Partisipasi Politik..., Ika Kartika Febriana, FISIP UI, 2014