KONTROL PIKIRAN DAN SOSIALISME LIBERTARIAN NOAM CHOMSKY (STUDI KASUS SERANGAN TERORISME 9/11 DI AMERIKA SERIKAT) Raden Annisa Noor, Budiarto Danujaya Program Studi Ilmu Filsafat, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Kampus UI, Depok, 16424, Indonesia
[email protected]
Abstrak Penelitian ini membahas mengenai tindakan Amerika Serikat yang tergambar pasca peristiwa serangan teroris 11 September di Amerika Serikat yang dinilai merupakan bentuk terorisme itu sendiri. Kontrol pikiran melalui propaganda media yang dilancarkan Amerika Serikat merupakan senjata kasat mata yang dapat mengenai sasaran tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu. Salah satu solusi yang bisa diterapkan untuk problem ini adalah Sosialisme Libertarian a la Noam Chomsky. Yang dimaksud sosialisme libertarian di sini adalah, penghapusan instansi, kelompok, atau kekuasaan yang menindas kaum inferior sehingga masyarakat tersebut tidak dapet mengemban hak dan kewajibannya secara penuh.
Thought control and Noam Chomsky’s Libertarian Socialism (A Case Study of 9/11 Terrorism Attacks in the U.S.) Abstract This thesis discusses the act of the United States which reflected after the events of the September 11 terrorist attacks in the United States that assessed a form of terrorism itself. Thought control through media propaganda which the United States launched is an invisible weapon which can hit a target without being limited by space and time. One workable solution for this problem is Noam Chomsky’s Libertarian Socialism. What is meant here is, the elimination of agencies, groups, or the powers that oppress the inferior so that people are unable to take on the rights and obligations fully. Keywords: conspiracy; human rights; libertarian socialism; terrorism; thought control.
1. Pendahuluan Peristiwa serangan terorisme yang terjadi 11 September 2001 di Amerika Serikat tentunya masih terus tersimpan di benak kita. Beberapa pesawat penumpang komersial milik Amerika dilaporkan dibajak oleh sekelompok teroris yang diduga merupakan anggota kelompok
Kontrol pikiran…, Raden Annisa Noor, FIB UI, 2013
terorisme internasional Al-Qaeda yang dipimpin oleh Osama bin Laden. Pesawat tersebut menabrakkan diri ke beberapap titik vital di Amerika, diantaranya World Trade Center, New York, dan Gedung Pentagon di Washington DC. Ribuan korban tewas dalam peristiwa ini. Imbas pada sektor ekonomi, sosial, dan politik juga sangat besar. Peristiwa ini tercatat sebagai salah satu serangan terorisme yang paling berpengaruh bagi perpolitikan dunia, terutama Amerika Serikat. Beberapa kejanggalan tak luput menyelimuti peristiwa ini, yang akhirnya menimbulkan tanda tanya di benak masyarakat dunia. Peristiwa ini membuat Amerika mencetuskan perang melawan terorisme. Tentu saja sasaran utama Amerika adalah memburu Al-Qaeda yang berbasis di negara Timur Tengah. Karena berbasis di Timur Tengah yang mayoritasnya adalah negara Muslim, sensitifitas barat terhadap Muslimpun menjadi kian panas. Akibatnya, tak hanya para anggota Al-Qaeda, masyarakat Muslim yang tidak berdosapun ikut menjadi sasaran. Penindasan yang terjadi pada orang-orang tak berdosa atas nama perang melawan terorisme akhirnya memberikan suatu kesimpulan yang hampir universal. Tindakan Amerika Serikat dalam memerangi terorisme justru bisa dikategorikan masuk ke dalam definisi terorisme itu sendiri. Negara-negara adidaya terutama Amerika Serikat, sering kali, menggunakan kekuasaannya, untuk mengontrol negara lain. Merasa superior, negara-negara yang mereka anggap inferior, terpaksa menjadi sasaran mereka dengan mengatasnamakan hak asasi, keadilan, dan kebebasan umat manusia, mereka seakan-akan ingin membawa dunia kepada utopia kedamaian. Kasus Terorisme 9/11 menggambarkan keganjilan yang terlihat dari sikap AS melawan terorisme. Aksi AS melawan terorisme justru malah menggambarkan terorisme yang sesungguhnya. Dalam penulisan skripsi ini, saya memilih untuk menggunakan pemikiran Noam Chomsky, seorang pemikir yang sebenarnya adalah seorang linguist dari Amerika. Ia juga seorang aktivis dan akademisi. Avram Noam Chomky, lahir di Philadelphia, Pennsylvania, Amerika Serikat, pada tanggal 7 Desember 1928. Nama Chomsky juga melejit karena secara kritis ia menganalisis kebijakan politik Amerika, khususnya pasca serangan terorisme 11 September 2011, sehingga sering membuat kalangan umum, elit, dan pemerintah merasa tersentak oleh pemikirannya. Banyak kebijikan politik Amerika yang ia pertentangkan secara keras sehingga banyak memunculkan kontroversi dan terkesan melawan arus.
Kontrol pikiran…, Raden Annisa Noor, FIB UI, 2013
Mengontrol publik untuk mempermudah sebuah tujuan bukanlah hal mudah. Banyak hal yang harus dilakukan. Apalagi untuk mengontrol seluruh publik dari suatu negara yang jumlahnya mungkin milyaran kepala dengan pemikiran yang berbeda, sehingga tidak mudah untuk menyatukannya. Jika militer digunakan sebagai ‘alat’ untuk mengontrol publik, mungkin di era sekarang, mengontrol publik melalui pikiran adalah cara yang lebih jitu dan lebih ‘halus’ karena terselubung. Control of thought bisa dilakukan dalam beberapa cara. Misalnya dengan pengalihan isu, isu yang sedang panas dan cenderung sensitif bisa aja dialihkan dengan isu bencana alam yang ternyata hanya bencana alam buatan, pikiran publik seakan berpindah dari hal lama ke hal yang baru, sehingga hal yang lama terasa berlalu begitu saja dan terlupkan, hal ini biasa dilakukan jika ada pihak yang tidak mau isu tersebut mendapat perhatian dan kritikan tajam dari publik terlalu banyak sehingga akhirnya harus dilakukan pengalihmenan isu. Lalu, bisa juga dengan cara “Melempar permasalahan, dan menawarkan solusinya”. Hal ini biasa dilakukan ketika suatu pihak sedang membangun sebuah pencitraan agar publik pro terhadapnya. Lain-lainnya adalah strategi control of thought lewat pendekatan secara emosional dan innocent. Sejak media adalah salah satu alat propaganda yang paling mudah terakses publik, hal ini bisa jadi sangat berbahaya. Pikiran publik bisa aja terarah pada suatu titik yang memang sudah diarahkan. Apakah peristiwa serangan terorisme ini merupakan sebuah propaganda yang dilancarkan pihak tertentu? Kedamaian, hak asasi manusia, dan persatuan dunia adalah beberapa hal yang paling sering diserukan dalam “promosi” anti terorisme Amerika. Namun, apakah definisi perdamaian yang dikampanyekan sudah sesuai dengan definisi perdamaian sesungguhnya? Atau justru perdamaian yang dikampanyekan malah dapat masuk ke dalam definisi teror, atau terorisme. Harus ada solusi yang bisa menghentikan terorisme terselubung ini. Apa yang dialami oleh sebagian masyarakat Muslim di Timur Tengah tentunya mengundang rasa prihatin dari masyarakat dunia. Tidak hanya itu, pembantaian atas nama kedamaian ini juga merefleksikan krisis sosial dan kemanusiaan yang terjadi. Apakah sudah tidak ada lagi rasa kemanusiaan? Begitu banyak ideologi dan pandangan yang bisa menjadi jalan keluar untuk masalah ini, namun pada penerapannya memang sangat sulit, karena dihalangi oleh faktor-faktor tertentu. Dalam penulisan ini, penulis berniat menggunakan pandangan Sosialisme Libertarian a la Chomsky sebagai solusi dari control of thought yang dilakukan oleh Amerika Serikat. Tentunya banyak definisi yang menjelasakan arti dari Sosialisme Libertarian. Namun, yang
Kontrol pikiran…, Raden Annisa Noor, FIB UI, 2013
dimaksud Sosialisme Libertarian di sini adalah, penghapusan instansi, kelompok, atau kekuasaan yang menindas kaum yang dinilai lebih inferior sehingga masyarakat tersebut tidak dapat mengemban hak dan kewajibannya secara penuh. Jelas akibat dari imperialisme ini, banyak masyarakat dunia yang tidak mendapat keadilan, dan diperlukan semena-mena. Penghapusan kekuasaan dan peminimalisasian peran negara dan bahkan antar negara diharapkan dapat membuat kehidupan dunia menjadi lebih seimbang. Sehingga, tidak membuat suatu pihak merasa terpinggirkan oleh kekuasaan yang lebih besar. Namun, penerapan Sosialisme Libertarian juga harus dilihat dari berbagai faktor. Diantaranya kondisi negara tersebut Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, rumusan masalah yang akan menjadi pembahasan pada penulisan ini akan melingkupi kronologi peristiwa Serangan Terorisme 11 September 2001, seluk beluk fakta yang terkuak dalam peristiwa ini, bagaimana Amerika dapat melakukan terorisme terselubung melalui kontrol pikiran dan propaganda media, serta pembahasan mengenai Sosialisme Libertarian a la Chosmky sebagai jalan keluar yang dipilih penulis dari permasalahan ini. Adapun tujuan dari penelitian terhadap pembahasan kali ini adalah untuk menguak kontrol pikiran dan media propaganda yang bersembunyi di balik peristiwa Terorisme 11 September 2001, menjelaskan bagaimana terorisme, dilihat dari kasus 11 September 2001 di Amerika ini, dapat bersembunyi atas nama kedamaian., dan menjelaskan bagaimana sosialisme libertarian dapat dijadikan jalan keluar dalam pemecahan masalah kemanusiaan ini.
2. Metode Dalam penelitian ini, akan digunakan metode deksriftif analitis. Masalah akan disampaikan, kronologi akan dipaparkan secara deskriptif, dan permasalahan akan dianalisis secara kritis reflektif. Selain itu, penulis juga akan menggunakan metode kepustakaan yang mengambil sumber-sumber materi dari berbagai media, khususnya buku-buku yang membahas mengenai permasalahan diatas, jurnal-jurnal akademis, serta internet, dan berbagai sumber lainnya.
3. Hasil dan Pembahasan
Kontrol pikiran…, Raden Annisa Noor, FIB UI, 2013
Pada 11 September 2001, dunia dikejutkan oleh serangan terorisme bunuh diri yang menyerang titik-titik vital Amerika Serikat. Beberapa maskapai penerbangan komersial Amerika dilaporkan dibajak oleh sekelompok teroris bersenjata dan menabrakkan diri ke beberapa titik vital di Amerika Serikat. Diantaranya, pesawat American Airlines penerbangan nomor 11, yang menabrak menara World Trade Center utara. Pesawat United Airlines penerbangan nomor 175, yang menabrak menara World Trade Center selatan. Serta pesawat American Airlines penerbangan nomor 77, yang menabrak The Pentagon, yang kemudian pesawat itu jatuh di kawasan Pennsylvania. Para teroris tersebut juga ingin menabrakkan pesawat ke U.S. Capitol Building atau Gedung Putih. Namun, penumpang di pesawat itu mencoba mengambil alih pesawat, dan para teroris gagal menabrakkan pesawat pada target, dan akhirnya dengan cepat pesawat jatuh ke darat. Tak ada yang selamat, seluruh penumpang pesawat tewas, termasuk para teroris tersebut. Inilah serangan terbesar yang dilakukan oleh orang non-Amerika pada Amerika Serikat terhitung sejak 1814. (REP: 2012)
Gambar 1. Destruction of New York’s Landmark Towers
Tak hanya sampai di situ, selain memakan korban, dan kerugian fisik material, saat itu juga perekonomian Amerika anjlok seketika. Dalam bidang sosial, peristiwa ini juga memberikan dampak besar, krisis. Peristiwa ini mengakibatkan krisis sosial yang terjadi di kalangan
Kontrol pikiran…, Raden Annisa Noor, FIB UI, 2013
masyarakat, terutama sentimen negatif terhadap umat Muslim, khususnya di Amerika. Karena Amerika Serikat dibawah administrasi presiden yang tengah menjabat saat ini, George W. Bush, mengumumkan bahwa pelaku yang diduga bertanggung jawab menjadi otak penyerangan adalah 19 orang yang berasal dari kelompok terorisme internasional Al-Qaeda yang dipimpin oleh Osama bin Laden. Al-Qaeda berbasis di negara Timur Tengah yang mayoritas menganut agama Islam. Kelompok teroris ini memiliki prinsip berjihad di jalan Tuhan. Seiring berjalannya waktu, satu demi satu saksi hidup tragedi tersebut mulai membuka mulut atas kronologi yang sebenarnya terjadi pada saat itu. Keterangan yang didapatpun sangat beragam. Namun mengerucut di satu sisi, yaitu keganjilan. Sama halnya dengan serangan 11 September 2001 yang dinilai sebagai bentuk rekaan George W. Bush dan Israel. Fakta-fakta yang terjadi di tempat kejadian banyak yang berbeda dengan apa yang diberitakan media. Yang paling menarik perhatian adalah, serangan ke World Trade Center. Banyak yang tidak mengetahui bahwa ada titik-titik yang tidak dihantam oleh pesawat, namun juga hancur. Titik tersebut merupakan lokasi penyimpanan banyak catatan berharga bagi industri keuangan Amerika, yaitu Building7 World Trade Center. Tabrakan pesawat ke beberapa titik pada gedung akhirnya sukses merubuhkan banguna pencakar langit kota New York itu. Padahal, menurut saksi mata yang masih hidup, sebelum pesawat tersebut menabrakkan diri, terdengar suatu bunyi ledakan besar dari lantai bawah. Fakta ini dikuatkan juga dengan analisis para arsitek khusus pembangunan gedung-gedung pencakar langit, bahwa bangunan sekuat World Trade Center tidak akan hancur total dan runtuh secepat itu jika hanya ditabrak pesawat di titik-titik serangan pada waktu itu. Apalagi pembangunan gedung pencakar langit yang dibangun di pusat kota tentunya akan sangat diperhitungkan kualitas dan keamanannya. Amerika akhirnya mengambil tindakan atas tragedi
penyerangan ini. Amerika
memproklamirkan seruan anti terorisme, dan mengajak seluruh masyarakat dunia untuk memerangi terorisme sampai ke akar-akarnya. Dalam artian, siapapun yang berhubungan dengan para teroris, maka mereka harus dimusnahkan. Termasuk, orang yang memiliki visi yang sama, dan orang-orang yang membantu pergerakan, atau persembunyian teroris tersebut. Berikut petikan pidato dari Bush dari Briefing Room pada waktu itu,
Kontrol pikiran…, Raden Annisa Noor, FIB UI, 2013
“Musuh ini tidak hanya menyerang rakyat, tapi juga semua pecinta kebebasan di dunia, Amerika akan menggunakan semua sumber daya untuk menaklukan musuh. Kita akan mengelilingi dunia. Kita akan bersabar, kita akan fokus, dankita akan teguh pada ketetapan hati. ... Perang ini akan memakan waktu dan terselesaikan. Jangan ragu: Kita akan menang" (Bush, 2003: 1100) Bush berpidato dan mengkampanyekan sebuah proyek besar yang bernama War Against Terrorisme, “With us” (Amerika) atau “Against us” (Teroris). (CNN: 2001) Amerika mengirim pasukannya ke Afghanistan dengan dalih mencari gembong teroris Al-Qaeda dan memburu para pejuang Taliban yang diduga membantu persembunyian kelompok Al-Qaeda. Afghanistan pun luluh lantah diserang kekuatan militer Amerika. Banyak korban berjatuhan, termasuk anak-anak, wanita, orang tua, dan orang-orang tidak berdosa. Namun, Osama bin Laden tidak juga ditemukan. Menariknya adalah sebagaimana kita ketahui, Afghanistan adalah negara yang berhasil mengalahkan Uni Soviet. Sumber daya alam yang kaya akan energi menjadi kekayaan negara Timur Tengah ini. Menjadi sangat menggiurkan apabila kekayaan alam ini bisa dikuasai oleh Amerika. Amerika masuk ke beberapa negara Timur Tengah untuk mencari keberadaan gembong teroris Al-Qaeda. Perang pun tak bisa dielakkan. Satu per satu
beberapa negara Islam
menjadi sasaran membabi buta Amerika dengan dalih menyisir para teroris. Jutaan hidup warga Muslim Timur Tengah pun terancam akibat “penyisiran” ini. Pembantaian terjadi pada masyarakat Muslim tak berdosa, dari mulai orang dewasa, wanita, hingga anak-anak. Amerika seperti tidak memiliki rasa kemanusiaan dan lupa dengan kedamaian. Tujuan awal memerangi terorisme pun rasanya sudah tidak pantas diproklamirkan. Karena apa yang dilakukan oleh Amerika tentunya sudah sangat jauh dari apa yang disebut menciptakan perdamaian dunia. Amerika bagaikan kaisar yang menguasai “lautan” dan siap memusnahkan siapa saja yang menghalangi tujuannya. Sehingga, reaksi keras masyarakat global muncul untuk menentang tindakan Amerika. Seperti tak mendengarkan suara pihak lain, Amerika tidak mengindahkan seruan dunia untuk mengehentikan kekejian yang mereka lakukan terhadap masyarakat Muslim Timur Tengah. Dengan kekuatan dan kekuasaan yang mereka miliki, Amerika seperti bebas melakukan apa saja yang mereka kehendaki. Tak ada yang bisa menghentikan apa yang “raksasa” ini lakukan. Amerika tidak juga dapat menemukan Osama, namun, invasi Amerika di Timur Tengah masih saja terus berlangsung. Korban jiwa dari puluhan ribu manusia tak berdosa
Kontrol pikiran…, Raden Annisa Noor, FIB UI, 2013
terus-menerus berjatuhan, bahkan mungkin terus bertambah. Reasksi Amerika dengan semboyannya yang disebut melawan terorisme tersebut mendapatkan kecaman luar biasa dari seluruh penjuru dunia. Bagaimana bisa perang melawan terorisme dilakukan secara sadis dan bersifat teror bagi Timur Tengah dan menyebabkan puluhan ribu jiwa tak berdosa melayang. Akhirnya, banyak pihak yang meyakini bahwa peristiwa 9/11 ini hanyalah sebuah konspirasi belaka yang diciptakan Amerika, agar bisa mencapai tujuan dan kepentingan mereka. Bukan hal yang mudah untuk merumuskan apa itu definisi terorisme yang dapat diterima secara universal. Oleh karena itu, pandangan setiap individu atau kelompok mengenai Terorisme bisa saja berbeda. Terorisme adalah sebuah bentuk kata benda yang berasal dari kata dasar teror. Teror sendiri berasal dari bahasa latin, yaitu terrere, yang artinya menakutkan. Terorisme dapat terbentuk dari sebuah hal yang menakutkan dan pada akhirnya menciptakan ketakutan lainnya.
Seperti definisi teror yang diambil dari Routledge
Encyclopedia yang menyatakan bahwa: "Teror adalah kekerasan fisik atau ancaman yang dilakukan oleh pelaku teroris melibatkan fase tunggal, yaitu tindakan kekerasan yang mematikan (seperti pemboman dan serangan bersenjata), fase ganda yaitu insiden yang mengancam jiwa (seperti penculikaan, pembajakan, dan bentuk lain dari penyandraan untuk perundingan koersif), serta multi-fase tindakan (seperti 'penghilangan' yang melibatkan penculikan, penahanan rahasia, penyiksaan, dan pembunuhan)" (Schmidt, 2011: 86) Sedang Secara konvensional, “terorisme” ditujukan pada aksi-aksi kaum revolusioner atau kaum nasionalis yang menentang pemerintah, sedangkan “teror” merujuk pada aksi-aksi pemerintah untuk menumpas pemberontakan. Pada prakteknya, pembedaan antara “terorisme” dan “teror” tidak selalu jelas. Terorisme sebagai kekerasan politis (political violence) yang tidak menjadikan korban sebagai tujuan melainkan menjadikan korban sebagai sarana untuk tujuan tertentu. Karena itu dibutuhkan kebijakan penanggulangan yang lebih komprehensif dan sistemik dibandingkan penanggulangan terhadapap kejahatan biasa. Istilah terorisme, menurut Noam Chomsky mulai digunakan pada abad ke-18 akhir, terutama untuk menunjuk aksi kekerasan pemerintah yang dimaksudkan untuk menjamin ketaatan rakyat. Istilah ini diterapkan terutama untuk “terorisme pembalasan” oleh individu atau kelompok-kelompok. (Chomsky, 1991: 19-20) Negara yang melakukan tindak terorisme
Kontrol pikiran…, Raden Annisa Noor, FIB UI, 2013
dapat disebut sebagai state terrorism. Chomsky mengkatagorikan Amerika Serikat sebagai state terrorism. (Chomsky: 2013) Menurut Chomsky, AS telah menyebutkan kebijakan AS dan sekutunya, negara-negara Barat, terhadap Dunia Islam dengan isu terorisme. Invasi militer AS di Timur Tengah misalnya, bisa didefinisikan sebagai aksi terorisme AS dan sekutu terhadap masyarakat muslim Timur Tengah, karena mereka menciptakan ketakutan di kalangan masyarakatnya dengan melancarkan serangan rudal udara, dan juga penembakan terhadap warga sipil. Dalam tulisannya yang dimuat The Jakarta Post , Noam Chomsky menyatakan bahwa “AS memanfaatkan istilah terorisme sebagai instrumen kebijakan standarnya untuk memukul lawan-lawannya". (Chomsky: 2003) Kedamaian, hak asasi manusia, dan persatuan dunia adalah beberapa hal yang paling sering diserukan dalam “promosi” anti terorisme Amerika. Namun, apakah definisi perdamaian yang dikampanyekan sudah sesuai dengan definisi perdamaian sesungguhnya?
Atau justru
perdamaian yang dikampanyekan justru malah dapat masuk ke dalam definisi teror, atau terorisme. Tindakan kontraterorisme yang sudah dilakukan Amerika tentu saja sudah masuk ke dalam terorisme itu sendiri. Mencipatakan rasa ketakutan yang luar biasa tidak hanya bagi para korban tetapi juga seluruh masyarakat dunia yang menentangnya. Mengatasnamakan pembelaan atas nama kedamaian dengan cara kekerasan tentunya sudah menjauhi arti damai yang sesungguhnya. Di sini terlihat adanya usaha untuk menaturalkan suatu bentuk dan makna kelompok yang berkuasa. Kelas dominan melakukan penguasaan kepada kelas bawah menggunakan ideologi. Masyarakat kelas dominan merekayasa kesadaran masyarakat kelas bawah sehingga tanpa disadari, mereka rela dan mendukung kekuasaan kelas dominan. Sebagai contoh dalam situasi kenegaraan, upaya kelas dominan (pemerintah) untuk merekayasa kesadaran kelas bawah (masyarakat) adalah dengan melibatkan para intelektual dalam birokrasi pemerintah serta intervensi melalui lembaga-lembaga pendidikan dan seni. Dalam hegemoni, kedudukan ideologi kelompok, kelas, atau budaya tertentu, lebih tingi daripada yang lainnya. Dalam buku Gramsci, Selections from the Prison Notebooks (1971), Gramsci mengatakan bahwa hegemoni atau hadirnya kekuasaan adalah cara yang kuat. Hegemoni bukanlah supremasi yang diperoleh melalui dominasi atau koersi melainkan melalui kepemimpinan moral atau intelektual. (Nezar, 2003: 119) Pihak yang memiliki kekuasaan sistem informasi global yang lebih luas, maka lebih berpeluang besar dalam memenangkan suatu klaim. Oleh karena itu,
Kontrol pikiran…, Raden Annisa Noor, FIB UI, 2013
terorisme dapat dikatakan bukan hanya sebagai persoalan radikalitas dan irasionalitas suatu peristiwa, melainkan dapat juga berupa sebagai wujud dari persoalan kekuasaan untuk memenagkan sebuah klaim. Hegemoni seringkali mendapatkan penolakan karena terdapat benih-benih destruksi. Yang perlu dicermati disini adalah bagaimana Amerika dapat melakukan semua ini dan membentuk opini publik dunia? Tentu semua dilakukan melalui kontrol pikiran. Menurut Chomsky, peran media massa sangat penting dalam menggiring perspektif dunia. Karena masyarakat tidak pernah akan lepas dari media. setiap waktu, masyarakat dunia mengkonsumsi sajian dari media yang disajikan 24 jam nonstop. Berkat perlengkapan media dan propaganda, telah diciptakan atau dihancurkan gerakan sosial, pembenaran perang, kemarahan akibat krisis keuangan, didorong beberapa arus ideologi lain, dan bahkan telah memberikan fenomena media sebagai produsen realitas dalam jiwa kolektif. Kontrol pikiran bisa menjadi senjata kasat mata yang bisa lebih berbahaya dari pada tank, rudal, dan persenjataan, karena kontrol pikiran menyerang opini dan pandangan setiap orang dengan sangat mudah, A bisa saja menjadi B, dan B bisa saja dengan mudah menjadi A. Apa yang kita lihat bisa saja bukan kenyataan yang sebenarnya, akibat kontrol pikiran yang disajikan melalui media dan kita hanya tinggal menyerapnya. Media tidaklah netral. Konten yang disampaikan bisa saja telah mengalami filterisasi sesuai dengan kepentingan penguasa atau si penyampai pesan. Media massa tidak benar-benar bisa bersifat imparsial dalam menjalankan fungsinya di tengah negara demokrasi akibat adanya terpaan intervensi pemilik modal. Fakta di media massa hanyalah hasil rekonstruksi dan olahan para pekerja redaksi. Walaupun mereka telah bekerja dengan menerapkan teknikteknik jurnalistik yang presisi, tetapi tetap saja kita tidak dapat mengatakan bahwa apa yang mereka tulis adalah fakta yang sebenarnya. Informasi di media hanyalah sebuah rekonstruksi tertulis atas suatu realitas yang ada di masyarakat. Chomsky banyak mengritik media massamedia massa besar di AS. Baginya, media massa di AS menggunakan model propaganda (propaganda model) di dalam pemberitaan, sehingga justru memperkuat dominasi pihakpihak yang sudah berkuasa, baik berkuasa secara modal maupun politik. Dengan kata lain, media massa yang ada berpihak pada status quo, dan dengan itu menyingkirkan kepentingankepentingan lain yang sifatnya kritis pada kekuasaan yang ada. Inikah yang disebut propaganda media? Propaganda media adalah usaha dengan sengaja dan sistematis, untuk membentuk persepsi, memanipulasi pikiran, dan mengarahkan publik untuk mendapatkan
Kontrol pikiran…, Raden Annisa Noor, FIB UI, 2013
reaksi yang diinginkan yang disebarkan melalui media massa. Berbeda dengan media propaganda. Media propaganda adalah media yang digunakan sebagai alat untuk mempropaganda kelompok tertentu. Propaganda media dan media propaganda adalah hal yang sama secara prinsip dan tujaun, yaitu mempengaruhi dan memanipulasi pikiran publik. Propaganda media lebih ke arah tindakannya, sementara media propaganda lebih ke arah alatnya. Informasi yang masuk ke dalam publik dan mengacuhkan objektivitas inilah yang akan menjadi masalah. Hal ini dapat dikategorikan sebagai black propaganda, propaganda yang dilancarkan secara licik, penuh kepalsuan, sehingga dapet menciptakan kambing hitam di mata publik. Black Propaganda bisa saja berasal dari sumber-sumber yang dipercaya masyarakat. Black Propaganda ditandai oleh presentasinya tentang informasi palsu untuk menimbulkan suatu tanggapan diinginkan, dan sering digunakan di dalam operasi rahasia militer atau oleh jaringan organisasi besar seperti pemerintah atau jaringan teroris. Bahkan Black Propaganda bisa muncul dalam film produksi Holywood. Chomsky memberikan analisis bahwa dalam sebagian besar kejadian di dunia, gerakan bangsa-bangsa dunia membuktikan bahwa media AS mengalami kegagalan dalam perang yang tidak seimbang untuk menciptakan mitos bagi dirinya sendiri dalam opini umum, dan pelanggengan hegemoni mereka di dunia. Dari analisis ini, agaknya bisa diambil kesimpulan bahwa media massa minoritas tidak perlu berkecil hati dan patah semangat dalam melawan hegemoni jaringan media massa mayoritas. Karena pada akhirnya, masyarakat akan menyadari hakikat jaringan media kapitalis yang mengabdi pada ambisi imperialisme Barat, dan mereka akan berpaling kepada jaringan media yang obyektif. Chomsky prihatin pada situasi ini. Ia menyebut media massa melakukan praktik manufacturing consent, alias membangun kesadaran dan pemahaman publik menuju suatu penyeragaman yang diinginkan. Keprihatinan ini mendorong munculnya teori tentang komunikasi politik yang rasional. Masyarakat perlu kembali pada area komunikasi politik yang rasional karena pada domain itulah demokrasi yang sejati bisa diharapkan. Jurgen Habermas, yang concern pada rasionalitas komunikasi politik, mengembangkan Teori Kritis yang menitikberatkan aspek rasionalitas, pengetahuan, kepentingan, dan kebebasan sebagai elemen-elemen untuk membangun komunikasi yang rasional dan partisipatif. Bagi Habermas tindakan komunikatif bersandar pada proses kooperatif interpretasi tempat partisipan berhubungan bersamaan dengan sesuatu di dunia objektif, sosial, dan subjektif.
Kontrol pikiran…, Raden Annisa Noor, FIB UI, 2013
Pembicara dan pendengar menggunakan sistem acuan ketiga dunia tersebut sebagai kerangka kerja interpretatif tempat mereka memahami definisi situasi bersama. Komunikasi politik yang rasional dan partisipatif akan menghindarkan kita dari keterjebakan pada komodifikasi politik, dan politisasi hal-hal yang sebetulnya tidak esensial dan tidak substansial bagi pematangan dan kebenaran politik. Habermas memperlihatkan bagaimana menyusun argumentasi untuk suatu ruang publik berhadapan dengan struktur politik dan hukum. Habermas memaknai ruang publik tersebut sebagai suatu jaringan untuk mengomunikasikan berbagai informasi dan berbagai cara pandang; arus-arus informasi dalam prosesnya disaring dan diperdebatkan sedemikian rupa, sehingga menggumpal menjadi simpul-simpul opini publik yang lebih spesifik menurut topiknya. Dengan itu, barulah komunikator melakukan tindakan komunikatif yang memenuhi dua aspek, yakni aspek teleologis dan aspek komunikatif. Dalam tindakan komunikatif, partisipan menjalankan rencananya secara kooperatif berdasarkan definisi situasi bersama. Gagasan Habermas mengandaikan bahwa tipe komunikasi yang dibangun menjadi medium yang saling memberikan pemahaman, tanpa manipulasi, tanpa pengkondisian, dan tanpa tipuan. (Haryatmoko, 2007: 41) Jika memang sudah tidak ada lagi media yang netral, setidaknya media harus mempunyai independensi. Memang setiap independensi yang dimiliki setiap grup media bisa berbeda, sehingga muncul lagi pandangan tidak netral terhadap media yang berbeda. Bagaimanapun juga, peran media adalah membuat berita, dan dari tiap redaksi yang berbeda, bisa menyimpulkan kesimpulan yang berbeda pula. Namun, tak dipungkiri berita yang diolah diusahakan agar marketable. Sehingga menarik perhatian masyarakat. Tinggal bagaimana kita menyikapi dan menyeimbangkan berita yang kita dapat dari satu media, dengan berita yang kita dapat dari sumber lain. Chomsky mengkritik control of thought atau kontrol pikiran yang digencarkan melalui media, yang secara tak langsung merekayasa dan menggiring opini publik sesuai dengan kepentingan penguasa. Chomsky sangat kritis akan wacana terorisme, terlebih setelah peran media perkembangan media, liputan pers, radio, dan TV sarat dengan informasi yang biased journalism, keluar dari ranah pokok jurnalisme yang seharusnya mempertahankan proses pengumpulan fakta-fakta dalam peristiwa serangan teroris berdasarkan prinsip transparansi dan empiris. Liputan pers dan media pada umumnya mengenai terorisme sangat bias kepentingan Amerika dan pretensi Barat.
Kontrol pikiran…, Raden Annisa Noor, FIB UI, 2013
Apa yang dialami oleh sebagian masyarakat di beberapa negara Muslim di Timur Tengah tentunya mengundang rasa prihatin dari masyarakat dunia. Tidak hanya itu, pembantaian atas nama kedamaian ini juga merefleksikan krisis sosial dan kemanusiaan yang terjadi. Apakah sudah tidak ada lagi rasa kemanusiaan yang mati akibat dibunuh oleh sebongkah gunung es kekuasaan yang dimiliki pihak-pihak tertentu? Begitu banyak ideologi dan pandangan yang bisa menjadi jalan keluar untuk masalah ini, namun pada penerapannya memang sangat sulit, karena dihalangi oleh faktor-faktor tertentu. Salah satu pandangan Chomsky adalah Sosialisme Libertarian. Pandangan ala Chomsky ini cocok diterapkan untuk menghentikan imperialisme Amerika dalam dalih memerangi terorisme. Tentunya banyak definisi yang menjelasakan arti dari Sosialisme Libertarian. Umumnya, Sosialisme Libertarian diartikan tidak jauh dari anarkisme atau tidak percaya pada otoritas. Biasanya hal
ini dikaitkan dalam permasalahan ekonomi kapitalisme dan
permasalahan buruh. Namun, yang dimaksud Sosialisme Libertarian di sini adalah, penghapusan instansi, kelompok, atau kekuasaan yang menindas kaum yang dinilai lebih inferior sehingga masyarakat tersebut tidak dapat mengemban hak dan kewajibannya secara penuh. Pada akhirnya, masyarakat menjadi masyarakat yang demokratis radikal sembari menjaga jumlah maksimal kebebasan individu dan kebebasan yang mungkin didapat. Jelas akibat dari imperialisme ini, banyak masyarakat dunia yang tidak mendapat keadilan, dan diperlukan semena-mena. Chomsky berpikir kondisi seperti apa yang paling sesuai untuk manusia agar menyadari potensi penuhnya. Ia memulai dari premis menganai sifat alami manusia. Dalam pandangannya mengenai sifat alami manusia, Chomsky berpendapat bahwa cita-cita sosialis libertarian atas kebebasan dan kesetaraan tidak hanya konsisten dengan human behaviour, namun lebih kepada kesempatan manusia untuk membangkitkan potensi penuhnya. Oleh karena itu, sosialisme libertarian adalah state yang dibutuhkan untuk kondisi manusia. Walaupun dalam satu framework yang sama, sosialisme libertarian berbeda dengan sosialisme liberal. Ada penekanan pada kata sosialis yang mengindikasikan ada nilai sosial tertentu yang harus diperhatikan. Kata libertarian pun juga memperlihatkan tingkat gradasi liberalisme yang lebih kuat, seakan-akan negara tidak boleh ikut campur urusan privat terlalu banyak. Lalu, jika urusan privat diserahkan pada lembaga-lembaga non-pemerintahan, apakah itu menjamin bahwa negara tidak ikut campur dalam urusan privat tersebut? Sayangnya peran lembaga nonpemerintahan tidak memiliki kedaulatan sebesar yang dimiliki negara. Belum lagi selalu ada unsur politik di dalamnya. Jika suatu negara memiliki kekuasaan yang besar, maka bukan
Kontrol pikiran…, Raden Annisa Noor, FIB UI, 2013
tidak mungkin jika negara tersebut dapat memegang keputusan bahkan untuk lembaga nonpemerintah sekalipun. Seperti lembaga-lembaga non-pemerintahan PBB dan IMF. Walaupun beisfat non-permerintah, tetap ada penggerak dibelakangnya, pengambil keputusan kenyataannya tetap negara-negara superior seperti Amerika. Negara memang memiliki kewenangan untuk mengatur segala komponen dan elemen yang ada di dalamnya. Namun bukan berarti kewenangan tersebut dapat merenggut hak-hak individual rakyatnya. Kuasa negara harus bersifat terbatas. Apa yang membatasinya? Yang membatasinya adalah hak-hak individual warganya, yang bersifat niscaya pengakuan, perlindungan, dan pengejawantahannya dalam berhadapan dengan apa pun, termasuk dengan daulat kuasa negara sekalipun. (Danujaya, 2012: 157) Namun bukan berarti hak-hak individual rakyat dijadikan alasan untuk mementingkan kepentingan masing-masing, sehingga setiap individu berlomba untuk memenuhi kepentingannya, dan akhirnya berbenturan dengan hak dan kepentingan individu lain. Disinilah peran negara dibutuhkan. Negara dibutuhkan untuk menjadi regulator agar kelangsungan hidup bernegara antar individu dalam mengemban hak dan memenuhi kepentingan pribadinya tidak berbenturan satu sama lain dan menimbulkan chaos, tanpa ikut campur dalam urusan relasi individu tersebut lebih jauh lagi. Jika terlihat bahwa disini individu menunjukkan egoisme karena mementingkan kepentingan pribadinya, namun justru dibalik itu, individu tergerak untuk menjadi manusia mandiri yang harus mengaktualisasikan potensi dirinya untuk dapat memenuhi kepentingan pribadinya tersebut. Dalam permasalahan ini, Amerika dituding menggunakan kekuasaannya untuk memenuhi kepentingannya. Yang menjadi titik permasalahannya adalah, ketika Amerika mempraktikkan kekuasaannya justru diluar wilayah kedaulatannya. Apa yang dirasakan rakyat Afghanistan, Irak, dan beberapa daerah di Timur Tengah jelas memperlihatkan bahwa hak-hak asasi mereka telah terenggut oleh kepentingan Amerika semata. Mereka tidak lagi dapat merasakan hidup bebas dan damai di negara mereka sendiri. Pelanggaran hak asasi seringkali hanya dikaitkan dengan penindasan atau kekerasan represif lainnya. Namun mungkin kita luput, bahwa kelalaian kita dalam membiarkan semua itu terjadi juga merupakan pelanggaran hak asasi manusia. Lembaga kemanusiaan seperti PBB pun tidak dapat menyelesaikan konflik ini, karena bagaimanapun juga, PBB tidak memiliki kedaulatan yang setara dengan yang dimiliki negara seperti Amerika. Terlebih, Amerika juga merupakan salah satu pemegang hak veto dalam Dewan Keamanan PBB. Oleh karena itu, peran negara harus diminimalisasi. Dan hakhak individual rakyat harus dijamin. Terutama batas-batas kekuasaan antar negara yang juga
Kontrol pikiran…, Raden Annisa Noor, FIB UI, 2013
harus ditinjau kembali. Agar hal-hal semacam ini tidak lagi terjadi. Setiap individu berhak mengemban hak, kebebasan, dan mengaktualisasi potensi dirinya agar menjadi individu yang mandiri. Peran negara hanya dibutuhkan sebagai penjamin semua hal itu berjalan kondusif tanpa harus ikut campur lebih jauh lagi.
4. Kesimpulan
Tidak dapat kita pungkiri bahwa selama ini Amerika memang dikenal sebagai negara adikuasa. Kekuasaan yang dimiliki Amerika hampir tidak terbatas. Buktinya, Amerika cukup bisa mengintervensi problem internal negara lain, serta ikut mengatur kebijakan-kebijakan negara tersebut. Dengan kekuasaan yang dimiliki, bukan hal yang sulit bagi Amerika untuk dapat mengarahkan opini publik akan suatu hal. Apalagi di era globalisasi seperti sekarang ini, jarak dan waktu bukan lagi hambatan untuk dapat mengakses informasi. Melalui media, pikiran masyarakat dapat dikontrol dan diarahkan sesuai keinginan penguasa. Ini merupakan senjata yang juga berbahaya, karena kasat mata, dan langsung menyerang pikiran si penerima informasi. Terlebih, media massa zaman sekarang yang dapat diakses dari belahan bumi manapun, tidak terbatas oleh tempat dan waktu. Di sinilah komunikasi bisa berhubungan dengan teror. Karena kemudahan akses media, memungkinkan suatu pihak menyispkan teror di dalamnya secara tidak langsung. Inilah yang akhirnya mengundang kritik Noam Chomsky terhadap media. Bagi Chomsky, media banyak yang menggunakan model propaganda untuk menyampaikan pesan berkedok informasi kepada publik. Media haruslah jujur, berimbang, dan bebas dari kepentingan pihak tertentu sehingga informasi yang didapat publik merupakan informasi yang murni dan tanpa filterisasi pihak tertentu. Arogansi Amerika dalam menggunakan kekuasaannya telihat sudah melanggar hak asasi kebebasan hidup orang banyak. Oleh karena itu, seharusnya penggunaan kekuasaan ini harus dibatasi. Dalam penulisan ini, saya memilih untuk menggunakan sosialisme libertarian untuk menyelesaikan problem superioritas Amerika dalam melakukan tindakan atau kebijakan pada individu, kelompok, bahkan negara diluar kewenangannya. Sosialisme libertarian banyak dikaitkan dengan ranah kapitalisme dan perburuhan. Namun, yang dimaksud sosialisme libertarian disini adalah penghapusan instansi, kelompok, atau
Kontrol pikiran…, Raden Annisa Noor, FIB UI, 2013
kekuasaan (biasanya negara) yang mendominasi, sehingga kaum atau pihak yang lebih inferior tidak dapat mengemban hak dan kebebasan hidup mereka secara penuh. Contohnya pada kasus negara, peran negara harus diminimalisasi. Terutama dalam konteks permasalahan ini, pusat-pusat kekuasaan antar negara lah yang harus diminimalisasi. Harus ada batas-batas yang dipenuhi agar tidak ada suatu kekuasaan yang mengintervensi kebijakan negara dan masyarakat bangsa lain. Jika rakyat diberi ruang untuk bisa memaksimalisasi hak dan kewajibannya, maka mereka berkesempatan untuk mengembangkan potensi pada diri mereka, dan menjadi manusia yang mandiri. Nah, disinilah peran negara dibutuhkan, untuk menjadi regulator, dan menjaga stabilitas, walaupun individu diberi ruang untuk mandiri, tapi juga tidak merugikan antar individu lain. Kekuasaan yang terpusat dan terlalu mendominasi pada akhirnya hanya akan merugikan masyarakat banyak. Apalagi jika kekuasan itu digunakan untuk mengatur sesuatu yang seharusnya bukan kewenangannya semata-mata untuk mencapai kepentingan pribadi suatu instansi atau kelompok. Dalam penulisan ini, dapat ditarik kesimpulan dalam beberapa poin, yaitu: a)
Banyak pihak meyakini bahwa peristiwa 9/11 merupakan konspirasi Amerika belaka.
Walaupun belum benar-benar cukup bukti untuk menyatakan bahwa peristiwa 9/11 adalah murni konspirasi, atau bukan konspirasi, tapi Chomsky melihat bisa saja Amerika melakukan hal itu karena ada rekam jejak peristiwa serupa di Afghanistan, Irak, dan Iran. b)
Perang melawan teror yang dicetuskan Amerika sebagai respon atas peristiwa 9/11
dinilai justru masuk ke dalam kategori teror itu sendiri. c)
Dengan kekuasaan Amerika yang hampir tidak dapat diintervensi, kontrol pikiran dan
propaganda media menjadi senjata kasat mata yang mampu mengelabui publik dengan lebih mudah. d)
Terlihatlah sikap Amerika yang arogan dan dinilai melampaui batas dan melanggar
hak asasi manusia. e)
Harus ada peminimalisasian peran Amerika Serikat sebagai negara, terutama untuk
kebijakan antar negaranya, agar rakyat bisa mandiri dan memaksimalkan potensi diri.
Kontrol pikiran…, Raden Annisa Noor, FIB UI, 2013
5. Daftar Refrensi Bush, George. (2003). Public Papers of the Presidents of the United States. Washington, DC: U.S. Government Printing Office. Chomsky, Noam. (1991). Menguak Tabir Terorisme Internasional. Bandung: Mizan. Chomsky, Noam. (2003). AS Memanfaatkan Terrorisme Sebagai Instrumen Kebijakan. Dalam surat kabat The Jakarta Post. CNN. (2001). You either with us, or with them, againts us. Diakses 22 Maret, 2013 dari http://edition.cnn.com/2001/US/11/06/gen.attack.on.terror/. Danujaya, Budiarto. (2012). Demokrasi disensus: Politik dalam paradoks. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. PressTV. (2013). US: A Leading Terrorist State in World: Chomsky. Diakses 5 April, 2013 dari http://www.presstv.com/detail/2013/01/29/286231/us-a-top-terrorist-state-chomsky/. REP. (2012). Muslim AS dan Ancaman Kesuksesan Pilpres AS diakses 18 Maret, 2013 dari http://politik.kompasiana.com/2011/06/12/muslim-as-dan-ancaman-kesuksesan-pilpresas-2012-372283.html. Schmidt, A.P. (2011). The Routledge Handbook of Terrorism Research. New York: Routledge. Patria, Nezar. (2003). Antonio Gramsci: Negara dan Hegemoni. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Haryatmoko, Dr. (2007). Etika Komunikasi: Manipulasi Media, Kekerasan dan Pornografi. Yogyakarta: Kanisius. .
Kontrol pikiran…, Raden Annisa Noor, FIB UI, 2013