eJournal Ilmu Hubungan Internasional, 2015, 3 (3): 393-406 ISSN 0000-0000, ejournal.hi.fisip-unmul.org © Copyright 2015
KEBIJAKAN PEMERINTAH AMERIKA SERIKAT DALAM MENGATASI GERAKAN TERORISME INTERNASIONALDI AFGHANISTAN Arnold Arswenda Kusuma1
Abstrak This study aims to describe the Policies of US to overcome the terrorism movement in Afghanistan. The method used in this thesis is a descriptive case study, where the author will explain it systematically taken by how US solved the terrorism movement in Afghanistan. Using the military effort as an implementation of US Foreign Policy, US declared to fight the terrorism in long-term war on terror. The result of the study shown that US failed to find the key players of the terrorist group in Enduring Freedom Operation mission in Afghanistan. However, US has achieved the purpose to narrow the space of movement of the terrorist group in Afghanistan and rebuilding Afghanistan into the democratic nation. Kata Kunci: Terrorism, Afghanistan, The US Policy Pendahuluan Pada 11 September 2001 serangan teroris yang meruntuhkan Gedung World Trade Center ( WTC) di New York dan Gedung Pentagon di Washington mampu menyebarkan ancaman di Amerika Serikat dengan jatuhnya korban hingga 3000 jiwa. Peristiwa ini adalah serangkaian serangan bunuh diri yang dilakukan oleh pembajak pesawat dengan menabrakan dua pesawat Boeing 767-223ER milik penerbangan Amerika Serikat ke Gedung World Trade Center dan dalam kurun waktu 1 jam pesawat Boeing yang sama menabrak Gedung Pentagon.Tragedi ini mempunyai dampak yang sangat besar terhadap stabilitas pertahanan dan ekonomi di Amerika Serikat, karena tragedi ini terjadi di pusat perdagangan dan pusat pertahanan di Amerika Serikat. Presiden George W. Bush mengatakan bahwa yang bertanggung jawab terhadap peristiwa tersebut adalah kelompok Al-Qaeda yang berbasis di Afghanistan. Klaim tersebut didukung oleh beberapa fakta yang yang memperkuat keterlibatan kelompok Al-Qaeda pada serangan teroris 11 September 2001 diantaranya adalah, Osama Bin Laden mengisyaratkan untuk berperang dengan Amerika Serikat (fatwa Osama Bin Laden 1998), kemudian dari 19 orang pembajak pesawat tersebut 3 orang diantaranya adalah kelompok 1
Mahasiswa Program S1 Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman, Email :
[email protected]
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 3, 2015: 393-406
Al-Qaeda dan satu orang diantara juga terlibat dalam serangan di kedutaan Amerika Serikat di Kenya dan Tanzania. Berdasarkan penelusuran terhadap gerakan pembajak sebelum 11 September, para penyidik menemukan beberapa diantara mereka bertemu dengan orang-orang terdekat Osama Bin Laden dan secara teratur menerima uang.Al-Qaeda merupakan kelompok terorisme yang diciptakan oleh Osama Bin Laden antara tahun 1984 dan 1986, yang menampung atau merekrut para sukaralawan dari berbagai negara, melatih dan kemudian dikirimkan ke Afghanistan melalui jaringan-jaringan Al-Qaeda yang jumlahnya sangat banyak didunia (http://www.ussartf.org/world_trade_center_disaster.htm diakses pada tanggal 19 Januari 2014). Pandangan dasar tersebut yang kemudian menjadi latar belakang tindakan invasi oleh Amerika Serikat di Afganistan pada tanggal 07 Oktober 2001 yang dianggap menjadi base camp atau tempat dimana kelompok teroris berkembang. Presiden George W. Bush menganggap bahwa pemerintah Afganistan dibawah kepemimpinan Mullah Mohammed Omar (rezim Taliban) menolak untuk menyerahkan Osama Bin Laden dan dianggap telah bersekutu dengan kelompok teroris (Al-Qaeda). Hingga pada akhirnya Amerika Serikat mampu untuk mempersempit ruang gerak Al-Qaeda menggulingkan rezim Taliban, meskipun aktor utama dalam peristiwa serangan teroris 11 September 2001 belum tertangkap (http://www.bbc.co.uk/history/the_war_in_afghanistan diakses pada 19 January 2014). Pada perkembangannya, pada tahun 2002 hingga tahun 2007 terjadi beberapa serangan kelompok teroris yang menargetkan kelompok aktivis kemanusiaan, konvoi suplai makanan, dan beberapa kasus penculikan dan pembunuhan yang menargetkan warga sipil di Afghanistan. Serangkaian Aksi teror inilah yang kemudian menjadi fokus pemerintah Amerika Serikat untuk ditangani dan sebagai perluasan upaya dalam pengejaran kelompok teroris yang terlibat dalam tragedi 11 September 2001 (www.csis.org, diakses pada tanggal 19 Januari 2014). Kerangka Dasar Teori Konsep Terorisme Terorisme adalah tindakan kekerasan atau ancaman tindakan kekerasan terlepas dari motif atau niat yang ada untuk menjalankan rencana tindak kejahatan individu atau kolektif dengan tujuan teror yang ditujukan kepada orang lain atau mengancam kehidupan, kehormatan, kebebasan, keamanan, dan hak mereka, membahayakan sumber nasional, atau fasilitas internasional, atau mengancam stabilitas, integritas teritorial, kesatuan politik, atau kedaulatan negara-negara yang merdeka(Abdul Wahid, Kejahatan Terorisme, Perspektif Agama, Ham dan Hukum, 2004:22). Marbun B.N (dalam Kamus Politik, 2003:530) membagi karakteristik terorisme menjadi beberapa bentuk, antara lain: 394
Kebijakan AS Mengatasi Terorisme Internasional di Afghanistan (Arnold AK)
1) 2)
Merupakan suatu tindakan intimidasi yang bersifat memaksa. Memakai kekerasan (pembunuhan, bom) secara sistematis sebagai sarana untuk mencapai tujuan tertentu. 3) Korban jiwa bukan tujuan, melainkan sebagai sarana untuk menciptakan perang urat syaraf atau rasa takut yang luar biasa. 4) Bekerja secara rahasia, namun tujuannya adalah publisitas. 5) Para pelaku kebanyakan dimotivasi oleh idealism yang keras, seperti berjuang demi agama dan sebagainya. Paul R. Viotti dan Mark V. Kauppi (dalam International Relations and World Politics, Security, Economy, Identity, 2006:274) membagi faktor penyebab tindakan terorisme antara lain: 1. Faktor Psikologi 2. Faktor Ideologi 3. Faktor Lingkungan Dalam tindakan terorisme yang terjadi di Afghanistan, kelompok teroris tersebut cenderung melakukan tindakan terorisme yang didorong oleh faktor ideologi yang sangat kuat, dimana mereka merupakan sekelompok individu yang terobsesi oleh ide-ide yang mengannggap bahwa untuk membentuk suatu komunitas masyrakat yang lebih baik hanya bias diwujudkan dengan menghadapi tantangan atau ancaman yang bersifat eksternal yang kenudian dapat menggangu stablitas daam kawasan. Kelompok Al-Qaeda dan Taliban dalam hal ini tidak hanya bereaksi untuk melawan pengaruh dari Amerika Serkat, tetapi juga untuk melawan globalisasi yang dianggap dapat merendahkan cara hidup tradisional mereka. Demi mencegah terjadinya serangan kelompok teroris atau berupaya untuk melawan tindak kejahatan terorisme maka suatu negara berhak untuk menggunakan berbagai cara demi melindungi keamanan negaranya atau yang dapat disebut dengan Counter terrorism (Paul R. Viotti dan Mark V. Kauppi, dalam International Relations and World Politics, Security, Economy, Identity, 2006:292). Cara-cara yang termasuk dalam tindakan Counter Terrorism adalah: 1. Meminimalisir penyebab utama dari kejahatan terorisme Dalam pendekatan ini dipercaya bahwa penyebab utama dari masalah terorisme karena adanya keluhandalam struktur masyarakat.Keluhan tersebut terbagai atas beberapa bentuk, seperti kemiskinan dan penyakit masyarakat, dari kedua hal tersebut kemudian muncul rasa tidak puas dari segi sosial dan politik dikalangan masyarakat yang kemudian berakibat pada aksi-aksi pemberontakan dan krisis dalam masyarakat seperti kejahatan terorisme. 2. Counterattack atau Serangan balik melawan kelompok teroris Pada umumnya pendekatan ini menggunakan kekuatan militer yang ditujukan kepada basis kelompok teroris dan negara yang mendukung keberadaan kelompok teroris. Tujuan dari pendekatan militer ini adalah untuk memenuhi
395
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 3, 2015: 393-406
tuntutan akan hukum dan keadilan dan dianggap mampu untuk bisa membatasi ruang gerak kelompok teroris dan menghancurkan basis kelompok teroris. 3. Menjalankan ketentuan hukum Untuk merespon kejahatan terorisme pemerintah dapat menjalankan ketentuan hukum dengan menggunakan dua alternatif, yaitu melalui upaya penegakan hukum secara domestik dan kerjasama internasional. a) Secara domestik upaya tersebut dapat berupa pembuatan UndangUndang Anti-Terorisme dan pembentukan pasukan khusus yang dilatih untuk menghadapi serangan terorisme. b) Dalam upaya kerjasama internsional, negara dapat melakukan kerjasama baik secara Bilateral dan Multilateral. Pentingnya pembentukan kerjasama dan sekutu menjadi hal yang sangat vital, mengingat terorisme juga merupakan kejahatan transnasional. 4. Meningkatkan kerjasama internasional Kerjasama ini merupakan kerjasama yang sangat penting, karena negara-negara yang menghdapi persoalan terorisme terus berupaya untuk meningkatkan kerja sama internasional dalam perjuangan melawan terorisme. Peningkatan kemampuan dari segi diplomatik, pengambilan keputusan yang tepat, dapat lebih menghambat ruang pergerakan kelompok teroris tersebut.Kerjasama ini dapat dilakukan dalam beberapa bentuk, seperti (1) dukungan diplomatik bagi upaya kontra-terorisme negara lain, (2) operasi militer gabungan, (3) berbagi informasi dari segi intelijen, (4) kerjasama dalam penegakan hukum. Dari beberapa pemaparan diatas kita dapat melihat bahwa kelompok teroris di Afghanistan tergolong kedalam kelompok teroris Internasional yang termotivasi oleh ideologi yang kuat atau radikal dan memakai kekerasan (pembunuhan, bom bunuh diri) secara sistematis sebagai sarana untuk mencapai tujuan tertentu, seperti melawan pengaruh Amerika Serikat atau pihak barat dan Globalisasi. Konsep Kebijakan Luar Negeri Secara garis besar Kebijakan luar negeri atau Foreign Policy merupakan strategi atau tindakan yang dibentuk oleh para pembuat keputusan suatu negara dalam menghadapi negara lain atau unit politik internasional lainnya. Dikendalikan untuk mencapai tujuan nasional spesifik yang dituangkan dalam kepentingan nasional (KJ. Holsti, dalam Politik Internasional jilid III, 1998:21). Kemudian untuk lebih memahami definisi Kebijalan Luar Negeri terdapat beberapa definisi menurut para ahli: 1. Menurut KJ Holsti, Kebijakan luar negeri merupakan tindakan atau gagasan, yang dirancang oleh pembuat keputusan untuk memecahkan masalah atau mempromosikan suatu perubahan dalam lingkungan, yaitu dalam kebijakan, sikap, atau tindakan negara lain.
396
Kebijakan AS Mengatasi Terorisme Internasional di Afghanistan (Arnold AK)
2. Menurut Rossenau, kebijakan Luar Negeri adalah semua sikap dan aktivitas yang melalui masyarakat nasional yang terorganisasi berusaha untuk menguasai dan mengambil keuntungan dari lingkungan internasional. T. May Rudy (Studi Strategis Dalam Transformasi Sistem Internasional Pasca Perang Dingin, 2002:27) membagi kebijakan luar negeri dapat berdasarkan beberapa tipe keputusan, yaitu: 1. Keputusan-keputusan makro (macro decisions). Keputusan makro merupakan suatu garis besar umum (dasar) yang dipergunakan sebagai petunjuk bagi organisasi pemerintah yang bertanggung jawab sehari-harinya mengarahkan keputusan-keputusan rutin dalam implementasi kebijakan luar negeri. 2. Keputusan-keputusan mikro (micro decisions). Keputusan mikro dikenal sebagai keputsan administratif dan biasanya dibuat lebih rendah dari organisasi pemerintah, dan biasanya dikerjakan secara individu bukan oleh kepemimpinan politik. 3. Keputusan-keputusan krisis (crisis decisions). Keputusan krisis adalah keputusan yang mirip dengan keputusan mikro, namun merupakan keputusan kecil yang melibatkan pembuat keputusan tingkat tinggi. Keputusan ini dibuat pada situasi mengancam, dengan demikian keputusan ini mengandung elemen yang tidak diperhitungkan sebelumnya (surprise) dan diputuskan dalam jangka waktu yang pendek (singkat). Keputusan ini sangat mempengaruhi keamanan dan keselamatan negara. Kebijakan luar negeri Amerika Serikat dalam implementasi War on Terror dan invasi di Afghanistan dalam upaya pengejaran kelompok teroris tersebut didasarkan pada ancaman eksternal dan situasi internal yang dihadapi pacsa teror bom WTC dan Pentagon pada 11 september 2001, dan langkah ini tentunya didukung oleh kapabilitas yang dimiliki oleh Amerika Serikat, kemudian dukungan dari pembuat keputusan yang ada dalam pemerintahan Amerika Serikat, serta kebutuan untuk menjaga keamanan negara dari potensi ancaman. Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan untuk penelitian inimerupakandeskriptif case study, yang menjelaskan secara sistematis bagaimana kebijakan Amerika Serikat dalam mengatasi gerakan terorisme internasional di Afghanistan. Jenis data yang dipakai yaitu jenis data sekunder, yang merupakan data yang diperoleh dari buku-buku dan artikel-artikel di internet yang erat kaitannya dalam mengumpulkan data untuk mengetahui kebijakan Amerika Serikat dalam mengatasi gerakan terorisme internasional di Afghanistan. Teknik pengumpulan data dari penelitian ini adalah tinjauan pustaka dan online library research yang bersumber dari buku-buku dan internet yang relevan dengan penulisan ini. Sedangkan teknik analisa data dalam penelitian ini adalah teknik kualitatif yaitu dengan menganalisis data sekunder dan kemudian menggunakan 397
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 3, 2015: 393-406
teori sehingga dapat digunakan untuk menjelaskan kejadian yang sedang diteliti. Hasil Penelitian Kemunculan gerakan terorisme di Afghanistan berawal pada masa pemberontakan rakyat Afghanistan melawan legitimasi pemerintah Afghanistan dan pengaruh Uni-Soviet.Rakyat Afghanistan yang tergabung kedalam kelompok-kelompok seperti Mujahidin, Taliban, dan Al-Qaeda yang mengadopsi ideologi radikal menganggap bahwa pemerintahan pada saat itu tidak lagi sesuai dengan norma-norma yang mereka yakini selama ini.Gerakan yang bertujuan untuk menggulingkan rezim pemerintahan yang memiliki paham komunis dan menghilangkan pengaruh Uni-Soviet di Afghanistan dilakukan dengan taktik gerilya dan beberapa aksi terorisme. Taliban mereformasi dan membuat ketentuan hukum yang baru dan cenderung membatasi kemerdekaan individu atau hak-hak asasi warga sipil Afghanistan, dimana Taliban melarang warga Afghanistan untuk memiliki barang-barang yang berhubungan dengan negara barat, seperti televisi, film, bahkan musik.Talibanmewajibkan wanita untuk mengenakan burqa, yakni busana yang menutup seluruh tubuh dari ujung kepala sampai mata kaki. Taliban juga sangat membatasi akses pendidikan bagi para wanita dan melarang mereka keluar rumah tanpa pengawalan laki-laki. Ketika hukum tersebut tidak dipatuhi oleh kaum wanita, hukuman yang akan didapat berupa kekerasan fisik atau eksekusi mati didepan umum, dan kemudian hal tersebutlah yang membuat kekerasan terhadap wanita semakin meningkat di Afghanistan (https://www.academia.edu7346558/Cultural Violence Sebagai Bentuk Kekerasan Terhadap Wanita di Afghanistan, diakses pada tanggal 13 November 2014). Dibalik legitimasi yang telah diterapkan oleh Taliban, Mullah Mohammmed Omar Mujahid atau yang lebih dikenal dengan nama Mullah Omar merupakan pemimpin spiritual dari kelompok Taliban dan juga pemimpin tertinggi pemerintahan Afghanistan pada saat itu. Bagi Mullah Omar dan banyak anggota Taliban, visi mereka didorong oleh kekuatan keagamaan dan mimpi mereka. Mereka percaya bahwa setiap mimpi mereka tidak lain adalah ramalan Tuhan untuk mereka, dan otoritas setiap pemimpin mereka berasal dari Tuhan (http://www.terrorfreetomorrow.org/upimagestft/FT%20Comment%20Inside% 20the%20dreams%20of%20Mullah%20Omar.pdf diakses pada tanggal 08 September 2014). Berbeda dengan Taliban, kelompok Al-Qaeda memiliki tujuan yang jauh lebih luas, tidak hanya memfokuskan kebijakan anti-Barat di Afghanistan, tetapi kebijakan anti-Barat yang bersifat global. Al-Qaeda berkeinginan untuk mengusir Amerika Serikat dan orang-orang yang dianggap “Kafir” dari Timur Tengah dan tanah masyarakat muslim dimanapun, menginginkan untuk 398
Kebijakan AS Mengatasi Terorisme Internasional di Afghanistan (Arnold AK)
menghancurkan seluruh pemerintahan Islam didunia yang dianggap berkoalisi dengan Amerika Serikat dan sekutu, mendirikan negara yang berbasis islam dengan menyatukan negara-negara muslim didunia atau yang disebut PanIslamist Caliphate. Kelompok Al-Qaeda telah terkait dengan beberapa aksi terror bom yang bersifat global, dimana dalam beberapa serangan bom tersebut ditujukan kepada pemerintah Amerika Serikat.Pada tanggal 26 Februari tahun 1993, terjadi sebuah ledakan bom yang berasal dari mobil yang terparkir dibawah gedung World Trade Center, Amerika Serikat. Serangan tersebut menewaskan 6 orang dan melukai 1042 orang.Kemudian agen Federation Berau Investigation (FBI) menemukan nama-nama yang merupakan pelaku teror bom tersebut dan memulai melakukan pengejaran, yaitu remaja yang bernama Ramzi Yousef dan pamannya yang bernama Khaled Sheikh Mohammad (KSM) yang merupakan anggota dari Al-Qaeda. Hal tersebut terbukti dari hasil rekaman percakapan telepon yang dilakukan untuk merencanakan serangan bom tersebut, dimana paman Yousef, KSM mengirim uang sejumlah 660 USD yang diberikan kepada Yousef untuk pendanaan merakit bom dan pada tahun 1995 Yousef dan KSM tertangkap di Pakistan (http://www.globalsecurity.org diakses pada tanggal 24 November 2014). Kemudian sebelum mereka tertangkap, Yousef dan KSM memiliki perencanaan untuk melakukan aksi teror bom yang ditujukan kepada markas CIA, dan percobaan pembunuhan President Clinton saat melakukan perjalanan kenegaraan menuju Philipina. tanggal 07 Agustus tahun 1998, serangan bom mobil kembali terjadi dan ditujukan kepada kedutaan besar Amerika Serikat di Dar Es Salam dan Nairobi. Dalam serangan bom tersebut, Al-Qaeda mengakui bahwa mereka yang bertanggung jawab atas serangan tersebut.Kemudian pada tanggal 11 September 2001, Amerika Serikat kembali mendapatkan serangan oleh kelompok teroris yang moenggunakan pesawat penerbangan komersil milik Amerika Serikat yang kemudian menabrak dan meruntuhkan Gedung World Trade Center dan Gedung Pentagon. Amerika Serikat yang berinisiatif untuk meminta Afghanistan yang berada dibawah kepemimpinan Mullah Omar menyerahkan Osama Bin Laden kepada pihak Amerika Serikat untuk diadili, namun Mullah Omar menolak untuk menyerahkan Osama Bin Laden.Penolakan tersebut mendapat reaksi negatif oleh pemerintahan George W. Bush, dan menilai bahwa kelompok Taliban tidak mau bekerjasama dengan Amerika Serikat dan berusaha untuk melindungi Osama Bin Laden. Hal inilah yang kemudian memicu terjadinya invasi Amerika Serikat di Afghanistan atas nama perang melawan kelompok terorisme. Pada perkembangannya, setelah Afghanistan berupaya menstabilkan kembali beberapa komponen penting pada transisi pemeritahannya pasca invasi Amerika Serikat dibawah pengawasan NATO dan Amerika Serikat, kemudian dipihak lain Taliban dan Al-Qaeda telah dipercaya telah meninggalkan 399
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 3, 2015: 393-406
beberapa kawasan di Afganistan, pada tahun 2002 terjadi beberapa serangan bom dan tindakan terorisme yang kembali terjadi di Afghanistan dan mengalami peningkatan. Untuk merespon tindakan terorisme yang kembali terjadi di Afghanistan dan sebagai upaya pengejaran tersangka utama pada peristiwa 11 September 2001, maka Amerika Serikat didukung oleh negara-negara anggota NATO dan negara-negara sekutu memulai misi operasi militer di Afghanistan yang di dengan Enduring Freedom Operation dan operasi militer tersebut antara lain: 1. Operasi Militer Anaconda Pada pertengahan tahun 2002 jumlah pasukan Amerika Serikat yang beroperasi di Afghanistan diperkirakan mencapai 10.000 orang dan mendirikan basis utama mereka dipangkalan udara Bagram dibagian utara kota Kabul serta dibandara Kandahar, kemudian beberapa pos-pos penting juga didirikan dibagian timur kota Kabul untuk mengawasi pergerakan kelompok Taliban dan Al-Qaeda. Pasukan Amerika Serikat dan pasukan ISAF yang juga bersekutu dengan Anti-Taliban Forces (ATF) di provinsi Paktia telah menyiapkan operasi militer Anaconda untuk menghadapi pasukan Taliban dan Al-Qaeda yang sedang membangun kembali pasukannya yang mencapai 1000 pasukan di area pegunungan Shahi-Kot di provinsi Paktia. Pasukan Amerika Serikat dan sekutu melancarkan serangan terhadap pasukan Al-Qaeda dan Taliban yang bersembunyi di pegunungan Shahi-Kot, dalam pertempuran tersebut sekitar 1700 pasukan Amerika Serikat dan pasukan koalisi berjuang melawan 1.000 kelompok Taliban dan Al-Qaeda. Kelompok Taliban dan Al-Qaeda yang memiliki senjata ringan seperti granat, roket peluncur dan mortir menggunakan taktik Hit and Run untuk melawan, sedangkan pasukan Amerika Serikat dan sekutu yang menggunakan mortir dan senjata berat saat itu terus berupaya untuk menguasai area pegunungan Shahi-Kot dan berhasil menewaskan sekitar 700 orang kelompok Taliban dan Al-Qaeda, namun disaat yang bersamaan 7 orang pasukan Amerika Serikat dan 8 orang dari pihak sekutu tewas saat pertempuran berlangsung. Setelah pertempuran di pegunungan Shahi-Kot diyakini bahwa kelompok Al-Qaeda yang berhasil lolos dalam operasi militer tersebut mendirikan tempat persembunyian dibawah perlindungan beberapa suku diwilayah Pakistan dan berusaha kembali memulihkan kekuatan mereka serta diperkirakan bersiap untuk kembali melancarkan serangan terhadap pasukan Amerika Serikat pada akhir tahun tahun 2002. Sementara itu pasukan Taliban juga mampu meloloskan diri diyakini bersembunyi di daerah pedesaan dari empat provinsi selatan Afghanistan yaitu Kandahar, Zabul, Provinsi Helmand dan Uruzgan.Kelompok Taliban yang berjumlah ratusan orang berusaha untuk menghindari pertempuran dengan pasukan Amerika Serikat dan pasukan aliansi, kemudian memutuskan berpencar ke dalam gua-gua dan terowongan
400
Kebijakan AS Mengatasi Terorisme Internasional di Afghanistan (Arnold AK)
pegunungan Afghanistan (http://www.saylor.org, diakses pada tanggal 23 Oktober 2014). 2. Serangan kelompok teroris dalam Enduring Freedom Operation Setelah menjalani pertempuran yang hebat pada pertengahan tahun 2002 di Afghanistan, kelompok Taliban berusaha untuk menghindari pasukan Amerika Serikat dan sekutunya.Kelompok Taliban secara bertahap berusaha untuk kembali mendapatkan rasa percaya diri mereka dan segera memulai persiapan untuk melakukan pemberontakan yang Mullah Omar janjikan di saatsaat terakhir Taliban berkuasa. Selama bulan September pasukan Taliban memulai proses rekrutmen di wilayah suku Pashtun di Afghanistan dengan membagikan pamplet secara rahasia pada malam hari di banyak desa, tempat kelompok Taliban saat masih berkuasa dan menyerukan untuk melakukan “Jihad” atau Perang Suci melawan pemerintah Afghanistan yang baru serta Pasukan Amerika Serikat dan Sekutu. Kamp-kamp pelatihan kecil didirikan disepanjang perbatasan Pakistan oleh Taliban untuk melatih anggota-anggota mereka dalam perang gerilya, taktik teroris dan secara bertahap menyusun kembali pasukan mereka selama musim dingin, kemudian bersiap untuk melakukan penyerangan pada musim panas. Dengan menggunakan strategi baru, yaitu membagi anggota mereka menjadi 50 kelompok, kemudian memulai serangan pada pos-pos terpencil, kovoi tentara Afghanistan serta polisi dan kemudian memecah diri menjadi kelompok-kelompok kecil yang hanya terdiri dari 5 sampai 10 orang untuk menghindari serangan balik dan serangan tersebut secara langsung ditujukan kepada markas pasukan Amerika Serikat dengan menggunakan serangan roket peluncur dan alat peledak buatan. Untuk mengkoordinasikan strateginya, Mullah Omar menunjuk 10 orang anggota senior menjadi pemimpin kelompok penyerang dan Mullah Omar bertindak sebagai panglima tertinggi. Ketika musim panas tiba serangan pun dilakukan oleh kelompok Taliban, puluhan tentara Afghanistan, organisasi kemanusiaan dan beberapa tentara Amerika Serikat tewas dalam taktik penyergapan dan serangan roket, kemudian kelompok Taliban mulai membangun kembali kekuatan pasukannya di distrik Dai Chopan, sebuah distrik di Provinsi Zabul. Distrik Dai Chopan adalah sudut terpencil dan memiliki penduduk yang tidak terlalu banyak, Taliban memutuskan bahwa tempat itu akan menjadi daerah yang sempurna menjadi markas mereka untuk melawan pemerintah Afghanistan dan pasukan koalisi. Selama musim panas kelompok Taliban berkumpul di daerah itu hingga dengan 1.000 gerilyawan dan dalam serangan yang dilakukan oleh Taliban lebih dari 220 orang termasuk puluhan polisi Afghanistan tewas pada bulan Agustus tahun 2003. Pasukan koalisi kemudian mulai mempersiapkan serangan untuk melakukan serangan balik kepada kelompok Taliban.Pada akhir Agustus tahun 2003, pasukan pemerintah Afghanistan dan ISAF yang didukung oleh tentara 401
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 3, 2015: 393-406
Amerika Serikat dan pasukan pembom udara Amerika mulai melakukan serangan kepada kelompok Taliban dalam benteng gunung.Setelah melakukan pertempuran selama satu minggu, pasukan Amerika Serikat dan sekutunya berhasil merebut wilayah tersebut dari pihak Taliban dan menewaskan lebih dari 124 anggota Taliban pada saat itu (http://www.saylor.org, diakses pada tanggal 23 Oktober 2014). 3. Operasi mliter Mountain Thrust Pada bulan Januari tahun 2006 Pasukan ISAF yang dipimpin oleh pasukan Inggris mulai bersiap untuk menggantikan pasukan Amerika Serikat dariEnduring Freedom Operation di wilayah Afghanistan selatan dan dengan diperkuat diperkuat oleh brigade Air Assault dan marinir Inggris kemudian ISAF akan membentuk pasukan inti di wilayah Afghanistan Selatan yang juga didukung oleh bantuan helikopter dari Australia, Kanada, Belanda, Perancis, dan Amerika Serikat. Kekuatan inti pasukan koalisi tersebut terdiri dari sekitar 3.300 pasukan Inggris, 2.300 pasukan Kanada, 1963 pasukan dari Belanda, 300 pasukan Australia, 290 pasukan dari Denmark dan 150 pasukan dari Estonia. Fokus utama pasukan ISAF di Afghanistan selatan adalah untuk membentuk Tim Rekonstruksi Provinsi atau yang disebut dengan operasi militer Mountain Thrust yang beroperasi di Provinsi Helmand, sementara itu sebagian dari pasukan Belanda dan Kanada akan memimpin operasi militer serupa di Provinsi Oruzgan dan Provinsi Kandahar. Pada tanggal 17 Mei 2006 Operasi militerMountain Thrust kemudiandilakukan dibeberapa titik yang telah ditentukan sebelumya oleh pasukan koalisi dengan tujuan untuk menekan penyebaran dan pergerakan anggota Taliban. Dalam pertempuran tersebut Taliban kehilangan lebih dari 100 pasukan dan hampir 40 anggota lainnya ditangkap.Serangan udara yang dilakukan oleh pasukan kolaisi merupakan faktor utama penyebab kekalahan Taliban, namun pada saat yang bersamaan pasukan koalisi kehilangan lebih dari 15 tentara dan 40 polisi Afghanistan ditangkap oleh Taliban. Dapat dikatakan pasukan koalisi ISAF telah berhasil dalam mencapai kemenangan taktis atas Taliban dan menguasai area-area pertahanan mereka di Provinsi Helmand, tetapi kelompok Taliban belum sepenuhnya dikalahkan karena terdapat kemungkinan bahwa pasukan Taliban yang lolos dalam operasi militer tersebut mampu membentuk kembali pasukan-pasukan mereka dengan mengandalkan simpatisan-simpatisan yang direkrut di wilayah lain (http://www.saylor.org, diakses pada tanggal 23 Oktober 2014). 4. Operasi Militer Volcano Pada bulan Januari dan Februari tahun 2007 pasukan ISAF dibawah komando Royal Marines Inggris melakukan operasi militer yang disebut Operation Volcanodengan tujuan untuk menetralisir pengaruh Taliban di 402
Kebijakan AS Mengatasi Terorisme Internasional di Afghanistan (Arnold AK)
beberapa desa yang dulu digunakan oleh Taliban sebagai base camp mereka serta tempat pengatur strategi yang terletak didekat bendungan air di wilayah Kajaki, Afghanistan. Pasukan Inggris tiba dengan kekuatan 42 komando Royal Marines dan 59 komando Royal Engineers, kemudian dalam operasi militer tersebut pasukan ISAF menerima beberapa serangan kejutan dari kelompok Taliban, namun ancaman tersebut mampu dinetralisir dengan bantuan serangan udara dari senjata mortir milik Royal Marines dan kembali melanjutkan operasi militer tersebut untuk menemukan markas Taliban. Kemudian pada maret tahun 2007 Amerika Serikat kembali mengirimkan tambahan pasukan sebanyak 3.500 pasukan, bergabung dengan ISAF, pasukan koalisi tersebut behasil menewaskan Mullah Dalullah yang sebelumnya merupakan target dalam operasi militer tersebut. Mullah Dalullah adalah seorang pemimpin senior pasukan Taliban di wilayah Afghaistan Selatan saat itu, dan 11 anggota Taliban lainnya tewas dalam operasi militer Volcano. Dalam serangkaian operasi militer yang dilakukan, pasukan koalisi ISAF juga berhasil mencapai kemenangan secara taktis atas Taliban dalam pertempuran Chora di Provisini Oruzgan, dimana pasukan koalisi Belanda dan Autralia ditempatkan dan sekitar 80 orang anggota Taliban terbunuh dalam pertempuran selama 24 jam dengan pasukan koalisi di wilayah tersebut. Pada saat yang sama ketika melakukan patroli, pasukan Kanada juga berhasil menemukan tempat persembunyian 300 anggota Taliban di wilayah Arghandab dan 50 orang anggota Taliban terbunuh dalam baku tembak dengan pasukan koalisi dari Kanada (http://www.saylor.org, diakses pada tanggal 23 Oktober 2014). 5. Operasi Militer Khanjar dan Panther’s Claw Pada tanggal 25 Juni 2009, pemerintah Amerika Serikat secara resmi mengumumkan bahwa akan dilakukannya operasi militer Khanjardi wilayah sungai Helmand, Afghanistan. Dalam operasi militer tersebut, sekitar 4.000 pasukan Marinir Amerika Serikat dan 650 tentara nasional Afghanistan ikut terlibat. Dalam wilayah yang sama, di sungai Helmand, pasukan ISAF dibawah komando Inggris juga melakukan operasi militer yang disebut dengan Panther’s Claw Operation. Gabungan operasi militer tersebut bertujuan untuk mengamankan seluruh kanal dan sungai penyeberangan, sehingga wilayah tersebut dapat digunakan sebagai wilayah patroli ISAF secara permanen.Kemudian pasukan Amerika Serikat dan tentara nasional Afghanistan bergerak menuju wilayah pedesaan di sepanjang sungai Helmand untuk mengamankan para penduduk sipil dari tekanan dan pengaruh kelompok Taliban.namun Sepenjang dilakukannya operasi militer gabungan di wilayah sungai Helmand tersebut pasukan koalisi tidak dapat menemukan tempat persembunyian kelompok Taliban dan terdapat spekulasi yang menandakan
403
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 3, 2015: 393-406
bahwa operasi militer gabungan tersebut telah diketahui sebelumnya (http://www.understandingwar.orgdiakses pada tanggal 23 Oktober 2014). 6. Operasi Militer Moshtarak dan Kandahar Pada awal bulan februari tahun 2010 pasukan koalisi dan pasukan Afghanistan memulai untuk melakukan operasi militer yang disebut Operasi militer Moshtarak di wilayah desa Marja, Provinsi Moshtarak dan merupakan tempat persembunyian kelompok Taliban. Operasi militer Moshtarak untuk pertama kalinya dipimpin oleh pasukan Afghanistan sejak Operation Enduring Freedom dimulai, dan merupakan Operasi militer gabungan terbesar sejak invasi di Afghanistan pada tahun 2001, karena melibatkan lebih dari 15.000 tentara Amerika Serikat, Inggris, dan Afghanistan. Pasukan koalisi tersebut bertempur pada area yang kurang dari 100 mil persegi atau sekitar 260 km persegi dengan 80.000 penduduk didalam area tersebut.Operasi militer tersebut dilakukan hingga bulan Maret, dan menewaskan lebih dari 300 anggota Taliban dan menangkap anggota Taliban lainnya.Tujuan dalam operasi militer Moshtarak adalah selain untuk menghilangkan pengaruh dan kekuasan kelompok Taliban di Provinsi Moshtarak juga untuk menghentikan jaringan penjualan narkoba di wilayah desa Marja yang telah dikendalikan oleh kelompok Taliban selama bertahuntahun. Setelah berhasil mengendalikan daerah Moshtarak, pasukan militer Amerika Serikat mempertimbangkan untuk melakukan operasi militer di kota Kandahar. Operasi militer di Kandahar merupakan target utama untuk mengakhiri aktivitas kelompok Taliban, sebelum Amerika Serikat menghentikan misi tempur di Afghanistan dan merencanakan mulai menarik pasukan mereka mulai pada bulan Juli tahun 2011. Menteri Pertahanan Amerika Serikat Robert Gates menyatakan, Amerika Serikat harus mencapai hasil maksimal dalam operasi militer tersebut atau kehilangan dukungan publik.Selain berupaya untuk mengakhiri pergerakan kelompok Taliban, operasi militer Kandahar juga bertujuan untuk memulihkan keamanan dan aktivitas pemerintahan Afghanistan. Operasi militer Kandahar melibatkan pasukan khusus sebagai pembuka jalan serangan kepada kelompok Taliban, seperti pasukan keamanan nasional Afghanistan, serta polisi perbatasan Afghanistan dan menargetkan ditangkapnya pemimpin Taliban, penghancuran pabrik pembuat bom, hingga jalur logistik kelompok Taliban. Namun tidak pernah disebutkan berapa banyak anggota pasukan koalisi dan Taliban yang terbunuh pada saat pertempuran di Kota Kandahar pada saat itu, dan pemimpin Taliban Mullah Omar tetap tidak ditemukan pada operasi militer di Kota Kandahar ( http://www.news.bbc.co.ukdiakses pada tanggal 23 Oktober 2014). Memasuki akhir tahun 2010, Amerika Serikat memustuskan untuk menghentikan misi tempur di Afghanistan dan memilih untuk fokus terhadap 404
Kebijakan AS Mengatasi Terorisme Internasional di Afghanistan (Arnold AK)
pengembangan stabilitas keamanan di Afghanistan. Dibawah pengawasan NATO, pasukan keamanan Afghanistan akan terus mendapatkan pelatihan dan masukan agar menjadi pasukan yang lebih kuat. Sekjen NATO Anders Fogh Rasmussen mengatakan bahwa rakyat Afghanistan telah mampu untuk memimpin dan menjalankan operasi keamanan di Afghanistan. Satu tujuan NATO adalah komitmen untuk membantu Afghanistan bergerak ke depan guna menjamin agar kemajuan yang telah diperoleh dengan usaha keras dapat dipertahankan.Kemudian Amerika Serikat melanjutkan misi pengejaran kelompok Taliban dan Al-Qaeda menuju ke wilayah negara Pakistan. Kesimpulan Pada perkembangannya, dalam upaya untuk memulihkan kondisi politik dan keamanan pasca invasi Amerika Serikat, terjadi beberapa terror bom dengan intersitas yang cukup tinggi di Afghanistan.Kemudian indikasi kembalinya kelompok Taliban dan Al-Qaeda untuk merebut kembali kota-kota di Afghanistan pun mulai di khawatirkan oleh Amerika Serikat. Untuk merespon kekhawatiran akan adanya serangan balik dari kelompok teroris, pemerintah Amerika Serikat melakukan kebijakan operasi militer yang disebut dengan Enduring Freedom Operation yang merupakan operasi militer gabungan dari 54 negara pada tahun 2002. Operasi militer seperti Anaconda Operation, Operation Volcano, Operation Khanjar, Operation Panther’s Claw, Operation Moshtarak, Operation Kandahar kemudian diterapkan oleh pasukan koalisi tersebut untuk menangkap kelompok Taliban dan Al-Qaeda. Namun hingga akhir tahun 2010, Mullah Omar dan Osama Bin Laden belum dapat ditemukan oleh pasukan koalisi, kemudian Amerika Serikat memustuskan untuk menghentikan misi tempur di Afghanistan dan memilih untuk fokus terhadap pengembangan stabilitas keamanan di Afghanistan dibawah komando dari NATO. Daftar Pustaka Literatur Buku: B.N, Marbun, 2003 Kamus Politik, Jakarta, Pusaka Sinar Harapan. Jenkin, Brian Michael,1999, “Countering New Terrorism”, Washington, DC, RAND. Holsti, K.J 1988, “Politik Internasional Kerangka Untuk Analisis Jilid I”, Jakarta, Erlangga. ________, 1998, “Politik Internasional Kerangka Untuk Analisis Jilid III”, Jakarta, Erlangga. Rudy, T.May 2002, Studi Strategis Dalam Transformasi Sistem Internasional Pasca Perang Dingin, Bandung, PT Refika Aditama. Viotti, Paul.R, Mark V.Kauppi, 2006 “International Relations and World Politics, Security, ecomony, identity”, New Jersey, Upper Saddle.
405
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 3, 2015: 393-406
Wahid, Abdul, at al, 2004, Kejahatan Terorisme – Perspektif Agama, Ham dan Hukum, Bandung, PT Refika Aditama. Internet: Cultural Violence Sebagai Bentuk Kekerasan Terhadap Wanita di Afghanistanlihat padahttps://www.academia.edu/7346558/Cultural_Violence_Sebagai_ Bentuk_Kekerasan_Terhadap_Wanita_di_Afghanistan Inside The Dream of mullah Omar dapat dilihat pada http://www.terrorfreetomorrow.org/upimagestft/FT%20Comment%20 Inside%20the%20dreams%20of%20Mullah%20Omar.pdf Khaled Shiekh Mohammad lihat padahttp://www.globalsecurity.org Quadrennial Defense Review Report lihat pada http://www.defense.gov/pubs/qdr2001.pdf The Afghan-Pakistan War: The Rising Intensity of Conflict 2001-2007 dapat dilihat pada www.csis.org The Soviet Invasion of Afghanistan lihat pada http://www.heritage.org/research/reports/1980/01/the-soviet-invasionof-afghanistan World Trade Center Disaster Lihat pada http://www.ussartf.org/world_trade_center_disaster.htm
406