PARTISIPASI POLITIK GP ANSOR CABANG SIDOARJO DALAM PEMILU 1953-1955 1)
Ria Sovi Revianti 2) Muryadi
Abstrak Skripsi ini akan mengambil fokus pembahasan kepada Partisipasi Politik GP Ansor dalam pemenangan partai NU pada Pemilu 1955 di Sidoarjo. Penulisan Skripsi ini mengambil batasan temporal 1953 hingga tahun 1955. Pada tahun 1953 GP Ansor Cabang Sidoarjo mulai berdiri dan dihadapkan pada persoalan politik. Selanjutnya, pada tahun 1952, NU menyatakan memisahkan diri dari Masyumi serta dituntut untuk terlibat ke dalam kegiatan politik praktis dalam menghadapi Pemilihan Umum tahun 1955. Dari fenomena tersebut ada semacam peralihan perubahan gerakan kepemudaan yang awalnya sebagai organisasi yang bergerak dalam bidang dakwah, sosial, keagamaan, menjadi gerakan politik. Penelitian ini membahas peranan politik GP Ansor dan NU yang dahulu tidak disiapkan untuk terlibat ke dalam kegiatan politik. Kemudian NU memisahkan diri dari Masyumi serta terlibat ke dalam politik praktis ketika adanya Pemilu 1955 sehingga mau tidak mau seluruh badan otonom (banom) dari NU juga mempersiapkan diri demi mengamankan organisasi induknya untuk pemenangan NU dalam pemilu 1955 diantaranya GP Ansor Cabang Sidoarjo. Bentuk peranan politik yang dilakukan GP Ansor Sidoarjo dalam pemenangan NU pada Pemilu 1955 adalah membentuk Korps Muballig (semacam juru kampanye) yang mengadakan perjalanan kampanye ke daerah-daerah. Kata Kunci: Partisipasi Politik, Pemilu 1955, GPAnsor Cabang Sidoarjo Abstract This thesis will take the focus on the GP Ansor political Participation in the NU party victorious winning during the 1955 election in Sidoarjo. The thesis research only covers the year 1953-1955. In 1953, GP Ansor Sidoarjo branch was established and faced with political matters. In 1952, the NU stated secession from Masyumi and was required to engage in practical politics in the face of elections 1955. This phenomenon generated transitional changes in the youth movement, which was initially an organisation that is engaged in propaganda, social and religious issues, before, finally became a political movement.This research discusses the political role of the GP Ansor and the NU which were initially not prepared to engage in political activities. The NU then detached itself from Masyumi and engaged in political practices in the 1955 elections. This resulted in the entire autonomous body (Banom) of the NU also preparing the elections to secure its main organization in order for the NU to win GP Ansor Sidoarjo. GP Ansor Sidoarjo contributed in the 1955 election by creating Muballig Corps (A kind of campaigners) who held a campaign trip across the area. Keywords : Political Participation, 1955 Election, GPAnsor Sidoarjo Branch 1) Mahasiswa Jurusan
Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Airlangga, email
[email protected] 2) Dosen Jurusan Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Airlangga.
189
Partisipasi Politik GP Ansor Cabang Sidoarjo dalam Pemilu 1953-1955
Pendahuluan Keterlibatan organisasi kepemudaan yang bersifat keagamaan, kemasyarakatan, hingga berafiliasi kepada partai-partai politik dalam penyelenggaran Pemilihan Umum pertama pada tahun 1955 merupakan sebuah fenomena yang menarik dalam perjalanan sejarah Indonesia. Fenomena kepemimpinan pemuda Indonesia masa tersebut adalah menginduk kepada partai-partai politik yang tumbuh subur. Banyak dari pemuda ketika masa tersebut percaya bahwa dengan menginduk ke partai politik tertentu maka upaya untuk membangun basis kepemimpinan pemuda saat itu dapat berjalan dengan sendirinya, sehingga konsekuensinya adalah peran politik pemuda mulai terfragmentasi pada berbagai ideologi partai sehingga sulit untuk ”bersatu” kecuali pada kepentingan politik partai masing-masing (HM. Said Munji, 2011: 2-3). Salah satu organisasi kepemudaan yang berafiliasi pada partai politik hingga pada proses pemenangan partai dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum 1955 adalah GP Ansor. Sebagai organisasi kepemudaan, GP Ansor merupakan salah satu badan otonom (banom) di bawah naungan organisasi Islam terbesar di Indonesia yang bersifat moderat, tradisionalis, berbasis pedesaan, hingga pesantren yaitu: Nahdlatul Ulama (M. Ali Haidar, 1998: 41-45). Dalam aspek kesejarahan mencatat, bahwa Nahdlatul Ulama (NU) merupakan sebuah organisasi keagamaan terbesar yang memiliki basis kekuatan massa serta diperhitungan dalam pentas politik di Indonesia. GP Ansor adalah organisasi pemuda Islam tradisionalis (Martin Van Bruinessen, 1994:34-37) yang dibentuk beberapa saat setelah berdirinya Nahdlatul Ulama (NU). Pada awalnya organisasi kepemudaan ini terbentuk dari dua organisasi pemuda Islam tradisional yaitu Syubbanul Wathan (Pemuda Tanah Air) pada tahun 1923 dan Da'watus Syubban (Panggilan Pemuda) pada tahun 1924.
190
Keduanya berfusi menjadi Nadhlattus Syubban (Kebangkitan Pemuda) pada tahun 1930 kemudian berubah menjadi Persatuan Pemuda NU (PPNU) pada tahun 1931 dan selanjutnya pada tahun 1932 berubah menjadi Pemuda NU (Choirul Anam, 1990:18-21). Pemilihan Umum 1955 menjadi tonggak baru bagi Republik Indonesia, pembukaan dari sebuah fase eksperimentasi gerakan state building pasca Proklamasi Kemerdekaan 1945. Pemilu 1955 terlaksana di tengah suasana ketidakstabilan yang banyak dipengaruhi oleh pemberontakan daerah dan keterpurukan ekonomi nasional. Walaupun Pemilu 1955 tidak serta-merta menjadi solusi bagi permasalahan saat itu, tetapi Pemilu pertama tersebut diakui sebagai pemilu terpenting dalam sejarah perjalanan Republik Indonesia (Herbert Feith,1999:1). Pemilihan Umum pertama pada tahun 1955, diikuti oleh 37.875.299 pemilih dari 43.104.464 penduduk yang berhak memilih, serta berhasil menempatkan 28 partai politik, organisasi maupun perorangan. Selain Partai NU, terdapat lima partai Islam, yaitu Masyumi, PSII (Partai Syarikat Islam Indonesia), Perti (Pergerakan Tarbiyah Islamiyah), PPTI (Partai Politik Tarikat Islam) (Lili Romli, 2006:50). Jawa Timur merupakan lumbung suara partai NU, total perolehan suara NU di Jawa Timur, pada Pemilu 1955 mencapai 3.370.554 atau sekitar 34,1% dengan jumlah kursi 20. Keberhasilan Partai NU mendulang suara di Provinsi Jawa Timur merupakan suatu keberhasilan dari peran cabang-cabang NU serta seluruh badan otonom NU termasuk GP Ansor (Eko Satriya Hermawan, 2008: 21-22). Ini artinya keberhasilan sebuah partai politik untuk meraih suara tergantung dari mesin politik yang ada di daerah-daerah. Memang dibutuhkan struktur kelembagaan yang mapan untuk melakukan transformasi politik hingga ke tataran bawah (graas root). Dari fenomena tersebut ada semacam peralihan
VERLEDEN: Jurnal Kesejarahan, Vol. 4, No.2, Juni 2014
perubahan gerakan kepemudaan yang awalnya sebagai organisasi yang bergerak dalam bidang dakwah, sosial, keagamaan, sehingga GP Ansor juga dituntut untuk melakukan gerakan politik dalam rangka mengamankan kepentingan politik NU dalam Pemilihan Umum 1955. Salah satu cabang penyumbang suara terbanyak pada pemilu 1955 adalah Partai NU Cabang Sidoarjo. Hasil pemungutan suara untuk DPR di daerah Kabupaten Sidoarjo, jumlah suara Partai NU mencapai lebih dari 102.578. Perolehan suara tersebut menjadikan Partai NU menduduki peringkat pertama, disusul oleh PKI dengan perolehan suara mencapai 53.321 dan Masyumi sebanyak 25.572, jumlah pemilih yang memberikan hak suaranya mencapai 245.437 pemilih (Eko Satriya Hermawan, 2008: 21-22). Syubbanul Wathan: Cikal Bakal Berdirinya GPAnsor Syubbanul Wathan merupakan cikal-bakal berdirinya GP Ansor. Dapat dikatakan demikian, karena alur perjalanan sejarah pembentukan GPAnsor dimulai dari penggabungan kedua organisasi pemuda Nahdlatul Wathan dan Taswirul Afkar ke dalam satu wadah menjadi Syubbanul Wathan oleh KH. Wahab Hasbullah bersama KH. Mas Mansur di Surabaya pada rentang tahun 1916 hingga 1924. Gagasan untuk mendirikan organisasi kepemudaan yang berbasis Islam tersebut terilhami oleh banyak bermunculannya organisasi pemuda dan kepanduan pada era tahun 1920an di Indonesia. Hal ini dikarenakan pada era tahun tersebut banyak lahir organisasi pemuda yang berdasarkan paham kedaerahan seperti halnya: Jong Java, Jong Ambon, Jong Sumatera, Jong Minahasa, Sekar Rukun (Sunda), serta Jong Celebes. Organisasi kepemudaan tersebut lahir dikarenakan tidak terwakilinya aspirasi para pemuda dalam organisasi seperti Budi Utomo, atau Sarekat Islam, selain itu, juga didasarkan atas semangat cinta tanah air dan persatuan diantara para pemuda (A.K.
Pringgodikdo, 1970: 91-99). Semangat hampir sama ternyata juga muncul di kalangan pemuda Islam yang dibina di dalam perguruan Nahdlatul Wathan dan Taswirul Afkar. Pada tahun 1922 para pemuda yang berhasil mendirikan organisasi perguruan Islam tersebut mengadakan pertemuan bersama untuk mewujudkan suatu organisasi pemuda. Dari pertemuan tersebut muncul perbedaan pendapat yang mengacu pada pertentangan antara kaum modernis dengan tradisionalis. Sehingga akibat yang terjadi adalah pemuda yang bernaung di bawah panji Nahdlatul Wathan dan Taswirul Afkar terbelah menjadi dua kubu. Pertama, kubu pendukung KH. Mas Mansur (tokoh modernis yang kemudian dikenal sebagai pemimpin Muhammadiyah), dan kedua, kubu pengikut KH. Abdul Wahab Hasbullah (tokoh ulama tradisionalis yang kemudian dikenal sebagai tokoh pendiri NU (ChoirulAnam, 2010: 7-8). Kehadiran Syubbanul Wathan disambut baik oleh kalangan pemuda Surabaya kala itu. Dalam tempo yang relatif singkat, ratusan pemuda mencatatkan diri sebagai anggota. Bahkan remaja-remaja yang berumur di bawah 17 tahun aktif pula mengikuti kegiatan organisasi ini. Banyaknya para pemuda yang bergabung dalam organisasi ini karena ketokohan dari Abdullah Ubaid yang selalu memukau ketika tampil di depan umum. Hal ini ditunjukkan ketika ketua Syubbanul Wathan ini naik ke atas mimbar dakwah hampir semua pendengar dibuat tercenggang mendengarkannya. Selain itu aktifitas organisasi ini banyak menyentuh kepentingan dan kebutuhan masyarakat pemuda pada zaman tersebut (Choirul Anam, 1985: 11). Kegiatan dakwah keliling Syubbanul Wathan senantiasa menampilkan propaganda ulung mampu memobilisasi dan menarik massa. Selain itu, ketokohan dari para anggota Syubbanul Wathan mempunyai daya tarik tersendiri. Hal ini ditunjukkan pada Thohir Bakri, yang mempunyai
191
Partisipasi Politik GP Ansor Cabang Sidoarjo dalam Pemilu 1953-1955
publik speaking karena suaranya yang mengalun merdu (setiap malam Jum'at) lewat Radio Nirom Surabaya. Thohir memang dikenal sebagai qori' terbaik pada saat itu. Daya tarik lain dari organisasi ini bukan hanya pada ketokohan para pemimpinnya, melainkan juga karena program serta aktifitas organisasi ini mampu menyesuaikan dengan aktualisasi diri dari para anggotanya. Selain dakwah keliling, Syubbanul Wathan juga membuka kursus dan latihan-latihan untuk meningkatkan kualitas anggotanya. Baik itu kualitas ilmu keagamaan, kepemudaan, maupun kepekaan sosial mereka sebagai Pemuda Tanah Air (Choirul Anam, 1985:5). Gambar 1 Thohir Bakri Pendiri Ansor Nahdlatul Oelama (ANO)
Sumber: Koleksi Pribadi Choirul Anam Kelahiran GP Ansor Cabang Sidoarjo 1949-1953 Gerakan Pemuda Ansor disingkat Pemuda Ansor didirikan kembali di Surabaya pada tanggal 24 April 1949. Pendirian kembali organisasi diawali dengan pertemuan atau reuni dengan para tokoh pemuda ANU yang digagas oleh M. Chusaini Tiway. Hubungan antara Ansor dengan NU adalah hubungan antara pemuda dengan ulama secara geneologi
192
pemikiran tentang ke-Islam-an, psikologis, dan historis. Dengan menggunakan nama Gerakan Pemuda dan menanggalkan nama NU, GP Ansor tetap tidak terlepas dari NU. Setelah kesepakatan tersebut KH. M. Dachlan selaku ketua PBNU membentuk suatu tim beranggotakan Chamid Widjaja, M. Chusaini Tiway, dan AM Tachjat untuk menyusun pengurus GP Ansor periode pertama. Maka atas hasil kesepakatan tersebut terpilih Chamid Widjaja sebagai ketua umum GPAnsor periode pertama(H. Aboebakar, 1957: 558). Dalam AD/ARTnya GP Ansor menyebutkan bahwa organisasi tersebut adalah organisasi pemuda Islam yang bersifat nasional dan demokratis sepanjang sesuai dengan ajaran-ajaran Islam. Keanggotaan GP Ansor terdiri dari pemuda Islam yang berumur antara 18 sampai 40 tahun. Rentang usia muda merupakan masa bagi seseorang untuk dituntut bertanggung jawab atas keluarga dan komunitasnya. Demikian pula antara Ansor dan NU seakan-akan dengan membantu pembentukan kembali Pemuda Ansor, NU mengharapkan tanggung jawab moral dari para pemudanya untuk mulai turut serta dalam membantu perjuangannya. Harapan tersebut terlihat jelas ketika NU memutuskan untuk menjadi partai politik tahun 1952. Periode pertama kepengurusan GP Ansor dipimpin oleh Chamid Widjaja yang terpilih dari hasil tim bentukan KH. M. Dachlan, sebagai ketua umum PBNU pada awal tahun 1950an. Seiring dengan persiapan tersebut, maka langkah yang dilakukan GP Ansor adalah pembentukan kembali Ansor di seluruh Indonesia. Dengan segera pucuk pimpinan Ansor di Surabaya menghubungi semua mantan aktifis Ansor pada tingkatan cabang di seluruh Indonesia untuk menghidupkan kembali ANU dengan nama baru yaitu GP Ansor. Hal ini dilakukan karena Ansor ditingkatan daerah-daerah memiliki peranan yang sangat vital seiring juga perkembangan NU yang cukup dominan.
VERLEDEN: Jurnal Kesejarahan, Vol. 4, No.2, Juni 2014
Walaupun Ansor tidak lagi menjadi bagian dari departemen kepemudaan NU secara formal, namun organisasi kepemudaan ini adalah badan otonom NU yang mempunyai kepengurusan dan Aturan Rumah Tangga sendiri. Pada tahun 1950 merupakan tahun pencarian bentuk organisasi yang ideal bagi GPAnsor. Dapat dikatakan demikian, karena pada tahun tersebut pedoman dan program perjuangan GP Ansor dirumuskan dalam sebuah Risalah Ansor yang terbit dalam dua nomor. Dalam Risalah Ansor tersebut, dijelaskan sejarah singkat, tujuan organisasi Ansor, serta pedoman dan program perjuangan GP Ansor yang dirumuskan oleh pucuk pimpinan GP Ansor pada tahun 1950 (Risalah Ansor No. 2, 15 September 1950: 27-28). Rumusan dalam Risalah Ansor tersebut pada nantinya akan disyahkan oleh GP Ansor sebagai bahan materi AD/ART organisasi dalam kongres GP Ansor yang pertama di Surabaya pada tahun 1951. Dalam Risalah Ansor nomor dua menjelaskan bahwa struktur kepengurusan GP Ansor pada level pertama terdiri dari dua tingkat, yaitu tingkat pusat dan tingkat cabang. Pada tingkat pusat disebut dengan pucuk pimpinan dan pada tingkat wilayah disebut pimpinan wilayah serta pada tingkat cabang disebut pimpinan cabang. Kemudian pada level kedua di bawah masing-masing pimpinan baik di pusat maupun di daerah dibentuk sekretariat organisasi sebagai pelaksana teknis yang membantu tugas administrasi dari pimpinan. Level ketiga organisasi, pada kepengurusan pusat terdapat beberapa departemen yang meliputi departemen penerangan, pendidikan, keuangan, perhubungan, kepanduan dan olahraga. Sedangkan, pada kepengurusan wilayah dan cabang semua departemen dijadikan satu kecuali kepanduan. Kepanduan dalam tingkat pusat disebut sebagai Kwartir Besar yang dipimpin oleh instruktur umum dari pada tingkat disebut Kwartir Wilayah yang dipimpin oleh
instruktur wilayah serta pada tingkat cabang disebut dengan Kwartir cabang yang dipimpin oleh instruktur cabang. Seperti gambar bagan di bawah ini. Gambar 2 Struktur Organisasi GP Ansor
Sumber: Risalah Ansor No. 2 Pucuk Pimpinan Gerakan Pemuda Ansor, 15 September 1950, (Jakarta: Dokumentasi Lakpesdam NU Pusat. 1950), hlm. 27-28. Berdirinya Partai NU dan GP Ansor Cabang Sidoarjo 1952-1953 Selang satu tahun kemudian, tepatnya pada tanggal 29 Februari 1952 beberapa saat setelah jatuhnya kabinet Sukiman kerenggangan hubungan antara NU dengan Masyumi semakin memuncak (wawancara dengan Sholeh Khosim). Presiden Soekarno menunjuk Sidik Djojosukarto dari PNI dan Prawoto Mangkusasmito dari Masyumi untuk membentuk kabinet (Jhon D Legge, 1996: 291-292). Dalam proses pembentukan kabinet itulah KH Wahab Chasbullah memulai langkah beraninya untuk melakukan manuver politik secara terbuka terhadap Masyumi. NU secara resmi menarik diri dari Masyumi pada 31 Juli 1952, sehingga secara resmi pula NU menarik KH Wahab Chasbullah, KH M Dachlan, Wahid Hasyim dan Zainul Arifin dari jabatan Majelis Syuro dan DPP Masyumi. Kemudian pada tanggal 17 September 1952 ketika parlemen kembali
193
Partisipasi Politik GP Ansor Cabang Sidoarjo dalam Pemilu 1953-1955
bersidang, tujuh anggota parlemen dari NU menyatakan pembentukan fraksi NU dalam parlemen (Greg Fealy, 2003:131). Sejak saat itu keterlibatan dan peran politik NU lebih luas dan semakin nyata dalam kancah perpolitikan Indonesia. Pilihan politik tersebut dengan sendirinya membawa NU kepada kebutuhan akan sumber daya manusia yang cakap dalam berpolitik. Maka, kepada GP Ansor lah NU yang telah menjadi partai politik akan berpaling untuk memenuhi kebutuhan yang mendesak itu. Setelah menerima instruksi PBNU tersebut, maka pada tanggal 18-19 Oktober 1952 pimpinan cabang mengadakan konferensi cabang ke-IV. Acara tersebut diselenggarakan di gedung Madrasah Jalan Kutuk No: 33 Sidoarjo. Agenda Konferensi tersebut adalah dalam rangka membahas surat-surat PBNU dan melakukan konsolidasi internal. Berhubung kegiatan tersebut bersifat penting dan besar maka juga dihadiri oleh Konsul PBNU Jawa Timur (Surat keluar NU Cabang Sidoarjo No: 162/259/Tf/52. Tentang Keputusan Muktamar N.U ke-19 dan Instruksi P.B.N.U.). Panitia kegiatan tersebut mengirimkan surat ijin kegiatan dan pemasangan spanduk kegiatan, kepada Kepala Polisi Negara RI Kabupaten Sidoarjo pada tanggal 10 Oktober 1952. Spanduk tersebut akan dipasang di depan pasar Sidoarjo dan bertuliskan: “KONPERENSI AKBAR NAHDLATUL ULAMA KE-IV TJABANG SIDOARJO”18/19 OKTOBER 1952” (Surat keluar NU Cabang Sidoarjo No: 164/260/Tf/52. Tentang Keputusan Muktamar N.U ke-19 dan Instruksi P.B.N.U.0 Surat keluar NU Cabang Sidoarjo No: 164/260/Tf/52. Tentang Keputusan Muktamar N.U ke-19 dan I n s t r u k s i P. B . N . U . S e t e l a h terselenggaranya kongres tersebut maka PCNU Sidoarjo telah siap menjadi partai politik dengan nama Partai NU Cabang Sidoarjo. Serta mulai saat tersebut NU Sidoarjo membangun sebuah wadah politik secara mandiri. Pada waktu
194
sebelumnya untuk urusan politik dan pemerintahan NU Sidoarjo memiliki wadah Masyumi, setelah NU keluar dari Masyumi maka partai NU dibentuk untuk memenuhi dan memperjuangkan tujuan NU di dalam badan-badan pemerintahan, Dewan Perwakilan Rakyat dan di dalam segala lingkungan masyarakat (Eko Satriya Hermawan, 2008:65). Pasca Partai NU cabang Sidoarjo terbentuk pada tahun 1952, untuk menguatkan konsolidasi dalam internal organisasi NU dalam menghadapi Pemilu 1955 maka selang satu tahun kemudian pengurus GP Ansor cabang Sidoarjo melakukan konferensi tahunan yang diselenggarakan pada tanggal 4 Oktober 1953 di Krian Sidoarjo. Agenda pembahasan yang penting untuk dibahas dalam rapat konferensi ini adalah melakukan reformasi pengurus GP Ansor cabang Sidoarjo (Surat keluar NU Cabang Sidoarjo Tanggal 12 Oktober 1952 No: 299/394/Tf/53. Tentang Keputusan Mandaat Konferensi Tahunan GP Ansor Cabang Sidoarjo 4-101953.). Alasan diadakan reformasi pengurus melalui mekanisme Konferensi tahunan ini. Pertama, pada tahun-tahun sebelumnya pasca kelahiran kembali GP Ansor dari tahun 1949 semua garis koordinasi organisasi pada tataran cabang atau daerah masih berpusat di Surabaya dan Jakarta. Kedua, NU secara resmi memisahkan diri dari Masyumi dan proses pembentukan NU menjadi partai politik pada tahun 1952. Ketiga, banyak kader-kader dari GP Ansor yang merangkap jabatan dan menjadi pengurus di Partai NU cabang Sidoarjo, sehingga GP Ansor cabang Sidoarjo terlihat vakum pada rentang tahun 1949-1952 walaupun sebenarnya tetap ada pengurusnya akan tetapi laju roda organisasinya kurang berjalan dengan lancar. Pada awal tahun 1953, partai NU melakukan berbagai kegiatan dalam rangka mensolidkan kekuatan internal organisasi. Pasca keluarnya NU dari Masyumi dan instruksi PBNU kepada
VERLEDEN: Jurnal Kesejarahan, Vol. 4, No.2, Juni 2014
seluruh anggota NU untuk menentukan sikap memilih salah satu diantara NU atau Masyumi sebagai aliran, maka dirasa perlu untuk melakukan restrukturisasi organisasi. termasuk juga dengan GP Ansor cabang Sidoarjo yang pada awalawal berdirinya kembali tahun 1949 masih dalam proses penetuan sikap arah serta misi organisasi, walaupun pada tahun 1951 sudah ada kesepakatan bersama antara PBNU dengan GP Ansor, yang membuktikan bahwa vaksum gerakan politik Ansor memang telah ada. Oleh karena dinamika yang terjadi di NU hingga badan-badan otonomnya terkait lepasnya NU dari Masyumi dan terbentuknya NU menjadi Partai Politik maka banyak banom-banom yang berada ditingkatan wilayah cabang hingga ranting masih kurang berjalan dengan baik (wawancara dengan Sholeh Khosim). Dalam konferensi tahunan yang dilakukan oleh pengurus GP Ansor cabang Sidoarjo ini dihadiri oleh 17 formatur yang tersebar di seluruh wilayah Sidoarjo yaitu: Kutuk, Djetis, Ketel, Pandean, Djalan Stasiun, Djasem, Balong, Dalaman, serta Praban. Gambaran Umum Pemilu 1955 di Kabupaten Sidoarjo Dalam pelaksanaannya, Pemilihan Umum di Kabupaten Sidoarjo merupakan pemilihan umum yang memilih anggota DPR serta diselenggarakan pada tanggal 29 September 1955. Peserta yang mengikuti Pemilu ini berjumlah 40 partai politik, dengan jumlah pemilih sebanyak 245.437 pemilih. Ketika perhitungan suara dilakukan ternyata Partai NU Cabang Sidoarjo meraup suara terbanyak, mencapai 102. 578 suara. Dengan perolehan suara tersebut, maka Partai NU menduduki peringkat pertama dalam Pemilu DPR di Kabupaten Sidoarjo. Pada posisi kedua ditempati oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) yang meraup 53.321 suara. Sedangkan posisi ketiga ditempati oleh Partai Nasionalis Indonesia (PNI) yang memperoleh 46. 274 suara serta tempat keempat diraih oleh Masyumi
dengan memperoleh 25.572 suara. Adapun total perolehan suara Pemilu DPR untuk wilayah Kabupaten Sidoarjo antara lain sebagai berikut. Tabel 1 Total Perolehan Suara Dalam Pemilu DPR Kabupaten Sidaorjo Tahun 1955 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
Nama Partai NU (Nahdlatul Ulama) PKI (Partai Komunis Indonesia) PNI (Partai Nasional Indonesia) Masjumi Pantja S Partai Rakjat Parkindo Pensiunan PRN (Partai Rakyat Nasional) Partai Buruh Parindra PSII (Partai Syarikat Islam Indonesia) PPBB Murba Baperki (Badan Permusyawaratan Kewarganegaraan Indonesia) Permai (Persatuan Marhein Indonesia) PRI (Partai Rakyat Indonesia) Katolik PIR (Partai Indonesia Raya) G. Banteng PSI (Partai Sosialis Indonesia) Angkatan Baru Acoma (Angkatan Communis Muda) Bumi Putra PIN PPPRI (Partai Pegawai Polisi Republik Indonesia) Partai WNI Perti (Perhimpunan Tarbiyah Islamiyah) AKUI K.M. Kusnun R. Muhammad Sujono Kusadi Paulus Kwee M.L B.K. Rakjat Pak Said Sastro Wadjijo Sudjono Sukardi
Jumlah Suara 102.578 53.321 46.274 25.321 192 89 0 364 362 835 55 736 111 108 1.032 688 7.554 195 56 35 509 49 154 542 73 1.706 0 22 63 26 61 50 1126 63 16 22 13 19 367 54
Sumber: Arsip Nahdlatul Ulama Cabang Sidoarjo, Koleksi Khusus Hasil Pemilu 1955 Museum NU 107 Berdasarkan tabel di atas, membuktikan bahwa perolehan suara Partai NU cabang Sidoarjo dalam Pemilu DPR wilayah Sidoarjo jauh mengungguli partai atau organisasi lainnya, dengan lebih 41 persen dari total suara. Meskipun hanya memiliki waktu 3 tahun dalam menyiapkan diri mengikuti Pemilu. Kemenangan Partai NU ini memberikan bukti sebagai partai yang pantas dipilih oleh masyarakat. Meskipun Partai NU unggul di Kabupaten Sidoarjo, akan tetapi hasil perolehan suara ditingkat nasional, posisi NU masih di bawah Masyumi dan PNI. Perolehan suara Partai NU secara keseluruhan mencapai 6.955.141 suara,
195
Partisipasi Politik GP Ansor Cabang Sidoarjo dalam Pemilu 1953-1955
dengan jumlah kursi yang diraih sebanyak 45, naik sebesar 46.2 persen dari perolehan kursi di DPRS yang hanya 8 kursi (Herbert Feith, 1999:84). Kemenangan Partai NU di Sidoarjo tidak terlepas dari beberapa faktor. Pertama, pengaruh besar dari pondok pesantren ahlus sunnah wal' jamaah yang berafiliasi terhadap NU. Kebanyakan pesantren di Sidoarjo adalah pesantren ahlus sunnah wal' jamaah, para pengasuh pesantren adalah seorang kyai yang ditokohkan, sehingga perintah-perintahmya dijadikan panutan masyarakat. Selain itu, tradisi yang dimiliki NU adalah yasinan, tahlilan, manaqib, dan istiqosah, dari kegiatan tersebut menjadikan masyarakat lebih sering berkumpul sehingga jalinan silahturahmi terus terbangun dan secara tidak langsung komunikasi politik terjalin dengan baik. Kedua, pengurus cabang NU sering mengadakan rapat kordinasi antar anggota. Selain itu, pengurus juga sering melakukan kordinasi ditingkatan Majelis Konsul Jatim dan PBNU. Kordinasi tersebut terbukti dari setiap laporan keanggotaan ditingkatan ranting untuk disampaikan kepada PBNU. Laporan tersebut mulai dari iuran anggota, rapat cabang, MWT (Majelis Wakil Tjabang), dan pembentukan ranting (wawancara dengan Sholeh Khosim). Ketiga, NU mempunyai badan otonom (Banom) yang mencakup berbagai bidang, seperti Muslimat yang mempunyai basis massa dikalangan perempuan, IPNU (Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama) yang dibentuk pada awal tahun 1955. Tetapi yang paling berperan dalam merumuskan strategi pemenangan Pemilu adalah GP Ansor yang mempunyai basis dukungan dikalangan pemuda yang bekerjasama dengan Ladjnah Pemilihan Umum (LAPNU) (wawancara dengan Khoirul Anam).
196
Partisipasi Politik GP Ansor Dalam Pemenangan Partai NU Cabang Sidoarjo 1955 Sebagai partai politik yang baru saja terbentuk dan bersiap dalam mengahadapi Pemilu 1955, NU telah memiliki anggota yang tersebar di 149 ranting. Para anggota yang tersebar di desa-desa tersebut rentan akan wacanawacana politik menjelang Pemilu 1955. Untuk mensiasati kondisi tersebut pada tanggal 9 Agustus 1953, pimpinan cabang menginstruksikan kepada seluruh anggota NU termasuk juga GP Ansor untuk berwaspada dari segala ajakan untuk bergabung dengan partai lain. Pimpinan cabang menginstruksikan kepada pengurus majelis wilayah cabang dan ranting bersiap dalam menghadapi Pemilu. Berhubung belum waktunya kampanye maka yang perlu dilakukan oleh pengurus untuk menghadapi Pemilu adalah dengan mempelajari UU No:7/1953 dan mensosialisasikan kepada masyarakat (Surat keluar NU cabang Sidoarjo No. 277/372/Tf/53/ Tanggal 9 Agustus 1953). Tugas yang diemban oleh
GP Ansor bekerjasama dengan LAPNU dalam pemenangan Partai NU Cabang Sidoarjo adalah bertanggung jawab mengkonsolidasikan kader di semua tingkatan cabang. Dalam rangka memenangkan Pemilu 1955, Partai NU Sidoarjo di bawah kordinasi LAPNU Provinsi diketuai oleh Sjaichu. Jabatan ketua Ladjnah Pemenangan Pemilu (LAPNU) Sidoarjo dipegang oleh H.M. Saleh Hasjim yang juga menjabat sebagai sekretaris Tanfidziyah Partai NUKetua: Saleh Hasjim (GPAnsor). Pada tanggal 17 Oktober 1953, LAPNU Jawa Timur, mengirimkan jadwal pelaksanaan Pemilu. Jadwal tersebut berfungsi untuk mempersiapkan diri para anggota-anggota NU untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi Pemilu sangat terbatas, sehingga sangat dibutuhkan prioritas kerja yang efektif guna meraup suara dalam Pemilu. Setelah adanya jadwal tersebut, maka tugas
VERLEDEN: Jurnal Kesejarahan, Vol. 4, No.2, Juni 2014
LAPNU dan GP Ansor mensosialisasikan kepada seluruh anggota NU yang berada di desa-desa dapat mengerti dan mempersiapkan diri dalam menyonsong Pemilihan Umum. GP Ansor dalam hal ini berperan untuk melakukan pendataan calon pemilih yang memiliki hak pilih dalam Pemilu 1955 dengan mendatangi para anggota NU secara door to door. Pendataan awal ini dilakukan agar bisa dicocokan dengan pendataan milik Panitia Pendaftraan Pemilih. Pendataan yang dilakukan GP Ansor ini tidak hanya para pemilih NU saja, melainkan juga para pendukung ataupun simpatisan. Kegiatan ini dilakukan karena jumlah pemilih dimungkinkan lebih banyak, hanya saja tidak terdaftar dalam keanggotaan NU. Pendataan pemilih tersebut merupakan hal yang penting dikarenakan dapat dipergunakan untuk mengetahui besarnya dukungan Partai NU, mencegah terjadinya penyelewengan hak suara oleh Panitia Pemilihan kepada pemilih Partai NU, dan memastikan anggota Partai NU menggunakan hak pilihnya (Surat LAPNU Sidoarjo Tanggal 16 April 1954). Peran lain yang dilakukan oleh GP Ansor bersama LAPNU adalah pembekalan kader-kader NU dalam menghadapi Pemilu. Pembekalan kader ini diselenggarakan mulai tanggal 10-14 April 1954 di gedung madrasah NU jalan Kawatan gang VI No. 2 Surabaya. Selama kegiatan tersebut para peserta disediakan tempat peristirahatan di kantor Persatuan Haji Indonesia (PHI) Jawa Timur jalan Rajawali Surabaya. Perwakilan NU Cabang Sidoarjo, antara lain terdiri dari, Sulaichan Gani, Abdullah Saleh dan Nyai Sesulih Abdullah Chairy. Sulaichan Gani adalah wakil ketua LAPNU Sidoarjo, Abdullah Saleh merupakan pengurus GP Ansor cabang Sidoarjo, sedangkan Nyai Sesulih Abdullah Chairy merupakan pengurus Muslimat Sidoarjo (wawancara denganAbdi Manaf).
Kesimpulan GPAnsor sebagai organisasi kader dalam proses kelahirannya erat kaitannya dengan perjalanan sejarah berdirinya Nahdlatul Ulama. Keduanya lahir dengan di awali oleh timbulnya organisasi lokal yang bergerak dalam bidang sosial, pendidikan, dan dakwah. Syubbanul Wathan merupakan cikal-bakal berdirinya organisasi GP Ansor. Dapat dikatakan demikian, karena alur perjalanan sejarah pembentukan GP Ansor dimulai dari penggabungan kedua organisasi pemuda Nahdlatul Wathan dan Taswirul Afkar ke dalam satu wadah menjadi Syubbanul Wathan pada rentang tahun 1916 hingga 1924 di Surabaya. Gagasan untuk mendirikan organisasi kepemudaan yang berbasis Islam tersebut terilhami oleh banyak bermunculannya organisasi pemuda dan Pada rentang tahun 1953-1955 merupakan periode dimana GP Ansor dan Partai NU mempersiapkan diri untuk menghadapi Pemilihan Umum 1955. Salah satu bentuk dari persiapan yang dilakukan dengan memperkuat jaringan patronase dalam pemerintah, khususnya Kementerian Agama. Usaha ini dilakukan untuk mengembangkan Partai NU baik dari segi keanggotaan maupun dari segi keuntungan finansial. Pemilihan Umum tahun 1955, merupakan langkah awal pembuktian eksistensi GP Ansor dalam menentukan garis politiknya terhadap Partai NU. Agar NU meraih kepercayaan dari masyarakat untuk terlibat dalam pemerintahan. Namun waktu yang dimiliki Partai NU dengan GP Ansor sangat terbatas, maka secara otomatis keduanya memiliki waktu 2 tahun untuk mempersiapkan semuanya. Persoalan mendasar yang perlu dilakukan oleh Partai NU dan GP Ansor adalah melakukan konsolidasi, kaderisasi, dan mengupayakan anggaran dalam menghadapi penyelenggaran Pemilu 1955 yang sudah diambang pintu. Hasil kerjasama GP Ansor dan Partai NU dalam kampanye tersebut terbukti saat
197
Partisipasi Politik GP Ansor Cabang Sidoarjo dalam Pemilu 1953-1955
diumumkanya hasil Pemilu untuk anggota parlemen. Partai NU menempati partai ketiga terbesar setelah PNI dan Masyumi diurutan pertama dan kedua, serta PKI diurutan keempat. Hasil tersebut adalah hasil yang mengejutkan bagi NU sendiri dan banyak kalangan di luar lingkaran NU. Peningkatan perolehan kursi dalam parlemen dari 7 menjadi 45 kursi adalah perolehan yang sangat luar biasa bagi NU dalam pemilu pertama tersebut.
DAFTAR PUSTAKA Arsip: Arsip Partai NU Cabang Sidoarjo, Surat Keluar No. 98/630/Tanf/XI/55 Tentang Pedoman Kampanye Konstituante, dan Garis-Garis Uraiannya Anggaran Dasar GP Ansor Hasil Kongres GP Ansor ke IV di Malang 2 November 1956 Arsip Partai NU, 12 Oktober 1953, Tentang Formatur GP Ansor Tjabang Sidoarjo Tentang Nota Keputusan Penting Kepada Sami'un Somady (GP Ansor), , 6 November 1953, Tentang Alamat Ketua MWT (Majelis Wilayah Tjabang dan Jumlah Rantingnya Arsip Partai NU Cabang Sidoarjo, No. 283/378/Tanf/53/27 Agustus 1953/ Tentang Rapat Pelantikan Ranting, No. 322/416/Tanf/53/8 November 1953/Tentang Sebab Ikutnya NU dalam Kabinet Ali, , No. 315/499/Tanf/53/6 November 1953/ Tentang Alamat Ketua Ranting, , No. 206/304/Tanf/53/20 Februari 1953 Tentang Instruksi dan Maklumat-Maklumat, , 9 April 1954 Tentang Nota Penting, No. 35/390/Tanf/54/ 24 Maret 1954 Tentang Mohon Idzin Rapat Umum, Surat Siaran dan Pawai PanduP a n d u G P A n s o r, , N o . 310/404/Tanf/53/28 Oktober 1953
198
Tentang Tjabang Keliling AD ART GP Ansor Hasil Kongres V Di Solo Tahun 1959 Risalah Ansor No. 2 Pucuk Pimpinan Gerakan Pemuda Ansor, 15 September 1950, Jakarta: Dokumentasi Lakpesdam NU Pusat. 1950 Surat Keluar NU Cabang Sidoarjo No: 162/258/Tf/52 Tentang Keputusan Muktamar N.U ke-19 dan Instruksi P.B.N.U. Surat PP GP Ansor kepada Partai NU No. 133/2/A-III/55 tertanggal 21 Maret 1955 hlm Mutasi, Koleksi Arsip Nasional RI bentuk Mikrofilm Bundel 67 Surat LAPNU Sidoarjo Tanggal 16 April 1954, Tentang Pendaftaran Pemilih, No. 1/LP/NU/53/ 17 O k t o b e r 1 9 5 3 Te n t a n g Pendaftaran Anggota serta pengikut diluar anggota untuk Pemilu Surat Undangan Thohir Bakri Kepada Pengurus MWC Ranting NU Cabang Surabaya, Maret 1956, Dokumen Resmi NU Cabang Surabaya 1929-1939 Verslag Kongres ANO Ke-II di Malang, 1937 dan Keputusan Muktamar NU ke 10 di Solo, tahun 1935 Surat Kabar dan Majalah: Aula Majalah NU Surabaya, 1990 Berita NU, No. 10 Tahun ke-5 1935 Bintang Sembilan PP GPAnsor 1951 Duta Masyarakat, Tanggal 4 Februari 1955, Tanggal 5 Februari 1955, Tanggal 26 Maret 1955, Tanggal
VERLEDEN: Jurnal Kesejarahan, Vol. 4, No.2, Juni 2014
25-27 Oktober 1955, Tanggal 28 Desember, Tanggal 11 Juli 1956 Gema Muslimin No. 7 September 1953/Th. Ke-1 Liberal, Tanggal 20Agustus 1955
Partai Nahdlatul Ulama Cabang Sidoarjo 1952-1955” Skripsi Pada Program Sarjana Universitas Airlangga Surabaya Fealy, Gerg, 2003, Ijtihad Politik Ulama: Sejarah NU 1952-1967, Yogyakarta: LKIS
Pikiran Rakyat, Tanggal 7-8April 1952 Suara Nahdlatul Ulama, No. 5 Jumadilawal 1347 H Suara Ansor, PP GP Ansor, 197. Suluh Indonesia, Tanggal 1 Maret 1956
Feith, Herbert. 1999, Pemilihan Umum 1955 Di Indonesia, Jakarta: KGP Kepustakaan Populer Gramedia Haidar M. Ali, 1998, Nahdlatul Ulama dan Islam di Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Tegas, Tanggal 13 Maret 1952 Tempo, Tanggal 11Agustus 2001 Buku dan Skripsi: A.K. Pringgodigdo 1970, Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia, Jakarta: Dian Rakyat Aboebakar. 1957, Sedjarah Hidup KH. Wahid Hasyim dan Karangan Tersiar, Jakarta: Panitya Buku Peringatan Alm. KH. Wahid Hasjim Bruinesen, Martin van. 1994, NU Tradisi; Relasi-Relasi Kuasa Pencarian Wacana Baru, Yogyakarta: LKIS Choirul Anam. 2010, Gerak Langkah Pemuda Ansor. Jakarta: Duta Aksara Mulia
Legge, D Jhon. 1996, Sukarno Sebuah Biografi, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan Lili Romli. 2006, Islam Yes Partai Islam Yes; Sejarah Perkembangan Partai-Partai Islam di Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Miriam Budiarjo (ed). 1982, Partisipasi dan Partai Politik Jakarta: PT. Gramedia Nara Sumber: 1. Nama : KH. Sholeh Khosim, Mantan Pengurus Majelis Wilayah Tjabang MWT Kecamatan Taman Tahun 1956 Alamat : Desa Ngelom Kecamatan Taman Sidoarjo 2. Nama
-------------------. 1985, Pertumbuhan dan Perkembangan Nahdlatul Ulama, Solo: Jatayu Effendy Choirie (ed). 1995, Ansor Dalam Dinamika Nahdlatul Ulama, Jakarta: Lajnah Ta'lif wan-Nasyr LTN PBNU Eko Satriya Hermawan. 2008, “Perjalanan Menuju Pemilu Legislatif 1955: Studi Kasus
: Abdi Manaf ,Wakil Ketua NU Jatim dan Mantan Pengurus GP Ansor Cabang Sidoarjo Alamat : Klopo Sepuluh Kecamatan Sukodono Sidoarjo
3. Nama
: Choirul Anam, Mantan Ketua GP Ansor Jawa Timur 2009-2010 Alamat : Jalan Kutisari Indah Barat Gang 4 No. 85
199