PARTISIPASI MASYARAKAT LOKAL DALAM KONSERVASI HUTAN LINDUNG PULAU TARAKAN The Local Community’s Participation in Conservation of Tarakan Protection Forest
Adi Sutrisno1), Mustofa Agung Sardjono2) dan Marlon Ivanhoe Aipassa3)
Abstract. This research was conducted to find out image of participation of Tarakan community in the conservation of Tarakan Protection Forest (TPF). The research showed that all elements of local community had participated and their participation were in the function of “distribution” and “implementation”, while in case of participation intensity, it was categorized as “information” and “consultation”. Both participations function and intensity, however, reached the level of “very inactive”. The perception of local community about participation were 1) direct and indirect involvement, 2) participation in activities and 3) physical and non-physical contribution. The local community who had not participated gave the following reasons: 1) they were neither involved nor informed, 2) they had already a regular job, 3) they had no capacity and 4) recruited labourers were from other regions. Conversely, those who had participated gave the following reasons: 1) participation was a part of their duty and responsibility, 2) they had been involved, (3) they had been given responsibilities and 4) they had got income. The local community suggested that participation could be encouraged by 1) inviting/involving them 2) transparency 3) dialogue and socialization 4) good examples and 5) intensive guidance. The main problem of TPF conservation was unsuccessful of conservation, especially in preventing and mitigating TPF destruction caused by accumulation of three factors, namely 1) poor management of the conservation programme, 2) law/rule infringement and 3) low participation of the local community in the programme. Generally speaking, this unsuccessful had the consequences of 1) increasing TPF destruction and 2) decreasing of TPF functions. To improve the TPF conservation programme, it is recommended that the local community’s participation in this programme should be intensified, different measures on the basis of the local community’s participation should be implemented and the government of Tarakan city should always be consistent in maintaining the status and function of TPF by avoiding disproportionate physical development activities in the TPF area. Kata kunci: partisipasi, masyarakat lokal, konservasi, hutan lindung.
___________________________________________________________________ 1) Fakultas Pertanian Universitas Borneo, Tarakan 2) Laboratorium Politik, Ekonomi dan Sosial Kehutanan Fak. Kehutanan Unmul, Samarinda 3) Laboratorium Konservasi Tanah dan Air Fak. Kehutanan Unmul, Samarinda
1
2
JURNAL KEHUTANAN UNMUL 2 (1), APRIL 2006
Menurut Holmes (2000) dalam Anonim (2001), memasuki abad ke 21 luas hutan tersisa sekitar 98 juta ha dan paling sedikit setengahnya diyakini sudah mengalami degradasi akibat kegiatan manusia. Tingkat deforestasi makin meningkat, yang mana Indonesia rata-rata kehilangan sekitar 1 juta ha setiap tahun pada tahun 1980an, sekitar 1,7 juta ha setiap tahun pada tahun 1990-an dan sejak tahun 1996 deforestasi tambah meningkat menjadi rata-rata 2 juta ha setiap tahun. Di Kalimantan pada tahun 1985 dari luas lahan 53.721.675 ha luas hutannya adalah 39.644.025 ha, sedangkan pada tahun 1997 dari 53.721.675 ha luas lahan di Kalimantan, sisa luas hutan adalah 29.637.475 ha, ini artinya sejak tahun 1985 sampai dengan tahun 1997 telah terjadi pengurangan luas hutan sebesar 10.006.550 ha atau 25 %. Di Kalimantan Timur sendiri luas hutan permanennya adalah 14.727.488 ha yang terdiri dari hutan konservasi 2.166.212 ha, hutan lindung 2.935.478 ha, hutan produksi terbatas 4.755.494 ha, hutan produksi 4.727.488 ha. Namun luas hutan aktual yang tersisa hanya 13.900.000 ha (Anonim, 2001). Seiring dengan pertambahan penduduk, pertumbuhan ekonomi dan industrialisasi, maka tekanan terhadap sumberdaya alam menjadi semakin besar, karena tingkat kebutuhan dan kepentingan terhadap sumberdaya alam juga semakin tinggi. Hal ini dapat diketahui betapa pembukaan hutan, kegiatan pertambangan dan kegiatan eksploitasi sumberdaya alam lainnya dari tahun ke tahun bukannya menurun tetapi semakin besar. Dengan demikian kawasan eksploitasi kian terancam habis dan ancaman terhadap kawasan lindung atau kawasan konservasipun terjadi (Sembiring dkk., 1999). Kerusakan hutan tidak hanya terjadi pada hutan produksi, tetapi juga pada hutan konservasi dan hutan lindung termasuk hutan lindung di Pulau Tarakan (HLPT). Kerusakan HLPT tersebut berdasarkan pengamatan disebabkan oleh beberapa faktor, seperti: perambahan, perladangan, penggembalaan, pemukiman, kegiatan penambangan dan pembangunan fasilitas umum. Upaya-upaya konservasi terhadap HLPT dilakukan dengan berbagai bentuk program seperti: pengadaan sarana, prasarana, penyuluhan, reboisasi dan lain-lain, namun upaya-upaya tersebut belum memberikan hasil sesuai tujuan yang diinginkan. Selain kebijakan pemerintah dan pendanaan, terdapat faktor lain yang sangat menentukan keberhasilan program konservasi tersebut, yakni “partisipasi masyarakat lokal“. Sebagaimana yang dikemukakan Tjokroamidjojo (1995) dalam Margiyono (1999), partisipasi penting bagi pembangunan, bahkan menjadi tujuan dari pembangunan itu sendiri, yang mana partisipasi aktif masyarakat lokal merupakan “roh” dari pembangunan. Mengingat terdapat unsur-unsur lapisan masyarakat lokal dengan peran yang berbeda-beda, maka menurut Poli (1997), terdapat tiga aspek penting partisipasi, yaitu: luasnya partisipasi (siapa saja yang berpartisipasi), fungsi partisipasi (dalam hal apa partisipasinya) dan intensitas partisipasi (bagaimana partisipasinya). Dengan memperhatikan tiga aspek partisipasi tersebut di atas, diharapkan mampu mendukung mewujudkan keberhasilan program konservasi sebagai wujud kontribusi terhadap pembangunan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui siapa saja dari unsur masyarakat lokal yang selama ini telah berpartisipasi dalam program konservasi HLPT,
Sutrisno dkk. (2006). Partisipasi Masyarakat Lokal
3
mengetahui fungsi partisipasi dan intensitas partisipasi unsur masyarakat lokal dalam program konservasi HLPT, mengetahui tingkat partisipasi unsur masyarakat lokal dalam program konservasi HLPT dan persepsi masyarakat lokal tentang apa, mengapa dan bagaimana partisipasi, memberikan rumusan alternatif upaya yang dapat mendukung keberhasilan konservasi HLPT berbasis partisipasi masyarakat. METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di HLPT khususnya di Kelurahan Kampung I Skip Kecamatan Tarakan Tengah dan Kelurahan Juata Kerikil Kecamatan Tarakan Utara Kota Tarakan. Waktu penelitian adalah selama lima bulan (April-Agustus 2002). Objek utama penelitian ini adalah masyarakat Kelurahan Kampung I Skip Kecamatan Tarakan Tengah dan Kelurahan Juata Kerikil Kecamatan Tarakan Utara yang berada di dalam dan di sekitar HLPT. Lokasi penelitian ini ditentukan secara purposive sampling, yakni dipilih langsung dua kelurahan yang berbatasan langsung dengan batas HLPT. Responden diambil dari lokasi penelitian yang dijadikan sampel dan ditentukan dengan cara stratified sampling, yaitu penentuan sampel yang dilakukan dengan membagi populasi dalam beberapa strata. Strata populasinya adalah pemimpin (leader), kelompok minat (interest group), keseluruhan rumah tangga/kepala keluarga (all households), wanita (women) dan pemuda (youth). Jumlah sampel untuk pemimpin (leader) adalah sebanyak 4 responden terdiri dari 2 responden adalah lurah dan 2 responden adalah tokoh masyarakat. Jumlah sampel untuk kelompok minat sebanyak 4 responden yaitu 2 responden adalah Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM), 1 responden Ketua Kelompok Konservasi dan 1 responden Ketua Kelompok Tani. Jumlah sampel untuk keseluruhan rumah tangga/kepala keluarga adalah sebanyak 10 % dari 315 kepala keluarga yaitu 32 responden, jumlah sampel wanita adalah sebanyak 10 % dari 382 atau 38 responden, dan jumlah sampel pemuda adalah sebanyak 10 % dari 183 atau 18 responden. Pengumpulan data dilakukan dengan cara pengamatan langsung di lapangan dan dengan wawancara, yaitu mengajukan pertanyaan tertulis kepada responden dengan menggunakan kuesioner. Selain itu dilakukan juga studi dokumentasi, yaitu pengumpulan data untuk memperoleh data tertulis melalui buku, gambar, foto ataupun yang sejenisnya. Data yang dikumpulkan berdasarkan tujuan penelitian terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer yang diambil adalah unsur masyarakat yang berpartisipasi dan tidak berpartisipasi, keterlibatan masyarakat lokal pada fungsi dan intensitas partisipasi, anggapan-anggapan masyarakat tentang partisipasi dan permasalahan-permasalahan yang terkait dengan konservasi HLPT. Data primer diperoleh langsung dari responden melalui kuisioner dan wawancara.
Data sekunder yang diambil adalah batas dan luas wilayah, topografi, jenis tanah, flora (vegetasi), fauna (satwa), jumlah kepala keluarga, jumlah
4
JURNAL KEHUTANAN UNMUL 2 (1), APRIL 2006
penduduk, distribusi struktur umur penduduk, pendidikan penduduk dan mata pencarian penduduk. Setelah data terkumpul, maka dilanjutkan dengan kegiatan analisis data melalui langkah-langkah sebagai berikut: a. Editing data: merupakan kegiatan meneliti kembali data yang diperoleh untuk mengetahui apakah data tersebut sudah baik dan benar untuk diproses lebih lanjut. b. Koding: mengklasifikasikan sumber responden dan jawaban responden sesuai kategorinya. c. Frekuensi: setelah koding selesai dikerjakan, maka baik sumber responden maupun jawaban responden dihitung distribusi ke dalam kategori-kategori dan frekuensinya. d. Tabulasi: proses penyusunan data dalam bentuk tabel sehingga data dapat dibaca dengan mudah dan maknanya mudah dipahami. Kemudian data tersebut dianalisis dengan teknik “analisis diskriptif kualitatif” dan alternatif upaya yang dapat mendukung keberhasilan konservasi HLPT berbasis partisipasi masyarakat dirumuskan dengan analisis “ZOPP” (Ziel Orienterte Projekt Plannung) yang disederhanakan dengan menggunakan langkahlangkah analisis dengan tahapan sebagai berikut: analisis masalah (problem analysis), analisis tujuan (objective analysis) dan analisis alternatif (alternative analysis). Guna menuntun peneliti serta untuk menyamakan persepsi dengan pihak lain, maka ditetapkan definisi operasional dan skala penilaian sebagai berikut: 1. Definisi operasional Partisipasi masyarakat lokal ialah keterlibatan masing-masing anggota unsur lapisan masyarakat lokal pada fungsi partisipasi dan intensitas partisipasi dalam program konservasi HLPT. Program konservasi HLPT yang dimaksud dalam penelitian ini ialah serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk mencegah dan menanggulangi kerusakan HLPT (pemasangan patok tanda batas, pemasangan plang tanda larangan kegiatan reboisasi). Unsur lapisan masyarakat lokal yang dimaksud dalam penelitian ini ialah pemimpin, kelompok minat, keseluruhan rumah tangga, wanita, pemuda yang tercatat sebagai masyarakat di dalam dan sekitar HLPT. Fungsi partisipasi masyarakat lokal dalam penelitian ini ialah partisipasi dari anggota unsur lapisan masyarakat lokal yang tersalur dalam hal apa saja, apakah: distribusi, pemeliharaan, pelaksanaan, perencanaan atau manajemen. Intensitas partisipasi masyarakat lokal yang dimaksud dalam penelitian ini ialah partisipasi dari anggota unsur lapisan masyarakat lokal dalam hal bagaimana mereka melaksanakan fungsi partisipasi, apakah: memberi informasi, memberikan konsultasi, pengambilan keputusan, memprakarsai tindakan atau pengendalian secara menyeluruh.
Sutrisno dkk. (2006). Partisipasi Masyarakat Lokal
5
2. Skala penilaian Penilaian tentang tingkat partisipasi masyarakat lokal dalam pelaksanaan program konservasi HLPT didasarkan pada perkalian angka indeks pelaku (who), dengan angka indeks dalam hal apa (in what) dan angka indek bagaimana partisipasi (how), sesuai dengan tabel participation-empowerment index sebagai berikut: Tabel 1. Participation-empowerment index Extent (who) Index Children/youth 5 Women 4 All households 3 Interest group 2 Leader only 1 Sumber: Shubert dalam Poli (1997)
Function (in what) Management Planning Implementation Maintenance Distribution/use
Index 5 4 3 2 1
Intensity (how) Total control Initiate action Decision making Consultation Informing
Index 5 4 3 2 1
Berdasarkan perkalian tersebut diperoleh angka tertinggi 125 dan terendah 1. Kemudian untuk memberikan skala penilaian tingkat partisipasi masyarakat lokal dari nilai terendah sampai tertinggi dengan pembagian kelompok sebanyak 5 kelompok dengan kategori: sangat tidak aktif, tidak aktif, cukup aktif, aktif dan sangat aktif dilakukan dengan cara menurut Sudjana (1992) sebagai berikut: a. Menentukan rentang nilai dengan rumus: Rentang = Nilai tertinggi – Nilai terendah. b. Menentukan banyaknya kelompok, dalam hal ini banyaknya kelas ditentukan sebanyak 5 sesuai kategori penilaian tersebut di atas. c. Menentukan panjang kelas dengan rumus: P = R : K, yang mana P = panjang kelas, R = rentang dan K = jumlah kelompok. Dari rumus-rumus di atas diperoleh nilai sebagai berikut: R = 125–1 = 124, K = 5 dan P = 124 : 5 = 24,8 (dibulatkan menjadi 25). Dengan demikian penentuan partisipasi masyarakat lokal dalam program konservasi HLPT adalah sebagai berikut: a. Partisipasi sangat aktif, jika nilai indeksnya 101–125. b. Partisipasi aktif, jika nilai indeksnya 76–100. a. Partisipasi cukup aktif, jika nilai indeksnya 51–75. b. Partisipasi tidak aktif, jika nilai indeksnya 26–50. c. Partisipasi sangat tidak aktif, jika nilai indeksnya 1–25. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Hutan lindung Pulau Tarakan (HLPT) Kawasan HLPT secara geografis terletak antara 117°31’45”117°38’ BT dan antara 3°14’30”3°25’ LU, dengan luas 2.400 ha. Menurut Anonim (1999) dikutip Irawan (2002), jenis tanah yang terdapat pada kawasan HLPT
6
JURNAL KEHUTANAN UNMUL 2 (1), APRIL 2006
adalah alluvial dan kompleks podsolik dengan jenis tanah yang dominan adalah podsolik. Fisiografi HLPT terdiri atas formasi perbukitan dan gunung-gunung yang tidak terlalu tinggi dengan kisaran ketinggian antara 25110 mdpl. Keadaan lapangan tergolong bergelombang ringan, sedang sampai berbukit, didominasi kelerengan agak curam (1525 %) yang terletak di bagian tengah (Gunung Salatan) dan di bagian Selatan (Gunung Slipi). Beberapa jenis tumbuhan pohon yang tumbuh di HLPT teridentifikasi sebagai tumbuhan dilindungi, seperti: Ulin (Eusideroxylon zwageri), Ramin (Gonistylus bancanus), Bengeris (Kompassia excelsa) dan Jelutung (Dyera costulata). Selain keanekaragaman jenis tumbuhan, di HLPT juga mengandung potensi keanekaragaman satwa, antara lain jenis-jenis mamalia, burung, reptil dan ikan (Anonim, 2000). 2. Kelurahan Kampung I Skip Luas wilayah Kelurahan Kampung I Skip adalah 3.685 ha, terdiri dari 2.000 ha dataran dan 1.685 ha perbukitan. Ketinggian tempat Kelurahan Kampung I Skip berkisar antara 0–50 mdpl dan kelas ketinggian 0–25 mdpl cukup mendominasi. Keadaan lapangan tergolong bergelombang ringan sampai berbukit dengan kelerengan lahan berkisar antara 0–30 %. Jenis tanah podsolik lebih banyak ditemui di daerah ini. Berdasarkan data dari kantor Kelurahan Kampung I Skip tahun 2003, jumlah kepala keluarga yang ada di Kelurahan Kampung I Skip adalah 1.171 KK. Penduduknya berjumlah 3.433 orang, terdiri atas 1.740 orang laki-laki dan 1.693 orang wanita, dengan demikian perbandingan jenis kelamin wanita terhadap lakilaki sebesar 97,30 %. Penduduk yang bermukim di kampung ini masih belum padat (93 orang/km2). Kepadatan penduduk di Kelurahan Kampung I Skip, bila dibandingkan dengan kepadatan penduduk kecamatannya (Kecamatan Tarakan Tengah) jauh lebih kecil (jarang), karena menurut BPS Kota Tarakan (2001), kepadatan penduduk Kecamatan Tarakan Tengah adalah 836 orang/km2. Distribusi penduduk Kelurahan Kampung I Skip ditinjau dari kelompok umur adalah sebanyak 2.197 orang (64,00 %) masuk dalam kategori umur produktif (16– 60 tahun), lebih banyak jika dibandingkan kelompok umur belum produktif (0–<15 tahun) dan kelompok umur kurang produktif (>60 tahun). Terdapat sebanyak 75 orang (2,18 %) penduduk tamat perguruan tinggi (sarjana), 46 orang (1,34 %) tamat akademi, 32 orang (0,93 %) tamat SLTA dan 947 orang (27,59 %) tamat SLTP, tetapi banyak penduduk yang hanya atau baru tamat SD, yakni sebanyak 1.125 orang (32,77 %). Fasilitas pendidikan yang ada di Kelurahan Kampung I Skip masih kurang, karena di kelurahan ini hanya terdapat 1 Taman Kanak kanak (TK Budi Utomo), 2 Sekolah Dasar (SD Negeri 021 Skip dan SD Negeri 005 Kampung 1 dan 2 Sekolah Menengah Lanjutan Tingkat Atas (SMK Paguntaka dan SPK Tarakan).
Sutrisno dkk. (2006). Partisipasi Masyarakat Lokal
7
Penduduk Kelurahan Kampung I Skip yang bekerja di sektor pertanian sebagai petani, peternak dan nelayan cukup banyak, yakni sebanyak 752 orang atau 48,48 %, sedangkan sisanya (51,52 %) bermata pencarian sebagai Pegawai Negeri Sipil, TNI/POLRI, karyawan swasta dan lain-lain. 3. Kelurahan Juata Kerikil Luas wilayah Kelurahan Juata Kerikil adalah 1.059,49 ha, terdiri dari 741,64 ha dataran dan 317,85 ha perbukitan. Ketinggian tempat Kelurahan Juata Kerikil berkisar antara 0–75 mdpl dan kelas ketinggian 0–25 mdpl lebih mendominasi. Lereng atau kemiringan lahannya berkisar antara 0–40 %. Jenis tanah di daerah ini adalah podsolik dan alluvial, di mana jenis tanah alluvial lebih mendominasi. Berdasarkan data dari kantor Kelurahan Juata Kerikil tahun 2003, jumlah kepala keluarga yang ada di Kelurahan Juata Kerikil adalah 520 KK. Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Kelurahan Kampung I Skip (3.433 orang), jumlah penduduk Kelurahan Juata Kerikil lebih sedikit, yakni berjumlah 2.154 orang yang terdiri dari 1.177 orang laki-laki dan 977 orang wanita. Dengan demikian ratio jenis kelamin wanita terhadap laki-laki sebesar 83,00 %. Dapat dikatakan penduduk yang bermukim di daerah ini belum padat (203 orang/km2). Distribusi penduduk Kelurahan Juata Kerikil ditinjau dari kelompok umur, sebanyak 1.312 orang (60,91 %) masuk dalam kategori umur produktif (1660 tahun), lebih banyak jika dibandingkan kelompok umur belum produktif (0<15 tahun) dan kelompok umur kurang produktif (>60 tahun) yakni sebanyak 39,09 %. Penduduk yang masuk dalam kelompok bependidikan menengah (SLTP dan SLTA) cukup banyak, yakni 31,71 %, tetapi penduduk yang masih menempuh pendidikan Taman Kanak-kanak, belum sekolah dan atau tidak sekolah (lainnya) menempati persentase tertinggi, yaitu 53,62 %. Fasilitas pendidikan yang ada di Kelurahan Juata Kerikil adalah 1 Taman Kanak-kanak (TK Raja Alam) dan 1 SLTP (SMP 9). Berbeda dengan penduduk Kelurahan Kampung I Skip yang banyak bermata pencarian sebagai petani, sebagian besar penduduk Kelurahan Juata Kerikil bermata pencarian sebagai TNI/POLRI, yakni sebanyak 258 orang (44,18 %), hal ini dapat dimaklumi karena di kelurahan ini terdapat Markas Batalyon 613 Raja Alam. Jumlah penduduk yang telah memiliki mata pencarian 584 orang, sedangkan jumlah penduduk Kelurahan Juata Kerikil secara keseluruhan 2.154 orang, dengan demikian persentase penduduk yang memiliki mata pencarian hanya 27,11 %. Partisipasi Masyarakat Lokal dalam Program Konservasi HLPT
Masyarakat lokal adalah pihak yang paling dekat dengan masalah pembangunan berkelanjutan. Partisipasi mereka dalam pembangunan adalah sekaligus sebagai subjek dan objek pembangunan (Poli, 1997).
8
JURNAL KEHUTANAN UNMUL 2 (1), APRIL 2006
Partisipasi aktif dari seluruh unsur masyarakat lokal dalam program pembangunan akan menumbuhkan pengalaman dan rasa memiliki yang pada tahap berikutnya akan dapat meningkatkan rasa tanggung-jawab dan kemauan untuk mempertahankan hasil-hasil program secara dinamis (Margiyono, 1999). Untuk melihat lebih dalam partisipasi masyarakat lokal Kelurahan Kampung I Skip dan Kelurahan Juata Kerikil dalam program konservasi HLPT, maka berikut diuraikan partisipasi tiap unsur masyarakat lokal tersebut: 1. Pemimpin Partisipasi unsur masyarakat lokal pemimpin adalah sebagai berikut: sebanyak 4 responden (100 %) terlibat pada fungsi partisipasi “distribusi”, sedangkan pada intensitas partisipasi terdapat 1 responden (25 %) terlibat pada “informasi” dan 3 responden (75 %) terlibat pada “konsultasi”. 2. Kelompok minat Partisipasi seluruh unsur masyarakat lokal kelompok minat adalah sebagai berikut: sebanyak 3 responden (75 %) terlibat pada fungsi partisipasi “distribusi” sedangkan pada intensitas partisipasi 3 responden (75 %) terlibat pada “informasi”. 3. Keseluruhan rumah tangga (kepala keluarga) Partisipasi unsur masyarakat lokal keseluruhan rumah tangga (kepala keluarga) adalah sebagai berikut: 4 responden (12,50 %) terlibat pada fungsi partisipasi “pelaksanaan” dan 12 responden (37,50 %) terlibat pada fungsi partisipasi “distribusi”. Pada intensitas partisipasi terdapat 5 responden (15,63 %) terlibat pada “konsultasi”, dan 2 responden (6,25 %) terlibat pada “informasi”. Dengan demikian terdapat 16 responden (50,00 %) yang tidak terlibat baik pada fungsi partisipasi maupun pada intensitas partisipasi. 4. Wanita Partisipasi unsur masyarakat lokal wanita adalah sebagai berikut: 7 responden (18,24 %) terlibat pada fungsi partisipasi “distribusi” dan tidak terdapat keterlibatan unsur masyarakat lokal wanita pada intensitas partisipasi. 5. Pemuda Partisipasi unsur masyarakat lokal pemuda adalah sebagai berikut: 6 responden (33,33 %) terlibat pada fungsi partisipasi “distribusi” dan tidak terdapat ketelibatan unsur masyarakat lokal pemuda pada intensitas partisipasi. Tingkat Partisipasi Unsur Masyarakat Lokal dalam Konservasi HLPT Tingkat partisipasi unsur masyarakat lokal dalam program konservasi HLPT adalah sebagai berikut:
Sutrisno dkk. (2006). Partisipasi Masyarakat Lokal
9
1. Tingkat partisipasi pemimpin Partisipasi unsur masyarakat lokal pemimpin jika dituangkan dalam tabel participation empowerment index seperti ditampilkan pada Tabel 2. Memperhatikan tabel tersebut, dapatlah dikatakan bentuk partisipasi unsur masyarakat lokal pemimpin yang memiliki angka indeks 1 dalam fungsi partisipasi adalah pada “distribusi” (100 %). Selanjutnya, intensitas partisipasinya adalah pada “konsultasi” (75 %) dengan angka indeks 2. Dengan demikian nilai tingkat partisipasi pemimpin dengan mengalikan ketiga angka indeks tersebut, yakni 1 x 1 x 2 = 2, sehingga partisipasi pemimpin dalam program konservasi HLPT masuk dalam kategori “sangat tidak aktif” atau berada pada rentang nilai 1–25. Tabel 1. Fungsi dan Intensitas Partisipasi Unsur Masyarakat Lokal Pemimpin dalam Program Konservasi HLPT Fungsi partisipasi I Manajemen 5 Perencanaan 4 Pelaksanaan 3 Pemeliharaan 2 Distribusi/penggunaan 1 Keterangan: I = indeks. F = frekuensi.
F 4
% 100
Intensitas partisipasi Pengendalian menyeluruh Prakarsa tindakan Pengambilan putusan Konsultasi Informasi
I 5 4 3 2 1
F 3 1
% 75 25
Tabel 2. Fungsi dan Intensitas Partisipasi Unsur Masyarakat Lokal Pemimpin dalam Program Konservasi HLPT Fungsi partisipasi I Manajemen 5 Perencanaan 4 Pelaksanaan 3 Pemeliharaan 2 Distribusi/penggunaan 1 Keterangan: I = indeks. F = frekuensi.
F 4
% 100
Intensitas partisipasi Pengendalian menyeluruh Prakarsa tindakan Pengambilan putusan Konsultasi Informasi
I 5 4 3 2 1
F 3 1
% 75 25
2. Tingkat partisipasi kelompok minat Partisipasi unsur masyarakat lokal kelompok minat dalam program konservasi HLPT bila dituangkan dalam tabel participation empowerment index adalah sebagai berikut: Tabel 3. Fungsi dan Intensitas Partisipasi Unsur Masyarakat Lokal Kelompok Minat dalam Program Konservasi HLPT Fungsi partisipasi I F Manajemen 5 Perencanaan 4 Pelaksanaan 3 Pemeliharaan 2 Distribusi/penggunaan 1 3 Keterangan: F = frekuensi. I = indeks
% 75
Intensitas partisipasi Pengendalian total Prakarsa tindakan Pengambilan putusan Konsultasi Informasi
I 5 4 3 2 1
F 3
% 75
10
JURNAL KEHUTANAN UNMUL 2 (1), APRIL 2006
Berdasarkan Tabel 3 di atas, maka bentuk partisipasi unsur masyarakat lokal kelompok minat yang mempunyai angka indeks 2 adalah pada “distribusi” (75 %) dengan angka indeks 1 dan pada “informasi” (75 %) dengan angka indeks 1. Dengan demikian nilai tingkat partisipasi kelompok minat dengan mengalikan ketiga angka indeks tersebut, yakni 2 x 1 x 1 = 2, sehingga partisipasi kelompok minat dalam program konservasi HLPT masuk dalam kategori “sangat tidak aktif” atau berada pada rentang nilai 1–25. 3. Tingkat partisipasi keseluruhan rumah tangga (kepala keluarga) Partisipasi unsur masyarakat lokal keseluruhan rumah tangga (kepala keluarga) bila dituangkan dalam tabel participation-empowerment index adalah seperti pada Tabel 4. Tabel 4. Fungsi dan Intensitas Partisipasi Unsur Masyarakat Lokal Keseluruhan RumahTangga (Kepala Keluarga) dalam Program Konservasi HLPT Fungsi partisipasi I F Manajemen 5 Perencanaan 4 Pelaksanaan 3 4 Pemeliharaan 2 Distribusi/penggunaan 1 12 Keterangan: I = indeks. F = frekuensi.
% 12,50 37,50
Intensitas partisipasi Pengendalian total Prakarsa tindakan Pengambilan putusan Konsultasi Informasi
I 5 4 3 2 1
F 2 5
% 6,25 15,63
Memperhatikan Tabel 4, partisipasi keseluruhan rumah tangga (kepala keluarga) yang memiliki angka indeks 3 pada fungsi partisipasi angka indeks tertinggi yang dicapai adalah pada “pelaksanaan” (12,50 %) dengan angka indeks 3 dan pada intensitas partisipasi angka indeks tertinggi yang dicapai adalah pada “konsultasi” (6,25 %) dengan angka indeks 2. Dengan demikian bentuk partisipasi keseluruhan rumah tangga (kepala keluarga) dalam program konservasi HLPT pada fungsi partisipasi adalah “pelaksanaan”, sedangkan pada intensitas partisipasi adalah “konsultasi”. Dengan demikian nilai tingkat partisipasi keseluruhan rumah tangga (kepala keluarga) dengan mengalikan ketiga angka indeks tersebut, yaitu 3 x 3 x 2 = 18, sehingga partisipasi keseluruhan rumah tangga (kepala keluarga) masuk dalam kategori “sangat tidak aktif” atau berada pada rentang nilai 1–25. Namun bila dilihat dari karakteristik partisipasi keseluruhan rumah tangga (kepala keluarga), tampak pada fungsi partisipasi dengan persentase partisipasi tertinggi adalah dalam “distribusi” (37,50 %) dengan angka indeks 1 dan pada intensitas partisipasi dengan persentase partisipasi tertinggi adalah dalam “informasi” (75 %) dengan angka indeks 1 yang berarti bentuk partisipasi adalah dalam “distribusi” dan “informasi”. Dengan demikian nilai tingkat partisipasinya adalah 3 x 1 x 1 = 3, sehingga tingkat partisipasi keseluruhan rumah tangga (kepala keluarga) didasarkan pada karakteristiknya juga masuk dalam kategori “sangat tidak aktif” atau berada pada rentang nilai 1–25.
Sutrisno dkk. (2006). Partisipasi Masyarakat Lokal
11
4. Tingkat partisipasi wanita Partisipasi unsur masyarakat lokal wanita bila dituangkan dalam tabel participation empowerment index adalah seperti pada Tabel 5. Tabel 5. Fungsi dan Intensitas Partisipasi Unsur Masyarakat Lokal Wanita dalam Konservasi HLPT Fungsi partisipasi I Manajemen 5 Perencanaan 4 Pelaksanaan 3 Pemeliharaan 2 Distribusi/penggunaan 1 Keterangan: I = indeks. F = frekuensi.
F 7
% 18,42
Intensitas partisipasi Pengendalian total Prakarsa tindakan Pengambilan putusan Konsultasi Informasi
I 5 4 3 2 1
F -
% -
Bila dihitung nilai tingkat partisipasinya, maka perkalian angka indeks wanita 4 dengan angka indeks “distribusi” 1 diperoleh hasil 4 atau sebesar nilai indeks dirinya sendiri. Dengan demikian tingkat partisipasi wanita dalam program konservasi HLPT masuk dalam kategori “sangat tidak aktif” atau berada pada rentang nilai 1–25. 5. Tingkat partisipasi pemuda Partisipasi unsur masyarakat lokal pemuda bila dituangkan dalam tabel participation empowerment index adalah seperti pada Tabel 6. Tidak banyak berbeda dengan partisipasi unsur masyarakat lokal wanita partisipasi unsur masyarakat lokal pemudapun hanya pada fungsi partisipasi, yakni pada “distribusi” (33,33 %). Memperhatikan partisipasi unsur masyarakat lokal pemuda pada fungsi partisipasi, yaitu pada “distribusi” dengan angka indeks 1 dan bobot indeks luasnya partisipasi pemuda pada tabel participation empowerment index adalah 5, maka dapat dihitung nilai tingkat partisipasi pemuda, yakni 5 x 1 = 5. Dengan demikian pemuda hanya memiliki nilai sebesar indeks dirinya sendiri yang mengindikasikan bahwa pemuda dalam program konservasi HLPT hanya berpartisipasi secara pasif. Sesuai nilai yang dicapai (5), maka partisipasi pemuda masuk dalam kategori “sangat tidak aktif” atau berada pada rentang nilai 1-25. Tabel 6. Fungsi dan Intensitas Partisipasi Unsur Masyarakat Lokal Pemuda dalam Program Konservasi HLPT Fungsi partisipasi I F Manajemen 5 Perencanaan 4 Pelaksanaan 3 Pemeliharaan 2 Distribusi/penggunaan 1 6 Keterangan: I = indeks. F = frekuensi.
% 33,33
Intensitas partisipasi Pengendalian total Prakarsa tindakan Pengambilan putusan Konsultasi Informasi
I 5 4 3 2 1
F -
% -
12
JURNAL KEHUTANAN UNMUL 2 (1), APRIL 2006
Persepsi Masyarakat Lokal terhadap Partisipasi 1. Partisipasi menurut persepsi masyarakat lokal Persepsi masyarakat lokal kelurahan Kampung I Skip dan Kelurahan Juata Kerikil terhadap apa yang dimaksud dengan partisipasi secara rinci dapat dilihat pada Tabel 7. 2. Mengapa berpartisipasi dan tidak berpartisipasi Terdapat berbagai alasan mengapa masyarakat berpartisipasi dan tidak berpartisipasi dalam kaitannya dengan program konservasi HLPT yang secara rinci dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 7. Persepsi Masyarakat Lokal terhadap Apa yang Dimaksud dengan Partisipasi Partisipasi Keterlibatan masyarakat secara langsung maupun tak langsung dalam berbagai kegiatan. Berperan serta dalam tahapan suatu kegiatan. Sumbangan masyarakat baik yang bersifat fisik maupun non fisik.
Keterangan Banyak dikemukakan oleh responden yang berpartisipasi . Banyak dikemukakan oleh responden yang berpartisipasi. Banyak dikemukakan oleh responden yang tidak berpartisipasi.
Tabel 8. Alasan Mengapa Masyarakat Lokal Berpartisipasi dan Mengapa Tidak Berpartisipasi Mengapa berpartisipasi Kewajiban dan tanggung jawab. Dilibatkan oleh aparat dari Dinas Kehutanan Perkebunan dan Tanaman Pangan Kota Tarakan. Diberi kepercayaan dan tanggung jawab Dengan ikut terlibat maka memperoleh penghasilan.
Mengapa tidak berpartisipasi Tidak dilibatkan. Tidak ada pemberitahuan Memiliki pekerjaan rutin di luar Ketidak berdayaan masyarakat. Tenaga kerja yang direkrut berasal dari luar.
3. Bagaimana agar masyarakat berpartisipasi Persepsi masyarakat lokal tentang bagaimana seharusnya agar masyarakat lokal dapat dan mau berpartisipasi dalam kaitannya dengan program konservasi HLPT sangat bervariasi, dari analisis jawaban responden terdapat 5 kelompok jawaban yang berbeda, yaitu: a. Adanya kemauan aparat Dinas Kehutanan Perkebunan dan Tanaman Pangan Kota Tarakan untuk melibatkan b. Adanya keterbukaan dari aparat Dinas Kehutanan Perkebunan dan Tanaman Pangan Kota Tarakan c. Dilakukan dialog atau sosialisasi secara intensif d. Adanya contoh yang baik dari pemimpin e. Adanya pembinaan yang terus menerus dari aparat Dinas Kehutanan Perkebunan dan Tanaman Pangan Kota Tarakan
Sutrisno dkk. (2006). Partisipasi Masyarakat Lokal
13
Permasalahan dan Tujuan dalam Konservasi HLPT 1. Permasalahan inti Bila masuk ke dalam HLPT yang ditandai dengan papan lokasi, maka akan terlihat sedikit pohon yang masih tersisa, itupun dengan ukuran yang relatif kecil. Di sisi lain, tampak batang pohon yang baru dirobohkan/ ditebang, semak-semak yang habis dibakar, bahkan banyak terdapat rumah di sekitar dan di dalamnya. Mengapa semua ini terjadi?, mengapa perambahan terus saja berlangsung?, mengapa pemerintah seolah membiarkan saja?, mengapa tidak ada tindakan dari aparat untuk mencegah dan menghentikan perambahan hutan tersebut?, mengapa masyarakatpun seolah acuh tak acuh menghadapinya?, apakah harus menunggu banjir besar melanda kembali Kota Tarakan?, apakah harus terus menghadapi krisis air? (Pujianto, 2002). Pernyataan dan pertanyaan tajam yang dikemukakan di atas memberi gambaran, bahwa konservasi HLPT tidak berhasil. 2. Penyebab Tidak berhasilnya konservasi HLPT, khususnya dalam upaya mencegah dan menanggulangi kerusakan yang dalam hal ini menjadi permasalahan inti disebabkan oleh beberapa faktor. Berdasarkan analisis masalah terdapat 3 penyebab utama ketidak berhasilan konservasi HLPT yang dapat dirinci sebagai berikut: a. Lemahnya manajemen program konservasi. Permasalahan ini tidak terlepas dari berbagai faktor berikut: pendekatan perencanaan program dari atas, lemahnya pengawasan dalam pelaksanaan program, evaluasi program sepihak. b. Hukum/peraturan tidak ditaati. Hukum/peraturan yang mestinya dapat dijadikan sebagai alat penegakan aturan atau hukum yang berguna untuk mencegah terjadinya pelanggaran justru tidak ditaati, karena lemahnya penegakan hukum dan tumpang tindih kebijakan. c. Rendahnya partisipasi masyarakat lokal dalam program terutama menyangkut dukungan masyarakat terhadap progam konservasi HLPT, kondisi ini disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut: fungsi partisipasi dan intensitas partisipasi yang rendah, sosialisasi program tidak intensif; kegiatan reboisasi hanya dilakukan pada saat akan dilaksanakan kegiatan penanaman, sedangkan untuk pemasangan patok tanda batas dan papan tanda larangan tidak dilakukan sosialisasi, sikap tertutup masyarakat lokal dan program reboisasi yang kurang atraktif. 3. Akibat a. Meningkatnya kerusakan HLPT. Terjadi karena perambahan terhadap HLPT tetap berlangsung dan kegiatan rehabilitasi lahan melalui reboisasi tidak mencapai tujuan, hal ini akan melahirkan akibat lanjutan sebagai berikut: populasi vegetasi berkurang, populasi satwa berkurang, tutupan hutan berkurang dan meluasnya lahan kritis.
14
JURNAL KEHUTANAN UNMUL 2 (1), APRIL 2006
b. Menurunnya fungsi HLPT. Bersamaan dengan terjadinya kerusakan HLPT, maka terjadi pula penurunan fungsi dari HLPT, terutama karena berkurangnya tutupan hutan atau meluasnya kawasan hutan yang terbuka yang mengakibatkan dampak lanjutan sebagai berikut: meningkatnya erosi, hilangnya fungsi HLPT sebagai pengatur tata air, terjadinya pendangkalan sungai dan seringnya terjadi banjir. 4. Tujuan Guna mencapai suatu tujuan pembangunan, dalam hal ini adalah konservasi HLPT khususnya yang ditujukan untuk mencegah dan menanggulangi kerusakan HLPT, pada dasarnya dapat dilakukan dengan menciptakan kondisi positif dari keseluruhan kondisi negatif yang telah dikemukakan sebelumnya. Dengan demikian, hal-hal penting yang harus diciptakan adalah: kombinasi pendekatan perencanaan dari atas dan dari bawah, menguatnya pengawasan dalam pelaksanaan program, evaluasi multi pihak, penegakan hukum/peraturan, konsistensi kebijakan, meningkatnya fungsi partisipasi masyarakat lokal, meningkatnya intensitas partisipasi masyarakat lokal, sosialisi intensif, keterbukaan masyarakat dan program reboisasi lebih atraktif. Melakukan hal-hal tersebut di atas akan sangat memungkinkan bagi tercapainya keberhasilan program konservasi dan dapat menghasilkan kondisi positif berikut: populasi vegetasi meningkat, populasi satwa meningkat, tutupan hutan bertambah, lahan kritis berkurang, tingkat erosi menjadi rendah, pendangkalan sungai tidak semakin meluas, hutan lindung dapat berfungsi sebagai pengatur tata air dan frekuensi banjir menurun atau bahkan ditiadakan. 5. Alternatif upaya dalam rangka menciptakan kondisi positif Memperhatikan uraian-uraian tentang masalah inti, sebab-sebab masalah, serta akibat-akibatnya, maka kemudian perlu adanya alternatif upaya yang dapat mendukung keberhasilan konservasi HLPT dengan menciptakan kondisi positif sebagai tujuan. Pada uraian tentang kondisi positif yang harus diciptakan melalui serangkaian alternatif upaya tampak jelas bahwa pihak pengambil kebijakan dalam hal ini Pemerintah Kota Tarakan khususnya Dinas Kehutanan Perkebunan dan Tanaman Pangan Kota Tarakan harus mengambil berbagai langkah pembinaan, sehingga peran serta (partisipasi) masyarakat lokal menjadi lebih meningkat (aktif). Berdasarkan analisis alternatif, upaya yang cukup relevan dalam rangka meningkatkan peran serta masyarakat lokal tersebut antara lain: i) melibatkan masyarakat lokal dalam perencanaan, pemeliharaan, manajemen, pengambilan keputusan, melakukan inisiatif tindakan dan pengendalian program, ii) meningkatkan frekuensi sosialisasi, iii) melakukan penyuluhan yang dapat memberikan pemahaman pada masyarakat lokal tentang nilai ekonomi dan ekologi hasil-hasil program konservasi, iv) menggunakan tanaman multiguna berkualitas dan dipelihara secara intensif serta mampu meningkatkan pendapatan masyarakat lokal.
Sutrisno dkk. (2006). Partisipasi Masyarakat Lokal
15
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Dari hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan pada bab terdahulu, maka dapat disimpulkan, bahwa pemimpin, kelompok minat, keseluruhan rumah tangga (kepala keluarga), wanita dan pemuda yang merupakan unsur lapisan masyarakat lokal telah turut berperan serta (berpartisipasi) dalam program konservasi HLPT. Unsur masyarakat lokal wanita dan pemuda hanya berpartisipasi secara pasif, karena hanya terlibat pada fungsi partisipasi tanpa terlibat pada intensitas partisipasi. Keterlibatan unsur masyarakat lokal pemimpin, kelompok minat, keseluruhan rumah tangga (kepala keluarga), wanita dan pemuda pada fungsi dan intensitas partisipasi adalah sebagai berikut: pemimpin: dalam fungsi partisipasi terlibat pada “distribusi” (100 %), dalam intensitas partisipasi terlibat pada “informasi” (25 %) dan “konsultasi” (75 %); kelompok minat: dalam fungsi partisipasi terlibat pada “distribusi” (75 %) dan pada intensitas partisipasi terlibat pada “informasi” (75 %); keseluruhan rumah tangga (kepala keluarga): dalam fungsi partisipasi terlibat pada “distribusi” (37,5 %) dan pada “pelaksanaan” (12,5 %), sedangkan pada intensitas partisipasi terlibat pada “informasi” (6,25 %) dan pada “konsultasi” (15,62 %); wanita: dalam fungsi partisipasi terlibat pada “distribusi” (18,42 %) tanpa terlibat pada intensitas partisipasi; pemuda: dalam fungsi partisipasi terlibat pada “distribusi” (33,3 %) tanpa terlibat pada intensitas partisipasi. Berdasarkan perhitungan yang mengacu pada tabel participation empowerment index menunjukkan, bahwa tingkat partisipasi dari seluruh unsur masyarakat lokal masuk dalam kategori “sangat tidak aktif”. Persepsi masyarakat lokal tentang apa partisipasi, adalah sebagai berikut: i) keterlibatan masyarakat secara langsung dan tak langsung dalam berbagai kegiatan; ii) berperan serta dalam dalam tahapan kegiatan; iii) sumbangan baik yang bersifat fisik dan non fisik. Alasan mereka tidak berpartisipasi adalah: i) tidak dilibatkan; ii) tidak ada pemberitahuan; iii) tenaga kerja yang direkrut berasal dari luar; iv) memiliki pekerjaan rutin; v) ketidak berdayaan masyarakat sendiri. Masyarakat yang berpartisipasi beralasan: i) merupakan kewajiban dan tanggung jawab; ii) dilibatkan oleh aparat Dinas Kehutanan Perkebunan dan Tanaman Pangan Kota Tarakan; iii) diberi kepercayaan dan tanggung jawab; iv) dengan ikut terlibat, maka memperoleh penghasilan. Agar masyarakat mau berpartisipasi adalah: i) dengan adanya kemauan dari aparat Dinas Kehutanan Perkebunan dan Tanaman Pangan Kota Tarakan untuk melibatkan; ii) adanya keterbukaan dari aparat Dinas Kehutanan Perkebunan dan Tanaman Pangan Kota Tarakan; iii) dilakukan dialog atau sosialisasi secara intensif; iv) adanya contoh yang baik dari pemimpin dan v) adanya pembinaan yang terus menerus dari aparat Dinas Kehutanan Perkebunan dan Tanaman Pangan.
Alternatif upaya berbasis partisipasi masyarakat yang relevan adalah: i) melibatkan masyarakat lokal dalam perencanaan, pemeliharaan, manajemen, pengambilan keputusan, melakukan inisiatif program; ii) meningkatkan
16
JURNAL KEHUTANAN UNMUL 2 (1), APRIL 2006
frekuensi sosialisasi program; iii) melakukan penyuluhan yang dapat memberikan pemahaman pada masyarakat lokal tentang nilai ekonomi dan ekologi hasil-hasil program dan iv) menggunakan tanaman multi guna berkualitas dan dipelihara secara intensif serta mampu meningkatkan pendapatan masyarakat lokal. Saran Walaupun seluruh unsur masyarakat lokal telah berpartisipasi dalam program konservasi HLPT, namun partisipasinya masuk dalam kategori “sangat tidak aktif”. Oleh karena itu partisipasi masyarakat lokal dalam program konservasi HLPT ke depan perlu ditingkatkan dengan cara melibatkan seluruh unsur lapisan masyarakat lokal pada semua jenis program dan pada seluruh tahapan program. Pemerintah Kota Tarakan perlu senantiasa konsisten untuk mempertahankan status dan fungsi HLPT dengan menghindarkan aktivitas pembangunan fisik yang berlebihan di dalam kawasan. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2000. Rencana Unit Pengelolaan Hutan Lindung Lima Tahunan. UPL Dati II Kota Madya Tarakan, Kalimantan Timur. 52 h. Anonim. 2001. Potret Keadaan Hutan Indonesia. Forest Watch Indonesia dan Washington DC. Global Forest Watch, Bogor. 117 h. Irawan, A.H. 2002. Identifikasi Daerah Rawan Erosi Beberapa Daerah Aliran Sungai pada Kawasan Hutan Lindung Pulau Tarakan. Skripsi Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman, Samarinda. 91 h. Margiyono. 1999. Studi tentang Partisipasi Masyarakat Lokal dalam Pembangunan Pedesaan. Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin, Ujung Pandang. 113. Poli, W.I.M. 1997. Manajemen Pengelolaan Sumberdaya Hutan Berkelanjutan. Makalah Seminar Paradigma Pembangunan Kehutanan Abad 21. Himpunan Alumni Fakultas Kehutanan IPB, Ujung Pandang. 18 h. Pujianto, E. 2002. Menggagas Pengelolaan Hutan di Kota Tarakan. Koran Radar 16/02/2002, Tarakan. Sembiring; F. Husbani; A.M. Arif; F. Ifalerina dan F. Hanif. 1999. Kajian Hukum dan Kebijaksanaan Pengelolaan Kawasan Konservasi di Indonesia. NRM Program. 195 h. Sudjana. 1992. Metode Statistika. Tarsito, Bandung. 508 h.