34
Edisi
The WAHID Institute
Monthly Report
Juni 2011
on Religious Issues
Pengantar Redaksi Akhirnya, Panji Gumilang menjadi tersangka. Meski ia diadili pada ranah pemalsuan dokumen, kita berharap ada langkah lanjutan yang ditunggu khalayak. Langkah itu penting untuk menjernihkan sejarah NII KW 9 yang kencang beredar, tapi belum bisa dianggap benar. Jika selama ini bekas anak buah Panji, Imam Supriyanto yang giat menuding, dan Panji kerap menangkis, maka hasil investigasi polisi menjadi versi yang memiliki legitimasi. Vonis 15 tahun untuk Ba’asyir diharapkan menjadi angin segar bagi pemberantasan terorisme di Indonesia. Harapan yang sama layak disematkan kepada keputusan MUI Bogor yang mengharamkan kawin kontrak di kawasan Puncak. Meski terlambat, penekanan fatwa yang pro perempuan dan anak-anak merupakan kemajuan signifikan bagi organisasi ini. Namun kita patut prihatin dengan fenomena pengharaman hormat bendera di beberapa sekolah. Siswa kelas lima ternyata tak paham tata upacara bendera dan lagu-lagu kebangsaan. Ini bukan alasan teknis semata, melainkan pihak sekolah tak mau mengajarkannya. Mereka meyakini hormat bendera menduakan Tuhan. Bahkan ada sekolah yang menilai hormat bendera melanggar HAM, entah HAM yang mana. Kembali mencuat kasus tuduhan penodaan agama di Bekasi dan Bandung. Juga rencana gugatan class action Lakpesdam NU Bogor terhadap Ahmadiyah dengan alasan meresahkan masyarakat. Wajah intoleran dari birokrasi kembali tampak dalam keputusan penghentian pembangunan masjid di Batuplat, Kupang. Meski mengritik sikap-sikap intoleran itu adalah tindakan paling lemah, namun itu harus terus dijalankan. Sebab sekecil apapun tindakan itu, semoga dapat bermanfaat untuk keutuhan Indonesia yang beragam. Akhirnya, selamat membaca.
Panji Gumilang Menjadi Tersangka Oleh: Nurun Nisa’
Panji Gumilang
P
anji Gumilang akhirnya menjadi tersangka. Bukan sebagai pemimpin Negara Islam Indonesia (NII) Komandemen Wilayah (KW) 9, tapi ia disangka memalsu akta yayasan. ”Betul. Panji Gumilang sudah menjadi tersangka untuk kasus pemalsuan dokumen,” kata Kepala Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri, Komisaris Jenderal Pol Ito Sumardi seperti ditulis Vivanews.com (02/07). Alasan Ito, polisi sudah memiliki bukti cukup. “Indikasinya sudah cukup dalam dugaan pemalsuan dokumen.” Pelapor kasus ini adalah Imam Supriyanto, mantan Menteri Peningkatan Produksi NII. Imam menyatakan Panji telah memalsu akta pendirian Yayasan Pendidikan Islam (YPI) Al Zaytun Indramayu karena menghapus
namanya. Padahal Imam merasa tak pernah mengundurkan diri dari YPI. Imam juga mengaku tak menghadiri rapat, apalagi membubuhkan tanda tangan pengunduran diri. “Dia diduga mengubah kepengurusan yayasan dan menghilangkan hak klien kami sebagai pendiri dan pembina yayasan,” kata Mustafa Kamal Singadirata, pengacara Imam saat mendampingi Imam melaporkan Panji di Mabes Polri, seperti dirilis Kompas.com (04/05). Menurut Imam, dirinya dikeluarkan dari kepengurusan YPI karena Panji kesal kepada Imam yang hengkang dari NII, organisasi yang telah digelutinya selama kurang lebih 20 tahun. Imam dianggap sebagai pengkhianat. Dengan status ini, berdasarkan pasal 263 dan
“Dia diduga mengubah kepengurusan yayasan dan menghilangkan hak klien kami sebagai pendiri dan pembina yayasan,” kata Mustafa Kamal Singadirata, pengacara Imam Supriyanto
Penerbit: The Wahid Institute | Penanggung Jawab: Yenny Zannuba Wahid, Ahmad Suaedy | Pemimpin Redaksi: Rumadi | Redaktur Pelaksana: Alamsyah M. Dja’far | Sidang Redaksi: Ahmad Suaedy, Gamal Ferdhi, Alamsyah M. Dja’far | Staf Redaksi: M. Subhi Azhari, Nurun Nisa’, Badrus Samsul Fata | Desain & Lay out: Ulum Zulvaton | Kontributor: Noor Rahman (DKI Jakarta), Suhendy, Dindin Ghazali (Jawa Barat), Nur Khalik Ridwan (Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta), Tedi Kholiludin (Jawa Tengah), Zainul Hamdi (Jawa Timur), Syamsul Rijal Ad’han (Makassar), Akhdiansyah, Yusuf Tantowi (NTB) | Alamat Redaksi: The Wahid Institute , Jln Taman Amir Hamzah 8, Jakarta - 10320 | Telp +62 21 3928 233, 3145 671 I Faks. +62 21 3928 250 Email:
[email protected] Website: www.wahidinstitute.org. Penerbitan ini hasil kerjasama the Wahid Institute dan TIFA Foundation.
■ Monthly Report on Religious Issues, Edisi XXXIV, Juni 2011 264 KUHP tentang pemalsuan surat, Panji terancam hukuman tujuh sampai delapan tahun penjara. Panji ���������������� diperiksa pada Selasa (28/06). Pada saat yang sama Imam diperiksa sebagai saksi. Pemeriksaan dilanjutkan pada Senin (04/07) bersama dengan AH, stafnya, namun ditunda karena Panji menyatakan beristirahat selama tiga hari. “Panji tidak sehat berdasarkan hasil pemeriksaan dokter, dia diminta untuk istirahat,” terang Ali Tanjung, pengacara Panji seperti ditulis Okezone.com (04/07).
Polisi belum bisa memastikan kemungkinan Panji dijerat dengan pasal makar. ”Terkait dugaan makar, alat bukti yang kita kumpulkan sedang kita upayakan menggabungkan dari beberapa fakta hukum yang diperoleh penyidik,” terang Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Kombes Boy Rafli Amar seperti ditulis Kompas.com (02/07). Sedangkan Imam Supriyanto optimis kasus ini adalah awal menuju penyelidikan kemungkinan tindakan makar oleh Panji.
”Ini merupakan solusi setelah berjumpa dengan pihak kepolisian. Jadi, dicari yang paling mudah untuk menghadirkan Panji Gumilang ke Mabes Polri. Lalu, kami kembangkan ke dugaan perbuatan makar,” jelas Imam. Imam sendiri tidak melaporkan kasus ini dalam pasal makar berdasarkan hasil konsultasi dengan pihak kepolisian. Bukti-bukti kuat yang tersedia baru menuntut ke arah pemalsuan dokumen. [M]
Sekolah dan Kehormatan Sang Dwi Warna Oleh: Nurun Nisa’
S
eorang anak sekolah dasar tingkat akhir kikuk mengikuti upacara bendera. Ia tidak bisa berbaris untuk keperluan upacara bendera. “Saya belum bisa baris,” katanya berterus terang. Kawan satunya lagi tak bisa menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Mengheningkan Cipta. “Agak sulit karena baru kali ini (menyanyikan lagu kebangsaan). Apalagi untuk lagu Mengheningkan Cipta, belum pernah sama sekali,” akunya. Kalimat-kalimat ini terlontar ketika diadakan sesi latihan bendera dengan militer sebagai pelatihnya.
“Agak sulit karena baru kali ini (menyanyikan lagu kebangsaan). Apalagi untuk lagu Mengheningkan Cipta, belum pernah sama sekali,” ujar K. Ayu, murid kelas lima SD IST Albani Rasanya tak percaya menyimak cerita ini, kecuali ini terjadi di daerah terpencil dengan segala keterbatasannya, atau dalam film liburan dengan setting cerita anakanak yang kesulitan akses pendidikan. Tapi ini nyata, terjadi di pulau Jawa dan di sekolah yang elit pula. Mereka adalah murid SD Islam Sains dan Teknologi (SDIST) al-Bani di Matesih, Karanganyar, Jawa tengah. Sekolah swasta itu tidak diajarkan upacara bendera dengan ritual pengibaran bendera dan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Sang kepala sekolah, Heru Ichwanudin menyatakan sekolahnya menganggap hormat kepada bendera adalah hak masing-masing indi-
vidu. “Secara lembaga kita taat kepada pemerintah, taat kepada aturan pemerintah adapun masing-masing diserahkan kepada individu. Kami khawatir berbentur dengan HAM,” tuturnya seperti ditulis okezone.com (07/06/10). Heri tidak menjelaskan HAM yang dimaksud. SMP Al-Irsyad, Tawangmangu menerapkan aturan lebih keras lagi: hormat bendera dilarang demi menjaga akidah Islam. ”Tidak memberi hormat bendera merupakan bagian keyakinan kami sebagai orang muslim untuk melaksanakan akidah kami. Karena kalau kami hormat bendera, kami bertentangan dengan keyakinan kami, yaitu melakukan kesyirikan kepada Allah SWT,” ungkap Sutardi, Kepala SMP Al-Irsyad. Namun ia menolak disebut tidak nasionalis hanya gara-gara tidak menghormati bendera. Sikap senada diutarakan oleh Pengurus Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur, Nadjib Hamid. ”Jangan lantas mengartikan tidak memberi hormat kepada bendera Merah Putih kemudian disebut tidak memiliki rasa cinta Tanah Air,” terangnya seperti ditulis okezone.com (08/06). Menurut Nadjib, percuma mengaku memiliki rasa nasionalisme hanya dengan menghormati bendera merah putih tapi sikap dan kelakuannya tidak mencerminkan rasa cinta tanah air. Ia mempertanyakan jika seseorang masih gemar korupsi uang rakyat, tetapi mau menghormati bendera, masih dapat disebut memiliki rasa nasionalisme atau tidak? Penolakan ini menimbulkan reaksi keras, termasuk dari Bupati Karanganyar Rina Iriani. Ia mengancam akan menghentikan dana operasional. “Ya kalau sampai mereka nekat, mau apalagi. Ya kita berhentikan dulu dana operasional sekolah sebagai sanksi. Mereka kan juga menerima BOS,” tandasnya sebagaimana diberitakan KBR 68H (14/06). Menurut Rina, aksi menolak menghormat bendera sudah sangat
mengkhawatirkan. Bendera merah putih adalah pengakuan atas NKRI, kata bupati, namun tidak diajarkan dan tidak diterapkan. Sang bupati juga mengancam mencabut izin penyelenggaraan pendidikan jika aksi ini terus berlanjut hingga 30 Juni 2011. Ancaman ini berdasar, karena Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) pada tahun 1980-an telah menerbitkan buku mengatur Tata Upacara Sekolah (TUS). “Karena hingga kini aturan dalam buku tersebut belum dicabut, berarti masih berlaku. Sayangnya saat ini tidak semua sekolah masih menyimpan buku itu,” kata Kepala Bidang Pemuda, Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Solo, Kelik Isnawan seperti ditulis Solopos.com (11/06). Mendiknas Muhamamd Nuh juga angkat bicara. Menurutnya, penolakan ini adalah imbas dari otonomi daerah yang menimbulkan pandangan lokalistik. Mendiknas juga menyatakan bahwa tidak tepat menyamakan penghormatan bendera dengan penyembahan: menghormati bendera adalah menghormati simbol negara, bukan menyembah bendera sehingga ia bukan perkara syirik atau menyekutukan Allah. ”Kita ini hidup di negara Indonesia. Antara penyembahan dan penghormatan itu beda. Untuk itu, saya berharap seluruh masyarakat bisa membedakan mana bentuk penyembahan mana penghormatan,” ujar Nuh seperti ditulis VIVAnews (14/07). Selain itu, penghormatan terhadap bendera adalah perkara melaksanakan kesepakatan yang telah diputuskan founding fathers. ”Sebagai warga yang hidup di Indonesia, sudah seharusnya menjalankan apa yang telah disepakati di negara ini, termasuk yang menyangkut bendera Merah Putih. Jika tidak sepakat, ya aneh,” ujar Nuh. Namun ia tak setuju jika sekolah harus ditutup. ”Saya kira tidak harus tutup-
The WAHID Institute
n Monthly Report on Religious Issues, Edisi XXXIV, Juni 2011 menutup sekolah. Semua pihak harus memahami bahwa penghormatan dan penyembahan itu sesuatu yang berbeda,” tambahnya seperti ditulis Tempointeraktif. com (13/06). Institusinya juga bakal membuat aturan baku bagi para siswa untuk membiasakan mereka menghormati simbol-simbol negara. Bagi Slamet Effendy Yusuf, pandangan bahwa penghormatan bendera sebagai kemusyrikan memang ada. Mereka mengikuti fatwa ulama di Saudi Arabia, sebagaimana keharaman sungkem kepada orang tua karena dianggap menyembah. Ketua PBNU ini juga menyatakan bahwa penolakan itu akibat absennya pemerintah mengawasi ideologi pasca kejatuhan Orde Baru. Pihak yang dimaksud adalah Dinas Pendidikan dan Kementerian Agama yang keduanya membawahi sekolah dan madrasah. Meski begitu, ia memiliki pendapat sama dengan Mendiknas. “Perlu dilakukan pendekatan, diberi pengartian perbedaan antara menyembah dengan memberi hormat dalam konteks sosial,” tambah Slamet seperti dikutip NU Online (14/07). Bagi praktisi pendidikan, Muhdi, yang patut disalahkan adalah pengawas. Ia ������� mestinya mengawasi penyelenggaraan sekolah, termasuk berjalannya fungsi sekolah yang di dalamnya terdapat aspek pendidikan dan penanaman nasionalisme bagi anak didik. Kedua sekolah yang tidak melakukan
penghormatan bendera merupakan sesuatu yang sudah akut —pengawas sekolah seharusnya sudah mengajarinya sejak dini. Tetapi ia juga mengritik sekolah. Sekolah, katanya, tidak hanya membuat anak menjadi cerdas. “Namun jangan lupa peran mereka mendidik siswa menjadi warga negara Indonesia yang baik, salah satunya memiliki nasionalisme,” terang praktisi yang juga Rektor Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) PGRI Semarang seperti ditulis ANTARA News (14/06). Pendekatan kepada dua sekolah ini secara intensif dilakukan oleh pemerintah Kab. Karanganyar. Hasilnya, SDIST al-Bani bersedia mengadakan upacara bendera, disertai penghormatan bendera, dengan asistensi pelatihan dari militer. Seorang siswa mengaku senang karena [latihan] upacara ini biasanya hanya diisi pembacaan teks Pancasila dan UUD 1945. “Berbeda dengan upacara biasanya,” kata Rizal seperti ditulis Tempointeraktif.com (11/06). “Nanti akan dipahamkan dan ditanamkan kepada anak-anak, karena memang kita ini hidup di Indonesia. Sebelumnya tidak hormat bendera, tapi sekarang harus hormat bendera itu kenapa, nanti akan kami pahamkan pada anak-anak,” ujar Heru mengomentari pelaksanaan upacara bendera ini seperti ditulis Solopos.com (17/06). Heru, seperti dikutip ANTARA News
(11/06), menyatakan perubahan ini dilaksanakan dengan ikhlas tanpa paksaan, demi menghindari mudarat yang lebih besar, seperti penutupan sekolah. Dalam upacara yang berlangsung pada 17 Juni 2011 Bupati bertindak sebagai inspektur upacara. Republik ini—kata Bupati seperti ditulis Solopos.com (17/06)— sejak awal kemerdekaan menetapkan Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai empat pilar utama. “Keempatnya telah menjadi ruh perjuangan bangsa, pegangan dalam hidup bernegara, bermasyarakat dan berbangsa,” ujar Bupati kepada para siswa. Siswa, sebagai warga republik ini, tentu saja mesti memperlakukannya secara sama. Pihak SMP al-Irsyad sendiri hanya bersedia mengibarkan bendera di halaman sekolahnya meskipun sudah “diintervensi” oleh Yayasan al-Irsyad di pusat agar bersedia berdialog dengan pemerintah pusat. Usaha keras ini ditekankan oleh Camat Tawangmangu Yopi Eko Jati Wibowo, bersama Koramil, Polsek Tawangmangu, dan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Dispendikpora) Tawangmangu. ’’Kami akan terus melakukan pembinaan [dan pendekatan]. Jangan sampai masalah ini berlarut-larut dan berdampak luas,” terang Yopi Eko Jati Wibowo seperti ditulis Suaramerdeka.com (14/06). [M]
Kawin Kontrak Diharamkan MUI Bogor Oleh: Nurun Nisa’
M
UI Kabupaten Bogor memfatwa haram kawin kontrak Status hukum ini ditetapkan karena beberapa hal. Pertama, mayoritas ulama fikih mengharamkan kawin kontrak (nikah mut’ah) karena sifatnya yang sementara. Menurut ulama fikih nikah bukan perkara temporal, melainkan permanen sehingga dapat berujung kepada kebahagiaan keluarga, baik pelaku
maupun keturunannya. Kawin kontrak justru berefek negatif kepada istri dan sang anak. ”Saya justru melihat nikah kontrak ini akan berdampak negatif bagi kaum hawa dan masa depan anak-anak yang dihasilkannya, karena proses kawin kontrak tidak berdasarkan atau tidak sesuai dengan hukum positif di Indonesia yang tercatat di Kantor Urusan Agama (KUA),” terang Ketua MUI Kabupaten Bogor KH A Mukri
“Saya justru melihat nikah kontrak ini akan berdampak negatif bagi kaum hawa dan masa depan anak-anak yang dihasilkannya karena proses kawin kontrak tidak berdasarkan atau tidak sesuai dengan hukum positif di Indonesia yang tercatat di Kantor Urusan Agama (KUA),” terang Ketua MUI Kabupaten Bogor KH A Mukri Aji The WAHID Institute
Aji seperti ditulis Kompas.com (04/07). Dengan nikah mut’ah, anak tidak akan mendapatkan akta kelahiran, bahkan tidak mendapatkan warisan dari orang tuanya. Kedua, dalam praktek nikah mut’ah saksi dari pihak mempelai perempuan bukan dari keluarga sah, akibatnya pernikahan menjadi tidak sah. ”Apalagi saya dengar dalam kawin kontrak itu, saksi yang dibawa oleh seorang perempuan bukan merupakan keluarga atau wali sebenarnya. Dalam hukum agama, pernikahan tersebut jelas tidak sah,” ujarnya. Dalam Munas MUI tahun 2010, lembaga ini mengharamkan kawin kontrak yang sering terjadi di kawasan Puncak. MUI menyebutnya sebagai nikah wisata, karena sifatnya yang sementara. ”Nikah wisata atau biasa dikenal dengan nikah mu’aqqat hukumnya haram,” ujar Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun
■ Monthly Report on Religious Issues, Edisi XXXIV, Juni 2011
Ni’am Sholeh seperti ditulis inilah.com (28/07/10). Kawin kontrak kerap terjadi di kawasan Ciawi, Megamendung, Cisarua, dan Cianjur di Jawa Barat sejak puluhan tahun
silam. Kawin kontrak kerap berlangsung antara perempuan WNI dan pria dari Timur Tengah, sementara nikah sirri biasanya terjadi pada sesama WNI sendiri. Nikah sirri juga perlu melibatkan sema-
cam perantara, kemudian dilanjutkan dengan bagi hasil mahar yang didapat perempuan dengan makelarnya. Kedua ������ praktek nikah itu sama-sama tidak dicatat Kantor Urusan Agama. [M]
Pembangunan Masjid Nur Musafir Diprotes Warga Oleh: Nurun Nisa’
S
ebanyak 30 orang warga Kelurahan Batuplat, Kota Kupang memprotes pembangunan Masjid Nur Musafir di lingkungannya kepada DPRD Kota Kupang, Senin (27/06). Kepada Komisi A DPRD Kota Kupang, mereka menolak pembangunan Masjid Nur Musafir yang dianggap kurang sesuai dengan SKB 3 Menteri tetang Rumah Ibadah. Diterima oleh Irianus Rohi (ketua Komisi A) didampingi Melkianus R. Balle (wakil ketua), Adrianus Talli (sekretaris) dan Muchtar Latif Koso, Daniel Bifel dan Semus Baitanu (anggota), mereka memaparkan keganjilan dalam pembangunan masjid itu.
“Penghentian ini untuk menghindari terjadi konflik antarwarga di daerah itu,” kata Wakil Ketua DPRD Kota Kupang Yeskiel Loudoe Keganjilan ini, misalnya ditandai dengan tidak adanya transparansi soal dukungan tanda tangan dari warga sekitar. Seperti diketahui, SKB 3 Menteri mensyaratkan dukungan sebanyak 60 orang warga sekitar dan 90 pengguna. Warga meragukan tanda tangan dukungan itu. Mereka menduga itu adalah tanda tangan para penerima kurban. “Kemungkinan data yang dong (mereka, red.) pakai adalah data penerima hewan kurban. Kan warga yang menerima harus tandatangan daftar. Jadi dong pakai kembali itu, untuk meyakinkan FKUB dan Kementrian Agama Kota
Kupang,” ungkap Martinus Ndolu, juru bicara warga Batuplat seperti ditulis Tirilolok.com (28/06). Warga juga mengeluhkan tidak adanya musyawarah dalam pendirian rumah ibadah tersebut. “Kalau semuanya sesuai dengan administrasi maka kami tidak akan pertanyakan dan tidak melarang,” kata Andre Johannes seperti ditulis Tribunnews.com (30/06). Mendengar aspirasi warga ini, Melkianus menyatakan sudah pernah menerima surat dari warga beberapa beberapa waktu lalu. Melkianus kemudian melakukan konfirmasi kepada pihak-pihak terkait. Dari konfirmasi ini didapati bahwa pembangunan Masjid Nur Musafir telah mendapatkan izin dari FKUB yang ditandatangani oleh Hengki Mahelak. Rekomendasi juga telah diperoleh dari Kementerian Agama Kota Kupang dan Dinas Tata Kota Kupang sendiri telah memberikan izin. Melkianus Balle menjelaskan, dia sudah mendapat surat tersebut dan langsung melakukan konfirmasi. Kenyataannya, sudah ada rekomendasi yang ditandatangani oleh Hengki Malelak dari Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB). Kementerian Agama Kota Kupang juga telah mengeluarkan rekomendasi. Selain itu, Dinas Tata Kota Kupang juga sudah mengeluarkan izin. “Kami sebagai wakil rakyat menerima aspirasi warga tetapi jangan membuang bola panas kepada kami karena masalah ini membuat wakil rakyat dalam posisi yang sulit,” kata Melkianus sebagaimana ditulis Tribunnews.com (29/06). Dengan fakta seperti ini, posisi DPRD menjadi dilematis: membela warga yang menolak atau panitia masjid yang sudah
mendapat rekomendasi dari FKUB. Namun anggota dewan yang lain, Adi Talli, menyatakan bahwa DPRD harus bertanggung jawab terhadap persoalan ini. Muchtar Abdul Latif Kosso, anggota DPRD yang lain, menyatakan bahwa masjid ini rencananya digunakan untuk menampung warga Batuplat yang biasanya beribadah di Bakunase. “Warga di tiga kelurahan, masingmasing Kelurahan Air Nona, Bakunase dan Batuplat selama ini sholat Jumat dan kegiatan keagamaan lainnya di Bakunase jadi wajar kalau di Batuplat ada satu masjid, asal dibicarakan baik-baik,” ungkapnya. Tapi tidak ada kesepakatan menyangkut hal ini sampai dialog berakhir. Untuk mengatasi masalah ini, Komisi A berencana memanggil Walikota Kupang Drs. Daniel Adoe sebagai pembina FKUB. Kementerian agama, Dinas Tata Kota, Badan Pelayanan Perijinan Satu Atap, camat, lurah, RT/ RW dan juga dari panitia pembangunan juga akan diundang untuk membahas masalah ini. Sebelum dengar pendapat digelar, DPRD memutuskan untuk menghentikan sementara pembangunan masjid ini agar tidak terjadi konflik. ”Penghentian ini untuk menghindari terjadi konflik antarwarga di daerah itu,” kata Wakil Ketua DPRD Kota Kupang Yeskiel Loudoe seperti ditulis Koran Tempo (01/07). Alasannya, persyaratan administratif sudah terpenuhi tapi perlu verifikasi lebih lanjut karena sebagian warga mengeluhkan aspek ini. Padahal sebelumnya, peletakan batu pertama pembangunan Masjid Nur Musafir di Jalan Air Sagu Kelurahan
The WAHID Institute
n Monthly Report on Religious Issues, Edisi XXXIV, Juni 2011
Batuplat dilakukan Walikota Kupang, Drs. Daniel Adoe, Sabtu (25/06). Selain Walikota, acara ini dihadiri FKPD Kota Kupang, Pimpinan SKPD Pemkot Kupang,
Ketua MUI Prov.NTT, Ketua MUI Kota Kupang, Ketua FKUB Kota Kupang, Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat kelurahan Batuplat. Menurut panitia, sumber dana
pembangunan masjid di atas lahan seluas satu hektar ini, berasal dari pemerintah, swadaya masyarakat, dan donatur. [M]
Lakpesdam NU Bogor Menggugat JAI Oleh: Nurun Nisa’
L
akpesdam NU Bogor berniat menggugat atau melakukan gugatan ke pengadilan mewakili kepentingan umum (class action) terhadap JAI (Jemaat Ahmadiyah Indonesia). Gugatan ����������������������������� ini ditujukan kepada Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor dan JAI karena beberapa hal. Pertama, Pemkot bertindak hati-hati terhadap Ahmadiyah walaupun Ahmadiyah kian massif. Pihak Pemkot, misalnya, hanya menempelkan SK Walikota Bogor di masjid Ahmadiyah tetapi tidak menyegel masjid maupun melakukan penyegelan terhadap aktivitas Ahmadiyah. ”Class action juga kami tujukan kepada Pemkot Bogor karena kami anggap kurang bertindak tegas terhadap Ahmadiyah,” terang Ketua Lakpesdam PWNU Kota Bogor, Khotimi Bahri seperti ditulis Pikiranrakyat. com (23/06). Di sisi lain, Peraturan Walikota (Perwali) No 300.45122 tentang larangan aktifitas Jemaat Ahmadiyah Indonesia di Kota Bogor bersifat multi tafsir sehingga tidak jelas. Menurut Khotimi, ketidakjelasan ini kurang disadari Pemkot sehingga mereka mesti diingatkan. Kedua, Ahmadiyah makin bersifat massif dalam aktivitasnya dan malah semakin melibatkan banyak orang dari luar Kota Bogor.
Dengan adanya gugatan ini, diharapkan akan ada solusi bagi persoalan Ahmadiyah. “Supaya nanti menjadi yurisprudensi untuk penyelesaian masalah,” papar pengacara Lakpesdam NU, Zuhriyanto, seperti ditulis Poskota.co.id (22/06). Selain itu, dengan penafsiran yang berkekuatan yang jelas dan memiliki hukum tetap, maka persoalan multi tafsir dapat diatasi.
“Kami mendukung agar jelas nantinya menjadi yurisprudensi untuk penyelesaian masalah,” ujar Edgar Suratman dari Pemkot Bogor
Menurut Khotimi persoalan ini bukan semata-mata persoalan perbedaan keyakinan. “Ini bukan perbedaan keyakinan, tapi pelecehan dan penodaan agama,” ujar Khotimi. Pemkot Bogor mendukung rencana ini. ”Kami mendukung agar jelas nantinya menjadi yurisprudensi untuk penyelesaian masalah,” ujar Edgar Suratman dari Pemkot Bogor sebagaimana dikutip
Pikiranrakyat.com (23/06). Lakpesdam NU menyatakan akan mengajukan gugatan ini sepekan setelahnya karena masih sedang dalam proses inventarisasi dan penyusunan untuk selanjutnya didaftarkan ke Pengadilan Negeri (PN) Bogor. Ketua Mubaligh JAI sendiri belum berkomentar karena belum membaca gugatan yang dimaksud. “Saya belum bisa menanggapi apa yang Anda tanyakan dikarenakan saya nggak mendengar langsung apa rencana gugatan PBNU (Lakpesdam NU Bogor, red.) ini,” ungkap Ketua Mubaligh JAI Ahmad Gulam Wahyudin. Pihak PBNU pada Februari lalu menyatakan keberatan persoalan Ahmadiyah diputuskan lewat jalur legar formal. ”Sia-sia pasti. Karena itu masalah keyakinan,” terang Wakil Ketua Umum PBNU Slamet Effendi Yusuf seperti dikutip inilah.com (10/02). ������ Pengadilan hanya ‘memutuskan’ nasib ormas, bukan keyakinan sehingga tidak berguna. Padahal keyakinannya yang dianggap menyimpang, karenanya mesti diluruskan di tataran individual. Cara yang dapat ditempuh, misalnya, dengan menerapkan SKB 3 Menteri dengan benar, walaupun pasti akan menghadapi banyak tantangan, terutama dari aktivis HAM. [M]
Vonis 15 Tahun Penjara untuk Ba’asyir Oleh: Nurun Nisa’
S
etelah melalui banyak persidangan dengan menghadirkan banyak saksi ke muka hakim, maupun melalui telekonferensi, majelis hakim akhirnya membacakan putusannya terhadap Abu Bakar Ba’asyir. Ba’asyir �������������������������� dihukum 15 tahun penjara karena menggalang dukungan untuk melakukan terorisme. “Menyatakan terdakwa Abu Bakar Bin Abud Ba’asyir alias Abu Bakar Ba’asyir, tidak terbukti bersalah melakukan perbuatan
The WAHID Institute
yang didakwakan dalam dakwaan primer. Menyatakan Abu Bakar Ba’asyir terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan dalam dakwaan subsider. Menjatuhkan ������������������� pidana dengan pidana penjara 15 tahun,” tegas Ketua Majelis Hakim PN Jakarta Selatan, Herry Swantoro, Kamis (16/06) seperti ditulis Koranjakarta.com. Berdasarkan bukti-bukti yang ada, majelis hakim menilai Baasyir terbukti melanggar Pasal 14 junto Pasal 7 Undang-Undang
(UU) No 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Perpu No 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi UU. Majelis menyebutkan isi dari pasal yang dikenakan terhadap Baa`syir tersebut, yakni, merencanakan atau menggerakan orang lain, dengan sengaja menggunakan kekerasan atau mengancam atau meneror atau menimbulkan kehancuran fasilitas publik. Ba’asyir dalam hal ini telah terbukti merencanakan dan menggalang dana untuk pembiayaan pelatihan militer di Nang-
■ Monthly Report on Religious Issues, Edisi XXXIV, Juni 2011 roe Aceh Darussalam. Dana yang terbukti dihimpun Ba’asyir sejumlah Rp 350 juta, dengan pemerincian Rp 150 juta didapat dari anggota JAT Bekasi, Haryadi Usman dan Rp 200 juta dari Syarif Usman.
“Tentu menghukum Baasyir tak akan menghentikan penyebaran ideologi terorisme. Tetapi sekurang-kurang-nya akan mengurangi pengaruhnya,” terang Ulil Abshar Abdalla Sedangkan untuk Pasal 14 jo Pasal 9, yang merupakan dakwaan primer tidak terbukti. Pasal yang dimaksud menyoal penyimpanan dan/atau distribusi sesuatu senjata api, amunisi, atau sesuatu bahan peledak dan bahan-bahan lainnya yang berbahaya dengan maksud untuk melakukan tindak pidana terorisme. Dalam hal ini, hakim menilai tidak terdapat adanya keterlibatan Ba’asyir dalam pemasokan senjata beserta amunisinya dalam pelatihan militer itu. Putusan ini lebih ringan daripada tuntutan Jakasa Penuntut Umum (JPU) yang menuntutnya dengan hukuman kurungan seumur hidup. JPU mendakwa Ba’asyir telah memberikan bantuan dana untuk pelatihan militer terorisme di Aceh. ”Uang dari terdakwa sebesar Rp180 juta dan lima ribu dollar AS, diserahkan Ubaid kepada Dulmatin,” kata JPU Andi M Taufik seperti ditulis ANTARA News (16/06). Dakwaan JPU menyebut, Abu Bakar Baa`syir didakwa telah memberikan bantuan dana untuk pelatihan militer terorisme di Aceh. Uang ����������������������������������� sebesar Rp 325 juta dibelikan lima jenis senjata api dan amunisi lainnya. Yakni, seperti ditulis ANTARA News, adalah sembilan pucuk senjata api jenis Armalite (AR)-15, empat pucuk senjata jenis Avtomat Kalashnikova 1947 (AK 47), dua pucuk senjata jenis Avtomat Kalashnikova 1958 (AK58,) enam pucuk Revolver, satu pucuk jenis Fabrique Nationalle (FN) Browning, satu pucuk pistol Chalenger, 19.999 butir peluru serta 93 magazen (41 magazen AK-47, 7 magazen M-16, dan 45 magazen AR-15). JPU juga menyebutkan adanya pertemuan dengan Dulmatin, yang juga tersangka teroris, membahas soal pelatihan militer.
Jaksa dalam rekuisitornya menduga Ba’syir melakukan penggalangan dana. Oleh JPU Ba´asyir diduga ikut dalam sejumlah aksi terorisme sepanjang tahun 2010. Salah satunya ikut dalam pendanaan aksi latihan perang di Aceh. Beberapa hal memberatkan Ba’asyir. Misalnya, Ba’asyir yang dinilai tidak ikut serta mendukung program pemerintahan dalam pemberantasan terorisme dan pernah terkena dakwaan dalam kasus serupa meski akhirnya lolos. Perilaku yang sopan dan usia yang sudah lanjut menjadi hal yang meringankan Ba’asyir. Ba’asyir tidak terima dengan hukuman ini karena tidak didasari dengan hukum Islam. ”Dengan ini saya menolak vonis ini karena putusan ini zalim. Saya dengan kehendak Allah menolak karena ini dasarnya hanya undang-undang thogut. Ini haram hukumnya kalau saya menerimanya. Syari’at Islam tidak diperhitungkan sama sekali. Karena itu, saya menolaknya,” terang Ba’asyir seperti dikutip Koranjakarta.com (17/06). Atas keputusan ini Ba’asyir menyatakan banding. Wirawan Adnan, salah satu pengacara Ba’asyir, menyatakan bahwa yang terbukti hanyalah perbuatan menyerahkan dana. ”Karena dia pimpinannya, maka terbukti aktivitas terorismenya. Diminta pertanggungjawabnya atas aksi terorisme,” kata Wirawan. Tapi bagi Guntur Fattahilah, pengacara Ba’asyir yang lain, dakwaan penggalangan dana masih kurang jelas. Selain itu, dakwaan menggerakkan kekerasan dibantah keras. “Ustad tidak tahu, orang fakta persidangan dia [Ba’asyir, red.] tidak tahu. Masa tidak tahu harus dipaksa tahu,” kata Guntur. Pengacara juga keberatan soal keterangan saksi dengan telekonferens. ”Saksi-saksi untuk menjerat terdakwa berasal dari telekonferens. Menurut Pasal 183 KUHAP, saksi harus ada di ruang sidang. Tadi kesaksian mereka yang digunakan untuk menjerat terdakwa disampaikan di luar sidang. Secara teknikal seharusnya dia dibebaskan,” ujar Wirawan. Pengacara menyatakan bahwa majelis hakim mengabaikan keterangan salah satu saksi, yang juga terdakwa. ”Chairul Gazali itu terdakwa dan dia menyatakan dia disiksa dan menyatakan dia diminta untuk mencabut BAP (Berita Acara Pemeriksaan)nya. Dia diminta untuk memberikan keterangan yang menjerat ustadz Abu, ini tidak dipertimbangkan oleh majelis,” terang Abu Michdan seperti ditulis VOA News (16/06). Dengan alasan yang berbeda, JPU juga menyatakan banding. JPU berpendapat bahwa dasar yang digunakan untuk memvonis terdakwa tidak tepat. Karenanya JPU
meminta supaya hakim di tingkat banding menerapkan pasal sebagaimana tuntutan penuntut umum dalam rekuisitornya, yakni Pasal 14 jo Pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dengan hukuman seumur hidup. Alasan lainnya, hukuman yang diterapkan tidak sesuai dengan pasal yang dikenakan. Hukuman seperti tertera dalam pasal 14 adalah hukuman seumur hidup atau hukuman mati, dan bukan hukuman 15 tahun penjara. “Cuma dua opsi itu. Kok bisa-bisanya hakim keluar dari pasal dan aturan yang ada,” terang Iwan Setiawan yang juga tergabung dalam JPU. Iwan mendaftarkan gugatannya ke Kepaniteraan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada Selasa (21/06). Sidney Jones, pengamat terorisme, menyatakan bahwa hukuman tersebut sudah tepat berdasarkan barang bukti yang ada. “Karena sudah banyak orang yang menjadi saksi mata pada saat dia mencari dana, dan pada waktu menonton video pelatihan Aceh yang akan dipakai untuk cari dana yang lebih besar. Dari bahan itu, buktinya lebih dari cukup,” terang Jones seperti ditulis VOA News (16/06). Bagi Ulil Abshar Abdalla yang terpenting adalah substansi hukuman itu sendiri, bukan lama hukuman. Meski hukuman untuk Ba’asyir adalah 15 tahun tapi efek dari hukuman ini paling tidak dapat meminimalisir terorisme di Indonesia. Karena pengaruh Baasyir, sebagai ikon terorisme, dapat berkurang akibat Baasyir dipenjarakan, meski tidak menghapuskan terorisme di Indonesia sama sekali. ”Tentu menghukum Baasyir tak akan menghentikan penyebaran ideologi terorisme. Tetapi sekurang-kurangnya akan mengurangi pengaruhnya,” terang Ulil sebagaimana ditulis Tribunnews. com (17/06). Selain itu, vonis ini juga dapat mendeligitimasi organisasi yang memiliki orientasi terorisme. Pendukung Baasyir menyatakan hal ini sebagai rekayasa belaka ”Putusan majelis hakim, dzalim penuh dengan rekayasa,” kata salah seorang pendukung Baa`syir berapi-api seperti dikutip ANTARA News (16/06). Mereka menggemakan takbir begitu majelis hakim selesai membacakan keputusannya. Sementara itu, Ahwan salah satu pengurus Jamaah Anshorut Tauhid (JAT) menyatakan Ba’asyir didzalimi. ”Dalam ������� pelatihan seperti itu, kesalahannya hanya penggunaan senjata. Seharusnya pasal itu saja (penggunaan senjata). Hukuman 15 tahun ini bagaimana? Itu sudah tidak manusiawi. Tidak terbukti. Pasal ����������������� primer dan sekundernya tidak terbukti. Di Aceh itu bukan JAT. Dan sudah jelas-jelas di Aceh itu
The WAHID Institute
n Monthly Report on Religious Issues, Edisi XXXIV, Juni 2011 Tanzim al-Qaeda bukan JAT. Di luar Jawa belum ada. Hanya di Bima, NTB dan ada satu daerah lainnya,” jelas Ahwan, pemimpin sementara JAT seperti ditulis KBR 68H
(16/06). Sidang pembacaan keputusan ini dihadiri media nasional dan internasional dan dijaga ratusan aparat. Sniper bahkan ikut
diturunkan. Pendukung Ba’asyir dari Jawa Tengah, Bandung, Banten, dan Bekasi turut mendatangi persidangan ini. [M}
Kingdom Movement Community Dinilai Sesat Oleh: Nurun Nisa’
P
dt. Hadassah J. Werner dan komunitasnya yang tergabung dalam Kingdom Movement Community (KMC) dianggap sesat karena mengajarkan hal yang tidak lazim. Vonis itu dilabelkan kepada Hadassah karena mengajarkan ibu rohani lebih tinggi derajatnya ketimbang ibu biologis. Ibu biologis dianggap sebagai jalan saja menuju ke bumi, sementara ibu rohani ia merujuk pada dirinya. ���������� Dengan demikian maka yang dipanggil mama adalah sang pendeta, sementara orang tua biologis dipanggil dengan sebutan oom dan tante. Hadassah juga dianggap berupaya merenggangkan hubungan suami istri. Tak hanya itu, pendeta perempuan ini dituding merasa serba tahu dan paling dekat dengan Tuhan —bahkan sering bolak-balik ke surga. Tuhan bahkan sering keluar masuk ke kamarnya. Hal ini disampaikan juru
“Dalam pertemuan ini disepakati satu hal bahwa kelompok ini bertentangan dengan ajaran yang benar,” ujar Bimas Kristen Kemenag Jabar JM Nainggolan The WAHID Institute
bicara eks jemaat Kristiani Gereja Bethel Tabernakel (GBT) Lengkong, Bandung Arif pada Minggu (22/05). Gereja ini menjadi pusat komunitas KMC. Karena ajaran yang tidak lazim ini pengikutnya terus turun. ”Dari total jemaat 250-an, yang sudah keluar 104 orang. Namun masih banyak anak-anak kami yang masih terjebak di dalam,” ungkap Arif seperti ditulis detik.com (23/05). Terkait soal anak-anak ini, para orang tua pun melaporkannya ke polisi. ”Kalau boleh jujur, kami semua sudah dalam kondisi putus asa. Anak-anak kami tak bisa kami sentuh, dan kasus ini pun masih jalan di tempat. Kami hanya minta kembalikan anak kami,” tambahnya. Setelah laporan ini diterima, polisi menyatakan bahwa Hadassah telah melakukan penodaan agama. Para orang tua yang kehilangan kemudian melapor kepada Mapolda Jabar. Laporan ini merupakan laporan kedua setelah laporan pertama pada November 2010 yang tidak ditanggapi serius. ”Respon dari Kapolda positif. Dia mengatakan kasus ini akan jadi perhatiannya dan akan menyelesaikan sampai tuntas,” ujar Kishore, suami Indrawati Soediro, sang pelapor seperti ditulis detik.com (24/05). Anak mereka memilih memutuskan hubungan keluarga dan memutuskan tinggal dekat Hadassah. Vonis sesat juga dilansir oleh 50 pimpinan sinode gereja yang tergabung dalam Persekutuan Gereja-gereja Kristen (PGK) se-Kota Bandung dalam sebuah pertemuan internal. Pertemuan yang juga dihadiri mantan Jemaat GBT Lengkong serta Bimas Kristen Kementrian Agama Provinsi Jabar JM Nainggolan itu disepakati bahwa aliran pimpinan Hadassah J. Werner yang berpusat di GBT itu dianggap keluar dari ajaran Kristen yang sebenarnya. ”Dalam pertemuan ini disepakati satu hal bahwa kelompok ini bertentangan dengan ajaran yang benar,” ujar Bimas Kristen Kemenag Jabar JM Nainggolan seperti ditulis reformata.com (27/05). Nainggolan menambahkan ba-
hwa sesat tidaknya sebuah doktrin adalah urusan lembaga keagamaan—jika meresahkan, ia baru menjadi urusan pemerintah. Hadassah sendiri membantah kabar tersebut. Bersama kuasa hukumnya, Hadassah melaporkan bekas jemaatnya kepada Polrestabes Bandung karena dianggap mencemarkan nama baik. Bekas jemaat yang dimaksud nampaknya adalah Erwin dan Evi. Mereka menceritakan kegiatan dan ajaran yang pernah dilakoni di KMC. ”Dia mengatakan kami sebagai generasi muda adalah star, orang spesial. Katanya kita diciptakan sebelum dunia ini ada, sehingga dikatakan kalau ibu yang melahirkan kita itu hanya lah sebagai jalan lahir agar kita ada di dunia, sebab kita memang sudah diciptakan sebelumnya,” jelas Erwin yang mengaku telah menjadi pengikut aliran ini selama dua tahun, seperti ditulis detik.com (23/05). Dengan doktrin yang dijelaskan secara halus dan diajarkan secara terpisah dari orang tua ini, membuat mereka sering bentrok dengan orang tua. Orang tua sendiri, kata Erwin, terlihat aneh dan memiliki visi yang berbeda. “Sebagian teman sudah meninggalkan rumah. Kalau saya hampir meninggalkan rumah, surat-surat berharga sudah saya kumpulkan,” tutur Erwin. Keinginan yang sama juga dialami Evi, namun niat itu diurungkan setelah ia berdialog dengan orang tuanya, termasuk soal ajaran Hadassah yang dianggap menyimpang. “Saat itu akhirnya saya tersadar, apalagi pas lihat adik saya yang berumur 13 tahun berani melawan mama dan bilang jika mama hanya sebagai jalan lahir saja,” tambahnya. Selain itu, Erwin dan Evi menyatakan diancam orang-orang trdekat Hadassah jika meninggalkan komunitas KMC. “Ancaman sampai dibunuh sih enggak, tapi dibilangnya gini dalam hidup ada berkat dan kutukan. Orang yang memilih tetap bersama Hadassah akan mendapat berkat, kalau enggak ya mendapat kutuk,” kata Er-
■ Monthly Report on Religious Issues, Edisi XXXIV, Juni 2011
Dituduh Mengaku Nabi, Diadili Oleh: Nurun Nisa’
R
aden Jaya Diningrat (RJD) atau Ondon Juhana duduk di kursi pesakitan Pengadilan Negeri (PN) Ciamis karena dianggap meresahkan masyarakat. “Tugas saya sebagai anggota masyarakat adalah melaporkan kejadian yang telah meresahkan masyarakat. Apalagi hal itu berhubungan dengan penistaan agama,” jelas saksi pelapor Saepudin, SH MH di hadapan
“Saya tidak pernah melarang pasien untuk tidak mengerjakan sholat, wirid dan menggunakan lafad Allah Swt. Demi Allah saya tidak melakukan hal itu,” ujar Raden Ondon Juhana Majelis Hakim pimpinan Mery Taat Anggaraningsih, SH MH tentang perbuatan terdakwa seperti ditulis Pikiranrakyat.com (11/05). Keresahan yang dimaksud adalah RJD melarang para pasien Tri Tunggal Jaya Sampurna –padepokan pengobatan alternatif miliknya- menyebut asma Allah dan sholat. Pada kesempatan yang sama, saksi korban bernama Sri Astuti yang pernah berobat ke padepokan, menyatakan keberatan dengan pola pengobatan RJD yang menyebabkan kaki bayinya membusuk. Ceri����� tanya, Sri sakit dan berobat—dirinya baru mengetahui jika sedang hamil setelah diperiksa RJD. Perut Sri semakin membe-
sar dan ia dilarang berobat ke tempat lain sampai akhirnya sang jabang bayi lahir di kamar mandi dengan bantuan seorang perempuan, yang menurut Sri, merupakan suruhan RJD. “Setelah melahirkan anak, bayi tidak diperbolehklan meminum air susu saya. Anak saya dipisahkan dari saya dan disimpan di saung. Mengenai makanan, anak saya diberi minuman kopi. Tak kuat melihat anak saya tersiksa, akhirnya saya memaksa untuk mengambil anak saya,” terang Sri. Setelah diambil diketahui kaki bayinya telah membusuk. “Saya tidak pernah melarang pasien mengerjakan sholat, wirid dan menggunakan lafad Allah Swt. Demi Allah saya tidak melakukan hal itu,” ujar RJD. RJD juga membantah keterangan Sri. Sebelumnya, menurut JPU Asep Sontani bahwa RJD sepanjang 2002-2010 mendirikan tempat pengobatan di Dusun Tambangwindu Desa Payaman Kec. Cijeungjing, Ciamis. Di tempat tersebut, yang bentuknya saung, RJD melakukan penyembuhan kepala dan perut dengan memberikan mie rebus dan kopi. Kepada setiap pasien yang datang, ia mengaku sebagai pengganti Nabi SAW dan melarang pasiennya untuk puasa, sholat, wirid atau berzikir. Ketika suatu saat terdapat pasien yang sholat dan menyebut nama Allah— menurut JPU—maka segera dilarang jika si pasien ingin sembuh. Selain itu, pasien dilarang untuk puasa, sholat, wirid (berzikir), dan berkerudung. Dengan rentetan peristiwa ini, RJD dianggap melakukan penodaan agama. MUI, ormas, dan Pemkab Ciamis sebenarnya sudah meminta yang bersangkutan menghentikan aktifitasnya, ternyata tidak diindahkan. Selain itu, RJD dianggap menipu karena meminta dibuatkan saung dengan janji penyakitnya akan sembuh dan mengganti namanya dengan Raden seolah-olah dia orang hebat. “Atas tindakannya, Ondon telah melakukan pelanggaran atas Pasal 156 a KUH Pidana tentang penodaan agama dan Pasal 378 KUP Pidana tentang penipuan,” kata Asep Sontani, SH yang membacakan
tuntutan secara bergantian dengan Agus Hermaini, SH. Beberapa hal memberatkan terdakwa—seperti ditulis Radartasikmalaya.com (16/06)—seperti membuat resah masyarakat, tidak mengaku, dan berbelitbelit dalam persidangan. Riwayat belum pernah dipenjara meringankan terdakwa. Sidang pertama dimulai pada 5 Mei 2011 dengan penjagaan aparat yang ketat. Sebelum diajukan ke meja hijau, seperti dikutip okezone.com (03/02), padepokan itu ditutup dan dijaga ketat polisi setempat pada Januari 2011. Tujuan penutupan agar tidak menimbulkan kegelisahan masyarakat. Sebelumnya, RJD pernah membantah penilaian sesat dari MUI. RJD menyatakan bahwa pasien diminta menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah karena Dia-lah yang menyembuhkan segala penyakit hambanya. Adapun larangan zikir dan wirid semata-mata diberlakukan jika memang tidak ikhlas melakukannya, atau dengan maksud tertentu. Pada tanggal 11 Januari 2011, seperti ditulis Radartasikmalaya.com (18/01), RJD bahkan menandatangani pernyataan disaksikan oleh para pejabat eselon di kantor Bupati Ciamis bahwa dirinya tidak melakukan penodaan agama. Pihak pengurus padepokan melalui Ketua Yayat Hidayat M.Ag dan Sekretaris Ir Heri Hermawan sendiri membebekan prosedur pengobatan untuk menolak label sesat. Pasien didaftar di ruang pertemuan dan dianjurkan untuk membeli air mineral 600 ml sebagai media pengobatan. Air ini halal dan menyehatkan. Mereka kemudian dipegang titik sumber penyakitnya. Setelah itu, mereka disarankan minum air kopi hitam, yang halal dan legal, dan mie instan yang sudah dicampur irisan cabe rawit. Kopi hitam sangat baik menetralkan racun dan antioksidan, sedang irisan cabe rawit dapat menghangatkan tubuh. Pengobatan ini digunakan untuk sakit fisik. Kepada yang menderia sakit mental, pasien diberikan resep agar jujur, benar, sabar, dan tidak melakukan syirik dan musyrik. [M]
The WAHID Institute
n Monthly Report on Religious Issues, Edisi XXXIV, Juni 2011
Analisa
1. Tindakan hukum terhadap Abu Bakar Ba’asyir dan Panji Gumilang adalah langkah positif dalam pemberantasan terorisme dan makar. Vonis untuk Ba’asyir akan berdampak kepada kelompok-kelompok peneror. Bahwa tindakan teror di Indonesia, meski dengan mendompleng agama, pasti bakal diganjar hukuman. Penegakan hukum ini penting sebab kelompok semacam ini, yang identik dengan kekerasan, hanya dapat dihentikan jika pemerintah memiliki kapasitas yang efektif untuk menegakkan hukum sebagaimaana penelitian Julie Chernov Hwang (2009). Sedang penetapan Panji Gumilang sebagai tersangka dalam kasus pemalsuan surat dokumen, dapat menjadi langkah pembuka bagi pengusutan tindakan makar oleh Negara Islam Indonesia Komandemen Wilayah (NII KW) 9, yang rumornya selama ini dipimpin Panji Gumilang.
2. Fenomena penolakan penghormatan terhadap bendera di beberapa sekolah, misalnya SMP Al Irsyad Tawangmangu, karena alasan keyakinan merupakan pertanda adanya, mengutip Muhdi, eksklusifisme yang hendak dibangun sekolah. Eksklusifisme ini berbahaya, karena membuat murida mengabaikan kedudukannya sebagai warga negara yang berbagi kesamaan, termasuk kesamaan identitas berupa simbol negara, dengan warga negara Indonesia yang lain. ���������� Selangkah lagi sikap itu menjadi bibit intoleran terhadap murid sekolah lain. Murid-murid yang tidak mau menghormat bendera, akan memvonis yang menghormat bendera sama derajatnya dengan menduakan Tuhan. Fenomena ini memperkuat penelitian UIN Jakarta (2011) dan Farha Ciciek dkk (2008) bahwa sekolah turut menjadi faktor yang menyuburkan sikap yang intoleran kepada pihak lain.
3. Keputusan MUI Bogor mengharamkan kawin kontrak patut diacungi jempol, karena tekanannya atas kerugian pihak perempuan dan anak-anak. Meski fatwa ini terlambat, mengingat praktek kawin kontrak sudah berjalan cukup lama, tetapi lebih baik daripada tidak sama sekali. Fatwa ini perlu disebarkan kepada khalayak luas agar diimplementasikan secara massif.
4. Jika selama ini Peraturan Bersama Menteri (PBM) Nomor 8/9 Tahun 2006 tentang Kerukunan dan Keharmonisan Antar Umat Beragama, menjadi momok bagi pembangunan rumah ibadah non Islam, maka kini kaum Muslim pun terkena getahnya. Kasus penghentian pembangunan Masjid Nur Musafir, Kupang oleh DPRD Kupang membuktikan bahwa PBM menjadi batu sandungan bagi minoritas agama apapun. Karenanya, sudah selayaknya kritik mestinya diarahkan kepada substansi PBM yang kerap memikirkan kepentingan mayoritas semata-mata atas nama harmoni kerukunan umat beragama.
5. Menjadi organisasi Islam moderat jangan-jangan hanya milik pengurus pusat saja. Gugatan class action oleh Lakpesdam NU Bogor menjadi bukti tidak padunya pusat dan daerah dalam menyikapi Ahmadiyah. PBNU menyatakan Ahmadiyah adalah menyimpang dan perlu didekati secara persuasif, bukan melalui pengadilan yang hanya menyentuh ormas, karena keyakinan bergantung pada individu. Sikap Lakpesdam NU Bogor yang menghendaki persoalan diselesaikan dengan pendekatan legal formal, dengan alasan aktivitas JAI meresahkan masyarakat, lebih serupa dengan sikap kelompok fundamentalis ketimbang kelompok moderat.
6. Tuduhan penodaan agama kembali hadir. Kali ini menimpa Haddasah J. Wenner dari Kingdom Movement Community (KMC) dan Raden Ondon Johana pemimpin Padepokan Tri Tunggal Jaya Sampurna. Sebenarnya Ondon bisa diciduk dengan tuduhan malpraktek dan penipuan. Tetapi seperti biasa, aparat kepolisian lebih enjoy bekerja pada tataran penodaan agama. Bahkan pada kasus KMC, polisi justru ‘mengarahkan’ laporan soal kehilangan anak dari orang tua yang dilakukan Haddasah menjadi kasus penodaan agama.
The WAHID Institute
■ Monthly Report on Religious Issues, Edisi XXXIV, Juni 2011
Rekomendasi
1. Pemerintah perlu ‘mengintervensi’ tata kelola sekolah berikut kurikulumnya untuk mencegah terjadinya eksklusifisme yang berujung pada intoleransi, terutama di sekolah-sekolah swasta. Termasuk ����������������������������������������� dalam hal ini adalah pengawasan dalam pengajaran pendidikan agama.
2. PBM seharusnya direvisi dengan mempertimbangkan realitas di lapangan dan juga memikirkan “kemampuan” minoritas dalam memenuhi persyaratan. Memang terhadap persyaratan yang belum lengkap ini dapat disiasati dengan difasilitasi tempat ibadah sementara oleh pemerintah daerah (pemda) seperti tertulis pada pasal 14 (3). Tetapi pada kenyataannya IMB menjadi fokus utama pembangunan tempat ibadah. Di sisi lain, pemda lebih banyak tunduk pada tekanan massa yang mengatasnamakan kelompok mayoritas lalu melupakan klausul ini. Perlu alternatif yang ramah terhadap minoritas, bukan melulu menjaga “ketentraman’ tapi kenyataannya menganakemaskan mayoritas.
3. Pengajuan class action oleh Lakpesdam NU Bogor terhadap JAI dan Pemkot Bogor seharusnya menjadi perhatian PBNU yang memiliki kendali terhadap lembaga ini. Sikap Lakpesdam dapat dianggap ‘desersi’ terhadap kebijakan pusat. Mereka, mengutip Masdar F. Mas’udi, yang sudah selayaknya ditertibkan
4. Pengadilan seharusnya jeli melihat persoalan yang selalu dikaitkan dengan penodaan agama. Dalam kasus Raden Ondon Juhana mestinya yang dikedepankan adalah malpraktek dan kecerobohan. Karena bayi pasien Ondon yang mengalami pembusukan setelah mendapat pengobatan darinya, dan tuduhan penipuan karena Ondon meminta pembuatan saung dengan garansi pasien sembuh. Demikian juga dengan Haddasah yang seharusnya dijerat dengan undang-undang perlindungan anak-anak dibanding pasal penodaan agama.
10
The WAHID Institute