PERCERAIAN KARENA ISTRI MANDUL (ANALISIS PUTUSAN NO 1132/Pdt.G/2007/PAJS)
Oleh:
Eva Siti Nurlaela NIM: 105044201451
KONSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDATAAN ISLAM PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH FAKULTAS SYARI'AH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1430 H/2009 M
PERCERAIAN KARENA ISTRI MANDUL (Analisis Putusan No.1132/Pdt.G/2007/PAJS) Skripsi Diajukan kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum Untuk memenuhi salah satu syarat mencapai Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)
Oleh: Eva Siti Nurlela 105044201451
Di Bawah Bimbingan
Prof. Dr. H.Ahmad Sutarmadi NIP 150 031 1771
K O N S E N T R A S I ADMINISTRASI KEPERDATAAN ISLAM PROGRAM STUDI AHWAL ASSYAKHSIYYAH FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2009
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bhawa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berada di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 25 Januari 2010
Eva Siti Nurlaela
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat allah swt atas semua nikmat yang telah dilimpahkan kepada hamba dan seluruh umat manusia di dunia ini. Sungguh hamba tidak pernah dan tidak akan pernah mengasingkan keagungan Mu. Shalawat serta salam kami limpahkan kepada kekasih Allah (Rasulullah SAW) yang telah memberikan cahaya terang bagi perkembangan islam didunia. Seorang pemimpin yang selalu bersujud memohon ampun untuk umatnya. Manusia yang teramat sempurna dengan keistimewaan yang diberikan Allah kepadamu. Terima kasih yang tidak terhingga untuk kedua orang tua terkasih (bapak dan ibu), keluargaku tercinta yang tidak pernah berhenti untuk berdoa dan memberikan semangat baik secara moril maupun materil. Tiada hari tanpa hamba mengucap syukur kepada Mu Ya Allah. Tuhan yang menggenggam dunia, yang menguasai hari pembalasan, tidak ada satu kejadian yang terjadi tanpa seizin Mu. Terima kasih telah mengizinkan hari ini terjadi dalam kehidupan hamba. Selama penyusunan skripsi ini, telah banyak sekali pihak yang telah membantu sehingga penyusunan skripsi ini akhirnya bisa selesai. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini baik moril maupun materil. Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat: 1. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM., dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah. 2. Drs. H. A. Basiq Djalil, SH., MA., dan Bapak Kamarusdiana, S.Ag., MH., ketua program studi dan sekertaris program studi ahwal al-syakhshiyah Fakultas Syariah dan hukum UIN Syarif Hidayatullah. 3. Prof Dr. Sutarmadi, MA, selaku dosen pembimbing terima kasih atas kesabaran dan keikhlasannya dalam memberikan bimbingan kepada saya sehingga saya bisa
menyelesaikan skripsi ini dan terima kasih atas ilmu-ilmu yang bermanfaat sekali buat saya. 4. Bapak Fahmi Ahmadi, yang senantiasa selalu memberikan motivasi dan dukungan yang tak henti-hentinya kepada penulis dengan penuh kesabaran, terimakasih pak semoga allah membalas kebaikan bapak dengan berlipat ganda amien. 5. Segenap bapak dan ibu dosen program studi ahwal al-syakhshiyah, khususnya pada Konsentrasi Administrasi Keperdataan Islam (AKI) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah mendidik dan memberikan ilmunya kepada penulis baik langsung maupun tidak langsung. 6. Segenap jajaran karyawan akademik Fakultas dan Universitas berikut jajaran karyawan perpustakan fakultas dan Universitas. 7. Segenap jajaran pimpinan dan staf Pengdilan Agama Jakarta Selatan yang telah membantu penulis dalam proses kelengkapan semua data skripsi. 8. Teman-teman seperjuangan, Evni, Widya, Selvi, Hanina, Sulis, yang selalu memberikan support dan bantuannya kepada penulis, dan semua AKI angkatan 2005 yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, yang dari awal selalu belajar bareng dikelas, mengukir kebersamaan dalam sebuah persahabatan abadi. 9. Sang motivator penulis (Ari Wibowo) yang slalu memberikan motivasi-motivasi kepada penulis.
Jakarta, 25 Januari 2010
Penulis
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR .....................................................................................i DAFTAR ISI ...................................................................................................iv BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah .................................................................1
B.
Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah. ...............................6
C.
Tujuan dan Manfaat Penelitian .........................................................7
D.
Metode Penelitian.............................................................................8
E.
Review Studi Terdahulu ...................................................................11
F.
Sistematika Penulisan .......................................................................14
BAB II
KERANGKA TEORI PERCERAIAN DAN KEMANDULAN
A. Perceraian............................................................................................16 B. Kemandulan .....................................................................................23 C. Kemandulan dalam Persepektif Fiqih dan Hukum ..............................26
BAB III
LOKUS (TEMPAT BERPERKARA)
A. Sejarah Pengadilan Agama Jakarta Selatan dan Wilayah Hukumnya. ..29 B. Kelembagaan dan Personil .................................................................32 C. Visi dan Misi Pengadilan Agama Jakarta Selatan.................................32 D. Data Perceraian dan Prosedur Perceraian di Pengadilan Agama Jakarta Selatan....................................................................................34
BAB IV
Perkara Putusan No. 1132/Pdt.G/2007/PAJS dan Analisis
A. Kronologi Putusan Perceraian No.1132/Pdt.G/2007/PAJS ................44 B. Dasar Hukum.....................................................................................50 C. Analisis Putusan ...............................................................................54
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan ...................................................................................63
B.
Saran. ..............................................................................................64
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................65 LAMPIRAN – LAMPIRAN 1. ..................................................................................................... Surat mohon data wawancara 2.
Hasil wawancara dengan Hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan
3.
Surat mohon kesediaan pembimbing skripsi
4.
Surat keterangan telah melakukan penelitian dan wawancara di Pengadilan Agama Jakarta Selatan
5.
Pengesahan wawancara KUA
6.
Putusan Nomor 1132/Pdt.G/2007/PAJS
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Manusia dan segala alam lainnya diciptakan oleh Allah SWT mahluk yang mepunyai nyawa (roh) yang dapat dibagi 3 bagian : 1. Mahluk Nabati 2. Mahluk Hewani 3. Mahluk Insani (manusia yang mempunyai akal) Bermacam-macam pendapat yang dikemukakan orang mengenai pengertian perkawinan. Perbedaan di antara pendapat-pendapat itu tidaklah memperlihatkan adanya pertentangan yang sungguh-sungguh antara satu pendapat dengan pendapat yang lainnya, tetapi lebih memperlihatkan keinginan setiap pihak perumus. 1 Dengan mempergunakan berbagai segi penglihatan terhadap perkawinan, maka perkawinan itu adalah suatu perjanjian suci antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan untuk membentuk keluarga bahagia. 2 Sedangkan UU perkawinan tahun 1974 mengatakan perkawinan adalah ikatan lahir dan bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (Rumah Tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Seperti yang difirmankan Allah SWT Qs. An-Nur ayat 32 yang Artinya :
1
2
Sayuti Thalib, Hukum Keluarga Indonesia, Jakarta : UI press, 1986, cet 5, hal 47 Anwar Harjono, Hukum Islam, hal 219
'() !☺ #$%&
01'2 #3 / ) #*+, -. ;'#$ :9 05638 #)9 ) A
5>?@$ ' #9<= C,#G DDE A B /C= HIJ “kawinkanlah anak-anak yatimmu dan budak-budakmu yang laki-laki maupun yang perempuan, yang layak (berkawin), kalau mereka itu miskin, mudah-mudahan akan menjadi kaya dengan kemurahannya. Tuhan Maha Luas, Maha Tahu.”
Sesuai dengan ayat Al-Qur’an diatas maka jelas tujuan dari perkawinan adalah untuk memenuhi petunjuk agama dalam rangka mendirikan keluarga yang harmonis, sejahtera dan bahagia. Harmonis dalam terciptanya ketenangan lahir dan bathin disebabkan terpenuhinya keperluan hidup lahir dan bathin, sehingga timbulah kebahagian yakni kasih sayang antar anggota keluarga. 3 Sementara tujuan perkawinan menurut KHI terdapat pada pasal 3 yaitu mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan warahmah. Dengan demikian untuk membangun suatu kehidupan (berumah tangga) yang penuh rasa kasih sayang, tenggang rasa, toleransi, solidaritas dan kesempurnaan
3
Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Depag”Ilmu Fiqih”,(Depag 1985), hal. 62
akhlak yang semuanya akan membawa seseorang pada keimanan dan ketakwaan yang sempurna.4 Namun dizaman sekarang ini memelihara kelestarian dan kesinambungan hidup bersama suami istri itu bukanlah perkara yang mudah dilaksanakan, bahkan dalam banyak hal kasih sayang dan kehidupan yang harmonis antara suami isteri tidak dapat diwujudkan.dan munculnya perubahan pandangan hidup yang berbeda antara suami isteri yang mengakibatkan timbulnya perselisihan pendapat antara keduanya, berubahnya kecendrungan hati pada masing-masing memungkinkan timbulnya perbedaan pandangan yang merubah suasana harmonis menjadi percekcokan,dan
kasih
sayang
menjadi kebencian.5
Perbedaan pendapat,
pertengkaran, percekcokan, perselisihan yang terus menerus menyebabkan hilangnya rasa cinta dan kasih sayang. Pertengkaran hanya menyebabkan berseminya rasa benci dan buruk sangka terhadap pasangan. Pertengkaran yang meluap-luap akan menyebabkan hilangnya rasa percaya dan terus memicu perceraian.6 Sehingga banyak orang yang tidak bisa mempertahankan perkawinannya tersebut, dan memilih jalan untuk bercerai, yang dianggap merupakan solusi terakhir untuk melepaskan diri dari kesulitan yang dihadapi oleh salah seorang pasangan suami isteri yang tidak kuat dan tidak puas atas perkawinan yang mereka jalani. 4
Abduttawab Haikal, Ilyas Ismail Al-Sendany, et. Al (pent) “Rahasia Perkawinan Rasulullah SAW, Poligami dalam Islam versus Monogami Barat” (Jakarta : Pedoman Ilmu Jaya, 1988), hal 7. 5
6
Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, (Depag, hal 220 )
Najlah Naqiyah, Perceraian, Artikel diakses pada tanggal 16 Desember 2008 http://www.articlesnatch.com
dari
Meskipun agama Islam membolehkan suami isteri bercerai, tentunya dengan alasanalasan tertentu, kendati perceraian itu sangat dibenci oleh Allah SWT.7 Tatkala pasangan suami isteri sudah tidak harmonis lagi dan tidak menemui titik temu diantara mereka dan hanya dapat dipecahkan melalui sidang pengadilan, dan perceraianlah jalan untuk memutuskan hubungan suami isteri yang sah. Maka perceraian itu harus dilakukan dengan cara baik-baik yang tidak mengakibatkan permusuhan dikemudian hari. Sesuai QS. At-Thalaq ayat 2 yang artinya:
O >N,!Q M @N,#1
KL= T _`
cd)$ #:U⌧2 #) B1 6a#$ e0f@ 1 i JgYh#$ #) HM%!
IJ U☯ #@$⌧n li j!<@>k “Apabila mereka Telah mendekati akhir iddahnya, Maka rujukilah mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu Karena Allah. Demikianlah diberi pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat. barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya dia akan mengadakan baginya jalan keluar”.
7
102
M. Daud Ali, Hukum Islam dan PA (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada 2002), cet ke 2, hal
Ayat diatas mengandung perintah bagi pasangan suami isteri yang ingin melakukan perceraian, diharapkan bagi keduanya untuk berpisah dengan cara yang baik sesuai norma Hukum yang berlaku. Adapun alasan-alasan perceraian yang dibenarkan menurut pasal 19 PP No. 9 Tahun 1974 tentang pelaksanaan UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan: a. Salah satu pihak berbuat zina / menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan sebagainya yang sukar disembuhkan. b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah / karena hal lain diluar kemampuannya. c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 tahun / hukuman yang berat setelah perkawinan berlangsung. d. Salah satu pihak melakukan kekerasan / penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain. e. Salah satu pihak mendapatkan cacat badan / penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami isteri. f. Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga. Sedangkan dalam KHI secara umum dijelaskan mengenai perceraian yang diatur dalam pasal 113-148 di Bab tentang putusnya perkawinan.
Dalam proposal ini yang saya akan bahas yaitu ”Perceraian Karena Istri
Mandul”. B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Agar penelitian ini lebih akurat dan terarah sehingga tidak menimbulkan masalah baru serta pelebaran secara meluas, maka penulis membatasi pembahasan ini pada masalah “Cerai Talak yang disebabkan Istri Mandul“ Studi Analisis Putusan Cerai Talak di Pengadilan Agama Jakarta Selatan No 1132/Pdt.G/2007/PAJS. 2. Perumusan Masalah Dalam Peraturan PerUndang-undangan di Indonesia alasan “Perceraian karena Isteri Mandul” secara tektual tidak terdapat dalam salah satu syarat dibolehkannya perceraian yang ada salah satu pihak mendapat cacat badan atau terjadi perselisihan secara terus menerus, dsb, namun dalam praktik di Pengadilan Agama Jakarta Selatan memutuskan dengan alasan tidak dikaruniai anak (mandul). Maka dari itu penelitian ini melihat lebih jauh, penulis rumuskan masalah sebagai berikut : 1.
Bagaimana pandangan hukum fiqih terhadap perceraian karena istri Mandul?
2.
Bagaimana pandangan Undang-Undang Perkawinan No.1 Tahun 1974, PP No.9 Tahun 1975, dan Kompilasi Hukum Islam Inpres No. 1 Tahun 1991 terhadap perceraian karena Istri Mandul?
3.
Apa dasar hukum yang dijadikan Hakim dalam memutuskan perkara No.1132/Pdt.G/2007/PAJS?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan diangkatnya skripsi yang berjudul Perceraian karena Istri Mandul yaitu : 1. Untuk mengetahui pandangan hukum fiqih tentang perceraian karena Istri Mandul. 2. Untuk mengetahui pandangan Undang-Undang Perkawinan No.1 Tahun 1974, Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975, dan Kompilasi Hukum Islam Inpres No. 1 Tahun 1991. 3. Untuk mengetahui dasar hukum yang dijadikan hakim dalam memutuskan perkara No.1132/Pdt.G/2007/PAJS. Berdasarkan tujuan di atas maka perlu adanya manfaat dari penelitian ini diantaranya sebagai berikut : 1. Bagi lembaga kepustakaan, hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan ilmu dalam memperkaya studi analisa yurisprudensi.
2. Untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan yang lebih dalam mengenai perceraian
karena
Istri
Mandul
analisa
putusan
Nomor
1132/Pdt.G/2007/PAJS. 3. Untuk mengetahui prosedur persidangan dan Hukum acara Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Dan dijadikan sebagai pengetahuan Hukum secara teori dan praktik di Pengadilan Agama terutama masalah perceraian karena Istri Mandul. 4. Untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam pengambilan keputusan dan memberikan informasi pencegahan agar tidak terjadi perceraian karena Istri Mandul dan upaya pelestarian perkawinan yang sakinah, mawaddah, dan warrohmah. D.
Metode Penelitian Metode yang digunakan untuk mendapatkan data yang valid meliputi :
1. Pendekatan masalah Pendekatan, yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan melakukan analisis, dengan cara menguraikan dan mendeskripsikan isi dari putusan yang penulis dapatkan, kemudian menghubungkan dengan masalah yang diajukan sehingga ditemukan kesimpulan objektif, logis, konsisten, dan sistematis sesuai dengan tujuan yang dikehendaki dalam penulisan skripsi ini. Adapun jenis penelitiannya adalah penelitian Hukum Normatif yaitu8 : a. Penelitian terhadap asas-asas Hukum 8
Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : UI Press, 1986. Hal 44
b. Penelitian terhadap sistematika Hukum c. Penelitian terhadap tahap sinkronisasi Hukum d. Penelitian sejarah Hukum e. Penelitian perbandingan Hukum 2. Lokasi penelitian Pengadilan Agama Jakarta Selatan 3. Jenis Data : Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder a. Data Primer : 1) Didapat dari Pengadilan Agama Jakarta Selatan dengan Nomor Putusan 1132/Pdt.G/2007/PAJS. 2) Wawancara Terhadap Hakim Kemudian data tersebut dianalisis dengan cara menguraikan dan menghubungkan dengan masalah yang dikaji. b. Data Sekunder yaitu data yang diperoleh dari studi kepustakaan atas dokumen-dokumen yang berhubungan dengan masalah yang diajukan. 9 Dokumen yang dimaksud adalah Al-Qur’an, buku-buku karangan ilmiah, Undang-Undang Perkawinan No.1 Tahun 1974 dan Peraturan Pemerintah
9
Ibid, hal 51.
No. 9 Tahun 1975, Inpres No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam, Undang-Undang Peradilan Agama No. 3 Tahun 2006 dan Undang– Undang Arbitrase yang digunakan oleh Pengadilan Agama.
4. Teknik Pengumpulan Data Dalam upaya mengumpulkan data yang diperlukan, digunakan metode sebagai berikut: a. Menganalisa terhadap putusan Pengadilan agama Jakarta Selatan Nomor 1132/Pdt.G/2007/PAJS. b. Interview atau wawancara yaitu dengan mengumpulkan data yang dilakukan penulis dengan jalan mengadakan dialog langsung dengan responden yang telah dipilih sebelumnya yaitu Hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan.10 5. Teknik Analisis Data Setelah proses pengumpulan data dikumpulkan melalui beberapa teknik, maka data yang sudah ada akan diolah dan dianalisis supaya mendapatkan hasil akhir yang bermanfaat bagi penelitian. Pengolahan data dilakukan dengan mengadakan studi teori kenyataan yang ada ditempat penelitian.
10
Burhan bungin, Metode Penelitian kualiatatif ; Aktualisasi Metodelogi kea rah Ragam Varian Kontemporer, Jakarta : Rajawali Pers, 2004. Hal 36
Selain hal diatas dalam teknik penulisan data, penulis mengacu pada buku pedoman penulisan skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Cet 1 tahun 2007.
E.
Review Studi Terdahulu Sebelum melakukan penelitian ini penulis melakukan penelitian studi terdahulu melalui beberapa skripsi terdahulu untuk mengetahui apa saja yang sudah diteliti, dan mengetahui kekurangan serta kelebihan yang terdapat dalam skripsi terdahulu. Dari beberapa literature yang ada diperpustakaan syariah penulis mengambilnya untuk menjadikan sebuah perbandingan mengenai kasus-kasus perceraian yang ada di Pengadilan Agama khusunya Jakarta Selatan. Adapun judul-judul skripsi itu adalah : Suami sakit jiwa sebagai alasan perceraian, tahun 2002 oleh Imas : a.
Membahas dasar Hukum perceraian yaitu al-Qur’an dan hadist, karena suami sakit jiwa sebagai alasan perceraian.
b. Tujuan dari cerai talak adalah mencegah kemudharatan
karena
banyaknya ketidakharmonisan dalam menjalani bahtera rumah tangga, akibat Hukumnya adalah talak bain. c. Ketetapan cerai talak dalam Hukum islam mempunyai dasar Hukum dan dalam Hukum positif telah tertuang dalam UU PA No. 1 Tahun 1989 dan KHI, biasanya perceraian seperti ini lumrah .
Penyelesaian perkara Karena perceraian di Pengadilan Agama Jakarta Selatan karena suami berselingkuh, tahun 2007 oleh Herdianto. Dalam skripsi tersebut membahas tentang pengertian perceraian, masalah percerain yang diakibatkan oleh perselingkuhan. faktor-faktor utama terjadinya perselingkuhan dan bagaimana majelis Hakim Pengadilan Agama menjelaskan prosedur perceraian karena perselingkuhan di Pengadilan Agama Jakarta Selatan.11 Dalam putusannya majelis hakim melihat bukti-bukti yang diajukan pemohon yaitu terjadinya pertengkaran terus menerus yang disebabkan, suami berselingkuh. Oleh karena itu Hakim mengabulkan perceraian penggugat dengan cara Verstek karena memang Penggugat tidak pernah hadir walaupun dipangggil secara patut. Muhammad lutfi dengan judul Penyebab Perceraian Pada Pasangan Dini (Studi Kasus Pada Peradilan Agama Jakarta Selatan) dalam skripsi tersebut membahas tentang pengertian perceraian, macam-macam perceraian, faktor-faktor penyebab perceraian, akibat perceraian, pasangan dini, problem pasangan dini, pernikahan ideal menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, pernikahan ideal menurut hukum Islam, gambaran wilayah, penyebab perceraian pasangan dini, dan analisis putusan di Pengadilan Agama Jakarta Selatan. 11
Herdianto. Percerain Karena Perselingkuhan Studi Kasus Pada Peradilan Agama Jakarta Selatan. (Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007), hal.6
Terdapat perceraian akibat pernikahan dini melalui cerai talak dan cerai gugat dan pasangan dini yang dimaksud adalah pasangan yang baru menikah kurang lebih selama 3 tahun, tetapi sudah bercerai yang dilakukan di Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Analisis data perceraian diawali dari perselisihan yang sulit dihadapi dan tidak ada keinginan kuat untuk menuju rumah tangga yang sakinah, mawaddah, warrohmah. Karena masalah yang timbul disebabkan oleh masalah ekonomi, penganiayaan, cemburu, isteri tidak patuh, isteri keluar tanpa izin, selingkuh, dan murtad.12 Meskipun banyak skripsi yang membahas tentang cerai talak, namun pembahasan skripsi yang penulis buat menitikberatkan pada permaslahan yang jelas berbeda dengan penulisan skripsi-skripsi di atas yakni : 1. Pandangan hukum fiqih terhadap perceraian karena Isteri Mandul. 2. Pandangan Undang-Undang Perkawinan No.1 Tahun 1974, Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975, dan Kompilasi Hukum Islam Inpres No. 1 Tahun 1991 terhadap perceraian karena Isteri Mandul. 3. Alasan dasar
hukum
yang
dijadikan oleh
hakim dalam
memutuskan perkara Nomor 1132/Pdt.G/2007/PA JS. F. Sistematika Penulisan
12
Muhammad Lutfi, Penyebab Perceraian Pada Pasangan Dini; Studi Kasus Pada Peradilan Agama Jakarta Selatan, (Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007).
Proposal ini disusun berdasarkan buku Petunjuk Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Adapun sistematika penulisan proposal ini terdiri dari lima bab, antara lain sebagai berikut : Bab I
Pendahuluan Merupakan pendahuluan yang berisikan latar belakang masalah yang akan dibahas, pembatasan dan perumusan masalah, serta tujuan dan kegunaan penelitian, metode penelitian serta sistematika penulisan atau isi dari ringkasan per bab dalam penulisan proposal ini.
Bab II
Kerangka Teori Perceraian dan Kemandulan Berisi tentang teori Perceraian, Kemandulan, Persepektif Fiqih dan Hukum.
Bab III
Lokus ( Tempat Berperkara ) Berisi tentang sejarah Pengadilan Agama Jakarta Selatan dan wilayah Hukumnya, Kelembagaan dan Personil, Visi dan Misi, Data perceraian dan prosedur percerian di Pengadilan Agama Jakarta Selatan.
Bab IV
Perkara Putusan Nomor 1132/Pdt.G/2007/PAJS dan Analisis Duduk Perkara, Dasar Hukum, Problem dan Analisis Penulis.
Bab V
Penutup Yang berisi tentang kesimpulan dan saran-saran
Daftar Pusataka Lampiran-lampiran
BAB II KERANGKA TEORI
A.
Perceraian
1.
Pengertian dan Dasar Hukum
a.
Pengertian Perceraian dalam istilah fiqih disebut “talak” atau “furqah”. “Talak” berarti
“membuka ikatan”, “membatalkan perjanjian”. “Furqah” berarti “bercerai”, lawan dari “berkumpul”. Kemudian kedua perkataan ini dijadikan istilah oleh ahli-ahli fiqih yang berarti perceraian antara suami-istri.13 Ta’rif talak menurut bahasa Arab mempunyai arti bercerai perempuan dari suaminya atau melepaskan ikatan. 14 Yang dimaksud disini adalah melepaskan ikatan perkawinan. 15 Sedangkan menurut istilah, talak adalah melepaskan tali perkawinan dan mengakhiri hubungan suami-istri. 16 Sedangkan perceraian menurut bahasa Indonesia adalah perpisahan; prihal bercerai (antara suami-isteri); proses; perbuatan; cara menceraikan. 17
13
Kamal Muktar, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1974), cet. Ke-2, hal.156. 14
Muhamad Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: PT. Hidayakarya Agung, 1989), hal.
15
Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, (Jakarta: Attahiriya, 1976), cet. Ke-6, hal. 376.
16
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah Jilid 8, (Jakarta: Kencana, 2006), cet. Ke-2, hal.192.
239.
17
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,1998), cet. 1, hal.164.
Namun penulis tidak menjumpai pengertian yang jelas tentang perceraian dalam hukum positif yang mengatur tentang perkawinan. Dalam Undang-Undang Perkawinan No.1 Tahun 1974 pasal 38 hanya menyebutkan sebab-sebab putusnya perkawinan yaitu: 1. karena kematian. 2. karena perceraian. 3. karena atas putusan pengadilan. Dalam Kompilasi Hukum Islam tampaknya mengikuti alur yang digunakan oleh Undang-Undang Perkawinan, walaupun pasal-pasal yang digunakan lebih banyak yang menunjukan aturan-aturan yang lebih rinci. Kompilasi Hukum Islam memuat masalah Putusnya Perkawinan pada Bab XVI, Pasal 113. 18 Kemudian perkawinan dapat putus disebabkan perceraian yang terdapat pada pasal 114 yang membagi perceraian kepada dua bagian, pertama perceraian disebabkan karena talak dan kedua perceraian yang disebabkan oleh gugatan perceraian. Kompilasi Hukum Islam mensyaratkan bahwa ikrar suami untuk bercerai (talak) harus disampaikan dihadapan sidang Pengadilan Agama. Tampaknya UndangUndang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama juga menjelaskan hal yang
18
Kompilasi Hukum Islam Pasal 113 menyatakan perkawinan dapat putus karena : 1. Kematian 2. Perceraian, dan 3. Atas putusan pengadilan
sama seperti yang terdapat pada pasal 66 ayat 1 yang menyatakan bahwa seorang suami yang beragama Islam yang akan menceraikan isterinya mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk mengadakan sidang guna penyaksian ikrar talak. 19 Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 tentang Pengadilan Agama juga menjelaskan dan menegaskan bidang apa yang dapat diselesaikan tercantum dalam pasal 49 adalah Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang: perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah, dan ekonomi syari'ah.20 Akan tetapi perlu kiranya penulis mengemukakan pendapat para sarjana sebagai pegangan tentang pengertian perceraian yang dikutip oleh Zakaria Darajat didefinisikan menurut Abu Zakaria Al-Anshari yaitu: Melepaskan tali akad nikah dengan kata-kata talak dan yang semacamnya.21 b.
Dasar Hukum Perceraian Akad perkawinan mempunyai tujuan untuk hidup, agar suami-isteri
menjadikan rumah tangga sebagai tempat berteduh yang nyaman dan permanen. dalam perlindungan rumah tangga serta keduanya dapat menciptakan iklim rumah 19
Amir Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia; Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fiqih, UU No 1/1974 sampai KHI, (Jakarta: Kencana, 2004), cet Ke-1, hal. 216-221. 20
Artikel diakses pada 24 juli 2009 dari http://www.Legalitas.org.
21
Zakiah Darajat, Ilmu Fiqih Jilid II, (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995), hal.173.
tangga yang memungkinkan terwujud dan terpiliharanya anak keturunan dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu maka syari’at menjadikan pertalian suami-isteri dalam ikatan perkawinan sebagai pertalian yang suci dan kokoh, sebagaimana Alqur’an memberikan istilah pertalian itu dengan miitsaq ghalizhan (janji yang kukuh).22 Mengenai dasar hukum perceraian penulis, akan mencantumkan ayat Alqur’an serta Hadits yang menjadi landasan hukum perceraian antara lain : Qur’an surat At-Thalaq ayat 1 :
K9 rstu(
oXpWSq #$ ' x]?
v;%@9q, zdXHOW< O
|./ ~ 0563Y1 i 69u O >f;1 2 ) zd
WN l;x@# M5N, /W9= !WN W@#'k i uj!< Z /W ~ J
@) !VK !W<#1 Artinya: "Hai nabi, apabila kamu menceraikan Isteri-isterimu Maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu. janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) ke luar kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang. Itulah hukum-hukum Allah, Maka Sesungguhnya dia Telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. kamu tidak 22
Ibid, hal. 212.
mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru". (QS.At-Thalaq: 1) 2.
Sebab-sebab Terjadinya Perceraian Suatu perkawinan menjadi putus antara lain karena perceraian, dalam Hukum
Islam perceraian terjadi karena khulu’, zhihar, ila dan li’an berikut ini penjelasan masing-masingnya: a. Khulu’ Khulu yang dibenarkan hukum Islam tersebut berasal dari kata-kata khala’a ats-tsauba, artinya: menanggalkan pakaian karena perempuan sebagai pakaian lakilaki dan laki-laki pun pakaian bagi perempuan. Khulu dinamakan juga tebusan. Karena isteri menebus dirinya dari suami dengan mengembalikan apa yang telah diterima sebagai mahar kepada suaminya. Menurut ahli fiqih, khulu’ adalah istri memisahkan diri dari suaminya dengan ganti rugi yang disebut dengan iwad. b. Zhihar Zhihar menurut bahas Arab, berasal dari kata zhahrun yang bermakna punggung. Dalam kaitannya dengan hubungan suami-isteri, zhihar adalah ucapan suami kepada isteri yang berisi menyerupakan punggung isteri dengan punggung ibunya, seperti ucapan suami kepada istri: “Engkau bagiku adalah seperti punggu ibuku”. 23
23
Abd.Rahman ghazaly, Fiqih Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2006), cet. Ke-2, hal. 228.
c. I’la I’la ialah ”sumpah suami dengan menyebut nama Allah SWT atau sifat-Nya yang bertujuan kepada isterinya untuk tidak mendekati isteri”. Baik secara mutlak maupun dibatasi dengan ucapan selamanya atau dibatasi empat bulan atau lebih. 24 Allah SWT menentukan batas waktu empat bulan bagi suami yang meng ila’ isterinya mengandung
hikmah pengajaran
bagi suami maupun istri. Suami
menyatakan ila’ kepada isterinya pastilah karena kebencian yang timbul antara keduanya. Bagi suami yang meng ila’ istrinya wajib meninggalkannya selama empat bulan karena dalam waktu tersebut akan timbul rasa rindu diantara keduanya dan bisa saling mengkoresi diri untuk melakukan perubahan-perubahan sikap dan sifat menjadi lebih baik. Kemudian apabila ingin kembali suami wajib membayar kaffarah sumpah karena telah menggunakan nama Allah untuk keperluan dirinya. Kaffarah yang harus dibayar adalah yang sesuai dengan firman Allah dalam Qur’an surat AlMai’dah ayat 89.25 d. Li’an
24
Abd.Rahman ghazaly, Fiqih Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2006), cet. Ke-2, hal. 243.
25 Memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi Pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. Barang siapa tidak sanggup melakukan yang demikian, Maka kaffaratnya puasa selama tiga hari. Yang demikian itu adalah kaffarat sumpah bila kamu bersumpah (dan kamu langgar).
Li’an berasal dari kata la’a. Sebab suami-isteri yang bermula’anah pada ucapan yang kelima kalinya berkata: ”sesungguhnya padanya akan jatuh laknat Allah SWT, jika ia tergolong orang yang berbuat dusta”.26 Menurut istilah hukum Islam, li’an ialah sumpah yang diucapkan oleh suami ketika ia menuduh isterinya berbuat zina dengan empat kali kesaksian bahwa ia termasuk orang yang benar dalam tuduhanya, kemudian pada sumpah kesaksian kelima disertai persyaratan bahwa ia bersedia menerima laknat Allah SWT jika ia berdusta dalam tuduhanya itu.27 Terhadap tuduhan suami, isteri dapat menyangkal dengan kesaksian sebanyak empat kali bahwa suaminya berdusta dalam tuduhannya. Pada sumpah kesaksianya yang kelima disertai pernyataan bahwa ia bersedia menerima laknat Allah SWT jika suami benar dalam tuduhannya. 28 B.
Kemandulan
1.
Pengertian Kemandulan
26
Sayid Sabiq, Fiqih Sunnah Jilid 8, (Jakarta: Kencana, 2006), cet. Ke-2, hal. 126.
27
Abd.Rahman ghazaly, Fiqih Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2006), cet. Ke-2, hal. 239.
28
Istrinya itu dihindarkan dari hukuman oleh sumpahnya empat kali atas nama Allah Sesungguhnya suaminya itu benar-benar termasuk orang-orang yang dusta. Dan (sumpah) yang kelima: bahwa laknat Allah atasnya jika suaminya itu termasuk orang-orang yang benar".(Q.S. AnNuur:8-9)
Mandul adalah tidak dapat mempunyai anak. Sedangkan Kemandulan yaitu hal (keadaan) mandul atau tidak ketidakmampuan menghasilkan keturunan karena berbagai faktor fisologis, social, dan psikologis.29 Namun dalam arti lain kemandulan adalah sebuah istilah dapat juga diartikan sebagai kegagalan, tidak berhasil, atau tidak dapat membentuk. Istilah kemandulan banyak digunakan pada bidang reproduksi yang dimaksudkan untuk membuahkan keturunan pada manusia maupun hewan.30 Reproduksi dilakukan melalui hubungan seksual antara pria dan wanita atau jantan dan betina.
Bagi wanita, arti kemandulan ialah tidak mampu hamil karena indung telur mengalami kerusakan sehingga tidak mampu memproduksi sel telur. 31
Pada manusia kemandulan atau infertilitas mengistilahkan ketidakmampuan pasangan atau salah satu diantara pasangan untuk memiliki keturunan.
Pasangan dapat dinyatakan kurang subur atau infertil pada saat :
•
Pasangan belum mengandung setelah 12 bulan berhubungan seksual tanpa menggunakan alat kontrasepsi dan usia wanita dibawah 34 tahun.
29
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka,1998. 30
Artikel diakses pada 24 Oktober 2009 http:// http://inilah.com/berita/gayahidup/2009/07/06/124330/hati-hati-cd-ketat-penyebab-mandul/ 31 Artikel di akses dari milis kehamilan pada tanggal 31 0ktober 2009, yang ditulis oleh Wimpie Pangkahila ( Dokter Ahli Andrologi dan Seksologi).
•
Pasangan belum mengandung setelah 6 bulan berhubungan seksual tanpa menggunakan alat kontrasepsi dan usia wanita di atas 35 tahun (dengan pertimbangan kualitas telur wanita diatas usia 35 tahun menurun secara drastis, sehingga perlu mengambil keputusan segera untuk mencari penanganan medis).
o
Ketidakmampuan secara biologis untuk mempertahankan kehamilan pada wanita.
2.
Sebab-sebab Kemandulan
Aktivitas seksual merupakan kebutuhan biologis setiap manusia untuk mendapatkan keturunan. Namun, masalah seksual dalam kehidupan rumah tangga seringkali mengalami hambatan atau gangguan karena salah satu pihak (suami atau isteri) atau bahkan keduanya mengalami gangguan seksual. Jika tidak segera diobati masalah tersebut dapat menyebabkan terjadinya keretakan dalam rumah tangga. Adapun beberapa faktor penyebab seseorang mengalami kemandulan adalah :32
1. Faktor hubungan seksual, yaitu frekuensi yang tidak teratur (mungkin terlalu sering atau terlalu jarang), gangguan fungsi seksual pria yaitu disfungsi ereksi, ejakulasi dini yang berat, ejakulasi terhambat, ejakulasi retrograde (ejakulasi
32
Artikel di akses dari milis kehamilan pada tanggal 31 0ktober 2009, yang ditulis oleh Wimpie Pangkahila ( Dokter Ahli Andrologi dan Seksologi).
ke arah kandung kencing), dan gangguan fungsi seksual wanita yaitu dispareunia (sakit saat hubungan seksual) dan vaginismus. 2. Faktor infeksi, berupa infeksi pada sistem seksual dan reproduksi pria maupun wanita, misalnya infeksi pada buah pelir dan infeksi pada rahim. 3. Faktor hormon, berupa gangguan fungsi hormon pada pria maupun wanita sehingga pembentukan sel spermatozoa dan sel telur terganggu. 4. Faktor fisik, berupa benturan atau temperatur atau tekanan pada buah pelir sehingga proses produksi spermatozoa terganggu. 5. Fakror psikis, misalnya stress yang berat sehingga mengganggu pembentukan set spermatozoa dan sel telur.
Untuk menghindari terjadinya gangguan kesuburan pada pria maupun wanita, maka faktor-faktor penyebab tersebut harus dihindari. Tetapi kalau gangguan kesuburan telah terjadi, diperlukan pemeriksaan yang baik sebelum dapat ditentukan langkah pengobatannya. Karena masih banyak sebab-sebab yang lainnya seperti faktor keturunan, mengenai ciri-ciri tidak dapat dilihat dengan kasat mata, harus melalui test oleh dokter ahli kehamilan.33
C.
Persepektif Fiqih dan Hukum Para ulama telah sepakat bahwa salah satu dari suami isteri mengetahui
adanya cacat pada pihak lain sebelum akad nikah ataupun diketahuinya sesudah akad 33
Artikel diakses pada 25 Oktober 2009 http:// http://inilah.com/berita/gayahidup/2009/07/06/124330/hati-hati-cd-ketat-penyebab-mandul/
nikah, tetapi ia telah rela atau ada tanda yang menunjukan kerelaannya, maka ia tidak mempunyai hak untuk meminta cerai dengan alasan cacat bagimanapun juga. Adapun pendapat para ulama fiqih tentang kebolehan cerai dengan alasan Istri Mandul adalah sebagai berikut : 1) Hanafiyah berpendapat bahwa suami tidak mempunyai hak fasakh karena sesuatu cacat yang ada pada isteri. 2) Malikiyah, syafi’iyah dan Hanabilah berpendapat boleh tidaknya menuntut cerai adalah hak masing-masing suami isteri. Ahmad bin Hanbal menambahkan penyakit yang boleh menuntut cerai adalah delapan jenis, yaitu gila, sopak, kusta, jab (terpotong jakar), impotent, ar-ritaq (tersumbutnya lubang vagina yang menyebabkan kesulitan bersenggama), al-qorn (benjolan yang tumbuh pada vagina), dan al-a’f al (daging yang tumbuh dan selalu mengeluarkan bau busuk). Sebagian mereka menambahkan lagi beberapa yang cacat seperti ambeien, buang air kecil terus menerus dan bau badan. 3) Aliran Dzahiriyah berpendapat bahwa kelemahan /cacat tersebut diatas / lainnya yang semacam dengan itu tidak bisa dijadikan alasan untuk memenuhi cerai baik bagi suami/ isteri. Pendapat tersebut sejalan dengan pemahaman aliran dzahiriyah yang secara ketat hanya berpegang kepada teks-teks al-qur’an dan Sunnah Rasulullah dengan pengertian bilamana tidak ditemukan secara tekstual dalam dua sumber tersebut / tidak
dijalankan oleh metode-metode istinbath yang mereka pakai, maka dapat dianggap tidak sah menjadi alasan untuk mengguncang sesuatu yang sudah pasti seperti akad nikah dalam perkawinan. Namun menurut aliran ini seorang suami yang mendapat isteri mengidap salah satu dari penyakit tersebut, maka dibolehkan untuk menjatuhkan talak sedangkan isteri tidak boleh menuntut cerai. Menurut penulis hal ini selaras dengan peraturan yang mengatur tentang perceraian yang terdapat dalam Pasal 19 poin (f) peraturan pemerintah no 9 tahun 1975 jo Pasal 116 poin (e dan f) Kompilasi Hukum Islam yang menyatakan “ Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami isteri”. Dan “antara suami isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga”
BAB III LOKUS ( TEMPAT BERPERKARA )
A.
Sejarah dan Wilayah Hukum Pengadilan Agama Jakarta Selatan Mebincang sejarah Peradilan Agama umumnya tidak terlerlepas dari sejarah
perkembangan hukum Islam di Indonesia landasan yang kokoh bagi kemandirian peradilan agama, dan memberikan status yang sama dengan peradilan-peradilan lainnya di Indonesia.34 Di sini penulis membatasi hanya pada sejarah Pengadilan Agama Jakarta Selatan mulai dari kapan beroperasinya. Pengadilan Agama Jakarta Selatan dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 1963. Pada mulanya Pengadilan Agama diwilayah DKI Jakarta hanya terdapat tiga kantor yang dinamakan Kantor Cabang yaitu : - Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Utara - Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Tengah - Pengadilan Agama Istimewa Jakarta Raya sebagai Induk Semua Pengadilan Agama tersebut diatas termasuk Wilayah Hukum Cabang Mahkamah Islam Tinggi Surakarta. Kemudian setelah berdirinya cabang Mahkamah Islam Tinggi Bandung berdasarkan Surat Keputusan Menteri Agama Nomor 71 Tahun 1976 tanggal 16 Desember 1976. Dan berdasrkan Surat Keputusan Mentri
34
Basiq Djalil,S.H., MA, Peradilan Agama Di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), hal. 79.
Agama RI tanggal 16 Juli 1985 PTA Surakarta dipindah ke Jakarta, akan tetapi realisasinya baru terlaksana pada tanggal 30 Oktober 1987 dan secara otomatis Wilayah Hukum PA diwilayah Jakarta adalah menjadi Wilayah Hukum Pengadilan Tinggi Agama Jakarta. Namun dengan perkembangannya dari masa ke masa, maka terbentuklah Kantor Pengadilan Agama Jakarta Selatan merupakan jawaban dari perkembangan masyarakat Jakarta, yang ketika itu pada tahun 1967 merupakan cabang dari Pengadilan Agama Istimewa Jakarta Raya yang berkantor di jalan Otista Raya Jakarta Timur. Sebutan pada waktu itu adalah cabang Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Kantor cabang Pengadilan Agama Jakarta Selatan dibentuk sesuai dengan banyaknya jumlah penduduk dan bertambahnya pemahaman penduduk serta tuntutan masyarakat Jakarta Selatan yang diwilayahnya cukup luas. Untuk itu keadaan kantor ketika itu masih dalam keadaan darurat yaitu menempati gedung bekas kantor Kecamatan Pasar Minggu disuatu gang kecil yang sampai saat ini di kenal dengan gan Pengadilan Agama Pasar Minggu Jakarta Selatan pimpinan kantor di pegang oleh H. POLANA. Penanganan kasus-kasus hanya berkisar Perceraian kalaupun ada tentang warisan masuk ke pada Komparisi itu pun dimulai tahun 1969 kerjasama dengan Pengadilan Negeri yang ketika itu dipimpin oleh Bapak Bismar Siregar, SH. Pada tahun 1976 gedung kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Selatan pindah ke Blok D kebayoran baru Jakarta Selatan dengan menempati serambi mesjid Syarif Hidayatullah dan sebutan kantor Cabang pun dihilangkan dan menjadi
Pengadilan Agama Jakarta Selatan dan saat itu diangkat Hakim honorer yang diantaranya adalah Bapak H. Ichtijanto, SAg, SH. Pada bulan September 1979 kantor Pengadilan Agama Jakarta Selatan pindah ke gudang Baru di Jl.Ciputat Raya Pondok Pinang dengan tanah yang masih menumpang pada areal tanah PGAN Pondok Pinang dengan dipimpin oleh Bapak H. Alim BA. Namun pada perkembangan selanjutnya yaitu semasa berkepimpinan Drs. H. Djabir Manshur,SH kantor Pengadilan Agama Jakata Selatan pindah ke jalan Rambutan VII No. 48 Pejaten Barat Pasar Minggu Jakarta Selatan dengan menempati gedung baru yang merupakan hibah dari pemda DKI. Selanjutnya di tahun 2000 ketika kepemimpinan dijabat oleh Bpk Drs. H. Zainuddin Fajari, SH pembenahanpembenahan semua bidang, baik fisik maupun non fisik diadakan sistem komputerisasi dengan online komputer, dan ini terus di benahi sampai sekarang oleh ketua Pengadilan Agama. B.
Kelembagaan dan Personil Pengadilan Agama Jakarta Selatan
1.
Kelembagaan Peradilan Agama yang mandiri sebagaimana lingkungan peradilan yang lain,
yang secara nyata didukung dengan sarana dan prasarana serta tatalaksana yang memadai dan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. 2.
Personil Dalam melaksanakan tugas kedinasan sebagai aparat penegak hukum yang
profesional, netral (tidak memihak) dan sebagai anggota masyarakat dan orang yang
menguasai masalah keislaman, yang menjadi panutan dan pemersatu masyarakat sekelilingnya serta punya integritas sebagai seorang muslim. C.
Visi dan Misi Pengadilan Agama Jakarta Selatan
1.
Visi Pengadilan Agama Jakarta Selatan35 Visi dan Misi Pengadilan Agama Jakarta Selatan sebagai salah satu ujung
tombak dari Mahkamah Agung RI, maka sebagai Lembaga Negara pemegang kekuasaan Yudikatif, tentu mempunyai Visi yang tidak jauh beda dari Visi Mahkamah Agung RI, yaitu : -
Mewujudkan supremasi hukum melalui kekuasaan kehakiman yang mandiri, efektif dan efisien.
2.
-
Mendapatkan kepercayaan publik.
-
Profesional dalam memberikan layanan hukum yang berkwalitas.
-
Etis.
-
Terjangkau dan berbiaya rendah bagi masyarakat.
-
Mampu menjawab pelayanan panggilan publik.
Misi Pengadilan Agama Jakarta Selatan36
Untuk mencapai Visi tersebut diatas maka Pengadilan Agama Jakarta Selatan mempunyai Misi sebagai berikut :
35
Artikel diakses pada 18 juli 2009 http:// www.pajs.com
36
Ibid, tanggal 18 juli 2009
a. Mewujudkan rasa keadilan sesuai dengan perundang-undangan dan peraturan-peraturan lainnya yang berlaku dalam masyarakat.
b. Mewujudkan institusi peradilan agama yang mandiri dan independen, bebas campur tangan dari pihak lain.
c. Meningkatkan akses pelayanan dibidang peradilan kepada masyarakat sejalan dengan penggunaan teknologi informasi di Pengadilan Agama Jakarta Selatan.
d. Memperbaiki kualitas input internal pada proses peradilan dengan mendayagunkan secara maksimal sarana, prasarana dan anggaran yang tersedia bagi Pengadilan Agama Jakarta Selatan.
e. Mewujudkan institusi peradilan yang efektif efisien dan bermartabat serta dihormati dengan menimgkatkan dedikasi dan integritas seluruh Sumber Daya Manusia yang tersedia di Pengadilan Agama Jakarta Selatan.
D.
Data Perceraian Tahun 2007 Pada pembahasan ini akan dikemukakan data-data perceraian di Pengadilan
Agama Jakarta Selatan Tahun 2007. Tabel-1
DATA PENYEBAB PERCERAIAN TAHUN 200737 PENYEBAB PERCERAIAN Tidak No.
Bulan
Ganguan
Tidak ada
pihak
keharmonis
ketiga
an
ada Cemburu
Ekonomi
Jumlah
tanggung jawab 1
jan
9
21
33
17
37
117
2
feb
7
19
30
17
35
108
3
mar
9
23
35
16
37
120
4
apr
7
16
24
14
31
92
5
may
15
23
30
19
39
126
6
jun
14
22
29
18
38
121
7
jul
8
32
36
17
33
126
8
aug
2
27
24
17
48
118
9
sep
5
20
21
14
54
114
10
oct
0
20
16
11
30
77
11
nov
0
13
36
9
45
103
12
dec
0
25
29
13
37
104
JUMLAH
76
261
343
182
464
1326
Data diatas menunjukan bahwa sebab perceraian paling banyak adalah karena tidak adanya keharmonisan, dengan jumlah sebesar 464 (empat ratus enam puluh empat) atau 34,99%. Selanjutnya penyebab terbesar kedua adalah masalah tidak ada 37
Data ini diambil dari arsip Pengadilan Agama Jakarta Selatan tentang sebab-sebab perceraian yang terjadi pada tahun 2007.
tanggung jawab dengan jumlah 343 (tiga ratus empat puluh tiga) atau 25.87%. Perceraian akibat faktor ekonomi sebesar 261 (dua ratus enam puluh satu) atau 19.68%. Sedangkan perceraian akibat pihak ketiga sebesar 182 (seratus delapan puluh dua) atau 13,73%. Sebab perceraian paling kecil adalah cemburu sebanyak 76 (tujuh puluh enam) atau 5,73%. Sehingga jumlah perkara perceraian yang diputuskan oleh Pengadilan Agama Jakarta Selatan pada tahun 2007 sebanyak 1326. Kasus perceraian karena istri mengalami kemandulan yang sesuai dengan tema penulis ini tidak didapatkan dalam data ini. Hal ini berbeda kenyataannya, setelah dilakukan analisa secara mendalam dari setiap putusan yang dikeluarkan oleh Pengadilan Agama Jakarta Selatan ditemukan satu kasus Perceraian akibat Istri Mandul.38 Alasan panitera tidak mengklasifikasikan Mandul sebagai alasan Perceraian adalah karena perkara perceraian yang diajukan ke Pengadilan Agama kebanyakan tidak disebabkan oleh satu perkara saja, tetapi diikuti dengan sebab lain, sehingga diambil alasan yang paling urgen. Oleh karena itu, masalah Kemandulan tidak ditemukan dalam sebab perceraian, tetapi dimasukan dalam kategori tidak adanya Keharmonisan dalam rumah tangga.39
E.
Selatan.
Prosedur Percerain di Pengadilan Agama
38
Hasil keterangan dari Taufik, SH. Panitera Pengganti Pengadilan Agama Jakarta Selatan.
39
Wawancara pribadi dengan Muhayah, SH. Ketua Hakim di Pengadilan Agama Jakarta
Pemeriksaan sengketa perkawinan dan perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah pengadilan berusaha dan tidak
berhasil
mendamaikan kedua belah pihak. Tahapan-tahapan cerai talak di Pengadilan Agama menurut Pasal 66 UndangUndang No 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama adalah sebagai berikut : 1. Seorang suami yang beragama Islam yang akan menceraikan isterinya (disebut Pemohon),
mengajukan
permohonan
kepada
Pengadilan
Agama
untuk
mengadakan sidang guna menyaksikan ikrar talak. Permohonan tersebut diajukan kepada Pengadilan Agama yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman termohon (isteri), kecuali apabila termohon dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman yang ditentukan bersama tanpa izin pemohon. 2. Jika termohon tinggal diluar negeri, permohonan diajukan kepada Pengadilan Agama yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman pemohon. 3. Jika pemohon dan termohon tinggal diluar negeri, permohonan diajukan kepada Pengadilan Agama yang daerah hukumnya meliputi tempat perkawinan mereka dilangsungkan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat. 4. Permohonan soal penguasaan anak, nafkah anak, nafkah isteri, dan harta bersama suami-isteri dapat diajukan bersama-sama dengan permohonan cerai talak ataupun sesudah ikrar talak diucapkan. 5. Permohonan cerai talak harus memuat nama, umur, tempat kediaman pemohon, dan termohon, serta alasan-alasan yang menjadi dasar cerai talak. Permohonan
tersebut diperiksa dalam sidang tertutup oleh Majelis Hakim selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah berkas atau surat permohonan cerai talak didaftarkan di kepaniteraan (Pasal 68 Undang-Undang Peradilan Agama). 6. Pengadilan menetapkan mengabulkan permohonan cerai jika Majelis Hakim berkesimpulan bahwa kedua belah pihak (suami-isteri) tidak dapat didamaikan lagi dan alasan perceraian telah cukup (Pasal 70 ayat 1 Undang-Undang Peradilan Agama). 7. Upaya hukum yang dapat dilakukan oleh termohon (isteri) terhadap penetapan tersebut adalah mengajukan banding (Pasal 70 ayat 2) Undang-Undang Peradilan Agama). Jika tidak ada banding dari pihak termohon (isteri) atau penetapan tersebut telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka pengadilan akan menentukan hari sidang penyaksian ikrar talak (Pasal 70 ayat (3) Undang-Undang Peradilan Agama). 8. Ikrar talak dilakukan oleh pemohon (suami) atau wakilnya yang telah diberi kuasa khusus berdasarkan akta otentik, dan dihadiri/disaksikan oleh pihak termohon (isteri) atau kuasanya (Pasal 70 ayat 4 Undang-Undang Peradilan Agama). 9. Jika termohon (isteri) tidak hadir pada ikrar talak tersebut, padahal ia telah dipanggil secara sah dan patut, maka suami atau wakilnya dapat mengucapkan ikrar talak tanpa hadirnya pihak termohon (isteri) atau kuasanya (Pasal 70 ayat 5). Jika dalam waktu 6 (enam) bulan suami tidak datang untuk mengucapkan ikrar talak, tidak datang menghadap sendiri atau mengirim wakilnya meskipun telah mendapat panggilan secara sah dan patut, maka penetapan atas dikabulkannya
permohonan cerai menjadi gugur, dan permohonan perceraian tidak dapat diajukan lagi dengan alasan yang sama (Pasal 70 ayat 6 Undang-Undang Peradilan Agama). 10. Perkawinan menjadi putus melalui penetapan terhitung sejak diucapkannya ikrar talak dan penetapan tersebut tidak dapat dimintakan banding atau kasasi (Pasal 71 ayat 2 Undang-Undang Peradilan Agama). Tahapan-tahapan cerai gugat menurut Undang-Undang Peradilan Agama adalah sebagai berikut : 1. Gugatan perceraian diajukan oleh isteri atau kuasanya kepada Pengadilan Agama yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat (isteri), kecuali jika penggugat dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa izin tergugat (suami) (Pasal 73 ayat 1 Undang-Undang Peradilan Agama). 2. Jika penggugat berkediaman diluar negeri, gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan Agama yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman tergugat (Pasal 73 ayat 2). 3. Jika keduanya berkediaman di luar negeri, maka gugatan diajukan kepada Pengadilan Agama yang daerah hukumnya meliputi tempat perkawinan mereka dilangsungkan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat (Pasal 73 ayat 3). 4. Jika gugatan perceraian adalah karena salah satu pihak mendapat pidana penjara, maka untuk dapat memperoleh putusan perceraian, sebagai bukti penggugat cukup menyampaikan salinan putusan pengadilan yang berwenang yang
memutuskan perkara disertai keterangan yang menyatakan bahwa putusan telah memperoleh kekuatan hukum tetap (Pasal 74). 5. Jika alasan perceraian adalah karena syiqaq (perselisihan tajam dan terus menerus antara suami dan isteri, maka putusan perceraian didapatkan dengan terlebih dahulu mendengar keterangan saksi-saksi yang berasal dari keluarga atau orangorang yang dekat dengan suami istri (Pasal 76 ayat 1). 6. Gugatan perceraian gugur jika suami atau isteri meninggal sebelum ada putusan pengadilan (Pasal 79). 7. Pemeriksaan gugatan perceraian dilakukan dalam sidang tertutup oleh Majelis Hakim selambat-lambatnya tiga puluh hari setelah berkas atau surat gugatan perceraian didaftarkan dikepaniteraan (Pasal 80 ayat 1 dan 2). Putusan pengadilan mengenai gugatan perceraian diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum dan perceraian dianggap terjadi dengan segala akibat hukumnya sejak putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap (Pasal 81 ayat 1 dan 2). 8. Pada sidang pertama pemeriksaan gugatan perceraian, suami-isteri harus datang secara pribadi, kecuali jika salah satu pihak berkediaman di luar negeri, dan tidak dapat datang menghadap secara pribadi dapat diwakili oleh kuasanya yang secara khusus dikuasakan untuk itu. 9. Jika kedua pihak berkediaman di luar negeri, maka pada sidang pertama penggugat harus menghadap secara pribadi. Pada saat tersebut hakim juga harus berusaha mendamaikan kedua pihak, dan selama perkara belum diputuskan, usaha mendamaikan dapat dilakukan pada setiap sidang pemeriksaan (Pasal 82).
10. Jika perdamaian tercapai, maka tidak dapat diajukan lagi gugatan perceraian yang baru dengan alasan yang ada dan telah diketahui penggugat sebelum perdamaian tercapai (Pasal 83). 11. Gugatan penguasaan anak, nafkah anak, nafkah istri dan harta bersama suami istri dapat diajukan bersama-sama dengan gugatan perceraian ataupun sesudah putusan perceraian memperoleh kekuatan hukum tetap (Pasal 86 ayat 1). 12. Jika pihak ketiga menuntut, maka Pengadilan Agama menunda lebih dulu perkara harta bersama sampai ada putusan pengadilan dalam lingkungan peradilan umum yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (Pasal 86 ayat 2). 13. Biaya perkara dalam bidang perkawinan dibebankan kepada penggugat atau pemohon, dan biaya perkara penetapan atau putusan pengadilan yang bukan penetapan atau putusan akhir diperhitungkan dalam penetapan atau putusan akhir (Pasal 89 ayat 1 dan 2). 14. Biaya-biaya tersebut meliputi biaya kepaniteraan dan biaya materai yang diperlukan untuk biaya itu; biaya para saksi, saksi ahli, penerjemah dan biaya pengambilan sumpah yang diperlukan, biaya untuk melakukan pemeriksaan setempat dan tindakan lain yang diperlukan oleh pengadilan dalam perkara, biaya pemanggilan, pemberitahuan, dan lain-lain atas perintah pengadilan (Pasal 90 ayat 1).40 Mengenai prosedur perceraian lebih rinci lagi dapat dilihat pada skema di bawah ini. 40
Artikel diakses pada 18 juli 2009 http:// www.pajs.com
Catatan: Calon Pemohon menghadap Meja I Keterangan: 1. Meja I a. Menerima surat permohonan. b. Menaksir panjar biaya perkara. c. Membuat SKUM. 2. Kasir a. Menerima uang panjar dan membukukannya. b. Menandatangani SKUM. c. Memberi nomor pada SKUM. 3. Meja II a. Mendaftar permohonan dalam register.
b. Memberi nomor perkara pada surat permohonan sesuai nomor SKUM. c. Menyerahkan kembali kepada Pemohon satu helai surat permohonan. d. Mengatur berkas perkara dan menyerahkan kepada ketua Pengadilan Agama melalui Panitera+Wakil Panitera. 4. Ketua PA a. Mempelajari Berkas. b. Membuat Penetapan Majelis Hakim (PMH) 5. Panitera a. Menunjuk panitera sidang. b. Menyerahkan berkas kepada Majelis. 6. Majelis Hakim a. Membuat Penetapan Hari Sidang (PHS). b. Menyidangkan perkara.41 c. Memutus perkara 7. Meja III a. Menerima berkas yang telah diminut dari Majelis Hakim. b. Menetapkan kekuatan hukum.
41
Perceraian termasuk ke dalam perkara Volountair yang mana sifatnya permohonan dan di dalamnya tidak terdapat sengketa, sehingga dalam proses pemeriksaan perkara Volountair di depan persidangan dilakukan melalui tahap-tahap pemeriksaan sebagai berikut: 1) Pembacaan permohonan; 2) Pembuktian; 3) Kesimpulan; 4) Putusan hakim berupa ”PENETAPAN”. Lihat juga A. Mukti Arto’, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hal. 55-57.
BAB IV PUTUSAN NO. 1132/Pdt.G/2007/PAJS
A.
Duduk Perkara Perceraian menurut ajaran Islam diakui sebagai solusi terakhir dalam
menghadapi kemelut rumah tangga. Dengan konsekuensi logis, bila perceraian tidak dilakukan maka sebuah rumah tangga seolah-olah neraka bagi kedua belah pihak atau bagi salah satunya. Hal ini tentu sangat bertentangan syariat yang lebih mengedepankan aspek kemaslahatan dalam hal apa pun, termasuk masalah pernikahan, dan talak baru dapat dilakukan bila tidak ada jalan lain lagi. Oleh karena itu menurut hemat penulis cara yang paling ideal dalam menghadapi kemelut rumah tangga adalah dengan jalan musyawarah dan sikap saling mengalah antara satu sama lain. Namun penulis coba uraikan terlebih dahulu tentang perkara cerai talak di Pengadilan Agama Jakarta Selatan yang dilakukan melalui tahap-tahap tertentu yang telah ditentukan Undang-undang, yang antara lain meliputi : a.
Pengajuan Permohonan Talak Pengajuan Permohonan cerai menurut Hakim diajukan dengan cara tertulis, hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 20 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan juncto pasal 73 ayat 1 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.
Perkara cerai talak yang masuk ke Pengadilan Agama Jakarta Selatan sangat banyak. Salah satunya diantaranya cerai talak yang diajukan oleh suami dikarenakan isteri mandul. Pada rentang waktu 2007 yang terdaftar dalam
buku
register
di
institusi
tersebut
yaitu
perkara
Nomor
1132/Pdt.G/2007/PAJS pada tanggal 15 Agustus 2007 atas nama Saudara Inanto Adhi Kurniawan, ST bin Ir. Wurjanto. Oleh sebab itu penulis akan membahas salinan putusan yang telah diputus oleh hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Adapun isi Permohonan yang diajukan ke Pengadilan Agama yakni sebagai berikut : 1) Bahwa pada hari kamis, tanggal 09 Juli 1998 telah dilangsungkan pernikahan antara Pemohon dengan Termohon, tercatat di PPN. Kantor Urusan Agama Kecamatan Limo, Bogor, dengan Kutipan Akte Nikah Nomor : 220/17/VII/1998, tanggal 09 Juli 1998. 2) Bahwa sejak menikah sampai dengan pertengahan tahun 2006 kehidupan rumah tangga Pemohon dengan Termohon masih rukun sebagaimana layaknya suami isteri meskipun pernah timbul perselisihan namun masih dapat diatasi. Padawaktu rukun dengan Termohon berkediaman di Jl. Ciasem 1/16 Rt.002/Rw.004, Kelurahan Rawa Barat Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
3) Bahwa dari pernikahan tersebut sudah sembilan tahun belum dikarunia anak. 4) Bahwa sejak pertengahan tahun 2006 sampai sekarang kehidupan rumah tangga Pemohon dengan Termohon sering terjadi perselisihan / pertengkaran secara terus menerus yang sulit diatasi, yang disebabkan : a. Pemohon dan Termohon sering berbeda pendapat dalam membina rumah tangga sehingga bila ada masalah sulit diatasi. b. Termohon tidak mau menjalankan Shalat. c. Termohon tidak menuruti perintah / nasehat dari Pemohon. d. Termohon tidak dapat menjaga kehormatan Pemohon sebagai suami. e. Termohon tidak mau dijemput oleh Pemohon waktu pulang kantor.42 5) Bahwa puncak dari perselisihan tersebut akhirnya sejak tanggal 20 maret 2007 Pemohon dan Termohon telah pisah ranjang, yang mana dalam pisah tersebut Pemohon dengan Termohon masih bertempat tinggal di alamat sebagaimana tersebut diatas. 6). Bahwa dengan kejadian tersebut diatas, rumah tangga antara Pemohon dan Termohon tidak dapat dibina dengan baik sehingga rumah tangga
42
Surat Putusan No 1132/Pdt.G/PAJS/2007, hl.2.
yang sakinah, mawwadah, dan rahmah sudah tidak tercapai lagi dan tidak ada jalan yang lebih baik kecuali perceraian. b. Para Pihak Identitas Pemohon yang dimaksud yakni nama Inanto Adhi Kurniawan, ST bin Ir. Wurjanto, umur 36 tahun, agama Islam, pendidikan S.I, pekerjaan Wiraswasta, tempat tinggal Jl. Ciasem I/16 RT.002/004 Kelurahan Rawa Barat, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selanjutnya disebut “Pemohon” melawan Reni santi Ratna Yanti, SE binti Imam Budoyo, umur 36 tahun, agama Islam, pendidikan S.I, pekerjaan Karyawati Bank Danamon, tempat tinggal Jl. Ciasem I/16 RT.002/004, Kelurahan Rawa Barat, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selanjutnya disebut sebagai “Termohon”. Dalam berkas permohonan atau gugatan sebagaimana yang dimuat dalam perkara diatas telah memuat identitas pemohon dan termohon sebagaimana yang dikehendaki Undang-undang. c. Petitum Yaitu apa yang dimohonkan untuk keputusan Pengadilan didalam perkara yang diajukan Pemohon yakni : 1) Mengabulkan Permohonan Pemohon seluruhnya 2) Menetapkan, memberi izin kepada Pemohon untuk mengikrarkan talak terhadap Termohon 3) Menetapkan biaya perkara ini sesuai dengan peraturan perUndangundangan yang berlaku
4) Atau menjatuhkan putusan perkara ini dengan seadil-adilnya. 43 d. Pembayaran Biaya Perkara Setelah Pemohon dinilai telah lengkap menurut syarat-syarat yang telah ditentukan, maka selanjutnya Pemohon harus mendaftarkan Permohonan cerainya kepada panitera Pengadilan Agama, untuk itu Pemohon dikarenakan kewajiban membayar biaya perkara. Setelah Pemohon dinilai telah lengkap menurut syarat-syarat yang telah ditentukan, maka selanjutnya Pemohon harus mendaftarkan Permohonan cerainya kepada panitera Pengadilan Agama, untuk itu Pemohon dikarenakan kewajiban membayar biaya perkara. Hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 121 ayat 4 HIR, 145 ayat 4 Rbg yang berbunyi : “Setelah Pemohon memasukan permohonannya dalam daftar pada kepaniteraan Pengadilan dan melunasi biaya perkara. Ia tinggal menunggu pemberitahuan hari sidang”. 44 Dan di Pengadilan Agama Jakarta Selatan, penulis mendapatkan data bahwa biaya kepaniteraan, biaya panggilan, pemberitahuan pihak serta biaya materai. Dengan demikian perkara Nomor : 1132/Pdt.G/2007/PAJS atas nama saudara Adhi Kurniawan, ST binti Ir. Wurjanto, membayar biaya perkara sebesar Rp. 156.000,a. Biaya proses 43
: Rp. 150.000
Ibid, h 2 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta : Liberty, 2006), cet-1, h.103. 44
b. Materai
: Rp. 6.000
Jumlah
: Rp. 156.000
e. Penetapan Majelis Hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan telah menerima pendaftaran permohonan cerai, maka Pengadilan Agama Jakarta Selatan menetapkan tiga orang Hakim yang bertugas memeriksa dan mengadili perkara tersebut. Diantaranya Drs. H. Abd. Razak Bachtiar, SH selaku Hakim ketua Majelis, Drs. H. Fuizalman, SH dan Drs. Chotman Jauhari masing-masing selaku Hakim anggota, dibantu oleh Novan Asrul Lutfi, SH selaku Panitera Pengganti dalam sidang yang dinyatakan terbuka untuk umum yang dihadiri oleh Pemohon dan Termohon.45 f. Penetapan Hari Sidang Penetapan hari sidang paling lambat 1 (satu) bulan setelah pengajuan Permohonan tersebut didaftarkan pada panitera Pengadilan Agama Jakarta Selatan, maka Pengadilan harus mulai menyidangkan perkara tersebut. B.
Dasar Hukum Adapun dasar pertimbangan Hukum keputusan adalah bahwa Majelis Hakim
telah berusaha mendamaikan Pemohon dan Termohon. Namun tidak berhasil pada kenyataanya Pemohon dan Termohon mengakui pokok-pokok permasalahan dan tujuan perkawinan tidak terwujud.
45
Surat putusan Nomor : 1132/Pdt.G/2007/PAJS, hal 7
Pertimbangan Majelis Hakim : a.
Alat bukti surat, baik yang berupa akta otentik, akta dibawah ini tangan
maupun surat yang bukan akta. Menurut hasil penelitian alat bukti yang diajukan Pemohon meliputi surat-surat bukti sebagai berikut : 1)
Fotocopy Kutipan Akta Nikah dari Kantor Urusan Agama (KUA) dengan nomor 220/17/VII/1998 (bukti P-1)
2) b.
Fotocopy Kartu Tanda Penduduk (KTP) Pemohon (P-2)
Pemeriksaan saksi-saksi, yang dimulai dari pemeriksaan saksi-saksi yang dari
kedua belah pihak, yakni saksi pertama Ir. Wuryanto bin Sito Pranoto dan saksi kedua Imam Budoyo bin Ramelan Budi Sutomo c.
Pernyataan kedua belah pihak, artinya tidak perlu membuktikannya lagi,
karena pengakuaan Pemohon dan Termohon yang dibenarkan oleh mereka diatas, merupakan bukti yang mengikat dan sempurna sebagaimana yang dimaksud pasal 174 HIR, dan terhadap fakta yang telah diakui dan dinyatakan telah terbukti kebenarannya. Selain pada 164 dan 165 HIR disebutkan bahwa sejauh tidak diatur dalam Undang-undang, Pengadilan Agama mengacu pada aturan umum, dalil fiqih, kesaksian dan qorinah-qorinah (indikator-indikator). Dari bukti dalil-dalil Pemohon yang menyatakan bahwa penyebab perselisihan antara Pemohon dan Termohon karena sudah menginjak usia pernikahan yang cukup lama yaitu sembilan tahun, namun Termohon belum bisa memberikan keturunan terhadap Pemohon.
Berdasarkan fakta-fakta yang ada cukup memberikan petunjuk bagi Majelis Hakim akibat adanya keinginan dari sang suami (Pemohon) untuk mempunyai keturunan maka hal tersebut telah menjadikan perselisihan dan pertengkaran antara Pemohon dan Termohon dalam membina rumah tangga yang berujung kearah perpecahan rumah tangga. Begitu juga dari pengakuan dan pembuktian dengan keterangan saksi-saksi yang diperoleh fakta-fakta menyangkut keadaan rumah tangga Pemohon dan Termohon sebagai berikut: 1)
Ir. Wuryanto bin Sito Pranoto, umur 26 tahun, agama Islam, Pekerjaan pensiunan, selaku Ayah Kandung Pemohon, dibawah sumpahnya telah memberikan keterangan sebagai berikut : -
Bahwa sejak menikah sampai sekarang Pemohon dari Termohon belum dikaruniai anak, padahal pernikahannya sudah 9 tahun.
-
Bahwa sejak 6 bulan yang lalu rumah tangga Pemohon dan Termohon tidak rukun.
-
Bahwa penyebabnya karena Pemohon dan Termohon sering berbeda pendapat dalam menjalankan rumah tangga.
-
Bahwa sampai saat ini Pemohon dan Termohon masih satu rumah, tetapi sudah berpisah ranjang sejak 6 bulan yang lalu.
-
Bahwa saksi sudah menasehati, tetapi tidak berhasil merukunkan mereka.
2)
Imam Budoyo bin Ramelan Sutomo, umur 64 tahun, agama Isla, pekerjaan Pensiunan, selaku Ayah Kandung Termohon, dibawah sumpahnya telah memberikan keterangan sebagai berikut : -
Bahwa Termohon dan Pemohon sampai sekarang belum dikaruniai anak padahal sudah menikah selama 9 tahun.
-
Bahwa sejak 6 bulan yang lalu Termohon dan Pemohon sudah tidak rukun lagi.46
Setelah dihadirkan para saksi keluarga Pemohon dan keluarga Termohon yang membenarkan pokok-pokok permasalan Pemohon dan Termohon, maka dalam pemeriksaan perkara ini telah memenuhi
maksud pasal 22 Ayat 1 Peraturan
Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 dan pasal 76 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 yang telah diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006. Dalam pemeriksaan perkara ini Majelis Hakim memandang tidak perlu untuk menggali fakta tentang apa dan siapa yang menyebabkan terjadinya perselisihan dan pertengkaran dalam rumah tangga Pemohon dan Termohon, akan tetapi fakta yang perlu diungkapkan adalah tentang pecahnya rumah tangga Pemohon dan Termohon itu sendiri sebagaimana maksud Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 38 K/AG/1990 tanggal 22-8-1991 dan Nomor 266 K/AG/1993 tanggal 25-6-1996. Majelis hakim berpendapat bahwa hubungan antara Pemohon dan Termohon dalam membina rumah tangga sudah tidak harmonis sehingga sulit untuk mewujudkan tujuan perkawinan sebagaimana maksud dari Pasal 1 Undang-Undang 46
Ibid, h. 3-4
Nomor 1 Tahun 1974 Jo. Pasal 3 Kompilasi hukum Islam (INPRES Nomor 1 Tahun 1991). Bahwa dalam kondisi tidak harmonis tersebut Majelis Hakim berpendapat ikatan perkawinan Pemohon dan Termohon telah pecah yang disebabkan oleh hal-hal sebagaiman tersebut diatas, antara Pemohon dan Termohon tidak mungkin untuk dapat dirukunkan kembali untuk membina rumah tangga bersama dan Termohon tidak keberatan bercerai dengan Pemohon, sehingga permohonan Pemohon telah memenuhi maksud pasal 39 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 beserta penjelasannya dan pasal 19 huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Jo. Pasal 116 huruf Kompilasi Hukum Islam, dengan demikian permohonan Pemohon untuk bercerai dengan Termohon cukup beralasan dan tidak melawan hukum. C.
Analisa Putusan Nomor 1132/Pdt.G/2007/PAJS Percerian menurut agama Islam diakui sebagai solusi terkahir dalam
menghadapi kemelut rumah tangga. Walaupun percerian dibolehkan, tetapi melanggar prinsip-prinsip serta tujuan dalam pernikahan itu sendiri seolah prinsip dan tujuan pernikahan menjadi bias serta gagal dalam membina rumah tangga dengan konsekuensi logis, bila perceraian tidak dilakukan maka aebuah rumah tangga menjadi seolah-olah neraka bagi kedua belah pihak atau bagi salah satunya. 47 Hal ini tentu sangat bertentangan dengan koridor syari’at yang lebih mengedepankan aspek kemaslahatan dalam hal apapun, termasuk masalah pernikahan. Perceraian baru dapat dilakukan bila sudah tidak ada lagi jalan lain, oleh karena itu menurut pengamatan
47
Acmad Kuzari, Nikah Sebagai Perikatan, ( Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1995), cet. Ke-1, h.148
penulis cara yang paling ideal dalam menghadapi kemelut tersebut adalah dengan jalan musyawarah dan sikap saling mengalah antara satu sama lain. Perbedaan memang kerap kali ditemukan dalam kehidupan berumah tangga, namun seringkali perbedaan tersebut justru menyeret pasangan suami istri itu kedalam jurang perceraian.48 Perbedaan itu bisa dimaklumi bila masih berada dalam koridor syari’at, dalam artian tidak menyalahi ketentuan-ketentuan yang telah digariskan oleh Allah SWT dan Rasulullah SAW. Namun, apabila perbedaan itu menyangkut karena istri mandul, dan si salah satu pasangan berkeinginan keras mempunyai anak, maka sudah seyogyanya hal tersebut dapat membawa dampak negatife terhadap hubungan suami istri. Oleh karena itu pada kesempatan kali ini penulis akan coba menganalisa perkara ”Cerai Talak karena Istri Mandul” di pengadilan Agama Jakarta Selatan dengan Nomor 1132/Pdt.G/2007/PAJS. Perkawinan adalah pertemuan dua kepribadian dengan dua latar belakang yang berbeda. Untuk itu diperlukan pengorbanan antar pasang untuk saling beradaptasi dan menyesuaikan diri. Sebagai pasangan suami istri tentu kata cerai tidak dianggap dalam keluarganya. Kendati demikian, cerai bisa menjadi jalan keluar yang lebih baik bagi suami istri yang sudah buntu menghadapi masalah yang pelik.
48
Ibid h,225
Dalam agama Islam cerai mempunyai posisi dilematis, dimana perbuatan ini dibolehkan namun merupakan salah satu yang dibenci oleh Tuhan. Gampangnya, sebisa mungkin setiap rumah tangga tidak perlu bercerai bagaimanapun kondisinya. Namun, tentunya tidak bisa semudah itu. Banyak aspek dan alasan yang membuat pasangan suami istri memutuskan bercerai. Dari sekian banyak hal yang ditangani Pengadilan Agama, perceraian menempati porsi tertinggi yaitu sekitar 75%. Pengadilan Agama Jakarta Selatan yang terletak di Jalan Rambutan VII No. 48 Pejaten Barat Pasar Minggu Jakarta Selatan. Salah satu faktor yang memicu perceraian itu antara lain faktor ekonomi, perselingkuhan, cacat badan, perselisihan dan percekcokan terus menerus yang dilatar belakangi oleh berbagai pemicunya diantaranya karena tidak mempunyai keturunan (mandul). Konflik yang disebabkan awalnya karena suami sangat menginginkan keturunan, sedangkan istri tidak mampu memberikan anak, dan bagi suami hal ini sungguh sangat menjadi pukulan sebab tujuan pernikahan selain mewujudkan keluarga sakinah juga mendapatkan keturunan, yang nantinya diharapakan menjadi tumpuan harapan keluarga. Dengan adanya sebab diatas, sekiranya hal tersebut justru memicu perselisihan dan pertengkaran diantara Pemohon dan Termohon secara terus menerus, sehingga bila alasan-alasan yang telah dikemukakan Pemohon tersebut dapat
dibuktikan kebenarannya, maka berarti telah cukup alasan bagi Pemohon dalam mengajukan permohonan cerainya. Jika kita melihat perkara diatas, maka perkara tersebut tidak hanya dipicu dengan satu faktor saja tetapi ada faktor pengikutnya. Faktor pertama yakni Termohon tidak mampu memberikan keturunan, karena pernikahan yang sudah terbilang lama yaitu sembilan tahun belum ada keturunan dan termasuk kategori mandul sesuai ketentuan ahli medis bahwa “Pasangan yang belum mengandung setelah 12 bulan berhubungan seksual tanpa menggunakan alat kontrasepsi dan usia wanita dibawah 34 Tahun termasuk kategori mandul”. Dan ini merupakan akar masalah yang selalu terjadi dalam perkawinan dan selalu menjadi alasan dalam permohonan cerai terhadap istrinya. Tentunya ada pertanya mengapa majelis hakim mengabulkan perceraian antara Pemohon dan Termohon, dengan alasan istri Mandul? Padahal tidak terdapat dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 beserta penjelasannya dan Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Jo. Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam tidak menyebutkan alasan perceraian karena istri mandul. Seharusnya Mandul bukan pemicu bahwa kehidupan rumah tangga akan tidak bahagia. Karena keharmonisan rumah tangga bukan di ukur dari ada atau tidaknya anak dalam berkeluarga tetapi cinta-kasih yang dicurahkan dari kedua belah pihak. Melihat keadaan seperti ini hakim tidak serta merta langsung mengabulkan perkara, akan tetapi hakim menawarkan solusi pada awal sidang yaitu menempuh
jalan perdamaian dengan mengutus hakam dari kedua belah pihak sebagai mediator. Hal ini tercantum pada pasal 31 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang yang berbunyi : 1.
Hakim yang memeriksa permohonan perceraian berusaha mendamaikan kedua belah pihak.
2.
Selama perkara belum diputus, usaha mendamaikan dapat dilakukan pada setiap persidangan. Perkara diatas menunjukan bahwa pihak Pemohon telah berusaha mengatasi
masalah dengan cara bermusyawarah, akan tetapi rumah tangganya sudah tidak dapat dipertahankan lagi. Maka dasar Hukum perceraian karena perselisihan atau pertengkaran dapat diajukan ke Pengadilan Agama karena pertimbangan pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang juncto Pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam yang berbunyi : “Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.” Menurut penulis selain masuk ktegori perselisihan, dalam putusan yang penulis dapat bisa di masukan dalam kategori sebagai cacat badan. Sesuai Kompilasi Hukum Islam poin (e). Namun dalam hal ini Hakim memtuskan dalam ketegori perselisihan dan pertengkaran secara terus menerus.
Dalam hal ini antara Pemohon dan Termohon tidak melaksanakan tujuan yang diamanatkan oleh Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 pasal 3 tentang dasar-dasar perkawinan yakni : “Perkawinan bertujuan unutk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahamah.” Mengingat bahwa istri tidak bisa menjalankan kodratnya sebagai wanita yaitu memberikan keturunan. Sehingga sang suami mengajukan cerai talak ke Pengadilan Agama. Analisis penulis jika ditinjau dari segi ilmu psikologi jiwa ketidakcocokan atau perbedaan seringkali menjadi kambing hitam terjadinya perceraian padahal seringkali perbedaan prinsip itu dibarengi dengan keras kepala masing-masing memegang prinsipnya dan adanya perceraian tersebut disebabkan hilangnya komunikasi diantara pasangan suami istri yang membuat salah satu diantara mereka jenuh dan bosan. Ditinjau dari segi Sosiologi Hukum, menurut Roscoe Pound adalah seorang ahli Hukum Amerika dan mantan dekan Harvand Law School. Berdasarkan pemikirannya ia mengatakan bahwa Hukum bukanlah suatu keadaan yang statis, melainkan suatu proses. Suatu pembentukan Hukum, interpretasinya maupun penerapannya, hendaknya dihubungkan dengan fakta-fakta sosial. 49 Artinya dalam kasus ini antara sebab dan putusan yang diambil oleh Hakim itu sudah sesuai dengan kenyataan atau realita yang ada walaupun tidak secara khusus disebutkan dalam pasal 49
Otje Salman, Beberapa Aspek Sosiologi Hukum, (Bandung : Alumni, 1989), h.35
116 Kompilasi Hukum Islam huru (f) dan bisa juga mengacu pada hurf (e), tetapi kemandulan bisa menjadi salah satu faktor pemicu adanya perselisihan tersebut. Namun jika ditinjau dari segi ushul fiqih maka perceraian yang dimaksud termasuk kedalam perbuatan yang mengandung maslahat dan maslahat itu sendiri mengacu kepada pemeliharaan terhadap lima hal, yaitu memelihara agama, jiwa, harta, akal dan keturunan. Ini disebabkan dunia tempat manusia hidup, ditegakkan diatas pilar-pilar kehidupan yang lima itu. Tanpa terpeliharanya lima hal ini tidak akan tercapai kehidupan manusia yang luhur secara sempurna. 50 Selanjutnya ditinjau dari segi mudharat syariah, atas dasar ini maka seseorang atas masyarakat harus menghindari segala bentuk perbuatan yang mendatangkan kerugian (mudharat) dan mengembangkan hubungan yang membawa manfaat untuk diri sendiri atau masyarakat.51 Dengan demikian menurut penulis bila melihat dari sudut pandang Hukum positif, maka antara Pemohon dan Termohon sudah tidak ada kecocokan dalam menjalani mahligai rumah tangga, sehingga dikhawatirkan bila pernikahan ini terus berlanjut akan menimbulkan kemudharatan antara kedua belah pihak. Jadi menurut analisis penulis ada beberapa sebab yang bisa membuat hakim menetapkan bercerai kepada pasangan suami isteri yang disebabkan istri mandul yang dimasukan dalam kategori perselisihan yang terus menerus. Karena banyak orang 50
Muhammad Abu Zahra, Ushul Fiqih, (Jakarta : PT. Pustaka Firdaus, 1997), cet ke-4 hal.
51
M. Daun Ali, Hukum Perjanjian Syariah, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2001), hal.
548
249
yang mengalami kemandulan tetapi salah satu pihak tidak keberatan maka tidak jadi masalah dan rumah tangganya baik-baik saja. Namun dalam putusan yang penulis dapat perselisihan-perselisihan yang terus menerus terjadi antar kedua belah pihak memang sangat sulit untuk dipersatukan kembali, apalagi salah satu pihak sudah tidak mau mentolerir pihak lain. Ini terbukti dari fakta-fakta dimana saksi-saksi mengatakan bahwa Termohon tidak mampu menghasilkan keturanan dan si Termohon pun sudah tidak mau taat lagi sebagaimana layaknya seorang istri terhadap suaminya (Pemohon). Jika kedua belah pihak sudah mencapai titik klimaks. Meskipun Hakim dan pihak keluarga dari kedua belah pihak sudah berupaya menjadi juru damai antara keduanya. Tetapi pada kenyataanya rasa cinta dan kasih sayang yang selama pernikahan berlangsung, sepertinya sudah tidak bersemi lagi. Maka menurut hemat penulis dengan adanya perselisihan dan percekcokan yang terjadi secara terus menerus dikhawatirkan hal tersebut akan memberikan kemudharatan bagi kedua belah pihak sehingga akan timbul rasa benci, dendam, sikap saling menyalahkan satu sama lain. Berdasarkan peristiwa diatas, peluang untuk bersatu kembali dalam ikatan perkawinan rasanya tidak mungkin terjadi, walaupun berbagai upaya telah dilakukan. Dengan mempertimbangkan alasan-alasan tersebut maka dalam kasus ini perceraian memang menjadi solusi terakhir dalam memecahkan kemelut rumah tangga antara Pemohon dan Termohon.
Penulis menilai awal mula rentetan permaslahan rumah tangga keduanya diawali oleh ketidak mampuan istri memberikan keturunan yang dijadikan perdebatan dan akhirnya memicu perselisihan.
BAB V PENUTUP A.
KESIMPULAN Dari pembahasan dan uraian yang penulis kemukakan pada bab sebelumnya,
maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut :
•
Pertama, Hakim memutuskan bercerai pada putusan Pengadilan Agama No.1132/Pdt.G/2007/PAJS adalah karena perselesihan dan bisa juga dihubungkan dengan cacat badan.
•
Kedua, Dalam putusan No.1132/Pdt.G/2007/PAJS Hakim tidak memutuskan karena mandul melainkan karena perselisihan.
•
Ketiga, Hakim mengabulkan permohonan cerai yang diajukan pemohon terhadap
termohon karena termohon tidak
mampu
memberikan keturunan yang akhirnya sering terjadi pertengkaran dan percekcokan yang sudah tidak mungkin dapat di damaikan lagi. Sesuai dengan pasal 1 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 bahwa perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk (keluarga) rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dan pasal 3 Kompilasi Hukum Islam bahwa perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan warahmah. Jadi kalaupun diteruskan lebih banyak mudharatnya dari
pada maslahatnya. Sebagaimana diatur dalam pasal 39 UndangUndang No.1 Tahun 1974 jo pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah No.9 Tahun 1975 jo pasal 19 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam.
B. SARAN-SARAN 1. Dari penulisan skripsi ini, penulis menyarankan kepada setiap orang yang belum menikah, agar berhati-hati dan waspada dalam memilih pasangan hidup yang benar-benar untuk kemaslahatan diri dan keluarga untuk masa yang akan datang. 2. Dalam kehidupan rumah tangga pasti ada masalah, karena menyatukan dua perbedaan pandangan antara suami istri bukan masalah yang mudah, namun selama masalah masih ada jalan keluar maka selesaikan dengan bijaksana secara kekeluargaan agar di peroleh perdamaian. 3) Kalau memang suatu permasalahan tidak dapat berdamai atau tidak ada jalan keluarnya maka sebaiknya bercerai dianjurkan. 4). Diharapkan adanya sosialisasi kepada masyarakat baik melalui khatib jum’at, majelis ta’lim, pertemuan ibu-ibu PKK dan lain sebagainya.
65
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an Al-Karim Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: CV. Akademika Pressindo, 1995. Ali, M. Daud, Hukum Islam dan Pengadilan Agama, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada 2002. Anonimous, Undang-Undang Perkawinan No.1 Tahun 1974, Surabaya : Pustaka Tinta Mas, 1996. Arafat, M. Yasir, Perceraian Akibat Kekerasan dalam Rumah Tangga, skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2003. Arto, A. Mukti, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996. Azhari Akmal Tarigan dan Amir Nuruddin, Hukum Perdata Islam di Indonesia; Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fiqih, UU No 1/1974 sampai KHI, Jakarta: Kencana. 2004. Buku Pedoman Penulisan skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007. Bungin, Burhan, Metode Penelitian kualiatatif Aktualisasi Metodelogi ke arah Ragam Varian Kontemporer, Jakarta : Rajawali Pers, 2004. Darajat, Zakiah, Ilmu Fiqih Jilid II, Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf. 1995. Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Depag”Ilmu Fiqih”, Depag 1985.
Agama
Islam,
Djalil, Basiq, Peradilan Agama Di Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006.
Ghazaly, Abd.Rahman, Fiqih Munakahat, Jakarta: Kencana, 2006. Haikal, Abduttawab dan Ismail, Ilyas, “Rahasia Perkawinan Rasulullah SAW, Poligami dalam Islam versus Monogami Barat”, Jakarta : Pedoman Ilmu Jaya, 1988. Herdianto, Percerain Karena Perselingkuhan;Studi Kasus Pada Peradilan Agama Jakarta Selatan, skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007. Artikel diakses pada 25 Oktober 2009 http:// http://inilah.com/berita/gayahidup/2009/07/06/124330/hati-hati-cd-ketat-penyebab-mandul/ Laporan dan grafik faktor penyebab terjadinya perceraian pada Pengadilan Agama Jakarta Selatan Tahun 2007. Lutfi, Muhammad, Penyebab Perceraian Pada Pasangan Dini; Studi Kasus Pada Peradilan Agama Jakarta Selatan, skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007. Mertokusumo, Sudikno, Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta : Liberty, 2006, Cet. Ke-1 Mesraini dan A.Sutarmadi, Administrasi Pernikahan dan Manajemen Keluarga, skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006. Muktar, Kamal, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, Jakarta: Bulan Bintang, 1974. Naqiyah, Najlah, Perceraian, Artikel diakses pada tanggal 16 Desember 2008 dari http://www.articlesnatch.com. Pangkahila, Wimpie, milis kehamilan, Artikel di akses pada tanggal 31 0ktober 2009. Rasjid, Sulaiman, Fiqih Islam, Jakarta: Attahiriya, 1976.
R.Subekti dan R.Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Perkawinan No.1 Tahun 1974 dan PP No. 9 Tahun 1975, Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 2006. R.Subekti dan R.Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta: PT.Pradnya Paramita, 2006. Sabiq, Sayyid, Fiqih Sunnah Jilid 8, Jakarta: Kencana, 2006. Seokanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Unuversitas Indonesia Prress, 1986. Syarifuddin, Amir, Garis-Garis Besar Fiqih, Jakarta : Prenada Media, 2005. Thalib, Sayuti, Hukum Keluarga Indonesia, Jakarta : UI press, 1986, Cet. Ke-5. Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka,1998. Tim
Redaksi Fokus Media, Fokusmedia, 2005.
Kompilasi
Hukum
Islam,
Bandung:
Wawancara pribadi dengan Taufik, Panitera Pengganti Pengadilan Agama Jakarta Selatan, Jakarta 13 November 2009. Wawancara pribadi dengan Muhayah, Hakim Jakarta Selatan, Jakarta, 19 November 2009. www.badilag.net. www.pajs.com www.Legalitas.org Yunus, Muhamad, Kamus Arab-Indonesia, Jakarta: PT. Hidayakarya Agung, 1989.