MATERI PELENGKAP MODUL (MPM) MATA DIKLAT
ORGANISASI BERKINERJA TINGGI TRANSFORMASI BUDAYA KERJA APARATUR DALAM MEMBANGUN ORGANISASI PUBLIK BERKINERJA TINGGI Oleh: Dr. Ir. Sutarwi, MSc. Widyaiswara Ahli Utama
BPSDMD PROVINSI JAWA TENGAH DIKLATPIM TK II SEMARANG 2016
KATA PENGANTAR
Materi Pelengkap Modul ini disusun dalam rangka melengkapi Modul Mata Diklat Membangun Organisasi Berkinerja Tinggi yang telah diterbitkan oleh Lembaga Administrasi Negara Tahun 2014. Dengan pemberian MPM yang berupa diharapkan dapat mempermudah peserta dalam memahani modul dan meningkatkan kinerja organisasi. Penyusun mengucapkan terima kasih kepada penyelenggara Diklatpim Tk II Angkatan V Tahun 2016 di Semarang yang telah memberikan kesempatan kepada penyusun sebagai widyaiswara untuk ikut memfasilitasi pembelajaran Mata Diklat Membangun Organisasi Berkinerja Tinggi. Besar harapan kami atas pemanfaatan MPM ini dan apabila terdapat kekurangan kami siap menerima saran masukan dari peserta dan penyelenggara.
Semarang,
2017 Penyusun,
Dr. Ir. Sutarwi,MSc. Widyaiswara Ahli Utama
Transformasi Budaya Kerja Aparatur Dalam Membangun Organisasi Publik Berkinerja Tinggi. Pengantar Sejak tahun 2002 Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara telah mengembangkan nilai-nilai budaya kerja aparatur negara. Nilai-nilai budaya kerja tersebut diharapkan menjadi pedoman aparatur negara dalam melaksanakan tugas sehari-hari. Nilai-nilai organisasi untuk setiap Instansi Vertikal maupun SKPD juga telah termuat dalam setiap Rencana Stratejik masing-masing. Namun demikian transformasi nilai-nilai budaya kerja kepada semua anggota organisasi pemerintah saat ini dirasakan masih kurang efektif sehingga belum berdampak terhadap peningkatan kinerja organisasi secara signifikan.
Pengertian Budaya Kerja Aparatur Budaya telah menjadi konsep penting dalam memahami masyarakat dan kelompok manusia untuk waktu yang lama. Stoner dkk(1995) memberikan arti bahwa budaya sebagai gabungan kompleks asumsi, tingkat laku, cerita, mitos, metafora, dan berbagai ide lain yang menjadi satu untuk menentukan apa arti menjadi masyarakat tertentu. Menurut Robbin (1990) budaya kerja adalah suatu sistem nilai-nilai yang dirasakan maknanya oleh seluruh orang dalam organisasi dan menjadi landasan gerak organisasi. Lebih lanjut dikatakan terdapat 10 karakteristik untuk dapat memahami keberadaan budaya kerja yaitu inisiatif individu, toleransi resiko, arahan, integrasi, dukungan pimpinan, kontrol, identitas, sistem imbalan, toleransi konflik, pola komunikasi. Selanjutnya Mulyono Djokosantosa (2003) memberikan pengertian bahwa budaya kerja adalah sistem nilai-nilai yang diyakini oleh semua anggota organisasi dan yang dipelajari, diterapkan, serta dikembangkan secara berkesinambungan, berfungsi sebagai sistem perekat, dan dapat dijadikan acuan berperilaku dalam organisasi untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Budaya kerja seringkali tercermin dalam perilaku keseharian anggotanya, berarti pula merupakan praktek sehari-hari di
tempat kerja. Budaya kerja akan memberikan suasana psikologis bagi semua anggota bagaimana mereka bekerja, bagaimana berhubungann dengan atasan ataupun rekan kerja, bagaimana menyelesaikan masalah, dan banyak lagi yang merupakan wujud budaya yang khas bagi setiap organisasi. Sedangkan dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 25 Tahun 2002 yang dimaksudkan budaya kerja aparatur Negara adalah sikap dan perilaku individu dan kelompok aparatur Negara yang didasari atas nilai-nilai yang diyakini kebenarannya dan telah menjadi sifat serta kebiasaan dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan sehari-hari.
Pengembangan Budaya Kerja Aparatur Membahas pengembangan budaya kerja secara langsung akan mengenai isu sumber daya manusia mengingat subyek dan obyek dari budaya kerja adalah manusia baik sebagai individu maupun sebagai kelompok. Menurut French dan Bell (1990) pengembangan sumber daya manusia dalam organisasi disusun berdasarkan nilai-nilai demokratik kemanusiaan antara lain: (a)menekankan manajemen kerjasama kelompok sehingga lebih efektif, (b)menekankan manajemen partisipatif dan kolaboratif, (c) menekankan pada perubahan budaya kerja, (d)menggunaan ilmi perilaku sebagai agen pembaharuan, (e)upaya perubahan dipandang sebagai proses yang berkesinambungan terus menerus. Hasil penelitian Kotter dan Hesket (dalam Mulyono Djokosantosa,2003) menunjukkan bahwa budaya kerja mempunyai dampak yang kuat dan semakin besar dampaknya pada prestasi kerja organisasi. Kesimpulan dari penelitian dimaksud meliputi: a. Budaya kerja dapat mempunyai dampak signifikan pada prestasi kerja organisasi b. Budaya kerja merupakan faktor lebih penting dalam menentukan sukses atau gagalnya organisasi di masa mendatang c. Budaya kerja yang menghambat prestasi keuangan jangka panjang sering terjadi; d. Walaupun sulit untuk diubah, budaya kerja dapat dibuat untuk meningkatkan prestasi.
Menurut Mulyono Djokosantosa (2003) budaya kerja akan mempengaruhi nilai dan keyakinan individu yang akan berpengaruh terhadap perilaku individu. Perilaku individu akan sangat menentukan kinerja individu. Selanjutnya kinerja individual dengan dipengaruhi berbagai faktor (sumber daya, sIstem dan teknologi, strategi organisasi, dan logistik) akan mempengaruhi kinerja organisasi secara keseluruhan.
Skema
hubungan antara budaya kerja dengan kinerja organisasi dapat dijelaskan pada Gambar 1 berikut ini
KINERJA ORGANISASI
SUMBER DAYA MANUSIA
SISTEM DAN TEKNOLOGI
STRATEGI
LOGISTIK
KINERJA INDIVIDUAL
PERILAKU INDIVIDU
NILAI DAN KEYAKINAN PERSONAL
BUDAYA KORPORAT/BUDAYA KERJA
Gambar 1. Skema Hubungan antara Budaya Kerja dengan Kinerja Organisasi Dengan mengingat pentingnya peran budaya kerja dalam meningkatkan kinerja organisasi, maka sejak 1991 dan disempurnakan pada tahun 2002 telah dikembangkan nilai-nilai budaya kerja aparatur negara yang meliputi : (1)komitmen dan konsisten, (2)
wewenang dan tanggung jawab, (3) keikhlasan dan kejujuran, (4) integritas dan profesionalisme, (5) kreativitas dan kepekaan lingkungan tugas, (6) kepemimpinan dan keteladanan, (7) kebersamaan dan dinamika kelompok kerja, (8) ketepatan dan kecepatan, (9) rasionalitas dan kecerdasan emosi, (10) keteguhan dan ketegasan, (11) disiplin dan keteraturan kerja, (12) keberanian dan kearifan dalam mengambil keputusan dan menangani konflik, (13) dedikasi dan loyalitas, (14) semangat dan motivasi, (15) ketekunan dan kesabaran, (16) keadilan dan keterbukaan, dan (17) penguasaan iptek. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengembangan budaya kerja dalam organisasi
berpengaruh dominan terhadap etos kerja karyawan ( Mulyono, 2003).
Pakar etos kerja Sinamo,Jansen (2002) memberi batasan bahwa etos kerja doktrin tentang kerja yang diyakini oleh seseorang atau sekelompok orang sebagai baik dan benar yang mewujudnyata secara khas dalam perilaku kerja mereka. Menurutnya, ada 8 etos kerja professional yaitu : (1) kerja adalah rakmat maka bekerja dengan tulus penuh syukur, (2) kerja adalah amanah maka bekerja dengan benar penuh tanggung jawab, (3) kerja adalah panggilan maka bekerja dengan tuntas penuh ikhlas, (4) kerja adalah aktualisasi diri maka berkerja keras penuh semangat, (5) kerja adalah ibadah maka bekerja dengan serius penuh kecintaan, (6) kerja adalah seni maka bekerja dengan penuh kreatif dan sukacita, (7) kerja adalah kehormatan maka bekerja tekun dengan penuh keunggulan, dan (8) kerja adalah pelayanan maka bekerja dengan sempurna penuh kerendahan hati. Apabila budaya kerja aparatur Negara yang dikembangkan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dilaksanakan dengan baik maka etos kerja PNS akan terbangun seperti pemikiran pakar etos kerja tersebut sehingga kinerja individual maupun kinerja organisasional akan meningkat pula.
Transformasi Budaya Kerja dalam Membangun Keunggulan Kinerja Organisasi Pemerintah Keberhasilan organisasi saat ini tidak hanya ditentukan oleh Planning, Organizing, Leading, Controlling saja, namun dari berbagai penelitian budaya organisasi atau sering disebut budaya korporat atau budaya kerja dalam organsisasi
sangat menentukan keunggulan kinerja. Namun demikian permasalahan yang dihadapi adalah transformasi nilai-nilai budaya kerja dalam organisasi pemerintah belum berjalan sebagaimana mestinya. Mengingat masalah budaya kerja pada organisasi pemerintah adalah masalah perilaku, oleh karena itu, transformasi nilai-nilai budaya kerja kepada semua anggota organisasi menjadi semakin penting. Transformasi nilai-nilai budaya kerja organisasi dapat dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu: (1) penyusunan core values (nilai-nilai dasar organisasi), (2) penyusunan pedoman perilaku dan tindakan nyata yang didasarkan core values, (3) penyusunan tim sosialisasi dan implementasi budaya kerja, (4) pembentukan agen pembaharuan budaya kerja (gugus-gugus tugas pengendali mutu). Dalam kaitannya dengan tahapan penyusunan core values, sebenarnya semua instansi pemerintah maupun Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) saat ini telah memiliki Rencana Stratejik (Renstra) Instansi maupun Renstra SKPD. Dalam setiap penyusunan Renstra selalu diawali dengan perumusan visi, misi, dan nilai-nilai organisasi. Dalam penyusunan Renstra SKPD telah dipilih nilai-nilai organisasi yang dirasakan paling relevan untuk mewujudkan visi Instansi/ SKPD yang bersangkutan. Pada umumnya Tim Penyusun Renstra Instansi/SKPD telah membahas secara mendalam tentang nilai-nilai organisasi yang dipilih. Berbagai argumentasi telah diajukan dalam pemilihan nilai-nilai organisasi tersebut. Pada Tabel 1 diberikan contoh nilai-nilai organisasi Badan Diklat Provinsi Jateng dan sebagian nilai-nilai budaya kerja yang dikembangkan Menpan pada tahun 2002 yang relevan. Dari contoh ini terlihat bahwa nilai-nilai organisasi Bandiklat Provinsi Jateng telah sejalan dengan nilai-nilai budaya kerja yang dikembangkan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara sejak tahun 2002. Namun demikian telah muncul dua nilai baru yaitu nilai visioner dan nilai asih,asah,asuh yang tidak termasuk dalam nilai budaya kerja yang dikembangkan Menpan. Hal ini dimungkinkan karena spesifikasi tugas pokok dan fungsi Bandiklat Provinsi Jateng yang harus menjadi organisasi pembelajar (Learning Organization) dengan nilai asah, asih, asuh dan berpandangan jauh ke masa depan dengan nilai visioner.
Tabel 1 Nilai-Nilai Organisasi Bandiklat Provinsi Jawa Tengah No
Nilai-nilai Badan Diklat Nilai-Nilai
Budaya
Kerja
yang
Prov. Jateng
Dikembangkan Menpan 2002
1
Jujur
Keikhlasan dan kejujuran
2
Transparan
Keadilan dan keterbukaan
3
Akuntabel
Wewenang dan tanggung jawab
4
Disiplin
Disiplin dan keteraturan kerja
5
Visioner
-
6
Ilmiah
Rasionalitas dan kecerdasan emosi
7
Profesional
Integritas dan Profesionalisme
8
Arif bijaksana
Keberanian dan kearifan
9
Kerjasama
Kebersamaan dan dinamika kelompok kerja
10
Asah, asih, asuh
-
Sumber : Renstra Bandiklat Prov.Jateng Tahun 2008 s/d 2013 Selanjutnya untuk tahapan penyusunan pedoman perilaku dan tindakan nyata kebanyakan kurang mendapat perhatian pimpinan organisasi. Semestinya pedoman perilaku dan tindakan nyata harus tercermin dalam Standard Operating Procedure (SOP) atau Prosedur Operasi Baku untuk setiap jenis pelayanan yang diberikan organisasi kepada para pelanggan. Namun sayangnya kebanyakan organisasi pemerintah belum semua menyusun pedoman perilaku dan tindakan nyata pada setiap jenis layanan yang diberikan. Hal ini berbeda dengan transformasi nilai-nilai budaya kerja pada Bank Rakyat Indonesia (BRI). Setelah ditetapkan budaya kerja baru BRI yaitu Integritas, Profesionalisme, Keteladanan. dan Penghargaan pada SDM, selanjutnya melalui beberapa kali lokakarya akhirnya ditetapkan Sepuluh Perilaku yang Menunjang Bisnis BRI, dan 36 tindakan (Moeljono,2003). Setelah tersusun pedoman perilaku dan tindakan nyata, tahapan berikutnya dalam transformasi nilai-nilai budaya kerja adalah pembentukan tim kerja yang bertugas secara efektif melakukan internalisasi nilai-nilai budaya kerja dan pedoman perilaku ke
semua karyawan. Kebanyakan di organisasi pemerintah yang dilakukan hanya sosialisasi melalui pemasangan visi, misi, dan nilai-nilai organisasi pada ruang-ruang rapat, tempat-tempat pertemuan yang mungkin lebih tertuju kepada pihak luar organisasi. Internalisasi nilai-nilai budaya kerja ke anggota organisasi kurang dilakukan. Tahapan berikutnya, pada saat anggota organisasi sudah bisa menerima budaya kerja baru, untuk menjamin kesinambungan pelaksanaan budaya kerja dan pemantauan serta evaluasi budaya kerja perlu dibentuk pelopor-pelopor budaya kerja (change agent) baik dari pejabat struktural, fungsional maupun staf, sehingga implementasi budaya kerja selalu dapat dipertahankan. Dengan demikian kinerja individual maupun kinerja organisasional akan selalu meningkat.
Penutup Untuk dapat meningkatkan kinerja individual dari semua PNS dan kinerja organisasional dari instansi atau SKPD, masih sangat diperlukan transformasi nilai-nilai budaya kerja ke semua anggota organisasi. Nilai-nilai organisasi yang ada dalam setiap Renstra Instansi Vertikal atau SKPD harus ditransformasikan kepada anggota organisasi secara sungguh-sungguh sehingga diterima oleh semua PNS. Apabila nilainilai budaya kerja telah terinternalisasi dalam diri setiap PNS, maka akan terbangun semangat dan etos kerja PNS untuk meningkatkan kinerja baik kinerja individual maupun kinerja organisasional menuju terwujudnya keunggulan kinerja organisasi pemerintah.. Daftar Pustaka 1. Bandiklat Provinsi Jateng (2008) Rencana Strategis (Renstra) Tahun 2008 s/d 2013 2. Muljono, Djokosantosa (2003) Budaya Korporat dan Keunggulan Korporasi. PT Elex Media Komputindo, Jakarta. 3. Kepmenpan No. 25 Tahun 2002 tentang Pedoman Pengembangan Budaya Kerja Aparatur Negara. 4. Sinamo,H Jansen (2002) Ethos 21; Etos Kerja Profesional di Era Digital Global. Institut Darma Mahardika, Jakarta