1 MARKAS BESAR ANGKATAN LAUT DINAS KEUANGAN
APRESIASI Tentang RESTRUKTURISASI ORGANISASI BADAN KEUANGAN TNI ANGKATAN LAUT DALAM RANGKA PELAKSANAAN PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA YANG TRANSPARAN DAN AKUNTABEL
BAB I PENDAHULUAN 1.
Umum. a. Pemerintah telah melakukan reformasi secara cepat dan berkelanjutan termasuk reformasi birokrasi yang dilakukan pada semua lini, guna mewujudkan Good Governance dalam penyelenggaraan negara. Sebagai wujud nyata reformasi, khususnya dibidang pengelolaan keuangan negara telah disahkan Undang-Undang Republik Indonesia (UU.RI) Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Demikian pula TNI melalui kebijakan Panglima TNI yang disampaikan pada Rapim TNI Januari 2014 antara lain kebijakan tentang bidang pengawasan guna peningkatan kinerja TNI dalam mencapai opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Untuk memperoleh penilaian tersebut tentunya tidak terlepas dari proses pelaksanaan pengelolaan anggaran maupun barang, yang selanjutnya harus dipertanggungjawabkan dan dituangkan dalam bentuk Laporan Keuangan (LK). b. Sejak tahun 2008 hingga 2011, opini BPK-RI atas Laporan Keuangan Kemhan (termasuk TNI Angkatan Laut) hanya memperoleh opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP). Kondisi ini merefleksikan masih belum terpenuhinya karakteristik kualitatif laporan keuangan sebagaimana yang diamanatkan dalam peraturan perundangan; relevan, dapat dibandingkan dan dapat diyakini. Pada periode TA 2012 penilaian BPK-RI terhadap Laporan Keuangan Kemhan dan TNI mengalami kemajuan,yaitu opini Wajar Tanpa Pengecualian Dengan Paragraf Penjelasan (WTP-DPP), dimana terdapat tujuh paragraf penjelasan yang menjadi rekomendasi BPK-RI untuk dilaksanakan perbaikan. Beberapa paragraf penjelasan tersebut sebagai penyebab Laporan Keuangan Kemhan (termasuk TNI Angkatan Laut) belum optimal, hal tersebut menunjukan bahwa pengelolaan keuangan negara di lingkungan TNI Angkatan Laut masih belum sesuai tuntutan UU. c. Seiring dengan tuntutan reformasi birokrasi telah dilakukan perubahan dalam pengelolaan keuangan Negara di lingkungan Kemhan dan TNI yaitu melalui diterbitkannya Peraturan Bersama Menteri (PBM) antara Menhan dengan Menkeu Nomor 67/PMK.05/2013 - Nomor 15 Tahun 2013 tentang Mekanisme Pelaksanaan Anggaran Belanja Negara di Lingkungan Kemhan dan TNI. Pemberlakuan PBM ini sebagai salah satu solusi agar Kemhan dan TNI dapat menyelenggarakan
2 pengelolaan keuangan sesuai tuntutan UU. Pada bulan Juli atau pertengahan tahun 2013 merupakan proses transisi yang secara bertahap diberlakukan terhadap 3 (tiga) jenis akun masuk pada Satker Daerah penerima DIPA, yang dalam penyelenggaraannya menggunakan perangkat organisasi yang ada. Pada pelaksanaannya banyak ditemukan kendala-kendala yang diakibatkan oleh struktur organisasi pengelola keuangan negara di lingkungan TNI Angkatan Laut yang belum siap, serta belum adanya keselarasan antara entitas akuntansi penyelenggara Sistem Akuntansi Keuangan (SAK) dengan penyelenggara Sistem Informasi Manajemen Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK BMN). Permasalahan tersebut pada akhirnya berpengaruh terhadap proses penyusunan Laporan Keuangan (LK) UO TNI Angkatan Laut sebagai bagian dari LK Kemhan. Memperhatikan kondisi tersebut tentunya harus dilakukan upaya-upaya strategis yaitu melalui penataan terhadap organisasi, personel dan sistem yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dalam rangka mendukung pengelolaan keuangan negara yang transparan dan akuntabel yang disajikan dalam bentuk LK UO TNI Angkatan Laut yang berkualitas. 2.
Maksud dan Tujuan. a. Maksud. Penulisan apresiasi ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran kepada pemimpin tentang organisasi pengelola keuangan negara khususnya Badan Keuangan TNI Angkatan Laut dalam rangka mendukung pengelolaan keuangan negara yang dapat menyajikan Laporan Keuangan UO TNI Angkatan Laut yang transparan dan akuntabel. b. Tujuan. Apresiasi ini bertujuan untuk memberikan masukan dan pertimbangan kepada pemimpin mengenai perlunya restrukturisasi organisasi Badan Keuangan di lingkungan TNI Angkatan Laut dalam rangka pelaksanaan pengelolaan keuangan negara yang transparan dan akuntabel.
3.
Ruang Lingkup dan Tata Urut. a. Ruang lingkup. Ruang lingkup pembahasan apresiasi ini meliputi kegiatan pengelolaan keuangan negara yang dilaksanakan oleh Badan Keuangan di lingkungan TNI Angkatan Laut, entitas akuntansi yang menyelenggarakan SAK dan SIMAK BMN dalam rangka menyusun Laporan Keuangan (LK) TNI Angkatan Laut. b.
Tata urut. 1) 2) 3) 4)
4.
BAB I BAB II BAB III BAB IV
Pendahuluan. Dasar pemikiran. Pembahasan. Penutup.
Dasar. a.
Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara;
b.
Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
3 c.
Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;
d. Undang-Undang RI Nomor 15 Tahun 2004 Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara; e.
tentang
Pemeriksaan
Undang-Undang RI Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI;
f. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2004 Penyampaian Rencana dan Laporan Realisasi PNBP;
tentang
Tata
Cara
g. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah; h. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan; i. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri dan Penerimaan Hibah; j.
Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi TNI;
k. Keputusan Presiden RI Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; l. Peraturan Bersama Menteri Keuangan RI dan Menteri Pertahanan RI Nomor: 67/PMK.05/2013 dan Nomor 15 Tahun 2013 tanggal 27 Maret 2013 tentang Mekanisme Pelaksanaan Anggaran Belanja Negara di Lingkungan Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia; m. Peraturan Menteri Pertahanan RI Nomor PER/08/M/VII/2006 tanggal 1 Juli 2006 tentang Petunjuk Pembinaan Pengelolaan Keuangan Negara di Lingkungan Dephan dan TNI; n. Keputusan Kasal Nomor Kep/66/I/2014 tanggal 2 Januari 2014 tentang Pokok-Pokok Kebijakan Kasal tahun 2014; o. Peraturan Dirjen Kuathan Kemhan Nomor 06 Tahun 2012 tanggal 6 Nopember 2012 tentang Prosedur Sistem Informasi Manajemen Akuntansi BMN di Lingkungan Kemhan dan TNI; p. Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Kemkeu Nomor : PER57/PB/2013 tanggal 30 Desember 2013 tentang Pedoman Penyusunan Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga; dan q. Petunjuk Pelaksanaan Kapusku Kemhan Nomor: Juklak/06/XII/2013 tanggal 6 Desember 2013 tentang Penyusunan laporan Keuangan Di Lingkungan Kemhan dan TNI. 5.
Daftar Pengertian (sebagaimana pada lampiran-I).
4 BAB II DASAR PEMIKIRAN 6.
Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara memuat prinsip-prinsip umum pengelolaan keuangan negara, bahwa penyelenggaraan pemerintahan negara untuk mewujudkan tujuan bernegara menimbukan hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang sebagaimana amanat UUD 1945. Dalam UU yang dimaksud dengan Keuangan Negara sesuai pasal 1 UU RI Nomor 17 Tahun 2003, adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajibannya. Oleh karenanya keuangan negara harus dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggungjawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatuhan. Sesuai pasal 32, Menteri/pimpinan lembaga sebagai Pengguna Anggaran (PA) salah satu tugasnya adalah menyusun dan menyampaikan LK yang disusun dan disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). 7.
Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara memuat kaidah administratif dan pengelolaan keuangan negara, yang merupakan dasar bagi pemerintah pusat untuk melakukan penerimaan dan pengeluaran negara. Pada pasal 1 ayat 1, bahwa Perbendaharaan Negara adalah pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara, termasuk investasi dan kekayaan yang dipisahkan, yang ditetapkan dalam APBN dan APBD. Bab II UU RI Nomor 1 Tahun 2004 mengatur pejabat perbendaharaan sehingga terdapat kejelasan fungsi dan kewenangan para pejabat perbendaharaan guna memenuhi prinsip check and balance. Kemudian pada Bab IV mengatur pengelolaan uang dan Bab VII mengatur pengelolaan BMN, selanjutnya pasal 51 ayat 3 disampaikan, bahwa Menteri/pimpinan lembaga/kepala satuan kerja selaku PA/KPA menyelenggarakan akuntansi atas transaksi keuangan (uang dan barang), aset, utang, dan ekuitas dana termasuk transaksi pendapatan dan belanja yang berada dalam tanggungjawabnya. Akuntansi dimaksud digunakan untuk menyusun LK sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). 8. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Setiap instansi pemerintah wajib menyusun Laporan Keuangan, berdasarkan Amanat Undang-Undang dinyatakan bahwa bentuk dan isi laporan pertanggung jawaban pelaksanaan APBN disusun dan disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah oleh entitas akuntansi. Berdasarkan PP Nomor 71 Tahun 2010 pada lampiran I .01 Kerangka Konseptual menyatakan sebagai berikut: a. Entitas Akuntansi merupakan unit pada pemerintahan yang mengelola anggaran, kekayaan dan kewajiban yang menyelenggarakan akuntansi dan menyajikan laporan keuangan atas dasar akuntansi yang diselenggarakannya.
5 b. Entitas Pelapor merupakan unit pemerintah yang terdiri dari satu atau lebih entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan wajib menyajikan laporan pertanggungjawaban, berupa Laporan Keuangan yang bertujuan umum. 9. Peraturan Bersama Menteri Keuangan RI dan Menteri Pertahanan RI Nomor 67/PMK.05/2013 - Nomor 15 tahun 2013 Tentang Mekanisme Pelaksanaan Anggaran Belanja Negara di Lingkungan Kemhan dan TNI. Pada peraturan ini Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) berlaku sebagai dasar pelaksanaan pengeluaran negara setelah mendapat pengesahan dari Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara (BUN). Didalam pelaksanaannya Menteri Pertahanan sebagai Pengguna Anggaran (PA) yang mempunyai kewenangan atas penggunaan anggaran di lingkungan Kemhan dan TNI, selanjutnya Menteri Pertahanan selaku PA menunjuk Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) pada Satker Pusat yaitu Sekretaris Jenderal Kemhan sebagai KPA pada Satker Kemhan, Panglima TNI sebagai KPA pada Satker Mabes TNI, Kepala Staf AD sebagai KPA pada Satker TNI AD, Kepala Staf AL sebagai KPA pada Satker TNI AL dan Kepala Staf AU sebagai KPA pada Satker TNI AU, dan Satker Daerah yaitu Kasatker. Selanjutnya perangkat pejabat perbendaharaan negara lainnya yang terdiri dari: a. PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) yang ditetapkan oleh KPA dengan surat keputusan; b. PPSPM (Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar) yang ditetapkan oleh KPA dengan surat keputusan; c. BP yang pengangkatannya dilaksanakan atas usul Kepala Pembina Keuangan pada masing-masing UO dalam hal ini Kadiskual. 10. Petunjuk Pelaksanaan Kapusku Kemhan Nomor Juklak/06/XII/2013 Tentang Penyusunan LK di Lingkungan Kemhan dan TNI. LK Kemhan merupakan hasil penyusunan yang berasal dari entitas akuntansi di lingkungan UO Kemhan dan UO TNI secara berjenjang (Bottom Up), terdiri dari: a. Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran/barang (UAKPA/B). 1) UAKPA/Baku IV (kegiatan akuntansi dan pelaporan tingkat Satker). 2) UAKPB/Balog Satker (mengurus dan/atau menggunakan barang). b. Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran/barang Wilayah(UAPPA/B-W) 1) UAPPA-W/Baku III (penggabungan LK di wilayah kerjanya). 2) UAKPB-W/Balog Kotama (kegiatan penggabungan dari UAKPB). c. Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran/barang Eselon-I(UAPPA/B-E1) 1) UAPPA-E1/Baku II (kegiatan penggabungan LK seluruh UAPPA-W di wilayah kerjanya serta UAKPA yang langsung berada dibawahnya). 2) UAKPB-E1/Balog UO (penggabungan laporan BMN dari UAPPB-W dan UAKPB yang langsung berada dibawahnya). d. Unit Akuntansi Pengguna Anggaran/barang (UAPA/B). 1) UAPA/Baku I ( penggabungan LK seluruh UAPPA-E1 dibawahnya). 2) UAPB/Balog Pus BMN Baranahan Kemhan (penggabungan laporan BMN dari UAPPB-E1).
6 BAB III PEMBAHASAN 11.
Umum
Dalam penjelasan UU Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara dinyatakan bahwa pengelolaan keuangan negara ditinjau dari sisi proses mencakup seluruh rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan negara yang meliputi semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang (uang dan barang) mulai dari perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan pertanggungjawaban. Pengelolaan keuangan negara dalam arti luas adalah manajemen keuangan negara yang mencakup keseluruhan kegiatan dibidang keuangan negara mulai dari perencanaan, penguasaan, penggunaan, pengawasan dan pertanggungjawaban. Sedangkan pengertian dalam arti sempit adalah administrasi keuangan negara atau tatausaha keuangan negara. Pemerintah dalam hal ini Kemhan dan TNI menyadari bahwa pengelolaan keuangan negara yang dilaksanakan sampai saat ini perlu diadakan penyempurnaan terutama dalam mengatasi kelemahan-kelemahan seperti dalam penyusunan LK yang belum sesuai tuntutan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) atau perundang-undangan. 12.
Latar Belakang Permasalahan a.
Dasar Pengelolaan Keuangan Negara di Lingkungan Kemhan dan TNI. 1) Sebelum terbitnya Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, landasan dalam pengelolaan keuangan negara adalah Indische Comptabiliteit Wet (ICW) dan Indische Bedrijven Wet (IBW) yang kemudian disempurnakan menjadi Undang-undang Perbendaharaan Indonesia (UUPI), bahwa pengurusan atas keuangan negara diselenggarakan dalam dua kepengurusan yaitu Pengurusan Umum dan Pengurusan Khusus. Pengurusan Umum dilaksanakan oleh pejabat-pejabat otorisator yang mempunyai hak/wewenang otorisasi atau hak menguasai yang dapat membawa akibat pengeluaran atau penerimaan uang atau barang milik negara, sedangkan Pengurusan Khusus yaitu kegiatan pengurusan keuangan negara yang dilaksanakan oleh Bendaharawan dengan menguasai secara fisik uang dan atau barang milik negara. Menteri Pertahanan (Menhan) sebagai otorisator memiliki hak/wewenang otorisasi yang bersumber dari pelimpahan wewenang Presiden, dalam pelaksanaannya Menhan melimpahkan kekuasaan/wewenang ini kepada pejabat-pejabat yang ditunjuk secara berjenjang pada tingkat UO, Kotama dan Satker di lingkungan Kemhan/TNI. Berdasarkan UUPI tersebut maka pengelolaan keuangan negara di lingkungan Kemhan dan TNI dalam pengotorisasian dan pendanaan dilaksanakan secara berjenjang dalam bentuk KOM, KOP dan P-3 yang diikuti penyaluran dana dengan pemindahbukuan dalam bentuk NPB-M, NPB-P dan NPB.
7 2) Dalam perkembangannya mekanisme pengelolaan keuangan negara di lingkungan Kemhan dan TNI mengalami perubahan antara lain terbitnya Keputusan Bersama Menkeu dan Menhan Nomor Kep-559/KMK.02/2001 dan Nomor Kep/10/M/X/2001 tanggal25 Oktober 2001 tentang Pelaksanaan Pembayaran Belanja Pegawai, serta Penyaluran Non Belanja Pegawai dan Belanja Pembangunan di Lingkungan Dephan dan TNI, secara garis besar menyatakan bahwa untuk pengelolaan APBN Gaji diberlakukan DIPA langsung ke Satker yang pembayarannya dilaksanakan melalui KPPN Wilayah, sedangkan pengelolaan APBN Non Gaji tetap dilaksanakan secara berjenjang dan pembayarannya dilaksanakan oleh Pekas di lingkungan Kemhan/TNI. Kekhususan dalam pengelolaan keuangan negara di lingkungan Kemhan dan TNI juga tertuang di dalam Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002 pada pasal 56 ayat 2 menyatakan bahwa “Tata cara penerimaan dan pengeluaran baik rutin maupun pembangunan Departemen Pertahanan dan Kepolisian Republik Indonesia diatur bersama oleh Menteri Keuangan RI dengan Menteri Pertahanan RI atau Kepala Kepolisian RI”. Pada tataran aplikasi ditetapkan peraturan pelaksanaan pengelolaan keuangan negara tersebut, berdasarkan Keputusan Bersama Menkeu dan Menhan Nomor 630/KMK.06/2004-MOU/04/M/XII/2004 tanggal 31 Desember 2004 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Belanja Pegawai, Belanja Barang, Belanja Modal dan Belanja Lainnya di Lingkungan Dephan dan TNI. 3) Seiring dengan perkembangan waktu dan tuntutan reformasi birokrasi, maka diterbitkan Peraturan Bersama Menteri (PBM) Keuangan RI dan Menteri Pertahanan RI Nomor 67/PMK.05/2013 - Nomor 15 tahun 2013 Tanggal 1 April 2013 Tentang Mekanisme Pelaksanaan Anggaran Belanja Negara di Lingkungan Kemhan dan TNI, yang mulai diberlakukannya tmt 1 Juli 2013. Konsekuensi dari ketentuan PBM dalam penyelenggaraan anggaran dilaksanakan melalui DIPA Petikan Satker Pusat (DIPA Pusat) dan DIPA Petikan Satker Daerah (DIPA Daerah), maka terdapat perubahan mendasar pada mekanisme dalam pelaksanaannya termasuk perangkat pelaksananya walaupun hanya untuk mata anggaran tertentu (3 Akun) saja. Untuk menghadapi perubahan tersebut, Alternatif solusi dilakukan dengan cara sosialisasi dan modifikasi pada pengawakan organisasi, namun demikian masih terdapat beberapa kendala yang dihadapi serta ketidaksesuaian pada pelaksanaan pengelolaan keuangan negara. Dalam penyusunan LK masih terbagi menjadi 3 (tiga) laporan yang harus disinergikan yaitu LK DIPA Pusat, kemudian LK DIPA Daerah serta LK khusus untuk gaji. Pada LK semester II tahun 2013 mengalami kesulitan yang cukup serius dan harus dilaksanakan dengan ekstra keras untuk memperoleh opini LK yang berpredikat WTP. 4) Pada tahun 2014, khusus untuk DIPA Daerah terjadi penambahan akun yaitu masuknya akun gaji dan tunjangan pada DIPA Daerah, namun akun gaji dan tunjangan tersebut baru masuk kepada 50 Satker Daerah (dari 192 Satker Daerah yang ada). Beberapa pertimbangan mengapa tidak masuk kepada seluruh satker yang berjumlah 192 satker daerah, hal ini dikarenakan organisasi maupun pengawaknya belum siap. Pada akhir
8 triwulan I tahun 2014, Kemhan dan TNI telah diminta oleh Kemkeu untuk mengusulkan akun mana lagi yang dapat disalurkan ke DIPA Daerah. Kondisi demikian menunjukan secara perlahan dan pasti tentunya akan ada penambahan beberapa akun lagi yang akan masuk pada DIPA Daerah. Beberapa petunjuk pelaksanaan mulai diterbitkan, padahal perubahan maupun penyesuaian organisasi di badan keuangan TNI Angkatan Laut dan pengawaknya masih belum dilakukan/masih seperti yang dahulu. b. Hasil Pemeriksaan BPK RI Atas Kinerja Pengelolaan Keuangan Negara TA 2012 di Lingkungan Kemhan dan TNI. Penilaian BPK atas LK Kemhan TA 2012 yang didalamnya memuat LK UO TNI Angkatan Laut mendapat opini WTP dengan paragraf penjelasan (WTP DPP) sebanyak 7 (tujuh) paragraf, adapun pada paragraf kesatu dan kedua penjelasan disampaikan sebagai berikut: 1) Mekanisme Rekonsiliasi dalam Penyusunan Laporan Realisasi Anggaran (LRA) Kemhan dan TNI belum memadai 2) Laporan BMN Kemhan tidak dihasilkan dari aplikasi SIMAK BMN berbasis komputer dimana Pengelolaannya belum menggunakan Aplikasi Kemkeu. Hasil tersebut belum merefleksikan LK yang akuntabel, oleh karenanya masih banyak catatan, demikian pula hasil temuan sementara BPK terhadap LK Unaudited Semester II TA 2013 masih terdapat beberapa hal yang menuntut suatu perbaikan dalam pengelolaan keuangan negara di lingkungan Kemhan dan TNI. 13.
Kondisi saat ini.
Sesuai PBM, tmt 01 Juli 2013 mekanisme pelaksanaan anggaran belanja negara di lingkungan Kemhan dan TNI telah terjadi perubahan, DIPA pada bagian anggaran Kemhan dan TNI terdiri dari DIPA INDUK dan DIPA Petikan. Adapun DIPA Petikan meliputi ; DIPA Petikan Satker Pusat (DIPA Pusat) dan DIPA Petikan Satker Daerah (DIPA Daerah). Pengelolaan terhadap penggunaan DIPA Pusat dilaksanakan secara berjenjang dana disalurkan oleh Badan Keuangan (Baku) tingkat I (Pusku Kemhan) sampai ke Baku tingkat IV (Pekas), sedangkan pengelolaan terhadap penggunaan DIPA Daerah dilaksanakan di Satker Daerah yang dananya disalurkan melalui KPPN setempat. Dalam mekanisme pelaksanaan DIPA, Menteri Pertahanan selaku PA menunjuk Kasal sebagai KPA Satker Pusat pada UO TNI Angkatan Laut dan PA juga menunjuk Kasatker sebagai KPA pada Satker Daerah atau pejabat lain selain Kasatker sebagai KPA dengan mempertimbangkan tugas dan fungsi satker yang bersifat khusus, adapun teknis pelaksanaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. a.
Organisasi Badan Keuangan di lingkungan TNI Angkatan Laut.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pertahanan RI Nomor PER/08/M/VII/2006 tanggal 1 Juli 2006 tentang Petunjuk Pembinaan Pengelolaan Keuangan Negara di Lingkungan Dephan/TNI, bahwa Organisasi Badan Keuangan di lingkungan Kemhan dan TNI secara terstruktur mulai Badan Keuangan tingkat I (Baku I) sampai dengan Badan Keuangan tingkat IV (Baku IV), sedangkan untuk Bendahara
9 Pengeluaran (BP) Satker Daerah masih belum terstruktur didalam jajaran Baku TNI Angkatan Laut sebagaimana pada lampiran II. Adapun pengelolaan keuangan pada organisasi Baku saat ini sebagai berikut: 1) Baku I (Pusku Kemhan) setingkat UAPA dan II (Disku TNI AL) setingkat UAPPA-Eselon I Penyaluran dana DIPA Pusat dilaksanakan secara berjenjang dari KPPN Pusat ke Baku I (Pusku Kemhan) sampai dengan Baku IV (Pekas), dengan tugas dan fungsi Kapusku Kemhan sebagai PPSPM dan Kabidlakbia sebagai BP, adapun Baku II UO TNI Angkatan Laut dalam hal ini Kadiskual sebagai BPP. Sedangkan penyaluran dana DIPA Daerah dilaksanakan langsung dari KPPN setempat kepada BP Satker Daerah/yang berhak. Berdasarkan SAP bahwa Baku I selaku UAPA dan Baku II selaku UAPPA-E1 melaksanakan fungsi pengendalian internal dan pembinaan fungsi teknis termasuk dalam penyusunan LK ditingkat Kementerian dan Eselon 1. Kondisi saat ini mekanisme dalam penyusunan LK belum sesuai SAP sebagaimana tampak pada gambar 1, hal ini disebabkan antara lain: a) Entitas akuntansi SAK belum bersinergi dengan entitas akuntansi SIMAK BMN karena link kewilayahan dan orgapros belum ada, sehingga hanya melakukan konsolidasi data di Baku I dan Baku II. b) SAKPA di Satker Daerah hanya dapat dilakukan rekon di Baku II dan Baku I. c) Sistem Pengendalian Internal (SPI) dari Baku I, II dan III kurang berfungsi dengan baik khususnya untuk dana dari DIPA Daerah.
Gambar 1.
Mekanisme Pengelolaan Keuangan DIPA Petikan Satker Pusat dan DIPA Petikan Satker Daerah Saat ini
10 2)
Baku III (Ku Kotama) setingkat UAPPA-W
Baku III merupakan struktur organisasi Keuangan tingkat Kotama yang melaksanakan tugas dan fungsi menerima, menyalurkan dana yang berasal dari DIPA Pusat dan melaksanakan pengendalian serta pelaporan atas pelaksanaan anggaran yang berada di pekas jajarannya. Dengan berlakunya PBM untuk penyaluran dana yang berasal dari DIPA Daerah disalurkan oleh KPPN langsung ke BP Satker Daerah/yang berhak, maka Baku III/Ku Kotama sebagai UAPPA-W harus melaksanakan rekonsiliasi di wilayahnya dan melaporkan serta mengawasi pelaksanaan pengelolaan keuangan di jajarannya. Dalam hal penyusunan LK, Ku Kotama mengalami kesulitan ketika melaksanakan rekonsiliasi di tingkat Wilayah karena Ku Kotama TNI Angkatan Laut tidak bersifat kewilayahan seperti yang dianut oleh Kementerian Keuangan (sebagai referensi, organisasi Baku III TNI AD terstruktur di Kotama dan Kewilayahan/Kodam). Dapat dicontohkan pada gambar 2, Kotama Mabesal (Kupus) sebagai UAPPA-W tidak dapat melaksanakan rekonsiliasi di tingkat wilayah, hanya diperoleh melalui pengiriman Arsip Data Komputer (ADK) dari satker daerah. Dalam hal melaksanakan fungsi pengendalian keuangan yang bersumber dari DIPA Daerah, Ku Kotama tidak dapat melaksanakan tugasnya secara optimal mengingat keberadaan BP tidak berada dalam struktur organisasi Baku, walaupun PPSPM nya berada di jajaran Baku TNI Angkatan Laut.
Gambar 2. Pengelolaan Keuangan Baku Tingkat III saat ini 3)
Baku IV (Pekas), setingkat dengan UAKPA
Pemberlakuan PBM pada pertengahan TA 2013 berdampak terhadap organisasi dan prosedur badan keuangan terutama pada organisasi Baku IV (Pekas). Berdasarkan PBM sebagai pejabat perbendaharaan adalah PA,
11 KPA, PPK, Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM) dan Bendahara Pengeluaran (BP) serta Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP), sehingga nomenklatur Pemegang Kas (Pekas) kurang relevan lagi dengan ketentuan PBM tersebut. Walaupun dapat dijabarkan bahwa tugas dan fungsi Pekas sebagai Hulp Ordonatur (HO) beralih kepada PPSPM dan BP. Dengan kata lain tugas fungsi PPSPM dan BP memiliki kesamaan dengan tugas dan fungsi yang dilaksanakan oleh Pekas (Kasubsi Uji dan Kasubsi Yar). Adapun perbedaan yang menonjol dalam pengelolaan keuangan saat ini adalah menitik beratkan pada prinsip check and balance serta efektifitas kerja. Pengelola keuangan negara pada satker daerah saat ini tersebar di 192 Satker yang dalam hal pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya dibagi kedalam 2 (dua) penggunaan anggaran (PBM psl.7) yaitu DIPA Pusat dan DIPA Daerah. Dengan keterbatasan pengawak organisasi dan struktur organisasi di badan keuangan yang ada, maka dilakukan upaya memodifikasi organisasi ke-pekas-an yang sudah ada sebagaimana pada tabel 1. Hal tersebut dilakukan sesuai tuntutan perundang-undangan terkait prinsip check and balance, sehingga membentuk model PPSPM Activity Area, Activity Unit, Service Area yang diawaki oleh Pekas, serta mengangkat para Kasubbagku/Pemegang UUDP sebagai BP di setiap satker daerah. Adapun pengawak organisasi pengelolaan keuangan yang dimodifikasi sebagai berikut: a) DIPA Pusat dikelola menggunakan struktur Baku IV (Pekas) selaku PPSPM Activity Unit, dengan dibantu unsur staf Si Uji, Si Bukku, Si Silta dan Si Yar merangkap selaku BP di 50 Saker Daerah + 5 non Satker Daerah (Pekas khusus DIPA Pusat) . b) DIPA Daerah dikelola menggunakan struktur PPSPM Activity Area dan Service Area, dengan perangkat BP bukan dari struktur Baku IV sebanyak 137 BP Satker Daerah (192 Satker Daerah - 55 Satker Daerah yang memiliki Pekas). Tabel 1. Pejabat Perbendaharaan Satker Penerima DIPA saat ini Pejabat Perbendaharaan Jumlah Satker Klasifikasi Satker penerima DIPA Keterangan Penerima DIPA Pekas/PPSPM Si Yar/BP DIPA Satker Pusat LK Pusat UO TNI AL 1 Satker Pusat 55 Pekas 55 Si Yar Jumlah 1 Satker Pusat 55 Pekas 55 Si Yar DIPA Satker Daerah LK Daerah Kedinasan/UPT Mabesal(AdaPekas) 11 Satker Daerah 11 PPSPM 11 BP (Activity Unit) Kedinasan/UPT Mabesal(tdk ada Pekas) 43 Satker Daerah 43 BP (Activity Area) Kotama (ada Pekas) 5 Satker Daerah 5 PPSPM 5 BP (Activity Unit) Lantamal + setingkat (ada Pekas) 16 Satker Daerah 16 PPSPM 16 BP (Activity Unit) Setingkat Lantamal (tdk ada Pekas) 2 Satker Daerah 2 BP (Activity Unit) Lanal + setingkat (ada Pekas) 23 Satker Daerah 23 PPSPM 23 BP (Activity& Service A) Setingkat Lanal (tdk ada Pekas) 92 Satker Daerah 92 BP (Activity& Service A) Jumlah 192 Satker Daerah 55 PPSPM 55/142 (ada/tdk ada Pekas) Sumber data: Skep Kasal Nomor Skep/1/II/2014 tanggal 2 Januari 2014.
12 Dalam konteks penyusunan LK kedua pejabat perbendaharaan tersebut memiliki kontribusi yang sama dimana untuk jajaran Pekas berkontribusi terhadap penyusunan LK DIPA Pusat (55 LK) dan LK DIPA Daerah (55 LK), sedangkan untuk jajaran BP berkontribusi terhadap penyusunan LK DIPA Daerah saja (137 LK). Modifikasi organisasi tersebut kurang efektif karena membutuhkan birokrasi yang panjang, ketelitian berkurang dan tanggungjawab sangat lemah akibatnya banyak terjadi kesalahan operasional pada SAK. Pelaksanaan rekonsiliasi BP selaku penyelenggara SAK dengan SIMAK BMN tidak dapat dilakukan sebagaimana mestinya karena orgapros belum ada sehingga penyusunan LK tidak sesuai SAP, hal ini dapat dilihat pada gambar 3. Disamping itu penyusunan LK menjadi terganggu karena kurangnya tanggung jawab BP akibat tidak berada pada struktur organisasi badan keuangan. Hal tersebut tampak dari banyaknya para BP yang terlambat menyusun laporan, bahkan data hibah di Satker Daerah tidak dilaporkan kedalam CaLK.
Gambar 3. Pengelolaan Keuangan Negara di Baku IV saat ini 4)
Bendahara Pengeluaran (BP).
BP merupakan pejabat perbendaharaan Negara yang keberadaannya ada di Satker Daerah, saat ini belum terstruktur langsung dengan Baku TNI Angkatan Laut, namun demikian PBM pasal 20 (2) menyatakan bahwa BP berada dibawah pembinaan Badan Keuangan. Kondisi saat ini fungsi BP masih ketergantungan dengan organisasi Pekas pelayanannya khususnya dalam hal penyusunan LK maupun penginputan aplikasi SAKPA. b.
Personel Pengawak Pengelola Keuangan Negara di Satker Daerah.
Dengan adanya 192 Satker penerima DIPA di lingkungan TNI Angkatan Laut, maka terdapat sebanyak 192 KPA sehingga perlu pengawakan pengelola keuangan Negara di Satker Daerah yang berkompeten. Berdasarkan PBM pada pasal 8 ayat 2 dinyatakan “ untuk 1 (satu) DIPA, KPA menetapkan 1 (satu) atau
13 lebih PPK dan 1 (satu) PPSPM kemudian 1 (satu) BP dan dapat lebih dari 1 (satu) BPP. Dalam rangka memperlancar pelaksanaan pengelolaan keuangan negara di tingkat Satker Daerah, sementara ini dilaksanakan dengan memanfaatkan personel yang berada di organisasi Pekas dan Kasubbagku Kedinasan Mabesal serta para Pemegang UUDP Satker Daerah. Dalam hal Akun Gaji dan Tunjangan yang telah masuk ke DIPA Daerah belum dapat dilakukan sepenuhnya ke Satker Daerah, sementara ini masih dikelola di 50 Satker Daerah (dari 192 Satker Daerah) karena personel pengawaknya belum siap. Pada kondisi demikian maka terdapat PPSPM yang melayani lebih dari 1 (satu) Satker Daerah, hal tersebut tentunya tidak sesuai dengan PBM dan memiliki tingkat kesulitan tinggi karena dalam menjalankan fungsinya harus melakukan koordinasi, pengujian maupun pengendalian terhadap beban anggaran ke beberapa BP Satker Daerah yang menjadi tanggung jawabnya. Demikian halnya kemampuan pejabat BP yang berada di satker daerah, secara kompetensi belum mumpuni, disamping itu pembinaannya tidak berada pada struktur badan keuangan sehingga penyusunan LK semester II tahun 2013 mengalami keterlambatan dalam pelaporan. c.
Entitas Akuntansi Instansi (penyelenggara SAK dan SIMAK BMN).
Organisasi entitas akuntansi (SAK dan SIMAK BMN) merupakan dua entitas yang berbeda pengelolaannya yang bersifat fungsional, dimana untuk entitas SAK dibawah kendali Badan keuangan sedangkan untuk SIMAK BMN dibawah kendali Badan Logistik. Kedua entitas ini memiliki peran dan kontribusi yang cukup besar dalam proses penyusunan LK tingkat Kementerian. Organisasi entitas penyelenggara SAK adalah BP yang saat ini melekat pada Satker penerima DIPA Satker Daerah yang berjumlah 192 Satker, dan pada pengelola DIPA Pusat yang berjumlah 55 entitas penyelenggara SAK adalah Pekas. Sedangkan untuk penyelenggara SIMAK BMN melekat pada Satker penerima otorisasi/P-3 yang berjumlah 325 Satker/Satpor, sebagaimana pada tabel 2. Berkaitan dengan data yang harus dilaporkan masing-masing Satker, maka kewenangan para Kasatker untuk melaporkan atas anggaran dan barang yang dikelolanya kedalam LK akan terjadi tumpang tindih, terutama pada laporan barang yang menjadi kewenangan Kasatker yang bukan sebagai KPA. Kondisi tersebut menunjukan bahwa belum adanya keselarasan diantara entitas akuntansi, yang tentunya sangat berdampak terhadap proses penyusunan LK. Tabel 2. Perbandingan Satker Daerah Penerima DIPA dan Satpor NO
KOTAMA
SATKER PENERIMADIPA(SAK)
SATPOR (SIMAK BMN)
1 2 3 4 5 6 7
ESELON-1 MABESAL KOARMABAR KOLINLAMIL KOARMATIM KORMAR KOBANGDIKAL JUMLAH
1 Satker Pusat 58 Satker Daerah 45 Satker Daerah 3 Satker Daerah 70 Satker Daerah 9 Satker Daerah 7 Satker Daerah 1 Satker Pusat &192 Daerah
1 Satpor 58 Satpor 68 Satpor 21 Satpor 89 Satpor 52 Satpor 36 Satpor 325 Satpor
KETERANGAN (dikelola oleh 51 Pekas) Memungkinkan rekon Tdk dapat rekon Tdk dapat rekon Tdk dapat rekon Tdk dapat rekon Tdk dapat rekon
Sumber data: DIPA TNI AL 2014 dan Skep Menhan No.Kep/368/M/V/2013
14 Seyogyanya bahwa jumlah Satker penerima DIPA dan Satpor BMN adalah sama karena KPA bertanggungjawab atas anggaran yang dikelolanya yaitu terhadap keuangan dan barang yang merupakan satu kesatuan yang utuh. Seperti diketahui sampai dengan TA 2014 jumlah KPA Satker Daerah dan Satpor BMN masih terjadi perbedaan, hal ini berdampak sangat besar terhadap pelaksanaan penyusunan LK UO TNI Angkatan Laut antara lain: 1) Satker dan Satpor di Lingkungan TNI Angkatan Laut belum dapat melaksanakan rekonsiliasi intern. 2) Perbedaan kode satker dan satpor menyulitkan dalam menjalankan integrasi Aplikasi SAKPA maupun SIMAK BMN Kemkeu. 3) Dikarenakan jumlah satker dan satpor yang berbeda menyebabkan kesulitan dalam membuat pelaporan secara berjenjang dan penyusunan LK UO TNI Angkatan Laut. d.
Proses Penyusunan Laporan Keuangan,
Sesuai dengan amanat UU dan peraturan pemerintah, pada akhir pelaksanaan pengelolaan keuangan negara maka entitas pelapor (TNI Angkatan Laut) diwajibkan menyusun LK yang mencakup seluruh aspek keuangan (uang dan barang) yang dikelola oleh beberapa entitas akuntansi, termasuk didalamnya yang berasal dari kompilasi data/laporan keuangan dari masing-masing Entitas Akuntansi yang bertanggung jawab atas otorisasi kredit anggaran atau lain-lain yang sah. Hasil pemeriksaan BPK atas kepatuhan terhadap peraturan perundangundangan dalam hal pengelolaan penerimaan hibah belum dilaksanakan secara akuntabel dan transparan sesuai PP nomor 10 tahun 2011 yaitu bahwa pertanggungjawaban hibah dilaksanakan sesuai mekanisme APBN. Barang hibah sering diberikan oleh pemberi hibah secara langsung kepada Satker, namun tidak diungkap dalam Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK). Hal ini menunjukan Satker belum melaksanakan penatausahaan pada SAK maupun SIMAK BMN, demikian pula secara sistemik pelaporan tidak melalui satuan pelapor/entitas akuntansi (SAK dan SIMAK BMN) atau bahkan hanya salah satu entitas saja yang melaporkan (rekonsiliasi tidak dilakukan). Dengan demikian pencatatan dalam CaLK tidak dapat disajikan oleh tingkat Eselon-I (di Diskual dhi Subdis Bukku). Demikian pula pada pengelolaan keuangan PNBP pada kegiatan penggunaan maupun pengadaan barang hasil pengelolaan PNBP, terdapat kegiatan yang menghasilkan aset tetap ataupun kapitalisasi/pemeliharaan yang dicatat dalam laporan pembukuan PNBP namun tidak ditindaklanjuti dalam pencatatan pada SIMAK BMN dengan alasan kegiatan tersebut bukan berasal dari APBN. Kondisi demikian mengakibatkan sering terjadi ketidak selarasan antara SAK dengan SIMAK BMN khususnya dalam pengungkapan CaLK. Sesuai ketentuan dalam penyusunan LK bahwa CaLK merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari LK yang menyajikan informasi tentang penjelasan pos-pos laporan keuangan dalam rangka pengungkapan yang memadai.
15 Hal serupa juga terjadi pada pengungkapan data kegiatan lintas tahun, seharusnya data yang terdapat di entitas SAK dan SIMAK BMN sama karena berkorelasi dan dicatat sebagai Kontruksi Dalam Pekerjaan (KDP). Sering terjadinya ketidak sesuaian tersebut dikarenakan KPA yang bertanggung jawab atas pekerjaan tersebut dalam hal ini entitas akuntansi penyelenggara SAK tidak sama dengan keberadaan tanggung jawab entitas akuntansi penyelenggara SIMAK BMN. Kondisi demikian terjadi karena terdapat BMN yang berasal dari penggunaan DIPA Pusat yang berjenjang, namun tidak diikuti dengan rekonsiliasi SAK maupun SIMAK BMN secara berjenjang pula. Adapun proses dalam penyusunan LK UO TNI AL saat ini sebagaimana pada gambar 5 yang dilaksanakan melalui penggabungan 2 (dua) sumber pengelolaan keuangan negara yang diperoleh dari data 3 (tiga) bagian entitas akuntansi yaitu: 1) Pengelolaan DIPA Pusat dilaksanakan oleh 55 Pekas (50 Pekas pengelola gaji +5 Pekas khusus); 2) Pengelolaan DIPA Daerah dilaksanakan oleh 192 BP; dan 3) Data/nilai barang dari SIMAK BMN dilaksanakan oleh 325 Satpor.
Rekon?
Gambar 5. Proses Laporan Keuangan TNI Angkatan Laut saat ini
Sebagaimana digambarkan diatas, bahwa LK yang disajikan belum disusun secara berjenjang tapi dilaksanakan secara terpusat yang meliputi: Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca dan Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) menjadi LK TNI Angkatan Laut sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari LK Kemhan. Proses pembuatan LK merupakan bagian integral aplikasi SAKPA dan Sistem Akuntansi Instansi (SAI) dimana dalam prosesnya dilaksanakan secara pararel melalui SAK dan SIMAK BMN. Namun demikian, dalam proses konsolidasi (SAK dengan SIMAK BMN) dilaksanakan secara terpusat di Diskual, hal ini sebagai indikasi bahwa proses LK berjenjang belum dapat dilaksanakan secara optimal.
16 Kondisi ini terjadi karena Kemhan belum sepenuhnya menggunakan aplikasi yang sama sesuai dengan Kemenkeu. Perbedaan lain yang sering terjadi akibat dokumen sumber DIPA Pusat sulit diperoleh dari Kemhan selaku Baku I yang menerima SP2D, apalagi salinan SP2D tidak didistribusikan ke jajaran dibawahnya sebagai entitas akuntansi. Hal yang sama juga terjadi pada penginputan dokumen sumber untuk SIMAK BMN karena proses penjenjangan distribusi barang yang tidak terstruktur secara jelas, sehingga Satpor BMN mengalami kesulitan dalam menginput data barang apalagi untuk melaksanakan rekonsiliasi hampir dapat dikatakan sulit untuk dapat dilakukan. 14. Permasalahan. Dari uraian kondisi saat ini sebagai pokok permasalahan dalam pengelolaan keuangan negara di lingkungan TNI Angkatan Laut adalah penyusunan LK belum dapat disajikan secara optimal sebagaimana diamanatkan dalam peraturan perundang-undangan, adapun sub permasalahannya antara lain: a. Organisasi Baku belum sesuai tuntutan UU Keuangan Negara maupun Permenkeu, terlebih dalam melaksanakan pengelolaan keuangan negara yang bersumber dari 2 (dua) DIPA Petikan yaitu DIPA Pusat dan DIPA Daerah. b. Satker penerima DIPA Daerah belum siap dengan perangkatnya sehingga personel pengawak pengelola keuangan Negara di tingkat satker daerah belum terpenuhi secara optimal (tidak semua satker penerima DIPA memiliki pejabat perbendaharaan dhi. PPSPM). Selain itu standar kualifikasi dan kompetensi, terutama kemampuan sebagai operator SAKPA dan SPM di tingkat Satker Daerah dalam penguasaan teknis aplikasi dan prosedur belum memadai. c. Belum terjalinnya keselarasan operasional diantara entitas akuntansi (SAK dengan SIMAK BMN) terutama ditinjau dari sisi jumlah entitas yang menyelenggarakan akuntansi uang dan barang serta prosedur dan uraian tugasnya dalam proses pelaporan berjenjang. d. Proses penyusunan LK UO TNI Angkatan Laut secara umum belum dilaksanakan secara berjenjang (Bottom Up) dan terintegrasi, terutama pada Sistem Aplikasi SAI pelaksanaan rekonsiliasi hanya dilakukan dengan cara konsolidasi antara entitas SAK dengan SIMAK BMN di tingkat pusat oleh Diskual. 15.
Kondisi yang diharapkan
Dalam rangka mendukung terwujudnya good governance dalam penyelenggaraan negara, pengelolaan keuangan negara perlu diselenggarakan secara profesional, terbuka dan bertanggung jawab sesuai dengan aturan pokok yang telah ditetapkan. Pengelolaan keuangan negara dalam arti luas (perencanaan, penguasaan, penggunaan, pengawasan dan pertanggungjawaban) harus dapat dilaksanakan secara profesional oleh setiap satker mulai dari satker daerah sampai di tingkat kementerian. Diskual sebagai pembina teknis bidang keuangan telah melakukan langkah-langkah antisipatif strategis dalam upaya mensiasati dan menjawab persoalan yang muncul sejak diberlakukannya PBM antara lain; dengan menerbitkan beberapa perangkat lunak pendukung dan melakukan sosialisasi serta pelatihan seperti tampak pada data dilampiran III, namun demikian upaya tersebut
17 hanya bersifat sementara dan belum optimal. Menyadari kondisi demikian, dari beberapa permasalahan yang ada dapat dirumuskan sebagai berikut: Bagaimana organisasi Baku yang sesuai dengan tuntutan UU sehingga pelaksanaan pengelolaan keuangan negara terselenggara dengan baik? Bagaimana pemenuhan personel pengawak organisasi pengelolaan keuangan Negara (secara kuantitatif dan kualitatif) pada Satker Daerah? Bagaimana menyelaraskan operasional SAK dengan SIMAK BMN sehingga dapat menyelenggarakan rekonsiliasi antar entitas tersebut secara optimal? Bagaimana proses penyusunan LK yang transparan dan akuntabel ditinjau dari standar akuntansi pemerintah? Untuk memperoleh kondisi yang diharapkan maka dapat diuraikan sebagai berikut: a.
Organisasi Badan Keuangan di lingkungan TNI Angkatan Laut.
Seiring perkembangan lingkungan strategis yang berubah secara dinamis, Pemimpin TNI Angkatan Laut telah menetapkan kebijakan serta strategi pembinaan yang diarahkan guna mewujudkan visinya yaitu ”Terwujudnya TNI Angkatan Laut berkelas dunia (World Class Navy) yang handal dan disegani”. Dalam upaya pembangunan kekuatan salah satunya adalah rencana pengembangan organisasi TNI Angkatan Laut (proses pengesahan revisi Perpres Nomor 10 Tahun 2010) diantaranya pembentukan Koarmada RI dan beberapa pembentukan organisasi baru di tahun 2014. Sebagai bagian dari organisasi TNI Angkatan Laut, maka badan keuangan diharapkan dapat menyelenggarakan pembinaan pengelolaan keuangan negara secara optimal guna menuju TNI Angkatan Laut yang handal dan disegani serta dicintai rakyat yang tentunya tidak lepas dari opini BPK dengan penilaian WTP. Untuk mencapai itu semua, maka diperlukan adanya penyesuaian organisasi di lingkungan badan keuangan dalam rangka mendukung pengelolaan keuangan yang transparan dan akuntabel sesuai tuntutan UU. Organisasi Badan Keuangan (BAKU) dilingkungan TNI Angkatan Laut dimasa mendatang secara terstruktur diharapkan dapat melaksanakan fungsinya secara optimal dalam menyelenggarakan fungsi pembiayaan, fungsi penatabukuan, fungsi pelaporan dan pertanggungjawaban keuangan serta fungsi pengendalian dan pengawasan terhadap DIPA Pusat dan DIPA Daerah serta dapat melaksanakan rekonsiliasi di tingkat daerah dan wilayah serta Eselon-1 sesuai perkembangan validasi organisasi TNI Angkatan Laut. Berdasarkan UU dan PBM terhadap pelaksanaan pengelolaan keuangan negara harus ada kejelasan fungsi dan kewenangan yang mengatur secara komprehensif dan melalui mekanisme saling uji dalam kesetaraan masing-masing pejabat perbendaharaan yaitu; secara vertikal (pengujian pelaksanaan tugas-tugas PPK, PPSPM dan bendahara Pengeluaran oleh KPA) dan secara horisontal (saling uji antara PPK, PPSPM dan BP). Selanjutnya dalam penerapan transparansi dan akuntabilitas belanja negara harus disusun dalam bentuk LK yang sesuai dengan SAP. Adapun struktur yang diharapkan sebagaimana pada lampiran IV. Pengelolaan keuangan negara pada organisasi Baku TNI Angkatan Laut yang diharapkan adalah sebagai berikut :
18 1)
Baku II (Diskual) setingkat UAPPA-Eselon I Diskual sebagai Baku II dalam melaksanakan tugas dan fungsi pertanggungjawaban dan pelaporan keuangan dilaksanakan oleh Sub Dinas Pembukuan Keuangan (Subdis Bukku), memperhatikan tuntutan tugas sesuai UU Keuangan Negara maka lingkup tugas Subdis Bukku tidak hanya sekedar pembukuan keuangan saja namun lebih pada Akuntansi dan Pelaporan Keuangan secara luas yang meliputi uang dan barang yang keluarannya berupa LK. Oleh karenanya badan keuangan diharapkan lebih terstruktur yang dapat melaksanakan pelaporan secara berjenjang, serta dapat mengkompilir laporan dari setiap entitas akuntansi (SAK dan SIMAK BMN) yang bersumber dari DIPA Pusat dan DIPA Daerah dan penerimaan lain yang sah dalam sistem aplikasi keuangan SAI (SAKPA dan SIMAK BMN) dengan kecukupan data yang memadahi sehingga penyelenggaraan penyusunan LK lebih optimal dan dapat disajikan sesuai standar akuntansi pemerintah. Dengan demikian LK yang disajikan akan dapat ditingkatkankan dan mendapatkan penilaian/opini dari BPK menjadi WTP murni. Memperhatikan lingkup tugas dan tanggung jawab yang diemban maka perlu ada penyesuaian nomenklatur dari Subdis Bukku menjadi Subdis Akuntansi dan Pelaporan Keuangan (Subdis APK) sebagaimana pada lampiran IV. 2)
Baku III (Ku Kotama dan Ku Lantamal) setingkat UAPPA-Wilayah Disamping gelar kekuatan yang sudah ada saat ini, gelar organisasi TNI Angkatan Laut yang telah disesuaikan struktur organisasi di tahun 2014, mulai dari kekuatan terpusat, kewilayahan serta pendukung, maka perlu ditindaklanjuti dengan penyesuaian organisasi pada jajaran badan keuangan. Dalam melaksanakan tugas dan fungsi khususnya terhadap pengelolaan keuangan negara, Baku III adalah sebagai UAPPA tingkat Wilayah yang dapat menyelenggarakan fungsi rekonsiliasi di tingkat wilayah. Untuk mencapai kondisi yang diharapkan maka diperlukan organisasi yang khusus untuk menjalankan fungsi pengelolaan keuangan di tingkat wilayah. Berdasarkan tuntutan tersebut maka perlu adanya penataan organisasi dan restrukturisasi organisasi yang sesuai dengan tuntutan PBM yaitu Organisasi Baku III (Ku Kotama) menyelenggarakan pengelolaan keuangan negara yang bersumber dari DIPA Pusat, sedangkan organisasi Baku III (Ku Lantamal) menyelenggarakan pengelolaan keuangan negara yang bersumber dari DIPA Daerah sebagaimana pada lampiran IV. Dengan struktur organisasi demikian maka penyelenggaraan keuangan negara akan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku dan penyusunan LK dapat dilaksanakan secara berjenjang serta dapat melaksanakan fungsi pengendalian terhadap pelaksanaan anggaran yang bersumber dari DIPA Pusat atau DIPA Daerah. 3)
Baku IV (Bagian Akuntansi Satker Daerah) setingkat UAKPA Organisasi Baku IV di tingkat satker daerah diharapkan dapat melaksanakan peran dan fungsinya dalam pengelolaan keuangan negara dengan perangkat organisasi di satkernya secara optimal. Sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku, bahwa dalam pengelolaan keuangan
19 negara badan keuangan melaksanakan pengurusan administrasi dan pengurusan komtabel dengan tetap memperhatikan prinsip check and balance, maka nomenklatur Pekas sudah tidak relevan lagi dengan tugas yang diemban. Dalam hal pengurusan administrasi dilaksanakan oleh PPSPM yang bertugas melaksanakan kewenangan PA untuk menguji atas tagihan dan menerbitkan SPM. Sedangkan BP melaksanakan fungsi komtabel yaitu menerima, menyimpan, menatausahakan dan membukukan uang/surat berharga serta mempertanggungjawabkan dengan menyampaikan Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) kepada KPPN untuk DIPA Daerah, dan menyampaikan PJK laporan pembukuan/daya serap kepada KPA. Untuk menjalankan fungsi tersebut maka Satker Daerah perlu dilengkapi dengan perangkat pejabat perbendaharaan (PPSPM dan BP) secara desentralisasi dimana perangkat perbendaharaan tersebut melekat secara organisatoris pada seluruh Satker penerima DIPA. Perangkat pejabat perbendaharaan memang bersifat fungsional, namun dalam wadah yang terstruktur pada badan keuangan sehingga pelaksanaan pengelolaan keuangan dapat terselenggara dengan baik. Untuk dapat melaksanakan peran dan fungsi tugas kebendaharaan sesuai tuntutan UU, maka perlu melakukan validasi organisasi Pekas dan melakukan restrukturisasi serta merubah nomenklatur Pekas menjadi Bagian Akuntansi sesuai tuntutan pengelolaan keuangan negara saat ini sebagaimana pada lampiran V. Satker Penerima DIPA yang ada saat ini dibentuk sebagai Satker Daerah tidak bersifat permanen, hal ini menyesuaikan dengan kebijakan pemimpin dalam penyelenggaraan anggaran satker tersebut. Manakala satker tersebut sebagai Satker Daerah, maka dibutuhkan perangkat organisasi pengelola keuangan negara yang sesuai tuntutan perundangundangan. Dengan bentuk struktur organisasi yang demikian (sesuai lampiran V), manakala terjadi penambahan atau pengurangan jumlah Satker Daerah penerima DIPA, maka dengan sendirinya akan menyesuaikan sesuai kebutuhan tanpa merubah fungsi check and balance. Dapat dikatakan bentuk konsep struktur tersebut bersifat fleksibel sesuai perkembangan yang ada, namun organisasi pengelola keuangan negara harus ada karena tuntutan UU. Dengan terbentuknya organisasi pengelola keuangan (Bagian Akuntansi Satker Daerah), maka apabila terjadi penambahan akun seperti halnya Akun Gaji/Tunjangan yang masuk pada satker daerah atau bahkan seluruh Akun masuk ke DIPA INDUK (tidak ada lagi DIPA Petikan Satker Pusat/Daerah) maka secara otomatis pengelolaan keuangan negara dapat diselenggarakan di seluruh satker daerah dengan perangkat organisasi sebagaimana pada tabel 3. Dalam menjalankan tugasnya sebagai entitas pelapor LK UO TNI Angkatan Laut, secara horisontal diharapkan Baku IV memiliki garis koordinasi internal dengan satpor BMN di tingkat satker daerah dan garis koordinasi eksternal dengan pihak KPPN setempat.
20 Tabel 3.
Perangkat Organisasi Satker Penerima DIPA yang diharapkan
Klasifikasi Satker penerima DIPA
Pejabat Perbendaharaan
Jumlah Satker Penerima DIPA
Pekas/PPSPM
Si Yar/BP
1 Satker Pusat 1 Satker Pusat
2 Pekas 2 Pekas
2 Si Yar 2 Si Yar
DIPA Satker Pusat UO TNI AL Jumlah DIPA Satker Pusat & Daerah Kedinasan/UPT Mabesal(AdaPekas) Kedinasan/UPT Mabesal(tdk ada Pekas) Kotama (ada Pekas) Lantamal + setingkat (ada Pekas) Setingkat Lantamal (tdk ada Pekas) Lanal + setingkat (ada Pekas) Setingkat Lanal (tdk ada Pekas) Jumlah
Keterangan LK Pusat
LK Pusat & Daerah 10 Satker Daerah 44 Satker Daerah 5 Satker Daerah 13 Satker Daerah 5 Satker Daerah 23 Satker Daerah 92 Satker Daerah 192 Satker Daerah
10 PPSPM 44 PPSPM 5 PPSPM 13 PPSPM 5 PPSPM 23 PPSPM 92 PPSPM 192 PPSPM
10 BP 44 BP 5 BP 13 BP 5 BP 23 BP 92 BP
(Activity Unit) * (Activity Unit) * (Activity Unit) * (Activity Unit) * (Activity Unit) * (Activity Unit) * (Activity Unit) *
192 BP
*) KPPN tersebar diseluruh satker daerah (hanya 21 Satker yang tidak ada KPPN setempat)
Dengan melalui penataan organisasi Badan Keuangan (Baku) di lingkungan TNI Angkatan Laut yang sesuai tuntutan perundang-undangan tersebut, diharapkan secara terstruktur Baku dapat menyelenggarakan pengelolaan keuangan yang bersumber dari DIPA Pusat maupun DIPA Daerah secara optimal. b. Personel Pengawak Pengelola Keuangan Negara di Lingkungan TNI Angkatan Laut. Penataan organisasi keuangan semestinya dibarengi dengan peningkatan personel pengawak yang memadai yaitu dengan meningkatkan kapasitas dan kapabilitas pejabat pengelola keuangan negara, khususnya PPSPM dan BP. Personel tersebut akan menjadi tumpuan dalam proses penyelenggaraan pengelolaan keuangan negara setelah KPA dan PPK. Diharapkan tidak hanya memiliki kemampuan manajerial keuangan saja yang dibutuhkan tapi juga aspek teknis, moralitas dan mentalitas karena hal ini berkaitan dengan pengelolaan uang negara. Pola penempatan jabatan sebagai bagian dari pembinaan karier harus dapat berfungsi secara longitudinal sebagai bagian dari sebuah proses. Kompetensi sangat berkorelasi positif dengan latar belakang pendidikan, pelatihan dan kecakapan seorang personel. Kompetensi akan menjadi lebih meningkat bilamana pada saat penempatan jabatan adanya kesesuaian antara latar belakang pendidikan dengan ruang jabatan yang tersedia dan memang menuntut adanya pengetahuan khusus (profesi) dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya. Kondisi ketersediaan personel pengawak pejabat perbendaharaan di lingkungan TNI Angkatan Laut kedepan diharapkan dapat memenuhi kualifikasi dan kompetensi sebagaimana tuntutan organisasi. Penataan diarahkan pada pencapaian tugas pokok TNI Angkatan Laut dan tuntutan UU, maka rancangan organisasi yang disarankan dihadapkan kepada perhitungan beban kerja maka kebutuhan personel (khusus strata perwira) yang perlu disiapkan adalah sebagaimana pada tabel 4, oleh karena itu peran Badan Keuangan selaku pembina
21 teknis bidang keuangan memiliki peran yang sangat strategis dalam rangka mencetak personel pengawak yang berkualitas dan kompeten sesuai tuntutan dan kebutuhan organisasi TNI Angkatan Laut. Tabel 4. Perbandingan DSP Pwa/PNS Setingkat di Baku Saat ini dan yang di usulkan DSP PWA/PNS Setingkat Saat ini BAKU JML UAPPA- ESELON I (BAKU II) -DISKUAL 101 UAPPA- WILAYAH (BAKU III) -KU KOTAMA 185
DSP PWA/PNS Setingkat Usulan BAKU YG DIUSULKAN UAPPA- ESELON I (BAKU II) -DISKUAL UAPPA- WILAYAH (BAKU III) -KU KOTAMA (6 x 11 Pwa) -KU LANTAMAL (11 x 8 Pwa)
UAKPA (BAKU IV) -PEKAS -Bendahara Pengeluaran (BP) -PEKAS KHUSUS DIPA.Pusat
UAKPA (BAKU IV) -BAKU IV di. LANTAMAL/Setingkat (11+20) x 8 Pwa -BAKU IV di LANAL-B/Setingkat (25+47 ) x 5 Pwa -BAKU IV di LANAL-C/Setingkat (25+64) x 3 Pwa -BAKU IV KHUSUS (2 PEKAS DIPA PUSAT)
Jumlah
702 182 28 1.188
Jumlah
JML 101 66 88 248 360 267 28 1.158
Bila memperhatikan tabel 4 diatas tampak komposisi DSP Perwira setelah diadakan penataan organisasi melalui restrukturisasi organisasi Bagian Akuntansi Satker Daerah, khususnya jumlah DSP perwira saat ini bila dibandingkan dengan konsep struktur organisasi yang diusulkan terjadi efisiensi personel Strata Perwira/PNS Setingkat yaitu semula 1.188 Personel menjadi 1.158 Personel, hal tersebut sejalan dengan kebijakan Panglima TNI tentang kebijakan personel “ Zero Growth of Personnel (ZGP) ” dan “Right Sizing”. Adapun perbandingan jumlah DSP secara keseluruhan sebagaimana pada lampiran VI. c.
Entitas Akuntansi Instansi (penyelenggara SAK dan SIMAK BMN).
Sampai dengan TA 2014 jumlah entitas akuntansi antara penyelenggara SAK pada Satker penerima DIPA dan SIMAK BMN pada satpor masih menjadi kendala di Lingkungan TNI AL. Sesuai PBM Satker adalah satuan pengelola DIPA yang ditetapkan oleh Menhan dalam rangka pengelolaan APBN, adapun dilingkungan TNI Angkatan Laut terdapat satpor BMN keberadaannya adalah sebagai satuan administrasi kerja TNI Angkatan Laut (Satminkal) yang saat ini sebagai penerima P3. Oleh karena itu seyogyanya jumlah Satker DIPA dan Satpor adalah sama dimana semua menginduk pada Satker penerima DIPA, dikarenakan dokumen sumber pelaksanaan anggaran yang diakui oleh Kemenkeu adalah DIPA (tidak mengenal otorisasi berjenjang). Pada tahun 2014 ini terdapat 192 Satker Daerah dan 325 Satpor BMN, berdasarkan ketentuan UU bahwa LK disusun oleh KPA sebagai pejabat yang diberi kewenangan atas kuasa penggunaan anggaran di Satker kewenangannya, oleh karena itu satuan administrasi kerja (Satker penerima P-3) yang tidak menerima DIPA tidak menyusun LK. Dengan demikian satuan administrasi kerja tersebut dalam kaitan SIMAK BMN adalah sebagai Sub Satpor dari Satpor pada Satker penerima DIPA Satker Daerah, maka jumlah Satpor perlu disesuaikan dengan jumlah Satker Penerima DIPA Daerah sebagaimana pada tabel 5.
22 Tabel 5. NO
Satker Penerima DIPA Daerah dan Satpor SIMAK BMN yang diharapkan KOTAMA
PENERIMA DIPA(SAK)
SATPOR (SIMAK BMN)
SUB SATPOR (SIMAK BMN)
1 2
ESELON-1 MABESAL
1 Satker Pusat 58 Satker Daerah
1 Satpor 58 Satpor
-
3 4 5 6 7
KOARMABAR KOLINLAMIL KOARMATIM KORMAR KOBANGDIKAL
45 Satker Daerah 3 Satker Daerah 70 Satker Daerah 9 Satker Daerah 7 Satker Daerah
45 Satpor 3 Satpor 70 Satpor 9 Satpor 7 Satpor
23 SubSatpor 18 SubSatpor 19 SubSatpor 43 SubSatpor 29 SubSatpor
193 Satker
193 Satpor
132 Sub Satpor
JUMLAH
KET
Dengan melakukan penyesuaian dan penyelarasan tersebut diharapkan kedepan kedua entitas akuntansi instansi memiliki kesamaan visi dan misi sehingga memudahkan pelaksanaan rekonsiliasi dalam rangka mendukung penyusunan LK TNI Angkatan Laut yang lebih berkualitas dan akuntabel. Proses rekonsiliasi berdasarkan tabel 5 diatas dilaksanakan secara berjenjang mulai dari tingkat sub UAKPB dalam hal ini Subsatpor SIMAK BMN terhadap satpor diatasnya kemudian dari hasil rekonsiliasi diantara subsatpor dengan satpor tersebut dilaksanakan rekonsiliasi dengan entitas pelapor UAKPA yang selanjutnya dilaksanakan rekonsiliasi sampai dengan tingkat Eselon-1, sebagaimana pada gambar 6. Melalui proses rekonsiliasi secara berjenjang tersebut diharapkan LK dapat disajikan secara transparan dan akuntabel.
Baku I/Pusku Kemhan selaku UAPA
Rekon
Balog/Satpor Kemhan selaku UAPB
Rekon
KPKNL PUSAT
KPPN Rekon ESELON-1
Baku II/Diskual selaku UAPPA-E1
Rekon
Balog/Satpor Pusat selaku UAPPB-E1
Rekon
KPKNL ESELON-1
KPPN Rekon WILAYAH
Baku III/Ku Kotama/ Lantamal selaku UAPPA-W
Rekon
Balog/Satpor Kotama selaku UAPPB-W
Rekon
KPKNL WILAYAH
Balog Satker/Satpor selaku UAKPB
Rekon
KPPN PUSAT
KPPN
Rekon
Rekon
Baku IV//Bag Akun selaku UAKPA
Rekon
SubSatpor SubSatpor SubSatpor Gambar 6 Proses Rekonsiliasi Entitas pelapor (SAK dengan SIMAK BMN)
KPKNL
23 d.
Proses Penyusunan Laporan Keuangan,
LK TNI Angkatan Laut merupakan laporan yang mencakup seluruh aspek keuangan yang dikelola oleh entitas pelaporan dan sebagai penanggungjawab terhadap LK UO TNI Angkatan Laut adalah Kasal. Berdasarkan Peraturan Menhan RI Nomor 29 tahun 2012 penanggungjawab terhadap entitas pelaporan dibagi menjadi dua bagian entitas akuntansi yang terdiri dari Unit Akuntansi Anggaran dengan penanggungjawab adalah jajaran badan keuangan, sedangkan untuk Unit Akuntansi Barang penanggungjawabnya adalah jajaran Badan Logistik. Kedua entitas ini sangat berperan terhadap kualitas dari LK yang dihasilkan, oleh karena itu keselarasan kedua entitas ini mutlak diperlukan. Dengan semakin besarnya tuntutan dari kehendak UU terhadap kinerja Kemhan dan TNI terkhusus lagi TNI Angkatan Laut yang semuanya tercermin dari LK yang dihasilkan oleh entitas pelapor. Dihadapkan dengan kondisi tersebut, kedepan diharapkan untuk proses penyusunan LK khususnya TNI Angkatan Laut dilaksanakan secara komperhensif dan terintegrasi dengan melibatkan seluruh entitas terkait, sehingga semua bagian berperan serta aktif dalam menghasilkan LK UO TNI Angkatan Laut sebagaimana pada gambar 7. Melalui proses tersebut diharapkan LK yang disusun dapat lebih berkualitas dan akuntabel, hal tersebut tidak lepas dari struktur organisasi yang memadai dan selaras dengan organisasi Kemenkeu serta didukung personel pengawak pejabat perbendaharaan yang memiliki standar kompetensi yang dipersyaratkan. Entitas terkait (Komunitas Keuangan, Logistik, dan Perencanaan) tersebut memiliki sinergitas dan keselarasan dengan entitas akuntansi (SAK dan SIMAK BMN) yang telah terbangun. Untuk mewujudkan proses penyusunan LK sesuai yang diharapkan tersebut, perlu adanya penjabaran dalam uraian tugas masing-masing entitas akuntansi keuangan dan akuntansi barang dimana KPA Satker Daerah sebagai penanggung jawab. Untuk itu perlu mengintegrasikan prosedur dan mekanisme pertanggungjawaban dari entitas akuntansi penyelenggara SAK dan SIMAK BMN dalam satu Badan Pengelola sebagai entitas pelapor. - Kom. KEU - Kom. LOG - Kom. REN
TIM SUN LK KEMHAN
Baku I/Pusku Kemhan selaku UAPA Kompilasi LK UO Baku II/ Diskual selaku UAPPA-E1
- Kom. KEU - Kom. LOG - Kom. REN
TIM SUN LK PUSAT/ MABESAL
SAI hasil Kompilasi Rekonsiliasi SAK dengan SIMAK BMN serta Data Pendukung lainnya yg diperoleh dari Tk.Kotama/Wilayah
Baku III/Ku Kotama/Lantamal (UAPPA-W) -Kom. KEU -Kom. LOG -Kom. REN
TIM SUN LK KOTAMA
-Kom. KEU -Kom. LOG -Kom. REN
TIM SUN LK SATKER
SAI hasil Kompilasi rekonsiliasi SAK dengan SIMAK BMN serta data lainnya yang diperoleh dari beberapa Satker Daerah wilayahnya
Baku IV/Bagian Akuntansi selaku UAKPA
Gambar 7.
SAI yang diperoleh dari hasil rekonsiliasi SAK dengan SIMAK BMN dan data lain di Satker
LK UAPA
LK UAPPA-E1
LK UAPPA-W
LK UAKPA
Proses Laporan Keuangan TNI Angkatan Laut yang diharapkan
24 16.
Upaya-upaya.
Dalam rangka melaksanakan pengelolaan keuangan negara yang transparan dan akuntabel guna mencapai opini WTP pada LK Kemhan/TNI perlu melakukan langkahlangkah antisipatif strategis dalam upaya menjawab persoalan yang muncul. Ada beberapa komponen strategis yang berkaitan erat dengan pencapaian pengelolaan keuangan negara yang transparan dan akuntabel antara lain; regulasi, SDM, organisasi dan operasional yang dilaksanakan secara sinergis, sebagaimana pada gambar 8.
Gambar 8. Strategi menuju WTP Diskual sebagai pembina teknis bidang keuangan telah melakukan langkah-langkah antisipatif, namun belum sepenuhnya dapat menjawab permasalahan yang ada. Untuk itu perlu upaya lebih lanjut agar pelaksanaan pengelolaan keuangan negara dapat dilaksanakan secara optimal sebagai berikut: a. Melakukan penataan organisasi pengelola keuangan negara dalam hal ini melalui restrukturisasi organisasi Badan Keuangan di lingkungan TNI Angkatan Laut agar dapat melaksanakan tugas dan fungsi dibidang keuangan negara yang sesuai dengan tuntutan UU, Permenku, PBM dan Perdirjen perbendaharaan serta rencana validasi organisasi TNI Angkatan Laut. Oleh karena itu Diskual selaku Bintek Bidang Keuangan perlu segera melaksanakan kajian terhadap DSP yang berlaku (DSP tahun 2012) guna mempertajam fungsi dalam pengelolaan keuangan negara dengan tetap memperhatikan “Right Sizing dan Zero Growth of Personnel” (ZGP), adapun pentahapan penataan yang dilakukan sebagai berikut: 1) Jangka Pendek. Penataan organisasi (dengan melebur organisasi Pekas, Si Uji, Si Bukku, Si Yar dan Si Silta) menjadi Bagian Akuntansi Satker Daerah (PPSPM, Subbag Verifikasi, BP) di setiap organisasi Satker Daerah, serta perubahan nomenklatur Kasubdisbukku Diskual menjadi Kasubdis Akuntansi dan Pelaporan Keuangan (Kasubdis APK) hal ini menyesuaikan dengan tugas dan fungsi sesuai tuntutan UU. 2) Jangka Menengah. Penataan dan pembentukan Baku III yang bersifat kewilayahan terdiri dari Keuangan Kotama dan Lantamal disesuaikan dengan satuan sandarannya yang dapat berfungsi sebagai UAPPA-Wilayah dan selaras dengan kewilayahan KPPN yang ada. Sebagai perbandingan disampaikan badan keuangan dilingkungan TNI sebagaimana lampiran VII.
25 b. Melaksanakan peningkatan kemampuan personel sesuai dengan kualifikasi, spesialisasi dan kompetensi untuk dapat melaksanakan tugas pengelolaan keuangan Negara khususnya Sistem Akuntansi Keuangan (SAK) yang professional melalui kursus-kursus maupun pendidikan di lemdik TNI Angkatan Laut. Melaksanakan penempatan personel pada jabatan Bagian Akuntansi Satker Daerah (saat ini masih BP) secara selektif, yang tidak hanya ditinjau dari aspek kemampuan teknis/skill namun tetap memperhatikan dari sisi moral dan mental personel, adapun pentahapan peningkatan kemampuan personel sebagai berikut: 1) Jangka Pendek. Melaksanakan sosialisasi dan mengadakan kursuskursus (kursus Perwira untuk Konseptual dan kursus Ba/Ta operator untuk operasional) yang dilaksanakan oleh Dinas Keuangan TNI Angkatan Laut, serta melaksanakan penempatan jabatan pada Satker Daerah, khususnya untuk tingkat perwira yang berkompeten dibidang spesialisasi keuangan. 2) Jangka Menengah. Menata kurikulum bidang studi keuangan di lembaga pendidikan, dan melaksanakan rekruitmen perwira PK dengan disiplin ilmu akuntansi. c. Melaksanakan koordinasi dengan badan logistik dalam rangka menyelaraskan operasional entitas akuntansi (SAK dengan SIMAK BMN) melalui pemetaan entitas pelapor SAK dan SIMAK BMN yang disesuaikan dengan organisasi pengelola keuangan di Kementerian Keuangan serta sesuai tuntutan UU dengan tetap memperhatikan karakteristik dan bentuk organisasi TNI Angkatan Laut secara makro, sebagaimana pada lampiran VIII. 1)
Jangka Pendek. Ada 2 (dua) alternatif yang disarankan: a) Jumlah Satpor BMN menginduk ke jumlah Satker DIPA, karena hingga tahun 2014 jumlah satker inilah yang diakui oleh Kemenkeu dan telah menerima DIPA Daerah dimana Kasatker penerima DIPA sebagai KPA inilah yang bertanggung jawab atas pengelolaan anggaran dan barang sampai dengan penyusunan LK. Opsi ini lebih feasible karena Satker Simak BMN dapat di grouping/clustering, atau; b) Jumlah Satker DIPA ditambah yang disesuaikan dengan kepentingan pengelolaan anggaran tiap-tiap satker penerima P3 (Satker Satpor) di lingkungan TNI Angkatan Laut. Oleh karena itu perlu adanya sinergitas antara Badan Keuangan dengan Badan Logistik. Opsi ini lebih kompleks dan akan membutuhkan jumlah personel dan waktu yang relatif lama untuk penyesuaian.
Terhadap kedua opsi tersebut diperlukan suatu komitmen bersama diantara Badan Logistik dengan Badan Keuangan sehingga terjadi kesesuaian diantara kedua entitas tersebut, agar dapat mendukung penyusunan LK dan menjadikan LK UO TNI Angkatan Laut lebih berkualitas dan akuntabel.
26 2) Jangka Menengah. Melaksanakan pemetaan organisasi badan logistik khususnya untuk Satpor dan subsatpor beserta uraian tugasnya dalam rangka menyesuaikan/menyelaraskan dengan organisasi di Kementerian Keuangan. d. Melaksanakan kegiatan proses penyusunan LK khususnya LK TNI Angkatan Laut yang sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) dan dilaksanakan secara komperhensif dan terintegrasi dengan melibatkan seluruh entitas terkait, sehingga semua bagian berperan serta aktif dalam menghasilkan LK UO TNI Angkatan Laut. Untuk itu perlu ditunjuk pejabat yang dapat mengkoordinir kedua badan entitas akuntansi (SAK dan SIMAK BMN) agar entitas pelapor yang bertanggung jawab dalam penyusunan laporan dapat menyajikan LK secara optimal, dengan pentahapan sebagai berikut: 1) Jangka Pendek. Dalam proses penyusunan LK melibatkan seluruh komuniti (keuangan, logistik, personel, kesehatan dan perencanaan) sebagai entitas akuntansi. 2) Jangka Menengah. Membentuk satu badan pengelola sebagai pelapor, yang bertanggungjawab dan mengkoordinir atas penyelenggaraan kedua entitas akuntansi (SAK dan SIMAK BMN).
27 BAB IV PENUTUP 17.
Kesimpulan a. Pemberlakuan PBM merupakan salah satu solusi, namun menimbulkan permasalahan manakala organisasi belum menyiapkan perangkat sesuai tuntutan UU karena dalam menyelenggarakan pengelolaan keuangan negara melalui mekanisme pengelolaan anggaran belanja yang bersumber dari DIPA (DIPA Petikan Satker Pusat dan DIPA Petikan Satker Daerah) belum diikuti dengan struktur organisasi yang memadai. Sesuai PBM pasal 8 ayat 2 bahwa didalam pengelolaan keuangan negara penyelenggaraan anggaran untuk 1 (satu) DIPA dibutuhkan pejabat perbendaharaan yaitu 1(satu) KPA, dapat lebih dari 1 (satu) PPK, 1 (satu) PPSPM dan 1 (satu) BP, sesuai prinsip check and balance. Untuk itu organisasi Baku di lingkungan TNI Angkatan Laut perlu melakukan penyesuaian karena organisasi yang ada saat ini sudah tidak sesuai dengan tuntutan UU. b. Kondisi pengawak perbendaharaan saat ini belum memenuhi standar baik secara kuantitatif dan kualitatif, lebih jauh lagi kualifikasi yang dikehendaki belum sesuai tuntutan PBM khususnya dalam melaksanakan fungsi kebendaharaan. Hal ini berimplikasi pada pengelolaan keuangan negara, terutama dalam proses pengurusan administrasi keuangan dan Sistem Akuntansi Keuangan (SAK) yang mengakibatkan terhambatnya kegiatan/pekerjaan di Satker Daerah. Oleh karena itu diperlukan upaya untuk meningkatkan kompetensi personel pengawak melalui sosialisasi dan pelatihan maupun pendidikan yang selanjutnya menempatkan personel untuk pemenuhan jabatan pada Bagian Akuntansi di Satker Daerah (saat ini masih BP). c. Belum adanya keselarasan operasional antara Organisasi Badan Keuangan dengan Badan Logistik mengakibatkan sulit untuk melakukan rekonsiliasi secara internal maupun eksternal, sehingga proses penyusunan LK dilakukan secara manual. Untuk itu, diperlukan upaya-upaya dalam rangka menyelaraskan kedua organisasi entitas tersebut melalui optimalisasi organisasi yang ada di jajaran Badan Keuangan maupun Badan Logistik dalam satu badan pengelola sebagai entitas pelapor, dengan melakukan penyesuaian-penyesuaian agar terintegrasi dengan baik sehingga kedua badan entitas akuntansi tersebut dapat menyajikan LK secara tepat sesuai tuntutan UU. d. Penyusunan LK secara umum belum dilaksanakan secara berjenjang dan terintergrasi dari tingkat Satker ke tingkat wilayah sampai ke tingkat eselon baik SAK maupun SIMAK BMN, hal tersebut mengakibatkan kualitas dari Laporan Keuangan UO TNI Angkatan Laut kurang optimal. Oleh karena itu semua entitas akuntansi (SAK dan SIMAK BMN) harus mengacu pada Standar Akuntansi Pemerintahan dengan menggunakan SAKPA dan SIMAK BMN dari Kementerian Keuangan sehingga dapat terintegrasi dan menghasilkan LK yang akuntabel.
28 e. Proses perubahan ini membutuhkan komitmen bersama dari semua pemangku kepentingan agar dapat dilaksanakan sesuai dengan harapan. Untuk itu dibutuhkan upaya-upaya ekstra dengan melakukan pentahapan secara cermat dan tepat. 18.
Saran a. Dalam rangka menyelaraskan pelaksanaan SAK dengan SIMAK BMN guna mewujudkan opini BPK terhadap penyajian LK Kemhan menjadi WTP, maka perlu melaksanakan koordinasi secara intensif antara jajaran Badan keuangan, Badan Logistik dan Badan perencanaan untuk menyelaraskan antara jumlah satker KPA dan Satpor (satuan administrasi penerima P3) dengan cara menyesuaikan jumlah Satker Daerah penerima DIPA dan mensinergikan kedua badan tersebut melalui penjabaran uraian tugas entitas pelapor, agar dapat melaksanakan rekonsiliasi antar SAK dengan SIMAK BMN. b. Sinergisitas antara Badan Keuangan (Diskual) dengan Badan Logistik (Slogal) sangat diperlukan dalam rangka meningkatkan kompetensi pengawak pejabat perbendaharaan di Lingkungan TNI Angkatan Laut (operator SAK dan SIMAK BMN) disamping itu, perlu adanya satu badan pengelola sebagai entitas pelapor yang dapat mengkoordinir agar penyusunan LK terpenuhi karakteristik kualitatif yang relevan, dapat dibandingkan dan diyakini sehingga LK dapat disajikan secara akuntabel. c. Perlunya merevisi kurikulum pendidikan Korps Suplai, khususnya pada bidang pengelolaan keuangan negara yang disesuaikan dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). d. Menyarankan ke Kemhan untuk mengadakan revisi terhadap Peraturan Menhan RI Nomor PER/08/M/VII/2006 tanggal 1 Juli 2006 tentang Petunjuk Pembinaan Pengelolaan Keuangan Negara di Lingkungan Kemhan dan TNI.
19.
Penutup
Demikian apresiasi tentang Restrukturisasi Organisasi Badan Keuangan TNI Angkatan Laut dalam rangka pelaksanaan Pengelolaan Keuangan Negara yang Transparan dan Akuntabel ini disampaikan sebagai bahan masukan kepada pemimpin dalam menentukan langkah-langkah kebijakan serta perbaikan dalam pengelolaan keuangan negara di lingkungan TNI Angkatan Laut.