Amalia, et al.
Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Optimasi Alokasi Penggunaan Air Berdasarkan Ketersediaan Air dan Biaya Operasional (Studi Kasus Kota Batu) Water Allocation Optimation Based of Water Supply and Operational Cost (Case Study of Batu) Rizki Dwika Amalia1, Alexander Tunggul Sutan Haji2*, Bambang Suharto2 Universitas Brawijaya, Jl. Veteran, Malang 65145 2 Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya Jl. Veteran, Malang 65145
1MahasiswaKeteknikanPertanian,
*Email Korespondensi:
[email protected]
ABSTRAK Penggunaan air yang tidak efisien cenderung dikarenakan penggunaan air yang tidak tepat sehingga perlu adanya alokasi sumberdaya air. Kota Batu sebagai penyuplai air khususnya untuk beberapa kota di Jawa Timur membutuhkan perencanaan penggunaan alokasi air yang efisien sehingga tidak ada ancaman air bagi wilayah lain. Optimalisasi alokasi penggunaan air merupakan salah satu upaya untuk menghindari adanya ancaman kekurangan air di suatu wilayah. Tujuan dari penelitian ini yaitu penentuan formula penggunaan air secara optimal berdasarkan jumlah ketersediaan air dan biaya operasional. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penelitian kuantitatif untuk menentukan alokasi penggunaan air pada setiap jenis aktivitas. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwaalokasi air optimum pada tahun 2014 meliputi 9,254,852 m3tahun-1untuk penduduk, 7,779,671 m3tahun-1untuk industri dan 41,719,120 m3tahun-1 untuk irigasi. Total biaya operasional yang dibutuhkan tahun 2014 sebesar Rp. 60,122,241,895. Tahun 2034 adanya alih alokasi air dengan rincian 13,721,856 m3tahun-1untuk penduduk, 143,487,935 m3tahun-1untuk industri dan 9,773,011 m3tahun1untuk irigasi. Total biaya operasional yang dibutuhkan tahun 2034 sebesar Rp. 780,338,635,228. Kata kunci:Biaya operasional, ketersediaan air, optimasi Abstract Inefficient water use are likely due to the improper use of water so that the need for allocation of water resource. Batu city as water supply area, especially for some of the cities in East Java requires planning efficient use of water allocation so that there is no threat of water for other areas. Optimizing the allocation of water use is one effort to avoid the threat of water shortages in a region. The aim of this study is the determination of the optimal use of water formula based on the amount of water availability and operational costs. The method used in this research is quantitative research to determine the allocation of water use in every kind of activity. Results of the study showed that the optimum water allocation in 2014 are 9,254,852 m3tahun-1 for population, 7,779,671 m3tahun-1for industrial and41,719,120 m3tahun-1for irrigation 41,719,120 m3tahun-1. Total operational cost for 2014 amount Rp. 60,122,241,895. In 2034 the transfer of water allocations with details of the allocation of water are 13,721,856 m3tahun-1for population, 143,487,935 m3tahun-1for industrial 9,773,011 m3tahun-1for irrigation. Total operational cost for 2034 amountRp. 780,338,635,228. Key words:Operational cost, water supply, optimization
Amalia, et al.
Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan
PENDAHULUAN Sumberdaya air merupakan salah satu komponen utama yang dibutuhkan oleh seluruh makhluk hidup. Komponen ini menunjang kesetimbangan antara ekosistem satu dengan ekosistem lainnya. Kebutuhan air yang diperlukan oleh makhluk hidup mempengaruhi kualitas maupun kuantitas air. Pemanfaatan sumber daya air yang tidak terkendali menyebabkan pasokan air cenderung berkurang dan kualitas air akan menurun (Dinas Pengairan dan Binamarga, 2014). Wilayah Kota Batu merupakan bagian hulu dari Daerah Aliran Sungai Brantas, memiliki ratusan sumber air yang bernilaistrategis terhadap pemenuhan kebutuhan air bersih. Menurut Kantor Lingkungan Hidup Kota Batu (2012), tahun 2005 ditemukan 53 sumber mata air yang telah mati, sedangkan 58 sumber mata airlainya mengalami penurunan debit. Tahun 2009, debit sumber semakin turun dan beberapa sumber telah mengandung bakteri escherichia coli (E-coli). Penurunan kuantitas dan kualitas sumber mata air terjadi akibat laju konservasi belum seimbang dengan tingkat kerusakan sertabelum optimalnya partisipasi masyarakat dalam menjaga kelestarian sumber mata air perlu ditingkatkan lagi. Penurunan kuantitas dan kualitas air memaksa para pengambil kebijakan untuk dapat merumuskan pembagian pemanfaatan air secara optimal dengan tujuan kebutuhan air untuk setiap aktivitas manusia terpenuhi. Seiring dengan upaya untuk mengoptimalkan pemanfaatan air diperlukan biaya operasional yang cukup tinggi untuk pemenuhan kebutuhan pengadaan, perawatan serta pemeliharaan unit instalasi pendistribusian air bersih. Menurut Nelwan, et al (2013), biaya pendistribusian merupakan biaya operasional berupa biaya pipa, listrik, biaya pekerja dan biaya penggunaan unit instalasi yang ada di suatu daerah aliran. Penggunaan unit instalasi ditujukan untuk menjaga kualitas air dari hulu tetap sama sampai diterima oleh konsumen. Sehingga dalam penelitian ini biaya operasional menjadi pertimbangan dalam merencanakan alokasi air secara optimal. Tujuan penelitian ini yaitu penentuan formula penggunaan air secara optimal
berdasarkan jumlah ketersediaan air dan biaya operasional air yang diperlukan. Sehingga upaya untuk pendistribusian air secara optimal masih dalam batas kemampuan pemerintah Kota Batu yang berarti bahwa hasil optimasi dari penelitian ini dapat diaplikasikan. BAHAN DAN METODE Lokasi Penelitian Kota Batu terletak pada ketinggian antara 739 – 950 m. Ditinjau dari letak astronomis, Kota Batu terletak diantara 1220 17’ 10,90” - 1220 57’ 11” Bujur Timur dan 70 44’ 55,11” - 80 26’ 1135,45” Lintang Selatan. Secara administrasi Kota Batu berbatasan oleh Kabupaten Mojokerto dan Kabupaten Pasuruan di sebelah utara, Kabupaten Malang di sebelah selatan, barat dan timur. Kota Batu memiliki luas 199.0932 km2 yang terdiri dari tiga kecamatan (Kecamatan Batu, Kecamatan Junrejo dan Kecamatan Bumiaji), 5 kelurahan dan 19 desa. Peta Administrasi Kota Batu dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1.Peta Administrasi Kota Batu
Pengolahan Data Penentuan alokasi pemanfaatan air secara optimal disusun berdasarkan pertimbangan aspek ketersediaan air, dimana nilai kebutuhan air yang dihasilkan tidak lebih besar dari nilai ketersediaan air. Penentuan biaya operasional yang dibutuhkan tergantung dari formula alokasi pemanfaatan air yang diperoleh. Sehingga alokasi kebutuhan air
Amalia, et al.
Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan
optimum akan menghasilkan biaya operasional optimum. Tahapan pengolahan data dibagi menjadi 5tahap yaitu penentuan nilai ketersediaan air, kebutuhan air, proyeksi kebutuhan air, optimasi alokasi air dan optimasi biaya.
beda sesuai jenisnya yang dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Debit Produktivitas Akuifer Produktivitas Akuifer
Ketersediaan Air Ketersediaan air merupakan adanya potensi masuknya air dari suatu daerah dikarenakan adanya suatu aliran permukaan air baik dari segi curah hujan, sumber mata air, air permukaan maupun air tanah yang mengaliri suatu wilayah tersebut (BAPPEDA, 2014). Penentuan nilai ketersediaan air didapatkan dari penjumlahan air tanah, air permukaan dan air hujan. Besar nilai ketersediaan air dianggap tetap hingga tahun 2034, dikarenakan tidak ada perubahan yang signifikan khususnya dari segi air hujan di Kota Batu. Sehingga ketersediaan air tidak diproyeksikan. Air Tanah Ketersediaan air tanah pada penelitian ini menggunakan peta hidrogeologi wilayah Kota Batu yang didapat dari Badan Perencanaan dan Pembangunan Kota Batu. Berdasarkan peta hidrogeologi diperoleh nilai produktivitas akuifer berada di potensi sangat rendah hingga tinggi. Nilai produktivitas air tanah (Qa) dalam satuan L detik-1m-1 menjadi salah satu parameter untuk mendapatkan nilai ketersediaan air tanah (Q) dalam satuan m3tahun-1. Qa akan dikalikan dengan tinggi bor (H) dan jumlah sumur (∑s). Tinggi bor (H) diasumsikan bernilai 1 m dan jumlah sumur diperoleh dari luas area dibagi dengan kebutuhan air per 1 unit sumur, yaitu sebesar 40,000 m2sumur-1(PERDA No.17 Tahun 2001).Penentuan besarnya produktivitas air tanah (Q) terdapat pada Persamaan 1. Q = ( Qa x H) x ∑s
(1)
Menurut peta hidrogeologi, jenis produktivitas akuifer di Kota Batu terbagi dalam 4 jenis yaitu produktivitas tinggi dengan penyebaran luas, produktivitas sedang dengan penyebaran luas, produktivitas akuifer kecil setempat produktif dan produktivitas sangat kecil (setempat akuifer produktif). Besar debit produktivitas akuifer berbeda-
Qa (liter dtk-1)
PTPL
11.25
PSPL
1.25
PAKSP
1
PSKSAP
0
Sumber : Peta Hidrogeologi (2014) Keterangan : PTPL = Produktivitas Tinggi dengan Penyebaran Luas; PSPL = Produktivitas Sedang dengan Penyebaran Luas; PAKSP = Produktivitas Akuifer Kecil Setempat Produktif; PSKSAP = Produktivitas Sangat Kecil (Setempat Akuifer Produktif)
Air Permukaan Menurut BAPPEDA Kota Batu (2013) air permukaan adalah air yang berada di sungai, danau, waduk, rawa dan badan air lain. Air permukaan secara alami dapat tergantikan dengan presipitasi dan secara alami menghilang akibat aliran menuju lautan, penguapan dan penyerapan menuju ke bawah permukaan. Sumber alami air permukaan merupakan presipitasi area tangkapan air dan total kuantitas air yang memiliki beberapa faktor yakni, kapasitas danau, rawa dan reservoir buatan, permeabilitas tanah, karakteristik aliran pada area tangkapan air, ketepatan waktu presipitasi dan rata-rata evaporasi setempat. Metode yang digunakan dalam pengukuran air permukaan menggunakan debit andalan yang didapat dari data debit air Sungai Brantas Dam Ngukir tahun 2007-2012 yang didapatkan dari PSAWS Bango Gedangan Kota Malang. Debit andalan digunakan sebagai patokan ketersediaan debit yang masuk ke waduk pada saat pengoperasiaannya. Perhitungan debit andalan diperoleh dari data sumber air pada pencatatan debit pada periode tertentu. Perhitungan diawali dengan cara mengurutkan data debit tertinggi sampai terendah. Kemudian dilanjutkan dengan menghitung persen keandalan (P) menggunakan Metode Weibull, dimana (m) adalah nomor urut debit dan (n) adalah jumlah data debit. Penentukan besarnya debit andalan dengan peluang 80% digunakan probabilitas Metode Weibull, dengan Persamaan (2).
Amalia, et al.
P
Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan
x 100 %
=
(2)
Air Hujan Metode yang digunakan untuk menentukan ketersediaan air hujan adalah metode poligon thiessen yang datanya diambil dari data curah hujan wilayah tahun 2005-2014 yang didapatkan dari Dinas PU dan Binamarga Kota Batu. Menurut Ningsih(2012), penentuan nilai ketersediaan air hujan (R) metode poligon thiessen merupakan penentuan titik rata-rata stasiun hujan ditentukan luas daerah pengaruhnya berdasarkan poligon yang dibentuk (menggambarkan garis-garis sumbu pada garis-garis penghubung antara dua stasiun hujan yang didapatkan. Ketersediaan air hujan didapatkan dimana curah hujan pada titik pengamatan adalah (Rn) dengan satuan mm, luas daerah tiap pengamatan adalah (An) dengan satuan km2 dan jumlah luas total DAS (∑A) dengan satuan km2. Nilai ketersediaan air hujan dapat dilihat pada Persamaan (3). R =
∑ ∑
(3)
Kebutuhan Air Kebutuhan air secara umum dapat dibagi dalam dua kategori yaitu kebutuhan air yang digunakan untuk keperluan domestik dan kebutuhan air yang digunakan untuk keperluan non domestik. Kebutuhan air non domestik sendiri dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan air bersih seperti industri dan irigasi.Pemakaian air pada kebutuhan non domestik diperkirakan 20% dari kebutuhan domestik(BAPPEDA, 2013). Air Penduduk Kebutuhan air penduduk adalah kebutuhan air untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia sehari-hari.Perkiraan jumlah kebutuhan air saat ini dan di masa yang akan datang dihitung berdasarkan jumlah penduduk, tingkat pertumbuhan penduduk dan kebutuhan per kapita.Standar kebutuhan air berdasarkan kriteria jumlah penduduk dan jenis kota seperti disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Standar Kebutuhan Air Penduduk Berdasarkan Jenis Kota dan Jumlah Penduduk Jumlah Jumlah Kebutuhan Air Penduduk Jenis Kota (liter orang-1 (ribu) hari-1) >2000 Metropolitan >210 1000 – 2000 Metropolitan 150 – 210 500 – 1000 Besar 120 – 150 100 – 500 Besar 100 – 150 20 – 100 Sedang 90 – 100 3 – 20 Kecil 60 – 100 Sumber :Sari, Indra Kusuma, et al (2007)
Kebutuhan air untuk keperluan penduduk diambil dari data jumlah penduduk tahun 2005-2014 yang didapatkan dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Batu. Kebutuhan air penduduk (Qp) dengan satuan liter hari-1 didapatkan dari jumlah penduduk pada tahun yang bersangkutan (Pt) dalam satuan jiwa dikalikan dengan standar kebutuhan air (Un) sesuai Dinas PU (2014) dalam satuan lt jiwa-1 tahun-1. Kebutuhan air penduduk (Qp) dapat dirumuskan dari Persamaan (4). Qp = Pt x Un
(4)
Air Industri Kebutuhan air industri pada wilayah kota pariwisata menyangkut kebutuhan air industri, kebutuhan air untuk hotel atau penginapan, rumah makan atau restoran dan kawasan pariwisata. Analisis sektor air industri ini dilaksanakan dengan berpedoman pada analisis data pertumbuhan terakhir fasilitas-fasilitas sosial ekonomi yang ada pada wilayah perencanaan. Kebutuhan air industri ini menurut perencanaan pada Dinas PU dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Kebutuhan Air Industri untuk Kota Kategori I,II,III dan IV Sektor Nilai Satuan Industri 1600 liter hari-1 Hotel 150 literbed-1hari-1 Rumah Makan 100 liter kursi-1hari 0.1-0.3 literdetik-1hektar Pariwisata Sumber :Sari, Indra Kusuma, et al (2007); Nurcahyono (2008)
Amalia, et al.
Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Total kebutuhan air (Qi) industri dihitung berdasarkan standar dari, Dinas PU (2014)dengan cara mengalikan jumlah unit industri (n) dalam satuan unit dengan standar kebutuhan air industri (St) dalam satuan (literunit-1hari-1). Nilai total kebutuhan air industri (Qi) dapat dirumuskan dengan Persamaan (5). Qi = (n x St)
(5)
Air Irigasi Menurut Akmal, et al (2014),air irigasi bertujuan untuk pemenuhan kebutuhan pertanian yang berasal dari air permukaan dan air tanah.Kebutuhan air irigasi diperoleh dari 2 data yaitu kebutuhan air tanaman (padi, palawija, tomat, mawar, apel dan jahe) dan kebutuhan air toko bunga. Kebutuhan air tanaman diambil dari data iklim tahun 2014 dan data penggunaan lahan tahun 2014 yang diambil dari Dinas Pertanian Kota Batu. Menurut Adhiatma, Prayogi, et al (2014), kebutuhan air tanaman(IG) dalam satuan m3 didapatkan dari kebutuhan air untuk penyiapan lahan (IR) dalam satuan mtahun-1 , kebutuhan air konsumtif tanaman (Etc) dalam satuan m tahun-1 , kebutuhan air penggantian lapisan air (RW) dalam satuan m tahun-1, perkolasi (P) dalam satuan m tahun-1,curah hujan efektif (ER) dalam satuan m tahun1,efisiensi irigasi (EI) dalam satuan %, serta luas area irigasi (A) dalam satuan m2. Kebutuhan air tanaman dapat dirumuskan dari Persamaan (6). IG =
xA
(6)
kecenderungan, yaitu dengan cara dilakukan pengujian terhadap data menggunakan strandar deviasi atau koefisien korelasi (Permen PU No.3, 2013).Metode proyeksi yang digunakan dibagi menjadi 3 yaitu metode geometri, metode aritmatik dan metode eksponensial. Tahapan awal dalam pemilihan metode proyeksi yang tepat yaitu dengan pengujian statistik (Permen PU No.03, 2013). Penentuan nilaikoefisien korelasi (r)untuk masing-masing metode menggunakan variabel jumlah tahun proyeksi (n), variabel (X) sebagai nilai eksisting dan variabel (Y) sebagai nilai hasil proyeksi. Rumus koefisien korelasi (r) terdapat pada Persamaan (7) r=
∑ ∑
∑
∑
∑ ∑
∑
(7)
Proyeksi jumlah penduduk menggunakan metode aritmatik dengan nilai koefisien korelasi (r) sebesar -1.0028. Metode aritmatik yang digunakan dimana jumlah penduduk pada tahun ke-n adalah (Pn), jumlah penduduk pada awal proyeksi adalah (Po), prosentase pertumbuhan penduduk adalah (r) dan jumlah proyeksi adalah (n). Metode aritmatik dapat dilihat pada Persamaan (8). Pn = Po (1 +r.n)
(8)
Proyeksi jumlah industri menggunakan metode eksponensial dengan nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0.766. Metode eksponensial dapat dilihat pada Persamaan (9). Pn = Po.er.n
(9)
Kebutuhan air toko bunga didapatkan dari Kecamatan Bumiaji dan Desa Sidomulyo yang diambil dari Kantor Kecamatan Bumiaji dan Kelurahan Sidomulyo. Hasil observasi dibeberapa usaha penjualan bunga diperoleh nilai kebutuhan air toko bunga sebesar 1 liter hari-1.
Proyeksi jumlah luas lahan terbagi menjadi 3 kategori yaitu sawah, tegal dan pekarangan. Penentuan proyeksi luas sawah, tegal dan pekarangan menggunakan metode eksponensial dengan nilai koefisien korelasi (r) berturut-turut sebesar 0.978, 0.906, 0.886.
Proyeksi Kebutuhan Air Perkiraan perkembangan penduduk, industri dan luas lahan irigasi diproyeksikan untuk masa yang akan datang. Proyeksi perkembangan jumlah penduduk, jumlah industri dan luas lahan irigasi menggunakan rumus yang sesuai dengan pola
Optimasi Alokasi Air Nilai kebutuhan air dan ketersediaan sudah diketahui, maka tahapan selanjutnya adalah menentukan biaya alokasi air dengan satuan Rp m-3. Penetapan biaya alokasi air didapatkan dari data yang diberikan oleh beberapa instansi, wawancara dari beberapa pihak dan
Amalia, et al.
Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan
studi literatur. Biaya alokasi ar yang ada dimasukkan ke dalam software QM 2.0 bersamaan dengan nilai ketersediaan dan nilai kebutuhan air yang ada di Kota Batu untuk mendapatkan biaya optimum untuk alokasi air. Metode yang digunakan untuk mendapatkan biaya optimasi yaitu metode simplex program linier. Menurut Indrawati, et al (2012), pemrograman linier dengan metode simplex harus memperhatikan fungsi tujuan yang linier dan batasan-batasan (fungsi kendala) yang ada yaitu pembatasan input yang dinyatakan dalam ketidaksaaan linier. 1. Fungsi Tujuan Menurut Wirdasari (2009), untuk merumuskan fungsi tujuan menentukan maksimum atau minimum dalam penelitian tersebut serta fungsi tujuan bertujuan menentukan koefisien dari variabel keputusan yang ada. Fungsi tujuan pada penelitian ini untuk meminimalkan nilai biaya alokasi air dari ketersediaan air yang ada menuju kebutuhan air. Ketersediaan air meliputi air tanah, air permukaan dan air hujan. Kebutuhan air yang ada meliputi kebutuhan air penduduk, air industri dan air irigasi. Fungsi tujuan minimum yaitu (Z) didapatkan dari biaya alokasi air per satuan volume air (ai) dalam satuan Rp m-3dan pengalokasian air (Xi) dalam satuan m3 . Fungsi tujuan minimum dapat dilihat pada Persamaan (11). Z =∑
irigasi (X7) dalam satuan m3; (2) kebutuhan air penduduk yaitu (R2) dalam m3,dimana pengalokasian air tanah untuk pendudukyaiu (X2) dalam m3 , pengalokasian air permukaan untuk pendudukyaitu (X5) dalam satuan m3 dan pengalokasian air hujan untuk penduduk(X8) dalam satuan m3; (3) kebutuhan air irigasi yaitu (R3) dalam m3,dimana pengalokasian air tanah untuk industriyaitu (X3) dalam m3 , pengalokasian air permukaan untuk industriyaitu (X6) dalam satuan m3 dan pengalokasian air hujan untuk industriyaitu (X9) dalam satuan m3; (4) total kebutuhan airdalam m3. Fungsi batasan kebutuhan air berturut-turut terdapat pada Persamaan (11)(14). X1 + X4 + X7 R1 X2 + X5 + X8 R2 X3 + X6 + X9 R3 ∑ R1 + R2 + R3
(11) (12) (13) (14)
Fungsi batasan pada optimasi alokasi air dibagi menjadi 4 yaitu ketersediaan air tanah (Q1), ketersediaan air permukaan (Q2) dan ketersediaan air hujan (Q3) Fungsi batasan ketersediaan air berturut-turut terdapat pada Persamaan (15)-(18). X1 + X2 + X3 Q1 X4 + X5 + X6 Q2 X7 + X8 + X9 Q3 ∑ Q1 + Q2 + Q3
(15) (16) (17) (18)
(10)
2. Fungsi Kendala Menurut Wirdasari (2009), fungsi kendala bertujuan menentukan sumberdaya untuk masing-masing peubah keputusan dan jumlah ketersediaan sumberdaya sebagai fungsi pembatas. Batasan-batasan yang ada pada penelitian ini meliputi keterbatasan air tanah, keterbatasan air hujan, keterbatasan air permukaan. Batasan dari kebutuhan yang ada meliputi keterbatasan air domestik, keterbatasan air industri dan keterbatasan air irigasi. Fungsi batasan yang ditinjau dari kebutuhan air dibagi atas 4 batasan yaitu : (1) kebutuhan air irigasi yaitu (R1) dalam m3dimana pengalokasian air tanah untuk irigasi yaitu(X1) dalam m3 , pengalokasian air permukaan untuk irigasi yaitu (X4) dalam satuan m3 dan pengalokasian air hujan untuk
Fungsi batasan yang ditinjau dari batasan pengalokasian air yang tidak boleh kurang dari 0 dikarenakan setiap aspek pasti membutuhkan alokasi air, sehingga tidak mungkin pengalokasian air kurang dari 0 atau bernilai negatif. Fungsi batasan pengalokasian air terdapat pada Persamaan (19). X1, X2, X3, X4, X5, X6, X7, X8, X9
0
(19)
Optimasi Biaya Optimasi biaya air pada penelitian ini mengacu pada tiga sumber air yang digunakan untuk kebutuhan air pada masingmasing sektor. Tarif biaya yang digunakan untuk pengalokasian air dari sumber air ke kebutuhan air yang adatergantung biaya operasional dari masing-masing pendistribusian. Tarif yang dipakai dalam
Amalia, et al.
pengalokasian air berdasarkan pemakaian dan sumber air terdapat pada Tabel 4.
Tabel 4. Tarif Pengalokasian Air Berdasarkan Pemakaian dan Sumber Penggunaan (Rp m-3) Sumber Penduduk Industri Irigasi Air Tanah 1820 4705 5868 Air Permukaan 6747 17247 19267 Air Hujan 2781 7112 160 Sumber :PDAM (2014); Dinas PU dan Binamarga (2014); Susianah dan Masduqi (2011); Nazharia dan Maryati (2011); Gunawan dan Rodilla (2009)
HASIL DAN PEMBAHASAN Ketersediaan Air Air tanah didapatkan dari salah satu variabel yaitu jumlah sumur bor. Jumlah sumur bor Kota Batu didapatkan nilai 1,031 unit pada Kecamatan Batu, 2,092 unit pada Kecamatan Bumiaji dan 583 unit pada Kecamatan Junrejo. Kecamatan Bumiaji memili jumlah sumur bor terbanyak dikarenakan memiliki luas administrasi terluas. Besar debit rata-rata tertinggi air permukaan Kota Batu tahun 2007 yang diperoleh dari dinas terkaitsebesar 7.396 m3detik-1 dan debit air terendah terdapat pada tahun 2012 sebesar 4.854 m3detik-1. Kota Batu memiliki 7 stasiun hujan yang tersebar merata dari 3 kecamatan yaitu Stasiun Ngujung, Ngaglik, Pendem, Temas, Tinjumoyo, Junggo dan Tlekung. Masingmasing stasiun hujan memiliki curah hujan yang berbeda tiap tahunnya. Pada tahun 2014, curah hujan rata-rata tertinggi terdapat pada Stasiun Junggo dengan nilai 1,938 mm dan curah hujan rata-rata terendah terdapat pada Stasiun Ngaglik dengan nilai 1,258 mm. Berdasarkan data di atas diperoleh hasil perhitungan kebutuhan air total (KAT), nilai ketersediaan air terbesar terletak pada Kecamatan Bumiaji karena nilai ketersediaan air hujan di Kecamatan Bumiaji sangat tinggi. Kemudian ketersediaan air terkecil terletak pada Kecamatan Junrejo dikarenakan banyaknya lahan pertanian yang terletak di daerah tersebut. Jumlah keseluruhan nilai ketersediaan air di Kota Batu sangat tinggi yaitu sebesar 611.694 juta m3 tahun-1. Hal ini dikarenakan kawasan Kota Batu yang
Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan
merupakan kawasan hulu DAS di wilayah Malang raya. Menurut Sholichin, et al (2014), nilai ketersediaan air khususnya air tanah di Kabupaten Pasuruan cenderung lebih kecil yaitu sebesar 43 juta m3 tahun-1. Hal ini dikarenakan Kabupaten Pasuruan bukan merupakan bagian hulu dan secara ketinggian, Kabupaten Pasuruan memiliki ketinggian wilayah yang cenderung rendah dibandingkan dengan Kota Batu. Nilai ketersediaan air Kota Batu dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Ketersediaan Kecamatan Kecamatan Batu Bumiaji Junrejo TOTAL
Q 16.657 56.930 42.654 116,241
Air
Dirinci
P R (juta m3 tahun-1) 35.774 77.352 100.720 217.775 20.185 43.646 156.68 338.773
Menurut KAT 129.783 375.425 106.485 611.694
Keterangan : R = Ketersediaan Air Hujan; P = Ketersediaan Air Permukaan; Q = Ketersediaan Air Tanah; KAT = Ketersediaan Air Total; KAT = R + P + Q
Kebutuhan Air Kebutuhan air didapatkan dari data jumlah penduduk, jumlah industri dan luas lahan irigasi dari beberapa dinas terkait. Jumlah penduduk pada tahun 2014 mengalami peningkatan dari tahun 2013 sebesar 7.826% pada Kecamatan Batu, 6.626% pada Kecamatan Bumiaji dan 8.759% pada Kecamatan Junrejo. Data jumlah industri mengalami peningkatan 3.581x lebih besar yang terletak pada Kecamatan Batu dan Kecamatan Junrejo mengalami peningkatan 10x lebih besar, namun terjadi penurunan pada Kecamatan Bumiaji sebesar 10.256%. Pada data luas lahan pertanian juga mengalami peningkatan pada Kecamatan Batu sebesar 0.021% dan Kecamatan Junrejo sebesar 0.016%, namun mengalami penurunan pada Kecamatan Bumiaji sebesar 0.002%. Data jumlah penduduk, jumlah industri dan luas area irigasi terdapat pada Tabel 6. Tabel 6. Jumlah Penduduk, Jumlah Industri dan Luas Area Irigasi Dirinci Menurut Kecamatan Kecamatan
2014 1. Penduduk (Jiwa) Batu 98,209 Bumiaji 60,764 Junrejo 52,325 JUMLAH 211,298 2. Industri (Unit) Batu 275 Bumiaji 43
2019
Tahun 2024
2029
2034
110,060 68,096 58,639 236,795
121,910 75,428 64,953 262,291
133,761 82,761 71,267 287,789
145,611 90,093 77,581 313,285
808 127
2,371 374
6,959 1,097
20,421 3,219
Amalia, et al.
Junrejo JUMLAH 3. Irigasi (Ha) Batu Bumiaji Junrejo JUMLAH
Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan
464 782
1,361 2,296
3,995 6,740
11,723 19,779
34,402 58,042
1,988 3,463 1,214 6,665
1,444 2,623 939 5,006
1,106 2,172 731 4,009
870 1,656 570 3,096
696 1,342 446 2,484
Data eksisting jumlah penduduk, jumlah industri maupun luas lahan irigasi, didapatkan dari proyeksi hingga tahun 2034. Jumlah penduduk mengalami peningkatan sebesar 48.267% dan jumlah industri mengalami peningkatan 73.223x lebih besar. Pada nilai luas lahan irigasi mengalami penurunan luas sebesar 62.731%. Hal ini dikarenakan lahan yang sudah terpakai untuk kegiatan pembangunan dan pariwisata. Berdasarkan hasil perhitungan nilai kebutuhan air di Kota Batu didapatkan nilai kebutuhan air di Kota Batu terus meningkat tiap tahunnya hingga tahun 2034. Nilai kebutuhan air terbesar terletak pada Kecamatan Batu dikarenakan wilayah tersebut merupakan pusat Kota. Sedangkan kebutuhan air terendah terletak pada Kecamatan Junrejo dikarenakan wilayah tersebut merupakan wilayah pertanian yang membutuhkan air tidak terlalu besar. Nilai kebutuhan air pada tahun 2019 mengalami penurunan sebesar 17% karena adanya penurunan kebutuhan air irigasi yang tidak diimbangi dengan kebutuhan air di sektor lainnya. Namun pada tahun berikutnya terjadi peningkatan kebutuhan air hingga tahun 2034 sebesar 1.842x lebih besar. Nilai kebutuhan air di Kota Batu terdapat pada Tabel 7. Tabel 7. Kebutuhan Air Dirinci Menurut Kecamatan Kecamatan 1. Penduduk Batu Bumiaji Junrejo JUMLAH 2. Industri Batu Bumiaji Junrejo JUMLAH 3. Irigasi Batu Bumiaji Junrejo JUMLAH TOTAL
2014
Kebutuhan Air (juta m3 tahun-1) 2019 2024 2029 2034
4.302 2.662 2.292 9.255
4.821 2.983 2.569 10.372
5.34 3.304 2.845 11.488
5.859 3.625 3.122 12.605
6.378 3.946 3.398 13.722
6.376 0.615 0.789 7.780
12.01 1.25 1.953 15.213
23.683 2.583 4.965 31.231
48.352 5.471 12.948 66.771
97.030 11.900 34.548 143.478
14.592 20.963 6.164 41.720 58.755
8.172 12.586 4.605 23.360 48.945
5.221 8.544 3.517 17.280 59.999
3.687 6.308 2.717 12.710 92.086
2.772 4.890 2.112 9.770 166.970
Hasil Optimasi Alokasi Air dan Biaya
Hasil dari optimasi alokasi air hingga dari tahun 2014-2034 terjadi perubahan alokasi. Tahun 2014-2029 mengalami optimasi alokasi air yang sama, namun pada tahun 2034 terjadi perubahan optimasi alokasi air. Pengalokasian air di Kota Batu diproyeksikan dari tahun 2014 hingga tahun 2034 dengan hasil alokasi air yang mengalami penurunan pada tahun 2019 sebesar 13.29%dikarenakan terjadi penyusutan lahan. Kemudian terjadi peningkatan alokasi air 1.474x lebih besar hingga tahun 2034 dikarenakan kebutuhan air industri mengalami peningkatan yang tajam. Sehingga didapatkan kenaikan alokasi air yang signifikan dari tahun 2014-2034 sebesar 1.145x lebih besar. Rincian optimalisasi alokasi air dan biaya operasional tahun 2014-2034 dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Hasil Optimasi Alokasi Air dan Biaya Operasional Alokasi Air (juta) Jenis Alokasi 2014 2019 2024 2029 2034 X2 9.254 10.371 11.488 12.605 0 X3 7.779 15.212 31.231 66.771 116.250 X1 0 0 0 0 0 X5 0 0 0 0 0 X6 0 0 0 0 0 X4 0 0 0 0 0 X8 0 0 0 0 13.721 X9 0 0 0 0 27.237 X7 41.719 25.362 17.281 12.711 9.773 Volume 58.753 50.946 60.001 92.088 126.023 (m3) Biaya 60.122 94.509 170.672 339.134 780.339 (Rp) Keterangan : X1 = pengalokasian air tanah untuk irigasi; X2 = pengalokasian air tanah untuk penduduk; X3 = pengalokasian air tanah untuk industri; X4 = pengalokasian air permukaan untuk irigasi; X5 = pengalokasian air permukaan untuk penduduk; X6 = pengalokasian air permukaan untuk industri; X7 = pengalokasian air hujan untuk irigasi; X8 = pengalokasian air hujan untuk penduduk; X9 = pengalokasian air hujan untuk industri
Formula optimasi alokasi air dan biaya operasional alokasi tahun 2014-2029 terdapat pada persamaan (20), sedangkan formula optimasi alokasi air tahun 2034 terdapat pada persamaan (21). Z = 1.820X2 + 4.705X3 + 160X7 (20) Z = 4.705X3 + 160X7 + 2.781X8 + 7.112X9 (21) Berdasarkan formula optimasi alokasi airdan biaya operasional di atas, padatahun 2014 biaya operasional yang dibutuhkan untuk
Amalia, et al.
alokasi kebutuhan air penduduk, industri dan irigasi berturut-turut adalah Rp 16.842 milyar, Rp 36.6 milyar, dan Rp 6.675 milyar. Pada tahun 2034 terjadi perubahan biaya operasional alokasi air dengan rincian kebutuhan air penduduk sebesar Rp 38.158 milyar, kebutuhan air industri sebesar Rp 740.666 milyar dan kebutuhan air irigasi sebesar Rp 1.564 milyar. Biaya alokasi air pada tahun 2014 hingga tahun 2034 mengalami peningkatan 11.98x lebih besardikarenakan kebutuhan air yang dan biaya operasional yang tinggi. Rekomendasi yang dapat diberikan adalah supaya pemerintah dapat mengantisipasi peningkatan kebutuhan air yang secara otomatis memerlukan biaya operasional yang lebih tinggi. Pengalokasian air harus dapat dirumuskan secara bijaksana agar kebutuhan air dari seluruh faktor dapat tercukupi. DAFTAR PUSTAKA Adhiatma, Prayogi, et al. 2014. Studi Pola Pemberian Air Irigasi Berdasarkan Faktor Jarak sebagai Upaya Pemenuhan Kebutuhan Air di Daerah Irigasi Kedungkandang Kabupaten Malang. Diakses tanggal 19 Februari 2015. http://pengairan.ub.ac.id/wpcontent/uploads/2014/02/Studi-PolaPemberiam-Air-Irigasi-BerdasarkanFaktor-Jarak-Sebagai-UpayaPemenuhan-Kebutuhan-Air-Di-DaerahIrigasi-Kedungkandang-KabupatenMalang-Prayogi-Adhiatma0910640060.pdf Akmal, et al. 2014. Efisiensi Irigasi pada Petak Tersier di Daerah Irigasi Lawe Bulan Kebupaten Aceh Tenggara. Jurnal Teknik Sipil. 3(3):22. Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA). 2013. Penataan Sumber Daya Air Kota Batu. Batu. ______. 2014. Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum Kota Batu. Batu. Dinas Pengairan dan Binamarga. 2014. Survey dan Pemetaan Air Bawah Tanah dan Sumber Mata Air di Kota Batu. Batu. Gunawan dan Rodhilla, Iftia. 2009. Rehabilitasi Bendung Jejeruk untu Irigasi. Diakses tanggal 3 Maret 2014.
Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan
http://eprints.undip.ac.id/34647/11/20 54_chapter_VIII.pdf. Indrawati, et al. 2012. Aplikasi Metode Simpleks pada Produksi Padi di Kabupaten Ogan Ilir serta Analisis Kelayakan Produksi secara Sensitivitas. 15(2A):50. Kantor Lingkungan Hidup (KLH) Kota Batu. 2012. Laporan Pemantauan Kualitas Air Sungai dan Mata Air Kota Batu. Batu. Nazharia, C dan Sri M. 2011. Perhitungan Pembiayaan Pemanenan Air Hujan sebagai Sistem Penyediaan Air Bersih dalam Berbagai Skala di Kelurahan Sukajadi Kota Dumai. Jurnal Teknik Perencanaan dan Wilayah Kota. 2(1):84. Nelwan, Claudia, et al. 2013. Optimasi Pendistribusian Air dengan Menggunakan Metode Least Cost dan Metode Modified Distribution (Studi Kasus: PDAM Kabupaten Minahasa Utara). Jurnal Ilmiah Sains. 13(1):47. Ningsih, Dewi Handayani Untari. 2012. Metode Thiessen Polygon untuk Ramalan Sebaran Curah Hujan Periode Tertentu pada Wilayah yang Tidak Memiliki Data Curah Hujan. Jurnal Teknik Teknologi Informasi DINAMIK. 17(2):156. Nurcahyono. 2008. Analisis Kebutuhan Air Bersih. Diakses 20 Maret 2015. eprints.undip.ac.id/34051/8/1915_CHA PTER_V. Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 17 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Air Tanah. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 03 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga. Sari, Indra Kusuma, et al. 2007. Analisa Ketersediaan dan Kebutuhan Air di DAS Sampean. Diakses 2 Maret 2015. jurnalpengairan.ub.ac.id/index.php/jtp /article/download/118/118. Solichin, M., et al. 2014. Analisis Satuan Kemampuan Lahan Ketersediaan Air Tanah di Kabupaten Pasuruan. Diakses tanggal 14 Juli 2015. http://pengairan.ub.ac.id/wpcontent/uploads/2014/02/AnalisisSatuan-Kemampuan-LahanKetersediaan-Air-Tanah-Di-Kabupaten-
Amalia, et al.
Pasuruan-Idelia-Ditta-Jannati0910640047.pdf. Susianah, T dan Ali M. 2011. Air Hujan sebagai Alternatif Pemenuhan Kebutuhan Air Minum di Kecamatan Ranuyoso Kabupaten Lumajang. Diakses tanggal 3 Maret 2014. http://personal.its.ac.id/files/pub/393 1-ali-masduqi-Titiek-Lumjang.pdf. Wirdasari, Dian. 2009. Metode Simpleks dalam Program Linier. Jurnal SAINTIKOM. 6(1):277.
Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan