Jurnal Ilmu Pertanian dan Perikanan Juni 2013 Vol. 2 No.1 Hal : 11-18 ISSN 2302-6308
Available online at: http://umbidharma.org/jipp
KETERSEDIAAN LAHAN RESAPAN AIR DI KOTA TANGERANG (The Adequacy of Water Recharge Area in Tangerang Municipality) Juwarin Pancawati1* 1Jurusan
Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Jalan Raya Jakarta Km 4 Pakupatan Serang Telpon 0254-280330 *Korespondensi:
[email protected] Diterima: 22 Februari 2013 / Disetujui: 3 Mei 2013
ABSTRAK Keberadaan daerah resapan air di Kota Tangerang diperlukan karena sebagian besar masyarakat masih mengandalkan air tanah untuk memenuhi kebutuhannya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kecukupan lahan yang berfungsi sebagai daerah resapan air di Kota Tangerang. Kebutuhan lahan dihitung berdasarkan kebutuhan air (Metode Fakultas Kehutanan IPB) dengan mempertimbangkan kebutuhan air per tahun, pasokan perusahaan air minum (PDAM), potensi air tanah saat ini, dan kemampuan retensi tanah. Kecukupan lahan dianalisis dengan membandingkan antara jumlah kebutuhan dengan kondisi yang ada. Kebutuhan daerah resapan air sebesar 489.443,9 hektar, sedangkan ruang terbuka yang ada hanya seluas 7.705,3 hektar. Kebutuhan tanah bahkan jauh melampaui total luas Kota Tangerang, sehingga mustahil untuk terpenuhi. Kata kunci: kebutuhan, ketersediaan, lahan, resapan air ABSTRACT The existence of water recharge area Tangerang Municipality necessary because most of the people still rely on groundwater to fulfill the needs. This research aims to analyze the adequacy of land that serve as water recharge area in Tangerang Municipality. The land requirement were calculated based on water needs (Faculty of Forestry IPB method) by considering the water needs per year, supplies of water company (PDAM), current ground water potential, and capabilities of soil’s retention. The adequacy was analyzed by comparing between the amounts of requirements with existing conditions. The requirement of water recharge area was 489,443.9 hectares, whereas the existing open space is only 7,705.3 hectares. The land requirements even far beyond the total area of Tangerang Municipality, making it impossible to fulfilled. Keywords: adequacy, land, requirement, water recharge PENDAHULUAN Air merupakan sumberdaya yang sangat diperlukan oleh mahluk hidup khususnya manusia dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, baik untuk kebutuhan domestik, pertanian, industri
dan lain-lain. Sementara disadari bahwa keberadaan air di permukaan bumi dibatasi oleh ruang dan waktu. Air sebagai penopang pembangunan semakin terancam keberadaannya baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Kondisi tersebut memerlukan penanganan yang
12
PANCAWATI
khusus dan berkelanjutan sehingga keberadaan air dapat tetap dipelihara dan dipertahankan kualitas dan kuantitasnya. Lahan resapan merupakan salah satu sarana yang dapat mengkonservasi air, dan diharapkan dapat menanggulangi permasalahan ketersediaan air di Kota Tangerang. Banyaknya akar tanaman diharapkan akan mampu menambah lubang pori-pori tanah, sehingga air dapat masuk ke pori tersebut dan kelebihan air di permukaan tanah manjadi kurang. Usaha konservasi air bertujuan memanfaatkan air yang jatuh kepermukaan bumi dengan sebaik-baiknya agar tidak terbuang dengan sia-sia (Arsyad, 1989). Kota Tangerang merupakan wilyah pesisir yang memiliki pertumbuhan pesat baik dari sisi ekonomi maupun jumlah penduduk. Hingga tahun 2006, jumlah penduduk yang telah terlayani air bersih melalui sistem perpipaan baru dapat mencapai 20%, dan terbatas pada wilayah-wilayah tertentu. Sebagian besar penduduk Kota Tangerang (sekitar 73%) masih mengandalkan pemanfaatan sumber air tanah (sumur gali/sumur pompa) untuk mencukupi kebutuhannya. Mengingat besarnya jumlah penduduk yang masih menggunakan air bawah tanah sudah seyogyanya pemerintah Kota Tangerang berkewajiban untuk menjaga kualitas dan kuantitas air bawah tanah. Salah satu upaya mempertahankan keberadaan air bawah tanah antara lain dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas lahan resapan dalam bentuk ruang terbuka hijau (Thohir, 1991). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis ketersediaan lahan resapan untuk memenuhi kebutuhan air bersih penduduk Kota Tangerang. METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di wilayah administrasi Kota Tangerang, Propinsi Banten. Proses penelitian dimulai
JIPP dengan pengumpulan data, analisis dan diakhiri dengan penyusunan laporan, pada bulan Mei hingga Desember 2009. Jenis dan Sumber Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini sebagian besar berupa data sekunder, yaitu Peta Administrasi Kota Tangerang, Citra Ikonos tahun 2007 yang diolah untuk memperoleh informasi penutupan lahan, luas wilayah, jumlah penduduk, jumlah dan distribusi air minum oleh PDAM, dan jumlah potensi air tanah Kota Tangerang. Peta Administrasi, Citra Ikonos dan olahannya diakses dari Dinas Tata Kota Tangerang. Luas wilayah dan jumlah penduduk bersumber dari data BPS, jumlah dan distribusi air minum diperoleh dari PDAM Kerta Raharja dan PDAM Tirta Benteng, sedangkan jumlah potensi air tanah diperoleh dari BPLH Kota Tangerang. Analisis Data Analisis penutupan lahan Analisis penutupan lahan dilakukan untuk memperoleh informasi penutupan lahan eksisting. Informasi tersebut diperlukan untuk mengetahui kecukupan lahan terbuka dalam menjaga jumlah air tanah yang diperlukan bagi penduduk Kota Tangerang. Langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1) Pemotongan citra, atau cropping dilakukan untuk membatasi daerah penelitian. Pemotongan citra menggunakan peta digital Kota Tangerang, mencakup seluruh wilayah administratif Kota Tangerang. 2) Citra kemudian didigitasi sesuai dengan jenis penutupan lahannya. Adapun jenis penutupan lahan dikelaskan menjadi; 1) ruang terbangun, 2) lahan bervegetasi pohon, 3) lahan bervegetasi semak, rumput, perdu dan tanaman pertanian semusim, dan 4) lahan kosong (tanpa vegetasi). 3) Pengecekan lapang. Pengecekan ini dilakukan untuk memperoleh infor-
Vol. 2, 2013
Ketersediaan Lahan Resapan Air
masi dan kondisi Kota Tangerang terkini secara nyata. Perubahan penggunaan lahan yang terjadi dicatat koordinatnya, untuk kemudian dilakukan koreksi pada peta penutupan lahan yang akan dihasilkan. Analisis kebutuhan lahan resapan bagi penduduk Kota Tangerang Kebutuhan air dalam penelitian ini dihitung berdasarkan kebutuhan air bersih penduduk Kota Tangerang. Kebutuhan air bergantung pada faktor; kebutuhan air bersih per tahun, jumlah yang dapat disediakan oleh PAM, potensi air saat ini, kemampuan tanah dalam menyimpan air (Sutisna, et al., 1987 diacu dalam Dahlan, 1992). Faktor tersebut dirumuskan oleh Tim Fakultas Kehutanan IPB dalam persamaan sebagai berikut:
La
Po .K 1 R C z
t
PAM
Pa
Keterangan: La adalah luas lahan yang diperlukan untuk mencukupi kebutuhan air (Ha) Po adalah jumlah penduduk pada tahun ke 0 K adalah konsumsi air per kapita (liter/hari) R adalah laju peningkatan pemakaian air (biasanya seiring dengan laju pertumbuhan penduduk kota setempat) C adalah faktor koreksi; tergantung upaya pemerintah untuk menurunkan laju pertumbuhan penduduk (%) PAM adalah kapasitas suplai air oleh PAM (dalam m3/tahun) t adalah tahun ke Pa adalah potensi air tanah saat ini (m3/tahun) z adalah kemampuan ruang terbuka dalam menyimpan air (m3/ha/ tahun)
13
Asumsi yang digunakan dalam perhitungan ini adalah: Potensi air tanah tersebar merata di seluruh kawasan Sumber air berasal dari kota Tangerang dan tidak ada suplai dari daerah lain Standar kebutuhan konsumsi air bersih 300 liter/orang/hari hanya bersumber dari PDAM dan air tanah dengan kapasitas suplai air bersih tetap Jenis vegetasi yang digunakan memiliki kemampuan yang sama dalam meresapkan air Laju pertambahan penduduk 10 tahun yang akan datang relatif tetap Ketersediaan lahan resapan dianalisis secara kuantitatif dengan menselisihkan antara kebutuhan dengan kondisi eksisting. Lahan resapan berdasarkan pendekatan ini meliputi seluruh bentuk lahan terbuka yang memungkinkan terjadi peresapan air hujan ke dalam tanah, termasuk di dalamnya adalah lahan kosong, bervegetasi pohon, semak belukar, padang rumput, lahan budidaya pertanian, jalur hijau dan sebagainya HASIL DAN PEMBAHASAN Penutupan Lahan Kota Tangerang Berdasarkan kenampakan citra Ikonos dan survei lapang, penutupan lahan di Kota Tangerang dapat dikelompokkan menjadi 4 kelas, yaitu; lahan bervegetasi pohon atau tanaman keras sebesar 973,6 Hektar (6%), lahan bervegetasi semak, rumput, dan tanaman musiman (sawah/ladang) seluas 6.518,9 Hektar (39%), lahan kosong atau tidak bervegetasi seluas 212,8 Hektar (1%), dan lahan terbangun, baik berupa pemukiman, bangunan industri, bangunan infrastuktur, dan bentuk lainnya seluas 8.888,2 Hektar (54%). Lahan resapan merupakan lahan terbuka, tidak terbangun sehingga dapat meresapkan air ke dalam tanah. Sehingga luas lahan
14
PANCAWATI
resapan eksisting di Kota Tangerang adalah 7.705,3 Hektar. Kebutuhan Lahan Resapan Guna Memenuhi Kebutuhan Air Penduduk Kota Tangerang Kebutuhan air bergantung pada faktor; kebutuhan air bersih per tahun, jumlah yang dapat disediakan oleh PAM, potensi air saat ini, kemampuan tanah dalam menyimpan air. Kebutuhan air bersih. Besarnya konsumsi air bagi penduduk yang digunakan pada perhitungan ini adalah jumlah konsumsi air bersih standar kebutuhan rumah tangga 300 liter/ orang/hari, dengan menggunakan asumsi bahwa angka yang digunakan adalah angka konsumsi air setiap penduduk Kota Tangerang tanpa membedakan jenis dan kelompok pelanggan. Sehingga, dengan jumlah penduduk mencapai 1.531.666 jiwa maka dibutuhkan 459.499.800 liter air bersih setiap hari, atau 167.717.427 m3 per tahun. Usaha penyediaan air bersih. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan, sarana air bersih yang paling banyak digunakan penduduk adalah sumur pompa (54,92%) dan sambungan langsung PDAM (21,92%). Sistem Perpipaan PAM di Kota Tangerang dikelola PDAM Kabupaten Tangerang (PDAM Tirta Rajasa) dan PDAM Kota Tangerang (PDAM Tirta Benteng). PDAM Tirta Rajasa memiliki wilayah pelayanan Kecamatan Tangerang dan Kecamatan Jatiuwung. Total kapasitas terpasang saat ini sekitar 740 liter/detik. PDAM Tirta Benteng Kota Tangerang melayani beberapa wilayah di Kecamatan Neglasari, Batuceper, Cipondoh, Benda, sebagian Tangerang, Jatiuwung, Ciledug, Pinang. Jumlah pelanggan
JIPP mencapai 16.500 pelanggan, dengan kapasitas pasokan sekitar 370 liter/detik yang didistribusikan kepada masyarakat. Potensi air tanah Secara umum potensi air bawah tanah Kota Tangerang relatif minim. Hal ini disebabkan letak geografis Kota Tangerang yang berada di antara subcekungan Tangerang dan subcekungan Jakarta. Namun potensi air tanahnya lebih banyak di wilayah Jakarta. Selain itu secara geologis, Kota Tangerang dilapisi endapan batuan aluvial yang terdiri dari lapisan batu kerikil, kerakal, pasir dan lempung. Lapisan aluvial seperti ini cenderung tidak menyimpan air, namun bersifat meloloskan air. Air tanah di Kota Tangerang umumnya diperoleh masyarakat melalui sumur bor dengan air tertekan. Air tanah di Kota Tangerang pada umumnya memiliki kemungkinan luah sumur (possibility of well yields) antara 2-25 liter per detik, dengan kedalaman aquifer 3-21 meter di bawah permukaan tanah (DLH Kota Tangerang 2005). Di beberapa tempat di Kota Tangerang telah dijumpai titik air asin, antara lain Kecamatan Benda dan Kecamatan Batu Ceper. Kemampuan lahan menyimpan air Curah hujan merupakan sumber air tanah yang potensial, namun konversi lahan dari ruang terbuka menjadi ruang terbangun berdampak pada hilangnya potensi sumber daya air. Beberapa faktor lain yang dapat mempengaruhi daya serap tanah antara lain; jenis tanah, sistem pengolahan tanah, keadaan air tanah, jenis vegetasi, dan penggunaan lahan (Asdak 1995 dan Pawitan 1989).
Vol. 2, 2013
Ketersediaan Lahan Resapan Air
15
Vegetasi Pohon 6% semak, rumput, tanaman semusim 39%
Lahan terbangun 54%
Lahan kosong 1%
Gambar 1 Komposisi Penutupan Lahan Kota Tangerang Tahun 2007. Daya simpan tanah terhadap air juga dipengaruhi oleh daya infiltrasinya. Isyari (2005) menyatakan laju infiltrasi untuk beberapa jenis penggunaan lahan berbeda-beda; hutan 2,02 cm/menit, tegalan 0,91 cm/menit, semak 0,84 cm/ menit, kebun 0,73 cm/menit, pemukiman 0,53 cm/menit, dan sawah 0,36 cm/menit. Penggunaan lahan sebagai hutan kota mampu menyimpan air tanah sebesar 900 m3/ha/tahun dan dapat mentransfer air 4.000 liter/hari (Joga 2004 dan DPP DKI Jakarta 2003). Belum ada penelitian lain yang dilakukan untuk membandingkan kapasitas penyimpa-nan air oleh tanah pada berbagai peng-gunaan lahan, sehingga nilai standard tersebut masih dijadikan acuan dalam perhitungan kebutuhan luas lahan resapan untuk penyediaan air di Kota Tangerang. Berdasarkan pertimbangan atas kebutuhan air bersih per tahun, jumlah yang dapat disediakan oleh PAM, potensi air saat ini, dan kemampuan tanah dalam menyimpan air, maka kebutuhan lahan resapan untuk Kota Tangerang
seluas 489.443,4 ha. Peningkatan jumlah penduduk akan menyebabkan kebutuhan ini diproyeksikan terus meningkat menjadi 586.307,4 ha pada tahun 2018. Ketersediaan Lahan Resapan untuk Memenuhi Kebutuhan Air Bersih Bagi Penduduk Kota Tangerang Kecukupan lahan untuk memenuhi kebutuhan air di Kota Tangerang sulit terpenuhi, sebab jumlah lahan resapan yang dibutuhkan jauh melampaui luas wilayah Kota Tangerang. Lahan terbuka yang tersedia hanya seluas 7.705,3 Hektar. Luasan ini hanya mampu memenuhi 1,5 % kebutuhan lahan resapan tersebut (Tabel 1). Tingginya kebutuhan lahan resapan yang melebihi luas wilayah Kota Tangerang menunjukkan bahwa perluasan area resapan tidak dapat menjadi solusi tunggal dalam peningkatan ketersediaan air bersih di Kota Tangerang. Upaya pemenuhan kebutuhan air bersih bagi penduduk Kota Tangerang harus diintegrasikan dengan upaya-upaya lain selain perluasan area resapan.
16
PANCAWATI
JIPP
Tabel 1 Ketersediaan lahan resapan air di Kota Tangerang Tahun 2008 Kecamatan
Lahan Resapan (Hektar) Eksisting
Kebutuhan
Ketersediaan
Ciledug
228,6
27.500,0
-27.271,4
Larangan
145,4
37.113,7
-36.968.3
Karang Tengah
369,2
25.069,3
-24.700,1
Cipondoh
863,0
34.394,1
-33.531,1
1.562,0
24.835,4
-23.273,4
Tangerang Karawaci
698,4 507,5
7.640.5 29.861.4
-6.942,1 -29.353.9
Cibodas
367,6
19.254.1
-18.886.5
Jatiuwung
708,9
14.692.4
-13.983,5
Periuk
458,1
11.623,8
-11.165,7
Neglasari
681,0
10.703,1
-10.022,1
Batuceper
434,3
-250,8
685,1
681,4 7.705,4
11.183,4 253,620,4
-10.502,0 -245.915,0
Pinang
Benda Kota Tangerang Sumber: Hasil analisis
Gambar 2 menunjukkan bahwa dari 13 kecamatan yang ada, hanya Kecamatan Batuceper yang memiliki jumlah lahan resapan mencukupi. Kecukupan ini bukan disebabkan jumlah luas lahan terbuka yang tinggi, namun kebutuhan air bersih di Kecamatan Batuceper sudah terpasok sepenuhnya oleh PDAM, bahkan surplus sebesar 250,8 m3/tahun. Kebutuhan air bersih di Kecamatan Batuceper dipasok oleh 2 instansi PDAM, yaitu PDAM Kerta Raharja dengan kapasitas suplai 14.199.224 m3/tahun dan PDAM Tirta Benteng dengan kapasitas suplai 9.887.002 m3/tahun. Hasil analisis kecukupan lahan menunjukkan fakta tentang pernyataan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/M/PRT/2008. Dalam peraturan tersebut dinyatakan bahwa proporsi 30% dari luas wilayah berupa lahan terbuka hijau merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hidrologi, keseimbangan mikroklimat, maupun sistem ekologis lain yang dapat meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan
masyarakat kota (Bab II sub 2.1.a). Namun berdasarkan hasil analisis, meski luas lahan terbuka hijau di Kota Tangerang masih lebih dari 30%, luasan ini tidak dapat menjamin ketersediaan air tanah yang memadai bagi penduduk Kota Tangerang. Padahal dalam analisis kecukupan lahan tersebut, seluruh lahan resapan yang tersedia diasumsikan berupa hutan kota, dimana jenis penggunaan lahan ini memiliki kemampuan tertinggi dalam meresapkan aliran permukaan (Ardiyansyah 2007 dan Iverson et al. 1993). Sedangkan kondisi eksisting lahan terbuka di Kota Tangerang lebih didominasi oleh vegetasi rumput, semak dan vegetasi sejenisnya. Hal ini berarti dengan jenis penggunaan lahan terbuka yang ada, lahan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan air jumlahnya lebih besar dari yang diperhitungkan. Asumsi yang digunakan dalam perhitungan kebutuhan luas lahan resapan tersebut adalah air yang dikonsumsi di Kota Tangerang hanya berasal dari Kota Tangerang dan tidak berasal dari wilayah lain.
Vol. 2, 2013
Ketersediaan Lahan Resapan Air
17
Gambar 2 Kebutuhan lahan resapan air di Kota Tangerang. Pada kenyataannya tidak demikian. Air yang dikonsumsi penduduk Kota Tangerang dapat dipasok dari berbagai wilayah. Air minum yang dikonsumsi penduduk tidak selalu berasal dari air sumur atau sistem pipa PDAM, namun dapat berasal dari air minum dalam kemasan atau air minum isi ulang yang didistribusikan menggunakan angkutan darat. Air tanah tidak hanya berasal dari wilayah Tangerang saja, namun dipasok dari wilayah tangkapan hujan yang berada di bagian wilayah yang lebih tinggi, dalam hal ini Tangerang bagian selatan dan Bogor. KESIMPULAN Lahan resapan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan air bersih bagi penduduk Kota Tangerang adalah 489.443,9 Hektar, sedangkan kondisi eksisting lahan terbuka hanya 7.705,3 ha. Luasan ini hanya mampu memenuhi 1,5% kebutuhan lahan resapan tersebut. Kebutuhan lahan tersebut jauh melampaui luas wilayah Kota Tangerang, sehingga mustahil untuk dipenuhi.
DAFTAR PUSTAKA Ardiyansyah AN. 2007. Studi Kapasitas Infiltrasi Pada Berbagai Macam Penggunaan Lahan Di Sub Das Hulu Cikapundung. [Skripsi]. Bandung. Universitas Persada Indonesia. Arsyad S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Bogor. IPB Press. Asdak C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta. Gajah Mada University Press. Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Tangerang. 2008. Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) Kota Tangerang. Tangerang. Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Tangerang. Dahlan EN. 1992. Hutan kota untuk Pengelolaan dan Peningkatan Kualitas Lingkungan Hidup. Bogor. Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia. Departemen Pekerjaan Umum. 1998. Persyaratan Teknis Bangunan Gedung. Jakarta. PT. Medisa.
18
PANCAWATI
Dinas Lingkungan Hidup Kota Tangerang. 2005. Identifikasi dan Pemetaan Konservasi Air Tanah Dangkal dan Air Tanah Dalam. Tangerang. Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Kota Tangerang. [DPP] Dinas Pertamanan Provinsi DKI Jakarta. 2003. Realisasi Daerah Hijau pada Tata Ruang Kota. [Makalah]. Seminar Percepatan Ruang Terbuka Hijau Kota Jakarta. Dinas Pertamanan Profinsi DKI Jakarta, Jakarta (3 Juli 2003). Isyari A. 2005. Pendugaan Laju Infiltrsasi pada Beberapa Penggunaan Lahan Di DAS Ciliwung Bagian Hulu. [Skripsi]. Bogor. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
JIPP Iverson LR, S Brown, A Grainger, A Prasad, and D Liu. 1993. Carbon Sequestration In Tropical Asia: An Assessment of Technically Suitable Forest Lands Using Geographic Information System Analysis. Climate Research 3: 23-38 Joga N. 2004. Kota Taman Singapura, Sebuah Refleksi bagi Jakarta. Kompas: 4 Juni 2004. http:// www.kompas.com/kompas-cetak/ 0406/07/Properti/ 1063304.htm Pawitan H. 1989. Karakterisasi Hidrologi dan Daur Limpasan Permukaan Daerah Aliran Sungai Ciliwung. [Laporan Penelitian]. Bogor. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Thohir KA. 1991. Butir-Butir Tata Lingkungan. Jakarta. Rineka Cipta.