JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)
1
Arahan Pengendalian Alih Fungsi Daerah Resapan Air Menjadi Lahan Terbangun di Kecamatan Lembang, Bandung Nastiti Premono Putri, Heru Purwadio Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia e-mail:
[email protected] Abstrak— Kecamatan Lembang merupakan wilayah resapan utama air tanah cekungan Bandung sehingga Kecamatan Lembang sangat penting dalam peranannya sebagai cadangan air bagi wilayah bawahannya seperti Kota Bandung dan Kota Cimahi. Namun seiring dengan perkembangan wilayah Kecamatan Lembang, lahan terbangun yang tumbuh tidak terkendali sehingga mengancam ketersediaan daerah resapan air dan keseimbangan sumber daya air di wilayah ini. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan arahan pengendalian alih fungsi daerah resapan air yang terjadi di Kecamatan Lembang. Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahap analisis. Yaitu, menganalisis pembagian klasifikasi alih fungsi lahan berdasarkan dampak alih fungsi lahan dengan menggunakan analisis data statistik, lalu menentukan faktor-faktor penyebab alih fungsi daerah resapan air melalui metode analisis delphi berdasarkan pembagian klasifikasi alih fungsi serta menentukan arahan pengendalian alih fungsi daerah resapan air dengan menggunakan analisis triangulasi. Hasil dari penelitian ini adalah arahan pengendalian alih fungsi daerah resapan air menjadi lahan terbangun di Kecamatan Lembang terbagi menjadi 2 klasifikasi (klasifikasi dampak alih fungsi tinggi dan rendah) berdasarkan faktor-faktor penyebab alih fungsi yang berpengaruh pada setiap klasifikasi. Secara garis besar, arahan pengendalian alih fungsi lahan yang didapatkan adalah disinsentif melalui pembatasan penyediaan infrastruktur seperti jaringan jalan, melakukan integrasi pelaksanaan peraturan dari pusat hingga ke perangkat kecamatan dalam hal pengawasan dan perizinan agar kebijakan daerah dapat berjalan efektif, menyetop alih fungsi daerah resapan air serta mengembalikan fungsi lindung daerah resapan air yang telah beralih fungsi menjadi wisata alam dan RTH. Kata kunci: alih fungsi lahan, pengendalian alih fungsi lahan. I. PENDAHULUAN ecamatan Lembang merupakan kawasan resapan air di wilayah Bandung Utara. Data dari direktorat Geologi dan Tata Lingkungan menyebutkan bahwa 60% dari 108 juta m3 air tanah dari dataran tinggi sekitar Bandung yang masuk ke Cekungan Bandung berasal dari wilayah Bandung Utara. Sehingga kawasan Bandung Utara berfungsi sebagai daerah
K
resapan air yang mempunyai peran dalam produktivitas akuifer sedang sampai tinggi[1]. Berdasarkan hasil penelitian Direktorat Geologi Tata Lingkungan, secara umum Kecamatan Lembang termasuk ke dalam Zona Konservasi Air Tanah IV di wilayah Cekungan Bandung. Zona ini merupakan wilayah resapan utama air tanah cekungan Bandung. . Zona ini merupakan wilayah resapan utama air tanah cekungan Bandung. Pengambilan air tanah di wilayah ini dilarang pada semua kedalaman kecuali untuk keperluan air minum dan rumah tangga penduduk setempat. Dengan demikian setiap perubahan guna lahan di kawasan ini berakibat pada ketersediaan air yang berpengaruh pada lingkungan sekitarnya [2]. Dari lima wilayah mintakat di Kabupaten Bandung Barat, Mintakat Gunung Tangkuban Parahu yang meliputi Kecamatan Lembang merupakan zona yang paling luas pemberian ijin lokasinya. Izin yang dikeluarkan pemerintah sampai dengan tahun 1996 mencapai seluas 2.163,59 hektare untuk 40 pengembang [3] Saat ini, lebih dari 2000 ha lahan konservasi di kecamatan Lembang telah dipenuhi oleh bangunan, padahal yang diperbolehkan berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bandung hanya seluas 1.035 ha, dimana 2000 ha lahan tersebut merupakan sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikapundung, Cimahi, Citarik Hulu yang bermuara di Sungai Citarum. Akibatnya, beberapa sumber air seperti Tampian Cicadas sejak tahun 2007 mengalami kekeringan dan Situ persatuan Perikanan Indonesia (PPI) telah diuruk.[4] Pembangunan yang tidak terkendali merupakan bukti bahwa pemerintah cenderung hanya menerbitkan izin pembangunan kepada masyarakat, tanpa mengkaji proses pembangunan, mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan. [5] Permasalahan inilah yang menjadi ancaman dari keberlanjutan dari fungsi daerah resapan air dalam mempertahankan fungsinya sebagai resapan air dan mempertahankan keseimbangan sumber daya air untuk wilayah bawahannya.. Berdasarkan permasalahan yang ditemukan maka peneliti akan menentukan arahan pengendalian alih fungsi lahan daerah resapan air menjadi lahan terbangun di Kecamatan Lembang, Bandung. II. METODE PENELITIAN Berdasarkan tujuan penelitian yaitu merumuskan arahan pengendalian alih fungsi daerah resapan air menjadi lahan terbangun di Kecamatan Lembang. Maka metode pendekatan penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) mengolah data di lapangan, kemudian menganalisa dan ditarik kesimpulan. Tahapan penelitian ini mengacu pada pendekatan penelitian kualitatif. Analisis data dilakukan melalui pengumpulan data di lapangan. Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan terbagi menjadi dua, yaitu survey primer (observasi di lapangan, wawancara dan kuesioner), dan survey sekunder. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif statistik untuk menghitung dampak alih fungsi yang ditimbulkan untuk kemudian dibagi ke dalam dua klasifikasi wilayah sesuai nilai dampak alih fungsi yang ditimbulkan. Kemudian analisis delphi untuk menentukan faktor yang berpengaruh terhadap alih fungsi daerah resapan air di setiap klasifikasi dengan melakukan rekapitulasi hasil kuesioner terhadap stakeholder. Adapun stakeholder yang terlibat dalam penelitian ini adalah stakeholder yang benar-benar berkompeten pada bidangnya dan paham tentang kondisi di lapangan. Stakeholderstakeholder yang dipilih dalam penelitian ini terlibat untuk analisis Delphi dan Deskriptif. Para stakeholder ini mewakili pihak pemerintah, akademisi dan masyarakat. Tabel 1. Stakeholder dalam Penelitian Komponen Pemerintah
Akademisi Masyarakat
Stakeholders Bappeda Kabupaten Bandung Barat Dinas Cipta Karya Kabupaten Bandung Barat Perangkat Pemerintahan Kecamatan Lembang Dosen Tata Guna Lahan Pakar Tata Guna Lahan LSM Lingkungan Hidup Walhi Jawa Barat Tokoh Masyarakat
Teknik analisis untuk merumuskan arahan pengendalian alih fungsi daerah resapan air menjadi lahan terbangun di Kecamatan Lembang adalah dengan menggunakan teknik analisa triangulasi sesuai dengan faktor yang mempengaruhi alih fungsi di setiap klasifikasi, tinjauan literatur terkait pengendalian alih fungsi lahan dan tinjauan kebijakan daerah mengenai pengendalian pemanfaatan ruang. III. HASIL DAN DISKUSI Orientasi wilayah studi meliputi kawasan lindung yang termasuk dalam batas administrasi Kecamatan Lembang. Wilayah yang termasuk ke dalam kawasan lindung termasuk ke dalam 8 desa di Kecamatan Lembang yaitu Desa Cikahuripan, Desa Jayagiri, Desa Cikole, Desa Cikidang, Desa Wangunharja, Desa Cibodas, dan Desa Suntenjaya. Adapun batas-batas yang menjadi wilayah penelitian sebagai berikut : Utara Timur Barat Selatan
: Kabupaten Subang : Kabupaten Bandung : Kabupaten Purwakarta :Desa Gudangkahuripan, Desa Lembang, dan Desa Cibogo
2
Gambar 1. Peta wilayah penelitian a.
Analisis dampak alih fungsi daerah resapan air menjadi lahan terbangun Kecamatan Lembang Hasil perhitungan penurunan volume air yang dapat diserap lahan di setiap desa di kecamatan Lembang akibat dampak dari alih fungsi lahan yang terjadi melalui perhitungan adalah sebagai berikut: Tabel 2. Perhitungan Jumlah Air yang Hilang Per Periode Desa (1) Sukajaya Cikahuripan Jayagiri Cikole Cikidang Cibodas Suntenjaya Wangunharja Total
Jumlah Air Hilang Tahun 2002-2007 (m3) (2) 10227.64 8447.07 3681.58 17140.54 18663.62 3818.92 27080.07 3758.56 11602.25
Jumlah Air Hilang Tahun 20072013 (m3) (3) 2488.92 27108.21 55371.66 34142.69 1.40 3822.31 36.92 4221.52 15899.20
Total (m3) (4) 12716.56 35555.28 59053.24 51283.23 18665.02 7641.23 27116.99 7980.08 27501.45
Berdasarkan data Tabel 2, didapatkan data jumlah air yang hilang setiap periodenya. Terlihat pada kolom total jumlah air yang hilang pada kedua peride bahwa Desa Cikole, Jayagiri dan Cikahuripan merupakan desa dengan jumlah debit air hilang terbesar. Sedangkan Desa Wangunharja dan Cikidang yang memiliki alih fungsi lahan terbangun terendah yang mengalami penurunan debit air lebih rendah dari ketiga desa tersebut. Meski demikian, penurunan debit air tiap periode akibat perubahan pemanfaatan lahan di daerah resapan air dapat menimbulkan dampak yang besar terhadap ketersediaan sumber daya air bagi kawasan bawahannya. Dari data Tabel 2 berupa jumlah debit air yang hilang setiap periode pada desadesa di wilayah penelitian dapat dikelompokkan ke dalam dua klasifikasi, yaitu dampak perubahan alih fungsi terhadap jumlah air yang hilang yaitu dampak tinggi dan rendah. Tabel
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)
3
dibawah ini menunjukkan rincian pembagian klasifikasi tersebut.
daerah resapan air (klasifikasi dampak tinggi dan klasifikasi dampak rendah) adalah sebagai berikut :
Tabel 3. Pembagian Klasifikasi Wilayah Berdasarkan Dampak Perubahan Alih Fungsi Terhadap Infiltrasi Air
a. Faktor yang Berpengaruh Terhadap Alih Fungsi Daerah Resapan Air Untuk Klasifikasi Dampak Tinggi (Desa Cikole, Desa Cikahuripan dan Desa Jayagiri)
Desa (1) Sukajaya Cikahuripan Jayagiri Cikole Cikidang Cibodas Suntenjaya Wangunharja Rata-rata
Total Jumlah Air Hilang (m3) (2) 12716.56 35555.28 59053.24 51283.23 18665.02 7641.23 27116.99 7980.08
Klasifikasi (3) Rendah Tinggi Tinggi Tinggi Rendah Rendah Rendah Rendah
27501.45
Keterangan: Tinggi :Jumlah Air yang Hilang > 27501.45 m3 Rendah :Jumlah Air yang Hilang < 27501.45 m3 Berikut ini merupakan gambaran mengenai pembagian wilayah sesuai dengan masing-masing klasifikasi diatas yang tertera pada peta di bawah ini.
Gambar 2. Peta Pembagian Klasifikasi Dampak Alih Fungsi Daerah Resapan Air Lembang b.
Analisis faktor penyebab alih fungsi daerah resapan air menjadi lahan terbangun Faktor-faktor yang terbentuk dari hasil identifikasi dari tinjauan pustaka diujikan kepada stakeholder agar didapatkan konsensus mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap alih fungsi daerah resapan air . Berdasarkan hasil rekapitulasi konsensus stakeholder dari kuisioner Delphi didapatkan pembagian faktor yang berpengaruh terhadap alih fungsi daerah resapan air menjadi lahan terbangun di Kecamatan Lembang, berdasarkan pembagian klasifikasi dampak alih fungsi
Tabel 4. Konsensus Faktor yang Berpengaruh Terhadap Alih Fungsi Daerah Resapan Air Untuk Klasifikasi Dampak Tinggi Faktor yang mempengaruhi Faktor Peningkatan Pelayanan Infrastruktur untuk Aksesbilitas Menuju Daerah Resapan Air Faktor Tingkat Harga Lahan di Daerah Resapan Air yang Tinggi Faktor Karakter masyarakat yang Kurang Memahami Regulasi Daerah dan Fungsi Lindung Daerah Resapan Air Faktor Kekuatan Regulasi dan Kebijakan Tata Ruang dalam Mencegah Alih Fungsi Daerah Resapan Air Penurunan Kualitas Daya Dukung Lahan di Daerah Resapan Air Faktor Ketersediaan Objek Wisata di Daerah Resapan Air
R1
R2
R3
R4
R5
R6
R7
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S : Setuju R1 : Kasubbid Perencanaan Pembangunan, pertanahan dan permukiman Bappeda Bandung Barat R2 : Staff Ahli Bidang Tata Ruang Cipta Karya Bandung Barat R3 : Kasie Pembangunan dan Masyarakat Kecamatan Lembang R4 : Pakar Tata Kota R5 : Dosen Tata Guna Lahan ITB R6 : Aktivis Wahana Lingkungan Hidup Jawa Barat R7 : Tokoh Masyarakat Berdasarkan hasil akhir konsensus stakeholder pada tabel diatas didapatkan faktor yang berpengaruh adalah: 1. Peningkatan Pelayanan Infrastruktur untuk Aksesbilitas Menuju Daerah Resapan Air Menuju Daerah Resapan Air Faktor peningkatan pelayanan kksesbilitas menuju daerah resapan air berpengaruh terhadap alih fungsi daerah resapan air menjadi lahan terbangun di wilayah penelitian karena ketersediaan jaringan jalan yang
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) memadai memudahkan akses menuju pusat Kecamatan Lembang bahkan Kota Bandung. Hal ini menyebabkan pembangunan lahan terbangun di daerah resapan air berawal dari wilayah yang dilalui jaringan jalan. 2. Tingkat Harga Lahan di Daerah Resapan Air yang Tinggi Faktor tingkat harga Lahan di pasaran yang tinggi di sekitar daerah resapan air lebih berpengaruh terhadap alih fungsi daerah resapan air di wilayah penelitian karena wilayah dengan harga lahan lebih tinggi cenderung lebih banyak mengalami pembangunan. 3. Karakter masyarakat yang Kurang Memahami Regulasi Daerah dan Fungsi Lindung Daerah Resapan Air Karakter masyarakat yang masih tradisional kurang memahami akan fungsi lindung daerah resapan air dan regulasi yang mengatur tentang daerah resapan air berpengaruh terhadap peningkatan alih fungsi daerah resapan air menjadi lahan terbagun di Kecamatan Lembang karenaa tanpa mengetahui larangan alih fungsi di daerah resapan yang dilindungi, masyarakat mendirikan bangunan di daerah resapan air yang dilindungi. 4. Kekuatan Regulasi dan Kebijakan Tata Ruang dalam Mencegah Alih Fungsi Daerah Resapan Air Faktor kekuatan regulasi dan kebijakan tata ruang dalam mengendalikan alih fungsi daerah resapan air berpengaruh terhadap alih fungsi menjadi lahan terbangun karena kekuatan regulasi dan kebijakan dalam mengendalikan dan mencegah terjadinya alih fungsi lahan terbangun yang masih rendah dalam implementasinya dikarenakan belum terperincinya aturan mengenai kawasan-kawasan di daerah resapan air mana yang tidak boleh diperuntukkan bagi suatu bangunan serta kontrol pemerintah yang masih lemah membuat alih fungsi terjadi di daerah resapan air yang dilindungi. 5. Penurunan Kualitas Daya Dukung Lahan di Daerah Resapan Air Faktor penurunan kualitas daya dukung lahan berpengaruh terhadap alih fungsi daerah resapan air menjadi lahan terbangun karena kondisi fisik lahan yang semakin menurun atau tidak produktif untuk ditanami banyak diuruk untuk dijadikan permukiman sehingga luas lahan daerah resapan air yang diokupasi menjadi lahan terbangun semakin meluas setiap tahunnya. 6. Ketersediaan Objek Wisata di Daerah Resapan Air Ketersediaan sarana wisata yang menjadi faktor tambahan dari para stakeholder untuk karena wilayah penelitian memiliki objek wisata dan menarik investor dan penduduk untuk membangun lahan terbangun untuk mengambil keuntungan dari keberadaan objek wisata yang ada. Sedangkan untuk faktor yang lainnya dianggap kurang berpengaruh terhadap alih fungsi daerah resapan air menjadi lahan terbangun di klasifikasi dampak alih fungsi tinggi ini. b. Faktor yang Berpengaruh Terhadap Alih Fungsi Daerah Resapan Air Untuk Klasifikasi Dampak Rendah (Desa Suntenjaya, Wangunharja, Sukajaya, Cibodas,dan Cikidang)
4
Tabel 5. Konsensus Faktor yang Berpengaruh Terhadap Alih Fungsi Daerah Resapan Air Untuk Klasifikasi Dampak Rendah Faktor yang mempengaruhi Faktor Peningkatan Pelayanan Infrastruktur untuk Aksesbilitas Menuju Daerah Resapan Air Faktor karakter masyarakat Faktor Kekuatan Regulasi dan Kebijakan Tata Ruang dalam Mencegah Alih Fungsi Daerah Resapan Air
R1
R2
R3
R4
R5
R6
R7
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S : Setuju R1 : Kasubbid Perencanaan Pembangunan, pertanahan dan permukiman Bappeda Bandung Barat R2 : Staff Ahli Bidang Tata Ruang Cipta Karya Bandung Barat R3 : Kasie Pembangunan dan Masyarakat Kecamatan Lembang R4 : Pakar Tata Kota R5 : Dosen Tata Guna Lahan ITB R6 : Aktivis Wahana Lingkungan Hidup Jawa Barat R7 : Tokoh Masyarakat Berdasarkan hasil akhir konsensus stakeholder pada tabel diatas didapatkan faktor yang berpengaruh adalah: 1. Peningkatan Pelayanan Infrastruktur untuk Aksesbilitas Menuju Daerah Resapan Air Faktor peningkatan pelayanan kksesbilitas menuju daerah resapan air berpengaruh terhadap alih fungsi daerah resapan air menjadi lahan terbangun di wilayah penelitian karena ketersediaan jaringan jalan yang memperbaiki jalan-jalan makadam menjadi jalan aspal mempermudah akses menuju daerah resapan air. Hal ini menyebabkan pembangunan lahan terbangun di daerah resapan air berawal dari wilayah yang dilalui jaringan jalan dan semakin berkembang. 2. Karakter masyarakat yang Kurang Memahami Regulasi Daerah dan Fungsi Lindung Daerah Resapan Air Faktor karakter masyarakat yang masih tradisional kurang memahami akan fungsi lindung daerah resapan air dan regulasi yang mengatur tentang daerah resapan air berpengaruh terhadap peningkatan alih fungsi daerah resapan air menjadi lahan terbagun di Kecamatan Lembang karenaa tanpa mengetahui larangan alih fungsi di daerah resapan yang dilindungi, masyarakat mendirikan bangunan di daerah resapan air yang dilindungi. 3. Kekuatan Regulasi dan Kebijakan Tata Ruang dalam Mencegah Alih Fungsi Daerah Resapan Air
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) Faktor kekuatan regulasi dan kebijakan tata ruang dalam mencegah alih fungsi daerah resapan air daerah yang masih rendah dalam pengendalian alih fungsi lahan dikarenakan belum terperincinya aturan mengenai kawasan-kawasan mana saja yang tidak boleh dibangun serta kontrol pemerintah yang masih lemah membuat alih fungsi terjadi di daerah resapan air yang dilindungi.
Sedangkan untuk faktor yang lainnya dianggap kurang berpengaruh terhadap alih fungsi daerah resapan air menjadi lahan terbangun di klasifikasi dampak alih fungsi rendah ini. c. Arahan Pengendalian Alih Fungsi Daerah Resapan Air di Kecamatan Lembang, Bandung Perumusan arahan pengendalian alih fungsi didasarkan pada faktor-faktor yang telah terbentuk dalam analisis sebelumnya di wilayah penelitian pada 2 (dua) klasifikasi dengan faktor yang berpengaruh di masing-masing klasifikasi. Analisis arahan pengendalian alih fungsi lahan berupa analisis triangulasi berdasarkan fakta empiri di lapangan sesuai dengan faktor penyebab alih fungsi lahan yang terbentuk, tinjauan literatur terkait arahan pengendalian alih fungsi lahan, dan tinjauan kebijakan dan peraturan daerah. Berikut ini merupakan rumusan arahan pengendalian alih fungsi daerah resapan air menjadi lahan terbangun di Kecamatan Lembang, Bandung: a. Arahan pengendalian alih fungsi daerah resapan air menjadi lahan terbangun pada Klasifikasi dampak alih fungsi lahan tinggi (Desa Cikole, Desa Cikahuripan dan Desa Jayagiri) 1. Faktor Peningkatan Pelayanan Infrastruktur untuk Aksesbilitas Menuju Daerah Resapan Air Penerapan disinsentif untuk Peningkatan Pelayanan Aksesbilitas Menuju Daerah Resapan Air di wilayah penelitian berupa pembatasan infrastruktur dan fasilitas pendukung menuju daerah resapan air yang dilindungi di wilayah penelitian dengan tidak menambah cabang jaringan jalan yang ada. Memberi batas berupa tanda batas dan papan peringatan serta pengawasan ketat secara berkala di sepanjang jaringan jalan utama di Desa Cikole, Cikahuripan dan Jayagiri 2. Faktor Tingkat Harga Lahan di Daerah Resapan Air yang Tinggi Pemerintah daerah hanya memberikan izin pemanfaatan tanah sebagai RTH untuk daerah resapan air agar harga lahan disekitar lahan yang telah terbangun tidak ikut meningkat. 3. Faktor Kekuatan Regulasi dan Kebijakan Tata Ruang dalam Mencegah Alih Fungsi Daerah Resapan Air Penerapan Kekuatan Regulasi dan Kebijakan Tata Ruang dalam Mencegah Alih Fungsi Daerah Resapan Air mengenai pengendalian pemanfaatan kawasan lindung untuk resapan air di wilayah ini dengan lebih konsisten dan lebih ketat. Pengaturan kembali Zoning Regulation yang disahkan melalui Perda.
5
Penerapan sanksi administratif berupa bagi pelanggar pemanfaatan ruang Kontrol utama diserahkan kepada pemerintah dari Kecamatan Lembang yaitu pada bagian Sie Pembangunan dan Masyarakat Kecamatan Lembang agar mempermudah pengawasan. Meningkatkan intensitas kegiatan pemantauan di Desadesa pada klasifikasi ini beberapa kali dalam satu tahun Pemkab Bandung Barat segera membuat Perda IMB untuk memperketat izin bangunan Izin pengembangan kawasan dan/atau pembangunan bangunan di wilayah ini, harus menerapkan rekayasa teknik dan/atau eko arsitektur dan/atau rekayasa vegetatif, untuk menghindari penurunan kapasitas penyerapan air ke dalam tanah Mencabut izin kepemilikan lahan maupun kepemilikan bangunan yang melanggar pemanfaatan lahan di daerah resapan air 4. Faktor Penurunan Kualitas Daya Dukung Lahan di Daerah Resapan Air Pada lahan yang mengalami kondisi yang tidak produktif perlu dilakukan rehabilitasi secara intensif dengan memberikan vegetasi yang cukup untuk resapan air. Penetapan zoning regulation untuk daerah resapan air yang dilindungi untuk dijadikan Perda Menambah kemampuan penyerapan air di wilayah yang telah beralih fungsi menjadi lahan terbangun dengan mengembalikan fungsi penyerapan air semula dengan penanaman vegetasi dan dijadikan hutan lindung 5. Faktor Karakter masyarakat yang Kurang Memahami Regulasi Daerah dan Fungsi Lindung Daerah Resapan Air Setiap masyarakat yang melanggar pemanfaatan lahan di daerah resapan air dikenakan sanksi meliputi: - Peringatan tertulis - Penghentian sementara kegiatan - Penutupan lokasi - Pencabutan izin Pemerintah daerah bersama LSM Lingkungan Hidup WALHI yang concern terhadap alih fungsi di wilayah Bandung Utara termasuk Lembang berkoordinasi dengan tokoh-tokoh masyarakat setempat dalam meningkatkan peran serta masyarakat untuk aktif dalam menjaga daerah resapan air 6. Faktor ketersediaan objek wisata di daerah resapan air Daerah resapan air boleh dijadikan wisata alam dengan syarat tidak mengubah kelestarian ekosistem didalamnya dan mengurangi luas kawasan yang telah ditentukan Membatasi kunjungan wisatawan pada wisata kawasan pelestarian alam agar mencegah kegiatan yang dapat merusak ekosistem lingkungan. b. Arahan pengendalian alih fungsi daerah resapan air menjadi lahan terbangun pada Klasifikasi dampak alih fungsi lahan rendah (Desa Suntenjaya, Wangunharja, Sukajaya, Cibodas,dan Cikidang)
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1. Faktor Peningkatan Pelayanan Aksesbilitas Menuju Daerah Resapan Air Infrastruktur dan fasilitas pendukung hanya dibatasi untuk pemanfaatan pergerakan orang/barang dan kendaraan serta tidak dilakukan perbaikan untuk jalan makadam yang menuju daerah resapan air yang dilindungi. Pengamanan melalui patroli khusus yang dilakukan secara berkala sepanjang jaringan jalan utama menuju daerah resapan air yang dilindungi 2. Faktor Kekuatan Regulasi dan Kebijakan Tata Ruang dalam Mengendalikan Alih Fungsi Daerah Resapan Air Pengaturan kembali Zoning Regulation yang disahkan melalui Perda. Penerapan sanksi administratif berupa bagi pelanggar pemanfaatan ruang Kontrol utama diserahkan kepada pemerintah dari Kecamatan Lembang yaitu pada bagian Sie Pembangunan dan Masyarakat Kecamatan Lembang agar mempermudah pengawasan. Pemkab Bandung Barat segera membuat Perda IMB untuk memperketat izin bangunan Izin pengembangan kawasan dan/atau pembangunan bangunan di wilayah ini, harus menerapkan rekayasa teknik dan/atau eko arsitektur dan/atau rekayasa vegetatif, untuk menghindari penurunan kapasitas penyerapan air ke dalam tanah 3. Faktor Karakter masyarakat yang Kurang Memahami Regulasi Daerah dan Fungsi Lindung Daerah Resapan Air Setiap masyarakat yang melanggar pemanfaatan lahan di daerah resapan air dikenakan sanksi meliputi: - Peringatan tertulis - Penghentian sementara kegiatan - Penutupan lokasi - Pencabutan izin Pemerintah daerah bersama LSM Lingkungan Hidup WALHI yang concern terhadap alih fungsi di wilayah Bandung Utara termasuk Lembang berkoordinasi dengan tokoh-tokoh masyarakat setempat dalam meningkatkan peran serta masyarakat untuk aktif dalam menjaga daerah resapan air IV KESIMPULAN Pembagian klasifikasi wilayah berdasarkan dampak alih fungsi lahan di daerah resapan menjadi lahan terbangun terhadap penurunan kemampuan lahan dalam menyerap air di wilayah penelitian terbagi menjadi dua klasifikasi., yaitu klasifikasi dampak alih fungsi tinggi dan klasifikasi dampak alih fungsi tinggi. Arahan pengendalian untuk klasifikasi dampak alih fungsi tinggi penerapan disinsentif untuk faktor peningkatan pelayanan infrastruktur untu aksesbilitas menuju daerah resapan air di wilayah penelitian berupa pembatasan infrastruktur dan fasilitas pendukung menuju daerah resapan air yang dilindungi, faktor tingkat harga lahan daerah resapan air yang tinggi adalah izin pemanfaatan tanah diberikan
6
sebagai RTH untuk daerah resapan air agar harga lahan disekitar lahan yang telah terbangun tidak ikut meningkat, sedangkan untuk faktor karakter masyarakat yang kurang memahami regulasi daerah dan fungsi lindung daerah resapan air adalah setiap masyarakat yang melanggar pemanfaatan lahan di daerah resapan air dikenakan sanksi meliputi peringatan tertulis, penghentian sementara kegiatan, penutupan lokasi dan pencabutan izin, untuk faktor kekuatan regulasi dan kebijakan daerah dalam mencegah alih fungsi daerah resapan air adalah pengaturan kembali Zoning Regulation yang disahkan melalui Perda, serta untuk faktor ketersediaan objek wisata di daerah resapan air adalh dengan membatasi kunjungan wisatawan pada wisata kawasan pelestarian alam di daerah resapan air agar mencegah kegiatan yang dapat merusak ekosistem lingkungan. Arahan pengendalian untuk klasifikasi dampak alih fungsi rendah adalah untuk faktor Peningkatan pelayanan infrastruktur untuk aksesbilitas menuju daerah resapan air adalah disinsentif dengan membatasi infrastruktur dan fasilitas pendukung di daerah resapan air hanya dibatasi untuk tidak dilakukan perbaikan untuk jalan makadam yang menuju daerah resapan air yang dilindungi. Untuk faktor karakter masyarakat yang kurang memahami regulasi daerah dan fungsi lindung daerah resapan air adalah setiap masyarakat yang melanggar pemanfaatan lahan di daerah resapan air dikenakan sanksi meliputi Peringatan tertulis, penghentian sementara kegiatan, penutupan lokasi dan pencabutan izin, serta untuk untuk faktor kekuatan regulasi dan kebijakan daerah dalam mencegah alih fungsi daerah resapan air pengaturan kembali Zoning Regulation yang disahkan melalui Perda. UCAPAN TERIMA KASIH “Penulis Nastiti Premono Putri mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing, para dosen-dosen penguji atas bimbingan dan saran yang telah diberikan selama proses penelitian. Kemudian kepada ibu dan teman-teman yang telah memberikan support dan doa untuk menyelesaikan penelitian ini .” DAFTAR PUSTAKA [1]
[2] [3]
[4]
[5]
Surat Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 181.1/SK.1624 Bapp/1982 tentang Peruntukan lahan di Wilayah Inti Bandung Raya Bagian Utara Laporan Teknis RTRW Kabupaten Bandung Barat Tahun 2007 Komite Peduli Jawa Barat (2005,Juli). Mendesak Pemkab Bandung Didesak tak Keluarkan Izin LSM Soroti Pembangunan Kawasan Bandung Utara. Pikiran Rakyat [Online]. Available: http://www.fisikanet.lipi.go.id/utama.cgi?bacaforum&berita&11 13608411&5 Kompas. (2008, Januari). KBU Rusak, Bandung dalam Incaran Bencana. Dinas Kehutanan Provinsi Jabar. [Online]. Available: http://dishut.jabarprov.go.id/?mod=detilBerita&idMenuKiri=&i dBerita=34 Zulkaidi, Denny (2005,April). Polemik rencana kawasan wisata area Lembang dan Peneropongan Bosscha. Pikiran Rakyat [Online]. Available: http://www.fisikanet.lipi.go.id/utama.cgi?bacaforum&berita&11 13608411&5